emfisema bullosa
Post on 14-Apr-2018
306 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
1/28
1
BULLA PARU-PARU
(EMFISEMA BULLOSA)
PENDAHULUAN
Pembagian klinis emfisema paru-paru pertama kali diajukan oleh Dikjman (1986), yang
membedakan tiga jenis kelainan, yaitu emfisema kompensasi, emfisema obstruktif difusa dan
emfisema bulosa. Emfisema kompensasi bukanlah emfisema yang sesungguhnya, karena tidak
terjadi kerusakan asinus. Yang terjadi pada kelainan ini adalah hiperinflasi bagian tertentu dari
paru-paru yang mengisi ruang hemitoraks besar yang terjadi karena atelektasis atau pembedahan
reseksi paru-paru. Emfisema obstruktif difusa lebih dikenal dengan sebutan penyakit paru-paru
obtruktif kronik. Emfisema bulosa ditandai oleh dilatasi dan kerusakan ruang udara terminal
paru-paru, dapat terjadi kongenital tanpa kelainan paru-paru yang mendasari, namun dapat pula
terjadi sebagai komplikasi dari penyakit paru-paru obstruktif kronik dengan atau tanpa penyakit
paru-paru lain. Dalam upaya menegakkan diagnosis, gejala-gejala emfisema bulosa harus dapat
dibedakan dengan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh emfisema kronik maupun bronkitis
kronik.(1)
Emfisema bulosa biasanya dialami oleh pasien dengan usia lanjut (> 45 tahun) yang
sering menunjukkan adanya gangguan pada ventilasi, pertukaran gas, dan pengembangan paru-
paru disertai penurunan fungsi pernapasan. Distensi berlebihan dari airspace (asinus dan alveoli)
dan hiperadiolusen dengan mudah dilihat pada radiografi dada. Ketika bullae semakin
membesar, maka akan terjadi efek kompresi dari jaringan paru-paru yang
menyebabka terjadinya gangguan pernafasan. Banyak dokter dan ahli bedah enggan untuk
memberikan saran intervensi bedah untuk kelompok pasien ini. Hal ini terutama karena
peningkatan hasil tes fungsi paru setelah operasi kurang begitu bermakna pada pasien
emphysematous , khususnya mereka dengan emfisema bullosa. Selain itu, sebagian besar pasien
gangguan fungsi paru yang telah berat tidak dapat bertahan terhadap prosedur operasi.(2)
ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU
Selama hidup paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan sangat elastic.
Jika rongga thoraks di buka volume paru-paru segera mengecil sampai ukuran 1/3 atau kurang.
Pada anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadi
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
2/28
2
gelap dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikel-partikel debu yang akan terperangkap di dalam
fagosit paru. Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping
mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung
dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing
paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-
masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar
2,5 cm di atas klavikula; basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat diaphragma; facies costalis
yang konveks yang disebabkan oleh dinding toraks yang konkaf; facies mediastinalis yang
konkaf merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya. Sekitar pertengahan
permukaan medial, terdapat hilum pulmonalis, suatu cekungan tempat masuknya bronkus,
pembuluh darah dan saraf ke paru-paru yang membentuk radiks pulmonalis masuk dan keluar
dari paru. Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung ; pada margo anterior pulmo sinister
terdapat incisura cardiaca pumonis sinistri. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping
columna vertebralis.(3)
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura obliqua dan
fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-
paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.(3)
Gambar 1. Anatomi paru-paru dan bronchus(4)
Segmen bronchopulmonalis merupakan unit paru secara anatomi, fungsi dan
pembedahan. Setiap bronkus lobaris, yang berjalan ke lobus paru-paru, mempercabangkan
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
3/28
3
bronkus segmentalis. Setiap bronkus segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara
struktural dan fungsional adalah independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis, dan
dikelilingi oleh jaringan ikat Bronchus segmentalis diikuti oleh sebuah cabang arteri pulmonalis,
tetapi pembuluh-pembuluh balik ke vena pulmonalis berjalan di dalam jaringan ikat di antara
segmenta broncopulmonalia yang berdekatan. Masing-masing segmen mempunyai pembuluh
limfe dan persarafan otonom sendiri.(3)
Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentalis segera membelah.
Pada saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilago berbentuk U yang ditemui mulai dari trachea
perlahan-lahan diganti dengan cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya.
Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli, yang diameternya kurang dari 1
mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel silinder
bersilia. Jaringan submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh. (3)
Bronchioli kemudian membelah menjadi bronchioli terminals yang mempunyai kantong-
kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi pada
dinding-dinding kantong tersebut, oleh karena itu kantong-kantong lembut dinamakan
bronchiolus respiratorius. Brongchioli respiratorius berakhir dengan bercabang sebagai ductus
alveolaris yang menuju kearah pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang
tipis disebut saccus alveolars. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu
ruangan. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gas
yang terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli ke dalam darah yang ada di dalam
kapiler di sekitarnya.(3)
Ciri utama segmenta bronchopulmonalia dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Merupakan subdivisi lobus paru,2. Segmen ini berbentuk piramid, mempunyai apeks yang menghadap ke atas kea
rah radiks pulmonalis.
3. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat4. Mempunyai satu bronchus segmentalis, satu arteri segmentalis, pembuluh limfe
dan saraf otonom.
5. Vena segmentalis terletak di antara segmenta bronchopulmonalia yangberdekatan.
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
4/28
4
6. Sebuah penyakit segmenta bronchopulmonalia dapat dibuang denganpembedahan karena segmenta bronchopulmonalia merupakan sebuah unit
structural(3)
Segmenta bronchopulmonalia utama adalah sebgai berikut
Pulmo dexter
Lobus Superior:o Segmentum apicalo Segmentum posteriuso Segmentum anterius
Lobus Mediuso Segmentum Lateraleo Segmentum Mediale
Lobus Inferioro Segmentum superiuso Segmentum basale medialeo Segmentum basaleo Segmentumbasale lateraleo Segmentum basale posterius
Pulmo sinister Lobus Superior:
o Segmentum apicoposteriuso Segmentum anteriuso Segmentum lingulare superiuso Segmentum lingulare inferius
Lobus Inferioro Segmentum basale medialeo Segmentum basale anteruso Segmentum basale lateraleo Segmentumbasale posterius(3)
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
5/28
5
Gambar 2. Segmen Bronchopulmonalia (A) Pulmo dextra (B) Pulmo Sinistra(4)
Radix pulmonis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru. Alat-alat tersebut
adalah bronchi, arteri, dan vena pulmonalis, pembuluh limfatik, arteri dan vena bronchialis, dan
saraf-saraf. Radix dikelilingi oleh selubung pleura yang menghubungkan pleura parietalis pars
mediastinalis dengan pleura viceralis yang membungkus paru.(3)
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang dari aorta descenden. Vena bronchiales (yang berhubungan
dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.(3)
Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonales.
Darah teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
6/28
6
pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua vena
pulmonales meninggalkan setiap radix pumonis untuk bermuara ke atrium sinistra cor.(3)
Pembuluh limfe berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus; pembuluh-
pembuluh ini tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis (subpleural) terletak di
bawah pleura visceralis dan mengalirkan cairannya melalui permukaan paru kearah hilum
pulmonis, tempat pembuluh-pmbuluh limfe bermuara ke nodi bronchopulmonales. Plexus
profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteri, vena pulmonalis menuju ke hilum pulmonis,
mengalirkan limfe menuju ke nodi intrapulmonales yang terletak di dalam subtansia paru; limfe
kemudian masuk ke dalam nodi bronchopulmonales di dalam hilum pulmonis. Semua cairan
limfe paru meninggalkan hilum pulmonis mengalir ke nodi tracheobronchiales dan kemudian
masuk ke dalam trunchus limphaticus bronchomediastinales.(3)
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan
aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima
serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus .(3)
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokontriksi.
Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan brongkokonstriksi, vasodilatasi, dan
peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari mukosa bronchus dan dari reseptor
regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan
parasimpatis.(3)
Asinus adalah unit respiratori fungsional dasar, meliputi semua struktur dari bronkhiolus
respiratorius sampai ke alveolus. Dalam paru-paru manusia, terdapat kira-kira 130.000 asini,
yang masing-masing terdiri dari tiga bronkhiolus respiratorius, tiga duktus alveolaris dan 17
sakus alveolaris.(1)
Alveolus adalah kantong udara terminal yang berhubungan erat dengan jejaring kaya
pembuluh darah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan
intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I
berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa, bertanggungjawab untuk pertukaran udara.
Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe
II inilah yang memproduksi surfaktan, yang melapisi alveolus dan memcegah kolapnya
alveolus.(1)
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
7/28
7
Sirkulasi pulmonal memiliki aliran yang tinggi dengan tekanan yang rendah (kira-kira 50
mmHg). Paru-paru dapat menampung sampai 20% volume darah total tubuh, walaupun hanya
10% dari volume tersebut yang tertampung dalam kapiler. Sebagai respon terhadap aktivitas,
terjadi peningkatan sirkulasi pulmonal.(1)
Yang paling penting dari sistem ventilasi paru-paru adalah upaya terus menerus untuk
memperbarui udara dalam area pertukaran gas paru-paru. Antara alveoli dan pembuluh kapiler
paru-paru terjadi difusi gas yang terjadi berdasarkan prinsip perbedaan tekanan parsial gas yang
bersangkutan.(1)
Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah sampai pada daerah pertukaran
gas, tetapi tetap berada dalam saluran napas di mana pada tempat ini tidak terjadi pertukaran gas,
seperti pada hidung, faring dan trakea. Udara ini disebut udara ruang rugi, sebab tidak berguna
dalam proses pertukaran gas. Pada waktu ekspirasi, yang pertama kali dikeluarkan adalah udara
ruang rugi, sebelum udara di alveoli sampai ke udara luar. Oleh karena itu, ruang rugi merupakan
kerugian dari gas ekspirasi paru-paru. Ruang rugi dibedakan lagi menjadi ruang rugi anatomik
dan ruang rugi fisiologik. Ruang rugi anatomik meliputi volume seluruh ruang sistem pernapasan
selain alveoli dan daerah pertukaran gas lain yang berkaitan erat. Kadang-kadang, sebagian
alveoli sendiri tidak berungsi atau hanya sebagian berfungsi karena tidak adanya atau buruknya
aliran darah yang melewati kapiler paru-paru yang berdekatan. Oleh karena itu, dari segi
fungsional, alveoli ini harus juga dianggap sebagai ruang rugi dan disebut sebagai ruang rugi
fisiologis.(1)
DEFINISI
Bulla adalah ruang berisi udara (diameter mulai dari 1 cm sampai sangat besar) dalam
parenkim paru-paru yang terjadi karena adanya deteriorasi jaringan alveolar. Bulla mirip dengan
bleb yaitu pengumpulan udara di subpleura, di antara lapisan-lapisan pleura viseral, yang
disebabkan oleh rupturnya alveolus. Udara masuk melalui jaringan interstitial ke dalam lapisan
fibrosa tipis pleura visera. Hal ini mirip dengan aneurisma yang terjadi pada dinding arteri.
Biasanya timbul di bagian apikal paru-paru. Bleb-bleb kecil dapat bersatu membentuk bleb yang
lebih besar, atau tidak jarang bleb dapat pula multiple dan tersebar merata di permukaan atas
paru-paru.(1, 5, 6)
Secara histopatologis, bulla tampak mempunyai dinding fibrosa dengan trabekulasi yang
dibentuk oleh sisa-sisa septum alveolar. Bulla paru-paru hampir selalu multiple, tetapi berada
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
8/28
8
dalam satu segmen atau lobus. Lokasi bulla tersering adalah di lobus atas paru-paru. Bulla
berukuran besar (lebih dari 50% hemitoraks) di lobus kanan paru-paru, yang biasa dijumpai pada
pria usia muda atau setengah baya, biasa disebut giant bullous emphysema atau vanishing lung
syndrome, terutama bila bulla memenuhi hampir seluruh hemitoraks. Baik bleb maupun bulla,
sama-sama dapat menyebabkan pneumotoraks spontan.(1, 5, 6)
Gambar 3. Bleb dan Bulla pada paru-paru(5)
ETIOLOGI
Penyebab emfisema bullosa belum sepenuhnya diketahui, dianggap bahwa penyebabnya
hampir sama dengan emfisema yang lain yaitu batuk kronis, hilangnya elastisitas paru,
bronchospame, alergi, infeksi bronchial yang rekuren,dan perubahan sekunder pada dinding
dada.(5)
Faktor lingkungan seperti rokok dan paparan terhadap debu menjadi faktor risiko
tambahan dan berhubungan dengan cepatnya penurunan kondisi pasien. Faktor penderita juga
seperti genetik dan usia juga mempengaruhi berkembangnya penyakit ini. Dan ditemukan adanya
kaitan antara merokok dan difisiensi 1-antitripsin dengan terbentuknya bulla.(1, 7)
Kadangkala penting untuk membagi pasien dengan bulla paru-paru ke dalam dua grup
besar, yaitu (1) pasien PPOK (penyakit paru-paru obstruktif kronis) dan (2) pasien dengan
parenkim paru-paru di antara bulla yang relatif normal tanpa obstruksi aliran udara. Kelompok
kedua ini biasanya memiliki riwayat munculnya penyakit yang sama pada keluarga (familial
occurence).(1)
Insiden bulla paru-paru meningkat pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom
Ehlers-Danlos, yang menunjukkan hubungan antara kelainan jaringan ikat dengan penyakit bulla.
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
9/28
9
Karenanya, kemungkinan adanya diagnosis penyakit jaringan ikat semacam ini harus juga
dipikirkan.(1, 8)
KLASIFIKASI
Klasifikasi pada pasien dengan bulla bertujuan untuk memudahkan evaluasi pasien yang
menjadi kandidat pembedahan dan meramalkan fungsi pernapasan pasca tindakan. Klasifikasi
penyakit bulosa oleh DeVries dan Wolfe (1980) membagi kelainan ini menjadi empat kategori
seperti tampak pada tabel 1.(1, 9)
Tabel 1. Klasifikasi Emfisema Bulosa
Kategori Bulla Penyakit paru-paru yang mendasari
I Besar, single Normal
II Multiple Normal
III Multiple Emfisema difusa
IV Multiple Penyakit paru-paru lain (skleroderma,
histoplasmosis, fibrosis paru-paru, granuloma
eusinofilik, pneumokoniosis)
Gambar . A. Multiple bulla; B. Bulla yang besar pada lobus superior.(5)
PATOFISIOLOGI
Penjelasan mengenai patofisiologi terjadinya bulla paru-paru pertama kali diajukan oleh
Cooke dan Blades (1952), sebagai berikut : awalnya, mekanisme katup bola (ball-valve) antara
bulla dan bronkus menyebabkan bulla membesar secara progresif. Kemudian, bulla yang
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
10/28
10
membesar karena peningkatan tekanan intra bulla akan membuat jaringan paru-paru di
sekitarnya kolaps. Selanjutnya, inflamasi dan oklusi parsial saluran napas kecil menyebabkan
kerusakan bulla disertai pembesaran progresif dan oklusi lanjutan pada saluran napas tersebut.
