final paper sirosis
Post on 09-Aug-2015
57 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : laki laki
TTL : Probolinggo, 20 Mei 1977
Usia : 33 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Pulo gadung
Masuk RS : 5 Januari 2013
II. ANAMNESA (Auto & Alloanamnesa, tanggal 16 Januari 2013)
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan :
– Cepat lelah (+)
– Nyeri perut (+)
– Mual (+), muntah (+)
– Nafsu makan menurun (+), Begah (+)
– BAB Berdarah (+)
– Riwayat Muntah Darah (+)
Riwayat Penyakit Sekarang
Os hari rawat ke 11, Sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit os
merasa sesak nafas, sesak dirasakan terus menerus dan mulai dirasakan ketika
perut mulai membesar yang semakin membesar sejak 1 tahun yang lalu, sesak
nafas semakin parah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan perut membesar ini disertai benjolan pada pusat sejak 6 bulan
lalu, awalnya benjolan masih bisa dimasukkan tetapi sejak 3 bulan terakhir
benjolan terasa nyeri bila disentuh dan sulit dimasukkan, pasien juga
mengeluh badan lemas, nafsu makan berkurang karena terasa begah sehingga
berat badan penderita dirasakan semakin lama semakin berkurang.
Keluhan perut membesar ini tidak disertai jantung berdebar, sesak nafas
bila melakukan aktivitas disangkal, sering terbangun pada malam hari.
Bengkak juga dirasakan pada kedua kaki tetapi tidak disertai bengkak pada
kelopak mata. Tidak ada keluhan batuk-batuk lama dan sering berkeringat
pada malam hari.
Riwayat sakit kuning tidak ada, riwayat transfuse darah dan mengalami
pembedahan tidak ada. Riwayat sering minum minuman beralkohol,
mengkonsumsi jamu-jamuan tidak ada.
Penderita juga mengeluh mata kuning dan bab berwarna kehitaman 1x,
riwayat muntah darah 2x pada saat perawatan sebelumnya. Os sudah di
transfusi 4 kali pada perawatan sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, gula, paru-paru disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, gula, paru-paru pada keluarga disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 168 cm
Berat Badan : 60 kg sebelum asites
Status Gizi :
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 36.5 º C
Pernafasan : 26 x/menit
Status generalis
Kepala
Bentuk : Normochephal, Distribusi merata
Rambut : Lurus, warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjuntiva anemis (+/+), sclera ikterik (+/+), palpebra
Tidak edema
Hidung : Mukosa tidak hiperemis, sekret (-), septum deviasi (-)
Telinga :Daun telinga utuh, Normotia serumen (-)
Mulut : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher
Inspeksi : Trakea di tengah
Palpasi : Perbesaran kelenjar getah bening (-)
Perbesaran Tiroid (-)
Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas Kanan : Sela iga VI pada garis parasentralis
kanan
Batas Kiri : Sela iga VI gairs parasternal kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan nafas dinamis, pelebaran sela iga (-), retraksi (-),
spider nevi
Palpasi : Fremitus taktil kanan-kiri normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas Vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Cembung, Herniasi umbilikalis (+) ukuran 6x5x2 cm, Venektasi
(+)
Palpasi : Dinding perut agak tegang, Hepar Lien sulit dinilai, Nyeri tekan
(+)
Perkusi : Redup, shifting dullness (+), nyeri ketok (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema -/-
Genital
Skrotum edema ?
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
10-1-13
Albumin 2,1
11-1-13
Albumin 2,3
13-1-13
Hb : 5,7
Leukosit : 5,05
Trombosit : 73
Ht : 16
14-1-13
Hb : 7,4
Leuko : 3,94
Trombosit : 50
Ht : 22
15-1-13
USG Abdomen
Hati mengecil, limfa membesar,
asites banyak Sol tidak terlihat.
