efek hepatoprotektor jus semangka merah (citrulus
Post on 15-Jan-2017
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEK HEPATOPROTEKTOR JUS SEMANGKA MERAH (Citrulus vulgaris)
TERHADAPKERUSAKAN SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
AKIBAT PAPARAN PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Hardito Puspo Yugo
G.0007080
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Efek Hepatoprotektor Jus Semangka Merah (Citrullus
vulgaris) Terhadap Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Akibat Paparan Parasetamol
Hardito Puspo Yugo, NIM/Semester : G.0007080/VII, Tahun: 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Selasa, Tanggal 14 Desember Tahun 2010
Pembimbing Utama Nama : S. B. Widjokongko, dr., M.Pd., PHK NIP : 19481231 197609 1001 ……………………… Pembimbing Pendamping Nama : Andri Iryawan, dr., M.S., Sp.And NIP : 19531123 198503 1 006 .……………………... Penguji Utama Nama : Muthmainah, dr., M.Kes. NIP : 19660702 199802 2001 ……………………… Anggota Penguji Nama : Novi Primadewi, dr., M.Kes.,Sp.THT NIP : 19751129 200812 2 002 ……………………… Surakarta, 22 Juli 2010 Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 2011
Hardito Puspo Yugo
G.0007080
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRAK Hardito Puspo Yugo, G.0007080, 2010. Efek Pemberian Jus Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Terhadap Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Akibat Paparan Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian jus semangka merah secara peroral dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar parasetamol, dan apakah dengan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design. Sampel berupa Tikus Putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Wistar berusia ± 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram. Sampel sebanyak 28 ekor tikus putih dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor tikus putih. Kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan 1 (P1), tikus putih diberi aquades selama 14 hari. Kelompok perlakuan 2 (P2), tikus putih diberi jus buah semangka merah dosis I selama 14 hari. Kelompok perlakuan 3 (P3), tikus putih diberi jus buah semangka dosis II selama 14 hari. Parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih diberikan pada kelompok P1, P2, dan P3 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, tikus putih dikorbankan kemudian hepar tikus putih dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Skor kerusakan hepar didapatkan dari hasil penjumlahan sel yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One-Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) (α = 0,05) Hasil Penelitian: Hasil analisis data secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai yang bermakna dari rata-rata skor kerusakan sel hepar antara K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3. Simpulan Penelitian: Pemberian jus semangka merah dapat mengurangi kerusakan histologis hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan histologis hepar tikus putih. Kata kunci: jus semangka merah, parasetamol, kerusakan histologis hepar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRACT
Hardito Puspo Yugo, G.0007080, 2010. The Hepatoprotector Effect of Watermelon Juice (Citrullus vulgaris) to Liver Histological Damage of Rats (Rattus norvegicus) Induced by Paracetamol. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective: The objectives of this research are to know the influence of watermelon juice to liver histological damage of rats which is induced by paracetamol and whether the increase of watermelon juice dose can also increase protection effect to the liver histological damage of rats which is induced by paracetamol.. Methods: This was laboratory experimental research with the post test only controlled group design. Samples were 28 male rats, wistar type, ± 3 months old age and + 200 gr of each weight. Samples were divided into 4 groups of 7 rats each. Rats for control group (K) and the first treatment group (P1) will be given aquades for 14 days in a row. The second treatment group (P2) will be given watermelon juice dose I for 14 days in a row. The third treatment group (P3) will be given watermelon juice dose II for 14 days in a row. Paracetamol will be given to P1, P2, and P3, with dose 291,6 mg/200 gr weight of rats on the day 12, 13, and 14. Finally on day 15th, rats are sacrificed with neck dislocation. After that, we made preparate from the liver that painted by Hematoxillin Eosin. Preparation was observed and the score of liver damage was gained by summing up the karyopyknosis, karyorrhexis, and karyolysis cells. The data was analized by One-Way ANOVA tes (α= 0,05) and continued by Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) test (α= 0,05). Results: Result of statistically data analysis showed that there was a significant difference of liver damage score between K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, and P2-P3. Conclusion: The feeding of watermelon juice can decrease the liver histological damage of rats induced by paracetamol and the increase of watermelon juice dose can also increase its protection effect to the liver histological damage of rats induced by paracetamol. Key words: mungbean sprout extract, paracetamol, liver histological damage.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Pemberian Jus Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Terhadap Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Akibat Paparan Parasetamol”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai Penguji Penguji Utama yang telah berkenan menguj.
3. S. Bambang Widjokongko, dr., MPd., PHK, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis.
4. Andri Iryawan, dr., M.S., SpAnd, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.
5. Novi Primadewi, dr, M.Kes., SpTHT, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan Staf Laboratorium Histologi dan Staf Bagian Skripsi FK UNS Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta beserta kakak yang telah memberikan doa dan dukungan, baik material maupun spiritual.
8. Sahabat-sahabat terbaikku (Fifi, Marscha, Prima, Sari, Bety, Fenda, Weda, Markus, Iqbal, Irine, Gita, Selvy, Nickyta, Eifel, Ari) yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta selalu setia menemani dan membantu penulis dalam suka dan duka.
9. Bijak sebagai rekan skripsiku yang telah banyak membantu dan berjuang bersama penulis dalam penelitian ini dengan ikhlas dan penuh kesabaran.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Surakarta, 2011
Hardito Puspo Yugo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
PRAKATA ......................................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 2 D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 4 B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 15 C. Hipotesis ...................................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................ 17 B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 17 C. Subjek Penelitian ......................................................................... 17 D. Teknik Sampling .......................................................................... 18 E. Rancangan Penelitian .................................................................. 18 F. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................... 20 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................... 20 H. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 23 I. Cara Kerja .................................................................................... 24 J. Teknik Analisis Data Statistik ..................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian ................................................................... 33 B. Analisis Data ................................................................................ 34
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 37 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...................................................................................... 44 B. Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 45 LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Hepar pada Masing-
masing Kelompok Tikus Putih
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Tabel 3. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Tabel 4. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Peroral
Tabel 5. Tabel Berat Badan Subjek Penelitian
Tabel 6. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan
Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada
Kelompok Kontrol (K)
Tabel 7. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan
Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada
Kelompok Perlakuan 1 (P1)
Tabel 8. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan
Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada
Kelompok Perlakuan 2 (P2)
Tabel 9. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan
Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada
Kelompok Perlakuan 3 (P3)
Tabel 10. Sebaran Data Secara Deskriptif
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data Saphiro-Wilk untuk Skor Kerusakan Sel
Hepar pada Empat Kelompok Mencit
Tabel 12. Hasil Uji Homogeneity of Variances untuk Skor Kerusakan Sel
Hepar pada Empat Kelompok Mencit
Tabel 13. Hasil Uji One-Way ANOVA untuk Skor Kerusakan Sel Hepar
pada Empat Kelompok Mencit
Tabel 14. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons Menggunakan Uji LSD
antar Dua Kelompok untuk Skor Kerusakan Hepar Mencit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Skema Langkah-Langkah Penelitian
Gambar 3. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok
Kontrol (K) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000X
Gambar 4. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok
Perlakuan 1 (P1) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran
1000X
Gambar 5. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok
Perlakuan 2 (P2) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran
1000X
Gambar 6. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Kelompok
Perlakuan 3 (P3) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran
1000X
Gambar 7. Tikus Putih yang digunakan sebagai Sampel dalam Penelitian
Gambar 8. Mikroskop dan Slide Preparat yang Digunakan dalam
Pengambilan Data
Gambar 9. Sonde lambung
Gambar 10. Parasetamol
Gambar 11. Aquadest
Gambar 12. Jus semangka Merah
Gambar 13. Preparat yang Siap Diamati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Lampiran 2. Tabel Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Peroral
Lampiran 3. Tabel Berat Badan Subjek Penelitian
Lampiran 4. Hasil Pengamatan Preparat Histologis Hepar Tikus Putih
Lampiran 5. Hasil Uji Statistik untuk Skor Kerusakan Sel Hepar Tikus Putih
Lampiran 6. Foto Preparat
Lampiran 7. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Daging buah semangka yang berwarna merah mengandung
karotenoid yaitu likopen. Kandungan likopen yang terdapat dalam semangka
sebanyak 23-72 mikrogram/gram berat kering. Likopen merupakan
antioksidan yang lebih unggul dari vitamin C dan E (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991).
