· web viewpancasila dalam konteks pengembangan ... menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa...
Post on 30-Jan-2018
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
A. Pancasila sebagai Ideologi
1. Pengertian ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Kata
‘idea’ sendiri berasal dari bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti bentuk.
Selanjutnya kata ‘idein’ yang berarti melihat. Dengan demikian secara
harfiah ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar, cita-cita yang
bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap
itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham (Hidayat, 2001;
Kaelan, 2005).
Beberapa pengertian tentang ideologi dikemukakan para pakar
seperti berikut:
a. Anthony Downs (1957 dalam Hidayat, 2001) memberi
pengertian ideologi sebagai seperangkat asumsi dasar baik
normatif maupun empiris mengenai sifat dan tujuan
manusia atau masyarakat agar dapat dipakai untuk
mendorong serta mengembangkan teori politik.
b. Poespowardojo (1992) berpendapat ideologi sebagai
kompleksitas pengetahuan dan nilai yang secara
keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang
(masyarakat) untuk memahami jagad raya dan bumi
seisinya serta menentukan sikap dasar untuk
mengolahnya.
c. Thompson (1984) menjelaskan ideologi adalah
seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi
pada tindakan yang diorganisasi menjadi suatu sistem
yang teratur.
d. Horton & Hunt (1984) menjelaskan ideologi sebagai suatu
sistem gagasan yang menyetujui seperangkat norma.
e. Newman (1973) menyatakan ideologi sebagai seperangkat
gagasan yang menjelaskan atau melegalisasikan tatanan
sosial, struktur kekuasaan atau cara hidup dilihat dari segi
tujuan, kepentingan atau status sosial dari kelompok atau
kolektivitas dimana ideologi itu muncul.
f. Mubyarto (1992) memberi pengertian ideologi adalah
sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol
kelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi
pegangan dan pedoman kerja atau perjuangan untuk
mencapai tujuan masyarakat bangsa.
g. Tjokroamidjojo (1992) yang menyitir pendapat Shill
bahwa ideologi adalah keharusan untuk melaksanakan
dalam sikap, perilaku dan perbuatan penganutnya, yang
diusahakan diundangkan secara legal dan dihubungkan
dengan suatu badan kelembagaan untuk merealisasikan
pola kepercayaan tersebut.
2. Karakteristik Ideologi
Hidayat (2001); Kaelan (2005), menyatakan ideologi sebagai
pandangan masyarakat memiliki karakteristik:
a. Ideologi sering muncul dan berkembang dalam ssituasi kritis.
b. Ideologi memiliki jangkauan yang luas, beragam, dan terprogram.
c. Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan.
d. Ideologi memiliki pola pemikiran yang sistematis.
e. Ideologi cenderung eksklusif, absolut dan universal.
f. Ideologi memiliki sifat empiris dan normatif.
g. Ideologi dapat dioperasionalkan dan didokumentasikan
konseptualisasinya.
h. Ideologi biasanya terjadi dalam gerakan-gerakan politik.
3. Fungsi Ideologi
Hidayat (2001) fungsi ideologi bagi manusia adalah:
a. Sebagai pedoman bagi individu, masyarakat, atau bangsa untuk
berpikir, melangkah dan bertindak.
b. Sebagai kekuatan yang mampu memberi semangat dan motivasi
individu, masyarakat dan bangsa untuk mencapai tujuan.
c. Sebagai upaya menghadapi berbagai persoalan masyarakat dan
bangsa di segala aspek kehidupan.
Cahyono & Al Hakim (1982), menjelaskan fungsi ideologi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara adalah:
a. Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan
manusia secara individual.
b. Membantu manusia dalam upaya untuk melibatkan diri di berbagai
sektor kahidupan masyarakat.
c. Memberikan wawasan umum mengenai eksistensi manusia,
masyarakat dan berbagai institusi yang ada dalam masyarakat.
d. Melengkapi struktur kognitif manusia.
e. Menyajikan suatu formulasi yang berisi panduan untuk mengarahkan
berbagai pertimbangan dan tindakan manusia baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat.
f. Sebagai sarana untuk mengendalikan konflik (fungsi integratif).
g. Sebagai lensa dan cermin bagi individu untuk melihat dunia dan
dirinya, serta sebagai jendela agar orang lain bisa melihat dirinya.
h. Sebagi kekuatan dinamis dalam kehidupan individu maupun
kolektif, memberikan bekal wawasan mengenai misi dan tujuan, dan
sekaligus mampu menghasilkan komitmen untuk bertindak.
Sementara itu Poespowardjojo (1992), menyatakan bahwa ideologi
memiliki fungsi:
a. Struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat
merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan
kejadian-kejadian alam sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna
serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang
untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi orang atau masyarakat untuk memahami,
menghayati serta mempolakan tingkah lakunya sesuai dengan
orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.
4. Kedudukan Pancasila dan Fungsi Pancasila dalam Kehidupan
NKRI
Pancasila menempati dua kedudukan utama, akni sebagai dasar
negara dan pandangan hidup bangsa. Sebagai dasar negara, Pancasila
dijadikan sebagai dasar atau landasan dalam mandirikan bangunan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perwujudan Pancasila sebagai dasar
negara ditampakkan dalam hukum nasional, dimana Pancasila harus
menjadi sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia.
