fikosianin cindy corazon e1 unika soegijapranata-upload
Post on 03-Feb-2016
24 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Acara IV
FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI
DARI “BLUE GREEN MICROALGAE”
SPIRULINA
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Cindy Corazon
NIM : 13.70.0028
Kelompok : E1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
2
1. MATERI DAN METODE
1.1. MATERI
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer, alat
pengering (oven), dan plate stirrer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina kering, aquades,
dan dekstrin.
1.2. METODE
Biomassa Spirulina kering dimasukkan dalam erlenmenyer.
Spirulina dilarutkan dengan aquades (perbandingan 1:10)
Diaduk menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam.
Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit lalu supernatan dipindah ke gelas ukur.
3
Sebagian supernatan pada gelas ukur diencerkan hingga 10-2 kemudian diukur kadar
fikosianinnya dengan spektrofotometer 615
Sisa supernatan pada gelas ukur ditambahkan desktrin dengan
perbandingan supernatan:desktrin = 8:9 (kelompok E1, E2, dan
E3) dan 1:1 (kelompok E4 dan E5).
Setelah tercampur rata lalu dituangkan ke dalam wadah yang
dapat digunakan sebagai alas untuk proses pengeringan.
4
Dioven pada suhu 45C hingga kering kurang lebih kadar air sekitar 7% (cukup diambil
dengan spatula dan dilihat kering atau masih gempal).
Kadar fikosianin diukur dengan rumus:
Konsentrasi Fikosianin/KF (mg/ml) =
Yield (mg/g) =
Adonan yang telah dikeringkan, dihancurkan dengan alat
penumbuk hingga berbentuk powder.
4
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan berbagai aspek dari percobaan pembuatan pewarna fikosianin melalui alga ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamtan Fikosianin
Kelompok
Berat Biomassa
Kering
(g)
Jumlah aquades
yang ditambahakan
(ml)
Total filtrat
yang diperoleh
(ml)
OD
615
OD
652
KF
(mg/ml)
Yield
(mg/ml)
Warna
Sebelum
dioven
Sesudah
dioven
E1 8 80 56 0,0551 0,0164 0,886 6,202 ++ +
E2 8 80 56 0,0575 0,0164 0,931 6,517 ++ +
E3 8 80 56 0,0647 0,0159 1,070 7,493 + +
E4 8 80 56 0,0613 0,0144 1,020 7,140 + +
E5 8 80 56 0,0624 0,0176 1,012 7,084 +++ ++
Keterangan :
Warna
+ = biru muda
++ = biru tua
+++ = biru sangat tua
Tabel 1 menunjukkan hasil pengamatan fikosianin kloter E yang dilakukan oleh lima kelompok. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa
sampel yang digunakan kelima kelompok sama yaitu 8 gram biomassa yang dicampur dengan 80 ml aquades. Hasil absorbansi OD615 rata-
5
rata memiliki hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan hasil absorbansi OD652. Hasil absorbansi pada OD615 yang tertinggi ada pada
kelompok E adalah pada kelompok E3 dengan nilai 0,0647 sedangkan yang paling rendah ada pada kelompok E1 yaitu 0,0551. Untuk nilai
absorbansi OD652 yang paling tinggi ada pada kelompok E5 dengan nilai 0,0176 sedangkan untuk kelompok E4 memiliki nilai OD652 yang
paling rendah yaitu 0,0144. Yield yang dihasilkan oleh semua kelompok memiliki nilai yang berbeda-beda dengan rentang 6,202 hingga
7,493 mg/ml. Perubahan warna yang terjadi pada fiksosianin pada kelompok E1, E2 dan E5 mengalami penurunan warna sehingga sampel
menjadi lebih cerah warnanya. Sedangkan warna sampel 3 dan E4 tidak mengalami perubahan.
