efektivitas bubuk biji pepaya (carica papaya linnaeus ... · masyarakat yaitu golongan yang...
Post on 11-Nov-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
EFEKTIVITAS BUBUK BIJI PEPAYA (Carica papaya linnaeus) TERHADAP
KEMATIAN SEMUT API (Selenopsis)
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Analis KesehatanPoliteknik Kesehatan Kendari
Oleh :
NUR ALAM
P00341015030
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
ii
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
iv
v
MOTTO
Belajar dari kegagalan adalah hal yang bijak
Kegagalan terjadi karna terlalu banyak rencana tapi sedikit berpikir
Kesuksesan tidak akan bertahan jika dicapai dengan jalan pintas
Keberhasilan akan diraih dengan cara belajar
Jawaban sebuah keberhasilan adalah
Terus belajar dan tak kenal putus asa.
Karya Tulis ini Kupersembahkan Kepada
Almamaterku,
Ayahanda dan ibunda tercinta
Keluargaku tersayang
Sahabat-sahabatku tersayang
Agama, bangsa dan negaraku
v
vi
ABSTRAK
Nur Alam(P0031015030) Efektivitas Bubuk Biji Pepaya (carica papaya
linnaeus) Terhadap Kematian Semut api. Dibimbing oleh ibu Ruth Mongandan
bapak Muhaimin saranani (xiii + 1 daftar tabel + 9 daftar gambar + Daftar
lampiran + 38 halaman). Pepaya merupakan tanaman yang banyak tersebar
diberbagai negara tropis termasuk Indonesia. Buah dari tanaman ini tergolong
buah yang populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Rasanya manis dan
menyegarkan karena mengandung banyak air. Daging buah lunak dengan warna
merah atau kuning. Di dalam satu buah pepaya terdapat biji pepaya yang
berjumlah banyak dan berwarna kehitam-hitaman. Biji dilapisi kulit ari berwarna
transparan yang sifatnya seperti agar. Biji pepaya diketahui mengandung
senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid, terpenoid dan saponin.
Alkaloid karpaina mekanisme kerjanya menghambat proses metabolisme tubuh
pada ulat, merintangi hormon pertumbuhan, dan mencerna protein dalam tubuh
ulat lalu merubahnya menjadi derivat pepton yang menyebabkan ulat
kekurangan makanan dan akhirnya mati. Tujuan penelitian ini adalah untuk
melihat efektivitas bubuk biji pepaya (carica papaya linnaeus) terhadap
kematian semut api dalam dosis yang berbeda. Penelitian ini bersifat
eksperimental karena semut api mendapat perlakuan langsung dan ditaburkan
bubuk biji pepaya dengan berbagai dosis yaitu 0.4gr, 0.8gr, 1.2gr, 1.6gr, 2gr
sampel semut sebanyak 250 ekor semut api yang dibagi menjadi 25 ekor semut
lalu dimasukkan pada masing-masing kelompok dosis. Penelitian ini dilakukan 2
kali pengulangan pada masing-masing kelompok dosis dan diamati setelah 24
jam. Hasil penelitian ini menunjukkan dosis 0.4gr, 0.8gr, 1.2gr, 1.6gr, 2gr tidak
dapat dikatakan efektif karena jumlah kematian semut api yang mati kurang dari
50%.
Kata kunci : Bubuk Biji Pepaya (carica papaya linnaeus) Kematian
Semut api
Daftar Pustaka : 38 buah (1990 – 2014)
vi
vii
RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. Identitas Diri
Nama : NUR ALAM
NIM : P00341015030
Tempat, Tanggal Lahir : Sabilambo, 26 April 1997
Suku / Bangsa : Tolaki, Mornene / Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 2 Sabilambo, tamat tahun 2009
2. SMP Negeri 1 kolaka , tamat tahun 2012
3. SMKS Kesehatan yaniar Kolaka, tamat tahun 2015
4. Sejak tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
vii
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
rahmat dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
berjudul “Efektivitas Bubuk Biji Pepaya (carica papaya linnaeus) Terhadap
Kematian Semut api” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Diploma III Jurusan Analis Kesehatanpendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya yang senantiasa
istiqomah hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ruth Mongan,
B.Sc.,S.Pd., M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Muhaimin Saranani,
S.Kep.,NS.,M.Siselaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya
memberi bimbingan, petunjuk, arahan dengan penuh kesabaran dari awal
penulisan ini hingga selesainya penulisan karya tulis ilmiah ini. . Ucapan
terimakasih juga saya tujukan kepada :
1. IbuAskrening, S.Kp., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Bapak DR. Drs. La Ode Mustafa Muchtar, M.Si selaku Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian.
3. Ibu Anita Rosanty, SST.,M.Kes selaku ketua jurusan analis kesehatan
4. Ibu Fonnie E. Hasan, DCN.,M.Kes, dan Ibu Reni Yunus,S.Si,.M.Sc selaku
dewan penguji atas kesediannya menguji, memberikan saran dan koreksinya
kepada penulis
5. Teristimewa dan tercinta tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada
Ayahanda Aruji B Alim, BE dan Ibunda Hasni Tahya A.Ma.Pd.OR atas cinta,
kasih sayang, perhatian, kesabaran, doa dan pengorbanan yang tidak dapat
penulis balas sampai kapan pun dan dengan apapun
6. Saudaraku Narni A.Md.Keb dan Saputra atas segala cinta, kasih sayang,
dukungan, doa dan bantuannya untuk penulis
viii
ix
7. Sahabat-sahabatku Febri, Ana, Anti, Aisyah, Sandi, dan Astrid terima kasih
semua canda, tawa, suka, suka, duka selama ini.
8. Kakak-kakakku Lisfaresliana Hasjim Amd.AK, Sri Suhartin andriani Lestari
Amd.AK, Patrawati Amd.AK, Umiyati sarilating Amd.AK, Rosma iqhasari
Amd.AK, Ulfa alfiyanti Amd.AK, Nina yuslina Amd.AK, Alfrindayanti
Amd.AK terima kasih atas dukungan dan motivasi selama ini.
9. Teman-teman angkatan 2015 seperjuanganku yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu mahasiswa/mahasiswi jurusan analis kesehatan yang dari awal
kita bersama hingga saat ini, terimakasih atas bantuan dan dukungan yang
kalian berikan.
10. Terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam bentuk apapun yang
tidak dapat ditulis satu persatu, dengan tulus penulis mengucapkan terima
kasih dan semoga Allah SWT, memberi balasan yang sesuai.
Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang terkait dan semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.
Kendari, Juni 2018
Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ..................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii
KATA PENGESAHAN .......................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. v
MOTTO................................................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A. Tinjauan Umum Mengenai Semut ...................................................... 5
B. Tinjauan Umum Biji Pepaya (Carica papaya linnaeus) ...................... 17
C. Tinjauan Umum Insektisida ...................................................................... 21
D. Tinjauan Umum Efektivitas Biji Pepaya ................................................. 23
x
xi
BAB III KERANGKA KONSEP............................................................................ 25
A. Dasar Pemikiran ................................................................................... 25
B. Kerangka pikir ...................................................................................... 27
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ......................................... 28
BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................... 30
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 30
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 30
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 30
D. Pengumpulan Data ............................................................................... 30
E. Instrumen penelitian ............................................................................. 31
F. Prosedur Penelitian ............................................................................... 31
G. Jenis Data ............................................................................................. 32
H. Pengolahan data...................................................................................... 33
I. Analis data .................................................................................................... 33
J. Penyajian Data ............................................................................................. 33
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 34
A. Hasil penelitian .................................................................................... 34
B. Pembahasan .......................................................................................... 35
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 38
A. Kesimpulan .......................................................................................... 38
B. Saran .................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN LAMPIRAN
xi
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Jumlah kematian Semut api pada berbagai dosis bubuk biji pepaya
setelah 24 jam perlakuan .................................................................................... 35
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 4 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 6 : Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 7 : Surat Keterangan Bebas Pustaka
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis penghasil berbagai
komoditas buah yang potensial, salah satunya buah pepaya (Carica
papaya L). Budidaya pepaya dilakukan hampir di seluruh provinsi di
Indonesia. Berdasarkan data produksi tanaman buah – buahan di
Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 ,produktivitas
pepaya nasional mencapai 840.119 ton yang tersebar di 33 provinsi
kecuali Kalimantan Utara. Daerah penghasil pepaya adalah Jawa Timur
sebesar 248.731 ton, Jawa Tengah sebesar 105.625 ton, Lampung
104.131 ton, Jawa Barat sebesar 71.768 ton, dan Nusa Tenggara Timur
sebesar 56.364 ton. Pepaya lokal selain untuk kebutuhan dalam negeri,
juga sebagai komoditi buah ekspor Indonesia. Berdasarkan data dari BPS
pada tahun 2014, pepaya merupakan salah satu dari 20 produk buah yang
diekspor dengan jumlah 26.137 kg. Jumlah tersebut memberikan
pemasukan bagi devisa negara sebesar U$ 29.695 dan menjadikan
pepaya berada di urutan ke 12 komoditi buah – buahan yang memberikan
pemasukan bagi devisa negara.