Sedangkan sebagai pandangan hidup bangsa (way of life), Pancasila
memberikan tuntunan pada seluruh bangsa Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari.
Disamping dua kedudukan utama Pancasila di atas, terdapat juga
fungsi-fungsi Pancasila, antara lain:
1. Sebagai kepribadian bangsa Indonesia, Pancasila merupakan sikap
mental, tingkah laku dan amal perbuatan bangsa Indonesia yang bersifat
khas yang berbeda dengan kepribadian bangsa-bangsa lain.
2. Pancasila sebagai jiwa dan moral bangsa Indonesia, artinya Pancasila
itu merupakan jiwanya bangsa Indonesia.
3. Pancasila sebagai perjanjian luhur, maksudnya Pancasila itu merupakan
hasil perjanjian dari wakil-wakil rakyat yang mengesahkan perjanjian
itu.
4. Sebagai falsafah yang mempersatukan bangsa Indonesia, dalam arti
bahwa Pancasila merupakan sarana yang ‘ampuh’ untuk
mempersatukan bangsa Indonesia.
5. Sebagai ideologi negara dan bangsa Indonesia, maksudnya Pancasila itu
merupakan prinsip yang mengantarkan bangsa Indonesia dalam
mengejar cita-cita nasionalnya.
5. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi nasional, memiliki kekuatan
mengikat dan berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan kekuatan
sosial-politik yang ada di Negara Indonesia. Pancasila sebagai ideologi
nasional pada hakekatnya berupaya meletakkan secara proporsional
bahwa kepentingan bangsa dan negara harus ditempatkan pada
kedudukan utama atas kepentingan apapun. Kepentingan pribadi atau
kelompok menjadi nomor dua, manakala dipersandingkan dengan
“National Interest” (kepentingan nasional).
Dardji Darmodihardjo (1986), mengatakan bahwa tujuan
Pancasila sebagai ideologi adalah:
a. Memperkuat kepribadian bangsa Indonesia agar terhindar dari
ancaman dan gangguan kepribadian dan ideologi lain.
b. Mengembangkan demokrasi berdasarkan pada Pancasila, persatuan
dan kesatuan bangsa.
c. Memeantapkan pengembangan dan penerusan jiwa, semangat dan
nilai-nilai 1945 kepada generasi muda.
d. Memantapkan ketahanan nasional.
e. Meningkatkan kemampuan dalam mewujudkan kesejahteraan
nasional.
Kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia tidak
bisa terlepas dari kedudukan Pancasila sebagai pandangan hidup dan
dasar negara bangsa Indonesia. Keberadaan Pancasila sebagai ideologi
bangsa Indonesia merupakan suatu realitas yang tidak bisa dibantah
sebagai suatu bentuk perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia
sejak masyarakat Indonesia ada, mulai memproklamirkan
kemerdekaannya, hingga saat sekarang ini dalam menuju terwujudnya
masyarakat yang dicita-citakan.
Kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa, termaktub di
dalam Pembukaan UUD 1945, adalah dasar negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara. Dasar negara yang dimaksud
dalam pembukaan UUD 1945 tersebut mengandung makna ideologi
nasional sebagai cita-cita dan tujuan negara.
Secara demikian, makna Pancasila sebagai ideologi bangsa
adalah sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai-
nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diimplementasikan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Kaelan menjelaskan perbedaan antara ideologi terbuka dan
ideologi tertutub sebagai berikut:
Ideologi terbuka Ideologi tertutup
Nilai dan cita-citanya tidak
dipaksakan dari luar.
Bukan merupakan cita-cita
yang sudah hidup dalam
masyarakat.
Nilai-nilai dan cita-cita
digali dari kekayaan rohani.
Moral dan budaya
masyarakat sendiri.
Merupakan cita-cita satu
kelompok orang yang
mendasari suatu program
untuk merubah dan
membaharui masyarakat.
Hasil musyawarah dan
konsensus masyarakat.
Dibenarkan atas nama
ideologi masyarakat harus
berkorban.
Milik seluruh rakyat, oleh
karena itu sekaligus sebagai
kepribadian masyarakat.
Kepercayaan dan kesetiaan
ideologis yang kaku.
Isinya tidak operasional,
menjadi operasional bila
diwujudkan dalam
konstitusi.
Bukan berupa nilai-nilai
dan cita-cita .
Bersifat dinamis dan
reformis.
Terdiri atas tuntutan konkrit
dan operasional yang
diajukan secara mutlak.
Adanya ketaatan yang
mutlak, bahkan kadang
dengan menggunakan
kekuatan dan kekuasaan.
Diadaptasi dari: Kaelan 2005
Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka,
reformatif dan dinamis dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila bersifat
actual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan
dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta
dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi
terbuka adalah:
a. Nilai dasar, yaitu hakekat kelima Pancasila. Niali dasar ini
merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal,
sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta
nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar tersebut tertuang di dalam
Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu Pembukaan UUD 1945
merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertib hokum
tertinggi, sebagi sumber hukum positif dan memiliki kedudukan
sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Nilai dasr ini
bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai
dasar ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD
1945.
b. Nilai instrumental, merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran
serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan
penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
c. Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental
dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam realisasi praksis inilah penjabaran nilai-nilai Pancasila
senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan
perbaikan atau reformasi (Kaelan,2005).
