fakultas ushuluddin institut agama islam negeri...
Post on 27-Mar-2019
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
SYAIR JAHILIYYAH DALAM TAFSIR AL-KASYSYAF
(Studi atas Penggunaan Syair Jahiliyyah dalam Tafsir Al-Kasysyaf Pada Surat Al-Baqarah)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana dalam Bidang Tafsir Hadits
Oleh Asep Saiful Zulfikar
(064211013)
FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2011
2
3
4
MOTTO
≅è% ÈÈ⌡ ©9 ÏM yèyϑtGô_ $# ߧΡM}$# ÷ Éfø9 $# uρ #’n? tã β r& (#θ è?ù' tƒ È≅ ÷VÏϑÎ/ # x‹≈yδ Èβ# uö� à) ø9 $# Ÿω tβθ è?ù' tƒ Ï& Î#÷WÏϑÎ/
öθ s9 uρ šχ% x. öΝ åκÝÕ ÷è t/ <Ù÷è t7Ï9 # Z��Îγ sß ∩∇∇∪
“Katakan (sampaikanlah), “Seandainya manusia dan jin berhimpun untuk menyusun semacam al-Quran ini, mereka tidak akan mampu melakukannya, walaupun mereka saling membantu”(an-Nahl: 125
5
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
• Ayah dan Ibunda tercita yang senantiasa membirikan do’a dan mencurahkan
kasih sayangnya serta megajari untuk selalu tegar dalam mengarungi kehidupan,
merupakan budi tiada tara yang tak terbalas, kecuali oleh-Nya. Serta kakakku dan
keponakan-keponakanku yang tercinta dan orang-orang yang selalu memberikan
motivasi di hari-hariku.
• Kepada Dr. KH. Hamdani Mu’in, M. Ag yang selalu membimbing dan membantu
penulis, semoga Allah SWT memberikan kebaikan kepada Beliau.
• Sahabat-sahabat senasib seperjuangan di Pondok Pesantren Al-Ibrahimiyyah
Kaliwungu Kendal, yang selalu memberikan inspirasi dan kenangan sehingga
memudahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta sahabat-
sahabat senasib seperjuangan Tafsir Hadits 2006 khususnya dan angkatan 2006
fakultas Ushuluddin umumnya. Juga teman-teman dari Himpunan Mahasiswa
Jawa-Barat (HMJB)
6
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan
didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang
diperoleh dari penernbit maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan
di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 18 Mei 2011
Asep Saiful Dzulfikar
064211013
7
ABSTAKSI
Syair Jahiliyyah dalam Tafsir al-Kasysyaf (studi atas penggunaan syair jahiliyyah dalam tafsir al-kasysyaf pada surat al-baqarah) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Bagaimanakah karakteristik Syair Jahiliyyah?. 2) Bagaimanakah fungsi Syair Jahiliyyah pada surat al-Baqarah dalam Tafsir al-Kasysyaf?. 3)Mengapa al-Zamakhsyari menggunakan Syair Jahiliyyah dalam tafsir QS. Al-Baqarah?. Penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan penggunaan syair jahiliyyah dalam tafsir al-Kasysyaf pada surat al-Baqarah dengan menggunakan metode library reseach (penelitian pustaka) dengan analisis kesusastraan dan deskripsi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah: 1). Karakteristik Syair Jahiliyyah adalah sebagai berikut: Kefanatikan terhadap kabilah-kabilahnya masing-msing sehingga syair-syair yang muncul adalah pembanggaan terhadap kabilah-kabilah mereka masing-masing, Syair-Syair Jahiliyyah juga umumnya berisikan tentang peperangan seperti keberanian dalam peperangan, anjuran untuk berperang, menuntut balas, pujian, celaan dan menumbuhkan semangat juang, Syair-Syair Jahiliyyah juga sering berbentuk sifat-sifat kehewanan, serta keadaan lingkungan sekitar mereka, Beberapa Syair-Syair Jahiliyyah juga tidak luput dari nilai-nilai positif yang dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat juang. 2). Fungsi penggunaan Syair Jahiliyyah dalam tafsir al-Kasysyaf pada surat al-Baqarah adalah sebagai berikut: Syair Jahiliyyah berfungsi sebagai penjelas kata ataupun Bayãn lil mufradãt ( ن���
دات��� ), Syair Jahiliyyah berfungsi sebagai penjelas penafsirannya yang berhubungan dengan tata bahasa baik nahwu maupun sharaf, Syair Jahiliyyah berfungsi sebagai penjelas penafsirannya yang berhubungan dengan ilmu balagahnya. 3). Tidak ada sebab khusus mengapa az-Zamakhsyari menggunakan Syair Jahiliyyah dalam penafsirannya terhadap beberapa ayat dalam surat al-Baqarah, karena az-zamakhsyari hanya menggunakan Syair Jahiliyyah untuk memperkuat dan membantu penafsirannya dalam menjelaskan kata maupun kalimat terutama dari segi tata bahasanya baik nahwu maupun shorof, juga dalam kaidah-kaidah balaghahnya. Akan tetapi penulis berkesimpulan setelah mempelajari biografi az-Zamakhsyari bahwa kecendrungan az-Zamakhsyari menggunakan Syair Jahiliyyah ialah selain dia insten dalam memperdalam bahasa dan sastra Arab juga disebabkan oleh pengaruh dari gurunya yang merupakan seorang penyair dan guru yang terkenal di Khawarizm yaitu Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-Naisabury.
8
KATA PENGANTAR
Bismillahir Rahmaanir Rohiim Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Syair Jahiliyyah dalam
Tafsir Al-Kasysyaf (Studi atas Penggunaan Syair Jahiliyyah dalam Tafsir Al-Kasysyaf
pada Surat Al-Baqarah)”, Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta seluruh pengikut beliau yang dengan semangat
senantiasa menegakkan kebenaran.
Skripsi ini dapat terwujud juga atas dorongan dan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Muhibbin, M. Ag, selaku Rektot IAIN Walisongo Semarang.
2. Dr. Nasihun Amien, M Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang.
3. H. Imam Taufiq, M. Ag beserta Dr. Muhyar Fanani, M. Ag, selaku dosen
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dengan penuh
kesabaran.
4. Kepada Dr. H. Hamdani Mu’in yang selalu memeberikan dukungan dan
bimbingannya.
9
5. Semua Bapak/Ibu Dosen di ligkungan IAIN Walisongo Semarang, yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Ayah dan Ibunda tercita yang senantiasa membirikan do’a dan mencurahkan kasih
sayangnya serta megajari untuk selalu tegar dalam mengarungi kehidupan. Beserta
kakakku dan keponakan-keponakanku yang tercinta serta orang-orang yang selalu
memberikan motivasi di hari-hariku.
7. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan Tafsir Hadits 2006 serta kelurga besar Pondok
Pesantren Al-Ibrahimiyyah Kaliwungu Kendal. Juga teman-teman dari Himpunan
Mahasiswa Jawa-Barat.
Penulis menyadari, bahwa penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam
penyusunan laporan skripsi ini, namun penulis senang hati. untuk itu saran dan kritik dari
semua pihak sangat diharapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan para pembaca
umumnya.
Semarang, 31 Mei 2011 Penulis
10
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
Alif
ba’
ta’
sa’
jim
ha’
kha
dal
zal
ra’
zai
sin
syin
sad
dad
ta
za
‘ain
gain
fa
qaf
Tidak dilambangkan
b
t
s
j
h
kh
d
z
r
z
s
sy
s
d
t
z
‘
g
f
q
Tidak dilambangkan
be
te
es (dengan titik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
zet
es
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
de (dengan titik di bawah)
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
koma terbalik di atas
ge
ef
qi
11
ك
ل
م
ن
و
$
ء ي
kaf
lam
mim
nun
waw
ha’
hamzah ya
k
l
m
n
w
h
‘ Y
ka
‘el
‘em
‘en
w
ha
apostrof ye
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis Rangkap
متعددة
ditulis
Muta’addidah
ditulis عدة
‘iddah
C. Ta’ marbutah di Akhir Kata
1. Bila dimatikan ditulis h
حكمة علة
ditulis ditulis
Hikmah ‘illah
(Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa
Indonesia, seperti shalat, zakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
2. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al’ serta bacaan kedua itu terpisah, maka
ditulis dengan h.
كرامة االؤلياء زكا ةالفطر
ditulis ditulis
Karamah al-auliya’ Zakah al-fitri
D. Vokal Pendek
___
فعل
___
ذكر
___ يذهب
fathah
kasrah
Dammah
a
fa’ala
i
zukira
12
u yazhabu
E. Vokal Panjang
Fathah + alif
جا هلية
Fathah + ya’ mati
تنسى
Kasrah + ya’ mati
كريم
Dammah + wawu mati فروض
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis ditulis
ã
jahiliyyah
ã
tansa
î
karim
ũ furud
F. Vokal Rangkap
Fathah + ya mati
بينكم
Fathah + wawu mati قول
ditulis
ditulis
ditulis ditulis
ai
bainakum
au qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan apostrof
اانتم
اعددت لئن شكر تم
ditulis
ditulis ditulis
a’antum
u’iddat la’in syakartum
H. Kata Sandang Alif + Lam
Bila diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsiyyah ditulis dengan
menggunakan huruf “al” القر ان
القيا س
السماء الشمس
ditulis
ditulis
ditulis ditulis
al-Qur’an
al-Qiyas
al-Sama’ al-Syams
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya. ذوي الفروض
ا هل السنةditulis ditulis
zawi al-furud ahl al-sunnah
13
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
NOTA PEMBIMBING..........................................................................................ii
PENGESAHAN.....................................................................................................iii
MOTTO.................................................................................................................iv
PERSEMBAHAN..................................................................................................v
PERNYATAAN.....................................................................................................vi
ABSTRAKSI........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................. 1
B. Rumusan Masalah...........................................................10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.................................10
D. Telaah Pustaka.............................................................. 11
E. Metode Penelitian........................................................... 13
F. Sistematika Pembahasan...............................................14
BAB II : SYAIR JAHILIYYAH DAN METODOLOGI TAFSIR BAYAN
A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Sastra Arab..16
B. Syair Jahili dan Metodologi Tafsir Bayan...................49
14
BAB III : SYAIR JAHILI DALAM TAFSIR AL-KASYSYAF PADA
SURAT AL-BAQARAH
A. Sekilas Tentang Tafsir al-Kasysyaf dan az-Zamakhsyari
...........................................................................................66
B. Syair Jahiliyyah dalam Tafsir Al-Kasysyaf Pada Surat Al-
Baqarah........................................................................78
BAB IV : ANALISIS FUNGSI SYAIR JAHILIYYAH DALAM TAFSIR AL-
KASYSYAF PADA SURAT AL-BAQARAH
A. Fungsi Syair Jahiliyyah dalam Tafsir Al-Kasysyaf Pada Surat
Al-Baqarah...........................................................85
B. Penggunaan az-Zamakhsyari Syair Jahiliyyah dalam Tafsir
Al-Kasysyaf Pada Surat Al-Baqarah..................99
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................102
B. Saran-Saran.....................................................................103
C. Penutup............................................................................104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perjalanan Islam sebagai risalah yang dibawa oleh Muhammad telah
berlangsung lebih dari empat belas abad lamanya. Al-Qur'an sebagai rujukan utama
dalam khazanah keislaman selalu dikaji oleh semua lapisan masyarakat untuk
melahirkan pemahaman tentang Islam. Dari kajian-kajian tafsir tersebut melahirkan
berbagai pemahanan yang tidak sedikit menimbulkan pertentangan sebagaimana yang
terlihat dalam sejarah perjalanan umat Islam selama lebih dari empat belas abad
lamanya. Maka dengan adanya kajian-kajian tafsir tersebut timbullah berbagai macam
metodologi dan corak penafsiran yang berbeda sehingga mengungkapkan betapa
kayanya khazanah-khazanah keislaman, kemukjizatan al-Quran dengan bahasanya
yang mampu dipahami dengan berbagai macam cara sehingga kajian terhadap Al-
Qur’an dan metodologi tafsir menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan.
Barangkali ini adalah konsekuensi logis dari Al-Qur’an yang mempunyai posisi
sentral bagi kehidupan umat Islam, yaitu sebagai hudan li al-nâs. Terlebih ketika Al-
Qur’an diklaim sebagai sâlih li kulli zamân wa makân, pengapungan makna teks Al-
Qur’an menjadi sebuah keniscayaan.
Al-Qur’an, bagaimanapun merupakan respon Ilahiyah terhadap kondisi umat
dalam bentuk medium kebahasaan yang tidak bisa melepaskan diri dari relasi
background-nya.1 Dalam teknik penyampaian al-Qur’an menggunakan bahasa Arab,
1 Taufik Adnan Amal dan Syamsul Rizal Panggabean, Tafsir Kontekstual Al-Qur’an: Sebuah
Kerangka Konseptual, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 42.
16
ini sesuai dengan fakta yang tidak dapat dibantah lagi, Muhammad secara geografis
hidup di jazirah Arab, hanya saja perlu dicatat di sini pemilihan bahasa lokal tersebut
bukan berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam kehilangan nilai-nilai
universalistiknya.
Beberapa sarjana menempatkan al-Quran sebagai sebuah karya sastra asli Arab.2
Senada dengan itu, Amin al-Khuli mengatakan bahwa al-Qur’an dilihat sebagai hudan
dan sebagai bagian dari fakta-fakta sosio-historis sehingga al-Quran dilihat apa adanya
dalam kaitannya dengan masyarakat yang pertama kali menerimanya, muncul dalam
bingkai dialektika antara wahyu dengan masyarakat pada waktu itu dengan kata lain
al-Quran merupakan fakta bahasa dan sastra.3 Oleh karena itu menurut Amin al-Khuli
tujuan pertama ilmu tafsir adalah menganggap al-Quran sebagai sebuah kitab sastra
bahasa Arab yang teragung dan mempunyai dampak kesusatraan yang paling besar.4
Sehingga untuk memahami al-Quran harus mendahulukan kajian sastra atau dalam
terminology Amin al-Khuli disebut al-manhaj al-adabî yang dilakukan dengan
obyektif merupakan langkah awal sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya, maka
kalau tidak demikian tidak akan sampai kepada tujuan.5 Oleh karena itu, sebagai
sebuah kitab sastra maka al-Quran haruslah dipahami dengan pendekatan sastra, maka
jika berbicara masalah satra arab tentu tidak akan lepas dari syair arab.
2 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik terhadap al-Qur’an, terj.
Agus Fahri Husein, dkk. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), hlm. 39.
3 Muhammad Aunul Abied Shah, “Amin Al-Khuli Dan Kodifikasi Metode Tafsir” Dalam Buku Islam Garda Depan Mosaik Pemikiranislam Timur Tengah, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 140
4 Amin al-Khuli, Manãhîj Tajdîd Fî an-Nahwa al-Balãgah wa Tafsîr wa al-Adab, (Kairo : Dar al-Ma’rifah, 1961), hal. 302-304
5 Amin al-Khuli, Manãhîj Tajdîd…, hal. 233
17
Al-Quran adalah sebuah mukjizat agung yang ditujukan kepada seluruh umat
manusia, salah satu mukjizat al-Quran adalah keindahan bahasanya dengan susunan
kata dan diksi kalimat al-Quran yang begitu tertata, nada dan langgemnya
mengalahkan puisi dan prosa manapun di dunia.6
Al-Quran pertama kali berinteraksi dengan masyrakat Arab pada masa Nabi
Muhammad SAW. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra arab. Dimana-mana
terjadi perlombaan dalam menyusun syair atau khutbah, petuah dan nasehat. Syair-
syair yang dinilai indah, digantung di Ka’bah sebagai penghormatan kepada
penggubahnya sekaligus untuk dinikmati oleh yang melihat atau membacanya. Oleh
karena itu kemudian ketika al-Quran turun sangat mengutamakan aspek keindahan
bahasanya untuk melemahkan masyarakat Arab yang pada waktu itu keahlian
masyarakatnya adalah dalam bidang sastra Arab,7 bahkan al-Quran sangat gamblang
dan jelas menantang mereka dalam hal kesusastraan Arab :
≅è% ÈÈ⌡ ©9 ÏM yèyϑtGô_ $# ߧΡM}$# ÷ Éfø9 $# uρ #’n? tã β r& (#θ è?ù' tƒ È≅ ÷VÏϑÎ/ # x‹≈yδ Èβ# uö� à) ø9 $# Ÿω tβθ è?ù' tƒ Ï& Î#÷WÏϑÎ/
öθ s9 uρ šχ% x. öΝ åκÝÕ ÷è t/ <Ù÷è t7Ï9 # Z��Îγ sß ∩∇∇∪
“Katakan (sampaikanlah), “Seandainya manusia dan jin berhimpun untuk menyusun semacam al-Quran ini, mereka tidak akan mampu melakukannya, walaupun mereka saling membantu”8 Ayat ini menjelaskan tentang tantangan terhadap masyarakat Arab pada waktu
itu yang mengklaim bahwa al-Quran bukan firman Allah, dan dalam saat yang sama,
keahlian mereka adalah dalam aspek kebahasaan dan sangat mahir dalam bidang ini,
6 M. Quraish Sihab, Mukjizat al-Quran, (Bandung ; Mizan, 1997) hal. 123
7 M. Quraish Sihab, Mukjizat al-Quran…, hal. 112
8 QS Al-Isra [17]: 88
18
maka tidak heran jika tantangan pertama yang dikemukakan al-Quran bagi yang
meragukan kebenaran firman Allah adalah dengan menyusun kalimat-kalimat
semacam al-Quran dari segi keindahan dan ketelitiannya.9
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa al-Quran sebagai mukjizat yang turun
dan berinteraksi dengan masyarakat Arab yang pada waktu itu memiliki keahlian
dalam bidang sastra Arab sehingga al-Quran sangat mengutamakan aspek
kebahasanannya sehingga bahasa al-Quran tersusun dengan tatanan nada dan
langgamnya yang indah. Oleh karena itu seperti yang dikatakan Amin al-Khuli bahwa
untuk memahami al-Quran harus menganggap al-Quran sebagai kitab sastra besar
terlebih dahulu yang harus dipahami dengan sastra Arab. Bahkan Muhammad Ahmad
Khallafullah misalnya, ketika memahami kisah-kisah dalam al-Quran lebih
mengutamakan aspek pendekatan psikologis dari al-Quran, terutama pada sisi
narasinya.10
Membahas sastra Arab tentu tidak lepas dari syair Arab yang merupakan salah
satu bagian dari sastra Arab. Syair Arab ialah ungkapan yang indah yang memiliki
wazan dan qofiyah yang berupa pujian, deskripsi, ejekan, kedukaan, hikmah dll.11
Oleh karena itu menarik sekali untuk mengetahui sejauh mana syair Arab memberikan
kontribusi dalam penafsiran, namun penulis menspesifikasikan pembahasan ini ke
9 M. Quraish Sihab, Mukjizat al-Quran…, hal. 113
10 M. Ahmad Khallafullah, Al-Quran Bukan “Kitab Sejarah”, Seni, Sastra Dan Moralitas Dalam Kisah-Kisah Al-Quran, terj, Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin, (Jakarta: Paramadina, 2002), hal. 11-18
11 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara Qashidah Karya Tujuh Penyair Terkenal Zaman Jahiliyah, (Semarang : Pusat Pembinaan Bahasa IAIN Walisongo, 1985), hal. 3
19
dalam penggunaan Syair Jahiliyyah yaitu syair Arab yang ada pada waktu sebelum
datangnya Islam yang berupa pujian, keberanian, duka, kebahagiaan dan lain-lain12.
Akan tetapi penggunaan Syair Jahiliyyah dalam penafsiran al-Quran banyak
sekali menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para ulama’. Dr. Mahmud
Dasuki berpendapat bahwa Relasi Syair Jahiliyyah dengan al-Qur`an adalah hanya
unsur materiil. Materi keduanya adalah sama-sama berupa lafadz berbahasa Arab. Al-
Qur`an adalah kalam Tuhan untuk manusia, sedangkan Syair Jahiliyyah merupakan
kreasi agung manusia. Jadi ada ikatan yang kuat di antara keduanya, terkadang syair
bisa menjadi tafsir lafadz-lafadz Qur`an. Titik problematis Isra’iliyyât dikarenakan
tidak jarang digunakan untuk menafsirkan cerita-cerita, bahkan makna yang
terkandung dalam al-Qur`an. Jadi ada perbedaan sangat jauh di antara Syair Jahiliyyah
dan Isra’iliyyât. Relasi Syair Jahiliyyah dengan al-Qur’an hanya pada lafadz-lafadznya
saja, berbeda dengan Isra’iliyyât. Seperti kebingungan Ibnu Abbas dalam memaknai
lafadz “ '�(” sehingga datanglah dua orang A’raby ketika keduanya bertikai, dan salah
satunya berkata: "�)* Kemudian Ibnu Abbas mengartikan lafadz fâthir itu . "ا,� )+
dengan “penciptaan dengan tanpa misal”.13
D. S. Margholiuth bahkan berpendapat bahwa adanya para penyair di jazirah
Arab sebelum Islam atau masa pra-Islam adalah sesuatu yang sudah disaksikan oleh
al-Quran, karena ada beberapa surat dalam al-Quran yang menyebutkan nama mereka
dan terkadang pula al-Quran menunjuk kepada mereka dalam beberapa bagian yang
lain. Ia juga mengatakan bahwa para penyair itu seperti dukun dikarenakan mereka itu
12 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara Qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyah…., hal. 3
13 Mahmoud Dasuki, Dalam Wawancara Dengan Afkar pada 17 april 2010
20
berada di tengah-tengah jin jadi para penyair itu seperti membawakan berita ghaib.
Kemudian secara keras ia mengatakan bahwa syair itu adalah sebuah omong kosong
atau sesuatu yang tidak ada artinya bahkan para penyair itu membawa kepada
kesesatan, berbicara dan tidak melakukannya. Sementara keindahan bahasa al-Quran
menurutnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan seni atau sastra karena Nabi
Muhammad SAW bukanlah seorang yang ahli sastra akan tetapi perkataan Nabi
Muhammad Ialah sebuah dzikir dan al-Quran itu merupakan Kalam Allah yang
jelas.14
Taha Husein dengan menggunakan metode akademik kritis modern atau
metode-metode untuk menganalisa syair kuno Arab sampai pada suatu kesimpulan
bahwa sebagian besar dari syair-syair yang selama ini diyakini sebagai Syair
Jahiliyyah perlu diragukan kebenaran dan keautitentikannya. Karena hanya sebagian
kecil saja yang benar-benar ditulis pada masa pra Islam. Sedangkan sebagian besar
lainnya ditulis pada masa Islam yang dihubung-hubungkan dengan penyair terkenal
pada masa pra-Islam untuk kepentingan memperkuat argumen-argumen yang diajukan
oleh para ahli tata bahasa, para teolog, ahli hadits dan ahli tafsir. Maka dari itu tidak
selayaknya syair-syair tersebut digunakan untuk menafsirkan al-Quran maupun
Hadits15
Maka dari itu, terlepas dari kontroversi penggunaan Syair Jahiliyyah perlu
kiranya ada sebuah penelitian secara khusus yang membahas tentang penggunaan
syair dalam penafsiran al-Quran terutama Syair Jahiliyyah untuk melihat sejauh mana
14 D. S. Marjulius, Ushũl Asy-syi’r Al-Arabi,terj. DR. Yahya al-Jabburiyyu (Beirut: Muassasatur
Risalah, 1988). Hal. 53-54 15 Taha Husein, Min Hadîtsi As-syi’r wa Al-Natsri, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 2004), Hal. 11-12
21
pengunaan dan fungsi Syair Jahiliyyah dalam penafsiran al-Quran serta mengapa para
mufassir menggunakan Syair Jahiliyyah dalam menafsirkan al-Quran.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk lebih jauh meneliti
fungsi Syair Jahiliyyah dalam tafsir al-Kasysyaf pada surat al-Baqarah, dikarenakan
latar belakang pengarangnya yaitu Az-Zamakhsyari sebagai seorang ahli sastra dan
syair Arab yang membuat tafsirnya sarat dengan muatan sastra ketika menafsirkan al-
Quran terutama dengan menggunakan syair-syair Arab ketika menjelaskan
penafsirannya terhadap setiap kalimat dalam ayat-ayat al-Quran.