DD/
Asites masih
18-1-13
Masa perdarahan 2,30 menit
Masa pembekuan 4,30 menit
Kimia klinik
Protein total 5,0 g/dl
Albumin 1,9 g/dl
Sirosis lanjut Bill total 8,2 mg/dl
Bill direk 4,0 mg/dl
Bill indirek 4,2 mg/dl
Ureum darah 67
Kreatinin 0,7
Elektrolit
Na 135 mEq/dl
K 4,5 mEq/dl
Cl 98 mEq/dl
21-1-13
Masa perdarahan 2,00 menit
Masa pembekuan 4,30 menit
PT 19,4 detik
APTT 77,1 detik
Penanda hepatitis
HBsAg (Kualitatif) Reaktif
125,91 S/CO
Protein total 5,4 g/dl
Albumin 2,5 g/dl
V. RESUME
Anamnesis :
Laki-laki 35 tahun dengan keluhan dyspneu sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit, dyspneu dirasakan sejak perut membesar 1 tahun lalu, bila perut
berkontraksi os merasa nausea. Terdapat hernia umbilkalis sejak 6 bulan yang
masih bisa dimasukkan tetapi sejak 3 bulan terakhir hernia umbilikalis terasa
nyeri bila disentuh dan sulit dimasukkan. Kedua kaki juga bengkak dan melena
1x, Os pernah dirawat dengan keluhan hematemesis.
PF :
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterik (+/+)
Abdomen : LP = 95cm
Inspeksi : cembung, venektasi (+), hernia umbilikalis (+)
Auskultasi : BU (+)
Perkusi : Redup pada keempat kuadran abdomen, Shifting
dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+), Hepar dan Spleen sulit dinilai
Ekstremitas bawah : udem pretibial (+/+)
Pemeriksaan penunjang :
USG Abdomen 15 januari 2013
Hati mengecil, limfa membesar, asites banyak, SOL tidak terlihat
DD/ Asites massif
Sirosis lanjut
Lab 21 januari 2013
HBsAg Reaktif
Albumin 2,5 mg/dl
VI. DAFTAR MASALAH
1. Asites dengan hipoalbumin e.c Sirosis hepatis
2. Melena e.c Suspek varises esofagus
3. Hernia Umbilikalis
VII. ASSESMENT
1. Asites dengan hipoalbumin e.c sirosis hepatis
Anamnesis : Sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit os merasa sesak
nafas, sesak dirasakan terus menerus dan mulai dirasakan ketika perut
mulai membesar yang semakin membesar sejak 1 tahun yang lalu, sesak
nafas semakin parah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Os juga
mengeluh nausea dan vomitus.
Pemeriksaan Fisik : TTV : RR : 26x Mata : Sclera : ikterus (+)/(+) Abdomen :
I : CembungA : BU : normal, 6x/menitP : nyeri tekan (+), Hepatomegali, splenomegali sulit dinilaiP : redup diseluruh kuadran abdomen, Shifting dullness (+)
Ekstremitas bawah : Udem pretibial (+/+)
Pemeriksaan penunjang : USG Abdomen 15 januari 2013
Hati mengecil, limfa membesar, asites banyak, SOL tidak terlihat
DD/ Asites massif
Sirosis lanjut
Lab 21 januari 2013
HBsAg Reaktif
Albumin 2,5 mg/dl
Penatalaksanaan :
O2 nasal kanul : 2-4 L /menit bila sesak
Letonal 2x1
Lasix inj 2x1
Albumin 20%
Vomizol 2x1
Rantin 2x1
2. Melena e.c suspek varises esofagus
Anamnesis : BAB berwarna kecoklatan 1x, riwayat hematemesis 2x pada
perawatan sebelumnya
Pemeriksaan Fisik :
Mata : konjungtiva anemis (+/+)
Pemeriksaan penunjang :
Hb : 7,4
Planning :
Endoskopi
Penatalaksanaan :
Vit K 2x1
Transamin 2x1
3. Hernia umbilikalis
Anamnesis : Benjolan pada umbilicus sejak 6 bulan, awalnya benjolan
masih bisa dimasukkan tetapi sejak 3 bulan benjolan terasa nyeri bila
disentuh dan sulit dimasukkan kedalam perut.