6
2. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa uji yaitu uji absorbansi dengan menggunakan
spektrofotometer, analisa yield yang menjadi parameter utama, dan juga analisa warna
secara sensoris yang dilakukan oleh setiap kelompok. Spirulina atau yang bisa disebut
mikroalga biru hijau telah dimanfaatkan sejak dahulu sebagai sumber makanan karena
mengandung tinggi protein dan nilai gizi yang baik. Satu gram protein spirulina setara
dengan satu kilogram sayur-sayuran (Saranraj & Sivasakthi, 2014). Menurut Tietze
(2004), Spirullina sp memiliki ukuran 100 kali dari ukuran sel darah manusia.
Kandungan kimia dari spirulina seperti tokoferol, asam fenolat dan beta karoten
memiliki sifat antioksidan. Selain itu berdasarkan riset, C-fikosianin memiliki
kemampuan sebagai agen pengikat logam seperti besi bebas. Struktur kimia yang
dimiliki oleh chromophores yang terdapat pada c-fikosianin merupakan bentuk yang
mirip dengan bilirubin yaitu tetraphyrroles terbuka. Bentuk struktur kimia inilah yang
dapat menangkap radikal bebas sehingga bisa disimpulkan bahwa fikosianin adalah
antioksidan (Romay et al., 1988)
Manfaat spirulina lainnya adalah dapat menurunkan presentase sperma abnormal yang
berasal dari efek pemberian doxorubicin pada tikus (Sudha & Kavimani, 2011).
Meskipun bubuk spirulina berwarna biru kehijauan namun pada kenyataannya
kandungan karotenoidnya sangat tinggi. Warna dari fikosianin yang berasal dari
Spirullina dimanfaaatkan sebagai bahan pewarna utama yaitu minuman ringan, permen
karet, dan masih banyak lagi. Pemberian spirulina sebagai pangan ternak ayam
berdampak pada ukuran kuning telur yang lebih besar (Zahroojian, Moravej, &
Shivazad, 2013). Spesies yang sering dimanfaatkan untuk diekstrak adalah Spirulina
platensis karena mudah dikulturkan, dipanen dan mudah dikeringkan (Marrez, Naguib,
Daw, Higazy, & Toxins, 2013). Spirullina sp memiliki suhu optimum pertumbuhan
pada temperatur 35 – 38°C namun Spirullina sp masih dapat tumbuh pada suhu 15 -
20°C (Belay & Gershwin, 2007). Untuk mendukung pertumbuhan dari Spirullina sp
tidak hanya dipengaruhi dari suhu yang digunakan namun pH dari habitat Spirullina sp
juga harus diperhatikan. pH optimum untuk mikroalga agar dapat berkembang biak
adalah pada pH 8 – 11. Dalam 1 hektar kolam, dapat dihasilkan 60 – 70 ton Spirullina
7
sp apabila dipenuhi kondisi habitat optimum untuk pertumbuhan mikroalga tersebut (Tri
– Panji et al., 1996)
Fikosianin dalam penjelasan dari Richmond (1988) merupakan bahan yang berasal dari
tumbuh – tumbuhan. Biasanya fikosianin berasal dari mikroalga dengan kandungan
fikosianin 20% dari berat bahan yang digunakan. Pemudaran warna yang terjadi pada
hormon fikoasianin akan terjadi pada 5 hari setelah ekstraksi hormon fikosianin. Warna
dari fikosianin akan benar – benar hilang pada waktu 15 hari setelah waktu ekstraksi
dilakukan. Oleh sebab itu fikosianin dan pewarna alami lainnya sangat jarang digunakan
untuk produk – produk yang memiliki waktu penyimpanan yang lama. Namun berdasar
data yang disampaikan oleh Carra & Heochoa (1976) ternyata kandungan fikosianin
dapat menghambat pertumbuhan dari sel kanker yang terdapat di dalam tubuh.
2.1. Cara Kerja
8 gram Spirullina sp. yang sudah disediakan akan dimasukkan ke dalam labu enlemeyer
untuk ditambah dengan 80 ml aquades. Perbandingan yang digunakan untuk
menambahkan aquades ke dalam erlemeyer adalah 8 : 80 atau 1 : 10. Aqudes
merupakan pelarut yang digunakan untuk melarutkan bahan – bahan yang bersifat polar.
