“fungsi al-tahwÎl dalam sahÎh...
Post on 29-Jun-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
“FUNGSI AL-TAHWÎL DALAM SAHÎH MUSLIM”
Oleh :
Zulkarnain
NIM : 104034001188
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2011
i
“Fungsi al-Tahwîl Dalam Sahîh Muslim”
Skripsi
Diajukan kepada fakultas Ushuluddin sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ushuluddin (S.ud)
Oleh : Zulkarnain
NIM : 104034001188
Di bawah Bimbingan
Dr. Bustamin, M.Si NIP. 19630701 199803 1 003
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2011
ii
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN
Skripsi yang berjudul Fungsi al-Tahwîl dalam Sahîh Muslim telah diuji dalam sidang munaqasah Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S-1) pada Jurusan Tafsir Hadis.
Jakarta, 23 Juni 2011
Sidang Munaqasah
Ketua merangkap anggota sekretaris merangkap anggota Dr. Bustamin, M.Si Dr. Lili Ummi Kalsum, MA NIP: 19630701 199803 1 003 NIP:19711003199903 2 001
Anggota
Rifkqi Muhammad Fathi, MA Maulana, MA NIP: 19770120 200312 1 003 NIP: 19650207 199903 1 001
Pembimbing
Dr. Bustamin, M.Si NIP: 19630701 199803 1 003
iii
KATA PENGANTAR بسم اهللا الرحمن الریم
Puja dan puji syukur patut diucapkan kepada Allah Swt. Pemiliki segala
pujian, "tempat" untuk mengadu dan "tempat" untuk meminta pertolongan, karena
telah menganugerahkan nikmat yang tak terhingga, sehingga penulis dapat
merampungkan penyusunan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tertuju kepada
utusan pemegang cahaya dan pembawa rahmat yakni, Nabi Muhammad Saw.
Beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Amîn
Penulis menyadari, bahwa dalam proses penulisan dan perampungan skripsi,
ada berbagai pihak yang berperan dan telah banyak membantu, karenanya dengan
segala hormat penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Bustamin, M.Si., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu untuk mengoreksi karya sederhana dari penulis pemula.
2. Seluruh dosen di Jurusan Tafsir Hadis, terima kasih karena telah mau
berbagi ilmu dan ide kepada penulis, semoga semuanya tetap tersimpan di
dada penulis dan bermanfaat. Amîn
3. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pak Imam Prasojo, ibu Gita, ibu Fuji dan Yayasan Nurani Dunia,
yang telah menyumbangkan banyak materi, sehingga penulis dapat
menjenjang pendidikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah dan di Ma`had
Dârussunnah al-`Âli li `Ulûm al-Hadîts
4. Guruku syeikh Ali Mustafa Yakub, selaku Mudîr Ma`had Dârussunnah
yang telah banyak memberikan pencerahan untuk penulis dalam hal
iv
hukum dan hadis. Tak lupa juga kepada para staf pengajar yang telah
berbagi ilmu dan pandangan.
5. guruku dan orang tuaku KH. Maman Abdurrahman selaku Mudîr Ma`had
al-Taqwa Tasikmalaya dan Ibu Ajengan beserta staf pengajar yang telah
menjadi pintu gerbang ilmu bagi penulis.
6. Abangku Zaki Wali yang telah memberikan kebebasan kepada penulis
untuk berangkat ke tanah Jawa.
7. Teman-teman di DarSun, Taufik Masyriqan, Zaimul Ihsan, Nasruddin
Ramli, Syamsul Bahri, Yazid Saghof (maaf kalau gelar kiyainya tidak
penulis tulis) Arrozi Hasyim, Lia Rosmala, Faiqatul Mala, Azizah Ghafur,
Husnul Huluq, Izzah Shalihah, Siti Mardhiyah, Rikza Ahmad, Kamal
Fuad, Syarif Hidayatullah. Juga tak lupa Ade Purnama, enchun alias
Asmi, Asep Komar, serta temanku yang terjauh yang suka ngomel-ngomel
Nanik Susiani dan teman-temanku yang lain, mohon maaf karena tidak
disebutkan namanya satu-persatu.
