fraksi kebangkitan bangsaberkas.dpr.go.id/armus/file/lampiran/leg_1-20200221... · 2020. 2. 21. ·...
Post on 05-Dec-2020
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA.
SEKRETARIAT : GEDUNG MPR I DPR-RI. NUSANTARA I LANTAI XVII KAMA.R 1709 JL. JEND. GATOT SUBROTO, JAKARTA 10270 • PKB TELP. 021 - 575 5623 - 575 5625 - 575 5626 - 575 5627 - 575 5628
FAX. 021- 575 5614 - 575 5624 E-MAIL: fkb@dpr.go.id. ~'*~g'~
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR-RI
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENITANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Disampaikan Oleh Juru Bicara FKB DPR-RI .· H. Syaifu//ah Adnawi, SH. Anggota Nomor : A-451
--------------------------------------------------------------------------------------Assalamu'alaikum Wr, Wb.
Yang Terhormat Saudara Pim1pinan Sidang Saudara Menteri Kehakiman dan HAM Saudara-saudara Anggota Dewan dan Hadirin yang terhormat.
Pertama-tama, Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah · SWT, atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga pada hari ini kita bersama-sama dapat menghadiri Rapat Paripurna Dewan, dalam rangka Pemandangan Umum fraksi-fraksi atas Rancangan Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Ko1rupsi.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada beliau Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, shahabat dan pengikutnya yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-ni1lai kebenaran, kejujuran serta menegakkan keadilan di muka bumi ini.
-
Selanjutnya kami sampaikan ucapan terima kasih kepada saudara Pimpinan Sidang atas kesempatan yang diberikan kepada Fraksi Kebangkitan Bangsa untuk menyampaikan Pemandangan Umum atas Rancangan Undang-undang tentang Komisi Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi.
Saudara Pimpinan Sidang dan hadirin yang terhormat.
I' Fraksi Kebangkitan Bangsa berpandal')gan bahwa adainya Rancangan ,/ Undang-undang tentang Komiisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, merupakan langkah maju dan positif dalam rangka membersihkan praktek korupsi yang masih terus terjadi, karena pemberantasan korupsi bukanlalh perkara yang mudah, yang setiap saat dapat di berantas dan di kikis habis, di lain pihak lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum dapat berfungsi secara efektif dalam memberantas praktek korupsi.
Begitu juga dengan penegakan hukum atas prakatek korupsi, menurut Fraksi Kebangkitan Baingsa masih sering mengalami jalan buntu bahkan mandul. Padahal apabila ditinjau dari sisi peraturan perundang-undangan atas pemberantasan praktek korupsi, tentunya sudah lebih dari cukup, apalagi RUU atas perubahan undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pembuktian terbalik), RUU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang sedang kita bahas di dewan tentunya akan semakin memperkuat aspek yuridis atau peraturan perundang-undangan dalam menindak para koruptor.
Mudah-mudahan dengan adanya Undang-undang tersebut praktek korupsi dan kasus korupsi dapat dikikis sampai ke akar-akarnya, mengingat beberapa kasus korupsi besar hingga sampai sekarang belum juga terselesaikan, bahkan tidak ada ujung pangkalnya.
Saudara Pimpinan Sidang dan hadirin yang terhormat.
Fraksi Kebangkitan Bangsa sangat prihatin dengan kondisi bangsa yang penuh diliputi dengan praktek korupsi atau KKN. Dan yang lebih menyedihkan lagi, ternyata bangsa Indonesia pada saat ini
2
menduduki rengkiing nomor empat sebagai negara terkorup di dunia. 0 Korupsi di Indonesia sudah membudaya dan melembaga di hampir seluruh instansi dan lembaga negara. Lebih parah lagi korupsi telah menyebar dan terjadi dalam lingkup lembaga yudikattif termasuk di kalangan para hakim, kejaksaan, dan instansi kepolisian yang semakin menambah parah kualitas . korupsi di Indonesia, sehingga menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa korupsi di Indonesia sudah terjadi secara sistematik dan meluas.
Korupsi di Indonesia bukan lagi sebagi kejahatan biasa, tetapi sudah menjadi kejahatan luar biasa extra-ordinary crimes., karena sudah sampai pada batas pelanggaran HAM dan hak-hak sosial serta ekonomi rakyat. Hal ini bisa kita 'lihat pada kasus-kasus korupsi yang spektakuler, dengan merugikan keuangan negara tidak hanya ratusan juta rupiah, tetapi sudah mencapai ratusan trilyun rupiah, akibat dari kejahatan itu yang sangat terbebani adalah perekonomian rakyat. Karena yang diambil oleh para koruptor adalah uang negara
· yang menjadi hak rakyat.
Bagi Fraksi Kebangkitan Bangsa korupsi tidak hanya terjadi di lingkup instansi pemerintah saja, tetapi disektor swasta pun pada saat ini sudah sama parahnya dan sangat memprihatinkan, terutama di sektor bisnis yang dalam aktivitas bisnisnya terkait atau berhubungan dengan sektor publik, misalnya di sektor perpajakan, perbankan, dan pelayanan publik.
Menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa penyebab merebaknya praktek korupsi di tanah air ini, diantaranya adalah akibat dari sistem penyelenggaraan pemerintah yang belum tertata secara tertib dan tidak terawasi secara baik, karena landasan hukum yang dipergunakan juga mengandung banyak kelemahan-kelemahan dalam implementasinya, kontrol pemerintah yang masih lemah serta penegakan hukum yang belum mampu untuk memasukkan dan menindak orang-orang yang melakukan korupsi. Untuk itu komisi ini dipandang perlu.
3
Saudara pimpinan sidang dan hadirin yang terhormat,.
Setelah menganalisa dan meperhatikan keterangan pemerintah dan Rancangan Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah disampaikan oleh pemerintah, menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yaitu :
1. Dalam konsideran, belum dijelaskan secara rinci alasan-:alasan filosofis dan sosiologis sert9 ekonomis adanya Rancangan Undangundang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kiranya diperhatikan lebih lanjut.
2. Asas pembentukan komisi ini adalah asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan um um dan proporsionalitas. Sedangkan dalam melaksanakan wewenangnya komisi bersifat independen dan belbas dari pengaruh kekuasaan apapun. Asas keterbukaan m:enurut Fraksi Kebangkitan Bangsa harus menempatkan hak-hak rakyat secara benar, yaitu memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan apa yang telah diketahui atas praktek Korupsi sekaligus membe_rikan perlindungan terhadap masyarakat yang kebetulan sebagai saksi. Ketidak beranian masyarakat memberikan informasi atas kasus Korupsi, karena tidak adanya jaminan hukum dan keselamatan bagi masyarakat yang menja:di saksi. Harap diperhatikan lebih lanjut dalam RUU ini. ·
3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adlalah lembaga negara yang dalam melaksankan tugas dan wewenangnya bersifat independen, menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa ukuran dan kriteria independensi Komisi Pemberantasan Tindak pidana Korupsi belum ]elas, karena yang disebutkan dalam pasal 3 serta penjelasan pasal hanya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, sedangkan dari pihak yang lain tidak ada penjelasan, sehingga RUU ini ketika menjadi undang-undang tidak akan terjadi penafsiran yang bersifat subyektif yang justru merugikan rakyat banyak. Mahon perhatian.
4
4. Berkaitan dengan adanya kewenangan ·· Komisi dalam mengambil alih penyelidikan, penyidikan atau penuntutan setiap perkara korupsi sebagai:mana disebutkan dalam pasal 11, menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa perlu diatur lebih rinci dan jelas tentang pengambil alih penyelidikan atau penyidikan baik dari polisi, jaksa atau lembaga lainnya, apabila lembaga itu dianggap tidak mampu menuntaskan kasus korupsi1 atas kerja sama yang telah ditentukan, Begitu juga dengan masalah penyitaan harta hasil korupsi, harus diatur lebih lanjut, mengingat masalah penyitaaan hasil korupsi merupakan masalah yang sensitif dan memerlukan penangan secara khusus.
5. Adanya kewenangan Dewan "DPR" untuk memilih pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (pasal 26) menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa perlu dintinjau ulang. Apakah tugas dan wewenang dewan hanya sebatas melakukan uji kelayakan dan kepatutan . terhadap seluruh calon anggota komisi yang telah disaring dan dicalonkan, atau dapat menentukan segala-galanya atas Komisi ini. Apakah masalah pimpinan Komisi tidak sepatutnya diserahkan kepada internal Komisi. Harap dipertimbangkan.
6. Fraksi Kebangkitan Bangsa mengharapkan agar pasal 35 diperjelas dan dirinci kembali mengingat kasus mega korupsi justru terjadi dimasa pemerintahan yang telah lalu Menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa kewenangan komisi dalam melakukan pemeriksaan korupsi harus bersifat surut Karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime}, Untuk itu, ketentuan hukum tentang menjangkau kasus korupsi masa lalu (berlaku surut)' seharusnya diatur dalam Rancangan Undang-undang ini secara · jelas. Agar seluruh kasus korupsi yang terjadi dimasa lalu dapat diadili dengan dasar Undang-undang ini.
7. Berkaitan dengan pasal 50 (1) tentang pembentukan pengadilan Khusus dilingkungan peradilan umum pada pengadilan negeri. , Menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa harap diperhatikan kembali, , mengingat masalah korupsi merupakan kejahatan yang luar bisa, yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lhakim khusus
5
yang akan menangani pemeriksaan disidang pengadilan. Tetapi lebih efektif apabila dibentuk pengadilan ad hoc anti korupsi yang terdiri dari berbagai unsure, mengingat korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
8. Karena tidak semua masyarakat mengetahui dan memahami akan eksistensi RUU ini ketika diundangkan, maka sebaiknya dalam RUU ini mengatur tentang sosialisasi Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang akan dilakukan oleh pemerintah dan dapat bekerja sama dengan beberapa lembaga yang berkompeten dan peduli terhadap kasus korupsi, hal ini dianggap perlu agar rakyat mengetahui dan memahami tentang undang-undang ini.
Yang Terhormat Saudara Pimpinan Sidang Saudara Menteri Kehakiman dan HAM Saudara-saudara Anggota Dewan dan Hadirin yang terhormat.
Demikian Pemandangan Umum Fraksi Kebangkitan Bangsa atas atas Rancangan Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi., dengan harapan : Komisi ini lebih powerful! dan steril, serta terbebas intervensi dari pihak manapun. Selain itu, dalam proses pembentukan hingga sampai pengisian anggota diharapkan harus lebih steril dan diisi oleh orang-orang yang mem1iliki integritas, moral dan kredibiliitas yang tingg1i di mata masyarakat. Komisi juga harus lebih peduli dan senantiasa menindak lanjuti aspirasi yang telah disampaikan masyarakat kepada komisi, sehingga komisi ini benar-benar dapat memperjuangkan aspirasi rakyat yang menghendaki bangsa ini terbebas dari praktek korupsi.
Selanjutnya marilah RUU ini kita bahas bersama-sama di dewan, dengan melakukan koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU ini, mengingat masih banyak kekurangan dan kelemahan. Kita Tegakkan Keadilan, Bela Kebenaran dan Raih Kemakmuran.
6
Akhirnya atas perhatian para anggota Dewan, saudara Menteri Kehakiman dan HAM rekan-rekan wartawan dan para hadirin kami mengucapkan terima kasih.
Wallahul Muwaffiq Illa Aquamit Thorieq, Wassalamu'alai1ram Wr. Wb.
i
Jakarta, 11 September 2001
PIM PI NAN FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR-RI
Ors. H. Ali Mas Ketua
7
FRAKSI REFORMASI DE"\tVAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Gcdung Nusantara I Lantai 20 Ruang 2010, .JI. .Jcnd. Gatot Subroto1, Scnayan - Jakarta 10270 Tclp. (021) 5755810 Faks. (021) 5755811, 5755800 ·
e-mail: frcformasi@dpr.go.id
r···-·-·-"···-··--·· , ......... ,c.,.., ...... ""··--~ .... ,,.~ .. ~· - ·····-····"·-- .
PEMANDANGAN UMUM L~:~:~:r~:'" .. ::.:.::'.~r2 .. ~:::::: s I~:.~ ~...::J FRAKSI REFORMASI DPR RI
TERHADAP
RANCANG1AN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENT ANG
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Dibacakan Oleh : H. Mutammimul 'Ula, S.H. Nomor Anggota : A-272
Bismil/ahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh,
Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadlirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Sholawat dan salam, kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW -
pemimpin umat yang telah memberikan tauladan kepada kita semua
dengan. sikap dan akhlak yang mulia untuk menciptakan kehidupan
masyarakat yang beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Saudara Pimpinan, Para Anggota Dewan, Saudara Menteri Kehakiman
dan HAM yang kami hormati,
Korupsi merupakan permasalahan moral dan budaya yang telah
· berkembang di hampir semua sistem kehidupan, birokrasi,, dan lembaga
baik sosial, ekonomi, hukum dan politik. Korupsi di Indonesia bukan lagi
sekedar suatu fakta akan tetapi telaih menjadi penyakit sosial yang meluas,
berurat akar, dan menggurita dalam jaringan sistem kehidupan kita, korupsi
telah menjadi "extra-ordinary Crimes" karena itu penanggulangannya
harus dengan "extra-ordinary"
Secara umum korupsi merupakan tindakan, baik berupa
penyelewengan hak, kedudukan, wewenang atau jabatan yang dilakukan
untuk mengutamakan kepentingan dan keuntungan pribadi,
menyalahgunakan atau mengkhianati amanah rakyat dan bangsa, bertindak
menuruti hawa nafsu serakah untuk memperkaya diri dan mengabaikan
kepentingan umum. Paling tidak ada tujuh macam tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai korupsi, yaitu pertama, korupsi transaksional yang
bertolak dari sikap bisnis pada berbagai transaksi di masyarakat. Di
masyarakat sering kita menghadapi kenyataan, ada ubi ada ta/as, atau ada
budi, ada balas. Kedua, korupsi ekstortif (pemerasan, penghisapan) berupa
pemaksaan korban agar menyogok, yang diikuti dengan berbagai ancaman.
