diskusi farkol b-6 (obat analgesik)
Post on 08-Dec-2015
41 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH DISKUSI FARMAKOLOGI II
Disusun oleh :
Kelompok B-6
Amalia Wardatul F. ( 051211133037 )
Aris Yulita A. ( 051211133038 )
Yuliaty Retta H. ( 051211133039 )
Enita Fitriani P. ( 051211133046 )
Alin Anindia ( 051211133047 )
Firmansyah R. ( 051211133048 )
Amelia Sadha Muti L. ( 051211133049 )
Nurul Maghfiroh ( 051211133091 )
Yasmin Nabilah ( 051211133095 )
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. TENTANG KASUS
Seorang ibu membawa anaknya untuk membeli asam mefenamat untuk menurunkan panas badan anaknya. Bagaimana pendapat anda tentang pemakaian obat tersebut. Apa saran saudara?
B. TINJAUAN KASUS
1) Demam
2) Asam Mefenamat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam
1. Definisi Demam
Definisi demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu
tubuh di atas 38º Celsius. Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang dapat
diukur lewat oral, rektal, dan aksila. Cara pengukuran suhu menentukan tinggi
rendahnya suhu tubuh. Pengukuran suhu melalui mulut dilakukan dengan
mengambil suhu pada mulut (mengulum termometer dilakukan pada anak yang
sudah kooperatif ), hasilnya hampir sama dengan suhu dubur, namun bisa lebih
rendah bila frekuensi napas cepat. Pengukuran suhu melalui dubur (rektal)
dilakukan pada anak di bawah 2 tahun. Termometer masuk ke dalam dubur
sedalam 2-3 cm dan kedua pantat dikatupkan, pengukuran dilakukan selama 3
menit. Suhu yang terukur adalah suhu tubuh yang mendekati suhu yang
sesungguhnya (core temperature). Dikatakan demam bila suhu di atas 38oC.
Pengukuran suhu melalui ketiak (axilar) hanya dapat dilakukan pada anak besar
mempunyai daerah aksila cukup lebar, pada anak kecil ketiaknya sempit sehingga
terpengaruh suhu luar. Pastikan puncak ujung termometer tepat pada tengah aksila
dan pengukuran dilakukan selama 5 menit. Hasil pengukuran aksila akan lebih
rendah 0,5-1,0oC dibandingkan dengan hasil pengukuran melalui dubur.
Pengukuran suhu dengan cara meraba kulit, daerah yang diraba adalah daerah
yang pembuluh darahnya banyak seperti di daerah pipi, dahi, tengkuk. Meskipun
cara ini kurang akurat (tergantung kondisi tangan ibu), namun perabaan ibu cukup
bisa dipercaya dan digunakan sebagai tanda demam pada program MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit ).
(Purnamawati Sujud Pujiarto,2008 )
Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk
kelancaran aliran darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat berjalan baik
(enzim hanya bekerja pada suhu tertentu). Sebagai makhluk yang homeotermik,
anak selalu berusaha mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh diatur oleh suatu
mekanisme yang menyangkut susunan saraf,biokimia, dan hormonal. Hipotalamus
menerima informasi suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang masuk ke otak
dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas di kulit. Termostat dalam
hipotalamus diatur pada set-point sekitar suhu 37oC (Gambar 1) dengan rentang
sekitar 1oC, dan suhu dipertahankan dengan menjaga keseimbangan pembentukan
atau pelepasan panas. Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf somatik dan
saraf autonom, sehingga hipotalamus dapat mengatur aktifitas otot, kelenjar
keringat, peredaran darah, dan ventilasi paru. Hipotalamus posterior merupakan
pusat pengatur yang bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi
pengeluaran panas. Bila suhu luar lebih rendah, pembentukan panas akan
dilakukan dengan meningkatkan metabolisme, dengan mekanisme kontraksi otot /
menggigil, pengeluaran panas akan dikurangi dengan vasokonstriksi pembuluh
darah kulit dan pengurangan produksi keringat. Hipotalamus anterior merupakan
pusat pengatur pengeluaran panas. Bila suhu di luar tubuh lebih tinggi maka
pengeluaran panas ditingkatkan dengan cara vasodilatasi, evaporasi (berkeringat),
radiasi (dipancarkan), kontak (bersinggungan/ kompres), aliran (dari daerah panas
ke dingin), dan konveksi. Permukaan tubuh anak relatif lebih luas dibandingkan
dewasa, sehingga proses penguapan dan radiasi sangat penting, terutama untuk
daerah tropis. (Ismoedijanto.2000.Sari Pediatri Vol 2 No 2 “Demam Pada Anak”,
hal 103-108)
(Purnamawati Sujud Pujiarto,2008)
2. Penyebab Demam
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh
adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam
pada infeksi terjadi akibat mikro organisme merangsang makrofag atau PMN
membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor
necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan
bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang
meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan lain, misalnya pada tumor,
penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber
pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain. Kemampuan anak untuk
beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat
tergantung pada umur. Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk
merubah set-point dan memproduksi panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat
tanpa disertai dengan gejala demam. (Ismoedijanto.2000.Sari Pediatri Vol 2 No 2
“Demam Pada Anak”, hal 103-108)
3. Patofisiologis Demam
Secara teoritis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan, oleh karena
aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi makin lancar. Namun
kalau suhu terlalu tinggi (di atas 38,5ºC) pasien mulai merasa tidak nyaman, aliran
darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung, paru)
bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya ujung
kaki/tangan teraba dingin. Demam yang tinggi memacu metabolisme yang sangat
cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi napas lebih cepat.
Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai dengan
ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi. Kerusakan
jaringan akan terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi dari 410C, terutama pada
jaringan otak dan otot yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut dapat
menyebabkan kerusakan batang otak, terjadinya kejang, koma sampai
kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis dengan akibat
terjadinya mioglobinemia. (Ismoedijanto.2000.Sari Pediatri Vol 2 No 2 “Demam
Pada Anak”, hal 103-108)
4. Pemberian Obat
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan
demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan
kelainan kardiopulmonal kronis, kelainan metabolik, penyakit neurologis dan
pada anak yang berisiko kejang demam. Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam
susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya.
Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase. Asetaminofen
merupakan derivat para-aminofenol yang bekerja menekan pembentukan
prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik antara
10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90
mgr/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis
besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.
Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal. Turunan asam propionat
seperti ibuprofen juga bekerja menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini
bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa
mual, perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin.
Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia
aplastik. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila
dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10
mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam. Metamizole (antalgin) bekerja menekan
pembentukkan prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik dan
antiinflamasi. Efek samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia
aplastik dan perdarahan saluran cerna. Dosis terapeutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6-8
jam dan tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara
per oral, intramuskular atau intravena. Asam mefenamat suatu obat golongan
fenamat. Khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek
sampingnya berupa dispepsia dan anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20
mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh
diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.
(Ismoedijanto,2000)
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, Seorang ibu membawa anaknya untuk membeli asam
mefenamat untuk menurunkan panas badan anaknya. Asam mefenamat digunakan
sebagai analgesik dan sebagai anti inflamasi, asam mefenamat kurang efektif
dibandingkan aspirin. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma.
Dengan demikian interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan
(Wilmana dan Gan, 2007).
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia,
diare, sampai diare berdarah dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
Pada orang lanjut usia efek samping diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek
samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah eritema kulit dan
bronkokonstriksi dan anemia hemolitik juga pernah dilaporkan (Wilmana dan
Gan, 2007).
Karena efek toksiknya maka di amerika serikat obat ini tidak dianjurkan
untuk diberikan kepada anak dibawah 14 tahun dan wanita hamil dan pemberian
tidak melebihi 7 hari.( FK UI 2009 ).
