efek analgesik dan anti-inflamasi jus buah nanas … · analgesik saat ini digunakan untuk terapi...
Post on 14-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EFEK ANALGESIK DAN ANTI-INFLAMASI JUS BUAH NANAS
(Ananas comosus L. ) PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ricky Hidayat
NIM : 068114123
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
EFEK ANALGESIK DAN ANTI-INFLAMASI JUS BUAH NANAS
(Ananas comosus L.) PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ricky Hidayat
NIM : 068114123
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sing to the Lord, for He has done glorious things; let this be kwon to all the world. Isaiah 12:5
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah Roma 8:28
Kupersembahkan skripsi ini bagi yang menginspirasi hidupku :
Tuhan Yesus KristusPapa dan Mamaku
Adikku dan teman-temankudan Almamaterku
vi
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh
karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Efek Analgesik dan Anti-Inflamasi Jus Buah Nanas (Ananas Comosus L.) pada
Mencit Betina Galur Swiss” ini dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi ( S. Farm. ) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt, selaku pembimbing utama skripsi ini atas segala
kesabaran untuk selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberi
masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini
2. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku penguji skripsi atas bantuan dan
masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, Apt. selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada
penulis demi kemajuan skripsi ini.
4. Rita Suhadi, MSi. Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
vii
5. Agatha Budi Susiana, M.Si., Apt., selalu pembimbing akademik penulis atas
segala pendampingan, dukungan dan bimbingan selama ini.
6. Mas Parjiman, Mas Heru dan Mas Kayat selaku laboran bagian farmakologi,
atas segala bantuan dan dinamika selama di laboratorium.
7. Papa, Mama dan Nike atas dukungan, kasih sayang dan perjuangan untuk
terus memberikan yang terbaik bagiku, baik dalam materi maupun non-materi
sehingga aku tetap bersemangat dalam penyusunan skripsi ini.
8. Devi Wijayanti, tulang dari tulangku, berkat terindah yang diberikan Tuhan
kepadaku, terimakasih atas dukungan, kasih sayang, perhatian, dan doa
sehingga penyusunan skripsi ini dapat berlangsung dengan baik.
9. Kelas Kuliah C angkatan 2006 atas persahabatan, suka dan duka selama ini.
10. Kelompok Praktikum E Angkatan 2006 atas persahabatan dan kerjasama
dalam belajar di laboratorium.
11. Pihak-Pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan
satu persatu.
“Nobody’s Perfect”. Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang
sempurna termasuk penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik,
saran dan masukan demi kemajuan di masa yang akan datang.
Penulis
viii
ix
INTISARI
Efek anti-inflamasi banyak digunakan dalam pengobatan, karena banyak penyakit memiliki manifestasi klinis inflamasi. Salah satu gejala inflamasi adalah nyeri, sehingga jika inflamasi dihambat maka akan menurunkan rasa nyeri juga. Efek analgesik saat ini digunakan untuk terapi berbagai macam penyakit, seperti asam urat, rematik, dll. Maka dari itu penelitian untuk penemuan obat baru dengan efek antiinflamasi dan analgesik sangat berharga. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah jus buah nanas memiliki efek antiinflamasi dan analgesik dan berapa dosis efektif jus buah nanas (Ananas comosus L.) yang dapat menimbulkan efek anti-inflamasi dan analgesik.
Metode yang digunakan adalah metode Langford yang dimodifikasi untuk uji efek anti-inflamasi dan untuk metode rangsang kimia untuk uji analgesik. Variabel bebas yaitu dosis jus buah nanas. Variabel tergantung yaitu efek analgetik dan anti-inflamasi jus buah nanas. Cara mengukur variabel tergantung adalah dengan melihat % proteksi geliat dan % daya anti-inflamasi.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola satu arah. Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari persen daya analgesik dan antiinflamasinya. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan Anova satu jalan dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus nanas memiliki efek antiinflamasi dan analgesik. Efek antiinflamasi yang dinyatakan oleh % daya antiinflamasi pada dosis 1,875 g/kgBB; 3,75 g/kgBB; dan 7,5 g/kgBB berturut-turut adalah 48,89%; 56,82%; dan 55,13 % sedangkan % daya analgesiknya berturut-turut adalah 27,39%; 58,90%; dan 48,63 %.
Kata kunci: analgesik, anti-inflamasi, jus buah nanas, Ananas comosus L.
x
ABSTRACT
Anti-inflammatory effects are widely used in medicine, because many diseases have clinical manifestations of inflammation. One of the symptoms of inflammation is pain, so if inflammation is inhibited it will reduce pain as well. Analgesic effect is currently used for a variety of disease therapy, such as gout, rheumatism, etc. Thus the research for new drug discovery with anti-inflammatory and analgesic effects is very valuable. The objectives of this study is to determine anti-inflammatory and analgesic effects of pineapple juice and effective dose of pineapple juice (Ananas comosus L.) which can lead to anti-inflammatory and analgesic effect. This research used modificated Langford method to test the anti-inflammatory effects and to chemical stimulation method for testing analgesics.
This research was a pure one way randomized experimental research. The independent variable is the dose of pineapple juice. The dependent variable is the analgesic and anti-inflammatory effects of pineapple juice which is showed with percentage of analgesic and anti-inflammatory effect. Data distribution were analyzed with Kolmogorov-Smirnov test, followed by one-way Anova and Scheffe test with 95% confidence level.
The results showed that pineapple juice has anti-inflammatory and analgesic effects. Anti-inflammatory effects are expressed by percentage of anti-inflammatory effect at a dose of 1,875 g/kgBW; 3,75 g/kgBW; and 7,5 g/kgBW is 48,89%; 56,82% and 55,13% while the percentage of analgesic effect is 27.39%; 58.90% and 48.63%.
Key words: analgesics, anti-inflammatory, pineapple juice, Ananas comosus L.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... vi
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... viv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................... v
PRAKATA ................................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................................... viii
INTISARI ..................................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xviii
BAB I. PENGANTAR .................................................................................................. 1
A. Latar belakang ................................................................................................ 1
1. Perumusan Masalah .................................................................................... 2
2. Keaslian Penelitian ..................................................................................... 2
3. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
xii
B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
1. Tujuan umum .............................................................................................. 4
2. Tujuan khusus ............................................................................................. 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA........................................................................... 5
A. Inflamasi ......................................................................................................... 5
1. Definisi ....................................................................................................... 5
2. Klasifikasi ................................................................................................... 5
3. Penyebab dan Gejala ................................................................................... 6
4. Mekanisme .................................................................................................. 8
B. Nyeri ............................................................................................................. 11
C. Nanas ............................................................................................................ 17
D. Obat Antiinflamasi Non Steroid ................................................................... 21
E. Diklofenak .................................................................................................... 23
F. Analgetika ........................................................................................................ 24
G. Parasetamol................................................................................................... 27
H. Metode Pengujian Daya Analgesik .............................................................. 28
I. Metode Uji Daya Antinflamasi ........................................................................ 32
J. Landasan Teori ................................................................................................. 37
K. Hipotesis ....................................................................................................... 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 39
A. Jenis Rancangan Penelitian .......................................................................... 39
xiii
B. Metode Uji yang Digunakan ........................................................................ 39
C. Variabel Penelitian ....................................................................................... 39
D. Definisi Operasional ..................................................................................... 40
E. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................ 41
F. Tata Cara Penelitian ......................................................................................... 43
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 52
A. Identifikasi Makroskopis .............................................................................. 52
B. Uji Pendahuluan ........................................................................................... 52
C. Uji Daya Anti-Inflamasi ............................................................................... 65
D. Uji Daya Analgesik ...................................................................................... 71
E. Perbandingan profil parasetamol dengan jus buah nanas ............................. 79
F. Perbandingan Daya Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah Nanas ............. 80
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 85
A. Kesimpulan ................................................................................................... 85
B. Saran ............................................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 86
LAMPIRAN ................................................................................................................ 91
BIOGRAFI PENULIS .............................................................................................. 118
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki ......... 53
Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu
pemotongan kaki ...................................................................................... 54
Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis diklofenak ............................... 55
Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada orientasi dosis diklofenak .... 56
Tabel V. Rata-rata bobot udema pada orientasi waktu pemberian diklofenak ............. 57
Tabel VI. Hasil uji Scheffe bobot udema pada orientasi rentang waktu pemberian
diklofenak ................................................................................................. 58
Tabel VII. Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat ............................ 60
Tabel VIII. Hasil Uji Scheffe data geliat mencit pada uji pendahuluan penetapan dosis
asam asetat ............................................................................................... 61
Tabel IX. Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu pemberian asam asetat.
62
Tabel X. Hasil uji Scheffe jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam
asetat. ........................................................................................................ 63
Tabel XI. Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis parasetamol ............................ 63
Tabel XII. Hasil uji Scheffe jumlah geliat pada penetapan dosis parasetamol ............ 65
Tabel XIII. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan .................................... 66
xv
Tabel XIV. Uji Scheffe persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan ............ 68
Tabel XV. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%) potensi
relatif kelompok jus buah nanas pada 3 peringkat dosis dibandingkan
diklofenak ................................................................................................. 70
Tabel XVI. Rata-rata jumlah geliat pada kelompok perlakuan .................................... 72
Tabel XVII. Persen penghambatan nyeri pada kelompok perlakuan ........................... 73
Tabel XVIII. Hasil Uji Scheffe persen penghambatan rangsang nyeri pada kelompok
perlakuan .................................................................................................. 74
Tabel XIX. Perubahan persen penghambatan nyeri pada kelompok perlakuan ........... 77
Tabel XX. Perbandingan Daya Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah Nanas pada
Berbagai Peringkat Dosis ......................................................................... 82
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme Inflamasi ................................................................................. 10
Gambar 2. Mekanisme timbulnya nyeri ....................................................................... 14
Gambar 3. Klasifikasi obat NSAID ............................................................................. 22
Gambar 4. Struktur kimia diklofenak .......................................................................... 23
Gambar 5. Struktur kimia parasetamol ........................................................................ 28
Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu
pemotongan kaki ...................................................................................... 53
Gambar 7. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis diklofenak ... 55
Gambar 8. Grafik rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemberian
diklofenak ................................................................................................. 57
Gambar 9. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat. 60
Gambar 10. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi selang waktu pemberian
asam asetat. .............................................................................................. 62
Gambar 11. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis parasetamol .............. 64
Gambar 12. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok perlakuan
.................................................................................................................. 66
Gambar 13. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok uji ........................ 68
xvii
Gambar 14. Efek bromelain pada Sintesis Prostaglandin ........................................... 71
Gambar 15. Gambar rata-rata kumulatif jumlah geliat kelompok perlakuan .............. 72
Gambar 16. Diagram batang persen penghambatan nyeri kelompok uji ..................... 73
Gambar 17. Diagram batang perubahan persen penghambatan rangsang nyeri
kelompok perlakuan ................................................................................. 77
Gambar 18. Grafik profil kelompok perlakuan jus buah nanas dan parasetamol ........ 79
Gambar 19. Mekanisme bromelain menghambat sistem kinin .................................... 81
Gambar 19. Histogram Perbandingan Daya Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah
Nanas pada Berbagai Peringkat Dosis ..................................................... 83
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Buah Nanas ....................................................................................... 91
Lampiran 2. Foto Jus Buah Nanas ................................................................................. 91
Lampiran 3. Foto geliat mencit yang memenuhi syarat ................................................ 92
Lampiran 4. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat dan selang waktu
pemberian berserta hasil analisis statistiknya .......................................... 93
Lampiran 5. Data jumlah geliat pada penetapan dosis parasetamol dan hasil analisis
statistiknya ................................................................................................ 97
Lampiran 6. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi
karagenin 1% pada rentang waktu tertentu dan hasil analisis statistiknya
.................................................................................................................. 99
Lampiran 7. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan waktu pemberian
diklofenak dan hasil analisis statistiknya ............................................... 101
Lampiran 8. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan dosis diklofenak dan
hasil analisis statistiknya ........................................................................ 103
Lampiran 9. Data jumlah geliat pada uji efek analgesik berserta hasil analisis
statistiknya .............................................................................................. 105
Lampiran 10. Data persen proteksi geliat pada uji efek analgesik berserta hasil analisis
statistiknya .............................................................................................. 108
xix
Lampiran 11. Data perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif pada uji
efek analgesik ......................................................................................... 110
Lampiran 12. Data bobot udema kaki mencit hasil uji efek antiinflamasi dan hasil
analisis statistiknya ................................................................................. 112
Lampiran 13. Tabel % daya antiinflamasi dan potensi relatif ..................................... 115
Lampiran 14. Contoh cara perhitungan % daya antiinflamasi dan potensi relatif ...... 116
Lampiran 15. Perhitungan penetapan peringkat dosis jus buah nanas pada kelompok
perlakuan ................................................................................................ 117
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar belakang
Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan jaringan, dimana
nyeri merupakan salah satu gejalanya. Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak
nyaman dan menyiksa bagi penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan
sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Karena dipandang merugikan, maka
inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya. Ketika inflamasi dikendalikan
maka nyeri juga dapat dikendalikan.
Bromelain adalah nama umum dari famili enzim proteolitik yang didapat dari
Ananas comosus L., atau tanaman nanas. Penggunaan bromelain yang paling sering
adalah agen anti-inflamasi dan anti-edema, antitrombotik dan aktivitas fibrinolitik
telah dilaporkan (Contreras dkk, 2008).
Kandungan bromelain pada nanas memiliki aktivitas analgesik dan anti-
inflamasi. Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian mengenai efek analgesik dan
anti-inflamasi jus buah nanas dan dosis efektif jus buah nanas (Ananas comosus L.)
yang dapat menimbulkan efek analgesik dan anti-inflamasi .
Pada penelitian ini akan diuji apakah jus buah nanas memiliki efek
antiinflamasi dan analgesik dan berapa dosis efektif jus buah nanas (Ananas comosus
L.) yang dapat menimbulkan efek antiinflamasi dan analgesik. Cara pengujian yang
digunakan adalah dengan metode rangsang kimia untuk efek analgesiknya, karena
2
metode tersebut dapat digunakan untuk analgesik pusat dan analgesik perifer, dan
untuk menguji efek anti-inflamasinya digunakan metode Langford yang dimodifikasi
karena metode ini cukup spesifik untuk menguji efek anti-inflamasinya.
1. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti adalah:
a. Apakah jus buah nanas memiliki efek analgesik dan anti-inflamasi?
b. Seberapa besar daya analgesik jika dibandingkan dengan daya anti-inflamasi
jus buah nanas?
2. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terkait efek analgesik dan anti-inflamasi jus buah
nanas telah dilakukan, seperti : Bromelain as a Treatment for Osteoarthritis: a
Review of Clinical Studies (Brien, Lewith, Walker, Hicks, and Middleton, 2004).
Data yang tersedia pada penelitian ini mengindikasikan potensi bromelain
dalam mengobati osteoartritis. Hasilnya, bromelain potensial digunakan untuk
pengobatan osteoarthritis kronis.
In vivo and in vitro effects of bromelain on PGE(2) and SP concentrations
in the inflammatory exudate in rats (Gaspani, Limiroli, Ferrario, and Bianchi,
2002).
Hasil penelitian ini adalah bromelain menurunkan produksi prostaglandin
PGE2 dan substansi P yang merupakan mediator utama inflamasi.
3
Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek analgesik dan anti-
inflamasi jus buah nanas (Ananas comosus L.) pada mencit betina galur Swiss
belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Menambah informasi yang sudah ada di bidang ilmu kefarmasian mengenai
khasiat buah nanas.
b. Manfaat Praktis
Menambah metode pengobatan tradisional, dan informasi ilmiah mengenai jus
nanas terutama sebagai salah satu obat pengurang nyeri dan antiinflamasi.
4
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi mengenai khasiat jus nanas
terutama yang digunakan sebagai pengurang rasa nyeri dan anti inflamasi
2. Tujuan khusus
a. Penelitian ini akan membuktikan jus buah nanas (Ananas comosus L.)
memiliki efek analgesik dengan metode rangsang kimia dan anti-inflamasi
dengan metode Langford yang dimodifikasi yang diujikan menggunakan
mencit putih betina galur Swiss.
b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar daya
analgesik dan antiinflamasi yang dimiliki jus buah nanas tiap dosis yang
digunakan pada penelitian ini.
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Inflamasi
1. Definisi
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes
tetap hidup ada respon yang menyolok pada jaringan hidup di sekitarnya. Respon
terhadap cedera ini dinamakan peradangan. Lebih khusus lagi peradangan adalah
reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-
sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis (Price dan Wilson,1992).
Inflamasi merupakan suatu respon biologis dari jaringan–jaringan vaskular
yang kompleks terhadap rangsangan yang dapat membahayakan seperti patogen,
iritan, dan kerusakan sel. Inflamasi adalah usaha protektif dari suatu organism untuk
menghilangkan stimuli yang merugikan sekaligus mengawali proses penyembuhan
suatu jaringan (Denko, 1992). Proses inflamasi ini diperlukan dalam penyembuhan
luka. Bagaimana pun inflamasi, apabila tidak dicegah dapat menjadi sebuah awalan
dari beberapa penyakit seperti vasomotor rhinnorhoea, rheumatoid arthritis, dan
atherosclerosis (Henson and Murphy, 1989).
2. Klasifikasi
Inflamasi secara umum dibagi menjadi 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon
imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera
6
jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya
didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan
adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler (Vogel, 2002).
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas
selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi
hospes mungkin menguntungkan, seperti bilamana ia menyebabkan organisme
penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga
dapat bersifat merusak bila menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis
melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak begitu berperan dalam respon
akut seperti interferon, platelet-derived growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3
(Katzung, 2001). Pada fase ini terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis (Vogel, 2002).
3. Penyebab dan Gejala
Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi,
biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen
tersebut (Mutschler, 1986). Gejala proses inflamasi akut yang sudah dikenal meliputi
rubor, calor, dolor, tumor, dan functio laesa (Wilmana, 1995). Mediator kimiawi
pada reaksi inflamasi yaitu histamin dan bradikinin. Eikosanoid, pada dasarnya terdiri
dari prostaglandin, tromboksan dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, and Moore, 2003).
Kemerahan (rubor), biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriola
yang mensuplai daerah tersebut melebar, sehingga lebih banyak darah yang mengalir
7
ke dalam mikrosirkulasi lokal. Keadaan inilah yang bertanggungjawab atas warna
merah lokal karena peradangan akut. Panas (calor), berjalan sejajar dengan
kemerahan reaksi radang akut. Sebenarnya, panas hanyalah suatu sifat reaksi
peradangan pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari
37oC, yaitu suhu di dalam tubuh.
Rasa sakit (dolor) dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui
berbagai cara. Perubahan pH lokal menjadi lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-
ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat
kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang
saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkab peningkatan
tekanan lokal, yang tanpa dapat diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut mungkin adalah
pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interestial. Campuran cairan dan sel
yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
Functio laesa yaitu berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami
peradangan (Sander, 2003). Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan
pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena (Kee dan Hayes,1996). Gerakan yang terjadi pada daerah radang,
baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan
oleh rasa sakit; pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya
gerak jaringan (Underwood, 1996).
8
4. Mekanisme
Mekanisme terjadinya radang sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator
yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh
suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis maka enzim fosfolipase diaktifkan
untuk mengubah fosfolipida yang terdapat di membran sel tersebut menjadi asam
arakidonat (Gambar 1) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Enzim siklooksigenase mengubah fosfolipida yang terdapat dalam membran
sel tersebut menjadi senyawa prostaglandin dan tromboksan. Enzim siklooksigenase
(COX) yang terlibat dalam reaksi ini ada 2 tipe, yaitu COX-1 dan COX-2 (Nandave,
Ojha, and Arya, 2006). COX-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di pelat-
pelat darah, ginjal, dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). COX-1 bersifat
konstitutif (selalu ada) dan terlibat dalam homeostasis. COX-2 dalam keadaan normal
tidak terdapat di jaringan tapi diinduksi dalam sel-sel yang meradang (Rang dkk,
2003).
