efektivitas latihan berjalan terhadap kapasitas...
Post on 30-Dec-2019
29 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIVITAS LATIHAN BERJALAN TERHADAP
KAPASITAS FUNGSIONAL DAN FUNGSI KESEIMBANGAN
PADA CALON JEMAAH HAJI DEWASA SEHAT
TESIS
RIFKY MUBARAK
1406666971
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
JAKARTA
OKTOBER 2018
Universitas Indonesia ii
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIVITAS LATIHAN BERJALAN TERHADAP
KAPASITAS FUNGSIONAL DAN FUNGSI KESEIMBANGAN PADA
CALON JEMAAH HAJI USIA DEWASA SEHAT
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi
RIFKY MUBARAK
1406666971
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
JAKARTA
OKTOBER 2018
Universitas Indonesia iii
UNIVERSITAS INDONESIA
Penelitian ini telah disetujui oleh
Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dr. Fitri Anestherita, SpKFR
Sekretaris Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 FKUI-RSUPN-CM
Dr. dr. Widjajalaksmi Kusumaningsih, SpKFR-K, M.Sc
NIP 195506071981032001
Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 FKUI-RSUPN-CM
Universitas Indonesia iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Rifky Mubarak
NPM : 1406666971
TandaTangan :
Tanggal : 8 Oktober 2018
Universitas Indonesia v
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Rifky Mubarak
NPM : 1406666971
Program studi : Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Judul Tesis : Efektivitas Latihan Berjalan Terhadap Kapasitas
Fungsional dan Fungsi Keseimbangan pada Calon
Jemaah Haji Usia Dewasa Sehat
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi pada Program Studi Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 8 Oktober 2018
Universitas Indonesia vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas berkah dan
rahmat-Nya lah saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini merupakan
tugas akhir dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS) ilmu kedokteran
fisik dan rehabilitasi (IKFR) serta sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR). Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada :
(1) Dr. dr. Nury Nusdwinuringtyas, SpKFR-K, M.Epid, dr. Ujainah Zaini Nasir,
SpPD-KP, MARS, dan Dr. dr. Muchtaruddin Mansyur, M.S., SpOK, PhD, selaku
pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas serta sabar memberikan bimbingan
sejak awal pembuatan proposal penelitian hingga selesainya tesis,
(2) Dr. dr. Tirza Z. Tamin, SpKFR-K selaku penguji yang telah memberikan
banyak masukan dan arahan,
(3) Dr. dr. Widjajalaksmi Kusumaningsih, SpKFR-K, M.Sc. dan dr. Fitri
Anestherita, SpKFR selaku ketua dan sekretaris program studi IKFR FKUI yang
telah memberikan bantuan pada proses pembuatan tesis,
(4) Seluruh staf pendidikan program studi IKFR yang telah memberikam
perhatian dan masukan pada proses pembuatan tesis,
(5) dr. Luh Karunia Wahyuni, SpKFR-K selaku kepala Departemen Rehabilitasi
Medik RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan dukungan
dalam proses pembuatan dan penyelesaian tesis,
(6) Seluruh rekan-rekan PPDS IKFR terutama rekan seperjuangan saya dalam
proses pendidikan, yaitu dr. Inez Widyasari Halim, dr. Leonardo Daniel
Moestopo, dr. Maulana Kurniawan, dr. Mirawaty, dr. Fatimatus Zahroh, dan dr.
Setiawati Astri Arifin, atas dukungan dan kerjasama yang terjalin dengan sangat
baik,
(7) Kedua orang tua saya, Mukhtar Ikhsan dan Maria Ulfah, yang senantiasa
berkorban waktu, tenaga, pikiran, serta memberikan do’a dan dukungan
terbaiknya demi kelancaran studi saya,
Universitas Indonesia vii
(8) Istri saya, Anggi Putri Suhadi, dan anak pertama saya, Muhammad Alif, yang
telah mencurahkan do’a dan kasih sayang, serta mendukung proses pendidikan
saya dengan kesabaran dan pengertian yang sepenuh hati sehingga saya dapat
menyelesaikan tesis ini,
(9) Kakak saya, Ahmad Nabries Khawarizmy, dan Mohamad Labib, beserta
keluarganya, yang telah memberikan semangat serta mengajarkan ilmu dan
pengalamannya dalam proses pendidikan saya,
(10) Seluruh calon jemaah haji yang menjadi subjek penelitian saya yang telah
membantu dan ikut bekerjasama dalam menyelesaikan penelitian saya sehingga
memberikan hasil yang baik,
(11) Serta seluruh sahabat dan keluarga saya yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, yang selalu memberikan dukungan dan semangat sehingga saya dapat
menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan balasan dan rahmat yang berlimpah
ganda atas semua bimbingan, bantuan, dan dukungan yang telah saya terima.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat terutama dalam pengembangan ilmu di bidang
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Aamiin.
Jakarta, 8 Oktober 2018
Rifky Mubarak
Universitas Indonesia viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Rifky Mubarak
NPM : 1406666971
Program Studi : Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Departemen : Rehabilitasi Medik
Fakultas : Kedokteran
Jenis karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Efektivitas Latihan Berjalan Terhadap Kapasitas Fungsional dan Fungsi
Keseimbangan pada Calon Jemaah Haji Usia Dewasa Sehat
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia /
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Jakarta
Pada tanggal: 8 Oktober 2018
Yang Menyatakan,
Rifky Mubarak
Universitas Indonesia ix
ABSTRAK
Nama : Rifky Mubarak
NPM : 1406666971
Program Studi : Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Judul Tesis : Efektivitas Latihan Berjalan Terhadap Kapasitas
Fungsional dan Fungsi Keseimbangan pada Calon
Jemaah Haji Usia Dewasa Sehat
Latar Belakang. Ibadah haji merupakan ibadah fisik yang dilakukan oleh jemaah
haji terdiri dari aktivitas berjalan minimal sejauh 12 kilometer untuk melakukan
kegiatan rukun haji dan kegiatan diluar rukun haji. Ibadah haji memerlukan
kapasitas fungsional dan keseimbangan yang baik sebagai syarat istitaah
kesehatan untuk mencegah terjadinya kelelahan. Tujuan dari penelitian ini untuk
menilai efek latihan berjalan terhadap kapasitas fungsional dan fungsi
keseimbangan pada calon jemaah haji usia dewasa sehat.
Metode. Sebanyak 38 calon jemaah haji dewasa sehat dilakukan uji jalan 6 menit
menggunakan rumus Nury prediksi VO2 maks dan uji timed up and go (TUG).
Dilakukan randomisasi dan dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol.
Kelompok intervensi diberikan latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari
selama 30 menit dengan intensitas sedang sebanyak 3-5 kali seminggu dalam 8
minggu. Kelompok kontrol hanya diminta mencatat jumlah langkah per hari tanpa
peresepan latihan. Pada akhir penelitian dilakukan kembali uji jalan 6 menit
rumus Nury dan uji TUG, serta dilakukan analisis data.
Hasil. Kedua kelompok mengalami peningkatan prediksi VO2 maks namun tidak
mengalami peningkatan nilai TUG pada akhir penelitian. Peningkatan prediksi
VO2 maks pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
kontrol (p=0,007).
Kesimpulan. Latihan berjalan dapat meningkatkan kapasitas fungsional pada
calon jemaah haji usia dewasa sehat, namun tidak memberikan efek peningkatan
fungsi keseimbangan.
Kata kunci. Fungsi keseimbangan; jemaah haji; kapasitas fungsional.
Universitas Indonesia x
ABSTRACT
Name : Rifky Mubarak
NPM : 1406666971
Study Program : Physical Medicine and Rehabilitation
Title : Efectivity of Walking Exercise Towards Functional
Capacity and Balance Function for Healthy Adult
Pilgrims Candidate
Background. Hajj pilgrim is physical worship performed by pilgrims consist of
walking at least 12 kilometer to complete the hajj principle and related activity.
Hajj pilgrim needs good functional capacity and balance as a prerequisite of
health to prevent fatigue. The aim of this study is to evaluate the effectivity of
walking exercise on functional capacity and balance function for healthy adult
pilgrim candidates.
Method. 6 minutes walk test (6MWT) and Timed Up and Go (TUG) test was
done on 38 healthy adult hajj pilgrim candidate. VO2max was predicted using
Nury Formula. The candidate was randomized into intervention and control
group. Intervention group was given walking exercise, minimum of 6000 steps
each day for 30 minutes, moderate intensity, 3-5 times a week for 8 weeks. The
control group was not prescribed exercise, only asked to record the amount of
steps taken each day. At the end of the study, 6MWT and TUG was reevaluated.
Results. At the end of the study, both groups show improvement on predicted
VO2max but no improvement on TUG time. Predicted VO2max improvement
are higher on intervention group compared to control (p=0.007).
Conclusion. Walking exercise might increase functional capacity on healthy adult
hajj pilgrim candidate, but has no effect on balance.
Keywords. Balance function; functional capacity; hajj pilgrim candidates.
Universitas Indonesia xi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ………………………………………. xiii
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
1.1. Latar belakang …………………………………………………….. 1
1.2. Perumusan masalah ……………………………………………….. 4
1.3. Tujuan penelitian ………………………………………………….. 4
1.4. Hipotesis ………………..…………………………………………. 5
1.5. Manfaat penelitian …………………………………………….. …. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 7
2.1. Aktivitas Berjalan …………………………………………..……… 7
2.2. Pengukuran Jumlah Langkah Berjalan Menggunakan Pedometer … 12
2.3. Kapasitas Fungsional ……………………………………………… 13
2.4. Uji Jalan 6 Menit Protokol Nury ………………………………….. 17
2.5. Keseimbangan …………………………………………………….. 19
2.6. Ibadah Haji ………………………………………………………… 20
2.7. Kerangka Teori ……………………………………………………. 23
2.8. Kerangka Konsep …………………………………………………. 24
BAB III METODE PENELITIAN ……………...……………………….. 25
3.1. Desain Penelitian ………………………………………………….. 25
3.2. Tempat dan Waktu penelitian …………..............…………………. 25
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian …..……………………………….. 25
3.5. Besar Sampel ………………………………………………………. 25
3.6. Kriteria Penerimaan dan Penolakan Subjek Penelitian ……..…….. 26
3.7. Bahan dan Alat Penelitian …………………………………………. 26
3.8. Cara Kerja Penelitian ……………………………………………… 27
3.9. Identifikasi variable ………………….……………………………. 29
3.10. Definisi operasional …..…………………………………………… 29
3.11. Alur Penelitian ………………………….…………………………. 31
Universitas Indonesia xii
3.12. Manajemen data …….…………………………………………….. 32
3.13. Pertimbangan etik …………………………………………………. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN ………………………………………….. 33
4.1. Hasil Pengumpulan Data …………………………………………… 33
4.2. Karakteristik subjek Penelitian …………………………………….. 34
4.3. Jumlah Langkah per Hari ………………………………………….. 35
4.4. Efek Latihan Berjalan terhadap Kapsitas Fungsional dan Fungsi
Keseimbangan …………………………………………………….. 35
BAB V PEMBAHASAN …………………………………………………. 43
5.1. Karakteristik Subjek Penelitian …………………………………….. 43
5.2. Jumlah Langkah per Hari …………………………………………… 43
5.3. Efek Latihan Berjalan terhadap Kapasitas Fungsional Calon Jemaah Haji
Usia Dewasa Sehat ……………………………………………….. .. 46
5.4. Latihan Berjalan sebagai Strategi Preventif untuk Pemeliharaan Kapasitas
Fungsional pada Calon Jemaah Haji Usia Dewasa Sehat dalam Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat ………………………………………………… 47
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 49
6.1. Simpulan …………………………………………………………… 49
6.2. Saran ……………………………………………………………….. 49
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 51
LAMPIRAN …………...…………………………………………………… 54
Universitas Indonesia xiii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 2.1 Pengukuran Intensitas Latihan Berjalan dengan “Tes Bicara” ….. 8
Tabel 2.2 Fase-fase Siklus Berjalan ……………………………………….. 9
Tabel 2.3 Aktivitas Kelompok Otot pada Siklus Berjalan Normal ……….. 11
Tabel 2.4 Enam Determinan Berjalan ……………………………………… 12
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian …………………………………. 35
Tabel 4.2 Rerata Jumlah Langkah per Hari ………………………………… 36
Tabel 4.3 Rerata Jarak Tempuh Uji Jalan 6 Menit (meter) ………………… 38
Tabel 4.4 Gambaran Persentase Prediksi Jarak Tempuh Uji Jalan 6 Menit .. 39
Tabel 4.5 Efek Latihan Berjalan Terhadap Prediksi VO2 maks …………… 40
Tabel 4.6 Efek Latihan Berjalan Terhadap Rerata Nilai METS …………… 41
Tabel 4.7 Efek Latihan Berjalan Terhadap Nilai Uji Timed Up and Go ….. 41
Tabel 5.1 Klasifikasi Tingkat Aktivitas Berdasarkan Jumlah Langkah …… 45
Gambar 2.1 Perbandingan Fase Berjalan Sesuai dengan Kecepatan Berjalan.. 10
Gambar 4.1 Rerata Jumlah Langkah per Minggu Selama 8 Minggu ………... 37
Universitas Indonesia xiv
DAFTAR SINGKATAN
PPOK Penyakit paru obstruktif kronis
DM Diabetes mellitus
ISPA Infeksi saluran napas akut
FEV1 Forced expiratory volume in 1 second
FVC Forced vital capacity
PEF Peak expiratory flow
SABA Short acting beta agonist
NSAID Non steroid anti inflammatory drug
LABA Long acting beta agonist
ICS Inhaled corticosteroid
OCS Oral corticosteroid
IL Interleukin
6MWT 6 Minutes walking test
SPSS Statistical Product and Service Solution
Universitas Indonesia xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Keterangan Lolos Kaji Etik ………………………………… 54
Lampiran II. Rekomendasi Izin Penelitian Dinas PTSP DKI Jakarta ……. 55
Lampiran III. Rekomendasi Izin Penelitian Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Pusat …………………………………. 56
Lampiran IV. Rekomendasi Izin Penelitian Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur ………………………………… 57
Lampiran V. Formulir Penjelasan Prosedur Penelitian Untuk Peserta
Penelitian …………………………………………………… 58
Lampiran VI. Formulir Pernyataan Persetujuan Mengikuti Penelitian .…… 59
Lampiran VII. Status Subjek Penelitian ……………………………………. 60
Lampiran VIII. Buku Log Latihan Berjalan ………………………………… 61
Universitas Indonesia 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berjalan merupakan proses siklik dimana seluruh rangkaiannya diperankan oleh
satu tungkai yang dinamakan satu siklus berjalan. Setiap siklus berjalan memiliki
dua komponen dasar, yaitu stance phase yang menggambarkan durasi kaki
berkontak dengan tanah, dan swing phase yang merupakan periode di mana
tungkai berada di udara dengan tujuan untuk mendorong tungkai ke depan.