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang banyak
tersebar diberbagai negara tropis termasuk Indonesia. Buah dari tanaman
ini tergolong buah yang populer dan digemari oleh masyarakat
Indonesia. Rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak
air. Daging buah lunak dengan warna merah atau kuning. Di dalam satu
buah pepaya terdapat biji pepaya yang berjumlah banyak dan berwarna
kehitam-hitaman. Biji dilapisi kulit ari berwarna transparan yang sifatnya
seperti agar (Kalie,2008).
Rasa biji papaya yang pahit, pedas dan beraroma menyengat
menjadikan biji papaya kurang diminati sebagai bahan konsumsi.
1
2
Biji pepaya masih di anggap limbah oleh masyarakat dunia dan belum
dimanfaatkan secara optimal (Ummah, 2012), padahal menurut
Purwaningdyah (2015) biji pepaya memiliki efek farmakologis bagi
tubuh manusia karena adanya kandungan senyawa kompleks di
dalamnya. Senyawa tersebut antara lain tanin, fenol, saponin, dan
alkaloid yang bermanfaat sebagai anti diare. Berdasarkan penelitian
Zhou (2011) biji pepaya dapat digunakan sebagai antioksidan alami
karena adanya kandungan etanol, petroleum eter, etil asetat, dan n-
butanol. Senyawa kompleks lain yang terkandung didalam biji pepaya
yang tentunya baik untuk kesehatan yaitu Ca, Mg, Fe, P, lemak, protein,
serat kasar, karbohidrat, vitamin C, niacin, thiamin, riboflavin, dan beta
carotene (Godson, 2012).
Serangga merupakan anggota Filum Arthropoda yang anggotanya
paling melimpah dan mendominasi di muka bumi. Keberadaan serangga
di alam ini berpengaruh pada kehidupan manusia baik langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh serangga terhadap kehidupan manusia sangat
terkait dengan peranan serangga baik berupa nilai guna maupun berupa
kerugian yang ditimbulkan oleh serangga seperti kerusakan tanaman
pangan dan menjadi vektor penyakit. Oleh karena itu, hubungan antara
kehidupan manusia dan kehidupan serangga perlu dikelola sedemikian
rupa oleh pemerintah dan pihak yang sering berinteraksi dengan
serangga, seperti petani, peternak serangga, dan masyarakat, sehingga
nilai guna dari serangga termanfaatkan dan dampak kerugian serangga
dapat dikendalikan (Borror et, al.,1995)
Dampak merugikan di bidang kesehatan perlu perhatikan oleh
masyarakat yaitu golongan yang menyebabkan alergi, seperti jenis semut
Solenopsis geminata. Semut termasuk dalam 3 golongan, yaitu golongan
yang menimbulkan kelainan karena toksin yang dikeluarkan, seperti
Solenopsis saevissima. Peranan semut banyak dirasakan manusia, baik
peran positif atau peran negative semut sebagai hama. Spesies semut
yang berjumlah lebih dari 12.400 spesies merupakan anggota Famili
3
Formicidae. Semut dapat ditemukan di berbagai ekosistem, seperti hutan,
kebun, sawah, padang rumput, dan padang pasir. Semut biasanya
membangun sarang di dalam tanah. Posisi sarang semut bervariasi tiap
spesies, namun sering ditemukan di sebelah bangunan, tepi jalan, atau di
dekat sumber makanan seperti pohon atau tanaman yang menjadi tempat
berkumpulnya serangga penghasil cairan gula atau cairan seperti madu
(honeydew). Semut juga membangun sarang di bawah papan, bebatuan,
batang pohon yang jatuh, atau di bawah tanaman, terkadang juga
membangun sarang di bawah bangunan atau tempat terlindungi lainnya
(Rust & Choe, 2012)
Semut merupakan kelompok serangga yang hidupnya bersifat
kosmoplit dan faktor makanan sangat menetukan arah penyebarannya.
Bedasarkan sifat biologis dan ekologinya semut merupakan kelompok
hewan yang memegang peranan penting, diantaranya sebagai predator
pengurai dan herbivor dalam satu ekosistem, (Holldobler and Wilson,
1990).
Semut api merupakan salah satu kelompok yang paling sosial
dalam genus serangga dan hidup bermasyarakat yang disebut koloni,
yang terorganisasi dengan sangat baik. Koloni dan sarang-sarang semut
yang teratur, terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni. Jenis semut
dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Semut-
semut ini mampu menginjeksikan racun alkaloid dengan menggunakan
sengatnya dan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa serasa terbakar
api. (Tarumingkeng, 2001)
Dari hasil penelitian sebelumnya oleh Iwan iskandar dkk, 2015
yaitu Efektivitas Bubuk Biji Pepaya (Carica Papaya Linnaeaus) Sebagai
Larvasida Alami Terhadap Kematian Aegypti, menunjukkan hasil
perhitungan dalam dosis 4 gram/10 liter air terdapat 12 ekor kematian
larva, pada dosis 8 gram/10 liter air terdapat 23 ekor kematian larva,
pada dosis 12 gram/10 liter air terdapat 30 ekor kematian larva, pada
4
dosis 16 gram/10 liter air terdapat 41 ekor kematian larva, dan pada dosis
20 gram/ 10 liter air terdapat 49 ekor kematian larva.
Berdasarkan uraian diatas, semut api mampu mengeluarkan racun
alkaloid dengan menggunakan sangatnya, sedangkan biji papaya
mengandung senyawa alkaloid yang bermanfaat sebagai mendegradasi
dinding sel, sehingga merusak sel saluran pencernaan pada serangga.
Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Efektivitas Bubuk Biji Pepaya (Carica papaya Linnaeus)
Terhadap Kematian Semut Api (Selenopsis). Penelitian kali ini yaitu
peneliti menggunakan bubuk biji pepaya (carica papaya linnaeus)
dengan berbagai konsentrasi, dimana konsentrasi yang digunakan sama
dengan konsentrasi penelitian sebelumnya. Adapun konsentrasi yang
akan digunakan (0.4gr,0.8gr,1.2gr,1.6gr dan 2gr). Dan juga peneliti
menggunakan sampel yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian yaitu “ Apakah bubuk biji pepaya (Carica
papaya linnaeus) mempunyai efek terhadap kematian semut api”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas bubuk biji pepaya (carica papaya
linnaues) terhadap kematian semut api
2. Tujuan Khusus
Untuk diketahui efektivitas dari bubuk biji pepaya (carica papaya
linnaeus) terhadap kematian semut api dengan konsentrasi 0.4gr,
0.8gr, 1.2gr, 1.6gr, 2gr.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan sumbangsih ilmiah untuk almamater
berdasarkan hasil penelitian tentang efektivitas bubuk biji pepaya
5
(carica papaya linnaus) terhadap kematian semut api dan sumber
pustaka sekaligus menambah koleksi perpustakaan Jurusan Analis
Kesehatan untuk menjadi bahan bacaan.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk Peneliti
Dapat mengetahui informasi ilmiah tentang efektivitas
bubuk biji pepaya (carica papaya linnaues) terhadap kematian
semut api.
b. Untuk Peneliti Lanjut
Penelitian ini dapat menambah dan memperluas keilmuan
khususnya dalam bidan Parasitologi tentang efektivitas bubuk biji
pepaya (carica papaya linnaues) terhadap kematian semut api.
6
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Umum Mengenai Semut
1. Pengertian
Semut merupakan serangga omnivora yang memakan tumbuhan dan
hewan baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Beberapa jenis
semut yang sangat mudah dijumpai siswa adalah semut api (Solenopsis
sp). Semut api berperan dalam pengendalian hama tanaman dan dapat
juga berpotensi sebagai vektor penyakit yang berasosiasi dengan beberapa
mikroorganisme patogen yang menyebabkan penyakit bagi manusia,
kontaminasi peralatan steril di laboratorium dan menyebabkan reaksi
hipersensitivitas serta alergi kepada beberapa orang dikarenakan
sengatanya yang cukup menyakitkan (Miller & Allen, 2010).
Semut memiliki tempat hidup dimana-mana disegala daratan dunia,
kecuali diperairan. Semut sangat mempunyai banyak jenisnya, semut ini
termasuk serangga sosial, perilaku semut yang dijadikan contoh
kerukunan hidup bagi serangga-serangga lainnya, pada setiap koloni
semut tidak pernah ada perkelahian baik di dalam sarang maupun di luar
sarang ataupun ketika mendapatkan makanan. Semut juga mempunyai
sistem kasta, seperti halnya rayap dan lebah (Putra, 1994).