Beberapa NSAID seperti asetaminofen memiliki aktivitas antiinflamasi yang
lemah dan lebih berpotensi sebagai antipiretik dan analgetik karena mekanisme
aksinya sebagai inhibitor COX- 3, sehingga lebih digunakan sebagai antipiretik dan
analgetik daripada sebagai obat antiinflamasi. NSAID selektif COX-2 memiliki efek
samping pada kardiovaskular yaitu dapat meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acut
Myocardial Infarction) karena mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap
COX-2, sedangkan COX-2 mempunyai fungsi fisiologis dalam mensintesa
prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator pada pembuluh darah jantung.
9
Sebaliknya COX-1 tidak dihambat sehingga akan terjadi trombo embolik oleh
aktivitas tromboxan. Hal ini sangat berbeda dengan golongan NSAID yang bekerja
secara selektif preferential COX-2. Dimana penghambatan pada COX-2 nya tidak
sekuat golongan rofecoxib. Sehingga tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2
yang berguna pada kardiovaskular, sehingga golongan NSAID ini disebut aman
untuk kardiovaskular. Salah satu NSAID yang bekerja selektif preferential COX-2
adalah golongan Nimesulid (Ignatius, Zarraga, and Ernest, 2007).
Lipooksigenase ialah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi
senyawa leukotrien. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada
eosinofil, neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan
perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat
kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit dan platelet lain.
Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxyangen free radicals. Anion superoksid
dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain
yang reaktif, seperti hidrogen peroksid dan hydroxyl radicals. Interaksi substansi-
substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi kemotaktik,
oleh karena itu memperlama proses inflamasi (Wibowo dan Gofir, 2001).
10
Keterangan : = menghambat
PG = prostaglandin PGI
2 = prostasiklin
TX = troboksan LT = leukotrien HETE = hydroxyeicosatetraenoic acid HPETE = hydroperoxyeicosatetraenoic acid PAF = platelet-activating factor NSAIDs = Non-Steroidal Anti-inflammatory Drugs
Gambar 1. Mekanisme Inflamasi (Rang dkk, 2003)
11
B. Nyeri
Nyeri adalah suatu kondisi yang tidak nyaman dan menyiksa bagi
penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya
kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan
jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu gejalanya. Karena dipandang merugikan
maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya (Esvandiary, 2006)
Tjay dan Rahardja (2002) menyatakan bahwa nyeri sebagai perasaan sensoris
dan emosional yang tidak enak serta berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri
sendiri berfungsi untuk mengingatkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada tubuh
kita dan dapat memudahkan diagnosis penyakit tersebut dengan melihat sifat dan
tempat terjadinya nyeri tersebut. Walaupun nyeri merupakan petunjuk yang berharga
bagi tubuh, namun pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakkan,
menyiksa, dan berusaha untuk bebas darinya (Mutschler, 1986).
Nyeri akan muncul ketika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik
melampaiui ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Ketika terjadi rangsang nyeri dan
melampaui nilai ambang nyeri, maka akan terjadi kerusakan jaringan dan pelepasan
mediator-mediator nyeri (Mutschler, 1986). Mediator nyeri ini terdapat di seluruh
jaringan dan organ tubuh, kecuali di susunan saraf pusat (SSP). Mediator-mediator
nyeri yang juga disebut autocoida ini antara lain histamin, prostaglandin, serotonin,
bradikinin, dan leukotrien. Mediator nyeri ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi
peradangan, kejang-kejang, dan demam (Tjay dan Rahardja, 2002).
12
Menurut DiPiro dkk (2008) proses penghantaran nyeri terdiri atas 4 tahap
yaitu stimulasi, transmisi, persepsi nyeri dan modulasi.
a. Stimulasi
Sensasi nyeri diawali dengan pembebasan reseptor nyeri akibat rangsangan
mekanis, panas, dan kimia. Adanya rangsangan tersebut (noxius stimuli) akan
menyebabkan lepasnya bradikinin, K+, prostaglandin, histamin, leukotrien, serotonin
dan substansi P. Aktivasi reseptor menimbulkan aksi potensial yang ditransmisikan
sepanjang serabut saraf aferen menuju sumsum tulang belakang (Dipiro dkk, 2008)
b. Transmisi
Transmisi rangsang nyeri terjadi di serabut aferen Aδ dan C. Serabut saraf
aferen tersebut merangsang serabut nyeri di berbagai lamina spinal cord’s dorsal
horn melepaskan berbagai neurotransmiter termasuk glutamat, substansi P, dan
kalsitonin (Dipiro dkk, 2008).
c. Persepsi Nyeri
Merupakan titik utama transmisi impuls nyeri. Otak akan mengartikan sinyal
nyeri dengan batas tertentu, sedangkan fungsi kognitif dan tingkah laku akan
memodifikasi nyeri sehingga tidak lebih parah. Relaksasi, pengalihan, meditasi dan
berkhayal dapat mengurangi rasa nyeri. Sebaliknya, perubahan biokimia saraf yang
terjadi pada keadaan seperti depresi dan stres dapat memperparah rasa nyeri (Dipiro
dkk, 2008).
13
d. Modulasi
Modulasi nyeri melalui sejumlah proses yang kompleks. Telah diketahui
bahwa sistem opiat endogen terdiri atas neurotransmiter-neurotransmiter (seperti
enkhepalin, dinorfin, dan β-endorfin dan reseptor-reseptor ( seperti μ, δ, dan κ) yang
ditemukan dalam sistem saraf pusat. Opioid endogen berikatan dengan reseptor
opioid dan mengantarkan transmisi rangsang nyeri (Dipiro dkk, 2008).
Faktor pertumbuhan neuron atau neuron growth factor (NGF) merupakan
mediator mirip sitokinin yang dihasilkan oleh jaringan di perifer terutama pada
jaringan yang mengalami peradangan dan beraksi secara spesifik pada serabut saraf
aferen serta meningkatkan kemosensitifitas dan kandungan senyawa peptida.
Senyawa peptida dilepaskan di pusat dan di perifer sebagai mediator yang berperan
penting dalam terjadinya nyeri (Rang dkk, 2003). Proses timbulnya nyeri dapat
dilihat pada gambar 2.
14
Gambar 2. Mekanisme timbulnya nyeri (Rang dkk, 2003) Keterangan : = menginduksi
= menghambat
BK = Bradikinin
5-HT = 5-Hidroksi triptamin (serotonin)
SP = Substansi P
PG = Prostaglandin
NGF = Neuron Growth Factor atau Faktor Pertumbuhan Neuron
CGRP = Calcitonin gene-related peptide
NA = Nor Adrenalin
GABA = Gama Amino Butiric Acid (asam γ- aminobutirat)
+ -
15
Menurut Greene dan Harris (2000), ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat
dalam transmisi nyeri yaitu:
1. serabut A-β : berukuran besar, bermielin, cepat dalam menyalurkan impuls
(30-100 m/detik), memiliki ambang nyeri yang rendah dan merespon terhadap
sentuhan ringan;
2. serabut A-δ : berukuran kecil, bermielin tipis, dan memiliki kecepatan
konduksi yang lebih rendah (6-30 m/detik). Serabut ini merespon terhadap tekanan,
panas, zat kimia, dan memberi reaksi terhadap nyeri yang tajam, serta menimbulkan
refleks penarikan diri atau gerakan cepat lainnya; dan
3. serabut C : berukuran kecil, tidak bermielin, dan memiliki kecepatan
konduksi yang lambat (1-1,25 m/detik). Serabut ini merespon terhadap seluruh jenis
rangsang bahaya dan mentransmisikan nyeri yang lambat dan tumpul.
Nyeri menurut tempat terjadinya dibagi atas nyeri somatik dan nyeri dalaman
(viseral). Nyeri somatik dibagi lagi atas 2 kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri
dalam. Apabila rangsang bertempat dalam kulit maka rasa yang terjadi disebut nyeri
permukaan. Sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang, dan jaringan
ikat disebut nyeri dalam. Nyeri permukaan yang terbentuk kira-kira setelah tertusuk
dengan jarum pada kulit, mempunyai karakter yang ringan, dapat dilokalisasi dengan
baik, dan hilang cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri dalam juga dirasakan
sebagai tekanan, sukar dilokalisasi, dan kebanyakan menyebar di sekitarnya. Contoh
yang paling dikenal dari nyeri dalam adalah sakit kepala yang dalam berbagai
bentuknya merupakan bentuk nyeri yang paling sering. Nyeri dalam seringkali diikuti
16
oleh reaksi afektif dan vegetatif seperti tidak bergairah, mual, berkeringat, dan
penurunan tekanan darah. Nyeri dalaman (viseral) terjadi antara lain ada tegangan
organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang, dan penyakit yang disertai radang
(Mutschler, 1991).
Berdasarkan waktu terjadinya, nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri
kronik. Nyeri akut diperantarai oleh serabut saraf Aδ dengan adanya rangsang nyeri
mayor (trauma fisik, infark miokard, peptic ulcer) dan bereaksi cepat. Nyeri kronik
diperantarai oleh serabut saraf C (Laurence, Bennet, and Brown, 1997). Nyeri
persisten dapat berupa nyeri akut maupun kronis. Nyeri persisten dipengaruhi oleh
sensitisasi sentral dan kerusakan jaringan perifer (Coderre dan Katz, 1997).
Menurut Mutschler (1991) untuk mempengaruhi nyeri dengan obat, terdapat
kemungkinan-kemungkinan berikut :
1. mencegah sensibilasi reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis
prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer,
2. mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai
anestetika permukaan atau anestetika infiltrasi,
3. menghambat penerusan rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan anestetika
induksi,
4. meringankan nyeri atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam sistem saraf pusat
dengan analgetika yang bekerja pada pusat atau obat narkosis, dan
5. mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka (transkuilansia,
neuroleptika, dan antidepresan).
17
C. Nanas
1. Klasifikasi umum
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Monocotyledonae (Liliopsida)
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Species : Ananas comosus L. (Van Steenis, 1992)
2. Nama
1. Sinonim
Ananas comosus Merr. , Ananas comosus L., Bromelia comosa L., Ananas
sativus (Lindley) Schulters f, Ananassa sativa Lindl, Bromeliad
2. Nama Daerah :
Sumatera : Ekahauku, anes, nas, henas, kenas, honas, hanas, gona, asit, masit,
enas, kanas, nanas, naneh, kanyas, nyanyas. Jawa : Danas, ganas, nanas, lanas.
Kalimantan : Kanas, samblaka, malaka, uro usan, kayu usan, kayu ujan, belasan.
Nusa Tenggara : Manas, nanas, aruna, fanda pandal, panda jawa, nana, peda, anana,
pedang, parangena, nanasi. Sulawesi : Tuis mongondow, na’asi, nanasi, tuis, tuis ne
walanda, busa, pinang, nanati, lalato, pandang, edan, ekam, hedan, asne,ngewu.
Maluku : Ai nasi, than bababa, kai nasi, bankalo, kampora, kanasoi, anasu, banggala,
18
bangkala, kai nasu, kambala, kampala, arnasinu, kanasi, kunasin, mangala, nanasi,
nanasu, anasul, kalnasi, nanaki, nanas.
3. Nama asing :
Pineapple (inggris)
3. Morfologi
Herba yang kokoh; tinggi 0,5-1,5 m; pada pangkalnya ada tunas merayap.
Daun bentuk garis, tebal, ulet, 80-120 kali 2-6 cm, denan ujung lancip serupa duri,
sepanjang tepi umumnya dengan duri menempel yang membengkok keatas, dari sisi
bawah bersisik putih. Bunga tersusun dalam bulir yang sangat rapat, terminal(di
ujung) dan bertangkai panjang. Poros bulir besar, pada ujung dengan daun pelindung
yang lebih besar, tidak berisi bunga, merupakan roset yang rapat. Daun pelindung
pada pangkal bunga dengan basis yang diperlebar, bergigi tajam, merah, kekuning-
kuningan atau hijau, panjang 2-5 cm. Buluh kelopak sebagian tenggelam dalam poros
bulir, seperti halnya dengan bakal buah, bersama-sama membentuk tonjolan yang
persegi 5, taju kelopak bulat telur segi tiga, berdaging, panjang + 1 cm, mudah
rontok. Daun mahkota lepas bentuk garis memanjang, panjang + 2 cm, putih dan
ungu, dari dalam pada pangkalnya dengan 2 pinggiran yang menonjol, agak berkuku.
Buah semu berdaging, hijau sampai oranye, biji kecil dan kerapkali tidak menjadi.
Dari Amerika tropis; disini ditanam untuk buahnya, kadang-kadang sebagai
perhiasan; 1-1.300 m. (Anonim, 1987).
19
4. Kandungan Kimia
Per 100 g nanas mengandung karbohidrat 12.63 g, gula 9.26 g, serat 1.4 g,
lemak 0.12 g, protein 0.54 g, thiamine (Vit. B1) 0.079 mg (6%), riboflavin (Vit.B2)
0.031 mg (2%), niacin (Vit. B3) 0.489 mg (3%), pantothenic acid (B5) 0.205 mg
(4%), vitamin B6 0.110 mg 8%, folat (Vit. B9) 15 μg (4%), vitamin C 36.2 mg
(60%), kalsium 13 mg (1%), zat besi 0.28 mg (2%), magnesium 12 mg (3%), fosfor
8 mg (1%), kalium 115 mg (2%), zinc 0.10 mg (1%).
Nanas juga mengandung enzim bromelain yang merupakan enzim proteolitik
yang berkhasiat sebagai agen antiinflamasi. Selain itu juga dilaporkan terdapat
kandungan vanillin, metil-propil keton, asam n-valerianic, asam isokapronat, asam
akrilat, L(-)-asam malat, asam β-metiltiopropionat metil ester (dan etil ester), 5-
hydroksitriptamine, asam kuainat-1, 4-di-p-kumarin (List dan Horhammer, 1979).
Selain itu nanas juga mengandung beta-karoten.
5. Monografi nanas (Ananas comosus L.)
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah
Ananas comosus L. Nanas, nenas, atau ananas (Ananas comosus L.) adalah sejenis
tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini
termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan (habitus)
tumbuhannya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang,
berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal. Buahnya
dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya yang seperti pohon
20
pinus. Nama 'nanas' berasal dari sebutan orang Tupi untuk buah ini: anana, yang
bermakna "buah yang sangat baik". Burung penghisap madu (hummingbird)
merupakan penyerbuk alamiah dari buah ini, meskipun berbagai serangga juga
memiliki peran yang sama (Duke,1979)
2. Bromelain
Bromelain yang didapat dari Ananas comosus L. atau tanaman nanas adalah
nama umum dari famili enzim proteolytik. Penggunaan bromelain yang paling sering
adalah agen anti-inflamasi dan anti-edema, antitrombotik dan aktivitas fibrinolitik
telah dilaporkan (Contreras, et al , 2008). Bromelain dikategorikan sebagai suplemen
makanan oleh FDA Amerika Serikat dan terdapat pada daftar senyawa yang diketahui
aman. Produk yang terdapat di pasaran paling sering dibuat dari bromelain batang,
dimana ekstrak diambil dari jus nanas yang didinginkan yang telah disentrifugasi,
ultrafiltrasi, lipofilisasi, dan senyawa yang telah diolah menjadi tersedia untuk umum
dalam bentuk serbuk, krim, tablet, atau kapsul. Bromelain terbukti lebih efektif ketika
dikonsumsi secara oral. Penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa bromelain dosis
rendah dengan mudah terdegradasi oleh inhibitor protease dalam plasma darah dan
itulah sebabnya pemberian oral dapat membantu bromelain mempertahankan aktifitas
proteolitiknya. Direkomendasikan bromelain dikonsumsi saat perut kosong, karena
dapat berinteraksi dengan beberapa macam makanan. Dosis yang direkomendasikan
pada literatur sangat bergantung pada indikasi klinisnya.
21
D. Obat Antiinflamasi Non Steroid
Pengobatan pasien dengan antiinflamasi mempunyai 2 tujuan utama: pertama,
meringankan rasa nyeri yang sering kali merupakan gejala awal yang terlihat dan
keluhan utama pasien dan kedua, memperlambat atau membatasi proses perusakan
pada jaringan. Pengurangan inflamasi dengan obat-obat antiinflamasi non steroid
seringkali berakibat rasa nyeri mereda selama periode yang bermakna (Katzung,
2001).
Obat anti-inflamasi berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum dibagi
dalam 2 (dua) golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid. Obat
antiinflamasi golongan steroid memiliki daya anti-inflamasi kuat yang mekanismenya
terutama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya, sedangkan
obat antiinflamasi golongan non steroid (NSAID) bekerja melalui mekanisme lain
seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin
(Anonim, 1991).
Obat antiinflamasi golongan non steroid (NSAID) memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi, analgetik dan antipiretik (Derle, Gujar, and Sagar, 2006). NSAID
berperan sebagai antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme diantaranya
yaitu dengan inhibisi metabolisme asam arakidonat, inhibisi siklooksigenase (COX)
atau inhibisi sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan
hormone steroid, stabilisasi membrane lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif
(Kohli, Ali, and Raheman, 2005). Hampir semua NSAID adalah menghambat sintesis
22
prostaglandin dengan inhibisi COX-1 dan COX-2 (Derle dkk, 2006). Didasarkan
pada selektifitasnya terhadap COX, NSAID dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
golongan yaitu non selektif COX inhibitor, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak,
piroksikam, ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat; selektif COX-2 inhibitor
meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan aseklofenak; sangat selektif COX-2
inhibitor meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, parecoxib, etoricoxib dan
lumiracoxib (gambar 3) (Derle dkk, 2006).
NSAID
COX-2 inhibitor Non selektif
COX-2 inhibitor selekt if
COX-2 inhibitor sangat selektif
aspirin indometasin diklofenak piroksikam ibuprofen naproxen asam mefenamat
nimesulid meloksikam nabumeton asekl ofenak
celecoxib rofecoxib valdecoxib parecoxib etoricoxib lumiracoxib
Gambar 3. Klasifikasi obat NSAID (Derle dkk, 2006)
23
E. Diklofenak
Diklofenak adalah golongan obat nonsteroid dengan aktivitas analgesik,
antiinflamasi, dan antipiretik. Struktur kimia diklofenak ditunjukkan pada Gambar 4.
Cl
Cl
NH
O
HO
Gambar 4. Struktur kimia diklofenak (Hanson, 2000) Diklofenak merupakan obat antiinflamasi yang efektif, memiliki waktu paruh
eliminasi 1-2 jam (Chowdary, Mohapatra, and Murali, 2006), dapat larut di (dalam)
air dan pH asam (1-3) tetapi dengan cepat dapat larut dalam pH bersifat alkali (5-8)
(Manjunatha, Ramana, and Satyanarayana, 2007). Diklofenak juga dapat
menyebabkan gangguan saluran pencernaan dan peptic ulcer dan pendarahan pada
saluran pencernaan bila digunakan dalam jangka panjang (Chowdary, et.al, 2006).
Diklofenak memiliki kecepatan klirens yang tinggi (Yeole, Galgatte, Babla, and
Nakhtat, 2006), dan merupakan salah satu obat NSAID yang banyak digunakan
(Thakare and Singh, 2006).
Aktivitas diklofenak yaitu menghambat enzim siklooksigenase sehingga
pembentukan prostaglandin terhambat (Anonim, 2000). Obat ini adalah penghambat
siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat (Katzung, 2001). Dosis oral natrium
24
diklofenak adalah 75-150 mg/hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya setelah makan. Dosis
maksimal tiap hari untuk setiap cara pemberian adalah 150 mg (Anonim, 2000).
F. Analgetika
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau
menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Kemajuan penelitian dalam
dasawarsa terakhir ini memberikan penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut
memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek
samping dan terapinya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin
(Anonim, 1995).
Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja, dan efek sampingnya, analgetika
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
3. Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika)
4. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada
perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat
antiinflamasi (Mutschler,1986).
Analgetika dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetika opioid
(narkotik) dan analgetika non narkotik.
25
1. Analgetika Opioid (narkotik)
Analgetika narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat
seperti opium dan morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik
yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri. Tetapi semua analgetika opioid menimbulkan adiksi, maka
usaha untuk mendapatkan suatu analgetika yang ideal masih tetap diteruskan dengan
tujuan mendapatkan suatu analgetika yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya
adiksi (Anonim, 1995).
Yang termasuk golongan obat opioid antara lain :
a. obat yang berasal dari opium-morfin.
b. senyawa semi sintetik morfin; dan
c. senyawa sintetik yang berefek seperti morfin
Obat yang melawan efek opioid disebut antagonis opioid. Reseptor tempat
terikatnya opioid ke sel otak disebut reseptor opioid (Anonim, 1995).
2. Analgetika non narkotik
Analgetika non narkotik mempunyai aktivitas antipiretik, disamping
meringankan nyeri. Obat-obatan golongan ini terbukti mempengaruhi metabolisme
atau kerja sejumlah mediator biokimia dan sel pada proses peradangan. Mekanisme
kerjanya yakni menghambat atau menghalangi biosintesis prostaglandin dan
metabolisme yang bersangkutan yang merupakan penyebab nyeri, demam dan
radang. Analgetika non narkotik mempunyai mekanisme perifer maupun sentral
dalam meredakan nyeri (Hite, 1995).
26
Analgetika golongan ini diabsorbsi dengan baik dan cepat. Kebanyakan
analgetika golongan ini berdaya antipiretik dan atau antiradang. Oleh karena itu obat
ini tidak hanya digunakan sebagai obat anti nyeri saja tetapi juga pada gangguan
demam dan peradangan. Obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang,
seperti sakit kepala, sakit gigi, otot, perut, haid, dll (Tjay dan Rahardja, 2002).
Obat-obatan golongan ini terbukti mempengaruhi metabolisme atau kerja
sejumlah mediator biokimia dan sel pada proses peradangan. Mekanisme kerjanya
yakni menghambat atau menghalangi biosintesis prostaglandin dan metabolisme yang
bersangkutan yang merupakan penyebab nyeri, demam dan radang. Analgetika non
narkotik mempunyai mekanisme perifer maupun sentral dalam meredakan nyeri
(Hite, 1995).
Menurut Tjay dan Rahardja (2002), rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa
cara yakni :
1. merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer dengan analgetika
perifer
2. merintangi penyaluran rangsangan di saraf–saraf sensoris, misalnya dengan
anastetika lokal.
3. blokade pusat di SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan anastetika
umum.
27
Untuk memperoleh efek analgesik yang optimal dari suatu obat, diperlukan
beberapa kriteria atau sifat–sifat farmakokinetika sebagai berikut :
1. diabsorbsi dengan cepat dan sempurna, dengan ketersediaan hayati absolut
(100 %).
2. terdistribusi secara cepat dan baik ke jaringan target dengan konsentrasi yang
tidak terlalu tinggi di organ–organ untuk mengurangi efek samping.
3. eliminasinya cepat, baik melalui hepar maupun ginjal untuk mencegah
terjadinya penimbunan obat, khususnya pada penderita ginjal dan hepar
(Soelistiono, 2002 cit Wiandini, 2005).
G. Parasetamol
Parasetamol diindikasikan sebagai penghilang nyeri ringan sampai sedang.
Kemanjurannya mirip dengan asetosal, tetapi tidak memiliki aktivitas antiinflamasi
yang berarti, parasetamol kurang mengiritasi lambung, oleh karena itu sekarang
secara umum lebih disukai daripada asetosal. Overdosis pada parasetamol khususnya
berbahaya karena dapat mengakibatkan kerusakan hati yang kadang-kadang tidak
tampak dalam 4-6 hari pertama (Anonim, 2000).
Sebagai analgesik sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan
menimbulkan nefropati analgesik (Wilmana, 1995). Gambaran umum dari nefropati
analgetik meliputi gagal ginjal kronis, hipertensi, anemia. Kebanyakan penderita
mengalami nefropati karena memakai kombinasi fenasetin, aspirin, asetaminofen
dalam waktu lama dan jumlah yang berlebihan (Robbins dan Kumar, 1995)
28
Gambar 5. Struktur kimia parasetamol (Anonim, 1995)
H. Metode Pengujian Daya Analgesik
Secara umum pengujian daya analgesik dilakukan secara in vitro dan in vivo.
Uji in vitro lebih banyak dilakukan untuk menguji aktivitas analgesik sentral, yaitu
dengan menguji kemampuan suatu zat uji dalam menduduki/ berikatan dengan
reseptor (Vogel, 2002).
Uji in vitro yang digunakan untuk menguji aktivitas analgesik sentral antara
lain : survei, ikatan 3H-Naloxone dengan jaringan,
3H-Dihydromorphine yang terikat
reseptor μ opiat otak tikus, 3H-Bremazocine yang terikat reseptor κ opiat pada otak
kecil babi Guinea, penghambatan enkephalinase, reseptor yang terikat nociceptin,
vasoactive intestinal polypeptid (VIP), reseptor yang terikat cannabinoid, reseptor
yang terikat vanilloid (Vogel, 2002). Senyawa-senyawa tersebut mengandung suatu
molekul hidrogen yang bersifat radioaktif 3H (tritium). Dengan adanya senyawa
tersebut akan mempermudah dalam monitoring.
Pengujian daya analgesik oleh Turner (1965), dikelompokkan berdasarkan
golongan analgesik narkotik dan non narkotik.
29
1. Golongan analgetika narkotik
a. Metode Jepit Ekor
Sekelompok tikus diinjeksi dengan senyawa uji dengan dosis tertentu secara
subkutan atau intra vena. Setelah beberapa menit penjepit langsung dipasang pada
pangkal ekor yang telah dilapisi karet tipis selama 30 menit. Tikus yang diberi
analgetik tidak akan berusaha untuk melepaskan jepitan, sedangkan yang tidak diberi
analgetik akan berusaha untuk melepaskan jepitan. Sehingga respon yang dicatat
adalah ada atau tidaknya usaha untuk melepaskan diri dari jepitan tersebut.
b. Metode rangsang panas
Pada metode ini alat yang digunakan adalah lempeng panas (hot plate) yang
terdapat silindernya untuk mengendalikan panas. Lempeng panas diatur suhunya
antara 50-55ºC, dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran aseton dan etil
formiat dengan perbandingan 1 : 1. Hewan uji yang telah diberi larutan uji secara
subkutan atau peroral diletakkan pada hot plate, kemudian diamati reaksinya ketika
hewan uji mulai menjilat kaki belakang dan kemudian melompat.
c. Metode pengukuran tekanan
Alat yang digunakan pada metode ini menggunakan dua buah syringe yang
dihubungkan pada kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat pipa
plastik yang diisi dengan cairan. Sisi dari pipa dihubungkan dengan manometer.
Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap
ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe, ketika tekanan diberikan
pada syringe kedua, maka tekanan akan terhubung pada sistem hidrolik pada syringe
30
pertama lalu pada ekor tikus. Tekanan yang sama pada syringe kedua akan
meningkatkan tekanan pada ekor tikus, sehingga akan menimbulkan respon dan akan
terbaca pada manometer. Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian
akan mengeluarkan suara (mencicit) sebagai tanda kesakitan.
d. Metode antagonis nalorfin.
Uji analgetik dengan menggunakan metode ini untuk mengetahui aksi dari
obat-obat seperti morfin, karena mempunyai kemampuan untuk meniadakan aksi dari
morfin. Hewan uji yang bisa digunakan pada metode ini adalah tikus, mencit dan
anjing. Hewan tersebut diberi obat dengan dosis toksik kemudian segera diberi
nalorfin (0,5-10,0 mg/kg BB) secara intravena. Teori menyebutkan bahwa nalorfin
dapat menggantikan ikatan morfin dengan reseptornya, sehingga ikatan antara morfin
dengan reseptornya terlepas.
e. Metode potensiasi petidin
Metode ini kurang baik karena hewan uji yang cukup banyak, tiap kelompok
terdiri dari tikus sebanyak 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi 3 bagian yang
diberi petidin dengan dosis 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok yang lainnya diberi
senyawa uji dengan dosis 20% dari LD50
. Persen daya analgesik dihitung dengan
metode rangsang panas.
f. Metode kejang oksitosin
Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituari posterior,
yang dapat menyebabkan konstraksi uterus sehingga menimbulkan kejang pada tikus.
31
Responnya berupa kontraksi abdominal, sehingga menarik pinggang dan kaki ke
belakang. Penurunan jumlah kejang diamati dan ED50
dapat diperkirakan. Selain
morfin senyawa analgetik yang dapat diuji dengan menggunakan metode ini adalah
heroina, metadon, kodein, dan meperidina.
g. Metode pencelupan pada air panas
Tikus disuntik secara intra peritonial dengan senyawa uji, kemudian ekor
tikus dicelupkan pada air panas (suhu 58º C). Respon tikus terlihat dari hentakan
ekornya menghindari panas.
2. Golongan analgetika non narkotika
a. Metode rangsang kimia
Metode ini menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada hewan uji secara
intraperitoneal, sehingga akan menimbulkan nyeri. Beberapa zat kimia yang biasanya
digunakan antara lain asam asetat dan fenil kuinon. Metode ini sederhana,
reproducible (dapat diulang-ulang hasilnya), dan cukup peka untuk menguji senyawa
analgetik dengan daya analgetik lemah, namun mempunyai kekurangan yaitu masalah
kespesifikasinya. Oleh karena itu metode ini sering digunakan untuk penapisan
(screening). Daya analgetik dapat dievaluasi menggunakan persen penghambatan
terhadap geliat menggunakan persamaan menurut Handershot dan Forsaith.
% proteksi rangsang nyeri = (100 – [(P/K) x 100])%
P : jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi perlakuan.
K: jumlah kumulatif geliat mencit kelompok kontrol.
32
Hewan uji yang digunakan pada metode ini dapat bermacam-macam, antara
lain : anjing, marmot, tikus, merpati, dan mencit. Untuk mencit, yang sering
digunakan adalah mencit betina, dikarenakan kepekaan terhadap rangsang lebih besar
daripada yang jantan. Respon mencit yang biasa diamati adalah lompatan dan
konstraksi perut dengan disertai tarikan kaki belakang (rentangan) yang disebut geliat
(Soerjandari, 1991 cit Putra, 2003).
b. Metode pedodolometri
Hewan uji diletakkan pada kandang yang bagian atasnya terbuat dari kepingan
metal sehingga bisa dialiri arus listrik. Respon yang timbul yaitu ketika hewan uji
mengeluarkan teriakan dengan pengukuran dilakukan tiap 10 menit selama 1 jam.
c. Metode rektodolometri
Tikus diletakkan di sebuah kandang yang dibuat dengan alas tembaga yang
dihubungkan dengan sebuah penginduksi berupa sebuah gulungan. Ujung lain dari
gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektrode tembaga. Sebuah voltmeter
yang sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan konduktor pada gulungan
di bagian atas. Pada penggunaan tegangan 1 sampai 2 volt akan menimbulkan
teriakan pada tikus.
I. Metode Uji Daya Antinflamasi
Secara umum, model inflamasi dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis
inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut
dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus,
pembentukan eritema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudasi inflamasi,
33
sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi
artritis (Gryglewski, 1977).
Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi
adalah sebagai berikut:
1. Uji eritema
Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi. Timbulnya
eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xilem, minyak
kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin (Gryanglewski, 1977). Eritema ini dapat
diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini
adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa
prostaglandin (Turner, 1965).
2. Induksi udema telapak kaki belakang
Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu
tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar
pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat
plestimometer segera setelah injeksi (Khana dan Sharma, 2001). Aktivitas anti-
inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi
pada kaki tikus (Vogel, 2002).
Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak terlalu
lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan
objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible. Kekurangan
teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara
34
subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada
hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing
kelompok tikus yang cukup besar (Gryanglewski, 1977).
3. Tes granuloma
Hewan uji berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi bagian punggung
secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai
senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan.
Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur
volume cairannya (Turner, 1965). Persen inhibisi granuloma dihitung dengan
membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol (Khana dan Sharma, 2001). Model percobaan ini lebih responsif untuk uji
obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).
4. Induksi artritis
Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun intrakutan suspense
Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal
ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit
sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan,
hiperpireksida lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryanglewski,
1977).
5. Percobaan in vitro
Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-
substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lainl-lain dalam
35
terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro adalah : penghambatan
ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit
polimorfonuklear (Vogel, 2002).
Metode uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Langford dkk
termodifikasi. Dasar metode ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki
belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi
torsocrural dan ditimbang. Prosentase daya antiinflamasi dapat dihitung dari
perubahan bobot kaki hewan uji.
Adapun rumus aslinya adalah sebagai berikut :
Daya antiinflamasi (dalam %) = %100xD
DU −
Keterangan :
U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki
normal (kaki kanan)
D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal (kaki kanan)
36
Karena prosentase daya anti-inflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema maka
rumus di atas diubah menjadi sebagai berikut:
Daya antiinflamasi (dalam %) = %100xU
DU −
Keterangan:
U = rata-rata bobot kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata bobot
kaki kelompok normal (tanpa perlakuan)
D = rata-rata bobot kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata bobot
kaki kelompok normal (tanpa perlakuan).
Letak perbedaannya adalah bahwa pada metode Langford, persen (%) daya
antiinflamasi kelompok perlakuan merupakan hasil selisih rata-rata berat kaki
kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan
dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan, sedangkan pada cara perhitungan
yang digunakan adalah persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan
merupakan hasil perbandingan selisih rata-rata berat kaki kelompok karagenin dengan
rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan rata-rata berat kaki
kelompok karagenin. Kedua cara perhitungan ini sama-sama dapat memberikan hasil
negatif (-) bila harga U < D.
37
J. Landasan Teori
Bromelain adalah senyawa yang memiliki aktivitas analgesik dan anti-
inflamasi, ditunjukkan oleh penelitian (Gaspani, 2002) dan (Brien, 2004), karena
bromelain dapat menurunkan nilai PGE2 dan substansi P dan nanas mengandung
bromelain, sehingga diduga nanas memiliki aktivitas analgesik dan anti-inflamasi
juga.
Digunakan jus karena lebih praktis, dan aplikatif, sehingga nantinya jika
terbukti berkhasiat, maka proses pengolahannya hanya memerlukan sedikit waktu dan
biaya saja. Selain itu jus dibuat dengan menggunakan blender, sehingga
homogenitasnya terjaga.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menguji efek analgesik dan anti-
inflamasi, namun untuk skrining awal untuk penapisan farmakologi cukup
menggunakan metode rangsang kimia dan metode Langford yang dimodifikasi. Pada
metode Langford yang dimodifikasi digunakan karagenin yang menginduksi
inflamasi dalam 2 fase, fase pertama terjadi sekitar 60 menit setelah induksi
karagenin, dimana terjadi pelepasan histamin, seritonin dan bradikinin. Fase kedua
berlangsung sekitar 60 menit sampai kurang lebih 3 jam setelah injeksi. Fase ini
berhubungan dengan pelepasan radikal bebas neutrofil seperti hidrogen peroksida,
superoksida, radikal hidroksil serta prostaglandin (Suleyman, Demircan, Karagoz,
Oztasan, dan Suleyman, 2004) Sedangkan asam asetat merupakan iritan yang dapat
merusak jaringan secara lokal. Setelah pemberian secara intraperitoneal, asam asetat
akan menyebabkan perubahan pH di dalam rongga perut akibat pembebasan ion H+
38
dari asam asetat dan menyebabkan luka pada membran sel. Fosfolipid dari membran
sel akan melepaskan asam arakhidonat yang pada akhirnya akan membentuk
prostaglandin dan menimbulkan nyeri (Wilmana,1995). Kedua metode tersebut
dipilih karena cakupan untuk menguji efek analgesik dan anti-inflamasinya cukup
luas, sehingga sekalipun belum diketahui secara spesifik bagaimana mekanisme
efeknya tetap dapat terlihat efeknya melalui metode ini.
K. Hipotesis
Jus buah nanas (Ananas comosus L.) memiliki efek anti-inflamasi dan efek
analgesik terhadap mencit putih betina.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek analgesik dan anti-inflamasi jus buah nanas (Ananas
comosus L.) pada mencit betina galur Swiss ini merupakan jenis penelitian
eksperimental murni rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Metode Uji yang Digunakan
Metode yang digunakan untuk uji daya analgesik dalam penelitian ini adalah
metode rangsang kimia, sedangkan metode yang digunakan untuk uji daya
antiinflamasi adalah metode Langford yang dimodifikasi.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : dosis jus buah nanas (Ananas comosus L.)
Dosis jus buah nanas yang digunakan adalah jumlah gram nanas tiap kilogram
berat badan hewan uji.
b. Variabel tergantung : daya analgesik dan daya antiinflamasi jus buah nanas
Daya analgesik jus buah nanas adalah kemampuan yang dimiliki jus buah
nanas untuk mengurangi rasa nyeri dengan ditandai adanya penurunan jumlah geliat
pada hewan uji. Daya anti-inflamasi jus buah nanas adalah kemampuan jus buah
40
nanas untuk mengurangi proses inflamasi pada kaki mencit yang disebabkan oleh
udema buatan dengan injeksi supensi karagenin 1% subplantar.
2. Variabel terkendali
a. Hewan uji : mencit putih betina galur Swiss
b. Berat badan : 20-30 gram
c. Umur : 2-3 bulan
d. Kondisi hewan uji : sehat
3. Variabel Pengacau Tak Terkendali
Variasi biologis mencit betina yaitu proses absorbsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi dari mencit betina terhadap senyawa uji.
D. Definisi Operasional
1. Geliat adalah keadaan dimana hewan uji merenggangkan kaki belakangnya
hingga batas maksimalnya atau hingga lurus dan perut hewan uji bagian bawah
menyentuh alas tempat perlakuan.
2. Injeksi sub plantar adalah injeksi pada telapak kaki hewan uji, arah jarum harus
menuju ke jari-jari hewan uji.
3. Sendi torsokrural adalah sendi pada hewan uji yang terdapat pada pergelangan
kaki bagian bawah.
4. Aktivitas analgesik adalah kemampuan untuk menurunkan jumlah geliat pada
hewan uji yang diinduksi oleh asam asetat.
41
5. Aktivitas antiinflamasi adalah kemampuan untuk mengurangi udema pada kaki
hewan uji akibat injeksi karagenin subplantar.
6. Metode Langford et al. adalah metode uji efek anti-inflamasi dengan cara
membandingkan kaki udem yang telah diinduksi oleh inflamatogen dengan
kelompok perlakuan sehingga dapat diketahui kemampuan perlakuan tersebut
mengurangi udem.
7. Metode rangsang kimia adalah metode uji efek analgetika yang tidak spesifik.
Efek tersebut dilihat dari banyak sedikitnya geliat. Adanya efek analgesik
ditunjukkan dengan penurunan jumlah geliat sebesar 50% dari kontrol negatif.
Semakin sedikit geliat semakin besar efek analgesiknya.