Ciputat, Juni 2011
v
ABSTRAK
Sejak abad pertama hijriyah, para ulama salaf ahli hadis telah konsen
dalam mencari jalur periwayatan atau sanad dari hadis-hadis yang mereka dengar
dengan bertanya langsung kepada orang yang menerimanya. Tujuannya adalah
agar kevalidan data benar-benar akurat dan dapat dijadikan referensi dalam
permasalahan agama. Penelusuran serta pencarian jalur periwayatan pun berlanjut,
walau mereka harus keluar dari kampung halaman, lalu berpindah-pindah dari
tempat satu ke tempat yang lain, yang di sana terdapat orang atau kelompok yang
mereka bisa mendengar dan menyaksikan langsung hadis-hadis dibacakan dan
dicatat.
Pencatatan tentu dilakukan oleh mereka dalam bentuk tulisan dan kekuatan
hafalan, agar ratusan periwayat yang telah ikut andil dalam penyebaran hadis
tidak bercampur dalam rantai periwayatan. Dalam pengumpulan rantai
periwayatan hadis, tidak jarang dari mereka mendapati adanya titik temu dari
siapa suatu hadis yang sudah tersebar itu bermuara, sebelum sampai kapada Nabi
sebagai pemilik hadis. Di antara mereka yang paling jeli dalam melihat titik temu
itu adalah imam Muslim. Ia kemudian berinisiatif untuk menggabungkannya. Hal
ini terlihat jelas dari karyanya al-Musnad al-Sahîh atau Sahih Muslim. Di
dalamnya banyak hadis-hadis yang dirangkum jalur periwayatannya agar tidak
terjadi pengulangan penyebutan matan hadis, seperti dilakukan sering oleh amîr
al-mukminîn fi al-hadîts yang lain.
Demi menjaga agar tidak terjadi “percampuran” periwayatan hadis, maka
imam muslim menggunakan simbol “h” yang telah populer dikalangan ahli hadis,
sebagai pengganti dari kata al-tahwîl, sekaligus sebuah bukti bahwa di dalam jalur
periwayatan tersebut terdapat perpindahan dari periwayatan satu ke periwayatan
yang lain atau dari sanad satu ke sanad yang lain. Berangkat dari al-tahwîl inilah,
rasa keingintahuan penulis muncul, bukan yang erat kaitannya dengan arti letiral
dan devinitif baku kata al-tahwîl, melainkan fungsi apa yang berada di baliknya,
sehingga lahirlah tulisan sederhana ini.
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI A. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan Tidak dilambangkan ا B Be ب T Te ت Ts Te dan es ث J Je ج H H dengan garis dibawah ح Kh Ka dan ha خ D De د Dz Ka dan ha ذ R Er ر Z Zet ز S Es س Sy Es dan ye ش S Es dengan garis di bawah ص D De dengan garis di bawah ض T Te dengan garis di bawah ط Z Zet dengan garis di bawah ظ Koma terbalik di atas hadapan kanan ‘ ع Gh Ge dan ha غ F Ef ف Q Ki ق K Ka ك L El ل M Em م N En ن W We و H Ha ه Apostrof ` ء Y Ye ي
B. Huruf Vokal 1. vokal tunggal
Tanda vocal Arab Tanda vocal latin Keterangan ــ A Fathah ــ I Kasrah ــ U Dammah
2. Vokal Rangkap Tanda vocal arab Tanda vocal latin Keterangan
ــ ي Ai A dan i ــ و Au Ada dan u
3. Vokal Panjang Tanda vocal arab Tanda vocal latin Keterangan
ــا Â A dengan topi di atas ـي Î I dengan topi di atas ـو Û U dengan topi di atas
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING………………….…......i
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI......................................................ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………...…..iii
ABSTRAK……………………………………………………………………….v
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………….vi
DAFTAR ISI ..……………………………………………………………….....vii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... .......1
A. Latar Belakang Masalah........................................................ .......1
B. Batasan Masalah dan Rumusan ............................................. .......4
C. Tinjauan Pustaka................................................................... .......5
D. Tujuan Penelitian.................................................................. .......6
E. Metode Penelitian …………………………………………….......6
F. Sistematika Penulisan ........................................................... .......7
BAB II IMAM MUSLIM DAN SAHIHNYA…………………………………10
A. Biografi imam Muslim……………………………………...........10
B. Riwayat Pendidikan Imam Muslim...............................................13
C. komentar para Ulama Terhadap Imam Muslim.............................20