Jumlah rata-rata aktivitas berjalan kaki pada orang usia dewasa lanjut sehat
sebanyak 2.000-9000 langkah per hari. Sedangkan jumlah rata-rata aktivitas
berjalan kaki pada populasi khusus (orang dengan disabilitas atau penyakit kronik
yang dapat membatasi kemampuan mobilisasi atau kebugaran fisiknya) yaitu
1.200 – 8.800 langkah per hari. Intervensi latihan berjalan berbasis alat pengukur
pedometer pada orang dewasa lanjut dan populasi khusus dapat menghasilkan
kenaikan jumlah langkah yang ditempuh masing-masing 775 langkah per hari dan
2.215 langkah per hari. Tidak ada penelitian yang menginformasikan latihan
berjalan dengan intensitas sedang (yaitu dalam satuan langkah per menit) pada
orang dewasa lanjut saat ini, namun dengan menggunakan cadence orang dewasa
lanjut sebesar 100 langkah per menit untuk menentukan batas bawah aktifitas
berjalan intensitas sedang (yaitu 3 METs), dan mengalikannya dengan 30 menit
menghasilkan nilai heuristis yang masuk akal yaitu 3.000 langkah. Namun, irama
ini mungkin tidak terjangkau dalam beberapa populasi. Sehingga untuk benar-
benar dapat digunakan sebagai panduan latihan, harus dilakukan diluar aktivitas
kehidupan sehari-hari, dengan intensitas sedang dalam interval minimal 10 menit,
dan dilanjutkan setidaknya 150 menit dalam seminggu.1,2
Studi meta analisis oleh Tudor-Locke et al mengambil 13 studi intervensi aktivitas
fisik berjalan kaki dengan menggunakan pedometer pada sampel usia dewasa
hingga lanjut sehat untuk melihat peningkatan jumlah langkah kaki per hari,
dengan rerata awal sebanyak 4.196 langkah per hari, dengan selisih rata-rata
peningkatan jumlah langkah per hari adalah 808 langkah per hari, setelah
diberikan intervensi latihan berjalan dengan pedometer yang berlangsung
Universitas Indonesia
2
bervariasi antara selama 2 minggu hingga 11 bulan. Rosenberg et al melakukan
intervensi latihan berjalan dengan pedometer selama 2 minggu untuk melihat
kenaikan jumlah langkah per hari, terjadi kenaikan signifikan jumlah langkah
perhari setelah dilakukan pemantauan diri dengan menggunakan pedometer.
Sebagai perbandingan bahwa penelitian pada usia dewasa muda menunjukkan
peningkatan sebanyak 2.000-2500 langkah per hari dengan intervensi latihan
berjalan dengan pedometer.2,3
Rekomendasi latihan untuk orang dewasa dapat dilakukan dengan beraktifitas
intensitas sedang hingga berat sedikitnya 150 menit per minggu. Bila latihan yang
dipilih adalah berjalan, maka berjalan selama 30 menit dapat dapat sebanding
dengan jarak tempuh sekitar 2,5 km dengan kecepatan 5 km/jam, dan dengan
panjang langkah kaki (stride length) 0,7 m, seseorang dapat mencapai 3570
langkah. Beberapa data empiris yang mengkonfirmasi studi tersebut yaitu
mencapai rata-rata jumlah langkah sebanyak 3100, 3410, 3570, dan 3800 – 4000
langkah dalam latihan berjalan selama 30 menit. Jumlah ini bila ditambahkan
dengan jumlah langkah pada aktifitas kehidupan sehari-hari diluar latihan dapat
mencapai sekitar 4000 langkah per hari, yang juga ditentukan sebagai jumlah
langkah rata-rata yang dapat ditempuh oleh orang usia dewasa.3
Pemberian latihan berjalan yang sesuai dengan rekomendasi American College of
Sport Medicine (ACSM) dan American Heart Association (AHA) pada individu
usia dewasa (18-65 tahun) yaitu aktifitas fisik yang mencakup intensitas, durasi,
dan frekuensi tertentu, misalnya aktifitas aerobik intensitas sedang dengan waktu
minimal 30 menit selama 5 hari dalam seminggu, atau aktifitas aerobik intensitas
berat dengan waktu minimal 20 menit selama 3 hari dalam seminggu
(rekomendasi IA). Orang dewasa yang berjalan pada kecepatan 3 mph (4,82 km/h)
pada permukaan yang rata dan keras mengeluarkan sekitar 3,3 METs, dan saat
jogging atau berlari pada permukaan rata dengan kecepatan 5 mph (8 km/h)
mengeluarkan sekitar 8 METS. Seseorang yang berjalan 3 mph (intensitas sedang)
selama 30 menit, akan mengakumulasi 99 MET min aktifitas (3,3 MET x 30
menit). Bila seseorang ingin mencapai rekomendasi minimal aktifitas intensitas
sedang, maka harus berjalan dengan kecepatan 3 mph (4,82 km/h) selama 30
menit, 5 hari dalam seminggu, yang akan mengakumulasi sekitar 495 MET min
Universitas Indonesia
3
(3,3 METs x 30 menit x 5 hari). Jumlah langkah secara akurat dapat diukur
dengan menggunakan pedometer. Para peneliti merekomendasikan bahwa jumlah
langkah, atau jumlah langkah per hari, dapat dipakai secara universal sebagai unit
standar untuk pengumpulan, pelaporan dan interpretasi data dari pedometer.
Dalam penelitian ini, digunakan pedometer sebagai alat ukur jumlah langkah
berjalan.3,4,10
Dalam melakukan aktifitas berjalan, sesorang harus memiliki pola jalan dan
keseimbangan statis dan dinamis yang baik. Untuk mempertahankan
keseimbangan dalam berjalan, seseorang harus mampu secara aktif
mengendalikan gerakan pusat gravitasi tubuh terhadap landasan penopang (center
of gravity) yang dilakukan oleh sendi pergelangan kaki, sendi lutut, dan sendi
panggul, sehingga pusat gravitasi dapat berpindah untuk mencapai keseimbangan.
Strategi melangkah juga merupakan cara yang efektif untuk mencegah jatuh
ketika pusat gravitasi menyimpang melampaui perimeter batas stabilitas, sehingga
seseorang tidak jatuh dan tidak memerlukan penopang untuk mencegah jatuh. Ada
berbagai jenis pengujian yang dilakukan untuk menilai keseimbangan berdiri dan
berjalan, salah satunya adalah tes “Timed Up and Go” (tes TUG). Keuntungan
dari tes TUG adalah menggunakan alat yang sederhana yaitu stopwatch dan kursi
saja serta dapat dilakukan dimana saja. Selain itu tes ini bisa melihat ekspresi dari
penderita, sebagai contoh penderita yang bangkit dari kursi dengan merintih atau
merasa kesakitan perlu dicurigai adanya penyakit sendi.14,15
Kapasitas fungsional pada pandangan rehabilitasi menggambarkan kemampuan
seseorang untuk melakukan tugas/beban kerja yang diharapkan dapat dilakukan.
American Thoracic Society (ATS) dan Gosselink (2004) merekomendasikan uji
jalan 6 menit sebagai uji kapasitas fungsional. Uji jalan 6 menit dapat
menginterpretasi prediksi jarak tempuh dan konsumsi oksigen maksimal
seseorang. Uji jalan 6 menit telah tervalidasi dengan baik dan memberikan
informasi yang bermanfaat mengenai dampak kondisi patologis pada fungsi
seseorang serta prognosis, dan juga dapat menilai efek suatu intervensi. Prediksi
kapasitas fungsional pada subjek orang Indonesia sudah dikembangkan oleh Nury
pada tahun 2011 telah mengembangkan persamaan acuan untuk prediksi jarak
tempuh serta ambilan oksigen maksimal menggunakan antropometri orang
Universitas Indonesia
4
dewasa sehat Indonesia, yang lebih sesuai digunakan di Indonesia serta sudah
tidak diragukan lagi kemaknaannya.4-6
Ibadah haji merupakan ibadah yang penuh dengan aktivitas fisik yang
memerlukan persiapan sebelum keberangkatan. Peningkatan kemampuan
endurans pada calon jemaah haji diperlukan sebagai persyaratan istitaah kesehatan
dengan harapan dapat mencegah terjadinya kelelahan. Dalam melakukan ibadah
haji, kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan seseorang sangat menentukan
kemampulaksanaan ibadah, kemandirian untuk menyelesaikan seluruh rangkaian
ibadah, kesempurnaan ibadah, dan kembalinya seseorang ke dalam aktifitas
sesudah kembali ke tanah air.6,7
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah latihan berjalan minimal
6000 langkah per hari selama 30 menit sebanyak 3-5 kali seminggu dalam 8
minggu dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan pada
calon jemaah haji usia dewasa sehat. Dengan membandingkan kapasitas
fungsional dan fungsi keseimbangan sebelum dan sesudah latihan berjalan,
diharapkan dapat menilai keseluruhan kemampuan calon jemaah haji usia dewasa
sehat dalam menyelesaikan ibadah dengan baik, dan latihan ini dapat menjadi
bagian dari program latihan fisik standar bagi calon jemaah haji Indonesia.7,8
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana efek latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari selama 30
menit sebanyak 3-5 kali per minggu dengan intensitas sedang dalam 8 minggu
terhadap kapasitas fungsional calon jemaah haji dewasa sehat ?
1.2.2 Bagaimana efek latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari selama 30
menit sebanyak 3-5 kali per minggu dengan intensitas sedang dalam 8 minggu
terhadap fungsi keseimbangan calon jemaah haji dewasa sehat ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Umum
Untuk mengetahui efek pemberian latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari
selama 30 menit sebanyak 3-5 kali seminggu dalam 8 minggu dengan intensitas
sedang terhadap kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan pada calon jemaah
haji dewasa sehat.
Universitas Indonesia
5
1.3.2 Khusus
1. Mengetahui efek latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari selama 30
menit sebanyak 3-5 kali seminggu dalam 8 minggu dengan intensitas
sedang terhadap kapasitas fungsional calon jemaah haji dewasa sehat.
2. Mengetahui efek latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari sebanyak
3-5 kali dalam seminggu selama 8 minggu dengan intensitas sedang
terhadap fungsi keseimbangan calon jemaah haji dewasa sehat.
1.4 Hipotesis
1.4.1 Latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari sebanyak 3-5 kali seminggu
selama 8 minggu dengan intensitas sedang dapat meningkatkan kapasitas
fungsional pada calon jemaah haji dewasa sehat.
1.4.2 Latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari sebanyak 3-5 kali dalam
seminggu selama 8 minggu dengan intensitas sedang dapat meningkatkan fungsi
keseimbangan calon jemaah haji dewasa sehat.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bidang Pelayanan
Penilaian ini dapat dipakai untuk mengevaluasi manfaat latihan berjalan dalam
meningkatkan kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan pada calon jemaah
haji usia dewasa sehat. Manfaat aplikatif lainnya adalah hasil dari penelitian ini
dapat menjadi dasar bagi para klinisi, dalam menerapkan strategi pengelolaan
pasien yang efektif dan aman, khususnya dalam aspek kebugaran kardiorespirasi
pada calon jemaah haji. Dengan penelitian ini, diharapkan juga dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan calon jemaah haji dan menunjang
keselamatan jemaah haji di tanah suci karena memberikan tatalaksana yang
berbasis bukti penelitian pada subjek manusia. Hasil dari penelitian ini juga dapat
menjadi dasar pengambilan keputusan tingkat nasional dalam bidang penilaian
kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan sebagai persiapan kondisi
kesehatan pada calon jemaah haji Indonesia.
1.5.2 Bidang penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar dari penelitian lain yang bertujuan
mengkaji manfaat latihan berjalan dalam meningkatkan kapasitas fungsional dan
fungsi keseimbangan pada calon jemaah haji dewasa sehat.
Universitas Indonesia
6
1.5.3 Bidang Pendidikan
Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi terutama di bidang kardiorespirasi, serta sebagai sarana
pendidikan bagi PPDS dalam melakukan penelitian secara mandiri.
Universitas Indonesia 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aktivitas Berjalan
Berjalan merupakan bentuk gerakan manusia yang paling mendasar. Berjalan juga
menjadi aktivitas fisik yang paling umum dilakukan dan dapat disatukan kedalam
aktivitas kehidupan sehari-hari. Saat berjalan, terjadi gerakan bergantian antara
kedua tungkai, salah satu tungkai berkontak dengan lantai, menghasilkan tahanan
dan propulsi yang berurutan, sedangkan tungkai yang lain mengayun bebas dan
menghasilkan momentum tubuh ke arah depan.5,13
Berjalan menjadi salah satu dari latihan aerobik (endurans kardiorespirasi) yang
bertujuan untuk meningkatkan kebugaran fisik. Jenis latihan aerobik ritmik yang
mengaktifkan penggunaan kelompok otot besar direkomendasikan untuk
meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dimana berjalan termasuk jenis aktivitas
fisik yang meningkatkan dan menjaga kebugaran kardiorespirasi.5,13
Peresepan suatu latihan berjalan harus mengikuti prinsip FITT, yaitu frekuensi
(kekerapan latihan), intensitas (beratnya latihan), time (durasi latihan), dan type
(mode atau jenis latihan). Frekuensi latihan berjalan yaitu banyaknya hari latihan
dalam satu minggu, merupakan kontributor penting sehingga diperoleh manfaat
dari latihan. Frekuensi yang direkomendasikan oleh ACSM untuk latihan berjalan
adalah 3-5 kali per minggu, tergantung dari intensitasnya. Peningkatan kebugaran
kardiorespirasi tidak optimal bila latihan dilakukan kurang dari 3 kali per minggu,
dan mengalami kondisi plateau bila lebih dari 5 kali per minggu. Latihan dengan
frekuensi > 5 kali per minggu dengan intensitas tinggi tidak direkomendasikan
karena akan meningkatkan risiko cedera sistem muskuloskeletal.5
Intensitas aktivitas fisik adalah tingkat kekuatan saat aktivitas sedang dilakukan.