Sebagai ideologi terbuka secara struktural Pancasila memiliki
dimensi idealistis, normatif dan realistis. Dimensi idealistis, dalam
ideologi Pancasila adalah nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh yaitu
hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, yaitu
Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Dimensi normatif, adalah nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma-norma
kenegaraan yang lebih operasional. Oleh karena itu Pancasila
berkedudukan sebagai norma tertib hokum tertinggi dalam negara
Indonesia. Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu
mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain memiliki dimensi nilai-
nilai ideal secara normatif, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam
kehidupan masyarakat secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam penyelenggaraan negara.
7. Kaji Banding Kepribadian Bangsa Indonesia dan Bangsa Lain
Hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati nilai bangsa lain
adalah perlunya kesadaran bahwa kehidupan itu sifatnya utuh, tidak
terpecah-pecah. Jadi tidak ada suatu bangsa yang hanya memiliki nilai
yang bermakna positif tanpa memiliki nilai negatif, begitu pula
sebaliknya. Kesimpulannya, dalam kehidupan manusia setiap kelompok
manusia (bangsa) memiliki nilai-nilai yang sifatnya positif, dan juga
memiliki nilai-nilai yang sifatnya negatif. Sifat positif dan negatif
dalam kehidupan manusia ini merupakan satu kesatuan yang utuh dan
kodrati.
Demikian halnya dengan bangsa Indonesia, walaupun dikenal
sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai positif seperti ramah, sopan,
toleran, rukun dan sebagainya, namun juga memiliki beberapa nilai
yang dikategorikan negatif, seperti suka meremehkan mutu, suka
melanggar peraturan, tidak percaya pada dirinya sendiri, tidak
berdisiplin, dan sebagainya.
Di bawah ini disajikan beberapa nilai yang dapat dikategorikan
positif untuk kehidupan manusia dan kemanusiaan dari bangsa barat
yang dibandingkan dengan nilai dari bangsa Indonesia:
Kepribadian Indonesia Kepribadian Barat
Kehidupan kolektif Berpikir logis, rasional.
Gotong royong Berpikir dan bertindak
sistematis.
Mementingkan diskusi-
diskusi tentang kebatinan;
Hubungan antar manusia
berdasarkan azas-guna.
dan mementingkan
mistik.
Orang Indonesia memang
tidak suka berusaha
dengan sengaja, dengan
gigih dan tekun, agar
dapat mencapai suatu
tujuan material; tetapi ini
tidak berarti bahwa
mereka tidak
mementingkan materi.
Individualisme.
Adat sopan-santun dalam
kebudayaan-kebudayaan
di Indonesia pada
umumnya memang
menyaratkan sifat ramah.
Organisatoris.
Dalam kebudayaan Asia
pada umumnya,
khususnya di Indonesia
pada sifat individualisme
memang kecil sekali.
Orang Amerika bersikap
ramah secara spontan dan
tidak hanya secara
lahiriah saja.
Memiliki daya kreatifitas
(ukil) yang tinggi.
Adat sopan-santun
Jepang.
Supel. Adat sopan-santun dalam
berbagai kebudayaan
Cina dan India malahan
tidak mengutamakan
sikap ramah, tetapi lebih
menekan pada prinsip
untuk tidak merugikan,
tidak membuat malu dan
tidak merendahkan orang
lain.
Sangat menghargai dan
menghormati hak asasi
manusia.
Mengagungkan nilai
kemanusiaan.
Mengagungkan
kebebasan.
8. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional
Pancasila harus melandasi seluruh gerak pembangunan nasional,
yang meliputi seluruh bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial-
budaya dan pertahanan keamanan (POLEKSOSBUDHANKAM).
Pembangunan pada hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan
perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik. Setiap
negara membutuhkan pembangunan untuk melakukan perubahan sosial
menuju ke suatu tujuan yang ditentukan dan disepakati bersama
(Wijaya,2001).
Pembangunan nasional harus berlandaskan kepada ideologi
bangsa. Oleh karena itu, pembangunan nasional di Indonesia harus
berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Tahapan
pembangunan nasional, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan maupun
pengawasan serta evaluasi hasil pembangunan, kesemuanya harus
terinspirasi, terpedomani serta terstandarisasi terhadap nilai-nilai
Pancasila, dalam mewujudkan tujuan NKRI sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945. Jadi, Pancasila harus dijadikan sebagai
kerangka berpikir yang sistematis dalam menjalankan kinerja
pembangunana nasional, oleh seluruh aktor pembangunan nasional
mulai daerah sampai dengan pusat.
Sekalipun paradigma telah jelas, kerangka nilai-nilai sebagai
pedoman pelaksanaan pembangunan telah ada, namun pembangunan
nasional Indonesia hingga saat ini masih dikatakan belum mencapai
tujuan nasional. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan di dalam
memahami, menafsirkan dan melaksanakan Pancasila dengan cara
dilepaskan, diredusir, dan nilai-nilai yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 sedemikian rupa sehingga Pancasila disalahgunakan untuk
tujuan-tujuan yang justru bertentangan dengan Pancasila itu sendiri.