BAB III MENGENAL KITAB SAHIH MUSLIM...........................................23
A. Metodologi Penyusunan Hadis……………………………...........23
B. Pandangan para ulama Mengenai Hadis-Hadis yang Terdapat
dalam Kitab Sahih Muslim...............................................................38
BAB IV METODE PENYUSUNAN SANAD DALAM SAHIH MUSLIM..44
A. at-Tahwîl dan fungsinya................................................................44
B. Variasi Jumlah At-tahwîl dalam Sahîh Muslim………………….49
C. Mutâbi‘dan fungsinya....................................................................53
D. Perbedaan dan kesamaan antara At-tahwîl dan Mutâbi‘……........56
BAB V PENUTUP..........................................................................................64
A. Kesimpulan........................................................................... ......64
viii
B. Saran-saran ........................................................................... ......64
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….......66
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Lampiran 1 B. Lampiran 2 C. Lampiran 3 D. Lampiran 4 E. Lampiran 5 F. Lampiran 6 G. Lampiran 7 H. Lampiran 8 I. Lampiran 9
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata hadis1 dalam perkembangan maknanya lebih cenderung kepada segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw apapun itu, baik berupa
ucapan, perbuatan dan lain-lain2 yang di mata umat Islam mendapat porsi
istimewa dalam daftar urutan referensi utama sumber kedua hukum Islam setelah
al-Qur`an. Dan secara umum hadis tersusun atas dua unsur pokok yang tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu sanad3 dan matan.4
Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa hadis-hadis yang sampai kepada kita
tidak semata-mata datang dengan sendirinya atau dengan kata lain, adanya hadis
hanya berdasarkan ucapan orang-orang sekarang, bahwa nabi telah melakukan ini
dan itu. Akan tetapi, hadis yang dibaca oleh umat Islam sekarang ini telah
melewati proses panjang dari waktu ke waktu dengan melalui beberapa generasi
1 Hadis juga dapat bermakna; yang baru, ucapan atau perkataan, khabar,cerita dan
wawancara atau interview. (Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus kontemporer Arab-Indonesia, (Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak: Yogyakarta,) cet 8, h. 747)
2 Muhammad `Ajâj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), cet 3, h. 2
3 Sanad secara bahasa dapat berarti penopang , penyangga, wewenang dan sumber yang dapat diandalkan (Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar Kamus kontemporer Arab-Indonesia, , h. 1093), sedangkan secara istilah adalah al-ikhbâr `an torîqil matan, artinya: berita-berita yang berasal dari matan (al-Suyûtî Tadrîb al-Râwi editor; abd al-wahab Abd al-latif, (Qâhirah: maktabah dâr al-turats,2005 ) cet. 5 h.36. Mengenai pengertian sanad, penjelasan yang sangat baik menurut penulis, adalah sebagaimana apa yang dikatakan oleh syeikh utsamin yaitu al-rijâlu alladzîna ja al matn min torîqihim, artinya: orang-orang yang mendatangkan (ja`) matan melalui jalur mereka. lihat Muhammad Salih al-Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr, (Qâhirah, maktabah sunnah, 2002), cet 1, h. 39
4 Adapun matan secara bahasa artinya teks atau yang tertulis lihat Kamus kontemporer Arab-Indonesia, Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar, h. 1617. Sedangkan menurut istilah yaitu; huwa ma yantahî ilahi ghâyatu al-sanad minal kalam artinya: ucapan yang disandarkan kepada orang kepada sanad yang terakhir, oleh lihat al-Suyûtî tadrîb al-rawi. H 36. Atau sebagaimana yang dikatakakan oleh al-`Utsimin " al-fazul hadîts allatî tataqawwamu bihâ al-ma‘ânî", artinya: lafaz-lafaz hadis yang dengannya menjadi kuatlah makna-makna, lihat Muhammad Salih al-`Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr, h. 36
2
terdahulu dengan cara disampaikan dari seorang guru kepada murid-muridnya
atau sebaliknya5, lalu oleh mereka juga disampaikan kepada kemurid-muridnya
lagi, kemudian murid selanjutnya dan seterusnya. Rantai perjalanan hadis ini
dikenal dengan sebutan jalur periwayatan atau yang lebih dikenal dengan istilah
sanad.