Penulis memilih parasetamol untuk dipaparkan pada tikus putih
karena parasetamol termasuk dalam daftar obat bebas. Parasetamol aman
digunakan jika diberikan sesuai dosis yang ditetapkan. Di masyarakat, obat
ini banyak digunakan untuk mengatasi flu dan demam. Namun, akses yang
mudah ini dapat semakin meningkatkan penggunaan obat secara sendiri oleh
masyarakat sehingga akan memperbesar kemungkinan overdosis baik
sengaja atau tidak (Andra, 2006; Sunarsih, 1995).
Penggunaan parasetamol yang salah, dalam dosis tinggi dan waktu
yang lama dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, di
antaranya adalah efek hepatotoksis yang merusak sel-sel hepar (Sheen et al.,
2002). Kerusakan hepar terjadi karena pada dosis yang berlebihan, hasil
metabolisme parasetamol yang berupa N-asetil-p-benzokuinon (NAPQI)
tidak dapat dinetralisir semuanya oleh glutation hepar. NAPQI bersifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
toksik dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi rantai radikal bebas
(Correia dan Castagnoli, 1989).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin membuktikan apakah
jus semangka merah dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus putih akibat
paparan parasetamol.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah pemberian jus semangka merah secara peroral dapat mencegah
kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar parasetamol ?
2. Apakah peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek
proteksi terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar
parasetamol ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian jus
semangka merah secara peroral dapat mencegah kerusakan sel hepar tikus
putih yang terpapar parasetamol, dan apakah dengan peningkatan dosis jus
semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai pengaruh jus semangka merah dalam mencegah kerusakan
sel hepar yang terpapar parasetamol.
b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Aplikatif:
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat untuk menggunakan jus semangka merah sebagai obat
alternatif untuk mencegah kerusakan hepar akibat parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Semangka merah (Citrullus vulgaris)
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Citrullus
Spesies : Citrullus vulgaris Schrad
Semangka merah Citrullus vulgaris termasuk divisi spermatophyta,
sub divisi angiospermae, kelas dicotyledonae, ordo cucurbitales, famili
cucurbitaceae, genus citrullus, spesies Citrullus vulgaris Schrad. Biji, daun,
dan kulit buah mengandung saponin. Bijinya juga mengandung polifenol
dan flavonoid serta daunnya mengandung polifenol. Biji kaya zat gizi
dengan kandungan minyak berwarna kuning 20-45%, protein 30-40%,
sitrullin, vitamin B12, dan enzim urease. Senyawa aktif kukurbositrin pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
biji semangka dapat memacu kerja ginjal dan menjaga tekanan darah agar
tetap normal. Daging buah semangka rendah kalori dan mengandung air
sebanyak 93,4%, protein 0,5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%,
abu 0,5%, dan vitamin (A, C, dan E). Selain itu, juga mengandung asam
amino sitrullin (C6H13N3O3), asam aminoasetat, asam malat, asam fosfat,
arginin, betain, likopen (C4OH56), karoten, bromin, natrium, kalium, silvit,
lisin, fruktosa, dekstrosa, dan sukrosa. Sitrulin dan arginin berperan dalam
pembentukan urea di hati dari amonia dan CO2 sehingga keluarnya urin
meningkat. Kandungan kaliumnya cukup tinggi yang dapat membantu kerja
jantung dan menormalkan tekanan darah. Daging buahnya yang berwarna
merah mengandung karetenoid yaitu likopen. Kandungan likopen yang
terdapat dalam semangka sebanyak 23-72 mikrogram/gram berat kering.
Likopen merupakan antioksidan yang lebih unggul dari vitamin C dan E.
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
2. Stuktur Histologis Hepar
Hepar adalah organ pencernaan terbesar dalam tubuh dengan berat
antara 1,2 - 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa. Hepar
merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. Hepar terletak di rongga perut di
bawah diafragma dan menempati sebagian besar kuadran kanan atas
abdomen. Hepar merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang
sangat kompleks, di mana fungsi hepar dalam sistem sirkulasi adalah untuk
menampung, mengubah, menimbun metabolit, menetralisasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
mengeluarkan substansi toksik yang terbawa oleh aliran darah. Sebagian
besar darah yang menuju ke hepar dipasok dari vena porta, dan sebagian
kecil dipasok dari arteri hepatika (Amirudin, 2007; Junqueira et al., 1995).
Secara makroskopis, hepar terbagi atas beberapa lobus dan tiap lobus
hepar terbagi menjadi struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan
unit mikroskopis dan fungsional organ. Secara mikroskopis, di dalam hati
manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap lobulus berbentuk
heksagonal yang terdiri atas lembaran sel hepar berbentuk kubus yang
tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hepar
terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, sinusoid merupakan cabang
vena porta dan arteri hepatika. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri
hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hepar, juga terdapat saluran
empedu yang membentuk kapiler empedu, dinamakan kanalikuli empedu
yang berjalan di antara lembaran sel hepar (Amirudin, 2007; Price dan
Wilson, 1994).
a. Lobulus Hepar
Secara fungsional, lobulus hepar dibagi dalam tiga zona:
1) Zona 1: zona aktif, sel-sel paling dekat pembuluh darah,
akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh
perubahan darah yang masuk.
