fakultas psikologi universitas negeri syarif...
Post on 25-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ORIE.NTASI RELIGIUS DENGAN
PSYCHOLOGICAL WELL BEING
(KESEJAHTERAA.N PSU<OL.OGIS)
SKRIP SI
Diajukan Untuk Mernenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Olell:
IMA MAULANI ARBA'AH
NIM:102070025909
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLA~Jl NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1428 H / 2007 M
HUBUNGAN ORIENTASI RELIGIUS DENGAN
PSYCHOLOGICAL WELL BEING
(KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
IMA MAULANI ARBA'AH
NIM: 102070025909
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
. bdul Mujib
NIP. 150283344
F AKUL T AS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS !SLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATUllAH
JAKARTA
1428 H / 2007 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Hubungan Antara Orientasi Religius dengan
Psychological Well Being (Keseja/1teraan Psikologis) telah diujikan.
dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Februari 2007. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Jakarta, 26 Februari 2007
Sidang Munaqasyah
Anggota
NIP. 150267280
Pembimbing I
M.Si.
gkap Anggota
Pembimbing II
D. ul Mujib NIP. 150283344
M.Si.
"'Wafiai jiwajiwa yang tenang.
Xem6all{afi lieyaaa 'Tufianmu cfengan
fiati yang yuas Cagi cfiriafiai-Nya.
Malia masuli{afi lie aaCam
jamaafi fiam6a-fiam6a-Xu.
'IJan masuli{afi lie aaCam surga-Xu"
(QS . .Jl{-:fajr: 27-30)
iv
~~Utt
~ ~
~~~
4B~~ SdJat~
ABSTRAKSI
(C) Ima Maulani Arba'ah
(A) F akultas Psikologi (B) F ebruari 2007
(D) Hubungan A ntara 0 rientasi R eligius d engan Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologis)
(E) x + 80 halaman (F) Selama menjalani hidup, setiap individu memiliki pengalaman
pengalaman, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, yang selanjutnya akan menyebabk.om kebahagiaan atau ketidakbahagiaan. Walaupun sumbarnya berbeda-beda, namun setiap individu berusaha mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Salah satu indikasi kunci dari perasaan bahagia adalah kesejahteraan psikis atau psychological well-being. Jiwa yang sejahtera menggambarkan seberapa positif seseorang menghayati dan menjalani fungsi-fungsi psikologisnya. Peneliti psychological well-being, Ryff (1995) menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera apabila ia tidak sekadar bebas dari tekanan atau masalah mental yang lain. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah nanyut oleh pengaruh lingkungan. Tentu saja orang tersebut memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, menyadari bahwa hidupnya bermakna dan bertujuan. la merasakan dirinya tetap berkembang dnn bertumbuh, serta mampu menguasai ingkungannya. Salah satu aspek yang diasumsikan memberi nilai pada kesejahteraan psikis seseorang adalah agama atau religi. Cara pandang terhadap agama atau dalam tataran ilmu psikologi dikenal dengan istilah orientasi religius tidaklah sama pada setiap individu. Sebagian menganggap agama sebagai penggerak utama dalam segala aspek kehidupannya, sebagian lagi menggunakan agama hanya sebagai alat untuk memenuhi dorongan sosialnya, bahkan sebagian lainnya memilih untuk tidak melibatkan diri dengan agama. Masingmasing orientasi religius ini memberi nilai tersendiri terhadap kondisi psikologis individu, Karena itu, dapat diasumsikan bahwa orientasi religius seseorang memiliki dampak terhadap psychological well being.
Penelitian ini beriujuan untuk menemul<an hubungan yang signifikan antara orientasi religius dengan psyd1ological well being.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan di Universitas Islam N egeri ( UIN) S yarif H idayatullah Jakarta d engan j umlah s ampel
v
sebanyak 30 orang yang berstatus sebagai mahasiswa S 1, yang diambil dengan teknik incident· sampling (sampel kebetulan). lnstrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi korelasi Pearson untuk menguji validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan regresi linear sederhana untuk pengujian hipotesis penelitian.
Jumlah item valid untuk skala orientasi religius sebanyak 38 item. Reliabilitas skala orientasi religius adalah 0.9130. Sedangkan jumlah item valid untuk skala psychological well being sebanyak 54 item. Reliabilitas skala psychological well being adalah 0.9483. Berdasarkan analisis regresi linear sederhana, diperoleh hasil r hitung (0,690 ) > r tabel
(0,361 ). Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi religius dengan psychological well being
(G) Bahan Bacaan: 31 (1967 -2006)
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Orientasi Religius Dengan Psychological Well Being". Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnyc: hidup di bawah naungan Islam
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah dan Pembimbing Akademik, lbu Ora. Hj Netty Hartati, M. Si, yang telah banyak memberikan pengarahan dan perhatian kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
2. lbu Ora. Zahrotun Nihayah, M. Si, alas segala bimbingan, saran dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Abdul Mujib, yang senantiasa memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing seminar skripsi, Bapak Ors. Abdul Rahman Saleh, M.Si, yang tidak pernah bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala dalam penyusunan skripsi ini.
5. Para Dasen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan ilmu kepada penulis.
6. Seluruh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini
7. Yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah dan Rasul-Nya, Mamah, Bapak, dan suami tercinta yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih tak bersyaratnya kepada penulis.
8. Seluruh keluarga, a Imam & t Nunun, a Ahrul & t Mira, a Tsalis & t Neviy, d Nisa, Haifa, Hunafa, Elhamd, dan Najla, cinta dan dukungan kalian semua selalu mengobarkan semangat penulis.
9. Seluruh sahabat di Fakultas Psikolog angkatan 2002, alas persahabatan dan dukungan yang telah kalian berikan.
10. Sahabat terdekat (Nita, Liza, Dwi, Yanti, Ria, Yuyun, Kiki, Lika, Mamay, Babay), atas segala motivasi yang tiada henti dan waktu yang disediakan untuk berbagi di setiap kesempatan.
vii
11. Mbah Hell (Rental Orion) yang selalu siap membantu mengedit skripsi ini.
Semoga Allah memberikan paha1a yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan.
Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan kritiknya.
Jakarta, 19 Februari 2007
Penulis
viii
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISi
MOTTO.................................................................................................... iv
ABSTRAKSI .. . . . .. .. . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . .. . . . .. .. . . . .. .. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . v
KATA PENGANTAR................................................................................ vi
DAFT AR ISi . .. . .. .. .. .. .... .. .... .... .. .. .. .. .. . .. .. .... .... .. .. .. .. .. .... .. ...... .. .. ... .. .. .. .. .. .. .. vii
DAFT AR T ABEL...................................................................................... viii
DAFT AR GAMBAR .. ...... .. ....................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................. 1
1.2 ldentifikasi Masalah.............. .... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 10
1.3 Batasan Masalah Penelitian............................................ 11
1.4 Perumusan Masalah Penelitian....................................... 12
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................ 12
1.6 Manfaat Penelitian........................................................... 12
1. 7 Sistematil<a Penulisan............ .... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .... .. . 13
BAB 2 KAJIAN PUST AKA
2.1 Orientasi Religius ............................................................ 15
2.1.1. Pengertian Orientasi Religius ............................... 15
2.1.2. Dimensi Orientasi Religius.................................... 17
2.1.3. Aspek-aspel< Orientasi Religius............................ 21
ix
2.2 Psychological Well Being ................................................ 23
2.2.1. Definisi Psychological Well Being......................... 23
2.2.2. Dimensi Psychological Well Being........................ 26
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well
Being.................................................................... 29
2.3 Hubungan Antara Orientasi Religius dengan Psychological
Well Being...................... ................................................ 30
2.4 Hipotesis ......................................................................... 33
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jen is Penelitian ................... .. .... .. .. .... ....... .. .. ........ .. .. ... .. .. 34
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ..................... 34
3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel .......... 35
3.2 Pengambilan Sampel ...................................................... 38
3.2. 1. Populasi ............................................................... 38
3.2.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel............ 38
3.3 Teknik Pengumpulan Data.............................................. 39
3.3. 1. Metode dan lnstrumen Penelitian ......................... 39
3.3.2. Hasil Uji Caba lnstrumen Penelitian .................... 42
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisa Data............................. 45
3.5 Prosedur Penelitian ......................................................... 47
3.5.1. Tahap Persiapan ................................................. 47
3.5.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ............................ 48
x
BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Um um Respond en ........................... ............. 49
4.1.1. Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin..... 49
4.1.2. Gambaran Umum Berdasarkan Usia.................... 50
4.1.3. Gambaran Umum Berdasarkan Fakultas ............. 50
4.1.4. Gambaran Umum Berdasarkan Semester........... 51
4.2 Uji Persyaratan................................................................ 52
4.2.1. Uji Normalitas ....................................................... 52
4.2.2. Uji Homogenitas ...... .. .... .. .. .. .. .. ...... ....................... 55
4.2.3. Uji Linearitas......................................................... 57
4.3 Hasil Uji Hipotesis ...................... ............................... ...... 58
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................... ................................ 63
5.2 Diskusi................................. ............................................ 63
5.3 Saran............................................................................... 67
DAFT AR PUST AKA
LAMPI RAN
xi
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
DAFT AR T ABEL Blue Print skala Orientasi Religius ....................................... .
Blue Print Skala Psycho/ogic3/ Well Being ......................... ..
Kategori Jawaban Skala Like rt ............................................ .
Blue Print Revisi Skala Orientasi Religius ............................ .
Blue Print Revisi Skala Psychological Well Being ................ .
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .............. .
Distribusi Responden Berdasarkan Usia ............................. .
Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas ....................... .
Distribusi Responden Berdasarkan Semester ..................... .
40
41
42
43
44
49
50
51
52
Tabel 4.5 Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov ...................................... 53
Tabel 4.6 Uji Homogenitas ................................................................... 56
Tabel 4.7 Nilai Uji Linearitas ................................................................. 57
Tabel 4.8 Statistik Deskriptif ................................................................. 58
Tabel 4.9 Nilai koefisien korelasi. ......................................................... 59
Tabel 4.10 Nilai R Square (koefisien determinasi).................................. 59
Tabel 4.11 Nilai uji F ............................................................................... 60
Tabel 4.12 Persamaan regresi sederhana.............................................. 61
Tabel 4.13 Nilai Uji t................................................................................ 61
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 2 Hasil Uji Normalitas
Lampiran 3 Hasil Uji Linearitas
Lampiran 4 Hasil Uji Homogenitas
Lampiran 5 Hasil Uji Analisis Regresi Sederhana
Lampiran 6 lnstrumen Penelitian
XIV
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
lntegrasi antara agama dan psikologi dirnulai ketika munculnya bidang kajian
baru dalam ilmu psikologi yaitu psikologi agama. William James adalah
seorang tokoh yang dapat dianggap sebagai bapak psikologi agama.
Bukunya yang berjudul The Varieties of Religious Eksperience, merupakan
buku pertama yang membahas mengenai pengalaman beragama individu
secara mendalam dan komprehensif. James berpendapat bahwa agama
mempunyai peranan sentral dalam menentukan perilaku manusia. Menurut
James, dorongan beragama pada manusia sama menariknya dengan
dorongan-dorongan lainnya. (James, 1958, dalam Jalaluddin, 2005).
Lahirnya karya William James berhasil memicu semangat dari banyak ahli
psikologi untuk terus meneliti agama melalui pendekatan psikologi, sehingga
setelah itu lahirlah berbagai buku dan jurnal yang memuat berbagai hasil
penelitian mengenai psikologi agama. Penelitian yang banyak dilakukan
adalah mengenai efek agama pada kesehatan mental. Seperti hasil penelitian
Koenig pada tahun 1997 (dalam Jalaluddin, 2002) menemukan bahwa
sejumlah besar penduduk Amerika, yaitu sekitar 20-40% mengatakan bahwa
1
agama merupakan salah satu faktor penling yang membantu mereka
mengatasi situasi hidup yang penuh stress.
2
Salah satu aspek yang dikaji oleh psikologi agama sebagai hasil dari
perkembangannya adalah masalah orientasi beragama atau religious
orientation. Allport adalah tokoh yang pertama-tama mengenalkan konsep ini,
melalui sebuah penelitian yang dilakukan bersama rekannya Ross mengenai
pengaruh orientasi religius terhadap prejudice. Hasil penelitian Allport
menarik kalangan ilmiah lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana
pengaruh orientasi religius pada perilaku manusia.
Menurut Allport & Ross (1967), orientasi religius merupakan sistem cara
pandang individu mengenai kedudukan agama dalam hidupnya. Yakni
bagaimana agama berperan dalam kehidupan seseorang. Lebih lanjut, Allport
membagi orientasi religius ke dalam dua jenis, yaitu orientasi religius intrinsik
dan orientasi religius ekstrinsik. Seseorang dikatakan memiliki orientasi
religius intrinsik apabila ia menjadikan agama sebagi motif utama dan
penggerak kehidupannya, sehingga segala aspek yang ia lakukan didasarkan
pada agama yang ia anut. Sedangkan seseorang dikatakan memiliki
orientasi religius ekstrinsik apabila ia memperlakukan agama bukan sebagai
motif utama, melainkan sebagai sarana L'ntuk memenuhi kebutuhan lain,
misalnya status sosial, keamanan, dan kenyamanan.
3
Untuk mengukur orientasi religius seseorang, Allport memelopori pembuatan
skala orientasi religius. Skc.la ini dirancang untuk melakukan assesmen
dengan mengukur orientasi religius. Skala ini menghasilkan suatu ukuran
kontinum dari orang yang berorientasi re1igius ekstrinsik hingga yang intrinsik
(Allport, 1956; Allport & Ross, 1967, dalam Wulf, 1997). Namun, dalam
perkembangan selanjutnya, ukuran yang dikembangkan oleh Allport tersebut
menghasilkan dua tipe orientasi religius lain yaitu tipe non religius dan tipe
indiscriminately pro-religius. Seseorang dikatakan memiliki tipe orientasi non
religius, apabila skor yang ia peroleh dari skala orientasi religius Allport
rendah pada kedua dimensi baik dimensi intrinsik maupun dimensi elstrinsik.
Sedangkan tipe indiscriminately pro-religws ditunjukkan bagi orang yang
memiliki skor tinggi pada kedua dimensi, yaitu dimensi intrinsik dan ekstrinsik
(Herek, 1987).
Berdasarkan temuan di alas, dapat dikatakan bahwa seseorang tidak hanya
dapat memiliki orientasi religius yang tinggi pada dimensi intrinsik dan
ekstrinsik saja. Seseorang dapat memiliki orientasi religius yang rendah pada
dimensi intrinsik dan ekstrinsik, dan dapat pula tinggi pada kedua dimensi itu.
Seseorang dapat berusaha mengamalkan agamanya dengan sungguh
sungguh, namun tanpa disadarinya pada saat yang sama ia dapat
memanfaatkan agama untuk keuntungannya. Hal ini dapat menyebabkan
seseorang memiliki orientasi religius yang tinggi pada dimensi intrinsik dan
ekstrinsik.
