elemen building form perancangan kota
Post on 05-Dec-2015
96 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
24
4.2. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form And Massing)
Bentuk dan massa bangunan (building form and massing) adalah produk dari
penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan
ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan,
besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta
ketinggian dan elevasi lantai bangunan; yang dapat menciptakan dan mendefinisikan
berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada,
terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik (Shirvani, 1985).
Dengan kata lain, building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk
dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana
hubungan antarmassa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk
dan hubungan antarmassa seperti ketinggian bangunan, jarak antarbangunan, bentuk
bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang
terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit-horizon (skyline) yang dinamis serta
menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai) (Shirvani, 1985).
Sedangkan menurut Darmawan dalam bukunya “Ruang Publik dalam Arsitektur Kota”
(2009), bentuk dan massa bangunan semata-mata ditentukan oleh ketinggian atau
besarnya bangunan, penampilan maupun konfigurasi dari massa bangunannya. Sekarang
ini kita harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan untuk memperoleh kualitas
desain dari penampilan suatu bangunan.
Komponen perancangan bentuk dan massa bangunan menurut Hamid Shirvani (1985)
adalah:
a. Pengaturan blok lingkungan,
b. Pengaturan kaveling/petak lahan,
c. Pengaturan bangunan (orientasi, warna, tekstur, langgam, proporsi),
d. Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
e. Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan
f. Garis Sempadan Bangunan (GSB).
Berikut adalah analisa kami mengenai Building Form and Massing di Kawasan
Malioboro segmen 3 (Pada peta dibeli lingkaran warna merah) :
Gambar 4.2.1. Peta Malioboro
25
Sumber : Dokumentasi Tim
Pembagian blok di kawasan Malioboro yang dibatasi oleh batas-batas fisik seperti jalan (Jalan Kyai Mojo, Jalan
Pangeran Diponegoro, Jalan Jenderal Sudirman disebelah Utara; dan Jalan Panembahan Senopati dan Jalan
Kyai Haji Ahmad Dahlan di sebelah selatan) dan sungai (sungai Code pada bagian timur).
Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, yaitu sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti
jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum
nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana
kota.
1
1
Sumber : Dokumentasi Tim
Pada gambar dapat dilihat bahwa orientasi pada kawasan malioboro adalah linear yang tampak depan
bangunan saling berhadapan.
Hal tersebut sesuai dengan teori Ching yang menyebutkan bahwa Jl. Malioboro memiliki orientasi linear.
Wajah bangunan yang saling berhadapan merupakan salah satu cermin bahwa memiliki hubungan sosial antar
masyarakatnya sangat kuat. Antar tetangga dan saling guyup membawa dampak positif dalam perdagangan.
2
2
‘
Gambar 4.2.3. Persimpangan di Malioboro
2. ORIENTASI BANGUNAN
1
2
26
Gambar 4.2.2. Peta Malioboro Segmen 3
Gambar 4.2.4. Orientasi Linear di Malioboro
1. PENGANTURAN BLOK LINGKUNGAN
3. TEKSTUR BANGUNAN
4. WARNA BANGUNAN
3
4
27
Sumber : Dokumentasi Tim
Ada berbagai macam tekstur yang ada, yang mempengaruhi tampak bangunan tersebut. Tekstur-tekstur ini
terbentuk dari material yang digunakan, motif, warna, dan bentuk serta luasnya. Menurut teori, berikut termasuk
dalam kategori tekstur kasar yang permukaannya terdiri dari elemen-elemen yang berbeda, baik corak, bentuk,
maupun warna. Tekstur setiap bangunan berbeda-beda.
Perbedaan tekstur pada kawasan malioboro atau tekstur kasar juga bias berdampak negatif pada padangan
terhadap kawasan tersebut. Misalnya kawasan jadi terlihat tidak rapih dan kurang terkoordinir. Padahal,
kawasan malioboro merupakan kawasan koservasi.