Sekarang kesalahan itu harus tidak terulang lagi. Komitmen
nilai-nilai Pancasila sebagai paradigma pembangunan sudah harus
Nampak dalam tataran praksis pembangunan. Oleh karena itu hubungan
nilai-nilai dasar, nilai-nilai instrumrntal dan nilai praksis Pancasila
harus benar-benar nampak dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
9. Pancasila dan Pengembangan Iptek
Ilmu pengetahuan dan teknologi di manapun tempatnya dan
kapan pun terjadinya tidak mungkin dapat berkembang atau
dikembangkan secara optimal, baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
bilamana tanpa didasari pada situasi yang kondusif secara kultural
maupun struktural (Wibisono, 2001).
Kultural dalam arti bahwa warga masyarakat pengembang ilmu
pengetahuan hendaknya memiliki sikap akademis, menjadikan dirinya
sebagai musafir yang menjelajahi gurun ilmu pengetahuan yang tiada
bertepi, melakukan pengambangan mental yang tidak akan berakhir
pada suatu titik henti. Berjalan terus seiring dengan perjalanan hidup
masyarakat.
Kebenaran ilmiah hendaknya dipandang sebagai suatu yang
bukan barang jadi, selesai, mati dalam kebekuan normatif. Kebenaran
ilmiah adalah sesuatu yang relatif dan tentatif, sepanjang paradigma
yang mendukungnya masih berfungsi dan mampu menjawab persoalan-
persoalan yang dihadapi manusia pada saat itu.
Pancasila dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan
memberi ruang yang seluas-luasnya untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Permasalahannya di dalam upaya mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi hendaknya tidak melupakan implementasi
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sehari-hari.
Posisi Pancasila sebagai paradigma dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terletak pada dasar dan arah penerapannya,
yaitu pada aspek ontologis, epistomologis dan aksiologis (Wibisono,
2001). Bagaimanapun tingginya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bila tidak diimbangi dengan nilai-nilai moral yang bersumber
pada nilai-nilai budaya masyarakat, maka ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut menjadi ‘mandul’. Artinya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat, tidak mampu
mempengaruhi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menempatkan Pancasila sebagai paradigma dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya
keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada
gilirannya nilai-nilai Pancasila dijadikan asumsi-asumsi dasar bagi
pemahaman di bidang ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya.
Dengan demikian Pancasila harus dipahami sebagai satu
kesatuan organis, dimana masing-masing sila saling menjiwai sila yang
lain. Pemahaman mengenai Pancasila juga harus diletakkan dalam satu
kesatuan integrative dengan pokok-pokok pikiran yang digariskan di
dalam Pembukaan UUD 1945. Tanpa pemahaman seperti itu Pancasila
akan kehilangan maknanya, Pancasila dapat ditafsirkan secara
subyektif, menjadi terdistorsi dan kontraproduktif.
Bertolak dari hal tersebut, menempatkan Pancasila sebagai
paradigma dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus
diawali dengan pemahaman secara utuh-mendasar oleh bangsa
Indonesia dan disertai niat serta sikap tidak meragukan lagi akan
kebenaran Pancasila.
B. Globalisasi
1. Pengertian globalisasi
a. Globalisasi merupakan istilah popular yang ditemukan oleh ahli Ilmu
Komunikasi bernama Marshall McLuhhan dalam bukunya
“Understanding Media” (tahun 1964). Menurutnya, dengan
ditemukannya revolusi teknologi informasi, maka dunia akan
menjadi seperti “desa buana” (global village). Untuk bahan kajian,
berikut ini dikemukakan beberapa definisi globalisasi.
b. Globalisasi berarti sebagai proses terjadinya perluasan skala
kehidupan manusia yang multidimensial, dari formatnya yang local
dan kemudian nasional, untuk menuju format baru yang meliputi
seluruh dataran bumi tanpa kecuali (Wignjosoebroto, 1994).
c. Globalisasi merupakan transformasi sosial budaya dalam lingkup
global, yang mampu mendorong perubahan lembaga, pranata dan
nilai-nilai sosial budaya. Perkembangan dan transformasi sosial
budaya terjadi pada tingkat lokal atau nasional, akan mampu
menembus batas-batas tradisional ke segala tempat (Dahlan, 1996).
d. Globalisasi memiliki dua pengertian; pertama, sebagai definisi yaitu
proses menyatunya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal
(borderless market), dan kedua, sebagai “obat kuat” (prescription)
menjadikan ekonomi lebih efisien dan lebih sehat menuju kemajuan
masyarakat dunia (Mubyarto).
e. Globalisasi secara gramatikal diartikan sebagai proses dimana
keterkaitan dan ketergantungan antara entitas telah sampai pada titik
mutlak dimana segala sesuatu masuk ke ruang lingkup global.
Globalisasi biasa dikait-kaitkan dengan kemajuan teknologi
informasi, spekulasi dalam pasar uang, meningkatnya arus modal
lintas negara, pemasaran massal, pemanasan global, era perusahaan
multi nasional , hilangnya batas-batas antar negara dan kian
melemahnya kekuasaan negara (Budiono, 2005).
