f.femur isi.docx
Post on 13-Dec-2015
242 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
FEMUR
disusun untuk memenuhi tugas program pendidikan profesi ners
Oleh:As’ad Ferry Mochlash, S.Kep
NIM. 092311101020
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER2014
1. Kasus (masalah utama) (diagnosa medis)
Fraktur Femur
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda&gejala,
penanganan)
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang / osteoporosis. Batang femur yang bisa terjadi akibat
truma langsung seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian (Mansjoer,
2000).
Klasifikasi: Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1) Fraktur Intrakapsuler: femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
kapsula.
a) Melalui kepala femur (capital fraktur)
b) Hanya di bawah kepala femur
c) Melalui leher dari femur
2) Fraktur Ekstrakapsuler:
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokhanter kecil.
3. Etiologi
Peyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, imana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, cidera olahraga. Trauma bias terjadi secara langsung dan
tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan (Smeltzer, 2002).
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a) Cedera langsung berarti pukulan/kekerasan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
b. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :
- Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
- Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
- Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan
absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
4. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya
rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang.
Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan
jaringan ikat tumbuh ke dalamnya menyerap hematoma tersebut, dan
menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal
dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan
ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi
profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang.
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini
disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium
pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini
yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut
fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang
tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini
kemudian juga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini
akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang
merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula
tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan
kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
5. Tanda dan Gejala
1) Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a) Rotasi pemendekan tulang
b) Penekanan tulang
2) Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3) Echimosis dari Perdarahan Subcutaneous
4) Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5) Tenderness/keempukan
6) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8) Pergerakan abnormal
9) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10) Krepitasi
6. Komplikasi
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan
eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera
remuk).
7. Penanganan
1) Reduksi Fraktur Femur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang
gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi
bedah (reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan
tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang
di reduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau
langsung kerongga sum sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
2) Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3) Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil
dan setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai
ekstremitas betul betul telah kembali normal.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray
b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler
d. CCT kalau banyak kerusakan otot
9. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan)
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang
d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma destruksi jaringan tulang
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
10. Rencana Tindakan KeperawatanNo Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1.
2.
3.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
NOC: pain level dan pain controlKriteria Hasil:
- Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan tehknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NOC: tissue integrity (skin and mocus membranes)Kriteria Hasil:
- Tidak ada luka, lesi pada kulit- Perfusi jaringan baik- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi pigmentasi)
NOC: joint movement dan mobility levelKriteria Hasil:- Peningkatan aktivitas pasien- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
NIC:Pain Managament
1.1 lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas)
1.2 kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
1.3 ajarkan tentang tekhnik non farmakologi
1.4 berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
1.5 tingkatkan istirahat1.6 evaluasi keefektifan
control nyeri
NIC: Pressure Management
2.1 jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2.2 mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
2.3 monitor kulit aka adanya kemerahan
2.4 oleskan lotion atau minyak pada daerah yang tertekan
2.5 monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
4.
5.
Resiko infeksi berhubungan dengan trauma destruksi jaringan tulang
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
NOC: immune status, and risk control
Kriteria Hasil:- Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi- Jumlah leukosit dalam batas
normal- Menunuukkan perilaku hidup
sehat
NOC: Anxiety self control, coping
Kriteria Hasil:- Pasien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol cemas
- Vital sign dalam batas normal
2.6 monitor status niutrisi pasien
NIC:Exercise therapy (ambulation)3.1 monitor vital sign
sebelum dan sesudah latihan
3.2 kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3.3 dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan sehari hari pasien (ADLS)
3.4 berikan alat bantu jika pasien memrlukan
3.5 ajarkan pasien bagaimana mengubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
NIC: Infection Control
4.1 monitor vital sign pasien
4.2 batasi pengunjung bila perlu
4.3 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4.4 pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
4.5 tingkatkan intake nutrisi
4.6 berikan antibiotika bila perlu
NIC: anxiety reduction
5.1 gunakan pendekatan yang menenangkan
5.2 jelaskan semua prosedur dan apa yang yang dirasakan selama prosedur
5.3 dengarkan dengan penuh perhatian
5.4 identifikasi tingkat kecemasan
5.5 bantu pasien mengenal situasi yang menimblkan kecemasan
5.6 instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Daftar Pustaka
Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United States America
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI
Marilyn, E. Doenges, et-al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Monica Ester, Penerjemah Jakarta:EGC
Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
top related