E. Alat dan Bahan Penelitian
1. Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
a. Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina galur Swiss, dengan
umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g yang diperoleh dari LPPT UGM
b. Bahan uji yang digunakan Buah nanas (Ananas comosus L.) yang
diperoleh dari penjual nanas di Beringharjo, DIY.
c. Zat inflamatogen : Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.), yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
42
d. Asam asetat sebagai perangsang nyeri, diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
e. Parasetamol (Brataco Chemika), sebagai kontrol positif analgesik,
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
f. Tablet Cataflam D 50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium
diklofenak 50 mg sebagai kontrol positif.
g. NaCl fisiologis 0,9 % (Otsuka) sebagai pelarut karagenin diperoleh
dari Apotek Kimia Farma
h. Carboxymethylcellulose-natrium (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd), sebagai
pensuspensi parasetamol diperoleh dari Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
i. Akuades diperoleh dari Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2. Alat penelitian
a. Spuit injeksi 1 ml (Terumo)
b. Spuit injeksi oral 1 ml (Terumo)
c. Alat-alat gelas :gelas beker, pipet tetes, pengaduk, labu takar, labu
ukur, pipet ukur (Pyrek Iwaki Glass)
d. Glassfin
43
e. Mortir dan stamper
f. Kamera
g. Neraca analitik (Metler Toledo AB 204, Germany),
h. Stopwatch (Olympic),
i. Gunting bedah dan pinset
j. Blender jus merk Phillips
k. Bilik pengamatan mencit
F. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan bahan dan Identifikasi makroskopis Buah Nanas (Ananas
comosus L.)
Pemilihan buah nanas (Ananas comosus L.) yang masih segar dan baik yaitu
yang daging buahnya berwarna kuning dan berair untuk digunakan sebagai bahan uji
penelitian ini. Buah nanas yang digunakan berasal dari tanaman siap panen dari
perkebunan nanas di Blitar, Jawa Timur, yang kemudian diperoleh pada bulan
Agustus 2009 dari pedagang di Beringharjo, DIY.
2. Pembuatan Jus Buah Nanas (Ananas comosus L.)
Buah nanas yang telah dikupas dipotong-potong + 3 cm panjangnya,
dimasukkan ke dalam blender, ditambahkan aquades kemudian diblender sehingga
didapatkan jus buah nanas yang masih mengandung ampas yang terdispersi di
dalamnya. Selanjutnya, agar dapat diinjeksikan peroral, maka konsentrasi jus buah
44
nanas yang digunakan adalah 22,5% (konsentrasi yang dapat ditarik dan dikeluarkan
oleh spuit oral).
3. Penetapan Konsentrasi Jus Buah Nanas (Ananas comosus L.)
Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1,875; 3,75; dan 7,5
g/kgBB. Penentuan besarnya dosis ini dapat dilihat pada lampiran.
4. Penelitian Efek Analgetik
a. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis asam asetat
Penentuan dilakukan pada konsentrasi 1%, dimana larutan ini dibuat dengan
cara pengenceran asam asetat glasial. Kemudian larutan ini diuji pada 4 peringkat
dosis, yaitu : 25 mg/kgBB; 50 mg/kgBB; 75 mg/kgBB; dan 100 mg/kgBB. Dicari
dosis yang menyebabkan jumlah geliat yang tidak terlalu banyak dan sedikit,
sehingga memudahkan pengamatan.
2. Penetapan kriteria geliat
Penentuan bersarnya daya analgesik dengan metode rangsang kimia
tergantung dengan pengamatan dan jumlah geliat yang terjadi, sehingga disini perlu
ditetapkan kriteria geliat yang sering terjadi. Geliat yang diamati yaitu geliat dengan
kriteria menarik satu atau kedua kaki belakang dan perut hewan uji menempel pada
lantai tempat perlakuan.
45
3. Penetapan rentang waktu pemberian rangsang
Waktu pemberian rangsang ditetapkan dengan harapan pada selang waktu
pemberian bahan uji dengan asam asetat, telah terjadi absorbsi sehingga dapat
menimbulkan efek. Diuji dengan menggunakan 3 rentang waktu pemberian yang
berbeda yaitu 5, 10 dan 15 menit. Dilihat rentang waktu mana yang memberikan
respon maksimal.
4. Pembuatan larutan CMC Na 1%
Larutan CMC Na 1% dibuat dengan cara menimbang dengan seksama 1 g
serbuk CMC Na kemudian ditaburkan di atas air panas sedikit demi sedikit hingga
mengembang sambil diaduk. Setelah terbentuk larutan kemudian dimasukkan dalam
labu ukur 100 mL dan ditambah aquadest hingga 100 mL lalu digojog.
5. Pembuatan suspensi parasetamol 1%
Suspensi parasetamol 1% dibuat dengan cara menimbang 100 mg parasetamol
kemudian digerus dan ditambahkan CMC Na 1% sedikit demi sedikit hingga volume
10 ml.
6. Penetapan dosis parasetamol
Parasetamol digunakan sebagai kontrol positif sehingga harus memberikan
respon pengurangan geliat. Dosis yang dicobakan adalah dosis pada manusia normal
yaitu 10 mg/kgBB yang kemudian dikonversikan pada mencit diperoleh dosis 91
mg/kgBB, sedangkan kedua dosis lainnya diperoleh dengan menaikkan dosis sebesar
satu seperempatnya dan menurunkan dosis sebesar tiga perempatnya. Hasil orientasi
digunakan sebagai kontrol positif.
46
b. Uji Efek Analgetik
Dua puluh lima ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok secara acak, dan
dipuasakan selama 18 jam dengan tetap melakukan pemberian minum. Kelompok I
diberi aquadest sebagai kontrol negatif, kelompok II diberi suspensi parasetamol
dalam CMC Na 1% dengan dosis sesuai hasil orientasi, Kelompok III-V merupakan
kelompok perlakuan dengan pemberian jus buah nanas secara oral. Kemudian
seluruh kelompok pada menit ke-5 setelah pemberian praperlakuan diberi rangsang
kimia asam asetat dosis 100 mg/KgBB (sesuai orientasi) secara intraperitoneal
kemudian respon geliat diamati dengan selang waktu 5 menit selama 1 jam.
c. Perhitungan % Proteksi Geliat (Efek Analgetik)
Besarnya penghambatan jumlah geliat dihitung dengan persamaan Handerson
dan Forsaith yaitu :
% proteksi geliat = (100 – [(P/K) x 100])%
Keterangan :
P= jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian senyawa uji
K= jumlah rata-rata kumulatif geliat hewan uji kontrol negatif
Data prosentase proteksi geliat tersebut kemudian dianalisis menggunakan
analisa variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.
47
Perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif dihitung
menggunakan rumus :
Perubahan % proteksi rangsang nyeri = %100)( xKp
PKp −
Keterangan :
P = % proteksi rangsang nyeri pada tiap kelompok perlakuan
Kp = rata-rata proteksi rangsang nyeri pada kontrol positif (Utami,2000 cit Putra,
2003)
d. Analisis data
Setelah melalui proses di atas, data yang terkumpul dari pengamatan geliat
selama 1 jam pada masing-masing kelompok dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov
untuk melihat normalitas distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka
dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Kemudian dilanjutkan
dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan)
(p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).
5. Penelitian Efek Anti Inflamasi
a. Uji Pendahuluan
1. Pembuatan larutan karagenin
Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan
dengan cara : 100 mg karagenin dilarutkan dalam NaCl fisiologis (0,90%) hingga
48
volume 10 ml, akan diperoleh larutan karagenin 1% (b/v) yang setara dengan dosis 25
mg/kgBB. Perhitungan karagenin adalah sebagai berikut
Dosis karagenin = (0,05 x 100 mg / 10 ml) : 0,02 kg
= 25 mg/kgBB
2. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% sub
plantar
Dua belas ekor hewan uji dibagi ke dalam 4 kelompok, kemudian kaki kirinya
diinjeksi dengan karagenin 1% sebanyak 0,05 ml, sedangkan kaki kanannya sebagai
kontrol, hanya disuntik dengan spluit injeksi tanpa karagenin. Setiap kelompok
dikorbankan pada selang waktu tertentu. Waktu pengorbanan adalah 1, 2, 3, dan 4
jam setelah injeksi karagenin. Setelah dikorbankan, kedua kaki belakangnya dipotong
pada sendi torsocrural dan ditimbang. Rentang waktu ditentukan berdasarkan waktu
yang paling efektif untuk karagenin menimbulkan udem yang dapat dilihat dari berat
kakinya.
3. Penetapan dosis diklofenak
Dosis diklofenak dipilih berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya ( Djunarko dan Donatus, 2003). Menurut penelitian, dosis natrium
diklofenak untuk tikus dengan berat badan 250 gram adalah 40 mg/kgBB.
Dosis natrium diklofenak untuk tikus dengan berat badan 200 gram adalah
(200 gram x 40 mg/kgBB) : 250 gram = 32 mg/kgBB
49
Dari tikus dengan berat badan 200 gram kemudian dikonversikan ke mencit
dengan berat badan 20 gram, perhitungannya sebagai berikut :
0,14 x 32 mg/kgBB = 4,48 mg/kgBB
Sehingga dosis natrium diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 gram
adalah 4,48 mg/kgBB. Kemudian dua dosis lainnya diperoleh dengan menaikkan
dosis sebesar satu seperempatnya dan menurunkan dosis sebesar tiga perempatnya.
Hasil orientasi digunakan sebagai kontrol positif.
4. Orientasi waktu pemberian diklofenak
Dua belas ekor hewan uji dibagi dalam 4 kelompok. Tiap kelompok diberi
diklofenak secara per oral pada selang waktu tertentu. Kelompok I diberi diklofenak
15 menit sebelum diinjeksi dengan karagenin 1%. Kelompok II diberi diklofenak 30
menit sebelum diinjeksi dengan karagenin 1%. Kelompok III diberi diklofenak 45
menit sebelum diinjeksi karagenin 1%. Kelompok IV diberi diklofenak 60 menit
sebelum diinjeksi karagenin 1%. Tiga jam setelah diinjeksi dengan karagenin 1%,
hewan uji dikorbankan. Kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural
kemudian ditimbang. Waktu pemberian diklofenak ditentukan pada saat kaki
mengalami penurunan udema yang berarti.
b. Uji Efek Anti Inflamasi
Tiga puluh ekor mencit dibagi menjadi 6 kelompok secara acak, dan
dipuasakan selama 18 jam. Kelompok I adalah kontrol negatif karagenin yang
diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin 1%. Kelompok II adalah kontrol negatif aquades
yang diberi aquades 0,5 ml/20gBB setelah itu diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin
50
1% dengan selang waktu pemberian sesuai orientasi. Kelompok III adalah kelompok
kontrol positif diklofenak secara peroral dengan dosis sesuai orientasi dan setelah itu
diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin 1% dengan selang waktu pemberian sesuai
orientasi. Kelompok IV-VI sebagai kelompok perlakuan dengan pemberian jus nanas
(Ananas comosus L.) peroral dosis 1,875; 3,75; dan 7,5 g/kgBB. Kemudian diinjeksi
0,05 ml suspensi karagenin 1% subplantar pada kaki kiri dengan selang waktu
pemberian sesuai orientasi sementara kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa
suspensi karagenin dan mencit dikorbankan, kedua kaki belakang dipotong pada
sendi torsocrural kemudian ditimbang.
c. Perhitungan % Efek Anti Inflamasi
Metode Langford dkk (1972) yang telah dimodifikasi digunakan untuk
mengetahui efek anti inflamasi, yang dihitung dalam persen (%) daya anti inflamasi
dengan rumus sebagai berikut :
% daya antiinflamasi =
− %100x
UDU
Keterangan :
U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki
normal (kaki kanan)
D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal (kaki kanan)
51
Untuk mengetahui % potensi relatif daya antiinflamasi jus buah nanas
terhadap diklofenak sebagai kontrol positif digunakan rumus :
% potensi relatif daya antiinflamasi = %100xDAdDAp
Keterangan : DAp = % daya antiinflamasi kelompok perlakuan
DAd = % daya antiinflamasi larutan diklofenak
d. Analisis data
Setelah melalui proses di atas, data yang terkumpul dari hasil penimbangan
bobot kedua kaki belakang mencitdam telah diubah menjadi persen (%) daya
antiinflamasi pada masing-masing kelompok dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov
untuk melihat normalitas distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka
dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Kemudian dilanjutkan
dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan)
(p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Makroskopis
Buah nanas berwarna kuning dan berbentuk oval, memiliki mahkota daun
yang runcing dan bergerigi. Panjang antara 11-16 cm, mempunyai diameter antara 8-
11 cm, berasa manis dan mengeluarkan bau yang khas.
B. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan diperlukan untuk validasi metode uji yang akan digunakan
untuk penelitian ini. Uji pendahuluan yang dilakukan dibagi menjadi 2, uji
pendahuluan untuk uji analgesik meliputi penetapan geliat mencit, orientasi dosis
asam asetat, orientasi dosis parasetamol dan orientasi rentang waktu pemberian asam
asetat. Uji pendahuluan kedua adalah untuk uji anti-inflamasi meliputi orientasi
rentang waktu pemotongan kaki, orientasi rentang waktu pemberian diklofenak dan
orientasi dosis diklofenak.
1) Uji Pendahuluan Anti-inflamasi
a. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki
Tujuan orientasi rentang waktu pemotongan kaki adalah untuk menentukan
untuk menentukan rentang waktu pemotongan kaki yang tepat, yaitu pada saat udema
yang dihasilkan maksimal. Dalam orientasi ini rentang waktu pemotongan kaki yang
digunakan adalah 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi karagenin subplantar. Data bobot
udema kaki mencit yang diperoleh dari hasil orientasi dianalisis secara statistik
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk untuk mengetahui normalitas
53
distribusi data. Selanjutnya dianalisis dengan analisis variansi satu arah dengan taraf
kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan di antara setiap kelompok. Untuk
melihat perbedaan antar kelompok maka dilanjutkan dengan uji Scheffe sehingga bisa
diketahui kelompok mana yang berbeda dan apakah perbedaan itu bermakna secara
statistik atau tidak.
Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki Kelompok Perlakuan
(jam) Rata-rata bobot udema dalam
miligram (X + SE) 1 jam 123,5 + 0,6 2 jam 112,8 + 6,2 3 jam 153,2 + 1,7 4 jam 112,6 + 4,1
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu
pemotongan kaki
Rentang waktu pemotongan kaki 4 jam 3 jam 2 jam 1 jam
200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
Orientasi rentang waktu pemotongan kaki
Bobot udema (mg)
54
Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,000 (< 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa keempat kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya
untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji
Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat di tabel II.
Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemotongan kaki
Waktu 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 1 jam - TB B TB 2 jam TB - B TB 3 jam B B - B 4 jam TB TB B -
Keterangan : TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05)
Dari hasil di atas diketahui bahwa pada rentang waktu pemotongan kaki 3 jam
berbeda secara signifikan terhadap rentang waktu pemotongan kaki 1, 2, dan 4 jam
setelah mencit diinjeksi karagenin 1% secara subplantar. Selain itu pada rentang
waktu pemotongan kaki 3 jam menimbulkan udema yang paling tinggi yang artinya
karagenin menginduksi secara maksimal pada jam tersebut sehingga dipilih rentang
waktu pemotongan kaki 3 jam.
b. Orientasi dosis diklofenak
Tujuan orientasi dosis diklofenak adalah menetapkan dosis diklofenak yang
paling efektif dalam mengurangi bobot udem pada kaki mencit. Dosis natrium
diklofenak untuk mencit dengan BB 20 g yang digunakan dalam orientasi ini adalah
4,48 mg/kgBB (Djunarko dan Donatus, 2003). Kemudian ditambah dua dosis lainnya
55
untuk diuji yaitu diambil 25% dosis di atasnya dan 25% dosis di bawahnya sehingga
didapat 2 dosis lainnya yaitu 3,36 dan 5,6 mg/kgBB. Rata-rata bobot udema pada
orientasi dosis diklofenak dapat dilihat di tabel III.
Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis diklofenak Kelompok Dosis
(mg/kgBB) Rata-rata bobot udema dalam
miligram (X + SE) 3,36 76,9 + 4,2 4,48 59,3 + 2,4 5,6 69,5 + 1,6
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 7. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis
diklofenak Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,001 (< 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya untuk
Dosis diklofenak 5,6 mg/kgBB 4,48 mg/kgBB 3,36 mg/kgBB
80.0
60.0
40.0
20.0
0.0
Orientasi dosis diklofenak
Bobot udema (mg)
56
mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe.
Data dan analisisnya dapat dilihat di tabel IV.
Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada orientasi dosis diklofenak Kelompok Dosis
(mg/kgBB) 3,36 4,48 5,6
3,36 - B TB 4,48 B - B 5,6 TB B -
Keterangan : TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05)
Dari hasil di atas diketahui bahwa pada dosis diklofenak 4,48 mg/kgBB
berbeda secara signifikan terhadap dosis diklofenak 3,36 mg/kgBB dan 5,6 mg/kgBB.
Selain itu pada dosis diklofenak 4,48 mg/kgBB menimbulkan udema yang paling
rendah yang artinya diklofenak berefek secara maksimal pada dosis tersebut sehingga
dipilih dosis diklofenak 4,48 mg/kgBB.
c. Orientasi waktu pemberian diklofenak
Tujuan orientasi waktu pemberian adalah menetapkan waktu pemberian
diklofenak yang paling efektif dalam mengurangi bobot udem pada kaki mencit, yang
berarti diklofenak sudah diabsorbsi dan menimbulkan efek. Dosis natrium diklofenak
yang diberikan didasarkan penetapan dosis efektif sebelumnya yaitu 4,48 mg/kgBB.
Waktu pemberian yang diujikan didasarkan pada penelitian Widiyastuti (2008) yaitu
15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit sebelum injeksi suspensi karagenin 1%
subplantar. Rata-rata bobot udema pada orientasi waktu pemberian diklofenak dapat
dilihat pada tabel V.
57
Tabel V. Rata-rata bobot udema pada orientasi waktu pemberian diklofenak Kelompok Perlakuan
(menit) Rata-rata bobot udema dalam
miligram (X + SE) 15 menit 56,5 + 3,5 30 menit 75,7 + 1,1 45 menit 70,2 + 1,3 60 menit 67,7 + 1,8
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Orientasi waktu pemberian diklofenak
56.5
75.770.2 67.7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
Bobo
t ude
ma
(mg)
Gambar 8. Grafik rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu
pemberian diklofenak Keterangan : waktu pemberian diklofenak adalah sebelum pemberian karagenin
Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,001 (< 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa keempat kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya
untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji
Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat di tabel VI.
58
Tabel VI. Hasil uji Scheffe bobot udema pada orientasi rentang waktu pemberian diklofenak
Waktu (menit) 15 menit 30 menit 45 menit 60 menit 15 menit - B B B 30 menit B - TB TB 45 menit B TB - TB 60 menit B TB TB - Keterangan : TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05)
Dari hasil di atas diketahui bahwa pada rentang waktu pemberian diklofenak
15 menit berbeda secara signifikan terhadap rentang waktu pemberian diklofenak 30,
45, dan 60 menit sebelum mencit diinjeksi karagenin 1% secara subplantar.
Sedangkan antar waktu pemberian diklofenak selain 15 menit tidak berbeda secara
signifikan. Selain itu pada rentang waktu pemberian diklofenak 15 menit
menimbulkan udema yang paling rendah yang artinya diklofenak telah dapat
menimbulkan efek secara maksimal pada waktu tersebut sehingga dipilih waktu
pemberian diklofenak 15 menit.
2) Uji Pendahuluan Analgesik
a. Penetapan geliat mencit
Kriteria geliat mencit yang digunakan dalam adalah gerakan geliat dengan 1
atau 2 kaki memanjang lurus ke belakang disertai menempelnya perut mencit ke alas.
Respon geliat muncul setelah mencit disuntik asam asetat 1% secara intraperitoneal.
Respon menggeliat tersebut muncul akibat rasa sakit yang diakibatkan oleh
pemberian asam asetat 1%. Respon geliat masing-masing mencit tidak selalu sama
59
karena rasa sakit sifatnya subyektif. Subyektifitas rasa nyeri dipengaruhi ketahanan
mencit terhadap rangsang nyeri dan diwujudkan dengan respon geliat yang berbeda
pula. Pengamatan geliat setelah pemberian rangsang/induktor nyeri asam asetat
dilakukan setiap 5 menit selama 60 menit. Geliat yang dihitung adalah geliat yang
memenuhi kriteria yang disebutkan di atas. Geliat yang tidak memenuhi kriteria tidak
dihitung. Foto geliat mencit yang memenuhi kriteria dapat dilihat pada lampiran.
b. Orientasi dosis asam asetat
Uji analgesik pada penelitian ini menggunakan metode induksi rangsang
kimia. Pada metode ini diinjeksikan senyawa penginduksi nyeri, dalam penelitian ini
adalah asam asetat secara intraperitoneal pada mencit putih betina dengan selang
waktu tertentu.
