faktor-faktor yang mempengaruhi · tingkat pendidikan, berani sukses, pengalaman, tingkat kesadaran...
Post on 03-Mar-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KARIER WANITA
(Studi Kasus : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana Kota Bogor)
Oleh
TIDAR NOFFITRI LINANDAR
H24050496
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK
Tidar Noffitri Linandar. H24050496. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Karier Wanita (Studi Kasus: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor). Di bawah bimbingan Tb. Sjafri Mangkuprawira dan Ratih Maria Dhewi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pengaruh karakteristik pegawai wanita yang meliputi usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan status pernikahan terhadap karier wanita, (2) menganalisis pengaruh faktor internal yang meliputi motivasi, peran ganda, rasa bersalah, berani sukses, pengalaman, dan tingkat kesadaran gender terhadap karier wanita, (3) menganalisis pengaruh faktor eksternal yang meliputi dukungan keluarga dan lingkungan kerja terhadap karier wanita, dan (4) memberikan implikasi manajerial berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh kepada BPMKB Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sensus yang merupakan salah satu bentuk penelitian survei. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh karakteristik, faktor internal, dan faktor eksternal terhadap karier wanita adalah Metode Regresi Logistik, sedangkan untuk mengetahui persepsi pegawai digunakan Analisis Persepsi dengan Rataan Skor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, berani sukses, pengalaman, tingkat kesadaran gender, dan lingkungan kerja berpengaruh nyata terhadap karier wanita di BPMKB Kota Bogor. Sedangkan variabel masa kerja, status pernikahan, motivasi, peran ganda, rasa bersalah, dan dukungan keluarga tidak mempengaruhi karier wanita. Berdasarkan hasil penelitian ini, BPMKB harus mempertahankan pertimbangan yang objektif dalam memberikan suatu promosi jabatan kepada pegawai, mengadakan pelatihan motivasi dan pelatihan kesadaran gender, memiliki forum diskusi kelompok bagi pegawai wanita, serta senantiasa meningkatkan kondisi lingkungan kerja.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KARIER WANITA
(Studi Kasus : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana Kota Bogor)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
TIDAR NOFFITRI LINANDAR
H24050496
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARIER WANITA (Studi Kasus : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana
Kota Bogor)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh TIDAR NOFFITRI LINANDAR
H24050496
Menyetujui, September 2009
Dra. Siti Rahmawati, M.Pd
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira Ratih Maria Dhewi, SP, MM
Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada hari Kamis tanggal 5
Nopember 1987, pukul 10.26 WIB. Penulis merupakan anak
pertama dari pasangan Onang Suhendar dan Erna Karlina,
serta merupakan seorang “teteh” dari seorang adik bernama
Zahrannisa Linandar.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di R.A.
Assasul Islam Bogor (1992-1993), lalu melanjutkan ke SD Negeri Pondok
Rumput I (1993-1997), di mana pada tahun 1997 penulis dipindahkan ke SD
Negeri Kebon Pedes I Bogor karena adanya program kelas unggulan yang
dilaksanakan oleh Kecamatan Tanah Sareal. Pada tahun 1999, pendidikan penulis
dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Bogor dan pada tahun 2002 dilanjutkan di SMA
Negeri 1 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 2005 dan
pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Setelah menempuh
masa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) selama 1 tahun, akhirnya penulis resmi
menjadi mahasiswa di Mayor Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Dan
Manajemen, dengan Minor Ketahanan Keluarga.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpro (Himpunan
Profesi) Departemen Manajemen, yang dikenal dengan nama COM@ (Centre Of
M@nagement). Pada periode 2006-2007, penulis menjadi Sekretaris Direktorat
Human Resources (HR) dan pada periode 2007-2008, penulis menjabat sebagai
Sekretaris Korporat. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan acara/kegiatan,
di antaranya Banking Goes To Campus (BGTC) 2 dalam rangkaian acara Dies
Natalis FEM IPB, Studi Orientasi Keluarga Manajemen dan Penataran Generasi
(SEGMENTASI) 2007, Orientation for New Generation (ORANGE) FEM IPB,
Malam Keakraban Mahasiswa Manajemen (d’amoure), Professional in
Management Insight (PROFIT), serta berbagai kepanitiaan lainnya.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala
nikmat, karunia, rahmat, dan hidayah-Nya yang tiada henti, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Karier Wanita” ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan berbagai
pihak, baik berbentuk moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd selaku dosen pembimbing I atas saran dan
kritiknya yang membangun kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira selaku dosen pembimbing II atas
dedikasinya sebagai tenaga pengajar yang tidak pernah berhenti hingga saat
ini, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta perhatian
dalam memberikan bimbingan, kritik, dan saran untuk membantu penulis
menghasilkan skripsi yang terbaik.
3. Ratih Maria Dhewi, SP, MM selaku dosen pembimbing III atas bantuan dan
bimbingannya yang sabar dan penuh pengertian, serta selalu memberikan
motivasi kepada penulis untuk tetap tekun dan semangat dalam menyusun
skripsi ini.
4. Dr. Ir. Abdul Khohar Irwanto, M.Sc atas kesediannya menjadi penguji dan
memberikan masukan kepada penulis pada ujian sidang skripsi ini.
5. Pak Dayat (BKPP Kota Bogor), Pak Adul, Ibu Sri Astutik, Ibu Andri, Ibu
Nunung, beserta seluruh pegawai dan petugas KB di BPMKB Kota Bogor
yang sangat terbuka menerima penulis. Terima kasih atas segala kebaikan dan
doa yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian. Mohon
maaf telah banyak merepotkan.
6. Seluruh staf pengajar dan Tata Usaha Departemen Manajemen FEM IPB
yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
v
7. Mamah, Papah, dan d’ Anis, atas kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dan
doa-doa tulus tak terhingga yang selalu dipanjatkan untuk penulis, serta atas
segala bentuk dukungan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT. senantiasa
memberikan kesempatan untuk dapat membahagiakan kalian.
8. Keluarga besar Sukabumi dan Bogor, atas curahan doa dan dukungan yang
telah diberikan.
9. Utami “Ira” dan Nope (atas kasih sayang yang membuatku tetap ceria dan
tidak pernah merasa sendiri di saat yang lain pergi), Bagus, Neila, Wibie (atas
kesabarannya selama ini menjawab banyak pertanyaan dari penulis), dan
teman-teman Manajemen 42 lainnya atas kebersamaannya selama masa-masa
perkuliahan, sehingga membuat hidup penulis lebih berwarna dan bermakna.
10. Sahabat-sahabat ─ Nani, Risdie, Yuli, @mburadul family, Pepe, Agung,
Aieph, Niko, Mamih, Uthie, dan sahabat A3/335 atas semangat, motivasi, dan
persahabatan yang hingga kini tetap terjaga; serta Nabila Cempaka Atas
community dan Balio 49.
11. Teman-teman bimbingan terutama Dea, Phia, Yohana, Siska, Alfa, Yunditia,
dan Nana.
12. Seluruh pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam membantu penyusunan
skripsi ini yang (mohon maaf) tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga
Allah SWT. membalas segala kebaikan yang telah diberikan.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
bernilai ibadah di mata Allah SWT. Amin.
Bogor, September 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 7 1.5. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karier
2.1.1 Pengertian Karier .................................................................... 9 2.1.2 Konsep Karier ......................................................................... 9
2.2. Wanita Karier .................................................................................. 11 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karier Wanita ........................... 14
2.3.1 Faktor Internal....................................................................... 14 2.3.2 Faktor Eksternal .................................................................... 17
2.4. Gender 2.4.1 Konsep Gender dan Seks ....................................................... 18 2.4.2 Kesadaran Gender ................................................................. 19
2.5. Perlindungan terhadap Wanita ......................................................... 20 2.6. Pegawai Negeri Sipil ....................................................................... 20 2.7. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ...................................................... 22
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................................... 25 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 26 3.3. Hipotesis ......................................................................................... 29 3.4. Definisi Operasional ........................................................................ 30
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 36 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 36 4.3. Metode Pengambilan Sampel .......................................................... 37 4.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 38
vii
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1 Uji Kuesioner...................................................................... 38 4.5.2 Analisis Deskriptif .............................................................. 40 4.5.3 Analisis Persepsi dengan Rataan Skor ................................. 40 4.5.4 Metode Regresi Logistik ..................................................... 42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum BPMKB Kota Bogor
5.1.1 Sejarah Pemerintah Kota Bogor .......................................... 48 5.1.2 Sejarah BPMKB Kota Bogor .............................................. 50 5.1.3 Visi dan Misi Pemerintah Kota Bogor ................................. 52 5.1.4 Tugas Pokok BPMKB Kota Bogor ...................................... 52 5.1.5 Fungsi BPMKB Kota Bogor ............................................... 53 5.1.6 Struktur Organisasi BPMKB Kota Bogor ............................ 53 5.1.7 Aspek Ketenagakerjaan (Sumber Daya Manusia) ................ 56
5.2. Karakteristik Pegawai Wanita di BPMKB Kota Bogor 5.2.1 Karakteristik Usia ............................................................... 60 5.2.2 Karakteristik Masa Kerja .................................................... 61 5.2.3 Karakteristik Tingkat Pendidikan ........................................ 61 5.2.4 Karakteristik Status Pernikahan .......................................... 62
5.3. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel-variabel Penelitian .... 63 5.4. Analisis Persepsi Pegawai berdasarkan Karakteristik Pegawai ...... 69 5.5. Analisis Pengaruh Karakteristik terhadap Karier Wanita ............... 74 5.6. Analisis Pengaruh Faktor Internal terhadap Karier Wanita ............ 78 5.7. Analisis Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Karier Wanita .......... 82
VI. IMPLIKASI MANAJERIAL ............................................................ 86
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ............................................................................................. 93
2. Saran ....................................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 96
LAMPIRAN ................................................................................................ 98
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Rentang skala pengambilan kesimpulan ................................................. 42 2. Komposisi pegawai tetap wanita berdasarkan kategori jabatan, pangkat (golongan ruang), dan besar gaji pokok ..................................... 56 3. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel motivasi .............. 63 4. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel peran ganda ......... 64 5. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel rasa bersalah ........ 64 6. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel berani sukses ....... 65 7. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel pengalaman ......... 65 8. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel tingkat kesadaran gender.................................................................................... 66 9. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel dukungan keluarga ................................................................................................. 67 10. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel lingkungan kerja ....................................................................................................... 68 11. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan usia pegawai.................................................................................................. 69 12. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan masa kerja pegawai.................................................................................................. 71 13. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan tingkat pendidikan pegawai ............................................................................... 72 14. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan status pernikahan pegawai ............................................................................... 73 15. Nilai p dan rasio odds untuk variabel karakteristik ................................. 75 16. Nilai p dan rasio odds untuk variabel faktor internal ............................... 78 17. Nilai p dan rasio odds untuk variabel faktor eksternal............................. 82 18. Rekapitulasi nilai p dan rasio odds untuk variabel-variabel yang mempengaruhi karier wanita pada α sebesar 0,05 ................................... 86
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka pemikiran konseptual ............................................................. 27 2. Kerangka pemikiran operasional ............................................................ 28 3. Struktur organisasi BPMKB Kota Bogor ................................................ 55 4. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan usia ....................................... 60 5. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan masa kerja ............................ 61 6. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan tingkat pendidikan ................ 62 7. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan status pernikahan .................. 63
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Peta lokasi Kota Bogor ............................................................................ 99 2. Lambang Pemerintah Kota Bogor ......................................................... 100 3. Kuesioner penelitian ............................................................................. 101 4. Hasil uji validitas kuesioner dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007 .................................................................................. 108 5. Hasil uji reliabilitas kuesioner dengan menggunakan software SPSS Statistics 17.0 ........................................................................................ 110 6. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 untuk pengaruh karakteristik terhadap karier wanita .............................. 111 7. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 untuk pengaruh faktor internal terhadap karier wanita ........................... 112 8. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 untuk pengaruh faktor eksternal terhadap karier wanita ......................... 113
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan pembangunan yang terus terjadi seiring dengan perubahan
masyarakat menjadi masyarakat industri, akan meningkatkan kebutuhan dan
permintaan tenaga kerja, baik tenaga kerja pria maupun tenaga kerja wanita. Hal
ini memberikan peluang yang lebih besar bagi siapa pun untuk masuk ke dunia
kerja, termasuk para wanita. Akibatnya, tidak dipungkiri bahwa saat ini, di seluruh
penjuru dunia, semakin banyak wanita yang bekerja di sektor formal, termasuk di
Indonesia. Hal ini menuntut public domain dari wanita yang semakin meluas,
karena peran mereka di luar rumah semakin dibutuhkan.
Bila kita melihat beberapa waktu ke belakang, peran wanita di dunia kerja
belum terlalu menonjol seperti saat ini. Mereka lebih diharapkan berada di rumah
untuk melaksanakan pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) seperti
membersihkan dan merawat rumah, memasak, mencuci, merawat anak, serta
melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga lainnya. Hanya pria yang lebih
dituntut untuk mengembangkan diri mereka dalam pekerjaan untuk mencari
nafkah dan mencapai prestasi kerja.
Keterlibatan kaum wanita yang semakin tinggi ini menimbulkan adanya
peran ganda wanita, yaitu peran wanita di dalam rumah dan peran wanita di luar
rumah. Mereka harus dapat menyeimbangkan antara urusan rumah tangga dan
pekerjaannya di luar rumah. Tujuan mereka bekerja pun bermacam-macam. Ada
yang hanya ingin sekedar memperoleh tambahan penghasilan demi memenuhi
kebutuhan ekonomi rumah tangga dan memperbaiki standar hidup mereka, ada
juga yang ingin benar-benar mengaktualisasikan diri untuk mengembangkan
karier dan mencapai prestasi dalam pekerjaan mereka.
Saat ini, jumlah wanita yang berambisi untuk mengembangkan karier
semakin banyak. Hal ini juga didorong oleh semakin terbukanya kesempatan bagi
wanita untuk mengenyam pendidikan yang tinggi dan untuk bekerja di berbagai
bidang pekerjaan. Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin besar pula perbedaan kesempatan belajar antara pria
dan wanita (Munandar, 2001), tetap saja ini merupakan suatu kemajuan yang
2
berarti bagi kaum wanita. Kemajuan ini menyebabkan jumlah kaum wanita yang
berkualitas menjadi semakin meningkat, dan tidak jarang kualitas mereka mampu
menyamai bahkan melebihi kualitas kaum pria. Tetapi dalam prakteknya,
kontribusi kaum wanita dalam pekerjaan kurang mendapatkan pengakuan dan
perhatian. Wanita masih menghadapi banyak hambatan yang terdiri dari hambatan
sosial-budaya, kebijakan-kebijakan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan
wanita, diskriminasi kesempatan untuk memperoleh akses yang sama dengan pria,
dan hambatan-hambatan lainnya dalam menjalankan perannya di luar rumah.
Kondisi ini dapat dikatakan sebagai ketidakadilan atau ketimpangan gender.
Ketidakadilan gender dapat disebabkan oleh mitos bahwa pekerjaan yang
dilakukan kaum wanita hanya bersifat melengkapi dan tidak bernilai produktif.
Mitos ini menyebabkan tidak adanya penghargaan terhadap peranan wanita
sehingga akses dan kontrol kaum wanita terhadap sumber daya yang ada menjadi
terbatas. Ketimpangan gender yang terjadi menyebabkan terbatasnya wilayah
kerja perempuan terutama pada pekerjaan yang hanya membutuhkan ketekunan
dan ketelitian tinggi, serta peluang jabatan yang relatif terbatas pada posisi jabatan
yang rendah. Ketimpangan gender telah merugikan posisi perempuan, tetapi
perempuan tetap bertahan dalam pasar kerja. Pekerja perempuan tidak merasa
ketimpangan gender merugikan posisi mereka, karena mereka beranggapan
kemampuan mereka terbatas untuk mencapai posisi yang lebih baik dan itu
merupakan sesuatu yang wajar.
Perlu diketahui bahwa pengarusutamaan perspektif yang berkeadilan gender
merupakan prasyarat dasar untuk mencapai kesetaraan dalam pembangunan. Hal
ini juga menjadi perhatian pemerintah sebagaimana terbukti dalam komitmen
nasional Indonesia yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta
komitmen-komitmen internasionalnya, antara lain Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination Against Women), sesuai dengan UU No. 7 tahun 1984
yang diundangkan pada tanggal 24 Juli 1984 yaitu tentang Pengesahan Konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Disriminasi terhadap Perempuan. Dalam
kebijakan Labour Market Flexibility (Fleksibilitas Tenaga Kerja) yang ditawarkan
oleh International Monetary Fund (IMF), kesetaraan gender juga menjadi tujuan
3
dibuatnya kebijakan tersebut (Lindenthal, 2005). Hal ini karena diskriminasi
menjadi salah satu permasalahan dalam dunia kerja selain tingginya jumlah
pengangguran.
Berdasarkan hasil penelitian beberapa lembaga internasional,
ketidaksetaraan gender dalam masyarakat di negara-negara berkembang
menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa masyarakat yang melakukan diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin akan mengalami tingkat kemiskinan yang lebih tinggi,
pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, dan standar hidup yang lebih rendah
(Widyadari, 2007). Dari bukti-bukti tersebut, dapat diketahui bahwa pembuatan
peraturan maupun kebijakan yang ada, serta perhatian yang diberikan dalam hal
penghapusan diskriminasi terhadap perempuan sudah baik.
Meskipun secara formal kebijakan pemerintah dan undang-undang yang ada
memberikan kesempatan yang sama luasnya bagi pria dan wanita untuk menuntut
ilmu, mengembangkan karier, dan memperoleh perlakuan yang tidak
diskriminatif, namun pada kenyataannya wanita menemui lebih banyak kendala
daripada pria dalam mengembangkan kariernya. Kendalanya dapat merupakan
faktor internal yang berasal dari dalam diri wanita itu sendiri, atau merupakan
faktor eksternal yang berasal dari luar, atau juga dapat merupakan gabungan dari
kedua faktor tersebut. Kendala ini berkaitan dengan motivasi pribadi, peran ganda,
perasaan bersalah, keberanian untuk sukses, pengalaman, dukungan keluarga, dan
lingkungan kerja yang mereka miliki. Masih kurangnya keberanian kaum wanita
untuk mengaktualisasikan dan mengekspresikan diri juga menyebabkan wanita
menciptakan kendalanya sendiri.
Kenyataan ini merupakan permasalahan yang serius karena dapat
menghalangi produktivitas yang memungkinkan tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi bagi negara kita. Selain itu juga dapat mengurangi
manfaat yang diperoleh wanita itu sendiri, seperti meningkatkan kepercayaan diri
dan bargaining position mereka dalam keluarga serta masyarakat, dan secara
umum meningkatkan produktivitas perempuan sebagai bagian dari sumber daya
manusia Indonesia.
4
Hal yang harus diperhatikan adalah bukan kesamaan gender yang harus
diwujudkan, melainkan keadilan gender, atau lebih tepat dikatakan sebagai
keharmonisan relasi gender. Karena pada dasarnya, hak-hak dan kebutuhan antara
pria dan wanita memang berbeda. Hal ini terkait dengan faktor biologis,
kebutuhan lingkungan, dan kodrat yang dimiliki, yang secara tidak langsung juga
akan mempengaruhi kebutuhan psikologis pria dan wanita. Dalam beberapa hal,
wanita membutuhkan perlakuan yang sama dengan pria, seperti yang berkaitan
dengan hak gaji dan jenjang karier. Tetapi di sisi lain, wanita perlu diberi
perlakuan yang berbeda dengan pria, seperti pemberian cuti hamil, cuti
melahirkan, cuti haid, pemberlakuan jam kerja malam, pemberian fasilitas dalam
rangka mengembangkan kapasitas, dan sebagainya. Dengan melihat hal ini, kita
dapat menilai bahwa pelaksanaan keadilan gender bukanlah sesuatu yang mudah.
Pelaksanaan keadilan gender ini akan membantu wanita dalam mengatasi
kendala eksternal yang dihadapinya. Tetapi hal ini akan menjadi tidak berarti jika
kesadaran terhadap gender yang dimiliki oleh kaum wanita sendiri masih rendah,
karena dapat menghambat pelaksanaan keadilan gender tersebut. Kesadaran
gender harus dimiliki oleh pria dan wanita (bukan hanya oleh pria), karena
kesadaran gender memiliki fokus pada peranan pria dan wanita dan melihat
bagaimana keduanya saling terkait dan mengisi.
Kesadaran gender mengisyaratkan kepada wanita agar peka, peduli, dan
mampu melihat berbagai permasalahan wanita dalam pembangunan, yang
menyangkut kesadaran bahwa hambatan yang dihadapi oleh wanita bukan semata-
mata disebabkan oleh keterbatasan kemampuan atau kekurangan pada diri
mereka, melainkan karena sistem sosial yang selama ini tanpa mereka sadari telah
mendiskriminasikan mereka. Tanpa kesadaran gender yang tinggi, wanita akan
tetap terbatasi oleh kendala internal yang mereka ciptakan sendiri. Padahal jika
dibandingkan dengan kendala eksternal, justru kendala internal yang dinilai lebih
menghambat mereka dalam bekerja dan mengembangkan karier. Oleh karena itu,
perusahaan atau organisasi baik pemerintah maupun swasta, sebagai bagian dari
industri yang saat ini semakin banyak menggunakan tenaga kerja wanita,
seharusnya dapat mendukung keadilan gender. Perusahaan atau organisasi harus
5
membuat kebijakan-kebijakan yang membuat pekerja wanita merasa mendapatkan
dukungan eksternal yang positif dari tempatnya bekerja.
Perusahan atau organisasi pun harus memberikan akses yang setara bagi pria
dan wanita untuk memperoleh sumber daya yang diperlukan, seperti pendidikan,
kepemilikan properti, serta pengembangan karier yang meliputi promosi jabatan
dan tingkat upah. Dengan demikian, peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh perusahaan atau organisasi dapat bersifat lebih tanggap terhadap
kebutuhan wanita, serta diharapkan dapat membantu memberikan solusi bagi
pekerja wanita dalam mengatasi berbagai kendala yang dihadapinya. Setelah
formulasi peraturan atau kebijakan dapat dilakukan dengan baik, perusahaan atau
organisasi perlu mengawasi pelaksanaannya agar dapat mencapai hasil yang
diharapkan dalam rangka mendukung pengembangan karier pekerja atau pegawai
wanitanya.
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota
Bogor yang merupakan salah satu instansi pemerintah yang ada di bawah
Pemerintah Kota Bogor, menjadi organisasi yang menarik untuk dikaji dalam
penelitian ini. BPMKB bergerak dalam bidang yang banyak berkaitan dengan
kehidupan wanita, seperti mengenai Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Keluarga
Berencana (KB). Jumlah wanita yang bekerja pun hampir seimbang dengan
jumlah pria yang bekerja (52 orang wanita dan 60 orang pria). Dengan ini kita
dapat melihat apakah jumlah yang hampir seimbang antara pria dan wanita secara
tidak langsung akan mempengaruhi peluang karier wanita dan faktor-faktor yang
mempengaruhi tercapainya karier tersebut.
Pegawai yang bekerja di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana Kota Bogor merupakan Pegawai Negeri Sipil yang memiliki tingkatan
atau jenjang karier yang jelas, yang lazim disebut “pangkat atau golongan”. Selain
itu, dalam lingkungan PNS dikenal adanya jabatan struktural. Jabatan struktural
secara otomatis menyebabkan seorang PNS mendapatkan semacam kedudukan
lain selain “golongan” yang disebut “eselon”. Semua PNS memiliki golongan,
tetapi tidak semua PNS memiliki eselon.
6
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti,
yaitu :
1. Bagaimana karakteristik pegawai wanita yang meliputi usia, masa kerja,
tingkat pendidikan, dan status pernikahan mempengaruhi karier wanita di
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Bogor?
2. Bagaimana faktor internal yang meliputi motivasi, peran ganda, rasa bersalah,
berani sukses, pengalaman, dan tingkat kesadaran gender mempengaruhi
karier wanita di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana
Kota Bogor?
3. Bagaimana faktor eksternal yang meliputi dukungan keluarga dan lingkungan
kerja mempengaruhi karier wanita di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga Berencana Kota Bogor?
4. Bagaimana implikasi manajerial yang dapat diberikan kepada Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis pengaruh karakteristik pegawai wanita yang meliputi usia, masa
kerja, tingkat pendidikan, dan status pernikahan terhadap karier wanita di
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Bogor.
2. Menganalisis pengaruh faktor internal yang meliputi motivasi, peran ganda,
rasa bersalah, berani sukses, pengalaman, dan tingkat kesadaran gender
terhadap karier wanita di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana Kota Bogor.
3. Menganalisis pengaruh faktor eksternal yang meliputi dukungan keluarga dan
lingkungan kerja terhadap karier wanita di Badan Pemberdayaan Masyarakat
dan Keluarga Berencana Kota Bogor.
4. Memberikan implikasi manajerial berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota
Bogor.
7
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan untuk menganalisis pengaruh faktor internal
dan faktor eksternal terhadap karier wanita yang bekerja di Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Bogor. Faktor internal yang secara
lebih dalam dikaji adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri wanita itu
sendiri, yaitu motivasi, peran ganda, rasa bersalah, berani sukses, pengalaman,
dan tingkat kesadaran gender. Sedangkan faktor eksternal yang dikaji adalah
dukungan keluarga dan lingkungan kerja.
Selain itu, untuk memberikan informasi yang lebih mendalam, di dalam
penelitian ini juga dianalisis pengaruh karakteristik pegawai wanita yang meliputi
usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan status pernikahan terhadap karier yang
dimilikinya. Penelitian dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada para
pegawai, yang didukung dengan wawancara mendalam (in-depth interview), dan
studi literatur lainnya.
1.5. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi
pihak-pihak terkait, yaitu sebagai berikut:
1. Instansi (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota
Bogor)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran yang positif
bagi instansi, khususnya dalam penetapan kebijakan dan pengambilan
keputusan dalam rangka memperhatikan kondisi kerja wanita, baik secara
internal maupun secara eksternal. Instansi juga diharapkan mendapatkan
gambaran mengenai pengembangan karier wanita yang bekerja pada instansi,
sehingga dapat lebih menghargai dan memberdayakan para pegawai wanita.
Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan evaluasi
untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi, kinerja, serta prestasi instansi.
2. Pemerintah
Pemerintah mendapatkan gambaran mengenai kondisi kerja wanita, sehingga
dapat menentukan strategi dan kebijakan yang tepat berkaitan dengan tingginya
peran wanita di dunia kerja saat ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
8
bermanfaat bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan peningkatan
persamaan kedudukan antara pria dan wanita, serta kesejahteraan perempuan
dalam dunia kerja.
3. Umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebuah karya ilmiah yang layak
dipercaya dan juga dapat dijadikan langkah awal bagi penulisan karya ilmiah
lain atau sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
4. Penulis
Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan penulis mampu mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan. Di samping itu, penulis juga
menjadi lebih tanggap dalam merespon berbagai permasalahan dan mampu
mencari solusi untuk berbagai permasalahan yang terjadi di dunia nyata.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karier
2.1.1 Pengertian Karier
Suatu karier adalah semua pekerjaan (jabatan) yang dimiliki selama
kehidupan kerja seseorang. Bagi banyak orang, pekerjaan-pekerjaan tersebut
merupakan suatu bagian dari rencana yang dususunnya secara cermat.