Akhirnya, bulla akan menghasilkan space occupying lesion yang besar dengan ventilasi yang
baik tetapi tanpa disertai perfusi yang baik, sehingga timbul hambatan gerak difragma dan
dinding dada, pergeseran mediastinum dan penekanan pada sisi paru-paru yang sehat di
sekitarnya dan pada paru-paru kontralateralnya.(1)
. Mekanisme terbentuknya bulla belum diketahui dengan pasti. Salah satu penjelasan
yang menjadi perdebatan adalah terjadinya degradasi serat elastik paru-paru yang dipicu oleh
peningkatan masuknyaa netrofil dan makrofag terkait dengan kebiasaan merokok. Degradasi ini
menyebabkan ketidakseimbangan sistem protease-antiprotease dan oksidan-antioksidan. Setelah
terbentuk bulla, terjadi obstruksi saluran napas kecil yang disebabkan oleh proses inflamasi
berkepanjangan sehingga terjadi peningkatan tekanan alveolar, yang menyebabkan udara
merembes ke ruang instertitial paru-paru. Kemudian udara akan bergerak ke hilus, terjadilah
pneumomediastinum. Dengan meningkatkan tekanan intra-mediastinum, timbul ruptur pleura
parietal di daerah mediastinum dan mengakibatkan terjadinya pneumotoraks. Pemeriksaan
histopatologi dan mikroskop elektron pada jaringan yang diambil intraoperatif tidak
menunjukkan adanya defek pada pleura viseral yang memungkinkan terjadinya perembesan
udara dari bulla ke ruang pleura.(1)
Pada referensi yang lain dikatakan bahwa defisiensi 1-antitripsin merupakan faktor
risiko berkembangnya gejala-gejala pada saluran napas, munculnya emfisema dini dan obstruksi
saluran napas. Antitripsin menghambat netrofil elastase dan serine proteinase yang berfungsi
pade proses cascade proteolitik mayor. Berkurangnya serine proteinase inhibitor (1 antitripsin)
menyebabkan aktivitas elastase intrapulmonal dan netrofil elastase (dihasilkan dari sel-sel
inflamasi) tidak terkontrol yang menyebabkan terjadinya panacinar emfisema.(7)
Emfisema ditandai oleh kerusakan dinding alveolar distal dari bronkiolus terminalis.
Proses ini akan berlanjut menjadi pembesaran ruang udara distal disertai terbentuknya blebs,
kista dan bulla. Karena dinding alveolar yang kaya kapiler turut rusak pada daerah emfisema,
ruang udara yang membesar ini memiliki rasio ventilasi perfusi yang tinggi yang menyebabkan
terbentuknya ruang rugi fisiologis. Peningkatan ruang ruang rugi pernafasan ini akan
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
11/28
11
menurunkan efisiensi bernapas, dan menyebabkan peningkatan kerja napas dan gangguan
pertukaran udara.(1)
Kerusakan dinding alveolar juga menyebabkan penurunan kemampuan rekoil elastis
paru-paru dan penurunan traction support dari lumen jalan napas kecil yang menyebabkan
gangguan proses ekshalasi. Penurunan kemampuan rekoil elastik disertai kolapsnya jalan napas
ekspirasi menghasilkan hiperinflasi dan adanya udara yang terperangkap (air-trapping) pada
daerah emfisema. Hiperinflasi ini dapat menekan jaringan paru-paru disekitarnya sehingga rasio
ventilasi perfusi akan menurun pada daerah paru-paru yang mengalami penekanan, yang lama
kelamaan menyebabkan ganggauan pertukaran udara dan hipoksemia.(1)
Kesulitan bernapas pada pasien-pasien dengan bulla paru-paru terjadi karena dinding
dada mengembang secara maksimal sepanjang waktu, dengan diafragma yang "mendatar" pada
saat inspirasi maksimal. Karenanya, setiap upaya inspirasi hanya menghasilkan pergerakan udara
yang minimal. Itulah sebabnya, reseksi bagian paru-paru yang mengalami kerusakan akan
memungkinkan dinding dada untuk berupaya kembali ke kondisi normalnya dan mengembalikan
mobilitas diafragma seperti semula.(1)
DIAGNOSIS
Klinis
Diagnosis bulla paru-paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai kebiasaan merokok dan riwayat penyakit
dahulu, seperti asma, kelainan kongenital dan PPOK.Gejala klinis yang muncul tergantung dari
ukuran, lokasi, jaringan yang tertekan di sekitar bulla, penurunan kapasitas vital paru-paru,
perubahan-perubahan pada tekanan intrathorakal juga tebentuknya kista dan pneumothoraks
Gejala klinis yang paling menonjol pada pasien bulla paru-paru adalah sesak napas, mulai dari
derajat ringan sampai derajat berat, sesuai kriteria dari Hugh Jones.Tidak jarang, bila bulla
cukup besar, pasien juga merasakan rasa nyeri lokal di bagian dada tertentu, sesuai lokasi bulla.
Baik sesak napas maupun nyeri ini berhubungan dengan aktifitas.(1, 5, 6)
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
12/28
12
Tabel 2. Kriteria dispneu menurut Hugh-Jones(1)
Derajat Definisi
0 Tidak ada dispneu pada saat aktifitas
I Dispneu saat berlari atau naik tangga
II Dispneu saat berjalan atau bersepeda melawan arah angin
III Tidak mampu berjalan lebih dari 1000 m
IV Tidak mampu berjalan lebih dari 100 m
V Dispneu saat berjalan dalam rumah, memakai pakaian atau mencuci
tangan
Namun demikian, terkadang pasien tidak merasakan adanya keluhan yang berarti,
terutama jika bagian paru-paru lain tidak mengalami kelainan. Hitoshi Ueda (1994) melaporkan
menangani pasien bulla paru-paru dengan gejala utama disphagia. Adanya bulla paru-paru
seringkali baru diketahui setelah pemeriksaan penunjang, atau bahkan tidak jarang ditemukan
intra operatif pada kelainan paru-paru lain.(1, 10)
Yang menjadi kendala dalam pemeriksaan fisik pasien dengan bulla paru-paru adalah
apabila bulla yang dideritanya sudah mengalami komplikasi berupa pneumotoraks spontan.
Dalam hal ini, sesak napas yang terjadi pada pasien sulit dibedakan apakah disebabkan oleh
pneumotoraks atau karena perburukan fungsi paru-paru akibat bertambah besarnya bulla.
Anamnesis yang mendalam mengenai urut-urutan terjadinya sesak napas dan progresifitasnya
sangat penting untuk membantu membedakan kedua entitas penyakit ini. Di samping juga,
penggunaan pemeriksaan penunjang yang tepat dan akurat.(1, 6)
Radiologi
Dalam hal ini pemeriksaan radiologi digunakan untuk mengidentifikasi ukuran, lokasi
dan penyebaranspace occupying lession. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menilai
kondisi parenkim paru-paru di sekitar bulla yang bermanfaat untuk memprediksi meningkatnya
fungsi paru-paru setelah operasi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan dalam diagnosis
bulla paru-paru antara lain adalah foto polos toraks, bronkografi, angiografi, CT Scan dan
payaran ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion scanning).(1)
1. Foto Thoraks
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
13/28
13
Pada foto polos toraks, diagnosis bulla paru-paru dapat ditegakkan apabila ditemukan
daerah hiperlusens, avaskular, berbatas tegas dengan dinding tipis.Dinding bulla menunjukkan
gambaran khas seperti helai rambut, tetapi terkadang hanya sebagian dinding saja yang dapat
terlihat. Karena bulla akan memerangkap udara pada saat ekpirasi, ukurannya akan relatif lebih
membesar selama ekspirasi. Gambaran toraks pada saat inspirasi dan ekspirasi seringkali juga
diperlukan untuk membedakan emfisema difusa dengan bulla paru-paru yang lebih terlokalisasi.