Selain itu, seseorang dapat pula menganggap nilai-nilai luhur agamanya
bukanlah suatu yang sangat penting, hanya ritual dan ia pun tidak berusaha
menggunakan agama untuk keuntungannya. Bisa saja ia merasa bahwa
agama tidak menawarkan keuntungan pribadi bagi dirinya. Hal ini dapat
menyebabkan seseorang berorientasi rendah pada dimensi intrinsik dan
ekstrinsik.
Berkaitan dengan beberapa tipe orientasi religius yang muncul, Nurcholis
Madjid (1997) mengemukakan bahwa tidak jarang tingkah laku yang
tampaknya bersifat religius, setelah dianalisa lebih mendalam ternyata
mempunyai motif hal-hal yang mungkin justru bertentangan dengan nilai-nilai
keagamaan, misalnya bermotifkan kedudukan, kekayaan, kekuasaan,
kesukuan. kedaerahan, dan berbagai 'vested interest' yang lain.
Fenomena yang dapat dijadikan contoh mengenai pernyataan diatas, mudah
ditemui di masyarakat kita. Bukan lagi sebuah rahasia, bila seorang calon
pejabat yang membagi-bagikan sembako pada orang miskin bukan murni
untuk menolong, tapi menarik simpati dan dukungan. Atau seseorang rajin
4
pergi ke sebuah pengajian dan tempat ibadah agar dipandang sebagi orang
yang religius.
Perbedaan antara kedua jenis orientasi religius yang dikemukakan oleh
Allport akan menimbulkan dampak yang berbeda bagi individu yang
menganutnya, baik dari segi sikap ataupun perilaku. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Allport & Ross (1967), individu yang memiliki orientasi
religius intrinsik mempunyai sikap yang lebih toleran, menghargai kelompok
minoritas, dan kurang prejudice dibandingkan dengan individu yang memiliki
orientasi religius ekstrinsik.
Selanjutnya, hasil penelitian Batson & Rebecca (1981) menunjukkan, pada
individu yang berorientasi religius intrinsik tampak perilaku menolong yang
dilandasi oleh kebutuhan internal untuk r.ienolong, bukan oleh ekspresi yang
dinyatakan oleh orang yang membutuhkan pertolongan. Selain itu, kedua
jenis orientasi religius dimungkinkan pula berdampak pada kondisi psikologis
individu yang bersangkutan.
Efek psikologis yang dirasakan oleh seorang calon pejabat yang membagi
bagikan sembako untuk mendapat simpati dan dukungan, tentu akan
berbeda dengan efek psikologis yang dirasakan oleh orang yang dengan
tulus memberikan pertolongan tanpa motif apapun. Galon pejabat tersebut
5
akan merasakan kepuasan bila tujuan dari perilakunya yaitu mendapat
dukungan dan simpati tercapai, dan jika tidak tercapai ia merasa tidak puas,
atau bahkan menyesali perbuatannya yang dianggap sia-sia dan hanya
mengahambur-hamburkan materi saja. Sedangkan orang yang menolong
dengan tulus akan merasa bahagia tepat pada saat ia memberikan
pertolongan, terlepas ia mendapat keuntungan atau tidak atas perbuatannya.
Lebih lanjut mengenai kaitan antara kondisi psikologis individu dengan
orientasi religius ini memerlukan pembahasan yang lebih mendalam, karena
seperti diketahui, unsur psikologis pada individu merupakan sesuatu bersifat
kompleks dan melibatkan banyak aspek. Seseorang dikatakan baik (well)
secara psikologis, tidak hanya karena ia 111erasa puas atau bahagia, dan
terbebas dari gangguan-gangguan kejiwaan, tetapi berbagai aspek psikologis
lainnya harus terpenuhi. Dan untuk mengukurnya, diperlukan sebuah konsep
yang komprehensif. Salah satunya adalah menggunakan konsep
psychological well being.
Mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia yang tepat untuk istilah
psychological well being tidaklah mudah, karena istilah psychological well
being sendiri mencakup beberapa aspek psikologis yang beragam. Namun
beberapa peneliti di Indonesia memadankan istilah psychological well being
dengan kesejahteraan psikologis, di antaranya Magdalena S. Halim dan
6
Wahyu Dwi Atmoko (2005) dala.m penelitiannya yang menghubungkan
kecemasan HIV/AIDS pada waria yang menjadi PSK dengan psychological
well being.
7
Dalam bahasa aslinya pun, istilah psychological well being didefinisikan
dengan beragam. Bila kita dapat dengan mudah mengartikan sejahtera fisik,
yaitu terbebasnya seseorang dari penyakit fisik, tidak demikian halnya
dengan kesejahteraan psikologis. Hal ini sulit didefinisikan karena banyaknya
faktor yang terlibat di dalamnya. Para penellili selama ini mengartikan
psychological well being sebagai suatu konsep yang terdiri dari kebahagiaan
sebagai komponen afektif, dan kepuasan hidup sebagai komponen kognitif.
Di antaranya definisi yang dikemukakan oleh Bradburn (1969 dalam Ryff,
1989) dan Neugarten, Havighurst, dan Tobin (1961, dalam Ryff, 1989).
Dengan demikian, pengukururan mengenai psychological well being
dilakukan dengan dengan mengukur indil<ator-indikator dari kebahagiaan dan
kepuasan hidup. Namun pada akhirnya, rengertian tersebut kembali
dipertanyakan karena tidak didasari oleh landasan teori yang kuat dan belum
menampilkan ciri-ciri penting dari psychological well being (Ryff, 1995).
Menurut Ryff (1989), seseorang dikatakan memiliki psychological well being
yang tinggi tidal< sekedar bebas dari indikator kesehatan mental negatif,
tetapi lebih pada kemampuan untuk dapat merealisasikan potensi yang
8
terdapat pada diri seseorang secara optimal. Selanjutnya, Ryff (1989)
mengajukan konsep psychological well being yang mengacu pada teori
positive psychological functioning, teori kesehatan mental, dan teori psikologi
perkembangan. la berpendapat bahwa individu dapat dikatakan memiliki
psychological well being apabila ia mampu menerima dirinya, mampu
menjalin hubungan dengan individu lain, memiliki kemandirian, mampu
menguasai lingkungan kehidupannya, memiliki tujuan hidup, dan berupaya
menjadi individu yang terus berkembang. Maka, untuk dikatakan mempunyai
kondisi psikologis yang well, kesemua dimensi yang ada dalam psychological
well being harus terintegrasi dalam diri individu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa mencapai kebahagiaan dan kepuasan
merupakan dambaan setiap orang. Terlepas dengan cara apa ia
memperolehnya. Namun, bagi individu yang mengenal agama, kebahagiaan
dan kepuasan yang ingin dicapai bukan kebahagiaan semu, melainkan
kebahgiaan hakiki. Agama mengajarkan, untuk mencapai kebahagiaan dan
kepuasan yang hakiki, seseorang dituntut untuk taat dan patuh pada
keseluruhan ajarannya tanpa terkecuali, atau dalam Islam dikenal dengan
istilah kaffah. Walaupun konsep ini telah jelas, bahkan pada semua agama,
namun pada prakteknya tidak semua individu mampu melaksanakannya.
Salah satunya dimungkinkan berkaitan dengan orientasi religius yang ia
miliki. Seseorang dengan orientasi religius intrinsik, dimana ia menjadikan
9
agama sebagai master motive dalam kehidupannya akan berusaha mencapai
kebahagiaan hakiki sebagaimana diajarkan oleh ajaran agamanya.
Sedangkan pada individu yang berorientasi religius ekstrinsik, dimana agama
hanya dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan pribadi, maka
kebahagiaan yang ia peroleh mungkin bersifat semu belaka.
Penelitian mengenai psycl10logical well being sendiri, selama ini lebih banyak
dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika. Terna penelitian umumnya
mengaitkan psychological well being dengan gender, usia, masalah
demografi, dan kondisi fisik individu, misalnya penderita kanker atau penyakit
tertentu lainnya. Di Indonesia sendiri, belum banyak akademisi psikologi yang
melal<ukan penelitian mengenai psychological well being. Diantara yang
pernah dilakukan, yakni oleh mahasisiwa psikologi UI yang mengaitkan
psychological well being dengan kepuasan pernikahan pada istri bekerja,
psychological well being dengan status lajang pada pria dan wanita usia 30-
40 tahun, dan gambaran psychological well being pada usia lanjut berkenaan
dengan tempat tinggal mereka, di panti jompo atau di rumah.
Sedangkan penelitian mengenai well being kaitannya dengan masalah
keberagamaan, sebelumnya banyak dilakukan di Amerika dan Erofa yang
memiliki latar budaya individualistis, dengan menggunakan orang-orang
beragama Kristen, Katolik dan Yahudi sebagai subjek penelitian. Salah
10
satunya dilakukan oleh Rachel J, Richter pada tahun 2000, yaitu mengaitkan
psychological well being dengan Christian Spiritual Well Being. Di Indonesia,
penelitian serupa pernah dilakukan, tetapi dengan subjek yang berbeda yakni
masyarakat beragama Hindu di Bali. Namun, dari keseluruhan penelitian
mengenai psychological well being yang pernah ada di Indonesia, belum ada
yang secara spesifik menghubungkannya dengan orientasi religius, terutama
dengan subjek penelitian beragama Islam. Penelitian ini penting dilakukan
untuk mengetahui aspek well being mana yang paling berperan pada
masyarakat timur khususnya yang beragama Islam, berkaitan dengan
orientasi religius yang mereka miliki.
1.2. ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yar.g telah dikemukakan di alas, maka
beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat hubungan antara orientasi religius dengan psychological
well being?
2. Bagaimana arah hubungan orientasi religius dengan psychological well
being?
1.3. Batasan Masalah Penelitian
Untuk mendapatkan hasil penelitian yanb spesifik, maka peneliti perlu
membatasi permasalahan dalam penelitian, yaitu:
11
1. Orientasi religius adalah sistem cara pandang individu mengenai
kedudukan agama dalam hidupnya, yang menentukan juga bentuk relasi
individu dengan agamanya. Orientasi religius memiliki dua dimensi, yaitu
dimensi ekstrinsik dan dimensi intrinsik. Dalam perkembangannya dua
dimensi orientasi religius ini berkembang sehingga menghasilkan empat
tipe orientasi religius yaitu orientasi religius ekstrinsik, orientasi religius
intrinsik, non religius dan indiscriminately pro religius. Penelitian ini
membatasi pada dua tipe orientasi religius yaitu orientasi religius
ekstrinsik dan orientasi religius intrinsik. Adapun orientasi religius intrinsik
adalah cara beragama yang memperhatikan komitmen terhadap agama
dan memperlakukan komitmen tersebut dengan sungguh-sungguh
sebagai tujuan akhir, dan ketaatan beragama sebagai motif utama dalam
hidup. Sedangkan orientasi religius ekstrinsik adalah cara beragama
dimana seseorang mempunyai kecendeungan besar menggunakan (use)
keberagamaannya untuk mencapai tujuan pribadi mereka, sifatnya selalu
memperalat (instrumental) dan mengambil manfaat (utilitarian). Mereka
menggunakan keberagamaannya untuk memenuhi kebutuhan lain seperti
13
1. Manfaat teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wacana
keilmuan psikologi, khususnya mengenai orientasi religius dalam
kaitannya dengan psychological well being.
2. Manfaat praktis, berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan:
a. lndividu dapat menentukan orientasi religius yang tepat dalam
kehidupannya.
b. lndividu mengetahui konsekuensi yang didapatkan berdasarkan
orientasi religius yang mereka miliki.
c. lndividu tertarik untuk memperkuat aspek-aspek psychological well
being pada dirinya.
1. 7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB 1: Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, permasalahan
penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, sistematika penulisan.
BAB 2 : Kajian Pustaka, meliputi orientasi religius, psychological well being,
kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian ..
BAB 3 : Metodologi Penelitian, meliputi pendekatan dan metode penelitian,
populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, teknik
pengumpulan data, metode pengolahan data.
BAB 4 : Hasil Penelitian, meliputi gambaran umum responden, hubungan
antara orientasi religius dengan psychological well being.
BAB 5 : Kesimpulan, diskusi, dan saran.
14
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Orientasi Religius
Perkembangan konsep orientasi religius berawal dari ketertarikan ilmu
psikologi dalam mengamati dampak agama terhadap tingkah laku manusia.
Allport dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan konsep
orientasi religius, yaitu melalui penelitiannya mengenai pengaruh orientasi
religius terhadap prejudice. Hasil penelitian inilah yang menarik kalangan
ilmiah lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh agama terhadap
tingkah laku manusia. Sampai saat ini, konsep orientasi religius Allport
menjadi referensi utama dalam studi penelitian mengenai orientasi religius.
2.1.1. Pengertian Orientasi Religius
Yang dimaksud orientasi religius adalah '1he way in which a person practice
or lives out his religious beliefs and values (Batson & Ventis, 1982, dalam
Earnshaw, 2000). Maksudnya, cara seseorang untuk mewujudnyatakan
kepercayaan keagamaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Seseorang dapat
memilih untuk sungguh-sungguh mengamalkan ajaran agamanya, atau
melaksanakan ajaran agamanya hanya untuk mendapatkan keuntungan
pribadi.
15
16
Orientasi religius dalam pandangan Allport&Ross (1967) didefinisikan
sebagai "the extent to which a person lives out his/her religious beliefs".
Maksudnya, tingkat seseorang mewujudnyatakan kepercayaan
keagamaannya. Konsep ini menjelaskan sebagai apa agama berperan
dalam kehidupan seseorang. Dan menurut Wulf (1997), cara pandang
individu terhadap agama akan mempengaruhi tingkah laku individu dalam hal
menafsirkan ajaran agama dan menjalankan apa yang dianggapnya sebagai
perintah agama.
Batson (1991) mengemukakan bahwa terclapat clua macam tujuan seseorang
beragama. Sebagian menganggap agama sebagai tujuan akhir (an end in
self), sehingga komitmen terhaclap agama clipikirkan secara seksama clan
dan cliperlakukan clengan sungguh-sungguh, clan sebagian lainnya
menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan yang berpusat
pacla diri sendiri.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, clapat disimpulkan bahwa yang
climaksucl clengan orientasi religius adalah cara seseorang memanclang
peran agama clalam kehiclupannya, apaKah ia menjaclikan agama sebagai
motif utama yang menjacli dasar motif lainnya, ataukah ia memanclang agama
hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat pribacli.
17
2.1.2. Dimensi Orientasi Religius
Lebih lanjut mengenai orientasi religius, Allport (1967) membaginya menjadi
dua, yaitu orientasi religius intrinsik dan orientasi religius ekstrinsik.
Pembagian ini didasarkan pada aspek motivasional atau kebutuhan yang
mendasari perilaku keagamaan seseorang.
"Some people have a religious orientation that is primarily extrinsic, a se/f
serving, instrumental approach confirming to social convention others, in
contrast, have intrinsic religious orientation, religion provides them with a
meaning endowing framework in terms of which al/ life is understood (Allport,
dalam Herek, 1987, h. 35).
Maksudnya, sebagian orang memiliki orientasi religius yang ekstrinsik,
bersifat melayani diri sendiri, menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan sosial
lainnya, dan sebaliknya, orientasi religius intrinsik, dimana agama dijadikan
sebagai dasar bagi kebermaknaan hidupnya.