Tetapi bagi sebagian orang yang lain, karier mereka mungkin sekedar
‘nasib’ (Handoko, 2001).
Dijelaskan dalam The Manager’s Self-Assessment Kit (Young,
2003), karier adalah kemajuan seseorang melalui kehidupannya, suatu
profesi yang menawarkan peluang untuk mencapai kemajuan. Pada
umumnya, pandangan atas kata karier jika diterapkan pada lingkungan kerja
adalah:
1. Suatu hierarki atau tingkatan hierarki dengan jangkauan kemajuan ke
depan yang dicapai secara individu;
2. Kemungkinan mendapatkan suatu kumpulan pengetahuan, keahlian, dan
kecakapan melalui belajar dan pengalaman, dari waktu ke waktu;
3. Kualifikasi yang dipercaya dapat melaksanakan peran manajemen
tertentu;
4. Peluang sejalan dengan peningkatan reputasi, untuk dipergunakan pada
karya yang lebih besar, lebih menantang, dan lebih bermanfaat;
5. Peluang bagi fleksibilitas pilihan yang lebih besar, rasa aman yang lebih
besar, status yang lebih besar, dan penghargaan yang juga lebih besar.
2.1.2 Konsep Karier
Menurut Handoko (2001), istilah karier digunakan untuk
menunjukkan orang-orang pada masing-masing peranan atau status mereka.
Tetapi pada umumnya, literatur ilmu pengetahuan mengenai perilaku
(behavioral science) menggunakan istilah tersebut dengan tiga konsep dasar,
yaitu:
10
1. Karier sebagai suatu urutan promosi atau pemindahan (transfer) lateral ke
jabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab atau ke lokasi-
lokasi yang lebih baik, dalam atau menyilang hierarki hubungan kerja
selama kehidupan kerja seseorang.
2. Karier sebagai penunjuk pekerjaan-pekerjaan yang membentuk suatu
pola kemajuan yang sistematik dan jelas – jalur karier.
3. Karier sebagai sejarah pekerjaan seseorang, atau serangkaian posisi yang
dipegangnya selama kehidupan kerja. Dalam konteks ini, semua orang
dengan sejarah kerja mereka disebut mempunyai karier.
Menurut Mangkuprawira (2004), komponen utama karier terdiri atas
alur karier, tujuan karier, perencanaan karier, dan pengembangan karier.
Alur karier adalah pola pekerjaan yang berurutan yang membentuk karier
seseorang. Tujuan karier merupakan pernyataan tentang posisi masa depan
di mana seseorang berupaya mencapainya sebagai bagian dari karier
hidupnya. Perencanaan karier merupakan proses di mana seseorang
menyeleksi tujuan karier dan arus karier untuk mencapai tujuan tersebut,
sedangkan pengembangan karier seseorang meliputi perbaikan-perbaikan
personal yang dilakukan untuk mencapai rencana dan tujuan kariernya.
Program karier yang efektif harus mempertimbangkan perbedaan persepsi
dan keinginan para karyawan.
Karier yang dicapai oleh pegawai dalam penelitian ini diukur dari
aspek-aspek sebagai berikut:
1. Promosi Jabatan
Menurut Mangkuprawira (2004), promosi terjadi karena karyawan
dipindahkan dari satu pekerjaan ke posisi lain yang lebih tinggi dalam hal
pembayaran gaji, tanggung jawab, dan atau tingkat status
keorganisasiannya. Sering pula disebut sebagai proses penugasan kembali
seorang karyawan ke posisi pekerjaan yang lebih tinggi.
Promosi memiliki manfaat, baik bagi perusahaan maupun karyawan.
Pertama, promosi dapat memungkinkan perusahaan memanfaatkan
kemampuan karyawan untuk memperluas usahanya. Kedua, promosi dapat
mendorong tercapainya kinerja karyawan yang baik. Karyawan umumnya
11
berupaya melakukan pekerjaan sebaik mungkin jika mereka percaya bahwa
kinerja tinggi mengarah pada adanya promosi. Ketiga, terdapat korelasi
signifikan antara kesempatan untuk kenaikan pangkat dan tingkat kepuasan
kerja.
Ada dua aspek yang menjadi dasar suatu promosi serta dianggap
layak dan obyektif atau tidak bias karena pengaruh karakteristik personal
(gender dan ras), nepotisme, faktor-faktor sosial, dan persahabatan, yaitu
merit dan senioritas. Promosi berdasarkan merit terjadi ketika seorang
karyawan dipromosikan karena kinerja yang luar biasa dalam pekerjaannya,
sedangkan promosi berdasarkan senioritas diberikan kepada karyawan yang
paling senior. Senior dalam hal ini berarti karyawan yang memiliki masa
kerja terlama dalam perusahaan (Mangkuprawira, 2004).
2. Pangkat/Golongan Ruang
Dalam birokrasi pemerintah, dikenal adanya istilah pangkat atau
golongan ruang. Menurut BKN (2001), pangkat/golongan ruang
menunjukkan tingkat seseorang PNS berdasarkan jabatannya dalam
rangkaian susunan kepegawaian yang digunakan sebagai dasar penggajian.
3. Besar Upah
Menurut UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan. Menurut Umar (2004), upah sebagai imbalan yang bersifat
finansial merupakan bentuk kompensasi langsung.
2.2. Wanita Karier
Menurut Munandar (2001), wanita yang berkarier adalah wanita yang
bekerja untuk mengembangkan karier. Akhir-akhir ini, penggunaan istilah atau
konsep wanita karier semakin lazim digunakan. Wanita karier adalah wanita yang
berpendidikan tinggi dan mempunyai status cukup tinggi dalam pekerjaannya,
12
yang cukup berhasil dalam berkarya. Wanita karier mempunyai tingkat energi
yang tinggi dan pada umumnya menikmati kesehatan yang baik.
Ciri-ciri yang tampak paling konsisten pada wanita karier adalah ketetapan
hati, dorongan yang kuat, dan keuletan, kendatipun menghadapi rintangan yang
cukup berat dan cukup lama. Banyak wanita karier yang merasa keberhasilan
mereka sebagai suatu keberuntungan karena berada di tempat yang tepat dan
bertemu dengan orang-orang yang tepat, di mana hal tersebut sangat penting
untuk memulai suatu pekerjaan.
Mengkritisi pengertian wanita karier menurut Munandar, peneliti
berpendapat bahwa tidak hanya wanita yang berpendidikan tinggi dan mempunyai
status tinggi dalam pekerjaan saja yang disebut wanita karier. Hal ini karena
wanita yang mempunyai kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan diri
melalui pekerjaan mereka walaupun tingkat pendidikan dan status pekerjaan
mereka tidak tinggi, mereka tetap bisa disebut sebagai wanita karier.
Flanders (1994) dalam Mudzhar dkk. (2001) membedakan wanita karier
menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Wanita Tunggal dan Tidak Mempunyai Anak
Dalam rangka mengembangkan karier, ada beberapa wanita yang memilih
untuk tidak menikah terutama pada usia 20-an dan awal 30-an. Tetapi kebanyakan
melakukan hal tersebut bukan semata-mata agar tidak mengalami hambatan dan
rintangan dalam karier mereka, namun karena mereka merasa pilihan tersebut
cocok bagi pribadi mereka. Berikut ini beberapa ciri yang melekat pada wanita
single :
a. Kurang mempunyai ikatan dan tanggung jawab terhadap rumah tangga
b. Lebih mobile dan bersedia pindah kerja jika kariernya lebih maju
c. Berdedikasi pada karier
d. Bersedia bekerja lebih lama dan waktu untuk kehidupan sosial kurang
Bagi seorang atasan/manajer, keuntungan dari pegawai wanita yang single
adalah mereka tidak perlu takut kalau sewaktu-waktu dia akan hamil dan memiliki
anak atau keluar dari perusahaan karena suaminya dipindahkan kerja ke tempat
lain. Hal yang perlu diingat adalah bahwa walaupun wanita single belum
mempunyai suami yang mengikat dirinya sepenuhnya, tetapi mereka masih
13
memiliki keluarga terutama orang tua yang masih memiliki hak atas mereka dan
sangat berperan dalam karier mereka.
2. Wanita Menikah dan Tanpa Anak
Perselisihan antara suami istri dapat timbul karena salah satu menganggap
karier mereka lebih penting daripada karier pasangannya. Konflik juga dapat
timbul jika salah satu atau keduanya lebih mengutamakan karier daripada
kehidupan pribadi, sehingga waktu komunikasi menjadi berkurang, kegiatan
bersama jarang dilakukan, dan pada akhirnya hubungan mereka semakin menjauh.
Keuntungan bagi wanita karier yang menikah tanpa anak yaitu mereka
mempunyai pasangan yang mendukung dan membantu dalam urusan rumah
tangga, mereka kurang mempunyai masalah keuangan karena adanya penghasilan
ganda yang dihasilkan oleh dirinya dan suaminya, serta mereka belum/tidak
mempunyai anak yang dapat menyita waktu dan mengurangi kinerja atau prospek
kariernya. Tetapi wanita karier yang menikah tetap mengalamai lebih banyak
masalah daripada pria. Mereka merasa menanggung lebih banyak tanggung jawab
dalam pekerjaan/urusan rumah tangga dan perawatan orang tua mereka yang
lanjut usia.
3. Wanita Menikah dan Mempunyai Anak
Dengan perencanaan keluarga yang baik dan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan serta pekerjaan yang semakin terbuka bagi wanita, wanita
menggabungkan peran mereka dalam pekerjaan serta peran mereka sebagai istri
dan ibu di rumah. Kombinasi dari kedua peran tersebut mau tidak mau akan
menghadapkan wanita dengan berbagai masalah, seperti:
a. Peningkatan tanggung jawab yang menyita waktu dan menimbulkan stres fisik
serta emosional
b. Rasa bersalah karena kurang dapat memberikan perhatian dan waktu pada anak
atau pekerjaan
c. Kesempatan karier yang terbatas karena sikap atasan yang meragukan
komitmen terhadap keluarga
Penelitian ini akan memfokuskan untuk membagi wanita menjadi dua
kategori, yaitu wanita yang belum menikah (wanita single) dan wanita yang sudah
menikah.
14
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karier Wanita
Menurut Munandar (2001), hal-hal yang merupakan kendala bagi wanita
untuk mengembangkan kariernya dapat bersifat internal (tergantung pada diri
pribadi sendiri) dan eksternal (tergantung kondisi lingkungan mikro-keluarga,
komunitas, makro masyarakat, dan budaya). Bagi sebagian wanita karier, kendala-
kendala dalam pengembangan karier dihadapi sebagai suatu tantangan. Namun,
sebagian wanita karier lainnya masih terperangkap dalam situasi dan kondisi
eksternal yang terpaku pada konsep tradisional mengenai peranan pria dan wanita,
di mana mempunyai dampak terhadap kondisi internal wanita.
Munandar (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor internal yang
mempengaruhi karier wanita meliputi rasa bersalah, peran ganda, dan ketakutan
untuk sukses (takut sukses). Sedangkan faktor-faktor eksternal meliputi dukungan
keluarga dan lingkungan kerja. Untuk penggunaan selanjutnya dalam penelitian
ini, variabel takut sukses diubah menjadi variabel berani sukses untuk
memberikan pemaknaan yang lebih positif pada variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian. Safitri (2007) merumuskan bahwa faktor internal meliputi
motivasi, peran ganda, rasa bersalah, pendidikan, dan pengalaman, serta faktor
eksternal yang meliputi dukungan keluarga dan lingkungan kerja. Berikut ini
penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut.
2.3.1 Faktor Internal
1. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang membuat karyawan melakukan
sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak ada
keberhasilan mengerjakan sesuatu tanpa adanya motivasi. Seorang
karyawan yang termotivasi biasanya biasanya bersifat energik dan
bersemangat dalam mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif mencari
peran dengan tanggung jawab yang lebih besar. Beberapa karyawan boleh
jadi tidak takut kalau dihadapkan pada tantangan, bahkan justru termotivasi
untuk mengatasinya. Sebaliknya, para karyawan yang memiliki motivasi
kurang, akan sering menampilkan rasa tidak senang akan tugas-tugas dan
tujuannya serta cenderung masa bodoh. Akibatnya, kinerja mereka menjadi
buruk dan sering melepaskan tanggung jawabnya (Mangkuprawira dan
15
Vitayala, 2007). Ada beberapa alasan yang menyebabkan wanita bekerja,
yaitu untuk menambah penghasilan keluarga, agar mempunyai penghasilan
sendiri (keinginan untuk mandiri), memanfaatkan ilmu, mewujudkan cita-
cita, dan merupakan hobi mereka (Kelompok Studi Wanita FISIP-UI, 1990).
2. Peran Ganda
Peran ganda wanita merupakan masalah yang sering dihadapi oleh
wanita pekerja. Dalam bentuknya yang ekstrem, terkadang perempuan harus
memilih antara tidak menikah dan sukses berkarier, atau menikah dan
menjadi ibu rumah tangga yang baik. Meningkatnya peran wanita sebagai
pencari nafkah keluarga dan kenyataan bahwa mereka juga berperan untuk
meningkatkan kedudukan keluarga (family status production) menyebabkan
jumlah masalah yang timbul menjadi bertambah. Kedua peran tersebut
sama-sama membutuhkan waktu, tenaga, dan perhatian. Jika peran yang
satu dilakukan dengan baik dan yang lain terabaikan, maka akan
menimbulkan konflik peran. Masalah ini timbul terutama bila yang bekerja
adalah ibu rumah tangga yang mempunyai anak-anak yang masih
membutuhkan pengasuhan fisik maupun rohaniah. Seorang istri yang
menjadi ibu rumah tangga dan pencari nafkah (berperan ganda) harus
memenuhi tugas sebagai ibu rumah tangga dan diharapkan dapat
menjalankan perannya sebagai seorang istri sekaligus pencari nafkah
(Kelompok Studi Wanita FISIP-UI, 1990).
Pada wanita single, mereka juga memiliki peran ganda yaitu sebagai
seorang anak dan sebagai seorang pekerja. Mereka masih memiliki
tanggung jawab kepada orang tua mereka serta anggota keluarga yang
lainnya (adik/kakak). Tidak hanya wanita yang sudah menikah yang
memiliki peran ganda, karena wanita yang belum menikah pun dapat
mengalami konflik peran dalam menjalankan tugasnya di rumah dan
pekerjaannya di luar rumah. Mereka mempunyai kewajiban untuk merawat
orang tua mereka dan melakukan pekerjaan mereka dengan baik. Mereka
harus bisa membagi waktu dan perhatiannya seoptimal mungkin, apalagi
bila mereka menjadi tulang punggung keluarga yang harus memenuhi segala
kebutuhan keluarganya.
16
3. Rasa Bersalah
Nilai-nilai tradisi yang menuntut wanita untuk hanya bergerak di
kawasan domestik dan tidak boleh melebihi pria, membuat wanita akan
menghadapi kesulitan psikologis dan kultural. Wanita akan selalu bergelut
dengan rasa bersalah, sikap yang selalu ragu-ragu, dan perasaan takut untuk
mencapai kesuksesan, karena takut dianggap “durhaka” terhadap suami
(Munandar, 2001).
Wanita bekerja yang sudah menikah umumnya dihantui perasaan
bersalah karena adanya perasaan telah menelantarkan keluarga, terutama
bila anak-anaknya masih kecil. Nilai-nilai sosial yang membatasi wanita
untuk memilih peran sosialnya dapat berdampak negatif terhadap
pengembangan optimal dari potensi yang dimiliki oleh wanita, sehingga
wanita akan merasa bahwa mengkombinasikan karier dan tuntutan keluarga
tidak akan berlangsung secara mulus. Meskipun saat ini semakin banyak
wanita yang memilih untuk bekerja dan berprestasi di lingkungan publik,
tetapi pilihannya justru dapat menimbulkan rasa bersalah dan cemas (Sadli,
2001).
4. Berani Sukses
Berani sukses adalah perasaan siap dan tidak takut/khawatir yang
dirasakan oleh seorang wanita untuk mencapai karier yang tinggi dalam
pekerjaannya, serta memandang bahwa meraih kesuksesan itu bukanlah
sesuatu yang sulit walaupun ditentukan oleh banyak pihak, terutama jika
kedudukan dan penghasilan yang dimiliki lebih tinggi dari pasangannya.
5. Pendidikan
Kenyataan menunjukkan bahwa saat ini, wanita mempunyai lebih
banyak kesempatan untuk memperoleh pendidikan, penempatan, serta
kemajuan karier daripada sebelumnya (dibandingkan dengan wanita pada
zaman dulu). Wanita tidak terlalu mengalami rintangan untuk
memanfaatkan pendidikannya (Munandar, 1994). Menurut Kelompok Studi
Wanita FISIP-UI (1990), bertambahnya kesempatan memperoleh
pendidikan bagi rakyat, termasuk kaum wanita, membuat semakin banyak
wanita yang memasuki lapangan kerja.
17
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang
terakhir ditempuh dan berhasil dicapai oleh seseorang dalam kehidupannya.
Variabel tingkat pendidikan akan dimasukkan ke dalam faktor karakteristik
pegawai wanita untuk pembahasan selanjutnya dalam penelitian ini.
6. Pengalaman
Menurut Ihromi dalam Safitri (2007), pengalaman kerja adalah
pengalaman yang diperoleh seseorang sebagai pekerja di suatu perusahaan.
Pengalaman wanita merupakan sumber berharga dalam menekuni dunia
karier, karena pengalaman wanita seringkali ditiadakan sehingga
menimbulkan masculine bias dalam berkarier. Pengalaman wanita sebagai
pekerja di luar rumah biasanya dibutuhkan untuk mencapai karier yang lebih
baik, karena wanita yang berpengalaman akan lebih terampil dan menguasai
suatu pekerjaan yang ditekuninya.
2.3.2 Faktor Eksternal
1. Dukungan Keluarga
Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini dapat merupakan suami
dan anak bagi wanita yang sudah menikah, atau orang tua bagi wanita yang
belum menikah. Menurut Safitri (2007), dukungan suami dapat
diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh pengertian yang ditunjukkan
dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut membantu menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-anak, serta memberikan
dukungan moral dan emosional terhadap karier atau pekerjaan istrinya. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa dukungan orang tua terhadap anak
wanitanya dalam mengembangkan karier juga tidak jauh berbeda dengan
pengertian tersebut, hanya saja tidak termasuk membantu dalam mengurus
anak-anak.
2. Lingkungan Kerja
Keberadaan wanita dalam dunia kerja ditandai oleh pelecehan,
diskriminasi, ketidakberdayaan, dan dominasi oleh pria. Dalam berbagai
lingkungan kerja, wanita dihadapkan pada perlakukan diskriminatif di
dalam dan antarorganisasi. Sekalipun semakin banyak wanita yang
18
memasuki pasar kerja sektor formal, mereka seringkali menjadi sasaran
perlakuan diskriminasi gender (Oey Gardiner dkk, 1996).
Pekerjaan dapat menjadi sumber ketegangan dan stres yang besar bagi
para wanita bekerja. Peraturan kerja yang kaku, pemimpin yang tidak
bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat
kerja, rekan-rekan yang sulit diajak bekerja sama, waktu kerja yang sangat
panjang, atau ketidaknyamanan psikologis yang dialami di tempat kerja
akan menyebabkan pekerja wanita merasakan lingkungan kerja yang tidak
kondusif.
2.4. Gender
2.4.1 Konsep Gender dan Seks
Konsep penting yang perlu dipahami dalam membahas masalah
kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (jenis kelamin)
dan gender. Dalam hal ini, pemahaman dalam membedakan kedua konsep
tersebut sangat diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami
persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan.
Hal ini disebabkan oleh adanya kaitan yang erat antara perbedaan gender
dan ketidakadilan gender dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara
lebih luas (Handayani dan Sugiarti, 2001).
Menurut Suparno (1994), gender adalah konsep pembedaan pria dan
wanita yang bersifat sosial, kultural, berbeda dari satu lingkungan ke
lingkungan yang lain, dari kurun waktu yang satu ke kurun waktu yang lain,
sedangkan jenis kelamin atau seks merupakan sesuatu yang bersifat alami
atau tetap. Jadi, sifat-sifat yang melekat pada konsep gender bukanlah
kodrat karena tidak abadi dan dapat dipertukarkan.
Menurut Handayani dan Sugiarti (2001), seks adalah pembagian
jenis kelamin yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis
kelamin tertentu. Misalnya laki-laki memiliki penis, testis, jakun,
memproduksi sperma, sedangkan perempuan memiliki rahim dan saluran-
saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina, serta
mempunyai alat untuk menyusui.
19
Konsep gender adalah pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural (budaya). Misalnya,
perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah lembut, emosional,
keibuan, dan sebagainya. Di sisi lain, laki-laki dianggap sebagai makhluk
yang kuat, rasional, perkasa, dan sebagainya. Oleh karena itu, gender dapat
diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan antara peran laki-laki dan
perempuan (Handayani dan Sugiarti, 2001).
2.4.2 Kesadaran Gender
Subakti (1994) dalam Munandar (1994) mengartikan kesadaran
gender sebagai kesadaran akan konstruksi sosial gender yang mengatur
alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang
diletakkan baik pada pria maupun wanita. Menurut Suparno (1994),
kesadaran gender berarti mengetahui, menghayati, dan memiliki keterikatan
terhadap potensi, kebutuhan aktual (needs), peluang, hak, dan kewajiban
antara pria dan wanita. Kesadaran gender harus dimiliki bukan saja oleh
pria, melainkan harus dimiliki bersama-sama oleh pria maupun wanita,
karena pria dan wanita sama-sama sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas pengembangan sumber daya manusia.
Jang Mutalib (1994) dalam Munandar (1994) juga menekankan
bahwa kesadaran gender tidak hanya berfokus pada peranan wanita saja,
tetapi juga pada peranan pria, dan selalu melihat bagai.mana keduanya
saling terkait dan saling mengisi. Kesadaran gender mengisyaratkan tingkat
penyadaran yang tinggi dalam melihat berbagai permasalahan wanita dalam
pembangunan, yang menyangkut kesadaran bahwa hambatan yang dihadapi
oleh wanita bukan terutama disebabkan oleh kekurangan pada diri mereka,
melainkan karena sistem sosial yang mendiskriminasikan mereka.
Diskriminasi itu tidak dilakukan secara sadar oleh pria terhadap wanita,
tetapi merupakan dampak dari sosiokultural yang membentuk pola perilaku
dalam masyarakat,sehingga dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Pengetahuan tentang gender yang berbeda-beda pada setiap orang
akan membentuk tingkat kesadaran gender yang berbeda-beda, dan diduga
akan berpengaruh terhadap karier yang dicapai oleh seorang wanita karier.
20
Melihat begitu pentingnya tingkat kesadaran gender terutama pada diri
wanita sebagai pihak yang seringkali tersubordinasi, maka dalam penelitian
ini ditambahkan variabel tingkat kesadaran gender ke dalam faktor internal
yang diduga dapat mempengaruhi pengembangan karier wanita.
2.5. Perlindungan Terhadap Wanita
Dalam Rusli (2004), perlindungan terhadap wanita sehubungan dengan
ketenagakerjaan yang diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM terdapat
pada pasal 49 yang menyatakan bahwa:
1. Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan
profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan;
2. Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan
dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita;
3. Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya,
dijamin dan dilindungi oleh hukum.
2.6. Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU RI No. 43
Tahun 1999 tentang perubahan atas UU RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian). Di Indonesia, Pegawai Negeri terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI)
3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
Pegawai Negeri Sipil terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan
pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non-departemen,
kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di
daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.
21
2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di
Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri
atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.
Selain adanya pangkat atau golongan ruang yang telah dijelaskan, dalam
birokrasi pemerintah juga dikenal adanya jabatan karier, yakni jabatan dalam
lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Jabatan Fungsional
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan
organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau
keterampilan tertentu serta mandiri (Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional).
Dalam Wikipedia (2009), dijelaskan bahwa jabatan fungsional adalah
jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari
sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya auditor (Jabatan
Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker,
peneliti, perencana, pranata komputer, dan penguji kendaraan bermotor.
2. Jabatan Struktural
Menurut Badan Kepegawaian Negara (2004), jabatan struktural adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi
negara.
Jabatan struktural yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur
organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang
terendah (eselon V/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural
di PNS Pusat adalah Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf
Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah sekretaris
daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi,
camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah (Wikipedia, 2009).
22
2.7. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian Safitri (2007) dengan judul “Gender dalam Pengembangan Karier
Wanita”, bertujuan untuk menganalisis pengaruh hubungan gender pada karier
wanita, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi karier wanita, dan
mengidentifikasi manfaat yang bisa diperoleh dari seorang wanita karier bagi
dirinya, keluarga, dan masyarakat sekitarnya. Desain penelitian merupakan
penelitian yang bersifat survei. Populasi sebanyak 477 orang karyawan PT. Repex
Perdana Internasional Jakarta Timur. Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik pengambilan sampel secara acak distratifikasi (stratified random sampling)
dengan menggunakan rumus Slovin, dan diambil sampel sebanyak 63 responden.
Pengujian hubungan antar variabel melalui uji Chi Square dan uji korelasi Rank
Spearman. Hasil analisis menunjukkan bahwa :
1. Karyawan di PT. Repex Perdana Internasional memiliki persepsi tentang
hubungan gender yang setara antara pria dan wanita.
2. Persepsi tentang hubungan gender tidak berhubungan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Hubungan gender yang mengarah kesetaraan dan hubungan gender yang
mengarah ketidaksetaraan proporsinya tidak jauh berbeda. Persepsi tentang
hubungan gender yang mempengaruhi faktor internal hanya pada variabel
pengalaman.
3. Faktor-faktor baik internal maupun eksternal mempengaruhi pengembangan
karier wanita. Faktor internal mempengaruhi wanita untuk dapat berkarier,
sehingga terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal (motivasi, peran
ganda, rasa bersalah, pengalaman, dan pendidikan) dengan karier wanita.
Faktor eksternal (dukungan keluarga dan lingkungan kerja) yang
mempengaruhi wanita untuk bekerja adalah vaiabel dukungan keluarga. Faktor
lingkungan kerja tidak mempengaruhi karier, karena lingkungan kerja sudah
memiliki persepsi gender yang baik pada struktur perusahaan tersebut.
4. Secara tidak langsung persepsi tentang hubungan gender mempengaruhi karier
wanita (promosi dan besar upah). Persepsi tentang hubungan gender yang
mempengaruhi karier wanita yaitu pada variabel promosi. Hal ini dibuktikan
dengan semakin setara persepsi tentang hubungan gender, maka semakin tinggi
23
promosi yang dicapai oleh wanita karier. Pada variabel upah tidak dipengaruhi
oleh persepsi tentang hubungan gender. Hal ini disebabkan persepsi tentang
hubungan gender tidak menjadi masalah jika bekerja pada perusahaan yang
berskala internasional, sehingga sebagian besar upah yang diterima oleh wanita
sudah cukup tinggi dan sesuai dengan jabatan dan fungsinya masing-masing.