Ketiga, korupsi defensif (membela diri) yaitu tindak penyuapan/penyogokan
sebagai bagian dari pembelaan dirinya. Keempat, korupsi investif yang
terjadi jika ada pengusaha atau pejabat menjalin koneksi dengan pejabat
yang lain dan memenuhi semua keingitnan dari pengusaha tersebut dengan
harapan pada saat menghadai permasalahan mendapatkan kemudahan.
Kelima, korupsi nepotis, yakni penunjukan secara tidak sah, penunjukan
kepada kroni-kroninya dengan menghalalkan berbagai cara. Keenam,
korupsi otogenik, ya:kni karena jabatan dan wewenangnya seseorang
membuat keputusan atau peraturan yang bermanfaat bagi kepentingannya
sendiri. Dan ketujuh, korupsi supportif, yaitu tindakan melindungi suatu
tindakan yang korup dengan harapan mendapat bagian dari tindakan
pejabat yang dilindungi tersebut.
2
Saudara Pimpinan, Para Anggota Dewan, dan Saudara Menteri
Kehakiman dan HAM yang kami hormati,
Untuk meng.antisipasi dan mengefeminasi praktek-praktek korupsi
diperlukan adanya mekanisme pengawasan sosial yang efektif dan etis.
Untuk itulah diperlukan adanya pemberdayaan hukum yang secara
konsisten, serta berpihak kepada kebenaran dan keadilan. Sejarah
kehidupan manusia telah memberikan contoh kepada kita semua, bahwa
tegaknya kebenaran dan keadilan hukum menjadi faktor teirpenting dalam
mewujudkan tatanan sosial yang baik. Pada masa kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW telah merintis suatu lembaga pengawasan yang disebut
nizham al-hisbah. Langkah ini dilanjutkan pada masa Umar bin Khatab, dan
lembaga ini mempunyai peran yang strategis dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Melalui lembaga ini, Umar mangmbil tindakan-tindakan
tegas kepada para pedagang yang curang, penimbun barang, spekulan
yang membuat harga di pasar tidak stabil.
Di Indonesia pada saat ini penanganan korupsi diliputi suasana
kecemasan, ketidakpercayaan, skeptisme, dan apatisme. Memang secara
normatif, pemerintah telah membuat institusi pemberantas korupsi yakni
pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK), yang dibentuk berdasa1rkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2000 dan bekerja dibawah koordinasi Kejaksaan Agung. Namun
kinerja lembaga tersebut dapat dikatakan mandul seperti lembaga-lembaga
lainnya yang mempunyai kewenangan menangani korupsi, seperti Bepeka,
BPKP, lnspektorat ,Jenderal, Kepolisian, dan Kejaksaan. Lembaga-lembaga
tersebut berada dalam lingkaran rimba hukum yang berputar-putar ibarat
labirin, mudah mas1uk bE;!rputar-putar ke dalam rimba raya, akhirnya tersesat
dan tidak tahu dimana jalan keluarnya.
Guna mengatasi kemandulan dalam pemberantasan korupsi, pada
tanggal 30 Agustus 2001, Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri selaku
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ad interim, telah
menyampaikan Keterangan Peme1rintah terhadap Rancangan Undang-
3
Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengajuan
Rancangan Undang-Undang ini pada dasarnya merupakan amanat Pasal
43 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang mengharuskan pembentukan komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah kami menyampaikan beberapa
pandangan terhadap rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsii yang diajukan Pemerintah, yaitu sebagai berikut ;
1. Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
hendaknya tidak · sekedar memenuhi perintah kontitusional
sebagaimana tercantum dalam UU No. 31 tahun 1999. Akan tetapi,
pembentukan ini merupakan suatu komitmen yang nyata untuk
memberantas korupsi di Indonesia, bukan sekedar komoditi politik atau
retorika politik untuk mempromosikan pemerintahan kepada publik,
akan tetapi sebagai upaya pembaharuan yang sangat serius terhadap
berbagai lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi yang mandul.
Pengalaman Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) untuk memberantas para hakim-hakim agung yang korup
namun gagal di tangan para hakim pengadilan negeri, dan justru
mengakibatkan para pelapornya menjadi pesakitan merupakan
pelajaran yang sangat berharga, bagaimana sulitnya memberantas
tindak pidana korupsi di Indonesia. Untuk itulah, pembentukan Komisi
ini, hendaknya betul-betul dilengkapi dengan perangkat yang menjamin
kemandirian dan keberanian untuk menyelesaikan kasus-kasus
korupsi.
2. Melalui Undang-Undang ini hendaknya · dapat di carikan jalan tengah
terhadap dualisme dalam penyerndikan dan penyidikan tindak pidana
korupsi. Selama iini, ~~~-P-°-!L~LQ,£Ul .. kejak.5gs.\Q m~.IJJJ?,.!:!E!Yc:l.i kewE:mangan -------·-·----- ,,,,,,,,.,,,,,,.,,,,,\,,'.(,•!,,,'
yang sama dalam melakuk~~--p~nyidikan dan penyelidikan. Kalau ...,_.--~----""'""' , ....... ,,, ..... ,,,.,., •• ,.,,, ... ,,' ··--· "'"'"'"'''""·'·"'''"' '"'''"'"''•"'•""''-···' .,.,_,, '"'""'""''~-,-~ .... .,.., .. ,..,.,, ..... .,,. ••• ,,, ., • .,. ,,~.~'"'-'""·''"'"""''""'""'•'"''·"'"'''"'"'"''"•'""'' fa>V •"'"""'·"''' ' ....
4
dua!i.sm-e--·-ini----diblar~~~-- berlarut-larut . ~.K9.!J .... Jneny,e_babkan .. kurao.9. .. ~---~ .. ~ .. -~-·•·""'""'"""' ....... "'·..,,_,....,,, .. ._,,""''"''
efektifnya penanganan korupsi.
3. P~~b~~tuk~~ -K~1~isi·P.emberantasan Tindak Pidana Korupsi harus
mampu mengatasi hambatan dalam penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tersangka yang berstatus hakim.
Ketidakmampuan dalam mengadili para koruptor seringkali dihadapkan
pada permasalahan prosedur perizinan untuk penyitaan dan
penggeledahan yang sering dipersulit pengadilan. Dalam berbagai
proses penuntutan, Jaksa seringkali justru berpihak kepada Hakim
bukan kepada Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kondisi
semacam ini harus turut juga diatur dalam Undang-Undang ini,
sehingga ada sinergi yang jelas antara kejaksaan dan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Konupsi.
4. Dalam Undang-Undang ini, hendaknya mengatur mekanisme yang
menjamin keterbukaan kerja Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dengan memberi ketentuan yang jelas tentang kewajiban
komisi ini untuk melaporkan secara berkala kepada DPR.
5. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus diberi wewenang
untuk pengungkapan, penyelidikan, penuntutan, melaluka11 pendidikan
publik tentang penanggulangan masalah korupsi dan menentukan
langkah-langkah sistematis mengatasi korupsi secara nasional.
6. Pada Pasal 5 yang menyatakan "dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi", kami
berpendapat perlu ada penambahan asas keadilan.
7. Pada Pasal 10 ayat (1) yang benbunti, "pengambilalihan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dilakukan apabiila Komisi Pemberantasan Korupsi memperoleh
petunjuk adanya ketidakinginan ..... ". Kami berpendapat, perlu ada
penambahan jika Komisi memperoleh petunjuk adanya kompromi yang
dilakukan oleh pihak kejakasaan dan kepolisian.
5
8. Pada Pasal 25 yang persyaratan umur sebagai Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi, kami berpendapat perlu dirubah menjadi
sekaurang-kurangnya berumur 30 (tiga puluh tahun) dan setinggi
tingginya berumur 55 (lima puluh lima) tahun.
9. Dalarn undang-undang perlu ditegaskan tentang rnekaniisrne kontrol
terhadap kornisi. Tanpa adanya kontrol, kornisi dapat menjadi ajang
korupsi baru.
Saudara Pimpinan, Para Anggota Dewan, dan Saudara Menteri
Kehakiman dan Hak .Asasi Manusia yang kami hormati,
Demikianlah pernandangan umurn Fraksi Reformasi terhadap
Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pernberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Kami berharap, kemunculan Undang-Undang ini tidak hanya
sekedar rnenarnbah deretan huruf-huruf mati yang tertuang dalam suatu
peraturan. Dalarn penegakan hukurn faktor yang terpenting adalah
penegakan kornitrnen yang tercantum dalam Undang-Undang secara
otentik. Kita masih melihat, bahwa pada saat ini kornitrnen para penegak
hukum belum sebesar semangat Undang-Undang-nya. Hakim masih
berperilaku konvensional dalam menguji kasus korupsi, bahkan dapat
dinyatakan kurang mernpunyai kepekaaan terhadap para koruptor.
Pengadilan telah bertindak mirip seperti mesin cuci yang membersihkan
para koruptor melalui · pengadilan, pengacara berupaya mati-matian
membela kliennya bukan membela huk.um yang semestinya.
Mengingat arti penting Undang-Undang ini, kami MENYETUJUI
Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi untuk dibahas pada tingkat berikutnya. Semoga dengan
penyusunan Undang-Undang akan tercipta gerakan masif dan mengakar
untuk memberantas korupsi. Kita hairus membangkitkan sernangat untuk
tidak memberikan toleransi terhadap tindak pidana korupsi.
6
Akhirnya, atas segala perhatian Saudara Pimpinan, Para Anggota
Dewan, dan Saudara Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia kami
sampaikan banyak terimakasih.
Billahittaufiq wal hidayah,
Wassalamu'alaikum Warrahmatul/ahi Wabarakatuh.
Jakarta, 11 September 2001
PIMPINAN FRAKSI REFORMASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Wakil Ketua, Sekretaris,
Ors. H. Muna1war Sholeh Dr. Ahmad Farhan Hamid, Ms.
(
7
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT R.I. FRAKSI TNl/POLRI
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI TNUPOLRI A T A S
RANCANG1AN, UNDANG-UNIDANG REPUBLIK l1NDONESIA TE NTANG
KOMIS~ PEMB.ERANITASAN1 TINDAK PlDANA KORUPSI
JURU BICARA FRAKSI TNl/POLRI
AMAN SUDJANA PRAWIRA NOMOR ANGGOTA A-481
JAKARTA, 11 SEPTEMBER 2001
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI FRAKSI TNl/POLRI
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI TNI/POLRI ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Assalamualaikum Wr Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.
Yth. Saudara Pimpinan Sidang; Yth. Menteri Kehakiiman dan Ham selaku Wakil Pemerintah beserta
Staf; Yth. Anggota Dewan; dan Hadirin yang berbahagia
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-1\lya, hingga kita
dapat menghadiri Sidang Paripurna Dewan hari ini dalam keadaan sehat ·
wal'afiat, guna mengikuti Pembicaraan Tingkat II atas Rancangan
Undang undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas nama Fraksi TNI/POLR~ perkenankanlah kami menyampaikan
ucapan terima kasih kepada pimpinan Sidang atas kese~.n yang
diberikan kepada Fraksi TNI/POLRI untuk menyampaikan
Peman~ngan Umum Fraksi TNI/Polri atas Rancangan Undang~
Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana KorupsL
Sidang Dewan yang kami hormati,
Masalah korupsi di Indonesia sudah merupakan masalah nasional
yang sangat-sangat merugikan negara dan masyarakat karena sudah
membudaya di seluruh lapisan masyarakat dan aparatur negara baik
eksekutif, maupun di legislatif dan yudikatif. Dari tahun ke tahun korupsi
bukan semakin berkurang bahkan semakin bertambah, baik dari segi
kuantitas maupun segi kualitasnya. Korupsi sudah terjadi secara sistemik
dan meluas menjadikannya bukan sebagai hanya ancaman yang
merugikan keuangan negara akan tetapi sudah merupakan pelanggaran
HAM terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara meluas
sehingga Fraksi TNI/Polri sepakat untuk menyatakan bahwa korupsi
tidak lagi · digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan sebagai
kejahatan luar biasa atau "extra-ord~nary crime".
