fenotipe ayam kampung di kecamatan alas, alas barat, … fenotipe ayam kampung di... · publikasi...
Post on 13-Dec-2020
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FENOTIPE AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN ALAS, ALAS BARAT,
DAN UTAN KABUPATEN SUMBAWA
PUBLIKASI ILMIAH
Diserahkan Guna Memenuhi Sebagai Syarat yang Diperlukan
untuk Mendepatkan Derajat Sarjana Peternakan
pada Progam Studi Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
OLEH :
KHAERUDDINSYAH
B1D014134
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2018
FENOTIPE AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN ALAS, ALAS BARAT,
DAN UTAN KABUPATEN SUMBAWA
PUBLIKASI ILMIAH
OLEH :
KHAERUDDINSYAH
B1D014134
Diserahkan Guna Memenuhi Sebagai Syarat yang Diperlukan
untuk Mendepatkan Derajat Sarjana Peternakan
pada Progam Studi Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
Menyetujui
Pembimbing Utama
Ir. Lestari, MP
NIP. 19580618 198403 2001
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2018
FENOTIPE AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN ALAS, ALAS BARAT,
DAN UTAN KABUPATEN SUMBAWA
INTISARI
Khaeruddinsyah/B1D 014 134/Fakultas
Peternakan Universitas Mataram
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fenotipe ayam kampung
meliputi sifat kualitatif dan kuantitatif di tiga kecamatan yaitu Alas, Alas Barat,
dan Utan Kabupaten Sumbawa. Penelitian ini di laksanakan pada bulan Maret
sampai April 2018. Materi yang digunakan adalah ayam kampung dewasa
sebanyak 270 ekor dengan jantan 135 ekor dan betina 135 ekor. Pengambilan
sampel dilakukan secara Random Sampling.Variabel yang diamati yaitu sifat
kualitatif meliputi warna bulu, warna shank, warna kulit, warna cuping dan bentuk
jengger. Sifat kuantitatif meliputi panjang shank, panjang tibia, panjang femur,
jarak antar tulang pubis, jarak tulang pubis dengan tulang dada, tinggi jengger,
bobot badan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan ayam jantan di tiga kecamatan sebagian besar memiliki jengger
mawar (45,19 persen), tetapi tidak ditemukan jengger walnut. Ayam betina
berjengger walnut 51,11 persen dan paling sedikit tipe mawar (8,15 persen).
Warna bulu pada jantan didominasi columbian 47,41 persen, warna abu-abu tidak
ditemukan. Ayam betina sebagian besar warna bulu hitam 31,11 persen, tetapi
warna bulu columbian tidak ditemukan. Warna shank yaitu kuning pada jantan
57,78 persen maupun betina 50,37 persen. Warna kulit didominasi warna putih
pada jantan 96,30 persen dan betina 91,85. Warna cuping telinga yaitu warna
merah dan putih, warna merah pada jantan 91,85 persen dan betina 92,59 persen.
Tinggi jengger jantan 25,88±9,57 mm dan betina 14,24±4,96 mm. Panjang tibia
jantan 101,95±12,18 mm dan betina 88,45±10,21 mm. Panjang femur 95,53±8,43
mm pada jantan dan 90,21±10,08 mm pada betina. Bobot badan jantan yaitu
2.156±228 g dan betina 1.715±233 g. Jarak antara tulang pubis 39,49±7,65 mm.
Jarak tulang pubis dan ujung tulang dengan 52,92±13,61 mm.
Kata Kunci : Fenotipe, Ayam Kampung, Sifat Kualitatif, Sifat Kuantitatif.