Terkait dengan variasinya konsep globalisasi, J.A. Scholte
(dalam Gunaryadi, 2005) menyimpulkan setidaknya ada lima kategori
pengertian globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur. Kelima
kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain dan kadangkala
saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang
khas.
Globalisasi sebagai internasionalisasi
Globalisasi dipandang sekedar sebuah kata sifat (ajective) untuk
menggambarkan hubungan antar batas dari berbagai negara. Ia
menggambarkan pertumbuhan dalam pertukaran dan interdependensi
internasional. Semakin besar volume perdagangan dan investasi
modal, maka ekonomi antar negara semakin terintegrasi menuju
ekonomi global dimana ekonomi nasional yang distingtif diserap dan
diartikulasikan kembali ke dalam suatu sistem melalui proses dan
kesepakatan internasional.
Globalisasi sebagai liberalisasi
Globalisasi sebagai liberalisasi merujuk pada sebuah proses
penghapusan hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah
terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan sebuah ekonomi
dunia yang terbuka dan tanpa batas. Mereka yang berpendapat
pentingnya menghapus hambatan-hambatan perdagangan dan control
modal biasanya berlindung di balik mantel globalisasi.
Globalisasi sebagai universalisasi
Globalisasi sebagai universalisasi merujuk kata ‘global’ digunakan
dengan pemahaman bahwa proses ‘mendunia’ dan ‘globalisasi’
merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman
kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari
konsep ini adalah penyebaran teknologi, konputer, televisi, internet,
dan sebagainya.
Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi
Globalisasi dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, di
mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme,
industrialism, birokratisme, dan lain sebagainya) disebarkan
keseluruh penjuru dunia, yang dalam prosesnya cenderung merusak
budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-
determination rakyat setempat.
Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial (atau sebagai
persebaran supra-teritorialitas).
2. Perlunya mempelajari materi globalisasi
Globalisasi memiliki arti penting bagi Indonesia, denga alasan
karena menghadirkan beberapa manfaat sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang
produktif, kreatif, dan inovatif.
b. Meningkatkan kerjasama antar bangsa. Dengan globalisasi, terjadi
hubungan antar bangsa yang saling mengisi dan saling
menguntungkan. Melalui globalisasi upaya menciptakan perdamaian
dunia bisa ditingkatkan. Dengan media komunikasi modern dapat
menciptakan masyarakat, bangsa dan negara saling berhubungan
dalam memecahkan masalah-masalah global.
c. Memacu penyelesaian isu yang ada secara terbuka. Dengan
globalisasi, membantu Indonesia dalam menangkap banyak isu dan
masalah yang berdimensi universal. Sekarang, Indonesia justru
semakin akrab dengan isu-isu seputar lingkungan, demokratisasi,
HAM, kesetaraan gender, dan belakangan terorisme.selain itu,
banyak tindak kejahatan yang lingkupnya melewati batas-batas
negara (transbonder crime), misalnya penangkapan ikan ilegal,
pencucian uang, serta perdagangan senjata dan manusia (Perdana,
2002).
d. Memperkenalkan budaya Indonesia dan pariwisata nasional kepada
bangsa lain. Globalisasi yang ditandai oleh berbagai kemajuan,
terutama transportasi, informasi dan komunikasi, akan sangat
bermanfaat bagi Indonesia untuk memperkenalkan budaya Indonesia
yang multikultural dengan segala keunikan dan keanggunannya
kepada dunia.
e. Meningkatkan kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan.
Masalah pertahanan dan keamanan merupakan masalah serius saat
ini, ketika globalisasi menjadikan antar negara seakan tanpa batas
(bounderless). Untuk itu kerjasama dalam bidang pertahanan dan
keamanan baik pada skala regional maupun internasional kiranya
sangat penting dilakukan.
3. Faktor pendukung globalisasi
Globalisasi yang terjadi dewasa ini merupakan fenomena
teknologi, ekonomi, sosial, politik, dan budaya sekaligus. Globalosasi
didorong oleh kemajuan teknologi, khususnya di bidang transportasi
dan komunikasi. Beberapa faktor yang mendorong globalisasi, antara
lain sebagai berikut:
a. Pendukung utama arus globalisasi adalah negara-negara maju,
kapitalis, negara barat, didukung dengan keperkasaan teknologi,
ketersediaan dana, dan kelengkapan jaringan media informasinya.
b. Faktor ketidaksamaan kepemilikan dalam sumber daya manusia dan
sumber daya alam mendorong masyarakat/bangsa untuk
mengintensifkan hubungan demi terpenuhinya kebutuhan.
c. Faktor teknologi transportasi dan komunikasi yang semakin canggih
sehingga kejadian di suatu tempat akan berpengaruh pada tempat
lain menjaga eksistensi suatu bangsa perlu mengembangkan sarana
diplomatik di samping kerjasama di bidang militer.
d. Tidak kalah pentingnya dalam percaturan hubungan internasional
dewasa ini telah berkembang isu-isu global seperti demokratisasi,
HAM, lingkungan hidup, masalah terorisme, narkoba dan lain-lain,
dapat mempercepat globalisasi.