Pada emfisema difusa, ekspirasi tidak meningkatkan volume hemitoraks secara bermakna,
sedangkan pada bulla, ekspirasi secara dramatis meningkatkan volume hemitoraks sebagai akibat
dari deflasi yang terjadi di paru-paru normal di sekitar bulla.(1)
Gambar 4. Tampak Bulla pada hemithoraks dextra ;(A,B) Bulla yang besar pada lobus parukanan atas.
(5)
Pada foto polos juga dapat dijumpai penekanan jaringan paru-paru oleh bulla disertai
penekanan pada diafragma. Penekanan diafragma ini bersifat terlokalisir, dengan permukaan atas
diafragma yang sedikit cekung ke bawah. Garis batas dinding bulla dapat terlihat di sisi lateral
dari cekungan diafragma tersebut. Bulla amat jarang menekan trakea dan jantung walau
terkadang dapat melebar sampai ke ruang retrosternal dan membentuk cekungan di paru-paru sisi
kontralateralnya.(1)
2. CT Scan
Kriteria diagnosis radiologi giant bullous emphysema seperti disampaikan oleh Roberts
dkk (1987) meliputi ditemukannya bulla raksassa di salah satu atau kedua lobus atas paru-paru,
yang memenuhi setidaknya sepertiga hemitoraks sisi yang terkena disertai penekanan pada
jaringan paru-paru normal di sekitarnya. Stern dkk (1994) mengemukakan gambaran khas CT
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
14/28
14
scan giant bullous emphysema yang meliputi bulla besar multiple, berdiameter antara 1 - 20 cm,
tanpa adanya salah satu bulla yang dominan.(1)
Seiring dengan bertambahnya usia dan berlanjutnya kebiasaan merokok, kelainan yang
ditemukan pada pemeriksaan foto toraks juga akan bertambah banyak, seperti dilaporkan oleh
Kilburn dkk (1995): pada 497 pekerja galangan kapal yang menjalani pemeriksaan foto toraks,
dijumpai bulla pada 10.3% perokok dan hanya 1,3% pada yang tidak merokok.20 Angka ini akan
semakin besar apabila dilanjukan dengan pemeriksaan CT Scan, karena dengan CT Scan yang
memiliki resolusi tinggi, kelainan struktural paru-paru akan terlihat dengan lebih jelas. Beberapa
pasien dengan bulla yang terlihat pada CT Scan, sebelumnya tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan radiologi konvensional.(1)
Penggunaan pertama CT Scan untuk evaluasi bulla dilakukan oleh Fiore dkk (1982),
yang menunjukkan bahwa CT Scan dapat digunakan untuk (1) membedakan bulla paru-paru dari
pneumotoraks; (2) melihat keberadaan bulla paru-paru di tempat lain; dan (3) menilai kondisi
paru-paru secara umum. Gambaran yang diperoleh dari CT Scan ini dapat menunjukkan ukuran,
lokasi dan perluasan bulla yang lebih baik dibandingkan jenis pemeriksaan lain.4 Karenanya,
sampai saat ini pemeriksaan CT Scan dianggap sebagai pemeriksaan radiologis bulla paru-paru
yang paling ideal.(1)
Pasien-pasien dengan giant bullous emphysema rentan terhadap terjadinya pneumotoraks
spontan. Tanda-tanda spesifik yang dijumpai pada CT Scan sangat membantu dalam upaya
membedakan kedua kelainan ini. Namun demikian, pada kondisi-kondisi yang tidak
memungkinkan dilakukannya pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan foto polos tetap memegang
peranan penting. Diagnosis pneumotoraks pada pemeriksaan foto polos dapat ditegakkan apabila
terlihat gambaran garis pleura viseral. Bila gambaran ini sulit ditemukan, dapat dilakukan
prosedur tambahan. Prosedur pertama, pasien difoto pada posisi tegak dan ekspirasi maksimal.
Dengan cara ini, volume paru-paru akan berkurang tetapi volume udara dalam rongga pleura
tetap sehingga permukaan pleura viseral yang berkontak dengan udara lebih kecil. Prosedur lain
adalah dalam posisi lateral dekubitus dan arah sinar dari lateral. Pada prosedur ini, udara akan
berada pada titik tertinggi dari hemitoraks sehingga dapat terlihat pada bagian atas jika dilihat
dari sisi lateral dinding dada dan bukan di bagian atas dari apeks. Pada bulla, lokasi area
hiperlusen avaskular tetap pada posisi foto apapun, dan justru mengalami pembesaran relatif
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
15/28
15
pada saat ekspirasi maksimal. Diharapkan, kedua prosedur ini dapat membantu membedakan
pneumotoraks dan bulla paru-paru.(1)
Gambar 5.(A) CT Scan pada bagian bawah toraks menunjukkan area lusens pada lobus bawah
yang menyulitkan interpretasi adanya bulla. (B) CT Scan lebih superior dari A menunjukkan
udara dalam bulla dan adanya gambaran "double wall sign" (tanda panah) (C) Bulla paru didaerah mediatinum posterior.(1)
Sedangkan jika menggunakan CT Scan, perlu diperhatikan beberapa tanda berikut:
penekanan dan konsolidasi paru-paru di sekitar bulla, hiperlusensi nonanatomik dan penurunan
atau hilangnya gejala segera setelah chest tube terpasang. Tanda lain yang penting adalah "tanda
dinding ganda" (double-wall sign) pada hasil CT Scan, yaitu gambaran udara di ke dua sisi
dinding bulla yang paralel dengan dinding dada. Tidak ditemukannya tanda ini menunjukkan
tidak adanya pneumotoraks pada pasien dengan bulla, sehingga mencegah pemasangan chest
tube yang tidak perlu. Tanda dinding ganda ini mungkin tidak langsung dapat ditemukan pada
pemeriksaan CT Scan, terutama apabila terjadi penekanan oleh bulla. Namun dengan
pemeriksaan yang teliti pada beberapa potongan gambar, tanda ini dapat ditemukan dan menjadi
penanda adanya pneumotoraks.(1)
Kendala lain dalam penggunaan "tanda dinding ganda" untuk deteksi pneumotoraks pada
pasien dengan bulla paru-paru adalah bila ada pneumotoraks kronik. Pasien-pasien dengan
pneumotoraks jenis ini, pada paru-parunya sudah timbul sekat-sekat pleura atau perlekatan yang
mirip dengan gambaran tanda dinding ganda. Karena manfaatnya yang besar dalam upaya
diagnosis bulla dan pneumotoraks, seyogyanya CT Scan menjadi pemeriksaan rutin pada pasien
dengan emfisema bulla yang mengalami sesak napas akut.(1)
Pemeriksaan densitometri dengan CT Scan resolusi tinggi (High Resolution Computed
Tomography) dilaporkan oleh Smit dkk (2004) bermanfaat untuk mendiagnosis "air trapping"
CC
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
16/28
16
yang juga menjadi salah satu penanda pneumotoraks spontan. Pemeriksaan ini dapat melihat