Setelah penulis menelaah tafsir al-Kasysyaf, penulis menemukan bahwasannya
penggunaan syair-syair arab sangat banyak dalam surat al-Baqarah. Oleh karena itu
untuk lebih mempermudah dan mengefisienkan penilitian ini, penulis
menspesifikasikan pada surat al-Baqarah. Berikut contoh penggunaan syair jahiliyyah
dalam tafsir al-Kasysyaf pada surat al-Baqarah:
öΝ ßγ è=sVtΒ È≅ sVyϑx. “Ï% ©!$# y‰s%öθ tGó™$# # Y‘$ tΡ !$ £ϑn=sù ôNu !$ |Ê r& $ tΒ …ã& s!öθ ym |= yδ sŒ ª!$# öΝ Ïδ Í‘θ ãΖÎ/
öΝ ßγ x.t� s?uρ ’ Îû ;M≈ yϑè=àß āω tβρç�ÅÇö6 ム∩⊇∠∪ BΛ༠íΝ õ3ç/ Ò‘ôϑãã öΝ ßγ sù Ÿω tβθ ãè Å_ö� tƒ ∩⊇∇∪
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)”16
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari
Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh ‘Anatroh ibn Syaddad salah seorang dari tujuh
16 QS. Al-Baqarah: 17-18
22
penyair pada zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian
bunyi syairnya:
(. ABC17ا�و �2,:� ?6@ ?�<=ی # 2:;:ی �ع567ا ر34 2.آ
“Maka aku telah meninggalkannya (perasaan hati) ketika penyembelihan binatang buas yang mengganggunya, mematahkan ujung jari dan pergelangan tangannya yang bagus”
Maka kemudian dapat dikatakan bahwa penelitian terhadap Syair Jahiliyyah
dalam tafsir al-Kasysyaf ini memiliki signifikansi yang positif dalam
mengembangkan metodologi tafsir kontemporer dalam hal ini metodologi tafsir sastra.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada paparan latar belakang di atas, maka masalah yang nantinya
akan dicoba dijawab dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimanakah karakteristik Syair Jahiliyyah?
2. Bagaimanakah fungsi Syair Jahiliyyah pada surat al-Baqarah dalam Tafsir al-
Kasysyaf ?
3. Mengapa al-Zamakhsyari menggunakan Syair Jahiliyyah dalam tafsir QS. Al-
Baqarah?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui penggunaan Syair Jahiliyyah dalam penafsiran al-Quran.
2. Mengetahui fungsi Syair Jahiliyyah dalam penafsiran al-Quran.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
17 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 81
23
1. Penelitian ini dilakukan guna memberikan gambaran penggunaan Syair Jahiliyyah
dalam penafiran al-Quran yang menjadi perdebatan di dunia Islam.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memunculkan minat para pembaca untuk
mendalami kembali khazanah pemikiran keislaman pada masa lampau terutama
yang berhubungan dengan penggunaan sastra dalam penafsiran al-Quran.
D. TELAAH PUSTAKA
Telah banyak penelitian atas tafsir al-Quran, baik dalam bentuk skripsi, tesis
maupun disertasi. Namun penelitian tafsir secara khusus yang berkaitan dengan
penggunaan syair Arab sangat sedikit apalagi yang secara khusus tentang Syair
Jahiliyyah. Sementara penelitian terhadap tafsir Al-Kasysyaf sudah sangat banyak
namun belum ada yang secara khusus dan gambling dalam membahas tentang aspek
Syair Jahiliyyah dalam tafsir Al-Kasysyaf.
Disertasi Ahmad Thib Raya, MA tentang “Aspek Bayãn dalam Tafsir az-
Zamakhsyari”, misalnya, merupakan salah satu penelitian atas tafsir al-Kasysyaf.
Namun dalam penelitiannya di Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, hanya baru membahas aspek dalam kitab Tafsir al-Kasysyaf karya
Zamakhsyari dan belum membahas secara spesifik membahas tentang aspek Syair
Jahiliyyah bayãn dalam tafsir al-Kasysyaf.
Kemudian skripsi dari Paminin tentang “Konsep Mahabbah dalam Penafsiran
Syeikh Az-Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasysyaf” baru membahas corak dan
penafsiran az-Zamakhsyari atas konsep Mahabbah dalam al-Quran dan
aktualisasinya, meskipun membahas makna mahabbah secara jelas namun masih
belum membahas tentang sastra Arab.
24
Skripsi M. A. Aminudin tentang “Etika Lingkungan Hidup dalam Tafsir Al-
Kasysyãf (Studi Tafsir dalam Pendekatan Analisis)” baru membahas tentang metode
az-Zamakhsyari dalam menafsirkan ayat-ayat tentang etika lingkungan hidup
dilanjutkan dengan penafsiran az-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf tentang etika
lingkungan hidup.
Syarh Syawahid al-Kasysyãf oleh Muhbibuddin Affandi dalam buku ini
menjelaskan tentang syair-syair dalam tafsir al-Kasysyaf yaitu makna syair-syair
yang ada dalam tafsir al-Kasysyaf. Meskipun buku ini membahas tentang syair-syair
dalam tafsir al-Kasysyaf namun belum secara jelas dan gamblang membahas tentang
syair jahliyyah dan fungsinya dalam penafsiran pada tafsir al-Kasysyaf.
Tafsir al-Baidhawi yang dikarang oleh al-Baidhawi menerangkan tentang
qiraat, I’rab, dan unsur-unsur balagah terhadap lafadzh-lafadzh atas ayat-ayat al-
Quran. Tafsir al-Baidhawi ini menurut sebagian ulama merupakan mukhtashar dari
tafsir al-Kasysyaf. Dalam tafsir ini meskipun membahas tentang unsur sastra terutama
dari unsur balagahnya, namun tafsir ini belum secara detail dan gamblang dalam
membahas sastra terutama yang berkaitan dengan syair-syairnya.
Dari beberapa telaah pustaka belum ada satupun yang secara khusus membahas
penggunaan syair-syair Arab terutama tentang penggunaan dan fungsi Syair
Jahiliyyah dalam tafsir al-Kasysyãf hanya baru membahas tentang aspek Bayãn dan
metode penafsiran serta coraknya.
25
E. METODE PENELITIAN
Penelitian pada skripsi ini berupa penelitian kepustakaan (library research)18
yang bersifat literer, artinya penelitian ini secara langsung akan didasarkan pada data
tertulis yang berbentuk kitab-kitab terutama karya klasik, juga buku-buku yang
terkait. Dalam proses pelaksanaannya, sumber data diklasifikasikan dalam dua
kategori, sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primernya yaitu obyek
dari penelitian ini Tafsir al-Kasysyaf yang disusun oleh Az-Zamakhsyari, kemudian
buku-buku yang berkenaan dengan sastra Arab terutama yang membahas tentang
Syair Jahiliyyah seperti Min Hadîtsi Al-Syi’ri wa Al-Natsri karya Taha Husein, Studi
Sastra Sekitar Beberapa Mutiara Qashidah Karya Tujuh Penyair Terkenal Zaman
Jahiliyah karya Abdullah Hadziq, Tãrîkh Adab Al-Lugah Al-Arabiyah karya Jarji
Zaidan . Sedangkan data sekundernya adalah segala sumber tertulis baik kitab, buku,
ensiklopedi, jurnal atau tulisan berbentuk artikel yang berkaitan dengan pembahasan,
baik mengenai Tafsir al-Kasysyaf dan pengarangnya az-Zamakhsyri maupun tentang
Syair Jahiliyyah dan penggunaanya dalam penafsiran al-Quran.
Seperti yang disebutkan di latar belakang bahwa Syair Jahiliyyah merupakan
bagian dari sastra, oleh karena itu dalam skripsi ini penulis menggunakan metode
pendekatan sastra terhadap al-Quran. Metode pendekatan sastra terhadap al-Quran
menurut Amin al-Khulli ialah interpretasi sastra yang didasarkan atas metodologi
18 Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang cara kerja penelitiannya
menggunakan data dan informasi dari berbagai macam materi dan literatur, baik berupa buku, majalah, surat kabar, naskah, catatan dan dokumen. Lihat Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Cet, 7 (Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm. 33.
26
yang tepat (as-sahih al-manhaj), kelengkapan aspek (al-kãmilah al-manãhi), dan
kesingkronan distribusi pembahasan (al-muttasiqah at-tauzi).19
Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif yang
berupaya mendeskripsikan penggunaan dan fungsi Syair Jahiliyyah dalam Tafsir al-
Kasysyaf. Dengan segala keterbatasannya untuk menguatkan pendeskripsian ini,
penulis menampilkan berbagai contoh yang berkenaan dengan penggunaan Syair
Jahiliyyah dalam Tafsir al-Kasysyaf.
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Seluruh pembahasan dalam skripsi ini akan penulis paparkan ke dalam
beberapa bab agar pembahasan ini teratur, maka sistematika penulisannya adalah
sebagai berikut: bab pertama, berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang
masalah untuk memberi penjelasan mengapa penelitian ini perlu dilakukan, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II, membahas Syair Jahiliyyah dan Metodologi tafsir Bayãn . Bab ini
meliputi pengertian dan perkembangan sejarah sastra Arab dilanjutkan dengan Syair
Jahiliyyah dilihat dari segi sastra Arab, selanjutnya membahas tentang Syair
Jahiliyyah sebagai media penafsiran al-Quran guna mengetahui hubungan Syair
Jahiliyyah dengan metodologi Tafsir Bayãn sebagai salah satu metodologi penafsiran
al-Quran.
Bab III, membahas Syair Jahiliyyah dalam Tafsir al-Kasysyaf. Bab ini meliputi
pembahasan tentang biografi dan latar belakang pengarang Tafsir al-Kasysyaf yaitu
19 Amin al-Khuli, Manahij Tajdid…, hal. 231
27
Az-Zamanhsyari kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang corak dan
metodologi Tafsir al-Kasysyaf. Selanjutnya bab ini juga membahas tentang
penggunaan Syair Jahiliyyah pada surat al-Baqarah dalam Tafsir al-Kasysyaf yaitu
berupa contoh-contoh penggunaannya.
Bab IV, membahas fungsi Syair Jahiliyyah dalam Tafsir al-Kasysyaf. Bab ini
meliputi pembahasan tentang analisis terhadap fungsi serta mengapa penggunaan
Syair Jahiliyyah dalam Tafsir al-Kasysyaf.
Bab kelima adalah penutup terdiri dari kesimpulan hasil penelitian dan saran-
saran
28
BAB II
SYAIR JAHILIYYAH DAN METODOLOGI TAFSIR BAYÃN
A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Sastra Arab (Adab al-Arabi)
Penyebaran sastra arab pada dasarnya sangatlah berkaitan erat dengan
menyebarnya Islam secara luas ke berbagai penjuru belahan dunia terutama pada
abad ke 7 hijriah, hal ini dikarenakan bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an yang
mulia. Bahasa yang indah ini menyebar ke berbagai penjuru timur dan barat, sehingga
sebagian besar peradaban dunia pada masa itu sangat terwarnai oleh peradaban Islam.
Mereka yang berperan mengembangkan sastra arab pada masa kejayaan islam berasal
dari berbagai suku bangsa, diantara mereka berasal dari Jazirah Arab, Mesir,
Romawi, Armenia, Barbar, Andalusia dan sebagainya, walau berbeda bangsa namun
mereka semua bersatu diatas Islam dan Bahasa Arab, mereka berbicara dan menulis
karya sastra serta berbagai kajian keilmuan lainnya dengan Bahasa Arab .
Dan tidaklah Allah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran
melainkan karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
!$ ‾ΡÎ) çµ≈oΨ ø9 t“Ρr& $ºΡ≡ u ö� è% $ wŠÎ/ t� tã öΝ ä3‾=yè ©9 šχθè=É) ÷è s? ∩⊄∪
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.”.20 Allah juga berfirman :
20 QS. Yusuf [12] : 2
29
Νs9 r& t� s? y# ø‹ x. z>u�ŸÑ ª! $# Wξ sWtΒ Zπ yϑÎ=x. Zπt6 ÍhŠsÛ ;οt�yf t± x. Bπ t7Íh‹ sÛ $ yγ è=ô¹r& ×M Î/$rO $ yγããö� sùuρ ’Îû Ï !$ yϑ¡¡9$# ∩⊄⊆∪ þ’ÎA÷σ è? $ yγ n=à2é& ¨≅ä. ¤Ïm Èβ øŒ Î* Î/ $ yγ În/ u‘ 3 ÛUÎ�ôØ o„ uρ ª! $# tΑ$ sW øΒF{ $# Ĩ$ ¨Ψ=Ï9
óΟßγ ‾=yè s9 šχρã� ā2x‹tGtƒ ∩⊄∈∪
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.21 Sastra dalam bahasa Indonesia berarti: (1) bahasa (kata-kata, gaya bahasa)
yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari), (2) karya tulis, yang jika
dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai macam cirri keunggulan, seperti
keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, epik, dan lirik,
(3) kitab suci (Hindu), kitab (ilmu pengetahuan), (4) pustaka, kitab primbon (berisi)
ramalan, hitungan dan sebagainya, dan (5) tulisan, huruf.22 Walaupun penjelasan ini
memberikan banyak kemudahan dalam hal keterangan maupun batasan tentang sastra,
tetapi banyak keterangan maupun batasan lain tentang sastra yang menunjukkan
bahwa ada saja yang menentang, mempertanyakan, atau menyangsikan keterangan-
keterangan ataupun batasan yang berlaku bagi sastra tertentu.23
21 QS. Ibrahim [14] : 24-25 22 Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. 1994). Hal. 786 23 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan), (Jogjakarta: AR-RUZZ
MEDIA. 2006). Hal. 29
30
Definisi sastra yang ada masih membuka peluang untuk diperdebatkan, namun
kita juga perlu menentukan cirri-cirinya, karena hal itu lebih urgen daripada membuat
definisi yang holistic dan komprehensif. Cirri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sastra bukanlah suatu komunikasi praktis, yang isi dan maksudnya langsung
terliha, tertangkap, dan terpahami manakala membaca atau mendengar sebuah
komunikasi, seperti membaca buku-buku lainnya yang tidak bernama sastra.
Dalam sastra, makna tersirat lebih dominan daripada makna tersurat. Efek
pengasingan dalam sastra melambatkan pencerapan kita terhadap maknanya.
Tetapi justru di situ pula letak intensitas maknanya.
2. Karya sastra adalah karya kreatif, bukan semata-mata imitative. Kreatif dalam
sastra berarti ciptaan, dari tidak ada menjadi ada. Baik bentuk maupun makna
merupakan kreasi. Bahasa sebagai system primer menurut Jurit Lotman, seorang
ahli semiotika berkebangsaan Rusia, telah mempunyai makna sebelum disusun
menjadi sastra sebagai system sekunder. Kreatif dalam sastra juga berarti
pembaruan. Teeuw menegaskan bahwa pemerkosaan dan pelanggaran konvensi
adalah sifat karya seni yang khas. Malahan pada masa tertentu, hasil dan nilai
sebuah karya seni sebagian besar ditentukan oleh Berjaya tidaknya dalam usaha
mendobrak dan merombak konvensi.
3. Karya sastra adalah karya imajinatif. Ia bukan representasi dari kenyataan. Akan
sia-sia bila dapat berjumpa dengan kehidupan sebagaimana yang disajikan dalam
karya sastra. Oleh karena imajinatif, dengan sendirinya ia juga bersifat subjektif,
baik subjektif dalam penciptaan maupun subjektif dalam pemahaman.
31
Keselarasan yang ada dalam karya sastara tida secara otomatis berhubungan
dengan keselarasan yang ada dalam masyarakat tempat sastra itu lahir.
4. Karya sastra adalah karya otonom. Karya sastra adalah karya yang patuh pada
dirinya sendiri. Tentang otonomi karya sastra, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Teeuw, karya sastra atau karya seni pada umumnya merupakan keseluruhan
yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom dan yang boleh dan harus kita
pahami dan tafsirkan pada sendirinya, sebuah dunia rekaan yang tugasnya haya
satu, patuh setia pada dirinya sendiri. Tetapi pada pihak lain, tidak ada karya seni
manapun juga yang berfungsi dalam situasi kosong, karena ia merupakan
aktualisasi tertentu dari system dan kode budaya.
5. Karya sastra adalah karya koheren. Orehensi dalam karya satra tidak mengandung
arti tidak satu unsurpun yang tidak fungsional, walaupun hanya sebuah titik.
Koherensi dalam karya sastra juga membedakan dengan karya-karya non-sastra,
dalam karya sastra, setiap unsur mempunyai hubungan dengan unsur-unsur yang
lain. Begitu padunya hubungan itu, sehingga apabila ditukar letaknya, apalagi
diganti unsurnya, maka keseluruhan karya itu akan kehilangan kekuatannya
sebagai karya sastra dan akan menimbulkan perubahan makna. Karena yang
dipahami dalam karya sastra bukanlah “meaning” akan tetapi “significance”.
6. Konvensi suatu masyarakat amat menentukan mana karya yang dapat disebut
sebagai karya sastra dan mana yang tidak. Karya sastra pada masyarakat tertentu
belum tentu disebut sastra oleh masyarakat yang lain, karena perbedaan konvensi
yang mereka anut. Karya sastra pada masa lalu mungkin tidak akan disebut
32
sebagai sastra pada masa berikutnya, karena perubahan konvensi yang
diakibatkan perubahan tata nilai dalam kehidupan.
7. Sastra tidak sekedar bahasa yang ditulis atau diciptakan, dan ia tidak sekadar
permainan bahasa. Akan tetapi ia adalah bahasa yang mengandung makna lebih.
Ia menawarkan nila-nilai yang dapat memperkaya ruhani dan meningkatkan mutu
kehidupan. Bahkan ia mampu memenuhi hasrat manusia untuk berkontemplasi.24
Sastra Arab yang dalam bahasa Arab ialah Adab al-Arabi. Adab secara bahasa
berasal dari kata دبDأدب ی yang berarti sopan atau berbudi bahasa yang baik.25
Sedangkan secara khusus Al-Adab ialah :
PD Q� ا.Lإ BN �2=ي یMLا J��K اI�7;,اH مGFا(R JS'اT =اL اءS، س ?�A�ماL6و اءا ], ما أ Aش �نآ
“Yaitu perkataan yang indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa mereka yang mengucapkan atau mendengarnya baik berupa syair maupun natsr atau prosa. “26 Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa adab al-‘Arabi
terbagi dalam dua macam bentuk yaitu:
1. Nastr (prosa) yaitu ungkapan yang indah namun tidak memiliki wazan
(timbangan atau irama kata yang menyusun suatu bait syair) maupun qofiyah
(kesamaan bunyi huruf akhir dalam sebuat bait syair). dan macam-macamnya
adalah: khotbah, surat, wasiat, perkataan hikmah, matsal, dan kisah. Sebagai
contoh prosa ialah :
� Khutbah dari Qas ib Saa’adah (ةNRا�? س� ]^) sebagai berikut :
24 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 35-36 25 A. W. Munawwir , Kamus Al-Munawwwir Arab-Indonesia Terlengkap ,( Surabaya : Pustaka
Progresif, 1997), Hal. 12 26 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî, (Kairo: Darr Nahdloh Mesir , 1977) Hal. 32
33
_ م� أی_(� ا:�Lس اسSA�ا وSRا ا,2L م? �Rش م�ت وم? م�ت )�ت وآ داج و ,(�رس�ج وس��ء ذات أ� اج و,Sbم *4ه و هS ات ات �
و�73لc4* ر�d� J( Lاة وان bة وأ,(�ر م�@Nس�ة وأرض م م ا م� ��ل ا:�Lس یMهS7ن 7A رضeا J( Lا وان 7f ��ءL6ا
ای�Lد أی? اe��ء و ;Aا ی� مSم�: �مSا أم * آSا D( ن أرضSA3 وHیeا H�3ل اS'وأ Hم� CF:ا مS,SFی Cاد أLNL;ا g:Rا N3اد وأی? ا�
(C �.+�و2 C):d'27 اLNه �2FF وم4 Artinya: “Wahai manusia dengarkanlah, dan ingatlah, barangsiapa yang hidup akan mati, dan barang siapa yang mati akan binasa, semua itu pasti terjadi. Malam yang gelap, siang yang tenang, dan langit yang berbintang, ingatlah aku hendak menyampaikan pesan di padang pasir, dan pelajaran di tempat penguburan!. Sesungguhnya ada berita di langit, dan ada pelajaran di bumi, mengapa aku melihat manusia pergi, dan mereka tak kembali? Adakah mereka rela di suatu tempat kemudian mendiaminya? Ataukah mereka meninggalkan kemudian tidur?. Wahai kaum Iyad, di mana ayah dan kakek? Di mana orang yang sakit dan pengunjungnya? Di mana raja yang kejam? Di mana orang yang membina dan membangun? Yang memperindah dan memperluas? Ia terpesona oleh harta dan anak?. Apakah mereka tidak lebih banyak hartanya dari kalian? Dan lebih panjang usianya?”.
2. Syair secara etimologis, kata syair berakar dari kata راSAا ش Aش A;ی Aش yang
berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi, atau menggubah sebuah
syair. Sedangkan secara terminologis ialah kata-kata yang berirama dan
berqofiyah yang diciptakan dengan sengaja.28Sebagai contoh syair ialah:
� Syair dari Ibn Khafajah:
�ء�س bLم F:�2ی ها4_و # DL,2آ ارSا56 ]م AL+T.م �ءر��=�g ز d_T* بNه #� (,DLآ نBSاd_T �2 j* تiLNو
“Sungai itu bengkok seperti gelang, seakan-akan sungai dan bunga itu dipelihara turunnya hujan
27 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrikhu Al-Adab Al-Arabî,…,Hal. 25 28 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 41
34
Di pagi hari ranting-ranting pohon yang mengelilingi, seperti bulu mata mengelilingi bola mata yang biru”29 Sastra Arab bisa dikatakan sebagai sastra yang paling kaya secara umum
diantara bahasa-bahasa samawi, karena sastra arab terbentuk oleh percampuran
berbagai sastra dari berbagai umat dalam peradaban Islam yang terkumpul dalam
Daulah Islamiyah seperti orang-orang Arab, Persia, Turki, Iraq, Mesir, Romawi dan
lain-lain. Dan mereka semua menterjemahkan dan membuat syair-syair Arab dan
mereka juga mengarang kitab-kitab berbahasa Arab dalam bentuk tata bahasa, nahwu,
sejarah, kedokteran, keilmuan, filsafat.30 Maka oleh sebab itulah bahasa Arab diliputi
oleh berbagai tata karma dan perangai dan juga banyaknya uslub-uslub lafadz asli
mereka yang masuk dengan tanpa disadari.31
Sejarah sebuah sastra sangat memiliki hubungan erat dengan sejarah politik
maupun sosial sebuah umat tertentu, sehingga keduanya memiliki dampak yang
sangat signifikan terhadap perkembangan sebuah sastra. Setiap sebuah bentuk politik
dan kebangkitan sosial yang terjadi pada sebuah masyarakat akan terekam dalam
sebuah fikiran yang kemudian akan diungkapkan oleh para penyair dan tulisan para
ulama’ karena pekanya mereka terhadap kejadian-kejadian yang ada yang kemudian
menyebar kepada seluruh umat yang berbentuk syair, khitabah, kitab dan lain-lain.32
Maka dari itu pembagian sejarah perkembangan sastra Arab menjadi lima sesuai
dengan perkembangan sejarah politik dan sosial bangsa Arab:
29 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal.78 30 Jarji Zaidan, Tãrîkh al-Adab al-Lugah Al-Arabiyyah, (Kairo : Dar al-Ma’rifah, 1975). Hal. 23 31 Jarji Zaidan, Tãrîkh al-Adab al-Lugah Al-Arabiyyah,,…, Hal. 23 32 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkh Al-Adab Al-Arabî, Hal. 5
35
1. Zaman Jahiliyyah yaitu dimulai pada pertengahan abad kelima tahum masehi
sampai datangnya Islam pada tahun 622 M.
2. Zaman daulah Islamiyyah dan Bani Umayyah yaitu di buka pada masa muncul
Islam sampai berdirinya daulah Abbasiah pada tahun 132 H.
3. Zaman daulah Abbasiyah yaitu dimulai ketika berdirinya daulah Abbasiyah
sampai jatuhnya Bagdad ke dalam kekuasaan pada tahun 656 H.