Ada beberapa cara untuk mengukur intensitas saat latihan berjalan. Beberapa
metode lebih mudah dilakukan namun kurang objektif, dimana sebagian lebih
objektif namun membutuhkan tambahan alat atau perhitungan tertentu. Dalam
rekomendasi ACSM dan AHA, aktivitas fisik sedang dinyatakan membutuhkan
3-6 METs. ACSM juga merekomendasikan pengukuran intensitas yang mudah
dilakukan walau kurang objektif, yaitu “tes bicara”.5,25
Universitas Indonesia
8
Tabel 2.1 Pengukuran Intensitas Latihan Berjalan dengan “Tes Bicara”25
Intensitas
Pengukuran Subjektif Pengukuran
Fisiologis/Relatif
Pengukuran
Absolut
“Tes Bicara” RPE
(0-10)
%HRR
VO2R (%)
HR
maks
(%)
METs
Ringan
Sedang
Berat
Mampu berbicara
dan atau menyanyi
Mampu berbicara
tapi tidak mampu
menyanyi
Sulit berbicara
< 3
3-4
≥ 5
< 40
40-60
> 60
< 64
64-76
> 76
< 3
3-6
> 6
Waktu atau durasi latihan merupakan lama waktu latihan yang dilakukan dalam
satu sesi. ACSM memberikan rekomendasi durasi latihan berjalan dengan
intensitas sedang selama 30 – 60 menit per hari (≥ 150 menit per minggu) atau 20
– 60 menit per hari (≥ 75 menit per minggu) untuk intensitas tinggi. Jumlah
latihan ini dapat diakumulasi dalam suatu latihan kontinu atau dalam beberapa
sesi pada latihan interval. Misalnya latihan berjalan dilakukan kontinu selama 10
menit, kemudian berhenti dan dilanjutkan dengan berjalan selama 10 menit,
hingga kemudian diakhiri dengan berjalan 10 menit berikutnya. Rekomendasi
peresepan dosis latihan berjalan adalah dengan menggunakan satuan menit
aktivitas latihan.5,25
Sebagian besar individu berjalan dengan cara yang sama karena memiliki dasar
anatomi dan fisiologi yang sama. Pola jalan memiliki sifat dapat diulang baik
dalam satu individu maupun antar individu, meskipun setiap individu memiliki
gaya jalan tersendiri. Berjalan adalah proses siklik yang seluruh rangkaian yang
Universitas Indonesia
9
diperankan oleh satu tungkai dinamakan satu siklus berjalan. Setiap siklus
berjalan memiliki dua komponen dasar, yaitu stance phase yang menggambarkan
durasi kaki berkontak dengan tanah, dan swing phase yang merupakan periode di
mana tungkai berada di udara dengan tujuan untuk mendorong tungkai ke depan.
Lebih lanjut, swing phase dapat dibagi menjadi tiga sub fase yaitu : initial swing,
mid swing, dan terminal swing. Stance phase juga dibagi menjadi empat sub fase
yaitu iniatial contact, loading response, midstance, terminal stance, dan
preswing.11,13
Tabel 2.2 Fase-fase Siklus Berjalan11
Stance phase dapat pula dibagi menjadi tiga periode berdasarkan pola kontak
kaki-lantai. Periode double support yaitu periode pada awal dan akhir dari stance
phase, di mana kedua kaki berkontak dengan lantai, yang memungkinkan beban
tubuh dipindahkan dari satu tungkai ke tungkai yang lain. Periode single limb
support, yang dimulai ketika tungkai yang berlawanan terangkat dari lantai untuk
memasuki swing phase. Pada individu normal yang berjalan pada kecepatan yang
nyaman (self-selected comfortable speeds), distribusi normal dari fase berjalan
secara umum adalah 60% adalah fase stance dan 40% adalah fase swing, dengan
sekitar 10% terjadi tumpang tindih pada masing-masing periode double support.
Rasio ini bervariasi sesuai dengan perubahan kecepatan berjalan (gambar 2.6).12
Universitas Indonesia
10
Gambar 2.1 Perbandingan Fase Berjalan Sesuai dengan Kecepatan
Berjalan11
Parameter dalam siklus berjalan yang lain adalah step atau langkah yang
merupakan periode yang dimulai pada suatu fase dari satu kaki hingga fase yang
sama pada kaki yang lain. Dengan demikian, terdapat dua langkah dalam satu
stride atau satu siklus berjalan. Step length atau panjang langkah adalah jarak
antar kaki pada arah berjalan dalam satu langkah. Periode stride didefinisikan
sebagai periode suatu fase pada satu kaki hingga fase yang sama berikutnya pada
kaki yang sama, biasanya fase initial contact ke initial contact berikutnya
digunakan untuk mengukur satu stride. Cadence mengacu pada jumlah langkah
dalam satu satuan waktu (biasanya dalam satuan langkah per menit). Panjang
langkah, durasi langkah, dan cadence adalah simetris antara kedua tungkai pada
individu normal. Dalam hal energetika ketika berjalan kaki, energi dikonsumsi
untuk tiga hal. Pertama, untuk menggerakkan massa tubuh melaui suatu jarak
dalam suatu waktu tertentu. Kedua, untuk aktivitas pergerakan naik-turun dari
batang tubuh pada setiap langkah, sebagaimana gerakan pelvis ke atas pada posisi
di atas tungkai yang menjadi tumpuan selama midstance dan gerakan pelvis ke
Universitas Indonesia
11
bawah selama periode double support ketika tulang pelvis berada diantara kedua
tungkai yang menyokongnya dengan sudut yang berlawanan. Ketiga, energy
dikonsumsi oleh tubuh metabolisme umum. Kerja tubuh membutuhkan energi,
sehingga berjalan dengan kecepatan tinggi akan membutuhkan kerja yang lebih
besar dan pengeluaran energi yang juga lebih tinggi.11,12
Kecepatan berjalan yang optimal tercapai ketika berjalan dengan kecepatan yang
nyaman, dan laju metabolism adalah paling efisien pada saat ini. Kebutuhan
energi yang lebih tinggi pada berjalan yang cepat dan berlari dibutuhkan untuk
kerja otot yang lebih besar. Otot-otot yang berperan pada aktivitas berjalan dapat
digambarkan pada tabel 2.1.1.13
Tabel 2.3 Aktivitas Kelompok Otot pada Siklus Berjalan Normal13
Pada siklus berjalan, pergerakan tubuh ke arah vertikal diminimalkan oleh enam
faktor yang dikenal sebagai enam determinan berjalan kaki (The Six Determinants
of Gait). Keenam determinan tersebut terjadi independen satu sama lain, namun
secara simultan memproduksi suatu jalur pergerakan sinusoid pada arah vertikal
dan horizontal yang mulus, yang memiliki satu puncak vertikal dan terjadi pada
setiap langkah. Terjadi juga jalur pergerakan sinusoid lateral atau kurva lateral
pada setiap stride yang terjadi sebagai akibat pergerakan tubuh menuju tungkai
yang menyangga pada setiap siklus berjalan.13
Universitas Indonesia
12
Tabel 2.4 Enam Determinan Berjalan13
2.2 Pengukuran Jumlah Langkah Berjalan Menggunakan Pedometer
Aktivitas berjalan kaki dengan satuan langkah, yaitu berjalan 10.000 langkah/hari
telah lama dikenal di masyarakat. Salah satu alat elektronik yang dapat memonitor
gerakan berjalan dengan adanya sensor pergerakan adalah pedometer. Sejarah
singkat pedometer berkaitan dengan penemuan lengan pendulum oleh Leonardo
da Vinci pada abad ke-15, yang bergerak maju dan mundur dengan adanya ayunan
tungkai selama berjalan. Pedometer pada umumnya berukuran kecil, ringan,
dipakai pada pinggang. Mekanisme internal pedometer dalam mengukur gerakan
meliputi adanya lengan gaya horizontal yang tergantung dan berbentuk spring,
yang akan bergerak ke atas dan ke bawah dengan adanya ambulasi (misalnya
berjalan atau berlari). Suatu sirkuit elektrik akan merekam setiap gerakan yang
terdeteksi dan jumlah langkah yang terakumulasi akan ditampilakan dalam layar.
Pedometer tidak dapat mengukur kecepatan berjalan. Berdasarkan penelitian-
penelitian terkait penggunaan pedometer, pedometer paling akurat untuk
mengukur jumlah langkah, kurang akurat dalam mengukur jarak tempuh berjalan,
dan lebih kurang akurat lagi dalam mengukur pengeluaran energi. Dengan alasan
tersebut, para peneliti merekomendasikan bahwa jumlah langkah, atau jumlah
langkah/hari, dapat dipakai secara universal sebagai unit standar untuk
pengumpulan, pelaporan dan interpretasi data pedometer.1
Sejumlah pedometer elektronik tersedia secara komersil. Namun, hanya ada satu
penelitian yang membandingkan secara langsung beberapa merk pedometer.
Universitas Indonesia
13
Berdasarkan penelitian tersebut, merek yang paling akurat adalah Yamax
Digiwalker model SW-500, yang merekam dalam 1% dari seluruh langkah dalam
kondisi terkontrol. Namun sayang, tipe ini tidak lagi diproduksi. Dengan
demikian, sebelum menggunakan pedometer merek atau model apapun, sebaiknya
dilakukan validasi cepat terhadap produk terkait. Vincent dan Sidman melakukan
proses validasi dengan dua cara, yaitu tes “berjalan 100 langkah” (100-step walk
test) dan tes “kocok” (shake test). Uji validasi yang pertama dilakukan dengan
berjalan dengan menggunakan pedometer yang diuji dengan kecepatan normal
sejauh 100 langkah, kemudian membandingkan jumlah langkah yang ditampilkan
oleh layar pedometer dengan jumlah langkah actual. Uji validasi dengan tes kocok
dilakukan dengan mengguncangkan alat pedometer di dalam kardusnya 100 kali,
kemudian dibandingkan dengan jumlah angka yang tampil di layar pedometer.
Para peneliti sebelumnya mendapati bahwa persentase error untuk uji pertama
adalah <2% dan untuk uji kedua adalah <1%, dan tidak ada pedometer yang
persentase error-nya >5% dari kedua tes. Peneliti atau pengguna pedometer
seharusnya mendapatkan angka persentase error yang serupa ketika memvalidasi
pedometer menggunakan metode yang sama.1-3
2.3 Kapasitas Fungsional
Kapasitas fungsional berkaitan dengan aktivitas yang bisa dilakukan. Kapasitas
fungsional menurut sisi pandang kedokteran fisik dan rehabilitasi adalah
setidaknya mampu mengurus diri sendiri secara mandiri. Evaluasi kapasitas
fungsional dapat berupa sekelompok uji, latihan, dan observasi yang digabungan
untuk menentukan kemampuan seseorang sehingga dapat berfungsi pada berbagai
keadaan terutama pekerjaan. Evaluasi kapasitas fungsional dapat digunakan untuk
menentukan kebugaran dalam bekerja dan beraktivitas. Ada dua jenis uji kapasitas
fungsional yaitu Mental Functional Capacity Evaluation (MFCE) dan Physical
Functional Capacity Evaluation (PFCE). Kapasitas fungsional juga dapat dinilai
dalam satuan metabolic equivalent (METS) dan dapat digunakan sebagai prediksi
yang akurat untuk menilai kejadian gangguan sistem kardiovaskular maupun
respirasi. Dalam menilai kapasitas fungsional dengan satuan METS, dapat
dilakukan uji latih dengan menggunakan uji jalan 6 menit. Nury pada tahun 2011
telah mengembangkan protokol uji jalan 6 menit dengan perhitungan rumus
Universitas Indonesia
14
prediksi total jarak tempuh dan konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks) yang
disesuaikan dengan antropometrik orang Indonesia.5
2.3.1 Jantung
Jantung terdiri atas empat ruang dan merupakan pompa utama pengaliran
darah yang melalui semua sistem vascular. Jantung sebagai salah satu bagian
dari sistem kardiovaskular merupakan organ dalam tubuh yang memiliki
autoritas. Volume darah per menit yang disalurkan (curah jantung)
merupakan hasil kali denyut jantung (heart rate) dengan isi sekuncup (stroke
volume). Curah jantung menggambarkan volume darah yang dibutuhkan saat
beraktivitas untuk metabolisme. Ukuran metabolisme merupakan gambaran
jumlah oksigen yang dikomsumsi.5
Stroke volume (SV), atau isi sekuncup, merupakan volume darah yang
disalurkan ke seluruh tubuh pada setiap denyut jantung. Volume darah yang
disalurkan setiap menitnya dikenal sebagai curah jantung (cardiac output /
CO). curah jantung (dalam liter per menit) merupakan hasil kali denyut
jantung dengan isi sekuncup.5
Curah jantung memiliki hubungan dengan VO2 dan hubungan ini
digambarkan membentuk suatu garis lurus, dengan bertambahnya usia, garis
ini sedikit bergeser ke bawah, tetapi tidak ada perubahan bermakna pada
kelurusan garis atau lengkungan. Curah jantung maksimum pada posisi
supinasi lebih rendah dibandingkan pada posisi tegak, demikian juga halnya
dengan dengan VO2 maksimal. Selama latihan, yang dilakukan pada posisi
tegak, denyut jantung dan isi sekuncup meningkat sesuai dengan peningkatan
intensitas latihan. Jumlah maksimum, curah jantung dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain usia, postur, dan tingkat kebugaran jasmani.
Curah jantung pada dewasa muda meningkat secara linier dengan
peningkatan beban kerja. Pada intensitas hingga 50% VO2 maksimal,
peningkatan curah jantung terjadi karena perubahan denyut jantung dan SV.