Menurut Tietze (2004), aquades dapat berguna sebagai pelarut untuk bahan – bahan
yang bersifat selain bahan non polar di mana bahan – bahan seperti Spirullina sp.
merupakan bahan yang bersifat polar. Ditambahkan oleh oleh Colla (2005) bahwa
Spirullina merupakan bahan makanan yang baik untuk digunakan sebagai bahan
pengganti karena sifatnya yang kaya akan gizi. Menurut Richmond (1988), Spirullina sp
merupakan tergolong dalam jenis alga hijau biru yang dapat menghasilkan pewarna
biru. Setelah pencampuran dengan menggunakan aquadest, fikosianin akan diaduk
dengan menggunakan stirer selama 2 jam sampai aquades dan fikosianin dapat
tercampur dengan merata. Pengadukan menurut Tri Panji et al (1996) merupakan suatu
proses yang dapat memaksimalkan jalannya ekstraksi fikosianin. Selain diaduk, larutan
juga disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm dengan lama waktu 10 menit. Dalam
proses ekstraksi dengan pengadukan yang berlangsung 2 jam dengan stirer hendaknya
tempat yang digunakan untuk mengaduk harus ditutup dengan menggunakan kain
karena, selain cahaya merupakan komponen yang sangat berperan dalam proses
8
ekstraksi pigment, keberadaan cahaya dalam intensitas yang tinggi dapat meningkatkan
suhu dari lingkungan sekitar ekstraksi padahal Spirullina sp hanya bisa tumbuh di
tempat dengan suhu 35 - 38°C (Belay & Gershwin, 2007). Dengan melakukan
sentrifugasi menurut Pomeranz & Meloan (1987), dapat mengendapkan padatan yang
terlarut dalam suatu cairan. Dalam hal ini padatan yang dimaksud adalah bagian –
bagian dari mikroalga. Air yang berubah warna menjadi berwarna biru menandakan
bahwa pigmen fikosianin sudah terlarut di dalam air yang digunakan untuk mencampur
dengan mikroalga tersebut. Dengan padatan yang sudah mengendap di daasar tabung
sentrifuge diharapkan proses selanjutnya yaitu absorbansi dapat berjalan dengan
maksimal karena menurut Achmadi et al. (2002) proses pengukuran kadar fikosianin
dalam suatu bahan dapat diketahui dengan menggunakan selisih nilai absorbansi. Untuk
filtrat yang diabsorbansi harus bebas dari padatan – padatan yang dapat mengganggu
pengukuran nilai absorbansi. Padatan yang ada di dalam filtrat apabila tidak mengendap
akan menambah kekeruhan dari larutan filtrat. Sangat beresiko menggunakan larutan
yang sangat pekat karena masih mengandung padatan terlarut untuk proses
spektrofotometer. Hendaknya larutan tersebut disentrifugasi atau diendapkan terlebih
dahulu untuk mendapatkan filtrat yang lebih bersih dan bening.
Fikosianin yang diperoleh dari filtrat hasil sentrifugasi diambil 1 ml dan diencerkan
kembali dengan menggunakan aquadest sebanyak 9 ml. Bisa dikatakan perlakuan ini
disebut dengan pengenceran 10-1. Pengenceran ini dilakukan karena mencegah larutan
yang dispektrofotometer keruh dan pekat yang dapat menganggu proses pengukuran
dengan menggunakan spektrofotometer. Pengenceran dilakukan hingga 10-2 . Menurut
Achmadi et al. (2002) menyatakan bahwa ketika larutan fikosianin yang akan diuji
absorbansinya terlalu keruh akan mempengaruhi hasil pengukuran absorbansinya.
Pengukuran kadar fikosianin yang dilakukan pada sampel diukur pada panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm. Penggunaan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
sesuai dengan metode yang dilakukan Prabuthas et al. (2011).