4. Zaman Turki yaitu dimulai ketika jatuhnya Bagdad sampai pada kebangkitan
Islam yaitu pada tahun 1220 H.
5. Zaman baru yaitu dimulai pada tahun 1220 H sampai saat ini.33
B. Syair Jahiliyyah dalam Perspektif Sastra Arab
1. Kondisi sosial masyarakat Arab pada Zaman Jahiliyyah
Sesungguhnya bangsa Arab pada zaman jahiliyyah adalah bangsa yang
hampir menuju kepada kehancurannya dikarenakan perbuatan-perbuatan mereka
sendiri seperti menyukai minum khamar, main perempuan, berjudi. Dan mereka
menganggap perbuatan-perbuatan tersebut dapat menunjukkan kekuatan dan
kemulian mereka dan menjadikan perbuatan-perbuatan itu kebiasaan bahkan
mereka menganggap judi sebagai bagian dari mata pencaharian mereka.
Bangsa Arab pada zaman jahiliyyah memiliki kesabaran yang tinggi
dalam masalah kelaparan, kehauasan, dan kedinginan, namum mereka memiliki
sifat yang sangat cepat marah dan dendam meski hanya dengan masalah kecil
yang menyakiti kepribadian mereka sehingga mereka tidak segan-segan untuk
melakukan permusuhan dengan cara memukul dan membunuh tanpa memikirkan
resiko yang akan dihadapinya. Banyaknya perang yang terjadi dengan waktu yang
33 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal.62
36
cukup lama di antara mereka disebabkan adanya gesekan perseteruan yang dapat
mengangkat harga diri dan kemulian mereka seperti telah terjadinya perang
disebabkan ketika perlombaan naik kuda, perang ini terjadi dalam waktu yang
cukup lama kurang lebih sekitar empat puluh tahun.34
Akibat adanya peperangan dan perselisihan yang terjadi di antara kabilah-
kabilah bangsa Arab pada zaman Jahiliyyah ini banyak pemuda dari kabilah-
kabilah tersebut yang mati ketika perang, maka tidaklah heran ketika mereka
menetapkan bulan-bulan yang tidak diperbolehkan untuk berperang yaitu pada
bulan Dzulhijjah, Dzulqo’dah, dan Muharrom.
2. Syair Jahiliyyah
Membahas tentang kesusastraan Islam, Sastra Jahiliyah hampir tak pernah
luput dari pembicaraan. Berdasarkan studi komparatif antara Sastra Arab pada
periode Jahiliyah dan periode-periode setelah munculnya islam akan dapat ditarik
kesimpulan mengenai peran islam yang begitu besar dalam perubahan sosio-
kultural bangsa arab. Kita akan menyaksikan bagaimana sebuah bangsa yang
sekian lama terjerembab dalam paganisme dan dekadensi moral yang demikian
parah dapat diselamatkan oleh Islam menuju kehidupan yang penuh petunjuk dan
kemuliaan.
Karya sastra pada periode jahiliyah menggambarkan keadaan hidup
masyarakat dikala itu, dimana mereka sangat fanatik dengan kabilah atau suku
mereka, sehingga syair-syair yang muncul tidak jauh dari pembanggaan terhadap
kabilah masing-masing. Begitu juga dengan khutbah yang kebanyakan berfungsi
34 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashîdah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 2
37
sebagai pembangkit semangat berperang membela kabilahnya, namun demikian
karya-karya sastra pada periode Jahiliyah juga tidak luput dari nilai-nilai positif
yang dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat juang. Hampir
seluruh syair-syair dan khutbah pada masa jahiliyah diriwayatkan dari mulut ke
mulut kecuali yang termasuk kedalam Al-Mu’allaqãt, hal ini disebabkan
masyarakat jahiliyah sangat tidak terbiasa dengan budaya tulis menulis, pada
umumnya syair-syair jahiliyah dimulai dengan mengenang puing-puing masa lalu
yang telah hancur, berbicara tentang hewan-hewan yang mereka miliki dan
menggambarkan keadaan alam tempat mereka tinggal. Beberapa kosa kata yang
terdapat dalam karya-karya sastra jahiliyah sulit dipahami karena sudah jarang
dipakai dalam bahasa arab saat ini.
Syair Jahiliyyah adalah syair-syair yang ada pada zaman jahiliyyah yaitu
zaman sebelum adanya Islam35. Melihat kondisi sosial masyarakat Arab pada
zaman jahiliyyah dapat dipastikan bahwa judul-judul yang selalu tampak pada
syair ataupun prosa mereka condong kepada lingkungan social mereka yang
kental dengan aroma peperangan seperti keberanian dalam peperangan, anjuran
untuk berperang, menuntut balas. Terkadang judul-judul yang ada pada syair-
syair dan prosa-prosa mereka adalah berbentuk pujian, pembelaan, dan sifat-sifat
kehewanan, langit hujan dan lain-lain36.
Syair merupakan sebuah wadah khusus bagi bangsa Arab untuk
mengungkapkan sesuatu yang berkaitan dengan keseharian mereka juga perhatian
35 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkh Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 13 36 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 3-4
38
mereka terhadap para hakim yang disyairkan. Bahkan mereka memberikan
penghargaan dengan memasang tujuh dari qasidah-qasidah yang dipilih dari syair-
syair lama, mereka menulisnya dengan tinta emas dan memasangnya di Ka’bah,
dan diantara yang dipasang ialah: Imroul Qois, Zuhair, dan yang lain-lain diantara
tujuh penyair terkenal yang disebut dengan al-Mu’allaqãt.
Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah mengatakan:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya syair telah dikumpulkan oleh bangsa Arab, di dalamnya terdapat ilmu-ilmu mereka, berita-berita mereka dan hukum-hukum mereka. Dan para petinggi mereka mengadakan perlombaan didalamnya kemudian mereka berhenti di pasar Ukadz untuk mendendangkannya, dan setiap seseorang memperlihatkannya kepada orang-orang kelebihannya, sampai mereka selesai kepada Munaghot dalam pemasangan syair-syair mereka pada tempat-tempat di Baitul Haram, tempat haji mereka dan baitu Ibrahim seperti yang telah dilakukan oleh Imroul Qois dan lainnya dari tujuh penyair zaman jahiliyyah atau disebut Ashaabul Mu’allaqaat”37 Dari gambaran di atas, syair-Syair Jahiliyyah yang bagus itu di
gantungkan di sekeliling Ka’bah atau disebut Mu’allaqãt, biasa disebut juga al-
Madzhabãt karena ditulis dengan tinta emas meskipun masih banyak juga yang
menentangnya.
Orang pertama yang mengumpulkan Mu’allaqãt dalam sebuah buku-buku
syair khusus adalah Hammad ar-Rawiyah38. Dan Ashhãbul Mu’allaqãt yang
diriwayatkan olehnya ialah: Imroul Qois, Thurfah ibn al-‘Abdi, Zuhair ibn Abi
37 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (Mesir: Mathba’ah al-Azhariyyah, tt). Hal. 10 38 Dia adalah Ibnu Abi Laili wafat sekitar tahun 774 M, dilahirkan di Kufah dan meninggal di
Bagdad dan asalnya dari ad-Daylami. Dia adalah seorang yang pintar dengan sejarah bangsa Arab, syair-syairnya, berita-beritanya, dan bahasa-bahasanya, memiliki hafalan yang luas dan mengetahui dengan baik tentang syair-syair lama maupun yang baru. Dan orang yang paling masyhur yang meriwayatkan qasidah-qasidah tujuh yang panjang yang dikenal dengan nama al-Muallaqaat. (Al-Mausũ’ah al-‘Arabiyyah, hal. 743)
39
Salmy, Labid ibn Rabi’ah al-‘Amiry, Umar ibn Kultsum as-Tsaghlaby, ‘Anatroh
ibn Syaddad, Harits ibn Halzah39.
3. Penyair-Penyair Zaman Jahiliyyah
a) Imroul Qais ( ]�=ؤ ا (ام
Dia adalah Imroul Qais bin Hajar bin Harits bin ‘Amru bin Hajar bin
Mua’wiyah bin Saurun al-Kindi, dia berasal dari kabilah Qahthaniyyah. Dan
ibunya fathimah binti Rabi’ah bin Harits bin Zuhair saudara dari Kulaibu dan
Mahalhal dua orang anak dari Rabi’ah Al-Tsaglabiy.40
Sesungguhnya banyak dari syair-syairnya yang bertemakan tentang
kefakiran seperti juga para penyair-penyair jahiliyyah yang bersamanya
seperti ‘Amru ibn Qaimah dan lainnya, berangkat dari situlah bahwa Imroul
Qais adalah salah satu dari penyair Jahiliyyah, dan Mu’allaqãtnya di karang
sebelum terbunuhnya bapaknya.41
Berikut beberapa syair dari Imraul Qais:
.7� مS�ا( عاR�LJ �D,S# 2وPN سcرأ dا7 جS�آ �و (=�l 2 �* ��+� PB�72 #أدف اروRbء,ا و�ز� `F�F�
]مp �D:م ح7�ء ص�H امو b�P #�B7nا, Hإ یSا+L ���اL(ی_أHا (� �p ?م نآ �� ,bمS2 #�F5 مj� �رش .اLNت ��M � �ا+Lو ىi.Nأ Nو )J (�*:آو �# ��:b L�N eا�واN �هF fص دb��Sآ #�Aم �N5م 7=م r�م Frم @5+2 L6م �ا? Rs * # �gض�م i� �ء<�� g�(�(مIم(7ا �B=Sg آL6�b:`b +H ��.ALو J ,LB.2ا هذإ# �] ��@�u ICا b�N Lآ 3�Nو
39 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 9-17 40 Syauqi Dha’if, Tãrîkh al-Adab al-‘Arabî, (Mesir: Dar al-Ma’arif, tt), Hal. 244
41 Syauqi Dha’if, Tãrîkh al-Adab al-‘Arabî,…, Hal. 244
40
C@�( دS�.? أسع ی4ی5? ا ا,�v آ=:S ا:g�f ا�.F[A` # و )
R�H JRw Hی).N� �2)ا سذا # $�ر:�ي AاSد L:�3'7ا J3 42 ا “ Malam bagaikan gelombang samudra menurunkan tirai-tirainya,dengan berbagai keresahan untuk mencobaku, di waktu malam tengah memanjangkan waktunya maka aku katakan padanya, wahai malam yang panjang gerangan apakah yang menghalangimu untuk bergantian dengan pagi hari? Walaupun pagi hari itu tidak lebih baik dari pada engkau, Oh… engkau malam yang memiliki gemintangnya, dengan segala macam pintalan yang membuat ikatan yang kuat.” “Aku berangkat pagi sementara seekor burung berada di sarangnya dengan seekor kuda yang sangat gemuk lagi cepat larinya.Kuda itu menyerang dan lari cepat sekaligus dengan maju mundur seperti batu besar terbawa banjir dari atas.” “Wanitu langsing, perutnya ramping dan dadanya putih bagaikan kaca.Lehernya jenjang seperti lehernya kijang, jika dipanjangkan tidak bercacat sedikitpun karena lehernya dipenuhi kalung permata.Rambutnya yang panjang lagi hitam pirang, bila terurai di bahunya bagaikan mayang kurma”.43 “Jika tidak dengan perkataan yang baik, ia tidak akan mendapatkan petunjuk dengan penjelasannya”
b) An-Nabighah Adz-Zibyani (J,���Mا gj��:ا)
Dia adalah Abu Umamah Ziyad bin Muawiyah, dijuluki dengan nama
An-Nabighah dikarenakan ia tidak pernah mengungkapkan sebuah syairpun
sampai akhirnya tersingkap dengan sendirinya ketika ia mengungkapkan
syairnya kepada orang-orang di zaman jahiliyyah dengan syair-syairnya yang
mengalahkan keindahan beberapa syair-syair dari para penyair di zaman itu,
dan ia memiliki materi yang luas dan tidak terputus maka kemudian ia dijuluki
dengan air yang mengemuka (K��:ء ا��ا).44
42 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 314
43 44 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 49
41
An-Nabighah merupakan salah satu dari tiga penyair terkenal yang baik
dan tidak memiliki cela, dan mereka itu ialah Imroul Qais, Zuhair, dan an-
Nabighah. Ia memiliki kelebihan di antara keduanya dengan keindahan kata-
kata yang dimilikinya, kelembutan kata-katanya, kejernihan pemikirannya,
dan kesesuaian syairnya dengan hawa nafsu, dan karenanya tidak ada satu
syairpun dari para penyair yang selalu didengungkan oleh orang-orang pada
zamannyanya itu melebihi yang didengungkan oleh orang-orang terhadap
syairnya an-Nabighah.45 Berikut beberapa syair-syairnya:
بLM(ا� �ل3ا 5 ى_أ PAv ش �*��_�2 # R�cأ 6l ��6.7xو C�( w��ی�آ p*SRد J:7b* #=��را N�7ا J:7�bی T�وآ
r��ك ذمc w��ی�آ J:73���رس(� ,4ارا# أ lAb( N= أنL اy2 أR+�ك سSرة * Cب# أM�M.دو,(� ی p�م L ى آ*
S��ش�[ وا pL,D� wاآSك آ #wآSآ L?):م N7ی C lA�' اذا
“Bukanlah engkau orang yang bergegas kepada saudaranya yang engkau tidak mengumpulkannya atas ketersebaran, mana di antara para tokoh yang berbudi pekerti”. “Wahai Kulaib, aku memanggilmu, mengapa engkau tidak menjawabku. Dan bagaimanakah sebuah Negara yang lengang akan menjawabku? Wahai Kulaib jawablah selain kamu tercela kabilah Nizar telah merasa pedih karena penunggang kudanya”. “Tidakkah engkau tahu Tuhan memberimu satu kemuliaan. Engkau melihat semua raja sedang bimbang. Engkau bagaikan matahari. Mereka bagaikan bintang-bintang jika matahari terbit, maka satu bintangpun tak nampak”.
c) Zuhair ibn Abi Sulmy (Jس�� Jأ� ?� (زه�
Dia adalah Zuhair bin Abi Sulmiy Rabi’ah bin Ribah bin Qirrah bin
Harits bin Mazin bin Tsa’labah. Dilahirkan dan tumbuh di lingkungan Bani
45 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 50
42
‘Abdullah bin Ghotfan, sampai ada beberapa riwayat yang diambil dari Ibu
Quthaibah bahwa sesungguhnya Zuhair itu dari Bani Ghothfan.
Zuhair tumbuh dalam lingkungan sastra yang sangat kental dalam
keluarganya dan ia sendiri masuk dalam penyair-penyair Jahiliyyah.
Bapaknya, saudara perempuannya Sulmiy dan Khuntsa’, anaknya Ka’ab dan
Buhair, dan cucunya al-Mudhrib bin Ka’ab bin Zuhair semuanya adalah para
penyair.46
Syair-syair Zuhair lebih banyak berisi tentang pujian-pujian terhadap
Harits bin ‘Auf dan Hirm bin Sinan atas kerjakeras mereka berdua dalam
mengadakan perdamaian di antara Bani ‘Absi dan Dzibyan. Akan tetapi
syair-syairnya yang pertama adalah berupa adat bangsa Arab pada zaman
jahiliyyah. Berikut adalah contoh syair-syairnya:
م6Dی �p��أ� Au #Q�,��? @Sی ?مو �ة�ا��T dz�l *Fس �i J5N RsC )م FL::R P? R�Cو# 7�2 [مDو مJS ا�� )م R�Cأو A�*(.| ی ?مو Bw #*�.2* ?م اء�c �7{ R;Sی:ا� lیأر(�) م C.;ی C.ا;�L.x Lی ?مو $�ی# 2ض R نود ?م فو Aا� bAی ?مو 5اz5? 7�+اء P م# N �72(ی ?مو Cم�M5 ی فS5ی ?موCb�b.ی� 6L�C� �ء�اL6 �ب7سا ق ی نأو# 2:�:� ی�ی:ا� �ب7سا �به ?مو مN:یو R ���2م{ذ $F? @�Nی# 2�هأ i J�) فو Aا� bAی ?مو DLن م �ن6 5Cا� ?م لS=� یم N�أ Sا هذإ # 72� �ح.�م ء م5اLNو d�CاL ةرSاءH ص 7xی C�)# $اد~) BT,و PBT ,.ا� �ن6
“Aku telah jemu dengan beban hidup, dan barang siapa yang berumur sampai delapan puluh tahun, pasti ia akan jemu dengan beban hidupnya, aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin tetapi aku tetap tak tahu akan hari esok, aku melihat maut itu
46 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 12
43
datang tanpa permisi terlebih dahulu barang siapa yang didatangi pasti mati dan siapa yang luput diakan lanjut usia, barang siapa yang selalu menjaga kehormatannya maka dia akan terhormat dan siapa yang tidak menghindari cercaan orang di akan tercela, barang siapa yang menempati janji akan tercela barang siapa yang terpimpin hatinya maka ia akan selalu berbuat baik, barang siapa yang takut mati pasti dia akan bertemu juga dengan maut walaupun ia naik ke langit dengan tangga (melarikan diri), barang siapa orang yang menolong tidak berhak ditolong maka dia akan menerima resikonya dan akan menjadikan penyesalan baginya. Lisan seseorang itu adalah kunci hatinya, jika ia berdiam dengan apa yang akan dibicarakan oleh lisannya. Lisan seorang pemuda itu adalah setengah dari isi hatinya, maka yang belum tersisa adalah atas gambaran daging dan darah”47
d) Al-A’sya (P;Reأ)
Di adalah Abu Bushair Maimun bin Qais bin Jandal. Dia tumbuh di
Yamamah pada sebuah desa yang dinamakan Manfuuhah, dan ia mempelajari
syair-syair melalui saudaranya Musayyab bin ‘Alas, ia adalah sorang yang
sangat cerdas sampai jika ia berpendapat dan berbicara akan selalu berguna
sampai kepenjuru wilayah dan para raja memujinya.48
Dari beberapa riwayat para pemerhati syair ada yang menjadikan A’sya
seorang penyair terkenal keempat setelah Imroul Qais, Zuhair, an-Nabighah,
dan mereka berkata: “Imroul Qais ialah orang yang paling tahu tentang syair
jika ia menyusun, kemudian Zuhair jika ia menyukai, kemudian an-Nabighah
jika ia merahib, kemudian al-A’sya jika ia sedang bergembia”.49 Berikut
beberapa syair dari al-A’sya:
p *D *F_�:� *مlL أQ �7��أ #� �F�ن مJ�7 ش:� Nی4ی K��أ �اl H'� أ� مه �Iض 6lو #� :.Q�أ R �? ,dl�(.:م 6lأ
ة یSم� S�ه:(� fص n'�:آ # (�C ی>_ هوأ� وه J ,2 SاR 47
48 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 56 49 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal.56
44
=N زR�.C �DL, �, �=*��FC #إL, �Dم[�FC ی �Sم: �. لو4, ;�A م,L�) نS54:* وأ #� :*�دp R�� *:�=) اد Sا ا+�5
”Yazid Bani Syaiban telah menjadi seorang raja, wahai Aba Tsabit jika engkau tidak terlepas maka akan menjalar kepadamu. Aku bukanlah orang yang menylesaikan pahatan patung kami dan aku bukanlah orang yang menjadikannya apa yang di disuarakan oleh unta. Seperti benturan batu besar pada suatu hari untuk melemahkannya, maka belum membahayakannya dan meruntuhkannya kumpulan kambing hutan. Kalian telah menduga bahwa aku tidak akan membunuh kalian semua, sesungguhnya aku akan mencontohkan kepada kalian wahai kaumku sebuah pembunuhan. Mereka berkata perlakukan maka aku berkata itulah kebiasaan kami, atau kalian hapuskanlah maka sesungguhnya kami adalah kaum yang menghapus pembunuhan”.
e) ‘Anatroh ibn Syaddad (ادNة �? ش .:R)
Dia adalah ‘Anatroh bin Syaddad, dan dikatakan juga bin ‘Amru bin
Syaddad al-‘Abbasiy, dan dia dijuluki ’Anatroh al-Fulaha’ (ء�d��ة أ .:R),
ibunya adalah ummatu Habasyiyyah yang biasa dipanggil Zubaibah (g7ز��) dan
memiliki banyak anak laki-laki selain dari Syaddad.50
Belum ada riwayat dari para ahli sastra tentang hal-hal yang ada dalam
syair-syairnya atau ciri-ciri syair-syair dari ‘Anatroh. Berikut beberapa
syairnya dari Mu’allaqãt:
Sف ا��C5�A� ;�S)ا3 رآN ا #� و=N ش l� اN�امNA� g م p�).6م J:L,�( ت F�ذا س( # C5�Fی C ا ضJ وا)Rو Jم�
N, ?R B امJ #يواذا صSdت )G أF*و J�I��ش l��R ��وآ H مA�? ه �� وH مC�6.6 # وم53N� آ L$ ا�F7ة ,4ا2
2:A' 3�A� 2 ايN5م # �3دت یS=ب مSAFق اNص Lwس
50 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 16
45
2���Q 5Cصeا nمL �� lFLF;(# م d�� �:=ا P�R Cی Fا ]� 51ی=<�? @2I�:� ?6 واCBA� # ی:;:2). آ.2 43ر ا�756ع
“Dan aku telah minum terus menerus setelah berhentinya para pengelana dengan kerinduan sang pengajar. Maka jika aku telah mabuk, maka sesungguhnya aku telah menghabiskan sangat banyak hartaku dan simpananku yang tidak terucap. Dan jika aku telah sadar maka aku tidak akan mengurangi kemurahan hatiku dan seperti juga mengetahui perilakuku dan kemuliaanku. Dan aku tidak menyukai orang yang gagal menangis dan berdiam diri karena tidak ada kesungguhan dan kesuksesan yang datang dengan cepat. Kedua tanganku yang dermawan menolongnya secepat datangnya tombak akan tetapi para pembesar dengan nyata membenarkan dengan mencela. Maka aku telah meragukan tombak kepemimpinan yang ada dalam dirinya, bukanlah seorang yang mulia itu dikarenakan keturunannya. Maka aku telah meninggalkannya (perasaan hati) ketika penyembelihan binatang buas yang mengganggunya, mematahkan ujung jari dan pergelangan tangannya yang bagus”
f) Thurfah ibn al-‘Abdi (N7Aا�? ا g( ')
Dia adalah Thurfah ibn al-‘Abdi bin Sufyan bin Sa’ad bin Malik bin
Dhobi’ah bin Qois bin Tsa’labah bin ‘Akkabah bin Sho’bi bin Ali bin Bakr
bin Wail dari kabilah An-Nazzariyyah.
Tumbuh sebagai anak yatim di dalam keluarga kaya dari pamannya
maka dia kemudian hidupnya bersenang-senang terus dan menghambur-
hamburkan hartanya kepada teman-teman sebayanya. Maka kemudian ia
dipersempit oleh pamannya agar tidak menghambur-hamburkan hartanya
51 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 60
46
namun ia tidak berhenti bersenang-senang sampai tidak tersisa sama sekali
dari hartanya.52
Thurfah adalah seorang penyair yang terdorong atau termotivasi oleh
syairnya, dan seringkali syairnya dibuat ketika ia sedang minum minuman
keras atau mabuk. Syair-syairnya banyak berisi tentang keberanian dan
kecerdasan, dan mengibaratkan tentang semua urusan dunia terutama tentang
kenikmatannya. Berikut beberapa syair-syairnya:
�ل * وح و*N.jى#N:R ا@.<�ر$ LCوا, J5Dم<J ا( ی(�3Sء م lA7*3��ت وأ�, � �L.R ق م~ر # *�7رىS( ����و���� و NL7A53م
“Dan sesungguhnya saya akan menjadi susah ketika kehadirannya, ketika Murqâl hampir datang kamu seolah-olah sedang menikmati waktu soremu. Merusak kebebasan dalam meminta dan aku telah melaksanakan tugas-tugas melebihi kemampuan seorang hamba sahaya.