Dalam Islam sistem sanad sangatlah dibutuhkan, karena dengannya dapat
diketahui bahwa hadis yang disampaikan orang adalah berasal dari Nabi saw
benar-benar terbukti, sehingga nilai-nilai ajaran agama Islam dapat terjaga
kemurniannya.
Pentingnya sanad dalam menjaga kemurnian ajaran agama Islam, sejak
awal pernah disinggung oleh Ibn Mubarak. Ia mengatakan. “Isnad bagian dari
agama tanpa Isnad maka orang akan mengatakan apa yang dia kehendaki”6
Jika kembali kepada sejarah, sebenarnya “embrio” untuk meneliti
kebenaran sebuah informasi dari si pembawa berita dalam hal ini adalah seorang
periwayat sudah ada semenjak pada masa Nabi7, begitu juga pernah terjadi pada
masa Abu Bakar r.a8 dan puncaknya terjadi setelah adanya fitnah atau peristiwa
5 Yang penulis maksudkan adalah, bahwa seorang guru terkadang menerima hadis bukan
dari gurunya lagi sebagaimana lumrahnya, melainkan sebaliknya dari muridnya sendiri. Ibn al-Salâh Dalam kitabnya Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts menulis sebuah judul ma`rifatu akâbir al-rruwah min al-asâghir. Pada bab itu ia mencontohkan; Ibnu al-qâsim `Ubaidillah ibnu Ahmad al-Azhary dalam beberapa riwayatnya menerima hadis dari muridnya yaitu al-Khatîb al-Baghdady. lihat Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts ( Bairut: Dâr al-kutub al-`lmiyyah, 2006), cet 2, h. 312
6 Redaksi selangkapnya sebagai berikut,
( قالع هك أنارن املبد اهللا ببع ن :ن، لوالدي من ادناءالاإلسا شاء مش نلقال م ادناإلس ) lihat Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, h. 271
7 kritik akan kebenaran sebuah berita dengan menanyakan langsung kepada sumber berita pernah dilakukan oleh Umar r.a ketika ia mendengar kabar tentang Rasulullah yang telah menceraikan istri-istri beliau dari tetangganya sendiri, Umayyah ibn Zaid. Lihat Muslim, sahîh Muslim, (Darul Fikr, 2002), cet 1, h. 692
8 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2004) cet 4, h. 2
3
terbunuhnya Usman r.a, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibn Sirin “pada
mulanya kaum muslimin tidak menanyakan sanad namun setelah terjadinya
fitnah, apabila mendengar hadis mereka selalu menanyakan dari siapa hadis itu
diperoleh. Apabila diperoleh dari ahl al-sunnah hadis itu diterima sebagai dalil
dalam agama, dan apabila diperoleh dari orang-orang penyebar bid`ah, hadis itu
ditolak”9
Sangat urgent-nya sistem sanad dalam menyebarkan hadis,
“mengharuskan” para Amîr al-Mukminîn fi al-Hadîts10, seperti; Imam Malik,
Ahmad ibn Hanbal, Bukhari, Muslim, Sâhib al-Sunan dan lain-lain, ketika
meriwayatkan sebuah hadis mereka menyebutkan jalur-jalur sanadnya, hal ini
dengan jelas dapat dilihat dari karya-karya mereka.