5. Karier wanita yang dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal, dan
ditentukan oleh hubungan gender, mempengaruhi kehidupan wanita karier
yang menunjukkan beberapa manfaat wanita bekerja yaitu mampu memenuhi
kebutuhan bagi dirinya dengan cara mengaktualisasikan diri, bagi keluarga
(suami dan anak) dengan meningkatkan pendapatan kelaurga, serta bagi
masyarakat dengan diberikannya kesempatan yang lebih besar pada wanita
bekerja dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Sehingga semakin tinggi karier
wanita, maka semakin tinggi manfaat yang diperoleh bagi kehidupan wanita itu
sendiri, keluarga, serta masyarakat.
Penelitian Damayanti (2007) dengan judul “Hubungan antara Tingkat
Kesadaran Gender dengan Persepsi Mahasiswa terhadap Citra Perempuan dalam
Iklan di Televisi” bertujuan menganalisis hubungan antara karakteristik individu
dengan tingkat kesadaran gender yang dimiliki oleh mahasiswa, menganalisis
hubungan antara tingkat kesadaran gender dengan persepsi mahasiswa terhadap
citra perempuan dalam iklan di televisi, dan menganalisis persepsi mahasiswa
terhadap citra perempuan dalam iklan di televisi berdasarkan jenis kelamin.
Penelitian ini dilakukan di Asrama TPB IPB dengan jumlah responden sebanyak
30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan. Penarikan sampel dilakukan dengan
teknik Purposive Sampling atau Judgemental Sampling. Pengujian hubungan
antar variabel melalui uji Chi Square dan uji korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik mahasiswa seperti tingkat
penghasilan orang tua dan usia tidak berhubungan nyata dengan tingkat kesadaran
gender. Sedangkan karakteristik mahasiswa yang lainnya yaitu daerah asal, tidak
berhubungan nyata dengan alokasi peranan, hak, dan harapan, namun
berhubungan nyata dengan kewajiban dan tanggung jawab. Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran gender berhubungan nyata
dengan persepsi terhadap citra perempuan dalam iklan di televisi, di mana
24
semakin tinggi tingkat kesadaran gender yang dimiliki oleh responden, maka
semakin negatif persepsinya tentang citra perempuan dalam iklan di televisi.
Persepsi responden perempuan terhadap citra perempuan dalam iklan di televisi
juga ternyata memiliki perbedaan dengan persepsi responden laki-laki. Responden
perempuan rata-rata menunjukkan persepsi yang negatif terhadap terhadap citra
perempuan dalam iklan di televisi, sedangkan responden laki-laki rata-rata
menunjukkan persepsi yang positif terhadap citra perempuan dalam iklan di
televisi.
Penelitian yang berkaitan dengan gender masih jarang dilakukan, apalagi
untuk mengkaji bagaimana pengaruh gender ini di dalam suatu
perusahaan/organisasi/instansi, bukan hanya di dalam suatu program/kegiatan.
Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007)
adalah sama-sama mengkaji tentang tingkat kesadaran gender, tetapi penelitian
Damayanti (2007) lebih dikaitkan dengan persepsi terhadap citra perempuan
dalam iklan. Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki kesamaan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Safitri (2007), yaitu menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi pengembangan karier wanita, namun berbeda dalam
tujuan penelitiannya, karena penelitian Safitri (2007) juga bertujuan untuk
menganalisis persepsi hubungan gender dan mengidentifikasi manfaat bekerja
yang diperoleh seorang wanita karier. Responden dalam penelitian Safitri (2007)
juga dibatasi pada wanita yang sudah menikah, sedangkan responden dalam
penelitian ini adalah wanita yang sudah menikah maupun yang belum menikah.
Keunikan lain dari penelitian ini yaitu menambahkan variabel tingkat
kesadaran gender ke dalam faktor internal, karena variabel ini merupakan variabel
pembelajaran yang sangat berguna untuk membuktikan apakah kendala-kendala
yang dihadapi oleh pegawai wanita dalam mengembangkan kariernya justru
disebabkan oleh tingkat kesadaran gender dari pegawai wanita yang masih rendah,
serta menganalisis pengaruh karakteristik pegawai wanita terhadap pengembangan
kariernya yang meliputi usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan status
pernikahan.
25
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Setiap organisasi diharapkan untuk semakin meningkatkan kinerja dan
produktivitasnya dalam menghadapi tantangan di era globalisasi yang semakin
berat. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota
Bogor sebagai salah satu instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas kinerja
dan keberlangsungan Kota Bogor, berusaha dengan sebaik-baiknya untuk
melayani kepentingan dan kebutuhan masyarakat Kota Bogor.
Semakin banyaknya jumlah wanita yang terjun ke industri kerja (wanita
karier) dan juga semakin terlihat kualitas kemampuan mereka yang tidak kalah
dibandingkan dengan pria, mendorong instansi untuk membuka peluang yang
lebih besar terhadap wanita. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
kesempatan yang sama tanpa membedakan antara pria dan wanita. Walaupun pada
kenyataannya, wanita karier masih mengalami berbagai hambatan, rintangan, dan
konflik, baik dari internal maupun eksternal.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi wanita untuk berkarier.
Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal yang berasal dari diri pribadi
(individu) wanita itu sendiri, yang terdiri dari motivasi, peran ganda, rasa
bersalah, berani sukses, pengalaman, dan tingkat kesadaran gender. Selain itu juga
terdapat faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri wanita yang
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan mikro-keluarga, komunitas, makro-
masyarakat dan budaya, yang terdiri dari dukungan keluarga dan lingkungan
kerja. Selanjutnya, faktor yang terakhir adalah karakteristik pegawai wanita
tersebut yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan status
pernikahan.
Kita juga akan melihat bagaimana kebijakan-kebijakan yang telah ada
berdasarkan perspektif gender, apakah sudah netral gender atau masih bias
gender. Dengan kebijakan organisasi yang netral gender atau tanggap terhadap
kebutuhan wanita, maka instansi telah menciptakan lingkungan kerja yang baik
bagi wanita dan mengurangi hambatan eksternal yang dihadapi oleh wanita.
Wanita juga akan merasa memperoleh dorongan eksternal yang positif dari
26
instansi tempatnya bekerja untuk mengembangkan karier dan mencapai prestasi
dalam pekerjaan mereka, tidak hanya sekedar untuk mencari nafkah.
Hal ini dapat mendukung pengembangan karier wanita yang secara tidak
langsung akan meningkatkan motivasi dan kinerja mereka. Pada akhirnya, kondisi
dan kinerja instansi (BPMKB) pun akan meningkat serta mendukung pencapaian
visi dan misi BPMKB. Pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap
karier wanita (jabatan, pangkat/golongan ruang, dan besar upah) akan dianalisis
dalam penelitian ini. Alur pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pengaruh karakteristik pegawai wanita (usia, masa kerja, tingkat
pendidikan, dan status pernikahan), faktor-faktor internal (motivasi, peran ganda,
rasa bersalah, berani sukses, pengalaman, dan tingkat kesadaran gender), dan
faktor-faktor eksternal (dukungan keluarga dan lingkungan kerja) terhadap karier
wanita (jabatan, pangkat/golongan ruang, dan besar upah), dianalisis dengan
menggunakan Metode Regresi Logistik. Sedangkan persepsi pegawai tentang
variabel-variabel faktor internal dan faktor eksternal dianalisis dengan
menggunakan Analisis Persepsi dengan Rataan Skor. Alur pemikiran ini dapat
dilihat pada Gambar 2.
27
Keterangan:
= elemen
= hubungan
Gambar 1. Kerangka pemikiran konseptual
Visi dan Misi
BPMKB
Kebijakan
Strategi
Netral
Gender
Tanggap terhadap
Kebutuhan Wanita
Mendukung
Pengembangan
Karier Wanita
Kinerja
Instansi Meningkat
Motivasi Kerja dan
Kinerja Pegawai Optimal
Lingkungan Kerja
Kondusif
Kendala dari Faktor Internal, Karakteristik,
dan Faktor Eksternal
apat Diatasi dengan Baik
Kuantitas dan Kualitas
Wanita Karier Meningkat
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Karier Wanita
Faktor Internal
1. Motivasi
2. Peran Ganda
3. Rasa Bersalah
4. Berani sukses
5. Pengalaman
6. Tingkat
Kesadaran
Gender
Faktor Eksternal
1. Dukungan
Keluarga
2. Lingkungan
Kerja
Karakteristik
1. Usia
2. Masa Kerja
3. Tingkat
Pendidikan
4. Status
Pernikahan
28
Gambar 2. Kerangka pemikiran operasional
Persepsi Persepsi
Faktor Internal
1. Motivasi
2. Peran Ganda
3. Rasa Bersalah
4. Berani Sukses
5. Pengalaman
6. Tingkat Kesadaran
Gender
Faktor Eksternal
1. Dukungan Keluarga
2. Lingkungan Kerja
Karakteristik
1. Usia
2. Masa Kerja
3. Tingkat Pendidikan
4. Status Pernikahan
Karier Pegawai Wanita
1. Jabatan
2. Pangkat/Golongan Ruang
3. Besar Upah
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Karier Wanita
Metode
Regresi Logistik
29
3.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut :
Hipotesis Mayor
1. Karakteristik pegawai wanita (usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan status
pernikahan) diduga mempengaruhi karier wanita.
2. Faktor internal (motivasi, peran ganda, rasa bersalah, berani sukses,
pengalaman, dan tingkat kesadaran gender) diduga mempengaruhi karier
wanita.
3. Faktor eksternal (dukungan keluarga dan lingkungan kerja) diduga
mempengaruhi karier wanita.
Hipotesis Minor
1. Semakin muda usia seorang pegawai wanita, semakin rendah karier wanita.
2. Semakin lama masa kerja pegawai wanita, semakin tinggi karier wanita.
3. Semakin tinggi tingkat pendidikan pegawai wanita, semakin tinggi karier
wanita.
4. Jika pegawai wanita sudah menikah maka karier yang dicapai oleh wanita
semakin tinggi.
5. Semakin tinggi motivasi pribadi dalam diri pegawai wanita, semakin tinggi
karier wanita.
6. Semakin besar peran ganda seorang pegawai wanita, semakin rendah karier
wanita.
7. Semakin besar rasa bersalah yang dirasakan oleh pegawai wanita, semakin
rendah karier wanita.
8. Semakin besar perasaan berani untuk sukses yang dimiliki oleh pegawai
wanita, semakin tinggi karier wanita.
9. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pegawai wanita, semakin
tinggi karier wanita.
10. Semakin tinggi tingkat kesadaran gender yang dimiliki oleh pegawai wanita,
semakin tinggi karier wanita.
30
11. Semakin besar dukungan keluarga bagi pegawai wanita, semakin tinggi karier
wanita.
12. Semakin kondusif lingkungan kerja bagi pegawai wanita, semakin tinggi
karier wanita.
3.4. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pengumpulan dan analisis data, maka peneliti
mengembangkan beberapa definisi operasional sebagai berikut :
1. Usia adalah usia pegawai wanita yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran
sampai dengan tahun 2009.
2. Masa kerja adalah lamanya pegawai wanita bekerja menjadi Pegawai Negeri
Sipil (PNS). Masa kerja ditunjukkan dalam satuan tahun.
3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang terakhir
ditempuh oleh pegawai wanita. Pengkategorian tingkat pendidikan dinilai
tinggi jika pegawai wanita memiliki tingkat pendidikan lebih dari D3, dan
dinilai rendah jika pegawai wanita memiliki tingkat pendidikan setara D3
atau di bawahnya.
4. Status pernikahan adalah status pernikahan yang dimiliki oleh pegawai
wanita, apakah belum atau sudah menikah.
5. Motivasi adalah suatu penggerak, dorongan, atau alasan yang berasal dari
dalam diri pegawai wanita untuk berkarier/bekerja.
Variabel ini diukur berdasarkan jawaban pegawai wanita atas beberapa
pernyataan yang menggambarkan motivasi pegawai untuk bekerja, yaitu
untuk :
a. Menambah penghasilan keluarga
b. Memanfaatkan ilmu atau keahlian (pendidikan) yang dimiliki
c. Mencapai prestasi dalam pekerjaan dan mengembangkan karier
Pengkategorian motivasi dinilai tinggi jika total skor > 9 dan dinilai
rendah jika total skor ≤ 9 (skor tertinggi = 15 dan skor terendah = 3).
6. Peran ganda adalah peran yang terjadi ketika seorang pegawai wanita
menjalankan dua peran atau lebih (multiperan), yaitu peran dalam melakukan
pekerjaan domestik (di rumah) sekaligus peran dalam mencari nafkah (di
31
kantor), baik pada wanita yang sudah menikah maupun pada wanita yang
belum menikah.
Variabel ini diukur berdasarkan jawaban pegawai wanita atas beberapa
pernyataan berikut:
a. Besar kecilnya tuntutan keluarga untuk menjadi istri dan ibu yang baik
(bagi yang sudah menikah) atau anak yang baik (bagi yang belum
menikah)
b. Besar kecilnya tanggung jawab di rumah dan di kantor, serta
kecenderungan untuk memiliki perasaan tanggung jawab yang lebih atas
salah satu tugas
c. Keberhasilan dalam menjalankan peran ganda
d. Pengaruh peran ganda yang dimiliki oleh wanita terhadap pengembangan
karier wanita
Pengkategorian peran ganda dinilai rendah jika total skor > 12 dan dinilai
tinggi jika total skor ≤ 12 (skor tertinggi = 20 dan skor terendah = 4).
7. Rasa bersalah adalah perasaan seorang pegawai wanita ketika
mengalokasikan waktu dan perhatian secara tidak proporsional antara
kepentingan keluarga (suami, anak, atau orang tua) dan kepentingan
pekerjaan (perasaan bersalah dalam menjalankan peran di rumah dan di
kantor).
Variabel ini diukur berdasarkan jawaban pegawai wanita atas beberapa
pernyataan yang menggambarkan besar kecilnya perasaan bersalah dan
khawatir yang dirasakan pegawai wanita jika/karena :
a. Anak diasuh oleh pembantu/anggota keluarga lain atau dititipkan pada jasa
penitipan anak (bagi yang sudah memiliki anak); atau orang tua diurus
oleh anggota keluarga lain atau dimasukkan ke panti jompo (bagi yang
belum memiliki anak).
b. Pengaruh rasa bersalah yang dirasakan oleh wanita terhadap
pengembangan karier wanita
Pengkategorian rasa bersalah dinilai rendah jika total skor > 6 dan dinilai
tinggi jika total skor ≤ 6 (skor tertinggi = 10 dan skor terendah = 2).
32
8. Berani sukses adalah perasaan siap dan tidak takut/khawatir yang dimiliki
oleh seorang pegawai wanita untuk mencapai kesuksesan dan karier yang
tinggi dalam pekerjaannya. Variabel ini diukur berdasarkan jawaban pegawai
wanita atas beberapa pernyataan yang menggambarkan besar kecilnya
keberanian untuk sukses yang dimiliki oleh pegawai wanita jika/karena :
a. Memiliki jabatan yang lebih tinggi daripada pasangannya
b. Mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dari pasangannya
c. Merasa bahwa kesuksesan itu sesuatu yang menyulitkan diri sendiri dan
orang-orang di sekitar (terutama keluarga)
Pengkategorian berani sukses dinilai tinggi jika total skor > 9 dan dinilai
rendah jika total skor ≤ 9 (skor tertinggi = 15 dan skor terendah = 3).
9. Pengalaman adalah pengalaman yang diperoleh pegawai wanita selama
bekerja menjadi PNS, serta keaktifan dalam berbagai kegiatan yang diadakan
oleh instansi maupun Pemerintah Kota Bogor.
Variabel ini diukur berdasarkan jawaban pegawai wanita atas beberapa
pernyataan berikut :
a. Partisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh BPMKB
b. Partisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh Pemerintah Kota Bogor
c. Keaktifan dalam menghadiri kegiatan pertemuan dengan unit-unit kerja
lain di Kota Bogor
d. Pengaruh pengalaman yang dimiliki terhadap pengembangan karier
pegawai wanita
Pengkategorian pengalaman dinilai tinggi jika total skor > 12 dan dinilai
rendah jika total skor ≤ 12 (skor tertinggi = 20 dan skor terendah = 4).
10. Tingkat kesadaran gender adalah kesadaran akan konstruksi sosial gender
yang mengatur alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan
yang diletakkan baik pada pria maupun wanita, serta melihat bagaimana
keduanya saling terkait dan saling mengisi.
Variabel ini diukur berdasarkan penilaian pegawai wanita terhadap :
a. Peran suami di dalam keluarga
b. Tugas wanita di dalam keluarga
c. Boleh atau tidaknya wanita bekerja di luar rumah
33
d. Persamaan hak antara pria dan wanita untuk menjadi seorang pemimpin
e. Persamaan hak antara pria dan wanita untuk mendapatkan kesempatan
dalam memperoleh suatu pekerjaan atau jabatan
f. Boleh atau tidaknya pria melakukan pekerjaan wanita
g. Kewajiban mencari nafkah
h. Pengaruh tingkat kesadaran gender yang dimiliki oleh seorang wanita
terhadap pengembangan karier wanita
Pengkategorian tingkat kesadaran gender dinilai tinggi jika total skor > 24
dan dinilai rendah jika total skor ≤ 24 (skor tertinggi = 40 dan skor terendah =
8).
11. Dukungan keluarga adalah dukungan berupa sikap dan rasa pengertian yang
diberikan oleh keluarga, khususnya keluarga dengan hubungan terdekat
seperti suami, anak, atau orang tua.
Variabel ini diukur berdasarkan jawaban pegawai wanita atas beberapa
pernyataan berikut :
a. Perasaan terganggu yang dirasakan oleh keluarga bila pegawai wanita
bekerja di luar rumah
b. Izin dari keluarga untuk berkarier di instansi
c. Kemauan keluarga untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
pegawai wanita di rumah
d. Perasaan keberatan yang dirasakan oleh keluarga jika pekerjaan rumah
tangga dilakukan oleh peran pengganti (anggota keluarga lain atau
pembantu)
e. Sikap pengertian yang diberikan oleh keluarga jika pegawai wanita sedang
mengalami stres karena pekerjaan di kantor
f. Kesediaan keluarga untuk ikut membantu dengan senang hati bila terdapat
masalah dalam pekerjaan
g. Ada atau tidaknya anggota keluarga lain yang bersedia dan bisa
menggantikan pegawai wanita untuk mengasuh anak (bagi yang sudah
memiliki anak) atau mengurus orang tua (bagi yang belum memiliki anak)
h. Dukungan secara penuh yang diberikan oleh keluarga terhadap karier
i. Pengaruh dukungan keluarga terhadap pengembangan karier wanita
34
Pengkategorian dukungan keluarga dinilai tinggi jika total skor > 27 dan
dinilai rendah jika total skor ≤ 27 (skor tertinggi = 45 dan skor terendah = 9).
12. Lingkungan kerja adalah kondisi tempat kerja yang dirasakan oleh pegawai
wanita dalam hal kenyamanan, keamanan, keadilan, pemberian tunjangan,
pemberlakuan kebijakan, dan fasilitas yang disediakan di tempat kerja.
Variabel ini diukur berdasarkan jawaban pegawai wanita atas beberapa
pernyataan berikut :
a. Keadilan pemberian kesempatan antara pria dan wanita untuk
mendapatkan posisi/jabatan tertentu
b. Kepuasan atas tunjangan dan jaminan pekerjaan yang diterima
c. Kondisi kerja yang ada selama ini (ketenangan, kenyamanan, dan
keamanan)
d. Hubungan dengan rekan kerja di kantor
e. Kepuasan karena mendapatkan hak-hak yang memperhatikan faktor
biologis pegawai wanita sebagai seorang wanita
f. Beban kerja yang dirasakan oleh pegawai wanita
g. Keadilan pemberian akses pelayanan kesehatan antara pria dan wanita
h. Pernah atau tidaknya instansi memberhentikan seorang pegawai karena
alasan hamil atau cuti bersalin
i. Penentuan umur pensiun bagi pria dan wanita
j. Pengaruh lingkungan kerja terhadap pengembangan karier wanita
Pengkategorian lingkungan kerja dinilai kondusif jika total skor > 30 dan
dinilai tidak kondusif jika total skor ≤ 30 (skor tertinggi = 50 dan skor
terendah = 10).
13. Karier wanita adalah jenjang karier yang dapat dicapai oleh seorang pegawai
wanita di dalam instansi, dilihat dari jabatan, golongan, dan besar kecilnya
upah. Pengkategorian karier wanita dinilai tinggi jika total skor > 4,5 dan
dinilai rendah jika total skor < 4,5 (skor tertinggi = 6 dan skor terendah = 3).
Karier yang dicapai oleh pegawai wanita diukur dari beberapa aspek sebagai
berikut:
35
a. Jabatan adalah jabatan atau posisi yang dimiliki oleh pegawai wanita yang
terdapat pada instansi.
1) Jabatan atas (Kepala, Sekretaris, Kabid, Kasubid, Kasubag, PKB Ahli
Madya, PKB Ahli Muda, dan PKB Ahli Pratama)
[Skor 2]
2) Jabatan bawah (Pelaksana, PKB Penyelia, PKB Pelaksana Lanjutan,
PKB Pelaksana, PKB Pelaksana Pemula, dan PLKB)
[Skor 1]
b. Pangkat/golongan ruang adalah tingkatan (hierarki) yang dicapai oleh
seorang pegawai wanita sebagai PNS dalam rangkaian susunan
kepegawaian, yang digunakan sebagai dasar penggajian.
1) Tinggi (III-a sampai dengan IV-d) [Skor 2]
2) Rendah (I-a sampai dengan II-d) [Skor 1]
c. Besar upah adalah besarnya gaji pokok yang diterima oleh pegawai wanita
sebagai pembayaran atas hasil pekerjaannya setiap bulan. Berdasarkan
data di lapangan, diperoleh bahwa nilai tengah dari jumlah gaji pokok
adalah sebesar Rp 2.015.000,- atau Rp 2.000.000,- (dibulatkan ke bawah).
Oleh karena itu, pengkategorian tinggi rendahnya upah didasarkan pada
nilai tersebut.
1) Tinggi (lebih besar dari Rp 2.000.000,- ) [Skor 2]
2) Rendah (lebih kecil atau sama dengan Rp 2.000.000,-) [Skor 1]
36
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Bogor, tepatnya terletak
di Jalan Ciwaringin No. 99 Bogor. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa jumlah pegawai wanita hampir
seimbang dengan jumlah pegawai pria, terdapat tingkatan atau jenjang karier yang
jelas, serta pertimbangan adanya kesediaan pihak instansi khususnya wanita yang
bekerja di tempat tersebut untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan
dalam penelitian.
Instansi harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dalam
rangka mencapai tujuannya. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
diharapkan, instansi perlu memberikan kesempatan dan fasilitas yang dibutuhkan
bagi kesejahteraan pegawai, tanpa memandang gender (jenis kelamin) dari
pegawai tersebut. Dengan demikian, para pegawai dapat melaksanakan tanggung
jawabnya dengan baik serta mampu mengembangkan karier dan mencapai prestasi
dalam pekerjaan mereka. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan
data atau informasi berupa data primer dan data sekunder, baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Adapun data primer diperoleh dengan melakukan
pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait
dengan instansi baik informan maupun responden, serta melalui pengisian
kuesioner terstruktur oleh para responden. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari arsip atau dokumen data instansi dan berbagai literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini, baik berupa buku yang memuat teori-teori, hasil penelitian
terdahulu, serta pencatatan data-data yang telah ada di instansi.
Data kuantitatif diperoleh dari jawaban responden terhadap kuesioner
terstruktur yang diberikan. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari panduan
pertanyaan yang berkembang di lapang dengan cara wawancara mendalam (in-
37
depth interview). Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara kepada informan
untuk mengetahui hal-hal lain yang berkaitan dengan topik penelitian. Responden
adalah pegawai wanita yang bekerja di BPMKB Kota Bogor, sedangkan informan
adalah orang-orang tertentu yang dengan sengaja dipilih karena memiliki
informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu metode penelitian
survei. Metode penelitian survei adalah suatu metode yang menggunakan sistem
pengambilan sampel dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data.
Penelitian survei adalah salah satu dari sekian jenis penelitian yang sering
digunakan dalam menerangkan suatu fenomena sosial atau peristiwa sosial.
Penelitian ini menerangkan fenomena sosial tentang gender dalam pengembangan
karier wanita, di mana saat ini keterlibatan wanita di sektor publik semakin
meningkat, sehingga berdampak pada karier dan kehidupan wanita itu sendiri.
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai wanita yang bekerja di Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Bogor. Keseluruhan
jumlah populasi merupakan keseluruhan jumlah sampel yang diteliti, karena
penelitian ini menggunakan metode sensus. Metode ini dipilih karena populasi
yang ditentukan merupakan subpopulasi dari populasi pegawai suatu instansi,
yaitu hanya pegawai dengan jenis kelmin wanita. Di samping itu, jumlah populasi
dalam penelitian ini tidak terlalu banyak, sehingga sangat memungkinkan untuk
dijadikan sampel seluruhnya.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan mendatangi responden pada
bidang-bidang dan bagian-bagian di dalam instansi yang dijadikan tempat
pengambilan sampel. Kategori responden yang diambil adalah pegawai wanita,
baik yang sudah menikah maupun belum menikah. Cara pengambilan sampel
yaitu :
1. Pendataan telah dilakukan di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana Kota Bogor untuk mengetahui jumlah pegawai wanita yang bekerja
di instansi tersebut. Hasil pendataan yaitu terdapat 112 orang pegawai tetap
yang terdiri dari 60 orang pegawai pria dan 52 orang pegawai wanita, sehingga
N (jumlah total wanita bekerja) adalah 52 orang wanita.
38
2. Berdasarkan jumlah tersebut dapat diketahui bahwa jumlah responden yang
diteliti adalah sebanyak 52 orang wanita. Tetapi dari 52 orang pegawai wanita
yang seharusnya menjadi responden, sebanyak 50 orang yang resmi menjadi
responden penelitian. Hal ini disebabkan seorang pegawai sedang cuti bersalin
dan seorang pegawai lainnya sedang dibebastugaskan untuk sementara.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan
kuesioner. Pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara wawancara yang dibantu dengan instrumen penelitian yaitu kuesioner
yang diberikan kepada responden, pengamatan langsung, serta studi kepustakaan.
Materi wawancara dan kuesioner meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi pengembangan karier seorang wanita karier.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan dilakukan pula
wawancara tak terstruktur untuk melengkapi informasi-informasi terkini.
Wawancara dilakukan kepada responden dan informan, sedangkan penyebaran
kuesioner hanya dilakukan kepada responden. Studi kepustakaan diperoleh
dengan cara membaca, mempelajari, dan mengutip pendapat dari berbagai sumber
buku, skripsi, laporan, atau dokumen perusahaan dan sumber lainnya yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Kuesioner yang disebarkan berupa daftar pertanyaan yang telah tertulis serta
terdiri dari dua kategori, yakni pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka.
Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang tidak memberi kemungkinan bagi
responden untuk memberi jawaban yang panjang lebar menurut jalan pikirannya,
dengan istilahnya sendiri, dan dengan gaya bahasanya sendiri. Sedangkan
pertanyaan terbuka bertujuan untuk mengetahui alternatif lain dari tanggapan atau
jawaban responden terhadap pertanyaan yang diberikan.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
4.5.1 Uji Kuesioner
Kuesioner dibuat untuk mengetahui pendapat dan fakta yang
dirasakan responden mengenai pengembangan karier mereka serta faktor-
39
faktor yang mempengaruhinya. Sebelum kuesioner disebarkan, terlebih
dahulu dilakukan suatu uji kuesioner. Pengujian terhadap kuesioner
dilakukan melalui uji validitas dan reliabilitas terhadap 30 orang responden
pegawai wanita BPMKB Kota Bogor. Uji validitas menunjukkan sejauh
mana alat pengukur itu mengukur hal yang akan diukur. Langkah-langkah
dalam mengukur validitas kuesioner yaitu mendefinisikan secara
operasional suatu konsep yang akan diukur, melakukan uji coba pengukur
tersebut pada sejumlah responden, mempersiapkan tabel tabulasi jawaban,
dan menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan
dengan skor total memakai rumus korelasi product moment.
Rumus korelasi product moment :
Keterangan:
r hitung = nilai koefisien Pearson
n = jumlah responden
X = skor butir-butir pertanyaan
Y = skor total
Uji validitas dilakukan dengan menggunakan software Microsoft
Office Excel 2007. Berdasarkan hasil uji validitas untuk delapan faktor yang
mempengaruhi pengembangan karier, diperoleh hasil bahwa 43 item
(variabel) pertanyaan yang diuji valid. Hal ini disebabkan nilai rhitung semua
variabel menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai rtabel yang telah
ditentukan pada tingkat signifikansi 5%, yaitu sebesar 0,361 (Lampiran 4).
Setelah uji validitas dilakukan, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas.
Reliabilitas. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi
suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama. Teknik yang
digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner adalah teknik Cronbach.
Teknik ini digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya
bukan 0-1, tetapi merupakan rentangan dari beberapa nilai.
…….…………………....(1)
40
Rumus Alpha Cronbach :
Keterangan :
α = koefisien Alpha Cronbach
k = banyak butir pertanyaan
∑ σ 2i = jumlah varians butir pertanyaan
σ2i = varians skor total
Adapun rumus perhitungan varians yaitu:
Uji reliabilitas dari kedelapan faktor yang mempengaruhi
pengembangan karier tersebut menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar
0,916. Hal ini berarti bahwa pertanyaan yang ada dapat dinyatakan reliabel,
karena nilai Alpha (α) yang diperoleh lebih besar dari αcronbach minimal (0,7).
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan software SPSS Versi 17.00
for Windows. Hasil pengujian reliabilitas kuesioner selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 5.
4.5.2 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan data yang
diperoleh secara terperinci. Data yang diidentifikasi dengan menggunakan
analisis deskriptif adalah data mengenai karakteristik pegawai wanita yang
bekerja di BPMKB Kota Bogor.
4.5.3 Analisis Persepsi dengan Rataan Skor
Analisis persepsi digunakan untuk mengkaji jawaban dan penilaian
pegawai mengenai setiap variabel. Faktor-faktor yang dianalisis adalah
faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi karier pegawai wanita.
Faktor-faktor ini dinilai pada suatu skala baku, lalu dijumlahkan untuk
menciptakan skor jawaban/penilaian pegawai secara keseluruhan.
.................................................................(2)
.................................................................(3)
41
Bobot nilai jawaban pegawai pada kuesioner menggunakan skala
Likert yang diberi skor secara kuantitatif mulai dari 1 sampai dengan 5.
Berdasarkan kriteria jawaban, nilai dari jawaban dapat diklasifikasikan
dengan skor range sebagai berikut:
Sangat tidak setuju = 1
Tidak setuju = 2
Kurang setuju = 3
Setuju = 4
Sangat setuju = 5
Rata-rata dari setiap indikator/faktor digunakan untuk mengambil
kesimpulan dari setiap variabel. Nilai rata-rata tersebut diperoleh dari
penjumlahan hasil kali jumlah pegawai yang memilih pada masing-masing
skor dengan skornya, kemudian dibagi dengan jumlah total responden
keseluruhan. Rumus yang digunakan untuk mencari rataan skor (Rs)
tersebut sebagai berikut:
Keterangan :
Rs = rata-rata skor
n1 = jumlah pegawai yang memilih skor tertentu
s1 = bobot skor
n = jumlah total responden
Interpretasi hasil dari setiap variabel diperoleh dengan
menggunakan rumus berikut:
Penelitian ini menggunakan skala Likert dari 1 sampai dengan 5,
sehingga berdasarkan rumus tersebut, nilai skor rata-rata yang diperoleh
adalah 0,8. Dengan demikian, rentang skala untuk pengambilan kesimpulan
dapat dilihat secara jelas pada Tabel 1.
...............................................................................(4)
......................................(5)
42
Tabel 1. Rentang skala pengambilan kesimpulan
Rentang Skala Kriteria Jawaban Interpretasi Hasil
1,00 – 1,80
1,81 – 2,60
2,61 – 3,40
3,41 – 4,20
4,21 – 5,00
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Kurang setuju
Setuju
Sangat setuju
Sangat buruk
Buruk
Kurang baik
Baik
Sangat baik
4.5.4 Metode Regresi Logistik
Teknik regresi adalah teknik statistika yang digunakan untuk
menganalisis bentuk dan kekuatan hubungan antara beberapa variabel.
Teknik yang umum digunakan adalah analisis regresi linear di mana
variabel yang ingin diduga mempunyai nilai absolut, misalnya pendugaan
pengeluaran masyarakat. Ketika variabel dugaan berskala nominal atau
kategori, analisis regresi linear tidak dapat lagi digunakan karena hasil-hasil
yang diperoleh tidak lagi relevan (Pambudhi, 2005). Oleh karena itu,
pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Model Regresi Logit,
yang dikenal dengan nama Regresi Logistik atau Regresi Logit. Metode ini
digunakan untuk menggambarkan hubungan variabel dependen (variabel
respon) dengan variabel independen (variabel predictor) yang bersifat
kategori, kontinu, atau kombinasi keduanya (Nahiruddin, 2009). Menurut
Hosmer dan Lemeshow (1989), regresi logistik merupakan teknik analisis
data yang dapat menjelaskan hubungan antara peubah respon yang memiliki
dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala
kontinu atau kategori.
Pengaruh karakteristik, faktor internal, dan faktor eksternal yang
dimiliki oleh pegawai wanita terhadap pengembangan kariernya akan
dianalisis dalam penelitian ini. Peubah respon adalah tinggi rendahnya
karier yang dicapai oleh pegawai wanita. Kategori sukses secara umum
merupakan kategori yang menjadi perhatian dalam penelitian. Kejadian
sukses adalah kejadian apabila pegawai wanita memiliki karier yang tinggi.
Peubah-peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
43
1. Karakteristik Pegawai Wanita
a. X1 (Usia)
b. X2 (Masa Kerja)
c. X3 (Tingkat Pendidikan)
d. X4 (Status Pernikahan)
2. Faktor Internal
a. X5 (Motivasi)
b. X6 (Peran Ganda)
c. X7 (Rasa Bersalah)
d. X8 (Berani Sukses)
e. X9 (Pengalaman)
f. X10 (Tingkat Kesadaran Gender)
3. Faktor Eksternal
a. X11 (Dukungan Keluarga)
b. X12 (Lingkungan Kerja)
Berdasarkan tipe peubah kategori peubah Y, analisis regresi logistik
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. biner regresi logistik biner
2. nominal regresi logistik nominal
3. ordinal regresi logistik ordinal
Secara umum, analisis regresi logistik menggunakan peubah
penjelasnya, yang dapat berupa peubah kategorik ataupun peubah numerik,
untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah
respon. Dengan kata lain, analisis regresi logistik merupakan suatu teknik
untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon.
Untuk mengolah seluruh data hasil penelitian dengan metode regresi logistik
ini digunakan software Minitab 14.
1. Model Regresi Logistik
Model regresi logistik dengan p buah peubah bebas di mana peubah
respon Y mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 0 dan 1, maka peubah
respon Y akan mengikuti sebaran Bernoulli dengan fungsi peluang :
........................................................(6)
44
Model regresi logistik dapat dituliskan sebagai berikut :
Dalam model regresi logistik diperlukan suatu fungsi penghubung
yang sesuai dengan model regresi logistik yaitu fungsi logit. Transformasi
logit sebagai fungi dari π (x) dinyatakan sebagai berikut (Hosmer dan
Lemeshow, 1989) :
di mana komponen
merupakan penduga logit sebagai fungsi linear dari peubah penjelas.
Pendugaan parameter dalam model regresi logistik pada penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum
(Maximum Likelihood). Jika setiap kejadian diasumsikan saling bebas,
maka fungsi kemungkinan maksimumnya adalah :
Parameter βi diduga dengan memaksimumkan persamaan di atas.
Untuk memudahkan perhitungan, dilakukan pendekatan logaritma sehingga
fungsi log-kemungkinan (log-likelihood) sebagai berikut :
Nilai dugaan βi diperoleh dengan membuat turunan pertama L(β)
tehadap βi = 0, dengan i = 0,1,2,…,p.
2. Statistik Uji-G
Setelah melakukan pendugaan model regresi, langkah selanjutnya
adalah melakukan pengujian kesesuaian model logistik yang dibuat untuk
..................................................................(7)
................................................................(8)
....................................(9)
............................................(10)
....................(11)
45
mengetahui peran seluruh peubah penjelas di dalam model secara bersama-
sama. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan statistik uji-G dengan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : β1 = β2 = … = βp = 0
H1 : minimal ada satu βi ≠ 0; i = 1,2,…,p
Adapun rumus umum untuk uji-G adalah :
Keterangan :
L0 = nilai likelihood tanpa peubah bebas
L1 = nilai likelihood dengan semua peubah bebas
Statistik uji-G mengikuti sebaran χ2 dengan derajat bebas p
(Hosmer dan Lemeshow, 1989).
3. Statistik Uji Wald
Pengujian dilakukan pula secara parsial untuk masing-masing
koefisien peubah, yaitu dengan menggunakan statistik uji Wald.
Statistik uji Wald didefinisikan sebagai berikut :
Hipotesis yang diuji adalah :
H0 : β1 = 0
H1 : βi ≠ 0; i = 1,2,…,p
Jika H0 benar, maka statistik uji Wald akan mengikuti sebaran
normal baku (Hosmer dan Lemeshow, 1989).
4. Interpretasi Koefisien
Koefisien β1 dalam model regresi linear menunjukkan perubahan
nilai variabel dependen sebagai akibat perubahan satu satuan variabel
independen. Hal yang sama sebenarnya juga berlaku dalam model regresi
logit, tetapi secara matematis sulit diinterpretasikan. Koefisien dalam model
logit menunjukkan perubahan dalam logit sebagai akibat perubahan satu
satuan variabel independen. Interpretasi yang tepat untuk koefisien ini
tergantung pada kemampuan menempatkan arti dari perbedaan antara dua
............................................................................(13)
...........................................................................(12)
46
logit. Oleh karena itu, dalam model logit, dikembangkan pengukuran yang
dikenal dengan nama odds ratio atau rasio odds (ψ) dan interpretasi
koefisien untuk model regresi logistik dilakukan dengan cara melihat rasio
odds tersebut (Junaidi, 2008).
Odds sendiri dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses
dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon. Rasio odds adalah suatu
alat untuk mengukur asosiasi, sebagaimana menduga seberapa mirip, dekat,
memiliki ciri peubah respon (atau tidak mirip, jauh, dan tidak memiliki ciri
peubah respon) hasil pendugaan tersebut pada X=1 dibandingkan pada X=0.
Sebagai contoh, seberapa lebih besar peluang responden yang sudah
menikah untuk memiliki karier yang tinggi dibandingkan dengan responden
yang belum menikah. Koefisien model logit (βi) mencerminkan perubahan
nilai fungsi logit g(x) untuk perubahan satu unit peubah penjelas x. Dalam
model regresi logit, rasio odds didefinisikan sebagai berikut :
Dalam interpretasi koefisien dari rasio odds untuk peubah penjelas
yang berskala nominal, yaitu X=1 memiliki kecenderungan untuk Y=1
sebesar ψ kali dibandingkan peubah X=0. Sedangkan untuk peubah penjelas
yang berskala kontinu, jika ψ ≥ 1, maka semakin besar nilai peubah X
diikuti dengan semakin besarnya kecenderungan untuk Y=1 (Hosmer dan
Lemeshow, 1989).
Berdasarkan uraian di atas, maka model regresi logistik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rumus untuk menjawab tujuan analisis pengaruh karakteristik pegawai
wanita terhadap pengembangan karier
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
di mana:
Y = karier yang dicapai (Y=1 karier tinggi; Y=0 karier rendah)
X1 = usia (tahun)
X2 = masa kerja (tahun)
X3 = skor tingkat pendidikan (X3 = 1 tinggi; X3 = 0 rendah)
.............................................(14)
.............................................(15)
47
X4 = skor status pernikahan (X4 = 1 sudah/pernah menikah; X4 = 0
belum menikah)
b0 = intersep
bi = koefisien regresi
2. Rumus untuk menjawab tujuan analisis pengaruh faktor internal
terhadap pengembangan karier
Y = b0 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10
di mana :
Y = karier yang dicapai (Y=1 karier tinggi; Y=0 karier rendah)
X5 = skor motivasi (X5 = 1 tinggi; X5 = 0 rendah)
X6 = skor peran ganda (X6 = 1 tinggi; X6 = 0 rendah)
X7 = skor rasa bersalah (X7 = 1 tinggi; X7 = 0 rendah)
X8 = skor berani sukses (X8 = 1 tinggi; X8 = 0 rendah)
X9 = skor pengalaman (X8 = 1 tinggi; X8 = 0 rendah)
X10 = skor tingkat kesadaran gender (X9 = 1 tinggi; X9 = 0 rendah)
b0 = intersep
bi = koefisien regresi
3. Rumus untuk menjawab tujuan analisis pengaruh faktor eksternal
terhadap pengembangan karier
Y = b0 + b11X11 + b12X12
di mana :
Y = karier yang dicapai (Y=1 karier tinggi; Y=0 karier rendah)
X11 = skor dukungan keluarga (X10 = 1 tinggi; X10 = 0 rendah)
X12 = skor lingkungan kerja (X10 = 1 tinggi; X10 = 0 rendah)
b0 = intersep
bi = koefisien regresi
..................(16)
............................................................(17)
48
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor
5.1.1 Sejarah Pemerintah Kota Bogor
Kota Bogor mempunyai sejarah yang panjang dalam
pemerintahannya, mengingat bahwa sejak zaman Kerajaan Pajajaran,
Pakuan yang terletak di Kota Bogor diyakini sebagai ibukota Pajajaran.
Pakuan dikenal sebagai pusat pemerintahan Pajajaran pada masa
pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baginda Maharaja), yang penobatannya
jatuh tepat pada tanggal 3 Juni 1482. Sejak tahun 1973, tanggal tersebut
resmi ditetapkan sebagai “hari jadi” Kota Bogor oleh DPRD Kabupaten
Bogor dan Kota Bogor, dan selalu diperingati setiap tahun sampai sekarang.
Adanya penyerbuan tentara Banten ke Pajajaran menyebabkan
catatan mengenai Kota Pakuan tersebut hilang, dan baru terungkap kembali
setelah datangnya rombongan ekspedisi orang-orang Belanda yang dipimpin
oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Mereka meneliti Prasasti
Batutulis dan situs-situs lainnya, dan dari sumber itulah mereka meyakini
bahwa di Bogor terletak pusat pemerintahan Pakuan Pajajaran.
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada waktu itu
yang bernama Baron van Inhoff membangun Istana Bogor, seiring dengan
pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan
Bogor, sehingga keadaan Bogor mulai bekembang. Selanjutnya, Kota Bogor
mengalami banyak kemajuan pada masa penjajahan Inggris. Gubernur
Jenderal Inggris yang bernama Thomas Raffless berjasa dalam
mengembangkan Kota Bogor, di mana Istana Bogor direnovasi dan
sebagian tanahnya dijadikan Kebun Raya (Botanical Garden), yang
sekarang dikenal dengan nama Kebun Raya Bogor. Pemerintahan jatuh
kembali kepada Hindia Belanda pada tahun 1903. Peristiwa ini ditandai
dengan terbitnya Undang-Undang Desentralisasi, yang bertujuan
menghapus sistem pemerintahan tradisional dan menggantinya dengan
49
sistem administrasi pemerintahan modern. Sebagai realisasinya, dibentuk
Stadsgemeente di antaranya:
1. Gemeente Batavia (S. 1903 No. 204)
2. Gemeente Meester Cornelis (S. 1905 No. 206)
3. Gemeente Buitenzorg (S. 1905 No. 208)
4. Gemeente Bandoeng (S. 1906 No. 121)
5. Gemeente Cirebon (S. 1905 No. 122)
6. Gemeente Soekabumi (S. 1914 No. 310)
Pembentukan Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk
pribumi, melainkan untuk kepentingan orang-orang Belanda, masyarakat
golongan Eropa, dan yang dipersamakan (yang menjadi Burgermeester dari
Stadsgemeente Buitenzorg selalu orang-orang Belanda dan baru pada tahun
1940 diduduki oleh orang Bumi Putra yaitu Mr. Soebroto).
Pada tahun 1922, terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie
atau Undang-Undang Perubahan Tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda
(Staatsblad 1922 No. 216) sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap peran
desentralisasi yang ada. Pada tahun 1925, dibuat Regentschaps Ordonantie
(Ordonantie Kabupaten) yang memuat ketentuan-ketentuan daerah otonomi
kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).
Provinsi Jawa Barat yang didirikan pada tahun 1925 (Staatsblad
1924 No.378) terdiri dari 5 keresidenan, 18 kabupaten (Regentschaps), dan
6 Kotapraja (Stadsgemeente). Buitenzorg (Bogor) merupakan salah satu
Stadsgemeente di Provinsi Jawa Barat yang dibentuk berdasarkan
Staatsblad 1905 No. 208 jo. Staatsblad 1926 No. 368, dengan prinsip
desentralisasi modern, di mana kedudukan Burgermeester menjadi jelas.
Pada masa penjajahan Jepang, kedudukan pemerintahan di Kota
Bogor menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat
keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor. Pada masa ini, nama-nama
lembaga pemerintahan pun diubah, yaitu dari “Keresidenan” menjadi
“Syoeoe”, “Kabupaten/Regenschaps” menjadi “Ken”, Kota/Stadsgemeente
menjadi “Si”, “Kewedanaan/District” menjadi “Gun”, “Kecamatan/Under
District” menjadi “Soe” dan “Desa” menjadi “Koe”.
50
Pada masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia, pemerintahan di Kota Bogor mengubah namanya dari
Buitenzorg menjadi Kota Besar Bogor berdasarkan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1950. Selanjutnya pada tahun 1957, nama pemerintahan berubah
menjadi Kotapraja Bogor, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957. Lalu berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Kotapraja Bogor berubah kembali
namanya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, nama
pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor berubah menjadi Kota
Bogor, yang pemerintahannya masih berlanjut sampai saat ini.
5.1.2 Sejarah BPMKB Kota Bogor
BPMKB Kota Bogor mengalami sejarah yang panjang dalam
pembentukannya. Awal mula terbentuknya BPMKB ini pada intinya
merupakan penyatuan dari dua bidang, yakni Pemberdayaan Masyarakat
dan Keluarga Berencana. Sebelum otonomi daerah, semua dinas, badan, dan
kantor merupakan kewenangan pusat, hanya kedudukannya saja yang
bertempat di kota/kabupaten. Tetapi setelah diberlakukannya otonomi
daerah pada tahun 2000, Pemerintah Daerah berhak menentukan perangkat
daerah sesuai dengan kebutuhannya tanpa campur tangan dari pusat.
Berdasarkan Perda No. 10 Tahun 2000, bidang Keluarga Berencana yang
tadinya ditangani oleh BKKBN, diubah menjadi suatu bagian yang berada
di bawah Kantor Kependudukan. Selain itu, bidang Pemberdayaan
Masyarakat yang sebelumya ditangani oleh Departemen Pembangunan
Masyarakat Pedesaan selanjutnya ditangani oleh Kantor Pemberdayaan.
Perda No. 13 Tahun 2004 mendasari terjadinya merger antara
berbagai organisasi daerah, antara lain merger antara Kantor Kependudukan
dan Kantor Catatan Sipil serta merger antara Kantor Kesatuan Bangsa dan
Kantor Pemberdayaan Masyarakat. Hal ini menyebabkan bidang Keluarga
Berencana yang semula berada di bawah Kantor Kependudukan,
kedudukannya berubah menjadi berada di bawah Kantor Kependudukan dan
Catatan Sipil. Bidang Pemberdayaan Masyarakat yang sebelumnya juga
51
hanya berada di bawah Kantor Pemberdayaan Masyarakat berubah
kedudukannya menjadi berada di bawah Kantor Kesatuan Bangsa dan
Pemberdayaan Masyarakat.
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, menjadi dasar dikeluarkannya Perda No. 3
Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Bogor. Selanjutnya,
Pemerintah Pusat mengeluarkan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, yang berisi tentang berbagai indikator yang harus
dipertimbangkan dalam membentuk dinas, badan, dan kantor, terutama
berkaitan dengan jumlah dinas, badan, dan kantor yang dapat dibentuk
sesuai dengan berbagai indikator tersebut. Indikator-indikator yang
dimaksud terdiri dari kondisi daerah, jumlah penduduk, luas wilayah, dan
kemampuan keuangan yang dilihat dari jumlah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, dalam rangka mengikuti
kewenangan yang berada di tangan pemerintah pusat dan meningkatkan
efektivitas kinerja organisasi yang berada di pemerintah kota, maka
Pemerintah Kota Bogor mengeluarkan Perda No. 13 Tahun 2008
berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 tersebut. Beberapa organisasi
mengalami perubahan, baik perubahan bentuk organisasi atau mengalami
merger dengan organisasi lainnya, tetapi dengan tidak mengubah tugas
pokok dari organisasi yang bersangkutan.
Salah satu perubahan tersebut adalah penggabungan antara bidang
Pemberdayaan Masyarakat yang sebelumnya berada di bawah Kantor
Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat dengan bidang Keluarga
Berencana yang sebelumnya berada di bawah Kantor Kependudukan dan
Catatan Sipil. Alasan penggabungan tersebut karena kedua bidang memiliki
tugas pokok dan fungsi yang hampir sama, yang pada intinya berkaitan
dengan peran serta terhadap masyarakat, di mana bidang kerjanya sama-
sama mengharuskan turun langsung ke lapangan untuk memberikan
penyuluhan dan bantuan kepada masyarakat. Penggabungan ini membentuk
52
sebuah badan yang sekarang dikenal dengan nama Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Keluarga Berencana.
5.1.3 Visi dan Misi Pemerintah Kota Bogor
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana
(BPMKB) merupakan salah satu badan yang berada di bawah Pemerintah
Kota Bogor. Sama seperti organisasi-organisasi perangkat daerah lainnya
yang baru dibentuk atau mengalami perubahan berdasarkan Perda No. 13
Tahun 2008, BPMKB belum memiliki visi dan misi khusus karena sampai
saat ini masih dalam tahap penyusunan Renstra (Rencana Strategis)
bersama-sama dengan organisasi lainnya. Oleh karena itu, visi dan misi
yang dimiliki oleh BPMKB setidaknya pasti harus mengacu pada visi dan
misi yang ingin dicapai dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bogor.
Perbedaan BPMKB dengan dinas, kantor, dan badan lainnya yang berada di
bawah Pemerintah Kota Bogor terletak pada tugas pokok, fungsi, dan
struktur organisasinya. Berikut ini adalah visi dan misi dari Pemerintah Kota
Bogor.
1. Visi Kota Bogor
Visi Kota Bogor adalah menjadi "Kota Jasa yang Nyaman dengan
Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah".
2. Misi Kota Bogor
a. Mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada
jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
b. Mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana
dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.
c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan
berketerampilan.
d. Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien serta
menjunjung tinggi supremasi hukum.
5.1.4 Tugas Pokok BPMKB Kota Bogor
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana
mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan di bidang Pemberdayaan
Masyarakat dan Keluarga Berencana.
53
5.1.5 Fungsi BPMKB Kota Bogor
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana dalam
melaksanakan tugas pokoknya mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga Berencana
2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat
dan Keluarga Berencana
3. Pembinaan dan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya
5.1.6 Struktur Organisasi BPMKB Kota Bogor
BPMKB Kota Bogor dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang
membawahi kepala-kepala sebagai pemimpin dari bagian-bagian dan
bidang-bidang yang ada. Struktur organisasi Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Keluarga Berencana terdiri atas :
1. Kepala Badan
2. Sekretariat
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Sub Bagian Keuangan
c. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan
3. Bidang Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Partisispasi
Masyarakat
a. Sub Bidang Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan
b. Sub Bidang Pengembangan Partisipasi Masyarakat
4. Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat dan Teknologi Tepat
Guna
a. Sub Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat
b. Sub Bidang Pengembangan Sumber Daya dan Teknologi Tepat Guna
5. Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
a. Sub Bidang Pemberdayaan Perempuan
b. Sub Bidang Perlindungan Anak
54
6. Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
a. Sub Bidang Keluarga Berencana
b. Sub Bidang Keluarga Sejahtera
Pada struktur organisasi, dari tujuh belas jabatan yang ada, sepuluh
jabatan dimiliki oleh wanita, yaitu Kepala Badan, Kasubag Keuangan,
Kabid Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat,
Kasubid Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan, Kasubid Pengembangan
Partisipasi Masyarakat, Kasubid Pemberdayaan Usaha Ekonomi
Masyarakat, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Kasubid Pemberdayaan Perempuan, Kabid Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtera, dan Kasubid Keluarga Berencana.
Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan wanita dapat dikatakan
memegang peranan yang penting dalam instansi. Walaupun jumlah pegawai
wanita yang lebih sedikit daripada pegawai pria menandakan bahwa akses
wanita masih kurang, tetapi kontrol wanita cukup besar terhadap instansi.
Gambaran yang lebih jelas mengenai struktur organisasi BPMKB Kota
Bogor dapat dilihat pada Gambar 3.
55
Gambar 3. Struktur organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor
Sumber : Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2008 Nomor 3 Seri D
Sub Bidang
Keluarga Sejahtera
Sub Bidang
Keluarga Berencana
Sub Bidang Pengembangan dan Partisipasi
Masyarakat
Sub Bidang Pemberdayaan
Lembaga Kemasyarakatan
Bidang Keluarga
Berencana dan
Keluarga Sejahtera
Bidang Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
Bidang Pemberdayaan
Usaha Ekonomi
Masyarakat dan Teknologi Tepat Guna
Bidang Penguatan
Kelembagaan dan
Pengembangan Partisipasi Masyarakat
Sub Bagian Perencanaan
dan Pelaporan
Sub Bagian Keuangan
Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian
Sekretariat
Kepala Badan
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sub Bidang
Perlindungan Anak
Sub Bidang
Pemberdayaan Perempuan
Sub Bidang Pengembangan Sumber Daya dan Teknologi
Tepat Guna
Sub Bidang Pemberdayaan
Usaha Ekonomi
Masyarakat
56
5.1.7 Aspek Ketenagakerjaan (Sumber Daya Manusia)
1. Komposisi Pegawai
BPMKB Kota Bogor memiliki 124 orang pegawai, yang terdiri dari
112 pegawai tetap dan 12 orang TKK (Tenaga Kerja Kontrak). Berdasarkan
jenis kelamin, pegawai BPMKB terdiri dari 70 orang pria dan 54 orang
wanita. Pegawai BPMKB jika dibedakan menurut tugas kerja, terdiri dari 56
orang yang bekerja di balai (kantor) dan 68 orang yang bekerja di lapangan.