��S,ض � Iاw م? N , �7ی ض n.�� :یأر ن� أ�) # ي ���� صیأر� وF�ش� ومR4 ت #� �Qداd 2 تN�أ ء ا� Sه
“Kami tertimpa berbagai musibah orang lain, kami melihatnya jika kami melihatnya, maka tersingkaplah bahwa itu adalah keputusan. Ia adalah seseorang yang tertimpa berbagai macam peristiwa karena keinginan, kesakitan dan penglihatan yang kuat”.
g) ‘Amru ibn Kultsum (مS[ا�? آ� �R)
Dia adalah ‘Amru bin Kultsum bin Malik bin ‘Annab bin Zuhair bin
Jasymin bin Bakr bin Habib bin ’Amru bin Ghinam bin bin Tsaghlabi, ia
berasal dari kabilah An-Nazzariyah. Ibunya Laili bint Mahalhal saudara dari
Kulaib, telah dikatakan bahwa ketika mengandung istri dari Mahalhal anak
52 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 11 53 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 62
47
perempuannya Laili, suaminya menyuruh untuk membunuhnya akan tetapi
dia tidak membunuhnya melainkan menyuruh pembentunya untuk
menyembunyikannya.54
Dan dikatakan juga bahwa ketika istri dari Mahalhal atu ibu dari ‘Amru
mengandung dia bermimpi bertemu dengan seseorang dan orang itu berkata
bahwa kamu akan melahirkan seorang anak yang pemberani seperti singa.
Maka dari itu lahirlah kemudian seorang anak laki-laki yang kemudian
dinamakan ‘Amru dan ketika telah cukup umur ia kembali kepada ibunya.55
Berikut beberapa syair-syairnya:
:��R bA*G( N:�=�? # �أ�� هك ا 7f, �, وا,� N روی:� #S, �L,D�رد ا Lای�ت ��<� ا �@ L?رهNB,و
NAم ���R ?R Nb�ا �:Qی5�7:� #ور PL.@ 2,دو ?R�+, C):وم �L:م �:(S�س LنD7�:� #آRH يNیD� xری�fم �:��R N@ا ?�)bیH Hه��:� #أ�bا )Sق 3( )b:(
ا�? ه:N �;��ي5 م�R gz# ?ش�ة و*4دریS56*+�� �:� ا
“Wahai bapaknya hindu janganlah tergesa-gesa menilai kami, dan lihatlah kepada kami yang akan mengabarkanmu sebuah keyakinan. Sesungguhnya kami telah mendatangkan dan mengabarkan bendera-bendera putih kepadamu dan engkau memunculkannya dengan warna merah. Dan kami telah mewarisi keluhuran dari petinggi kamu Mu’ad, kita selalu mencelakakan yang lain sampai ia menerangkan kepada kami tentang keluhuran. Bagaikan pedang-pedang kami, dari kami maupun dari mereka yang merobek dengan permainan tangan-tangan kami. Sekali-kali tidak ada seorangpun yang membodohi kami, karena kami akan membodohi dengan sebodoh-bodohnya. Maka dengan kehendak Umar bin Hindun manakah engkau taat dan tunduk kepada kami wahai para pengadu?”
54 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 10 55 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 10 56 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkh Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 66
48
h) Harits ibn Halzah (رث �? @�4ة�@)
Dia adalah Harits bin Halzah bin Yazid bin ’Abdullah bin Malik bin
’Abdu bin Sa’ad bi ’Ashim bin Dziibaan bin Kinanah bin Yasykur bin Bakr
bin Wail, ia berasal dari kabilah an-Nazzariyah. Dan dia adalah dari sahabat-
sahabat Mu’allaqat yang tidak begitu terkenal sehingga sangat sedikit sekali
data-data tentangnya.57 Berikut beberapa syair-syairnya:
��dا ��c N ا <g cیدرأا و R��)@ �L�@ P�وم�g6I *4هJ و ا �B ,7ه� ذ(�)+JR أ) ?6Fیو I�C (L>g�اx jی� ر( بوMی مbS, 2�) [� � ?�6 @مو �امS �ب7ا;w (J L�ش ب�ر=* �2 (�) ضوا J@6? L وf�ی �2 �) �ب7ا;L �رهزأ w�ا;Lو
“Perempuan itu berjalan dengan melenggang, ia tumbuh dewasa, dan sifat malu telah hilang, pada dirinya ada perhiasan berwarna merah dan pakaian berwarna hijau. Air liur dari tutup matanya meleleh berupa perhiasan perak, ia tergenang di mantelnya karena hujan berupa perhiasan emas”. “Ubun-ubun tampak bagaikan bintang-bintang cemerlang bertabur hambur menjadikan si muda gagah bertambah, keindahan malam kian hilang lengang tanpa bintang menantang dengan gemerlap mantap”. “Ubun-ubun bagaikan bunga-bunga bersih menjadikan tampan si muda gagah bertambah, mengapa ubun-ubun selalu bersembunyi?. Bukankah keindahan taman terletak pada bunga-bunga di dalamnya?”.
i) Lubaid bin Rabi’ah (gAر�� ?� N�7)
Dia Lubaid bin Rabi’ah bin Malik bin Ja’far bin Kallab bin Rabi’ah bin
‘Amir bin Sho’sho’ah bin Mu’awiyah bin Bakr bin Hawazin bin Manshur
bin’Akromah bin Hanashoh bin Qois bin ‘Ailan bin Mudhrab bin Nizar.
Sesungguhnya dia adalah salah satu dari penyair-penyair zaman
Jahiliyyah yang telah mengenal Islam. Dia berumur panjang dikatakan bahwa
57 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 17
49
umurnya mencapai 145 tahun, 90 tahun di Zaman Jahiliyyah dan sisanya pada
zaman Islam.58 Setelah masuk Islam dia tidak lagi membuat syair kecuali
hanya satu bait yaitu:
J�3أ J:*Dی C 2 اذ� N�dا# H�� @. PLl67 م? اHسGم س
“Segala puju bagi Allah SWT, belum datang kepadaku ajalku, sampai aku menjadi Islam” Berikut beberapa syair-syair dari Lubaid ketika masih pada zaman
Jahiliyyah:
م:�L 4از g���R 3;�م(� #ا,�L اذا ا.=l ا�b�م� C ی4ل s6=ومL=@ ة �;Aا J+Aی C �)# �)ه<�م �) S=d وم:Mم
Cا��ؤه C) lL:س ;Aوام�م(� #م? م gL:م سS 5 Fو C)�A( رS7*Hن وSA7+یH # �)مG@ى أS)م� ا ��*H اذ
��� �: �( ��L,�( p���ا CL6# �)مLGR �::�� xIGfا CL6 ;Aم J( l�6 g,م�eواذا ا# �)�6م �:5�@ أو )D� Jو) 2F�س �A� 59وGiم(� )�L�6 ا2� آ(�(� #)J:7 :� ��.� ر
“Sesungguhnya pada kami jika berjima’ (beristri) maka belumlah hilang dari kita sebuah tugas yang besar sebagai tanggungannya. Dan seorang pemberi itu memberikan teman pergaulan (istri) hak-haknya, dan pelanggaran terhadap hak-haknya adalah sebuah kerusakan (nikah). Dan dalam setiap perkumpulan itu ada aturan yang berlaku dari nenek moyang mereka, dan setiap kaum memiliki tradisi dan imamnya. Jika mereka tidak mengubah dan merusak perbuatan-perbuatan mereka maka tidak akan condong kepada hawa nafsu pikiran-pikirannya. Maka lapang dadalah dengan apa yang diberikan oleh sang raja karena sesungguhnya pemberian oleh sang raja di antara kita di atas pengetahuannya. Dan jika sebuah amanah diberikan ke dalam kehidupan atau dengan kesempurnaan bagian kita pembagiannya. Maka ia akan membangun sebuah rumah yang mahal untuk kita dan menaikkannya, maka ia menamakannya seperti halhâ putranya.”
58 Abdullah Hadziq, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara qashidah Karya Tujuh Penyair
Terkenal Zaman Jahiliyyah,,,,. Hal. 14 59 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 70
50
j) Hathim at-Thaaiy (+�ءيا C*�@)
Dia adalah Hathim bin ‘Abdillah bin Sa’ad bin al-Hasyroji at-Thaaiy, ia
dilahirkan bersaman dengan wafatnya bapaknya sehingga dia tumbuh dan
dibesarkan oleh ibunya yang kaya raya, dermawan, mudah kehilangan harta
yang dimilikinya. Ia dibesarkan oleh ibunya sehingga sifat-sifat ibunya
tersebut turun kepadanya.60
Hathim memiliki sifat yang baik sedikit dari beberapa orang pada zaman
jahiliyyah, seorang yang pendiam, sabar dalam menghadpi kesengsaraan, ia
tidak menzalimi orang yang lemah. Adapun berikut beberapa syair-syairnya:
دS(;م }JD م� )مSی 32 # واe ت LA�ا *ذا c+�w و �(و �� و:�S )�ی:ا� دRSر# �:مfLT @�S.اسو Jسأر w�شو �(و�M *م ة Lمى cأ ك .*و #� :سS�� ,�ی:P ا �.6.d��L,إو
�61(=ی � '(�� ا�(� س,ارP دا # رأیl ا�:�ی� ��د�Iت وSRدا
“Seorang khatib apabila mukanya berubah karena marah, pada suatu hari di medan pertempuran yang disaksikan”. “Rambutku memutih, kesabaranku menjadi lemah lantaran Guntur dan kilat kematian mendekati kita. Jiwaku merasakan manisnya kematian, saat lain meninggalkan apa yang dirasakannya. Aku melihat kematian datang dan kembali, menuju rumah kita dengan mudah.”
k) Umayyah ibn Abi as-Shulti ( ? أ�J اl�Bأم�g ا� )
Dia adalah abu ‘Usman Umayyah bin Abi Shultu as-Tsaqafiy, ia
berprofesi sebagai pedagang sepanjang umurnya kadang ia berdagang di
Syam kadang juga ke Yaman. Ia adalah orang yang memliki agama yang
60 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 73 61 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 74
51
banyak, maka ketika ia bertemu dengan seorang rahib dalam beberapa
perjalanannya ia beragama Yahudi tetapi ketika ia bertemu dengan seorang
pendeta maka ia beragama Nasrani. Berikut beberapa syair-syairnya:
�و4ی نJ أإ $ مأ J_(.:م #ا هد ل�و+* نإو R�u _آ �.:J آ:l 7 م �N �Nا J# (J سؤر bرأ �ل7اRSا JRS�
�:�R wB, تS�ا A3اp ا@وMر # iSg LNها هاLN نLإ iSH62
“Setiap kehidupan apabila telah menjadi panjang waktunya, maka habislah semua urusannya sampai ia lenyap. Maka dulu ketika telah menjadi jelas kepadaku, di puncak gunung aku menggembalakan kambing. Jadikanlah kematian tegak lurus di depan matamu dan berhati-hatilah terhadap waktu yang merusak karena sesungguhnya waktu itu merusak”.
4. Tema-tema Syair Jahiliyyah
Berikut ini adalah beberapa tema syair jahiliyyah:
1) Al-Hamâsah
Yaitu tema syair yang membicarakan sifat-sifat yang berkaitan dengan
keberanian, kekuatan, dan ketangkasan seseorang di medan perang,
mencemooh orang-orang yang penakut, dan sebagainya. Seperti yang di
ekspresikan oleh Hathim At-Thaiy ketika ia berhadapan dengan musuh di
medan perang. Kematian mempertahankan kabilah merupakan suatu
kehormatan daripada lari karena takut dengan senjata musuh63. Syairnya
berbunyi:
�(و �� و:�S )�ی:ا� دRSر# �:مfLT @�S.اسو Jسأر w�شو �(و�M *م ة Lى م cأ ك .*و #� :سS�� ,�ی:P ا �.6.d��L,إو
62 Ahmad Husain az-Ziyat, Tãrîkhu Al-Adab Al-Arabî…, Hal. 77 63 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal.86
52
�(=ی � '(�� ا�(� س,ارP دا # رأیl ا�:�ی� ��د�Iت وSRدا “Rambutku memutih, kesabaranku menjadi lemah lantaran Guntur dan kilat kematian mendekati kita. Jiwaku merasakan manisnya kematian, saat lain meninggalkan apa yang dirasakannya. Aku melihat kematian dating dan kembali, menuju rumah kita dengan mudah.”
2) Al-Fakhr
Yaitu tema syair yang membangga-banggakan kelebihan yang dimiliki
oleh seorang penyair atau sukunya. Seperti sifat keberanian, kemuliaan, dan
lain-lain. Tema ini tidak jauh berbeda dengan tema Hamasâh, hanya saja
tema Hamasâh lebih luas cakupannya. Jadi tema Hamasâh dapat dimasukkan
ke dalam tema al-fakhr, dan juga sebaliknya64. Seperti yang diungkapkan
Rabi’ah bin Marqum saat ia memamerkan kelebihan yang ada dalam dirinya.
Syairnya berbunyi:
��ی ا ا7SF_@أو z��CاL ?�هأ # ؤ J ام,:( J�56D* نإو يورأو J�� اfضرأو ت #� م �F�� J�JA ا�:�أو
L:اN�ی� “Jika engkau bertanya kepadaku, aku membenci orang hina, aku mendekati orang mulia, aku membangun tempat terhormat dengan sifat-sifat kemuliaan, aku menyukai sahabat, dan aku memberi minium teman minum”.
3) Al-Madh
Yaitu tema syair yang berupa pujian kepada seseorang, terutama
mngemai sifat yang baik, akhlaq yang mulia, tabiatnya yang terpuji, atau
sikapnya yang suka menolong orang dalam kesulitan. Seperti syair Al-
64 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 87
53
Nabighah Al-Dzubyani yang disampaikan kepada seorang raja, agar sang raja
mau melepaskan tawanan Bani Dzubyan65. Syairnya berbunyi:
أنL اy2 أR+�ك سSرة * Cأ #M.دو,(� ی p�م L M�ب* ى آ wاآSك آS��ش�[ وا pL,D� #wآSآ L?):م N7ی C lA�' اذا
“Tidakkah engkau tahu Tuhan memberimu satu kemuliaan. Engkau melihat semua raja sedang bimbang. Engkau bagaikan matahari. Mereka bagaikan bintang-bintang jika matahari terbit, maka satu bintangpun tak nampak”.
4) Al-Ritsâ’
Yaitu tema syair yang mengungkapkan rasa putus asa, kesedihan dan
kepedihan. Dalam ritsâ’ kadang-kadang penyair mengungkapkan sifat-sifat
terpuji dari orang yang meninggal, atau mengajak kita untuk berfikir tentang
kehidupan dan kematian66. Seperti syair saat ia meratapi kematian Fadhlah
bin Kaladah:
�Aو N ?یرdM* يMاL نLإ # � J4R 3��3ا [�� ا:L(.یLأ �3�A ىSا=و م4اdو ة3N # ا?_و �g@�اL6 3�� يMاL نLإ
�A�س Nو يأر N نDLآ نL # ا�p L ?_�ي یMLا e�PA ا
“Wahai jiwa. Perindahlah rasa keluh kesah. Sesungguhnya orang yang engkau khawatirkan telah terjadi, dia mempunyai sifat kedermawanan, keperkasaan dan kekuatan. Orang cerdas yang benar-benar menyangka kepadamu, seakan-akan dia melihat dan mendengar.
5) Al-Hijâ’
Yaitu tema syair yang berisi tentang kebencian atu ketidaksukaan
seorang penyair kepada seseorang dengan mencari kekurangannya. Karena
65 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 87 66 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal.87
54
itu, dalam tema ini sering dijumpai kata-kata celaan atau hinaan yang dapat
menjatuhkan lawan67. Seperti syair Jarir yang mebuat banyak tertawa orang:
د J ا=�� Rا مذا # د ?م 7n� أیو “Wahai orang yang lebih hina dari pada kera, apabila kera itu buta”.
6) Al-Washf
Yaitu tema syair yang mendeskripsikan tentang keadaan alam yang
ada di sekitarnya68. Misalnya, ketika seseorang sedang bepergian dengan
untanya, dia akan menggambarkan padang pasir yang luas, panas matahari
yang menyengat, atau dinginnya malam. Kalau dia sedang berburu dengan
kudanya, ia akan menggambarkan kuda dan peralatan berburunya. Atau
kalau ia sedang berada dalam medan perang, ia akan menggambarkan situasi
perang, dan sebagainya. Seperti syair Umru’ al-Qais ketika ia
mendeskripsikan kudanya, sebagai berikut:
�ا+Lو ىi.Nأ Nو )J (�*:آو �# ��:b L�N eا�واN �هF fص دb��Sآ #�Aم �N5م 7=م r�م Frم @5+2 L6م �ا? Rs
“Aku berangkat pagi sementara seekor burung berda di sarangnya dengan seekor kuda yang sangat gemuk lagi cepat larinya. Kuda itu menyerang dan lari cepat sekaigus dengan maju mundur seperti batu besar terbawa banjir dari atas.”
7) Al-Ghazal
Yaitu tema syair yang membicarakan seorang wanita yang dicintai,
baik mengenai wajahnya, matanya, tubuhnya, maupun lehernya, dan
sebagainya. Selain itu, penyair juga mengungkapkan kerinduan, kepedihan,
67 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 88 68 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 88
55
dan kesengsaraan yang dialaminya69. Seperti syair Umru’ al-Qais yang
menggambarkan kecantikan kekasihnya, Unaizah, berikut:
* # �gض�م i� �ء<�� g�(�(مIم(7ا �B=Sg آL6�b:`b +H ��.ALو J ,LB.2ا هذإ# �] ��@�u ICا b�N Lآ 3�Nو
C@�( دS�.? أسع ی4ی5? ا ا,�v آ=:S ا:g�f ا�.F[A` # و ) “Wanita langsing, perutnya ramping dan dadanya putih bagaikan kaca. Lehernya jenjang seperti lehernya kijang, jika dipanjangkan tidak bercacat sedikitpun karena lehernya dipenuhi kalung permata. Rambutnya yang panjang lagi hitam pirang, bila terurai di bahunya bagaikan mayang kurma”
8) Al-I’tidzâr
Yaitu tema syair yang menyatakan permintaan maaf agar diampuni
segala kekeliruannya70. Biasanya berisikan penyesalan penyair atas ucapan
yang tidak berkenan dan melukai perasaan orang lain. Seperti ungkapan
ketika dia meminta maaf kepada sanak keranatnya:
(�S i� �56��م ?�ا, اA ق)C (S B.J # 3A�l�=ا ,وادرJ أاcSأ �م3Mأ 7nصD) ي cأ 2 F5T� # 5�2آ ��' ]� مLإ l:� آمو
“Seandainya bukan pamanku menghendaki kekuranganku pasti aku buatkan tanda baginya melebihi tuan-tuan yang mulia. Tidakkah aku melakukan melainkan seperti orang yang memotong telapak tangannya dengan tangannya yang lain sehingga ia tidak memiliki tangan”.
C. Syair Jahiliyyah dan Metodologi Tasir Bayãn
1. Bayãn dalam Perspektif Sastra Arab
a) Makna Bayãn
69 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 89 70 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab (Pengantar Teori dan Terapan),…Hal. 90
56
Dalam bahasa Arab Bayãn terdiri dari tiga huruf; ba, ya, nun. Berasal
dari kata bâna yabînu (?�7ن ی��) yang berarti tampak, jelas, terang.71 Bayãn
juga sering diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam berbicara dan
memberikan keterangan sehingga pendengar menjadi terhipnotis, karena itu
seseorang yang memiliki keterampilan Bayãn sering disebut Fasîh dan
Balîgh.
Kata Bayãn disebutkan dalam QS. Al-Rahman:4; . kata al-Bayãn
tersebut oleh para mufassir ditafsirkan secara beragam. Ia bisa berarti bahasa
yang tepat, ungkapan yang jelas, atau kemampuam menyampaikan sebuah
gagasan yang baik. Kata ini juga sebagai bukti keunggulan para Rasul yang
menyampaikan ajran-ajaran Tuhan.72
Dari definisi di atas, pengertian Bayãn menurut makna aslinya adalah
jelas, nyata terang dari sesuatu, menjelaskan maksud dengan kata yang terang
dan jelas. Karena itu Bayãn menuntut adanya keharmonian (at-tanaasub) dan
kesesuaian (at-tawaqufa) secara cermat, bisa melalui kata singkat, sederhana,
atau terperinci. Semua itu disesuaikan dengan konteksnya.73 Dalam konteks
ini al-Quran sebagai Bayãn bagi manusia, memuat uraian yang sederhana
dan singkat. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran (al-Quran sebagai
Bayãn bagi manusia).74
71 A. W. Munawwir , Kamus Al-Munawwwir Arab-Indonesia Terlengkap,…, Hal. 125 72 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqãiq al-
Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqawîl fî Wujũh al-Ta’wîl…,IV, Hal. 45 73 Hamdani Mu’in, Metodologi Tafsir Bint As-Syati (Studi Atas Manhaj Bayãnî dalam at-Tafsîr al-
Bayãnî Li al-Qurãn al-Karîm Karya ‘Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati), (Disertasi pada Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah: 2008), Hal. 160
74 QS. Ali Imran : 137
57
Deskripsi Bayãn di atas menunjukkan ada dua pendekatan dalam
memahami pengertian Bayãn yaitu makna etimologis dan terminologis.
Kedua makna tersebut tidak bisa berdiri sendiri munculnya makna Bayãn
secara terminologis merupakan pengembangan dari makna etimologis.
Sebagai contoh, kata shalat (ةGBا), secara etimologis berarti do’a, namun
ketika menjadi arti terminologis kata shalat (ةGBا) tersebut digunakan al-
Quran dengan makna baru, yaitu shalat dalam pengertian bacaan yang dimulai
dengan takbir dan dilanjutkan dengan gerakan-gerakan seperti ruku’, sujud,
dan diakhiri dengan salam. Karena itu sesungguhnya makna shalat, dalam
pengertiannya sebagai aktivitas shalat tetap dimaknai doa dalam
pengertiannya secara etimologis. 75
b) Bayãn dalam Terminologi Sastra Arab
Berbicara tentang Bayãn dalam terminology sastra arab tentu tidak bias
dilepaskan dengan ilmu balagah. Namun demikian sebenarnya kedudukan
Bayãn dalam ilmu balagah lebih dahulu dari kedua ilmu lainnya: ma’ãni dan
badî’, munculnya Bayãn dikarenakan bersamaan dengan diskursus i’jaz al-
Quran, di mana Bayãn digunakan untuk membela dan mempertahankan
kedudukan al-Quran, sebagai mukjizat Nabi Muhammad yang memiliki nilai
sastra yang tinggi.76
75 Hamdani Mu’in, Metodologi Tafsir Bint As-Syati (Studi Atas Manhaj Bayani dalam at-Tafsir al-
Bayani Li al-Quran al-Karim Karya ‘Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati)…, hal. 161 76 Hamdani Mu’in, Metodologi Tafsir Bint As-Syati (Studi Atas Manhaj Bayani dalam at-Tafsîr al-
Bayãnî Li al-Qurãn al-Karîm Karya ‘Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati)…, hal. 161
58
Untuk lebih menggambarkan makna Bayãn menurut terminologi sastra
arab dan bagaimana kedudukan Bayãn menurut ilmu balagah, maka berikut
batasan-batasan yang diberikan oleh para pakar-pakar balagah:
a. Abu Usman al-Jahiz
Menurut al-Jahiz, Bayãn adalah makna yang konkrit (ad-dalalahal-
zahiah) yang menunjukkan makna tersembunyi (al-makna al-kafi),77
menurut al-Jahiz makna itu bisa menggunakan 5 pola yaitu makna lafadz,
makna isyarah, makna tulisan, makna dengan hitungan tangan, makna
dengan tabda-tanda alam. Dengan demikian setiap makna yang
tersembunyi disebut Bayãn , baik melalui makna kata, isyarat, tulisan,
hitungan tangan, atau tanda-tanda alam. Sebab tujuan Bayãn
sesungguhnya adalah memahami dan memberikan pemahaman. Berbeda
pandangannya tentang balagah yang hanya mengkaji tentang ungkapan
dan gaya bahasa saja. Oleh karena itu, menurut al-Jahiz pengertian Bayãn
lebih luas daripada balagah.
b. Abu Isa Ar-Rummani
Menurut ar-Rummani Bayãn aalah menyuguhkan sesuatu untuk
memperjelas perbedaan dengan lainnya. Ada 4 bagian dalam Bayãn yaitu;
kata sempurna (kalam), konteks (hal), isyarat (isyarah), indiktor
(’alamah).78 Dengan demikian, ungkapan yang rancu atau tidak pada
konteksnya, atau tidak bisa dipahami tidak dikategorikan sebagai Bayãn .