Koloni semut dimulai dengan terbangnya semut jantan dan semut
betina dari sarangnya baik itu dari sarang yang terbuat dari daun atau
yang berada di dalam tanah atau sarang-sarang lainnya. Terbangnya
semut ini diikuti karena adanya perkawinan antara semut jantan dan
betina, kemudian semut betina akan melepaskan sayapnya setelah
melakukan perkawinan dan semut jantan akan mati pada beberapa saat
setelah melakukan perkawinan (Putra, 1994).
Semut disebut dengan serangga sosial karena kehidupannya yang
sangat suka bergotong royong, hidup bersama-sama seperti halnya dalam
bermasyarakat dan saling membantu satu sama lain. Koloni semut akan
6
7
membantu semut yang lainnya jika diserang oleh para musuh dengan
beramai-ramai untuk menyerang lawan (srimawab, 1997).
Semut dapat membuat sarang di sekitar tempat tinggal kita misalnya
di atas gundukan tanah, sampah, pot bunga, pohon, sudut rumah dan lain-
lain. Semut adalah serangga yang dapat memakan bunga tanah atau
tumbuhan yang membusuk. Semut dapat pula memakan tanaman dan
hewan di atas lahan dan menjadikan tanah tempat bersarang dan
menyimpan makanan, oleh karena itu kita dapat menemukan kelimpahan
semut di pekarangan rumah, lingkungan taman-taman yang terawat dan
tidak terawat, dan tepi jalan dengan kondisi lingkungan terkena polusi
(Borror et al, 2005).
Semut mempunyai tiga golongan, yaitu semut jantan, semut betina
(ratu semut) dan semut pekerja. Semut jantan dan semut betina pada
umumnya adalah bersayap sementara itu semut pekerja tidak bersayap.
Ratu semut mempunyai abdomen yang besar dan pekerjaannya hanya
bertelur untuk menjaga keturunannya, sementara itu semut pekerja terdiri
dari semut-semut betina yang mandul yang pekerjaannya mencari
makanan atau semua pekerjaan dilakukan oleh semut betina (Srimawab,
1997).
2. Morfologi dan klasifikasi Semut
Klasifikasi ilmiah semut menurut Bolton (1994) adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.1. klasifikasi semut
Kerajaan :Animalia
Filum : Artropoda
Kelas : Insekta
8
Ordo : Hymenoptera
Sub ordo : Apokrita
Famili : Formicidae
Sub famili : Myrmicinae
Genus : Solenopsis
Semut adalah serangga yang termasuk dalam famili Formicidae
dan ordo Hymenoptera. Semut meliputi lebih dari 12.000 jenis dan
sebagian besar hidup di kawasan tropis. Sebagian besar semut dikenal
sebagai serangga sosial, dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur
beranggotakan ribuan semut per koloni. Anggota koloni terbagi menjadi
semut pejantan, ratu semut, dan semut pekerja (Pracaya, 2005).
Tubuh semut memiliki 3 bagian utama yaitu caput (kepala), thorax
(dada), dan abdomen (perut). Pada beberapa spesies semut, pada bagian
abdomen sering ditemukan node (penggentingan) yang merupakan ruas ke
2 dan ke 3 abdomen (Gambar 2.2) yang dapat digunakan sebagai awal
identifikasi dalam tahap subfamili (Hasmi et al., 2006).
1 2 3 4 5
6
Keterangan:
1. Head (Caput) 4. Postpetiole
2. Mesosoma (Thorax) 5. Gaster
3. Petiole 6. Abdomen
Gambar 2.2 Morfologi semut. Hashimoto (2003).
Kepala semut terdapat sepasang mata majemuk yang digunakan
untuk mendeteksi gerakan yang ada di depannya. Bagian kepala semut
9
juga terdapat 3 buah oselus yang digunakan untuk mendeteksi perubahan
cahaya dan polarisasi. Meskipun semut memiliki sepasang mata
majemuk, namun penglihatan semut masih buruk, bahkan ada yang buta.
Selain mata, pada bagian kepalanya juga terdapat sepasang antena yang
membantu semut mendeteksi rangsangan kimiawi berupa feromon dan
dapat digunakan pula sebagai alat peraba (Nurfilaila, 2012).
Pada bagian depan kepala semut juga terdapat sepasang rahang atau
mandibula yang digunakan untuk membawa makanan, memanipulasi
objek, membangun sarang, dan untuk pertahanan. Pada beberapa spesies,
di bagian dalam mulutnya terdapat semacam kantung kecil untuk
menyimpan makanan sementara waktu sebelum dipindahkan ke semut
lain atau larvanya (Hadi et al., 2009).
Tubuh semut memiliki exoskeleton atau kerangka luar yang
memberikan perlindungan dan juga sebagai tempat menempelnya otot.
Semut memiliki lubang-lubang pernapasan di bagian dada yang bernama
spirakel untuk sirkulasi udara dalam sistem respirasi (Borror et al.,
1992).
Di bagian dada semut terdapat tiga pasang kaki dan di ujung setiap
kakinya terdapat semacam cakar kecil yang membantunya memanjat dan
berpijak pada permukaan. Bagian metasoma (perut) semut terdapat
banyak organ dalam yang penting, termasuk organ reproduksi.Beberapa
spesies semut memiliki sengat yang terhubung dengan semacam kelenjar
beracun untuk melumpuhkan mangsa dan melindungi sarangnya (Hadi et
al., 2009).
Semut termasuk kedalam famili Formicidae dengan ordo
Hymenoptera. Sub ordonya adalah apocrita ditandai dengan menyatunya
segmen pertama dari abdomen dengan segmen pada thoraks yang disebut
dengan propodeum sehingga membentuk mesosoma. Semut merupakan
serangga yang bersifat eusosial pada daerah terestrial. Koloni eusosial
ditandai dengan adanya kerjasama diantara anggota koloni dalam
memelihara serangga pradewasa.
10
Semut terdiri dari 14 sub famili, yaitu; Nothomymeciinae,
Myrmeciinae, Ponerinae, Dorylinae, Aneuritinae, Aenictinae, Ecitoninae,
Myrmicinae, Pseudomyrmicinae, Cerapachyinae, Leptanillinae,
Leptanilloidinae, Dolichoderinae dan Formicinae), beberapa subfamili
bersifat endemik pada suatu daerah.
3. Siklus Hidup Semut
Metamorfosis yang terjadi pada serangga Hymenoptera yaitu
metamorfosis sempurna (Holometabola).Terdiri atas 4 tahapan
perkembangan siklus hidupnya yang dimulai dari telur-larva- pupa-
imago (Hadi et al., 2009).
a. Telur
Telur semut berwarna putih, berbentuk lonjong, panjangnya 1,0 -
1,5 mm dan lama fase telur adalah 14 hari. Telur diproduksi 10 - 20
hari setelah kopulasi antara ratu dan semut jantan. Produksi telur
semut hitam rata-rata 1.300-1.700 butir per tahun.Telur-telur tersebut
diletakkan di dalam sarangnya yang berada di lubang-lubang pohon
atau di balik dedaunan (Cadapan et al., 1990).
b. Larva
Telur-telur semut yang menetas akan menjadi larva. Larva semut
berwarna putih seperti belatung, kepala terdiri atas 13 segmen, dan
lama fase larva adalah 15 hari. Larva semut mendapatkan pakan
berupa cairan ludah dari kelenjar saliva ratu, dari cadangan lemak otot
terbang ratu, atau diberi makan oleh semut pekerja. Fase larva
merupakan fase aktif makan karena pada fase ini mereka harus
menyimpan energi yang cukup untuk memasuki fase pupa (Hasmi et
al.,2006).
c. Pupa
Pupa semut hitam berwarna putih, tidak terbungkus kokon seperti
kebanyakan serangga yang lain, dan lama fase pupa adalah 14 hari
Pada saat berbentuk pupa, semut hitam mengalami periode tidak
makan atau non-feeding periode (Cadapan et al., 1990).
11
d. Imago
Imago merupakan fase terakhir semut dan berwarna hitam, organ
tubuh mulai berfungsi, dan mulai terpisah menurut kastanya. Setiap
koloni lebih banyak menghasilkan pekerja dari pada kasta-kasta yang
lain pada awal-awal terbentuknya koloni yang bertujuan untuk
meringankan tugas ratu karena sebagian besar aktivitas koloni akan
dilaksanakan oleh pekerja. Semut dapat bertahan hidup selama 2-3
tahun (Pracaya, 2005).