2) Zona 2: zona intermedia, sel-selnya memberi respon kedua
terhadap darah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3) Zona 3: zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif
bila kebutuhan meningkat (Leeson et al., 1996).
Lobulus hepar berbentuk poligonal dengan ukuran 0,7 x 2 mm.
Lobulus-lobulus ini dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuluh darah.
Daerah ini disebut trigonum portae yang berisi cabang arteri hepatika,
cabang vena porta, cabang duktus biliferus, dan anyaman pembuluh limfe
(Junqueira et al., 1995).
b. Parenkim Hepar
Parenkim hepar terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit). Hepatosit
tersusun berderet secara radier dalam lobulus hepar. Lempeng-lempeng
hepatosit ini secara radial bermula dari tepian lobulus menuju ke vena
sentralis sebagai pusatnya. Lembaran-lembaran ini bercabang-cabang dan
beranastomose secara bebas sehingga di antara lempeng-lempeng tersebut
terdapat ruangan sinusoid. Sel hepar berbentuk poligonal dengan 6 atau
lebih permukaan, berukuran sekitar 20-35 um, dengan membran sel yang
jelas, inti bulat atau lonjong dengan permukaan teratur dan besarnya
bervariasi. Permukaan sel hepar berkontak dengan dinding sinusoid melalui
celah Disse dan juga kontak dengan permukaan hepatosit lain (Junqueira et
al., 1995; Lesson et al., 1996).
c. Sinusoid Hepar
Sinusoid terdapat di antara lempeng-lempeng sel hepar dan
mengikuti percabangannya (Eroschenko, 2000). Sinusoid merupakan
pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapis endotel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
yang tidak kontinyu. Sinusoid mempunyai pembatas yang tidak sempurna
dan memungkinkan pengaliran makromolekul dengan mudah dari lumen ke
sel-sel hepar dan sebaliknya. Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh
selubung serabut retikuler halus yang penting untuk mempertahankan
bentuknya. Sel-sel endotel dipisahkan dari hepatosit yang berdekatan oleh
celah subendotel yang disebut celah Disse. Sinusoid juga mengandung sel-
sel fagosit dari retikuloendotelial yang dikenal sebagai sel Kupffer,
berbentuk stelat dengan sifat histologis seperti vakuola jernih, lisosom dan
retikuloendoplasma granular tersebar di seluruh sitoplasma. Ini
membedakan sel-sel Kupffer dan sel-sel endotel (Junqueira et al., 1995).
Ruang-ruang sinusoid berbeda dengan kapiler yaitu garis tengahnya lebih
besar (9-12 um) dan sel pembatasnya tidak seperti endotel biasa. Lamina
basal sinusoid terputus-putus (Lesson et al., 1996).
d. Gambaran Kerusakan Hepar Setelah Pemberian Parasetamol
Kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup disebut
nekrosis. Nekrosis merupakan kematian sel lokal (Price dan Wilson, 1994).
Nekrosis juga dapat diartikan sebagai proses perubahan morfologi sebagai
akibat tindakan degenerasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas
letal. Hepar normal memiliki kapasitas regenerasi yang luar biasa karena
hepar merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas. Pada jejas
ringan, hepar dapat segera beregenerasi kembali pada fungsi semula.
Namun, kapasitas cadangan hepar dapat habis apabila hepar terkena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
penyakit yang menyerang seluruh parenkim hepar sehingga timbul
kerusakan pada hepar (Robbins et al., 2003).
Kerusakan hepar yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat
dari pemberian parasetamol dengan dosis yang berlebihan (dosis toksik)
(Insel, 1991). Umumnya perubahan-perubahan yang terjadi pada sel
nekrotik dapat terjadi pada semua bagian sel. Tetapi perubahan pada inti sel
adalah petunjuk yang paling jelas pada kematian sel. Bagian sel yang telah
mati intinya menyusut, batas tidak teratur dan berwarna gelap dengan zat
warna yang biasa digunakan oleh para ahli patologi anatomi. Proses ini
dinamakan piknosis dan intinya disebut piknotik (Price dan Wilson, 1994).
Nekrosis hati akibat peroksidase lipid maupun radikal bebas dapat
bersifat fokal, sentral, pertengahan, perifer atau masif. Kematian sel terjadi
bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Perubahan morfologis awal
berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma dan disagregasi
polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel dan
terjadi pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan krista
(Wenas, 1996). Stadium selanjutnya sel dapat mengalami degenerasi
hidropik, susunan sel yang terpisah-pisah, inti sel piknotik (kariopiknosis)
yaitu pengerutan inti sel dan kondensasi kromatin. Kemudian terjadi
karioreksis yaitu fragmentasi inti yang meninggalkan pecahan-pecahan sisa
inti berupa zat kromatin yang tersebar didalam sel. Selanjutnya terjadi
kariolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat. Dengan perjalanan waktu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
terjadi penghancuran dan pelarutan inti sel sehingga inti sel sama sekali
menghilang, pecahnya membran plasma, dan nekrosis (Thomas, 1988).
3. Parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen merupakan salah satu dari obat yang
sering digunakan. Parasetamol bertanggung jawab atas efek analgesiknya.
Parasetamol tidak termasuk golongan AINS karena efek antiinflamasinya
kecil sekali. Parasetamol bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin
dalam susunan saraf pusat yang mempengaruhi pusat hipotalamus untuk
pengontrolan suhu tubuh. Di Indonesia, parasetamol tersedia sebagai obat
bebas dan dapat dengan mudah mendapatkanya. Efek analgesik parasetamol
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang seperti
nyeri kepala, mialgia, dan keadaan lain. Parasetamol tidak menimbulkan
gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. Sebagai analgesik
sebaiknya parasetamol tidak diberikan terlalu lama karena menimbulkan
nefropati analgesik. Reaksi alergi karena parasetamol jarang terjadi.
Manifestasi dari reaksi alergi berupa eritem atau urtikaria. Parasetamol juga
menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Hal ini
dapat terjadi karena mekanisme autoimun, defisiensi G6PD, dan metabolit
yang abnormal (Katzung, 1998; Wilmana dan Gunawan, 2007).