Ungkapan yang memiliki nilai Bayãn yang tinggi adalah ketika ungkapan
77 Abu Usman al-Jahiz, al-Bayãn wa al-Tibyãn, (Beirut: Dar al-Fikr, tt). hal. 75 78 Al-Rummani, ANukãt fî I’jãz Al-Qurãn, (Mesir: Dar al-Ma’arif, tt), hal. 98
59
itu disampaikan dalam bentuk redaksional yang sempurna sehingga indah
didengar, mudah dimengerti, serta bisa dinikmati. Makna Bayãn demikian
dalam terminologi balagah disebut hasan al-Bayãn .
c. Abd al-Qahir al-Jurjani
Dalam kitab Dalãil al-I’jãz, pandangan Abd al-Qahir al-Jurjani
tentang Bayãn tampak jelas ketika ia memberikan uraian dalam
mukaddimahnya bahwa ilmu Bayãn merupakan dasar bagi penguasaan
sastra arab, karena makna yang dalam dan tersembunyi hanya dapat
diungkap melalui ilmu Bayãn .79 Gagasannya tentang an-nazm dan
pendapatnya bahwa susunan kata (al-tarkîb) adalah prinsip bagi teori
Bayãn , terutama kajian tentang al-Furũq fî al-Khabar, at-Ta’rîf wa at-
Tankîr fi an-Nafî wa fî al-Isbãt. Sementara kajian al-Fasl wa al-Wasl,
dinilai terlalu rumit oleh al-Jurjani sehingga penguasaan atas studi ini
menjadi prasyarat untuk menguasai makna-makna sastra (ma’ãnî al-
balãgah).80
d. Diya al-Din bin al-Atsir
Dalam pandangan Ibn al-Atsir, seperti dalam mukaddimah kitab al-
masal as-Sair fi Adab al-Kãtib wa al-Syair, bahw kedudukan Bayãn
dalam menyusun kata, baik puisi (nazm) maupun prosa (natsar), seperti
kedudukan ushul fiqh dalam hukum Islam.
79 Abd al-Qahir al-Jurjani, Dalãil al-Qurãn, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabî, 2005). Hal 20-21 80 Hamdani Mu’in, Metodologi Tafsir Bint As-Syati(Studi Atas Manhaj Bayani dalam at-Tafsîr al-
Bayãnî Li al-Qurãn al-Karîm Karya ‘Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati)…, Hal. 166
60
Menurut Ibn al-Atsir, obyek ilmu Bayãn meliputi fasahah dan
balãgah, karena keduanya dapat membantu memahami dan memperjelas
makna yang tersirat. Berbeda dengan ilmu nahwu, yang hanya
mengungkap pengetian lafadz yang ada sajak atau prosa namun tidak
mampu mengungkap makna yang tersembunyi.81 Dengan demikian,
menurut Ibn al-Atsir ilmu Bayãn adalah kemampuan menyusun sajak
ataupun prosa, dan karenanya hanya seorang sastrawanlah yang memiliki
kemampuan Bayãn . Seorang sastrwan dituntut penguasan bahasa Arab
dengan baik, keterampilan berbicara, personifikasi (amtsãl), penguasaan
akan karya-karya klasik, pengetahuan sosial politik, dan hafal al-Quran
serta Hadits. Di samping itu ia dituntut pula memahami kaidah-kaidah
sastra yang berlaku di kalangan sastrawan.82
Dari pembahasan di atas memberikan gambaran bahwa terminologi
Bayãn tidak selalu identik dengan ilmu Bayãn dalam ilmu balagah karena
baik secra leksikal maupun substansial makna sesungguhnya Bayãn adalah
kefasehan dan kejelasan ungkapan secara proporsional yang disampaikan
seseorang dalam memberikan keterangan sehingga pendengan dapat
terhipnotis dan memahaminya dengan baik. Kemudian makna Bayãn seperti
yang dibahas di atas memiliki dua makna; pertama, makna sempit, dalam
pengertian Bayãn sebagai ilmu Bayãn dalam ilmu balagah, yakni
berhubungan dengan bentuk-bentuk ekspresi kata, kedua, Bayãn dalam
81 Diya ad-Din ibn al-Atsir, al-masal as-Sair fi Adab al-Katib wa al-Syair, (Mesir: Math’abah an-
Nahdah, 1959), vol 1, hal 39 82Hamdani Mu’in, Metodologi Tafsir Bint As-Syati(Studi Atas Manhaj Bayani dalam at-Tafsîr al-
Bayãnî Li al-Qurãn al-Karîm Karya ‘Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati)…, Hal. 167
61
pengertiannya yang lebih luas, yakni Bayãn dalam pengertiannya yang lebih
luas, yakni Bayãn dalam pengertiannya sebagau i’jaz al-Quran.
2. Syair Jahiliyyah dan Metodologi Tafsir Bayãn
a. Metodologi Tafsir Bayãn
Metodologi tafsir Bayãn ialah sebuah tafsir al-Quran dengan
pendekatan sastra.83 Secara historis awal mula dan benih-benih kemunculan
tafsir Bayãni, penafsiran al-Quran dengan pendekatan sastra sebenarnya telah
dimulai sejak masa Nabi Muhammad saw. Data-data historis menunjukkan
bahwa Nabi saw telah menafsirkan beberapa ayat al-Quran dengan tafsir
Bayãn i dengan adanya beberapa riwayat. Sebagai contoh penafsiran Nabi saw
tentang ayat berikut:
¨≅Ïm é& öΝ à6 s9 s' s#ø‹ s9 ÏΘ$ uŠÅ_Á9$# ß]sù§�9 $# 4’n<Î) öΝ ä3Í←!$ |¡ ÎΣ 4 £ èδ Ó¨$ t6 Ï9 öΝ ä3©9 öΝ çFΡr& uρ Ó¨$t6 Ï9 £ßγ ©9
3 zΝ Î=tæ ª!$# öΝ à6‾Ρr& óΟ çGΨ ä. šχθçΡ$ tF øƒrB öΝ à6 |¡à9Ρr& z>$ tGsù öΝ ä3ø‹ n=tæ $x9tãuρ öΝ ä3Ψtã ( z≈t↔ø9 $$ sù £èδρç�ų≈ t/ (#θ äó tFö/ $# uρ $ tΒ |=tF Ÿ2 ª! $# öΝ ä3s9 4 (#θ è=ä.uρ (#θ ç/ u�õ°$# uρ 4®L ym t ¨t7 oKtƒ ãΝ ä3s9
äÝø‹ sƒø: $# âÙ u‹ö/ F{ $# z ÏΒ ÅÝø‹sƒø: $# ÏŠ uθ ó™F{$# zÏΒ Ì� ôf x9 ø9 $# ( ¢ΟèO (#θ‘ϑÏ?r& tΠ$u‹ Å_Á9 $# ’n<Î) È≅ øŠ©9$# 4 Ÿω uρ
�∅ èδρç�ų≈ t7è? óΟ çFΡr&uρ tβθ à9 Å3≈ tã ’Îû ωÉf≈|¡ yϑø9 $# 3 y7 ù=Ï? ߊρ߉ãn «!$# Ÿξsù $ yδθ ç/ t�ø)s? 3 y7 Ï9≡ x‹x. Ú Îit6 ムª!$# ϵ ÏG≈ tƒ# u Ĩ$ ¨Ψ=Ï9 óΟ ßγ ‾=yè s9 šχθà) −Gtƒ ∩⊇∇∠∪
”Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
83 Hamdani Mu’in, Metodologi Tafsir Bint As-Syati (Studi Atas Manhaj Bayani dalam at-Tafsir al-
Bayani Li al-Quran al-Karim Karya ‘Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati)…, Hal. 63
62
dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”84 Nabi ditanya oleh Ubay ibn Hathim: “Apakah dua benang yang
dimaksud adalah benang yang sudah dikenal, yakni benang hitam dan putih?.
Nabi menjawab: “Yang dimaksud dengan benang hitam adalah gelapnya
malam dan benang putih adalah terangnya siang”.85 Peralihan makna frasa
dari benang hitan dan utih ke benang yang lain, yakni gelapnya malam dan
terangnya siang merupakan perubahan makna asli ke dalam makna majaazi.
Pemahaman ini berangkat dari sebuah pertimbangan bahwa pertanyaan ibn
Hatim di atas mengarah kepada arti leksikal dan makna dasar dari frasa kedua
benang tersebut yang kemudian oleh Nabi dikoreksi. Riwayat tersebut
menunjukkan bahwa penafsiran Nabi ini merupakan cikal bakal penafsiran
sastra al-Quran.86
Secara kuantitatif, penafsiran sastra Nabi saw terhadap al-Quran
sangatlah sedikit, namun Nabi saw secara histories ada ini berarti Nabi telah
benar-benar melegimitasi metode tafsir sastra. Metode ini juga kemudian
iteruskan oleh para sahabat, berikut contoh penafsiran yang dilakukan oleh
sahabat Nabi ibn ‘Abbas dalam surat al-Baqarah;
84 QS. Al-Baqarah: 187 85 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jãmi’ul Bayãn ‘an Ta’wîli Ayi al- Qurãn, (Kairo:
Dar al-Fikr, 1988), Jilid II, hal. 172 86 M. Nur Kholis Setiawan, Al-Quran Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: eLSAQ, 2005), hal.
130
63
–Š uθ tƒ r& öΝ à2߉tn r& β r& šχθ ä3s? …çµ s9 ×π ¨Ψy_ ÏiΒ 9≅ŠÏ‚ ‾Ρ 5>$oΨ ôãr& uρ “Ì� ôfs? ÏΒ $ yγÏF ós s?
ã�≈ yγ÷ΡF{ $# …çµ s9 $ yγ‹Ïù ÏΒ Èe≅ à2 ÏN≡ t� yϑW9$# çµ t/$ |¹r&uρ ç�y9 Å3ø9 $# …ã& s!uρ ×π −ƒ Íh‘ èŒ â !$ x9yè àÊ !$ yγ t/$ |¹r' sù
Ö‘$ |ÁôãÎ) ϵ‹Ïù Ö‘$tΡ ôM s%u�tIôm $$ sù 3 š�Ï9≡ x‹x. Ú Îi t7ムª! $# ãΝ à6 s9 ÏM≈ tƒFψ$# öΝ ä3ª=yè s9
šχρã�©3x9tGs? ∩⊄∉∉∪
“ Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya” 87 Menurut sebuah riwayat, bahwa Umar bin Khattab tidak memahami
dengan baik ayat tersebut disebabkan adanya makna metaforis yang terdapat
di dalamnya. Menurut ibn ‘Abbas, ayat ini masih dalm konteks pembicaraaan
permisalan, ilustrasi metaforis atau masal yang disebutkan secara eksplisit
dalam konteks ayat sebelumnya;
ã≅ sWtΒ uρ tÏ%©!$# šχθà) Ï9Ψ ãƒ ãΝ ßγ s9≡ uθ øΒ r& u!$ tó ÏGö/ $# ÅV$|Êö� tΒ «!$# $ \G� Î7 ø[ s?uρ ô ÏiΒ öΝ Îγ Å¡ à9Ρr&
È≅ sVyϑx. ¥πΨy_ >οuθ ö/ t� Î/ $ yγ t/$ |¹r& ×≅ Î/# uρ ôM s?$ t↔sù $ yγ n=à2é& É ÷x9 ÷è ÅÊ β Î* sù öΝ ©9 $ pκö: ÅÁム×≅ Î/# uρ
@≅ sÜsù 3 ª!$# uρ $ yϑÎ/ tβθ è=yϑ÷è s? î�� ÅÁt/ ∩⊄∉∈∪
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat”88
87 QS. Al-Baqarah: 266 88 QS. Al-Baqarah: 265
64
Menurut riwayat di atas, disebutkan bahwa ketika para sahabat yang
ditanya oleh Umar mereka tidak bias menjawab dengan menandai, sampai
kemudian ibn ‘Abbas berkomentar: “Saya tahu apa yang dimaksud ayat ini.”
Ia mengatakan: “Ini adalah perumpamaan bagi mereka yang berbuat kebajikan
tetapi tidak dilandasi dengan niat ikhlas untuk mengabdi serta beribadah
kepada Tuhan, melainkan hanya untuk mendapatkan pujian dari orang lain.”
Dalam pandangan Islam kebajikan haruslah dilandasi niat yang tulus
beribadah kepada Allah swt, maka jika tidak amal kebajikan tersebut menjadi
tidak berguna seperti yang digambarkan dalam ayat di atas.89
Setelah melihat secara histories awal mula dari metodologi tafsir Bayãn
pada era Nabi dan sahabat perkembangan tafsir sastra pada era modern
semakin berkembang. Pada era modern, paling tidak sampai paruh akhir abad
keduapuluh perkembangan tafsir sastra diwakili oleh gagasan-gagasan Amien
al-Khulli. Namun demikian sebenarnya benih-benih tafsir sastra di era modern
diawali oleh Muhammad Abduh. Ini tampak ketika ia merupakan orang
pertama yang melakukan modernisasi pendidikan dalam bidang sastra Arab.
Perhatian Muhammad Abduh terhadap kajian sastra inilah yang menjadi
cikal bakal lahirnya tafsri sastra atas al-Quran di masa modern. Melalui
pendekatan sastra Muhammad abduh ingin membuka makna teks untuk
diarahkan pada nalar Islam yang sedang bangkit dan mendorongnya untuk
89 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jãmi’ul Bayãn ‘an Ta’wîli Ayi al- Qurãn, (Kairo:
Dar al-Fikr, 1988), Jilid V, hal.544-545
65
terus bangkit.90 Oleh karena itu, wajar jika pada tataran teoritis apabila
kaidah-kaidah yang dibuatnya berkaitan dengan langkah-langkah tafsir
merupakan kaidah-kaidah umum bagi interpretasi terhadap teks tanpa
mengabaikan watak teks al-Quran sebagai teks keagamaan yang tujuannya
memberi petunjuk manusia untuk beriman. Atas dasar itu tujuan tafsir dan
sasarannya menurut Muhammad Abduh adalah:
“Memahami maksud ujaran, hikmah di balik diundangkannya akidah dan hukum yang diberikan dengan cara yang menarik jiwa dan mendorongnya untuk siap beramal dan memberi petunjuk yang ada di dalam ujaran. Maka, tujuan sebenarnya di balik semua persyaratan dan bidang-bidang itu adalah mendapatkan petunjuk dari al-Quran.”91
Setelah embrio tafsir sastra pada masa modern yang dilakukan secara
gagasan umum oleh Muhammad Abduh, Maka kemudian diteruskan oleh
Amin al-Khulli yang menyatakan bahwa secara ideal studi tafsir al-Quran
harus dibagi dalam dua hal; Pertama, tentang latar belakang al-Quran
(Dirãsah mã Haula al-Qurãn) tentang sejarah kelahirannya, tentang
masyarakat di mana ia diturunkan dan tentang bahasa masyarakat yang dituju
al-Quran tersebut. Kedua, penafsiran al-Quran dengan melihat studi-studi
terdahulu (Dirãsah al-Qurãn Nafsih).
Pandangan Amien al-Khulli mengenai tugas kedua dalam menafsirkan
al-Quran di atas adalah sama pentingnya. Pertama, ia sangat mendorong
sarjana yang ingin menulis tafsir agar memperhatikan semua ayat di mana al-
Quran membicarakan suatu subyek, dan tidak membatasi penafsiran pada satu
90 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Qurãn al-Hakîm al-Masyhũr bi Tafsîr al-Manãr, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2005), Jilid I, hal. 21
91 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Qurãn al-Hakîm al-Masyhũr bi Tafsîr al-Manãr …, Jilid I, hal. 21
66
bagian saja dengan mengabaikan pernyataan-pernyataan lain al-Quran
terhadap topik yang sama.92
Menurut Amin al-Khulli, para sarjana yang ingin menulis tafsir tidak
seharusnya merasa khawatir dengan tugas-tugas ini, sebab bagaimanapun
beratnya tugas ini, al-Quran sebagai kitab berbahasa Arab yang terbesar
(Kitab al-‘Arabiyyah al-Akbar) memang pantas untuk mendapatkan usaha-
usaha yang keras seperti itu;
“al-Quran mengabadikan bahasa Arab…dan menjadika kebanggaannya…kualitas al-Quran ini diakui oleh semua orang Arab, tidak jadi soal betapapun berbedanya pandangan keagamaan mereka, sejauh mereka menyadari kearaban mereka, tak terkecuali orang Nasrani, penyembah berhala, kaum materialis, orang yang tidak beragam, ataupun orang Islam sendiri.93 Amin al-Khulli sendiri tidak pernah menulis sebuah tafsir al-Quran,
meskipun begitu dua karyanya sangat mengembangkan pemikiran al-manhaj
al-adabî dalam penafsiran al-Quran, di mana metode tersebut menuntut kajian
al-Quran di satu sisi, dan pada sisi lain menuntut kajian sastra. Dua buku
Amin al-Khulli itu merupakan kekayaan dalam kajian metodologi tafsir sastra,
yaitu Manãhij Tajdîd fî an-Nahwi wa al-Balãgah wa at-Tafsîr wa al-Adab,
dalam buku ini Amin al-Khulli menawarkan konsep al-manhaj al-adabî atau
at-tafsîr al-adabî sebagai kerangka metodologis tafsir kontemporer (al-Tafsîr
al-Yaum). Sedangkan buku keduanya, al-Adab al-Misri merupakan suatu
kajian yang menfokuskan pada pentingnya lingkungan dalam pengertian dan
92 Amin al-Khulli, Manãhîj Tajdîd,…, hal. 231 93 Amin al-Khulli, Manahiju Tajdid,…, hal. 232
67
luas dan menyeluruh demi kajian sastra.94 Dengan metode sastra tersebut
Amin al-Khulli berpandangan bahwa meskipun terasa berat untuk
merealisasikan gagasan metodologisnya itu tetapi ia yakin bahwa pada suatu
saat proyek besar ini dapat terealisasikan.95 Metode yang ditawarkan Amin al-
Khulli tersebut selanjutnya dikembangkan dan di aplikasikan dengan baik
oleh generasi selanjutnya, yang juga murid-muridnya, yaitu Muhammad A
Khallafallah, ‘Aisyah ‘Abdurrahman bint Syati, M. Syukri Ayyad, dan Nasr
Hamid Abu Zaid.
b. Hubungan Syair Jahiliyyah dan Metodologi Tafsir Bayãn
Menurut DR. Mahmoud Abbas bahwa Relasi Syair Jahiliyyah dengan
al-Qur`an adalah hanya unsur materiil. Materi keduanya adalah sama-sama
berupa lafadz berbahasa Arab. Al-Qur`an adalah kalam Tuhan untuk manusia,
sedangkan Syair Jahiliyyah merupakan kreasi agung manusia. Jadi ada ikatan
yang kuat di antara keduanya, terkadang syi`ir bisa menjadi tafsir lafadz-
lafadz al-Quran.96
Para mufassir umumnya menggunakan Syair Jahiliyyah sebagai Bayãn
dalam memahami ayat-ayat al-Quran yang susah baik dalam menjelaskan kata
atau mufrodãt maupun dari sisi balaghahnya. Untuk melihat itu maka berikut
contoh penggunaan Syair Jahiliyyahdalam penafsiran al-Quran oleh At-
Tabhari dalam Tafsir Jãmi’ul Bayãn :
94 Hamdani Mu’in, Metodologi Tafsir Bint As-Syati (Studi Atas Manhaj Bayãnî dalam at-Tafsîr al-
Bayãnî Li al-Qurãn al-Karîm Karya ‘Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati)…, Hal. 85 95 Amin al-Khulli, Manãhîj Tajdîd,…, hal. 245 96 Mahmoud Dasuki, Dalam Wawancara Dengan Afkar pada 17 april 2010
68
y7 Ï9≡ x‹x.uρ öΝ ä3≈ oΨù=yè y_ ZπΒ é& $VÜ y™uρ (#θ çΡθ à6 tGÏj9 u !# y‰pκà− ’ n?tã Ĩ$Ψ9 $# tβθä3tƒ uρ ãΑθ ß™§�9 $#
öΝ ä3ø‹ n=tæ # Y‰‹Îγ x© 3 $ tΒ uρ $ oΨ ù=yè y_ s' s#ö7 É) ø9 $# ÉL©9 $# |MΖä. !$ pκö� n=tæ āω Î) zΝn=÷è uΖÏ9 tΒ ßìÎ6 ®Ktƒ tΑθ ß™§�9 $#
£ϑÏΒ Ü=Î=s)Ζtƒ 4’ n? tã ϵø‹ t7É)tã 4 β Î)uρ ôM tΡ% x. ¸οu�� Î7 s3s9 āω Î) ’n? tã tÏ% ©!$# “y‰yδ ª!$# 3 $ tΒ uρ tβ% x.
ª!$# yì‹ ÅÒ ã‹Ï9 öΝ ä3oΨ≈ yϑƒ Î) 4 āχÎ) ©! $# Ĩ$Ψ9 $$ Î/ Ô∃ρâ t� s9 ÒΟŠÏm§‘ ∩⊇⊆⊂∪
”Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”97 Ketika menjelaskan makna wasathan (�+وس) dalam ayat di atas at-
Thabari menggunakan Syair Jahiliyyah yang dikarang Zuhair bin Abi Salmy
yaitu:
Jض اذا ,4l ا@Nى ا���LC�A�� J #اe,�م C)�Fd�هC وس} ی “Mereka selalu berada di tangah-tengah dalam menjalankan atuuran terhadap manusia dengan hukum mereka, maka kemudian pada suatu malam diturukan sebuah aturan yang agung” Kemudian at-Thabari menjelaskan:
“Dan saya berpendapat bahwa al-wasthu dalam syair tersebut ialah yang berarti bagian yang ada dalam dua bagian, seperti tengah-tengah rumah yang seimbang dan tidak ada yang lebih ringan ataupun berat antara keduanya. Dan saya berpendapat bahwa Allah swt telah menyebutkannya, dan Allah swt mensifati mereka dengan kaum washat karena tawasutnya mereka dalam Agama, maka jika tidak mereka adlah yang melewati batas di dalamnya seperti kaum Nasrani yang berlebihan dalam ancaman, atau jika tidak mereka adalah kaum yahudi yang lalai
97 QS. Al-Baqarah: 143
69
di dalamnya sehingga mereka mengganti kitab Allah swt, membunuh Nabi-Nabi mereka, berbohong kepada Tuhan mereka dan mengingkari-Nya. Akan tetapi mereka yang ahli tawassuth dan adildi dalamnya maka Allah swt mensifati mereka dengan ahlu wahath.98 Dari keterangan di atas jelas terihat dalam menjelaskan kata washat at-
Thabari memperkuat penafsirannya dengan menggunakan syair jahili,
sehingga fungsi Syair Jahiliyyah di atas adalah sebagai Bayãn ataupun
penjelas dari mufradãt. Maka dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa
hubungan metodologi tafsir Bayãn atau disebut juga tafsir pendekatan sastra
dengan Syair Jahiliyyah adalah bahwa Syair Jahiliyyah yang merupakan
bagian dari produk sastra Arab merupakan bagian dari Bayãn dalam hal ini
Bayãn dalam makna sempit yaitu sebagai makna ekpresi-ekspresi kata.