THE PHENOTYPE OF KAMPONG CHICKEN IN ALAS, WEST ALAS,
AND UTAN DISTRICT OF SUMBAWA REGENCY
ABSTRACT
Khaeruddinsyah/B1D 014 134/Faculty of
Animal Husbandry Mataram University
The research to know the phenotype of kampong chicken in Alas, West
Alas, and Utan Districts of Sumbawa Regency using 135 cockerels and 135 hen
was carried out from March to April 2018. The chiken samples were taken
randomly. The variables observed were qualitative as well as quantitive
characters. The qualitative characters were the color of feather, shank, skin, ear
lobe, and comb type. The quantitative characters were body weight, femur length,
the distance between pubic bones, the distance between the pubib bone and the
breastbone, as well as comb height. The result showed that in rooster most of
comb type in the three districts was rose (45.19%), no walnut type was found,
while the comb type in female mostly was walnut (51,11%), the rose type was
only 8.15%. The feather color of rooster mostly was columbian (47.41%), whilw
the female feather color mostly was black. Both rooster and hen shank color
mostly was yellow (57.78 %and 50,37%). White color was dominated skin color
both in rooster and hen (96.30% and 91,85%). There were two color of ear lobe,
red and white. Red color was dominant both in rooster and hen (91.85% and
92.59%). The body weight of the rooster was 2.156+228 g, and 1.715+233 g for
the hen. The femur length was 95.53+8.43 mm for the rooster and
90.21+10.08mm for the hen. The shank length was 101.95+12.18 mm for the
rooster and 88.45+10.21 mm for the hen. The comb height was 25.88+9.57 mm
for rooster, and 14.24+4.96 mm for the hen. In female kampong chiken the
distance between pubic bones was 39.49+7.65, while the distance between pubic
bone and breast bone was 52.92+13.61 mm.
Key Words: Phenotype, Qualitative, Quantitative, kampong chicken.
1
PENDAHULUAN
Ayam kampung merupakan salah satu sumber kekayaan genetik ternak
lokal ada di Indonesia. Ayam kampung mudah dipelihara ayam kampung,
mempunyai daya tahan tubuh tinggi terhadap penyakit, tetapi memiliki
produktivitas rendah.
Rendahnya pertumbuhan ayam kampung disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah faktor genetik. Genetik ayam kampung sangat
beragam yang diekspresikan sebagai keragaman sifat kualitatif dan kuantitatif.
Cara mengetahui keragaman sifat-sifat genetik tersebut, diawali dengan
identifikasi secara individual kemudian dicari frekuensi dari sifat-sifat genetik
tersebut.
Sifat kualitatif ayam kampung meliputi warna bulu, bentuk jengger dan
warna kulit kaki / shank, sedangkan sifat kuantitatif meliputi panjang
tarsometatarsus, panjang tibia, panjang femur, tinggi jengger, jarak tulang pubis,
bobot badan dan lain-lain (Nishida dkk., 1982). Kabupaten Sumbawa merupakan
salah satu daerah dari sepuluh kabupaten/kota yang berada di wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB), terdiri dari 24 kecamatan. Keadaan daerah Sumbawa
bervariasi yaitu daerah pantai, gunung, hutan dan lain-lain (Putra, 2012).
Populasi ayam kampung menyebar secara merata dengan penyebaran
jumlah populasi yang berbeda-beda di tiap kecamatan. Sistem pemeliharaan yang
digunakan masyarakat bervariasi, Salah satu sistem pemeliharaan yaittu semi
intensif (Anonim, 2012). Hal ini menyebabkan keragaman fenotipe maupun
genotipe karena tidak dilakukan pengaturan pemeliharaan, untuk seleksi
perkawinan (Sartika dkk, 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenotipe ayam kampung yang
dilakukan di Kecamatan Alas (mewaliki daerah gunung), Alas Barat (mewakili
daerah kaki gunung) dan Utan (meawakili daerah pantai) Kabupaten Sumbawa
yang terdiri atas sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif.
2
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Maret sampai April 2018 di
Kabupaten Sumbawa. Pemilihan kecamatan dilakukan secara purposive sampling,
yaitu daerah gunung diwakili Kecamatan Alas, daerah hutan diwakili Kecamatan
Alas Barat, dan daerah pantai diwakili Kecamatan Utan. Pengambilan Sampel
dilakukan secara acak. Setiap kecamatan diambil 45 ekor ayam jantan dan 45 ekor
ayam betina dewasa, sehingga total sampel sebanyak 270 ekor. Data sifat
kualitatif di hitung persentasenya menggunakan rumus (Supranto, 1990) :
P = ∑ 𝐗𝐢
𝒏x100%
Keterangan :
P = Persentase
Ʃ = Jumlah individu
xi = Nilai pengamatan ke-i
n = Jumlah sampel
Data Kuantitatif yang diperoleh ditabulasikan berdasarkan variable yang
diukur, kemudian dianalisis menggunakan analisis sederhana dengan menghitung
rataan dan simpangan baku (standar deviasi). Perhitungan rataan dilakukan
dengan rumus (Supranto, 1990) :
�̅� =∑ Xi
𝑛
𝑠 = √∑(𝑥𝑖−�̅�)2
𝑛−1
Keterangan :
�̅� = Nilai rata-rata pengamatan atau rata-rata sampel
∑ = Penjumlahan
xi = Nilai pengamatan ke-i
n = Jumlah sampel
S = Standar deviasi
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Wilayah Penelitian
Kondisi Kabupaten Sumbawa merupakan daerah pegunungan, hutan dan
pantai. Pekerjaan masyarakat di Kabupaten Sumbawa sebagian besar sebagai
petani. Beternak merupakan usaha sampingan masyarakat, salah satu ternak yang
dipelihara oleh masyarakat adalah ayam kampung.
Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung
Jumlah ayam yang dipelihara untuk setiap peternak berkisar antara 10-50
ekor denan tingkat pendidikan peternakan berkisar antara Sekolah Dasar (SD)
hingga Sarjana. Manajemen pemeliharaan ayam kampung yang dilakukan oleh
masyarakat masih sederhana. Kandang ayam masih dibuat seadanya di belakang
atau samping dan di kolong-kolong rumah masyarakat. Kandang hanya digunakan
pada malam hari, sedangkan pada siang hari ayam kampung dibiarkan lepas
begitu saja. Jenis pakan yang diberikan yaitu dedak yang dicampur nasi sisa
dengan jumlah pemberian yang tidak menentu. Pakan diberikan rata-rata tiga kali
sehari yaitu pagi, siang dan sore.
Fenotipe Ayam Kampung
Fenotip ayam kampung terdiri dari sifat kualitatif dan kuantitatif
Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan
dan dikelompokkan secara tegas. Sifat kualitatif meliputi : bentuk jengger, warna
bulu, warna shank, warna kulit dan warna cuping telinga.
Bentuk Jengger
Bentuk jengger di tiga kecamatan terlihat pada ayam kampung jantan
didominasi jengger mawar 45,19 persen dan betina berjengger walnut 51,11
persen dari hasil pengamatan bentuk jengger ayam kampung di Kabupaten
Sumbawa seperti pada table 1.
4
Tabel 1. Bentuk jengger ayam kampung jantan dan betina di Kecamatan Alas,
Alas Barat dan Utan Kabupaten Sumbawa
Bentuk
Jengger
Kecamatan
Alas Alas Barat Utan Rata-Rata
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
Mawar 21
(46,67)
4
(8,89)
24
(53,33)
3
(6,67)
16
(35,56)
4
(8,89)
20
(45,19)
4
(8,15)
Tunggal 14
(31,11)
5
(11,11)
12
(26,67)
9
(20,00)
18
(40,00)
7
(15,56)
15
(32,59)
7
(15,56)
Pea 10
(22,22)
12
(26,67)
9
(20,00)
14
(31,11)
11
(24,44)
8
(17,78)
10
(22,22)
11
(25,19)
Walnut 0
(0,00)
24
(53,33)
0
(0,00)
19
(42,22)
0
(0,00)
26
(57,78)
0
(0,00)
23
(51,11)
Menurut Tarigan (2010) ciri khas ayam hutan merah (Gallus gallus) yang
merupakan moyang sebagian ayam piara yang ada sekarang mempunyai bentuk
jengger tunggal. Perbedaan bentuk jengger disebabkan karena terjadi perkawinan
silang antara berbagai macam jenis ayam kampung, sehingga berinteraksi atau
saling mempengaruhi antara gen-gen yang dimiliki (Mulyono et al., 2009),
Bentuk jengger tunggal disebabkan karena adanya pengaruh genotipe heterzigot
resesif rrpp ,sehingga mudah terpengaruh dan berubah bentuk/tipe. Menurut
Suryo (2012), ayam berjengger walnut merupakan hasil persilangan ayam
berjengger mawar (Rp) dengan ayam berjengger pea (rP). Ayam berjengger
mawar merupakan hasil persilangan dari bentuk pea (rP) dengan bentuk jengger
tunggal (rp)..
Warna Bulu
Hasil pengamatan terhadap warna bulu ayam kampung di Kecamatan Alas,
Alas Barat dan Utan Kabupaten Sumbawa disajikan pada table 2.