Parasetamol diberikan secara peroral. Absorbsinya cepat dan
sempurna melalui saluran cerna, tergantung pada kecepatan pengosongan
lambung (Katzung, 1998). Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini
tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat
protein plasma dan sebagian dimetabolisme enzim mikrosom hepar. Pada
kondisi normal, parasetamol mengalami glukuronidasi dan sulfasi di mana
80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan
asam sulfat (Wilmana dan Gunawan, 2007). Hasil konjugasi ini akan
dieliminasi lewat urin (Parod dan Dolgin, 1992). Selain itu dalam jumlah
kecil (4%) diubah menjadi metabolit reaktif berupa senyawa antara yang
reaktif dan toksik yaitu N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) (Brunton et
al., 2006). NAPQI dibentuk dengan adanya bioaktivasi parasetamol melalui
sistem sitokrom P-450 (Klaassen dan Watkins, 2003). Metabolit tersebut
kemudian didetoksifikasi oleh glutation hati menjadi metabolit sistin dan
metabolit merkapturat yang non toksik. Pada dosis tinggi, jalur konjugasi
parasetamol menjadi jenuh sehingga banyak parasetamol menjadi metabolit
NAPQI, sebagai akibatnya terjadi deplesi glutation hepar, bahkan
kandungan glutation hepar dapat dihabiskan (paling tidak berkurang 20-30%
harga normal) (Rochmah, 2000). Akibatnya NAPQI akan membentuk ikatan
kovalen dengan protein sel hepar secara irreversibel sehingga akan
menyebabkan terjadinya kematian sel atau nekrosis sel hepar. Nekrosis
tubular ginjal dapat juga terjadi (Mycek et al., 1997). Metabolit ini juga
menyebabkan pengikatan kovalen pada makromolekul seperti DNA, RNA
dan protein. Jika demikian, maka akibat yang parah pada fungsi sel akan
segera terlihat dengan nyata (Murray et al., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Parasetamol aman diberikan dengan dosis 325-500 mg 4 kali sehari
pada orang dewasa dan untuk anak-anak dalam dosis yang lebih kecil yang
sebanding (Katzung, 1998). Pemberian parasetamol juga dapat
menimbulkan efek samping. Efek samping dari parasetamol tergantung pada
dosis yang diberikan. Akibat dari dosis toksik parasetamol yang paling
serius adalah nekrosis hepar, nekrosis tubulus renalis serta koma
hipoglikemi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal
10-15 gram (200-250 mg/kg BB) setelah 48 jam menelan parasetamol.
Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrolobularis (Wilmana dan
Gunawan, 2007). Dosis 20-25 gram atau lebih dapat berakibat fatal. Sekitar
10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik
berkembang menjadi kerusakan hepar yang hebat, dari yang disebutkan tadi,
10-20% akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hepar. Kegagalan
ginjal akut juga terjadi pada beberapa pasien (Suarsana dan Budiasa, 2005;
Insel, 1991 ). Hepatotoksisitas karena parasetamol pada manusia pertama
kali dilaporkan pada tahun 1966 (Sheen et al., 2002).
4. Mekanisme Kerusakan Hepar oleh Parasetamol dan Mekanisme
Hepatoprotektor Jus Semangka Merah
Pada kondisi normal, parasetamol yang diabsorbsi oleh tubuh
dikonjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat, sebagian kecil
dihidroksilasi dengan sitokrom P-450 menjadi metabolit N-asetil-p-
benzoquinonimin (NAPQI). Metabolit NAPQI ini oleh glutation hepar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
diubah menjadi metabolit sistin dan merkapturat yang kemudian dibuang
melalui urin (Wilmana dan Gunawan, 2007).
Jika jumlah parasetamol yang dikonsumsi jauh melebihi dosis terapi,
maka asam glukoronat dan asam sulfat dalam hepar akan habis
cadangannya, kemudian terbentuklah metabolit reaktif NAPQI yang
berlebihan. Selama glutation tersedia untuk mendetoksifikasi NAPQI
tersebut, maka tidak akan terjadi reaksi hepatotoksisitas. Namun, bila
glutation terus terpakai, akhirnya terjadi pengosongan glutation dan terjadi
penimbunan metabolit NAPQI yang toksik dan reaktif. N-asetil-p-
benzoquinonimin (NAPQI) merupakan metabolit minor dari parasetamol
yang sangat aktif dan bersifat toksik bagi hepar dan ginjal. Metabolit ini
akan bereaksi dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul
sel hepar, seperti protein, menimbulkan hepatotoksisitas yang menyebabkan
nekrosis hepar (Wilmana dan Gunawan, 2007; Katzung, 1998). Selain itu,
NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI
dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid
merupakan bagian dari proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas
(Rubin et al., 2005). Radikal bebas mampu mengubah suatu molekul
menjadi radikal bebas baru dan akan membentuk radikal bebas kembali
sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction) (Widjaja, 1997).
Kerusakan hepar akibat parasetamol dapat terjadi karena reaksi
toksik, alergi dan radikal bebas. Biasanya kerusakan yang terjadi merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
nekrosis di sekitar vena sentralis/nekrosis sentrolobularis karena sitokrom P-
450 paling banyak terdapat pada zona tersebut (Wenas, 1996).
Perubahan morfologis awal pada nekrosis hepar berupa edema
sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma dan disagregasi polisom. Terjadi
akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel dan terjadi
pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan krista (Wenas,
1996). Stadium selanjutnya inti sel dapat mengalami piknosis, karioreksis
dan kariolisis (Thomas, 1988).
Jus semangka merah mengandung bermacam-macam zat aktif yang
berfungsi sebagai antioksidan dan dapat meningkatkan kadar glutation.
Dalam jus semangka terkandung enzim GST (Glutation S Transferase) yang
dapat meningkatkan glutation serum dan hepar. Karena glutation meningkat,
maka metabolit NAPQI yang bersifat toksik akan berikatan dengan
glutation, menghasilkan asam merkapturat yang non toksik (Greiner, 1990).
Komponen antioksidan jus semangka merah di antaranya adalah
vitamin C, E, likopen, dan beberapa antioksidan lain. Antioksidan tersebut
dapat meredam dampak negatif dari oksidan dengan cara memberikan
elektronnya pada oksidan (Bagiada, 1995). Antioksidan mampu mengubah
oksidan menjadi molekul yang tidak berbahaya. Antioksidan juga dapat
mencegah pembentukan radikal bebas dan memperbaiki kerusakan yang
ditimbulkannya (Widjaja, 1997). Melalui mekanisme antioksidan dan
peningkatan glutation ini jus semangka merah dapat mencegah kerusakan
histologis hepar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
B. Kerangka Pemikiran
Likopen Vit A Vit C Vit E
Lipid peroxidase
Stres Oksidatif
Radikal bebas
Jalur glukuronidasi dan
sulfasi menjadi jenuh
Meningkatkan (NAPQI)
Bioaktivasi sitokrom P450
Meningkatkan glutathion hepar
Antioksidan
Deplesi glutathion
Ikatan kovalen NAPQI dengan gugusan
nukleofilik
Keterangan: : memacu : menghambat
Parasetamol dosis toksis Jus semangka merah
Kerusakan hepar
Variabel luar yang tak terkendali: kondisi psikologis, keadaan awal hepar dan reaksi
hipersensitivitas
glutathion
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Pemberian jus semangka merah (Citrullus vulgaris) dapat mencegah
kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus norvegicus) yang terpapar
parasetamol.
2. Peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan efek
proteksi terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang terpapar
parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.
Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu
berupa hewan coba di laboratorium.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tanggal 6 Juli 2010 hingga 29 Juli
2010.
C. Subjek Penelitian.
1. Populasi :
2. Sampel :
(n-1)(t-1) > 15
(n-1)(4-1) > 15
3n-3 > 15
3n > 18
n > 6
Tikus Putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Wistar
berusia ± 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram.
Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan
berdasarkan rumus Federer yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Sampel Tikus Putih 28 Ekor
Bandingkan dengan uji
statistik
Pada penelitian ini, jumlah tikus putih minimal dalam tiap kelompok
ditentukan sebanyak 7 ekor (n > 6) dan jumlah kelompok tikus putih
sebanyak 4 kelompok sehingga jumlah total tikus putih yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 28 ekor.
D. Teknik Sampling.
Teknik sampling yang dipakai adalah non-random sampling atau
incidental sampling. Sampel diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek
penelitian yang ditemui dari populasi yang ada berdasarkan kriteria subjek
yang akan digunakan.
E. Rancangan Penelitian.
Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group
design (Taufiqqurohman, 2003).
K O0
P1 O1
P2 O2
P3 O3
Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian.
Keterangan:
K : Kelompok kontrol tanpa diberi jus buah semangka merah
maupun parasetamol. Pemberian aquades 2 ml/200 gr BB tikus
putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
P1 : Kelompok perlakuan 1, yang diberi parasetamol tanpa diberi jus
buah semangka merah. Pemberian aquades peroral sebanyak 2
ml/200 gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut
dan pada hari ke-12, 13 dan 14 diberi parasetamol 291,6 mg/200 gr
BB tikus putih perhari.
P2 : Kelompok perlakuan 2, jus buah semangka merah dosis I yaitu
2,7 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14 hari berturut-
turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol
dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih 1 jam setelah pemberian jus
buah semangka merah.
P3 : Kelompok perlakuan 3, yang diberi jus buah semangka merah
dosis II yaitu 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14
hari berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga
parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih 1 jam setelah
pemberian jus buah semangka merah.
O0 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar kelompok kontrol.
O1 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar KP1.
O2 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar KP2.
O3 : Pengamatan jumlah inti sel hati piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar KP3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis dan kariolisis
dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Pemberian jus semangka merah.
2. Variabel Terikat
Kerusakan sel hepar tikus putih.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan
Variasi jenis tikus, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan
jenis makanan tikus putih berupa pelet semuanya diseragamkan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan
Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar
tikus putih.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian:
1. Variabel bebas.
a. Pemberian jus semangka merah
Jus semangka merah diberikan selama 14 hari berturut-turut secara per
oral dengan spuit pencekok dalam 2 dosis
Dosis I : 2,7 gr/200 gr BB tikus putih/hari diberikan pada tikus putih KP2.
Dosis II : 5,4 gr/200 gr BB tikus putih/hari diberikan pada tikus putih KP3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Jus semangka merah yang digunakan diperoleh dengan cara
memasukkan daging buah semangka merah dengan biji ke dalam juicer,
di mana semangka yang digunakan adalah jenis semangka dengan biji.
Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.
2. Variabel terikat : Kerusakan sel hepar
Kerusakan sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar tikus
putih yang dipapar parasetamol setelah diberi jus semangka merah. Hal ini
dinilai dari jumlah sel hepar yang mengalami pyknosis, karyorhexis dan
karyolisis yang dihitung dari 100 sel pada zona sentrolobuler kemudian
dari jumlah sel yang mengalami kerusakan dalam 1 preparat dihitung
jumlah skor kerusakannya.
Adapun tanda-tanda kerusakan sel :
a. Sel yang mengalami pyknosis intinya kisut dan bertambah basofil,
berwarna gelap batasnya tidak teratur.
b. Sel yang mengalami karyorrhexis inti mengalami fragmentasi atau
hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang
tersebar di dalam sel.
c. Sel yang mengalami karyolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat,
inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu
saja (Price et al,. 1990).
Pada penelitian ini, prinsip perhitungannya adalah jumlah sel hepar yang
rusak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan
melalui homogenisasi.
1) Variasi jenis tikus
Jenis hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) dengan galur Wistar.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin tikus putih yang digunakan adalah jantan, dengan
alasan metabolisme tikus putih jantan akan lebih stabil jika
dibandingkan betina.
3) Umur
Umur tikus putih pada penelitian ini adalah ± 3 bulan.
4) Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara
berkisar antara 25-28o C.
5) Berat badan.
Berat badan hewan percobaan + 200 gr.
6) Jenis makanan.
Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari aquades.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : Kondisi psikologis, reaksi
hipersensitivitas dan keadaan awal hati tikus putih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
1. Kondisi psikologis tikus putih dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan
yang berulang kali, dan perkelahian antar tikus putih dapat
mempengaruhi kondisi psikologis tikus putih.
2. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi
kepekaan tikus putih terhadap zat yang digunakan.
3. Keadaan awal hati tikus putih tidak diperiksa pada penelitian ini
sehingga mungkin saja ada tikus putih yang sebelum perlakuan
hatinya sudah mengalami kelainan.
H. Alat dan Bahan Penelitian.
1. Alat.
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Kandang tikus putih 5 buah masing-masing untuk 5 ekor tikus
putih.
b. Timbangan hewan.
c. Timbangan obat.
d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum,
meja).
e. Spuit pencekok.
f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.
g. Mikroskop cahaya medan terang.
h. Gelas ukur dan pengaduk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
i. Juicer
j. Kamera Digital
2. Bahan.
Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
a. Parasetamol.
b. Makanan hewan percobaan (pelet).
c. Aquades.
d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.
e. Daging buah semangka merah.
I. Cara Kerja
1. Dosis jus buah semangka.
Dosis yang dicobakan diberikan dengan 2 interval yaitu 100%,
200%, maka dosis yang digunakan dengan perincian sebagai berikut :
a. Untuk dosis I (100%), diperoleh sebagai berikut :
Dosis likopen yang disarankan untuk dikonsumsi manusia adalah
6 mg per hari (Giovannucci et al., 1995). Menurut Arab dan Steck
(2000), setiap 100 gr buah semangka mengandung 4 mg likopen, maka
dosis buah semangka yang dikonsumsi adalah 150 gr per hari. Dosis
tersebut dikonversikan pada tikus putih dengan faktor konversi 0,018,
maka dosis buah semangka yang diberikan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
= Berat semangka merah x faktor konversi
= 150 g/70 kg BB manusia x 0,018
= 2,7 gr/200 gr BB tikus putih
Mengingat kapasitas lambung tikus putih maksimal 5 ml, maka
peneliti memberikan dosis 2,7 gr/hari tersebut dalam 2 ml/hari
(Ngatidjan, 1991). Untuk memperoleh kandungan likopen dosis 2,7
gr/200 gr BB tikus putih dalam 2 ml larutan, maka dilakukan
pengenceran dengan menggunakan aquades hingga didapatkan larutan
sebanyak 100 ml, sehingga semangka yang dibutuhkan sebanyak:
x gr 2,7 gr x = 135 gr
100 ml 2 ml
b. Dosis II adalah 200% dari dosis II, yaitu 5,4 gr/ 200 gr BB tikus putih
(4 ml)
Jadi jus buah semangka yang diberikan secara oral pada 1 ekor
tikus putih (200 gram) = 2 ml, dan 4 ml yang diberikan selama 14 hari
berturut-turut.