Ini berarti jumlah pegawai yang bekerja di lapangan lebih banyak daripada
yang bekerja di balai (kantor).
Penelitian ini hanya melibatkan pegawai tetap, karena TKK berada
di bawah tanggung jawab langsung Pemerintah Kota Bogor (terutama dalam
hal penggajian), dan TKK tidak memiliki sistem pangkat yang dinamakan
golongan. Oleh karena itu, standar gaji yang diterapkan pada mereka pun
berbeda, tidak didasarkan pada golongan seperti pada pegawai tetap. Dari
jumlah pegawai tetap, diketahui bahwa pegawai pria berjumlah 60 orang
dan pegawai wanita berjumlah 52 orang. Tetapi dari 52 orang pegawai tetap
wanita yang terdapat di instansi, sebanyak 50 orang yang resmi menjadi
responden penelitian. Hal ini disebabkan seorang pegawai sedang cuti
bersalin dan seorang pegawai lainnya sedang dibebastugaskan untuk
sementara.
Tabel 2 memperlihatkan komposisi pegawai tetap wanita
berdasarkan kategori jabatan, pangkat (golongan ruang), dan besar gaji
pokok yang menjadi dasar pengkategorian karier.
Tabel 2. Komposisi pegawai tetap wanita berdasarkan kategori jabatan, pangkat (golongan ruang), dan besar gaji pokok
No. Dasar Pengkategorian Karier Kategori
Jumlah (orang) Tinggi Rendah
1. Jabatan 19 31 50
2. Pangkat (golongan ruang) 29 21 50
3. Besar Gaji Pokok 29 21 50
57
2. Jam Kerja
Pegawai BPMKB Kota Bogor bekerja selama lima hari dalam
seminggu, yaitu hari Senin sampai dengan hari Jumat. Jam kerja dimulai
pukul 07.30 WIB dan berakhir pukul 15.30 WIB (untuk hari Senin sanpai
dengan Kamis) atau pukul 16.00 WIB (khusus untuk hari Jumat). Pada hari
kerja, lembur hanya diperbolehkan maksimal selama 3 jam setelah jam kerja
berakhir. Tetapi pada hari libur, lembur maksimal selama 8 jam dan
pegawai berhak memperoleh upah atas lembur yang dilakukan. Biasanya,
lembur pada hari libur ini dilakukan karena adanya suatu kegiatan yang
penting.
3. Pakaian Dinas
Para pegawai di BPMKB mengenakan pakaian dinas berwarna hijau
sesuai dengan peraturan yang terdapat pada Himpunan Peraturan Pakaian
Dinas Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah
Tingkat I Jawa Barat Tahun 1997. Pakaian dinas ini dikenakan setiap hari
Senin sampai dengan hari Kamis. Pada hari Jumat, pegawai diberi
kebebasan untuk mengenakan pakaian selain pakaian dinas, yang penting
rapi dan sopan.
4. Hak-Hak Pegawai
Sebagai Pegawai Negeri Sipil, para pegawai yang bekerja di
BPMKB memperoleh hak-hak yang sama dengan para pegawai lainnya
yang bekerja di bawah Pemerintah Kota Bogor, seperti hak cuti. Hak cuti
terdiri dari cuti tahunan, cuti sakit, cuti bersalin, cuti alasan penting, cuti di
luar tanggungan negara, dan cuti besar. Persyaratan dan ketentuan untuk
masing-masing cuti diatur dalam Himpunan Peraturan Kepegawaian Jilid I
Badan Kepegawaian Negara Tahun 1977.
Cuti tahunan ditetapkan maksimal 12 hari dalam setahun dan jumlah
tersebut belum dikurangi dengan cuti bersama yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Misalnya dalam setahun pemerintah pusat menetapkan 4
hari sebagai cuti bersama, maka pegawai hanya berhak mengajukan cuti
maksimal selama 8 hari. Cuti sakit diajukan jika pegawai mengalami sakit
dan memerlukan waktu yang relatif lama untuk penyembuhan/pengobatan.
58
Cuti yang erat kaitannya dengan kehidupan pegawai wanita antara
lain cuti bersalin. Cuti bersalin ini dibatasi hanya sampai anak ke tiga dan
ditetapkan selama 3 bulan, yakni 1 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan
setelah melahirkan. Bila ternyata pegawai melahirkan lebih lambat dari
waktu yang semula telah diajukan, maka pegawai tidak bisa menambah
masa cuti setelah melahirkan dan harus tetap masuk kerja sesuai waktu yang
telah diajukan semula.
Di lingkungan PNS, tidak diberlakukan cuti haid. Lagipula dalam
UU No. 13 Tahun 2003, dijelaskan bahwa sekarang ini cuti haid tidak lagi
menjadi hak mutlak bagi pekerja perempuan, melainkan suatu izin boleh
tidak masuk kerja. Jadi bila ada pegawai wanita yang mengalami gangguan
atau merasakan sakit selama masa haid, maka pegawai diperbolehkan
mengajukan izin sakit kepada instansi. Izin sakit karena haid ini biasanya
hanya selama 2 hari. Cuti alasan penting dapat diajukan bila ada keperluan
yang sangat penting, seperti ada anggota keluarga yang meninggal.
Cuti di luar tanggungan negara dapat diajukan jika hak cuti pegawai
telah habis. Jadi, selama masa cuti ini pegawai tidak berhak menerima upah
dari negara. Cuti besar dapat diajukan oleh pegawai yang hendak cuti dalam
waktu yang relatif lama, seperti pergi haji, dengan syarat pegawai tersebut
harus berstatus aktif sebagai pegawai dan kerja ekstra selama 6 tahun.
Pegawai juga berhak memperoleh gaji setiap bulan sebagai bayaran
atas pekerjaan mereka. Besar upah/gaji pokok yang mereka dapatkan sesuai
dengan pangkat/golongan ruang yang mereka miliki dan juga berdasarkan
pertimbangan lama masa kerja mereka. Sebagaimana yang dirasakan oleh
sebagian besar pegawai wanita, mereka merasa tidak dibeda-bedakan dalam
hal pemberian upah. Pegawai wanita memperoleh upah yang sama dengan
pegawai pria, karena pria dan wanita dipandang setara di instansi tempat
mereka bekerja. Misalnya, pegawai pria dan pegawai wanita dengan
golongan dan masa kerja yang sama, pasti akan memperoleh upah yang
sama besar.
Selain hak-hak tersebut, para petugas lapang di BPMKB juga
mendapatkan fasilitas khusus berupa sepeda motor untuk alat transportasi
59
mereka sehari-hari. Hal ini untuk memudahkan kinerja mereka yang hampir
setiap hari harus berkeliling mendatangi sejumlah Posyandu di kelurahan
yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing. BPMKB juga
berencana memberikan laptop untuk setiap petugas lapang, agar laporan
hasil kerja mereka setiap bulan bisa dikirim ke kantor secara online,
sehingga penyusunan laporan secara keseluruhan tidak lagi terhambat
karena keterlambatan pengumpulan laporan dari petugas lapang.
Para pegawai juga berhak untuk mengajukan kenaikan pangkat atau
golongan setiap 4 tahun sekali untuk pelaksana, dan setiap 2 tahun sekali
untuk pejabat fungsional. Naik atau tidaknya pangkat mereka ditentukan
oleh tingkat kelulusan dari hasil ujian yang mereka peroleh. Pejabat
fungsional bisa mengajukan kenaikan pangkat jika telah memenuhi angka
kredit yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya, jarang sekali pejabat
fungsional yang bisa naik pangkat dalam jangka waktu 2 tahun. Mereka
umumnya naik pangkat setiap 4 tahun, sama seperti pelaksana, karena
mereka tidak bisa memperoleh kredit yang telah ditetapkan dalam jangka
waktu 2 tahun. Oleh karena itu, BPMKB merencanakan waktu kenaikan
pangkat untuk pelaksana dan pejabat fungsional akan disamakan, yaitu
setiap 4 tahun sekali.
Pegawai berhak pensiun dan mendapatkan tunjangan hari tua setelah
mencapai umur 55 tahun. Penentuan umur pensiun ini sama antara pegawai
pria dan wanita. Selain itu, pegawai juga mendapatkan tunjangan-tunjangan
lainnya, seperti tunjangan jabatan dan tunjangan kesehatan.
5. Kegiatan Rutin
Apel pagi selalu dilaksanakan setiap hari, yaitu setiap pukul 07.30
WIB sebelum para pegawai mulai bekerja. BPMKB juga memiliki kegiatan
rutin yang dilaksanakan setiap minggu, yaitu pertemuan (rapat) rutin, senam
pagi, dan kerja bakti. Rapat rutin dilaksanakan setiap hari Selasa selama
sekitar satu jam setelah apel pagi dilaksanakan, sedangkan senam pagi dan
kerja bakti dilaksanakan setiap hari Jumat sebelum para pegawai mulai
bekerja.
60
6. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan secara keseluruhan diatur dan dirancang
oleh Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Bogor,
dengan melihat kebutuhan teknis masing-masing instansi. Contoh pelatihan
yang ditujukan untuk BPMKB dan sudah rutin dilaksanakan adalah
pelatihan untuk petugas Keluarga Berencana (KB). Sejauh ini belum ada
jenis pelatihan lainnya yang bersifat lebih spesifik untuk kepentingan
pegawai. Kalaupun ada, pelatihan tersebut masih sangat jarang dilakukan.
Pelatihan yang ada selama ini bersifat umum dan ditujukan untuk
seluruh instansi, serta berkaitan dengan job description, seperti Diklat
Khusus Pengadaan Barang dan Jasa atau Diklat Pemantapan Kapasitas
Penyidik Pembantu PNS. Diklat seperti ini juga biasanya hanya melibatkan
beberapa orang yang merupakan perwakilan dari masing-masing instansi.
Tidak semua pegawai bisa mengikuti pendidikan dan pelatihan yang
diadakan oleh BKPP.
5.2. Karakteristik Pegawai Wanita di BPMKB Kota Bogor
Pegawai wanita yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat
dikelompokkan berdasarkan beberapa karakteristik, yaitu usia, masa kerja, tingkat
pendidikan, dan status pernikahan.
5.2.1. Karakteristik Usia
Berikut ini adalah gambaran klasifikasi pegawai wanita berdasarkan
karakteristik usia:
Gambar 4. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan usia
61
Pegawai wanita yang bekerja di BPMKB Kota Bogor paling banyak
berada pada rentang usia 35-44 tahun, yaitu dengan persentase sebesar 38%
dari keseluruhan jumlah pegawai wanita. Sisanya berada pada rentang usia
45-54 tahun, 25-34 tahun, dan lebih dari 54 tahun dengan persentase
masing-masing sebesar 32%, 26%, dan 4% (Gambar 4).
5.2.2. Karakteristik Masa Kerja
Gambar 5 menunjukkan bahwa proporsi pegawai wanita BPMKB
Kota Bogor memiliki masa kerja yang hampir menyebar secara merata, di
mana mayoritas memiliki lama masa kerja antara 15,1-20 tahun yaitu
sebesar 26%. Persentase pegawai dengan lama masa kerja 5,1-10 tahun
sebesar 22%, diikuti oleh masa kerja 1-5 tahun dan 10,1-15 tahun yang
besarnya sama yaitu 20%, dan masa kerja lebih dari 20 tahun sebesar 12%.
Gambar 5. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan masa kerja
5.2.3. Karakteristik Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
tingkat pendidikan formal tertinggi yang terakhir ditempuh oleh pegawai
wanita. Informasi mengenai gambaran tingkat pendidikan ini penting karena
diduga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pegawai maka semakin
tinggi pula karier yang akan dicapai oleh pegawai wanita, berkaitan dengan
kesadaran dan keinginan untuk mencapai karier yang tinggi tersebut.
Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa dari 50 orang pegawai,
diperoleh bahwa pegawai wanita yang memiliki tingkat pendidikan SD dan
SMP memiliki jumlah yang paling sedikit, yaitu masing-masing hanya
62
sebesar 2%. Pegawai wanita dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat
memiliki jumlah yang paling banyak, yaitu 46%, diikuti oleh tingkat
pendidikan S1 dan S2, masing-masing dengan persentase sebesar 36% dan
14%.
Berdasarkan data tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa
pegawai wanita yang memiliki tingkat pendidikan SMA jumlahnya cukup
banyak, hampir setengah dari jumlah pegawai wanita. Begitu pula dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi (S1 dan S2) yang jumlahnya tepat
setengah (50%) dari keseluruhan jumlah pegawai wanita. Hal ini
menunjukkan bahwa pegawai wanita yang bekerja di BPMKB Kota Bogor
memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Persentase responden
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat secara jelas pada Gambar 6.
Gambar 6. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan tingkat pendidikan
5.2.4. Karakteristik Status Pernikahan
Pegawai wanita dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok sesuai
status pernikahannya, yaitu pegawai wanita yang sudah menikah dan belum
menikah. Hal ini karena berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran
kuesioner, tidak ada pegawai wanita yang memilih status pernikahan
“pernah menikah”. Jadi, hanya ada dua kelompok status pernikahan yang
menggambarkan pegawai wanita secara keseluruhan.
Mayoritas pegawai wanita memiliki status sudah menikah, yaitu
dengan besar persentase 92%. Jumlah ini jauh lebih banyak bila
dibandingkan dengan jumlah pegawai wanita yang belum menikah, yaitu
hanya sebesar 8%. Hal ini menggambarkan bahwa hampir semua pegawai
63
wanita yang bekerja di BPMKB Kota Bogor memiliki status pernikahan
“sudah menikah”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Karakteristik pegawai wanita berdasarkan status pernikahan
5.3. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel-variabel Penelitian
Analisis persepsi digunakan untuk mengkaji jawaban dan penilaian pegawai
mengenai setiap variabel yang digunakan dalam penelitian. Berikut ini hasil dari
analisis persepsi yang telah dilakukan :
1. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Motivasi
Persepsi pegawai tentang variabel motivasi sudah baik secara keseluruhan.
Pegawai bekerja untuk menambah penghasilan keluarga, karena ingin
memanfaatkan ilmu atau keahlian (pendidikan) yang dimiliki, dan karena ingin
mencapai prestasi dalam pekerjaan mereka. Hasil analisis ini dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel motivasi
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Bekerja untuk menambah penghasilan keluarga
4.14 Setuju Baik
2. Bekerja karena ingin memanfaatkan ilmu atau keahlian (pendidikan) yang dimiliki
4.12 Setuju Baik
3. Bekerja karena ingin mencapai prestasi dalam pekerjaan dan mengembangkan karier
4.00 Setuju Baik
Rataan Total 4.09 Setuju Baik
64
2. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Peran Ganda
Tabel 4. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel peran ganda
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Rendahnya tuntutan keluarga untuk menjadi istri dan ibu yang baik (bagi yang sudah menikah) atau anak yang baik (bagi yang belum menikah)
3.28 Kurang setuju Kurang baik
2. Rasa tanggung jawab yang sama besar terhadap tugas di rumah dan di kantor, tidak merasa lebih bertanggung jawab atas salah satu tugas
3.88 Setuju Baik
3. Keberhasilan dalam menjalankan peran di dalam keluarga dan di kantor
3.62 Setuju Baik
4. Pengaruh peran ganda yang dimiliki terhadap pengembangan karier
3.52 Setuju Baik
Rataan Total 3.58 Setuju Baik
Kesimpulan yang dapat diambil dari Tabel 4 adalah pegawai cenderung
dituntut oleh keluarganya untuk menjadi istri dan ibu yang baik (bagi yang sudah
menikah) atau anak yang baik bagi orang tua (bagi yang belum menikah).
Pegawai merasa tanggung jawab mereka di rumah dan di kantor sama besar,
mereka tidak merasa lebih bertanggung jawab atas salah satu tugas. Selain itu,
pegawai merasa telah berhasil menjalankan peran di dalam keluarga dan di kantor.
Peran ganda yang mereka miliki juga mempengaruhi karier yang mereka capai
saat ini. Secara keseluruhan, persepsi pegawai tentang variabel peran ganda sudah
baik.
3. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Rasa Bersalah
Tabel 5. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel rasa bersalah
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Perasaan tidak bersalah/ khawatir jika : a. anak diasuh oleh pembantu/anggota
keluarga lain atau dititipkan pada jasa penitipan anak (bagi yang sudah memiliki anak)
b. orang tua diurus oleh anggota keluarga yang lain atau dimasukkan ke panti jompo (bagi yang belum memiliki anak)
2.68 Kurang setuju Kurang baik
2. Pengaruh rasa bersalah yang dimiliki terhadap pengembangan karier
3.22 Kurang setuju Kurang baik
Rataan Total 2.95 Kurang setuju Kurang baik
65
Berdasarkan Tabel 5, pegawai cenderung merasa bersalah dan khawatir jika
anak-anaknya diasuh oleh pembantu, anggota keluarga lain, atau dititipkan pada
jasa penitipan anak (bagi yang sudah memiliki anak). Pegawai yang belum
memiliki anak juga cenderung merasa bersalah jika orang tua mereka diurus oleh
anggota keluarga lain atau dimasukkan ke panti jompo. Selain itu, rasa bersalah
yang dimiliki mempengaruhi pengembangan karier mereka.
4. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Berani Sukses
Pegawai merasa berani untuk meraih kesuksesan. Pegawai merasa berani
untuk sukses, walaupun jika jabatan yang dimiliki atau penghasilan yang
diperoleh lebih tinggi daripada pasangan. Tetapi, pegawai kurang merasa bahwa
kesuksesan itu bukan sesuatu yang menyulitkan diri sendiri dan orang-orang di
sekitar, terutama keluarga. Dengan kata lain, pegawai masih merasa bahwa
kesuksesan itu adalah sesuatu yang cukup menyulitkan. Persepsi pegawai tentang
variabel berani sukses sudah baik secara keseluruhan (Tabel 6).
Tabel 6. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel berani sukses
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Perasaan berani untuk sukses, terutama jika jabatan yang dimiliki lebih tinggi daripada pasangan
4.12 Setuju Baik
2. Perasaan berani untuk sukses, terutama jika penghasilan yang diperoleh lebih tinggi daripada pasangan
3.88 Setuju Baik
3. Perasaan bahwa kesuksesan itu bukan sesuatu yang menyulitkan diri sendiri dan orang-orang di sekitar, termasuk keluarga
3.28 Kurang setuju Kurang baik
Rataan Total 3.76 Setuju Baik
5. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Pengalaman
Tabel 7. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel pengalaman
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Partisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh BPMKB
4.08 Setuju Baik
2. Partisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh Pemkot Bogor
3.96 Setuju Baik
3. Keaktifan dalam menghadiri kegiatan pertemuan dengan unit-unit kerja lain di Kota Bogor
3.74 Setuju Baik
4. Pengaruh pengalaman dan keaktifan terhadap pengembangan karier
4.16 Setuju Baik
Rataan Total 3.99 Setuju Baik
66
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan Tabel 7 adalah pegawai telah
berpengalaman dan aktif dalam kegiatan-kegiatan di kantor maupun Pemerintah
Kota Bogor. Hal ini terlihat dari sebagian besar pegawai yang senantiasa
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh BPMKB maupun
Pemerintah Kota Bogor, dan aktif menghadiri kegiatan pertemuan dengan unit-
unit kerja lain di Kota Bogor. Pengalaman dan keaktifan yang mereka miliki juga
mempengaruhi pengembangan karier mereka. Secara keseluruhan, persepsi
pegawai tentang variabel pengalaman sudah baik.
6. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Tingkat Kesadaran Gender
Tabel 8. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel tingkat kesadaran gender
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Suami tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga
4.06 Setuju Baik
2. Wanita tidak hanya bertugas mengurus anak dan keluarga (rumah tangga)
4.14 Setuju Baik
3. Wanita boleh bekerja di luar rumah 4.22 Sangat Setuju Sangat baik
4. Wanita dan pria memiliki hak yang sama untuk menjadi seorang pemimpin
4.18 Setuju Baik
5. Pria dan wanita memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan dalam memperoleh suatu pekerjaan atau jabatan
4.38 Sangat Setuju Sangat baik
6. Pria boleh mengerjakan pekerjaan wanita, termasuk ikut mengurus pekerjaan dan masalah rumah tangga
4.20 Setuju Baik
7. Tidak hanya pria yang berkewajiban mencari nafkah
4.08 Setuju Baik
8. Pengaruh tingkat kesadaran gender terhadap pengembangan karier
3.90 Setuju Baik
Rataan Total 4.15 Setuju Baik
Tabel 8 memperlihatkan bahwa tingkat kesadaran gender yang dimiliki
oleh pegawai sudah baik. Hal ini terbukti dari persepsi yang baik untuk sebagian
besar pernyataan yang berkaitan dengan tingkat kesadaran gender. Bahkan ada
dua buah pernyataan yang sangat baik persepsinya, yaitu mengenai boleh atau
tidaknya wanita bekerja di luar rumah dan hak untuk mendapatkan kesempatan
yang sama dalam memperoleh suatu pekerjaan/jabatan antara pria dan wanita.
Suami tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga, wanita tidak
hanya bertugas mengurus rumah tangga, wanita sangat boleh bekerja di luar
rumah. wanita dan pria memiliki hak yang sama untuk menjadi seorang
67
pemimpin, pria dan wanita memiliki hak yang sangat sama untuk mendapatkan
kesempatan dalam memperoleh suatu pekerjaan/jabatan, pria boleh mengerjakan
pekerjaan wanita, tidak hanya pria yang berkewajiban mencari nafkah, serta
tingkat kesadaran gender mempengaruhi pengembangan karier. Hal ini
menandakan bahwa sebagian besar pegawai sudah memahami alokasi hak,
kewajiban, peran, dan tanggung jawab antara pria dan wanita.
7. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Dukungan Keluarga
Tabel 9. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel dukungan keluarga
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Perasaan tidak terganggu yang dirasakan oleh keluarga bila pegawai bekerja di luar rumah
4.12 Setuju Baik
2. Izin keluarga untuk menjadi wanita karier (mencapai prestasi dan mengembangkan karier)
4.14 Setuju Baik
3. Kesediaan keluarga untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas di rumah
4.20 Setuju Baik
4. Rasa tidak keberatan dari keluarga jika pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh peran pengganti (anggota keluarga lain atau pembantu)
3.80 Setuju Baik
5. Sikap pengertian yang diberikan oleh keluarga jika sedang mengalami stres karena pekerjaan di kantor
3.98 Setuju Baik
6. Kesediaan keluarga untuk ikut membantu dengan senang hati bila terdapat masalah dalam pekerjaan
3.98 Setuju Baik
7. Adanya anggota keluarga lain yang bersedia dan bisa menggantikan untuk mengasuh anak (bagi yang sudah memiliki anak) atau mengurus orang tua (bagi yang belum memiliki anak)
3.96 Setuju Baik
8. Dukungan secara penuh yang diberikan oleh keluarga terhadap karier
4.26 Sangat setuju Sangat baik
9. Pengaruh dukungan keluarga yang diberikan terhadap pengembangan karier
4.24 Sangat setuju Sangat baik
Rataan Total 4.08 Setuju Baik
Hasil dari analisis persepsi yang dapat disimpulkan berdasarkan Tabel 9
adalah keluarga tidak merasa terganggu bila pegawai bekerja di luar rumah,
keluarga mengizinkan pegawai untuk menjadi wanita karier, bersedia bekerja
sama untuk menyelesaikan tugas di rumah, tidak merasa keberatan jika pekerjaan
rumah tangga dilakukan oleh peran pengganti, dan mengerti jika pegawai sedang
mengalami stres karena pekerjaan di kantor. Selain itu, keluarga dengan senang
hati ikut membantu bila terdapat masalah dalam pekerjaan, pegawai memiliki
68
anggota keluarga lain yang bersedia menggantikan pegawai untuk mengasuh anak
dan mengurus orang tua, serta keluarga sangat mendukung karier pegawai
sepenuhnya dan dukungan keluarga yang diberikan sangat mempengaruhi
pengembangan karier. Tabel 9 menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang
diterima oleh sebagian besar pegawai sudah baik.
8. Analisis Persepsi Pegawai tentang Variabel Lingkungan Kerja
Tabel 10. Analisis persepsi dengan rataan skor tentang variabel lingkungan kerja
No. Pernyataan Skor Rataan
Tanggapan Interpretasi
1. Pemberian kesempatan yang sama antara pria dan wanita untuk mendapatkan pangkat dan posisi/jabatan tertentu
4.22 Sangat setuju Sangat baik
2. Kepuasan terhadap tunjangan dan jaminan pekerjaan yang diterima
3.78 Setuju Baik
3. Kondisi kerja yang ada selama ini (ketenangan, kenyamanan, dan keamanan)
3.64 Setuju Baik
4. Hubungan dengan rekan kerja di BPMKB
4.18 Setuju Baik
5. Kepuasan dalam mendapatkan hak-hak yang memperhatikan faktor biologis sebagai wanita, seperti cuti bersalin atau ketersediaan fasilitas ketika sedang haid
3.98 Setuju Baik
6. Kesesuaian beban kerja pada pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki
3.84 Setuju Baik
7. Pemberian akses pelayanan kesehatan yang sama antara pria dan wanita
4.16 Setuju Baik
8. Kebijakan instansi yang tidak pernah memberhentikan seorang pegawai karena alasan hamil atau cuti bersalin
4.08 Setuju Baik
9. Penentuan umur pensiun yang sama bagi pria dan wanita
4.22 Sangat setuju Sangat baik
10. Pengaruh lingkungan kerja terhadap pengembangan karier
4.00 Setuju Baik
Rataan Total 4.01 Setuju Baik
Berdasarkan Tabel 10, lingkungan kerja yang ada saat ini sudah dinilai baik
oleh sebagian besar pegawai. Instansi sangat memberikan kesempatan yang sama
antara pria dan wanita untuk mendapatkan pangkat dan posisi/jabatan tertentu,
pegawai puas terhadap tunjangan dan jaminan pekerjaan yang diterima, kondisi
kerja yang ada selama ini sudah baik (tenang, nyaman, dan aman), pegawai
memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja, pegawai puas karena
mendapatkan hak-hak yang memperhatikan faktor biologis sebagai wanita, beban
kerja pada pekerjaan sudah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, instansi
memberikan akses pelayanan kesehatan yang sama antara pria dan wanita, instansi
69
tidak pernah memberhentikan seorang pegawai karena alasan hamil atau cuti
bersalin, penentuan umur pensiun yang sama (benar-benar tidak ada perbedaan)
antara pria dan wanita, serta lingkungan kerja memiliki pengaruh terhadap karier
yang dicapai oleh pegawai wanita.