Setelah itu peningkatan curat jantung pada dasarnya hanya karena
peningkatan deyut jantung. Menurunnya curah jantung sesuai usia tidak
sejalan dengan sebuah penelitian dengan menggunakan sepeda statis yang
Universitas Indonesia
15
memperlihatkan tidak adanya perbedaan curah jantung absolut maupun
kelengkungan kurva hubungan curah jantung-VO2 di antara kelompok usia
tua (51-72 tahun) dan muda (20-31 tahun), dengan demikian, faktor usia
masih belum jelas pengaruhnya dalam menentukan besar curah jantung
selama latihan.5
Denyut jantung dan VO2 berhubungan dan bersifat linear. Denyut jantung
maksimal merupakan suatu fungsi dari usia, sedangkan tingkat kondisi fisik
menentukan kelengkungan (slope) garis. Pada suatu uji submaksimal
dipersyaratkan keadaan steady state, adalah suatu keadaan yang ditandai oleh
denyut jantung yang menetap sewaktu diberikan latihan dengan beban
submaksimal yang konstan, yaitu nilai denyut jantung optimal yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi pada beban kerja tertentu.5
2.3.2 Sistem Respirasi
Paru merupakan organ yang unik, tidak mempunyai otot sendiri, aktivitas
masuk dan keluarnya udara merupakan sinergi organ paru dengan dinding
dada. Pada pandangan ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi gerakan sangkar
toraks seperti bagian tubuh yang lain, mengikuti bidang-bidang. Bidang gerak
utama sagittal (cardinal sagittal plane) merupakan bidang vertical yang
membagi tubuh atas dua bagian yang sama yaitu kiri dan kanan. Bidang
frontal utama (cardinal frontal plane) adalah bidang vertical yang sejajar
dengan tulang frontalis, membagi tubuh atas dua bagian yang sama yaitu
depan dan belakang. Bidang horizontal utama yaitu bidang yang membagi
tubuh atas dua bagian yaitu atas dan bawah. Bidang lain yang sejajar dengan
bidang sagittal, frontal, atau horizontal melalui titik di luar titik gravitasi,
disebut bidang sekunder. Paru sebagai pompa ventilasi, yang terdiri atas
dinding dada, otot-otot pernapasa, dan ruang pleura, berperan dalam proses
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi diawali dengan aktivasi otot pernapasan,
terutama diafragma. Otot pernapasan meningkatkan dimensi rongga dada
sehingga tekanan di dalam ruang pleura lebih rendah dibandingkan tekanan
atmosfer di luar. Pergerakan dimensi rongga dada merupakan gerakan iga
pada bersendi pada tulang belakang pada sisi posterior dan pada sternum pada
Universitas Indonesia
16
sisi anterior. Secara kinesiology gerakan yang yang sempurna dan
mengembang penuh merupakan gerakan pada bidang sagital, frontal, dan
horizontal. Pada inspirasi, maka kondisi yang terjadi adalah rongga dada
membesar, tekanan alveolar lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga
udara masuk ke dalam paru. Para akhir inspirasi, otot-otot akan relaksasi dan
elastisitas recoil paru mendorong udara keluar, dengan demikian terjadi
ekspirasi.5
2.3.3 Otot
Aktivitas ditampilkan otot sebagai kontraksi dan relaksasi. Pada saat terjadi
kontraksi rangkaian cross bridge berikatan dan menekuk, menarik filament
tipis ke dalam. Filamen tipis pada setiap sisi sarkomer bergeser, di sebelah
luar filament tebal yang tetap diam, menuju bagian tengah pita A. selagi
bergeser ke dalam, filament tipis menarik garis Z berdekatan, membuat
sarkomer memendek. Ini dikenal sebagai mekanisme pergeseran filament
pada kontraksi otot. Zona H menjadi kecil dengan mendekatnya filament-
filamen tipis saat mereka bergeser semakin ke dalam. Pita I, yang terdiri dari
bagian-bagian filament tipis yag tidak overlap. Selama kontraksi, baik
filament tipis maupun tebal tidak ada yang memendek. Pemendekan
sarkomer terjadi karena pergeseran filament tipis yang saling mendekat di
antara filament-filamen tebal.5
Terdapat dua jenis serabut otot, slow twitch (ST) dan fast twitch (FT) yang
berperan pada metabolism. Serabut ST sangat efisien dalam menghasilkan
ATP dari proses oksidasi karbohidrat dan lemak. Selama oksidasi terjadi,
serat ST akan terus menghasilkan ATP, memungkinkan serabut tersebut tetap
aktif dan mampu mempertahankan aktivitas otot. Dikatakan bahwa serabut
otot ST mempunyai ketahanan aerobik yang tinggi oleh karena itu serabut ST
paling sedikit direkrut pada aktivitas dengan ketahakan intensitas rendah.
Serabut FTa memiliki ketahanan aerobic yang relatif rendah. Serabut ini lebih
baik dalam beraktivitas secara anaerobic dibandingkan serabut ST, artinya
ATP yang dipakai terbentuk melalui jalur anaerobic, bukan melalui proses
oksidasi. Motor unit FTa menghasilkan gaya lebih besar daripada motor unit
Universitas Indonesia
17
ST, tetapi serabut ini lebih mudah lelah karena ketahanannya yang terbatas.
Oleh karena itu, serabut FTa tampaknya dipakai saat melakukan aktivitas
ketahanan tinggi dalam waktu singkat. Serabut FTb tidak mudah dirangsang
oleh sistem saraf maka relatif jarang digunakan dalam melakukan aktivitas
intensitas rendah yang normal, namun dipakai dalam aktivitas yang sangat
eksplosif seperti lari 100 meter dan berenang cepat 50 meter.5
2.4 Uji Jalan 6 Menit Protokol Nury
Uji jalan enam menit (UJ6M) merupakan salah satu metode uji jalan berbasis
waktu yang sering digunakan untuk menilai status fungsional seseorang, juga
sebagai prediktor mortalitas dan morbiditas suatu penyakit. Indikasi utama uji ini
adalah untuk menilai respon intervensi terapi pada pasien dengan penyakit
kardiorespirasi sedang sampai berat. Uji ini mempunyai keunggulan karena
mudah dilakukan, lebih dapat ditoleransi karena mendekati aktifitas sehari –hari
terutama oleh individu dengan keterbatasan fungsional seperti pada pasien pasca
miokard infark, gagal jantung, PPOK, dan usia lanjut. Uji jalan 6 menit protokol
Nury ini dilakukan di permukaan rata sepanjang 15 meter selama 6 menit dengan
kecepatan atau intensitas berjalan yang disesuaikan oleh pasien dengan mencapai
skala Borg 12-13. Dibutuhkan putaran saat berjalan pada kedua ujung lintasan,
dengan maneuver putaran sebanyak 3 langkah. Uji ini mempunyai efek
pembelajaran, dengan rerata peningkatan jarak tempuh 15,2 % pada uji jalan yang
kedua dibandingkan pada uji jalan pertama. Oleh karena itu, setidaknya sebaiknya
dilakukan satu kali uji jalan pendahuluan dengan jarak minimal 30 menit diantara
keduanya. Jarak tempuh yang paling jauh yang diambil sebagai hasil pengukuran.
Sebelum pelaksanaannya, pasien harus dinilai derajat sesak, kelelahan dan usaha
dengan skala modifikasi Borg, denyut nadi, dan saturasi oksigen. Instruksi standar
diberikan pada pasien diawal uji dan setiap menit saat uji jalan berlangsung. Hasil
yang didapat dari uji ini adalah prediksi total jarak tempuh, konsumsi oksigen
maksimal, dan skala sesak, kelelahan, usaha dan tanda vital yang dinilai kembali
seperti sebelum uji dilakukan. Faktor yang dapat mempengaruhi jarak tempuh uji
jalan 6 menit adalah perawakan tubuh, usia, jenis kelamin, tingkat kognisi,
panjang lintasan, penyakit penyerta (seperti kardiorespirasi dan musculoskeletal).5
Universitas Indonesia
18
2.4.1 Prediksi Total Jarak Tempuh
Pada penerapannya, hasil uji jalan enam menit diinterpretasikan sebagai
pencapaian jarak tempuh aktual yang dibandingkan dengan total prediksi
jarak tempuh. Nury dkk, pada tahun 2011 telah mengembangkan persamaan
acuan untuk prediksi total jarak tempuh menggunakan antropometri
Indonesia dari subjek sehat, yang lebih sesuai digunakan di Indonesia.5
Rumus Nury prediksi total jarak tempuh = 586.254 + (0.622 x Berat Badan) –
(0.265 x Tinggi Badan) – (63.343 x Jenis Kelamin*) + (0.117 x Usia)
Keterangan : berat badan dalam kilogram, tinggi badan dalam sentimeter,
jenis kelamin*: 0 = laki – laki, 1 = perempuan, usia dalam tahun.
2.4.2 Prediksi Ambilan Oksigen Maksimal (VO2 maks)
VO2 maks adalah ambilan oksigen maksimal selama latihan. Kinerja pada
nilai ini hanya bertahan paling lama dalam beberapa menit.
Nilai ini
merupakan titik dimana ambilan oksigen mendatar (plateau) dan tidak
menunjukkan peningkatan lagi (atau meningkat hanya sedikit saja) walaupun
dengan penambahan beban latihan. VO2 maks menggambarkan tingkat
kemampuan aerobik seseorang untuk dapat mensintesis kembali ATP.
Latihan tambahan diatas VO2 maks akan dapat dilakukan hanya dengan
proses glikolisis dengan hasil akhir asam laktat. VO2 maks dapat dinilai
dengan berbagai cara uji yang mengaktifkan sekelompok otot-otot besar
selama uji tersebut memiliki intensitas dan durasi yang memadai untuk
menibulkan transfer energi aerobik yang maksimal. Bentuk yang paling
umum digunakan adalah berjalan atau berlari dengan treadmill, bench
stepping, atau bersepeda. Pada keadaan dimana kriteria VO2 maks tidak
ditemui, atau uji terbatas akibat faktor lokal (kelelahan otot pada kaki atau
lengan), biasanya digunakan istilah VO2 peak (puncak) yaitu nilai ambilan
oksigen tertinggi yang didapat selama uji, dapat dinilai dengan berbagai cara
uji yang mengaktifkan sekelompok otot-otot besar selama uji tersebut
memiliki intensitas dan durasi yang memadai untuk menibulkan transfer
energi aerobik yang maksimal. Bentuk yang paling umum digunakan adalah
berjalan atau berlari dengan treadmill, bench stepping, atau bersepedah.18,19
Universitas Indonesia
19
Nury dkk, pada tahun 2011 telah mengembangkan formula untuk perhitungan
nilai prediksi VO2 maks pada uji jalan 6 menit subjek orang Indonesia,
sehingga lebih sesuai digunakan pada pasien dengan antropometri orang
Indonesia.5
Rumus Nury Prediksi VO2 maksimum = (0.053 x jarak tempuh) + (0.022 x
usia) + (0.032 x tinggi badan) – (0.164 x berat badan) – (2.228 x jenis
kelamin*) – 2.287
Keterangan : Jarak tempuh dalam meter, usia dalam tahun, tinggi badan
dalam sentimeter, berat badan dalam kilogram, jenis kelamin*: 0 = laki – laki,
1 = perempuan.
2.2.7 Skala Borg
Pada dekade 60-an, mulai dipikirkan perasaan dan persepsi individu terhadap
beban kerja, sehingga Borg membuat suatu skala untuk memantau intensitas
aktivitas fisik. Skala Borg merupakan skala subjektif yang dijadikan objektif,
menggambarkan seberapa dirasakan tubuh bekerja, termasuk peningkatan
denyut jantung, laju respirasi dan kelelahan. Skala borg ini merupakan skala
subjektif, tetapi dapat menjadi estimasi denyut nadi actual saat aktivitas fisik
dan berkorelasi linier dengan intensitas latihan. Didapatkan korelasi yang
tinggi antara skala Borg dengan denyut nadi (r = 0,80-0,90). Saraswati
menggunakan skala Borg untuk latihan pada penelitian yang mengamati
pengaruh latihan berjalan pada penderita penyakit paru obstruktif kronik
derajat sedang menggunakan intensitas pada skala 12.5
2.5 Keseimbangan
Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh mempertahankan equilibrium, atau
menghindari jatuh. Keseimbangan dipertahankan paling baik ketika pusat massa
(center of mass) berada dalam base of support. Pusat massa tubuh merupakan
titik pusat keseluruhan massa tubuh sehingga tubuh berada pada ekuilibrium yang
sempurna. Pada orang dewasa, titik ini umumnya berada sedikit di depan dari
vertebra sakral 2. Base of support didefinisikan sebagai perimeter dari area
kontak tubuh dengan support surface. Batas ayunan seseorang dapat menjaga
keseimbangan tanpa mengubah bidang tumpu disebut batas stabilitas.16
Universitas Indonesia
20
Secara umum, keseimbangan diklasifikasikan sebagai keseimbangan statis dan
dinamis. Keseimbangan statis merupakan kemampuan seseorang mempertahankan
posisi antigravitasi stabil pada saat istirahat seperti berdiri atau duduk. Sementara
keseimbangan dinamis merupakan kemampuan seseorang mempertahankan
stabilitas tubuh pada saat bergerak, baik karena gerakan tubuh atau gerakan
support surface. Selain respon terhadap adanya perturbasi, respon keseimbangan
dapat timbul sebagai antisipasi. Kontrol postural antisipasi merupakan
penyesuaian postur yang terjadi sebelum terjadi gerakan, misalnya ketika kita
akan melangkah atau melakukan aktivitas yang sudah biasa dilakukan. Kontrol
postural juga dapat terjadi otomatis sebagai respon terhadap perturbasi eksternal
yang tak terduga. Pemeriksaan keseimbangan dinamis tanpa perturbasi
dilakukan dengan berbagai asesmen fungsional, seperti uji timed up and go
(TUG). Uji TUG menilai kemampuan mempertahankan keseimbangan pada saat
transfer dan berjalan dalam waktu. Pasien diminta untuk berdiri dari kursi (dengan
sandaran punggung dan lengan), berjalan 3 meter, berputar 180o kemudian
kembali dan duduk. Pasien menggunakan alas kaki biasa dan alat jalan yang biasa
digunakan saat pemeriksaan. Setelah aba-aba “mulai”, pasien dipersilakan
berjalan kecepatan biasa yang nyaman dan aman bagi pasien. Waktu (satuan
detik) dihitung sejak aba-aba “mulai” hingga pasien kembali duduk dengan
punggung dan lengan bersandar. Pemeriksaan ini merupakan modifikasi dari uji
get up and go yang menilai kemampuan pasien melakukan tugas diatas dengan
skala ordinal.16,17
2.6 Ibadah Haji
Ibadah haji merupakan ibadah fisik yang termasuk rukun fi’liyah artinya wajib
melakukan kegiatan ibadah fisik dan tidak boleh digantikan oleh orang lain,
seperti kegiatan tawaf, sa’i, dan wukuf di Arafah. Tawaf dilakukan selama 7 kali
putaran mengelilingi ka’bah, lingkaran terdekat diperlukan kemampuan berjalan
sebanyak 7x200 meter = 1400 meter. Sa’i membutuhkan kemampuan berjalan dan
berlari kecil antara Safa dan Marwah sebanyak 7 kali bolak balik dengan jarak 1
kali perjalanan adalah 400 meter sehingga jarak yang ditempuh pada saat sa’i
sejauh 2800 meter. Total kegiatan tawaf dan sa’i saja belum termasuk perjalanan
dari tempat tinggal pemondokan ke Masjid, diperlukan kemampuan minimal
Universitas Indonesia
21
berjalan kaki berkisar 2800 meter ditambah 1400 meter = 4200 meter. Dengan
kata lain, setiap jemaah haji dituntut untuk mampu berjalan sejauh 4,2 kilometer.
Padahal kegiatan yang dilakukan jemaah haji minimal 3 kali untuk rukun haji,
ditambah kegiatan diluar rukun haji, diperkirakan mampu berjalan kaki minimal
sejauh 12 kilometer. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebagai dasar pelaksanaan
pembinaan kesehatan jemaah haji dalam rangka istitaah kesehatan jemaah haji.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Kesehatan Haji Indonesia, diketahui
bahwa dari tahun 2010 hingga 2015 mayoritas jemaah haji asal Indonesia adalah
mereka yang berumur 51 – 60 tahun. Kemudian peringkat terbanyak kedua
diperoleh jemaah dengan rentang usia 41 – 50 tahun.6,7
Dalam melakukan ibadah haji, kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan
seseorang sangat menentukan kemampulaksanaan ibadah, kemandirian untuk
menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah, kesempurnaan ibadah, dan kembalinya
seseorang ke dalam aktifitas sesudah kembali ke tanah air.7,8
2.6.1 Istitaah Kesehatan Jemaah Haji
Istitaah adalah kemampuan jemaah haji secara jasmaniah, ruhaniah,
pembekalan dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa
menelantarkan kewajiban kepada keluarga. Istitaah kesehatan jemaah haji
adalah kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan
mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan,
sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadanya sesuai tuntunan agama
Islam. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah rangkaian kegiatan penilaian
status kesehatan jemaah haji yang diselenggarakan secara komprehensif.