5
Tabel 2. Warna bulu ayam kampung jantan dan betina di Kecamatan Alas, Alas
Barat dan Utan Kabupaten Sumbawa
Bentuk
Jengger
Kecamatan
Alas Alas Barat Utan Rata-Rata
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
Columbian 16
(35,56)
0
(0,00)
23
(51,11)
0
(0,00)
25
(55,56)
0
(0,00)
21
(47,41)
0
(0,00)
Emas 5
(11,11)
3
(6,67)
4
(8,89)
5
(11,11)
3
(6,67)
7
(15,56)
4
(8,89)
5
(11,11)
Burik 10
(22,22)
12
(26,67)
7
(15,56)
8
(17,78)
10
(22,22)
9
(20,00)
9
(20,00)
10
(21,48)
Liar 4
(8,89)
5
(11,11)
3
(6,67)
5
(11,11)
1
(2,22)
6
(13,33)
3
(5,93)
5
(11,85)
Hitam 2
(4,44)
12
(26,67)
2
(4,44)
16
(35,56)
4
(8,89)
14
(31,11)
3
(5,93)
14
(31,11)
Putih 8
(17,78)
9
(20,00)
5
(11,11)
9
(20,00)
2
(4,44)
8
(17,78)
5
(11,11)
9
(19,26)
Abu-Abu 0
(0,00)
4
(8,89)
1
(2,22)
2
(4,44)
0
(0,00)
1
(2,22)
0
(0,74)
2
(5,19)
Tabel 2 menunjukkan, warna bulu ayam kampung di ketiga kecamatan didominasi
warna bulu columbian 47,41 persen pada jantan dan pada betina warna bulu hitam
31,11 persen
Warna bulu ayam kampung hasil penelitian ini bervariasi. Amlia (2016)
menyatakan warna bulu ayam kampung sangat bervariasi. Menurut Tantu (2007)
bahwa ayam kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri
khas, dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam.
Keragaman warna bulu ayam kampung terjadi karena percampuran antara
gen-gen ayam hutan merah, ayam hutan abu-abu, ayam hutan Sri Langka, dan
ayam hutan hijau, sehingga memberikan variasi warna yang beragam (Rasyaf,
2011).
Warna Shank
Hasil pengamatan terhadap sifat kualitatif warna shank ayam kampung di
ketiga kecamatan pada Kabupaten Sumbawa banyak dijumpai pada ayam
kampung jantan 57,78 persen dan betina 50,37 persen seperti yang disajikan pada
table 3.
6
Tabel 3. Warna shank ayam kampung jantan dan betina di Kecamatan Alas, Alas
Barat dan Utan Kabupaten Sumbawa
Warna
Shank
Kecamatan
Alas Alas Barat Utan Rata-Rata
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
Kuning 22
(48,89)
23
(51,11)
30
(66,67)
25
(55,56)
26
(57,78)
20
(44,44)
25
(57,78)
22
(50,37)
Hitam 8
(17,78)
10
(22,22)
6
13,33)
7
(15,56)
8
(17,78)
13
(28,89)
7
(16,30)
10
(22,22)
Putih 15
(26,67)
12
(33,33)
9
(20,00)
13
(28,89)
11
(24,44)
12
(26,67)
11
(23,70)
13
(29,63)
Menurut Scanes et al. (2003) beberapa warna shank berbeda ditemukan
pada ayam karena kombinasi pigmen yang berbeda di lapisan atas dan bawah
kulit. Rusdin (2007) menyatakan warna shank merupakan penampilan dari adanya
beberapa pigmen tertentu yang terdapat pada dermis dan epidermis. Karakteristik
warna kuning disebabkan adanya pigmen lipokrom pada lapisan epidermis.
Warna Kulit
Hasil penelitian sifat kualitatif terhadap warna kulit di Kecamatan Alas,
Alas Barat, dan Utan Kabupaten Sumbawa seperti disajikan pada table 4.
Tabel 4. Warna kulit ayam kampung jantan dan betina di Kecamatan Alas, Alas
Barat dan Utan Kabupaten Sumbawa
Warna
Kulit
Kecamatan
Alas Alas Barat Utan Rata-Rata
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
Kuning 3
(6,67)
6
(13,33)
0
(0,00)
1
(2,22)
2
(4,44)
4
(8,89)
2
(3,70)
4
(8,15)
Putih 42
(93,33)
39
(86,67)
45
(100,00)
44
(97,78)
43
(95,56)
41
(91,11)
43
(96,30)
41
(91,85)
Pada ayam jantan maupun betina banyak dijumpai Warna kulit putih
sebanyak 96,30 persen dan 91,85 persen.