2.1.2.1. Orientasi Religius lntrinsik
Allport & Ross (1967) mengemukakan pendapat mengenai individu yang
memiliki orientasi religius ekstrinsik:
"Who find their master motive in religion. Others needs, strong as they may
be, are regarded as of Jess ultimate significance. And they are, so far as
18
possible brought into harmony with the religious beliefs and prescription,
having embrace a creed the individual endeavors to internalize it and follow it
fully. It is in this sense that he lives his religion".
Maksudnya, seseorang yang menemukan kebutuhan utamanya dalam
agama. Kebutuhan lain, sekuat apapun itu, akan dikesampingkan dalam
pemenuhannya. Dan mereka sejauh mungkin akan terbawa ke dalam
keselarasan antara kepercayaan dan petunjuk agama, memeluk
kepercayaannya dan berusaha menginternalisasikannya dan mengikutinya
secara keseluruhan. Dengan kata lain mereka menghidupkan agamanya.
Orientasi religius intrinsik merupakan cara beragama yang memperhatikan
komitmen terhadap agama dan memperlakukan komitmen tersebut dengan
sungguh-sungguh sebagai tujuan akhir, dan ketaatan beragama sebagai
motif utama dalam hidup. Cara beragama ini juga memberikan makna pada
ritual-ritual keagamaan yang dilakukan, berusaha sungguh-sungguh
menghayati ajaran agama dan mengikutinya secara penuh, dan berupaya
sejauh mungkin agar hidup sejalan dengan agamanya, dan meletakkan
kepentingan pribadi di bawah nilai yang ada pada agamanya.
20
Maksudnya, menggunakan agama untuk berbagai kepentingan, untuk
memperoleh keamanan, mengatasi kebingungan, memperoleh perlindungan,
status dan pembenaran diri. Mempermudah keyakinan yang dipeluknya atau
memilih-milih bagian yang lebih sesuai dengan kebutuhan utamanya. Dalam
istilah teologi, mereka yang berorientasi reJigius ekstrinsik adalah mereka
menghadap Tuhan, tanpa menjauh dari kepentingan dirinya sendiri.
Wulf (1991) berpendapat, individu yang berorientasi religius ekstrinsik
menganut ajaran agama secara lemah. Jika pelaksanaan ajaran agama
menghambat kebutuhan lainnya yang lebih penting, maka mereka cenderung
meninggalkan agamanya. Mereka tidak benar-benar menaati seluruh
keyakinan agamanya, tetapi hanya beberapa aspek yang mendatangkan
keuntungan.
2.1.3. Aspek-aspek Orientasi Religius
Definisi yang dikemukakan Allport tentang orientasi religius dalam berbagai
karyanya, bukanlah merupakan sebuah ide tunggal. Allport telah
memperkenalkan sejumlah variabel yang secara konseptual terpisah, namun
berhubungan satu sama lain. Berdasarkan penafsiran Hunt & King (1969)
ditemukan beberapa aspek yang berkaitan dengan masing-masing orientasi
religius. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
21
1. Personal vs lnstitusional
Pada individu dengan orientasi religius intrinsik, cenderung membatinkan
nilai-nilai ajaran agama secara personal, sebagai hal yang vital dan berupaya
mengusahakan tingkat penghayatan yang lebih mendalam. Sedangkan pada
individu dengan orientasi religius ekstrinsik, penghayatan agama hanya
bersifat institusional atau dalam konteks kelembagaan saja.
2. Unselfish vs Selfish
lndividu dengan orientasi religius intrinsik berusaha mentransendensikan
kebutuhan-kebutuhan diri sendiri. Sedangkan pada individu dengan orientasi
religius ekstrinsik, pemenuhan kebutuhannya erorientasi pada pemuasan diri
dan kepentingan pribadi.
3. lntegrasi vs Disintegrasi
Pada individu dengan orientasi religius intrinsik, makna-mal,na religius
terintegrasi dalam seluruh pandangan hidupnya. Sedangkan pada individu
dengan orientasi religius ekstrinsik, makna-makna religius tidak
terintegrasikan dalam keseluruhan pandangan hidupnya.
4. Kualitas keimanan
lndividu dengan orientasi religius intrinsik beriman dengan sungguh-sungguh
dan menerima keyakinan agama secara penuh tanpa syarat. Sedangkan
pada individu dengan orientasi religius ekstrinsik, keimanan dan keyakinan
terhadap ajaran a(Jama dihayati secara dangkal dan tidak secara penuh.
5. Pokok vs Instrumental
Pada individu dengan orientasi religius intrinsik, agama dijadikan tujuan
pokok dan akhir. Sedangkan pada individu dengan orientasi religius
ekstrinsik, agama hanya dijadikan ala! (instrumen) pemenuhan
kebutuhannya.
6. Asosiasional vs Komunal
Keterlibatan religius pada individu yang berorientasi religius intrinsik
dilakukan demi pencarian nilai-nilai religi yang mendalam. Sedangkan pada
individu yang berorientasi religius ekstrinsik, keterlibatan religius dilakukan
demi sosiabilitas dan status.
7. Keteratutan penjagaan perkembangan iman
22
Pada individu dengan orientasi religius intrinsik, penjagaan keimanan
dilakukan secara konsisten dan teratur. Sedangkan pada individu dengan
orientasi religius ekstrinsik, perhatian terhadap penjagaan keimanan bersifat
periferal.
2.2 Psychological Well Being
Secara umum, ilmu psikologi terlalu menekankan pada hal negatif individu,
seperti ketidakbahagiaan atau penderitaan daripada sebab dan konsekuensi
fungsi positif (positive functioning) yang ada pada diri individu (Diener, 1984
dalam Ryff, 1989). Studi mengenai psychological well being merupakan
23
usaha untuk melihat manusia sebagai makhluk humanis yang mampu
mengontrol dirinya sendiri dan memiliki potensi-potensi positif dalam dirinya.
2.2.1. Definisi Psychological Well Being
Definisi psychological well being yang dikemukakan para ahli belum
mencapai satu kata sepakat. Definisi yang muncul bersifat tumpang tindih
antar satu dengan lain, tanpa ada kesamaan di antaranya. Adapun definisi
yang beredar selama ini ada dua. Definisi pertama berdasarkan pendapat
dari Bradburn (1969, dalam Ryff, 1989). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Bradburn untuk meneliti perubahan sosial pada level makro
(perubahan yang terjadi akibat tekanan politik, urbanisasi, pekerjaan dan
pendidikan), serta rujukan Bradburn pada buku terkenal karangan Aristotle,
Nicomachean Ethics, ia menerjemahkan psychological well being menjadi
happiness (kebahagiaan). Dalam Nicomachean Ethics dijelaskan bahwa
tujuan tertinggi yang ingin diraih individu adalah kebahagiaan. Kebahgiaan
berdasarkan pendapat Bradburn berarti adanya keseimbangan antara afek
positif dan afek negatif.
Pendapat Bradburn ini ditentang oleh Waterman (1984, dalam Ryff, 1989).
Waterman merujuk pada kata yang sama dengan yang digunakan Bradburn
dari buku Nicomachean Ethics, "Eudaimonia", menerjemahkannya menjadi
usaha individu untuk memberikan arti dan arah dalam kehidupannya. Atau
pengalaman-pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman akan
dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang
membuat psychological well being-nya menjadi rendah, atau berusaha
memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat psychological well
being-nya menjadi meningkat. Sehingga, lndividu dengan psychological well
being berarti tidak hanya individu yang terbebas dari hal-hal yang menjadi
indikator mental negatif, akan tetapi mengetahui potensi-potensi positif yang
ada pada dirinya.
Ryff (1989) mengajukan konsep psychological well being yang mengacu
pada teori positive psychological functioning, teori kesehatan mental, dan
teori psikologi perkembangan. la berpendapat bahwa individu dapat
dikatakan memiliki psychological well being apabila ia mampu menerima
dirinya, mampu menjalin hubungan dengan individu Jain, memiliki
kemandirian, mampu menguasai lingkungan kehidupannya, memiliki tujuan
hidup, dan berupaya menjadi individu yang terus berkembang.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa psychological
well being adalah adalah kondisi psikologis ideal yang dapat dicapai
seseorang berdasarkan hasil evaluasi terhadap pengalaman-pengalaman
hidupnya, yang terwujud dalam keenam dimensi yaitu kemandirian,
menguasai lingkungan, menjadi pribadi yang berkembang, merniliki
hubungan positif dengan orang lain, rnerniliki tujuan hidup, dan penerirnaan
diri yang baik.
2.2.2. Dimensi Psychological Well Being
26
Dirnensi-dirnensi psychological well being yang dikemukakan oleh Ryff (1989)
rnengacu pada teori positive psychological functioning (Maslow, Rogers,
Jung, dan Allport), teori perkernbangan (Erikson, Buhler, dan Neugarten), dan
teori kesehatan mental (Jahoda). Adapun keenam dirnensi psychological well
being yang dikernukakan Ryff (1989) adalah:
1. Autonomy (kernandirian)
lndividu rnarnpu mengarahkan dirinya (Self determination), mampu
rneregulasi perilakunya berdasarkan tuntunan dari dalarn dirinya, marnpu
melakukan evaluasi berdasarkan standar pribadi, dan merasa bebas
untuk melakukan keinginannya tanpa takut rnenentang norrna-norrna yang
berkernbang.
2. Environmental Mastery (penguasaan lingkungan)
lndividu rnarnpu rnernilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai
dengan kondisi dirinya, berpartisipasi secara aktif dalam aktivitas
lingkungan, marnpu rnernanipulasi dan rnengontrol lingkungan, mengubah
lingkungan secara kreatif rnelalui akti•;itas fisik dan mental, dan mampu
rnengambil peluang dan kesernpatan-kesempatan yang disediakan oleh
lingkungan.
3. Personal growth (pengembangan pribadi)
lndividu senantiasa mengembangkan potensi dirinya, terbuka terhadap
pengalaman baru, terus tumbuh dan menentang tantangan-tantangan
yang dihadapi atau tugas-tugas perkembangan dalam berbagai tahapan
kehidupannya.
27
lndividu yang memiliki pribadi yang berkembang berarti menyadari
potensinya, memiliki kemampuan untuk berkembang secara
berkelanjutan, melihat kemajuan diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu,
berubah dengan cara yang efektif untuk menjadi lebih baik, dan terbuka
pada pengalaman-pengalaman baru.
4. Positive relation with others (menjalin hubungan baik dengan orang lain)
lndividu mampu merasakan kehangatan dan rasa percaya kepada
individu lain. Dalam perspektif perkembangan, selain mampu menjalin
hubungan hangat dengan orang lain (intimacy), juga mampu membimbing
dan mengarahkan individu yang lain (generativity).
lndividu dengan kemampuan menjalin hubungan dengan individu lain
berarti memiliki kemampuan untuk mencintai dan membina hubungan
interpersonal yang dibangun atas dasar saling percaya, memiliki perasaan
yang kuat akan empati terhadap sesama, memiliki persahabatan yang
yang dalam, dan identifikasi yang baik dengan orang lain.
28
5. Purpose in life (tujuan hidup)
lndividu yakin dan memahami akan adanya makna dan tujuan yang jelas
dari kehidupan yang dijalaninya, baik pada masa kini maupun masa
lampau. Tujuan hidup dapat diperoleh melalui pengikatan diri pada nilai
nilai tertentu, perenungan dan kontemplasi diri, atau pada penghayatan
kehidupan beragama.
6. Self Acceptance (penerimaan diri)
Merupakan gambaran sentral dari kesehatan mental, dan sebagai
karakteristik dari aktualisasi diri, dan kematangan. lndividu dengan
penerimaan diri berarti memiliki sikap positif terhadap diri sendiri,
memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan
buruk, dan menilai positif kehidupan yang sedang dan telah dijalaninya.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well Being
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai psyc/Jologica/ well being
diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi psychological
well being, yaitu:
1. Faktor kepribadian
Para ahli berpendapat bahwa variabel kepribadian merupakan komponen
dari psychological well being. Hal ini ditunjukkan salah satunya dari
penelitian yang dilakukan oleh Costa dan McCrae pada tahun 1980 yang
menyimpulkan bahwa kepribadian extroversion dan neurotis berhubungan
30
Walaupun yang menjadi sumber kebahagiaan pada individu berbeda-beda,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa semua individu berusaha untuk
mencapainya. Kebahagiaan merupakan hal yang bersifat abstrak, dan
terletak di dalam jiwa, yang pada sebagian orang seperti halnya emosi
lainnya, dapat muncul ke permukaan dan terindikasi dalam beberapa perilaku
nyata. Salah satu indikasi kunci dari perasaan bahagia adalah kesejahteraan
psikologis atau psychological we/I-being.
Jiwa yang sejahtera menggambarkan seberapa positif seseorang menghayati
dan menjalani fungsi-fungsi psikologisnya. Peneliti psychological
well-being, Ryff (1995) menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera
apabila ia tidak sekadar bebas dari tekanan atau masalah mental yang lain.
Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan
mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh
lingkungan. Tentu saja orang tersebut memiliki hubungan yang positif
dengan orang lain, menyadari bahwa hidupnya bermakna dan bertujuan. la
merasakan dirinya tetap berkembang dan bertumbuh, serta mampu
menguasai lingkungannya.
Salah satu aspek yang diasumsikan memberi nilai pada kesejahteraan
psikologis seseorang adalah agama atau religi. Agama tidak dapat lepas dari
kehiclupan setiap individu. Kepercayaan dan ketaatan terhadap ajaran Tuhan,
diakui oleh penganutnya dapat menimbulkan kebahagiaan jiwa tersendiri,
yang berbeda dengan kebahagiaan yang timbul karena aspek materi
misalnya kekayaan. Kebahagiaan yang berkaitan dengan masalah spiritual
diakui sebagai kebahagiaan yang bersifat hakiki.
31
Terlepas dari itu, cara pandang terhadap agama atau dalam tataran ilmu
psikologi dikenal dengan istilah orientasi religius tidaklah sama pada setiap
individu. Sebagian menganggap agama sebagai penggerak utama dalam
segala aspek kehidupannya, sebagian lagi menggunakan agama sebagai alat
untuk memenuhi dorongan sosialnya, bahkan sebagian lainnya memilih untuk
tidak melibatkan diri dengan agama. Masing-masing orientasi religius ini
memberi nilai tersendiri terhadap kondisi psikologis individu, Karena itu, dapat
diasumsikan bahwa orientasi religius seseorang memiliki dampak terhadap
psychological well being.
Hubungan antara orientasi religius dengan psychological! well being
tergambar dalam kerangka berpikir berikut ini:
32
Hubungan Antara Orientasi Religius dengan Psychological Well Being
lntrinsik
Orientasi Religius
Ekstrinsik
Psychological Well Being:
Self Acceptance
Positive relation with others
Autonomy
Environmental Mastery
Purpose in life
Personal growth
33
2.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian di alas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara orientasi religius dengan
psychological well being.