Pembinaan istitaah kesehatan haji merupakan serangkaian kegiatan terpau,
terencana, terstruktur, dan terukur, diawali dengan pemeriksaan kesehatan
pada saat mendaftar menjadi jemaah haji sampai masa keberangkatan.
Pemeriksaan kesehatan meliputi tahap pertama yang dilaksanakan oleh tim
penyelenggara kesehatan haji kabupaten atau kota di puskesmas dan atau
rumah sakit pada saat jemaah haji melakukan pendaftaran untuk mendapatkan
nomor porsi. Pemeriksaan kesehatan tahap kedua dilaksanakan oleh tim
penyelenggara kesehatan haji kabupaten atau kota di puskesmas dan atau
rumah sakit pada saat pemerintah telah menentukan kepastian keberangkatan
Universitas Indonesia
22
jemaah haji pada tahun berjalan. Pemeriksaan kesehatan tahap ketiga
dilaksanakan oleh panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) embarkasi bidang
kesehatan di embarkasi pada saat jemaah haji menjelang pemberangkatan.
Pembagian istitaah kesehatan jemaah haji meliputi:7
1. Memenuhi syarat istitaah kesehatan haji, yaitu jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti proses ibadah haji tanpa bantuan obat, alat, dan
atau orang lain dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya dengan
kategori cukup.
2. Memenuhi syarat istitaah kesehatan haji dengan pendampingan, yaitu
jemaah haji dengan kriteria berusia 60 tahun atau lebih dan atau menderita
penyakit tertentu yang tidak masuk dalam kriteria tidak memenuhi syarat
istithaah sementara dan atau tidak memenuhi syarat istithaah.
3. Tidak memenuhi syarat istitaah kesehatan haji untuk sementara, yaitu
tidak memiliki sertifikat vaksinasi internasional (ICV) yang sah, menderita
penyakit tertentu yang berpeluang sembuh antara lain tuberkulosis sputum
BTA positif, tuberkulosis multi drug resistance, diabetes mellitus tidak
terkontrol, hipertiroid, HIV-AIDS dengan diare kronik, stroke akut,
perdarahan saluran cerna, anemia gravis, suspek dan atau confirm penyakit
menular yang berpotensi wabah, psikosis akut, fraktur tungkai yang
membutuhkan immobilisasi, fraktur tulang belakang tanpa komplikasi
neurologis, atau hamil yang diprediksi usia kehamilannya pada saat
keberangkatan kurang dari 14 minggu atau lebih dari 26 minggu.
4. Tidak memenuhi syarat Istithaah kesehatan haji, yaitu dengan kriteria
kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa, antara lain penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK) derajat IV, gagal jantung stadium IV, Chronic
Kidney Disease stadium IV dengan peritoneal dialysis/hemodialysis
regular, AIDS stadium IV dengan infeksi oportunistik, stroke
Hemorrhagic luas, gangguan jiwa berat antara lain skizofrenia berat,
dimensia berat, dan retardasi mental berat, keganasan stadium akhir,
Tuberculosis totally drugs resistance (TDR), sirosis atau hepatoma
dekompensata.
Universitas Indonesia
23
2.7 Kerangka Teori
Berjalan
Fungsi otot
- Step length
- Stride length
- Cadence
Fungsi
kardiorespirasi
Kapasitas
fungsional
Fungsi
keseimbangan
Borg Scale
Prediksi
VO2 maks
Prediksi
Jarak Tempuh
Uji Jalan 6 Menit
Protokol Nury
Ibadah Haji
Istitaah
Kesehatan
Universitas Indonesia
24
2.8 Kerangka Konsep
Istitaah kesehatan
jemaah haji
Uji kapasitas fungsional
&
Uji keseimbangan
Latihan berjalan
Calon jemaah haji dewasa
Prediksi jarak
tempuh
meningkat
Prediksi
ambilan
oksigen
maksimal
(VO2 maks)
meningkat
Fungsi
keseimbangan
meningkat
Universitas Indonesia 25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental menggunakan kontrol,
dengan rancangan acak tersamar tunggal (single blind, randomized controlled
trial) untuk mengetahui efek latihan berjalan dalam meningkatkan kapasitas
fungsional dan fungsi keseimbangan pada calon jemaah haji usia dewasa sehat.
3.2 Tempat
Pembinaan calon jemaah haji di Puskesmas Kecamatan di lingkungan Provinsi
DKI Jakarta.
3.3 Waktu
a. Persiapan : Januari – Desember 2017
b. Pelaksanaan : Januari – Juni 2018
c. Analisis/ penyajian : Juli 2018
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi target adalah calon jemaah haji sehat usia dewasa di Indonesia. Populasi
terjangkau adalah calon jemaah haji sehat usia dewasa di Indonesia di pembinaan
calon jemaah haji di Puskesmas Kecamatan di lingkungan Provinsi DKI Jakarta.
Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria pemilihan
subjek. Metode sampling dengan cara konsekutif.
3.5 Besar Sampel
Sampel merupakan bagian subjek dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria penerimaan dan di luar kriteria penolakan. Untuk menghitung besar
sampel minimal yang diperlukan untuk mendapatkan perbedaan rerata total jarak
tempuh, prediksi VO2 maks, prediksi jarak tempuh, dan uji timed up and go
setelah akhir intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol, digunakan rumus
besar sampel untuk data numerik independen.
Besar sampel yang diperlukan:
𝑛1 = 𝑛2 = 2 {(𝑍𝛼+𝑍𝛽)𝑠𝑥1−𝑥2 }2
n = Jumlah sampel
Universitas Indonesia
26
Tingkat kemaknaan α= 0,05 maka Zα=1,96
Power= 80% maka Zβ= 0,842;
S = simpang baku kedua kelompok = 2,7
x1-x2 = perbedaan klinis yang diinginkan = 4
Berdasarkan perhitungan didapatkan n = 8 orang
Untuk mengantisipasi drop out, yang diperkirakan sebesar 20%, maka besar
sampel menjadi :
Jadi besar sampel masing-masing kelompok adalah 10 orang. Cara pengambilan
sampel dilakukan secara consecutive sampling selama masa penelitian, dan secara
tertulis menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian hingga jumlah sampel
terpenuhi.
3.6 Kriteria Penerimaan dan Penolakan Subjek Penelitian
3.6.1 Kriteria Penerimaan
- Usia 45 – 59 tahun
- Mampu berjalan tanpa alat bantu
- Memenuhi kriteria istitaah kesehatan jemaah haji
- Dapat berbahasa Indonesia
- Bersedia mengikuti program penelitian secara sukarela dengan
menandatangani formulir persetujuan setelah diberikan penjelasan
3.6.2 Kriteria penolakan
- Tidak memenuhi kriteria penerimaan subjek penelitian
3.6.3 Kriteria Gugur
Pasien menolak atau tidak melakukan aktivitas yang diresepkan selama 3 kali
berturut-turut selama dalam penelitian.
3.7 Bahan dan Alat Penelitian
3.7.1 Formulir
- Formulir persetujuan
- Formulir data dasar dan hasil pemeriksaan fisik pasien
- Formulir pemakaian pedometer harian
101
21
f
nnn
Universitas Indonesia
27
3.7.2 Alat-alat
- Tensimeter
- Stetoskop
- Penghitung waktu (stopwatch)
- Pedometer
- Pulse oxymetry
- Formulir Skala Borg
- Lintasan 15 meter
- Kerucut (cone)
- Tabung dan selang oksigen
3.8 Cara Kerja Penelitian
1. Subjek yang bersedia mengikuti program penelitian (diambil dari populasi
terjangkau) menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti penelitian
setelah diberikan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat program
penelitian.
2. subjek penelitian diwawancarai secara terstruktur untuk mengetahui
a. Data demografis (nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor telepon)
b. Keluhan saat ini
c. Riwayat penyakit saat ini
d. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, DM, trauma kepala, stroke, infeksi,
tumor otak, epilepsi) dan pengobatannya
e. Obat yang sedang dikonsumsi
f. Kegiatan olah raga atau aktivitas fisik (Apakah jenis kegiatan tersebut?
Berapa kali dalam seminggu? Berapa menit setiap kali berolah raga?)
3. Dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi pemeriksaan tanda – tanda vital,
status kardiorespirasi, dan status neuromuskuloskeletal.
4. Didapatkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
5. Dilakukan randomisasi untuk membagi subjek penelitian ke dalam kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
6. Pengambilan data dasar berupa hasil uji jalan 6 menit dan uji TUG. Pada
penelitian ini 6MWT digunakan untuk menentukan jarak tempuh dengan
menggunakan protokol Nury yang menggunakan jarak 15 meter yang dibatasi
Universitas Indonesia
28
oleh 5 marka setiap 3 meter yang tata caranya bisa dilihat di dalam lampiran.
Untuk mengetahui kemampuan berjalan selama 6 menit, subjek diminta
berjalan dengan atau tanpa alat bantu dengan kecepatan yang paling cepat
namun tidak berlari. Subjek berdiri dibelakang garis tanda mulai, stopwatch
mulai dijalankan setelah subjek melewati garis tadi dan berhenti setelah
berjalan selama 6 menit. Bila subjek merasa lelah dapat berhenti (diberi tanda
spidol tepat pada tumit di tempat subjek berhenti) dan melanjutkan berjalan
kembali sampai waktu 6 menit yang telah ditentukan. Nilai dasar yang
diambil adalah jarak tempuh.
7. Tahap Persiapan alat : Tes Validasi Pedometer menggunakan tes “100
langkah berjalan kaki” dan tes “kocok”.
8. Tahap persiapan subjek yaitu penjelasan tentang pemakaian pedometer,
pengisian formulir harian (pencatatan pemakaian pedometer, waktu
digunakan (mulai saat pasien baru bangun tidur) hingga dilepas (saat pasien
hendak tidur malam), berapa jumlah langkah yang tercatat, berapa total
jumlah langkah/hari, keluhan-keluhan yang timbul selama periode penelitian).
Subjek kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara acak sederhana dalam 2
kelompok yaitu kelompok 1 dan kelompok 2 (randomisasi menggunakan
simple random sampling dengan menggunakan tabel dari hasil randomisasi
program SPSS). Pasien disarankan untuk selalu istirahat cukup pada malam
hari. Pasien juga tetap mengkonsumsi obat-obat seperti biasa (jika ada).
9. Data diambil dari memori pedometer
a. subjek kelompok perlakuan : Pasien melakukan latihan berjalan selama
30 menit dengan intensitas sedang (sesuai dengan tes bicara) atau sesuai
dengan 3 – 6 METs, diberikan selama 3-5 kali dalam seminggu. Jumlah
langkah latihan minimal 6000 langkah per hari, dipantau menggunakan
pedometer yang dipakai di ikat pinggang/celana. Data jumlah langkah
dicatat dari pedometer setiap pasien akan tidur yaitu pada pukul 22.00 ke
dalam buku log pencatatan yang sudah diberikan untuk setiap subjek
penelitian, kemudian jumlah langkah di pedometer di reset kembali ke
angka 0 dan pedometer dipakai setiap pukul 06.00 untuk menghitung
jumlah langkah latihan berjalan di hari berikutnya.
Universitas Indonesia
29
b. Kelompok kontrol : Melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari seperti
biasa dengan pemantauan jumlah langkah berjalan dalam sehari
menggunakan pedometer yang dipasang di ikat pinggang atau celana/rok.
Jumlah langkah dicatat dari pedometer setiap pasien akan tidur malam
yaitu pada pukul 22.00 ke dalam buku log pencatatan yang sudah
diberikan untuk setiap subjek penelitian, kemudian jumlah langkah di
pedometer di reset kembali ke angka 0 dan pedometer dipakai setiap
pukul 06.00 untuk menghitung jumlah langkah latihan berjalan di hari
berikutnya Lama pencatatan jumlah langkah adalah selama 8 minggu,
data yang diambil adalah jumlah langkah per hari, dengan pengambilan
data oleh peneliti setiap 7 hari, berdasarkan data yang terekam dalam
memori pedometer yang disalin ke dalam buku log.
10. Menilai kapasitas fungsional dengan uji jalan 6 menit dan fungsi
keseimbangan dengan uji TUG sebagai data akhir penelitian.
3.9 Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas: Latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari.
2. Variabel terikat: Uji jalan 6 menit dan uji timed up and go.
3.10 Definisi Operasional
1. Subjek penelitian adalah calon jemaah haji berusia 45 – 59 tahun yang
terdaftar sebagai calon jemaah haji di pembinaan calon jemaah haji di
Puskesmas Kecamatan di lingkungan Provinsi DKI Jakarta yang memenuhi
kriteria penerimaan.
2. Istitaah kesehatan jemaah haji adalah Jemaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti proses ibadah haji tanpa bantuan obat, alat, dan atau orang lain
dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya dengan kategori cukup.
3. Usia yang digunakan adalah berdasarkan tanggal lahir yang tertera di Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan ditentukan berdasarkan hari ulang tahun terakhir
(satuan tahun).
4. Uji jalan 6 menit dilakukan untuk mengetahui jarak tempuh dan nilai prediksi
VO2 maks dalam waktu enam menit dalam lintasan lurus dengan perhitungan
Universitas Indonesia
30
rumus Nury. Alat ukur : jarak tempuh jalan dalam lintasan lurus di dalam
ruangan dengan panjang 15 meter. Skala ukur : numerik.
5. Fungsi keseimbangan dinilai dengan melakukan uji timed up and go, dan
dihitung waktu tempuh yang diperlukan untuk setiap uji.
6. Pengukuran tekanan darah dilakukan saat pasien duduk, dalam satuan mmHg.
7. Pengukuran pernapasan dengan menghitung pernapasan pasien saat duduk
istirahat dengan memakai stopwatch selama 15 detik, lalu dikalikan 4, satuan
adalah kali / menit.
8. Pengukuran nadi yang diukur dengan pulse oxymeter, yaitu pada angka
pengukuran nadi sebelum dan sesudah uji latih dengan satuan kali / menit.
9. Kategori sedentary diukur dengan patokan jumlah langkah <5000/hari
sebagai sedentary life style index pada populasi umum.