7
Warna putih pada kulit diturunkan oleh tetua dari kelas Inggis, Amerika,
dan Asia seperti Cornish, Plymouth Rock, Wyandotte, Rhode Island Red,
Hampshire, Brahma, Langshan, dan Chochin China merupakan ayam-ayam yang
memiliki ciri-ciri kulit putih (Suprijatna, 2005).
Warna kulit kuning merupakan turunan dari tetuanya yaitu ayam kampung
berleher gundul (Lestari dkk., 2013). Warna kulit kuning disebabkan kelebihan
zat besi (Fe) penyusun Hemoglobin (Hb) yang diturunkan pada anaknya
(Purniawati, 2014). Terdapatnya zat besi (Fe) dalam jumlah berlebihan akan
disimpan dalam bentuk feritin pada hati. Feritin menyebabkan warna kuning pada
seluruh tubuh.
Warna Cuping Telinga
Hasil Pengamatan sifat kualitatif pada warna cuping seperti disajikan pada
table 5.
Tabel 5. Warna cuping telinga ayam kampung jantan di Kecamatan Alas, Alas
Barat dan Utan Kabupaten Sumbawa
Warna
Cuping
Kecamatan
Alas Alas Barat Utan Rata-Rata
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
♂(ekor) (%)
♀(ekor) (%)
Merah 41
(91,11)
38
(84,44)
43
(95,56)
45
(100)
40
(88,89)
42
(93,33)
41
(91,85)
42
(92,59)
Putih 4
(8,89)
7
(15,56)
2
(4,44)
0
(0,00)
5
(11,11)
3
(6,67)
4
(8,15)
3
(7,41)
Rata-rata persentase warna cuping telinga ayam kampung jantan
didominasi oleh warna cuping merah 91,85 persen dan betina 92,59 persen.
Menurut Rusdin (2007) bangsa-bangsa ayam Mediteranean bercuping
telinga putih. Sedikitnya ayam kampung yang bercuping telinga putih karena
nenek moyang ayam Mediteranean sudah punah dan sekarang menjadi ayam
kelas Asia (Tarigan, 2010).
Menurut Crawford (1990), bahwa sebagian besar breed ayam mempunyai
cuping telinga berwarna merah, tetapi breed dari kelas mediteranean (Leghorn,
Minorca, dan Spanish) mempunyai cuping berwarna putih.
8
Sifat Kuantitatif
Sifat kuantitatif meliputi pengukuran beberapa variabel pada tubuh ternak
yaitu pengukuran pada tinggi jengger, panjang tulang shank, tibia, femur, bobot
badan, jarak antar tulang pubis, dan jarak antara ujung tulang pubis dengan ujung
tulang dada.
Tabel 11. Rata-rata sifat kuantitatif ayam kampung jantan dan betina di
Kecamatan Alas, Alas Barat dan Utan Kabupaten Sumbawa
Kecamatan Variabel Rata-Rata SD KK(%)
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
Alas TJ (mm) 26,49 13,23 10,71 5,12 40,43 38,70
PS (mm) 90,69 82,65 8,42 10,67 9,28 12,91
PT (mm) 106,29 94,79 15,58 9,02 14,66 9,52
PF (mm) 96,08 93,31 7,95 8,60 8,27 9,22
BB (g) 2.239 1.718 265 210 11,84 12,22
JP (mm) 0 43,90 0 7,44 0 16,95
JPD (mm) 0 57,53 0 13,68 0 23,78
Alas Barat TJ (mm) 24,07 15,35 8,33 4,80 34,61 31,27
PS (mm) 94,19 77,71 7,88 10,84 8,37 13,95
PT (mm) 105,76 88,45 10,68 11,78 10,10 13,32
PF (mm) 98,20 87,11 8,40 9,19 8,55 10,55
BB (g) 2.142 1.733 197 235 9,20 13,56
JP (mm) 0 39,75 0 8,48 0 21,33
JPD (mm) 0 50,77 0 16,20 0 31,91
Utan TJ (mm) 27,68 13,12 9,66 4,97 34,90 37,88
PS (mm) 92,72 75,09 8,34 10,28 8,99 13,69
PT (mm) 101,50 84,83 10,28 9,82 10,13 11,58
PF (mm) 94,98 81,50 8,94 11,56 9,41 14,18
BB (g) 2.088 1693 221 254 10,54 15,00
JP (mm) 0 34,83 0 7,02 0 20,16
JPD (mm) 0 50,46 0 10,96 0 21,72
Rata-Rata TJ (mm) 25,88 14,24 9,57 4,96 36,98 34,83
PS (mm) 92,53 82,65 8,21 10,76 8,87 13,02
PT (mm) 101,95 88,45 12,18 10,21 11,95 11,54
PF (mm) 95,53 90,21 8,43 10,08 8,82 11,17
BB (g) 2.156 1.715 228 233 10,53 13,59