4. Dampak globalisasi bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, globalisasi
memiliki dampak positif dan negatif. Terhadap dampak positif yang ini
harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat. Di samping itu perlu diantisipasi dampak
negatif globalisasi agar tidak merugikan atau bahkan menghancurkan
perikehidupan bangsa Indonesia.
a. Dampak positif globalisasi bagi Indonesia
Dampak positif dengan adanya globalisasi bagi bangsa
Indonesia antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut:
Semangat kompetitif
Dampak globalisasi adalah memacu persaingan
(kompetitif). Untuk mengikuti arus globalisasi suatu negara
dituntut mampu bersaing di dunia internasional agar tetap eksis
sebagai suatu negara yang terintegrasi (integrasi nasional) karena
kunci utama dari globalisasi adalah liberalisasi.
Globalisasi mendorong untuk mewujudkan kehidupan
yang semakin baik sebagaimana telah dinikmati manusia di
negara –negara industri. Situasi ini menyadarkan manusia atas
potensi dan kualitas dirinya, baik sebagai individu maupun
anggota masyarakat juga bangsa yang akan diiringi dengan segala
upaya untuk meningkatkan kualitas diri setara dengan kualitas
manusia di negara maju dan modern. Usaha meningkatkan
kualitas diri menjadi prasyarat bagi perwujudan kahidupan
mendatang yang lebih baik.
Kemudahan dan kenyamanan hidup
Globalisasi yang seiring dengan kemajuan bidang
informasi, komunikasi dan transportasi telah memberi kemudahan
dan kenyamanan hidup masyarakat/bangsa Indonesia. Dengan
kemajuan komunikasi memudahkan mengadakan hubungan, tidak
saja antar kota, juga antar negara dan antar benua. Kemajuan
informasi memberi kemudahan masyarakat/bangsa memperoleh
informasi apapun yang dibutuhkan.
Sikap toleransi dan solidaritas kemanusiaan
Sikap toleransi dan solidaritas kemanusiaan akan
meningkat tidak saja intern bangsa, namun sudah bersifat
universal. Informasi mengenai keprihatinan dan penderitaan
sejumlah manusia di suatu negara, memotivasi pemerintah di
negara lain untuk ikut membantu meringankan penderitaan yang
dirasakan sesamanya.
Kesadaran dalam kebersamaan
Sikap perilaku toleransi serta solidaritas antar bangsa
selanjutnya berkembang menjadi kesadaran dalam kebersamaan
untuk mengatasi berbagai masalah, dimana ancaman dan bencana
bagi keselamatan dunia sebagai satu-satunya planet tempat tinggal
bagi umat manusia merupakan ancaman bersama. Misalnya
penebangan hutan tropis yang dilakukan negara di garis
katulistiwa telah mengancam kelangsungan hidup tidak saja bagi
manusia yang tinggal di daerah tropis, namun juga mereka yang
tinggal di belahan bumi yang lain. Oleh karena banyak protes dari
organisasi yang peduli lingkungan seperti Green Peace atas
pengrusakan hutan.
Menumbuhkan sikap terbuka
Globalisasi berdampak tumbuhnya sikap terbuka manusia
maupun bangsa. Sikap terbuka ini untuk mengenal dan
menghormati perbedaan, kelebihan, kekurangan dalam kehidupan
manusia sebagai individu maupun bangsa yang hidup di wilayah/
negara lain. Kemampuan untuk menghargai perbedaan tersebut
akan mendorong manusia/ bangsa berusaha untuk sama belajar
dan membelajarkan, sikap terbuka disertai dengan kemauan untuk
berdialog secara mendalam untuk memecahkan persoalan
bersama akan menciptakan pencerahan (enlightment) bagi
mereka.
Globalisasi memberi tawaran baru
Globalisasi menawarkan banyak kesempatan yang belum
pernah ada sebelumnya. Contoh paling gampang kesempatan
untuk mengakses ilmu pengetahuan seluas-luasnya di internet.
Pada masa lalu, internet belum menjamur sepserti sekarang,
sehingga kita mengalami kesulitan untuk mengakses informasi
lain dalam pembelajaran, selain dari buku-buku teks yang
harganya mahal dan jumlahnya terbatas di Indonesia. Dengan
terus bertambahnya jumlah warnet, kita sekarang mendapat
informasi jauh lebih banyak daripada yang sepuluh tahun silam.
Terbukanya mobilitas sosial
Kemajuan transportasi mendorong mobilitas sosial yang
semakin terbuka, di mana jarak tidak lagi menjadi permasalahan.
Dengan alat transportasi modern jarak bermil-mil dapat ditempuh
dalam tempo singkat. Misalnya kalau dahaulu para jemaah haji
Indonesia, harus menempuh perjalanan berminggu-minggu
dengan menggunakan kapal laut, maka sekarang dengan
menggunakan pesawat terbang hanya ditempuh selama kurang
lebih sepuluh jam sudah sampai Mekah.