Adanya sebuah sanad memberikan indikasi, bahwa apa yang diberitakan
tentang semua tindak-tanduk Nabi saw adalah benar adanya. Akan tetapi, sanad-
sanad yang bersambung sampai kepada Nabi saw masing-masing memiliki tingkat
kualitas yang berbeda-beda, dari tingkat yang paling sahîh11 yang dalam 'ulûm al-
9Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis,. H. 2, mengutip dari buku, karya Nur al-Din Itr.
Manhaj al-Naqd fi ‘ulum al-Hadîts, (Damascus: Darul Fikr 1981), h. 55 dan Mustafâ Mu’min., Qasamat al-‘Alam al-Islami al-Mu‘ashir, (Darul Fath, 1974), h. 12-13
10 Julukan ini diberikan kepada orang yang menjadi tokoh pada masanya dalam bidang hafalan dan dirayah hadis, sehingga menjadi tokoh dan imam pada masanya. Lihat: Muhammad 'Ajâj al-Khatib, Usul al-Hadîts, h. 411
11Hadis sahih sebagaimana yang dikatakan oleh al-Baiqûnî adalah:
ـها الصحيح وهو ما اتصل ( )إسناده ولم يشذ أو يعل ... أول )معتمد في ضبطه ونقله ... يرويه عدل ضابط عن مثلـه (
Artinya: Urutan hadis yang pertama yaitu hadis sahih, yang dimaksud dengan hadis sahih adalah,
hadis yang bersambung sanadnya, yang tidak ada syaz ataupun 'illat, serta semua sanadnya bersifat `âdil dan dâbit (terjaga hafalannya,). Lihat 'Umar ibn Mahammad ibn Fatûh al-Baiqûnî, manzumah al-Baiqûnî, (markaz al-khidmât wa al-Abhâts al-tsaqâfiyyah, 1987) h. 1
4
hadîts dikenal dengan sebutan silsilah al-dzahab12 sampai ke tingkat yang paling
lemah (daîf) yaitu maudû' atau hadis palsu13, sehingga dengan demikian, setiap
hadis yang memiliki jalur sanad belum tentu benar-benar berasal dari Nabi saw.
Ketika meriwayatkan dan menampilkan jalur sanad dari sebuah hadis,
secara umum tidak ada perbedaan signifikan di antara para mukharrij14,
khususnya yang kitab mereka dikategorikan kedalam kelompok al-kutub al-
sittah15. Akan tetapi, imam Muslim dengan kitab Sahîh-nya menunjukkan ciri
khas tersendiri dalam menampilkan jalur periwayatan dari hadis-hadis yang beliau
terima. Di sana akan banyak dijumpai percabangan jalur sanad dari hadis-hadis
yang diriwayatkannya, sedangkan di kitab Sahîh al-Bukhâry maupun Kutub al-
Sunan lainnya sangat jarang dijumpai.