JP (mm) 0 39,49 0 7,65 0 19,37
JPD (mm) 0 52,92 0 13,61 0 25,72
Keterangan: SD= Standar deviasi; KK= Koefisien keragaman TJ= Tinggi jengger;
PS= Panjang shank; PT= Panjang tibia; PF= Panjang femur;
BB= Bobot badan; JP = Jarak Antara Tulang Pubis;
JPD = Jarak Antara T. Pubis dengan Ujung T. Dada
9
Tinggi Jengger
Hasil pengukuran sifat kuantititatif ayam kampung, tinggi jengger ayam
kampung bervariasi dilihat dari persentase koefisien keragaman. Menurut Martojo
(1990) menyatakan bahwa sebaiknya koefisien variasi suatu sifat produksi pada
suatu populasi tidak lebih dari 15 persen untuk menyatakan bahwa populasi
tersebut telah seragam. Keragaman ini disebabkan tinggi jengger dari setiap
bentuk/tipe jengger yang berberbeda-beda.
Yuwanta (2004), ukuran jengger berkolerasi positif dengan ukuran testis,
sehingga semakin besar ukuran jengger semakin tinggi reproduksi dari ayam.
Jengger dan gelambir memberikan gambaran terhadap perkembangan gonad dan
sekresi hormon seksual. Menurut Tarigan (2010) semakin tinggi ukuran jengger,
maka semakin banyak hormon reproduksi yang tersimpan.
Panjang Shank
Rata-rata panjang shank ayam kampung di ketiga bervariasi yaitu jantan
92,53 ± 8,42 mm dan betina 82,65 ± 10,76 mm. Perbedaan panjang shank
disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Menurut Warwick dkk. (1995)
penampilan suatu sifat tergantung gen-gen yang dimiliki ternak, tetapi keadaan
lingkungan yang menunjang diperlukan untuk memberikan kesempatan
penampilan suatu sifat secara penuh.
Sistem pemeliharaan dan lingkungan yang berbeda menyebabkan
keragaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusuma dan Prijono (2007) bahwa
variasi ukuran tubuh ayam kampung dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan
asal bibit yang berbeda, lingkungan dan pemeliharaan yang berbeda.
Panjang Tibia
Rata-rata panjang tibia ayam kampung di Kecamatan Alas, Alas Barat dan
Utan Sumbawa pada ayam yaitu jantan 101,95 ± 12,18 mm dan ayam betina 88,45
± 10,21 mm.
Menurut Nozawa (1980) keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan oleh
faktor genetik dan lingkungan, kedua faktor tersebut memberikan pengaruh besar
10
terhadap perbedaan ukuran variabel yang diamati pada ternak untuk berbagai sifat
kuantitatif yang dimiliki. Menurut Soeparno (1998) menyatakan bahwa Jenis
kelamin mempengaruhi pertumbuhan karena dibandingkan dengan ternak betina,
ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dari betina pada umur yang sama.
Pengukuran panjang tulang tibia bertujuan untuk mengetahui kemampuan
produksi daging dari ternak. Semakin panjang ukuran tulang tibia maka semakin
banyak daging yang dapat melekat (James, 1990).
Panjang Femur
Rata-rata panjang femur ayam kampung di Kecamatan Alas, Alas Barat,
dan Utan Kabupaten Sumbawa adalah 95,53 ± 8,43 mm pada jantan dan 90,21 ±
10,08 mm pada betina. Hardjosubroto (1994) mengungkapkan bahwa penampilan
atau produksi individu dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Parakkasi (1978) menyatakan bahwa perbedaan laju pertumbuhan antar
individu ternak pada suatu bangsa utamanya disebabkan oleh adanya perbedaan
ukuran dewasa tubuh pada ayam meskipun keadaan pakan yang baik juga dapat
menunjang pertumbuhan yang optimal, Selain itu adanya perbedaan hormon
dalam tubuhnya.