98 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jãmi’ul Bayãn ‘an Ta’wîli Ayil Qurãn, (Kairo: Dar
al-Fikr, 1988), Jilid I, hal. 6
70
BAB III
Syair Jahiliyyah dalam Tafsir Al-Kasysyaf Pada Surat Al-Baqarah
A. Sekilas Tentang Tafsir Al-Kasysyaf dan Az-Zamakhsyari
1. Sekilas Tentang Az-Zamakhsyari
Nama lengkap az-Zamakhsyari adalah ‘Abd Al-Qasim Mahmud ibn
Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari.99 Ia dilahirkan di Zamakhsyar, sebuah
kota kecil di Khawarizmi pada hari rabu 20 Rajab 467 H, atau 18 Maret 1075 M,
dari sebuah keluarga miskin, tetapi alim dan taat beragama. Dilihat dari masa
tersebut, ia lahir pada masa pemerintahan Sultan Jalal Al-Din Abi al-Fath
Maliksyah dengan wazirnya Nizam al-Mulk. Wazir ini terkenal sebagai orang yang
aktif dalam pengembangan dan kegiatan keilmuan. Dia mempunyai “kelompok
diskusi” yang terkenal maju dan selalu penuh dihadiri oleh para ilmuan dari
berbagai kalangan.100
Untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang sastra, sebelum ia
berguru kepada Abu Mudhar, ia berguru kepada Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-
Naisabury, seorang penyair dan guru di Khawarizm yang memiliki beberapa
karangan, antara lain: Tahdzîb Dîwãn al-Adab, Tahdzîb Ishlah al-Manthiq, dan
Dîwãn al-Syi’r. Dalam beberapa buku sejarah, ia tercatat pernah berguru kepada
seorang faqih (ahli hukum Islam), hakim tinggi, dan ahli hadis, yaitu Abu Abdillah
Muhammad ibn Ali al-Damighany yang wafat pada tahun 496 H. Tercatat pula ia
99 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995 ), hal. 100 Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,
(Yogyakarta : TERAS, 2004 ), hal. 44
71
berguru kepada salah seorang dosen dari Perguruan al-Nizhamiyah dalam bidang
bahasa dan sastra, yaitu Abu Manshur ibn al-Jawaliqy (446-539 H). Dan, untuk
mengetahui dasar-dasar nahwu dari Imam Sibawaih, ia berguru kepada Abdullah
ibn Thalhah al-Yabiry.
Al-Zamakhsyari juga dikenal sebagai yang berambisi memperoleh
kedudukan di pemerintahan. Setelah merasa tidak berahsil dan kecewa melihat
orang-orang yang dari segi ilmu dan akhlaq lebih rendah dari dirinya diberi
jabatan-jabatan yang tinggi oleh penguasa, sementara ia sendiri tidak
mendapatkannya walaupun telah dipromosikan oleh guru yang sangat
dihormatinya, Abu Mudar. Keadaan itu memaksa dirinya untuk pindah ke
Khurasan dan memperoleh sambutan baik serta pujian dari kalangan pejabat
pemerintahan Abu al-Fath ibnu al-Husain al-Ardastani dan kemudian Ubaidillah
Nizam al-Mulk. Di sana, ia diangkat menjadi sekretaris, tetapi karena tidak puas
dengan jabatan tersebut, ia pergi ke pusat pemerintahan Daulah Bani Saljuk, yakni
kota Isfahan.
Setidaknya ada dua kemungkinan mengapa al-Zamakhsyari selalu gagal
dalam mewujudkan keinginannya duduk di pemerintahan. Kemungkinan pertama,
karena ia bukan saja dari ahli bahasa dan sastra Arab saja, tetapi juga seorang
tokoh Mu’tazilah yang sangat demonstratif dalam menyebarluaskan fahamnya, dan
ini membawa dampak kurang disenangi oleh beberapa kalangan yang tidak
berafiliasi pada Mu’tazilah. Kedua, mungkin juga kurang didukung oleh kondisi
jasmaninya, al-Zamakhsyari memiliki cacat fisik, yaitu kehilangan salah satu
kakinya. Akan tetapi semua impiannya untuk mendapatka jabatan di pemerintahan
72
sirna setelah ia terserang penyakit yang parah dan bertekad membersihkan dosa-
dosanya yang lalu dan menjauhi penguasa, menuju penyerahan diri kepada Allah
SWT.
Selama hidupnya Az-Zamakhsyari hidup membujang. Banyak komentar dari
para ahli mengenai keadaan ini. Kita akan dapat memahami hal itu jika dipahami
dari bait syair yang dirilis dan dilantunkannya sendiri tentang orang yang paling
bahagia, yaitu orang yang tidak mempunyai anak dan tidak mendirikan rumah;
“Orang yang paling bahagia adalah orang yang tidak melahirkan penghuni-penghuni rumah (isteri dan anak) dan orang yang tidak melakukan kerusakan di bumi. Sehingga mereka tidak meratapi anak-anaknya jika mereka mati. Dan, mereka juga tidak dikejutkan oleh rumah mereka, jika rumah itu roboh”
Menurut Abdul Majid ad-Dayyab, pernyataan itu hanyalah sebuah basa-basi.
Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan Az-Zamakhsyari memilih untuk
terus membujang. Penyebab-penyebab itu antara lain: kemiskinan, ketidakstabilan
hidupnya, dan cacat jasmani yang dideritanya. Mungkin juga, karena kesibukannya
menuntut ilmu atau kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, dan karena karya-
karya yang ditulisnya membutuhkan perhatian ekstra, sehingga tidak ada waktu
untuk memikirkan perkawinan.
Ia seorang ulama dan imam besar dalam bidang bahasa dan retorika. Siapa
saja yang telah membaca tafsirnya, maka akan menemukan banyak aspek
gramatika yang berbeda. Ia memiliki otoritas dalam bidang bahasa Arab dan
mempunyai banyak karya termasuk hadits, tafsir, gramatika, bahasa, retorika, dan
lain-lain. Ia penganut madzhab Hanafi juga pengikut dan pendukung akidah
mu’tazilah. Tidak diragukan lagi bahwa Zamakhsyari adalah seorang ulama yang
73
mempunyai wawasan luas, yang biasa disebut dengan al-Imãm al-Kabîr dalam
bidang tafsir al-Qur’an, hadits Nabi, gramatika, filologi, dan seni deklamasi
(elocution). Ia juga ahli sya’ir dalam bahasa Arab, meskipun berasal dari Persia.
Dari hasil kajian terhadap karya-karya Az-Zamakhsyari, para pengkaji dapat
menarik kesimpulan-kesimpulan tersendiri, baik tentang kepribadiannya maupun
tentang kedalaman ilmu dan keistimewaan karya itu sendiri. As-Sam’ani misalnya,
berkata: “Az-Zamakhsyari adalah orang yang dapat dijadikan contoh karena
kedalaman ilmu pengetahuannya mengenai sastra dan tata bahasa Arab”. Pujian ini
sangat berkaitan dengan kedalaman ilmu beliau dalam bidang bahasa dan sastra.
Pernyataan itu wajar ditujukan kepadanya, karena memang para ulama mengakui
kapabilitas tokoh ini dalam ilmu bahasa. Hal yang sama juga telah dikemukakan
oleh Ibnu al-Anbari, dengan menyatakan bahwa az-Zamkhsyari adalah pakar
nahwu. Kemudian, Ibnu Kalikan memuji kedalaman ilmu yang dimiliki oleh az-
Zamkhsyari seraya mengatakan bahwa ia adalah ulama besar pada masanya. Ia
menjadi tempat bertanya dan menjadi rujukan, sehingga ia selalu didatangi oleh
para ulama untuk menimba ilmu pengetahuan. Begitulah pujian yang menempatkan
Az-Zamakhsyari sebagai narasumber pada masanya, bahkan pada masa
sesudahnya.
Pujian yang ditujukan kepada Az-Zamakhsyari bukan hanya sebatas
ungkapan yang menggambarkan kepakarannya di bidang bahasa, melainkan juga
pada bidang tafsir. Kaitannya dengan bidang yang terakhir ini, Yaqut al-Hamawi
menyatakan bahwa Az-Zamakhsyari adalah Imam dalam bidang tafsir, nahwu,
bahasa, dan sastra. Bahkan lebih daripada itu, ia dinilainya sebagai seorang ulama
74
yang senantiasa mengajarkan ilmunya, mempunyai kelebihan yang besar, dan
mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Penegasan itu lebih ditujukan kepadanya sebagai ulama yang
berwawasan luas mengenai berbagai bidang ilmu.
Karya-karya az-Zamakhsyari sangatlah banyak dan meliputi berbagai
bidang, antara lain:
a) Bidang tafsir: al-Kasysyãf ‘an Haqã’aiq al-Tanzîl wa Uyũn al-Aqãwîl fî
Wujũh al-Ta’wîl
b) Bidang Hadits: al-Fa’iq fi Gharîb al-Hadîts
c) Bidang Fiqih: al-Rã’id fî al-Farã’id, Mu’jam al-Hudũd, Al-Minhãj.
d) Bidang Ilmu Bumi: al-Jibãl wa al-Amkinah
e) Bidang Akhlaq: Mutasyãbi Asma’ al-Ruwãt, al-Kalim al-Nabawig fi al-
Mawãiz, al-Nasãih al-Kibãr al-Nasãih al-Sigãr, Maqãmãt fî al-Mawãiz, Kitab
fî Manãqib al-Imãm Abi Hanifah.
f) Bidang Sastra: Dîwãn Rasãil, Dîwãn al-Tamsîl, Tasliyãt al-Darir.
g) Bidang ilmu Nahwu: al-Namũzaj fî al-Nahwu, Syarh al-Kitãb Sibawaih,
Syarh al-Mufassal fî al-Nahwu.
h) Bidang bahasa: Asas al-Balagah, Jawãhir al-Lughah, al-Ajnas, Muqaddimah
al-Adab fî al-Lughah.101
2. Sekilas Tentang Tafsir Al-Kasysyaf
Al-Zamakhsyari menulis kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyãf ‘an
Haqã’iq al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl bermula dari permintaan
101 Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Tafsir,…, hal. 48
75
suatu kelompok yang menemakan dirinya al-Fi’ah al-Nãjiyah al-‘Adliyah atau
yang dinamakan Mu’tazilah oleh para ahlussunnah. Dalam muqaddimah tafsir al-
Kasysyaf disebutkan sebagai berikut :
"Sesungguhnya aku telah melihat saudara-saudara kita seagama yang telah memadukan ilmu bahasa Arab dan dasar-dasar keagamaan. Setiap kali mereka kembali kepadaku untuk menafsirkan ayat al-Qur'an, aku mengemukakan kepada mereka sebagian hakikat-hakikat yang ada di balik hijab. Mereka bertambah kagum dan tertarik, serta mereka merindukan seorang penyusun yang mampu menghimpun beberapa aspek dari hakikat-hakikat itu. Mereka datang kepadaku dengan satu usulan agar aku dapat menuliskan buat mereka penyingkap tabir tentang hakikat-hakikat ayat yang diturunkan, inti-inti yang terkandung di dalam firman Allah dengan berbagai aspek takwilannya. Aku lalu menulis buat mereka (pada awalnya) uraian yang berkaitan dengan persoalan kata-kata pembuka surat (al-fawatih) dan sebagian hakikat-hakikat yang terdapat dalam surah al-Baqarah. Pembahasan ini rupanya menjadi pembahasan yang panjang, mengundang banyak pertanyaan dan jawaban, serta menimbulkan persoalan-persoalan yang panjang"..102”
Penafsiran al-Zamakhsyari ini tampak mendapatkan sambutan hangat di
berbagai negeri. Dalam perjalanan yang kedua ke Mekkah, banyak tokoh yang
dijumpainya menyatakan keinginannya untuk mempeoleh karya tafsirnya itu.
Bahkan setelah tiba di Mekkah, ia diberitahu bahwa pemimpin Mekkah, Ibn
Wahhas, bermaksud mengunjunginya ke Khawarizm untuk mendapatkan karya
tersebut. Semua itu memberikan semangat yang besar kepada al-Zamakhsyari
untuk memulai menulis tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih ringkas dari
yang didiktekan sebelumnya.103
102 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 8 103 Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Tafsir,…, hal. 51
76
Kemudian berdasarkan desakan-desakan pengikut-pengikutnya Mu’tazilah di
Mekkah dan atas dorongan al-Hasan ‘Ali ibn Hamzah ibn Wahhas, serta kesadaran
dirinya sendiri, akhirnya al-Zamakhsyari berhasil menyelesaikan penulisan
tafsirnya dalam waktu kurang lebih 30 bulan. Penulisan tafsir tersebut dimulai
ketika ia berada di Mekkah pada tahun 526 H. dan selesai pada hari Senin 23
Rabi’ul Akhir 528 H.104
Tafsir al-Kasysyaf disusun dengan tartib mushafi, yaitu berdasarkan urutan
surat dan ayat dalam Mushaf Usmani, yang terdiri dari 30 juz berisi 144 surat,
dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas.
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, al-Zamakhsyari memulainya
dengan pemikiran rasional yang didukung dengan dalil-dalil dari hadis atau ayat al-
Quran, baik yang berhubungan dengan sabab al-nuzul suatu ayat ataupun ketika
menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Walaupun dia tidak terikat oleh hadis dalam
penafsirannya. Dengan kata lain, seandainya kalau ada hadis yang mendukung
penafsirannya ia akan mengambilnya, dan kalau tidak ada hadits, ia tetap akan
melakukan penafsirannya. Kemudian al-Zamakhsyari juga sering menggunakan
syair-syair Arab untuk membantu menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
Ada beberapa hal yang penting yang perlu dicermati setelah melihat
historisasi tafsir al-Kasysyaf yang berakibat pada metode yang ia gunakan.
Zamakhsyari adalah seorang Mu’tazilah yang kuat, maka model penafsirannya pun
tidak jauh beda dengan ide-ide kemu’tazilahannya. Secara umum ada beberapa
104 Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Tafsir,…, hal. 52
77
doktrin Mu’tazilah yang perlu dikaji karena akan berkorelasi dengan tipologi al-
Kasysyaf, adapun doktrin tersebut adalah:
1) Mu’tazilah beranggapan, bahwa akal manusia sanggup mengetahui Tuhan,
manusia sebelum menerima wahyu tetap wajib bersyukur kepadanya dan wajib
mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Dari deskripsi
doktrin ini dapat dimengerti bahwa dalam terminologi Mu’tazilah, penalaran
memiliki porsi yang sangat tinggi maka wajar apabila Zamakhsyari sebagai
pengikut Mu’tazilah yang taat dalam tafsirnya menggunakan corak tafsir bi ar-
ra’yi (tafsir yang banya memakai penalaran), yaitu sebuah tipe penafsiran yang
didasarkan pada sumber ijtihad dan pemikiran mufassir, sehingga ayat-ayat
yang bisa menimbulkan pengertian bahwa Allah SWT itu serupa dengan
makhluq harus dita’wilkan. Ini bisa dilihat dalam menafsirkan kata nazhirah
dalam surat al-Qiyamah tidak bisa diartikan melihat Tuhan karena menurut
faham Mu’tazilah yang dianutnya hal itu dianggap mustahil. Sebagai jalan
keluarnya ia memberikan arti “mengharapkan”. Menurut Muhammad Nur
Ichwan, corak tafsir bi al-ra’yi sering disebut juga dengan tafsir al-Dirayah
atau tafsir bi al-Aql. Secara etimologi kata ra’yi dapat berarti al-I’tiqad, al-
ijtihãd atau al-qiyãs, namun secara umum untuk memahami kata al-ra’yi lebih
mengarah kepada makna al-ijtihãd105. Sedangka secara terminology pengertian
tafsir sebagaimana didefinisikan Al-Dzahabi adalah suatu hasil penafsiran al-
Quran dengan menggunakan ijtihad, setelah sseorang mufassir memahami
terhadap gaya bahawa arab beserta aspek-aspeknya, memahami lafadz-lafadz
bahasa Arab dan segi-segi dalalahnya, termasuk di dalamnya mengetahui syair
105 Muhammad Nur Ichwan, Memasuki Dunia Al-Quran, (Semarang: Lubuk Raya, 2001). Hal. 179
78
orang Arab Jahiliyyah, asbãbun nuzũl, nãsîkh dan mansũkh serta perangkat-
perangkat lainnya106
2) Dalam melihat tipologi tafsir Zamakhsyari adalah sebuah kenyataan bahwa ia
melakukan penyesuaian antara Nash al-Quran dengan faham Mu’tazilah yang
ia yakini. Hal ini dapat dilihat apabila ia menemukan kontradiksi antara nash
al-Quran dengan prinsip-prinsip madzhabnya, maka yang ia lakukan adalah
mengusahakan penyesuaian antara keduanya sekalipun untuk itu ia harus
melakukan penyimpangan. Prinsip ini dapat diambil teori besar yang dapat
dirumuskan sebagai berikut : apabila ia menjumpai sebuah ayat dalam proses
penafsirannya yang berlawanan dengan fahamnya dan sebuah ayat lain yang
pada dasarnya menguatkan pandangan Mu’tazilahnya, maka ia akan
mengatakan bahwa ayat yang pertama bersifat mutasyãbih107 dan yang kedua
muhkam108. Contoh dari hal tersebut dapat dipahami dari penafsirannya tentang
ayat :
# sŒ Î)uρ (#θ è=yè sù Zπt± Ås≈ sù (#θ ä9$ s% $ tΡô‰y uρ !$ pκö� n=tæ $ tΡu !$ t/# u ª!$# uρ $ tΡz÷s∆ r& $ pκÍ5 3 ö≅ è% āχÎ) ©!$# Ÿω â÷ß∆ ù' tƒ Ï !$ t± ós x9 ø9 $$Î/ ( tβθ ä9θ à)s?r& ’ n?tã «! $# $tΒ Ÿω šχθßϑn=÷è s? ∩⊄∇∪
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”109
106 Muhammad Nur Ichwan, Memasuki Dunia Al-Quran,,,,,. Hal. 179 107 Secara garis besar ayat-ayat mutasyabih ialah ayat-ayat yang pengertiannya masih samar. Lihat
Muhammad Nur Ichwan, Memahami Bahasa al-Quran, (Semarang: Pustaka Pelajar 2002). Hal. 252 108 Ayat muhkam adalah ayat yang pengertiannya sudah jelas secara tekstual. Lihat Muhammad
Nur Ichwan, Memahami Bahasa al-Quran,…, hal.252 109 QS. Al-A’raf [28]
79
Dan juga pada ayat:
!# sŒ Î)uρ !$ tΡ÷Š u‘ r& β r& y7 Î=öκ–Ξ ºπ tƒö� s% $ tΡö� tΒ r& $pκ� Ïùu�øIãΒ (#θ à)|¡ x9sù $ pκ�Ïù ¨, y⇔sù $ pκö� n=tæ ãΑöθ s) ø9 $# $yγ≈ tΡö� ¨Β y‰sù
# Z�� ÏΒô‰s? ∩⊇∉∪
“Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.110
Dalam memahami kedua ayat tersebut az-Zamakhsyari menerapkan
prinsipnya bahwa ayat pertama adalah ayat muhkam karena sesuai dengan
faham Mu’tazilahnya, sedangkan ayat kedua karena tidak sesuai dengan
fahamnya maka dianggap sebagai ayat mutasyâbih. Untuk lebih jelas tentang
permasalahan ini berikut kutipan pendapat Mahmud Basuni Faudah yang
mengatakan :
“Demikianlah dan sebagaimana yang telah kami katakan, Imam Al-Zamakhsyari membela pendapatnya dengan segala kemampuan penjelasannya dan melakukan serangan-serangan permusuhan terhadap kaum Ahlus Sunnah. Beliau sangat fanatic dengan madzhabnya sendiri, sehingga pada tingka kefanatikan yang dibenci. Sikap yang seperti ini dapat kita rasakan manakala kita membaca kitabnya al-Kasysyaf. Beliau menyerukan sekeras-kerasnya agar mengambikndari ayat-ayat al-Quran apa-apa yang sesuai dengan kebenaran yang diyakini oleh madzhabnya dan agar menta’wilkan setiap ayat al-Quran yang nampaknya bertentangan dengan madzhabnya”.111
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran Az-Zamakhsyari juga seringkali
menggunakan syair-syair sebagai contoh:
110 QS. Al-Isra’ [16] 111 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir al-Quran: Perkenalan dengan Metodologi Tafsir.
(Bandung: Pustaka, 1990)hlm. 53
80
t øŒ Î)uρ Ν à6≈oΨ øŠ‾g wΥ ôÏiΒ ÉΑ# u tβ öθ tãö� Ïù öΝ ä3tΡθ ãΒθÝ¡ o„ u þθ ß™ ÅU# x‹yè ø9 $# tβθ çt¿o2 x‹ãƒ öΝä. u !$ oΨ ö/ r&
tβθ ãŠós tFó¡ tƒ uρ öΝ ä.u !$ |¡ ÎΣ 4 ’Îû uρ Ν ä3Ï9≡ sŒ ÖIξ t/ ÏiΒ öΝ ä3În/ §‘ ×Λ Ïà tã ∩⊆∪
”Dan (Ingatlah) ketika kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu”.112
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari Syair
Jahiliyyah yang dikarang oleh ‘Amr ibn Kultsum salah seorang dari tujuh penyair pada
zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian bunyi syairnya:
L=ی ن� أ:��أ #� c6� �سا:L �مس p�� ا�ا مذا f6اT (�:�113
“Maka tidaklah raja membebankan atau menimpakan banjir kepada manusia jika diantara kita tidak tetap di dalam kehinaan”
B. Syair Jahiliyyah Pada Surat Al-Baqarah Dalam Tafsir Al-Kasysyaf
1. öΝ ßγ è=sVtΒ È≅sVyϑx. “Ï% ©!$# y‰s%öθ tGó™$# # Y‘$tΡ !$ £ϑn=sù ôNu !$ |Ê r& $ tΒ … ã&s!öθ ym |= yδsŒ ª!$#
öΝ Ïδ Í‘θãΖÎ/ öΝ ßγ x.t� s?uρ ’Îû ;M≈yϑè=àß āω tβρç�ÅÇö6 ム∩⊇∠∪ BΛ༠íΝ õ3ç/ Ò‘ôϑãã öΝ ßγ sù Ÿω tβθ ãè Å_ö� tƒ ∩⊇∇∪
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat
112 QS. Al-Baqarah: 49 113 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq
al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil…. Hal. 140
81
Melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)”114
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari Syair
Jahiliyyah yang dikarang oleh ‘Anatroh ibn Syaddad salah seorang dari tujuh penyair
pada zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian bunyi
syairnya:
(. ABC115ا�و �2,:� ?6@ ?�<=ی # 2:;:ی �ع567ا ر34 2.آ
“Maka aku telah meninggalkannya (perasaan hati) ketika penyembelihan binatang buas yang mengganggunya, mematahkan ujung jari dan pergelangan tangannya yang bagus” Kemudian ketika menafsirkan ayat berikutnya Az-Zamakhsyari menggunakan
sebuah bait dari Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh Zuhair ibn Abi Salmy juga salah
seorang dari tujuh penyair pada zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-
sab’ah, demikian bunyi syairnya:
Nشي أN آش�J 56اGم ح=LM# ف 2 7N ر��أ�$ C *=L�C116
“Ia bagaikan singa yang memiliki senjata lengkap dengan kekuatan sumpahnya, ia memiliki rambut panjang dan kuku-kukunya yang tidak pernah dipotong”
2. ÷ρr& 5=ÍhŠ|Á x. z ÏiΒ Ï !$ yϑ¡¡9 $# ϵŠ Ïù ×M≈ uΚè=àß Ó‰ôãu‘ uρ ×− ö� t/ uρ tβθè=yè øg s† ÷Λàι yè Î6≈|¹r& þ’Îû Ν ÍκÍΞ# sŒ# u
z ÏiΒ È, Ïã≡ uθ ¢Á9$# u‘ x‹ tn ÏNöθ yϑø9 $# 4 ª! $# uρ 8ÝŠÏtèΧ tÌ� Ï9≈s3ø9 $$ Î/ ∩⊇∪ ߊ% s3tƒ ä− ÷�y9 ø9 $# ß# sÜøƒs†
114 QS. Al-Baqarah: 17-18 115 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 81 116 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq
al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil…. Hal. 83-84
82
öΝ èδ t�≈|Á ö/ r& ( !$ yϑ‾=ä. u!$ |Ê r& Ν ßγ s9 (# öθ t± ¨Β ϵŠÏù !# sŒÎ)uρ zΝn=øß r& öΝ Íκö� n=tæ (#θãΒ$ s% 4 öθ s9 uρ u !$ x© ª! $#
|= yδ s%s! öΝ Îγ Ïè ôϑ|¡ Î/ öΝ ÏδÌ�≈ |Á ö/ r& uρ 4 āχÎ) ©! $# 4’n? tã Èe≅ä. & ó x« Ö�ƒÏ‰s% ∩⊄⊃∪
“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”.117
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh Imroul Qoisy (]�=ؤ ا salah seorang dari tujuh (امpenyair pada zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian bunyi syairnya:
�J118اT 7;اdو �ب:�L اAه آى وN #� �6�ی� و7'ر �ا+ تS� نDLآ
“Seperti makanan-makanan burung yang basah dan kering, maka dibencilah pohon anggur dan kurma yang jelek karena akan menjadi sia-sia”
3. Î�Åe³o0uρ š Ï%©!$# (#θãΨtΒ# u (#θ è=Ïϑtãuρ ÏM≈ ys Î=≈¢Á9 $# ¨βr& öΝ çλ m; ;M≈Ψy_ “ Ì�øg rB ÏΒ $ yγ ÏFøtrB
ã�≈ yγ÷ΡF{ $# ( $ yϑ‾=à2 (#θ è%Η①$ pκ÷]ÏΒ ÏΒ ;οt�yϑrO $]%ø— Íh‘ � (#θ ä9$s% # x‹≈ yδ “Ï%©!$# $ oΨ ø%Η â‘ ÏΒ ã≅ ö6 s% ( (#θ è?é&uρ ϵÎ/ $ YγÎ7≈ t± tFãΒ ( óΟ ßγ s9 uρ !$ yγŠ Ïù Ól≡uρø— r& ×οt� £γ sÜ•Β ( öΝ èδ uρ $ yγŠ Ïù šχρà$Î#≈ yz ∩⊄∈∪
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada
117 QS. Al-Baqarah: 20 118 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 86
83
kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya”.119
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari Syair
Jahiliyyah yang dikarang oleh Zuhair ibn Abi Salmy salah seorang dari tujuh penyair
pada zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian bunyi
syairnya:
d=�120س JL:g 3=�6 *اضSا:L ?م # J=.�g م� R�:( Ji J نDLآ
“Seperti pandanganku pada arah barat yang terhalangi, dari percikan-percikan air kamu meminum dari surga yang ditumbuhi pohon-pohon kurma yang lebat”
4. øŒ Î)uρ Ν à6≈oΨ øŠ‾gwΥ ô ÏiΒ ÉΑ# u tβ öθ tãö� Ïù öΝ ä3tΡθ ãΒθ Ý¡ o„ u þθ ß™ ÅU# x‹yè ø9 $# tβθ çt¿o2 x‹ãƒ
öΝ ä.u !$ oΨö/ r& tβθ ãŠós tFó¡ tƒ uρ öΝ ä.u !$ |¡ ÎΣ 4 ’Îû uρ Ν ä3Ï9≡ sŒ ÖIξ t/ ÏiΒ öΝ ä3În/ §‘ ×Λ Ïàtã ∩⊆∪
“Dan (Ingatlah) ketika kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu”.121
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari Syair
Jahiliyyah yang dikarang oleh ‘Amr ibn Kultsum salah seorang dari tujuh penyair pada
zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian bunyi syairnya:
119 QS. Al-Baqarah: 25 120 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 111 121 QS. Al-Baqarah: 49
84
L=ی ن� أ:��أ #� c6� �سا:L �مس p�� ا�ا مذا f6اT (�:�122
“Maka tidaklah raja membebankan atau menimpakan banjir kepada manusia jika diantara kita tidak tetap di dalam kehinaan”
5. øŒ Î)uρ $ tΡõ‹s{r& t,≈sV‹ ÏΒ û Í_ t/ Ÿ≅ƒ Ïℜu�ó� Î) Ÿω tβρ߉ç7 ÷è s? āω Î) ©!$# È øt$ Î!≡ uθø9 $$ Î/ uρ $ ZΡ$ |¡ôm Î) “ÏŒ uρ
4’ n1ö�à) ø9 $# 4’ yϑ≈ tGuŠø9 $# uρ ÈÅ6≈|¡ uΚ ø9$# uρ (#θ ä9θè%uρ Ĩ$Ψ=Ï9 $ YΖó¡ ãm (#θ ßϑŠÏ%r& uρ nο4θ n=¢Á9 $# (#θè?# u uρ
nο4θ Ÿ2“9 $# §Ν èO óΟçF øŠ©9 uθ s? āω Î) WξŠÎ=s% öΝ à6ΖÏiΒ Ο çFΡr&uρ šχθàÊ Ì� ÷è•Β ∩∇⊂
Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.123
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari Syair
Jahiliyyah yang dikarang oleh Thurfah ibn ‘Abd salah seorang dari tujuh penyair pada
zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian bunyi syairnya:
أ,l مN5�fي#H أ�(Mا ا4ا3 ي أ@< اJiSأ 124وأن أش(N ا�LMLات ه
“Maka apakah dengan para pencegah ini akan aku hadirkan keributan dan aku akan menyaksikan kenikmatan-kenikmatannya, apakah engkau yang aku abadikan?”