Upaya-upaya pemberantasan korupsi bukan tidak pernah
dilakukan, mulai dari! pembuatan atau penyempurnaan undang-undang
tentang korupsi sampai kepada pembentukan Tim/komite/opstib sampai
yang terakhir Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
namun upaya dengan metoda penegakan hukum yang dilakukan masih
secara konvensional,, dan terbukti mengalami kemandulan sehingga
untuk memberantas korupsi secara tuntas sampai lkeakar-akarnya
memang diperlukan suatu badan yang independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun dengan kewenangan yang tinggi dan
penuh (fullpower)
2
Pembentukan suatu badan atau komisi yang independen dan ,/
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun serta memiliki wewenang
yang luas dan efektif dalam menjalankan pemberantasan korupsi
haruslah kita cermati dengan hati-hati karena pemberantasan korupsi
sudah dilaksanakan oleh institusi yang ada seperti lkejaksaan dan
kepolisian dan badan-badan lain yang berkaitan dengan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Pasal 43 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa dalam
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-undang tersebut
diundangkan dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi dengan
wewenang koordinasi dan supervisi serta penuntutan. Oleh karena itu
sekarang ini sudah saatnya dilakukan .pembahasan Undang-undang
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berpijak pada hal-hal seperti yang uraikan tersebut di atas; maka
kami ingin kemukakan pokok-pokok pikiran Fraksi TNI/POLRI atas
Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, sebagai berikut :
1. Rancangan Undang-Undang ini dapat menampung seluruh aspirasi
yang ~da di masyarakat yang menginginkan adanya lembaga yang
independen dan memiliki kewenangan tinggi (full power) dengan
anggotanya terdiri dari orang-orang bersih dan jujur yang memiliki
kapabilitas (profesional) dan integritas yang tinggi terhadap
pemberantasan korupsi;
3
2. Rancangan Undang-Undang inii nantinya apabila telah menjadi
undang-undang diharapkan dapat memberi sumbangan yang
signifikan terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi secara
menyeluruh, tunta1s dan adil.
Sidang Dewan yang terhormat,
Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, Fraksi TNI/Polri ingin
menyampaikan tanggapan dan selkaligus minta penjelasan terhadap
muatan RUU tersebut sebagai berikut :
1. Kewenangan Ko1misi berlaku surut.
Dalam pasal 35 disebutkan Komisi Pemberantasan korupsi
berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan atau
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi
sebelum berlakunya undang-undang ini. Juga dalam pasal 11
disebutkan Komisi Pemberan-tasan Korupsi berwenang juga
mengambil alih penyelidikan, penyidikan atau penuntutan
setiap perkara korupsi yang teljadi sebelum terbentuknya
Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan undang-undang
ini Artinya kewenangan Komisi lni berlaku surut. Dikaitkan dengan
pasal 8 tentang kewenangan Komisi untuk membuka kembali
penyelidikan, penyidlkan dan penuntutan atas perkara yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, Jika kemudian d~temukan bukti
yang menimbulkan dugaan kuat adanya tindak pidana dalam proses
peradilan tindak pidana korupsi tersebut, maka haJ kewenangan
berlaku surut dapat menimbulkan ketidak pastian hukum dan ini
4
bertentangan dengan asas dari tugas dan wewenang Komisi, seperti
tersebut daiam pasat 5. Mohan penjelasan dari pemerintah.
2. Kewenangan Komisi terhadap seluruh kasus tindak pidana
korupsi~
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi seperti tersebut dalam pasal 6
butir a yaitu metakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi, kami anggap terlalu. luas dan
tumpang tindih dengan tugas yang dHakukan oleh Kepolisian dan
Kejaksaaan. Oleh karena itu perlu ada penjelasan bentuk atau jenis
korupsi yang bagaimana yang akan ditangani oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Hal ini berkaitan dengan organisasi Komisi
yang hanya akan sampai tingkat I yaitu propinsi, sedangkan
organisasi KepoHsian maupun ~ejaksaan telah ada sampai daerah
tingkat II.
3. Organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 21 ayat (1) menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi
bertugas dan seterusnya. Pasal ini menjadi rancu dengan bunyi Pasal
6 yang menyebutkan Komisi Pemberantas Korupsi mempunyai tugas
dan seterusnya. Apakah yang dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) itu
adalah Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas dq:p
seterusnya, bila benar demikian maka penyebutan Komist
Pemberantasan Korupsi atau Keputusan Komisi Pemberantasan
Korupsi pada pasal-pasal berikutnya adalah dimaksudkan sebagai
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Keputusan Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi.
Selanjutnya harap dijelaskan apakah Anggota Tim Penasehat dan
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah pejabat negara.
Bagaimana dengan status pegawai pada Sekreateriat Komisi
Pemberantasan Korupsi apakah pegawai negeri atau bukan hat ini
berkaitan dengan pasal 32 junto pasal 33 tentang larangan bagr
Pimpinan, Tim Penasehat dan seluruh pegawai yang bertugas pada
Komisi pemberantasan Korupsi.
4. Prosedur penyidikan dan penyitaan.
Rancangan Undang-undang ini memberi kewenangan yang besar
dalam hal prosedur penyidikan dan penyitaan, karena cprosedur
penyidikan dan penyitaan yang didasarkan atas undang-undang lain
dinyatakan tidak berlaku oteh undang-undang ini. Namun RUU ini
tidak menetapkan sanksi dalam hal Pegawai atau Anggota Komisi
Pemberantasan Korupsi yang menyalahi prosedur yang diatur dalam
undang-undang ini ketika melakukan penyidikan atau penyitaan. Hal
ini bertentangan dengan asas proporsionalitas yang ditetapkan dalam
pasal 5. Mohon penjelasan.
s. Pembiayaan Komisi yang berasal dari Premi!
Biaya untuk pelaksanaan tugas Komrsi dibebankan kepada APBN dan
10°/o dari pengembalian keuangan negara yang berasal dari tindak
pidana korupsi, seperti disebut dalam pasal S6. Bunyi pasal ini sangat
ironis dengan upaya kita memberantas korupsi. Sebab segala sesuatu
pemberian yang berkaitan dengan pekerjaan dapat dikatagorikan
Korupsi. Selain itu, kita ketahui Kejaksaan maupun Kepotisian tidak
mendapat insentif premi seperti itu. Mahon penjelasan.
6
Saudara ·Pimpinan· Sidang dan hadlirin yang kami hormati,
Berdasarkan uraian Pemandangan Umum tersebut · dan setelah
.mempelajari dengan seksama RUU tentang Komisi Pemberanta·san ·
Tindak Pidana Korpusi serta memperhatikan keterangan/penjelasan
Pemerintah, maka Fraksi TNI/ Polri dengan ini menyatakan
setuju melanjutkan pen1bahasan Rancangan Undang-undang
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam
pembicaraan tingkat III.
Demikianlah Pemanda.ngan Umum Fraksi TNI/POLRI terhadap RUU
Komisi P.emberantasan Tindak l?idana Korupsi.
Sekian dan terirna kasil1.
\tVassalarnua!aikurn 'vVr Vvb.
7 ,,
Jaka1ta, 11 September 2001
Juru Bicara
AMAN SUDJ NA PRAWIRA No. -481
FRAKSI PARTAI BULAN BINTANG DEWAN PERWAKILAN RA,KYAT REPUBLIK INDONESIA Gedung DPR RI Lt. 21 JI. Jend. Gatot Subroto - Jakarta 10270
Telp.5755858,5755899,5755900 Fax.5755859 e-mail: fpbb@dpr.go.id
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI BULAN BINTANG DPR-RI
ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
disampaikan oleh :
Drs. BONDAN ABDUL MAJID Anggota No.A-262
pada
RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Tanggal 11 September 2001
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI BULAN BINTANG
ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENT ANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
disampaikan oleh : Drs. BONDAN ABDUL MAJID -Anggota No.A-262
Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Saudara Ketua yang kami hormati; Saudara Menteri Kehakiman dan HAM beserta jajarannya yang kami hormati; Para Anggota Dewan, hadirin dan hadirat yang kami hormati.
Alhamdulillah wa syukurillah, atas segala limpahan rahmat dan
hidayat Allah SWT, pada hari ini kita dapat 1nelaksanakan Rapat
Paripurna ini dalam rangka Pe1nbicaraan Tingkat II Pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Perkenankanlah kami atas nan1a Fraksi Partai Bulan Bintang
n1enyampaikan Pemandangan U mum atas Rancangan Undang
Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
telah diajukan oleh Pemerintah pada bulan Juni tahun 2001 yang lalu
dan pembahasan tingkat I dilaksanakan pada tanggal 3 0 Agustus yang
lalu.
Fraksi Partai Bulan Bintang menyambut baik clan
n1enyainpaikan ucapan teri1na kasih serta penghargaan kepacla
Pe1nerintah yang telah mengajukan Rancangan Unclang-Unclang ini
sebagai usul pe1nerintah untuk dibahas dengan DPR. Menurut fraksi
kmni, tindak pidana korupsi yang terjacli sekarang ini sudah berada
dala1n tingkat yang sangat me1nbahayakan kelangsungan bangsa dan
negara yang tidak bisa diatasi dengan cara-cara biasa dan
konvensional. Oleh karena itu harus acla langkah-langkah untuk
1ne1nberantasnya dengan cara-cara luar biasa yang perlu ditopang
clengan dasar hukum yang memadai.
Dalain kerangka pernikiran itulah Fraksi Partai Bulan Bintang
dapat memahami clan 1nenyambut positif pengajuan Rancangan
Undang-Undang ini disamping secara yuriclis aclalah amanah Unclang
Undang No.l tahun 1999 sesuai denganjiwa TAP MPR No.XI Tahun
1999.
Sidang Dewan yang kami hormati,
Pada saat pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi oleh Pemerintah lebih dari satu setengah tahun yang
lalu, masyarakat sangat berharap pada kemampuan dan keefektifan
tim itu, nainun nyatanya harapan masyarakat menjacli sima, karena
ternyata Tim itu tidak bisa berbuat banyak, ticlak bergigi dan tidak
1ne[niliki kekuasaan. Karena itu pe1nbentukan Komisi Anti Korupsi
dengqn Undang-Undang akan memberikan lanclasan yang kuat bagi
keberadaan komis.i ini yang harus 1ne1niJ iki kewenangan-kewenangan
2
khusus yang lebih luas dan lebih kuat dibanding penegak hukum
lainnya yang ada seperti penyidik kepolisian maupun kejaksaan.
Terhadap 1nateri Rancangan Undang-Undang tersebut secara
mnum, fraksi kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan dan
1ne1ninta klarifikasi dari Pemerintah atas hal-hal sebagai berikut :
1. Mengenai asas keterbukaan dan prinsip kerahasiaan dalam
penyidikan. Dalam Rancangan Undang-Undang ini dianut asas
keterbukaan. Padahal disisi lain dalam proses penyelidikan dan
penyidikan ada banyak hal yang harus dirahasiakan untuk
1nenjamin terungkapnya tindak pidana yang terjadi dan menjaga
agar proses penyidikan berjalan dengan baik dan sukses.
Bagaimana batasan-batasan 1nengenai apa yang dapat dibuka dan
apa yang harus dirahasiakan, tidak diatur secara tegas dalam
Rancangan Undang-Undang ini. Mohon penjelasan Pemerintah.
2. Pengaturan mengenai tugas komisi dalam pasal 6 berbeda dengan
tugas komisi yang diatur dalain pasal 21 Rancangan Undang
Undang. Mohon penjelasan Pemerintah.
3. Mengenai kewenangan komisi yang berkaitan dengan perbankan
akan menghadapi kendala berkaitan dengan Undang-Undang
Perbankan yang ada. Oleh karena itu harus ada penegasan bahwa
pasal-pasal Undang-Undang Perbankan mengenaii kerahasiaan
tidak berlaku terhadap kon1isi ini. Disamping itu harus ada sanksi
terhadap bank yang tidak melaksanakan perintah ko1misi begitu
3
JUga terhadap alasan dari tersangka yang tidak mengindahkan
perintah komisi.
4. Kewenangan komisi untuk ine1nberhentikan sementara transaksi
keuangan, perdagangan dan lain-lain, harus dibatasi waktunya,
sehingga kewenangan komisi ini menjadi tidak tak terbatas.
Kewenangan yang tidak terbatas dapat merugikan seseorang yang
beri tikad baik.
5. Dalam Rancangan Undang-Undang ini diatur mengenai jumlah
pimpinan dan anggota Ko1nisi berjun1lah 3 (tiga) orang. Apa yang
inenjadi pertimbangan jumlah 3 (tiga) orang tersebut. Menurut
pendapat kami jumlah 3 (tiga) orang ini tidak memadai untuk
sebuah komisi yang tugasnya sangat luas dengan bobot masalah
yang sangat berat dan ban yak. Mengapa tidak 5 (lima) atau 7
(tujuh) orang sehingga memadai. Demikian pula mengenai syarat
keanggotaan panitia seleksi tim penasehat, rekruitmen pegawai,
penyidik serta penuntut tidak diatur secara jelas dan rinci dalam
Rancangan Undang-Undang ini. Menurut pendapat Fraksi kami.
karena kewenangan penasehat, pegawai, penyidik dan penuntut
sangat besar, maka perlu diatur secara tegas mengenai kriteria
pengangkatan pej abat-pej a bat terse but.