b. Dampak negatif globalisasi bagi Indonesia
Realita menunjukkan bahwa globalisasi tidak sekedar
memberikan dampak positif. Karena jika dicermati akan membawa
beberapa dampak negatif yang sangat merugikan. Dampak-dampak
negatif globalisasi yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
Pergeseran nilai
Globalisasi sering kali cenderung mengintrodusir
sesuatu yang baru, baik bersifat materiil maupun non materiil
yang bersifat asing dalam tempo yang sangat cepat. Akibanya di
satu pihak terlihat adanya manusia sebagai individu atau
kelompok (masyarakat dan bangsa) yang belum siap menerima,
mengadaptasi, mengadopsi dan menyerapnya. Di pihak lain
sesuatu yang baru (apakah nilai, teknologi, budaya dan
sebagainya) dari asing tersebut tidak secara otomatis dapat
diintegrasikan ke dalam kondisi individu atau masyarakat/
bangsa yang menerimanya. Dalam kondisi yang demikian
terjadi kegoncangan budaya sekaligus ketertinggalan budaya
(“cultural lag”), keresahan dan dilema dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pertentangan nilai
Dampak negatif berikutnya adalah masuknya nilai-nilai
baru dan asing yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan
dengan nilai-nilai luhur dari pandangan hidup (way of life)
masyarakat/ bangsa. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari
kepribadian yang berdasarkan budaya masyarakat/ bangsa lain
atau nilai-nilai yang bersumber dari ilmu dan teknologi baru
yang masuk melalui komunikasi dan transportasi yang semakin
canggih. Contohnya pergaulan bebas, samenleven atau hidup
bersama tanpa nikah yang menjadi normal bagi tata pergaulan
bangsa barat, nyata bertentangan dengan nilai sosial yang
menjunjung pranata keluarga dan mengagungkan pernikahan.
Perubahan gaya hidup (life style)
Piliang, (1998) menegaskan terdapat delapan
perkembangan dan perubahan gaya hidup masyarakat/ bangsa
indonesia sebagai dampak globalisasi, yakni:
Ekonomi menjadi panglima. Kehidupan soaial dan kultural
dibentuk dan ditentukan arahnya oleh paradigma ekonomi.
Kemajuan pesat di bidang sain dan teknologi telah
mengkondisikan orang hidup di dalam penjara elektronika
dan penjara rumah.
Rasa ketidakamanan, keresahan dan ketakutan menghantui
dari setiap penjuru.
Tempo perubahan yang semakin tinggi dan kompleksitas
ekonomi, industri dan teknologi menyebabkan tekanan waktu
dan tempo kehidupan semakin tinggi.
Dengan kekayaan orang membutuhakan media untuk
menunjukkan kelas, status, prestise, dan massa menonton
gaya hidup mereka.
Industri-industri yang dikondisikan oleh tuntutan ideologi
dan logika komoditi menciptakan kondisi ke arah orientasi
pada gaya hidup ini dengan memanfaatkan setiap aspirasi
konsumen.
Media cetak dan elektronika berperan besar dalam
menawarkan dan menaturalisasikan beraneka ragam pilihan
gaya hidup.
Selain itu, globalisasi juga mampu menghadirkan gaya hidup
konsumeris, dengan ciri sebagai berikut:
Merasa tabu dengan kerja tangan kasar dalam mencari nafkah
dan menganggap diri elit.
Menonjolkan kemewahan, berlomba mengonsumsi barang,
bersantai dan mempunyai banyak waktu luang.
Mencari uang dan popularitas tanpa memajukan masyarakat
dengan usaha produktif.
Memiliki keberanian tinggi dalam mengejar kemewahan,
kalau perlu dengan cara kotor seperti kekerasan, korupsi
untuk memenuhi tujuan mereka.
Berkurangnya kedaulatan negara
Globalisasi memang memunculkan kekhawatiran yang
luas bahwa kedaulatan suatu negara (bangsa) digerogoti.
Pemerintah kini harus mengakui dan bekerja di suatu
lingkungan di mana sebagian besar penyelesaian masalah harus
dirumuskan dengan memperhatikan dunia global.
5. Strategi mempelajari materi globalisasi
a. Mengevaluasi pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara Indonesia
Terbukti bahwa globalisasi telah mampu mempengaruhi
sendi-sendi kehidupan dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara,
terutama dalam bidang berikut:
1) Telekomunikasi. Kemajuan teknologi komunikasi-informasi
akhir-akhir ini pada dasarnya diakibatkan oleh keinginan
masyarakat dunia untuk lebih mengarahkan dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dunia secara keseluruhan. Bukti nyata
teknologi telekomunikasi dapat dilihat dari penggunaan
teleconference dalam peradilan, disamping penggunaan telegraf,
dan telepon untuk keperluan komunikasi.
2) Komunikasi. Penggunaan hand phone yang memungkinkan orang
dapat menghubungi orang lain dengan cara cepat, dan sewaktu-
waktu. Penggunaan internet juga mempercepat komunikasi
dengan sangat modern dan canggih, sehingga antar negara seolah
tak berjarak. Penggunaan satelit untuk memudahkan mengakses
informasi dan telekomunikasi sudah bukan menjadi barang baru.
3) Transportasi. Terbukti dengan penggantian alat transportasi
tradisional seperti sepeda ontel, sado atau dokar dengan berbagai
jenis alat transportasi modern, seperti pesawat terbang, bus, kereta
api cepat, kapal mesin dan sebagainya yang semuanya dapat
menghemat waktu. Merupakan bukti dampak masuknya
globalisasi dalam kehidupan kita.