10. Intervensi latihan yang diresepkan pada kelompok perlakuan adalah berjalan
selama 30 menit, mencapai minimal 6000 langkah, dilakukan 3-5 kali setiap
minggu, dengan intensitas yang diperbolehkan adalah dalam rentang
intensitas sedang menggunakan acuan “Tes Bicara”. Jumlah langkah latihan
berjalan menggunakan acuan pada layar monitor pedometer.
11. Skala Borg : alat pengukur subjektif melalui skala yang dinilai dengan angka
untuk menentukan usaha, rasa sesak, dan kelelahan kaki yang dialami pasien
(sebelum dan sesudah latihan). Skala ini digunakan sebagai intensitas latihan.
Alat ukur : kuesioner. Skala ukur : numerik.
Universitas Indonesia
31
3.11 Alur Penelitian
Calon jemaah haji dewasa yang memenuhi kriteria
istitaah kesehatan jemaah haji
Memenuhi kriteria inklusi
Pasien menandatangani Informed Consent
Kelompok intervensi latihan berjalan 3
kali perminggu minimal 6000 langkah
per kali
Uji jalan 6 menit Protokol Nury &
Uji timed up and go (TUG)
Kelompok kontrol
(tanpa latihan berjalan
minimal 6000 langkah)
Randomisasi
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
Uji jalan 6 menit Protokol Nury&
Uji timed up and go (TUG)
Analisis Hasil
Akhir minggu ke 8
Universitas Indonesia
32
3.12 Manajemen data
Data pasien yang meliputi data demografik, data dasar penelitian, hasil uji jalan 6
menit dan hasil uji TUG pada awal dan akhir intervensi dipegang oleh peneliti.
Pasien tidak mengetahui termasuk dalam kelompok intervensi latihan berjalan
minimal 6000 langkah dalam 3-5 kali seminggu atau kelompok kontrol. Data
disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, atau grafikal sesuai dengan kebutuhan.
Sebaran data dinilai dengan uji Shapiro Wilk dan atau dengan uji lain yang sesuai.
Karakteristik subjek pada masing-masing kelompok intervensi atau kontrol
setelah randomisasi akan ditampilkan dalam bentuk tabular, untuk
diperbandingkan secara klinis (clinical jugdement) serta disajikan dalam rerata
dan simpang bakunya untuk variabel numerik atau berbetuk proporsi bila variabel
bersifat kategorik. Perbedaan prediksi jarak tempuh, total jarak tempuh, prediksi
VO2 maks, nilai METs, dan nilai uji TUG pada akhir penelitian antara kelompok
kontrol dan intervensi dianalisis dengan uji-t tidak berpasangan.
3.13 Pertimbangan etik
Penelitian dilakukan sesuai dengan peraturan uji klinis di Indonesia. Sebelumnya,
protokol, lembar informasi dan persetujuan pasien, informasi tertulis lainnya yang
harus diberikan kepada pasien dan dokumen-dokumen lainnya yang dibutuhkan
komite etik independen lokal disertakan. Dilakukan pengajuan permohonan
persetujuan tertulis kepada komite etik independen lokal sebelum
dilaksanakannya penelitian.
Universitas Indonesia
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Pengumpulan Data
Penelitian ini berlangsung sejak bulan April 2018 hingga Juli 2018, dengan subjek
penelitian calon jemaah haji dewasa sehat yang terdaftar dari wilayah DKI
Jakarta, yang memenuhi kriteria penerimaan. Dilakukan pendataan jumlah calon
jemaah haji provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan menggunakan
SISKOHATKES, kemudian dilakukan pemilihan subjek berdasarkan kriteria
penerimaan subjek penelitian. Kota Administrasi Jakarta Pusat dan Jakarta Timur
dipilih menjadi populasi penelitian, kemudian dibagi menjadi kelompok perlakuan
dan kontrol berdasarkan tabel randomisasi yang ditentukan oleh peneliti. subjek
yang terkumpul dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kebugaran,
dan fungsi keseimbangan. Untuk mendapatkan subjek yang sesuai kriteria
penerimaan, dilakukan penapisan oleh tim peneliti yang terdiri dari dua orang
dokter umum. Pada kelompok perlakuan, subjek diberikan latihan berjalan selama
30 menit dengan intensitas sedang, jumlah langkah latihan berjalan minimal 6000
langkah per hari diukur dengan menggunakan pedometer, latihan dilakukan 3-5
kali dalam seminggu selama 8 minggu. Kelompok kontrol diberikan aktivitas
sebagaimana keseharian subjek sebelum penelitian berlangsung, dengan
mengukur jumlah langkah setiap harinya dengan pedometer. Kedua kelompok
diberikan buku log catatan jumlah langkah kaki per hari, dan diminta mencatat
jumlah langkah berjalan kaki setiap hari. Data jumlah langkah kaki oleh kedua
kelompok diambil setiap 1 minggu, dengan cara peneliti menghubungi subjek
melalui telepon, dan subjek mengirimkan foto buku log melalui aplikasi
percakapan Whatsapp. Penilaian kapasitas fungsional dan keseimbangan
dilakukan pada awal dan akhir penelitian oleh peneliti sendiri, dibantu oleh 2
orang dokter umum.
Penelitian ini pada awalnya berhasil menjaring 38 orang subjek yang sesuai
kriteria penerimaan, namun dalam pelaksanaannya, terdapat 6 orang gugur karena
berbagai hal. 3 orang subjek gugur karena tidak bersedia mengikuti kembali
pemeriksaan kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan setelah periode
Universitas Indonesia
35
intervensi latihan selama 8 minggu, dan 3 orang gugur karena tidak dapat rutin
mengikuti latihan yang telah diresepkan. Sejumlah 16 orang pada kelompok
perlakuan, dan 16 orang pada kelompok kontrol telah menyelesaikan protokol
latihan pada penelitian ini, sehingga terdapat 32 orang subjek yang telah dianalisis
dalam hasil penelitian. Jumlah subjek tersebut masih melebihi perhitungan
minimal subjek penelitian yang diperlukan yaitu 20 orang yang terdiri dari
masing-masing 10 orang pada kelompok kontrol dan perlakuan.
4.2 Karakteristik subjek Penelitian
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa jenis kelamin subjek baik pada kelompok
perlakuan maupun kontrol, terbanyak adalah perempuan, yaitu 12 orang (75%)
pada kelompok perlakuan dan 13 orang (81,2%) pada kelompok kontrol. Rerata
usia subjek pada kelompok perlakuan adalah 51,25 tahun untuk subjek laki-laki
dan 54,67 untuk subjek perempuan. Sedangkan pada kelompok kontrol adalah
52,0 tahun untuk subjek laki-laki dan 55,54 untuk subjek perempuan.
Dalam hal tingkat pendidikan, proporsi terbesar pada kelompok perlakuan adalah
tingkat pendidikan ≥12 tahun (setara SMA dan Sarjana S1) sebesar 14 orang
(87,5%), sedangkan seluruh kelompok kontrol memiliki tingkat pendidikan
pendidikan ≥12 tahun (setara SMA dan Sarjana). Karakteristik pekerjaan pada
kedua kelompok terbanyak adalah pegawai (pegawai negeri dan swasta), yaitu
sebanyak 12 orang (75%) pada kelompok intervensi, dan 12 orang (75%) pada
kelompok kontrol.
Dalam hal indeks massa tubuh (IMT), subjek pada kelompok perlakuan memiliki
nilai tengah 28,77 pada subjek laki-laki dan 22,45 pada subjek perempuan,
sedangkan kelompok kontrol memiliki nilai tengah 29,75 pada subjek laki-laki
dan 23,42 pada subjek perempuan. Sebelum penelitian dimulai, dilakukan tes
kebugaran dan keseimbangan untuk mengetahui kapasitas fungsional dan fungsi
keseimbangan sekaligus menentukan eligibilitas subjek, menggunakan uji jalan 6
menit protokol Nury dengan rerata nilai VO2 maks (ml/kg/menit) 15,74 pada
kelompok intervensi dan 14,03 pada kelompok kontrol. Rerata waktu uji timed up
and go adalah 8,47 detik untuk kelompok perlakuan, dan 9,61 detik untuk
kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
36
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Kelompok
p Perlakuan (n=16) Kontrol (n=16)
Jenis Kelamina
Laki-laki 4 (25,0) 3 (18,8) 0,699
Perempuan 12 (75,0) 13 (81,2)
Usia (Tahun)b
Laki-laki 51,25 (SB 6,99) 52,0 (SB 4,36) 0,878
Perempuan 54,67 (SB 3,86) 55,54 (SB 4,33) 0,602
Tinggi Badan (Cm)c
Laki-laki 161,5 (160-167) 172 (165-172) 0,114
Perempuan 158,5 (152-170) 162 (147-167) 0,894
`Berat Badan (Kg)c
Laki-laki 74,5 (61-93) 88 (66-88) 1,000
Perempuan 57,0 (40-69) 60 (52-95) 0,295
IMT (Kg/m2)c
Laki-laki 28,77 (23,53-33,35) 29,75 (24,24-29,75) 0,857
Perempuan 22,45 (16,55-26,99) 23,42 (19,81-38,05) 0,295
Pekerjaana
Pegawai 12 (75,0) 12 (75,0) 1,000
Bukan Pegawai 4 (25,0) 4 (25,0)
Pendidikana
SMP 2 (12,5) 0 (0,0) 0,340
SMA 4 (25,0) 5 (31,2)
Sarjana 10 (62,5) 11 (68,8)
a Menggunakan jumlah n (%)
b Menggunakan nilai mean (Sebaran data normal)
c Menggunakan nilai median (Sebaran data tidak normal)
Universitas Indonesia
37
Berdasarkan tabel diatas, hasil perhitungan statistik sesuai dengan karakteristik
data menunjukkan tidak ada perbedaan karakteristik subjek penelitian dalam hal
usia (p=0,878 untuk subjek laki-laki dan p=0,602 untuk subjek perempuan), jenis
kelamin (p=0,699), pekerjaan (p=1,000), indeks massa tubuh (p=0,857 untuk
subjek laki-laki dan 0,295 untuk subjek perempuan), dan pendidikan (p=0,340).
Hal ini menunjukkan subjek pada kedua kelompok memiliki karakteristik yang
homogen, sehingga dapat dilakukan analisa lebih lanjut.
4.3 Jumlah Langkah per Hari
Dilakukan pengumpulan data jumlah langkah per hari yang dapat dicapai oleh
subjek baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, selama 8
minggu durasi penelitian. Data tersebut dihitung rerata langkah kaki per hari
setiap minggunya.
Data variabel jumlah langkah per hari yang didapat pada penelitian ini dilakukan
uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk dan hasilnya menunjukkan
terdistribusi normal (nilai p>0,05) sehingga data rerata jumlah langkah per hari
dianalisa dengan uji t tidak berpasangan.
Tabel 4.2 Rerata Jumlah Langkah per Hari
Variabel
Kelompok
Nilai p*
Perlakuan (n=16) Kontrol (n=16)
Rerata Jumlah Langkah
per Hari (Langkah)
6560,56
(SB 492,39)
3488
(SB 905,51) <0,001
*Nilai p menggunakan uji t tidak berpasangan
Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa langkah kaki per hari antara kelompok
perlakuan adalah berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok
kontrol (p=<0,001). Selama durasi penelitian tidak didapatkan subjek yang
mengeluhkan komplikasi akibat latihan yang diberikan sehingga tidak mengurangi
performa subjek dalam menjalankan latihan berjalan yang diresepkan.
Universitas Indonesia
38
Rerata jumlah langkah dalam setiap minggu selama 8 minggu durasi penelitian
pada kelompok perlakuan dan kontrol, dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.
Gambar 4.1 Rerata Jumlah Langkah per Minggu Selama 8 Minggu
4.4 Efek Latihan Berjalan terhadap Kapsitas Fungsional dan Fungsi
Keseimbangan
4.4.1 Efek Latihan Berjalan terhadap Jarak Tempuh Uji Jalan 6 Menit
Pada penelitian ini didapatkan variabel jarak tempuh uji jalan 6 menit antara
kelompok perlakuan dan kontrol pada awal penelitian adalah terdistribusi normal
(nilai p>0,05) sehingga variabel jarak tempuh uji jalan 6 menit dianalisa dengan
uji t tidak berpasangan sesuai dalam tabel 4.3 di bawah ini.
0.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
6000.00
7000.00
8000.00
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 7 Minggu 8
Langkah Kaki per Hari
Intervensi Kontrol
Universitas Indonesia
39
Tabel 4.3 Rerata Jarak Tempuh Uji Jalan 6 Menit (meter)
Variabel
Kelompok Nilai
p* Perlakuan Kontrol
Jarak Tempuh Uji Jalan 6 Menit
(Awal)
441,09
(SB 52,24)
423,06
(SB 61,21) 0,377
Jarak Tempuh Uji Jalan 6 Menit
(Akhir)
470,62
(SB 51,53)
437,68
(SB 59,41) 0,104
Delta Jarak Tempuh Uji Jalan 6
Menit
29,53
(SB 14,78)
14,62
(SB 14,64) 0,007
*Nilai p menggunakan Uji t test tidak berpasangan
Berdasarkan tabel 4.3 tampak pada akhir penelitian, bahwa rerata jarak tempuh uji
jalan 6 menit pada kelompok perlakuan adalah lebih tinggi daripada kelompok
kontrol, walaupun belum menunjukkan kemaknaan secara statistik (p=0,104). Jika
dilakukan perbandingan selisih kenaikan jarak tempuh diawal dan akhir penelitian
antara kedua kelompok, terlihat bahwa peningkatan jarak tempuh uji jalan 6 menit
pada kelompok perlakuan adalah lebih tinggi, dan bermakna secara statistik
(p=0,007).
4.4.2 Efek Latihan Berjalan terhadap Persentase Prediksi Jarak Tempuh Uji Jalan
6 Menit
Pada penelitian ini didapatkan variabel persentase prediksi jarak tempuh uji jalan
6 menit antara kelompok perlakuan dan kontrol pada awal penelitian adalah
terdistribusi normal (nilai p>0,05) sehingga dianalisa dengan uji t tidak
berpasangan.
Universitas Indonesia
40
Tabel 4.4 Gambaran Persentase Prediksi Jarak Tempuh Uji Jalan 6 Menit
Variabel
Kelompok
Nilai p*
Perlakuan % Kontrol %
Persentase Prediksi Jarak
Tempuh Uji Jalan 6 Menit
(Awal)
81,12 (SB 8,94) 77,88
(SB 10,73) 0,361
Persentase Prediksi Jarak
Tempuh Uji Jalan 6 Menit
(Akhir)
86,51 (SB 8,17) 80,60
(SB 10,60) 0,088
Delta Persentase Prediksi Jarak
Tempuh Uji Jalan 6 Menit 5,38 (SB 2,64) 2,72 (SB 2,78) 0,009
*Nilai p menggunakan uji t tidak berpasangan
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, tampak bahwa persentase prediksi jarak tempuh uji
jalan 6 menit tidak berbeda antara kedua kelompok pada saat penelitian dimulai.