Pemeriksaan fisik :
Abdomen :
Inspeksi : Herniasi umbilikalis ukuran 6x5x2cm, Rubor (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Planning :
Konsul bedah
VIII. PROGNOSA
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Fungtionam : Dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dnegan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Patofisiologi Fibrosis
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler, yang
merupakan tempat perancah (scaffolding) normal untuk hepatosit, terdiri dari jaringan
kolagen (terutama tipe I, III, dan V), glikoprotein, dan proteoglikan. Sel-sel stelata berada
dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel penting untuk memproduksi matriks
ekstraseluler. Sel-sel stelata, dulu bernama sel Ito, juga liposit, atau sel-sel perisinusoidal,
dapat mulai diaktivasi menjadi sel pembentuk kolagen oleh berbagai faktor parakrin.
Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel-sel hepatosit, sel-sel Kupfer, dan
endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati . sebagai contoh,
Tatalaksana Asites dan Edema
Untuk mengurangi edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan garam
dan air. Jumlah diit garam yang dianjurkan biasanya sekitar dua gram per hari, dan cairan
sekitar satu liter sehari.
Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemide dapat menurunkan dan
menghilangkan edema dan asites pada sebagian besar pasien. Bila pemakaian diuretik
tidak berhasil (asites refrakter), dapat dilakukan parasentesis abdomen untuk mengambil
cairan asites secara langsung dari rongga perut. Bila asites sedemikian besar sehingga
menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernafas karena
keterbatasan gerakan diafragma, parasentesis dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 5
liter (large volume paracentesis = LVP). Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah
TIPS (Transjugular Intravenous Portosystemic Shunting) atau transplantasi hati.
ASITES
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites
dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga
peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi.
Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu
contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme
transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan tanda
prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan
pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites
akan memperberat perjalanan penyakit dasarnya oleh karena itu asites harus dikelola
dengan baik. Pada bagian ini terutama akan dibahas lebih dalam asites akibat sirosis hati
dan hipertensi porta.
PATOFISIOLOGI
Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-teori
itu misalnya underfilling, overfilling, dan periferal vasodilation. Menurut teori
underfilling, asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik
venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi, sehingga volume
cairan intravaskular menurun. Akibat volume cairan intravaskular menurun, ginjal akan
bereaksi dengan melakukan reabsorpsi air dan garam melalui mekanisme neurohormonal.
Sindrom hepatorenal terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun. Teori ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya yang menunjukkan bahwa pada pasien
sirosis hati terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi splanchnic bed, peningkatan volume
cairan intravaskular dan curah jantung.
Teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma
akibat reabsorbsi air oleh ginjal. Gangguan fungsi itu terjadi akibat peningkatan aktifitas
hormon anti-diuretik (ADH) dan penurunan aktifitas hormon natriuretik karena
penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan kelanjutan asites
menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal menerangkan gangguan
neurohormonal yang terjadi pada sirosis hati dan asites. Evolusi dari kedua teori itu
adalah teori vasodilatasi perifer. Menurut teori ini, faktor patogenesis pembentukan asites
yang amat penting adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan
gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor sistemik.
Akibat vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi sistem
porta dan terjadi hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan
vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilatasi endogen. Peningkatan resistensi sistem
porta yang diikuti oleh peningkatan aliran darah akibat vasodilatasi splanchnic bed
menyebabkan hipertensi porta menjadi menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan
tekanan transudasi terutama di sinusoid dan selanjutnya kapiler usus. Transudat akan
terkumpul di rongga peritoneum. Vasodilator endogen yang dicurigai berperan antara
lain: glukagon, nitric oxide (NO), calcitonine gene related peptide (CGRP), endotelin,
faktor natriuretik atrial (ANF), polipeptida vasoaktif intestinal (VIP), substansi P,
prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factor (TNF).