4) Makan dan minum. Makanan dan minuman dari negara lain yang
juga masuk ke Indonesia seiring arus globalisasi, seperti pizza
hut, McD, spaghetti, burger, dan segala makanan lain yang saat
ini menjadi alternative makanan favorit yang bahkan
menggantikan makanan konvensional yang selama itu telah
dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia, seperti padi,
sagu, dan lain-lainnya.
5) Benda-benda elektronika. Elektronika juga merupakan bukti
globalisasi. Di Indonesia benda semacam ini dapat ditemukan
hampir setiap sudut rumah masyarakat dan bangsa Indonesia,
seperti TV, VCD, komputer, kulkas, radio, rice cooker, micro
wave dan sebagainya.
6) Di bidang kerja ekonomi antar negara. Globalisasi menuntut
kelompok kerjasama ekonomi antar negara untuk mencapai
efiensi, dan keunggulan kompetitif, menuju kesejahteraan
bersama seperti AFTA (Asean Free Trade Association), APEC
(Asia Pacific Economic Coorporation), yang waktu
pelaksanaannya berbeda antar negara berkembang dengan negara
maju. Demikian juga adanya WTO (World Trade Organization).
b. Menentukan sikap terhadap pengaruh dan implikasi globalisasi
terhadap bangsa dan negara Indonesia
Implikasi globalisasi perlu dikendalikan. Dengan demikian
pengendalian globalisasi tidak lain harus dilakukan pada pihak yang
dikenai pengaruhnya, agar memiliki kemampuan menyeleksi
pengaruh yang positif dan negatif. Cara mengendalikan dampak
negatif globalisasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan
Upaya pendidikan harus sampai pada terwujudnya warga
negara dengan kepribadian yang di dalamnya terintegrasi norma-
norma/ nilai-nilai berdasarkan pandangan hidup bangsanya.
Pengendalian ini diharapkan agar setiap individu menjadi warga
negara yang berkualitas, dalam arti harus menjadi penghayat dan
pengamal terbaik norma-norma/ nilai-nilai yang menjadi
pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan dipandang sebagai lembaga yang menyiapkan
tenaga kerja terampil, professional, dan siap pakai bagi salah satu
segmen industri. Pendidikan harus dapat langsung dikaitkan
dengan dunia kerja pada sektor ekonomi formal.
2) Cara regulatif
Masyarakat tidak seluruhnya memiliki kesadaran untuk
membatasi diri dan kemampuan untuk mengendalikan diri dalam
menghadapi dampak negatif globalisasi, maka pemerintah harus
berusaha menjalankan peranannya secara sungguh-sungguh dan
ketat untuk mengatur dengan mengeluarkan peraturan (regulasi).
Pengawasan terhadap tempat hiburan yang terbuka untuk umum
yang disediakan untuk orang dewasa, sepatutnya pihak yang
berwenang melakukan usaha mencegah generasi muda yang
bermaksud ikut menikmatinya. Tempat-tempat hiburan gelap
sepatutnya ditutup. Usaha mendatangkan, memperjual belikan,
menyewakan, dan mempertontonkan segala sesuatu yang merusak
generasi muda, sepatutnya bertindak keras.
3) Pengendalian sosial
Pengendalian sosial mutlak diperlukan. Dengan prinsip
“lebih baik mencegah daripada harus memperbiki atau
menyembuhkan pengaruh buruk globalisasi terhadap generasi
muda”. Untuk itu pengawasan sosial memerlukan keterpaduan,
agar kegiatannya berlangsung sinergis. Semua pihak harus
melaksanakannya secara konsekuen, agar tujuannya mencegah
pengaruh buruk globalisasi benar-benar terwujud secara efektif
dan efisien.
4) Memperkokoh nilai lokal
Globalisasi dapat dihadapi melalui penguatan nilai-nilai
local. Nisbitt dalam bukunya Global Paradox (1994)
mengungkapkan, Think Locally, Act Globally (Berpikirlah secara
lokal, berbuatlah secara global). Ungkapan ini menunjukkan
kepada kita bahwa di era globalisasi, nilai dan tradisi lokal harus
tetap dipertahankan. Selain itu, nilai budaya lokal yang dituduh
sebagai penghambat globalisasi sebenarnya mempunyai kekuatan
yang bisa dijadikan dasar atau acuan pengendalian nilai global.
5) Pemantapan nilai-nilai religius dan agama
Untuk menghadapi dampak negatif globalisasi, maka
penguatan nilai-nilai religius/agama merupakan kekuatan dalam
rangka pertahanan menghadapi gempuran dampak buruk
globalisasi. Mengaktualisasikan nilai-nilai religius dan agama
dalam kehidupan nyata menjadi pengendali pribadi dan keluarga,
masyarakat dan bangsa dalam menyikapi hal-hal buruk yang bisa
merendahkan derajat kemanusiaan.
6) Pemantapan identitas nasional, integrasi nasional dan wawasan
kebangsaan
Di era globalisasi identitas nasional, integrasi nasional dan
wawasan kebangsaan harus semakin dimantapkan. Dengan
tujuan, agar loyalitas ganda sebagai warga bangsa dan negara
dunia terwujud secara proporsional. Sikap kokoh akan kecintaan
dan rasa hormat pada keluarga, daerah dan negaranya akan
berbanding secara proporsional dengan sikap kecintaan untuk
menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi keadilan sosial.
top related