penyebaran emfisema secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga bermanfaat untuk membedakan
apakah pasien hanya mengalami perburukan kondisi emfisema bulla atau sudah mengalami
pneumotoraks spontan, baik sebagai akibat dari bulla maupun sebagai komorbiditas. Pada
pemeriksaan dengan HRCT, bulla paru-paru paling sering ditemukan berlokasi di sub-pleural,
disertai emfisema paraseptal atau sentrilobullar. HRCT juga sangat berharga untuk membedakan
bulla besar terisolasi yang potensial untu direseksi, dari bulla yang disertai emfisema generalisata
yang tidak bisa direseksi.(1)
Sebelum CT Scan digunakan secara luas di kalangan medis, bronkografi banyak dipakai
pada kasus-kasus bulla dalam evaluasi pre-operatif. Yaitu untuk mengenali adanya
bronkhiektasis atau kompresi pada bronkus oleh bulla di dekatnya.(1)
3. Angiografi
Pemeriksaan lain yang juga bermafaat apabila tidak ada CT Scan adalah angiografi,
karena dengan alat ini area jaringan paru-paru yang masih berfungsi dapat diidentifikasi dengan
baik. Adanya "blush" alveolar pada bagian perifer dari paru-paru adalah indikator utama masih
adanya sirkulasi kapiler di paru-paru, yang menandakan bahwa bagian paru-paru tersebut masih
fungsional. Dengan adanya CT Scan, maka gambaran angiografi ini lebih disempurnakan, yaitu
menggunakan CT Scan dengan kontras.(1)
Gambar 6. Contoh gambaran angiografi paru-paru yang menunjukkan area tanpa pembuluhdarah di dua per tiga inferior hemitoraks kiri. Pembuluh-pembuluh darah ini mengalami
kompresi dan terdorong ke atas.(9)
4. Pemeriksaan Rasio Ventilasi-Perfusi
Pemeriksaan Rasio Ventilasi-Perfusi adalah jenis pemeriksaan yang digunakan terutama
pada kasus-kasus dengan kelainan bilateral. Payaran ventilasi-perfusi memberikan gambaran
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
17/28
17
fungsi sirkulasi paru-paru yang akan menambah informasi mengenai gambaran struktur paru-
paru yang didapat dari CT Scan. Scanning ventilasi perfusi ini dapat membantu menunjukkan
area hipoperfusi relatif yang menjadi kandidat reseksi pada pembedahan Lung Volume
Reduction. Jika reseksi yang direncanakan melibatkan bagian paru-paru yang memiliki sedikit
pembuluh darah (hipoperfusi), fungsi paru-paru pascaoperasi tidak akan mengalami perbaikan
yang bermakna. Semakin besar area hipoperfusi, semakin buruk fungsi paru-paru pascaoperasi.(1)
Gambar 7. Contoh gambaran pemeriksaan ventilasi-perfusi paru-paru yang menunjukkan area
tanpa uptake di area kanan atas paru-paru(9)
Asimetri fungsi kedua belahan paru-paru mengindikasikan dilakukan tindakan bedah
pada sisi yang lebih parah dengan risiko yang lebih rendah dan kemungkinan perbaikan yang
lebih tinggi. Gaensler dkk (1983) menunjukkan bahwa pemeriksaan ini bermanfaat untuk
menentukan perbedaan fungsi kedua belahan paru-paru, tetapi tidak terlalu bermanfaat dalam
lokalisasi dan penentuan besarnya lesi, karena informasi semacam itu telah diperoleh dari
pemeriksaan radiologi yang lain.(1)
KOMPLIKASI
Keganasan
Tsutsui dkk (1988) telah merumuskan tiga gambaran radiologi yang sering ditemukan pada
pasien dengan bulla dan keganasan, yaitu:
1. opasitas nodular di dalam atau di sekitar bulla2. penebalan parsial atau difus dinding bulla3. tanda sekunder dari bulla (perubahan diameter, cairan yang tertahan dan
pneumotoraks).
Insiden bulla yang terkait dengan keganasan bronkogenik adalah sekitar 2,5% dan paling
tinggi pada dekade ke-6 kehidupan. Namun Casey dkk (2003) melaporkan kasus bayi perempuan
(20 bullan) dengan sesak napas yang pada CT Scan-nya ditemukan bulla di bagian basal paru-
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
18/28
18
paru kanan dengan bagian yang padat di posteriornya. Hasil pemeriksaan histologi bulla pasca
reseksi bulla per torakotomi menunjukkan gambaran blastoma pleuro-pulmonal tipe 2. (1, 11)
Infeksi
Bulla dapat dengan mudah terkena infeksi karena terhubung dengan saluran
trakeobronkial misalnya karena organisme pyogenic, aspergillus, dan jamur yang bisa
berkembang menjadi mycetoma. Untungnya, sebagian besar kasus infeksi ini dapat ditangani
secara konservatif, dan pembedahan hanya dilakukan pada kasus-kasus yang sulit sembuh yang
memerlukan drainase atau eksisi. Liyod pada tahun 1949 telah melaporkan adanya bulla yang
berisi cairan. Infeksi pada bulla ini akan mengakibatkan berkurangnya ukuran bulla dan
terjadinya kontraksi fibrotik. Produksi cairan akan menyebabkan tertutupnya hubungan antara
bulla dan saluran napas, sehingga lama-kelamaan udara akan diserap dan ruang udara akan
hilang. Setelah infeksi semacam ini, biasanya bulla akan ikut hilang. (1, 11)
Hemoptisis
Pasien yang memiliki kelainan bulla dengan komplikasi hemoptisis harus menjalani
bronkhoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya lesi endobronkhial. Demikian pula
kemungkinan diagnosis superinfeksi Aspergillus juga harus dapat disingkirkan terlebih dahulu.
Kebanyakan hemoptisis yang terjadi terkait dengan bulla yang terinfeksi dan dapat diobati secara
konservatif. Dengan hilangnya infeksi, hemoptisis biasanya akan berhenti dengan sendirinya.
Fitzgerald dkk (1974) dan Berry dan Ochsner (1972) menganjurkan dilakukannya pembedahan
pada pasien yang mengalami hemoptisis berkepanjangan, berulang atau ekstensif, yaitu dengan
bulektomi.(1)
Pneumotoraks
Bulla paru-paru merupakan faktor predisposisi terjadinya pneumotoraks. Pneumotoraks
pada pasien dengan bulla terjadi karena ruptur bulla. Pneumotoraks jenis ini tidak boleh hanya
diterapi dengan pemasangan chest tube saja, karena biasanya akan menyebabkan terbentuknya
fistula bronkopleural yang menyebabkan paru-paru sulit mengembang sepenuhnya. Karenanya,
reseksi bulla disertai penutupan celah kebocoran udara seringkali adalah satu-satunya solusi. (1)
Angka rekurensi pneumotoraks spontan dari berbagai studi berkisar antara 16-52 persen.
Sebagian besar terjadi dalam periode 6 bullan sampai 2 tahun setelah pneumotoraks pertama.