Menurut Achmadi et al. (2002) fungsi dari pengukuran absorbansi adalah supaya
mengetahui kelarutan yang dimiliki oleh fikosianin. Ditunjang oleh pernyataan dari
Suhartono (2000), bahwa untuk rentang warna dari panjang gelombang absorbansi yang
9
digunakan adalah hijau kebiruan sehingga sudah benar yang digunakan karena
fikosianin diproduksi dari blue green alga. Hasil konsentrasi fikosianin merupakan
merupakan selisih hasil absorbansi larutan fikosianin pada panjang gelombang 615 nm
dengan hasil absorbansi fikosianin pada panjang gelombang 652 nm dibagi dengan
faktor pembagi (5,34).
Untuk mengonsumsi fikosianin tidak mungkin dikonsumsi dalam bentuk cairan yang
berbentuk filtrat. Fikosianin biasanya dimanfaaatkan dalam bentuk bubuk. Pembuatan
fikosianin bubuk dilakukan dengan menggunakan fikosianin yang tadinya sudah diolah
hasil dari ekstraksi dari mikroalga. Ketika ingin membuat fikosianin bubuk bahan yang
harus ditambahkan adalah dekstrin dengan perbandingan antara supernatan dan dekstrin
yang ditambahkan adalah 1 : 1 pada kelompok E4 dan E5 sedangkan kelompok E1, E2
dan E3 menggunakan perbandingan 8:9. Dijelaskan oleh Thompson (2011) bahwa,
diperolehnya senyawa dekstrin merupakan hasil dari hidrolisa pati dengan enzim
tertentu yang bersifat asam. Sifat dari dekstrin merupakan komponen yang larut dalam
air dan tidak kental serta memiliki kestabilan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
pati. Dekstrin memiliki warna yang putih hingga kuning (Reynolds, 1982).
Fungsi dari penambahan dekstrin adalah karena dekstrin dapat dimanfaatkan dalam
mengankut flavor dan pewarna. Dalam praktikum ini menggunakan pewarna yaitu
fikosianin (Ribuat & Kumalangingsih, 2004). Ditambahkan oleh Thompson (2011)
bahwa bahan yang dapat dibawa oleh dekstrin adalah bahan – bahan yang larut di dalam
air. Selain menjadi pengangkut beberapa bahan yang terdapat pada makanan, dekstrin
juga dikenal sebagai bahan pengisi sehingga dapat meningkatkan berat dari produk yang
ditambahkan dengan mengunakan dektstrin. Ditambahkan oleh Murtala (1999) bahwa
dengan penambahan dekstrin dapat mempercepat pengeringan dalam suatu produk dan
menjaga pigmen dari kerusakan akibat panas pengeringan. Jadi penggunaan desktrin
sangat menunjang untuk pengeringan dan pembuatan powder dari fikosianin karena
dapat mempercepat pengeringan dan menjaga agar bahan tidak rusak khususnya pigmen
tidak rusak selama proses pengeringan. Lalu setelah ditambah dengan dekstrin, proses
pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 45°C selama 24 jam.
Pengeringan dilakukan untuk memperoleh lembaran fikosianin dengan kadar air
10
mencapai 7%. Dijelaskan oleh Chandra (2011) bahwa proses pengeringan merupakan
serangakaian proses yang dapat digunakan untuk mengurangi kadar air sampai pada
konsentrasi tertentu dengan mengubah fase dari air yang ada di dalam bahan yang
dikeringkan menjadi uap air. Fikosianin yang memiliki kadar air yang rendah dapat
bertahan dari serangan mikroorganisme karena kandungan air bebas yang digunakan
oleh mikroorganisme dalam merusak fikosianin sudah dihilangkan. Adonan yang sudah
benar – benar mencapai kekeringan kurang lebih 7% lalu dihancurkan dengan
menggunakan blender atau mortar sehingga dapat diperoleh serbuk fikosianin. Analisa
konsentrasi fikosianin dan yield yang dihasilkan dilakukan setelah bubuk fikosianin
diperoleh. Tujuan dari proses powdering adalah supaya dapat dikonsumsi dengan lebih
mudah.