6. Hal-hal yang perlu mendapat klarifikasi dari Pemerintah adalah:
a. Apa dasar pertimbangannya yang rasional anggota atau mantan
anggota partai politik tidak boleh inenjadi anggota Komisi?
4
' "
b. Apa pertimbangannya sehingga Komisi tidak boleh
mengeluarkan surat penghentian penyidikan maupun
penghentian penuntutan. Bagaimana terhadap perkara yang
sedang disidik padahal tidak cukup bukti untuk diajukan ke
Pengadilan?
Sidang Dewan yang kami muliakan.
Demikian Pemandangan U1num dari Fraksi Partai Bulan
Bintang. Masih banyak usulan-usulan dan pertanyaan-pertanyaan
lainnya dari fraksi kami yang akan kami ajukan dalam tingkat
pe1nbicaraan selanjutnya.
Akhimya Fraksi Partai Bulan Bintang dapat menenma
Rancangan Undang-Undang ini untuk dibicarakan dalam tingkat
selanjutnya.
Wabillahittaufiq wal hidayah Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 11 September 2001
PIMP IN AN
Ke tu a FRAKSI PARTAI BULAN BINTANG DPR-RI
Sekretaris
ttd ttd
H. AHMAD SUMARGONO, SE HAMDAN ZOELVA, SH
5
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT R.I. FRAKSI KKI
PEMANDANGAN UMUM
FRAKSI KESATUAN KEBANGSAAN INDONESIA
ATAS
RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUP5I
DIBACAKAJ\T OLER :
DRS. II.A. HAMID MAPP A
NOMOR ANGGOTA : A-279
JAKARTA, 11 SEPTEMBER 2001
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT R.I. FRAKSI KKI
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KESATUAN KEBANGSAAN INDONESIA
ATAS RANCANGAN lJNDANG-UNDANIG
TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Disampaikan pada Rapat Paripurna DPR-RI Tanggal 11 September 2001 Oleh Juru Bicara : Drs. H.A. Hamid Mappa Nomor Anggota : A-279
· Yang Terhormat Saudara Pimpinan Sidang; Para Anggota Dewan; Saudara Menteri selaku Wakil Pemerintah beserta Segenap Jajaran; Hadirin dan Hadirat sekalian yang kami muliakan.
Assalammu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera bagi kita semua.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang1
Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya kita semua
dapat berkumpul bersama dalam persidangan Dewan yang1
mulia ini dalam keadaan sehat walafiat.
PKKil/PUPUl/pu p1mb""""'1.Vln tlndak pidalui k01'11.p$1.ed ll
Perkenankanlah saya atas nama Fraksi Kesatuan Kebangsaan
Indonesia menyampaikan Pemandangan Umum Fraksi atas
Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Sidang Dewan yang kami hormatl
Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia menyambut baik:
pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini. Hal ini didasari oleh
pemikiran bahwa :
1. Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi merupakan amanat Undang-Undang; yaitu amanat
dari - Undang-Undang No.31 Tahun · 1999, yang1
mengatakan bahwa "Dalam waktu paling /ambat 2 (dua)
tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku/ dibentuk
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi'~ Karena
itu Rancanigan Undang-Undang ini penting diberi prioritas
untuk segera dibahas bersama oleh Dewan dan
Pemerintah.
FKKillPUPU//pu pemberantasan tbulak pldana korupsl.ed 2
2. Perilaku korupsi sudah merupakan penyakit sosial yang V kronis; baik menyangkut kualitas, kuantitas, maupun
intensitasnya. Penyakit korupsi ini tidak hanya menyerang
aparatur Pemerintah saja, tetapi juga mera1mbah ke bidang1
· kekuasaan lainnya secara subur dan kuat.
Selain merugikan keuangan negara, korupsi seperti ini juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat secara luas.
Menurut pengamatan Fraksi Kesatuan Kebangsaan
Indonesia, dalam era reformasi sekarang inipun virus
korupsi masih tetap dan terus berkembang biak dengan
subur. Baik itu menyangkut cara, jenis, jumlah dan
keanekaragaman pelakunya.
3. Perlu ada upaya sistematis untuk llebih menjamin
kepastian hukum, rasa keadilan serta memberikan
perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonom1i
masyarakat.
FKKil/PUPU/lpu p1mberanta!irm dndak pldima kOl'Upsl.ed 3
Sidang Dewan yang kami muliakan,
Terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Komisi.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Fraksi Kesatuan
Kebangsaan Indonesia menyampaikan sikap dan pandang1
. sebagai berikut :
1. Penyakit korupsi itu bersifat litas sistemik; ia hadir dalam1
sistem sosial peodalisme, kapitalisme, sosialisme dan
komunisme. Korupsi dapat berjangkit pada segala jenis
kelas masyarakat, organisasi negara dan pada segalai
jaman.
Oleh karena itu, Pembentukan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi patut didukung; sebab semakin
hari semakin berat saja ketergangguan, keprihatinan,,
kerugian dan kerusakan akibat korupsi ini.
2. Adanya pemberian kewenangan yang bersifat luar biasa
yang diberikan kepada suatu lembaga baru jangan sampai
membuat terganggunya fungsi suatu lembaga hukum.
Kita perlu merenungkan secara lebih mendalam serta juga
bertekad untuk bersa1ma-sama menjaga agar supaya
FKKU/PUPUl/pu P""bmmuuun dnduk pldana korupsl.ed 4
jangan sampai pembentukan suatu lembaga baru
berakibat memandulkan peranan lembaga penegak hukum
lainnya. Sebab, apabila kita tidak berhati-hati maka dapat
saja terjadi semacam pengebirian dan pemasungan
kewenangan suatu lembaga yang disebabkan oleh
ketidaksinkronan produk hukum serta · kewenangan
berlebihan. Harus diingat bahwa kewenangan berlebihan
adalah rawan dan juga cenderung korup.
3. Asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas,
kepentingan umum dan proporsionalitas, haruslah tetap
terjaga dan dijaga secara benar.
4. Menurut pandangan Fraksi Kesatuan Kebangsaan
Indonesia, penanganan 1masalah korupsi selalu mencakup
3 aspek, yaitu :
4.1. aspek preventif;
4.2. aspek represif (hukum);
4.3. aspek endukatif.
FKKillPUPU!ipu pember"11UWm dndak pldana korupsl.t'tl
5
Oleh karenanya Rancangan Undang-Undang tentang
Komisi Pemberantasan T~ndak Pidana Korupsi inipun harus
berisikan materi dan substansi yang mencakup hal di atas
secara komprehensif.
5. Dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, ada
dua kendala pokok yang mesti selalu diperhatikan yaitu :
6.
1) lahan garapan pemberantasan korupsi itu . dimulai
dari mana dan berakhir dimana.
2) profesionalisme aparat penegak hukum perlu
ditingkatkan agar masyarakat dapat mempercayai
bahwa pemberantasan korupsi itu merupakan
gerakan yang sungguh-sungguh dan perlu didukung
serta dapat diharapkan hasilnya secara nyata.
Lembaga-lembaga lain yang bersifat sama dengan Komisi j Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau
lembaga/komisi sejenis yang tugas dan fungsinya
overlapping dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi ini dapat diefisienkan dan lebih didayagunakan
FKKillPUPU/lpupm.berantllSIDI dndak pldtu1a kompsl.jrd 6
dengan membubarkan saja dan mengintegrasikannya ke
dalam Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini;
dijadikan sebagai sub komisi dengan keanggotaan yang
lebih kecil, profesional dan terpercaya.
Dengan demikian Komisii ini dapat menjadi lebih kuat dan
integral sifatnya; dapat 1menjadi institusi yang solid, kuat,
efektif, efisien dan berwibawa.
Sidang Dewan yang berbahagia,
Dalam situasi yang serba transisional sekarang ini,
pemberantasan korupsi harus dilakukan secara terencana. Yang
akan diutaman itu apa, rech matig heid atau doelmatigheid
Praktek korupsi tidak serta merta akan telihapus dengan
memenjarakan semua koruptor dari kelas teri sampai kelas
kakap tanpa pandanga bulu. Apalagi dikaitkan dengan praktek
korupsi di masa lalu.
Kita harus sadar bahwa praktek korupsi tidak secara serta
merta dapat lenyap hanya dengan penyempurnaan ketentuan
legal formal saja. Kemauan dan kemampuan Pe1merintah dalam
FKKil/PUPU//pu pemberantasan dndak pldano kOl'Upsl.~ul 7
melakukan pembenahan struktur birokrasi, sistem pengawasan,
sistem akuntasi pemerintahan sangat penting; ditambah dengan
integritas serta standar moralitas pejabat publik yang juga perlu
dibenahi.
Ke depan, yang terpenting adalah bagaimana kita menciptakan
iklim, perangkat, paradigma, kebijakan dan perilaku pejabat
publik yang efektif dan efisien dengan transparansi dan
akuntabilitas yang baik, lebih berguna serta dapat dibanggakan.
Saudara Pimpinan Sidang Dewan yang berbahagia,
Berdasarkan hal-hal yang kami sampaikan tadi, maka Fraksi
Kesatuan Kebangsaan Indonesia menyatakan dapat menerima
pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan setuju untuk dibahas
pada tahap selanjutnya.
Hal-hal yang menyakut materi dan perumusan secara lebih rinci
dan mendetail akan kami sampaikan pada sidang pembahasan .
tingkat selanjutnya nanti.
.FKKillPUPU/lpu pembuantastm tlndak pldaha lctwUp&al
8
Demikianlah Pemandangan Umum ini kami sampaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih senantiasa membimbing
kita semua di dalam menjalankan tugas yang telah
dipercayakan kepada kita sekallian.
Terima kasih.
Wassalamu~laikum Wr. Wb. Salam Sejahtera untuk kita semua
FRAKSI KESATUAN KEBANGSAAN INDONE!SIA DPR-RI
Sekretaris, luru Bicara
~~·~ ISMAWAN DS. DRS. H.A. HAMID MAPPA
A-458 A-279
FKKillPUPU//pu~ dndakpldanakorupsi.'4 9
PEMANDANGAN UMUM
FRAKSI PERSERIKATAN DAULATUL UMMAH
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP RUU TENTANG KOMISI PEMBERANTSAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
Dibacakan oleh : Ors. Sayuti Rahawarin
Nomor Anggota : A-253
Saudara Pimpinan Sidang yang kami hormati, .
. Saudara Menteri Kehakiman dan HAM yang kami hormati,
Para Anggota Dewan yang kami hormati,
'Hadirin yang dimuliakan o~eh Allah SWT,
Assalamu'alaikum ·warahmatullahi Wabarokatuh
A.Ihamdulillahi Rabbil' Alamin. Pertama - tama perkenankanlah kami
mengajak kita sernua untuk bersama-sama memanjatkan puja dan puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahn1at, inayah dan
karunia-Nya kepada kita semua, schingga pada hari ini kita dapat
menghadiri dan mengikuti tugas konstilusional kita yaitu Rapat Paripurna
DPR RI dalarn rangka rnendengarkan Tanggapan Fraksi-fraksi atas RUU
tentang Komisi Pemberantasan Tindak l)idana Korupsi.
Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita
N abi Besar Muhammad SAW berserta keluarganya, para sahabatnya dan
para pengikutnya hingga akhir zaman. Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Sidang Dewan yang mulia,
Harus kita akui bersama bahwa korupsi di Indonesia sudah
merupakan salah satu "virus" lama yang menyebar hampir ke seluruh
jaringan tubuh pemerintahan, sehingga sejak tahun 1960-an sampai saat ini
langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat. Anatomi
korupsi di Indonesia:, yang menurut Transparansi Intemasional menduduki
peringkat ke empat di seluruh dunia, menunjukkan betapa korupsi temyata
sangat sulit untuk diberantas, mengingat keterkaitannya dengan kekuasaan,
betapapun kecilnya kekuasaan itu, karena dengan kekuasaan itulah
seseorang dapat menyalahgunakan kekuasaanya untuk kepentingan pribadi,
keluarga atau kroninya. Pada mulanya korupsi muncul dan berkembang di
sektor-sektor publik, dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan
kekuasaan itulah pejabat publik dapat menekan atau memerns para pencari
keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah.
Perkembangan korupsi sampai saat ini pun sudah merupakan akibat
dari sistem penyelenggaraan pemerintah yang tidak tertata secara tertib dan
tidak terawasi secara baik karena landasan hukum yang dipergunakan juga
mengandung banyak kelemahan-kelemahan dalam implementasinya.
Sulitnya memberantas korupsi diperparah lagi dengan melemahriya sistem
"check and balance" ·di antara ketiga pilar kekuasaan negara, yaitu
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti,
jika korupsi di Indonesia seakan sudah melembaga dan mendekati suatu
2
budaya yang hampir sulit dihapuskan. Hampir seluruh anggota masyarakat
tidak dapat menghindar diri dari "kewajiban" memberikan upeti manakala
berhadapan dengan pejabat pemerintah terutama di bidang pelayanan
publik. Tampalmya tidak memberikan sesuatu hadiah (graft) adalah
rnerupakan dosa bagi rnereka yang berkepentingan dengan urusan
pemerintahan.