4. Jenis-jenis Semut
Beberapa semut yang terdapat di pemukiman indonesia telah di
identifikasi oleh Upik Kesumawati & Sugiarto (2010) adalah sebagai
berikut :
1. Tapinoma (semut pudak)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Dolichoderinae
Genus : Tapinoma
Gambar 2.3
2. Dolichoderus (semut hitam)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
12
Family : Formicidae
Subfamily : Dolichoderinae
Genus : Dolichoderus
Gambar 2.4
3. Technomyrmex (semut hama)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Dolichoderinae
Genus : Technomyrmex
Gambar 2.5
4. Anoplolepis gracilipes (semut gila kuning)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Formicinae
Genus : A. Gracilipes
13
Gambar 2.6
5. Camponotus (semut bunuh diri)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Formicinae
Genus : Camponotus
Gambar 2.7
6. Paratrechina (semut gatal)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Formicinae
Genus : Paratrechina
14
Gambar 2.8
7. Polyrachis (semut buah)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Formicinae
Genus : Polyrachis
Gambar 2.9
8. Oechopyla smaragdina (semut rangrang)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Formicinae
Genus : Oechopyla smaragdina
15
Gambar 2.10
9. Solenopsis (semut api)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Myrmicinae
Genus : Solenopsis
Gambar 2.11
10. Monomorium (semut gula)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Myrmicinae
Genus : Monomorium
16
Gambar 2.12
Beberapa jenis semut di atas peneliti tertarik menggambil salah satu
jenis semut sebagai sampel penelitian yaitu jenis semut selenopsis (semut
api).
Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem disuatu daerah
dapat mempengaruhi keadaan lingkungan dan disekitarnya, yaitu dalam
sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro dan detoksifikasi
senyawa kimia. Seperti halnya semut yang mempunyai peranan penting
yaitu sebagai bioindikator dan indikator kondisi agroekosistem pada
suatu daerah (Rizali et al., 2002).
Semut adalah serangga yang mempunyai beragam peranan penting
dalam suatu ekosistem dan penyebarannya sangat begitu luas dan
diperkirakan mencapai 15.000 spesies. Semut dapat berperan sebagai
indikator ekologi untuk menilai kondisi ekosistem, menyebar dalam
jumlah yang banyak dalam suatu lokasi dan memungkinkan untuk
diidentifikasi (Latumahina, 2011).
Semakin beragamnya spesies semut maka peranan semut di alam
tidak akan hilang, namun seperti kita ketahui akibat dari konversi lahan
yang begitu cepat keberadaan serangga ini juga terancam punah.
Konversi lahan merupakan penyebab utama hilangnya keanekaragaman
hayati, baik itu semut maupun serangga-serangga lainnya yang
mempunyai peranan penting di alam. Konversi akan menjadi ancaman
terhadap fungsi ekosistem dan penggunaan lahan yang berkelanjutan
(Latumahina, 2011). Keanekaragman semut harus dijaga dengan baik
karena kelangsungan hidup dari semut-semut ini sangatlah penting bagi
ekosistem alam.
17
Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetauhui atau mencari
keanekaragaman, semakin tinggi indeksnya maka semakin beragam pula
jenisnya. Indeks keanekaragaman yang rendah dipengaruhi oleh
makanan yang ada pada suatu daerah dan umumnya jenis semut ini
adalah sebagai predator. Indeks kemerataan jenis menunjukkan perataan
penyebaran individu dari jenis-jenis organisme yang menyusun suatu
ekosistem. Kemerataan rendah juga dipengaruhi oleh banyak sedikitnya
makanan yang tersedia dan pada umumnya semut juga sebagai predator.
Spesies yang dominan diukur menggunakan indeks Simpson, apabila
sebaran tidak merata, maka terdapat dominasi suatu spesies hanya
spesies tertentu yang banyak jumlahnya (Rizal et al., 2011).
5. Peranan Semut
Semut secara ekonomi memanglah kurang bermanfaat, namun jika
dilihat secara ekologinya semut memiliki peranan yang sangat penting.
Peran semut di alam dapat memberikan pengaruh positif dan negatif
terhadap hewan dan manusia. Manfaat positif tidak dapat secara
langsung dinikmati oleh manusia misal nya perannya sebagai predator,
menguraikan bahan organik, mengendalikan hama dan bahkan
membantu penyerbukan. Solenopsis sp. di Brazil dapat dimanfaatkan
sebagai agen pengontrol kepadatan larva Diatrae saccharalis. Larva ini
dapat mengebor tanaman tebu (Riyanto, 2007).
Menurut Depparaba & Mamesah (2005) bahwa populasi dan
serangan penggerek daun (Phyllocnistis citrella Staint) pada tanaman
jeruk dapat dikurangi dengan musuh alami semut hitam (Dolichoderus
sp.), sebagai bioindikator dari kondisi hutan (Shahabudin, 2003), dan
mempengaruhi keanekargaman hayati. Sedangkan akibat negatif yang
disebabkan oleh semut adalah dapat menggigit manusia dan memakan
makanan yang ditemukannya.
18
B. Tinjauan Umum Biji Pepaya (carica papaya linneaus)
1. Pengertian
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang cukup
banyak dibudidayakan di Indonesia. Di Indonesia, tanaman pepaya dapat
tumbuh dari dataran rendah sampai daerah pegunungan 1000 m dpl.
Negara penghasil pepaya antara lain Kosta Rika, Republik Dominika,
Puerto Riko, dan lain-lain. Brazil, India, dan Indonesia merupakan
penghasil pepaya yang cukup besar (Warisno, 2003).
Pepaya lokal yang terdiri dari pepaya Malang, pepaya Bangkok,
Bogor, Pepaya Paris, pepaya Jinggo mempunyai ukuran relatif besar
(>2 kg). Pepaya lokal merupakan pepaya yang sudah lama
dibudidayakan petani dan konsumen sudah umum mengkonsumsinya
(Gita, 2013)
2. Klasifikasi dan morfologi biji pepaya (carica papaya linnaeus)
Tumbuhan pepaya memiliki morfologi sebagai berikut
(Tjittrosoepomo, 2004):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Cistales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
19
Gambar 2.13. morfologi biji pepaya (Dokumentasi Penelitian,
2017)
Secara umum tanaman pepaya memiliki ciri-ciri yang sama
dengan tanaman pepaya yang hidup di daerah lain. Biji pepaya yang
diambil dari buah pepaya didaerah ini memiliki bentuk buah agak
panjang dan lonjong, ukurannya bervariasi, dari yang kecil, sedang
sampai besar. Menurut Kalie (1996), Pepaya merupakan tanaman herba.
Batangnya berongga, biasanya tidak bercabang, dan tingginya dapat
mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar, dan
bercangap. Tangkai daun panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari
tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga sempurna. Bentuk
buah bulat sampai lonjong. Batang, daun, dan buahnya mengandung
getah yang memiliki daya enzimatis, yaitu dapat memecah protein.
Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat karena antara 10-12 bulan
setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen (Kalie, 1996).
Bagian tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah biji.
Biji pepaya berbentuk agak bulat dengan panjang kira-kira 5 mm. Bagian
biji terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan, dan kulit biji. Kulit biji
pepaya berwarna hitam dengan permukaan kasar, bergerigi, membentuk
alur-alur sepanjang biji, tebal dan keras. Dalam satu gram biji pepaya
terdiri antara 45-50 buah. Sewaktu masih melekat pada buah, biji
dilapisi oleh suatu lapisan kulit biji yang berwarna keputihan, lunak, dan
agak bening (Kalie, 1996).
Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya buah. Permukaan
biji agak keriput dan dibungkus oleh kulit ari yang bersifat seperti agar
atau transparan, kotiledon putih, rasa biji pedas atau tajam dengan aroma
yang khas (Ochse, 1931; Gintings, 1979; Rismunandar, 1982).
Kandungan kimia yang terdapat dalam biji pepaya adalah: 25% atau
lebih lemak campuran, 26,2% lemak, 24,3% protein, 17% serat, 15,5%
karbohidrat, 8,8% abu dan 8,2% air (Hooper dalam Burkill, 1935 dalam
Amir, 1992).
20
Komponen Persen Berat
Minyak 9,5
Protein 8,5
Abu 1,47
Karbohidrat 9,44
Cairan 71,98
Sumber: Yuniwati (2008)
Pepaya(Carica papaya L.) merupakan tanaman herbal dengan
batang berongga, biasanya tidak bercabang dan tingginya dapat mencapai
10 meter. Daunnya termasuk daun tunggal, berukuran besar dan
bercangap menjari dengan tangkai daun panjang (BPOM, RI., 2008).