Di luar jadwal perlakuan, tikus putih diberi makan pelet dan
minum aquades ad libitum.
=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2. Dosis dan pengenceran parasetamol.
Dosis Parasetamol yang diketahui dapat menyebabkan kematian
pada 50% tikus dari satu kelompok tikus percobaan (LD50) adalah
1944 mg/kg BB (Alberta, 2006).
Pada penelitian ini dipakai ¾ dosis di atas, yaitu 1944 mg/kg BB
x 0,75 = 1458 mg/kg BB = 291,6 mg/200 gr BB tikus putih, kemudian
dihitung pelarut air seperti berikut:
Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades hingga 1,71 ml,
sehingga dalam 1 ml larutan parasetamol mengandung 291,6 mg
parasetamol.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada
hari ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini
dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan sel hepar pada daerah
sentrolobularis tanpa menimbulkan kematian pada tikus putih.
Menurut Wilmana dan Gunawan (2007).
3. Persiapan tikus putih
Tikus putih diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi,
keesokan harinya dapat langsung dilakukan perlakuan.
500 = 291,6 x = 1,71 ml x 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4. Pengelompokan Subjek
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya
subjek dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan
masing-masing kelompok terdiri dari 7 tikus putih. Adapun
pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:
a. KK = Kelompok diberi aquades peroral sebanyak 2 cc/200 gr BB tikus
putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut.
b. KP1 = Kelompok perlakuan I diberi aquades peroral sebanyak 2 cc/ 200
gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan
pada hari ke 12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol 1 cc/200 gr
BB tikus putih peroral perhari.
c.KP2 = Kelompok perlakuan II diberi jus semangka merah dosis I peroral
yaitu 2 cc/200 gr BB tikus putih selama 14 hari berturut-turut,
di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol
dosis 1 cc/200 gr BB tikus putih setelah 1 jam pemberian jus
semangka merah.
d. KP3 = Kelompok perlakuan III diberi jus semangka merah dosis II
peroral yaitu 4 cc/200 gr BB tikus putih selama 14 hari
berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga
parasetamol dosis 1 cc/200 gr BB tikus putih setelah 1 jam
pemberian jus semangka merah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Setiap sebelum pemberian parasetamol dan jus semangka merah,
tikus putih dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung.
Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian jus
semangka merah agar terabsorbsi terlebih dahulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
28 ekor tikus putih
1 ml parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB pada hari ke-12, 13, dan 14
Perlakuan sampai hari ke-14. Pembuatan preparat hari ke-15.
4. Langkah-langkah Penelitian
Gambar 3. Skema Langkah-langkah Penelitian.
Kelompok kontrol
Kelompok perlakuan 1
Kelompok perlakuan 2
Kelompok perlakuan 3
Dipuasakan selama + 5 jam
Aquades 2 ml
2 ml jus buah semangka merah
dosis 2,7 gr semangka/200 gr
BB tikus putih
4 ml jus buah semangka merah
Dosis 5,4 gr semangka/200 gr
BB tikus putih
Setelah + 1 jam
Aquades 1 ml
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
5. Pengukuran hasil.
Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan, semua
hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis,
kemudian organ hepar diambil untuk selanjutnya dibuat preparat
histologi dengan metode blok paraffin dengan pengecatan HE.
Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-15 agar efek perlakuan
tampak nyata. Lobus hepar yang diambil adalah lobus kanan dan irisan
untuk preparat diambil pada bagian tengah dari lobus tersebut. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan preparat yang seragam. Dari setiap
lobus kanan hepar, dibuat tiga irisan dengan tebal setiap irisan 3-8um.
Jarak antara irisan yang satu dengan yang lain kira-kira 25 irisan. Dari
tiga irisan tersebut, diambil salah satu preparat secara acak untuk
dilakukan pengamatan di zona sentrolobuler. Pengamatan preparat
dilakukan dengan perbesaran 100 kali dan 400 kali untuk mengamati
seluruh lapang pandang, kemudian ditentukan daerah yang akan
diamati pada zona sentrolobuler hepar. Dari tiap zona sentrolobuler
lobulus hepar tersebut, dengan perbesaran 1000 kali, ditentukan jumlah
inti yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 100
sel, kemudian dilakukan penghitungan skor total. Jadi, misalnya pada
satu daerah zona sentrolobuler dari 100 sel yang diamati, ternyata
terdapat 25 sel dengan inti piknosis, 15 sel dengan karioreksis, dan 5
sel dengan kariolisis, maka jumlah skor dari satu daerah zona
sentrolobuler tersebut adalah 25+ 15 + 5 = 45. Jadi dari tiap kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
akan mendapatkan 7 skor. Selanjutnya, rata-rata skor dari masing-
masing kelompok dibandingkan dengan uji Oneway ANOVA dan jika
terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Post
Hoc (As’ari, 2009).
J. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji
Oneway ANOVA (Analysis of Variant). Jika terdapat perbedaan yang
bermakna maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Derajat kemaknaan
yang digunakan adalah α = 0,05 (Riwidikdo, 2007).
Syarat menggunakan uji One-Way ANOVA:
1. Variabel data berupa variabel numerik/kontinu/rasio. Data pada penelitian
ini adalah jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal
yang dinyatakan dengan skala rasio.
2. Sebaran data harus normal, dibuktikan dengan nilai uji Kolmogorov-
Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada nilai
alfa. Misal, alfa = 0,05 maka nilai p untuk uji sebaran data harus > 0,05.
3. Varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji
Homogeneity of Variances, di mana untuk varians data yang sama akan
memiliki nilai p > nilai alfa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Jika ketiga syarat di atas tidak terpenuhi maka dapat digunakan
uji hipotesis alternatif yaitu berupa uji hipotesis non-parametrik
Kruskall-Wallis (Dahlan, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai efek proteksi jus semangka
terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol,
didapatkan data hasil pengamatan preparat histologis hepar tikus putih pada
kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan
kelompok perlakuan 3. Data hasil penelitian ini berupa data rasio yaitu
jumlah sel hepar tikus putih yang mengalami kerusakan histologis yang
dihitung dari tiap 100 sel pada zona 3 (sentrolobuler). Hasil pengamatan
jumlah sel hepar tikus putih yang mengalami piknosis, karioreksis, dan
kariolisis untuk masing-masing kelompok dan jumlah total sel hepar yang
rusak disajikan pada lampiran 4. Hasil rata-rata jumlah kerusakan histologis
sel hepar tikus putih untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel
6.
Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Hepar pada Masing-
Masing Kelompok Tikus putih
Kelompok Rata-Rata JumlahKerusakan K 20,86 P1 86,28 P2 47,43 P3 36,14
(Data Primer, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Keterangan:
K : Kelompok kontrol
P1 : Kelompok perlakuan 1
P2 : Kelompok perlakuan 2
P3 : Kelompok perlakuan 3
Kelompok K yang merupakan kelompok tanpa pemberian jus semangka
merah ataupun parasetamol memiliki nilai rata-rata jumlah kerusakan paling
rendah yaitu 20,86, sedangkan kelompok P1 yang merupakan kelompok
dengan pemberian parasetamol namun tanpa pemberian jus semangka merah
memiliki nilai rata-rata jumlah kerusakan paling tinggi yaitu 86,28.
Gambaran histologis zona sentrolobuler lobulus hepar tikus putih pada
kelompok K, P1, P2, dan P3 dapat dilihat pada lampiran 6.
B. Analisis Data
Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 28 ekor tikus
putih sehingga peneliti menggunakan uji Saphiro-Wilk untuk menentukan
jenis sebaran data. Hasil uji Saphiro-Wilk dapat dilihat pada lampiran 5 tabel
10.
Nilai p dari hasil uji Saphiro-Wilk untuk kelompok K, P1, P2, dan P3
berturut-turut adalah 0,967; 0,537; 0,389; dan 0,948. Nilai p dari keempat
kelompok lebih besar dari alfa (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
sebaran data kelompok K, P1, P2, dan P3 adalah normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Selanjutnya, peneliti melakukan uji Homogeneity of Variances untuk
mengetahui kesamaan varians data. Sebaran data secara deskriptif dapat
dilihat pada lampiran 5 tabel 11 dan hasil uji Homogeneity of Variances dapat
dilihat pada lampiran 5 tabel 12. Nilai p yang didapatkan dari uji
Homogeneity of Variances adalah 0,692. Nilai ini lebih besar dari 0,05 dan
dapat disimpulkan bahwa varians data antarkelompok sama. Ketiga syarat
penggunaan uji One-Way ANOVA telah terpenuhi sehingga uji One-Way
ANOVA bisa dilakukan.
Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 13.
Nilai p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p < 0,05). Nilai p yang
lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata
jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna pada paling tidak dua kelompok
dan harus dilakukan analisis Post Hoc Multiple Comparisons untuk
mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan bermakna tersebut.
Uji Post Hoc Multiple Comparisons yang digunakan dalam penelitian
ini adalah uji LSD. Ringkasan hasil uji LSD tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Kelompok p Perbedaan K – P1 0,000 Bermakna K – P2 0,000 Bermakna K – P3 0,000 Bermakna P1 – P2 0,000 Bermakna P1 – P3 0,000 Bermakna P2 – P3 0,000 Bermakna
(Data Primer, 2010) Nilai p yang semuanya lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna pada
semua pasangan antarkelompok data. Hasil uji LSD secara rinci dapat dilihat
pada lampiran 5 tabel 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
37
BAB V
PEMBAHASAN
Sel-sel hepar (hepatosit) yang normal berbentuk poligonal dengan
diameter antara 20 – 30µm. Inti hepatosit berukuran cukup besar, berbentuk
sferis, dan terletak di tengah sel. Pada potongan yang diwarnai dengan
hematoksilin eosin, sitoplasma hepatosit tercat eosinofilik terutama karena
mengandung banyak mitokondria dan retikulum endoplasma halus
(Junqueira dan Carneiro, 2005; Ross et al., 2003).
Berdasarkan teori, paparan parasetamol dosis toksik terhadap
hepatosit akan menyebabkan kematian sel yang disebut nekrosis. Nekrosis
adalah kematian sel atau jaringan pada tubuh yang hidup. Pada nekrosis,
perubahan paling jelas bermanifestasi pada inti sel. Perubahan inti sel
menunjukkan satu dari tiga pola (piknosis, karioreksis, kariolisis) yang
semuanya disebabkan oleh pemecahan nonspesifik DNA (Mitchell dan
Cotran, 2007).
Nekrosis berbeda dengan apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel
per sel, sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran sel yang
mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan ke luar tanpa
disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan sel yang mengalami
nekrosis mengalami kehilangan integritas membran. Sel yang mengalami
apoptosis terlihat atrofi, dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
sel yang mengalami nekrosis akan terlihat oedem untuk kemudian
mengalami lisis. Sel yang mengalami apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan
sel yang mengalami nekrosis terjadi kebocoran lisosom. Dengan mikroskop
akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis terlihat bertambah
kompak dan membentuk massa padat yang uniform. Sedangkan sel yang
mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terjadi agregasi. Pada
pemeriksaan histologi tidak terlihat adanya sel-sel radang di sekitar sel yang
mengalami apoptosis. Sedangkan pada nekrosis, terlihat respon peradangan
yang nyata di sekitar sel-sel yang mengalami nekrosis. Sel yang mengalami
apoptosis biasanya akan dimakan oleh sel yang berdekatan atau berbatasan
langsung dengannya dan beberapa makrofag. Sedangkan sel yang
mengalami nekrosis akan dimakan oleh makrofag (Thompson et al., 1992).
Kerusakan sel akibat paparan dosis toksik parasetamol paling berat
terjadi pada zona 3 (sentrolobuler) karena di zona ini paling banyak terdapat
retikulum endoplasma halus tempat enzim sitokrom P450 menghidroksilasi
fraksi parasetamol dan menghasilkan metabolit NAPQI yang reaktif dan
toksik (Cullen, 2005).
Parameter yang digunakan pada sistem penilaian derajat kerusakan
sel hepar dalam penelitian ini adalah jumlah inti sel yang mengalami
piknosis, karioreksis, dan kariolisis.
Gambaran histologis hepar tikus putih yang diberi parasetamol dosis
toksik ditambah jus semangka merah menunjukkan kerusakan hepatosit
yang lebih sedikit dibandingkan dengan tikus putih yang hanya diberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
parasetamol dosis toksik tanpa jus semangka merah. Hal ini disebabkan oleh
efek hepatoprotektif jus semangka merah terhadap efek toksik parasetamol.
Tikus putih pada kelompok kontrol yang hanya diberi aquades sebagai
plasebo diharapkan hanya mengalami kerusakan hepatosit yang minimal dan
akan dianggap sebagai derajat normal. Kelompok kontrol digunakan sebagai
pembanding terhadap kelompok parasetamol dan kelompok perlakuan.