Bertitik tolak dari uraian di atas jelaslah bahwa pernberantasan
korupsi bukanlah perkara yang rnudah dan segera dapat diatasi kerena
sistern penyelenggaraan pernerintah yang rnentabukan transparansi dan
rnengedepankan kerahasiaan dan ketertutupan; dengan rnenipiskan
akuntabilitas publik dan rnengedepankan pertanggungjawaban vertikal
yang dilandaskan pada primordialisme; yang menggunakan siste1n
rekruitment, mutasi dan promosi atas dasar koncoisme baik yang
didasarkan kepada kesarnaan etnis, latarbelakang politik, atau politik balas
jasa. Keadaan ini semakin dipersulit lagi dan hampir merupakan keputusan
manakala kita menyaksikan pula aparatur penegak hukum dari hulu ke hilir
terlibat ke dalam jaringan korupsi yang seharusnya dijadikan musuh
penegak hukum atau sasaran penegak hukurn itu sendiri.
Dalam konteks ini pula, keadaan semakin diperparah lagi dengan/
adanya bukti-bukti atau contoh-contoh dirnana telah terjadi perebutan
kekuasaan dalam penyidikan antara kepolisian dan kejaksaan yang sudah
berkembang sej ak dilahirkannya KUHAP pada tahun 1981. Contoh
penanganan kasus korupsi besar sudah membuktikan adanya ajang
perebutan kekuasaan tadi ditambah dengan saling lempar batu antara .. ~.~·,....,,..
keduanya dalam melaksanakap tugas-tugasnya. Stagnasi penanganan A, -
kasus-kasus korupsi besar di Indonesia semakin komplek manakala kasus
3
tersebut berkaitan erat dengan kepentingan politik tertentu. Bagi Fraksi
PDU, pada semangat dan visi seperti tersebut di ataslah sebenamya RUU
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini menemukan
konteks filosofis, yuridis dan sosiologis. Kesadaran terhadap hal inilah
yang seharusnya menjadi landasan pijak bagi kita, satu persepsi kehendak
bersama untuk membersihkan "virus" korupsi, dan juga satu visi bersarna
yang perlu segera diwujudkan dalarn waktu dekat.
Sidang Dewan yang kami Muliakan,
Sebagaimana kita ketahui, Pembentukan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Kornpsi adalah perintah dari UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 43 ayat (1) di sana
disebutkan bahwa "Dalam waktu paling lambat 2 ( dua) tahun sejak
undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi ". Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seharusnya paling
lambat tanggal 16 Agustus 2001 bulan kemarin, Komisi terse but sudah
terbentuk dan diatur dalam undang-undang.
Dalam kaitan pemberantasan tindak pidana korupsi itulah, Fraksi
PDU berpendapat bahwa pembentukan komisi pemberantasan tindak
pidana korupsi tersebut adalah sangat penting dan sangat mendesak .. Untuk
itu, semangat untuk membentuk komisi ini janganlah dikotori dengan
kesalahan dalam penempatan orang-orang yang akan di duduk di kornisi
itu. Kekhawatiran ini bukannya tanpa alasan, karena bukannya tidak
mungkin, pembentukan komisi ini justru di samping akan membuat
birokrasi barn, tetapi juga akan dapat menjadi surnber korupsi barn bagi
4
orang-orang yang tidak bertanggung jawab, berupa penyuapan dan lain
sebagainya.
Oleh karena itu, Fraksi PDU berpendapat, di samping memberikan
kewenangan, berupa hak dan kewajiban anggota Komisi dalam
menjalankan tugasnya dalam rancangan Undang-undang ini, satu hal yang
lebih penting adalah n1enetapkan syarat-syarat yang berat bagi orang-orang
yang dapat duduk di komisi ini, rnenyusun kode etik, dewan kehorrnatan,
dan sanksi yang berat bagi anggota komisi yang melanggar. Jika perlu,
hukuman yang diberikan kepada Anggota Komisi yang rnelakukan korupsi
harus jauh lebih berat dari pelak.u kon1psi itu sendiri. Kita benar-benar
harus berani menengok kedalam diri kita sendiri sebelum menilai perbuatan
orang lain. Jika setiap orang dari diri kita berbuat yang sama, insya allah
akan diikuti oleh orang-orang yang ada disekitar kita, sehingga
terbentuklah komunitas yang saling mempercayai satu sama lain, saling
menghargai dan menghorrnati. Dan inilah ciri sebuah masyarakat yang
sehat, sebuah masyarakat yang kita dambakan dan harus diwujudkan.
Sidang Dewan yang Terhormat,
Beberapa hal yang menjadi sorotan Fraksi PDU guna
penyempumaan RUU ini adalah Pasal 7 huruf f dan g, Pasal 8 ayat ( 1) dan
ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20, dan Pasal 22.
Kalau dilihat secara sepintas, maka KPTPK 1m mempunya1
kewenangan yang sangat besar. Hal ini bisa dilihat pada Pasal 7 huruf f,
dimana KPTPK bisa meminta data kekayaan penyelenggara negara kepada
KPKPN atau pihak lain yang terkait. Seharusnya, ketentuan ini ditegaskan
hanya terhadap penyelenggara negara yang diduga kuat dengan bukti
5
permulaan yang cukup dalam melakukan tindak pidana korupsi. Artinya,
tidak dengan sendirinya semua data KPKPN diminta oleh KPTPK.
Besamya wewenang KPTPK juga terlihat dalam Pasal 7 huruf g, dimana
KPTPK meminta data perpajakan tersangka atau terdakwa atau orang lain
yang diduga terkait, kepada instansi pajak atau pihak lainnya .. Ketentuan ini
tentunya harus memperhatikan secara sungguh-sungguh ketentuan undang
undang di bi dang perpaj akan.
Sementara itu, pada Pasal 8 ayat ( l), KPTPK berwenang membuka
kembali penyelidikan, penyidikan dan penuntutan atas perkara korupsi
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, jika kemudian ditemukan
bukti yang menimbulkan dugaan kuat adanya tindak pidana dalam proses
peradilan tindak pidana korupsi tersebut. Ketentuan ini dapat menimbulkan
kebingungan, karena kata "membuka kembali" perkara korupsi yang telah
inemperoleh kekuatan hukum yang tetap berarti melanggar asas ne bis in
idem dalam hukum pidana yang artinya terhadap suatu perkara yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap tidak boleh diproses kembali atas
perkara yang sama.
Sedangkan dalam Pasal 8 ayat (3), KPTPK demi kepentingan hukum
dan keadilan, berwenang mengajukan upaya hukum peninj auan kembali
perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kata-kata "demi
kepentingan hukum dan keadilan" perlu dijelaskan lebih lanjut, agar tidak
disalahgunakan dan disalahartikan di kemudian hari.
Hal lain yang masih dipertanyakan dari RUU ini adalah Pasal 1 7,
Pasal 18, Pasal 20 dan Pasal 22, dimana tidak secara jelas dan rinci
menyebutkan kualitas dan kuantitas Anggota Komisi tersebut, terutama
yang duduk di bidang penindakan yang membawahi sub bidang
6
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Hal ini perlu mendapat
perhatian agar jangan sampai kualitas dan kuantitas anggota Komisi ini
Iebih rendah daripada penyidik dan penuntut yang selama ini ada, dimana
nantinya akan mempengaruhi sukses atau gagalnya upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi di Indonesia.
Pimpinan Sidang, Para Anggota Dewan, dan Hadirin yang kami
hormati,
Demikianlah Pemandangan Umum Fraksi PDU. Beberapa persoalan,
usul dan saran Fraksi PDU tentunya tidak tertutup sampai di sini saj a,
melainkan akan terns kami upayakan dalam pembahasan-pembahasan
selanjutnya, demi sempumanya RUU ini. Atas perhatian dan kesabaran
Sidang Dewan yang terhormat, kami ucapkan banyak terima kasih.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thariq.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
K. H. Achmad Sjatari
No: A-277
Sekretaris,
Ir. Mudahan Hadzie
No: A-455
7
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI KASIH BANGSA (F·PDKB)
Sekretariat : Ged. Nusantara I Lt. XXII Rg. 2230 JI. Jend. Gatot Subroto - Jakarta 10270 PDKB
USUI Dl!llll BAl'IOSA ({) : (021) 575 5966, 575 5967 Fax.: (021) 575 5967 E-mail: setfpdkb@dpr.go.id atau f_pdkb58@hotmail.com
r· .. ;; .. ~·:~~ .. :·:~·w:~·:·:,,········ '" '·--.,., __ .... ,, .. ___ _ PANDANGAN UMUM L.-... ~:::_:.:_:~'··•i:.o a"'· '1·:·l
_,,_~~.~., ... ,__,,,,.... llQ, ..!. ... ~:
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI KASIH BANGSA ---... ,. . ._~--. .. ~ .. -J MENGENAI
RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG KOMIS! PEMBERANTASAN TINDAi< PIDANA KORUPSI
.2>uonz/'ak odf. /:Jn/ .2),.. ~. J. ..7-?F/ Su-Y ...Al..214
Yth. Sdr. Pimpinan Sidang, Yth. Sdr. Menteri J(ehakiman dan HAM serta seluruh jajarannya Yth. Sdr. ParaAnggota Dewan Hadirin yang kami muliakan.
Salam sejahtera bagi kita sernua, sernoga Tuhan bersarna kita.
Pertarna-tarna rnarilah kita ucapkan syukur atas berkat dan rahrnat
Tuhan Yang Maha Esa, yang karena kasih dan karuniaNya kita
rnasih diberi kesernpatan untuk dapat rnelaksanakan dan rnenghadiri
Sidang Dewan ini dalarn kedaan :sehat walafiat.
Sdr. Pimpinan Sidang serta Anggota Dewan Yth.,
RUU tentang l(ornisi Pernberantasan Tindak Pidana l(orupsi adalah
suatu upaya yang patut dihargai dalarn rangka rnengisi kekosongan
perundang-undangan di bidang Pernberantasan Tindak Pidana
l(orupsi. Narnun karena kita sekarang sedang rnernproses rancangan
undang undang tentang Perubahan UU No.: 31 tahun 1999 tentang
Pernberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan pernerintah,
rnaka karni rnengusulkan agar pernbahasan RUU ini disinkronkan
1
dengan pembahasan RUU tentang Perubahan UU No.: 31 Tahun
1999 tersebut. Dengan demikian tidak akan terjadi tumpang tindih
.pembahasan ayat dan pasal dari kedua RUU tersebut.
Setelah mempelajari kedua rancangan undang undang tersebut
terdapat beberapa catatan yang perlu kami sampaikan disini:
1. Sebagaimana telah kami kemukakan dalam Pandangan Umum
Fraksi atas RUU tentang Perubahan Undang Undang Nomor 31
tahun 1999 dan pada Pandangan Umum Fraksi atas Penjelasan
Pengusul Usul Inisiatif Anggota DPR RI mengenai RUU tentang
l(omisi Pemberantasan Tindak Pidana l(orupsi, bahwa sebaiknya
kita menganut kebijakan satu pin tu (one gate policy) dimana
kewenangan penyidikan dipercayakan pada komisi dan
selanjutnya komisilah yang menetapkan keterlibatan kepolisian
dan atau kejaksaan.
· 2. Tugas dan tanggung jawab DPR yang dinyatakan di dalam RUU
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1n1
menurut pendapat kami melampaui tugasnya sebagai badan
legislatif, misalnya:
a. dalam Pasal 3 ayat ( 4) dikatakan pembentukan Komisi
Pemberantasan l(orupsi Perwakilan Daerah ditetapkan oleh
Komisi Pemberantasan J(orupsi setelah mendapat
pertimbangan DPR.
b. Pasal I 0 ayat (2) menyatakan pengangkatan dan
pemberhentian Anggota Komisi Pernberantasan Tindak
2
Pidana Korupsi berdasarkan Keputusan DPR dan diresmikan
secara administratif dengan I<eputusan
l(epala Negara. Apakaih ini berarti
bertanggungjawab kepada DPR?
Presiden sebagai
bahwa komisi
Tugas dan wewenang komisi menurut Pasal 43 ayat (2) UU
No.: 31 tahun 1999 adalah mengadakan koordinasi dan
supervisi. Di dalam Keterangan Pemerintah dikatakan bahwa
Komisi ini melakukan pula tindakan pencegahan terhadap
tindak Pidana l(orupsi. Bahkan Komisi ini mempunyai
kewajiban antara lain memberikan perlindungan terhadap saksi
atau pelapor yang menyampaikan pengaduan, laporan, '
ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak
pidana korupsi.
Dengan demikian semua lembaga yang disupervisi dan
dikoordinasi oleh komisi antara lain kepolisian dan kejaksaan
seyogyanya bertanggungjawab pada DPR pula.
c. Pasal 32 ayat ( l) susunan organisasi dan tata kerja sekretariat
Komisi Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut oleh
l(omisi Pemberantasan Korupsi dengan pertimbangan DPR.
d. Pegawai Sekretariat Komisi Pemberantasan I<orupsi adalah
Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan oleh DPR ses.uai dengan
peraturan perundang-undangan.