Vasodilator endogen pada saatnya akan memengaruhi sirkulasi arterial sistemik;
terdapat peningkatan vasodilatasi perifer sehingga terjadi proses underfilling relatif.
Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatik, sistem renin-
angitensin-aldosteron dan arginin vasopresin. Akibat selanjutnya adalah peningkatan
reabsorpsi air dan garam oleh ginjal dan peningkatan indeks jantung.
DIAGNOSIS
Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan tampak perut membuncit
seperti perut katak, umbilikus seolah bergerak ke arah kaudal mendekati simpisis os
pubis. Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan intraabdomen yang meningkat.
Pada perkusi, pekak samping meningkat dan terjadi shiffting dullness. Asites yang masih
sedikit belum menunjukkan tanda-tanda fisis yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan
khusus misalnya dengan pudle sign untuk menemukan asites. Pemeriksaan penunjang
yang dapat memberikan informasi untuk mendeteksi asites adalah unltrasonografi. Untuk
menegakkan diagnosis asites, ultrasonografi mempunyai ketelitian yang tinggi.
Parasentesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru.
Pemeriksaan cairan asites dapat memberikan informasi yang sangat penting untuk
pengelolaan selanjutnya, misalnya:
1. Gambaran makroskopik.
Cairan asites hemoragik sering dihubungkan dengan keganasan. Warna
kemerahan dapat juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat ruptur
kapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda ruptur pembuluh limfe,
sehingga cairan limfe tumpah ke peritoneum.
2. Gradien nilai albumin serum dan asites (serum ascites albumine gradient).
Pemeriksaan ini sangat penting untuk membedakan asites yang ada hubungannya
dengan hipertensi porta atau asites eksudat
PENGOBATAN
Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi:
1. Tirah baring.
Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites transudat
yang berhubungan dnegan hipertensi porta, perbaikan efek diuretika tersebut
berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat
tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktifitas simpatis dan sistem renin-
angiotensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud tirah baring disini bukan
istirahat total di tempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit
diangkat, selama beberapa jam setelah minum obat diuretika.
2. Diet.
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi
garam (NaCl) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60meq/hari. Hiponatremia
ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet
rendah garam, mengingat hiponatremia pada pasien asites transudat bersifat
relatif. Jumlah total Na dalam tubuh sebenarnya di atas normal. Biasanya diet
rendah garam yang mengandung NaCl kurang dari 40 mEq/ hari tidak diperlukan.
Konsentrasi NaCl yang sangat rendah justru dapat mengganggu fungsi ginjal.
3. Diuretika.
Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai
antialdosteron, misalnya spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat
kalium, bekerja di tubulus distal dan menahan reabsorpsi Na. Sebenarnya potensi
natriuretik diuretika distal lebih rendah dari pada diuretika loop bila etiologi
peningkatan air dan garam tidak berhubungan dengan hiperaldosteronisme.
Efektifitas obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma, semakin
tinggi semakin efektif. Dosis yang dianjurkan antara 100-600 mg/hari. Jarang
diperlukan dosis yang lebih tinggi lagi.
Diuretika loop dibutuhkan sebagai kombinasi. Diuretika ini sebenarnya
lebih berpotensi daripada diuretika distal. Pada sirosis hati, karena mekanisme
utama reabsorpsi air dan natrium adalah hiperaldosteronisme, diuretika loop
menjadi kurang efektif.
Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, diet rendah
garam dan terapi diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan turun
400-800 gram/hari. Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat badan
dapat sampai 1500 gram/hari. Sebagian besar pasien berhasil baik dengan terapi
kombinasi tirah baring, diet rendah garam dan diuretika kombinasi. Setelah cairan
asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah
garam dan spironolakton masih tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis
dan natriuresis sehingga asites tidak terbentuk lagi.