H0 Tidak ada hubungan yang signifikan antara orientasi religius dengan
psychological well being.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan l(uantitatif. Pendekatan penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang informasinya atau data-datanya dikelola
dengan statistik. Hipotesis pada penelitian diuji dengan menggunakan teknik
teknik statistik (Kountur. 2004 ). Menu rut Azwar (2005) penelitian dengan
pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal
atau angka yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya.
pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka
pengujian hipotesis) dan menyadarl<an kesimpulan hasilnya pada suatu
probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan pendekatan
kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompol< atau signifikansi
hubungan antar variabel yang diteliti.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif dengan
jenis penelitian Korelasional. Menurut Gay (dalam Sevilla, et al .. 199~~)
metode Deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam
rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut
34
35
keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.
Sedangkan penelitian Korelasional adala<i penelitian yang dirancang untuk
menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu
populasi (Sevilla, et al., 1993). Menurut Azwar (2005), penelitian korelasional
adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu
variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain
berdasarkan koefisien korelasi. Dengan penelitian korelasional, pengukuran
terhadap beberapa variabel serta saling hubungan diantara variabel-variabel
tersebut dapat dilakukan serentak dalam kondisi yang realistik. Studi
korelasional memu:igkinkan peneliti untuk memperoleh informasi mengenai
taraf hubungan yang terjadi, bukan hanyc; mengenai ada tidaknya efek
variabel satu terhadap variabel yang lain.
3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel
Menu rut Kerlinger (2004 ), variabel adalah konstruk atau sifat yang diteliti.
Variabel terbagi ke dalam dua macam, yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Dalam penelitian ini, yang
merupakan variabel bebas adalah orientasi religius, sedangkan yang
merupakan variabel terikat adalah psychological well being.
36
1. Definisi operasional variable .orientasi religius adalah skor yang diperoleh
dari skala orientasi religius. Variabel orientasi religius terdiri dari dua sub
variabel, yaitu:
a. Orientasi religius intrinsik adalah seseorang yang menginternalisasikan
seluruh keyakinan agamanya dalam perilaku sehari-hari, mengarahkan
seluruh sendi-sendi kehidupannya oleh nilai agama, memiliki
komitmen yang tinggi terhadap keimanan, menyesuaikan perilaku dan
motive personalnya dengan ajaran agamanya, bersikap matang dan
toleran dalam berhubungan dengan orang lain, dan menjungjung tinggi
nilai-nilai keagamaannya dan menempatkannya sebagai master
motive dalam menjalani kehidupannya.
b. Orientasi religius ekstrinsik adalah seseorang yang keyakinan
agamanya tidak terinternalisasi secara penuh dan hanya dipandang
sebagai alat pemuas kebutuhan lain yang dianggap lebih penting dan
media untuk mendapatkan kepentingan pribadi, tidak memiliki
komitmen yang jelas terhadap keimanan, menyesuaikan keyakinan
dan praktek agama dengan kepuasan dan motive personal, kurang
matang dan intoleran dalam berhubungan dengan orang lain.
2. Definisi operasional varibel psychological well being adalah skor yang
diperoleh dari skala Psychological Well Being. Variabel Psychological Well
Being terdiri dari e11am sub-variabel, yaitu:
a. Psychological Well Being aspek autonomy (otonomi) terkait dengan
kemandirian individu dalam menja~ani kehidupannya.
37
b. Psychological Well Being aspek environmental mastery (penguasaan
lingkungan) yang meliputi kemampuan individu untuk memilih dan
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan nilai dan kebutuhan
dirinya.
c. Psychological Well Being aspek personal growth (pengembangan
pribadi), meliputi kemampuan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi dirinya secara berkesinambungan.
d. Psychological Well Being aspek positive relations with others
(hubungan positif dengan orang lain) yang terkait dengan kemampuan
seseorang untuk menjalani hubungan antar pribadi yang hangat,
memuaskan, salaing mempercayai, serta terdapat hubungan saling
memberi dan menerima.
e. Psychological Well Being aspek p1.;1pose in life (tujuan hidup) meliputi
keyakinan-keyakinan yang memberikan kepuasan bahwa terdapat
tujuan dan makna dalam hidupnya, baik pada masa lalu maupun yang
sedang dijalaninya kini
f. Psychological Well Being aspek self acceptance (penerimaan diri)
adalah sikap positif seseorang terhadap dirinya, terkait dengan masa
kini maupun masa lalu hidupnya.
3.2. Pengambilan Samp~I
3.2.1. Populasi
38
Populasi adalah kelompok yang dijadikan sasaran generalisasi oleh peneliti
(Gay, 1976 dalam Sevilla, et.al., 1993). Sebagai suatu populasi, kelompok
subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karnkteristik-karakteristik bersama yang
membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar, 2005). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa S1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Pemilihan mahasiswa sebagai objek penelitian dikarenakan mahasiswa
dinilai sebagai salah satu kalangan yang telah memiliki pandangan mengenai
orientasi religius yang cukup stabil. Usia minimal untuk menjadi mahasiswa
berada pada rentang usia remaja akhir. Pada rentang usia ini, umumnya
seseorang telah berada pada satu titik awal menuju kedewasaan, termasuk
kedewasaannya untuk menentukan orientasi religius yang sesuai dengan
dirinya. Pemilihan mahasiswa UIN Syarif hidayatullah Jakarta dinilai tepat
untuk mewakili komunitas muslim sesuai dengan sasaran penelitian ini.
3.2.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Ferguson sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang
ditarik dari populasi (dalam Sevilla, et al., 1993). Menurut Guilford dan
39
Fruchter (1978) data penelitian dapat dianalisa secara statistik jika suatu
distribusi frekuensi mendekati kurva normal dan jumlah subjek minimal 30
orang. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka peneliti mengambil sampel
minimal 30 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah tehnik incident sampling
(sampel kebetulan), dimana peneliti tidak secara khusus mempertimbangkan
siapa yang akan dijadikan responden dalam penelitiannya serta bagaimana
cara mengambilnya. Peneliti hanya mengambil sebagian dari populasi
sekenanya saja (Arikunto, 2003), yaitu 30 orang mahasiswa UIN syarif
Hidayatullah yang paling mudah dijumpai.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Metode dan lnstrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah self report dalam
bentuk kuisioner. Menu rut Feldman (1992) metode self report merupakan
metode menanyakan seseorang mengenai contoh tingkah lakunya. Metode
self report dengan kuisioner ini digunakan karena dinilai mampu menampikan
contoh tingkah laku yang akan diteliti. Selain itu, subjek terbantu untuk sejujur
mungkin menampilkan contoh tingkah lakunya, karena identitasnya tidak
diketahui oleh peneliti. Namun, metode ini memiliki l<ekurangan ketika
40
jawaban yang diberikan oleh subjek kurang mendalam, dan tidak dapat
dilakukan probe lebih lanjut oleh peneliti.
lnstrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Skala Orientasi Religius
Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek oreintasi religius yang
dikemukakan oleh Hunt & King (1969) yang merujuk pada konsep orientasi
religius Allport. Adapun rincian butir item ~erdapat dalam blue print berikut ini:
Tabel 3.1
Blue Print skala Orientasi Religius
Item No. lndikator ···-----·· Jumlah
Fav. Unfav f--·
1. Personal vs
9*, 29*, 35* 1 O*, 30*, 36* 6 I I nstitusional -· ···-------·-- --.------·-----------·--- - .... -- --1
2. Unselfish vs
13*, 49* 14*, 50* 4 Selfish --··-· ·---·
3. lntegrasi vs 7*. 27*, 31 *, 8, 28, 32,
12 Disintegrasi 39*, 43*, 47* 40, 44*, 48*
4. Kualitas
1*,3,15*, 2*, 4*, 16* 6 keimanan '
5. Pokok vs 5*,11*,23 6*,12*,24* 6 Instrumental
6. Asosiasional vs 17*, 19*, 21*, 18, 20, 22*,
10 Komunal 41, 45* 42,46
Keteratu ran
7. penjagaan
25*, 33*, 37* 26*, 34, 38* 6 perkembangan iman
Total 25 25 50
-* Item valid pada level 0,01 dan 0,05
41
2. The Scales of Psychological Well Being dari Ryff (1989)
lnstrumen ini terdiri dari 84 item untuk mengukur 6 dimensi dari psychological
well being, dimana masing-masing dimensi memiliki 14 item pernyataan.
Keenam dimensi ini dapat dioperasionalkan ke dalam tinggi rendahnya skor
yang diperoleh individu pada dimensi yang diukur. Skar tinggi bermakna
positif dan sl<or rendah bermakna negatif. Disamping sl<or total untuk tiap-tiap
dimensi, alat ini juga memungkinkan diperolehnya satu total sl<or akhir yang
merupal<an penjumlahan dari sl<or masing-masing dimensi yang al<an
menggambarl<an psychological well being subjel< secara umum. Adapun
rincian butir pernyataan terdapat dalam blue print beril<ut:
Tabel 3.2
Blue Print Skala Psychological Well Being
No. lndikator Item
Jumlah Fav. Unfav.
1. Autonomy 1*,3*,5,7,9,11 *.13 2*,4,6,8, 10, 12, 14 14
2. Environmental 15*,17,19,21*, 16*, 18* ,20*,22*,
14 Mastery 23*,25,27* 24*, 26,28
3. Personal Growth 29,31*,33*,35* 30* ,32* ,34,36*,
14 37* ,39* ,41 * 38* ,40* ,42*
4. Positive Relations 43,45*,47*,49* 44*,46*,48*,50*,
1:_/ with Others 51* 53* 55* 52, 54*,56* ... ' ' ---
5. Purpose in Life 57* ,59* ,6·1 *' 58,60*,62*,64*, 14
63* ,65,67' ,69 66*,68,70*
6. Self Acceptance 71,73*,75*,77* 72,74*,76,78, 14 79*,81,83 80*,82*,84
JUMLAH 42 42 84 * I tern valid pad a level 0, 01 dan 0, 05
42
lnstrumen yang disusun oleh Ryff ini memiliki 6 kategori jawaban yang
bersifat kontinum, mulai dari sangat tidak setuju, tidak setuju, agak tidak
setuju, agak setuju, setuju dan sangat setuju. Namun untuk kepentingan
penelitian ini, peneliti hanya menggunakgn empat kategori jawaban dengan
bobot masing-masing jawaban sebagai herikut:
Tabel 3.3
Kategori Jawaban Skala Model Likert
JAWABAN FAVOURABLE(+) UNFAVOURABLE(-)
SS ' 4 1
s 3 2 .'ll
TS 2 3
STS 1 4 ·.
3.3.2. Hasil Uji Coba lnstrumer. Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian sebenarnya, peneliti melakukan pengujian
validitas dan reliabilitas alat (try out) terhadap instrumen penelitian, dengan
menggunakan sampel yang tidak sesungguhnya, tetapi memiliki karakteristik \
yang sama dengan sampel penelitian.
1. lnstrumen Orientasi Religius
Uji coba terhadap 50 item dari 'instrumen orientasi religius menghasilkan 38
item valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1 %.
43
Sedangkan 12 item lainnya tidak valid. Seluruh item valid digunakan sebagai
alat ukur penelitian. Adapun nomor-nomor item valid yang digunakan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.4
Blue Print Revisi Skala Orientasi Religius
Item Jumlah I No. lndikator
Unfav Fav. -----1 ·-··- ----~ -··· -·-·-- -~·-··-·
""" ________ 1.
Personal vs 9, 29, 35 10,30, 36
I nstitusional 6 I I
2. Unselfish vs
13,49 14, 50 4 I
Selfish I ...
I 3.
lntegrasi vs 7,27,31,39, 44,48 8 Disintegrasi 43,47 i
!
4. Kualitas
1, 15, 2,4, 16 5 I keimanan
5. Pokok vs
5, 11 6, 12,24 5 1 Instrumental I
.
6. Asosiasional vs
17, 19, 21, 45 22 5 Komunal Keteraturan
7. penjagaan 25,33, 37 26, 38 5 perkembangan iman
Total 22 16 38
------· . ···---- ~--·----- ··--- --·-
Uji reliabilitas skala orientasi religius dilakukan dengan menggunakan Alpha
Cronbach. Dari uji reliabilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,9130.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrumen penelitian ini reliabel
45 I . ! E 1"[\ :i( "'Mil lJff.l M ;~ 1 rnN SYilfilF ll>iJilWW..JLUm J/ilU\RTJ\
Uji reliabilitas skala orientasi religius dilakukan dengan menggunakan Alpha
Cronbach. Dari uji reliabilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,9483.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrumen penelitian ini reliabel
untuk digunakan, karena menurut Singarimbun dan Effendi (2006), suatu
kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0,60.
3.4 Teknik Pengolahan Dan Analisa Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisa statistik, yaitu:
1. Statistik Deskriptif
Digunakan untuk mengolah gambaran umum responden. Analisis
deskriptif memberikan informasi mengenai sekumpulan data dan
mendapatkan gagasan untuk keperluan analisis selanjutnya dengan
mencari Mean, Modus dan Mediannya.
2. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana yang digunakan
mampu mengukur apa yang ingin diukur (Kerlinger, 1998). Validitas suatu
butir pertanyaan dapat dilihat pada hasil output SPSS 11,0. Validitas butir
pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation pada
masing-masing butir pernyataan.
46
3. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keajegan, stabilitas, dan
konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur apa yang diukur (Kerlinger,
1998). Reliabilitas suatu konstruk veriabel dikatakan baik jika memiliki nilai
Cronbach's alpha> dari 0.60.
Menghitung reliabilitas digunakan analisa Cronbach's Alpha (Azwar,
2003), dengan rumus:
a = [-k ][1 - L.Sj'_J k-1 Sx'
a : Reliabilitas alpha
k : Jumlah belahan tes
Sj : Varian belahan j; j 1,2 ....... k
Sx : Varian sko1ies
4. Analisis Regresi
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan analisa statistik
parametrik yaitu analisis regresi. Analisis regresi linier sering digunakan
untuk memprediksi variabel-variabel dependen. Selain itu juga analisis
regresi bertujuan untuk :
a. Mengukur kekuatan hubungan di;mtara variabel-variabel yang
terdaftar sebagai prediktor.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1. Tahap Persiapan
48
Pada tahap ini dilakukan penentuan varibel penelitian, perumusan masalah,
dan pelaksanaan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan
teori yang tepat mengenai variabel penelitian. Selanjutnya dilakukan
penyusunan instrumen penelitian dan dilalukan uji coba instrumen (try out)
untuk menghasilkan instrumen yang valid dan reliabel.
3.5.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mulai melakukan penelitian dengan meyebarkan
instrumen kepada sampel yang telah ditentukan. Data yang diperoleh
kemudian dianalisa dan diolah sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan
yang disusun dalam laporan penelitian.
BAB4
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Responden
Berikut ini akan diuraikan gambaran umum responden penelitian berdasarkan
jenis kelamin, usia, fakultas, dan semester.
4.1.1 Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, responden penelitian yang berjumlah 30 orang
dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
-- -Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-Jaki 14 Orang 46.67% I I
Perempuan 16 Orang 53.33%
Total 30 100%
Tabel di alas diketahui bahwa responden dalam penelitian ini 16 orang
(53.3%) berjenis kelamin perempuan, dan sisanya yaitu 14 orang (46.67%),
berjenis kelamin lak-laki.