3
Fraksi PDKB berpendapat sebaiknya kewenangan-kewenangan
yang berlebihan tersebut perlu dipertimbangkan lagi dan
disesuaikan dengan UU No.: 31 tahun 1999 dan perubahannya
yang akan dibahas oleh D PR.
3. Kami mencermati pula, keterangan pemerintah mengenai RUU
tentang Perubahan UU No.: 31 tahun 1999 yang meneg<:tskan
bahwa ketentuan minimum pidana denda dan pidana penjara
dihapus oleh karena ketentuan tersebut dapat menimbulkan
ketidak adilan dalam korupsi yang jumlahnya kecil. Mengenai hal
ini perlu diadakan sinkronisasi yang baik antara UU No.: 31
tahun 1999 dan Perubahannya dengan RUU tentang Komisi
Pembetantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Wewenang yang diberikan kepada I~om}si:J>emberantasan Tindak
Pidana Korupsi, menurut pendapat kami terlalu banyak sehingga
memungkink~n terjadinya konflik kepentingan dengan berbagai
lembaga lain misalnya wewenang untuk inemb1okir simpanan
tersangka di bank (Pasal 8 ayat (2)), wewenang melakukan
penyadapan (Pasal 6 ayat g).
5. Pasal 15 mengatur tentang sumpah. Dalam ayat ( 1) dikatakan
sebelum memangku jabatannya Ketua, W akil l(etua dan Anggota
Komisi Pemberantasan Korupsi mengucapkan sumpah sesuai
dengan agamanya. Fraksi PDKB berpendapat bahwa pasal ini
seharusnya dirumuskan sebagai berikut: sebdum memangku
jabatannya l(etua, W akil l(etua dan Anggota Komisi
4
Pernberantasan l(orupsi rnengucapkan surnpah atau janji sesuai
dengan agama atau kepercayaannya.
Berdasarkan pertirnbangan tersebut di atas Fraksi PDKB
menyambut baik RUU tentang l(omisi Pemberantasan Tindak
Pidana l(orupsi.. Narnun kami berpendapat agar Pembahasan
RUU ini disinkronkan dengan pembahasan RUU tentang
Perubahan atas UU No.: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana l(orupsi.
Sdr. Pimpinan Sidang serta Anggota Dewan Yth.,
Demikianlah Pandangan Umum Fraksi PD KB mengenai RUU tentang l(omisi Pemberantasan Tindak Pidana l(orupsi.
Atas perhatian Saudara-saudara anggota Dewan yang terhormat
mengikuti Pandangan Umum Fraksi kami, kami mengucapkan
banyak terima kasih.
-------
Jakarta, 11 September 2001
I<ASIH DEMI BANGSA
Prof. Dr. -In . I<. Tun A-214
@: f. pdkbldpr-rilpu kom pemb tinpidkorplsz.
5
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIAPERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK 11NDONESIA
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
JAKARTA, 11 SEPTEMBER 2001
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIAPERJUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Sekretariat : MPR I DPIR -RI, Nusantara I, lantai VI, Ruang 0608, JI. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270
· ti' (021) 575 6187, 575 6180, 575 6162, Fax. 575 6188, 575 6181
--.;:w:<<,"r,,7,.,~r..'l':-:;.~·'•~··~'''""~.·~l"'\'<>'~"J.:: . .,..._""'.,.fl\"'IC'I'"'~
. PANDANGAN UMUM r .. ,._,, ... ,~-.... ~.',~~:·" !:\".Ji :;,ID OAN __ ... ''"•"'"'"·'·-·*"'"·''"''_.._...,..,...:.. ! .. ,_ ............................ .
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PER.~UANGAN .
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENT ANG
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KOR:UPSI
================~===============~=====~============~==~=========================
Jakarta, Selasa, 11 September 2001
Disampaikan Oleh Don Murdono, SH
Anggota nomor. A - 128
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua.
Yang Terhormat Saudara Ketua Dan Para Wakil Ketua; '
Yang Terhormat Saudara Menteri Kehakiman dan HAM beserta jajarannya;
Saudara Anggota Dewan dan Sidang Dewan Yang Kami Muliakan;
MERDEKA !!!
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang senantiasa memberikan· berkah, rahmat dan karunia-Nya, kepada kita
bersama sehingga pada hari ini dapat bertemu dan. melaksanakan Sidang Paripurna
Dewan yang mulia ini, dengan agenda penyampaian Tanggapan Fraksi-Fraksi Atas
Penjelasan Pemerintah Mengenai RUU T entang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Kami Fraksi POI Perjuangan DPR-RI menyambut baik terhadap penyampaian
Rancangan Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang ingin menanggapi situasi negara ini yang sedang menderita krisis kepercayaan
penyelenggaraan negara, terutama situasi kolusi, korupsi dan nepotisme yang sudah
sedemikian akut dan sistemik.
Sambutan baik dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR-RI ini
dilandasi oleh ketulusan bathin dan landasan pemikiran rasional, berupa Pemandangan
Umum, sebagai berikut :
1. Secara normatif dapat dilihat bahwa RUU ini sesuai dengan apa yang digariskan
oleh Ketetapan MPR No. Xl/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi clan Nepotisme. Dalam pelaksanaannya
Ketetapan tersebut diwujudnyatakan dengan adanya Undang-undang No. 28 tahun
1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Koiusi,
dan Nepotisme, serta Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi yang merupakan revisi dari Undang-undang No. 3 tahun 1971. Kedua
Undang-undang tersebut adalah realisasi dari amanat Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang merupakan pengejawantahan dari kehendak rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme.
2. Kejahatan Ekonomi yang bersifat kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang
sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Kejahatan ini memilki
modus operandi yang sangat suiit untuk diketahui serta melibatlKan banyak orang,
dan dapat merusak sendi-sendi perekonomian bangsa. Oleh karena itu, dalam
menghadapi kejahatan korupsi harus dilakukan penegaka11 hukum secara
sistematis, jujur, terbuka, independen dan berkelanjutan;
3. Penegakan hukum di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi selama ini
dirasakan belum memberikan harapan sebagaimana yang dituntut oleh masyarakat
luas. Sangat sulit dipahami, mengapa ha.I ini bisa terjadi. Dari segi ketentuan hukum,
negara kita telah memiiliki berbagai peraturan perundang-undangan yang melarang
tindak pidana korupsi. Dalam kenyataannya, penegakan hukum masih sangat
memprihatinkan. Oleh karena itu sangat diperlukan institusi yang bersifat
independen, terdiri dari orang-orang yang memiliki integritas, kredibilitas,
profesionalitas dan komitmen yang kuat dalam memerangi tindak pidana korupsi,
sehingga mampu menegakkan hukum, khususnya undang-undang tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
' 4. Dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi diamanatkan untuk dibentuknya suatu Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsli. Amanat tersebut tentunya harus segera
ditindaklanjuti guna mencegah serta memberantas tindak pidana korupsi, yang
sangat merugikan masyarakat dan negara.
2
•"
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan; dan
Saudara Menteri Kehakiman Dan HAM beserta jajarannya yang T erhormat,
Mendasarkan pada hal-hal di atas, Fraksi POI Perjuangan DPR-RI
menyatakan mendukung sepenuhnya untuk membentuk undang-undang yang
mengatur Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Fraksi POI Perjuangan DPR-RI berpandangan bahwa di samping termuat
kesempurnaan dalam RUU yang telah disampaikan, diperlukan juga masukan-masukan
lain, masukan-masukan tambahan, masukan-masukan penyempurnaan, tentang hal-hal
sebagai berikut:
1. Rancangan Undang-undang ini mengandung berbagai hal positif yang dijiwai oleh
usaha perwujudan good governance dii negara kita ini. Hal tersebut tampak dari
adanya upaya pengikutsertaan elemen masyarakat. Namun perlu diperhatikan
bahwa masyarakat terbagi dalam berbagai golongan dan juga golongan
kepentingan. Saat ini telah begitu banyak terdapat lembaga swadaya masyarakat
yang mencoba ikut serta dalam penyelenggaraan good governance dan clean
goverment. Untuk itu perlu diperhatikan keberadaan mereka dalam upaya
penciptaan supporting system bagi lembaga ini, dan kiranya perllu juga hal tersebut
diatur.
2. Terlihat dalam Usulan RUU ini bahwa Komisi Pemberantasan Tindak Pidana ~\_,/'
Korupsi menjadi core institution dalam upaya pemberantasan korupsi. Perlu
diperhatikan bahwa disekelilingnya terdapat supporting institutions yang mendukung
kerja core institution. Pengaturan atau sistematisasi institusi-institusi ini perlu
diperhatikan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan wewenang. Sebaiknya
ditegaskan institusi mana yang akan menjadi penyidik tunggal dan yang berwenang
mengajukan penuntutan serta institusi mana yang akan mengkoordinasi, sehingga
tidak ada ketumpangtindihan. Dalam membuat integrated system perlu pula
diperhatikan fungsi-fungsi preventif, detektif dan represif dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi. Dan ketiganya perlu dibuat secara tegas dan jelas tidak
menggunakan kalimat-kalimat bersayap yang dapat menimbullkan ketidakpastian,
ketidaktegasan dan ketidakjelasan.
3. Pengaturan sebagaimana tercantum dalam RUU Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, telah cukup memadai, guna mewujudkan suatu institusi yang
bertugas untuk melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi.
Diharapkan nantinya, lembaga-lembaga terkait, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan
3
/
Pengadilan serta jajaran kehakiman dapat bekerja sama untuk mewujudkan negara
yang bebas dari tindak pidana korupsi;
I
4. Sebagai suatu institµsi yang bertugas mencegah dan memberantas korupsi,
hendaknya institusi ini dapat bekerja secara independen, terbuka, profesional dan
maksimal, sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat luas.
Harus diakui bahwa kejahatan korupsi tidak hanya terjadi di lbukota Negara saja. Di
daerah-daerahpun, kejahatan korupsi cukup banyak dilakukan. Dengan kata lain,
korupsi di Indonesia sudah merata sampai ke daerah-daerah. Dengan demikian,
kalau diasumsikan bahwa kejahatan korupsi telah merata di1 seluruh wilayah
Indonesia, maka perlu dipertanyakan apakah mampu Komisi yang hanya
berkedudukan di lbukota Negara dapat menangani kejahatan korupsi yang tersebar
di wilayah Indonesia.
Usulan Kami, sebagai langkah awal, hendaknya dibentuk pula Komisi yang
berkedudukan di wilayah Provinsi. Demikian pula dengan jumlah keanggotaan yang
telah ditentukan, apakah memadai untuk menangani korupsi yang demikian besar.
4. Berkaitan dengan pasal 37 RUU perlu dipertanyakan at~~--~€1~§lr.. ~pa Komisi tiqak
berwenang untuk mengeluarkan sur9t perintah penghe.ntian pe.nyiqikarJ. dan -----~--~· -- ---~~"·~ -
penuntutan, sedangkan dalam RUU tersebut komisi berwenang untuk melakukan
pe·nyiaTkarldan··penulltutari.
5. Rancangan Undang-undang yang diusulkan ini belum memanfaatkan institusi yang
telah ada dalam upaya pemberantasan lkorupsi seperti badan-badan audit internal
yang ada. Untuk itu perlu dibuat sebuah sistem yang integrated untuk
mengakomodasi lembaga yang te~ah ada sehingga komisi yang akan dibentuk tidak
bekerja dari bawah lagi.
6. Perlu diperhatikan pula bahwa lembaga yang akan dibuat agar tidak menjadi
lembaga tandingan bagi lembaga yudikatif yang sudah ada. Peran MA perlu
diperhatikan sedemikian rupa sehingga tidak tampak bahwa lembaga yang dibentuk
akan menjadi lembaga otoritarian baru dalam bidang yudikatif yang dapat
memunculkan ketidakpastian hukum baru.
7. Pembentukan sebuah lembaga tidak hanya berakibat secara materiil dalam bidang
hukum tetapi juga dalam dimensi formilnya. Karena itu hubungan-hubungan hukum
yang akan terjadi antara lembaga yang sudah ada dengan lembaga baru yang akan
4
dibentuk harus diperhatikan. Hukum iber-acara perlu diperhatikan dan dibuat
sedemikian rupa, sehingga subjek hukum dalam melakukan hubungan menemukan
kepastian. Dengan demikian, keadilan dapat dijamin secara mlatif lebih besar.
Misalnya ketika menerapkan sistem pembuktian terbalik. Perlu diatur bagaimana
pembuktian terbalik itu diterapkan dan bagaimana pula kedudukan komisi. Perlu
pula diatur bagaimana komisi berperan dari peradilan di tingkat pertama sampai di
tingkat akhir.
8. Konsepsi Integrated Criminal Justice System perlu pula dipertimbangkan dalam
pembentukan komisi, sehingga pembentukan komisi tidak keluar dari sistem hukum
pidana pecara holistik. Dengan demikian, ada kesinambungan antara institusi yang
satu dengan yang lain dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi ini dan
kepastian hukum dapat secara relatif dijamin.
Fraksi kami berpandangan hendaknya Komisi in~ dibentuk secara matang, di mana
pada akhirnya mampu bekerja secara efektif guna memberantas tindak pidana
korupsi.