5.4. Analisis Persepsi Pegawai berdasarkan Karakteristik Pegawai
Analisis persepsi berdasarkan karakteristik digunakan untuk mengkaji
jawaban dan penilaian pegawai mengenai setiap variabel yang digunakan dalam
penelitian secara lebih mendalam, sehingga dapat dilihat persepsi dari setiap
kategori karakteristik yang ada.
1. Analisis Persepsi Pegawai berdasarkan Karakteristik Usia
Tabel 11. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan usia pegawai
No. Kategori
Usia (tahun)
Motivasi Peran Ganda
Rasa Bersalah
Berani Sukses Pengalaman
Tingkat Kesadaran
Gender
Dukungan Keluarga
Lingkungan Kerja
1. 25-34 3.95 3.56 3.04 3.72 3.77 4.01 3.96 3.92
2. 35-44 4.16 3.59 2.87 3.82 4.08 4.18 4.11 4.11
3. 45-54 4.08 3.56 2.88 3.75 3.97 4.19 4.10 3.92
4. > 54 4.17 3.38 3.50 3.50 4.63 4.31 4.28 4.45
Rataan Total 4.09 3.52 3.07 3.70 4.11 4.17 4.11 4.10
Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa persepsi pegawai tentang
motivasi pada semua katego ri usia sudah baik, dengan nilai paling tinggi pada
kategori usia lebih dari 54 tahun dan nilai paling rendah pada kategori usia 25-34
tahun. Ini berarti bahwa semakin tua usia, semakin tinggi pula motivasi pribadi
yang dimiliki untuk bekerja. Hal ini dapat disebabkan kematangan usia yang
membuat pegawai merasa lebih bersemangat dalam bekerja dan meraih prestasi
yang lebih baik dalam pekerjaan. Persepsi pegawai tentang peran ganda pada
semua kategori usia sudah baik, kecuali pada usia lebih dari 54 tahun di mana
persepsinya kurang baik. Hal ini karena pada usia tersebut, ternyata mereka tetap
dituntut untuk menjalankan peran ganda, yaitu peran di rumah dan di kantor. Pada
kategori usia ini juga pegawai memiliki kecenderungan untuk merasa lebih
bertanggung jawab atas salah satu peran.
Pegawai memiliki persepsi yang kurang baik tentang variabel rasa bersalah,
kecuali pada pegawai yang berusia lebih dari 54 tahun. Persepsi mereka tentang
variabel ini sudah baik. Hal ini karena pada umumnya pegawai pada kategori usia
tersebut berada dalam keluarga yang sudah memasuki tahapan emptiness, di mana
70
anak-anak mereka sudah besar dan beberapa anak bahkan semua anak yang
dimiliki sudah hidup secara mandiri dan meninggalkan mereka. Mayoritas dari
mereka pun sudah tidak memiliki orang tua. Jadi, mereka tidak memiliki perasaan
bersalah yang besar terhadap anak-anak atau orang tua mereka. Berbeda dengan
pegawai dengan kategori usia di bawah 54 tahun, di mana mereka merasa bersalah
dan khawatir jika anak atau orang tua mereka diurus oleh orang lain selain
mereka.
Persepsi pegawai tentang variabel berani sukses sudah baik, dengan nilai
tertinggi pada kategori usia 35-44 tahun dan nilai terendah pada kategori usia
lebih dari 54 tahun. Persepsi pegawai tentang pengalaman sudah baik pada
kategori usia 25-34 tahun, 35-44 tahun, dan 45-54 tahun, dengan nilai terkecil
pada kategori usia 25-34 tahun. Sedangkan untuk usia di atas 54 tahun, persepsi
pegawai tentang pengalaman sudah sangat baik. Hal ini menandakan bahwa usia
pegawai secara tidak langsung dapat mempengaruhi pengalaman yang dimiliki.
Persepsi pegawai untuk variabel tingkat kesadaran gender sudah baik pada
semua kategori usia, kecuali pada kategori usia lebih dari 54 tahun, di mana
kategorinya sudah sangat baik. Hal ini berarti bahwa semakin tua usia, semakin
baik pula kesadaran gender yang dimiliki. Persepsi pegawai tentang dukungan
keluarga sudah baik pada kategori usia 25-34 tahun, 35-44 tahun, dan 45-54
tahun, dengan nilai terkecil pada kategori usia 25-34 tahun. Sedangkan untuk usia
di atas 54 tahun, persepsi pegawai tentang dukungan keluarga sudah sangat baik.
Dapat disimpulkan bahwa dengan semakin bertambahnya usia, semakin besar
pula dukungan keluarga yang diberikan dalam pekerjaan.
Pegawai memiliki persepsi yang sudah baik tentang lingkungan kerja,
kecuali pada pegawai dengan usia lebih dari 54 tahun, di mana persepsi mereka
sudah sangat baik. Kematangan usia dapat menyebabkan mereka lebih fleksibel
dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan kerja saat ini. Mereka berusaha
untuk membuat diri mereka merasa senyaman mungkin walaupun masih terdapat
hal-hal yang dirasakan kurang. Intinya, mereka lebih bisa menerima berbagai
kekurangan yang ada dan sebagian besar sudah merasa puas dengan kondisi
lingkungan kerja saat ini.
71
2. Analisis Persepsi Pegawai berdasarkan Karakteristik Masa Kerja
Tabel 12. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan masa kerja pegawai
No.
Kategori Masa Kerja
(tahun)
Motivasi Peran Ganda
Rasa Bersalah
Berani Sukses
Pengalaman Tingkat
Kesadaran Gender
Dukungan Keluarga
Lingkungan Kerja
1. 1-5 4.00 3.48 2.85 3.60 3.78 4.00 4.02 3.92
2. 5,1-10 4.12 3.73 2.82 3.88 4.02 4.11 4.07 4.11
3. 10,1-15 4.23 3.53 3.20 3.87 4.05 4.44 4.13 4.07
4. 15,1-20 4.03 3.62 2.96 3.79 4.12 4.15 4.08 4.02
5. > 20 4.00 3.38 2.83 3.56 3.88 3.94 4.06 3.87
Rataan Total 4.08 3.54 2.93 3.74 3.97 4.13 4.07 4.00
Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi pegawai tentang motivasi pada
kategori masa kerja 10,1-15 tahun sudah sangat baik, sedangkan pada keempat
kategori lainnya persepsi pegawai sudah baik. Pada awal-awal masa kerja,
pegawai masih dalam tahap penyesuaian, sehingga motivasinya tidak terlalu
tinggi. Lalu pada kategori masa kerja 10,1-15 tahun, pegawai sudah mampu
menyesuaikan dan merasa nyaman dengan pekerjaan yang dijalankannya,
sehingga motivasinya tinggi. Sedangkan pada pegawai yang masa kerjanya sudah
lama, motivasi kembali menurun, mungkin karena pegawai merasa jenuh atau
sudah merasa cukup memanfaatkan ilmu dan menghasilkan prestasi mereka
selama bekerja. Persepsi pegawai tentang peran ganda pada semua kategori masa
kerja sudah baik, kecuali pada masa kerja di atas 20 tahun di mana persepsinya
kurang baik.
Pegawai memiliki persepsi yang kurang baik tentang variabel rasa bersalah
pada semua kategori masa kerja. Ini berarti pegawai cukup merasa bersalah bila
tidak bisa mengurus anak-anak atau orang tua mereka, baik yang masa kerjanya
belum lama maupun sudah lama. Persepsi pegawai tentang variabel berani sukses
sudah baik pada semua kategori masa kerja. Begitu juga dengan persepsi tentang
variabel pengalaman. Persepsi pegawai tentang pengalaman sudah baik untuk
semua kategori masa kerja.
Persepsi pegawai untuk variabel tingkat kesadaran gender sudah baik pada
semua kategori usia, dengan nilai terendah pada kategori masa kerja di atas 20
tahun dan nilai tertinggi pada kategori masa kerja 10,1-15 tahun. Persepsi pegawai
tentang dukungan keluarga sudah baik pada semua kategori usia, dengan nilai
72
tertinggi pada kategori masa kerja pertengahan, yaitu 10,1-15 tahun. Pada masa
kerja di bawah dan di atas kategori tersebut, dukungan keluarga relatif lebih kecil.
Pegawai memiliki persepsi yang sudah baik tentang lingkungan kerja,
dengan dua nilai terendah pada kategori masa kerja 1-5 tahun dan di atas 20 tahun.
Pada masa kerja 1-5 tahun, diperkirakan pegawai belum merasa puas dengan
lingkungan kerja yang ada. Lalu pada kategori masa kerja lebih dari 20 tahun,
kepuasan yang mereka peroleh dari lingkungan kerja cenderung menurun.
3. Analisis Persepsi Pegawai berdasarkan Karakteristik Tingkat Pendidikan
Tabel 13. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan tingkat pendidikan pegawai
No. Kategori Tingkat
Pendidikan Motivasi Peran
Ganda Rasa
Bersalah Berani Sukses
Pengalaman Tingkat
Kesadaran Gender
Dukungan Keluarga
Lingkungan Kerja
1. SD 4.00 3.00 3.50 3.00 4.50 3.75 3.67 4.00
2. SMP 4.33 3.75 3.50 4.00 4.75 4.88 4.89 4.90
3. SMA 4.04 3.68 2.70 3.90 3.97 4.01 4.01 3.97
4. S1 3.98 3.44 3.14 3.65 3.99 4.22 4.04 3.95
5. S2 4.43 3.54 3.07 3.67 3.86 4.36 4.30 4.16
Rataan Total 4.16 3.48 3.18 3.64 4.21 4.24 4.18 4.20
Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa persepsi tentang motivasi pada
kategori tingkat pendidikan SD, SMA, dan S1 sudah baik. Sedangkan pada
kategori SMP dan S2 sudah sangat baik. Pada tingkat pendidikan S2, hal ini
merupakan sesuatu yang wajar, karena tingkat pendidikan yang tinggi dapat
memberikan motivasi yang lebih dalam bekerja. Namun pada tingkat pendidikan
SMP, jumlah pegawai yang masuk dalam kategori tersebut hanya satu orang,
sehingga nilai tersebut kemungkinan besar tidak cukup mewakili. Ini
menunjukkan bahwa satu orang pegawai tersebut memiliki persepsi yang sangat
baik tentang motivasi, tetapi kurang mewakili kategori SMP secara keseluruhan.
Persepsi pegawai tentang peran ganda pada kategori SD kurang baik,
sedangkan pada kategori lainnya sudah baik. Hal ini menujukkan bahwa tuntutan
dalam menjalankan peran ganda yang besar cenderung dimiliki oleh pegawai
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Pegawai memiliki persepsi tentang
rasa bersalah yang kurang baik pada kategori usia SMA, S1, dan S2. Mereka
umumnya memiliki perasaan bersalah yang cukup besar jika anak mereka atau
orang tua mereka sampai harus dirawat oleh orang lain selain mereka. Beda
halnya dengan kategori pendidikan SD dan SMP di mana persepsi mereka sudah
73
baik. Mereka cenderung tidak merasa bersalah jika anak atau orang tua mereka
dirawat oleh orang lain.
Persepsi pegawai untuk variabel berani sukses sudah baik pada semua
kategori tingkat pendidikan, dengan nilai terendah pada kategori SD. Pegawai
memiliki persepsi yang baik tentang pengalaman pada kategori SMA, S1, dan S2.
Sedangkan pegawai pada kategori SD dan SMP memiliki persepsi yang sangat
baik. Hal ini dapat disebabkan pegawai pada kategori SD dan SMP umumnya
adalah pegawai yang masa kerjanya sudah lama, sehingga pengalaman yang
mereka miliki relatif lebih banyak dibandingkan dengan kategori tingkat
pendidikan yang lain, walaupun masa kerja yang lama tidak selalu menjamin
tingginya tingkat pengalaman dan keaktifan yang dimiliki.
Persepsi tentang kesadaran gender sudah baik pada kategori SD dan SMA.
Sedangkan kesadaran gender sudah sangat baik pada kategori SMP, S1, dan S2.
Secara keseluruhan, persepsi pegawai untuk kesadaran gender sudah baik.
Persepsi tentang dukungan keluarga pada kategori SMP sudah sangat baik,
sedangkan pada kategori lainnya sudah baik. Persepsi pegawai tentang lingkungan
kerja pada semua kategori tingkat pendidikan sudah baik, kecuali pada kategori
SMP di mana persepsinya sangat baik. Sekali lagi persepsi yang sangat baik pada
kategori SMP ini diduga kurang mewakili kategori SMP secara keseluruhan.
4. Analisis Persepsi Pegawai berdasarkan Karakteristik Status Pernikahan
Tabel 14. Analisis persepsi tentang variabel penelitian berdasarkan status pernikahan pegawai
No. Kategori
Status Pernikahan
Motivasi Peran Ganda
Rasa Bersalah
Berani Sukses Pengalaman
Tingkat Kesadaran
Gender
Dukungan Keluarga
Lingkungan Kerja
1 Sudah Menikah
4.10 3.54 2.91 3.72 3.98 4.14 4.07 4.02
2 Belum Menikah
3.83 3.88 3.25 4.17 4.06 4.25 4.11 3.88
Rataan Total 3.97 3.71 3.08 3.95 4.02 4.19 4.09 3.95
Tabel 14 memperlihatkan bahwa persepsi pegawai tentang motivasi pada
semua kategori pernikahan sudah baik, dengan nilai pada kategori belum menikah
lebih kecil daripada kategori sudah menikah. Hal ini disebabkan pegawai yang
sudah menikah pada umumnya memiliki faktor-faktor pendorong yang lebih besar
untuk bekerja, seperti suami dan anak-anak. Persepsi pegawai sudah baik untuk
variabel peran ganda, baik pada pegawai yang belum menikah maupun yang
sudah menikah. Nilai yang lebih kecil pada kategori sudah menikah menunjukkan
74
bahwa tuntutan dari keluarga cenderung lebih besar pada pegawai yang sudah
menikah (dari suami dan anak-anak) dibandingkan dengan pegawai yang belum
menikah (dari orang tua).
Persepsi pegawai tentang rasa bersalah kurang baik pada kedua kategori.
Rasa bersalah pada pegawai yang sudah menikah cenderung lebih besar
dibandingkan dengan pegawai yang belum menikah. Persepsi pegawai tentang
variabel berani sukses sudah baik, baik pada pegawai yang belum menikah
maupun sudah menikah. Namun keberanian untuk sukses pada pegawai yang
belum menikah lebih besar. Hal ini mungkin disebabkan oleh pertimbangan yang
lebih mudah untuk mencapai karier karena belum memiliki pasangan atau anak.
Untuk variabel pengalaman, pegawai pada kedua kategori pernikahan sudah
memiliki persepsi yang baik. Pegawai yang belum menikah maupun yang sudah
menikah memiliki persepsi yang baik tentang tingkat kesadaran gender. Persepsi
tentang dukungan keluarga pada kedua kategori pun sudah baik. Jadi, baik pada
pegawai yang belum menikah maupun yang sudah menikah, dukungan yang
diberikan oleh keluarga mereka sudah baik. Persepsi pegawai tentang lingkungan
kerja juga sudah baik pada kedua kategori status pernikahan.
5.5. Analisis Pengaruh Karakteristik terhadap Karier Wanita
Pada model regresi logistik, digunakan uji G untuk menguji arti penting
model secara keseluruhan. Statistik G ini menyebar menurut sebaran Chi-square
(χ2). Oleh karena itu, dalam pengujiannya, nilai G dapat dibandingkan dengan
nilai χ2 tabel pada α tertentu dan derajat bebas k-1. Pengujian ini juga bisa
dilakukan dengan melihat nilai p-value dari nilai G yang biasanya ditampilkan
oleh sofware-software statistik.
Pengolahan data menghasilkan nilai G sebesar 35,775 dengan p-value
sebesar 0,000. Nilai G yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai
χ2 tabel pada α = 5% dan df = 4 (35,775 > 9,49). Nilai p-value yang diperoleh dari
pengolahan data juga jauh di bawah nilai α (α = 5%). Ini berarti bahwa model
regresi logistik tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi
karier yang dicapai oleh pegawai wanita.
Berikut ini hasil pengolahan data secara ringkas dengan menggunakan
software Minitab 14 yang memperlihatkan p-value dan odds ratio (Tabel 15).
75
Tabel 15. Nilai p dan rasio odds untuk variabel karakteristik
No. Variabel Karakteristik p-value Keterangan Odds Ratio
1. Usia 0,002* Berpengaruh nyata 1,31
2. Masa kerja 0,658 Tidak berpengaruh nyata 0,96
3. Tingkat pendidikan 0,001* Berpengaruh nyata 31,21
4. Status pernikahan 0,898 Tidak berpengaruh nyata 0,79
Keterangan : *) signifikan pada α = 5%
Variabel karakteristik yang berpengaruh nyata terhadap karier yang dicapai
oleh pegawai wanita dilihat dari nilai p-value. Hasil pengolahan data
menunjukkan bahwa variabel usia dan tingkat pendidikan berpengaruh nyata
terhadap karier yang dicapai oleh pegawai wanita, karena memiliki nilai p-value
masing-masing sebesar 0,002 dan 0,001. Nilai ini lebih kecil daripada nilai α yang
telah ditentukan. Sedangkan variabel masa kerja dan status pernikahan tidak
berpengaruh nyata terhadap karier yang dicapai oleh pegawai wanita, karena
memiliki p-value lebih besar dari α, yaitu masing-masing sebesar 0,658 dan 0,898.
Rasio odds untuk variabel usia (X1) sebesar 1,31. Dari angka ini dapat
diartikan bahwa peluang pegawai wanita yang berusia lebih tua (satu tahun) untuk
mencapai karier yang tinggi adalah 1,31 kali dibandingkan dengan pegawai
wanita yang berusia lebih muda (satu tahun), jika masa kerja, tingkat pendidikan,
dan status pernikahan mereka sama. Artinya, pegawai wanita yang lebih tua
memiliki peluang yang lebih besar dalam mencapai karier yang tinggi.
Pada variabel tingkat pendidikan (X3), di mana X3 = 1 untuk tingkat
pendidikan tinggi dan X3 = 0 untuk tingkat pendidikan rendah, didapatkan rasio
odds sebesar 31,21. Ini berarti bahwa peluang pegawai wanita dengan tingkat
pendidikan yang tinggi adalah 31,21 kali dibandingkan dengan pegawai wanita
yang tingkat pendidikannya rendah, untuk mencapai karier yang tinggi (jika usia,
masa kerja, dan status pernikahan mereka sama). Jadi, peluang pegawai wanita
dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih besar daripada pegawai wanita
dengan tingkat pendidikan yang rendah dalam mencapai karier yang tinggi.
Berdasarkan nilai Concordant dapat disimpulkan bahwa 93,2% pengamatan
dengan kategori karier tinggi (Y = 1) diduga memiliki peluang yang lebih besar
pada kategori karier tinggi. Sedangkan nilai Discordant menunjukkan bahwa 6,6%
76
pengamatan dengan kategori karier rendah (Y = 0) diduga memiliki peluang yang
lebih besar pada kategori karier tinggi. Nilai Ties sebesar 1% merupakan
persentase pengamatan dengan peluang pada kategori karier tinggi sama dengan
peluang kategori karier rendah.
Kesimpulan dari hasil pengolahan data adalah bahwa analisis pengaruh
karakteristik terhadap karier wanita menunjukkan hubungan yang kuat dan daya
prediksi model yang baik. Hal ini ditandai oleh besarnya nilai Concordant (93,2%)
dan kecilnya nilai Discordant dan Ties (6,6% dan 1%). Selain itu juga terdapat
ukuran-ukuran seperti Somer’s D, Goodman-Kruskal Gamma, dan Kendall’s Tau-
a, yang masing-masing sebesar 0,87; 0,87; dan 0,44. Semakin mendekati ukuran-
ukuran ini ke nilai 1, semakin baik daya prediksi dari model dugaan yang
diperoleh. Selain itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis mayor ke-1 tidak
sepenuhnya terbukti, karena karakteristik pegawai wanita yang mempengaruhi
karier wanita hanya variabel usia dan tingkat pendidikan. Hasil pengolahan data
dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 6. Berikut ini uraian secara lebih
jelas mengenai variabel-variabel faktor internal yang berpengaruh terhadap karier
wanita di BPMKB Kota Bogor. Berikut ini uraian secara lebih jelas mengenai
variabel-variabel karakteristik yang berpengaruh terhadap karier wanita di
BPMKB Kota Bogor.
1. Usia Berpengaruh terhadap Karier Wanita di BPMKB Kota Bogor
Usia berpengaruh nyata terhadap karier wanita. Peluang pegawai wanita
yang berusia lebih tua (satu tahun) untuk mencapai karier yang tinggi adalah 1,31
kali dibandingkan dengan pegawai wanita yang berusia lebih muda (satu tahun).
Ini berarti bahwa semakin tua usia seorang pegawai wanita, maka semakin besar
peluang untuk mencapai karier yang tinggi. Hal ini disebabkan mayoritas wanita
yang memiliki karier tinggi adalah wanita yang menempati kategori usia 35-44
tahun, malah ada beberapa pegawai yang berusia lebih dari 44 tahun.
Bila dianalisis, usia diperkirakan memiliki hubungan secara tidak langsung
dengan masa kerja, karena sebagian besar pegawai dengan usia yang lebih tua
cenderung memiliki masa kerja yang lebih lama, walaupun tidak semua pegawai
dengan masa kerja yang lebih lama memiliki karier yang tinggi. Ada beberapa
dari mereka yang justru masih memiliki karier yang rendah. Masa kerja menjadi
77
salah satu pertimbangan dalam memberikan promosi jabatan kepada seorang
pegawai. Dari 27 orang pegawai yang memiliki karier tinggi, hanya 4 orang yang
memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun, sisanya memiliki masa kerja lebih dari
10 tahun. Tetapi meskipun begitu, masa kerja tidak berpengaruh nyata terhadap
karier karena terdapat faktor-faktor lain yang lebih diperhatikan, yaitu prestasi dan
keaktifan pegawai tersebut (kualitas SDM). Menurut beberapa pegawai, kualitas
SDM ini yang lebih penting dibandingkan dengan masa kerja atau usia. Jadi,
dapat ditarik kesimpulan bahwa usia tidak menjadi bahan pertimbangan utama
dalam mempromosikan seorang pegawai. Usia berpengaruh terhadap karier
karena pada umumnya, para pegawai yang memiliki karier yang tinggi memiliki
usia yang cenderung lebih tua.
2. Tingkat Pendidikan Berpengaruh terhadap Karier Wanita di BPMKB Kota Bogor
Tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap karier wanita. Peluang
pegawai wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi adalah 31,21 kali
dibandingkan dengan pegawai wanita yang tingkat pendidikannya rendah. Jadi,
peluang pegawai wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih
besar daripada pegawai wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah dalam
mencapai karier yang tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan
seorang pegawai wanita, maka semakin besar peluang untuk mencapai karier yang
tinggi.
Selain masa kerja, prestasi, dan keaktifan pegawai, tingkat pendidikan juga
menjadi faktor penting dalam mencapai karier. Sebagai contoh kasus, ada pegawai
dengan masa kerja yang relative lama (17,7 tahun), tetapi golongan yang
dimilikinya masih rendah (II-a). Setelah melakukan wawancara, pegawai tersebut
tidak bisa naik ke golongan berikutnya karena pendidikannya hanya sampai SMP.
Jadi, pegawai tersebut akan terus berada pada golongan II-a hingga dia pensiun,
jika tingkat pendidikan yang dimilikinya tidak mengalami peningkatan. Selain itu,
sebanyak 74% dari pegawai dengan karier yang tinggi memiliki tingkat
pendidikan S1 atau S2, dan sisanya memiliki tingkat pendidikan SMA. Golongan
juga menjadi syarat untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Jika pangkat atau
golonga seorang pegawai masih di bawah pangkat minimal yang ditentukan, maka
pegawai tersebut harus mengusulkan kenaikan pangkat pilihan. Dengan demikian,
78
dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor penentu
dalam mencapai karier yang tinggi.
5.6. Analisis Pengaruh Faktor Internal terhadap Karier Wanita
Berikut ini hasil pengolahan data secara ringkas dengan menggunakan
software Minitab 14 yang memperlihatkan p-value dan odds ratio (Tabel 16).
Tabel 16. Nilai p dan rasio odds untuk variabel faktor internal
No. Variabel Faktor Internal
p-value Keterangan Odds Ratio
1. Motivasi 0,378 Tidak berpengaruh nyata 2,31
2. Peran ganda 0,319 Tidak berpengaruh nyata 3,85
3. Rasa bersalah 0,806 Tidak berpengaruh nyata 0,79
4. Berani sukses 0,013* Berpengaruh nyata 15,05
5. Pengalaman 0,002* Berpengaruh nyata 23,64
6. Tingkat kesadaran gender 0,019* Berpengaruh nyata 11,58
Keterangan : *) signifikan pada α = 5%
Pengolahan data menghasilkan nilai G sebesar 34,121 dengan p-value
sebesar 0,000. Nilai G yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai
χ2 tabel pada α = 5% dan df = 6 (34,121 > 12,59). Nilai p-value yang diperoleh
dari pengolahan data juga jauh di bawah nilai α (α = 5%). Ini berarti bahwa model
regresi logistik tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi
karier yang dicapai oleh pegawai wanita.
Variabel faktor internal yang berpengaruh nyata terhadap karier yang
dicapai oleh pegawai wanita dilihat dari nilai p-value. Hasil pengolahan data
menunjukkan bahwa variabel berani sukses, pengalaman, dan tingkat kesadaran
gender berpengaruh nyata terhadap karier yang dicapai oleh pegawai wanita (α
yang digunakan sebesar 5%), karena memiliki nilai p-value yang lebih kecil
daripada nilai α, di mana besar masing-masing adalah 0,013; 0,002; dan 0,019.
Sedangkan variabel motivasi, peran ganda, dan rasa bersalah tidak berpengaruh
nyata terhadap karier yang dicapai oleh pegawai wanita, karena memiliki p-value
lebih besar dari α, yaitu masing-masing sebesar 0,378; 0,319; dan 0,806.
Rasio odds untuk variabel berani sukses (X8) sebesar 15,05. Dari angka ini
dapat diartikan bahwa peluang pegawai wanita yang tingkat perasaan berani untuk
79
suksesnya tinggi adalah 15,05 kali dibandingkan dengan pegawai wanita yang
tingkat perasaan berani untuk suksesnya rendah. Artinya, pegawai wanita dengan
perasaan berani untuk sukses yang lebih tinggi memiliki peluang yang lebih besar
dalam mencapai karier yang tinggi.
Pada variabel pengalaman (X9), dapat diartikan bahwa peluang untuk
mencapai karier yang tinggi pada pegawai wanita yang memiliki tingkat
pengalaman yang tinggi adalah 23,64 kali dibandingkan dengan pegawai wanita
yang memiliki tingkat pengalaman yang rendah. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa pegawai yang tingkat pengalamannya lebih tinggi memiliki
peluang yang lebih besar untuk mencapai karier yang tinggi.