Bukti radiologis berupa ditemukannya fibrosis paru-paru, habitus pasien yang astenikus, riwayat
kebiasaan merokok dan usia muda dilaporkan sebagai faktor risiko independen rekurensi
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
19/28
19
pneumotoraks spontan ini. Namun demikian, ditemukannya bulla paru-paru bersamaan dengan
pneumotoraks ternyata tidak dapat dipakai untuk memprediksi kemungkinan terjadinya rekurensi
pneumotoraks. Studi yang dilakukan oleh Smith dkk (2000) tidak berhasil mengumpulkan cukup
bukti bahwa bulla adalah faktor predisposisi terjadinya pneumotoraks berulang, walaupun
penelitian lain oleh Sihoe dkk (2000) justru menunjukkan adanya hubungan antara ditemukannya
bulla pada pneumotoraks pertama dengan kejadian pneumotoraks berikutnya. Schramel dkk
(2001) menyatakan bahwa temuan Sihoe dkk tersebut tidak bermakna secara statistik.(1)
Sebuah studi kasus oleh Sato dkk (2000) melaporkan satu kasus pneumotoraks berulang
pada pasien dengan bulla. Namun demikian, pada pasien ini dijumpai penyakit lain yaitu
poliomielitis juvenilis yang berhubungan dengan terjadinya kelainan jaringan insterstitial paru-
paru.(1)
PEMBEDAHAN
Tujuan pembedahan pada bulla paru-paru adalah merubah status fungsional sisi paru-paru yang
terkena, yaitu dengan:
1. menghilangkan gangguan restriksi paru-paru2. meningkatkan komplians paru-paru dan diameter jalan napas3. meningkatkan rasio ventilasi perfusi4. mengurangi ruang rugi fisiologi(9)
Keempat tujuan ini lebih mudah dicapai pada pasien dengan bulla yang besar dan
kelainan paru-paru minimal. Pembedahan juga diindikasikan pada bulla yang sudah mengalami
komplikasi, berupa infeksi, pneumotoraks, hemoptisis, keganasan atau nyeri.(1)
Pembedahan akan memberikan manfaat pada pasien denganspace occupying lesion atau
parenkim non fungsional terlokalisasi yang menekan jaringan paru-paru yang normal. Eksisi
untuk mengangkat space occupying lesion akan dapat mengembangkan paru-paru yang tadinya
tertekan, sehingga ventilasi dan perfusi bagian paru-paru yang sehat dapat berjalan kembali, dan
terjadi penurunan ruang rugi serta volume residual. Pembedahan yang dilakukan harus sedapat
mungkin menpertahankan jaringan paru-paru yang masih berfungsi, antara lain dengan
menghindari reseksi mayor seperti lobektomi. Prinsip ini penting, terutama pada pasien-pasien
dengan penyakit paru-paru yang mendasari terjadinya bulla.(1)
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
20/28
20
Indikasi umum dilakukannya tindakan pembedahan pada pasien dengan bulla paru-paru adalah:
1. Kesulitan bernafas sedang sampai berat2. Bulla yang meliputi lebih dari 1/3 hemitoraks3. Gambaran CT Scan atau angiografi yang menunjukkan penurunan aliran darah ke
daerah paru-paru yang terkena
4. Ditemukannya komplikasi bulla, seperti pneumotoraks, infeksi, keganasan atauhemoptisis.
Pasien dengan kategori I dan II merupakan kandidat yang ideal untuk pembedahan
dengan hasil yang memuaskan. Sedangkan pasien-pasien dengan kategori III dan IV harus
diseleksi dengan ketat sebelum diputuskan untuk untuk dilakukan pembedahan, karena pasien
dalam kategori ini memiliki hasil akhir berupa fungsi pernapasan dan penurunan gejala yang
lebih sulit diramalkan. Bulla yang disertai kerusakan jaringan paru-paru yang berat juga menjadi
kendala dalam tindakan pembedahan karena jenis terapi yang dapat dilakukan lebih terbatas,
salah satu diantaranya adalah transplantasi paru-paru.(1)
Sedangkan yang menjadi kontraindikasi tindakan bedah pada pasien dengan bulla paru-
paru antara lain:
1. Berat badan yang tidak normal (130% BB ideal)2. Penyakit penyerta yang meningkatkan risiko pembedahan3. Tidak bersedia ikut dalam upaya rehabilitasi fisik pra dan pascaoperasi4. Tidak bersedia menerima risiko morbiditas dan mortalitas dari pembedahan5. Merokok dalam 6 bullan sebelum operasi6. Pernah atau sedang menderita keganasan7. Usia tua (>70 tahun untuk LVRS)8. Instabilitas psikologis
Teknik Operasi
Pembedahan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu torakotomi terbuka (open
thoracotomy) dan Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS). (1)
VATS vs open
Berbagai penelitian terus dilakukan untuk membandingkan efektifitas VATS dibadingkan
torakotomi terbuka, namun sampai kini belum ada penelitian yang berhasil menunjukkan
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
21/28
21
superioritas dari salah satu teknik dibandingkan yang lain, terutama terkait dengan biaya yang
diperlukan.(1)
Dalam beberapa dekade terakhir, VATS mengalami perkembangan yang pesat, didukung
dengan perkembangan tekhnologi dan semangat untuk mengembangkan tindakan operasi yang
minimal invasif. Dibandingkan dengan rongga lain dalam tubuh, dada adalah rongga yang paling
cocok untuk dilakukannya tindakan bedah dengan akses minimal, karena segera setelah paru-
paru sisi yang akan dioperasi kolaps (dengan bantuan tekhnik ventilasi satu paru-paru), akan
dijumpai ruangan yang cukup luas untuk manuver alat-alat operasi. Dari sisi lain, pelepasan
sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi pasca VATS lebih rendah dibandingkan torakotomi.
Selain itu, penggunaan analgesik pada VATS juga lebih sedikit dibandingkan dengan pada
pasien-pasien yang menjalani torakotomi. Dilaporkan oleh Hui Ping-Liu (1997) VATS dapat
digunakan untuk operasi pada pasien dengan emfisema bullosa dengan menggunakan teknik
thoracoscopic endoloop ligation of bulla. Teknik ini lebih aman, dapat diandalkan, dengan biaya
yang lebih murah untuk pasien-pasien dengan emfisema bullosa.(1, 2)
Tabel 3. Perbandingan torakotomi konvensional dan VATS(1)
Torakotomi konvensional VATS
Keuntungan
Masa perawatan/pemulihan
Kembali bekerja pascaoperasiBiaya
Lama
LamaLebih murah
Cepat
CepatLebih mahal
Kerugian
Komplikasi pascaoperasi >> minimal
Namun demikian, biaya yang diperlukan untuk VATS, terutama di negara berkambang,
masih terlalu besar. Karenanya, perlu dikembangkan beberapa strategi khusus untuk mengurangi
biaya-biaya ini, antara lain dengan modifikasi instrumen pembedahan, pembatasan penggunaan
alat-alat khusus dan penggunaan teknik penjahitan per endoskopik yang baik sebagai alternatif
penggunaan stapler per endoskopik.(1)
Satu hal yang penting dalam mengembangkan VATS, adalah bahwa teknik ini bukanlah
pengganti torakotomi, tetapi lebih sebagai pelengkap yang diperlukan oleh ahli bedah dalam
menangani kasus-kasus bedah toraks. Karenanya VATS harus dilakukan oleh ahli bedah yang
sudah mahir melakukan operasi torakotomi. Penggunaan VATS lebih ditujukan untuk
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
22/28
22
pneumotoraks spontan primer. Sedangkan untuk pneumotoraks spontan sekunder (disertai
kondisi patologis paru-paru lain) dan pasien-pasien yang pernah menjalani torakotomi
sebelumnya (dikhawatirkan telah terjadi perlekatan-perlekatan) lebih baik menjalani terapi
dengan torakotomi.(1)
Tindakan bedah untuk bulla antara lain adalah drainase intrakaviter (Brompton),
bulektomi dan reseksi paru-paru.
Drainase intrakaviter (Brompton)
Prosedur ini pertama kali diperkenalkan oleh Monaldi sebagai tekhnik dua tahap, untuk
mengurangi risiko terjadinya pneumotoraks dan perlekatan pleura. Dilakukan dengan
memasukkan iodine pack ekstrapleura, dilanjutkan dengan drainase bulla tiga minggu kemudian.
Kemudian McArthur (1977) mengembangkan tekhnik satu tahap atau tekhnik Brompton.