Orientasi dosis asam asetat bertujuan untuk mendapatkan dosis asam asetat
dalam jumlah geliat yang tidak terlalu banyak ataupun sedikit, agar memudahkan
pengamatan. Asam asetat adalah suatu iritan yang merusak jaringan secara lokal yang
menyebabkan nyeri pada rongga perut. Hal itu disebabkan oleh kenaikan ion H+
akibat turunnya pH dibawah 6 yang menyebabkan membran sel luka. Kerusakan
jaringan ini menimbulkan keadaan nyeri yang direspon dengan cara menggeliat untuk
menyesuaikan keadaan.
Konsentrasi yang digunakan adalah berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu
1% (Putra, 2003). Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah, 25; 50; 75; dan
100 mg/kgBB. Hasil orientasi berupa geliat pada empat peringkat dosis dapat dilihat
di tabel VII.
60
Tabel VII. Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat Kelompok Perlakuan
(mg/kgBB) Rata-rata jumlah geliat (X +
SE) 25 26 + 1,2 50 36 + 1,2 75 51 + 1,8 100 76 + 2,1
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 9. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam
asetat.
Dosis asam asetat 100 mg/kgBB 75 mg/kgBB 50 mg/kgBB 25 mg/kgBB
80
60
40
20
0
Orientasi Dosis Asam Asetat
Jumlah geliat
61
Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,000 (< 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa keempat kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya
untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji
Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat di tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil Uji Scheffe data geliat mencit pada uji pendahuluan penetapan dosis asam asetat
Kelompok Dosis (mg/kgBB)
25 50 75 100
25 - B B B 50 B - B B 75 B B - B 100 B B B -
Keterangan : B = Berbeda bermakna (p < 0,05)
Dari hasil di atas diketahui bahwa pemberian asam asetat pada dosis 100
mg/kgBB berbeda bermakna dengan dosis 25 mg/kgBB; dosis 50 mg/kgBB dan dosis
75 mg/kgBB. Demikian juga dengan dosis lainnya, berbeda bermakna satu sama lain.
Pada dosis 100 mg/kgBB menunjukkan bahwa jumlah geliat yang cukup banyak jika
dibandingkan dengan dosis 25 mg/kgBB; dosis 50 mg/kgBB dan dosis 75 mg/kgBB
yang jumlahnya sedikit, maka dipilih dosis 100 mg/kgBB agar mempermudah
pengamatan.
c. Orientasi selang waktu pemberian asam asetat
Orientasi selang waktu pemberian asam asetat dilakukan dengan tujuan
menentukan saat pemberian asam asetat setelah pemberian senyawa uji yaitu kontrol
positif (parasetamol) dan jus nanas secara per oral, sehingga pada selang waktu
tersebut, senyawa uji sudah diabsorbsi dan memberikan efek.
62
Pada orientasi ini digunakan parasetamol dosis 91 mg/kgBB. Rata-rata jumlah
geliat pada berbagai selang waktu dapat dilihat pada tabel IX.
Tabel IX. Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu pemberian asam asetat. Kelompok Jumlah Geliat (X + SE)
5 menit 16 + 0,9 10 menit 30 + 1,2 15 menit 36 + 1,2
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Orientasi Selang Waktu Pemberian
16.33
29.6736
05
10152025303540
0 5 10 15 20
Waktu (menit)
Rat
a-ra
ta ju
mla
h ge
liat
Gambar 10. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi selang waktu
pemberian asam asetat.
Dari tabel IX pada selang waktu 5 menit dan 10 menit menghasilkan jumlah
geliat yang lebih sedikit dibandingkan dengan selang waktu 15 menit. Untuk melihat
perbedaan antar kelompok maka dilakukan analisis variansi satu arah dan uji Scheffe.
Hasil analisis dapat dilihat di tabel X.
Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,000 (< 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya untuk
63
mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe
taraf kepercayaan 95%.
Tabel X. Hasil uji Scheffe jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat.
Kelompok (menit)
5 10 15
5 - B B 10 B - B 15 B B -
Keterangan : B = Berbeda bermakna (p < 0,05)
Dari hasil di atas diketahui bahwa antar waktu pemberian berbeda bermakna.
Maka dipilihlah waktu pemberian 5 menit, karena memiliki jumlah geliat paling
sedikit, yang artinya parasetamol sudah dapat menimbulkan efek.
d. Orientasi dosis parasetamol
Parasetamol adalah kontrol positif pada penelitian ini karena sudah terbukti
memiliki daya analgesik sehingga digunakan sebagai pembanding. Tujuan orientasi
ini untuk menentukan dosis parasetamol yang dapat menurunkan jumlah geliat lebih
besar yang artinya paling efektif. Dosis yang digunakan adalah 68,25; 91; dan 113,75
mg/kgBB. Besarnya penghambatan terhadap nyeri dapat dilihat pada tabel XI.
Tabel XI. Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis parasetamol Kelompok dosis Jumlah Geliat (X + SE) 68,25 mg/kgBB 16 + 0,9
91 mg/kgBB 9 + 1,2 113,75 mg/kgBB 10 + 1,5
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
64
Gambar 11. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis parasetamol
Dari tabel XI pada dosis 68,25 mg/kgBB menghasilkan jumlah geliat yang
lebih banyak dibandingkan dengan dosis 91 mg/kgBB dan dosis 113,75 mg/kgBB.
Untuk melihat perbedaan antar kelompok maka dilakukan analisis variansi satu arah
dan uji Scheffe. Hasil analisis dapat dilihat di tabel XII.
Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,011 (< 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya untuk
mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe
taraf kepercayaan 95%.
dosis 113,75 mg/kgBB dosis 91 mg/kgBB dosis 68,75 mg/kgBB
20
15
10
5
0
Orientasi dosis parasetamol
Dosis Parasetamol
Jumlah Geliat
65
Tabel XII. Hasil uji Scheffe jumlah geliat pada penetapan dosis parasetamol Kelompok dosis
(mg/kgBB) 68,25 91 113,75
68,25 - B B 91 B - TB
113,75 B TB - Keterangan : TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05)
Dari hasil di atas diketahui bahwa antar dosis parasetamol 68,25 mg/kgBB
berbeda bermakna dengan dosis 91 mg/kgBB dan 113,75 mg/kgBB. Sedangkan dosis
91 mg/kgBB berbeda tidak bermakna dengan dosis 113,75 mg/kgBB, maka
dipilihlah dosis 91 mg/kgBB, karena memiliki jumlah geliat paling sedikit, yang
artinya parasetamol sudah dapat menimbulkan efek maksimal.
C. Uji Daya Anti-Inflamasi
Daya anti-inflamasi jus buah nanas untuk mengurangi radang dapat diukur
setelah data orientasi antiinflamasi diperoleh. Dari hasil orientasi diperoleh bahwa
rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi suspensi karagenin 1% adalah 3 jam
dan kontrol positifnya adalah diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB yang diberikan 15
menit sebelum pemberian suspensi karagenin 1%. Dengan menggunakan hasil
orientasi, diperoleh rata-rata bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan
dengan jus buah nanas beserta kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Daya
antiinflamasi ditunjukkan dengan penurunan bobot udema kaki mencit setelah
pemberian suspensi karagenin 1%. Hasilnya dapat dilihat di tabel XIII.
66
Tabel XIII. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan Kelompok Uji Jumlah
subjek uji Rata-rata bobot udema
dalam miligram (X + SE) Karagenin 5 156,9 + 1,4 Aquadest 5 150,0 + 1,2
Diklofenak 5 68,4 + 0,5 Jus nanas dosis 1,875 g/kgBB 5 77,4 + 2,5 Jus nanas dosis 3,75 g/kgBB 5 67,8 + 2,1 Jus nanas dosis 7, 5 g/kgBB 5 70,4 + 1,7
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 12. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok
perlakuan Keterangan : Cara membaca kode : JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Kelompok Perlakuan
JBN 7,5 JBN 3,75 JBN 1,875 kontrol diklofenak
kontrol aquades
kontrol karagenin
200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
Bobot Udema pada Kelompok Perlakuan
Bobot Udema (mg)
67
Hasil perlakuan menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol karagenin 1%
menghasilkan rata-rata bobot udema yang paling besar diantara kelompok perlakuan
lainnya. Kelompok kontrol aquadest juga menghasilkan rata-rata bobot udema yang
besar. Ini berarti karagenin 1% dan aquades tidak memiliki daya anti-inflamasi. Pada
kelompok kontrol positif diklofenak, rata-rata bobot udema sangat kecil dibandingkan
kelompok lain, karena diklofenak telah terbukti memiliki daya antiinflamasi sebagai
obat AINS.
Persen daya antiinflamasi pada masing-masing kelompok uji kemudian
dianalisis menggunakan analisis variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95%,
dilanjutkan dengan uji Scheffe.
Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,000 yang
berarti lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok uji terdapat
perbedaan. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar kelompok tersebut
bermakna atau tidak dilanjutkan dengan uji Scheffe. Data dan analisis uji Scheffe
dapat dilihat di tabel XIV.
68
Tabel XIV. Uji Scheffe persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan Kelompok % DA + SE Karagenin Aquadest Diklofenak JBN
1,875 JBN 3,75
JBN 7,5
Karagenin 0,00 + 0,93 - TB B B B B Aquadest 4,43 + 0,75 TB - B B B B
Diklofenak 56,14 + 0,41 B B - B TB TB JBN 1,875 48,89 + 1,29 B B B - B B JBN 3,75 56,82 + 1.35 B B TB B - TB JBN 7,5 55,13 + 1,07 B B TB B TB -
Keterangan : TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05) X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n) JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam
g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB DA = Daya Antiinflamasi
Gambar 13. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok uji
JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Kelompok Perlakuan
JBN 7,5 JBN 3,75 JBN 1,875 kontrol diklofenak
kontrol aquades
kontrol karagenin
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
% Daya Antiinflamasi pada Kelompok Perlakuan
% Daya Antiinflamasi
69
Berdasarkan tabel XIV diketahui bahwa pada dosis 3,75 g/kgBB dan 7,5
g/kgBB memiliki daya antiinflamasi yang setara dengan kontrol positif diklofenak
dosis 4,48 mg/kgBB, karena kedua kelompok dosis ini dan kontrol positif berbeda
tidak bermakna. Jika dilihat dari rata-rata persen daya antiinflamasinya lebih besar
dibandingkan kelompok yang lain. Pada kontrol positif persen penghambatan nyeri
sebesar 56,14 % sedangkan pada jus nanas dosis 3,75 g/kgBB sebesar 56,82 % dan
pada dosis 7,5 g/kgBB sebesar 55,12%.
Persen daya antiinflamasi meningkat seiring dengan kenaikan dosis jus buah
nanas, dari dosis 1,875 g/kgBB sampai pada puncaknya yaitu dosis 3,75 g/kgBB, dan
terjadi penurunan pada dosis 7,5 g/kgBB. Sehingga dapat disimpulkan dosis 3,75
g/kgBB mempunyai kemampuan daya antiinflamasi yang paling besar dibandingkan
dosis lainnya. Karena belum diujikan apakah jika ditingkatkan lagi dosisnya akan
meningkatkan lagi kemampuan daya antiinflamasinya sehingga belum diketahui
berapa dosis optimal yang sebenarnya untuk jus buah nanas, tetapi jika dibandingkan
antara 3 peringkat dosis jus buah nanas dalam penelitian ini, maka dosis yang paling
optimal untuk jus buah nanas adalah dosis 3,75 g/kgBB.
Kelompok perlakuan jus buah nanas pada berbagai peringkat dosis dalam
penelitian ini memiliki daya inflamasi walaupun pada dosis 1,875 g/kgBB dan 7,5
g/kgBB lebih kecil dari daya antiinflamasi dikofenak. Karena memiliki daya
antiinflamasi, maka kelompok-kelompok tersebut dapat dibandingkan potensi relatif
70
daya antiinflamasinya dengan diklofenak yang berfungsi sebagai kontrol positif.
Rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel XV.
Tabel XV. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok jus buah nanas pada 3 peringkat dosis dibandingkan diklofenak
Kelompok Uji % daya antiinflamasi
% potensi relatif daya antiinflamasi
Diklofenak* 56,14 100 Jus nanas dosis 1,875 g/kgBB 48,89 87,09 Jus nanas dosis 3,75 g/kgBB 56,82 101,20 Jus nanas dosis 7, 5 g/kgBB 55,13 98,21
Keterangan :
* = dosis 4,48 mg/kgBB
Potensi relatif kelompok perlakuan jus nanas dosis 1,875 g/kgBB dan 7,5
g/kgBB < 100%, artinya pada dua kelompok dosis tersebut pada penelitian ini
memiliki potensi yang lebih kecil daripada diklofenak dalam menghambat
peradangan pada telapak kaki mencit.
Pada kelompok perlakuan jus nanas dosis 3,75 g/kgBB besarnya potensi
relatif > 100% yaitu 101,20 %, artinya jus nanas dosis 3,75 g/kgBB pada penelitian
ini memiliki potensi yang hampir sama dengan diklofenak dalam menghambat
peradangan pada telapak kaki mencit.
Terjadinya peradangan dapat disebabkan karena mediator yang
memperantarai peradangan (prostaglandin, leukotrien,dll) akan memicu terjadinya
inflamasi. Pada penelitian ini jus buah nanas mengandung enzim bromelain. Menurut
Vellini dkk (1986) enzim bromelain memiliki kemampuan untuk menurunkan jumlah
PGE2 dan tromboksan B2 (gambar 14). Pada penelitian Gaspani dkk (2002), juga
menunjukkan penurunan produksi PGE2 dan substansi P secara in vitro dan in vivo.
71
Dengan penurunan jumlah prostaglandin sebagai mediator peradangan, maka
peradangan juga akan dihambat sehingga dapat dikatakan memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi. Bromelain juga menstimulasi perubahan plasminogen menjadi plasmin
menghambat perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat sehingga inflamasi dapat
dihambat.
Gambar 14. Efek bromelain pada Sintesis Prostaglandin (Kelly, 1996)
D. Uji Daya Analgesik
Daya analgesik jus buah nanas untuk mengurangi rasa nyeri dapat diukur
setelah data orientasi analgesik diperoleh. Dari hasil orientasi diperoleh bahwa zat
penginduksi nyeri yang digunakan adalah asam asetat 1% dengan dosis 100 mg/kgBB
dan kontrol positifnya adalah parasetamol dosis 91 mg/kgBB yang diberikan 5 menit
72
sebelum pemberian asam asetat. Dengan menggunakan hasil orientasi, diperoleh rata-
rata kumulatif jumlah geliat pada kelompok perlakuan dengan jus buah nanas beserta
kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Hasilnya dapat dilihat di tabel XVI.
Tabel XVI. Rata-rata jumlah geliat pada kelompok perlakuan Kelompok Uji Jumlah
subjek uji Rata-rata jumlah geliat
(X + SE) Aquadest 5 29 + 0,9
Parasetamol 5 9 + 0,8 Jus nanas dosis 1,875 g/kgBB 5 21 + 0,9 Jus nanas dosis 3,75 g/kgBB 5 12 + 0,7 Jus nanas dosis 7, 5 g/kgBB 5 15 + 0,6
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 15. Gambar rata-rata kumulatif jumlah geliat kelompok perlakuan
JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Kelompok Perlakuan JBN 7,5 JBN 3,75 JBN 1,875 kontrol positif kontrol negatif
40
30
20
10
0
Jumlah Geliat Kelompok Perlakuan
Jumlah Geliat
73
Setelah didapat jumlah kumulatif geliat kelompok perlakuan, maka data
tersebut diolah secara statistik, didapatkan persen penghambatan nyeri yang
dibandingkan dengan kontrol negatif, dan perubahan persen daya analgesik terhadap
kontrol positif. Hasilnya dapat dilihat pada tabel XVII.
Tabel XVII. Persen penghambatan nyeri pada kelompok perlakuan Kelompok Uji Jumlah subjek
uji Rata-rata persen penghambatan
nyeri (X + SE) Aquadest 5 0,00 + 2,9
Parasetamol 5 67,8 + 2,6 Jus nanas dosis 1,875 g/kgBB 5 27,4 + 3,7 Jus nanas dosis 3,75 g/kgBB 5 58,9 + 2,4 Jus nanas dosis 7, 5 g/kgBB 5 48,6 + 1,9
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 16. Diagram batang persen penghambatan nyeri kelompok uji
JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Kelompok Perlakuan
JBN 7,5 JBN 3,75 JBN 1,875 kontrol positif kontrol negatif
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
% Penghambatan Nyeri Kelompok Perlakuan
% Penghambatan Nyeri
74
Persen proteksi nyeri pada masing-masing kelompok uji kemudian dianalisis
menggunakan analisis variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, dilanjutkan
dengan uji Scheffe.
Dari analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,000 yang
berarti lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok uji terdapat
perbedaan. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar kelompok tersebut
bermakna atau tidak dilanjutkan dengan uji Scheffe. Data dan analisis uji Scheffe
dapat dilihat di tabel XVIII.
Tabel XVIII. Hasil Uji Scheffe persen penghambatan rangsang nyeri pada kelompok perlakuan
Kelompok Aquadest Parasetamol JBN 1,875 JBN 3,75 JBN 7,5 Aquadest - B B B B
Parasetamol B - B TB B JBN 1,875 B B - B B JBN 3,75 B TB B - TB JBN 7,5 B B B TB -
Keterangan : TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05) JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam
g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Dari tabel XVIII diketahui bahwa kontrol negatif yaitu aquadest berbeda
bermakna dengan kontrol positif yaitu parasetamol dan kelompok perlakuan jus buah
nanas dalam berbagai tingkat dosis. Hal ini disebabkan oleh perbedaan geliat yang
cukup besar dengan semua kelompok perlakuan, dikarenakan tidak adanya daya
analgesik pada kontrol negatif sehingga tidak dapat menghambat rangsang nyeri.
Sedangkan pada kelompok perlakuan dan jus buah nanas dalam berbagai tingkat
75
dosis menunjukkan penurunan jumlah geliat yang signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa parasetamol dan jus buah nanas dalam berbagai tingkat dosis memiliki daya
analgesik. Persen penghambatan nyeri yang paling besar dimiliki oleh kontrol positif,
yaitu sebesar 67,8 + 2,6% sedangkan yang paling mendekati pada kelompok uji
adalah pada jus nanas dosis 3,75 g/kgBB, yaitu sebesar 58,9 + 2,4%.
Parasetamol memang sudah terbukti secara teoritis dapat menghambat nyeri
dengan menghambat sintesis prostaglandin. Terbukti dari hasil percobaan persen
prnghambatan nyeri parasetamol mencapai 70% yaitu sebesar 67,8 + 2,6%
Persen penghambatan nyeri meningkat seiring dengan kenaikan dosis jus buah
nanas, dari dosis 1,875 g/kgBB sampai pada puncaknya yaitu dosis 3,75 g/kgBB, dan
terjadi penurunan pada dosis 7,5 g/kgBB. Sehingga dapat disimpulkan dosis 3,75
g/kgBB mempunyai kemampuan penghambatan terhadap nyeri yang paling besar
dibandingkan dosis lainnya.