Oleh karena itu asam mefenamat tidak dianjurkan untuk pengobatan
demam pada anak. Antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen,
dan aspirin. Ibuprofen dapat digunakan untuk anak berumur >6 bulan, namun
jangan diberikan pada anak yang dehidrasi atau sering muntah.Aspirin karena
efeknya merangsang lambung dan perdarahan usus, maka tidak dianjurkan untuk
demam ringan. Di Indonesia, Aspirin tergantikan oleh parasetamol karena efek
iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada pemberian derivate para amino
fenol.
Dari Hasil penelitian, obat antipiretik yang disetujui untuk digunakan pada
anak adalah parasetamol dan ibuprofen. Penggunaan asetilsalisilat sangat tidak
dianjurkan pada anak usia <15 tahun oleh karena risiko terhadap sindrom
Reye.Dari kelompok NSAIDs, ibuprofen memiliki risiko yang terkecil terhadap
efek samping gastrointestinal. Pada satu metaanalisis dari 8 penelitian
membandingkan efikasi antara antipiretik parasetamol dan ibuprofen didapati
penurunan temperatur tubuh yang lebih tinggi pada anak yang diobati dengan
ibuprofen dibandingkan dengan parasetamol pada pengukuran setelah 4 jam. Pada
jam ke-4 dan ke-6 setelah pemberian antipiretik, penurunan demam terjadi 15%
lebih banyak pada anak di kelompok ibuprofen, dibandingkan dengan kelompok
paracetamol karena mekanisme ibuprofen dengan parasetamol berbeda.
Parasetamol dan ibuprofen ditoleransi dengan baik dan merupakan
antipiretik yang efektif ketika digunakan sesuai dosis yang direkomendasikan.
Untuk parasetamol oral, dosis standar 10–15 mg/kg per dosis (maksimum, 1 gr
per dosis) diberikan 4–6 kali per hari. Dosis terapeutik maksimum 60 mg/kg per
hari pada anak usia <3 bulan dan 80 mg/kg per hari pada anak usia >3 bulan
(maksimum, 3 gr/hari), dan dosis toksik ialah >150 mg/kg pada pemberian
tunggal. Untuk ibuprofen oral, dosis standar 10 mg/kg per dosis (maksimum, 800
mg per dosis) diberikan 3 atau 4 kali sehari. Dosis terapeutik maksimum 30 mg/kg
per hari (maksimum, 1,2 gr/hari), dan dosis toksik >100 mg/kg per hari.
Kemungkinan keduanya lebih efektif bila diberikan secara kombinasi
dibandingkan jika digunakan sendiri-sendiri. Namun, bukti yang mendukung
penggunaan kedua obat tersebut secara kombinasi masih sangat sedikit dan
kontradiktif.Sebelum ada bukti-bukti yang lebih akurat sebaiknya digunakan
kondisi tunggal.
BAB IV
KESIMPULAN
Demam pada anak dapat diberikan beberapa obat antipiretik antara lain :
1. Ibuprofen
Mempunyai efek antipiretik, dan dari hasil penelitian efektif untuk
menurunkan panas pada anak dan jangan diberikan untuk anak yang
berumur < 6 bulan dan anak yang mengalami dehidrasi dan sering
muntah.Ibuprofen mempunyai efek lebih cepat menurunkan panas pada
anak dibandingkan paracetamol.
2. Paracetamol
Obat yang dapat berfungsi sebagai antipiretik sebagai pengganti aspirin
karena dapat menyebabkan sindrom reye pada anak dan efek iritasi dan
perdarahan lambung dan usus yang cukup besar. Sehingga digantikan oleh
paracetamol ( golongan para amino fenol ) yang mempunyai efek iritasi
lambung yang lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, S.G.dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
2. Ismoedijantoe, Agustus 2000, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2: 103 - 108
3. Katzung, B.G. 2010. Farmakoligi Dasar dan Klinik (Basic & Clinical
Pharmacology) ed 10. Jakarta: EGC.
4. Purnamawati Sujud Pujiarto, September 2008, Volum: 58, Nonior: 9, ,
Maj Kedokt Indon.
top related