3
3
Sumber : Dokumentasi Tim
Dapat dilihat bahwa bangunan-bangunan di jalan sekitar Malioboro mempunyai warna-warna yang tidak
selaras. Setiap bangunan menunjukkan ego warna masing masing sehingga terlihat ramai.
Selain itu seperti warna-warna yang ada pada bangunan tersebut menegaskan bahwa adanya perbedaan
bangunan dengan mengedepankan perbedaan warna-warna mencolok yang tidak selaras.
4
4
Sumber : Dokumentasi Tim
Di jalan Malioboro ini erat kaitannya dengan sejarah dan banyak dipengaruhi budaya luar yaitu Belanda dan
Cina namun juga tak terlepas dari budaya Jawa sendiri yang kuat.
Bangunan bergaya arsitektur kolonial yang beradaptasi dengan iklim Indonesia dapat dilihat dari bentuk
bangunan yang kokoh, tembok tebal, terdapat gevel/gable, banyak bukaan yang lebar, serta bentuk atap tropis.
Ada juga yang bergaya arsitektur Cina, yang dapat dilihat dari bentukan atap yang melengkung, warna yang
cerah (biasanya merah dan kuning), serta motif yang unik (naga dan burung). Terdapat juga gaya arsitektur
khas Jawa yang dapat dilihat dari bentuk atap Joglo/Limasan, motif yang unik (kembang-kembang), ada
patung, tumpang sari, dan saka guru.
5 5
6
7
6 7
Gambar 4.2.7. Warna Bangunan di kawasan Malioboro beragam
Gambar 4.2.6. Tekstur bangunan di Kawasan Malioboro
Gambar 4.2.9. Langgam Bangunan di Kawasan Malioboro
Gambar 4.2.11. Bangunan Modern
5. LANGGAM BANGUNAN
6. PROPORSI BANGUNAN
5
6
7
28
Sumber : Dokumentasi Tim
Berdasarkan hasil matching, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa penyimpangan antara nilai KDB aktual di
lapangan dengan standar nilai KDB yang ditetapkan. Ketidaksesuaian ini terjadi jika nilai KDB aktual melebihi nilai
standar KDB yang ditetapkan. Kawasan Malioboro secara keseluruhan, terdapat 15 blok yang memiliki nilai KDB
melebihi standar yang telah ditetapkan dalam PERWAL 88 tahun 2009. Hal ini menunjukkan telah terjadi
penyimpangan sebesar 11,61% dari seluruh total luasan blok perencanaan di Kawasan Malioboro. Nilai kesesuaian
nilai KDB di Kawasan Malioboro mencapai 88,39%. Mengacu pada klasifikasi kesesuaian penataan ruang,
diketahui bahwa nilai kesesuaian lebih dari 50% termasuk dalam tingkat kesesuaian tinggi. (Neritarani, 2013)
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Kawasan Malioboro memiliki tingkat kesesuaian tinggi
untuk nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
8
8
9
9
Gambar 4.2.8. Peta Malioboro Segmen 3
Gambar 4.2.13. KDB di Kawasan Malioboro
7. KDB
8. KLB
Gambar 4.2.8. Peta Malioboro Segmen 3
8
9
29
Sumber : Dokumentasi Tim
Menurut Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Bab II Pasal 12 ayat 3 bahwa: Untuk pelestarian bangunan yang telah
ditetapkan menjadi Bangunan Cagar Budaya, tidak dikenakan ketentuan TB, KDB, KLB dan GSB pada bangunan
tersebut.
Seperti yang dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa Malioboro memiliki fungsi kawasan pelestarian cagar
budaya, sehingga dapat dilihat, bahwa bangunan yang ada rata-rata tidak memiliki setback.
100
100
Gambar 4.2.12. Peta Malioboro Segmen 3
Gambar 4.2.14. KLB di Kawasan Malioboro
Gambar 4.2.15. Peta Malioboro Segmen 3
Gambar 4.2.16. GSB di Kawasan Malioboro
9. GSB
Gambar 4.2.15. Peta Malioboro Segmen 3
9
top related