Pada akhir penelitian, pemberian latihan berjalan pada kedua kelompok
memberikan peningkatan persentase prediksi jarak tempuh uji jalan 6 menit,
namun angka peningkatan tersebut lebih baik pada kelompok perlakuan jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,088).
Jika ditinjau dari perbandingan selisih persentase prediksi jarak tempuh uji jalan 6
menit antara awal dan akhir penelitian pada kedua kelompok, didapatkan
peningkatan lebih tinggi pada kelompok perlakuan dan bermakna secara statistik
(p=0,009).
4.4.3 Efek Latihan Berjalan terhadap Prediksi Konsumsi Oksigen Maksimal (VO2
maks)
Universitas Indonesia
41
Pada penelitian ini didapatkan prediksi VO2 maks uji jalan 6 menit antara
kelompok perlakuan dan kontrol pada awal penelitian adalah tidak berbeda,
dengan nilai p=0,184 yang diperlihatkan dalam tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Efek Latihan Berjalan Terhadap Prediksi VO2 maks
Variabel
Kelompok
Nilai p*
Perlakuan Kontrol
Prediksi VO2 Maks
(Awal) 15,73 (SB 3,41) 14,04 (SB 3,67) 0,184
Prediksi VO2 Maks
(Akhir) 17,30 (SB 3,40) 14,81 (SB 3,53) 0,051
Delta prediksi VO2
Maks 1,56 (SB 0,78) 0,77 (SB 0,77) 0,007
*Nilai p menggunakan uji t tidak berpasangan
Berdasarkan tabel 4.5 tampak bahwa pada akhir penelitian, rerata prediksi VO2
maks uji jalan 6 menit pada kelompok perlakuan adalah lebih tinggi daripada
kelompok kontrol, namun tidak terdapat kemaknaan secara statistik (p=0,051).
Jika dilakukan perbandingan selisih kenaikan prediksi VO2 maks diawal dan
akhir penelitian antara kedua kelompok, terlihat bahwa peningkatan prediksi VO2
maks pada kelompok perlakuan adalah lebih tinggi, dan bermakna secara statistik
(p=0,007).
4.4.4 Efek Latihan Berjalan terhadap Rerata Nilai Metabolic Equivalents (METs)
Hasil penelitian memperoleh rerata nilai METs uji jalan 6 menit antara kelompok
perlakuan dan kontrol pada awal penelitian adalah tidak berbeda, dengan nilai
p=0,184 sehingga dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan, dengan hasil
yang diperlihatkan dalam tabel 4.6 di bawah.
Universitas Indonesia
42
Tabel 4.6 Efek Latihan Berjalan Terhadap Rerata Nilai METS
Variabel
Kelompok
Nilai p
Perlakuan Kontrol
METS (Awal) 4,49 (SB 0,97) 4,00 (SB 1,05) 0,184
METS (Akhir) 4,94 (SB 0,97) 4,22 (SB 1,00) 0,050
Delta METS 0,45 (SB 0,22) 0,22 (SB 0,22) 0,007
*Nilai p menggunakan uji t tidak berpasangan
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, tampak bahwa pada akhir penelitian rerata nilai
METs uji jalan 6 menit pada kelompok perlakuan adalah lebih tinggi daripada
kelompok kontrol, dengan nilai p=0,050. Pada perbandingan selisih kenaikan
rerata nilai METs diawal dan akhir penelitian antara kedua kelompok, terlihat
bahwa peningkatan rerata nilai METs pada kelompok perlakuan adalah lebih
tinggi, dan bermakna secara statistik (p=0,007).
4.4.5 Efek Latihan Berjalan terhadap Fungsi Keseimbangan
Penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi keseimbangan subjek yang diuji dengan
uji timed up and go (TUG) antara kelompok perlakuan dan kontrol pada awal
penelitian adalah tidak berbeda, dengan nilai p=0,061.
Tabel 4.7 Efek Latihan Berjalan Terhadap Nilai Uji Timed Up and Go (TUG)
Variabel
Kelompok
Nilai p*
Perlakuan Kontrol
TUG (Awal) 8,47 (SB 1,36) 9,60 (SB 1,87) 0,061
TUG (Akhir) 8,22 (SB 1,06) 9,02 (SB 1,53) 0,097
Delta TUG -0,25 (SB 0,74) -0,58 (SB 0,58) 0,169
*Nilai p menggunakan uji t tidak berpasangan
Universitas Indonesia
43
Berdasarkan tabel 4.7 diatas tampak pada awal penelitian, tidak terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik dari rerata nilai TUG antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol (p=0,061), dimana kelompok perlakuan memiliki
rerata nilai TUG yang lebih baik. Perbedaan rerata nilai TUG antara kedua
kelompok pada akhir penelitian tidak bermakna secara statistik (p=0,097). Pada
perbandingan selisih rerata nilai TUG diawal dan akhir penelitian antara kedua
kelompok terlihat bahwa peningkatan rerata nilai TUG pada kelompok kontrol
adalah lebih tinggi, namun tidak bermakna secara statistik (p=0,169).
Universitas Indonesia 43
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek yang ikut serta dalam penelitian ini adalah calon jemaah haji sehat secara
istitaah jemaah haji, berusia dalan rentang 45-59 tahun. Hal ini sesuai dengan usia
lanjut muda hingga menengah. Menurut Pusat Data dan Informasi Kesehatan Haji
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015, pada rentang usia ini
adalah peringkat terbanyak jemaah haji Indonesia yang melaksanakan ibadah haji.
subjek yang diambil adalah subjek tanpa komorbid penyakit, dan dapat
melaksanakan ibadah haji tanpa pendampingan sehingga sesuai dengan kriteria
istitaah jemaah haji yang pertama.8, 11
Jenis kelamin terbanyak pada penelitian ini adalah perempuan, dan pekerjaan
terbanyak adalah pegawai negeri sipil. Berdasarkan pengamatan peneliti, hal ini
terkait dengan rentang usia subjek penelitian yang masuk dalam kategori usia
produktif yang mayoritas partisipannya adalah para pekerja. Seluruh karakteristik
subjek pada penelitian ini adalah homogen.
5.2 Jumlah Langkah Latihan Berjalan
Komponen dari sebuah peresepan latihan mengikuti prinsip FITT: Frekuensi,
Intensitas, Time (durasi), dan Type (jenis). Ketika meresepkan sebuah obat, kita
dapat memulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan bertahap hingga pada dosis
puncak terapi. Dari dosis kecil ini diharapkan pasien dapat meningkat hingga
tingkat aktivitas fisik terendah yang direkomendasikan oleh ACSM/AHA
sehingga selain dosis latihan awal yang sudah diresepkan, progres latihan juga
menjadi penting dalam peresepan.5
Pengukuran objektif dari aktivitas latihan berjalan pada subjek dilakukan dengan
pedometer. Alat ini semakin terkenal sebagai salah satu metode asesmen objektif
untuk aktivitas fisik. Hal ini ditandai dari publikasi penelitian pada PubMed yang
mencapai 603 artikel untuk publikasi mengenai pedometer dalam kurun waktu
Januari 2001 hingga Januari 2011. Sebelumnya publikasi mengenai pedometer
hanya menemukan 75 artikel dalam kurun waktu tahun 1990 hingga 2000. Hasil
Universitas Indonesia
44
pengukuran pedometer adalah jumlah langkah yang juga dapat menghitung
perkiraan jarak tempuh berjalan (dari stride lenght [jarak tempuh = jumlah
langkah x stride lenght]). Pedometer secara umum akurat dalam mengukur jumlah
langkah, namun kurang akurat untuk memperkirakan jarak tempuh dan lebih
kurang akurat untuk memperkirakan energy expenditure. Namun dapat terjadi
variasi yang bermakna akibat dari mekanisme internal dan tingkat sensitivitas,
menyebabkan under atau over-estimation hingga 25-45%. Untuk mencegah
kesalahan perhitungan, penting bagi setiap peneliti dan dokter untuk menguji
reliabilitas dan validitas dari alat yang akan digunakan.23
Pada penelitian ini dilakukan uji validasi alat pedometer dengan cara berjalan
dengan menggunakan pedometer sejauh 100 langkah, kemudian membandingkan
jumlah langkah yang ditampilkan oleh layar pedometer dengan jumlah langkah
aktual yang dihitung oleh peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan uji validasi
melalui metode tes kocok yang dilakukan dengan cara mengguncangkan alat
pedometer di dalam kardusnya sebanyak 100 kali, kemudian dibandingkan dengan
jumlah angka yang tampil di layar pedometer.3
Penggunaan pedometer dalam bidang kedokteran adalah untuk mendorong
seseorang mencapai 10.000 langkah per hari. Berjalan 10.000 langkah per hari
mengeluarkan sekitar 300 kkal dari energy expenditure, yang menggambarkan
aktivitas fisik optimal untuk menurunkan risiko serangan jantung dan terkait
pencapaian tingkatan aktivitas fisik yang menyehatkan.23
Pencapaian perhitungan jumlah langkah juga dibandingkan dengan rekomendasi
aktivitas fisik yang mendorong aktivitas fisik intensitas sedang sebanyak 30 menit
per hari. Rekomendasi ini dapat dicapai dengan mengakumulasi 6000-7000
langkah dalam intensitas sedang, dan diatas sedentary threshold level dari
aktivitas fisik (5000 langkah per hari). Pada tahun 2004, sebuah “zone-based
hierarchy” telah dibuat sebagai indeks hitung jumlah langkap pedometer dalam
tabel 5.1 berikut ini.23
Universitas Indonesia
45
Tabel 5.1 Klasifikasi Tingkat Aktivitas Berdasarkan Jumlah Langkah23
Klasifikasi Langkah per hari
Sedentary <5000
Low active 5000-7499
Somewhat active 7500-9999
Active 10.000-12.499
Highly active >12.500
Pada penelitian ini, subjek pada kelompok perlakuan mampu melakukan aktivitas
berjalan kaki sebanyak sekitar 6600 langkah/hari, yang berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol yang menunjukkan jumlah langkah kaki sekitar 3600
langkah/hari. Dari hasil tersebut, kelompok kontrol termasuk dalam kategori
sedentary dengan patokan jumlah langkah <5000 langkah/hari sebagai sedentary
life style index pada populasi umum. Namun, menurut bukti dari penelitian awal
oleh Tudor-Locke, usia lanjut muda hingga menengah secara tipikal beraktivitas
dengan rerata 3500-5500 langkah/hari. Dengan demikian tingkat aktivitas usia
lanjut muda hingga menengah pada kelompok kontrol adalah sesuai dengan
penelitian tersebut.1,2
Subjek pada kelompok perlakuan mampu berjalan kaki sekitar 6600 langkah per
hari, yang sesuai dengan review sistematik oleh Tudor-Locke dan Myers, yang
menyatakan bahwa usia lanjut muda hingga menengah sehat diharapkan mampu
berjalan kaki dalam rentang 6000-8500 langkah/hari, serta penelitian oleh
NHANES yang mengukur rerata jumlah langkah pada orang dewasa di Amerika
Serikat yang berkisar 6540 langkah per hari. Penelitian oleh Maki dkk dengan
subjek penduduk usia lanjut muda hingga menengah di Jepang, kelompok
perlakuan menunjukkan jumlah aktivitas berjalan kaki 7.044 ± 2.891 langkah per
hari, yang tidak jauh berbeda dengan penelitian ini, sedang kelompok kontrol
4.940 ± 2.552 langkah per hari.1-3, 23
Universitas Indonesia
46
Frekuensi mengacu kepada jumlah aktivitas latihan dilakukan per minggu. Ada
hubungan positif dosis-respon antara peningkatan jumlah latihan yang dilakukan
(frekuensi dan waktu atau durasi), dengan manfaat yang diperoleh. Oleh karena
itu, lebih banyak latihan yang dilakukan setiap minggunya baik frekuensi dan total
waktu, lebih baik pula hasil jangka panjangnya terhadap pasien.5
Jika diamati dari grafik jumlah langkah per minggunya, kelompok perlakuan
mampu menjaga jumlah langkah kaki dalam kisaran sekitar 6500-6800
langkah/hari, tertinggi pada minggu pertama intervensi dan tampak tendensi
penurunan setelah minggu ke-4, namun mencapai kenaikan kembali diatas 6000
langkah/hari pada minggu ke-7 hingga mencapai sekitar 6400 langkah/hari. Hal
yang sama terjadi pada kelompok kontrol dimana terjadi penurunan setelah
minggu ke-4 dan terjadi peningkatan setelah minggu ke-7, dengan rentang jumlah
langkah adalah 3000-4000 langkah/hari. Dalam pengamatan dan analisis peneliti,
hal ini dapat terjadi oleh karena pada minggu ke 3 intervensi memasuki bulan
puasa ramadhan yang akan mempengaruhi tingkat latihan berjalan seluruh subjek.
Setelah minggu ke-7 dan sudah selesai berpuasa ramadhan, subjek penelitian
kembali melaksanakan latihan dengan normal. Dapat disimpulkan bahwa program
latihan berjalan yang diberikan pada kelompok perlakuan memiliki tingkat
kepatuhan yang baik.
5.3. Efek Latihan Berjalan terhadap Kapasitas Fungsional Calon Jemaah
Haji Usia Dewasa Sehat
Pada penelitian ini, peneliti membagi secara acak subjek menjadi kelompok
perlakuan yang diberikan latihan berjalan minimal 6000 langkah/hari selama 30
menit, 3-5 kali/minggu dengan intensitas sedang, dan kelompok kontrol yang
beraktivitas sebagaimana keseharian mereka sebelumnya. Jumlah langkah pada
semua subjek pada kedua kelompok direkam dengan pedometer. Dilakukan
pemeriksaan kapasitas fungsional menggunakan uji jalan 6 menit protokol Nury
dan pemeriksaan fungsi keseimbangan menggunakan uji timed up and go pada
awal dan akhir penelitian, untuk mengetahui apakah perlakuan latihan berjalan
memiliki efek terhadap kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan calon
jemaah haji usia dewasa sehat. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan
Universitas Indonesia
47
kapasitas fungsional pada kedua kelompok, baik kelompok perlakuan maupun
kontrol. Temuan pada penelitian ini menambah bukti didapatkannya keuntungan
peningkatan aktivitas fisik yang bersifat aerobik terhadap pemeliharaan kapasitas
fungsional pada calon jemaah haji usia dewasa sehat. Sedangkan fungsi
keseimbangan pada kedua kelompok, tidak didapatkan adanya peningkatan.6
Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan intervensi yang relatif aman, murah,
mudah untuk dilakukan dan diakses, nyaman, mudah dimodifikasi, praktis, dan
tidak berpotensi menimbulkan komplikasi yang berbahaya, latihan berjalan
minimal 6000 langkah/hari selama 30 menit sebanyak 3-5 kali/minggu dengan
intensitas sedang, terintegrasi dalam aktivitas sehari-hari, terukur menggunakan
alat pedometer yang terjangkau, dengan durasi yang cukup pendek, yaitu 8
minggu, telah dapat menunjukkan peningkatan kapasitas fungsional pada calon
jemaah haji usia dewasa sehat. Berkaitan dengan durasi latihan yang diberikan
pada penelitian ini hanya selama 8 minggu, maka konsistensi dan keterlanjutan
latihan penting untuk memastikan peningkatan kapasitas fungsional tersebut, dan
dengan demikian diperlukan evaluasi (follow-up) pada subjek dalam jangka waktu
yang lebih panjang.6,7
5.4 Latihan Berjalan sebagai Strategi Preventif untuk Pemeliharaan
Kapasitas Fungsional pada Calon Jemaah Haji Usia Dewasa Sehat dalam
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
Secara umum, berjalan telah dikenal sebagai strategi untuk promosi kesehatan.