2.2. Hasil Pengamatan
Hasil yang diperoleh pada praktikum fikosianin adalah hasil absorbansi pada OD615 -
yang tertinggi adalah kelompok E3 dengan nilai 0,0647 sedangkan yang paling rendah
ada pada kelompok E1 yaitu 0,0551. Untuk nilai absorbansi OD652 yang paling tinggi
ada pada kelompok E5 dengan nilai 0,0176 sedangkan untuk kelompok E4 memiliki
nilai OD652 yang paling rendah yaitu 0,0144. Metode absorbansi yang digunakan
dijelaskan oleh Fox (1991) sebagai metode yang hasil pengukurannya sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan dari larutan yang digunakan. Dengan
semakin tingginya kekeruhan dari suatu bahan maka nilai absorbansi dari bahan tersebut
akan semakin besar dan ketika bahan semakin encer nilai absorbansi akan semakin
kecil. Yield yang dihasilkan oleh semua kelompok memiliki nilai yang berbeda-beda
dengan rentang 6,202 hingga 7,493 mg/ml. Menurut Mishra et al. (1980) bahwa seiring
dengan meningkatknya kadar fikosianin dalam larutan maka yield yang dihasilkan akan
semakin banyak. Hasil yang diperoleh adalah beragam meskipun perlakuan yang
diberikan sama kepada semua sampel. Hal ini dapat terjadi karena banyak sedikitnya
fikosianin yang dapat diekstraksi dari Spirullina sp ditentukan oleh banyak sedikitnya
nitrogen yang dapat diserap oleh Spirullina sp (Richmond, 1980).
11
Perubahan warna yang terjadi pada fiksosianin pada kelompok E1, E2 dan E5
mengalami penurunan warna sehingga sampel menjadi lebih cerah warnanya. hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Mishra et al. (2008) yang menyatakan bahwa fikosianin
akan mengalami degradasi warna sebesar 30% dalam waktu 5 hari sedangkan pada
waktu lebih dari 15 hari maka warna dari fikosianin akan memudar seluruhnya pada
suhu 35°C. Jika warna yang dihasilkan pada proses pembuatan fikosianin bubuk terlalu
pucat bisa disebabkan karena konsentrasi dari dekstrin yang digunakan sangat tinggi
sehingga harus dikurangi (Wiyono, 2007). Sedangkan warna sampel E3 dan E4 tidak
mengalami perubahan. Ketika warna sampel E4 tidak mengalami perubahan, hal
tersebut masih wajar karena perbandingan dekstrin dan supernatan 1:1, namun pada
sampel E3 perbandingan dekstrin dan supernatan adalah 9:8 dimana jumlah dekstrin
lebih banyak. Hal tersebut seharusnya membuat warna sampel E3 lebih muda. Hal
tersebut dapat terjadi karena rentang warna untuk menggambarkan perubahan warna
sampel yang sempit hanya berkisar pada biru muda, biru tua dan biru sangat tua.
Padahal warna sampel awalnya dikategorikan biru muda sehingga ketika warna tersebut
memudar menjadi lebih muda maka hal tersebut diinterpretasi sebagai warna biru muda.
12
3. KESIMPULAN
Spirullina sp memiliki warna hijau kebiruan namun kandungan karotenoidnya tinggi.
Pigmen fikosianin berwarna biru
Pigmen fikosianin akan mengalami degradasi seiring dengan berjalannya waktu dan
akan benar – benar hilang pada hari ke 15 pada suhu 35°C
Kadar fikosianin dapat diukur melalui perhitungan selisih absorbansi 615 nm dan
652 nm
Besarnya nilai OD berbanding lurus dengan perolehan KF dan Yield
Yield yang diproduksi selama proses praktikum adalah 6,202 hingga 7,493 mg/ml
Dekstrin digunakan untuk mempercepat pengeringan dan melindungi fikosianin
akibat kerusakan dari suhu selama pengeringan
Faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya fikosianin yang terdapat pada
Spirullina sp adalah kadar nitrogen yang diserap oleh mikroalga tersebut
Kelarutan dari fiksoanin dapat ditunjukkan oleh absorbansi
Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan dari fikosianin adalah pH dan suhu
Fikosianin dapat berperan sebagai antioksidan
Protein yang sangat tinggi pada Spirullina platensis dapat digunakan sebagai
alternatif pangan fungsional
Kadar air yang menjadi tujuan pengeringan adalah 7%
Proses pembubukan atau powdering berguna dalam mempermudah konsumsi.