Selanjutnya, pada variabel tingkat kesadaran gender (X10), terlihat bahwa
variabel tersebut berpengaruh signifikan pada α 5% dan memiliki nilai rasio odds
sebesar 11,58. Artinya, peluang untuk mencapai karier yang tinggi antara pegawai
dengan tingkat kesadaran gender tinggi adalah 11,58 kali dibandingkan pegawai
dengan tingkat kesadaran gender rendah.
Berdasarkan nilai Concordant dapat disimpulkan bahwa 91,6% pengamatan
dengan kategori karier tinggi (Y = 1) diduga memiliki peluang yang lebih besar
pada kategori karier tinggi. Sedangkan nilai Discordant menunjukkan bahwa 6,4%
pengamatan dengan kategori karier rendah (Y = 0) diduga memiliki peluang yang
lebih besar pada kategori karier tinggi. Nilai Ties sebesar 1,9% merupakan
persentase pengamatan dengan peluang pada kategori karier tinggi sama dengan
peluang kategori karier rendah.
Kesimpulan dari hasil pengolahan data adalah bahwa analisis pengaruh
faktor internal terhadap karier wanita menunjukkan hubungan yang kuat dan daya
prediksi model yang baik. Hal ini ditandai oleh besarnya nilai Concordant serta
kecilnya nilai Discordant dan Ties. Selain itu juga terdapat ukuran-ukuran seperti
Somer’s D, Goodman-Kruskal Gamma, dan Kendall’s Tau-a, yang masing-
masing sebesar 0,85; 0,87; dan 0,43. Semakin mendekati ukuran-ukuran ini ke
nilai 1, semakin baik daya prediksi dari model dugaan yang diperoleh. Dari hasil
penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis mayor ke-2 tidak sepenuhnya
terbukti, karena faktor internal pegawai wanita yang mempengaruhi karier wanita
hanya variabel berani sukses, pengalaman, dan tingkat kesadaran gender. Hasil
80
pengolahan data mengenai pengaruh faktor internal terhadap karier wanita ini
dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 7. Berikut ini uraian secara lebih
jelas mengenai variabel-variabel faktor internal yang berpengaruh terhadap karier
wanita di BPMKB Kota Bogor.
1. Keberanian untuk Sukses Berpengaruh terhadap Karier Wanita di BPMKB Kota Bogor
Variabel berani sukses berpengaruh nyata terhadap karier wanita. Peluang
pegawai wanita yang tingkat perasaan berani untuk suksesnya tinggi adalah 15,05
kali dibandingkan dengan pegawai wanita yang tingkat perasaan berani untuk
suksesnya rendah. Artinya, pegawai wanita dengan perasaan berani untuk sukses
yang lebih tinggi memiliki peluang yang lebih besar dalam mencapai karier yang
tinggi. Hipotesis awal yang menyatakan bahwa “semakin besar perasaan berani
untuk sukses yang dimiliki oleh pegawai wanita, semakin tinggi karier wanita”
telah terbukti.
Variabel berani sukses berpengaruh terhadap karier wanita karena alasan-
alasan sebagai berikut :
a. Pegawai yang keberanian untuk suksesnya rendah merasa tidak nyaman dalam
menjalani pekerjaannya dan terus-menerus beranggapan bahwa meraih karier
yang terlalu tinggi adalah sesuatu yang salah dan menyalahi kodrat mereka
sebagai wanita, apalagi jika jabatan dan penghasilan yang mereka miliki lebih
tinggi daripada pasangan mereka.
b. Pegawai yang keberanian untuk suksesnya rendah berpikir bahwa kesuksesan
itu adalah sesuatu yang dapat menyulitkan diri mereka dan orang-orang di
sekitar, terutama keluarga. Mereka berpikir jika mencapai karier yang tinggi
akan menambah beban dan tanggung jawab mereka, sehingga mereka takut
kehidupan keluarga mereka menjadi terabaikan. Dan ini dirasakan oleh
sebagian besar responden.
c. Pegawai yang tingkat keberanian untuk suksesnya lebih rendah secara tidak
langsung akan menghalangi dirinya sendiri untuk tidak meraih karier yang
tinggi. Hal ini secara otomatis akan menyebabkan mereka tidak mengalami
peningkatan dalam berkarier. Sedangkan pegawai dengan keberanian untuk
sukses yang lebih tinggi merasa mencapai karier yang tinggi bukanlah suatu
kesalahan, melainkan suatu kebanggaan bagi mereka dan orang-orang di
81
sekitar mereka. Mereka juga memiliki keyakinan bahwa karier yang tinggi
tidak akan membuat kehidupan keluarga mereka terabaikan.
2. Pengalaman Berpengaruh terhadap Karier Wanita di BPMKB Kota Bogor
Pengalaman berpengaruh nyata terhadap karier wanita. Peluang untuk
mencapai karier yang tinggi pada pegawai wanita yang memiliki tingkat
pengalaman yang tinggi adalah 23,64 kali dibandingkan dengan pegawai wanita
yang memiliki tingkat pengalaman yang rendah. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa pegawai wanita yang tingkat pengalamannya lebih tinggi
memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai karier yang tinggi. Dengan
demikian, hipotesis yang dinyatakan di awal, yaitu “semakin banyak pengalaman
yang dimiliki oleh pegawai wanita, maka semakin tinggi karier wanita” terbukti.
Variabel pengalaman berpengaruh terhadap karier karena memang
pengalaman dan keaktifan ini dijadikan pertimbangan dalam memberikan suatu
promosi jabatan atau kesempatan untuk kenaikan pangkat. Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa sebagian besar pegawai dengan karier tinggi memiliki tingkat
pengalaman dan keaktifan yang tinggi pula. Pengalaman di sini bukan mengacu
kepada lamanya mereka bekerja, tetapi lebih kepada pengalaman yang mereka
miliki karena keaktifan mereka sebagai seorang pegawai. Tidak menjadi jaminan
bahwa pegawai dengan masa kerja yang relatif lama akan memiliki tingkat
pengalaman dan keaktifan yang tinggi. Itu semua tergantung dari individu
pegawai tersebut, apakah mereka memanfaatkan masa kerja mereka sebaik
mungkin dengan partisipasi dan keaktifan mereka, atau malah menyia-nyiakan
masa kerja mereka selama ini.
3. Tingkat Kesadaran Gender Berpengaruh terhadap Karier Wanita di BPMKB Kota Bogor
Tingkat kesadaran gender memiliki pengaruh nyata terhadap karier wanita
pada α sebesar 5%. Peluang mencapai karier yang tinggi antara pegawai dengan
tingkat kesadaran gender yang tinggi adalah 11,58 kali lebih besar daripada
pegawai dengan tingkat kesadaran gender yang rendah. Jadi, semakin tinggi
tingkat kesadaran gender yang dimiliki oleh pegawai wanita, maka peluang untuk
mencapai karier yang tinggi semakin besar.
82
Berdasarkan hasil analisis persepsi yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebagian besar pegawai sudah memahami alokasi hak,
kewajiban, peran, dan tanggung jawab antara pria dan wanita. Mereka menyadari
bahwa bekerja bukanlah suatu kesalahan, justru dengan bekerja mereka bisa
membantu keadaan ekonomi keluarga, dan mereka bisa saling melengkapi peran
yang terdapat di keluarga. Sebagian besar pegawai dengan tingkat kesadaran
gender yang tinggi memiliki karier yang tinggi pula.
Namun demikian, ada sebagian pegawai yang memiliki tingkat kesadaran
gender yang masih rendah. Umumnya, mereka beranggapan bahwa kedudukan
pria lebih tinggi dari wanita dan akses/kesempatan yang dimiliki oleh pria dan
wanita tidaklah sama. Padahal instansi sendiri tidak pernah memberlakukan
diskriminasi gender. Ini terbukti dari persentase wanita yang menduduki jabatan
atas dalam struktur organisasi sebesar 58,82% dari jumlah jabatan yang ada.
Bahkan, Kepala BPMKB yang menjadi pemimpin dan bertanggung jawab atas
segala kinerja instansi adalah seorang wanita. Tetapi, bila pegawai wanita yang
memiliki jabatan atas dibandingkan dengan jumlah seluruh pegawai wanita,
persentase wanita yang memiliki jabatan atas masih relatif rendah, yaitu sebesar
40,38%. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran yang dirasakan masih kurang
dalam diri sebagian kecil pegawai, terutama yang berkaitan dengan kesadaran
gender. Mereka belum memahami sepenuhnya mengenai alokasi hak, kewajiban,
peran, dan tanggung jawab antara pria dan wanita.
5.7. Analisis Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Karier Wanita
Berikut ini hasil pengolahan data secara ringkas dengan menggunakan
software Minitab 14 yang memperlihatkan p-value dan odds ratio (Tabel 17).
Tabel 17. Nilai p dan rasio odds untuk variabel faktor eksternal
No. Variabel Faktor Eksternal
p-value Keterangan Odds Ratio
1. Dukungan keluarga 0,464 Tidak berpengaruh nyata 1,75
2. Lingkungan kerja 0,003* Berpengaruh nyata 6,71
Keterangan : *) signifikan pada α = 5%
Pengolahan data menghasilkan nilai G sebesar 10,365 dengan p-value
sebesar 0,006. Nilai G yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan nilai χ2
83
tabel pada α = 5% dan df = 2 (10,365 > 5,99). Nilai p-value yang diperoleh dari
pengolahan data juga jauh di bawah nilai α (α = 5%). Ini berarti bahwa model
regresi logistik tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi
karier yang dicapai oleh pegawai wanita.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa variabel faktor eksternal yang
berpengaruh nyata terhadap karier yang dicapai oleh pegawai wanita adalah
variabel lingkungan kerja, karena memiliki nilai p-value yang lebih kecil daripada
nilai α (0,003 < 0,05). Sedangkan variabel dukungan keluarga tidak berpengaruh
nyata terhadap karier yang dicapai oleh pegawai wanita, karena memiliki p-value
lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,464.
Rasio odds yang didapatkan untuk variabel lingkungan kerja (X12) sebesar
6,71. Ini berarti bahwa peluang dalam mencapai karier yang tinggi bagi pegawai
wanita yang merasa lingkungan kerja saat ini kondusif adalah 6,71 kali
dibandingkan dengan pegawai wanita yang merasa lingkungan kerja saat ini tidak
kondusif. Jadi, peluang pegawai wanita yang merasa lingkungan kerja saat ini
sudah kondusif lebih besar daripada pegawai wanita yang merasa lingkungan
kerja saat ini belum kondusif (dalam mencapai karier yang tinggi).
Berdasarkan nilai Concordant dapat disimpulkan bahwa 62,2% pengamatan
dengan kategori karier tinggi (Y = 1) diduga memiliki peluang yang lebih besar
pada kategori karier tinggi. Sedangkan nilai Discordant menunjukkan bahwa
14,0% pengamatan dengan kategori karier rendah (Y = 0) diduga memiliki
peluang yang lebih besar pada kategori karier tinggi. Nilai Ties sebesar 23,8%
merupakan persentase pengamatan dengan peluang pada kategori karier tinggi
sama dengan peluang kategori rendah.
Besarnya nilai Concordant serta kecilnya nilai Discordant dan Ties
menandakan bahwa analisis pengaruh karakteristik terhadap pengembangan karier
wanita menunjukkan hubungan yang cukup kuat dan daya prediksi model yang
cukup baik. Selain itu juga terdapat ukuran-ukuran seperti Somer’s D, Goodman-
Kruskal Gamma, dan Kendall’s Tau-a, yang masing-masing sebesar 0,48; 0,63;
dan 0,24. Semakin mendekati ukuran-ukuran ini ke nilai 1, semakin baik daya
prediksi dari model dugaan yang diperoleh.
84
Kesimpulan dari hasil pengolahan data untuk faktor eksternal ini yaitu
bahwa model yang digunakan sudah baik, karena secara keseluruhan sudah dapat
menjelaskan atau memprediksi karier yang dicapai oleh pegawai wanita. Tetapi
bila dibandingkan dengan model yang digunakan untuk karakteristik dan faktor
internal, model untuk keduanya lebih baik karena memiliki nilai Concordant yang
selisihnya sangat jauh dengan nilai Discordant dan Ties. Selain itu, nilai Somer’s
D, Goodman-Kruskal Gamma, dan Kendall’s Tau-a yang dihasilkan oleh model
untuk karakteristik dan faktor internal lebih mendekati ke nilai 1. Dari hasil
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis mayor ke-3 tidak sepenuhnya
terbukti, karena faktor eksternal pegawai wanita yang mempengaruhi karier
wanita hanya variabel lingkungan kerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 8. Berikut ini penjelasan mengenai variabel lingkungan kerja yang
berpengaruh terhadap karier wanita di BPMKB Kota Bogor.
Lingkungan Kerja Berpengaruh terhadap Karier Wanita di BPMKB Kota Bogor
Lingkungan kerja berpengaruh nyata terhadap karier wanita. Pegawai
wanita yang merasa lingkungan kerja saat ini kondusif memiliki peluang 8,09 kali
lebih besar dibandingkan dengan pegawai wanita yang merasa lingkungan kerja
saat ini tidak kondusif. Jadi, pegawai wanita yang merasa lingkungan kerja saat
ini sudah kondusif memiliki peluang yang lebih besar dalam mencapai karier yang
tinggi daripada pegawai wanita yang merasa lingkungan kerja saat ini belum
kondusif. Pada hipotesis awal dinyatakan bahwa “semakin kondusif lingkungan
kerja bagi pegawai wanita, maka semakin tinggi karier wanita”, dan hipotesis ini
telah terbukti.
Lingkungan kerja berpengaruh terhadap karier yang dicapai oleh pegawai
wanita karena lingkungan kerja adalah tempat pegawai melaksanakan pekerjaan
mereka sehari-hari. Lingkungan yang dirasakan tidak kondusif akan membuat
kinerja pegawai menjadi terganggu. Lingkungan kerja ini antara lain menyangkut
hal-hal sebagai berikut :
1. tunjangan dan jaminan yang diterima,
2. ketenangan, kenyamanan, dan keamanan lingkungan,
3. hubungan dengan rekan kerja,
85
4. kepuasan dalam memperoleh hak-hak sebagai seorang pegawai wanita,
5. beban kerja yang diberikan,
6. akses pelayanan kesehatan,
7. dan kebijakan-kebijakan lainnya yang menyangkut kesejahteraan pegawai.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada beberapa orang
pegawai, mereka berpendapat bahwa lingkungan kerja memegang peranan yang
sangat penting dalam menentukan kesuksesan mereka dalam mencapai karier.
86
VI. IMPLIKASI MANAJERIAL
Melihat kesimpulan dari hasil pengolahan data yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya, telah diketahui variabel-variabel apa saja yang memiliki
pengaruh nyata terhadap karier wanita dan bagaimana variabel-variabel tersebut
mempengaruhi karier yang dicapai oleh wanita, serta bagaimana perbandingan
peluang untuk mencapai karier yang tinggi dari setiap variabel (Tabel 18).
Tabel 18. Rekapitulasi nilai p dan rasio odds untuk variabel-variabel yang mempengaruhi karier wanita pada α sebesar 0,05
No. Variabel Penelitian
p-value Keterangan Odds Ratio
1. Usia 0,002 Berpengaruh nyata 1,31
2. Tingkat pendidikan 0,001 Berpengaruh nyata 31,21
3. Berani sukses 0,013 Berpengaruh nyata 15,05
4. Pengalaman 0,002 Berpengaruh nyata 23,64
5. Tingkat kesadaran gender 0,019 Berpengaruh nyata 11,58
6. Lingkungan kerja 0,003 Berpengaruh nyata 6,71
Saran-saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini sekaligus dapat
menjawab tujuan penelitian yang terakhir, yaitu memberikan implikasi manajerial
kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bogor.
1. Berdasarkan penelitian ini, terbukti bahwa usia mempengaruhi karier wanita.
Usia dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan suatu promosi
jabatan, tetapi bukan pertimbangan yang utama. Hal ini disebabkan faktor usia
adalah karakteristik alamiah yang tidak dapat diubah, maka hasil ini hanya
dijadikan informasi yang lebih mendalam untuk penelitian ini. Usia
mempengaruhi karier berkaitan dengan kematangan yang dimiliki oleh
pegawai dan hal ini tidak lepas dari variabel masa kerja. Adanya hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa masa kerja tidak mempengaruhi karier
wanita bukan berarti menandakan bahwa masa kerja tidak menjadi
pertimbangan dalam memberikan suatu promosi jabatan. Tetapi di samping
masa kerja, variabel tingkat pendidikan dan prestasi juga menjadi bahan
pertimbangan. Oleh karena itu, pegawai dengan masa kerja yang lebih lama
belum tentu memiliki jabatan yang tinggi. Contohnya ada beberapa pegawai
87
yang memiliki masa kerja yang lama tetapi karena tingkat pendidikannya
rendah, maka jabatan yang mereka miliki rendah. Bila dianalisis, hal ini juga
berkaitan dengan beban kerja yang akan mereka pikul. Pada umumnya,
semakin tinggi tingkat pendidikan, maka tingkat pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan dalam bekerja juga akan semakin tinggi. Instansi tidak
mungkin memberikan beban kerja di luar kemampuan pegawainya, karena
akan berdampak pada kinerja instansi.
2. Penelitian menunjukkan bahwa motivasi pribadi para pegawai wanita untuk
bekerja sudah tinggi, baik pada pegawai dengan karier yang rendah maupun
pegawai dengan karier yang tinggi. Ini merupakan sesuatu yang harus
dipertahankan. Berarti dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai karier yang
tinggi, motivasi yang tinggi saja tidak cukup, tetapi harus diimbangi dengan
tingkat pendidikan yang dimiliki. Jadi, yang perlu ditingkatkan adalah motivasi
pegawai untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, karena telah
diketahui bahwa tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap karier yang
dicapai. Oleh karena itu, sebagai langkah awal, instansi dapat memberikan
bentuk pelatihan motivasi (motivation training) internal kepada para pegawai
wanita untuk meningkatkan motivasi mereka dalam mencapai tingkat
pendidikan yang lebih tinggi. Karena sejauh ini, bentuk pelatihan yang
diberikan cenderung terbatas pada pelatihan yang berkaitan dengan bidang
pekerjaan, contohnya seperti pelatihan pengadaan barang dan pelatihan
penyuluh Keluarga Berencana. Selain itu, pelatihan tersebut juga biasanya
dibatasi hanya untuk beberapa orang pegawai saja. Sedangkan untuk pelatihan
yang lebih memfokuskan pada kebutuhan internal pegawai masih kurang.
Tetapi hal ini tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab instansi, karena
umumnya hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan ditangani oleh Badan
Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP). Langkah lebih lanjut dan
dapat diusulkan melalui BKPP, yaitu memberikan beasiswa pendidikan kepada
para pegawai yang berprestasi. Berbagai langkah yang dilakukan ini secara
tidak langsung akan memberikan dampak yang positif bagi instansi, karena
dengan semakin banyak pegawai yang berpendidikan tinggi, maka akan
semakin besar juga peluang pegawai untuk mencapai karier yang tinggi.
88
Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan para pegawai akan membuat
pelaksanaan pekerjaan juga akan lebih baik dan mudah, sehingga membantu
tercapainya tujuan instansi dan prestasi yang lebih baik.
3. Variabel berani sukses juga memiliki pengaruh terhadap karier wanita. Instansi
diharapkan lebih memahami faktor-faktor apa sebenarnya yang mendasari
sebagian pegawai merasa takut dan khawatir untuk meraih kesuksesan, dengan
melakukan pendekatan personal atau juga bisa dengan melakukan suatu diskusi
kelompok yang bersifat informal, serta membantu mencari solusi yang tepat
untuk mengatasi ketakutan atau kekhawatiran mereka. Hal ini semakin
menguatkan perlunya semacam forum diskusi kelompok bagi para pegawai
wanita untuk membangkitkan keyakinan dan keberanian diri mereka untuk
mencapai kesuksesan.
4. Variabel pengalaman berpengaruh terhadap karier wanita. Pada umumnya,
pegawai dengan tingkat pengalaman dan keaktifan yang rendah akan memiliki
karier yang rendah pula. Begitu juga sebaliknya. Ini menandakan pelaksanaan
suatu sistem yang objektif dalam pertimbangan pemberian jabatan. Jadi, tinggi
rendahnya karier yang dicapai oleh pegawai ditentukan oleh usaha mereka
sendiri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa status pernikahan tidak
mempengaruhi karier pegawai wanita. Data yang ada memperlihatkan bahwa
hanya ada empat orang pegawai wanita yang belum menikah, dua di antaranya
memiliki karier yang rendah dan dua lainnya memiliki karier yang tinggi. Dari
hasil wawancara kepada beberapa pegawai yang sudah menikah, mereka
berpendapat bahwa pernikahan tidak menjadi faktor penghalang dalam
pekerjaan mereka. Justru keluarga menjadi pemacu semangat untuk meraih
prestasi dalam pekerjaan. Oleh karena itu, status pernikahan tidak seharusnya
dijadikan pertimbangan dalam memberikan suatu promosi jabatan. Hal ini
sudah dilaksanakan sepenuhnya oleh instansi, terbukti dengan sebagian besar
“jabatan atas” diduduki oleh pegawai wanita yang sudah menikah. Kondisi
tersebut perlu dipertahankan. Namun untuk variabel pengalaman, kondisi
tersebut tidak hanya harus dipertahankan, tetapi juga harus ditingkatkan.
Motivasi para pegawai untuk senantiasa aktif dalam berbagai kegiatan juga
dapat ditingkatkan melalui motivation training. Instansi perlu mendorong
89
partisipasi dan keaktifan para pegawainya dalam mengikuti berbagai kegiatan,
baik yang diadakan oleh BPMKB maupun Pemerintah Kota Bogor.
5. Instansi perlu meningkatkan kesadaran gender yang dimiliki oleh pegawai
karena tingkat kesadaran gender memiliki pengaruh yang nyata terhadap karier.
Beberapa pegawai dengan karier rendah memiliki tingkat kesadaran gender
yang relatif rendah pula. Hal ini menandakan perlunya diadakan pelatihan
mengenai kesadaran gender dalam rangka meningkatkan tingkat kesadaran
gender yang dimiliki oleh pegawai. Di dalam struktur organisasi instansi,
terdapat Sub-Bidang Pemberdayaan Perempuan. Masalah gender merupakan
salah satu bagian yang ditanganinya. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika
sebelum instansi memberdayakan perempuan-perempuan/wanita-wanita yang
berada di luar (masyarakat), terlebih dahulu instansi memberdayakan pegawai
wanita yang ada di dalamnya secara maksimal, salah satunya dengan
melaksanakan pelatihan kesadaran gender tersebut.
6. Karier wanita juga dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Instansi hendaknya
senantiasa meningkatkan kondisi lingkungan kerja agar semua pegawai
merasakan lingkungan kerja yang kondusif. Dari segi infrastruktur fisik,
instansi hendaknya menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh
pegawai. Contohnya adalah fasilitas toilet yang terpisah (untuk pria dan
wanita) dan tempat ibadah (mushalla) bagi para pegawai, sehingga pegawai
tidak melaksanakan shalat di ruangannya, karena tanpa disadari ini akan
mengganggu kenyamanan dan kinerja pegawai lainnya. Di samping itu,
kenyamanan dalam beribadah pun akan menjadi terasa kurang. Permasalahan
ini dapat dimaklumi karena kantor BPMKB saat ini masih baru, sehingga
masih perlu diadakan perbaikan dalam beberapa hal. Tetapi tentu saja
perbaikan ini harus segera dilaksanakan. Cara-cara lain yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja yaitu dengan memberikan beban
kerja sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikan pegawai, memberikan
akses yang sama bagi pria dan wanita untuk memperoleh jabatan dan fasilitas
tertentu, serta memperhatikan kebutuhan pegawai wanita berkaitan dengan
faktor biologisnya, seperti menyediakan fasilitas untuk wanita ketika sedang
haid. Banyak pegawai yang merasa kondisi lingkungan kerja saat ini belum
90
kondusif dan berdasarkan penuturan mereka, keadaan tersebut akan
mempengaruhi semangat dan kenyamanan mereka dalam bekerja. Hal ini
terbukti dengan adanya peluang yang lebih besar untuk mencapai karier yang
tinggi pada pegawai wanita yang merasakan bahwa lingkungan kerja sudah
kondusif.
7. Variabel peran ganda, rasa bersalah, dan dukungan keluarga tidak memiliki
pengaruh nyata terhadap karier wanita. Sebagian besar pegawai memiliki
tuntutan peran ganda yang rendah dan merasa telah berhasil dalam
menjalankan peran ganda mereka. Selain itu, tingkat perasaan bersalah yang
dimiliki oleh pegawai masih cukup tinggi. Mereka pun mendapatkan dukungan
keluarga yang besar dalam bekerja. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian
besar pegawai memiliki kehidupan keluarga yang baik dan memuaskan.
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa pegawai, sebagian besar sudah
melaksanakan manajemen peran dan waktu dengan baik, sehingga tugas dan
peran baik di rumah maupun di kantor dapat dijalankan dengan proporsional.
Kondisi ini harus dipertahankan bahkan ditingkatkan, karena dukungan
keluarga umumnya menjadi faktor pendorong pegawai wanita untuk lebih
berprestasi dalam berkarya dalam pekerjaan mereka.
Berdasarkan uraian secara rinci di atas, berikut ini ringkasan implikasi
menajerial yang dapat diberikan untuk meningkatkan pencapaian karier para
pegawai wanita di BPMKB Kota Bogor :
1. BPMKB harus lebih mempertimbangkan faktor-faktor seperti tingkat
pendidikan, prestasi, serta pengalaman dan keaktifan dibandingkan faktor masa
kerja (senioritas), serta tidak menjadikan status pernikahan sebagai bahan
pertimbangan dalam rangka memberikan suatu promosi jabatan kepada
pegawai wanita. Faktor usia dijadikan pertimbangan tambahan berkaitan
dengan kematangan yang dimiliki oleh seorang pegawai. Karena walaupun
keputusan pemberian jabatan tersebut merupakan penghargaan dan wewenang
dari Pemerintah Kota, tetapi dalam pengajuan calon umumnya diserahkan
kepada instansi (unit kerja) terkait.
91
2. BPMKB Kota Bogor juga perlu mengadakan pelatihan motivasi (motivation
training) bagi para pegawainya. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan
motivasi pegawai dalam mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan, sehingga dapat mendorong
tercapainya karier yang tinggi pada para pegawai. Hal ini mengingat tingkat
pendidikan dan pengalaman merupakan faktor yang berpengaruh dalam
pencapaian karier pegawai wanita. BPMKB dapat mengusulkan pelaksanaan
pelatihan ini melalui BKPP Kota Bogor atau melaksanakannya secara mandiri
(tanpa bantuan dari BKPP), tergantung mana yang dirasakan lebih mudah
prosedur pelaksanaannya. Pelatihan ini diadakan dengan disertai evaluasi pra-
pelatihan dan pasca-pelatihan dari setiap pegawai. Dengan evaluasi ini, dapat
dilihat apakah setelah pelatihan para pegawai memiliki motivasi yang lebih
baik dari sebelumnya atau tidak.