Bunganya terdiri dari tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina dan
bunga sempurna. Bentuk buah bulat sampai lonjong. Batang, daun, dan
buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis, yaitu dapat
memecah protein. Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat, karena
antara 10-12 bulan setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen (Kalie,
1996). Sistem perakarannya memiliki akar tunggang dan akar-akar
cabang yang tumbuh mendatar ke semua arah pada kedalaman 1 meter
atau lebih menyebar sekitar 60-150 cm atau lebih dari pusat batang
tanaman (Suprapti, 2005).
3. Nama daerah
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) di Indonesia memiliki
berbagai macam nama daerah, seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua (BPOM,RI., 2010).
Sumatera : kabaelo, peute, pastelo, embetik, botik, bala,
sikailo, kates, kepaya, kustela,papaya, pepaya,
singsile, batiek, kalikih, pancene, pisang,
katuka, pisang patuka, pisang pelo, gedang
dan punti kayu. Jawa : gedang, ketela
gantung, kates dan gedhang.
21
Kalimantan : bua medung, pisang malaka buah dong,
majan, pisang mentela, gadang dan bandas.
Nusa Tenggara : gedang, kates, kampaja, kalu jawa, padu, kaut
panja, kalailu, paja, kapala, hango, muu jawa,
muku jawa dan kasi.
Sulawesi : kapalay, papaya, pepaya, keliki, sumoyori,
unti jawa, tangan tangan nikare, kaliki dan
rianre.
Maluku : tele, palaki, papae, papaino, papau, papaen,
papai, papaya, sempain, tapaya dan kapaya.
Papua : sampain, asawa, menam, siberiani dan tapaya.
4. Kandungan Kimia
Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3 % dari
keseluruhan buah pepaya. Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari
tanaman ini ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid,
tanin dan minyak atsiri. Dalam biji pepaya mengandung senyawa-
senyawa steroid (Satriasa dan Pangkahila, 2010) dan asam lemak tak
jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati dan Purwanti,
2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui
mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid,
terpenoid dan saponin (Warisno, 2003), glucoside cacirin dan karpain
(Setiawan, dkk., 2008). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
hasil skrining biji pepaya menunjukkan adanya golongan senyawa
alkaloid, steroid-triterpenoid, flavonoid, tanin, saponin dan glikosida
(Ramadhani, 2014).
Aktivititas insektisida dari metabolit sekunder pada daun dan biji
pepaya yang bersifat toksik seperti saponin, flavonoid dan triterpenoid
(Wahyuni, 2014). Alkaloid karpaina mekanisme kerjanya menghambat
proses metabolisme tubuh pada ulat, merintangi hormon pertumbuhan,
dan mencerna protein dalam tubuh ulat lalu merubahnya menjadi derivat
pepton yang menyebabkan ulat kekurangan makanan dan akhirnya mati
22
(Utomo, dkk., 2010). Saponin adalah racun yang bersifat polar, larut
dalam air dan ketika masuk ke dalam tubuh ulat akan menyebabkan
hemolisis di pembuluh darah, juga menghambat proses metamorfosis,
pembentukan kulit ulat, yang akan menyebabkan ulat mati (Suirta, dkk.,
2007). Flavonoid bekerja sebagai racun perut yang menurunkan nafsu
makan ulat yang menyebabkan ulat tidak dapat merasakan rangsangan
makanan, sehingga ulat akan mati kelaparan (Cahyadi, 2009). Triterpen
adalah senyawa yang bersifat toksik akut ketika diaplikasikan secara
topikal atau ketika bercampur dengan air. Triterpenoid menyebabkan
penurunan makan dan peningkatan kematian pada ulat (Wahyuni, 2014).
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya
diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan
triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin (Sukadana, 2007).
5. Khasiat Tumbuhan
Tumbuhan pepaya hampir seluruh bagiannya memiliki khasiat.
Daunnya berkhasiat sebagai antibakteri, antimalaria, antijerawat,
analgesik, antikanker dan penambah nafsu makan (Kalie, 1996).
Bunganya berkhasiat sebagai antimutagenik (Fransisca, 2012), dan
antibakteri (Iman, 2009). Bijinya berkhasiat sebagai antibakteri
(Martiasih, dkk., 2011) dan mengobati cacing kremi (Kalie, 1996).
Akarnya juga berkhasiat sebagai antiinflamasi (Adjirni dan Saruni,
2006), penyakit kencing batu dan gangguan saluran kencing (Kalie,
1996) dan antidiuretik (BPOM, RI., 2010).
C. Tinjauan Umum Insektisida
1. Insektida Alami
Insektisida alami adalah insektisida yang dibuat dengan
memanfaatkan bahan yang ada dilingkungan sekitar dengan proses
pembuatan yang mudah serta murah. Salah satu bahan yang dapat
digunakan sebagai insektisida alami adalah dengan Biji Pepaaya,(
misroul Hasanah, 2012)
23
Insektisida nabati merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk
yang berasal dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk
mengendalikan organisme pengganggu. insektisida nabati ini bisa
berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul),
pembunuh, dan bentuk lainnya. Secara umum, insektisida nabati
diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya dari
tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan
pengetahuan terbatas. Sifat dari insektisida nabati umumnya tidak
berbahaya bagi manusia ataupun lingkungan serta mudah terurai
dibandingkan dengan insektisida sintetik (Kardinan, 2001). Pada
umumnya insektisida nabati dapat dibuat dengan teknologi yang
sederhana atau secara tradisional yaitu : pengerusan, penumbukan,
pembakaran, atau pengepresan. Disamping itu insektisida nabati pada
umumnya kurang stabil dalam penyimpanan, sehingga jangka waktu
sejak pembuatan sampai dengan penggunaan diusahakan sesingkat
mungkin (Kardinan, 2001).
Beberapa keuntungan penggunaan insektisida nabati secara
khusus dibandingkan dengan pestisida konvensional adalah sebagai
berikut :
1. Mempunyai sifat cara kerja (mode of action) yang unik, yaitu tidak
meracuni (non toksik),
2. Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan serta
relatif aman bagi manusia dan hewan peliharaan karena residunya
mudah hilang,
3. Penggunaannya dalam jumlah (dosis) yang kecil/rendah,
4. Mudah diperoleh dialam, contohnya di Indonesia sangat banyak
jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati,
5. Cara pembuatannya relatif mudah dan secara sosialekonomi
penggunaannya menguntungkan bagi petani kecil di negara-negara
berkembang (Asmaliyah.dkk, 2010)
2. Insektisida Buatan
24
Insektisida merupakan kelompok pestisida yang terbesar dan
terdiri atas beberapa jenis bahan kimia yang berbeda, antara lain
organoklorin, organofosfat, kabamat, piretroid, dan DEET.
Penggunaan organoklorin telah dilarang di dunia dan Indonesia.
Organofosfat merupakan racun pengendali serangga yang paling
toksik terhadap binatang bertulang belakang. Akibat insektisida ini
terjadi penumpukan asetilkolin. Gejalanya adalah sakit kepala hingga
kejang-kejang otot dan kelumpuhan (Raini, 2009) Racun insektisida
dari berbagai zat aktif tersebut tidak hanya dirasakan oleh serangga
sasaran, tetapi bisa berakibat terhadap hewan peliharaan maupun
manusia. Pada manusia, yang paling rentan terhadap racun insektisida
adalah anak-anak. Mereka cenderung memasukkan berbagai jenis
barang yang ditemui ke dalam mulutnya. Jika yang dimasukkan
adalah insektisida, risikonya adalah kematian (Sujatno,2011).
Insektisida meracuni tubuh melalui beberapa cara, yaitu tertelan,
terhirup, terkena kulit atau mata. Produk insektisida yang beredar di
pasaran antara lain bakar, aerosol, oles, mat, dan cair elektrik.
Berdasarkan penelitian di Solo diketahui bahwa hampir keseluruhan
responden menggunakan insektisida antinyamuk. Lebih dari separuh
responden menggunakan insektisida bakar. Sebagian kecil responden
menggunakan insektisida semprot, oles, dan mat. Lebih dari separuh
responden menggunakan satu jenis insektisida. Akan tetapi ada juga
yang menggunakan lebih dari satu jenis insektisida.(Nusa RE.S, dkk
2011)
D. Tinjauan Umum Efektivitas Biji Pepaya
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang
berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.
Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan
penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan
unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di
dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif
25
apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip Handayaningrat.
(1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran
dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
Steers (1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah
jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber
daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa
melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan
yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.
Lebih lanjut menurut Kurniawan (2005:109), mengemukakan
“Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi
kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya
yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.
Biji pepaya juga dipercaya memiliki sifat anti bakteri dan anti
peradangan dalam sistem pencernaan, Penelitian telah menunjukkan
bahwa eksrak biji pepaya sangat efektif membunuh bakteri E.coli,
salmonella dan S.aureus serta bakteri berbahaya lainnya. Kemampuan
biji pepaya sama seperti halnya enzim papain dapat membantu untuk
mengubah lingkungan di usus lebih cocok untuk bakteri yang baik dan
tidak cocok untuk bakteri yang jahat yang dapat menyebabkan berbagai
masalah penyakit.