Gambaran inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis yang ditemukan
pada kelompok kontrol terjadi karena adanya proses apoptosis yang secara
fisiologi dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu
mengalami penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel
baru melalui proses regenerasi (Mitchell dan Cotran, 2007). Selain itu,
pengaruh variabel luar yang tidak dapat dikendalikan juga dapat menjadi
penyebabnya.
Dari hasil uji Oneway ANOVA, didapatkan perbedaan yang
bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar tikus putih antara
keempat kelompok. Selanjutnya, hasil uji LSD menunjukkan perbedaan
bermakna pada semua pasangan antarkelompok data yaitu antara kelompok
K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3.
Perbedaan bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar
antara kelompok K dan kelompok P1 terjadi karena sel-sel hepar tikus putih
pada kelompok P1 mengalami kerusakan akibat pemberian parasetamol
dosis toksik, sedangkan sel-sel hepar tikus putih pada kelompok K relatif
normal. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
parasetamol dosis toksik mampu menginduksi kerusakan sel hepar akibat
adanya metabolit NAPQI yang reaktif dan toksik.
Pembentukkan metabolit NAPQI yang berlebihan hingga
mengakibatkan deplesi glutation sel hepar akan menimbulkan reaksi
hepatotoksisitas. NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan gugus
sulfhidril pada makromolekul hepatosit dan menimbulkan stres oksidatif.
Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul hepatosit menyebabkan
disfungsi sistem enzim serta kekacauan struktural dan metabolik hepatosit.
NAPQI juga dapat memicu terbentuknya radikal bebas baru yang jika
bereaksi dengan asam lemak tak jenuh pada membran sel, maka akan
menyebabkan terjadinya proses peroksidasi membentuk lipid peroksid.
Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya metabolisme energi
dan hilangnya pengaturan volume yang dapat berujung pada kematian sel
(Goodman et al., 2006; Hoffman et al., 2007; Winarsi, 2007).
Kelompok P2 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus
semangka merah dosis 2,7gr semangka/200 gr BB tikus putih (dosis I) dan
parasetamol dosis toksik, sedangkan kelompok P3 merupakan kelompok
perlakuan dengan pemberian jus semangka merah dosis 5,4 gr
semangka/200 gr BB tikus putih (dosis II) dan parasetamol dosis toksik.
Hasil analisis data kerusakan sel hepar pada kelompok P2 dan kelompok P3
sama-sama menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok K maupun
kelompok P1. Hal ini berarti bahwa pemberian jus semangka merah dengan
dosis I maupun dosis II selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
kerusakan sel hepar tikus putih akibat pemberian parasetamol dosis toksik,
tetapi tidak dapat mengembalikan sel hepar tikus putih ke kondisi normal
seperti pada kelompok K.
Derajat kerusakan sel hepar pada kelompok P2 lebih besar secara
bermakna daripada kelompok P3. Hal ini berarti bahwa peningkatan dosis
jus semangka merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap
kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol meskipun tetap
tidak dapat mengembalikan sel hepar tikus putih ke kondisi semula.
Menurut Ismail et al. (2010), status stres oksidatif sangat berkaitan
dengan terjadinya kerusakan sel-sel hepar. Maellaro et al. (1990)
menyebutkan dalam penelitiannya bahwa kerusakan sel hepar yang
diinduksi oleh agen pendeplesi glutation dapat dikurangi dengan pemberian
zat-zat antioksidan. Sistem antioksidan, baik enzimatik maupun
nonenzimatik, akan mengeliminasi prooksidan dan radikal bebas yang
berbahaya bagi kelangsungan hidup sel (DiMascio et al., 1991).
Semangka mengandung antioksidan yang mampu mencegah dan
menghambat efek toksik parasetamol. Kandungan beberapa antioksidan
maupun zat yang berhubungan dengan antioksidan dalam semangka yaitu
vitamin C, vitamin A, enzim GST, dan likopen (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu
elektron kepada senyawa oksidan, dalam hal ini radikal bebas, sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Likopen menjadi inti dalam penelitian ini karena sebagai
antioksidan, likopen memiliki kemampuan mencegah reaksi oksidasi oleh
radikal bebas masing-masing dua kali dan sepuluh kali kemampuan beta-
karoten (vitamin A) dan alpha-tokoferol (vitamin E) (Siagian, 2005).
Antioksidan tersebut mampu memberikan elektron kepada molekul radikal
bebas dan memutus reaksi berantai dari radikal bebas sehingga dapat
mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier, 2004). Enzim GST dapat
meningkatkan kadar glutathione tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan
mengisi kembali kekosongannya di dalam tubuh dan dapat digunakan untuk
konjugasi NAPQI (Frank, 1995).
Zhang (1997) yang melakukan studi perbandingan kadar retinoid dan
beta-retinoid pada jaringan adiposa payudara dan pada penderita kanker
payudara, menunjukkan adanya kaitan antara kadar retionoid dan karotenoid
(termasuk likopen) dengan menurunnya risiko kanker payudara. Sementara
itu, Levy (1995) dari Bagian Biokimia Klinis, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Ben Gurion, menemukan bahwa likopen berperan sebagai
penghambat proliferasi sel kanker pada manusia. Pentingnya likopen juga
diungkapkan sebuah riset yang dipublikasikan (Erhardt, 2003) dalam
American Journal of Clinical Nutrition, pasien dengan adenoma kolorektal
(sebuah polip yang merupakan cikal bakal kanker kolorektal) memiliki
kadar likopen 35 persen lebih rendah daripada yang tanpa polip. Dengan
kata lain, tubuh memerlukan kemampuan likopen untuk memproteksi sel
tubuh dari kerusakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa jus semangka merah
mempunyai efek proteksi terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi
parasetamol dan peningkatan dosis jus semangka merah dapat meningkatkan
efek proteksinya terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi parasetamol.
Namun, keadaan sel hepar tikus putih yang diberi jus semangka merah
selama 14 hari berturut-turut dan parasetamol dosis toksik tidak dapat
mencapai derajat normal seperti pada kelompok kontrol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
44
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pemberian jus semangka merah peroral selama 14 hari berturut-turut dapat
mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis jus semangka merah dari dapat meningkatkan efek
proteksi terhadap kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi
parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis dan
lama pemberian jus semangka yang lebih bervariasi sehingga dapat
diketahui dosis dan lama pemberian jus semangka yang paling tepat dan
efektif untuk mencegah kerusakan sel hepar tikus putih yang diinduksi
parasetamol.
2. Untuk mendapatkan kandungan–kandungan murni dari semangka merah,
maka perlu juga dilakukan penelitian dengan menggunakan ekstrak
semangka merah.
top related