Selain itu dari tabel XVIII dapat dilihat bahwa antara kelompok jus buah
nanas dosis 3,75 g/kgBB dengan kelompok kontrol positif berbeda tidak bermakna,
yang artinya kelompok jus nanas dosis 3,75 g/kgBB memiliki kemampuan
menghambat nyeri yang hampir sama dengan parasetamol. Pada kontrol positif
persen penghambatan nyeri sebesar 67,8 + 2,6% sedangkan pada kelompok perlakuan
jus buah nanas dosis 3,75 g/kgBB sebesar 58,9 + 2,4% dan jus buah nanas dosis 7,5
g/kgBB sebesar 48,6 + 1,9. Sehingga dapat disimpulkan dosis optimum perlakuan
dengan jus buah nanas pada penelitian ini adalah dosis 3,75 g/kgBB.
76
Pada dosis 3,75 g/kgBB dapat dikatakan mempunyai efek analgesik, karena
persen penghambatan nyerinya lebih dari 50 %. Hal ini sesuai dengan ketentuan
bahwa adanya aktivitas analgetika lemah dinyatakan jika lebih sedikit terjadi jumlah
geliat mencit sebesar > 50% dari kelompok kontrol (Vogel, 2002). Dari semua dosis
perlakuan, yang memenuhi syarat sebagai suatu analgetika lemah adalah dosis 3,75
g/kgBB. Sehingga peneliti menyarankan untuk menggunakan dosis jus buah nanas
3,75 g/kgBB sebagai pengurang rasa sakit.
Nyeri dapat timbul bersama dengan terjadinya peradangan, karena mediator
yang memperantarai peradangan (prostaglandin, leukotrien, bradikinin, histamin)
akan menstimulasi reseptor nyeri. Pada penelitian ini penghambatan nyeri dilihat dari
penurunan respon geliat. Parasetamol menghambat perubahan asam arakhidonat
menjadi endoperoksida dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
mediator yang memperantarai peradangan tidak terbentuk.
Dalam penelitian ini jus buah nanas mengandung enzim bromelain. Menurut
Vellini dkk (1986) enzim bromelain memiliki kemampuan untuk menurunkan jumlah
PGE2 dan tromboksan B2. Pada penelitian Gaspani dkk (2002), juga menunjukkan
penurunan produksi PGE2 dan substansi P secara in vitro dan in vivo. Jika substansi
P diturunkan kadarnya, maka rasa nyeri juga akan berkurang dan dengan penurunan
jumlah prostaglandin sebagai mediator peradangan, maka rangsang nyeri akibat
peradangan akan berkurang.
Perubahan persen penghambatan rangsang nyeri terhadap kontrol positif dapat
dilihat pada tabel XIX.
77
Tabel XIX. Perubahan persen penghambatan nyeri pada kelompok perlakuan Kelompok Uji Jumlah subjek uji Perubahan %
penghambatan nyeri (X + SE)
Aquadest 5 100,0 + 4,3 Parasetamol 5 0,0 + 3,8
Jus nanas dosis 1,875 g/kgBB 5 60,6 + 4,7 Jus nanas dosis 3,75 g/kgBB 5 13,1 + 3,6 Jus nanas dosis 7, 5 g/kgBB 5 27,3 + 2,9
Keterangan : X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 17. Diagram batang perubahan persen penghambatan rangsang nyeri
kelompok perlakuan JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam
g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Kelompok Perlakuan JBN 7,5 JBN 3,75 JBN 1,875 kontrol positif kontrol negatif
125
100
75
50
25
0
Perubahan % Penghambatan Nyeri
Perubahan % penghambatan nyeri
78
Berdasarkan tabel XIX, kontrol negatif dengan perubahan persen
penghambatan sebesar 100,0 + 4,3 mempunyai perbedaan 100 % dengan kontrol
positif. Hal ini dikarenakan dalam kontrol negatif tidak terjadi penghambatan
rangsang nyeri, sehingga dapat dikatakan tidak memiliki efek analgesik.
Pada kelompok perlakuan jus nanas dalam berbagai peringkat dosis, nilai
terendah dimiliki oleh kelompok dosis 3,75 g/kgBB, yaitu sebesar 13,1 + 3,6 yang
artinya pada dosis ini paling mendekati kontrol positif dalam menurunkan jumlah
geliat mencit. Artinya kemampuan penghambatan nyeri dosis ini mendekati kontrol
positif. Sedangkan pada dua dosis lainnya memiliki kemampuan untuk menghambat
nyeri, namun tidak terlalu kuat. Berdasarkan data-data dari tabel XIX dan gambar 16,
maka dosis yang dipilih oleh peneliti adalah dosis 3,75 mg/kgBB. Hal ini dikarenakan
pada dosis ini persen penghambatan nyerinya paling besar dibandingkan dengan dosis
lainnya, selain itu penurunan jumlah geliatnya juga lebih dari 50 % dibandingkan
kontrol negatif.
Kemampuan ini berkaitan dengan aktivitas enzim bromelain sebagai agen
antiinflamasi. Bromelain dapat menstimulasi perubahan plasminogen menjadi
plasmin dan plasmin menhambat perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat
sehingga inflamasi dapat dihambat. Akibatnya mediator-mediator inflamasi tidak
dikeluarkan, dan tidak terjadi rangsang nyeri.
79
E. Perbandingan profil parasetamol dengan jus buah nanas
Dari hasil penelitian telah diketahui bahwa parasetamol dan jus buah nanas
mempunyai efek analgesik (penghambatan terhadap rangsang nyeri), yang
ditunjukkan dengan adanya persen penghambatan nyeri. Profil dari keduanya dapat
dilihat dari gambar 18.
Profil kelompok perlakuan
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
5
0 10 20 30 40 50 60Waktu (menit)
Rat
a-ra
ta g
elia
t
JBN 1,875 JBN 3,75 JBN 7,5 Parasetamol 91 mg/kgBB
Gambar 18. Grafik profil kelompok perlakuan jus buah nanas dan parasetamol
JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Dari gambar 18, dapat dilihat bahwa terdapat persamaan antara profil
kelompok perlakuan jus buah nanas dengan parasetamol. Pada kelompok perlakuan
jus nanas dan parasetamol jumlah geliat terbanyak sama-sama berada pada menit ke-5
setelah pemberian asam asetat yang kemudian terus menurun hingga menit ke-60.
Tetapi penurunan yang drastis terjadi pada menit yang berbeda. Pada kelompok
80
perlakuan jus buah nanas terjadi pada menit ke-10, sedangkan parasetamol baru
terjadi penurunan yang drastis pada menit ke-20.
Dapat dikatakan bahwa enzim bromelain yang terdapat dalam buah nanas
mempunyai mekanisme aksi yang mirip dengan parasetamol, namun jalur yang
dihambat berbeda, dan menyebabkan kecepatan penghambatan nyerinya juga
berbeda. Sehingga penurunan geliat yang drastis terjadi dalam waktu yang berbeda.
Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan sifat fisika kimia antara enzim
bromelain dan parasetamol ataupun afinitas terhadap reseptor yang berbeda, sehingga
ikatannya terjadi pada reseptor yang berbeda.
F. Perbandingan Daya Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah Nanas
Salah satu mekanisme aksi antiinflamasi dan analgesik bromelain adalah
dengan menghambat produksi kinin dan bradikinin. Ketika terjadi luka pada jaringan
maka akan menstimulasi Hageman factor menjadi protease factor XIIa aktif. Faktor
XIIa kemudian mengaktivasi kinin atau sistem aktivasi kontak, dengan mengkonversi
prekallikrein dalam plasma menjadi kallikrein yang aktif. Kallikrein bekerja pada
kininogen untuk memproduksi kinin, yang merupakan mediator inflamasi yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Kinin
berkerja pada fosfolipase dan meningkatkan pelepasan asam arakidonat, yang
kemudian memproduksi mediator inflamasi prostaglandin PGE2 (Stewart, 1993).
Sebagai tambahan, kallikrein memproduksi bradikinin, substansi algogenik
(pemicu nyeri) alami yang paling poten. Bradikinin adalah senyawa yang
81
bertanggung jawab terhadap sebagian besar nyeri yang berhubungan dengan respon
inflamasi, juga meningkatkan permeabilitas vaskular, menurunkan resistensi arteri
dan menyebabkan kontraksi otot polos. Penelitian menunjukkan bromelain
menyebabkan penurunan kadar bradikinin dan menurunkan kadar prekallikrein dalam
serum. Penurunan prekallikrein artinya penurunan kallikrein, dan kemudian
penurunan pelepasan asam arakidonat dan penghambatan produksi prostaglandin
PGE2. Jika produksi prostaglandin dihambat maka tidak akan terjadi proses
peradangan. (Kelly, 1996; Stewart 1993).
Gambar 19. Mekanisme bromelain menghambat sistem kinin (Kelly, 1996)
82
Menurut Mynott, Ladhams, Scarmato, dan Engwerda (1999) bromelain
merupakan enzim proteolitik yang dapat menghambat sinyal sel dan produksi sitokin
yang kemudian menyebabkan produksi IL-2 terhambat, tetapi bromelain tidak toksik
dan tidak mempengaruhi proliferasi sel. IL-2 adalah salah satu pro-inflammatory
cytokine sehingga jika dihambat maka kemungkinan inflamasi dari respon imun
dapat dihambat juga oleh bromelain. Dari hasil penelitian telah diketahui jus buah
nanas mempunyai efek antiinflamasi (penurunan udema pada kaki) dan analgesik
(penghambatan terhadap rangsang nyeri), yang ditunjukkan dengan adanya persen
daya antiinflamasi dan persen penghambatan nyeri. Perbandingan persen daya
antiinflamasi dan persen pengambatan nyeri pada tiap dosis jus buah nanas dapat
dilihat pada tabel XX.
Tabel XX. Perbandingan Daya Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah Nanas pada Berbagai Peringkat Dosis
Kelompok Uji % daya antiinflamasi % penghambatan nyeri Jus nanas dosis 1,875 g/kgBB 48,9 + 1,3 27,4 + 3,7 Jus nanas dosis 3,75 g/kgBB 56,8 + 1.4 58,9 + 2,4 Jus nanas dosis 7, 5 g/kgBB 55,1 + 1,1 48,6 + 1,9
83
Gambar 19. Histogram Perbandingan Daya Antiinflamasi dan Analgesik Jus
Buah Nanas pada Berbagai Peringkat Dosis JBN = Jus Buah Nanas, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam
g/kgBB. Contoh : JBN 7,5 adalah jus buah nanas dosis 7,5 g/kgBB
Dari Tabel XX dan gambar 19 dapat disimpulkan bahwa persen daya
antiinflamasi berhubungan dengan persen penghambatan nyeri, semakin besar persen
daya antiinflamasinya, semakin besar pula persen penghambatan nyerinya, dan persen
daya antiinflamasi baru sebanding dengan persen daya analgesik pada dosis 3,75
keatas. Hal ini berkaitan dengan salah satu manifestasi klinis dari inflamasi yaitu
nyeri. Karena inflamasi dapat menyebabkan nyeri, maka jika inflamasi dihambat
maka nyeri juga dapat dihambat.
Kelompok Perlakuan
60
40
20
0
Perbandingan Daya Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah Nanas
Daya_analgesik Daya_antiinflamasi
% daya antiinflamasi dan analgesik
JBN 1,875 JBN 3,75 JBN 7,5
84
Dengan demikian suatu obat yang memiliki daya antiinflamasi yang besar
diperkirakan memiliki daya analgesik yang besar juga. Dapat pula disimpulkan
bahwa obat yang memiliki efek antiinflamasi juga memiliki efek analgesik.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Jus buah nanas mempunyai efek antiinflamasi dan analgesik.
2. Efek analgesik jus buah nanas pada dosis 1,875 g/kgBB; 3,75 g/kgBB;
dan 7,5 g/kgBB berturut-turut adalah 27,39%; 58,90%; dan 48,63 %.
3. Efek antiinflamasi jus buah nanas pada dosis 1,875 g/kgBB; 3,75
g/kgBB; dan 7,5 g/kgBB yang dinyatakan oleh daya antiinflamasi
berturut-turut adalah 48,89%; 56,82%; dan 55,13 %.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perlu dilakukan penelitian tentang :
1. Penelitian efek analgesik dan antiinflamasi jus buah nanas dengan
dosis yang lebih tinggi.
2. Penelitian mengenai toksisitas dari jus buah nanas
3. Penelitian efek analgesik dan antiinflamasi buah nanas dalam berbagai
bentuk sediaan, yang kemudian dibandingkan aktivitas analgesik dan
antiinflamasinya.
86
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1987, Material Medika Indonesia, Jilid V, 49-52, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik,
49, 259, Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alami Phytomedika, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal 273-274, 357,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dn Makanan, Jakarta
Brien, S., Lewith, G., Walker, A., Hicks S.M., Middleton D., 2004, Bromelain as a
Treatment for Osteoarthritis: a Review of Clinical Studies, http://ecam.oxfordjournals.org/cgi/reprint/1/3/251.pdf, diakses tanggal 21 Mei 2009.
Chowdary, K.P.R., Mohapatra, P., and Murali Krishna, M.N., 2006, Evaluation of
Olibanum and its Resin as Rate Controlling Matrix for Controlled Release of Diclofenac, Indian J. Pharmacol., 68(4), 497-500.
Coderre, T.J. and Katz, J., 1997, Peripheral and Central Hyperexcitability :
Deferential Signs and Symptoms in Persistent Pain. Behave, Brain. Sci. 20, 404-419.
Contreras, A., Paape, M.J., Miller, R.H., Corrales, J.C., Luengo C., and Sánchez, A.,
Effect of bromelain on milk yield, milk composition and mammary health in dairy goats, Trop Anim Health Prod, Vol 41, 493-498, http://www.springerlink.com/content/e711j16015762346/fulltext.pdf?page=1, diakses tanggal 21 Mei 2009.
Denko CW, 1992, A Role of Neuropeptide in Inflammation, In : Whicher, J. T. and
Evan S. W, Biochemistry of Inflammation, 177-181, Kluwer Pub, London. Derle, D.V., Gujar, K.N., and Sagar, B.S.H., 2006, Adverse Effect Associated with
the Use of Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs : An overview, Indian J. Pharmacol., 68(4), 409-414.
87
DiPiro, J. T., Tabert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells,B.G., and Posey, M., 2008, Pharmacotherapy : A Patophysiologic Approach, 7th ed, 989-1002, McGraw-Hill, USA.
Djunarko, I. dan Donatus, I.A., 2003, Pengaruh Perasan Buah Mengkudu (Morinda
citrifolia L.) terhadap Daya Antiradang Diklofenak pada Mencit Jantan, Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 1, 10-17.
Duke, J.A. 1979. Ecosystematic data on economic plants. Quart. J. Crude Drug Res.
17(3–4), 91–110. Esvandiary, J., 2006, Efek Analgetik dan Anti Inflamasi Beta Karoten pada Mencit,
Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Gaspani, L., Limiroli, E., Ferrario, P., and Bianchi, M., 2002, In vivo and in vitro
effects of bromelain on PGE(2) and SP concentrations in the inflammatory exudate in rat, Department of Pharmacology, University of Milan, Italy.
Greene, R.J., and Harris, N.D., 2000, Pathology and Therapeutics for Pharmacist : A
Basic for Clinical Pharmacy Practise, second edition, 572-576, Pharmaceutical Press, London.
Gryglewski, R.J., 1977, Some Experimental Models for the Study of Inflammation
and Anti-Inflammatory Drugs, in I. L. Bonta, J. Thomson, and K. Brune, Inflammation: Mechanism and Their Impact on Therapy, 19-21, Birkhaueser Verlag Basel, Rotterdam.
Hanson G.R., 2000, Analgesic, Antipyretic, and Anti Inflammatory Drugs, in
Gennaro (Ed.), Remmington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 1456, Lippincott Williams and Wilkins, USA.
Henson P.M. and Murphy S.C., 1989, Mediator of Inflammatory Process, 404,
Elseiver, Amsterdam. Hite, G.J., 1995, Principal of Medicinal Chemisty, diterjemahkan oleh Rasyid R.,
Firma, K., Haryanto, Suwarno, T., dan Murasad, A ., Edisi II, Gadjah Mada Unuversity Press, Yogyakarta
Ignatius, G.E., Zarraga, M.D., dan Ernest R. S., 2007, Coxibs and Heart Disease,
Journal of The American College of Cardiology, 49, 1-14.
88
Katzung, B.G., 2001, Basic and Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Edisi 8, Buku 3, hal. 449- 462,637, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Kee, J.L. and Hayes, E.R., 1996, Pharmacology: A Nursing Process Approach,
diterjemhkan oleh Peter Anugrah, 1st Edition, 310-321, Penerbit EGC, Jakarta. Kelly, G.S.N.D., 1996, Bromelain: A Literature Review and Discussion of its
Therapeutic Applications, Alt. Med. Rev., 1(4), 244-257 Khanna, N. and Sarma, S.B., 2001, Antiinflammatory and Analgesic Effect of Herbal
Preparation: Septilin, Indian J. Med. Sci., 55(4), 195-202. Kohli, K., Ali, J., and Raheman, Z., 2005, Curcumin: A natural Antiinfammatory
Agent, Indian J.Pharmacol., 37(3), 141-147. Kumar, V., Abbas, A.K., and Fausto, N., 2005, Robbins and Cotran Pathologic Basis
of Diseases, Seven Edition, 70, Elsevier Saunders, Philadelphia. Langford, F.D., Holmes, P.A., and Emele, J.F., 1972, Objective Methods to
Evaluation of Analgesic/Anti Inflammatory Activity, J. Pharm. Sci., 61(1), 75-77.
Laurence, D.R., Bennet, P.N., and Brown, M.J., 1997, Clinical Pharmacology, 8th
ed., 258,287, Churchill Livingstone, New York. List, P.H. and Horhammer, L., 1979, Hager's handbuch der pharmazeutischen praxis,
vol 2–6, Springer-Verlag, Berlin. Manjunatha, K.M., Ramana, M.V., and Satyanarayana, D., 2007, Design and
Evaluation of Doclofenac Sodium Controlled Drug Delivery Systems, Indian J.Pharmacol, 69(3), 384-389.
Mutschler, E., 1986, Arieneimittelwirkungen, diterjemahkan oleh Mathilda B.,
Widyanto dan Ranti, Dinamika Obat, 177 – 197, ITB, Bandung. Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi ke-5, 205, Penerbit Institut Teknologi
Bandung, Bandung. Mynott, T., Ladhams, A., Scarmato, P., dan Engwerda, C., 1999, Bromelain from
Pineapple Stems, Proteolytically Blocks Activation of Extracellular Regulated kinase-2 in T-cells, J. Immunol., 16(3), 2568–2575.
89
Nandave, M.D., Ojha, S.K., and Arya, D.S., 2006, Should Selective Inhibitors be Used More?, Indian J. Pharmacol., 68(3), 281-285.
Putra, D.K., 2003, Efek Analgesik Air Perasan Umbi Wortel ( Daucus carota L.) pada
Mencit Putih Betina ( kajian terhadap lama masa pemberian), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Price, S.A. and Wilson, L.N., 1992, Patophysiology, dierjemahkan oleh Peter
Anugerah, Edisi 4, Buku I, hal 36-57, EGC, Jakarta. Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th ed .,
231-237, 244-250, 562-567, Churchill Livingstone, London. Robbins, S.L., dan Kumar V.N., 1995, Pathophysiology, diterjemahkan oleh Peter
Anugerah, Patofisiologi, Edisi 4, Buku I, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Sander, M.A., 2003, Atlas Patologi Anatomi, hal 12, UMM Press, Malang. Stewart, J.M., 1993, The Kinin System in Inflammation, Proteases, Protease
Inhibitors and Protease-Derived Peptides: Importance in Human Pathophysiology and Therapeutics, Birkhauser Verlag, Basel., 145-157.