122 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq
al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil…. Hal. 140 123 QS. Al-Baqarah: 83 124 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 160
85
6. Ï !# t� s) à9ù=Ï9 šÏ% ©!$# (#ρã� ÅÁ ôm é& †Îû È≅‹Î6 y™ «!$# Ÿω šχθãè‹ ÏÜtGó¡ tƒ $\/ ö� |Ê †Îû
Ä⇓ö‘ F{$# ÞΟßγ ç7 |¡ øts† ã≅Ïδ$ yf ø9$# u !$ u‹ÏΖøîr& š∅ÏΒ É#’9yè −G9 $# Ν ßγèùÌ� ÷è s? öΝ ßγ≈ yϑŠÅ¡ Î/ Ÿω šχθè=t↔ó¡ tƒ šZ$Ψ9 $# $ ]ù$ ys ø9 Î) 3 $tΒ uρ (#θà) Ï9Ζè? ôÏΒ 9�ö� yz �χ Î* sù ©! $# ϵÎ/ íΟŠÎ=tæ
∩⊄∠⊂∪
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui”.125
Dalam menafsirkan ayat ini Az-Zamakhsyari menggunakan sebuah bait dari Syair
Jahiliyyah yang dikarang oleh Imroul Qoisy (]�=ؤ ا salah seorang dari tujuh (ام
penyair pada zaman jahiliyyah yang diambil dari mu’allaqãt as-sab’ah, demikian
bunyi syairnya:
R�H JRw Hی).N� �2)ا سذا # $�ر:�ي AاSد L:�3'7ا JL 3} 126ا
“Jika tidak dengan perkataan yang baik, ia tidak akan mendapatkan petunjuk dengan penjelasannya”
125 QS. Al-Baqarah: 273 126 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 314
86
BAB IV
ANALISA FUNGSI SYAIR JAHILIYYAH DALAM TAFSIR AL-KASYSYAF
PADA SURAT AL-BAQARAH
A. Fungsi Syair Jahiliyyah dalam tafsir al-Kasysyaf pada surat al-Baqarah
1. öΝ ßγ è=sVtΒ È≅ sVyϑx. “ Ï%©!$# y‰s%öθ tGó™$# # Y‘$tΡ !$£ϑn=sù ôNu !$ |Ê r& $ tΒ …ã& s!öθ ym |= yδsŒ ª! $# öΝ Ïδ Í‘θ ãΖÎ/
öΝ ßγ x.t� s?uρ ’ Îû ;M≈ yϑè=àß āω tβρç�ÅÇö6 ム∩⊇∠∪ BΛ༠íΝ õ3ç/ Ò‘ôϑãã öΝ ßγ sù Ÿω tβθ ãè Å_ö� tƒ ∩⊇∇∪
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)”
Ketika menjelaskan kata taraka (ك *) dalam ayat tersebut az-Zamakhsyari
menggunakan sepenggal dari Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh ‘Anatroh ibn
Syaddad :
Az-Zamakhsyari menjelaskan:
* J_7� ك * 2آ *: )CS=آ Nا@L�x �Sا RذJ ا�cL و ح ' A:J�� ك
�L�2 (�ذR اL�x �;�z�? م:�<م �نآ �A:ص J� (�b �لA)ي أ bم ي
:ة .:R لS=آ بS�ا=
(. 2:;:ی �ع7ا56 ر34 2.آ
“Taraka berarti tharaha (melempar, menjauhkan, membuang) dan khalã (melepaskan, meninggalkan) jadi mengagantungkan satu sama lain, seperti kata orang-orang Arab: dia telah meninggalkannya tinggalkan kijang itu dari perlindungannya. Maka jika mengagantungkan satu sama lain berarti ada tanggungan atau kumpulan, maka taraka juga berlaku untuk perbuatan-perbuatn hati seperti yang diucapkan oleh ‘Anatroh ibn Syaddad”
87
“Maka aku telah meninggalkannya (perasaan hati) ketika penyembelihan binatang buas yang mengganggunya”127 Dari keterangan di atas jelas terihat dalam menjelaskan kata taraka yang dapat
juga digunakan untuk perbuatan hati, az-Zamakhsyari memperkuat penafsirannya
dengan menggunakan Syair Jahiliyyah tersebut, sehingga fungsi Syair Jahiliyyah di
atas adalah sebagai Bayãn ataupun penjelas dari mufradãt yaitu taraka.
Kemudian pada ayat selanjutnya (نSA3 ) az-ZamakhsyariصH C)( J�R CF� C ی
menjelaskan ayat tersebut dengan menggunakan Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh
Zuhair ibn Salmy, az-Zamakhsyari menjelaskan:
( )Cg S=ی ': l�؟ �ن�ا7 �ءR:N R�� 2.=ی ' T�آ: l� ن�)
J ) اكذو، �تJ� ا5Bا )Mه نLأ LHا. �ءf�س� رdS�و �نL;�bA) ث�S Cه
eو، �ء�ساN �3Il yسا.A�رة (eا J5 و �ء�سBو �ت�اeا(A3�� �ل�A .
*=Sیأر: لl �SQ� ،و=�l ص}�R �? f�ا . x_اd �ءضأو. مGس� ا3yدو،
نdL==Sا�و. f.�T �2م: l�؟ ة�رA.سا Jg ا�ی� )J م�6Lی ه: l� ن�)
R�J *6��.2 *;7�)� ���jH � سا.Aة�ر ،DL� ن6ا.Aر� م 2MآSهو رC
bAیو، 2 �رA.6ا� آى ذS+ی L,�* �+�x @�vا ة�رA.ساHو. نS=�):ا�
Fم�ا� c_�SR ص 2:ا�d �Dی ن gHد SH، 2�إ لS=:ا�و R:2 لS=:ا� 2� اد
dوأ �لا (dSFي اGآ، م=S�هز ل :
Nسى أN �5آشJ 56اGم ح=LMف 2 7N ر��أ�$ C *=L�C
“jika engkau bertanya: bagaimanakah pendapat para para sastrawan tentang ayat tersebut ( J�R CF� C...ص�ا )? maka aku berpendapat: pendapat
127 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 81
88
mereka adalah bahwa (mereka itu singa-singa) yang menunjukkan sifat keberanian, dan laut-laut untuk sifat kedermawanan. Perbedaannya adalah kalau ini untuk sifat-sifat, dan ayat ini untuk asma’ (nama-nama), dan isti’âroh128 (رة�A.اس) itu berlaku bagi semua termasuk asmã’ (س��ءeا), sifãt ,seperti jika engkau berkata: saya melihat singa-singa ,(أ)�Aل) af’ãl ,(ا��Bت)saya bertemu dengan orang yang tuli/jauh dari kebaikan, dan gelaplah Islam. Dan bersinarlah kebenaran. Maka jika engkau berkata: apakah dalam ayat tersebut masuk dalam kategori isti’ãroh? Saya berkata: ada perbedaan pendapat di dalamnya. Dan dari mereka yang benar adalah yang mengatakan bahwa ayat ini sebagai tasybîhan baîighan129 (�j��� �)�7;*) bukan sebagai isti’arah, karena Mushta’ãr (ر�A.6م) haruslah tersebutkan sementara mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah Munãfiqũn. Dan isti’ãroh itu ketika diucapkan haruslah mencakup penyebutan musta’ãr lahu,dan menjadikan kalam itu terlepas dari isti’ãrnya untuk dimaksudkan kepada mangqũl ‘anhu (2:R لS=:�ا) dan mangqũl ilaih (2�ل اS=:�ا), maka jika tidak begitu akan menjadi dalãlatul hãl (ل�dا gHد) atau fahwã al-kalãm ”:Sd(), seperti yang dikatakan oleh Zuhair dalam syairnyaى اGFم)“ia bagaikan singa yang memiliki senjata lengkap dengan kekuatan sumpahnya, ia memiliki rambut panjang dan kuku-kukunya yang tidak pernah dipotong”130 Dari tafsir yang dilakukan oleh az-Zamkahsyari di atas dapat terlihat bahwa
ayat ini bukan termasuk sebagai isti’ãroh dikarenakan tidak adanya penyebutan
musta’ãrnya tidak ada ataupun tidak jelas karena ayat ini diperuntukkan bagi
munafik. Untuk memperkuat pendapatnya tersebut, az-Zamakhsyari mengambil
contoh dari Syair Jahiliyyah tersebut yang dikarang oleh Zuhair. Syair tersebut
dikatakan isti’aroh karena meminjam kata asad (Nأس) sebagai isti’ãr lahu (2 ر�A.اس)
sedangkan mushta’ãrnya adalah Hashin ibn Dhomdhom.131
128 Isti’ãroh berarti meminjam jadi majaz isti’ãroh ialah majaz yang meminjam lafadz lain sebagai
penjelas. Lihat Jalaluddin ‘Abdurrahman As-Suyuti, Syarh ‘Uqũdul Jumãn, (Semarang: Karya Taha Putra, tt). Hal. 94.
129 Tasybihan balighan berarti penyerupaan yang berlebihan. Dan apabila dihapuskannya adâtut tasybîh dan wajhu as-syibhi. Lihat Ahmad al-Hasyimi, Jauharul Balaghah, (Beirut: Dar al-Fikr 1988). Hal. 270
130 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 83 131 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 84
89
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi Syair
Jahiliyyah dalam penafsiran pada ayat ini adalah sebagai contoh untuk memperkuat
penjelasanya tentang ayat tersebut. Maka dari itu fungsi Syair Jahiliyyahpada ayat
ini adalah sebagai penjelas atau Bayãn untuk memperkuat penasiran az-
Zamakhsayri dalam ayat tersebut.
2. ÷ρr& 5= ÍhŠ|Á x. z ÏiΒ Ï !$yϑ¡¡9 $# ϵŠ Ïù ×M≈uΚ è=àß Ó‰ôãu‘ uρ ×−ö� t/ uρ tβθ è=yè øgs† ÷Λàι yè Î6≈ |¹r& þ’Îû Ν ÍκÍΞ# sŒ# u
z ÏiΒ È,Ïã≡ uθ ¢Á9 $# u‘ x‹ tn ÏNöθ yϑø9 $# 4 ª! $# uρ 8ÝŠÏtèΧ tÌ� Ï9≈ s3ø9 $$ Î/ ∩⊇∪ ߊ%s3tƒ ä−÷�y9 ø9 $# ß# sÜøƒs†
öΝ èδ t�≈|Á ö/ r& ( !$ yϑ‾=ä. u !$ |Ê r& Ν ßγ s9 (# öθ t±Β ϵŠÏù !# sŒ Î)uρ zΝn=øß r& öΝ Íκö� n=tæ (#θ ãΒ$s% 4 öθ s9 uρ u !$ x© ª! $#
|= yδ s%s! öΝ Îγ Ïè ôϑ|¡ Î/ öΝ ÏδÌ�≈ |Á ö/ r& uρ 4 āχÎ) ©! $# 4’n? tã Èe≅ä. & ó x« Ö�ƒÏ‰s% ∩⊄⊃∪
“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”.
Dalam menafsirkan ayat ini menjelaskan az-Zamkhsyari:
و، ا�ر, SN.�6�� لوLاJ�[� e ا.L) نS=�):ا� 572ش l :N� ن�)
J ) 572ا ش�ذ��)، �را:L �ء�+�,� R�2�.ا, �ع+=ا,و، ة�ءض�y� �ن�یاy $�ر(�إ
L.�ا[� L[ا,�� JLB��w _�و��و �ت���L �RN 7�و� : l�؟ xا�SRLB�و ق
=I� ی نأ=Sید 572ش: ل? yساGم �LB��w ،DL= ن�اSب *d�� �2 @�ة�
eضرا ���+ ?م 2�� )مو. �ت����_� �ر�LاF 72ش ?م AL�x �2.� یمو.
90
SاRN وSاR�N �L �RN 7وا � یGا7و اع4)اe ?م ة �ا�B�w F یمو ق
. w�ى صوذ ]�آ وأ: A:Jا�و. xا�SRLB� مGساy هأ3L)g L ?م ?.ا�و
ن�). Sا=_� � م(:ا مS=_�) g�اJM$ 5B هR� �ء�اcM*)C L6أ مS ]�آ اد ا�و
�l :هM* ء�شأ 7�2;ا� �Dء�ش� (Dآذ ?ی J � )�آ 2� ح ص Gه؟ و�ت(57;ا�
S2):�6 یمو.Seى اR�و J7اB� Hو �ت�dا اR��SLBا وS:مأ ?یMاLو
)(|6ا�(�i:85( ،و( JSام ل :[�ئ ا=
T;اdو �ب:�L اAه آى وN # ��6�� ی7'ر �ا+L تS� نDLآ
�Jا7
“Jika engkau bertanya: pada ayat sebelumnya (را�, N^S.ى اسMآ�]` ا C)�[م) orang munafik diserupai dengan orang yang menyalakan api, nyalanya api itu berupa tampaknya iman sedangkan terputusnya manfaahnya iman mereka adalah dengan matinya api, maka kenapa pada ayat selanjutnya orang munafik diibaratkan dengan hujan lebat, gelap gulita, guruh, kilat, dan petir? Maka aku berkata: ada orang yang akan berkata: agama Islam itu diibaratkan dengan hujan lebat, karena Islam itu menghidupkan hati seperti kehidupan di dunia ini dengan hujan. Dan apa yang melekat dengan Islam dari perumpamaan orang-orang kafir ialah gelap gulita, dan apa yang ada di dalamnya dari janji dan ancaman diibaratkan dengan guruh dan kilat, dan apa yang menimpa kekafiran dari ketakutan, bala, cobaan-cobaan dari perspektif orang-orang Islam diibaratkan dengan petir. Dan berarti: atau juga seperti yang tertimpa. Dan yang dimaksud adalah seperti sebuah kaum yang diterima oleh langit atas sifat ini maka kemudian mereka menjatuhakan dari nya dari apa yang mereka jatuhkan. Maka jika engkau bertanya: jika ini adalah sebuah perumpumaan sesuatu dengan sesuatu yang lain maka dari itu dimanakah penyebutan musyabbahãtnya (ت�);7�ا)? Ini lemah, untuk jelasnya seperti firman Allah swt:(dan tidaklah sama antara yang buta dengan yang melihat dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan tidak juga bagi orang yang berbuat jahat). Dan juga dalam perkataan Imroul Qais: “Seperti makanan-makanan burung yang basah dan kering, maka dibencilah pohon anggur dan kurma yang jelek karena akan menjadi sia-sia”132
132 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq
al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil…. Hal. 86
91
Az-Zamakhsyari menafsirkan ayat ini sebagai sebuah perumpamaan ( أو `�[�*
2�7;*) yaitu perumpamaan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain yang menurut az-
Zamakhsyari dalam perumpamaan tidak perlu menyebutkan musyabbahatnya.
Dalam kaidah balagah jika musyabbah tidak disebutkan maka itu disebut sebagai
tasybîh at-taswiyah.133
Untuk memperkuat pendapatnya tersebut az-Zamakhsyari menggunakan Syair
Jahiliyyah yang dikarang oleh Imroul Qais karena pada syairnya tersebut tidak
disebutkan musyabbahnya. Maka dari itu fungsi penggunaan syair jahiliyyah dalam
ayat ini sebagai Bayân untuk kaidah balagahnya.
3. Î�Åe³o0uρ š Ï%©!$# (#θãΨtΒ# u (#θ è=Ïϑtãuρ ÏM≈ ys Î=≈¢Á9 $# ¨β r& öΝçλ m; ;M≈Ψy_ “Ì� øgrB ÏΒ $ yγ ÏF øtrB
ã�≈ yγ÷ΡF{ $# ( $yϑ‾=à2 (#θ è%Η①$ pκ÷]ÏΒ ÏΒ ;οt� yϑrO $]%ø— Íh‘ � (#θä9$ s% # x‹≈yδ “Ï% ©!$# $ oΨ ø%Η①ÏΒ ã≅ö6 s% ( (#θ è?é&uρ ϵÎ/ $ YγÎ7≈ t± tFãΒ ( óΟ ßγ s9 uρ !$ yγŠ Ïù Ól≡uρø— r& ×οt� £γ sÜ•Β ( öΝ èδ uρ $ yγŠ Ïù šχρà$Î#≈ yz ∩⊄∈∪
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya”.
Ketika menjelaskan kata al-Jannah (g:bا) dalam ayat tersebut az-
Zamakhsyari menggunakan sepenggal dari Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh
Zuhair ibn Sulmy :
Az-Zamakhsyari menjelaskan:
133 Ahmad al-Hasyimi, Jauharul Balaghah,… Hal. 259
92
g:b.��ف : وا` �����ا TQ�F.�ا b;و ا `f:67.�ن م? اا
2,�Biأ . :^�ل زه�
*�=dس g:3 J=6**
HاS' Gf, أي . J�R مJ:A ا6.Iدا wآ� وآ �),D�Q�F.(� ، وا.
آD,(� ، م? مNBر g:3 إذا س. $، و*����(� س���� lg:b ا.J هJ ا� ة
.�� )�(� م? اb:�ن) S)g:3اب وس��l دار ا]. س. ة وا@Nة � ط ا.��)(�
“Surga (g:bا): kebun yang di dalamnya berisi pohon kurma dan pohon lainnya yang lebat dan membayangi dikarenakan ranting-rantingnya yang rimbun. Zuhair berkata: dia minum dari Jannah yang memiliki pohon kurma yang panjang. Atau pohon kurma yang panjang. Dan susunan dapat berarti tersmbunyi ( karena kelebatannya dan kerimbunannya maka dinamakan,(س.Jannah yang berarti murroh, dari mashdarnya jannah apabila ia menutupinya, seperti sebuah tempat untuk berteduh karena kerimbunannya. Dan disebut juga sebagai rumah pahala-pahala (jannah) karena di dalamnya terdapat pohon-pohon panjang yang banyak”134 Dari keterangan di atas jelas terihat dalam menjelaskan kata jannah yang ia
artikan dengan pohon kurma yang panjang, az-Zamakhsyari memperkuat
penafsirannya terhadap kata tersebut dengan menggunakan Syair Jahiliyyah
tersebut, sehingga fungsi Syair Jahiliyyah di atas adalah sebagai Bayãn ataupun
penjelas dari mufradat yaitu jannah.
4. øŒ Î)uρ Ν à6≈ oΨ øŠ‾gwΥ ô ÏiΒ ÉΑ# u tβ öθ tãö�Ïù öΝ ä3tΡθ ãΒθ Ý¡ o„ u þθß™ ÅU# x‹yè ø9 $# tβθ çt¿o2 x‹ãƒ öΝ ä. u !$ oΨ ö/ r&
tβθ ãŠós tFó¡ tƒ uρ öΝ ä.u !$ |¡ ÎΣ 4 ’Îû uρ Ν ä3Ï9≡ sŒ ÖIξ t/ ÏiΒ öΝ ä3În/ §‘ ×Λ Ïà tã ∩⊆∪
“Dan (Ingatlah) ketika kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup
134 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq
al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil…. Hal. 111
93
anak-anakmu yang perempuan. dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu”. Ketika menjelaskan kata yasũmuũnakum (CF,SمS6ی) dalam ayat tersebut az-
Zamakhsyari menggunakan sepenggal dari Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh
‘Amru ibn Kultsum
Az-Zamakhsyari menjelaskan:
)CF,SمS6ی (���� $H��6 إذا أوc 2م. م? س�مS[و ا�? آ� �R ل�^:
�:�( T6fا اذا م� ا��p س�م ا:�س ��6c أ��:� أن ی=
آJ:A�� 2,D یCF,Sj7. وأص�2 م? س�م اgA�6 إذا '�7(�
“(Yasũmũnakum) siapa yang menimpakannya banjir kecuali jika sebelumnya ada perbuatan zhalim. ‘Amru ibn Kultsum berkata: maka tidaklah raja membebankan atau menimpakan banjir kepada manusia jika diantara kita tidak tetap di dalam kehinaan. Dan dasarnya adalah tidaklah seseorang akan menimpakan luka kecuali jika ada sesutau yang menuntunya. Maka yasũmũnakum itu berarti mereka yang menuntut kalian (CF,Sj7ی).135
Dari keterangan di atas jelas terihat dalam menjelaskan kata yasũmũnakum
(CF,SمS6ی) yang ia artikan dengan menuntut (CF,Sj7ی), az-Zamakhsyari memperkuat
penafsirannya terhadap kata tersebut dengan menggunakan Syair Jahiliyyah
tersebut, sehingga fungsi Syair Jahiliyyah di atas adalah sebagai Bayãn ataupun
penjelas dari mufradãt yaitu yasũmũnakum.