Biji pepaya memberikan banyak manfaat antara lain: sebagai obat
cacing, parasit dan diare, mempunyai sifat anti bakteri, dapat mengusir
uban dikepala, dapat membantu menangani pengerasan hati secara efektif.
26
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Semut merupakan serangga omnivora yang memakan tumbuhan
dan hewan baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Beberapa
jenis semut yang sangat mudah dijumpai siswa adalah semut api
(Solenopsis sp). Semut api berperan dalam pengendalian hama tanaman
dan dapat juga berpotensi sebagai vektor penyakit yang berasosiasi
dengan beberapa mikroorganisme patogen yang menyebabkan penyakit
bagi manusia, kontaminasi peralatan steril di laboratorium dan
menyebabkan reaksi hipersensitivitas serta alergi kepada beberapa orang
dikarenakan sengatanya yang cukup menyakitkan (Miller & Allen,
2010). Untuk mengatasi hal tersebut saat ini ada beberapa tanaman yang
dapat digunakan sebagai insektisida semut yaitu diantaranya biji pepaya.
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang cukup
banyak dibudidayakan di Indonesia. Di Indonesia, tanaman pepaya dapat
tumbuh dari dataran rendah sampai daerah pegunungan 1000 m dpl.
Negara penghasil pepaya antara lain Kosta Rika, Republik Dominika,
Puerto Riko, dan lain-lain. Brazil, India, dan Indonesia merupakan
penghasil pepaya yang cukup besar (Warisno, 2003).
Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3 % dari
keseluruhan buah pepaya. Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari
tanaman ini ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid,
tanin dan minyak atsiri. Dalam biji pepaya mengandung senyawa-
senyawa steroid (Satriasa dan Pangkahila, 2010) dan asam lemak tak
jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati dan Purwanti,
2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui
mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid,
terpenoid dan saponin (Warisno, 2003), glucoside cacirin dan karpain
(Setiawan, dkk., 2008). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
26
27
hasil skrining biji pepaya menunjukkan adanya golongan senyawa
alkaloid, steroid-triterpenoid, flavonoid, tanin, saponin dan glikosida
(Ramadhani, 2014).
Aktivititas insektisida dari metabolit sekunder pada daun dan biji
pepaya yang bersifat toksik seperti saponin, flavonoid dan triterpenoid
(Wahyuni, 2014). Alkaloid karpaina mekanisme kerjanya menghambat
proses metabolisme tubuh pada ulat, merintangi hormon pertumbuhan,
dan mencerna protein dalam tubuh ulat lalu merubahnya menjadi derivat
pepton yang menyebabkan ulat kekurangan makanan dan akhirnya mati
(Utomo, dkk., 2010). Saponin adalah racun yang bersifat polar, larut
dalam air dan ketika masuk ke dalam tubuh ulat akan menyebabkan
hemolisis di pembuluh darah, juga menghambat proses metamorfosis,
pembentukan kulit ulat, yang akan menyebabkan ulat mati (Suirta, dkk.,
2007). Flavonoid bekerja sebagai racun perut yang menurunkan nafsu
makan ulat yang menyebabkan ulat tidak dapat merasakan rangsangan
makanan, sehingga ulat akan mati kelaparan (Cahyadi, 2009). Triterpen
adalah senyawa yang bersifat toksik akut ketika diaplikasikan secara
topikal atau ketika bercampur dengan air. Triterpenoid menyebabkan
penurunan makan dan peningkatan kematian pada ulat (Wahyuni, 2014).
Bubuk adalah bentuk yang sangat kecil, halus dan kering dari
suatu materi padat. Terkadang granular dan bubuk seringkali disamakan,
padahal tingkat kehalusan bubuk lebih halus dbanding granular. Bubuk
didapatkan dari menumbuk atau mengancurkan bahan menjadi bentuk
yang sangat kecil dan halus.
Metode penggunaan adalah metode eksperimen murni dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian bubuk biji pepaya (carica papaya linnaeus)
terhadap kematian semut.
28
B. Bagan Kerangka Pikir
Biji Pepaya dikeirngkan
Biji pepaya dihaluskan menggunakan blender
Dibuat berbagai dosis bubuk biji pepaya
Alkaloid karpaina mekanisme
kerjanya menghambat proses
metabolisme tubuh pada ulat
Saponin menghambat proses
metamorphosis,pembentukan
kulit ulat, yang akan
menyebabkan ulat mati
Flavonoid bekerja sebagai
racun perut yang
menurunkan nafsu makan
ulat
Efek Insektisida terhadap semut api
Mati semut
Biji pepaya mengandung aktivitas insektisida
≤50 ≥50
efektif Tidak
efektif
29
C. Variabel Penelitian
Secara konseptual, variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian
ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen seperti gambar
berikut:
Keterangan:
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
1. Variabel independen
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikat, dimana variabel bebas yang diteliti
adalah biji pepaya dengan berbagai dosis yaitu 0.4gr, 0.8gr, 1.2gr,
1.6gr, 2gr.
2. Variabel dependen
Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas atau independen. Variabel dependen
dalam penelitian ini yaitu semut.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Semut yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah jenis semut
api (selenopsis). Karena semut ini sering dijumpai sehingga mudah
untuk diperoleh.
Dosis Bubuk biji
pepaya Kematian
Semut
30
2. Bubuk biji pepaya (carica papaya linneaus) yang dijadikan sampel
penelitian ini yaitu biji pepaya yang dikeringkan. Setelah kering biji
pepaya diblender sampai halus kemudian ditimbang 0.4 gram, 0.8
gram, 1.2 gram, 1.6 gram dan 2 gram.
3. Konsentrasi bubuk biji pepaya yang dibuat dalam gram. kriteria
objektif : Bubuk biji pepaya dengan berbagai konsentrasi (0.4gr,
0.8gr, 1.2gr, 1.6gr dan 2gr).
a. Dikatakan efektif jika kematian semut ≥50%
b. Dikatakan tidak efektif jika kematian semut <50
31
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental karena semut
api mendapat perlakuan langsung dan di masukkan dalam botol yang
ditaburkan bubuk biji pepaya dengan berbagai dosis.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan 29 Mei – 30 mei 2018.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Semua semut yaitu jenis semut selenopsis (semut api)
2. Sampel
Semut yang didapatkan sebanyak 250 ekor, selanjutnya 25 semut
di ujikan pada dosis 0.4gr, 25 semut di ujikan pada dosis 0.8gr, 25
semut di ujikan pada dosis 1.2gr, 25 semut di ujikan pada dosis 1.6gr,
25 semut di ujikan pada dosis 2gr, masing-masing pengujian ini
dilakukan dalam wadah dan dilakukan pengulangan pada setiap
konsentrasi sebanyak 2 kali.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan mulai dari pengumpulan
jurnal dan study literature yang mendukung penelitian ini. Kemudian
dilakukan pengambilan sampel semut kemudian di ujikan pada bubuk
biji pepaya. Hasil uji diolah menggunakan statistik.
31
32
E. Instrumen Penelitian
1. Gelas ukur
2. Gelas kimia
3. Toples
4. Timbagan analitik
5. Pisau
6. Blender
7. Kertas label
8. Masker
9. Talenan
F. Prosedur Penelitian
1. Pra analitik
a. Persiapan sampel : semut api (selenopsis)
b. Bahan dan Alat
1. Alat
a. Gelas ukur
b. Gelas kimia
c. Toples
d. Timbangan analitik
e. Pisau
f. Blender
g. Kertas label
h. Gunting
i. Masker
2. Bahan
a. Biji papaya
2. Analitik
a. Pembuatan Bubuk Biji Pepaya
1. Cuci biji pepaya, jemur 2-3 hari hingga kering
2. Biji pepaya diblender sampai halus
3. Kemudian bubuk biji pepaya di simpan dalam gelas ukur
33
4. Bubuk biji pepaya siap digunakan sesuai dengan perlakuan
b. Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah semut selenopsis (semut
api). Semut yang digunakan dalam 1 perlakuan berjumlah 25 ekor
semut, jumlah seluruh semut yang digunakan 250 ekor semut
untuk 125 perlakuan.
c. Tahap uji penelitian
1. Biji papaya yang telah dihaluskan, kemudian timbang
masing-masing sesuai yang di tetapkan yaitu
0.4gr,0.8gr,1.2gr,1.6gr dan 2gr.