Saudara Pimpinan dan Anggota, Menteri Kelhakiman dan HAM Yang Terhormat,
Tanpa mengurangi arti pentingnya dan cakupan Rancangan Undang-Undang ini,
Fraksi POI Perjuangan DPR-RI berpendapat bahwa terdapat beberapa hal yang mohon
dipertimbangkan untuk diadopsi dalam Rancangan Undang-Undang ini.
Perlama, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bertujuan untuk
membangun keterpaduan, keterbukaan, akuntabilitas publik, dan meningkatkan daya
guna serta hasil guna aparatur penyidikan dan penuntutan dalam upaya
memaksimalkan pemberantasan tindak pidana korupsi, harus memiliki sifat
keterbukaan dalam setiap langkahnya. Sifat keterbukaan ini tidak hanya tertuang dalam
kaedah, tetapi diterapkan secara nyata, sehingga setiap masyarakat dapat mengetahui
dan mengakses setiap langkah komisi.
Selama .ini, penanganan kasus korupsi tidak dapat diketahui secara pasti oleh
masyarakat, baik tentang penyidikannya, penuntutannya, ataupun putusannya. Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus memiliki mekanisme, yang
memungkinkan masyarakat untuk dapat mengakses informasi yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi yang sedang ditanganiinya dalam setiap tingkatan.
5
Kedua, perlu diciptakan mekanisme kontrol agar pemberantasan tindak pidana
korupsi tidak menimbulkan viktimisasi baru, yaitu menimbulkan korban baru akibat
adanya perbuatan korupsi baru.
Bukan merupakan rahasia lagi bila banyak terjadi pemerasan-pemerasan yang
dilakukan dalam proses penegakan hukum. Seseorang yang berurusan dengan
hukum-yang seharusnya mendapatkan kejelasan yuridis-dalam kenyataannya sering
kali menjadi obyek penegak hukum. Di sinilah acapkali terjadi pemierasan-pemerasan
y~ng pada akhirnya menimbulkan korupsi dalam pemberantasan korupsi. Untuk itu,
harus diprediksi kemungkinan-kemungkinan peluang yang mungkin d:apat dipergunakan
oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korups~ untuk melakukan pemerasan atau
korupsi baru. Dalam hal ini mekanisme kontrol yang bersifat transparan, yang dapat
diakses oleh setiap anggota masyarakat sangat diperlukan.
Ketiga, sebagai undang-undang yang bersifat khusus, RUU Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hendaknya tetap memperhatikan ketentuan
perundang-undangan yang ada. Asas-asas serta ketentuan yang bersifat prinsipiil
dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, hendaknya mendapatkan pierhatian yang memadai, guna menghindari
dari kekacauan dalam penegakan hukum.
Kalau dikehendaki penyimpangan dalam hal masa penahanan, hendaknya
ditentukan secara definitif batasan-batasan waktu dalam setiap proses yang ada, guna
memberikan kepastian hukum bagi si tersangka, atau terdakwa. Penyimpangan, dalam
hukum pidana khusus hanya berkaitan dengan prosedural saja. Sedangkan kepastian
hukum sangat diutamakan, demi tegaknya hukum. Dalam hal ini perlu dipikirkan hak
hak tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana yang telah mendapatkan
pengakuan, baik secara nasional maupun internasional.
Keempat, perlu diperjelas mekanisme pemeriksaan terhadap tersangka pelaku
korupsi yang memegang jabatan tertentu. Misalnya sebagai pejabat negara, anggota
TNI, dan sebagainya. Mekanisme ini sangat perlu dirumuskan secara definitif guna
menghindari kekacauan, kelak kemudian hari. Pengalaman empirik menunjukkan
bagaimana hukum tidak dapat berfungsi dengan baik, ketika para pelaku korupsi adalah
orang-orang yang memiliiki kekuasaan. Dengan demikian, inti dari RUU ini adalah
bagaimana kemungkinan Komisi ini untuk "rnenembus" kekuatan kekuasaan yang ada.
Hal ini sangat penting karena, tindak pidana korupsi ada dalam suatu lingkaran
kekuasaan yang kuat.
6
Kelima, Perlu dipikirkan dan diakomodasi akan gagasan dan aspirasi masyarakat
mengenai "Pengadilan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" atau Pengadilan
Korupsi" yang secara khusus memeriksa dan memutus perkara tindak pidana korupsi.
Pengadilan Korupsi ini s~bagaimana halnya dengan Pengadilan HAM yang memeriksa
dan memutus pelanggaran Ham berat - pada dasarnya secara institusi formal berada
dalam lingkup Peradilan Umum. Dengan demikian Pengadilan Korupsi ini bersifat
khusus dan dibentuk dalam wilayah Peradilan Umum. Keberadaannya satu paket,
sepaham dan konsisten dengan keberadaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, dimana pengadilan ini bersifat independen, kredibel dan profesional.
Saudara Pimpinan dan Anggota, Menteri Kehakiman dan HAM Yang Terhormat,
Berdasarkan uraian di atas maka Fraksi POI Perjuangan DPR-Rl
menyatakan' dapat menyetujui RUU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi untuk dibahas lebih lanjut sesuai dengan tahapan pembuatan undang
undang.
Demikian Tanggapan Fraksi POI Perjuangan DPR-RI A.tas Penjelasan
Pemerintah Mengenai RUU Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas nama Fraksi POI Perjuangan DPR-RI menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada yang terhormat Pimpinan dan Para Anggota Dewan,
dan Saudara Menteri Kehakiman dan HAM beserta jajarannya, disertai dengan harapan.
agar~ kita semua bertekad bersama-sama membahas dan menyempurnakan
Rancangan Undang-Undang ini, yang fungsinya sangat strategis dalam upaya
pemberantasan korupsi serta menciptakan pemerintahan yang bersih.
Wassalarriualaikum Wr. Wb.
Merdeka !
PIMPINAN FRAKSI
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAK AT-RI
7
1--~. -~~~---~-~--··~--.,~·.,·-··-····--·-.. ·······-··· .. --·~-···--····· ............. -- ..... , .. ., .. ,,., ........ ,..,, ......................... ~·----··--·--··-·"···-----·-·-·--···_,,. .. ,,_,.,,~ .... - ... ~-
'
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PART.Al GOLONGAN KARYA
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENT ANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Disampaikan oleh : Ors. A.gun GuQanc!jar Sudarsa Anggota FPG DPR RI No. A-325
Jakarta, ·1 ·1 September 2001
•
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA
TENTANG KOMIS! PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Disampaikan oleh : Ors. Agun Gunandjar Sudarsa
Nomor Anggota : A-·325
Yang terhormat Saudara Pimpinan Sidang Paripurna DPR-RI,,
Yang terhormat Saudara Menteri Kehakiman dan HAM selaku Wakil Pemerintah,
Yang terhormat Saudara Anggota DPR-RI dan para hadirin yang berbahagia.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarak.atuh.
Puji syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan
Karunia-Nya pada hari ini kita masih diberi kesempatan untuk hadir guna
mengikuti Pembicaraan Tingkat II/ Pernandangan Umurn para Anggota terhadap
Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Sidang Dewan yang kami hormati,
Pada Sidang Paripurna Dewan tanggal 30 Agustus 2001 yang lalu Pemerintah
telah menyampaikan keterangannya tentang Rancangan Undang-Undang ini,
yang meliputi berbagai landasan, alasan dan tujuan serta kepentingan
dirumuskannya Rancangan Undang-Undang ini.
Fraksi Partai Golkar berpandangan, bahwa Rancangan Undang-Undang tentang
· Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini lahir sebagai konsekwensi logis
dari amanat TAP XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999 dan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang bertujuan guna mewujudkan
sebuah pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari KKN.
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah amanat Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999, produk Anggota DPR periode 1997-1999. Jadi bukan
sesuatu yang barn digagas oleh pemerintah saat ini, Kornisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi adalah produk Orde Baru yang belum terealisasikan.
Bahkan menurut Fraksi Partai Golkar, perurnusan dan pembahasannya pada saat
ini relatif terlambat, dimana pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
mengamanatkan Komisi ini harus sudah terbentuk paling lambat tanggal 16
Agustus 2001.
Komisi ini mempunyai tugas dan wewenang melakukan koordinasi dan supervisi1
termasuk melakukan penyelidikan,penyidikan dan penuntutan sesuai dengan
ketentuan perundlang-undangan yang berlaku. Keanggotaannya terdiri dari unsur
Pemerintah dan unsur masyarakat.
Ketentuan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja, pertanggung
jawaban, tugas dan wewenang, serta keanggotaannya diatur dengan Undang
Undang.
Demikian bunyi pasal 43 ayat (lL) sampai dengan ayat (4) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999. Dengan dem~kian Fraksi Partai1 Golkar sependapat:
dengan Mahkamah Agung bahwa dari segi yuridis kebe.radaan Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dibentuk dengan PP Nomor 19
Tahun 2000 tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan syah guna melakukan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsij, karena tidak dibentuk berdasarkan
Undang-Undang.
Oleh karena itu walaupun terlannbat, Fraksi Partai Golkar DPR menyambut:
dengan baik pengajuan Rancangan Undang-Undang ini, bahkan anggota Fraksi
kamipun bersama dengan anggota Fraksi·fraksi lain ikut menandatangani usull
2
inisiatif pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Sadan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.. Untuk itu kami mengusulkan agar
pembahasan selanjutnya atas substansi RUU ini dengan mempersandingkan
kedua Rancangan yang telah ada, yang berasal dari DPR dan pari Pemerintah.
Sidang Dewan yang terhonnat,
Ide pembentukan Komisi ini lahir sebagai bentuk ketidak percayaan publik atas
kesungguhan dan kinetja aparat penegak hukurn dalam memberantas tindak
pidana korupsi. Dimana penyelesaian perkara tindak pidana korupsi sampai saat
ini belum menghasilkan sesuatu yang menjadi harapan publilk.
Komisi ini diharapkan dapat berf ungsi secara, efektif, efis,ien, profesional dan
independen dalam penanggulangan tindak pidana korupsi.
Fraksi setuju untuk segera dibentuk, namun demikian keberadaan Komisi ini,
janganlah mengulangi kesalahan-kesalahan yang lalu, dimana sebagai sebuah
institusi dapat sesukanya melakukan tindakan-tindakan apapun dengan dalih
kepentingan publik.
Rambu-rambu peraturan perundang-undangan dan Hak-hak Asasi Manusia yang
berlaku universal harus dijungjung tinggi.
Sidang Dewan Yang terhormat,
Secara umum Fraksi Partai Golkar berpandangan bahwa RUU yang disampaikan
Pemerintah ini dari aspek tujuan. memiliki tekad dan semangat yang sama
dengan Fraksi kami yakni mencegah, memberantas dan menanggulangi tindak
pidana korupsi, yang sangat meresahkan dan menjengkelkan publik, yang telah
membuat negara ini terpuruk, dan kehilangan kepercayaan dari publik di dalam
negeri dan dunia internasional.
Dari aspek materi atau substansi yang dirumuskan, Fraksi Partai Golkar
berpandangan bahwa masih banyak materi-materi pengaturan dalam RUU ini
yang memberikan kewenangan kepada Komisi ini yang sangat berlebihan dan
cenderung menabrak, mengabaikan bahkan membat.alkan peraturan
perundangan yang berlaku, yang menjadi norma atau aturan pokoknya.
Sidang Dewan yang terhormat.
Fraksi kami sependapat bahwa kesungguhan dan kinerja aparat penegak hukum
hingga saat ini sangat diragukan, namun Fraksi kami !!9.9.k-s.ependa.pat .aµabJla ---·-:-- '
'•
keberada.~JL.d.sm.kedudukan KQrTitsi ini menjadi Sl!.P~r body, yang keberadaan, , .. ,... ',, ... ,,.,.,_.,.,,,,.,,.,,," .•.. ' ..... ,,' "'' ~ . '
kedudukan dan kewenangannya menjadi lce~ib k~JaS.C:l clan lebih tinggi dari jaj~ran " ''""'"'""······.··· ... ,.,.,' ,,.,, ...
POLRI dan Kejaksaan (\guJ).g.
Demikian halnya dengan pertanggung jawabannya apakah cukup dan apakah
benar Komisi tersebut bertanggung jawab seperti dirumuskan dalam pasal 16
RUU ini. Bagaimana posisi dan fungsi Komisi tersebut sebagai Jembaga negara
seperti yang tertuang dalam pasal 3 RUU ini dalam Sistem Hukum Tata Negara
kita. Benarkah posisi dan fungsi Komisi tersebut benar-benar terlepas dari
cabang kekuasaan ekskutif sebagai bagian dari mekanisme checks and balances
dalam Hukum Tata Negara Kita. Bukankah Presiden adalah penyelenggara
pemerintahan negara tertinggi, yang wajib mempertanggung jawabkannya
kepada MPR, termasuk mempertanggung jawabkan proses penegakan hukum
dan pemberantasan tindak pidana korupsi,
Kami berpandangan dari segi materi substansi RUU ini Komisi ini menjadi Komisi
yang lebih kuasa dari ekskutif dan lepas dari konsepsi pengaturan cabang
cabang kekuasaan negara pada umumnya.