Percabangan jalur sanad tersebut lebih dikenal dalam ilmu hadis dengan
istilah al-tahwîl. dan insya Allah pembahasan mengenai al-tahwîl inilah yang
akan penulis jadikan sebagai tema utama dalam penyusunan skripsi ini
12 Artinya rantai emas maksudnya adalah, bahwa sebuah sanad yang memiliki jalur
sanad yang tersahih atau terkuat. Lihat, Ahmad ‘Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, (Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997), cet 2, h. 38
13 Yang dimaksud dengan hadis maudhu` adalah
ذكالواملب خلتاملق صنوالع منصول إبى رساهللالو ى اهللال صل عهيو ل سم Artinya:
Yaitu, sebuah hadis palsu yang dibuat-buat (oleh seseorang, lalu kemudian) disandarkan kepada Rasul saw. Lihat Mahmûd Tahhân, Taisîr Mustalah al-Hadîts (Beirut: Dâr al-fikr, tth) h. 75
14 Maksudnya: orang yang mengeluarkan (meriwayatkan) Hadits-hadits. A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002), cet, VII, h. 430
15 Secara etimologi kutub al-sittah artinya enam kitab, dalam ulum hadis istilah kutub al-sittah selalu dialamatkan kepada enam imam dengan karya-karya mereka yaitu imam al-Bukhari dengan Sahîh al-Bukhâry, imam Muslim dengan Sahîh Muslim, Abû Dâud dengan sunan Abî Dâud, Abû 'Isâ al-Tirmidzî dengan Sunan al-Tirmidzi, imam al-Nasâ’i dengan Sunan Al-Nasâ’i dan imam Ibn Mâjah dengan sunan Ibn Mâjah. pada awalnya hanya ada 5 kitab hadis (kutub al-Khamsah) yang menjadi rujukkan utama oleh para ulama selain sunan Ibn Majah, kemudian datang Abû Fadal ibn Tâhir dan memasukkan Sunan Ibnu Majah kedalam referensi utama hadis, sehingga berjumlah menjadi enam. lihat: Muhammad 'Ali Baidun,, Syurût al-A immah al-sittah, (dar al-kutub al-'ilmiyah, 2000), cet 1, h. 13
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dari beberapa literatur buku ‘ulûm al-hadîts yang penulis ketahui, di sana
ketika mambahas tema yang bernama sanad, sangat jarang dijumpai pengarang
menyinggung masalah al-tahwîl. Apabila dibahas atau disinggung juga, itu hanya
sebatas pengertiannya saja atau rumus yang digunakan sebagai tanda adanya
percabangan dan siapa yang pertama kali menggunakan kata al-tahwîl. Serta
perbedaan para ulama dalam penggunaan rumus " h (ح )16 apakah rumus tersebut
adalah sebagai simbol dari kata al-tahwîl ataukah dari kata al-hadîts (احلديث).17
Dan mereka manaruh pembahasan tersebut pada bab tertentu dengan bertemakan
al- rumz atau simbol-simbol dalam hadis.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis akan membatasi
permasalahan hanya pada fungsi al-tahwîl yang terdapat pada sanad sebuah
hadis. Sebagaimana diketahui bahwa hadis-hadis al-tahwîl bukan hanya terdapat
dalam satu kitab ata dua kitab hadis saja melainkan tersebar di banyak kitab, oleh
karenanya agar lebih terfokus pada pembahasan fungsi al-tahwîl ini, maka perlu
kiranya penulis membarikan perumusan masalah yaitu, bagaimana fungsi al-
Tahwîl dalam Sahîh Muslim?
C. Tinjauan Pustaka
Sekedar untuk menguatkan judul skripsi yang penulis angkat, penulis
berusaha mencari data-data dari skripsi yang pernah ditulis oleh para mahasiswa
16 Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 98
17 Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts Syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, h. 98
6
Ushuluddin khususnya jurusan tafsir hadis dalam kolektif judul skripsi pada
Perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat dan juga Perpustakaan Umum UIN Syarif
Hidayatullah atau pun tesis dan disertasi dengan membaca katalog daftar sikripsi
sampai melacaknya melalaui data komputer yang ada di tiap-tiap perpustakaan,
tetap penulis belum menemukan judul skripsi, tesis dan disertasi yang
mengangkat tema serupa seperti yang diajukan oleh penulis. Terkecuali
pembahasan al-tahwîl yang pernah ditulis oleh ulama-ulama terdahulu seperti Ibn
al-Salâh Al-Nawawî dan al-Syakhawî yang penulis temukan dalam kitab-kitab
mereka. Dengan demikian judul dan tema yang penulis angkat adalah judul dan
tema baru yang belum ditulis oleh mahasiswa jurusan tafsir hadis sebelumnya
yang berkaitan dengan fungsi al-tahwîl.