Berjalan juga masih merupakan contoh utama aktivitas fisik yang berkaitan
dengan kesehatan yang direkomendasikan oleh pedoman-pedoman kesehatan
publik di seluruh dunia. Berjalan diketahui dapat mencegah peningkatan berat
badan dan mencegah sejumlah penyakit kronis yang meliputi diabetes, penyakit
kardiovaskuler, dan kanker. Berjalan juga mencegah penurunan status fungsional
dan disabilitas terkait usia. Berjalan diketahui pula mencegah mortalitas dini, dan
berkontribusi terhadap kualitas hidup yang baik. Dengan didapatkannya hasil pada
penelitian ini, yang menunjukkan bahwa pemberian latihan berjalan pada clon
jemaah haji usia dewasa sehat yang beraktivitas secara sedentary yang tidak
memiliki komorbid penyakit, menunjukkan kapasitas fungsional yang lebih baik
Universitas Indonesia
48
secara umum, dan nilai prediksi konsumsi oksigen maksimal yang lebih baik
secara khusus, maka berjalan juga menunjukkan peran dalam memelihara
kapasitas fungsional calon jemaah haji dewasa sehat. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi awal penelitian selanjutnya mengenai latihan fisik pada
calon jemaah haji dengan karakteristik subjek yang lebih beragam. Terminologi
kedokteran pencegahan, yang menitikberatkan pada identifikasi dan manipulasi
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dalam rangka usaha untuk mengontrol
sampai tingkat tertentu atas ketidakpastian kehidupan, menghindari penyakit dan
disabilitas, dan meningkatkan kesejahteraan. Lebih lanjut, kedokteran pencegahan
juga mensyaratkan bahwa usaha tersebut dapat dijangkau, dapat diterjemahkan
dalam berbagai latar yang berbeda, dan efektif dalam hal biaya. Berkaitan dengan
hal tersebut, peningkatan aktivitas fisik dengan berjalan dalam penelitian ini juga
membuktikan bahwa berjalan merupakan salah satu strategi preventif untuk
penurunan kapasitas fungsional dengan cara yang aman, murah dan mudah untuk
dilakukan. Program latihan berjalan juga efektif dalam hal biaya, karena dapat
dilaksanakan tanpa biaya yang besar, sehingga membawa implikasi selanjutnya
yaitu menurunnya biaya kesehatan selama penyelenggaraan ibadah haji.7-9
Penelitian ini dilaksanakan pada komunitas, dengan memanfaatkan keberadaan
Posbindu Haji di Puskesmas yang merupakan program pemerintah dalam
memberdayakan calon jemaah haji untuk memelihara dan mempersiapkan aspek
fisik calon jemaah haji itu sendiri. Karakteristik aktivitas berjalan dalam penelitian
ini yang berupa latihan berjalan dengan kecepatan yang nyaman (dalam rentang
intensitas ringan hingga sedang, dengan panduan tes Bicara), yang terintegrasi
dalam aktivitas sehari-hari, dengan satuan langkah/hari menggunakan alat
pedometer yang terjangkau dan mudah untuk digunakan, merupakan hal-hal yang
memudahkan subjek untuk melaksanakan program latihan tersebut. Dengan
diperolehnya hasil yang positif dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa
program peningkatan kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan bagi calon
jemaah haji yang akan berangkat melaksanakan ibadah haji, melalui latihan
berjalan sangat berpotensi sebagai salah satu program Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat serta program persiapan pembinaan kesehatan calon jemaah haji oleh
Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.8,9
Universitas Indonesia 49
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
6.1.1 Latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari selama 30 menit, dilakukan
3-5 kali per minggu dalam 8 minggu dengan intensitas sedang memberikan efek
peningkatan kapasitas fungsional pada calon jemaah haji usia dewasa sehat.
6.1.2 Latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari selama 30 menit, dilakukan
3-5 kali per minggu dalam 8 minggu dengan intensitas sedang tidak memberikan
efek peningkatan fungsi keseimbangan pada calon jemaah haji usia dewasa sehat.
6.2 Saran
6.2.1 Dilakukan penelitian serupa dengan karakteristik subjek yang beragam,
misalnya riwayat penyakit komorbid yang didiagnosa dengan kedalaman yang
sama dan tingkat kepatuhan atau keterkendalian komorbid yang objektif pada
keseluruhan subjek, sehingga didapat karakteristik komorbid subjek yang
homogen.
6.2.2 Dilakukan penilaian kapasitas fungsional dengan jangka waktu pemantauan
(follow up) yang lebih panjang untuk menilai efektivitas latihan berjalan dalam
jangka panjang.
6.2.3 Adanya kesulitan dalam penelitian berupa kerusakan alat atau hilangnya alat
pedometer, sebaiknya ditindak lanjuti dengan penyediaan cadangan alat
pedometer yang akan digunakan oleh subjek, agar tidak terjadi drop out latihan
akibat tidak tersedianya alat pedometer untuk mengukur jumlah langkah latihan
berjalan.
6.2.4 Sebaiknya pada awal penelitian dijelaskan dengan baik pentingnya
pengukuran hasil latihan dalam memperoleh data subjektif yang akan berguna
baik untuk subjek, maupun untuk calon jemaah haji secara keseluruhan untuk
mencegah terjadinya subjek yang mengalami drop out akibat tidak bersedianya
diperiksa kembali untuk mengukur kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan
paska intervensi latihan 8 minggu,
Universitas Indonesia
50
6.2.5 Hasil berupa peningkatan komponen uji jalan 6 menit yang sama baiknya
pada prediksi persentase jarak tempuh, total jarak tempuh, nilai METs, dan nilai
prediksi VO2 maks dapat ditindaklanjuti dengan penelitian serupa yang
menggunakan metode latihan yang sama namun dengan evaluasi fungsi fisik yang
berbeda.
Universitas Indonesia
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Tudor-Locke C, Basset DR. How Many Steps/Day are Enough?
Preliminary Pedometer Indices for Public Health.Spotrs Med 2004; 34 (1):
1-8
2. Tudor-Locke C, Corbin CB, Pangrazi RP. Taking Steps Toward Increased
3. Physical Activity : Using Pedometers to Measure and Motivate.
President’s Counsil for Physical Fitness and Sports. June 2002; Series 3,
No. 7
4. Tudor-Locke C, William JE, Reis JP. Utility of Pedometers for Assessing
Physical Activity, A Convergent Validity. Sportd Med 2002; 32 (12): 795-
808
5. Nobel M, Ehrman J, Liguori G, et at. ACSM’s Guidelines for Exercise
Testing and Prescription. 10th ed. Philadelphia : ACSM ; 2018.
6. Nusdwinuringtyas N., Widjajalaksmi K, et al. Reference Equation for
Prediction of a Total Distance During Six-minute Walk Test using
Indonesian Anthropometrics. Jakarta : Acta Medica Indonesiana ; 2011.
7. Lutfie, S.H. Peningkatan Endurans Jemaah Haji Dengan Pes Planus
Melalui Latihan Kontinyu dan Penggunaan Insol Untuk Pencegahan
Kelelahan. Jakarta : Medika Islamika ; 2011.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 tahun. 2016.
Available at: http://puskeshaji.depkes.go.id/webs/berita-551-permenkes-
no-15-tahun-2016-tentang-istithaah-kesehatan-jemaah-
haji.html#.WGC8tFV97IV
9. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2015. Available at: http://puskeshaji.kemkes.go.id/
10. Hurlock E.B. Developmental Psychology: A Life Span Approach. New
York : McGraw-Hill Education ; 2001.
11. Artigas B, et al. Is functional capacity related to the daily amount of steps
in postmenopausal women?. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22157683
12. Age-Friendly Primary Health Care Centres Toolkit. WHO 2008. Geneva :
WHO Press; 2008
Universitas Indonesia
52
13. Pease WS, Bowyer BL. Human Walking. In : DeLisa JA, Frontera WR
editors. DeLisa’s Physical Medicine and Rehabilitation, Principles and
Practice 5th edition. Philadelphia : Lippincott William and Wilkins; 2010.
P 121-137
14. Esquenazi A, Talaty M. Gait Analysis : Technology and Clinical
Applications. In :Braddom RL editor. Physical Medicine and Rehabilitaion
4th edition. Philadelphia : Elsevier Saunders; 2011. P 99-116.
15. Bischoff HA, Stahelin HB, Andreas UM, Maura DI. Identifying Cut Off
Point For Normal Mobility: Comparison Of The Time “Up and Go” Test
In Community Dwelling and Institutionalised Elderly Woman. In: Age and
Ageing. British Geriatrics Society. 2003; 32 315-20.
16. Wall JC. The Timed Get-up and Go Test Revisited: Measurement of the
component Task. Journal of rehabilitation Research & Development 2000;
37:109-114.
17. Kloos A, Heiss D. Exercise for impaired balance. In: Kisner C, Colby LA,
editors. Therapeutic Exercise. 5th ed. Philadelphia: FA Davis; 2007. p.
251–6.
18. Cech DJ, Martin S. Functional Movement Development. 3rd ed. Missouri:
Elsevier; 2012. 20 p. 263-84.
19. Janssen PGJM. Latihan Laktat Denyut nadi. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti; 1993. p12-21.
20. McArdle WD, Katch FI, Katch VL. Essentials of Exercise Physiology.
Philadelphia: Lea&Febiger; 1994.
21. Wasserman K, Hansen JE, Sue DY, Stringer WW, Sietsema KE, Sun X-G,
Whipp BJ, editors. Principles of exercise testing and interpretation:
including pathophysiology and clinical applications, 5th ed. Philadelphia,
PA: Lippincott Williams & Wilkins; 2012.
22. Milani RV, Lavie CJ, Mehra MR, Ventura HO. Understanding the basics
of cardiopulmonary exercise testing. Mayo Clin Proc. 2006;81(12):1603-
11.
23. Ainsworth BE, Macera CA. Physical Activity and Public Health Practice.
Florida : CRC Press ; 2012. p183-86.
Universitas Indonesia
53
24. Quinn TJ, Coons BA. The Talk Test and It’s Relationship with The
Ventilatory and Lactate Thresholds. Journal of Sports Sciences,
29:11(2011), 1175-1182. Available at:
http://dx.doi.org/10.1080/02640414.2011.585165
25. ACSM’s Exercise is Medicine: A Clinician’s Guide to Exercise
Prescription. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
Universitas Indonesia
54
LAMPIRAN I
Universitas Indonesia
55
LAMPIRAN II
Universitas Indonesia
56
LAMPIRAN III
Universitas Indonesia
57
LAMPIRAN IV
Universitas Indonesia
58
LAMPIRAN V
FORMULIR PENJELASAN PROSEDUR PENELITIAN
UNTUK CALON PESERTA PENELITIAN
Bapak / Ibu yang terhormat,
Saat ini Divisi Kardiorespirasi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
FKUI-RSCM Jakarta sedang melakukan penelitian mengenai efek latihan berjalan
terhadap kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan pada calon jemaah haji
usia dewasa sehat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek latihan berjalan dengan
intensitas sedang terhadap kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan pada
calon jemaah haji usia dewasa sehat.
Penelitian dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan awal berupa uji
jalan 6 menit, kemudian diberikan intervensi berupa aktivitas berjalan dengan
instensitas sedang selama 30 menit per hari, 5 hari dalam seminggu, dan diakhiri
dengan mengetahui hasil uji jalan 6 menit setelah pemberian intervensi. Manfaat
dari penelitian ini adalah untuk memperkaya instrument klinis berupa latihan
berjalan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas fungsional.
Penelitian ini dilakukan dengan sukarela dan tidak dipungut biaya apapun.
Bapak / Ibu dapat menanyakan segala hal yang berhubungan dengan hasil
pemeriksaan. Kami juga menjamin kerahasiaan mengenai semua hal yang
berhubungan Bapak / Ibu dalam penelitian ini. Bapak / Ibu juga berhak menolak
ikut serta dalam penelitian ini.
Bapak / Ibu diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum
jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu membutuhkan
penjelasan, anda dapat menghubung peneliti:
Nama : dr. Rifky Mubarak
Koresponden : Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jl. Diponegoro No.71 Jakarta Pusat
HP : 08161176714
Universitas Indonesia
59
LAMPIRAN VI
FORMULIR PERNYATAAN
PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Usia :
Alamat :
No. telepon / HP :
Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa:
Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami
tentang tujuan dan manfaat penelitian yang berjudul:
EFEKTIVITAS LATIHAN BERJALAN TERHADAP KAPASITAS
FUNGSIONAL DAN FUNGSI KESEIMBANGAN PADA CALON
JEMAAH HAJI USIA DEWASA SEHAT
Maka saya bersedia untuk ikutserta dalam penelitian ini dan bersedia berperan
serta dengan mematuhi ketentuan yang ada.
Jakarta,
Yang menyatakan:
(____________________________)
Universitas Indonesia
60
LAMPIRAN VII
STATUS SUBJEK PENELITIAN
Tanggal:
IDENTITAS
Nama :
Nomor rekam medis :
Usia :
Alamat :
Nomor telepon/HP :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
DATA MEDIS
Informed consent : ada/tidak Lisan/tertulis
Diagnosa :
Tanggal terdiagnosa :
Terapi yang sudah dijalani :
Hasil uji jalan 6 menit :
Jarak tempuh :
Nilai VO2 maksimal :
Universitas Indonesia
61
LAMPIRAN VIII
BUKU LOG LATIHAN BERJALAN
Bulan Pertama (diisi dengan jumlah langkah)
Minggu
Hari I II III IV V
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
Minggu
Bulan Kedua (diisi dengan jumlah langkah)
Minggu
Hari I II III IV V
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
Minggu
top related