Sebagian kecil tulang iga di atas bulla dieksisi, dilakukan penjahitan purse-string di pleura
parietal, mencakup pleura viseral dan dinding bulla. Setelah itu, pleura dan bulla dibuka di antara
jahitan dan kateter Foley dimasukkan. Balon kateter dikembangkan dengan udara, jahitan
diperketat, kemudian ujung kateter dimasukkan ke water sealed. Sebagai tambahan, chest tube
dipasang di ruang interkostal lain. Pleurodesis pada isi bulla dan rongga pleura dapat dilakukan
untuk membantu terapi.(1, 12)
Tekhnik Brompton ini sederhana, aman dan efektif apabila dilakukan pada pasien yang
tepat. Lokasi bulla yang tepat dapat diketahui dengan CT Scan sehingga dapat dilakukan
perencanaan tindakan yang matang. Selain itu, tekhnik ini mengurangi kecenderungan untuk
mengangkat jaringan paru-paru di sekitar bulla yang mungkin masih bermanfaat. Pleurodesis
memungkinkan bulla yang mungkin timbul di kemudian hari untuk dilakukan drainase per kutan
dengan risiko terjadinya pneumotoraks yang rendah.(1, 12)
Gambar 8. Drainase intrakaviter Brompton(12)
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
23/28
23
Bulektomi
Indikasi umum yang diterima untuk operasi bullektomi elektif adalah dispneu yang berat
walaupun telah mendapatkan penanganan medis pada pasien dengan emfisema dan bulla yang
berukuran sekurang-kurangnya 30% dari hemithoraks . Seseorang dengan bulla berukuran
kurang dari 30% dari hemitoraks tidak terlalu bermanfaat untuk dilakukan reseksi dan beberapa
ahli merekomendasikan sekurang-kurangnya 50% akan lebih optimal.(13)
Kontraindikasi bullektomi yaitu vanishing lung syndrome, bronchitis kronis purulenta,
dan sering mengalami infeksi sistem pernapasan. Komplikasi operasi yang paling umum adalah
pneumonia, kebocoran udara dan gagal napas yang akut atau kronis.(13)
Pada torakotomi terbuka, bula yang paling besar dibuka secara longitudinal, kemudian
rongga dieksplorasi. Sekat-sekat fibrosa dieksisi dan forseps panjang dipasang dari dalam
sehingga memegang pleura pada refleksi dari parenkim yang relatif normal. Pleura viseral
dibalik ke arah atas dan dipasang stapler di bagian basal bula. Stapler dipasang berkali-kali
sampai seluruh permukaan yang terbuka di bagian basal bula tertutup. Dua lapis pleura ini
bertindak sebagai landasan stapler dan mencegah terjadinya kebocoran udara.(1)
Gambar 9 . Bullektomi dengan pendekatan torakotomi terbuka(1)
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
24/28
24
Bulektomi dengan VATS yang banyak dikerjakan adalah dengan teknik 3 portal. Pasien
dibaringkan dalam posisi lateral dekubitus dengan fleksi meja operasi tepat di bawah areola
mamae. Portal torakoskop dipasang pada ruang interkostal 7 atau 8 di garis mid-aksilaris. Portal
kedua diletakkan di depan ujung skapula pada garis aksilaris posterior, dan portal ketiga
diletakkan di ruang interkostal 5 atau 6 di garis aksilaris anterior. Setelah instrumen siap,
hemitoraks diperiksa dengan seksama untuk mencari bula yang menjadi target. Instrumen tumpul
seperti forsep dapat digunakan untuk membantu kolaps-nya paru-paru atau untuk membantu
tindakan eksplorasi. Semua tindakan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari cedera
pada paru-paru yang dapat menyebabkan kebocoran udara. Bula kemudian ditusuk sampai
kolaps dengan diatermi untuk memberikan visualisasi yang lebih baik dari batas-batas bula dan
jaringan paru-paru yang masih sehat. Terkadang dijumpai pula perlekatan pleura yang
memerlukan tindakan adesiolisis. Setelah itu, pada batas pinggir bula dipasang stapler
endoskopik atau bisa juga dengan menjahit tepi batas pemotongan bula.(1, 14)
Gambar 10. Prosedur Bullectomy dengan menggunakan VATS
(14)
Reseksi Paru-paru (Lung Volume Reduction Surgery)
Reseksi paru-paru berupa lobektomi atau segmentektomi jarang dilakukan pada bulla
paru-paru, tetapi mungkin menjadi prosedur pilihan apabila seluruh lobus atau segmen sudah
diganti oleh bulla. Lobektomi dapat mengurangi risiko kebocoran udara pascaoperasi namun
seringkali bagian paru-paru yang setengah sehat pun masih bermanfaat untuk fungsi pernapasan
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
25/28
25
paru-paru pascaoperasi. Tindakan ini dikenal juga dengan istilah Lung Volume Reduction
Surgery (LVRS).(1)
LVRS telah menjadi terapi yang efektif sebagai tambahan pada penatalaksanaan pasien
dengan emfisema berat. LVRS dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan hubungan antara
volume paru-paru dan ukuran dinding dada, yang akan meningkatkan mekanika pernapasan,
kerja pernapasan dan keseimbangan ventilasi perfusi (Ventilation Perfusion Matching/ V/Q)
pada bagian paru-paru yang tersisa. LVRS dilakukan dengan beberapa reseksi nonsegmental
yang bertujuan mengurangi volume total paru-paru sebanyak 20-30%.(1, 7)
LVRS yang dilakukan dengan mengangkat daerah hiperinflasi yang perfusinya buruk
dapat memperbaiki kondisi pasien. Namun demikian, sebagai salah satu jenis operasi mayor,
LVRS memiliki angka morbiditas dan mortalistas yang tinggi. Untuk itu, dikembangkan
berbagai metode LVRS yang invasif minimal tanpa perlu melakukan torakotomi. (1)
Pasien yang menjalani LVRS bilateral pada lobus atas tanpa bulla menunjukkan
peningkatan kapasitas paru-paru total paksa, FEV1, aliran ekspirasi, konduktansi jalan napas,
dan penurunan hiperinflasi pada TLC, yang semuanya terjadi karena peningkatan kemampuan
rekoil elastik paru-paru. Pasca LVRS ditemukan peningkatan kemampuan rekoil elastik paru-
paru yang terjadi karena meningkatnya fungsi paru-paru yang tersisa. Pasca LVRS juga terjadi
perbaikan dispneu dan toleransi terhadap aktifitas. Hal ini terkait dengan berkurangnya
hiperinflasi dan peningkatan tekanan transdiafragmatik karena otot-otot pernapasan turut
bekerja.(1, 7, 11)
Pasien-pasien dengan emfisema bulosa berat mengalami peningkatan yang bermakna dari
toleransi terhadap aktifitas setelah eksisi bulla, mekanisme yang mendasari peningkatan ini
adalah mengembangnya paru-paru yang semula tertekan oleh bulla.(1, 7)
Lung Volume Reduction Surgery tidak memiliki efek samping pada hemodinamik paru-
paru baik pada saat istirahat maupun beraktifitas. Efek yang mungkin timbul karena
berkurangnya vascular bed pasca LVRS dapat diatasi dengan turunnya resistensi pembuluh
darah pulmonal, peningkatan kemampuan elastic recoil dan peningkatan kemampuan mekanik
paru-paru dengan berkurangnya kompresi fungsional pembuluh-pembuluh darah pulmonal.(1, 7)
Komplikasi Pembedahan dan Penanganannya
Pembedahan pada emfisema bulosa tidak sulit dilakukan apabila indikasinya tepat,
disertai pemilihan teknik operasi yang sesuai dan penatalaksanaan pascaoperasi yang baik.
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
26/28
26
Namun demikian, jika dikerjakan dengan serampangan, dapat timbul komplikasi-komplikasi
yang serius.(1)
Komplikasi yang terkait dengan tindakan bulektomi dengan VATS antara lain adalah
kebocoran udara dari garis eksisi bulla, terutama pada pasien yang menderita emfisema difusa.