3. BPMKB Kota Bogor perlu mengadakan kegiatan pelatihan mengenai
kesadaran gender bagi para pegawai wanita. Metode pelaksanaannya dapat
disamakan dengan pelatihan motivasi, yang penting tujuan akhirnya adalah
untuk meningkatkan karier para pegawai wanita. Selain pelatihan kesadaran
gender dan pelatihan motivasi, untuk selanjutnya BPMKB juga perlu lebih
sering mengadakan pelatihan-pelatihan yang bertujuan mengembangkan diri
para pegawai (secara mental) yang dapat diikuti oleh seluruh pegawai, tidak
hanya pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan (job description) dan hanya
dapat diikuti oleh beberapa pegawai.
4. BPMKB juga perlu memiliki forum diskusi kelompok yang dikhususkan bagi
para pegawai wanitanya. Forum diskusi ini hendaknya dilaksanakan rutin
seminggu sekali dan bersifat informal. Forum ini juga digunakan sebagai
sarana pemberian berbagai materi dan pengetahuan yang berguna untuk
menunjang pencapaian karier pegawai wanita, diantaranya manajemen waktu
antara pekerjaan dan keluarga serta penanggulangan rasa takut
(ketidakberanian) untuk mencapai kesuksesan. Kegiatan ini bisa dilakukan
dengan memanfaatkan kinerja dari Sub-Bidang Pemberdayaan Perempuan
yang terdapat di instansi. Dengan adanya forum diskusi kelompok wanita ini,
diharapkan wanita akan lebih terbuka terhadap berbagai permasalahan yang
92
dihadapinya, sehingga instansi menjadi lebih memahami kebutuhan internal
para pegawai wanita.
5. BPMKB diharapkan senantiasa meningkatkan kondisi lingkungan kerja agar
seluruh pegawai merasakan lingkungan kerja yang kondusif. Dari segi
infrastruktur fisik, instansi hendaknya segera melakukan perbaikan dalam
rangka menyediakan berbagai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan oleh
pegawai, seperti menyediakan fasilitas toilet yang terpisah (untuk pria dan
wanita) dan sarana ibadah (mushalla) yang saat ini belum terpenuhi. Selain itu,
perbaikan kondisi kerja dapat dilakukan dengan cara memberikan beban kerja
sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikan pegawai, serta
memperhatikan kebutuhan pegawai wanita berkaitan dengan faktor
biologisnya, dengan cara menyediakan fasilitas kesehatan untuk wanita ketika
sedang haid, seperti obat-obatan.
BPMKB diharapkan dapat semakin memperbesar peluang bagi para
pegawai wanita untuk mencapai karier yang lebih tinggi dengan melaksanakan
berbagai langkah tersebut, sehingga instansi dapat berperan dalam mendukung
pengembangan karier pegawai wanitanya. Pegawai wanita pun akan merasakan
dorongan eksternal yang positif dari instansi tempatnya bekerja. Kondisi ini secara
tidak langsung akan meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai, yang
selanjutnya akan meningkatkan kinerja dan prestasi instansi.
93
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin diperoleh dan hasil analisis pada
pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a. Analisis karakteristik yang mempengaruhi karier wanita dilihat melalui
variabel usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Variabel
usia dan tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap karier yang dicapai
oleh pegawai wanita. Peluang pegawai wanita yang berusia lebih tua (1
tahun) untuk mencapai karier yang tinggi cenderung lebih besar dibandingkan
dengan pegawai wanita yang berusia lebih muda (1 tahun). Peluang pegawai
wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi dibandingkan dengan pegawai
wanita yang tingkat pendidikannya rendah cenderung lebih besar dalam
mencapai karier yang tinggi. Sedangkan variabel masa kerja dan status
pernikahan tidak berpengaruh nyata terhadap karier yang dicapai oleh
pegawai wanita.
b. Hasil analisis logit menunjukkan bahwa faktor internal yang berpengaruh
terhadap karier wanita adalah variabel berani sukses, pengalaman, dan tingkat
kesadaran gender. Sedangkan variabel motivasi, peran ganda, dan rasa
bersalah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karier wanita.
Pegawai wanita dengan perasaan berani sukses yang tinggi memiliki peluang
yang lebih besar dalam mencapai karier yang tinggi dibandingkan pegawai
wanita dengan perasaan berani sukses yang lebih rendah. Peluang untuk
mencapai karier yang tinggi pada pegawai wanita dengan tingkat pengalaman
yang tinggi jauh lebih besar dibandingkan dengan pegawai wanita dengan
tingkat pengalaman yang rendah. Selanjutnya, kecenderungan tercapainya
karier yang tinggi pada pegawai wanita dengan tingkat kesadaran gender
yang tinggi adalah lebih besar dibandingkan pegawai dengan tingkat
kesadaran gender yang rendah.
94
c. Faktor eksternal yang memiliki pengaruh nyata terhadap karier wanita adalah
variabel lingkungan kerja. Pegawai wanita yang merasa lingkungan kerja saat
ini sudah kondusif memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai karier
yang tinggi dibandingkan dengan pegawai wanita yang merasa lingkungan
kerja saat ini tidak kondusif. Penelitian juga menunjukkan bahwa variabel
dukungan keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap karier yang dicapai
oleh wanita.
2. Saran
Penelitian ini tentunya masih memiliki berbagai kekurangan yang
hendaknya dapat diperbaiki untuk penelitian selanjutnya yang akan dilakukan,
dalam rangka meningkatkan kualitas hasil penelitian yang nantinya diperoleh dari
penelitian tersebut. Oleh karena itu, berikut ini beberapa saran yang dapat
diberikan untuk penelitian lanjutan :
a. Menganalisis pengaruh karakteristik pegawai wanita terhadap variabel-variabel
penelitian yang terdapat dalam faktor internal dan faktor eksternal yang
mempengaruhi karier wanita.
b. Memfokuskan penelitian pada kategori pegawai wanita yang sudah menikah,
agar dapat mengkaji karakteristik dari pegawai wanita yang sudah menikah
secara lebih mendalam, seperti menganalisis apakah jenis pekerjaan pasangan
(suami) dan penghasilan pasangan akan berpengaruh terhadap karier pegawai
wanita. Variabel dukungan keluarga pun akan fokus ditujukan pada dukungan
pasangan (suami).
c. Jika ingin dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi, pegawai wanita yang
sudah menikah ini dibedakan lagi menjadi dua kategori, yaitu pegawai wanita
yang sudah menikah dan memiliki anak, serta pegawai wanita yang sudah
menikah dan belum memiliki anak. Dengan demikian, dapat dikaji apakah
kehadiran anak, jumlah anak, dan usia anak-anak di dalam keluarga akan
mempengaruhi karier yang dicapai oleh pegawai wanita. Berdasarkan hal
tersebut, maka dukungan keluarga pun dapat diklasifikasikan menjadi
dukungan suami dan dukungan anak bagi pegawai wanita yang sudah memiliki
anak.
95
d. Saran berikutnya untuk penelitian lanjutan yaitu dengan melakukan wawancara
tidak hanya kepada beberapa orang responden, tetapi kepada seluruh
responden. Hal ini dilakukan dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang
lebih jelas, mendalam dan akurat.
96
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. Pegawai Negeri. http://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri. [30 Maret 2009]
Badan Kepegawaian Negara. 2004. Standar Kompetensi Jabatan Struktural. Deputi Bidang Pengembangan Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara, Jakarta.
Damayanti, Ika. 2007. Hubungan Tingkat Kesadaran Gender dengan Persepsi Mahasiswa terhadap Citra Perempuan dalam Iklan di Televisi. Skripsi pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Handayani, Trisakti, dan Sugiarti. 2001. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Pusat Studi dan Kemasyarakatan Universitas Muhammadiyah, Malang.
Handoko, Hani, T. 2001. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Hosmer, D. W. and S. Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Willey and Sons Inc, New York.
Junaidi. 2008. Mudah Memahami Regresi Logit. http://junaidichaniago.wordpress.com/2008/11/28/regresi-logit/. [20 April 2009]
Kelompok Studi Wanita FISIP-UI. 1990. Para Ibu yang Berperan Tunggal dan yang Berperan Ganda. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional. 2000. CV Tamita Utama, Jakarta.
Lindenthal, R. 2005. Opsi-Opsi Kebijakan untuk Rencana Aksi Ketenagakerjaan. Laporan Konferensi. Jakarta, 26-27 April 2005.
Mangkuprawira, S. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Mangkuprawira, S. dan Vitayala, A. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Munandar, S. C. Utami. 1994. Hakikat Gender : Suatu Tinjauan Psikologis. Makalah Seminar Sehari “Kesadaran Gender dan Pembangunan Pendidikan”.
Munandar, S. C. Utami. 2001. Wanita Karier : Tantangan dan Peluang. Di dalam Mudzhar dkk. 2001. Wanita dalam Masyarakat Indonesia : Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta.
97
Mudzhar, H. M. Atho, Sajida A. Alvi, Saparinah Sadli. 2001. Wanita dalam Masyarakat Indonesia : Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta.
Nahiruddin. 2009. Perbandingan antara Regresi Logit, Probit, dan Tobit. http://www.esnips.com. [20 April 2009]
Pambudhi, F. 2005. Pendugaan Menang atau Kalah, Media Center for Social Forestry, Vol. 6 No. 3 : hlm.5-7.
Rusli, Hardijan. 2004. Hukum Ketenagakerjaan 2003. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sadli, Saparinah. 2001. Faktor Pendukung dan Penghambat terhadap Pengembangan Jati Diri Perempuan. Di dalam Mudzhar dkk. 2001. Wanita dalam Masyarakat Indonesia : Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta.
Safitri, Kania. 2007. Gender dalam Pengembangan Karier Wanita. Skripsi pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Singarimbun, Masri dan Effendi, S. (Editor). 1989. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
Suparno, Annah Suhaenah. 1994. Kesadaran Gender : Hakikat, Pengertian dan Permasalahannya. Makalah Seminar Sehari “Peningkatan Partisipasi Wanita dalam Wajib Belajar Pendidikan Dasar”. Jakarta.
Tim Peneliti Badan Kepegawaian Negara. 2001. Sistem Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Kepegawaian Negara, Jakarta.
Umar, Husein. 2004. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Cetakan Ke-8. 2006. Citra Umbara, Bandung.
Undang-Undang RI No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 2000. CV Tamita Utama, Jakarta.
Widyadari, Fararatri, Hans Shrader, Sandra Pranoto. penyusun. 2007. Suara-Suara Perempuan Pengusaha. Buklet. Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia dan International Finance Corporation – PENSA.
Young, E. 1993. The Manager’s Self-Assessment Kit. Cetakan Ke-1. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Peta lokasi Kota Bogor
100
Lampiran 2. Lambang Pemerintah Kota Bogor
Keterangan :
a) Perbandingan ukuran antara tinggi dan lebar adalah 5 : 4.
b) Terdapat warna emas, merah, biru dan hijau .
c) Arti dari tiap-tiap lambang :
1. Kiri atas – Terdapat lambang Burung Garuda berwarna kuning emas yang
merupakan Lambang Negara RI.
2. Kanan atas – Terdapat lukisan istana berwarna perak yang menyatakan
bahwa di Kota Bogor terletak Istana Bogor.
3. Kiri bawah – Terdapat simbol gunung dengan empat buah puncaknya yang
melukiskan bahwa Kota Bogor tak dapat dilepaskan dari bayangan Gunung
Salak.
4. Kanan bawah – Terdapat gambar kujang yang menggambarkan bahwa Kota
Bogor adalah suatu pusaka dari Kerajaan Pajajaran.
101
Lampiran 3. Kuesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Karier Wa nita
(Studi Kasus : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga Berencana Kota Bogor)”.
Terima kasih atas partisipasi Anda untuk menjadi salah satu responden dan
secara sukarela mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu
instrumen penelitian yang dilakukan oleh :
Peneliti : Tidar Noffitri Linandar
NRP : H24050496
Departemen : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Manajemen
Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
untuk memenuhi tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana. Saya sangat
menghargai kejujuran Anda dalam mengisi kuesioner ini dan menjamin
kerahasiaan Anda. Atas kerjasama dan bantuan Anda, saya ucapkan terima kasih.
Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi instansi dalam
pengelolaan sumber daya manusia, khususnya dalam mendukung pengembangan
karier pegawai wanita demi mengoptimalkan potensi, motivasi, dan kinerja
mereka, sehingga pada akhirnya kondisi kerja dan kinerja instansi akan
meningkat.
102
Lanjutan lampiran 3.
No. Responden : (diisi oleh mahasiswa)
Tanggal Pengisian :____/____/______
Bagian I :
Petunjuk Pengisian Kuesioner
Pada bagian I, Ibu/Saudari diminta untuk mengisi bagian yang kosong dengan
data Ibu/Saudari dan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban
yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama Lengkap : …………………………………………….
2. Usia : ……………tahun
3. Status : Belum/Pernah/Sudah * ) Menikah
4. Masa kerja : ………tahun………bulan
5. Pangkat/Golongan Ruang : ………….
6. Jabatan di BPMKB : ………………………………………….....
7. Pendidikan terakhir :
a. SD d. Diploma (D1/D2/D3 *) )
b. SMP e. Sarjana (S1/S2/S3 *) )
c. SMA
8. Keadaan umum anggota keluarga :
No. Nama Jenis
Kelamin Usia
Status
dalam
Keluarga
Pendidikan Pekerjaan
Keterangan : *) coret yang tidak perlu
103
Lanjutan lampiran 3.
Bagian II :
Petunjuk Pengisian Kuesioner
Pada bagian II, Ibu/Saudari diminta untuk memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan Ibu/Saudari sebenarnya. Berikut keterangannya : STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju KS : Kurang Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju
A. FAKTOR INTERNAL
No. Pernyataan Tanggapan
STS TS KS S SS
1) MOTIVASI
1 Saya bekerja untuk menambah penghasilan keluarga
2 Saya bekerja karena ingin memanfaatkan ilmu atau keahlian (pendidikan) yang saya miliki
3 Saya bekerja karena ingin mencapai prestasi dalam pekerjaan dan mengembangkan karier saya
2) PERAN GANDA STS TS KS S SS
1 Saya tidak dituntut untuk bisa dan harus menjadi istri yang baik bagi suami dan ibu yang baik bagi anak-anak (bagi yang sudah menikah) atau anak yang baik bagi orang tua (bagi yang belum menikah)
2 Saya merasa tanggung jawab saya di rumah dan di kantor sama besar, saya tidak merasa lebih bertanggung jawab atas salah satu tugas
3 Saya merasa telah berhasil menjalankan peran saya di dalam keluarga (sudah menikah: sebagai istri dan ibu; belum menikah: sebagai anak) dan di kantor (sebagai pegawai)
4 Menurut saya, peran ganda yang dimiliki oleh seorang pegawai wanita akan mempengaruhi pengembangan kariernya
3) RASA BERSALAH
1 Saya tidak merasa bersalah dan khawatir jika : a. anak saya diasuh oleh pembantu/anggota keluarga lain atau
dititipkan pada jasa penitipan anak (bagi yang sudah memiliki anak)
b. orang tua saya diurus oleh anggota keluarga yang lain atau dimasukkan ke panti jompo (bagi yang belum memiliki anak)
2 Besar atau kecilnya rasa bersalah yang dirasakan oleh pegawai wanita akan mempengaruhi pengembangan kariernya
104
Lanjutan Lampiran 3.
No. Pernyataan Tanggapan
STS TS KS S SS
4) BERANI SUKSES
1 Saya merasa berani untuk sukses, terutama jika jabatan yang saya miliki lebih tinggi daripada pasangan saya
2 Saya merasa berani untuk sukses, terutama jika penghasilan yang saya dapatkan lebih tinggi daripada pasangan saya
3 Saya merasa bahwa kesuksesan itu bukan sesuatu menyulitkan diri sendiri dan orang-orang di sekitar saya, termasuk keluarga.
5) PENGALAMAN STS TS KS S SS
1 Saya selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh BPMKB
2 Saya selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh Pemkot Bogor
3 Saya aktif menghadiri kegiatan pertemuan dengan unit-unit kerja lain di Kota Bogor
4 Pengalaman dan keaktifan yang saya miliki akan mempengaruhi pengembangan karier saya
6) TINGKAT KESADARAN GENDER STS TS KS S SS
1 Suami tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga
2 Wanita tidak hanya bertugas mengurus anak dan keluarga (rumah tangga)
3 Wanita boleh bekerja di luar rumah
4 Wanita dan pria memiliki hak yang sama untuk menjadi seorang pemimpin
5 Pria dan wanita memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan dalam memperoleh suatu pekerjaan atau jabatan
6 Pria boleh mengerjakan pekerjaan wanita, termasuk ikut mengurus pekerjaan dan masalah rumah tangga
7 Tidak hanya pria yang berkewajiban mencari nafkah
8 Menurut saya, tingkat kesadaran gender yang dimiliki oleh seorang pegawai wanita akan mempengaruhi pengembangan kariernya
105
B. FAKTOR EKSTERNAL
No. Pernyataan Tanggapan
STS TS KS S SS
1) DUKUNGAN KELUARGA
1 Keluarga tidak merasa terganggu bila saya bekerja di luar rumah
2 Keluarga mengizinkan saya untuk menjadi wanita karier (mencapai prestasi dan mengembangkan karier)
3 Keluarga mau bekerja sama untuk menyelesaikan tugas saya di rumah
4 Keluarga tidak keberatan jika pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh peran pengganti (anggota keluarga lain atau pembantu)
5 Keluarga sangat pengertian jika saya sedang mengalami stres karena pekerjaan saya di kantor
6 Keluarga dengan senang hati ikut membantu bila ada masalah dalam pekerjaan saya
7 Saya memiliki anggota keluarga lain yang bersedia dan bisa menggantikan saya untuk mengasuh anak (bagi yang sudah memiliki anak) atau mengurus orang tua (bagi yang belum memiliki anak)
8 Keluarga mendukung karier saya sepenuhnya
9 Saya merasa dukungan keluarga yang diberikan kepada saya mempengaruhi pengembangan karier saya
2) LINGKUNGAN KERJA
1 Instansi memberikan kesempatan yang sama antara pria dan wanita untuk mendapatkan pangkat dan posisi/jabatan tertentu
2 Saya merasa puas dengan tunjangan dan jaminan pekerjaan yang saya terima
3 Saya merasa kondisi kerja yang ada selama ini sudah baik (tenang, nyaman, dan aman)
4 Saya memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja di BPMKB
5 Saya merasa puas karena mendapatkan hak-hak yang memperhatikan faktor biologis saya sebagai wanita, seperti cuti bersalin atau ketersediaan fasilitas ketika saya sedang haid
6 Saya merasa beban kerja pada pekerjaan saya sesuai dengan kemampuan saya (tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan)
7 Instansi memberikan akses pelayanan kesehatan yang sama antara pria dan wanita
8 Instansi tidak pernah memberhentikan seorang pegawai karena alasan hamil atau cuti bersalin
9 Penentuan umur pensiun bagi pria dan wanita adalah sama
10 Saya merasa lingkungan kerja tempat saya bekerja mempengaruhi pengembangan karier saya
106
Lanjutan Lampiran 3.
C. JENJANG KARIER
1) Kenaikan Jabatan
1. Pernahkah Ibu/Saudari mengalami kenaikan atau perubahan jabatan
selama menjadi PNS?
a. Pernah b. Tidak pernah
Bila pernah, tolong sebutkan :
Riwayat jabatan selama menjadi PNS
Tahun Jabatan Eselon
(diisi jika perlu)
Keterangan
2. Berapa kali Ibu/Saudari mengalami kenaikan atau perubahan jabatan
selama menjadi PNS? …………………
2) Kenaikan Pangkat/Golongan Ruang
1. Pernahkah Ibu/Saudari mengalami kenaikan pangkat/golongan selama
menjadi PNS?
a. Pernah b. Tidak pernah
Bila pernah, tolong sebutkan :
Riwayat kenaikan pangkat/golongan ruang
Tahun Golongan Keterangan
107
Lanjutan Lampiran 3.
2. Berapa kali kenaikan pangkat yang pernah dialami oleh Ibu/Saudari
selama menjadi PNS? ……………..
3) Kenaikan Upah
1. Berapa upah/gaji pokok yang diterima saat ini?
a. 1.000.000 – 1.500.000
b. 1.501.000 – 2.000.000
c. 2.001.000 – 3.000.000
d. 3.001.000 – 3.500.000
e. lebih besar dari 3.500.000
2. Berapa besar upah/gaji pokok yang diterima oleh Ibu/Saudari pada saat
pertama kali bekerja menjadi PNS?
a. lebih kecil dari 1.000.000
b. 1.000.000 – 1.500.000
c. 1.501.000 – 2.000.000
d. 2.001.000 – 3.000.000
e. 3.001.000 – 3.500.000
f. lebih besar dari 3.500.000
3. Berapa kali Ibu/Saudari mengalami kenaikan upah?
.......................
108
Lampiran 4. Hasil uji validitas kuesioner dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007
No. Variabel Rata-Rata Skor Pertanyaan
Validitas Pertanyaan Keterangan
1 mot1 4.140 0.385 valid 2 mot2 4.120 0.400 valid 3 mot3 4.000 0.375 valid 4 pg1 3.280 0.459 valid 5 pg2 3.880 0.431 valid 6 pg3 3.620 0.435 valid 7 pg4 3.520 0.409 valid 8 rb1 2.680 0.382 valid 9 rb2 3.220 0.414 valid 10 ts1 4.120 0.686 valid 11 ts2 3.880 0.431 valid 12 ts3 3.280 0.459 valid 13 plm1 4.080 0.382 valid 14 plm2 3.960 0.429 valid 15 plm3 3.740 0.407 valid 16 plm4 4.160 0.527 valid 17 tkg1 4.060 0.504 valid 18 tkg2 4.140 0.597 valid 19 tkg3 4.220 0.791 valid 20 tkg4 4.180 0.497 valid 21 tkg5 4.380 0.449 valid 22 tkg6 4.200 0.586 valid 23 tkg7 4.080 0.659 valid 24 tkg8 3.900 0.441 valid 25 dk1 4.120 0.686 valid 26 dk2 4.140 0.729 valid 27 dk3 4.200 0.538 valid 28 dk4 3.800 0.479 valid 29 dk5 3.980 0.456 valid 30 dk6 3.980 0.393 valid 31 dk7 3.960 0.598 valid 32 dk8 4.260 0.474 valid 33 dk9 4.240 0.530 valid 34 lk1 4.220 0.626 valid 35 lk2 3.780 0.429 valid 36 lk3 3.640 0.381 valid
109
Lanjutan lampiran 4.
No. Variabel Rata-Rata Skor Pertanyaan
Validitas Pertanyaan Keterangan
37 lk4 4.180 0.416 valid 38 lk5 3.980 0.468 valid 39 lk6 3.840 0.521 valid 40 lk7 4.160 0.440 valid 41 lk8 4.080 0.484 valid 42 lk9 4.220 0.643 valid 43 lk10 4.000 0.586 valid
110
Lampiran 5. Hasil uji reliabilitas kuesioner dengan menggunakan software SPSS Statistics 17.0
Reliability [DataSet0]
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.916 43
111
Lampiran 6. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 untuk pengaruh karakteristik terhadap karier wanita
Binary Logistic Regression: karier versus usia, masa kerja, pendidikan, status
Link Function: Logit Response Information Variable Value Count karier 1 27 (Event) 0 23 Total 50 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant -11.8976 3.64064 -3.27 0.001 usia 0.271865 0.0891502 3.05 0.002 1. 31 1.10 1.56 masa kerja -0.0442665 0.0998709 -0.44 0.658 0. 96 0.79 1.16 pendidikan 3.44061 1.05531 3.26 0.001 31. 21 3.94 246.91 status -0.235093 1.82618 -0.13 0.898 0. 79 0.02 28.34 Log-Likelihood = -16.610 Test that all slopes are zero: G = 35.775, DF = 4, P-Value = 0.000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 37.4656 45 0.780 Deviance 33.2194 45 0.903 Hosmer-Lemeshow 7.7726 8 0.456 Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1 Obs 0 0 0 2 3 4 3 5 5 5 27 Exp 0.1 0.3 0.7 1.1 2.4 3.6 4.5 4.6 4.8 4.9 0 Obs 5 5 5 3 2 1 2 0 0 0 23 Exp 4.9 4.7 4.3 3.9 2.6 1.4 0.5 0.4 0.2 0.1 Total 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50 Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant 579 93.2 Somers' D 0.87 Discordant 41 6.6 Goodman-Kruskal Gamma 0.87 Ties 1 0.2 Kendall's Tau-a 0.44 Total 621 100.0
112
Lampiran 7. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 untuk pengaruh faktor internal terhadap karier wanita
Binary Logistic Regression: KARIER versus MOT, PG, RB, TS, PGLMN, TKG Link Function: Logit Response Information Variable Value Count KARIER 1 27 (Event) 0 23 Total 50 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant -2.33122 1.11683 -2.09 0.037 MOT 0.837941 0.949653 0.88 0.378 2.31 0.36 14.87 PG 1.34859 1.35208 1.00 0.319 3.85 0.27 54.53 RB -0.239132 0.972599 -0.25 0.806 0.79 0.12 5.30 BS 2.71109 1.09216 2.48 0.013 15.05 1.77 127.96 PGLMN 3.16274 1.01830 3.11 0.002 23.64 3.21 173.92 TKG 2.44955 1.04338 2.35 0.019 11.58 1.50 89.53 Log-Likelihood = -17.437 Test that all slopes are zero: G = 34.121, DF = 6, P-Value = 0.000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 40.6802 19 0.003 Deviance 17.8710 19 0.531 Hosmer-Lemeshow 18.0443 7 0.012 Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total 1 Obs 1 0 0 2 4 5 8 6 1 27 Exp 0.1 0.4 0.7 2.0 4.0 5.6 7.3 5.9 1.0 0 Obs 4 6 5 4 2 2 0 0 0 23 Exp 4.9 5.6 4.3 4.0 2.0 1.4 0.7 0.1 0.0 Total 5 6 5 6 6 7 8 6 1 50 Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant 569 91.6 Somers' D 0.85 Discordant 40 6.4 Goodman-Kruskal Gamma 0.87 Ties 12 1.9 Kendall's Tau-a 0.43 Total 621 100.0
113
Lampiran 8. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 untuk pengaruh faktor eksternal terhadap karier wanita
Binary Logistic Regression: KARIER versus DK, LK Link Function: Logit Response Information Variable Value Count KARIER 1 27 (Event) 0 23 Total 50 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant -1.27684 0.778166 -1.64 0.101 DK 0.560994 0.766540 0.73 0.464 1.75 0.39 7.87 LK 1.90289 0.638124 2.98 0.003 6.71 1.92 23.42 Log-Likelihood = -29.315 Test that all slopes are zero: G = 10.365, DF = 2, P-Value = 0.006 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 2.00598 1 0.157 Deviance 1.86095 1 0.173 Hosmer-Lemeshow 2.00598 2 0.367 Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group Value 1 2 3 4 Total 1 Obs 2 5 3 17 27 Exp 1.1 5.9 3.9 16.1 0 Obs 3 13 3 4 23 Exp 3.9 12.1 2.1 4.9 Total 5 18 6 21 50 Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant 386 62.2 Somers' D 0.48 Discordant 87 14.0 Goodman-Kruskal Gamma 0.63 Ties 148 23.8 Kendall's Tau-a 0.24 Total 621 100.0
top related