Komplikasi diuretika pada pasien sirosis hati harus diwaspadai.
Komplikasi itu misalnya: gagal ginjal fungsional, gangguan elektrolit, gangguan
keseimbangan asam-basa, dan ensefalopati hepatikum. Spironolakton dapat
menyebabkan libido menurun, ginekomastia pada laki-laki, dan gangguan
menstruasi pada perempuan.
Hemat kalium
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa
kehilangan kalium dalam urine. Yang termasuk dalam klompok ini antara lain
aldosteron, traimteren dan amilorid.
Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan
utama aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta
memperbesar ekskresi kalium. Yang merupakan antagonis aldosteron adalah
spironolakton dan bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron
sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta
natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang
mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus
pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan
memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan
bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk
pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan
diuretik kuat.
Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus renalis
rektus untuk menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi
enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon.
Kankrenon mengalami interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak
aktif.
Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia
yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium
yang berlebihan. Tetapi efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa
diberikan bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan reversibel diantranya
ginekomastia, dan gejala saluran cerna.
Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi
dan udem yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan
maksud mengurangi ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. Dosis
dewasa berkisar antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari rata-rata 100mg
dalam dosis tunggal atau terbagi. Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara
spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton 25 mg
dan tiabutazid 2,5 mg.
Loop Diuretik
Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan
bumetanid. Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral
maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-
N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid. Diuretik
loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium pada
segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi pembawa
klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan
digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan
oleh gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama
menggunakan obat ini.
Mekanisme kerja :
Secara umum dapat dikatakan bahwa diureti kuat mempunyai mula kerja
dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid. Diuretik kuat terutama bekerja pada
Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara
menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars ascenden
ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun.
Farmakokinetik
Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang
agak berbeda-beda. Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper
100%. Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak
difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam
organic di tubuli proksimal. Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan
secara IV diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi
dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi
diekskresi melalui hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang
sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid
diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.
Efek samping
Efek samping asam etakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas :
1. Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
sering terjadi.
2. Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang
terjadi. Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat
daripada furosemid.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap.
Ketulian sementara dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid.
Ketulian ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi eletrolit cairan
endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.
Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan bersihan litium.
Indikasi
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena
ganguan saluran cerna yang lebih ringan. Diuretik kuat merupakan obat efektif
untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung, hati atau ginjal.
Sediaan
Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg
per hari. Sediaan IV berupa Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1 mg/kgBB.
Furosemid. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan
preparat suntikan. Umunya pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis
anak 2mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Bumetanid. Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-
2mg sehari. Dosis maksimal per hari 10 mg. Obat ini tersedia juga dalam bentuk
bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang
2-3 jam maksimum 10mg/kg.
4. Terapi Parasentesis.
Parasentesis sebenarnya merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno.
Pada mulanya karena berbagai komplikasi. Beberapa tahun terakhir ini
parasentesis kembali dianjurkan karena mempunyai banyak keuntungan
dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan dengan baik. Untuk setiap liter
cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin
parenteral sebanyak 6-8 gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapi konvensional
tetap diberikan. Parasentesis asites sebaiknya tidak dilakukan pada pasien sirosis
dengan Child-Pugh C, kecuali asites tersebut refrakter.
Pengobatan sirosis dekompensata.
Asites: tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolaton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton
tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya
160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Asites.
Etiologi. Cairan asites merupakan cairan eksudat atau cairan transudat. Asites eksudatif
umumnya disebabkan oleh radang dan memiliki berat jenis cairan yang tinggi, dengan
kadar protein lebih atau sama dengan 3gr%. Asites transudatif, seperti yang terdapat pada
sirosis, disebabkan oleh transudasi kapiler darah atau sinusoid dan saluran limf hati ke
dalam rongga peritoneum.