Bobot Badan
Rata-rata bobot badan ayam kampung yang di ketiga kecamatan yaitu pada
jantan yaitu 2.156 ± 227 g dan pada betina 1.715 ± 233 g. Perbedaan bobot badan
pada ayam kampung ini sesuai dengan pendapat Hardjosubroto (1994)
penampilan atau produksi individu dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan.
Ekspresi pertumbuhan ternak unggas terdapat dua hormon utama yang
mengatur yaitu growth hormone dan T3 (triiodotironin). Growth hormone pada
unggas disintesis secara langsung oleh somatotrof dalam lobus caudal pada
pituitari anterior (Darras et al., 1993)
11
Jarak antar Tulang Pubis
Rata-rata jarak antar tulang pubis di Kecamatan Alas, Alas Barat dan Utan
Kabupaten sumbawa yaitu 39,49 ± 7,65 mm. Tarigan (2010) semakin panjang
jarak tulang pubis maka kemampuan ayam bertelur semakin baik, sehingga jarak
tulang pubis hanya diukur pada ayam betina saja. Yuwanta (2004) menyatakan
bahwa tulang pubis digunakan untuk mendeteksi produksi telur. Jarak antar tulang
pubis untuk ayam yang berproduksi tinggi minimal tiga jari.
Jarak ideal ukuran tulang pubis pada ayam kampung yaitu sekitar dua jari
orang dewasa yang artinya jika dibuat dalam satuan ukuran mm sekitar 30,00 mm
(Yuwanta, 2004).
Jarak antara Tulang Pubis dengan Ujung Tulang Dada
Rata-rata jarak tulang pubis dengan ujung tulang dada pada ayam
kampung di Kecamatan Alas, Alas Barat, dan Utan yaitu 52,92 ± 13,61 mm.
Pengukuran jarak tulang pubis dengan ujung tulang dada dapat dijadikan salah
satu indikator untuk menduga kemampuan produksi telur ayam kampung betina.
Jarak ideal antara ujung kedua tulang yaitu tidak terlalu jauh berkisar antara 4-5
jari orang dewasa atau berkisar 40 sampai 60 mm. Menurut Hardjosworo (2001)
sebagai petunjuk terjadinya masak kelamin atau mulai bertelur ditandai dengan
perut yang besar dan jarak tulang pubis dengan tulang dada yang lebar.
12
KESIMPULAN
Sifat kualitatif ayam kampung di Kecamatan Alas, Alas Barat, dan Utan
Kabupaten Sumbawa didominasi bentuk jengger mawar pada jantan dan walnut
pada betina; Warna bulu didominasi warna columbian pada jantan dan pada betina
hitam; Warna shank didominasi warna kuning pada ayam jantan maupun betina;
Warna kulit didominasi warna putih pada ayam jantan dan betina; Warna cuping
telinga didominasi warna merah pada ayam jantan dan betina
Sifat kuantitatif ayam kampung di Kecamatan Alas, Alas Barat, dan Utan
Kabupaten Sumbawa yaitu Tinggi jengger ayam pada jantan 25,88 ± 9,57 mm dan
betina 14,24 ± 4,96 mm; Panjang shank pada ayam jantan 92,53 ± 8,21 mm dan
betina 82,65 ± 10,76 mm; Panjang tibia ayam jantan 101,95 ± 12,18 mm dan betina
88,45 ± 10,21 mm; Panjang femur pada ayam jantan 95,53 ± 8,43 mm dan betina 90,21
±13,61 mm; Bobot badan ayam jantan 2.156 ± 228 g dan betina 1.715 ± 233 g; Lebar
jarak antar tulang pubis 39,49 ± 7,65 mm; Lebar jarak antara tulang pubis dengan
ujung tulang dada 52,92 ± 13,61 mm.
13
DAFTAR PUSTAKA
Amlia, M. Amrullah. P. dan R. Aka. 2016. Studi Karakteristik Sifat Kuantitatif
dan Sifat Kualitatif di Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Peternakan Tropis Vol. 3, No 1. Hlm 31-39. (Diakses pada
tanggal 21 Oktober 2017).