2. Semut dimasukkan kedalam toples
3. Taburkan bubuk biji papaya kedalam toples yang terisi semut
sesuai dengan perlakuan
4. Amati hasil setelah penaburan di lakukan dari 0 jam – 24 jam
5. Lakukan pengamatan pada bahan uji
6. Pasca analitik
a. Dikatakan efektif jika kematian semut ≥50%
b. Dikatakan tidak efektif jika kematian semut <50%
G. Jenis Data
a. Data primer
Data primer dalah data yang diperoleh dari lapangan melalui
instrument pengumpulan data yang digunakan berkaitan dengan
objek berupa pengaruh bubuk biji pepaya terhadap kematian semut.
b. Data sekunder
Data di kumpulkan dari penelitian terdahulu dan jurnal yang
dipublikasikan kemudian dijadikan landasan teoritis dan penelitian
karya tulis ilmiah ini.
H. Pengolahan Data
Data-data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dari
hasil perhitungan jumlah kematian semut selama penelitian, kemudian
pengolahan data melalui tahap-tahap berikut:
34
1. Editing yaitu meneliti data kematian semut yang diperoleh meliputi
kelengkapan dan pengisian lembar hasil pengamatan.
2. Coding yaitu kegiatan untuk mengklasifikasikan data menurut
kategori masing-masing.
3. Tabulating, yaitu tahap melakukan penyajian data melalui tabel agar
mempermudah untuk dianalisis.
I. Analis Data
Untuk mengetahui jumlah semut yang mati akibat efektivitas bubuk
biji pepaya terhadap kematian semut api dapat dihitung menggunakan
rumus :
% kematian semut uji = Jumlah semut uji yang mati x100%
Jumlah semut yang duji
J. Penyajian Data
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan
kemudian dijelaskan dalam bentuk narasi.
35
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Parasitologi jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
1. Letak Geografis
Laboratorium Parasitologi Jurusan Analis kesehatan terletak di Jl.
Jend. A. H. Nasution No. G 14 Andounohu, tepatnya di Kelurahan
Kambu Kecematan Kambu, Kota Kendari.
2. Sarana dan prasarana
Jurusan analis kesehatan mempunyai sarana dan prasarana yang
menunjang proses berlangsungnya perkuliahan diantaranya : 4 ruang
perkuliahan, 1 ruang kantor atau jurusan dan 2 ruang laboratorium yang
membantu mahasiswa mempraktekan teori-teori yang didapatkan
dikelas yang terdiri atas : alat hematologi analizer, alat kimia darah, alat
urinalizer, inkubator, oven, waterbath, sentrifuge, mikroskop dan alat-
alat gelas maupun non gelas.
3. Sumber daya manusia
Staf pengajar di Poltekkes Kemenkes Kendari jurusan Analis
Kesehatan tahun 2018 sebanyak 10 orang, 4 orang staf administrasi dan
11 orang instruktur laboratorium.
B. Hasil penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dilaboratorium jurusan analis kesehatan
poltekkes kemenkes kendari, penelitian ini dimulai pada tanggal 29 mei
2018. Sampel semut api yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 250
semut api. Pengambilan sampel ini dilakukan pada rumah bagian yang
lembab yang diperkirakan tempat-tempat bersarang dan bertelur.
1. Karakteristik sampel uji
Sampel semut api pada penelitian ini digunakan sebanyak 250
semut api yang diperoleh dari sebuah halaman rumah yang terdapat
35
36
semut api dibagian lembab di halaman rumah. Biji papaya yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dengan kondisi yang tua
ditandai dengar warna hitam. Bubuk biji papaya ini didapatkan
dengan cara yaitu biji papaya dijemur hingga kering kemudian
diblender .
2. Efektivitas bubuk biji papaya terhadap kematian semut api
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium jurusan analis
kesehatan, awal pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah
dengan mengumpulkan biji papaya yang matang lalu dijemur hingga
kering. Jangka waktu yang diperlukan pada penelitian untuk melihat
efek pengujian efektivitas bubuk biji papaya terhadap kematian
semut api yaitu 24 jam.
Tabel 5.1 jumlah kematian semut api pada berbagai dosis setelah 24
jam perlakuan
Dosis
bubuk
biji
pepaya
Jumlah
semut
api
Replikasi Kematian semut api setelah
24 jam
Kategori
I II Jumla
h
Rata-
rata
present
asi
Efektif Tidak
efektif
0.4 gr 25 2 1 3 1.5 6%
0.8 gr 25 2 2 4 2 8%
1.2 gr 25 2 4 6 3 12%
1.6 gr 25 3 4 7 3.5 16%
2 gr 25 5 4 9 4.5 18%
Pada tabel 5.1 menunjukkan presentase kematian semut api yaitu
di mana dikatakan efektif jika lebih dari 50%. Sedangkan kematian
semut api yang dikatakan tidak efektif dibawah 50%. Pada dosis 0.4 gr
37
menunjukkan presentase kematiannya yaitu 6%. Pada dosis 0.8 gr
menunjukkan presentase kematiannya yaitu 8%. Pada dosis 1.2 gr
menunjukkan presentase kematiannya yaitu 12%. Pada dosis 1.6 gr
menunjukkan presentase kematiannya yaitu 16%. Pada dosis 2 gr
menunjukkan presentase kematiannya yaitu 18%. Pada dosis 0.4 gr, 0.8
gr, 1.2 gr, 1.6 gr, 2 gr dikatakan tidak efektif karena menunjukkan
kematian semut api dibawah 50%.
C. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bubuk biji
papaya terhadap kematian semut api dengan menggunakan berbagai
dosis yang berbeda. Jumlah semut yang digunakan pada masing-masing
dosis yaitu 25 ekor semut api dengan 2 kali pengulangan. Semut api
dipilih sebagai sampel pengujian karena mampu menginjeksikan racun
alkaloid sehingga memenuhi untuk perlakuan dengan menggunakan biji
papaya yang didalamnya mempunyai senyawa alkaloid yang mampu
mendegradasi dinding sel sehingga merusak sel saluran pencernaan. Biji
pepaya yang digunakan yaitu biji pepaya yang sudah matang (tua)
berwarna hitam. Untuk memperoleh bubuk biji pepaya ini terlebih
dahulu di jemur hingga kering kemudian di blender sampai halus lalu di
timbang sesuai dosis yang dibutuhkan.
Dosis bubuk biji pepaya yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 0.4gr, 0.8gr, 1.2gr, 1.6gr. dan 2gr kemudian diujikan pada semut
api yang masing-masing berjumlah 25 ekor kemudian dilihat efeknya
pada waktu 24 jam setelah diberi perlakuan. Berdasarkan hasil
pengamatan pada tabel 5.1 kelompok dosis 0.4 gr jumlah kematian semut
api sebanyak 2 ekor pada pengulangan ke 2 jumlah kematian semut api
tidak jauh beda yaitu sebanyak 1 ekor, presentase kematian semut yaitu
6% dan dikatakan tidak efektif karena presentase kematian semut
dibawah 50%. Pada dosis 0.8 gr jumlah kematian semut api sebanyak 2
ekor sedangkan pengulangan ke 2 jumlah kematian semut sebanyak 2
ekor, presentase kematian semut yaitu 8% dan dikatakan tidak efektif
38
karena presentase kematiannya dibawah 50%. Pada dosis 1.2 gr jumlah
kematian semut sebanyak 2 ekor sedangkan pada pengulangan ke 2
jumlah kematian semut sebanyak 4 ekor, presentase kematiannya yaitu
12% dan dikatakan tidak efektif karena presentase kematiannya dibawah
50%. Pada dosis 1.6 gr jumlah kematian semut sebanyak 3 ekor
sedangkan pengulangan ke 2 jumlah kematian semut sebanyak 3 ekor,
presentase kematian semut yaitu 16% dan dikatakan tidak efektif karena
presentase kematiannya dibawah 50%. Dan pada dosis 2 gr jumlah
kematian semut sebanyak 4 ekor sedangkan pada pengulangan ke 2
jumlah kematian semut sebanyak 5 ekor, presentase kematiannya yaitu
18% dan dikatakan tidak efektif karena presentase kematiannya dibawah
50%.
Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kematian jumlah semut
yang mati dari setiap dosis yaitu semakin banyak dosis yang digunakan
maka aroma yang dikeluarkan dari bau khas biji pepaya semakin berbau
sehingga semut yang mencium bau khas biji pepaya akan kekurangan
gerak/ aktivitas karena semut tersebut tidak menyukai aroma khas dari
biji pepaya sehingga kematian semut di akibatkan dari bau khas biji
pepaya karena semut tersebut tidak bias menahan bau yang ada pada biji
pepaya tersebut (Wara & hari, 2005)
Adapun faktor yang dapat mempengaruhi semut tidak mengalami
kematian pada berbagai dosis dikarenakan semut tidak memakan bubuk
biji pepaya yang ditaburkan pada perlakuan, semut tersebut pada saat
diberikan bubuk biji pepaya semua pada menghindar karena bau khas
dari biji pepaya yang mengakibatkan semut tidak memakan bubuk biji
pepaya.