49
51
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Falcultas
Fakultas Frekuensi Persentase (%)
Tarbiyah 11 Orang 36.67%
Dakwah 10 Orang 33.33%
Syariah 5 Orang 16.67% Psikologi 2 Orang 6.67%
FEIS 1 Ornng 3.33%
Ad ab 1 Orang 3.33%
Total 30 100%
Berdasarkan label di alas, responden berasal dari beberapa fakultas yang
berbeda, yaitu fakultas Tarbiyah sebanyak 11 orang (36.67%), fakultas
Dakwah sebanyakl 10 orang (33.3%), fakultas Syariah sebanyak 5 orang
(16.67%), fakultas Psikologi sebanyak 2 orang (6.67%), FEIS sebanyak 1
orang (3.33%), dan fakultas Adab sebanyak 1 orang (3.33%).
4.1.4 Gambaran Umum Berdasarkan Semester
Berdasarkan semester, responden penelitian yang berjumlah 30 orang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1
Scatterplot Orientasi Religius
Normal Q-Q Plot of Orientasi Religius H0~---------------,,---::0
160
'" • MO ~ > 1il
fj '" z n
'" • u ii
"' w
'" "' "' Observed Value
" -., u"
''°
"'
150 '"
Gambar di atas memperlihatkan bahwa sebaran data variabel orientasi
religius berada di sekitar garis uji yang mengarah ke kanan alas. Dengan
demikian, data tersebut dapat dikatakan normal.
54
Sedangkan hasil uji normalitas pada skala psychological well being diperoleh
angka probabilitas sebesar 0.804 dengan taraf signifikansi alpha 5%.
Dengan demikian diketahui bahwa nilai probabilitas 0,964 > 0,05, dengan
mean sebesar 140.30 dan standar deviasi (SD) sebesar 13.84, maka dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini juga terlihat dari gambar
diagram scatterplot keluaran SPSS versi 11.0.
55
Gambar 2
Scatterplot Psychological Well Being
Normal Q-Q Plot of Psy Well Being
200
~ 180
~ ;;; E ~ 160
200 220
Observed Value
Gambar di atas memperlihatkan bahwa ;:ebaran data variabel psychological
well being berada di sekitar garis uji yang mengarah ke kanan atas. Dengan
demikian, data tersebut dapat dikatakan normal.
4.2.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dig:.makan untuk mengetahui variabilitas mean dari data
dalam suatu kelompok. Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan
clengan menggunakan rumus One-Way /\nova. Adapun hipotesis yang dapat
diajukan adalah :
Ho = Varians data bersifat homogen
1-1 1 = Varians data bersifat tidak homogen
56
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan menggunakan probabilitas,
yaitu apabila probabilitas > 0,05, maka Ho diterima. Sedangkan, apabila
probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
Hasil uji homogenitas dengan menggunakan rumus One-Way Anova dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.6
Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic rlf1 df2 Sia.
Psy Well Being 1.351 1 28 .255
Orientasi Religius .574 1 28 .455
Tabel di atas mernperlihatkan hasil uji homogenitas data pada skala orientasi
religius diperoleh angka probabilitas sebesar 0.455 dengan menggunakan
taraf signifikansi alpha 5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0,455 >
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima yang berarti varians data
bersifat homogen.
Hasil uji homogenitas data pada ska la psychological well being diperoleh
angka probabilitas sebesar 0.255 dengan menggunakan taraf signifikansi
alpha 5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0,255 > 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa Ho diterima yang berarti varians data bersifat
homogen.
4.2.3 Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi berbentuk
linear atau tidak. Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah :
Ho = Model regresi mengikuti model linier
H1 = Model regresi tidak mengikuti model linier
57
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan menggunakan probabilitas,
yaitu apabila probabilitas > 0,05, maka Ho diterima. Sedangkan, apabila
probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
Berdasarkan hasil uji linearitas yang dilakukan dengan menggunakan
program SPSS versi 11.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.7
Nilai Uji Linearitas
N F hitung Sig
30 0.67 0.78
58
Dari tabel nilai uji linearitas menunjukan bahwa nilai probabilitas orientasi
religius dan psychological well being adalah 0,78. Nilai probabilitas tersebut
(0,78) > 0,05, sehingga Ho diterima. Hal ini berarti data-data yang digunakan
untuk menentukan model regresi mengikuti bentuk linear.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan perhitungan analisa regresi linier sederhana yang dilakukan
dengan menggunakan program SPSS versi 11.0 diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.8
Staistil< Deskriptif
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N Psy well being 179.8000 18.90338 30 Orientasi Religius 140.3000 13.84184 30
Dari label statistik deskriptif di atas diketahui bahwa mean dari variabel
orientasi religius adalah 140.30, dengan standar deviasi sebesar 13.84.
S2dangkan mean dari variabel psycho1ogical well being adalah 179.80,
dengan standar deviasi sebesar 18.90.
59
Tabel 4.9
Nilai koefisien korelasi
Variabel N r hitung r label 5%
Orientasi Religius 30 0.690 0.361
Psycological Well Being 30 0.690 0.361
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, dapat diketahui bahwa nilai korelasi (r hitung)
antara orientasi religius dengan psychological well being menunjukkan angka
sebesar 0.690. Dengan demikian nilai (r hitung) > nilai (r tabel) pada taraf
signifikansi 5% (0,361 ). Hal ini berarti Ho ditolak dan H1 diterima, yaitu ada
hubungan antara orientasi religius dengan psychological well being. Artinya
variabel bebas (orientasi religius) berpengaruh terhadap variabel terikat
(psychological well being). Angka koefisien korelasi bertanda positif ( +)
menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat
searah, artinya peningkatan orientasi religius akan diikuti oleh peningkatan
psychological well being.
Tabel 4.10
Nilai R Square (koefisien determinasi)
N R R Square
30 0.690 0.476
Sedangkan pad a ta be I 4.1 O menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi
(R Square) sebesar 0.476. Artinya bahwa orientasi religius berpengaruh
terhadap psychological well being sebesar 4 7 .6 %, sedangkan sisanya
60
sebesar 52.4 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui dan tidak
termasuk dalam analisis regresi ini.
Tabel 4.11
Nilai uji F
1_N--;e--D_f 1--+-~ hitung _ F tabel 5%
30 1 ~~25.464 4.196
Uji F digunakan untuk menguji apakah model persamaan Y' = a + bX yang
diajukan dapat diterima atau tidak. Caranya adalah dengan membandingkan
F hitung tersebut dengan F tabel. Jika F hitung > F tabel, maka model di atas
dapat diterima.
Berdasarkan label di atas, diketahui bahwa F hitung (25.464) > F tabel
(4.169), maka model yang digunakan sudah tepat. Jadi kesimpulan yang
dapat diambil secara simultan adalah kedua variabel bebas memiliki nilai
signifikan dan berpengaruh terhadap variabel terikat.
61
Tabel 4.12
Persamaan regresi sederhana
Unstandardized
Variabel N Cooeficients Std.error
B
Konstanta 47.569 26.327
Orientasi religius 30 0.942 0.187
Persamaan:
Y' = 47.569 + 0.942X
Untuk penyusunan persamaan regresi dari data penelitian ini dapat
menggunakan nilai-nilai dari kolom B, yaitu kolom Unstandardized
Coefficients. Dari kolom Bini diperoleh nilai Constans = 47.569, sedangkan
untuk nilai koefisien variabel orientasi relligius = 0.942. Dari nilai-nilai
koefisien variabel tersebut, persamaan regresi yang dapat disusun adalah :
Y' = 47.569 + 0.942X. Dengan persamasn ini, dapat diprediksi bahwa
psychologicaal well being akan berubah sebesar 0,942 untuk setiap unit
perubahan yang terjadi pada orientasi religius.
Tabel 4.13
Nilai Uji t
~·
Variabel N t hitung Df (n·k) t tabel
5% --
1
Orientasi Religius 30 5.046 28 2.048
62
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas memiliki keberartian
terhadap persamaan regresi yang disusun atau untuk menguji signifikansi
konslanla dari seliap variabel independen. Adapun hipolesis yang dapat
diajukan adalah :
Ho = Pengaruh variabel bebas dengan variabel dependen lidak signifikan
(tidak nyata)
H1 = Variabel bebas berpengaruh signifikan (nyata) lerhadap variabel
dependen
Jika t hitung > l label, maka Ho ditolak. Tetapi jika t hitung < t tabel maka Ho
dilerima.
Berdasarkan tabel di alas dikelahui bahwa l hilung (5.046) > t label (2.048).
Artinya Ho dilolak dan H1 dilerima. Hal ini berarti variabel orienlasi religius
secara signifikan berpengaruh lerhadap psychological well being.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil uji hipotesis dengan menggunakan regresi linier sederhana menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi religius dengan
psychological well being. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi
(r hitung} lebih besar dari pada nilai r tabel (0.690 > 0.361) pada taraf
signifikansi 5%, yang menyebabkan Ho ditolak dan H1 diterima. Angka
koefisien korelasi bertanda positif ( +) menunjukkan bahwa hubungan antara
kedua variabel tersebut bersifat searah, artinya peningkatan satu variabel
akan diikuti oleh peningkatan variabel lain.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara orientasi religius
dengan psychological well being. Adapun hasil penelitian menyatakan bahwa
orientasi religius berhubungan secara signifikan dengan psychological well
being. Artinya, tingkat psychological well being seseorang berkaitan erat
orientasi religius yang dimiliki oleh orang tersebut.
63
64
Hasil penelitian ini sejalan denga.n hasil penelitian lain yang memiliki tema
besar yang sama yaitu bertujuan melihat korelasi antara religius atau aspek
spiritual individu dengan psychological well being. Di antaranya penelitian
yang pernah dilakukan oleh Tisdale dkk. (1997) yang menemukan adanya
korelasi antara spiritualitas yang tinggi dengan psychological well being.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pandangan seseorang mengenai
Tuhan (God Image) adalah salah satu variabel kuat yang dapat
mempengaruhi psychological well being seseorang. Hal ini mendukung teori
yang mengatakan bahwa: " .... that a spiritual approach to life fosters well
being" (Tloczynski, et. al., 1997).
Selain bertujuan mengetahui hubungan antara orientasi religius dengan
psychological well being, penelitian ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui hubungan dimensi orientasi religius dengan dimensi
psychological well being. Hasil yang diperoleh menunjukl<an adanya korelasi
positif antara orientasi religius intrinsik dengan psychological well being. Hal
ini dibuktikan dengan besarnya r hitung untul< masing-masing dimensi
psychological well being dengan orientasi religius intrinsik lebih besar
daripada r label (0.361 ), yaitu korelasi antara dimensi autonomy dengan
orientasi religius intrinsik adalah 0.438, korelasi antara dimensi environmental
mastery dengan orientasi religius intrinsik adalah 0.475, korelasi antara
dimensi personal growth dengan orientasi religius adalah 0.712, korelasi
65
antara dimensi positive relation with others dengan orientasi religius intrinsik
adalah 0.595, korelasi antara dimensi purpose in life dengan orientasi religius
intrinsik adalah 0.680, dan korelasi antara dimensi self acceptance dengan
orientasi religius intrinsik adalah 0.436.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa orientasi religius intrinsik
berkorelasi positif dengan enam dimensi dalam psychological well being.
Artinya, orientasi seseorang yang bersifat intrinsik terhadap agama, dimana
ia akan mengamalkan ajaran agamanya secara penuh, dapat
mengantarkannya untuk memiliki keenam dimensi psychological well being
terse but.
Hasil ini juga memperkuat penelitian serupa yang dilakukan oleh Christoper
Alan Lewis dkk. (2003) di lnggris yang menemukan adanya hubungan yang
signifikan antara orientasi religius intrinsik dengan kebahagiaan dan juga
psychological well being. Dalam kesimpulannya, Christoper Alan Lewis
menyatakan bahwa orientasi religius intrinsik membuat individu terlibat
secara sempurna dengan agama yang dianutnya, dimana agama dinilai
dapat menolong individu untuk memberikan respon positif terhadap
kehidupan yang dijalaninya. Karenanya, keterlibatan yang mendalam
terhadap agama dapat mengantarkan seseorang pada kebahagiaan dan
psychological well being.
67
Berdasarkan penjabaran di atas .. maka dapat dikemukakan mengapa
orientasi religius memiliki korelasi positif dengan psychological well being. Hal
ini juga berarti peningkatan orientasi religius akan diikuti oleh peningkatan
psychological well being seseorang, sehingga semakin intrinsik orientasi
religius seseorang, maka akan semakin tinggi pula psychological well being
yang ia miliki.
5.3 Saran
Berdasar hasil penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
5.3.1 Saran Praktis
Bagi individu disarankan agar memiliki komitmen yang tinggi terhadap agama
atau memiliki orientasi religius intrinsik, kcirena hasil penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan positif antara orientasi religius intrinsik
dengan keenam aspek dalam psychological well being. Artinya, untuk
memperoleh tingkat psychological well being yang tinggi salah satunya dapat
dipengaruhi oleh orientasi religius.
5.3.2 Saran Teoritis
1. Dibandingkan dengan penelitian mengenai masalah psikologis lainnya,
penelitian mengenai psychological well being masih jarang dilakukan di
Indonesia, karenanya bagi mahasiswa psikologi, diharapkan terus
melakukan penelitian mengenai psychological well being.
2. Bagi peneliti lain, hendaknya memasukkan variabel-variabel lain di luar
variabel yang ada dalam penelitian ini, agar diperoleh hasil yang lebih
jelas dan komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempenaruhi
psychological well being, misalnya toleransi, menghargai minoritas,
prejudice, pola asuh, tempat tinggal, usia, dan tingkat pendidikan.
68
3. Literatur mengenai psychological well being masih sangat sulit didapatkan
di Indonesia, sehingga diharapkan para pakar psikologi Indonesia
memasukkan pembahasan ini dalam karya-karya yang dibuatnya.
4. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif.
Disarankan kepada peneliti berikutnya untuk menggunakan metode lain
baik itu metode kualitatif atau gabungan metode kualitatif dan kuantitatif,
agar didapatkan hasil yang lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Allport, Gordon W. & Ross, S. Michael.1867. Personal Religious Orientation and Prejudice. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 4.
Andrews, F.M. & Robinson, J. P. 1991. Measures of Subjective Well Being. In J.P. Robinson, P. Shaver, and L. Wrightsman (Eds.). Measures of Social Psychological Attitudes. San Diego: Academic Press.
Argyle, Michael. 2000. Psychology and Religion. An Introduction. New York: Taylor and Francis Group.
Batson, C. Daniel & Gray, Rebecca A. 1981. Religious Orientation and Helping Behavior: Responding to One's Own or to The Victims's Need? Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 3.
Batson, C.D. & P. A Schoenrade. 1991. Measuring Religion as Quest: Validity Concerns. Journal for The Scientific Study of Religion, Vol. 30.
Earnshow, E. L. 2000. Religious Orientation and Meaning Life. Retrieved from www. infm. ulst.ac. uk/-chris/50 .pdf.
Feldman, R.S. 1992. Elements of Psychology. New York: McGraw-Hill.
Francis, L. J., & Robbins, M. (2000). Religion and happiness: a study in empirical theology. Transpersonal Psychology Review, 4, 17-22.
Fuad, N. 1998. Keagamaan Mahasiswi Muslim Berjilbab dengan Muslim Yang Tidak Berjilbab. Jurnal Pemikiran dan Pene!itian Psikologi. Psikologika.