Kebocoran udara pascaoperasi dilaporkan 4,5 - 20% pasca pneumonektomi dan 0,5% pasca
lobektomi. Upaya pencegahan kebocoran udara pascaoperasi paru-paru merupakan salah satu
tantangan dalam bidang bedah toraks. Berbagai operasi yang melibatkan reseksi bagian-bagian
paru-paru meningkatkan risiko terjadinya kebocoran udara, yang berakibat pada lamanya
pemasangan chest tube dan lamanya waktu perawatan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengatasi masalah ini, antara lain dengan penjahitan, pemasangan stapler, kauterisasi, dan
aplikasi lem biologis atau bahan perekat lainnya. Penelitian oleh Massone PPG et al
menunjukkan bahwa penggunaan fibrin glue dapat menurunkan terjadinya kebocoran udara
pascaoperasi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Kjaergard et al (2000) menunjukkan efektifitas
fibrin glue dalam mencegah kebocoran udara pasca reseksi paru-paru pada babi, meskipun
dalam kondisi tekanan inspirasi yang besar besar.(1)
Keuntungan penggunaan fibrin glue pada pembedahan paru-paru jelas terlihat pada
penutupan kebocoran udara ringan sampai sedang, disertai pengembangan paru-paru yang
menempel pada dinding dada, sehingga mencegah kolaps. Kerugian teknik penutupan kebocoran
tradisional dengan penjahitan atau pemasangan stapler adalah rusaknya parenkim paru-paru yang
normal di sekitar tempat penjahitan. Dengan menggunakan fibrin glue, jaringan paru-paru di
lokasi kebocoran terkonservasi dengan baik. Konservasi jaringan paru-paru yang masih normal
ini sangat penting untuk menjamin perbaikan fungsional paru-paru dari pasien. Fibrin glue selain
berfungsi sebagai bahan penyambung, juga dapat mempercepat penyembuhan dan merangsang
pertumbuhan fibroblas serta mengurangi terjadinya perlekatan.Jika fibrin glue tidak tersedia,
dapat pula dilakukan penutupan dengan menggunakan perikardium.(1)
Komplikasi lain yang mungkin terjadi pasca tindakan bedah untuk bulla paru-paru adalah
Re-expansion pulmonary edema. Edema paru-paru ipsilateral dapat terjadi segera setelah
mengembangnya paru-paru pasca pengangkatan bulla (baik dengan bulektomi maupun drainase
bulla). Walaupun kelainan ini jarang terjadi, namun tetap perlu diwaspadai setiap kali dilakukan
upaya re-inflasi paru-paru (mis: pada pengangkatan bulla atau pemasangan chest tube pada
pneumotoraks). Gejala sesak napas akan timbul dalam 15 menit sampai 2 jam pasca tindakan,
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
27/28
27
disertai takipnue dan takikardia. Produksi sputum merah muda memperkuat dugaan adanya
edema paru-paru ini. Penting untuk diingat, bahwa sesak napas dan hipoksia yang terjadi pada
kasus-kasus seperti ini tidak membaik dengan pemberian oksigen melalui masker atau kanula.
Dasar terapi pada kasus ini adalah oksigenasi adekuat, biasanya dengan PEEP. Mengingat
konsekuensi tindakan terapi yang tidak ringan ini, adalah lebih baik untuk melakukan upaya
pencegahan terjadinya edema paru-paru pada saat tindakan dilakukan.(1)
TERAPI NON BEDAH
Penatalaksanaan paripurna untuk bulla paru-paru adalah dengan pembedahan. Kasus-
kasus yang asimtomatik memang belum membutuhkan tindakan bedah. Pada keadaan semacam
ini dilakukan terapi konservatif (non bedah). Terapi konservatif juga dilakukan pada pasien-
pasien yang menolak untuk menjalani pembedahan atau yang mempunyai kontraindikasi
terhadap tindakan bedah. (1)
Pasien-pasien yang termasuk dalam kategori ini harus menjalani pemantauan berkala
disertai perawatan profilaksis paru-paru yang ketat. Perawatan itu meliputi menghilangkan
kebiasaan merokok, dan jika memungkinkan menghilangkan paparan terhadap bahan iritan paru-
paru lain, pencegahan infeksi paru-paru, dan fisioterapi untuk meningkatkan kapasitas fungsional
paru-paru. Jika gejala muncul, atau jika besar bulla sudah mencapai lebih dari 1/3 hemitoraks,
perlu segera dilakukan evaluasi ulang untuk menilai perlunya dikerjakan terapi bedah.(1)
KESIMPULAN
Bulla pada paru-paru banyak dihubungkan dengan pneumotoraks spontan, tetapi
perannya sebagai faktor predisposisi pneumotoraks berulang masih belum terungkap dengan
jelas. Banyak faktor yang terkait dengan bulla paru-paru,namun karena kasus bulla paru-paru ini
masih cukup jarang, perlu dilakukan upaya penyeledikian lebih lanjut untuk lebih mengetahui
hubungan antara faktor-faktor ini dengan bulla.(1)
Diagnosis bulla dengan memperhatikan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
radiologi yang sesuai diperlukan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pembedahan.
Saat ini telah berkembang berbagai pilihan pembedahan yang dapat dilakukan pada bulla
paru-paru. Pemilihan tindakan operasi disesuaikan dengan kebutuhan klinis, ketersediaan alat,
dan kebiasaan operator. Penanganan yang baik tentu saja akan memberikan hasil yang
memuaskan, terutama dari segi peningkatan kualitas hidup pasien.(1)
-
7/30/2019 EMFISEMA BULLOSA
28/28
TINJAUAN PUSTAKA
1. Nugroho A. Bulla Paru-paru. Jakarta: Departemen Ilmu Bedah FK UI; 2006; Available
from:http://www.bedahtkv.com/.
2. Liu H-P. An Alternative Technique in the Management of Bullous Emphysema
:Thoracoscopic Endoloop Ligation of Bullae CHEST. 1997 2 February;111:489-93.
3. Snell RS. Thorax: Bagian II Cavitas Thoracis. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran. 6 ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 88-99.
4. Drake RL. Thorax. Gray's Anatomy For Student: Elsevier Inc; 2007. p. 140-7.
5. Massie JR. Pulmonary Blebs And Bullae. Annals Of Surgery. 1954 May;139:624-32.
6. Clagett OT. Surgical Treatment of Emphysematous Blebs and Bullae. Chest. 1949;15:669-
81.
7. Towsend CM. Chest. Sabiston Textbook Of Surgery The Bological Basis of Modern
Surgical Practice. 17th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1798-9.
8. Regante D. Persistent Spontaneous Pneumothorax in an Adolescent with Marfans Syndrome
and Pulmonary Bullous Dysplasia. Respiration. 2001;68:621-4.
9. Venuta F. Giant Bullous Emphysema. Rome2008; Available from:http://www.ctsnet.org.
10. Ueda H. Dysphagia caused by a large pulmonary bulla. The Journal of Thoracic and
Cardiovascular Surgery. 1994;107:959-60.11. Mason RJ. Obstructive Disease. Textbook Of Respiratory Medicine. 4
thed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2000. p. 1115-51.
12. Srinivasan B. Monaldis Intracavitary Decompression and Its Modifications. Chandigarh:
Department of CVTS, Postgraduate Institute of Medical Education and Research; 2007;
Available from:http://ats.ctsnetjournals.org.
13. Crapo JD. Obstructive Lung Disease. Baum's Textbook of Pulmonary Disease. 7th
ed.
Philadelphia Lippincot Williams & Wilkins 2004. p. 240-3.
14. Calvin. Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) bullectomy for
emphysematous/bullous lung disease. Hong Kong2005; Available from:
http://mmcts.ctsnetjournals.org.
http://www.bedahtkv.com/http://www.bedahtkv.com/http://www.bedahtkv.com/http://www.ctsnet.org/http://www.ctsnet.org/http://www.ctsnet.org/http://ats.ctsnetjournals.org/http://ats.ctsnetjournals.org/http://ats.ctsnetjournals.org/http://mmcts.ctsnetjournals.org/http://mmcts.ctsnetjournals.org/http://mmcts.ctsnetjournals.org/http://ats.ctsnetjournals.org/http://www.ctsnet.org/http://www.bedahtkv.com/
top related