Suleyman, H., Demircan, B., Karagoz, Y., Oztasan, N., and Suleyman, B., 2004,
Anti-Inflammatory Effects of Selective COX-2 Inhibitors, Pol. J. Pharmacol., 56, 775-780
Thakare, M., and Singh,m K.K., 2006, Preparation and Evaluation of Diclofenac
sodium Controlled Release Tablets Using Spray-drying Technology in Aqueous System, Indian J.Pharmacol., 68(4), 530-532.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, 202 – 302, Edisi V, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta. Turner, R.A., 1965, Screening Method in Pharmacology, 100-107, Academic Press,
New York Underwood, J.C.E., 1996, General and Systematic Pathology, diterjemahkan oleh
Sarjadi, Edisi 2, Volume 1, hal. 232-234, Penerbit EGC, Jakarta. Van Steenis, C.G.G.J., 1992, Flora untuk Sekolah di Indonesia, Pradnya Paramita,
Jakarta.
90
Vellini, M., Desideri, D., Milanese, A.,Omini, C., Daffonchio, L., Hernandez, A., and Brunelli, G., 1986, Possible involvement of eicosanoids in pharmacological action of bromelain, Arzneim-Forch/Drug Res, 36, 110-112
Vogel, H.G., 2002, Drug Discovery & Evaluation : Pharmacological Assays, 2nd
Edition, p 669-691, 725, 751-761, Springer, New York. Wiandini, I.G.A., 2005, Daya Analgesik Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota L.)
dan Tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) pada Mencit Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Widiyastuti, S., 2008, Aktivitas Antiinflamasi Senyawa 2,5-Bis-(4’-Metoksi-
Benzilidin)-Siklopentanon pada Mencit Betina Galur Swiss dengan Metode Langford Termodifikasi, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Wibowo, S. dan Gofir, A., 2001, Farmakoterapi dalam Neurologi, Edisi I, 113-115,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Wilmana, P.F., 1995, Analgesik Anti-inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam
Ganiswara, S.G.(Editor), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, hal 207-223, Bagian Farmakologi- Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Yeole, P.G., Galgatte, U.C., Babla, I.B., and Nakhtat, P.D., 2006, Design and
Evaluation of Xanthan gum-based Sustained Release Matrix Tablet of Diclofenac sodium, Indian J.Pharmacol., 68(2), 185-189.
91
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Buah Nanas
Lampiran 2. Foto Jus Buah Nanas
92
Lampiran 3. Foto geliat mencit yang memenuhi syarat
93
Lampiran 4. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat dan selang waktu pemberian berserta hasil analisis statistiknya
Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat dan hasil analisis statistiknya
Menit Dosis 25 mg/kgBB
Dosis 50 mg/kgBB
Dosis 75 mg/kgBB
Dosis 100 mg/kgBB
A B C A B C A B C A B C 5 0 0 2 0 0 0 0 1 0 2 1 1 10 0 2 7 1 10 3 9 14 9 7 14 17 15 6 5 5 7 8 8 11 13 12 18 12 15 20 11 9 7 8 4 6 12 11 11 9 10 4 25 2 6 2 9 5 5 8 7 6 11 5 5 30 1 1 1 2 7 7 4 4 4 2 5 8 35 2 2 2 1 1 2 2 2 2 8 7 9 40 1 2 0 2 1 1 1 2 0 4 4 4 45 0 0 2 2 1 0 1 0 2 4 3 5 50 1 1 0 2 1 2 1 0 1 5 5 4 55 0 0 0 0 0 0 1 0 1 5 4 4 60 0 0 0 0 0 1 0 0 0 4 2 1 ∑ 24 28 26 34 38 35 50 54 48 79 72 77
NPar Tests Descriptive Statistics
12 47.083333 19.8469523 24.0000 79.0000geliatN Mean Std. Deviation Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
1247.083333
19.84695.176.176
-.145.611.849
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
geliat
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
OnewayDescriptives
geliat
3 26.000000 2.0000000 1.1547005 21.031725 30.968275 24.0000 28.00003 35.666667 2.0816660 1.2018504 30.495522 40.837812 34.0000 38.00003 50.666667 3.0550505 1.7638342 43.077501 58.255833 48.0000 54.00003 76.000000 3.6055513 2.0816660 67.043314 84.956686 72.0000 79.0000
12 47.083333 19.8469523 5.7293216 34.473181 59.693485 24.0000 79.0000
dosis asetat 25dosis asetat 50dosis asetat 75dosis asetat 100Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
94
ANOVA
geliat
4271.583 3 1423.861 185.721 .00061.333 8 7.667
4332.917 11
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: geliatScheffe
-9.6666667* 2.2607767 .018 -17.562748 -1.770585-24.666667* 2.2607767 .000 -32.562748 -16.770585-50.000000* 2.2607767 .000 -57.896081 -42.1039199.6666667* 2.2607767 .018 1.770585 17.562748
-15.000000* 2.2607767 .001 -22.896081 -7.103919-40.333333* 2.2607767 .000 -48.229415 -32.43725224.6666667* 2.2607767 .000 16.770585 32.56274815.0000000* 2.2607767 .001 7.103919 22.896081-25.333333* 2.2607767 .000 -33.229415 -17.43725250.0000000* 2.2607767 .000 42.103919 57.89608140.3333333* 2.2607767 .000 32.437252 48.22941525.3333333* 2.2607767 .000 17.437252 33.229415
(J) dos isdosis asetat 50dosis asetat 75dosis asetat 100dosis asetat 25dosis asetat 75dosis asetat 100dosis asetat 25dosis asetat 50dosis asetat 100dosis asetat 25dosis asetat 50dosis asetat 75
(I) dos isdosis asetat 25
dosis asetat 50
dosis asetat 75
dosis asetat 100
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets geliat
Scheffea
3 26.0000003 35.6666673 50.6666673 76.000000
1.000 1.000 1.000 1.000
dosisdosis asetat 25dosis asetat 50dosis asetat 75dosis asetat 100Sig.
N 1 2 3 4Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
95
Data jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian dan hasil analisis statistiknya
Menit Waktu pemberian 5 menit
Waktu pemberian 10 menit
Waktu pemberian 15 menit
A B C A B C A B C 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 2 0 0 1 4 4 8 15 2 2 4 0 2 0 5 7 3 20 3 3 4 2 7 2 8 5 1 25 1 4 3 6 4 5 6 3 9 30 4 1 2 5 4 4 2 4 4 35 0 1 0 3 3 2 3 2 4 40 2 0 1 4 3 5 2 3 2 45 3 3 0 3 3 3 3 1 2 50 2 1 0 2 3 1 3 3 1 55 1 0 0 4 3 2 1 2 2 60 0 0 0 0 3 3 1 0 0 ∑ 18 15 16 29 32 28 38 34 36
NPar Tests Descriptive Statistics
9 27.333333 8.8459030 15.0000 38.0000geliatN Mean Std. Deviation Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
927.3333338.8459030
.197
.188-.197.590.877
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
geliat
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Oneway Descriptives
geliat
3 16.333333 1.5275252 .8819171 12.538750 20.127916 15.0000 18.00003 29.666667 2.0816660 1.2018504 24.495522 34.837812 28.0000 32.00003 36.000000 2.0000000 1.1547005 31.031725 40.968275 34.0000 38.00009 27.333333 8.8459030 2.9486343 20.533770 34.132896 15.0000 38.0000
5'10'15'Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
96
ANOVA
geliat
604.667 2 302.333 85.031 .00021.333 6 3.556
626.000 8
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: geliatScheffe
-13.333333* 1.5396007 .000 -18.271230 -8.395436-19.666667* 1.5396007 .000 -24.604564 -14.72877013.3333333* 1.5396007 .000 8.395436 18.271230-6.3333333* 1.5396007 .018 -11.271230 -1.39543619.6666667* 1.5396007 .000 14.728770 24.604564
6.3333333* 1.5396007 .018 1.395436 11.271230
(J) waktu10'15'5'15'5'10'
(I) waktu5'
10'
15'
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets geliat
Scheffea
3 16.3333333 29.6666673 36.000000
1.000 1.000 1.000
waktu5'10'15'Sig.
N 1 2 3Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
97
Lampiran 5. Data jumlah geliat pada penetapan dosis parasetamol dan hasil analisis statistiknya
Menit Dosis 68,26 mg/kgBB
Dosis 91 mg/kgBB
Dosis 113,75 mg/kgBB
A B C A B C A B C 5 0 0 1 0 0 0 0 0 0 10 6 5 9 0 1 1 3 0 0 15 4 3 3 3 1 2 3 3 3 20 0 0 2 3 2 1 2 2 2 25 1 2 3 1 1 1 0 0 1 30 3 4 0 0 1 0 0 0 1 35 0 0 0 2 1 1 1 1 0 40 1 0 0 0 0 0 0 1 0 45 0 2 0 1 0 1 2 1 0 50 0 0 0 2 2 2 0 2 0 55 0 0 0 0 0 1 1 1 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ∑ 15 16 18 11 9 7 12 11 7
NPar Tests Descriptive Statistics
9 11.777778 3.8980052 7.0000 18.0000GeliatN Mean Std. Deviat ion Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
911.7777783.8980052
.144
.144-.129.432.992
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Geliat
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Oneway Descriptives
Geliat
3 16.333333 1.5275252 .8819171 12.538750 20.127916 15.0000 18.00003 9.000000 2.0000000 1.1547005 4.031725 13.968275 7.0000 11.00003 10.000000 2.6457513 1.5275252 3.427589 16.572411 7.0000 12.00009 11.777778 3.8980052 1.2993351 8.781506 14.774050 7.0000 18.0000
dosis 68,75 mg/kgBBdosis 91 mg/kgBBdosis 113,75 mg/kgBBTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
98
ANOVA
Geliat
94.889 2 47.444 10.675 .01126.667 6 4.444
121.556 8
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: GeliatScheffe
7.3333333* 1.7213259 .015 1.812596 12.8540706.3333333* 1.7213259 .029 .812596 11.854070
-7.3333333* 1.7213259 .015 -12.854070 -1.812596-1.0000000 1.7213259 .849 -6.520737 4.520737-6.3333333* 1.7213259 .029 -11.854070 -.8125961.0000000 1.7213259 .849 -4.520737 6.520737
(J) Dos isdosis 91 mg/kgBBdosis 113,75 mg/kgBBdosis 68,75 mg/kgBBdosis 113,75 mg/kgBBdosis 68,75 mg/kgBBdosis 91 mg/kgBB
(I) Dos isdosis 68,75 mg/kgBB
dosis 91 mg/kgBB
dosis 113,75 mg/kgBB
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets
Geliat
Scheffea
3 9.0000003 10.0000003 16.333333
.849 1.000
Dosisdosis 91 mg/kgBBdosis 113,75 mg/kgBBdosis 68,75 mg/kgBBSig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
99
Lampiran 6. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi karagenin 1% pada rentang waktu tertentu dan hasil analisis
statistiknya
Mencit Bobot udema kaki mencit (gram) pada rentang waktu (jam) setelah diinjeksi karagenin 1% subplantar
Waktu pemotongan 1
jam
Waktu pemotongan 2
jam
Waktu pemotongan 3
jam
Waktu pemotongan 4
jam
1. Kaki Kiri 329,0 312,5 359,0 288,9
Kaki Kanan 206,0 193,8 204,7 168,7
Udema (mg) 123,0 118,7 154,3 120,2
2. Kaki Kiri 324,2 306,0 380,2 275,1
Kaki Kanan 199,4 186,8 224,7 168,8
Udema (mg) 124,8 119,2 155,5 106,3
3. Kaki Kiri 323,0 289,6 334,7 291,6
Kaki Kanan 200,2 189,2 184,9 180,2
Udema (mg) 122,8 100,4 149,8 111,4
Mean udema (mg) + SE
123,5 + 0,6 112,8 + 6,2 153,2 + 1,7 112,6 + 4,1
NPar Tests Descriptive Statistics
12 .125533 .0182045 .1004 .1555udemN Mean Std. Deviat ion Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
12.125533
.0182045.266.266
-.159.922.363
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
udem
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
100
Oneway
Descriptives
udem
3 .123533 .0011015 .0006360 .120797 .126270 .1228 .12483 .112767 .0107128 .0061850 .086155 .139379 .1004 .11923 .153200 .0030050 .0017349 .145735 .160665 .1498 .15553 .112633 .0070316 .0040597 .095166 .130101 .1063 .1202
12 .125533 .0182045 .0052552 .113967 .137100 .1004 .1555
1 jam2 jam3 jam4 jamTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
udem
.003 3 .001 25.196 .000
.000 8 .000
.004 11
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: udemScheffe
.0107667 .0053921 .331 -.008066 .029599-.0296667* .0053921 .004 -.048499 -.010834.0109000 .0053921 .322 -.007933 .029733
-.0107667 .0053921 .331 -.029599 .008066-.0404333* .0053921 .001 -.059266 -.021601.0001333 .0053921 1.000 -.018699 .018966.0296667* .0053921 .004 .010834 .048499.0404333* .0053921 .001 .021601 .059266.0405667* .0053921 .001 .021734 .059399
-.0109000 .0053921 .322 -.029733 .007933-.0001333 .0053921 1.000 -.018966 .018699-.0405667* .0053921 .001 -.059399 -.021734
(J) waktu2 jam3 jam4 jam1 jam3 jam4 jam1 jam2 jam4 jam1 jam2 jam3 jam
(I) waktu1 jam
2 jam
3 jam
4 jam
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets udem
Scheffea
3 .1126333 .1127673 .1235333 .153200
.322 1.000
waktu4 jam2 jam1 jam3 jamSig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
101
Lampiran 7. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan waktu pemberian diklofenak dan hasil analisis statistiknya
Mencit
Bobot udema kaki mencit (gram) pada rentang waktu (menit) setelah diberikan diklofenak 4,48 mg/kgBB
Waktu pemberian 15
menit
Waktu pemberian 30
menit
Waktu pemberian 45
menit
Waktu pemberian 60
menit
1. Kaki Kiri 251,7 242,7 246,4 253,8
Kaki Kanan 199,6 164,8 174,2 187,7
Udema (mg) 52,1 77,9 72,2 66,1
2. Kaki Kiri 259,2 218,5 235,7 250,7
Kaki Kanan 195,8 144,0 167,9 183,7
Udema (mg) 63,4 74,5 67,8 67,0
3. Kaki Kiri 253,7 249,7 254,9 228,9
Kaki Kanan 199,7 175,0 184,2 157,1
Udema (mg) 54,0 74,7 70,7 71,8
Mean udema (mg) + SE
56,5 + 3,5 75,7 + 1,1 70,2 + 1,3 67,7 + 1,8
NPar Tests Descriptive Statistics
12 .067683 .0079655 .0521 .0779udemN Mean Std. Deviat ion Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
12.067683
.0079655.171.124
-.171.593.873
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
udem
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
102
Oneway Descriptives
udem
3 .056500 .0060506 .0034933 .041469 .071531 .0521 .06343 .075700 .0019079 .0011015 .070961 .080439 .0745 .07793 .070233 .0022368 .0012914 .064677 .075790 .0678 .07223 .068300 .0030643 .0017692 .060688 .075912 .0661 .0718
12 .067683 .0079655 .0022994 .062622 .072744 .0521 .0779
15'30'45'60'Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
udem
.001 3 .000 14.363 .001
.000 8 .000
.001 11
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: udemScheffe
-.0192000* .0030178 .002 -.029740 -.008660-.0137333* .0030178 .013 -.024273 -.003193-.0118000* .0030178 .029 -.022340 -.001260.0192000* .0030178 .002 .008660 .029740.0054667 .0030178 .406 -.005073 .016007.0074000 .0030178 .192 -.003140 .017940.0137333* .0030178 .013 .003193 .024273
-.0054667 .0030178 .406 -.016007 .005073.0019333 .0030178 .935 -.008607 .012473.0118000* .0030178 .029 .001260 .022340
-.0074000 .0030178 .192 -.017940 .003140-.0019333 .0030178 .935 -.012473 .008607
(J) waktu30'45'60'15'45'60'15'30'60'15'30'45'
(I) waktu15'
30'
45'
60'
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets
udem
Scheffea
3 .0565003 .0683003 .0702333 .075700
1.000 .192
waktu15'60'45'30'Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
103
Lampiran 8. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan dosis diklofenak dan hasil analisis statistiknya
Mencit Bobot udema kaki mencit (gram) pada pemberian diklofenak 3 peringkat dosis
Dosis 3,36 mg/kgBB Dosis 4,48 mg/kgBB Dosis 5,6 mg/kgBB
1. Kaki Kiri 268,4 258,6 265,7
Kaki Kanan 192,8 199,6 194,4
Udema (mg) 75,6 59,0 71,3
2. Kaki Kiri 277,2 252,8 252,4
Kaki Kanan 195,6 195,8 184,2
Udema (mg) 81,6 57,0 68,2
3. Kaki Kiri 258,6 261,5 268,7
Kaki Kanan 185,0 199,7 199,7
Udema (mg) 73,6 61,8 69,0
Mean udema (mg) + SE
76,9 + 4,2 59,3 + 2,4 69,5 + 1,6
NPar Tests
Descriptive Statistics
9 .068567 .0080898 .0570 .0816GeliatN Mean Std. Deviat ion Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
9.068567
.0080898.149.132
-.149.446.989
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Geliat
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
104
Oneway
Descriptives
Geliat
3 .076933 .0041633 .0024037 .066591 .087276 .0736 .08163 .059267 .0024111 .0013920 .053277 .065256 .0570 .06183 .069500 .0016093 .0009292 .065502 .073498 .0682 .07139 .068567 .0080898 .0026966 .062348 .074785 .0570 .0816
dosis 3,36 mg/kgBBdosis 4,48 mg/kgBBdosis 5,6 mg/kgBBTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
Geliat
.000 2 .000 27.514 .001
.000 6 .000
.001 8
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: GeliatScheffe
.0176667* .0023915 .001 .009997 .025337
.0074333 .0023915 .056 -.000237 .015103-.0176667* .0023915 .001 -.025337 -.009997-.0102333* .0023915 .015 -.017903 -.002563-.0074333 .0023915 .056 -.015103 .000237.0102333* .0023915 .015 .002563 .017903
(J) Dos isdosis 4,48 mg/kgBBdosis 5,6 mg/kgBBdosis 3,36 mg/kgBBdosis 5,6 mg/kgBBdosis 3,36 mg/kgBBdosis 4,48 mg/kgBB
(I) Dos isdosis 3,36 mg/kgBB
dosis 4,48 mg/kgBB
dosis 5,6 mg/kgBB
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets Geliat
Scheffea
3 .0592673 .0695003 .076933
1.000 .056
Dosisdosis 4,48 mg/kgBBdosis 5,6 mg/kgBBdosis 3,36 mg/kgBBSig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
105
Lampiran 9. Data jumlah geliat pada uji efek analgesik berserta hasil analisis statistiknya
Menit JBN dosis 1.875 g/kg BB JBN dosis 3.75 g/kg BB JBN dosis 7.5 g/kgBB kontrol negatif kontrol positif 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
5 1 1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 10 4 5 4 6 4 3 4 3 4 3 3 5 4 3 3 7 5 2 3 2 2 4 2 4 2 15 3 3 1 4 3 3 2 1 3 2 2 2 2 3 2 2 2 4 4 4 2 3 2 2 2 20 1 2 2 3 2 2 1 1 2 2 3 2 2 2 2 5 3 2 3 3 2 0 1 1 3 25 2 2 3 2 2 0 1 0 2 1 3 1 1 1 2 3 4 3 5 5 0 1 1 0 0 30 1 1 3 2 1 0 1 2 1 1 2 3 1 1 1 3 3 3 3 4 0 1 0 1 1 35 2 2 4 2 2 0 0 1 1 1 0 2 1 2 2 2 2 2 2 3 1 1 1 0 0 40 2 0 2 1 2 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 3 2 3 3 2 0 1 0 1 0 45 1 1 1 2 3 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 2 3 4 3 4 0 0 1 0 1 50 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 2 1 0 0 1 0 0 0 0 55 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 2 0 2 0 1 0 0 0 60 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 2 2 1 2 0 0 0 0 1
Total 20 19 23 24 21 10 11 13 14 12 15 16 13 16 14 30 29 28 27 32 8 12 8 9 10
106
NPar Tests Descriptive Statistics
25 17.3600 7.46034 8.00 32.00GeliatN Mean Std. Deviat ion Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
2517.36007.46034
.172
.172-.105.862.448
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Geliat
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Oneway Descriptives
Geliat
5 21.4000 2.07364 .92736 18.8252 23.9748 19.00 24.005 12.0000 1.58114 .70711 10.0368 13.9632 10.00 14.005 14.8000 1.30384 .58310 13.1811 16.4189 13.00 16.00
5 9.4000 1.67332 .74833 7.3223 11.4777 8.00 12.00
5 29.2000 1.92354 .86023 26.8116 31.5884 27.00 32.0025 17.3600 7.46034 1.49207 14.2805 20.4395 8.00 32.00
dosis 1,875 g/kgBBdosis 3,75 g/kgBBdosis 7,5 g/kgBBkontrol pos itif(parasetamol)kontrol negatif (aquadest)Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
Geliat
1275.760 4 318.940 106.313 .00060.000 20 3.000
1335.760 24
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
107
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: GeliatScheffe
9.40000* 1.09545 .000 5.6909 13.10916.60000* 1.09545 .000 2.8909 10.3091
12.00000* 1.09545 .000 8.2909 15.7091
-7.80000* 1.09545 .000 -11.5091 -4.0909-9.40000* 1.09545 .000 -13.1091 -5.6909-2.80000 1.09545 .205 -6.5091 .9091
2.60000 1.09545 .267 -1.1091 6.3091
-17.20000* 1.09545 .000 -20.9091 -13.4909-6.60000* 1.09545 .000 -10.3091 -2.89092.80000 1.09545 .205 -.9091 6.5091
5.40000* 1.09545 .002 1.6909 9.1091
-14.40000* 1.09545 .000 -18.1091 -10.6909-12.00000* 1.09545 .000 -15.7091 -8.2909
-2.60000 1.09545 .267 -6.3091 1.1091-5.40000* 1.09545 .002 -9.1091 -1.6909
-19.80000* 1.09545 .000 -23.5091 -16.0909
7.80000* 1.09545 .000 4.0909 11.509117.20000* 1.09545 .000 13.4909 20.909114.40000* 1.09545 .000 10.6909 18.1091
19.80000* 1.09545 .000 16.0909 23.5091
(J) Dos isdosis 3,75 g/kgBBdosis 7,5 g/kgBBkontrol pos itif(parasetamol)kontrol negatif (aquadest)dosis 1,875 g/kgBBdosis 7,5 g/kgBBkontrol pos itif(parasetamol)kontrol negatif (aquadest)dosis 1,875 g/kgBBdosis 3,75 g/kgBBkontrol pos itif(parasetamol)kontrol negatif (aquadest)dosis 1,875 g/kgBBdosis 3,75 g/kgBBdosis 7,5 g/kgBBkontrol negatif (aquadest)
dosis 1,875 g/kgBBdosis 3,75 g/kgBBdosis 7,5 g/kgBBkontrol pos itif(parasetamol)
(I) Dos isdosis 1,875 g/kgBB
dosis 3,75 g/kgBB
dosis 7,5 g/kgBB
kontrol pos itif(parasetamol)
kontrol negatif (aquadest)
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets Geliat
Scheffea
5 9.4000
5 12.0000 12.00005 14.80005 21.40005 29.2000
.267 .205 1.000 1.000
Dosiskontrol pos itif(parasetamol)dosis 3,75 g/kgBBdosis 7,5 g/kgBBdosis 1,875 g/kgBBkontrol negatif (aquadest)Sig.