Guilford, J. P. & Fruchter, B. 1978. Fundamental Statistics inPsychology and Education. 6th Ed. New York: McGraw-Hill.
Herek, G. M. 1987. Religious Orientation & Prejudice: A Comparison of Racial and Sexual Attitudes. Retrieved from www.psychology.ucdavis.edu/rainbow/html/pspb87.pdf.
Kerlinger, Fred N. 2004. Azas-azas Penelitian Behavioral. (Terj.) Jogjakarta: Gajah Mada University Press.
69
70
King, M. B., & Hunt, R. A. 1969. Measuring The Religious Variables: Amended Findings. Journal for the Scientific Study of Religion. Vol. 8.
Kountur, R. (2004 ). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM.
Lewis, C.A, et all. 2003. Religious orientation, religious coping and happiness among UK adults. Retrieved from http://www.infm.ulst.ac. uk/-chris/100. pdf
Magdalena, S.H., Wahyu, D.A. 2005. Hubungan Antara Kecemasan Akan HIV/AIDS dan Psychological Well Being Pada Waria yang Menjadi Pekerja Seks Komersial. Jumal Psilrologi. Vol. 15.
Nielsen, M.E. 2001. Religion and Happiness. Retrieved from http://www.amazon.com/exec/obidos/asin/0415189071 /nielsonpsycholo
Nurcholis, M. 1997. Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina.
Nurgiyantoro, B. (2000). Statistik Terapan Untuk Penelitian I/mu-I/mu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ryff, C.D. 1989. Happiness Is Everything, or It Is? Exploration on The Meaning of Psychological Well Being. Journal of Personality and Social. Psychology, Vol. 57.
Ryff, C.D. & Keyes, L.M. ·J 995. The Structure of Psychological Well Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69.
Sevilla, et al., 1993 Sevilla, et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Ul-Press.
Singarimbun,M & S.Effendi (2006). Metodologi Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Sudjana, M., A. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suharsimi, A. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi, A. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
71
Syaifudin, A. (2003). Penyusunan Skala Psikilogi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ·
Syaifudin, A. (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tloczynski, J., Knoll, C., & Fitch, A. 1997. The relationship among spirituality, religious ideology, and personality. Journal of Psychology and Theology. Vol. 25.
Wahana Komputer. Tim Penelitian dan Pengembangan. (2006). Menguasai SPSS 13 untuk statisti/c Jakarta: Salemba lnfotek.
Wulf, D.M. 1997. Psychology of Religion. Classic & Contemporary. 2nd Ed. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Correlations Correlations
TOTALX VAR00009 TOTALX VAR00010 TOTALX Pearson Correlation 1 ,530* TOTALX Pearson Correlation 1 .512'
S!g. (2-tailed) .003 Sig. (2-tailed) .004 N 30 30 N 30 30
VAR00009 Pearson Correlation .530' 1 VAR00010 Pearson Correlation .512' 1
Sig, (2-tailed) .003 Sig. (2-tailed) .004 N 30 30 N 30 30
*". Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). u. Correlation is significant at the 0.01 level {2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00011 TOTALX Pearson Correlation 1 .745*
TOTALX VAR00012 TOTALX Pearson Correlation 1 -.375'
Sig. (2-tai!ed) 000 Sig. (2-tai!ed) 041
N 30 30 N 30 30
VAR00011 Pearson Correlatlon .745' 1 VAR00012 Pearson Correlation -.375* 1
Sig (2-tailed) .000 Sig. (2-tailed) .041
N 30 30 N 30 30
.. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *.Correlation is significant at the 0.05 level (2·tailed) .
Correlations Correlations
TOTALX VAR00013 TOTALX VAR00014 TOTALX Pearson Correlation 1 .623' TOTALX Pearson Correlation 1 .392'
Sig. (2-tailed) .000 Sig. {2-tailod) 032 N 30 30 N 30 30
VAR00013 Pearson Correlation .623· 1 VAR00014 Pearson Correlation .392* 1
Sig (2-tailed) .000 Sig (2-tailed) .032
N 30 30 N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level {2-tailed). •. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tai!ed).
Correlations Correlations
-TOTALX VAR00015 TOTALX VAR00016
TOTALX Pearson Correlation 1 .559' TOTALX Pearson Correlation 1 .401' Sig. (2-tailed) .001 Sig. (2-tailed) .028 N 30 30 N 30 30
VAR00015 Pearson Correlation 559' 1 VAR00016 Pearson Correlation 401· 1 Sig. (2-tailed) .001 Sig. (2-tailed) 028 .
N 30 30 N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). • Correlation is significant at the 0.05 !eve! (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00009 TOTALX VAR00010 TOTALX Pearson Correlation 1 ,s30· TOTALX Pearson Correlation 1 .512·
Sig. (2-tai!ed) .003 Sig. (2-taited) .004
N 30 30 N 30 30 VAR00009 Pearson Correlation .530' 1 VAR00010 Pearson Correlation . 512· 1
Sig. (2-tailed) .003 Sig. (2-tailed) .004 N 30 30 N 30 30
··.Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). ••.Correlation is significant at the 0.01 !eve! (2-taiJed}.
Correlations Correlations
TOTALX VAR00011 TOTALX VAR00012
TOTALX Pearson Correlation 1 .745. TOTALX Pearson Correlation 1 -.375•
Sig. (2-tailed) .000 Sig. (2-tai!ed} .041
N 30 30 N 30 30
VAR00011 Pearson Correlation .745• 1 VAR00012 Pearson Correlation -.375• 1
Sig (2-tailed) .000 Sig. (2-tailed) .041
N 30 30 N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tai!ed). *.Correlation is significant al the 0.05 level {2-tailed).
Corretatlons Correlations
TOTALX VAR00013 TOTALX Vfl.R00014 TOTALX Pearson Correlation 1 .623" TOTALX Pearson Correlation 1 .392'
Sig. (2-tailed) 000 Sig. (2·tailed} 032 N 30 30 N 30 30
VAR00013 Pearson Correlation 623" 1 VAR00014 Pearson Correlation 392· , Sig (2-tailed) .000 Sig (2-tai!ed) 032 N 30 30 N 30 30
•·. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). '. Correlation is significant at the 0.05 level (2·tai!ed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00015 TOTALX VAR00016 TOTALX Pearson Correlation 1 .559* TOTALX Pearson Correlation 1 .401'
Sig. (2-tailed) .001 Sig. (2-tai!ed) .028 N 30 30 N 30 30
VAR00015 Pearson Correlation 559" 1 VAR00016 Pearson Correlation 401· 1 Sig. (2-tai!ed) .001 . Sig. (2-tailed) 028 N 30 30 N 30 30
.. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). '.Correlation 1s significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Correlatlons
TOTALX VAR00017 TOTALX VAR00018
TOTALX Pearson Correlation 1 .483' TOTALX Pearson Correlation 1 .087
Sig_ {2-tai1ed) .007 Sig. (2-taifed) 648
N 30 30 N 30 30
VAR00017 Pearson Correlation .483' 1 VAR00018 Pearson Correlation .087 1
Sig (2-tailed) .007 Sig. (2-tai!ed) .648
N 30 30 N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00019 TOTALX VAR00020
TOTALX Pearson Corrnla!!on 1 A07• TOTALX Pearson Correlation 1 .281
Sig. {2·tai!ed) 026 Sig. (2-tailed) .133
N 30 30 N 30 30
VAR00019 Pearson Correlation .407• 1 VAR00020 Pearson Correlation .281 1 Sig. (2-tailed) .026 Sig (2-lailed) 133 N 30 30 N 30 30
' Correlation is significant at the 0.05 level (2-tai!ed).
Correlations Correlalfons
TOTALX VAR00021 TOTALX VAR00022 TOTALX Pearson Correlation 1 .377' TOTALX Pearson Correlation 1 559'
Sig. (2-tailed) 040 Sig. {2-tai!ed) 001 N 30 30 N 30 30
VAR00021 Pearson Correlation .377' 1 VAR00022 Pearson Correlation .559 .. 1 Sig. {2-tailed) .040 Sig. (2-taited) .001 N 30 30 N 30 30
' Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). •• Correlation is significant at the 0.01 level (2-talled)
Correlations Correlations
TOTALX VAR00023 TOTALX Pearson Correlatio 1 .346
Sig. (2-tailed) .061
TOTALX VAR00024 TOTALX Pearson Correlation 1 .387•
Sig (2-tailed) .035 N 30 30
N 30 30 VAR00024 Pearson Correlation 387* 1 -VAR00023 Pearson Corre!atio 346 1 Sig {2-tailed) 035
Sig. (2-tailed) .061 N 30 30
N 30 30 • Correlation is significant at the 0.05 !eve! (2-tailed).
Correlations
TOTALX VAR00025 TOTALX Pearson Correlation 1 .510·
Sig {2-tai!ed) 004
N 30 30
VAR00025 Pearson Correlation .510' 1
Sig (2-ta!led) .004
N 30 30
° Correlation is significant at the 0.01 revel {2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00026 TOTALX VAR00027
TOTALX Pearson Correlation 1 .679" TOTALX Pearson Correlation 1 .663"
Sig. (2-ta\led) .000 Sig. (2-lailed) .000
N 30 30 N 30 30
VAR00026 Pearson Correlali :in .679. 1 VAR00027 Pearson Correlation .663"" 1
Sig. {2-tailed) .000 Sig {2-tailed) .000
N 30 30 N 30 30
•• Correlation is sigmficanl at the 0.01 level (2-tailed). •• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00028 TOTALX VAR00029 TOTALX Pearson Correlation 1 .286 TOTALX Pearson Correlation 1 .s·12·
Sig. (2·tailed) 125 Sig. (2·tailed) 004
N 30 30 N 30 30 VAR00028 Pearson Correlation 286 1 VAR00029 Pearson Correlation 512' 1
Sig (2-tailed) 125 Sig. (2-tailed) .004
N 30 30 N 30 30
**.Correlation is significant at the 0.01 level (2·tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00030 TOTALX VAR00031 TOTALX Pearson Correlation 1 .713' TOTALX Pearson Correlation 1 382'
Sig (2-tailed) 000 Sig. (2-tailed) 037
N 30 30 N 30 30
VAR00030 Pearson Correlation 713' 1 VAR00031 Pearson Correlation .382' 1
Sig (2-tailed} 000 Sig. (2-tailed) .037 .
N 30 :10 N 30 '."10
" Correlation 1s significant at the 0.01 level (2-tailed). • · Correla\!on 1s significant at the 0.05 level (2·ta1led)
Correlations Correlations
TOTALX VAR00032 TOTALX VAR00033 . TOTALX Pearson Correlation 1 .351 TOTALX Pearson Corretat1on 1 .552'
Slg. {2-lailed) .057 Sig. (2-tai!ed) .002
N 30 30 N 30 30 VAR00032 Pearson Corre!a\lon .351 1 VAR00033 Pearson Correlation .552' 1
Sig. (2-lailed) .057 Sig. (2-tailed) .002 N 30 30 N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
TOTALX VAR00034 TOTALX Pearson Correlation 1 .137
Sig. {2-tailed) .471 N 30 30
VAR00034 Pearson Correlation .137 1 Sig. (2-tailed) .471
N 30 30
Correlations Correlations
TOTALX VAR00035 TOTALX VAR00036 l OTALX Pearson Correlation 1 .451' TOTALX Pearson Correlation 1 751·
Sig (2-tailed) .012 Sig. (2-taited) 000 N 30 30 N 30 30
VAR00035 Pearson Correlation .451* 1 VAR00036 Pearson Correlation . 751~ 1 Sig (2-tai!ed) 012 Sig. (2-taHed) 000 N 30 30 N 30 30
• Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ·•.Correlation is significant at the 0.01 level {2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00037 TOTALX VAR00038 TOTALX Pearson Correlatton 1 .415' TOTALX Pearson Correlation 1 533•
Sig. (2-tailed) .023 Sig. (2-tailed) 002
N 30 30 N 30 30
VAR00037 Pearson Correlation 415' 1 VAR00038 Pearson Correlation .533" 1 Sig. (2-tailed) 023 Sig. (2·tai!ed) .002 N 30 30 N 30 30
'. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). " Correlation is significant at U1e 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00039 TOTALX VAR00040 IOTALX Pearson Correlation 1 .470' TOTALX Pearson Correlation 1 173
Sig. (2-tailed) .009 Sig. (2-tailed) 360 N 30 30 N 30 30
VAR00039 Pearson Correlalion 470' 1 VAR00040 Pearson Correlation 173 1 Sig. (2-tailed} .009 Sig. (2-tailed) .360
N 30 30 N 30 30
••. Correlation is significant al the 0.01 level (2-tai!ed).
Correlatlons Correlations
TOTALX VAR00041 TOTALX VAR00042
TOTALX Pearson Correlation 1 .127 TOTALX Pearson Correlation 1 .309
Sig. (2·tal!ed) .503 Sig. (2-tailed) .097
N 30 30 N 30 30 VAR00041 Pearson Corre!atlon .127 1 VAR00042 Pearson Correlation .309 1
Sig. (2-talled) .503 Sig. (2-tailed) .097 N 30 30 N 30 30
Correlations Correlations
TOTALX VAR00043 TOTALX VAR00044 TOTALX Pearson Correlation 1 .523" TOTALX Pearson Correlation 1 490'
Sig. (2-tai!ed) .003 Sig. (2-tailed) .006
N 30 30 N 30 30 VAR00043 Pearson Correlation .523" 1 VAR00044 Pearson Correlation 490" 1
Sig. (2-tailed) .003 Sig. (2·tailed) .006 N 30 30 N 30 30
•· Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). ••. Correlation ls significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00045 TOTALX VAR00046 TOTALX Pearson Correlation 1 .387" TOTALX Pearson Correlation 1 217
Sig. (2-tai!ed) 035 Sig. (2-tailed) 249 N 30 30 N 30 30
VAR00045 Pearson Correlation 387' 1 VAR00046 Pearson Correlation 217 1 Sig. (2-tailed} .035 Sig. (2-tailed) 249 . N 30 30 N 30 30
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed}.
Correlations Correlations
--TOTALX VAR00047 TOTALX VAR00048
TOTALX Pearson Correlation 1 .463" TOTALX Pearson Correlation 1 .368" Sig. (2-talled) .010 Sig. (2-tailed) .046 N 30 30 N 30 30
VAR00047 Pearson Correlation 463* 1 VAR00048 Pearson Correlation .368. 1 Sig (2-taifed) 010 Sig. (2-tailed) .046 N 30 30 N 30 30
• Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed). •. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALX VAR00049 TOTALX VAR00050 TOTALX Pearson Correlation 1 .362. TOTALX Pearson Correlation 1 so1·
Sig. (2-tailed) .049 Sig. {2·tai!ed) 005 N 30 30 N 30 30
VAR00049 Pearson Correlat!on 362' 1 VAROOOSO Pearson Correlation .501" 1 Sig. (2-tailed) .049 Sig. (2-taited) .005
N 30 30 N 30 30
•. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ''. Correlation is significant at the 0.01 level {2-tailed).