Sidang Dewan yang terhormat,
Fraksi kami berpandangan bahwa Komisi ini perlu dan harus segera diwujudkan
dan tidak meoJ<!di . _permanent bpc;ly __ ~~pertL y§lng diraincang dalam RUU -·--.. ----··----.,----·- - . . . . . , '·' . '·- ' ·,· ·-· •"'""•'•'"'"·"·'~"""""'""'·····"'"'''•''"'""'' ., ,,. '
...._,,__~-----~-·--
Pemerintah ini. Yang memiliki organisasi dan strukt4LYang;tidakJa!:Jh berbeda -•"'"'"""~'''"'"~•-·'~'""-'"•••._,.,,.,,. ,,,.,,,,,-,•~•·"'" ~··••-•-"'"'""~"'""'"''''»•,,,\'"'' • , ' '•' •,,.,,., '
deng_~n org(_!~i~~~i P~m~rilJ!.9.h~D.PfiQ_~ lJmllD\151, serta y~~~- r.:nemiliki kewenangan
kepolisian dan kejaksaan sekaligus menj~cJL dL ~~1!,LJq!J9?}!Q, mulai dari Pusat _.~--·-•·- ·~···-"·"'~·'""""'""""'""""'"""'""•••.,-•,••-.••••m>"•-••••,"~••••••~•"'"• n•-••"""""'"'"'""""''"""'""'""''' •• • • ' ' ' ' '•'"'''•
hingga daerah yang meliputi sellJr·ub_ '11{il~yah Indo11esia, yang diberi
4
•
keY:t~mu1g!=!11 .. m4rekru1,!~.~~§1.9.~~t~~~C!H~. p:~yelidik .. dan penyidik tindak pidana
korupsi ~car+1T1e~ cukup diatur oleh Komisi itu sendiri. ..---·".,,,.,-.. ~--···· -..,,.
Sidang Dewan yang terhormat,
Fraksi kami berpandangan yang perlu dirumuskan dalam RUU ini adalah sebuah
Komisi yang tidak menyimpang dari sistem Hukum Ketatanegaraan yang kita
anut dalam UUD 1945, yang menjunjung tinggi Hak-hak Asasi Manusia, yang
terjaga dan terpelihara independensinya dalam menjal.ankan tugas dan
fungsinya, yang mengakui dan menghormati keberadaan institusi POLRI dan
Kejaksaan beserta kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang jelas pertanggung jawabannya, yang ada mekanisme checks and
balances dalam 1intern dan ekstern Komisi, yang jelas rekruitrnen dan
pertanggung jawaban keanggotaannya, serta yang lebih penting adalah Komisi
ini tidak menjadi super dan permanent body, akan tetapi menjadi pendorong dan
penuntas proses pemberantasan korupsi agar institusHnstitusi penegak hukum
yang ada menjadi mampu dan berfongsi kembali sebagaimana menjadi harapan
publik. Maka untuk selanjut.nya Komisi ini cukup melakukan koordinasi dan
supervisi semata.
Saudara Pimpinan Saudara Menteri dan segenap Anggota yang terhormat
Serta para hadirin yan karni muliakan.
Demikian Pemandangan Umum kami.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi, memberkahi dan memberikan
petunjuk kepada kita semua guna mewujudkan sebuah pemerintahan yang baik
bebas dan bersih dari Kolusi Koruspsi, dan Nepotisme.
Wabillahitaufiq walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. WB.
5
Jakarta, 11 September 2001
Fraksi Partai Golongan Karya
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUINAN MPR / DPR • RI, NUSANTARA I, JL. JENO. GATOT SUBROTO, JAKARTA 10270 (f) ( 021) 575 5561·575 5562 - 575 5497 - 575 5498 - 575 - 5487 - FAX. 575 5488
e-mail : setfppp@dpr.go.id
r~;;;;;;;,·~~~~j PEMANDANGAN UMUM ~~A~ 1::.:~-,-~"·-·"0··~~·-~~"'""' '"-FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANG NAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENT ANG
KOMIS! PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Disampaikan oleh Juru Bicara FPPP DPR-RI : H.M. Sjaiful Rachman, SH (A-23) Pada Rapat Paripurna DPR-RI, 10 September 2001
Bertempat di Gedung Nusantara I DPR-RI, Jakarta.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pimpinan Sidang Paripurna yang terhormat. Menteri Kehakiman dan HAM RI beserta seluruh jajarannya. Rekan-rekan Anggota Dewan yang terhormat. Dan hadirin sekalian yang berbahagia.
•
Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya, kita dapat hadir di ruangan terhormat ini untuk mendengarkan penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-fraksi atas Rancangari Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan · Korupsi. Seyogyanya RUU ini harus sudah dapat diselesaikan pada Bulan Agustus 2001 , untuk memberikan landasan hukum yang jelas tentang pembentukan suatu lembaga independen yang menangani kasus-kasus korupsi sebagai amanat reformasi.
ShQlawat teriring salam kita persembahkan. kepada Rasulullah Muhammad SAW, seorang pemimpin yang senantiasa amanah, jujur dan adil dalam mengemban tugas-tugas kerasulannya, semoga sebagai ummatnya kita dapat mewarisi dan mengaktualisasikan nilai-nHai kepemimpinannya.
Sidang dewan yang terormat.
Seperti sudah kami kemukakan pada Sidang Paripurna DPR ketika memberi Pemandangan Umum atas RUU Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Usul Inisiatif anggota FPPP DPR-RI yang lkini telah menjadi Usul DPR-RI, bahwa adanya Ketentuan dalam Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah merupakan perjuangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dalam DPR masa bhakti 199'7-1999. Pasal ini menjadi sumber lahirnya RUU Usul Inisiatif FPPP di DPR-RI dan kini diajukan pula oleh Pemerintah dalam RUU tersendiri. Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dimaksud sudah pula ditentukan dalam Pasal 43 tersebut. Tentu saja dimana perlu, tugas dimaksud dapat pula ditambah dan lebih dijabarkan dalam Undang-undang yang khusus mengatur Komisi tersebut.
Dari naskah RUU yang diajukan Pemerintah tersebut, dapat diketahui bahwa tugas tambahan yang diberikan kepada Komisi tersebut adalah " melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi ". (Pasal 6 huruf d ). Dari Ketentuan dalam Pasal 13 ternyata tindakan pencegahan dimaksud tidak persis sama dengan tugas yang diberikan kepada Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara ( KPKPN ) yang diatur dalam salah satu Bab UU No.28 Tahun 1999. Kalau Komisi Pemberantasan Korupsi tidak terbatas ditujukan hanya kepada Penyelenggara Negara, maka KPKPN sifat dan obyeknya terbatas, tapi tujuan kedua Komisi ini secara subtansial adalah sama. Dipihak lain, Pemerintah telah mengajukan pula RUU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kini memasuki Pembicaraan Tingkat II (dua ) di DPR. Dalam RUU tersebut terdapat pula Ketentuan mengenai Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara itu tindak pidana pencucian uang tidak lepas dari tindak pidana korupsi, diantara beberapa alasan terjadinya tindak pidlana tersebut.
Mengingat keterkaitan langsung maupun tidak langsung antara tugas-tugas dari ketiga Komisi tersebut, untuk mencapa~ dayaguna dan hasil guna yang maksimal, apakah belum waktunya dipikirkan untuk menyatukan KomisiKomisi tersebut dalam rangka pembahasan RUU Tentang Pemberantasan Korupsi ini. Dalam RUU yang diajukan Pemerintah ini salah satu konsideran " mengingat "-nya menunjuk UU Nomor 28 Tahun 1999 tersebut yang merupakan UU yang lahir lebih dahulu dar~ Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999. Jika terjadi peleburan, dengan sendirinya jumlah anggota Komisi dan organisasinya harus ditinjau kembali. Bagaimana pendapat Pemerintah mengenai penyatuan Komisi-Komisi dimaksud?
Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi bagi FPPP semula dimaksudkan untuk menciptakan sapu yang relatif bersih untuk membersihkan ruangan yang kotor, sehingga tindak pidana korupsi yang sudah menjadi semacam extra ordinary crimes bagi Indonesia, seperti juga terdapat dalam Penjelasan Umum RUU ini. Namun kenyataannya, dengan tugas yang dijabarkan dalam pasal 43 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999, berarti disamping adanya Komisi ini, masih terdapat instansi lain yang melakukan
2
tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang akan disupervisi dan di koordinasi oleh Komisi ini.
Selama ini penyidikan dilakukan oleh POLRI dan Kejaksaan, untuk v-·,,,, penuntutan hanya dilakukan oleh Kejaksaan. Sedangkan penyelidikan merupakan sub sistem dari penyidikan. Kedepan nantinya menurut FPPP, bahwa tugas penyidikan hanyalah menjadi tugas dari POLRI sesuai dengan maksud yang sesungguhnya dari KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981). Disamping itu, UU Nomor 31 Tahun 1999 melalui Pasal 27 masih mengenal Tim Gabungan, yaitu gabungan dari POLRI dan Kejaksaan yang dikoordinasikan Jaksa Agung. Tim Gabungan yang dimaksud sifatnya kasuistis, tidak permanen seperti secara salah diterapkan Pemerintah melalui PP Nomor 19 Tahun 2000. Ketentuan dalam Pasal 27 dimaksud bukanlah merupakan embrio Komisi Pemberantasan Korupsi. Oleh karena itu FPPP tidak risau dengan Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan PP Nomor 19 Tahun 2000 tersebut dalam Judicial Review(hak uji materiil) yang dilakukannya. Putusan itu sudah tepat dan sesuai dengan makna terjadinya Pasal 27 dimaksud. Bubarnya Tim Gabungan yang permanen yang telah mengikutsertakan unsur masyarakat tanpa melalui Undangundang, bukanlah akhir dari upaya pemberantasan korupsi. Sebab masih ada POLRI dan Kejaksaan yang melakukannya. Pelajaran yang perlu dipetik dari Putusan Mahkamah Agung tersebut adalah; untuk menegalKan hukum tidak harus dengan melanggar hukum. Dalam RUU ini hendaknya Ketentuan Pasal 27 UU Nomor 31 Tahun 1999 perlu dlijabarkan lebih jelas, tidak hanya seperti yang dirumuskan dalam Pasal 7 ayat (2) RUU ini.
Pimpinan sidang yang terhormat.
RUU ini memuat pula Ketentuan Hukum Acara (Bab V mulai Pasal 34 s/d Pasal 54) dan Bab VI (Rehabilitasi, Kompensasi dan Restitusi). Artinya melengkapi Hukum Acara Khusus yang telah dimuat dalam UU Nomor 31 Tahun 1999. Disamping itu terdapat Bab Ketentuan Pidana yang khusus bagi anggota Komisi dan pegawai pada Komisi (Pasal 57 dan Pasall 58). Pasal ini menunjuk pelanggaran atas Ketentuan dalam Pasal 32. Sedangkan Ketentuan Pasal 32 dimaksud dapat pula dilakukan oleh POLRI dan Kejaksaan yang melaksanakan wewenang untuk pemberantasan korupsi. Atas dasar pemikiran, bahwa Bab-balb ini sangat terkait atau terkait langsung dengan Ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, FPPP berpendapat sebaiknya dilakukan penyatuan atau dikompilasikan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999. Secara kebetulan saat ini Pemerintah telah mengajukan dan sedang dalam Tingkat Pembicaraan di Dewan RUU mengenai Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk itu FPPP mengusulkan kepada Dewan dan Pemerintah kiranya dalam Pembicaraan Tingkat III dibentuk Panitia Khusus yang bertugas membahas RUU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi .t'Usul DPR dan RUU Usul Pemerintah serta RUU Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999. Dengan
3
.. demikian diharapkan terjadi sinkronisasi yang lebih baik antara satu UU dengan UU lainnya, dengan prioritas lahirnya UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang seharusnya sudah terbentuk pada 6 Agustus 2001, yaitu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak UU Nomor 31 Tahun 1999 diberlakukan.
Yang terhormat Pimpiinan Sidang, Yang terhormat Rekan-rekan Anggota Dewan, Dan hadirin yang berbahagia.
Demikianlah Pemandangan Umum Fraksi Partai Persatuan Pembangunan atas RUU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disampaikan, dan FPPP menyatakan siap untuk membahas RUU ini lebih lanjut. Semoga dalam pembahasannya nanti kita dapat menyelesaikan RUU ini dengan waktu yang lebih singkat, dapat mengakomodir aspirasi yang berkembang di masyarakat, serta dapat segera membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi yang benarbenar dapat menjalankan tugasnya secara optimal.
Ucapan terima kami sampaikan pada Pimp~nan Sidang atas kesempatan yang diberikan. Dan pada semua Rekan-rekan yang dengan sabar mendengarkan uraian kami juga para wartawan yang meliput acara ini.
Bilahittaufiq Walhidayah, Wassa/amu '/aikum Wr,Wb.
Jakarta, 11 September 2001
PIMP I NAN FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK l~DONESIA ... 1.WakiJKe..tua.. Sekretans,
I /) . / II A,,, . ~ A • \ 0,vl K>A -, jjd_ /,_jj r\ l/\)V\,\_ ~ v• rtr' H. Muhammad Dja'far Sidik Ors. H. Endin AJ. Soefihara, MM
PU-Money laundering
top related