N 1 2 3 4Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.a.
108
Lampiran 10. Data persen proteksi geliat pada uji efek analgesik berserta hasil analisis statistiknya
Perlakuan 1 2 3 4 5 rata2 JBN 1.875 g 31,51 38,36 21,23 17,81 28,08 27,39 JBN 3.75 g 65,75 62,33 55,48 52,05 58,90 58,90 JBN 7.5 g 48,63 45,21 55,48 45,21 48,63 48,63 kontrol negatif -2,74 0,68 4,11 7,53 -9,59 0,00 kontrol positif 72,60 58,90 72,60 69,18 65,75 67,81
NPar Tests
Descriptive Statistics
25 40.547200 25.4724378 -9.5900 72.6000PersenN Mean Std. Deviat ion Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
2540.547200
25.47244.173.104
-.173.863.446
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Persen
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Oneway Descriptives
Persen
5 -.002000 6.5865598 2.9455991 -8.180294 8.176294 -9.5900 7.53005 67.806000 5.7314204 2.5631691 60.689502 74.922498 58.9000 72.60005 27.398000 8.1779135 3.6572741 17.243779 37.552221 17.8100 38.36005 58.902000 5.4154012 2.4218410 52.177891 65.626109 52.0500 65.75005 48.632000 4.1927103 1.8750371 43.426063 53.837937 45.2100 55.4800
25 40.547200 25.4724378 5.0944876 30.032694 51.061706 -9.5900 72.6000
kontrol negatifkontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
Persen
14812.220 4 3703.055 97.441 .000760.062 20 38.003
15572.282 24
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
109
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: PersenScheffe
-67.808000* 3.8988779 .000 -81.009215 -54.606785-27.400000* 3.8988779 .000 -40.601215 -14.198785-58.904000* 3.8988779 .000 -72.105215 -45.702785-48.634000* 3.8988779 .000 -61.835215 -35.43278567.8080000* 3.8988779 .000 54.606785 81.00921540.4080000* 3.8988779 .000 27.206785 53.609215
8.9040000 3.8988779 .302 -4.297215 22.10521519.1740000* 3.8988779 .002 5.972785 32.37521527.4000000* 3.8988779 .000 14.198785 40.601215-40.408000* 3.8988779 .000 -53.609215 -27.206785-31.504000* 3.8988779 .000 -44.705215 -18.302785-21.234000* 3.8988779 .001 -34.435215 -8.03278558.9040000* 3.8988779 .000 45.702785 72.105215-8.9040000 3.8988779 .302 -22.105215 4.29721531.5040000* 3.8988779 .000 18.302785 44.70521510.2700000 3.8988779 .182 -2.931215 23.47121548.6340000* 3.8988779 .000 35.432785 61.835215-19.174000* 3.8988779 .002 -32.375215 -5.97278521.2340000* 3.8988779 .001 8.032785 34.435215-10.270000 3.8988779 .182 -23.471215 2.931215
(J) Perlakuankontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifkontrol pos itifDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifkontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifkontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBB
(I) Perlakuankontrol negatif
kontrol pos itif
Dosis 1,875 g/kgBB
Dosis 3,75 g/kgBB
Dosis 7,5 g/kgBB
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets Persen
Scheffea
5 -.0020005 27.3980005 48.6320005 58.902000 58.9020005 67.806000
1.000 1.000 .182 .302
Perlakuankontrol negatifDosis 1,875 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBBkontrol pos itifSig.
N 1 2 3 4Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.a.
110
Lampiran 11. Data perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif pada uji efek analgesik
Perlakuan 1 2 3 4 5 rata2 JBN 1.875 g 53,53535 48,48485 68,68687 73,73737 58,58586 60,61 JBN 3.75 g 3,030303 8,080808 18,18182 23,23232 13,13131 13,13 JBN 7.5 g 28,28283 33,33333 18,18182 33,33333 23,23232 27,27 kontrol negatif 104,0404 98,9899 93,93939 88,88889 114,1414 100,00 kontrol positif -7,07071 13,13131 -7,07071 -2,0202 3,030303 0,00
NPar Tests Descriptive Statistics
25 40.202020 37.6784827 -7.0707 114.1414Perubahan_proteksiN Mean Std. Deviation Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
2540.202020
37.6784827.172.172
-.105.862.448
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Perubahan_proteks i
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Oneway Descriptives
Perubahan_proteksi
5 100.0000 9.7148404 4.3446087 87.937432 112.062568 88.8889 114.14145 .000000 8.4511114 3.7794519 -10.493441 10.493441 -7.0707 13.13135 60.606061 10.4729502 4.6836457 47.602175 73.609946 48.4848 73.73745 13.131313 7.9855496 3.5712464 3.215944 23.046683 3.0303 23.23235 27.272727 6.5850529 2.9449252 19.096304 35.449150 18.1818 33.3333
25 40.202020 37.6784827 7.5356965 24.649107 55.754933 -7.0707 114.1414
kontrol negatifkontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
Perubahan_proteks i
32541.577 4 8135.394 106.313 .0001530.456 20 76.523
34072.033 24
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
111
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Dependent Variable: Perubahan_proteksiScheffe
100.00000* 5.5325511 .000 81.267330 118.73267039.3939394* 5.5325511 .000 20.661269 58.12661086.8686869* 5.5325511 .000 68.136017 105.60135772.7272727* 5.5325511 .000 53.994602 91.459943-100.00000* 5.5325511 .000 -118.732670 -81.267330-60.606061* 5.5325511 .000 -79.338731 -41.873390-13.131313 5.5325511 .267 -31.863983 5.601357-27.272727* 5.5325511 .002 -46.005398 -8.540057-39.393939* 5.5325511 .000 -58.126610 -20.66126960.6060606* 5.5325511 .000 41.873390 79.33873147.4747475* 5.5325511 .000 28.742077 66.20741833.3333333* 5.5325511 .000 14.600663 52.066004-86.868687* 5.5325511 .000 -105.601357 -68.13601713.1313131 5.5325511 .267 -5.601357 31.863983-47.474747* 5.5325511 .000 -66.207418 -28.742077-14.141414 5.5325511 .205 -32.874084 4.591256-72.727273* 5.5325511 .000 -91.459943 -53.99460227.2727273* 5.5325511 .002 8.540057 46.005398-33.333333* 5.5325511 .000 -52.066004 -14.60066314.1414141 5.5325511 .205 -4.591256 32.874084
(J) Perlakuankontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifkontrol pos itifDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifkontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBkontrol negatifkontrol pos itifDosis 1,875 g/kgBBDosis 3,75 g/kgBB
(I) Perlakuankontrol negatif
kontrol pos itif
Dosis 1,875 g/kgBB
Dosis 3,75 g/kgBB
Dosis 7,5 g/kgBB
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
Homogeneous Subsets Perubahan_proteksi
Scheffea
5 .0000005 13.131313 13.1313135 27.2727275 60.6060615 100.0000
.267 .205 1.000 1.000
Perlakuankontrol pos itifDosis 3,75 g/kgBBDosis 7,5 g/kgBBDosis 1,875 g/kgBBkontrol negatifSig.
N 1 2 3 4Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.a.
112
Lampiran 12. Data bobot udema kaki mencit hasil uji efek antiinflamasi dan hasil analisis statistiknya
Perlakuan replikasi kaki kiri (mg) kaki kanan (mg) Udema (mg)
JBN 1,875
1 273,6 189,3 84,3 2 284,6 205,4 79,2 3 291,5 218,5 73,0 4 275,6 194,6 81,0 5 293,1 209,5 83,6
Mean udema (g) + SE 77,4 + 2,5
JBN 3,75
1 264,5 198,2 66,3 2 271,6 206,7 64,9 3 261,5 186,4 75,1 4 278,6 215,6 63,0 5 264,5 194,9 69,6
Mean udema (g) + SE 67,8 + 2,1
JBN 7,5
1 251,3 185,4 65,9 2 235,1 164,5 70,6 3 263,4 195,2 68,2 4 251,5 175,6 75,9 5 278,8 207,3 71,5
Mean udema (g) + SE 70,4 + 1,7
Kontrol positif
1 262,0 193,8 68,2 2 288,3 219,5 68,2 3 273,5 203,5 70,0 4 283,5 216,7 66,8 5 289,2 218,8 70,4
Mean udema (g) + SE 68,4 + 0,5
Kontrol negatif
1 322,5 171,8 150,7 2 324,6 173,5 151,1 3 339,8 186,5 153,3 4 308,6 162,2 146,4 5 314,9 166,4 148,5
Mean udema (g) + SE 150,0 + 1,2
Kontrol karagenin
1 359,0 201,3 157,7 2 380,2 219,5 160,7 3 334,7 180,9 153,8 4 365,9 212,5 153,4 5 331,6 172,4 159,2
Mean udema (g) + SE 156,9 + 1,4
113
NPar Tests
Descriptive Statistics
30 .098500 .0398718 .0630 .1607UdemN Mean Std. Deviat ion Minimum Maximum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
30.098500
.0398718.312.312
-.2191.711
.006
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Udem
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Oneway Descriptives
Udem
5 .156960 .0032485 .0014528 .152926 .160994 .1534 .16075 .150000 .0026363 .0011790 .146727 .153273 .1464 .15335 .068400 .0011576 .0005177 .066963 .069837 .0668 .0700
5 .077440 .0055451 .0024798 .070555 .084325 .0704 .0836
5 .067780 .0047494 .0021240 .061883 .073677 .0630 .0751
5 .070420 .0037612 .0016821 .065750 .075090 .0659 .0759
30 .098500 .0398718 .0072796 .083612 .113388 .0630 .1607
kontrol karageninkontrol aquadeskontrol diklofenakjus buah nanas1,875 g/kgBBjus buah nanas3,75 g/kgBBjus buah nanas7,5 g/kgBBTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
Udem
.046 5 .009 636.298 .000
.000 24 .000
.046 29
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
114
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: UdemScheffe
.0069600 .0023985 .177 -.001722 .015642
.0885600* .0023985 .000 .079878 .097242
.0795200* .0023985 .000 .070838 .088202
.0891800* .0023985 .000 .080498 .097862
.0865400* .0023985 .000 .077858 .095222
-.0069600 .0023985 .177 -.015642 .001722.0816000* .0023985 .000 .072918 .090282
.0725600* .0023985 .000 .063878 .081242
.0822200* .0023985 .000 .073538 .090902
.0795800* .0023985 .000 .070898 .088262
-.0885600* .0023985 .000 -.097242 -.079878-.0816000* .0023985 .000 -.090282 -.072918
-.0090400* .0023985 .037 -.017722 -.000358
.0006200 .0023985 1.000 -.008062 .009302
-.0020200 .0023985 .981 -.010702 .006662
-.0795200* .0023985 .000 -.088202 -.070838-.0725600* .0023985 .000 -.081242 -.063878.0090400* .0023985 .037 .000358 .017722
.0096600* .0023985 .022 .000978 .018342
.0070200 .0023985 .170 -.001662 .015702
-.0891800* .0023985 .000 -.097862 -.080498-.0822200* .0023985 .000 -.090902 -.073538-.0006200 .0023985 1.000 -.009302 .008062
-.0096600* .0023985 .022 -.018342 -.000978
-.0026400 .0023985 .940 -.011322 .006042
-.0865400* .0023985 .000 -.095222 -.077858-.0795800* .0023985 .000 -.088262 -.070898.0020200 .0023985 .981 -.006662 .010702
-.0070200 .0023985 .170 -.015702 .001662
.0026400 .0023985 .940 -.006042 .011322
(J) Perlakuankontrol aquadeskontrol dik lofenakjus buah nanas1,875 g/kgBBjus buah nanas3,75 g/kgBBjus buah nanas7,5 g/kgBBkontrol karageninkontrol dik lofenakjus buah nanas1,875 g/kgBBjus buah nanas3,75 g/kgBBjus buah nanas7,5 g/kgBBkontrol karageninkontrol aquadesjus buah nanas1,875 g/kgBBjus buah nanas3,75 g/kgBBjus buah nanas7,5 g/kgBBkontrol karageninkontrol aquadeskontrol dik lofenakjus buah nanas3,75 g/kgBBjus buah nanas7,5 g/kgBBkontrol karageninkontrol aquadeskontrol dik lofenakjus buah nanas1,875 g/kgBBjus buah nanas7,5 g/kgBBkontrol karageninkontrol aquadeskontrol dik lofenakjus buah nanas1,875 g/kgBBjus buah nanas3,75 g/kgBB
(I) Perlakuankontrol karagenin
kontrol aquades
kontrol dik lofenak
jus buah nanas1,875 g/kgBB
jus buah nanas3,75 g/kgBB
jus buah nanas7,5 g/kgBB
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
115
Homogeneous Subsets
Udem
Scheffea
5 .067780
5 .068400
5 .070420 .070420
5 .077440
5 .1500005 .156960
.940 .170 .177
Perlakuanjus buah nanas3,75 g/kgBBkontrol diklofenakjus buah nanas7,5 g/kgBBjus buah nanas1,875 g/kgBBkontrol aquadeskontrol karageninSig.
N 1 2 3Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.a.
Lampiran 13. Tabel % daya antiinflamasi dan potensi relatif
Kelompok Uji % daya antiinflamasi
% potensi relatif daya antiinflamasi
Karagenin 1% - - Diklofenak* 56,14 100
Jus nanas dosis 1,875 g/kgBB 48,89 87,09 Jus nanas dosis 3,75 g/kgBB 56,82 101,20 Jus nanas dosis 7, 5 g/kgBB 55,13 98,21
Keterangan :
* = dosis 4,48 mg/kgBB
116
Lampiran 14. Contoh cara perhitungan % daya antiinflamasi dan potensi relatif
%
Contoh 1.
Rumus : daya antiinflamasi =
− %100x
UDU
Keterangan :
U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki
normal (kaki kanan)
D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal (kaki kanan)
Contoh perhitungan % daya antiinflamasi pada perlakuan jus buah nanas 3,75g/kgBB
% daya antiinflamasi = %1001569,0
0678,01569,0 x− = 56,82%
%100xDAdDAp
Contoh 2.
Rumus : % potensi relatif daya antiinflamasi =
Keterangan : DAp = % daya antiinflamasi kelompok perlakuan
DAd = % daya antiinflamasi larutan natrium diklofenak
Contoh perhitungan % potensi relatif daya antiinflamasi pada perlakuan jus buah nanas 3,75g/kgBB
% potensi relatif daya antiinflamasi = %10014,5682,56 x = 101,20 %
117
Lampiran 15. Perhitungan penetapan peringkat dosis jus buah nanas pada kelompok perlakuan
Dasar penetapan peringkat
• Bobot tertinggi mencit = 30 g
• Konsentrasi Jus buah nanas yang dapat disedot dan dikeluarkan lewat spuit peroral = 22,5 % atau 0,225 g/ml
• Pemberian cairan secara per oral maksimal 1ml
Dengan dasar tersebut maka ditetapkan dosis tertinggi jus buah nanas
V x C = BB x D
Volume Pemberian x Konsentrasi = Berat badan x Dosis
1 ml x 0,225 g/ml = 30gBB x Dosis
Dosis = 0,225 g/ 30 g = 0,0075 g/gBB = 7,5 g/kgBB (dosis tertinggi)
Untuk 2 peringkat dosis dibawahnya, dosis tertinggi ini dibagi 2 kemudian dibagi 2 lagi.
Sehingga diperoleh 3 peringkat dosis : 7,5 g/kgBB; 3,75 g/kgBB; 1,875 g/kgBB.
118
BIOGRAFI PENULIS
Penulis memiliki nama lengkap Ricky Hidayat dilahirkan di
Ponorogo pada 26 Februari 1989, merupakan anak pertama
dari dua bersaudara dalam keluarga Yohanes Hidayat dan
Ellysabeth. Penulis mengawali masa pendidikannya di TK
Sang Timur Yogyakarta (1992-1994). Menempuh
pendidikan Sekolah Dasar di SD Kanisius Gayam, (1994-
2000). Menempuh pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Pangudi
Luhur 1 Yogyakarta (2000-2003), kemudian melanjutkan pendidikan di SMA
BOPKRI 1 Yogyakarta (2003-2006). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2006-2010). Semasa menempuh kuliah
penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik dalam fakultas maupun di luar fakultas.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Farmakologi, Toksikologi, Patologi Klinik
(2009) Biofarmasetika, dan Perbekalan Steril (2010), mengikuti bakti sosial Dies
Natalis ke-54, Posyadu Lansia, PIMNAS 2009 dan aktif dalam kegiatan rohani.
top related