Reliability ****** Method 2 (covariance matrix) will be used for this analysis
R E L I A B I L I T Y
Item-total Statistics
Alpha
i. 1. l Le~ m
VAROOOOl .9099 VAR00002 .9114 VAR00004 .9125 VAR00005 .9093 VAR00006 .9076 VAR00007 .9109 VAR00009 .9098 VAR00010 .9109 VAROOOll . 9077 VAR00012 . 9201 VAF\00013 . 9092 VAR000l4 . c\133 Vfl.R00015 .9091 VAR00016 .9125 VAR00017 .9105 VAR00019 . 9116
Scale Mean
if TtP.m
Deleted
121.4000
120.8667
121.3000
120.7667
121. 5333
120.9333
121.2667
121.1333
121.1333
123.2000
121. 2.313
Pl. 5667
121.0667
121.1667
120. 9667
120. 7000
ANALYSIS
Scale Variance
.i f It em
S C A L E
Corrected Item-
(A L P H A)
Squared
Total Multiple
Deleted Correlation Correlation
141.6276 . 5218
143.0851 .3991
143.4586 .3335
142.5989 .6437
137.7747 . 6715
144.2023 . 4 531
139.4437 .5201
140.1195 . 4 578
139.3609 .7160
155.6138 -. 4104
HO. 32.30 . 5718
144.8747 . 2 684
140.2023 . 5836
144.6954 .3103
143.6195 .5007
145.6655 . 397 8
VAR00021 120.8333 145.7299 .3390
.9120 VAR00022 121.3000 141.9414 . 4 938
.9103 VAR00024 121.2000 142.0276 .2993
.9142 VAR00025 121.2000 141. 7517 . 5680
.9095 VAR00026 121.2333 139.3575 . 6922
.9079 VAR00027 121.1000 139.5414 .5454
.9094 VAR00029 121.3333 141.3333 .5051
.9101 VAR00030 121.0667 139.5816 . 6238
.9085 VAR00031 121.4667 1'12.6713 .3809
. 9118 VAR00033 121.4333 142.1161 .5700 • (jCJ !) ()
VAR00035 121.1667 143.1782 .4521
.9108 VAR00036 121. 0000 141.2414 .7033
.9085 VAR00037 121.0667 143.1678 . 4 820
.9105 VAR00038 121.2667 143.2368 .4885
.9105 VAR00039 120.6667 144.5057 . 4 502
.9110 VAR00043 121. 0000 140.9655 .5285
.9098 VAR00044 121. 8667 139.3609 . 4 650
.9109 VAR00045 120.8333 143.9368 . 3489
. 9121 V1;R0004 7 120.8667 142.7402 .4210
. 91i2 VAR00048 121.0667 143.5816 .3146
. 9128 VAROOIJ,19 120.9333 10. 7885 .3505
.9121 VAROOO:OO 121.1333 143.5678 .3774
.9117
R E L 1 A G I L I T Y A N A L Y S I S S C A L E (A L P H l1i
Reliability Coefficients 38 items
Alpha . 9130 Standardized item alpha .9179
VALIDITAS PSYCHOLOG~CAL WELL BEING
Correlations Correlations
VAR00001 TOTALY TOTALY VAR00002 VAR00001 Pearson Correlation 1 .408. TOT ALY Pearson Correlation 1 -.369~
Sig. (2-tailed) .025 Sig (2-tailed) .045
N 30 30 N 30 30
TOTALY Pearson Correlation .408' 1 VAR00002 Pearson Correlation -.369• 1
Sig. (2-tai!ed) .025 Sig. (2-taHed} .045
N 30 30 N 30 30
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlation is significant at the 0.05 level (2-tai!ed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00003 TOTALY VAR00004 TOT ALY Pearson Correlation 1 .494' TOT/\LY Pearson Correlation 1 .331
Sig. (2-tailed) .006 Sig. {2-tailed) 074 N 30 30 N 30 30
VAR00003 Pearson Correlation 494• 1 VARIJ0004 Pearson Correlation .·331 1 Sig. (2-tailed} .006 Sig. (2-tai!ed) .074 N 30 30 N 30 30 -
Correlation is significant at tile 0.01 level (2-ta1Jed).
Correlations Correlations
TOTALY VAROOOOS TOTALY VAR00006 TOT ALY Pearson Correlation 1 .086 TOTALY Pearson Correlation 1 .352
Sig. {2-ta!led) .650 Sig. (2-tailed) .057
N 30 30 N 30 30 VAROOOOS Pearson Correlation .086 1 VAR00006 Pearson Correlation .352 1
Sig. (2-tailed) .650 Sig. (2-tai!ed) 057 N 30 30 N 30 30
Correlntions Correlations
TOTALY VAR00007 TOTALY VAR00008 TOT ALY Pearson Correlation 1 .057 TOT ALY Pearson Correlation 1 .084
Sig. (2-taited) .767 Sig. (2-taited} .659
N 30 30 N 30 30
VAR00007 Pearson Correlation .057 1 VAR00008 Pearson Correlation .084 1
Sig. {2-tailed) .767 Sig, (2-tai!ed) .659 N 30 30 N 30 30
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00009 TOTALY VAR00010 TOTALY Pearson Correlation 1 .324 TOT ALY Pearson Correlation 1 .282
Sig. {2-toiled) ,081 Sig. (2-tai!ed) '131 N 30 30 N 30 30
VAR00009 Pearson Correlation .324 1 VAR00010 Pearson Correlation .282 1 Sig, (2-tailed) .081 Sig. (2-tailed) .131 N 30 30 N 30 30
Correlations Correlations
TOTALY VAR00011 TOT ALY VAR00012
TOT ALY Pearson Correlation 1 ,643• TOT.ti.LY Pearson Correlation 1 .237
Sig. (2-tailed} .000 Sig. (2-tailed) .208
N 30 ' 30 N 30 30
VAR00011 Pearson Correlation .643. 1 VAR00012 Pearson Correlation .237 1
Sig. {2-tailed) .000 Sig. {2-talled) .208
N 30 30 N 30 30
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00013 TOTALY VAR00014 TOTALY Pearson Correlation 1 .088 TOTALY Pearson Correlation 1 .063
Sig. (2-tai!ed) .643 Sig. (2-tailed) .741
N 30 30 N 30 30
VAR00013 Pearson Correlation .088 1 VAR00014 Pearson Correlation .063 1
Sig. (2-tai!ed} .643 Sig. (2-taiJed) 741
N 30 30 N 30 30
Correlations Correlations
TOTALY VAR00015 TOT ALY VAR00016 TOT ALY Pearson Correlation 1 .484' TOT/\LY Pearson Correlation 1 606'
Sig. {2-tai!ed) .007 Sig. (2-tailed) 000 N 30 30 N 30 30
VAR00015 Pearson Correlation .484. 1 VAR00016 Pearson Correlation .606' 1 Sig (2-tai!ed) .007 Sig (2-tailed) .000 N 30 30 N 30 30
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00017 TOTALY VAR00018 TOT ALY Pearson Correlation 1 .236 TOT ALY Pearson Correlation 1 455•
Sig. (2-!ailed) 208 Sig. (2-talled) .010 N 30 30 N 30 30
V/\1~00017 Pearson Correlation 236 1 VAR00018 Pearson Correlation 465. 1 Sig. (2-!ai!ed) .208 Sig. (2-tailed) 010 N 30 30 N 30 30
Correlation is significant al the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00019 TOTALY VAR00020 fOTALY Pearson Correlation 1 .240 ro-rALY Pearson Correlation 1 422·
Sig. (2·tailed) .201 Sig. (2-taifed) 020 N 30 30 N 30 30
VAR00019 Pearson Correlation .240 1 VAR00020 Pearson Correlation .422· 1 Sig. (2-taited) .201 Sig. (2-tailed) 020 N 30 30 N 30 30
• Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00021 TOTALY VAR00022
TOTALY Pearson Correlation 1 .570" TOT.i\LY Pearson Correlation 1 .400·
Sig. (2-tai!ed) ,001 Sig. (2-taifed) .029
N 30 30 N 30 30
VAR00021 Pearson Correlation .570" 1 VAR00022 Pearson Correlation .400" 1
Sig. (2-tailed) .001 Sig. {2-tailed) .029
N 30 30 N 30 30
**.Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00023 TOT ALY VAR00024 TOT ALY Pearson Correlation 1 .451* TOTALY Pearson Correlation 1 .431*
Slg. (2-tailed) .012 Sig. {2-tailed) ,017
N 30 30 N 30 30
VAR00023 Pearson Correlation .451" 1 VAR00024 Pearson Correlation 431* 1 Sig. (2·tai!ed) 012 Sig. (2-tai!ed) .017
N 30 30 N 30 30
• Correlation is significant at the 0.05 level (2·tailed). • Correlation is significant at the 0.05 level {2-tailed).
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00025 TOT ALY VAR00026 TOTALY Pearson Corrolntion 1 .244 TOTALY Peorson Corrolat1on I 143
Sig. (2-tailed) 194 Sig. {2-tailed) 451 N 30 30 N 30 30
VAR00025 Pearson Correlation .244 1 VARV002G Pearson Correlation 143 I Sig (2-tailed) 194 Sig {2-tailed) 451 N 30 30 N 30 30
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00027 TOTALY VAR00028 TOT ALY Pearson Correlation 1 .795" TOTA.LY Pearson Correlation 1 .348
Sig. (2-tailed) .000 Sig. {2-tailed) 059 N 30 30 N 30 30
VAR00027 Pearson Correlation .795" 1 VAR00028 Pearson Correlation 348 1 Sig. (2-tai!ed) 000 Sig. {2·tailed) .059 N 30 30 N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 !evel (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00029 TOTALY VAR00030 TOT ALY Pearson Correlation 1 .275 TOTALY Pear~on Correlation 1 .699*
Sig. (2-tai!ed) .141 Sig. (2-tai!ed) .000
N 30 30 N 30 30 VAR00029 Pearson Correlation .275 1 VAR00030 Pearson Correlation 699" 1
Sig. (2-tailed) 141 Sig. (2-tailed) 000
N 30 30 N 30 30
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-talled).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00031 TOTALY VAR00032 TOT ALY Pearson Correlation 1 .519" TOT ALY Pe1:1rson Corre!at1on 1 ,718"
Sig. (2·1ailed) 003 Sig. {2-tailed) .000
N 30 30 N 30 30 VAR00031 Pearson Correlation .519' 1 VAR00032 Pearson Corre!ation .718*' 1
Sig. (2-tailed) .003 Sig. {2-talled) .ODD N 30 30 N 30 30
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). •• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed}.
Correlations Correlations
TOTALY VAR00033 VAR00034 TOT ALY TOT ALY Pearson Correlation 1 .534' VAR00034 Pearson Correlation 1 ·.299
Sig. (2-tailed) .002 Sig. (2*tai!ed) .108 N 30 30 N 30 30
VAR00033 Pearson Correlation .534' 1 TOT ALY Pearson Correlation ·.299 1
Sig. (2-tai!ed) .002 Sig. {2-tailed) .108
N 30 30 N 30 30
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00035 TOTALY VAR00036 TOT ALY Pearson Correlation 1 .403" TOT ALY Pearson Correlation 1 .11s·
Sig. {2·ta!led) .027 Sig. (2~tailed) DOD N 30 30 N 30 30
VAR00035 Pearson Correlation 403• 1 VAR00036 Pearson Correlation .715' 1 Sig (2-tailed) .027 Sig (2*tailed} DOD N 30 30 N 30 30
' Correlation is significant at the 0.05 level (2·tailed). •• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00037 TOT ALY VAR00038 TOT ALY Pearson Correlation 1 .394' TOT ALY Pearson Correlation 1 _744•
Sig. (2-tailed) .031 Sig. (2-tailed) .000
N 30 30 N 30 30 VAR00037 Pearson Correlation 394• 1 VAR00038 Pearson Correlation 744• 1
Sig. (2-tai!ed) 031 Sig (2Aailed) ODD N 30 30 N 30 30
'. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). •• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOT ALY VARDDD39 TOTALY VAR00040 TOT ALY Pearson Correlatton 1 . 371 • TOT ALY Pearson Correlation 1 .366 •
Sig. (2-tailed) .044 Sig. (2-tai!ed) .047
N 30 30 N 30 30 VAR00039 Pearson Correlation 371' 1 VAR00040 Pearson Correlation .366. ' Sig. {2-tailed) .044 Sig. {2-tailed) .047
N 30 30 N 30 30
' Correlation is significant ot the 0.05 level {2-tailed). ' Correla!ion is signific<int at the 0.05 level (2-lailed)
Correlations Correlations
TOTALY VAR00041 TOT ALY VAR00042 TOT ALY Pearson Correlation 1 .651· TOT ALY Pearson Correlation 1 .644.
Sig. {2-tailed) .000 Sig. (2-tailed) .000
N 30 30 N 30 30
VAR00041 Pearson Correlation .651* 1 VAR00042 Pearson Correlation 544• 1 Sig. (2-tailed) .000 Sig. (2-talled) .000
N 30 30 N 30 30
·•. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 0
· Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00043 TOTALY VAR00044 TOT ALY Pearson Correlation 1 .276 TOT ALY Pearson Correlation 1 .396"
Sig. (2·1ailed) .140 Sig. (2-tailed) .030
N 30 30 N 30 30 VAR00043 Pearson Correlation .276 1 VAR00044 Pearson Correlation .396. 1
Sig. (2·tailed} .140 Sig. (2-tailed) .o3o N 30 30 N 30 30
•. Correlation is significant at the 0.05 level {2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00045 TOTALY VAR00046 TOT ALY Pearson Correlation 1 .634. T01ALY Pearson Correlation 1 s27·
. Sig. {2-tai!ed) 000 Sig. (2·tailed) 003 N 30 30 N 30 30
VAR00045 Pearson Correlation .634. 1 VAR00046 Pearson Correlation .s21· 1 Sig. (2-tai!ed) .000 Sig. (2-tailed) .003 N 30 30 N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). •• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tai!ed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00047 TOTALY VAR00048 TOT ALY Pearson Correlation 1 .sss· TOT ALY Pearson Correlation 1 .644'
Sig. (2-tailed) .001 Sig. (2·1ailed) .000 N 30 30 N 30 30
VAR00047 Pearson Correlation SSS- 1 VAR00048 Pearson Correlation 544•· 1 Sig. (2-tai!ed) .001 Sig. (2~tailed} 000 N 30 30 N 30 30 -
••. Correlation is significant al the 0.01 level (2-tailed). •• Correlation is significant at the 0.01 !eve! (2-tai!ed).
Correlations
VARfl0049 TOT ALY VAR00049 Pearson Correlation 1 ,846'
Sig. (2-tailed) 000 N 30 30
TOTALY Pearson Correlation .846' 1 Sig. (2·1ailed) .000
N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 !eve! (2-ta1led).