Organ hati dalam tubuh manusia banyak fungsinya. Selain menyimpan lemak dan
berbagai nutrisi yang diperlukan, hati juga menjadi penyaring zat-zat racun yang
membahayakan tubuh. Ketika fungsinya gagal, transplantasi hati menjadi pilihan terakhir.
Ascites untuk kasus transplantasi hati terutama terkait dengan prognosis yang buruk
dalam jangka pendek dan menengah, yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
diuretik dan membutuhkan paracentesis berulang, transjugular intrahepatik
portosystemic shunt (TIPS), atau peritoneovenous shunt. Ensefalopati juga dapat
berkembang tanpa terdeteksi pada kebanyakan pasien sehingga tidak mendapatkan terapi
yang semestinya.
Hambatan sistem porta- Sirosis Hati.
Seringkali, jumlah jaringan fibrosa berkembang sangat hebat di dalam struktur
hati, menghancurkan banyak sel parenkim dan akhirnya berkontraksi di sekitar pembuluh
darah, sehingga sangat menghambat darah porta melalui hati. Proses penyakit ini dikenal
sebagai sirosis hati. Penyakit ini lebih umum disebabkan oleh alkoholisme, tetapi
penyakit ini juga dapat mengikuti masuknya racun seperti karbon tetraklorida, penyakit
virus seperti hepatitis infeksiosa, dan proses infeksius di dalam duktus biliaris.
Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan besar yang
berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta tiba-tiba
tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui sistem aliran darah porta hati ke
sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, tekanan kapiler di dalam dinding usus
meningkat 15 sampai 20 mmHg di atas normal. Penderita sering meninggal dalam
beberapa jam karena kehilangan cairan yang banyak dari kapiler ke dalam lumen dan
dinding usus.
Aliran Limfe yang sangat tinggi dari hati.
Karena pori dalam sinusoid hati sangat permeabel dan memungkinkan segera
berlalunya cairan dan protein ke ruang Disse, aliran limfe dari hati biasanya mempunyai
konsentrasi protein sekitar 6 gr/dl, yang hanya kurang sedikit daripada konsentrasi
protein plasma. Juga, permeabilitas ekstrem dari epitelium sinusoid hati memungkinkan
terbentuknya limfe dalam jumlah besar. Oleh karena itu, kira-kira setengah dari limfe
yang dibentuk di dalam tubuh di bawah kondisi istirahat muncul di dalam hati.
Pengaruh tekanan tinggi pembuluh hati dalam menimbulkan transudasi cairan dari
sinusoid hati dan kapiler porta ke rongga abdomen-Asites.
Bila tekanan vena hepatika yang mengalir ke vena cava meningkat hanya 3
sampai 7 mmHg di atas normal, mulai terjadi transudasi sejumlah besar cairan ke saluran
limfe dan juga kebocoran melalui permukaan luar simpai hati langsung ke rongga
abdomen. Cairan tersebut hampir semuanya plasma, berisi 80 sampai 90 persen protein
plasma normal. Pada tekanan vena yang tetap tinggi, yaitu 10 sampai 15 mmHg, aliran
limfe hati meningkat sampai 20 kali dari normal, dan keluarnya cairan dari permukaan
hati dapat sangat besar sehingga menyebabkan sejumlah besar cairan bebas sehingga
menyebabkan sejumlah besar cairan bebas di dalam rongga abdomen, yang disebut
sebagai asites.
Hambatan aliran porta melalui hepar juga menyebabkan tekanan kapiler yang
tinggi di seluruh sistem pembuluh porta dari saluran pencernaan, menimbulkan edema
dalam dinding usus dan transudasi cairan melalui serosa usus ke dalam rongga abdomen.
Hal ini, juga, dapat menyebabkan asites tetapi lebih jarang dibandingkan keluarnya cairan
dari permukaan hati sebab segera terbentuk saluran pembuluh kolateral dari vena porta ke
vena sistemik, sehingga mengurangi tekanan kapiler usus kembali ke nilai yang aman.
top related