135 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 140
94
5. øŒ Î)uρ $ tΡõ‹ s{r& t,≈sV‹ ÏΒ û Í_t/ Ÿ≅ƒÏℜu�ó� Î) Ÿω tβρ߉ç7÷è s? āω Î) ©!$# È ø t$Î!≡ uθ ø9 $$Î/ uρ $ZΡ$ |¡ ôm Î) “ ÏŒ uρ
4’ n1ö�à) ø9 $# 4’ yϑ≈ tGuŠø9 $# uρ ÈÅ6≈ |¡ uΚ ø9$# uρ (#θ ä9θè%uρ Ĩ$ ¨Ψ=Ï9 $ YΖó¡ ãm (#θ ßϑŠÏ%r& uρ nο4θ n=¢Á9 $# (#θ è?# u uρ
nο4θ Ÿ2“9 $# §Ν èO óΟçF øŠ©9 uθ s? āω Î) WξŠÎ=s% öΝ à6ΖÏiΒ Ο çFΡr&uρ šχθàÊ Ì� ÷è•Β ∩∇⊂∪
“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”
Ketika menjelaskan wa bilwãlidaini ihsãnã (�,�6@ی? إNاSو��) dalam ayat
tersebut az-Zamakhsyari menggunakan sepenggal dari Syair Jahiliyyah yang
dikarang oleh Thurfah ibn ‘Abdi.
Az-Zamakhsyari menjelaskan:
*Mهw إG( Pن *=Sل : آ�� *=Sل، إ�7cر )J مJ:A ا:N7A*H (J)ون(
یN اeم ، 2 آMا* ،J):وا e,2 آD,2 سSرع ، وهS أ��K م? ص یn اeم
اءة N7R ا� وأ�J ، إP اyم.]�ل واy,.(�ء^ $ B:*2 و:R 7fیS)(
ویNل 2��R أی<� ^S2 ، وN� H م? إرادة ا=Sل:) هSد( )N7A*Hوا(
و^S2). و^SSا(
أو . و*S:6dن ��SاNی? إ@�6,�: إم� أن ی=Nر) و��SاNی? إ@�6,�(
إ3 اء 2 ) أMc,� م�]�ق �:J إس ا�I`(و^�` هS3 Sاب ^S2 ، وأ@S:6ا
C6=ي ا b2 ^�`، م,Dون: آN7A* H C)��R �:�6^أن: و^�`. وإذا أ $�:Aم
:آ=S2، ر)�) أن()��� @N7A*H ، l(Mوا
95
l,ات ه` أM�ا N)وأن أش JiSا أH أ�(Mا ا4ا3 ي أ@<
مN�fى“(lã ta’budũna) yaitu sebuah ucapan yang berarti larangan, seperti ketika kamu berkata: kamu pergi ke fulan dan kamu berkata kepadanya seperti ini,dan kamu bermaksud untuk perintah, dan ia lebih dari sekedar kejelasan perintah dan larangan karena sesungguhnya perintah itu bersegarakan untuk dilakukan dan diselesaikan,seperti yang disebutkan dalam bacaan ‘Abdullah da Ubay (lã ta’budũ) dan seharusnya perintah itu terjadi dari maksud pembicaraan, demikian juga kata (wa qũlũ). Dan firman Allah swt (wa bil wãlidaini ihsãnã) bisa juga berarti: dan berbaiklah kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya, atau berbuat baiklah. Dan dikatakan juga bahwa wa bil walidaini ihsana dalam ayat ini merupakan jawab dari ( �,Mcأ`�Iا ,yang menunjukkan tempat pelaksanaan sebuah budi pekerti (م�]�ق �:J إسseperti yang dikatakan: jika kita bersumpah atas mereka maka kamu tidak menyembah, maknanya kamu tidak akan menyembah, jika (أن) dihapus maka jadi rafa’, seperti kata Thurfah ibn ‘Abdi: “Maka apakah dengan para pencegah ini akan aku hadirkan keributan” Pada ayat ini az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa kata (ونN7A* H) berarti ( H أن
itu dihapus maka kalimat tersebut menjadi rafa’. Untuk أن N7A*) dan ketikaوا
memperkuat penafsirannya tersebut, Az-Zamakhsyari menggunakan Syair
Jahiliyyah tersebut, yaitu bahwa kata ( pada syair tersebut sebenarnya jadi (أ@<
manshũb karena dimasuki huruf nashab (wB,) yaitu أن dan menjadi marfũ’ (عS( (م
karena dihapuskan, akan tetapi sebaiknya disebutkan setelahnya. Maka Thurfah ibn
‘Abdi sebenarnya ingin berkata:
وا��B:ات اM دS)ب وش dر اS>@ ?R J ی� أی(� ا4ا3
g��:jوا ،*y ?�RN.6�:�6ء اا gز�jاب وم Gف أو ش(Sد Mات ا;
.136l6 مN�fا S '�وp.R، ا��ل
136 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq
al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 160
96
”Wahai para pencegah aku akan hadir ke dalam peperangan dan menyaksikan nikmatnya kemenangan, pembunuhan, harta rampasan, atau menyaksikan nikmatnya para peminum dan bercakap-cakap dengan perempuan yang memanggil-manggil untuk menghabiskan harta, aku bukanlah orang yang mengekalkan untukku walaupun engkau menyetujuinya” Dari keterangan di atas fungsi penggunnan Syair Jahiliyyah dalam tafsir pada
ayat ini adalah penjelas bagi penafsirannya dalam tata bahasanya yaitu pada sisi
nahwu dan balagahnya.
6. Ï !# t� s) à9ù=Ï9 šÏ%©!$# (#ρã� ÅÁ ôm é& † Îû È≅‹Î6 y™ «! $# Ÿω šχθãè‹ ÏÜtGó¡ tƒ $ \/ ö� |Ê †Îû
Ä⇓ö‘ F{$# ÞΟ ßγç7 |¡ øts† ã≅ Ïδ$ yf ø9$# u !$ u‹ÏΖøîr& š∅ ÏΒ É# ’9yè −G9 $# Ν ßγ èùÌ� ÷ès? öΝßγ≈ yϑŠÅ¡ Î/ Ÿω šχθè=t↔ó¡ tƒ šZ$Ψ9 $# $ ]ù$ ys ø9 Î) 3 $tΒ uρ (#θ à) Ï9Ζè? ô ÏΒ 9�ö� yz �χÎ* sù ©! $# ϵ Î/ íΟŠÎ=tæ
∩⊄∠⊂∪
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui”.137
Ketika menjelaskan kata ilhãf (ف�dإ )dalam ayat tersebut az-Zamakhsyari
menggunakan sepenggal dari Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh Imroul Qais.
137 QS. Al-Baqarah: 273
97
Az-Zamkhsyari menjelaskan:
. وأن H ی� ق إJ;� Hء ی�BA$، وهS ا�4وم، اy�dح: واy�dف
C)S^ ?2: م(�d `>( ?م J:�d ،$N:R م? )<` م� J,�+Rأي أ . ?Rو
، إن ا� *�AP یwd اJd اC��d ا�.J7:)T�A ص�P ا� 2��R وس�Cا
Td��ل ا�z6ي اM7ا �j7و� ($�:Aوم : Cو T+�.� اSDا سSDإن س C),أ
:آ=S2، هJ�, S �6~ال واy�dف �A��3: ی�Sdا و^�`
w@H J�R138 $ى ��:�رN.)یH
139ی یJ�, N ا�:�ر واHه.Nاء �2
”(Ilhaaf) berarti meminta dengan terus mendesak/memaksa atau juga (ilhaah), yang terus menerus, dan tidak akan berhenti sampai ada sesuatu yang menghentikannya. Ada pendapat lain: maka aku akan menerima dengan kedua telapak tanganku bagi siapa yang mengutamakan desakannya, atau berikanlah aku dari keutamaan apa yang ia miliki. Dan dari Nabi saw bersabda: sesungguhnya Allah swt menyukai kehidupan yang sabar dan menjauhkan diri dari segala yang buruk, dan sangat membenci perkataan keji peminta yang mendesak. Artinya bahwa jika mereka meminta maka mereka meminta dengan lembut dan tidak memaksa dan dikatakan: bahwa ia menafikan untuk permintaan dan pemaksaan semuanya, seperti perkataan Imroul Qais: “maka jika tidak dengan perkataan yang baik,ia tidak akan mendapatkan petunjuk dengan penjelasannya”. Pada syair ini Imroul Qais ingin menafikan atau meniadakan penjelasan dan pemberian petunjuk dengannya”
Pada kalimat (�(�d:�س ان اS�z6یH) dalam ayat ini az-Zamakhsyari menjelaskan
bahwa kalimat tersebut dapat bermakna peniadaan semua permintaan dan
pemaksaan (�A��3 ف�dH6~ال وا� J�,) artinya bahwa ayat ini ingin menafikan saling
meminta secara memaksa atau mendesak, ini sesuai dengan kaidah ilmu balaghah
138 Memiliki makna: cara yang jelas (N@وا xی '). Lihat Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad
ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl …. Hal. 314
139 Abd Al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar Al-Zamakhsyari, al-Kasysyãf ‘an Haqã’iq al-Tanzîl wa ‘Uyũn al-Aqãwîl fî Wujũh al-Ta’wîl…. Hal. 314
98
(2��bء ��یJ;ا J�,)140. Untuk memperkuat penjelasannya tersebut, az-Zamakhsyari
mencontohkan penggunaan tersebut dengan Syair Jahiliyyah yang dikarang oleh
Imroul Qais. Maka dari itu fungsi penggunaan Syair Jahiliyyah pada ayat tersebut
adalah sebagai Bayãn atau penjelas penafsiran dalam hal ini menjelaskan unsur-
unsur balaghahnya.
B. Penggunaan az-Zamakhsyari Syair Jahiliyyah dalam tafsir al-Kasysyaf pada surat al-
Baqarah
Setelah mengetahui beberapa fungsi di atas, tidak ada sebab khusus mengapa
az-Zamakhsyari menggunakan Syair Jahiliyyah dalam penafsirannya terhadap
beberapa ayat dalam surat al-Baqarah, karena az-Zamakhsyari hanya menggunakan
Syair Jahiliyyah untuk memperkuat dan membantu penafsirannya dalam
menjelaskan kata maupun kalimat terutama dari segi tata bahasanya baik nahwu
maupun shorof, juga dalam kaidah-kaidah balaghahnya.
Az-Zamakhsyari merupakan seorang yang ahli dalam bidang sastra Arab,
balaghah, nahwunya atau gramatikanya termasuk juga ahli dalam bidang syair-syair
Arab, ini dilandasi dengan beberapa karyanya dalam bidang sastra seperti: Dîwân
Rasâ’il, Dîwân al-Tamsîl, Taslyât al-Darir. Az-Zamakhsyari mempelajari sastra
dan syair Arab dari gurunya yang merupakan seorang penyair dan guru yang
terkenal di Khawarizm yaitu Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-Naisabury. Oleh
karena itu tidak mengherankan kalau bidang-bidang keahliannya itu juga sangat
mewarnai hasil penafsirannya termasuk juga menafsirkan ayat-ayat al-Quran
menggunakan menggunakan syair-syair Arab termasuk juga syair jahiliyyah. Al-
140 Yaitu untuk meniadakan hubungan antara satu urusan dangan urusan yang lain, walaupun
dengan sebuah keputusan yang dimaksud adalah meniadakannya juga. Lihat Ahmad al-Hasyimi, Jauharul Balaghah,… Hal. 384
99
Zahabi, misalnya, menyatakan bahwa penafsiran az-Zamakhsyari lebih banyak
berorientasi pada aspek balaghah, untuk meningkap keindahan dan rahasia yang
terkandung dalam al-Quran, sehingga tafsir al-Kasysyaf sangat terkenal di negara-
negara Islam di belahan Timur, karena di sana perhatian masyarakat terhadap
kesusastraan sangatlah besar.141
Senada dengan di atas, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa di antara tafsir
yang baik dan paling mampu mengungkapkan makna al-Quran dengan pendekatan
bahasa dan balâghah adalah tafsir al-Kasysyaf karena keahlian penulisnya dalam
bidang sastra dan balâghah. Hanya saja penyusunannya bermadzhab Mu’tazilah
dalam masalah Aqidah. Dengan balâghah ia membela madzhabnya dalam
menafsirkan al-Quran. Karena itu, sebagian ulama ahlussunnah wal jama’ah
menentangnya juga dengan balaghah.142
Dan perlu diperhatikan juga di sini bahwa penggunaan Syair Jahiliyyah
sebagai media penafsiran al-Quran khususnya dalam tafsir al-Kasysyaf tidak
mengganggu isi kandungan al-Quran, karena ia digunakan hanya untuk menunjukkan
dan menggali keindahan bahasa al-Quran yang tiada lain adalah bahasa Arab, yang
pada saat al-Quran turun Syair Jahiliyyah selalu menjadi acuan masyarakat dalam
keindahan sastra Arab.
Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa az-Zamakhsyari
adalah seorang yang ahli dalam bidang sastra, balaghah serta syair-syair Arab,
sehingga dalam tafsirnya al-Kasysyaf sangat penuh dengan muatan sastra, balaghah
juga syair-syair Arab. Maka dari itu adanya penggunaan syair-syair Arab dalam
141 Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1976), hal. 442
142 Ibnu Khaldun, Muqaddimah,........... Hal. 149
100
penafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran dalam tafsir al-Kasysyaf sangat di latar
belakangi oleh keahliannya dalam bidang sastra termasuk syair-syair Arab yang ia
pelajari dari gurunya yang juga seorang penyair yang terkenal di Khawarizm yaitu
Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-Naisabury.
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berikut hasil penelitian penulis terhadap penggunaan Syair Jahiliyyah dalam
tafsir al-kasysyaf pada surat al-Baqarah:
1. Karakteristik Syair Jahiliyyah adalah sebagai berikut:
a) Kefanatikan terhadap kabilah-kabilahnya masing-msing sehingga syair-
syair yang muncul adalah pembanggaan terhadap kabilah-kabilah mereka
masing-masing.
b) Syair-Syair Jahiliyyah juga umumnya berisikan tentang peperangan seperti
keberanian dalam peperangan, anjuran untuk berperang, menuntut balas,
pujian, celaan dan menumbuhkan semangat juang.
c) Syair-Syair Jahiliyyah juga sering berbentuk sifat-sifat kehewanan, serta
keadaan lingkungan sekitar mereka.
d) Beberapa Syair-Syair Jahiliyyah juga tidak luput dari nilai-nilai positif yang
dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat juang.
2. Fungsi penggunaan Syair Jahiliyyah dalam tafsir al-Kasysyaf pada surat al-
Baqarah adalah sebagai berikut:
a) Syair Jahiliyyah berfungsi sebagai penjelas kata ataupun Bayãn lil mufradãt
(���ن ��� دات)
b) Syair Jahiliyyah berfungsi sebagai penjelas penafsirannya yang berhubungan
dengan tata bahasa baik nahwu maupun sharaf
102
c) Syair Jahiliyyah berfungsi sebagai penjelas penafsirannya yang berhubungan
dengan ilmu balagahnya.
3. Tidak ada sebab khusus mengapa az-Zamakhsyari menggunakan Syair
Jahiliyyah dalam penafsirannya terhadap beberapa ayat dalam surat al-Baqarah,
karena az-zamakhsyari hanya menggunakan Syair Jahiliyyah untuk memperkuat
dan membantu penafsirannya dalam menjelaskan kata maupun kalimat terutama
dari segi tata bahasanya baik nahwu maupun shorof, juga dalam kaidah-kaidah
balaghahnya. Akan tetapi penulis berkesimpulan setelah mempelajari biografi
az-Zamakhsyari bahwa kecendrungan az-Zamakhsyari menggunakan Syair
Jahiliyyah ialah selain dia insten dalam memperdalam bahasa dan sastra Arab
juga disebabkan oleh pengaruh dari gurunya yang merupakan seorang penyair
dan guru yang terkenal di Khawarizm yaitu Abi al-Hasan ibn al-Mudzaffar al-
Naisabury.
B. Saran-Saran
Pemahaman tafsir Bayãnî perlu dikembangkan dengan tidak hanya memaknai
Bayãn berkaitan dengan makna lafadz secara literal dan terminologis maupun
keindahan bahasa dan sastra saja, namun eksistensi lafadz juga tidak bisa dilepaskan
dari konteks rasionalitas dan makna kontekstual. Karena itu, tafsîr Bayãnî harus
dimaknai sebagai tafsir yang mampu menjelaskan dan mengungkap makna ayat al-
Quran, baik secara literer, terminologis, rasional maupun kontekstual, sehingga lebih
dapat membuktikan kemukjizatan al-Quran sebagai bentuk dan pedoman bagi
manusia, sekaligus membuktikan kebenaran al-Quran sebagai kalam Allah swt yang
suci dan abadi.
103
Di samping itu, tafsir Bayãnî sebagai sebuah metode tafsir dengan pendekatan
sastra juga dapat menggunakan teori dan kritik sastra modern seperti hermeneutika,
linguistik, semiotik, semantik dan lainnya dapat dijadikan alternatif pengembangan
tafsir kontemporer. Studi al-Quran melalui pendekatan sastra modern tersebut dapat
memungkinkan kalangan non muslim juga dapat melakukan studi al-Quran itu
sendiri. Bahkan dengan metode dan pendekatan sastra modern menjadikan al-Quran
sebagai obyek kajian modern pula.
C. Penutup
Tiada kata yang terucap dari dari mulut dan hati penulis kecuali syukur Kepada
Allah SWT. Apa yang penulis lakukan tidak akan berarti dan tidak akan terlaksana
tanpa campur tangan Allah SWT sabagai sang pencipta. Dan tiada yang diharapkan
kecuali ridho-Nya. Karena ridho inilah yang akan menghantarkan penulis meniti jalan
kehidupan di hari ini khususnya dan hari yang akan datang.
Apa yang penulis hasilkan bukanlan semata-mata hasil kemampuan penulis
yang dianggap mampu membuat serta menyelesaikan skripsi. Ini semua adalah
anugerah Allah SWT yang setiap orang pasti memilikinya. Untuk itu kritik dan saran
dan masukan dari semua pihak adalah yang penulis harapkan dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca.
104
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Amal, Taufik dan Rizal Panggabean, Syamsul 1994, Tafsir Kontekstual Al-
Qur’an: Sebuah Kerangka Konseptual, Bandung: Mizan
Al-Atsir, Diya ad-Din ibn 1959 al-masal as-Sair fi Adab al-Katib wa al-Syair, Mesir:
Math’abah an-Nahdah, vol 1
Ahmad al-Hasyimi 1988, Jauharul Balaghah, Beirut: Dar al-Fikr. Al-Khuli, Amin 1961, Manahij Tajdid Fi an-Nahwa al-Balagah wa Tafsir wa al-Adab,
Kairo : Dar al-Ma’rifah.
Al-Jahiz, Abu Usman tt al-Bayan wa al-Tibyan, Beirut: Dar al-Fikr
Al-Jurjani Abd al-Qahir 2005 Dalail al-Quran, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi
Al-Rummani tt, ANukat fi I’jaz Al-Quran, Mesir: Dar al-Ma’arif
Al-Zahabi, Muhammad Husain 1976, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Beirut: Dâr al-Fikr.
As-Suyuti, Jalaluddin ‘Abdurrahman tt Syarh ‘Uqudul Juman, Semarang: Karya Taha
Putra.
At-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir 1988 Jami’ul Bayan ‘an Ta’wiili Ayil
Quran, Kairo: Dar al-Fikr, Jilid II
……………………………, Jami’ul Bayan ‘an Ta’wiili Ayil Quran, Kairo: Dar al-Fikr,
1988, Jilid V,
Aunul Abied Shah, Muhammad 2001, “Amin Al-Khuli Dan Kodifikasi Metode Tafsir”
Dalam Buku Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah,
Bandung: Mizan
105
Az-Zamakhsyari 1995 , Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad
bin Umar al-Khawarizmi, Tafsir Al-Kasysyaf, Beirut : Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah.
Az-Ziyat, Ahmad Husain 1977 Taarikhu Al-Adaab Al-Arabiy, Kairo: Darr Nahdloh Mesir
Dha’if, Syauqi, Tarikhu al-Adab al-‘Arabiyy, Mesir: Dar al-Ma’arif.
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2004, Studi
Kitab Tafsir, Yogyakarta : TERAS
Faudah, Mahmud Basuni 1990 Tafsir-Tafsir al-Quran: Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir. Bandung: Pustaka
Hadziq, Abdullah 1985, Studi Sastra Sekitar Beberapa Mutiara Qashidah Karya Tujuh
Penyair Terkenal Zaman Jahiliyah, Semarang : Pusat Pembinaan Bahasa
IAIN Walisongo.
Husein, Taha, Min Hadiitsi As-syi’r wa Al-Natsri, Kairo: Dar al-Ma’arif, 2004
Ichwan, Muhammad Nur 2001 Memasuki Dunia Al-Quran, Semarang: Lubuk Raya
……………………2002, Mamahami Bahasa al-Quran, Semarang: Pustaka Pelajar.
Izutsu, Toshihiko 1997, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik terhadap al-
Qur’an, terj. Agus Fahri Husein, dkk.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Marjulius D. S. 1988, Ushul Asy-syi’r Al-Arabi,terj. DR. Yahya al-Jabburiyyu Beirut:
Muassasatur Risalah
Munawwir, A. W. 1997 Kamus Al-Munawwwir Arab-Indonesia Terlengkap Surabaya :
Pustaka Progresif,
106
Mu’in, Hamdani 2008 Metodologi Tafsir Bint As-Syati (Studi Atas Manhaj Bayani dalam
at-Tafsir al-Bayani Li al-Quran al-Karim Karya ‘Aisyah Abdurrahman
Bint asy-Syati), Disertasi pada Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Muzakki, Achmad. 2006. Kesusastraan Arab (Pemgantar Teori dan Terapan),
Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Kartini 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Cet, 7 Bandung: Mandar Maju.
Khallafullah, M. Ahmad 2002, Al-Quran Bukan “Kitab Sejarah”, Seni, Sastra Dan
Moralitas Dalam Kisah-Kisah Al-Quran, terj, Zuhairi Misrawi dan Anis
Maftukhin, Jakarta: Paramadina.
Khaldun, Ibnu, Muqaddimah, (Mesir: Mathba’ah al-Azhariyyah, tt).
Ridha, Muhammad Rasyid 2005 Tafsir al-Quran al-Hakim al-Masyhur bi Tafsir al-
Manar, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Jilid I
Setiawan, M. Nur Kholis 2005 Al-Quran Kitab Sastra Terbesar, Yogyakarta: eLSAQ,
Sihab, M. Quraish 1997, Mukjizat al-Quran, Bandung : Mizan
Zaidan, Jarji, Taariikuhu Adabil Lugah Al-Arabiyyah, (Kairo : Dar al-Ma’rifah, 1975)
107
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Asep Saiful Dzulfikar
Tempat/ tanggal lahir : Subang, 01 Januari 1988
Alamat rumah : Desa Cisem Hilir Kamp. Sebrang Kec. Ciasem Kab. Subang.
Alamat sekarang : Kranggan 3 Kaliwungu Kendal.
Pendidikan:
1. SD Al-Muqaddasah Ngelumpang Mlarak Ponorogo lulus tahun 1999 .
2. SMP Tahfidz Al-Amien Prenduan Sumenep lulus tahun 2002.
3. SMA Tahfidz Al-Amien Prenduaan Sumenep lulus tahun 2005.
4. Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang.
Demikian riwayat hidup penulis dibuat dengan sebenar-benarnya, kepada yang
berkepentingan harap menjadikan maklum adanya.
Semarang, 08 Juli 2011
Asep Saiful Dzulfikar 064211013
108
top related