Kekurangan penelitian ini yaitu dengan penggunaan bahan
penelitian yang terlalu tinggi saat penyimpanan sampel, sehingga semut
api tersebut tidak memakan bubuk biji pepaya sehingga semut tersebut
tidak mengalami kematian.
39
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 29
Mei 2018 tentang Efektivitas Bubuk Biji Pepaya Terhadap Kematian
Semut api dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada dosis 0.4 gr menunjukkan presentase kematiannya yaitu 6%.
Pada dosis 0.8 gr menunjukkan presentase kematiannya yaitu 8%.
Pada dosis 1.2 gr menunjukkan presentase kematiannya yaitu 12%.
Pada dosis 1.6 gr menunjukkan presentase kematiannya yaitu 16%.
Pada dosis 2 gr menunjukkan presentase kematiannya yaitu 18%.
2. Dari hasil pengujian efektivitas bubuk biji pepaya terhadap kematian
semut api (0.4gr, 0.8gr, 1.2gr, 1.6gr, 2gr) pada kematian semut api
dalam waktu 24 jam dinyatakan tidak efektif yaitu pada dosis 0.4gr,
0.8gr, 1.2gr, 1.6gr, 2gr berhubung kematian semut kurang dari 50%.
B. Saran
1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan mahasiswa untuk
menambah wawasan ilmuan
2. Diharapkan penelitian dapat menjadi sumbangan ilmiah dan
masukan ilmiah pengetahuan.
3. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan informasi bagi
peneliti selanjutnya.
39
40
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohman, Riyanto, S.. & Hidayati, N.. 2007. Aktivitas Antioksidan,
Kandungan Fenolik Total, dan Flavonoid Total Daun Mengkudu
(Morinda citrifoia L), Agritech, Vol.27 No.4
Adjirni., dan Saruni. (2006). Penelitian Antiinflamasi dan Toksisitas Akut
Ekstrak Akar Pepaya (Carica papaya L.) pada Tikus Putih. Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran. 129(3):42-44.
Ahimsa Putra H.S. 1994. Antropologi Ekologi; Beberapa Teori dan
Perkembangannya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Aisyah, Ramadhani Nurul, Sukirman dan Dhini Suryandari. 2014. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Disfungsional Audit : Penerimaan Auditor
BPK Jateng. Accounting Analysis Journal. Universitas Negeri Semarang.
Semarang. Hal 133
Albrecht, W. S., Albrecht, C. C, & Albrecht, C. O. 2006. Fraud examination (2
ed.).Electronic Version. Mason, OH: Thomson Business and Professional
Publishers.
Allen, K. A. & Lyan. R. 2010. Profil Perkembangan Anak, Edisi 5. Jakarta: PT
Anderson, Kristin and Carol Kerr. 2002. Customer Relationship Management.
McGraww-Hill. Wisconsin.
Asfiya wara & sutrisno hari. 2005. Pusat Penelitian biologi LIPI.
Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Volume V, Edisi I, 112-117,
Badan
Bolton, B. 1994. Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard
Borror, D,J., Triplehorn, C.A., dan Johnson, N.F., 2005. Study of Insects. 7
Edition. Thomson Brooks/Cole. Australia, Canada, Singapura, Spain,
United Kingdom, United Stated.
Borror, D.J., C.A, Triplehorn, N. F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., and Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi Keenam. Diterjemahkan oleh: Partosoedjono, S. dan
Brotowidjoyo, M.D. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Cadapan, E.P., M. Moezir dan A.A Prihatin. 1990. Semut Hitam. Berita
Perlindungan Tanaman Perkebunan 2 (1):5-6
41
Cahyadi. W. (2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 134. Edisi ke-6. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Hadi, S., Ahmad, D., Akande, F.K., 2009. Determination of the Bruise Indexes
of Oil Palm Fruits. Journal of Food Engineering 95, 322–326.
Hannafin, M.J. dan Peck, K.L. (1998). The Design, Development and evaluation
of Inscructional software. New York: Macmillan Publishing Company.
Hashimoto, Y. 2003. Identification Guide To the Ant Genera of Borneo. Japan.
Hasmi, A., E.Lebrun., R.Plowes. 2006. A Field Key To The Ants (hymenoptera :
Formicidae) Found at Brackenridge Field Laboratories (Rev).
University of Texas at Austin. Texas.
Indah Sri Wahyuni, 2014 Pengaruh Penggunaan Metode Reciprocal Teaching
Terhadap Kemampuan Muhadatsh Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Indek
Jetter M. K., Hamilton, j. dan Klotz, H. J. 2002. Red Imported Fire Ants
Threaten Agriculture, Wildlife and Homes. California Agriculture vol 56,
no 1.
Kalie, M.B. 1996. Bertanam Pepaya. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Latumahina, F. S. 2011. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Terhadap
Keanekaragaman Semut Alam Hutan Lindung Gunung Nona-Ambon.
Jurnal Agroforestri, 4 (1): 18-22
Lee, Sangho., Lueptow, Richard M, 2002, Experimental verification of a model
for rotating reverse osmosis, Department of Mechanical Engineering,
Northwestern University, Evanston, IL, 60208, USA.
Mai Fransiska.,(2012), Analisis Kadar Angka Permanganat pada Air Minum
dan Air Bersih di Beberapa Daerah Medan.,Tugas
Akhir,FMIPA,USU,Medan
Nurfilaila.2012.Ciri-CiriKhususSemut. Diakses pada 20 Mei 2014. 20:16
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Pracaya. 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rizali, A. Buchori, D. Triwidodo, H. 2002. Keanekaragaman serangga pada
lahan persawahan-tepian hutan : Indikator untuk kesehatan lingkungan :
Hayati Juni 2002, hlm. 41-48 Vol. 9, No. 2 ISSN 0854-8587.
42
Satriyasa, B. K. & Pangkahila, W. I. 2010.“Fraksi Heksan dan fraksi Metanol
Ekstrak Biji Pepaya Muda Menghambat Spermatogonia Mencit (Mus
Musculus) Jantan”. Jurnal Veteriner. 11 (1): 36-40.
Shahabuddin. 2003. Pemanfaatan Serangga sebagai Bioindikator Kesehatan
Hutan.
Srimawab, T. 1997. Serangga Dalam Lingkungan Hidup. Akadoma. 195 hal.
Suprapti, M. 2005. Kedelai Tradisional. Kanisius. Jogjakarta.
Tarumingkeng, R.G (2001). Biologi dan Perilaku Rayap. Bogor. Fakultas
Kehutanan Institusi Pertanian Bogor.
Tjitrosoepomo, Gembong.2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta University Press. London.
222p
Utomo, Wiranto Herry. 2010. Pemrograman Basis Data Berorientasi Objek.
Yogyakarta : Andi Offset.
Warisno. 2003. Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Kanisius.
Yulminarti, S. Salamah dan T.S.S. Subahar. 2012. Jumlah Jenis dan Individu
Semut di Tanah Gambut Perkebunan Sawit di Sungai Pagar , Riau.
Biospesies 5 (2): 21-27.
Yuniwati, M dan Purwanti, A. 2008. Optimasi kondisi proses minyak biji
pepaya. Jurnal Teknologi Technoscientia. Jurusan Teknik Kimia.
Yogyakarta IST Akprind. 1(1): 76
43
LAMPIRA
N
44
45
46
47
LAMPIRAN
GAMBAR KEGIATAN PENELITIAN
1. Pembuatanbubukbijipepaya
a. Pemblenderanbijipepaya
b. Penimbanganbubukbijipepaya
48
c. Hasilpenimbangan
49
2. Tahappengujianbubukbijipepaya
a. Pemberianbubukbijipepaya
50
Tabel hasil pengamatan penelitian setelah 24 jam perlakuan pada
pengulangan/ replikasike 1
No
Dosisbubukbijipepaya
yang diuji
Jumlahsemutapi
yang diuji
Jumlah semu
tapi yang mati
setelah 24 jam
perlakuan
Replikasi 1
1 0.4 gram 25 2
2 0.8 gram 25 2
3 1.2 gram 25 2
4 1.6 gram 25 3
5 2 gram 25 5
Tabel hasil pengamatan penelitian setelah 24 jam perlakuan pada
pengulangan/ replikasike 2.
No
Dosis bubuk
biji pepaya
yang diuji
Jumlah semu
tapi yang diuji
Jumlah semu
tapi yang mati
setelah 24 jam
perlakuan
Replikasi 2
1 0.4 gram 25 1
2 0.8 gram 25 2
3 1.2 gram 25 4
4 1.6 gram 25 4
5 2 gram 25 4
51
52
top related