Correlations Correlations
TOTALY VARDOD50 TOTALY VAR00051 TOTALY Pearson Correlation 1 .371" TOTALY Pearson Correlation 1 .405"
Sig. (2·tailed) .043 Sig. {2-taired) .026
N 30 30 N 30 30
VAR00050 Pearson Correlation .371" 1 VAR00051 Pearson Correlation .405" 1 Sig. (2·tai!ed) .043 Sig. (2-tailed) .026
N 30 30 N 30 30
• Correlation is significant al the 0,05 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level {2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00052 TOTALY VAR00053 TOTALY Pearson Correlation 1 .095 TuTALY Pearson Correlation 1 .611"
Sig. (2-tailed} .617 Sig. (2-tailed) .000
N 30 30 N 30 30
VAR00052 Pearson Correlation .095 1 VAR00053 Pearson Correlation .611' 1 Sig, (2·tailed) 617 Sig. (2-tai!ed) ODO N 30 30 N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 level (2·tai!ed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00054 TOTALY VAROOOSS TOT ALY Pearson Correlation 1 .746" TOTALY Pearson Correlation 1 492'
Sig. (2-tai!ed) .000 Sig_ {2-tailed) 006
N 30 30 N 30 30
VAR00054 Pearson Correlation .746. 1 VAR00055 Pearson Correlation 492' 1
Sig. (2-tailed) .000 Sig. (2-tailed) 006
N 30 30 N 30 30
" Correlation is significant al the 0.01 level (2-tailed}. ". Correlation is significant at the 0.01 level (2·ta1led).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00056 TOTALY VAR00057 TOT ALY Pearson Correlation 1 .488" TOT•LY Pearson Correlation 1 .419'
Sig. (2·tailed) 006 Sig. (2-taHed} 021 N 30 30 N 30 30
VAR00056 Pearson Correlation .488" 1 VARJ0057 Pearson Correlation .419" ' Sig (2-tailed) 006 Sig. (2-tailed) 021 N 30 30 N 30 30
•· Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOT ALY VAR00058 TOT ALY VAR00059 TOT ALY Pearson Correlation 1 .348 TOT ALY Pearson Correlation 1 481"
Sig. (2-tailed) .059 Sig. (2-tai!ed) .007
N 30 30 N 30 30 VAR00058 Pearson Correlation 348 1 VAR00059 Pearson Correlation 481' 1
Sig. (2-tailed) .059 Sig. (2-tailed) .007
N 30 30 N 30 30
''. Correlation is significant at the 0.01 level {2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00060 TOTALY VAR00061 TOT ALY Pearson Correlahon 1 . 543" TOTALY Pearson Correlation 1 .640 •
Sig. (2-tailed) .002 Sig. (2-tailed) .000 N 30 30 N 30 30
VAR00060 Pearson Correlation 543• 1 VAR00061 Pearson Correlation .640" 1 Sig. (2-tai!ed) .002 Sig. (2-tailed) .000 N 30 30 N 30 30
" Correlation is significant at the 0.01 level (2-talled). "'. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00062 TOTALY VAR00063 TOT ALY Pearson Correlation 1 .484" TOTALY Pearson Correlation 1 .617'
Sig. (2-tai!ed) .007 Sig. (2-taHed) .000 N 30 30 N 30 30
VAR00062 Pearson Correlation .484~ 1 VAR00063 Pearson Correlation 617~ 1 Sig. (2-tailed} .007 Sig. (2-tai!ed) .000
N 30 30 N 30 30
•• Correlatlon is significant at tho 0.01 level (2-lailed). ... Correlation is s1gnificant at the 0.01 level (2·tailed).
Correlations Correlations
TOTALY VAR00064 TOTALY VAR00065 TOT ALY Pearson Correlation 1 ,641• TOT ALY Pearson Correlation 1 .200
Sig. (2-taiJed) .000 Sig. (2·1ai1ed) .288 N 30 30 N 30 30
VAROOOG4 Pearson Correlation 641"' 1 VAROOOG5 Pearson Correlation .200 1 Sig. (2-tailed} 000 Sig (2-!ai!ed) .288 N 30 30 N 30 30
•• Correlation is significant at the 0.01 level (2-tai!ed).
Correlations Correlations
TOT ALY VAROOOGG TOT ALY VAROOOG7 TOT ALY Pearson Correlation 1 .597" TOT ALY Pearson Corre!at1on 1 .401*
Sig. {2-tailed) 000 Sig. (2~tailed) 028 N 30 30 N 30 30
VAROOOGG Pearson Correlation 507' 1 VAH00067 Peurson Corrolnlion 401" 1 Sig (2-tai!ed) 000 Sig. (2-tailed) .028 N 30 30 N 30 30
.. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) .
Correlations Correlations
TOTALY VAR00068 TOTALY VAR00069 TOT ALY Pearson Correlation 1 ·.118 TOTALY Pearson Correlation 1 .046
Sig. (2-tailed} .534 Sig. {2·1ailed) 811
N 30 30 N 30 30 VAR00068 Pearson Correlation ·.118 1 VARU0069 Pearson Correlation 046 I
Sig (2-tai!ed) 534 Sig (2-tailed) 811 N 30 30 N 30 30
VAR00040 163.0667 344. 2023 .3289
.9482 VAR00041 162.1667 340.4195 .6445
. 94 68 VT\R000,12 162.8667 339.;3609 .6343
.9467 VAR00044 162.8333 341.6609 .3718
. 94R1 VAR00045 162.4333 338.8747 . 6802
.9466 VAR00046 162.6000 338.6621 .5615
.9470 VAR00047 162.5000 337. 7759 .5733
.9469 VAR00048 162.9000 332.2310 . 6606
. 94 63 VAR00049 162.5667 329.2885 .8666
.9452 VAR00050 163.4333 345.9782 . 3372
. 94 81 VAR00051 162.9333 343.4437 .3710
.9480 VAR00053 162.5333 338.1885 .6668
.9465 VAR00054 162. 7333 332. 9609 .7480
.9459 VAR0005'.) 162.6333 341.9644 .5301
. 94 72 VAR00056 163.2333 338.9437 . 4 936
.9474 VT\R(l0()f)7 1 6;J. ':iOOO 30.4310 • tJ 221
. 94 77 VAR00059 162. 6667 34 5. 126<1 .3909 • 0'17 H
Vl'.ROOO 60 162.9333 341.4437 . 4 8 97
.9474 VAR0006l 162.7333 338.3402 . 5418 . 1)11-; l
VAROOOb?. ](iJ.1000 .l41.fll72 .48<1/
. 94 '/ 4
R s L I A B I L I T y A N A L y s I s s c A L E (A L p H A)
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Squared
IUpha if Item if Item Total Multiple
if Item Deleted Deleted Correlation Correlation
Deleted
VAR00063 162.6000 338.5931 .5642 . 94 70 VAR00064 163.0333 341.5506 .5913 . 94 70 VAR00066 162.6000 335.8345 .5902 . 94 68 VAROOOG7 l G;'. 8000 340.0276 .4417 .9477 VAR00070 163.1000 325.54U .8361 .9451 VAR00073 162.6000 335.4897 .6893 . 94 63 VAR00074 164. 2000 365. 4759 -.5353 . 952() '/l\R00075 162.5333 339.4989 . 4 7 81 . 94 7 4 'Jl\.R00077 162.3667 341.7575 .6070 .9470 VAR00079 162.7333 345.5126 .3218 . 94 82 Vl\.ROOOSO 163.2000 342.8552 .5076 . 9n3 VAR00082 162.5667 340.1161 . 4 611 . 94 7 5
Alpha = . 94 8 3 Standardized item alpha .9500
ran 3
lot Orientasi Religius dan Psychological Well Being
160
150
~ 140
~ ro E 130 0 z ~ 120
ill.
Normal Q-Q Plot of Orie11tasi Religius
' / /
J:j 110_,__ ______ ~--~------------' 110 120 130 140 150 160 170
Observed Value
Normal Q-Q Plot of Psy Well Being
'
140 160 180 200 220
Observed Value
ran 4
1earity
s Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Psy Well Being •
30 100.0% 0 .0% 30 Orientasi Religius
Report
Psv Well Beina
Orientasi Relioius Mean N Std. Deviation 113.00 143.5000 2 3.53553 118.00 172.0000 1 125.00 184.5000 2 20.50610 126.00 153.0000 1 129.00 160.0000 1 134.00 175.5000 2 34.64823 136.00 178.0000 1 137.00 169.0000 1 138.00 171.0000 1 139.00 190.0000 2 5.65685 140.00 180.3333 3 4.61880 142.00 177.0000 2 5.65685 145.00 182.0000 1 146.00 176.0000 1 149.00 191.5000 2 4.94975 151.00 180.0000 1 156.00 169.0000 1 159.00 191.5000 2 21.92031 160.00 211.0000 1 161.00 210.0000 1 164.00 215.0000 1 Total 179.8000 30 18.90338
ANOVATable
Sum of Sou ares df Mean Sauare
I • Between (Combined) 8117.633 20 405.882 ius Groups Linearity 4935.672 1 4935.672
Deviation from Linearity 3181.961 19 167.472 Within Groups 2245.167 9 249.463 Total 10362.800 29
Measures of Association
R R Sauared Eta Eta Sauared Psy Well Being •
.690 .476 .885 .783 Orientasi Religius
Percent
100.0%
--·-F Sia. 1.627 .229
19.785 .002
.671 .778
--
Sum of Model Sauares df Mean Square F Sia. 1 Regression 4935.672 1 4935.672 25.464 .ooo•
Residual 5427. 128 28 193.826 Total 10362.800 29
a. Predictors: (Constant), Orientasi Religius
b. Dependent Variable: Psy well being
Coefficient!>
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients 0/o Corfidence Interval for Correlations :;ollinearit Statistics
B Std. Error Beta t Sia. ower Round Inner Bound era-order Partial Part Tolerance VIF ant) 47.568 26.327 1.807 .082 -6.361 101.496 ~Si Religi .942 '187 .690 5.046 .000 .560 1.325 .690 .690 .690 1.000 1.000
lt Variable: Psy well being
Coefficient Correlation$'
Orientasi Model R~~ 1 Correlations Orientasi Religius 1.000
Covariances Orientasi Religius .035
a. Dependent Variable: Psy well being
Collinearity Diagnostic$
Variance Prooortions Condition Orientasi
Model Di1nension Eiaenvalue Index (Constant) Reliqius 1 1 1.995 1.000 .00 .00
2 .005 20.667 1.00 1.00
a. Dependent Variable: Psy well being
Residuals Statistics"
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 154.0698 202.1372 179.8000 13.04590 30 Std. Predicted Value -1.972 1.712 .000 1.000 30 Standard Error of
2.54244 5.69733 3.45558 1.00723 30 Predicted Value
Adjusted Predicted Value 155.6931 200. 1396 179.7957 12.88729 30 Residual -25.5972 33.6202 .0000 13.68000 30 Std. Residual -1.839 2.415 .000 .983 30 Stud. Residual -1.914 2.511 .000 1.021 30 Deleted Residual -27.7535 36.3644 .0043 14.79198 30 stud. Deleted Residual -2.017 2.802 .007 1.065 30 Mahal. Distance .000 3.890 .967 1. 180 30 Cook's Distance .000 .257 .041 .059 30 Centered Leverage Value .000 '134 .033 .041 30
a. Dependent Variable: Psy well being
rts Histog1·a1n
Dependent Variable: Psy well being
S1d. Dov• .911
Mann• a.oo
~-""""'""' N,. JO.OJ .1.00 o.oo 1.00 :too
·1.50 -.50 .50 1.50 2.50
Regression Standardized Residual
, 00
75
.0 50 e a. E " ()
25 u
"' u "' 0. ,jj 000
000
Scatterplot
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Psy well being
p
CT
o a,,D.r::{6'·~, r::i
r.::lq_,./'
,:;::1·6,,/'
25
Observed Cum Prob
" 1-•l•••
50 75 100
Scatterplot
gi Dependent Variable: Psy well being Dependent Variable: Psy well being 0 ~ 2.-~~~~~~~~~~~~~~~--~~~~~~
0 0 0
0 "
" IT' " 0
Regression Standardized Predicted Value
iran 6
-~ ¥ a.
" "' ·" ~ ro
" c ro iii c
0
·1
0 '2j-200
~
0
0 0
0
" 0 0
0
0
0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0 0
0
0
~ -3-1-~~~~~~~~~~~-~~~~~~~~~~-I 140 160 180 200 220
Psy well being
e1si Antar Dimensi Variabel Orientasi Religius dengan Variabel Psychological Well
elations Descriptive Statistics
Mean Std. ;)eviatlon N otonomi 12.4333 1.47819 30 peng.llngkungan 26.3667 3.62447 30 pengem.pribadi 38.5333 4.66634 30 hub + dg orang fain 37.0667 5.48938 30 lujuan hJdup 30.6000 4.24751 30 penerimaan diri 20.8667 2.33021 30 OR lntrlnsik 74.9000 7.69393 30 OR Ekstrinslk 49.5667 5.79348 30
Correlations
otonomi peng.llng pengem. hub + dg penerimaan/ I kunoan oribadi oranQ lain tujuan hidup diri OR lntrinsik OR Ekstrinsll-;
Pearson Correlation .388' .330 .392' .484' .188 .438' I 200 Sig. (2-tailed) .034 .075 .032 .007 .321 .016 290
N 30 30 30 30 30 30 30 / 30 --Pe:1rson c'OITeiation . .3ea• 1 .797" -·--.G--1-r-·1----.1-2_2_·,__----.-s-12-·4• ------.4-75-:-i~--·------·25:1--
' Sig (2-lailed) .034 .ODO .IJOO .000 .004 .008 i .175
N 30+ _____ 30~ ___ 30~ ____ 3_0-f-___ 3_0-+--- 30 30Ho0 Pearson Correlation .330 .797' 1 .813" .851' .638' .712' .390' Sig. (2-lailed) .075 .ODO .000 .000 .000 .ODO .033
N 30 30 30 30 30 30 ~ 30 l Pearson Correlation .392• .671H .813* 1 .748* .672*' 595*•' 273
.144
N 30 30 30 30 30 30 30 -~P-ea-r--s-on-cC-o_n.~el~a~:io-r1--t---.4~8~47"+---_~7722~.4.---.~8~571'-t----.~7478~.+-------1,--t------,7~2~6~ .. +---~.6~8~0'
30 .437.
Sig. (2-tailed) .032 .000 .ODO .000 .000 .001 ~I
Sig. (2-tailed) .007 000 .000 .000 .ODO .oo3o0
j .016 N 30 30 30 30 30 30 30 Pearson Correlation .188 -.5-1-2~' t---.~6738~.+--.6-7-2-.+----.-7-26-.. +-----1-+---.4-3-6'-ll_--·--.-.;:W-
Sig. (2-tailed) .321 .004 .000 .DOD .ODO .016 I .023 N 30 30 30 30 30 30 30 I 30 Pearson cOrrelation ----.4"3~87' t---.~4~7~5.4---. 7-1"2~.+---~.5~9~5""+----.6~8~0~.+------.4-3~6-.+--------1-+1 ·----. s·-.-2-1 ..
Sig. (2-lallod) .016 .000 .DOD .001 .000 .016 000
--~-,-,;1-(son·r.or-,.c-1a-ur)ri- --26-6- --.2·_-~-~-+--_-3-~-~-.-1---_·2-.~-~-+---_-4-~~-.-1------.4-~-~-.+----.6-~-~-•• ~i---··21 Sig. (2-lalled) .290 .175 033 .144 .016 .023 .ODO / __ I N 30 30 30 30 30 30 30 ~
ignificant at H·1e 0.05 level (2-tailed).
sig;11ficant at the 0.01 level (2-tailed).
top related