Anonim. 2012. Cara Pemeliharaan Ayam Kampung Sistem Slowfood.
http://www.disnaksumbawa.com/html/index.php/id=artikel&kode=26
(Diakses tanggal 21 Oktober 2017).
Budiwati, T. 1982. Pengkajian Beberapa Sifat Kuantitatif Ayam Sebagai Dasar
Pertimbangan Seleksi. Poult ind. Hal : 46.
Crawford. R. D. 1990. Original And History of Poultry Species. R. D Crawford
(ed) Poultry Breedng and Geneties. Elsevier science publishing company
inc. Canada.
Darras, V. M., Rudas, P., Visser, T. J., Hall, T. R., Huybrechts, L. M.,
Vanderpooten, A., Berghman, L. R., Decuypere, E. dan Kühn, E. R. 1993.
Endogenous growth hormone controls high plasma levels of 3,3',5-
triiodothyronine (T3) in gowing chickens by decreasing the T3-degading
type III deiodinase activity. Domestic Animal Endocrinology 10 (1) : 55-
65.
Hardjosworo, P. S. 2001. Penelitian Tentang Produksi Ayam-Ayam Kampung di
Indonesia. Seminar Pertama Tentang Ilmu dan Industri Perunggasan.
Cisarua. Bogor.
James, M. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe London.
Kusuma, D. dan N. S. Prijono. 2007. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati
Ayam Lokal Indonesia : Manfaat dan Potensi. LIPI Press. Jakarta.
Lestari, S. Prasetyo dan N. K. D. Haryani. 2013. Mengangkat Potensi Genetik dan
Produktivitas Ayam Kampung yang Memiliki Gen NA di Pulau Lombok.
Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Mataram. Mataram.
Martojo, H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Mulyono, R. H, S. T., N. RR. Darmono. 2009. A. Study of Morphometric-
Phenotipic Characteristicof Indonesian Chicken: Kampung, Sentul dan
Wareng-Rtangerang, Based of Discriminant Analysis, Wald-Anderson
Criteria And Mahalanobis Minimum Distance. Prosiding The Ist
Internasional Seminar on Animal Industry 2009. Faculty Of Animal
Science, Bogor Agicultural University. Bogor.
Nishida, T., K. Nozawa., Y. Hayasi., T. Hashiguchi and S.S. Mansjoer. 1982.
Body Measurement and Analis on Exsternal Genetic Characters of
14
Indonesian Native Fowl. The Ori. and Phy. of Indonesian Native
Livestock. III : 73-83.
Nozawa, K. 1980. Phylogenetik Studies on Native Domestic Animal in East and
Southeast Asia. Tropical Ageiculture Reseach Center, Japan IV : 23-24.
Parakkasi, A. 1978. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit :
Angkasa. Bandung
Purniawati, 2014. Hasil Persialngan Pejantan Lobar dengan Induk Lombok Timur,
Lombok Tengah, Lombok Barat, Kota Mataram. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Mataram.
Putra, I Gusti Lanang. 2017. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2017. BPS
Kabupaten Sumbawa
Rasyaf. M. 2011. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya : Jakarta.
Rusdin, M. 2007. Analisis Fenotipe, Genotipe dan Suara Ayam Pelung di
Kabupaten Cianjur. Tesis. Progam Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sartika T, Sulandari S, Zein MSA, Paryanti S. 2006. Karakter Fenotipee Genetic
Eksternal Ayam Lokal Indonesia. Laporan Akhir Penelitian Kompetitif
Riset Karakterisasi molekuler–LIPI. 16 hlm.
Scanes, C. G., G. Brant & M. E. Ensiminger. 2004. Poultry Science. Pearson
Education Inc., New Jersey
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Madha University Press,
Yogyakarta
Supranto, J. 1990. Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta.
Suryo. 2012. Genetika. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Tantu R. Y. 2007. Fenotipe dan Genotip Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) Dan
Ayam Kampung (Gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi
Tengah. Tesis. Progam Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tarigan, R, T. 2010. Karakteristik Sifat Kualitatif dan Sifat Kuantitatif Ayam
Walik di Sumedang dan Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Dan
Teknologi Peternakan, IPB.
Warwick, E.J., J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Yuwanta Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Penerbit ; Kanisius. Yogyakarta
top related