Dekstrin tidak boleh ditambahkan terlalu banyak karena akan membuat warna
fikosianin menjadi lebih pucat
Semarang, 4 November 2015 Asisten dosen
Deanna Suntoro
Ferdyanto Juwono
Cindy Corazon
13.70.0028
13
4. DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang
ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati. 9(3):80-84.
Belay, Amha and M. E. Gershwin. (2007). Spirulina in Human Nutrition and Health.
CRC Press.
Borowitzka M.A. (1997). Microalgae for Aquaculture, Opportunities and Constraints.
Journal Application Phycology Vol. 9, hal. 393-401.
Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis
yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Colla, L. M et al. (2005). Production of Biomass and Nutraceutical Compounds by
Spirulina platensis under Different Temperature and Nitrogen Regimes. Journal of
Bioresource Technology. Elsevier. Brazil.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Marrez, D. A., Naguib, M. M., Daw, Z. Y., Higazy, A. M., & Toxins, F. (2013). Impact
of Culturing Media on Biomass Production and Pigments Content of Spirulina platensis.
International Journal of Advanced Research, 1(10), 951–961.
Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC
from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi
Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis.
Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.
Ó Carra P, Ó Heocha C.(1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW,
editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press
inc. Hal 328-371.
Pomeranz, Y. & C. E Meloan. (1987). Food Analysis Theoryland Practice. An AVI
Book. New York.
14
Prabuthas, P., Majumdar, S., Srivastav, P. P., & Mishra, H. N. (2011). Standardization
of rapid and economical method for neutraceuticals extraction from algae. Journal of
Stored Products and Postharvest Research, 2(May), 93–96.
Reynolds, James E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty
Eigth. The Pharmacentical Press. London.
Ribuat, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan
baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi
Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.
Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ,
editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. (1998). Antioxidant
and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae.Inflammation
Research 47:36-41.
Saranraj, P., & Sivasakthi, S. (2014). SPIRULINA PLATENSIS – FOOD FOR
FUTURE : A REVIEW. Asian Journal of Pharmaceutical Science & Technology, 4(1),
26–33.
Sudha, M., & Kavimani, S. (2011). THE PROTECTIVE ROLE OF SPIRULINA ON
DOXORUBICIN INDUCED GENOTOXICITY IN GERM CELLS OF RATS.
International Journal of Pharma and Bio Sciences, 2(3), 214–222.
Thompson, Caroline. (2011). What Is Wheat Dextrin?
http://www.livestrong.com/article/499266-what-is-wheat-dextrin/ Diakses pada 2
November 2015.
Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing.Ed ke-4. Australia: Haralz W
Tietze Publishing.
Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi asam gammalinolenat dari
ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara
Perkebunan 64 (1): 34-44.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam
Sitrat dan Na-Bikarbonat.
15
Zahroojian, N., Moravej, H., & Shivazad, M. (2013). Effects of Dietary Marine Algae (
Spirulina platensis ) on Egg Quality and Production Performance of Laying Hens.
Journal Agriculture, Science and Technology, 15, 1353–1360.
16
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Konsentrasi Fikosianin (mg/ml)=
Yield (mg/g)=
E1
Konsentrasi Fikosianin =
=
Yield
E2
Konsentrasi Fikosianin =
=
Yield
E3
Konsentrasi Fikosianin =
=
Yield
E4
17
Konsentrasi Fikosianin =
=
Yield
E5
Konsentrasi Fikosianin =
=
Yield
6.2. Laporan sementara
top related