D. Tujuan Penilitian
Guna melengkapi salah satu persyaratan pada akhir program S1 Fakultas
Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah dalam meraih gelar
S.Ud (Sarjana Ushuluddin).
Untuk mengetahui fungsi dari percabangan atau al-tahwîl dari sebuah sanad
yang tentunya dapat mempengaruhi kwalitas hadis melalui sanad tersebut, bukan
hanya hadis-hadis yang terdapat dalam Sahîh Muslim, tetapi juga pada kitab-kitab
hadis yang lain.
7
Karena pembahasan al-tahwîl sangat jarang dalam kitab-kitab 'ulûm al-
hadîts, maka penulis ingin mengangkatnya yang mudah-mudahan dapat menjadi
subangsih tersendiri terutama bagi penulis dan orang lain yang membacanya.
E. Metode Penilitian
Dalam proses penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis melakukannya
dengan metode sebagai berikut:
1. pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan langkah awal yang penulis lakukan, yaitu
dengan menggunakan metode kajian kepustakaan (Library Research). Untuk
mendapatkan data yang valid sesuai dengan tuntutan akademis, maka penulis
menyandarkan dalam penulisan skripsi ini pada referensi-referensi primer
diantaranya yaitu: kitab sahih Muslim sendiri, karena ia merupakan objek kajian
penulis. secara keseluruhan skripsi yang penulis angkat berbicara mengenai salah
satu cabang dari ‘ulûm al-hadîts dengan demikian, untuk membahasnya juga,
tentunya penulis menggunakan referensi primer ‘ulûm al-hadîts, dalam hal ini
buku-buku yang penulis gunakan adalah, seperti: Muqaddimah Ibnu al-Salah,
Tadrîb al-Râwi dan lain-lain. Untuk mendapatkan informsi yang lebih akurat,
penulis juga tidak melupakan referensi sekunder sebagai tambahan data, seperti:
Qawa‘id Usul Hadîts, Ilmu Mushthalah Hadits dan lain-lain
2. Setelah pengumpulan data dari referensi primer dan sekunder, maka
penulis akan meneliti dan menganalisis data-data tersebut, kemudian mengambil
kesimpulannya. proses yang penulis ambil lebih dikenal dengan istilah metode
deskriptif analisis.
8
3. Agar tidak terjadi penjilplakan judul oleh penulis, maka penulis mencoba
mencari-cari skripsi, tesis atau disertasi yang sekiranya memiliki objek penelitian
yang sama sesui dengan judul skripsi yang penulis angkat di Perpustakaan
Ushuluddin dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah. Setelah dicari,
ternyata belum ada yang menulis tema yang sama, sesuai dengan judul skripsi
penulis yang penulis angkat.
4. Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan Skripsi, Tesis, Desertasi yang diterbitkan oleh UIN Jakarta press
cetakan pada tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Adapun untuk menjaga sistematika penulisan, sehingga terfokus pada
kajian yang dimaksud dan selanjutnya dapat memberikan gambaran dari
pembahasan dalam skripsi ini, maka penulisan membaginya kedalam lima bab,
yaitu:
Bab pertama, berupa pendahuluan. Pada bab ini, penulis mencoba
menguraikan latar belakang masalah yang merupakan alasan penulis memilih
judul skripsi ini, kemudian batasan dan rumusan masalah, lalu tinjauan pustaka
yang di dalamnya penulis mencoba mencari karya-karya berupa skripsi, tesis dan
disertasi yang di dalamnya membahas tentang al-tahwîl, tujuan penelitian,
kemudian metodologi penelitian serta sistematika penulisan.
Karena fokus pembahasan penulis berhubungan dengan imam Muslim
sebagai seorang penulis, maka pada bab kedua ini, penulis membicarakan biografi
imam muslim yang berisikan di mana ia dilahirkan serta pada tahun berapa ia
9
dilahirkan. Selain itu juga penulis membicarakan pada dinasti siapa hidup dan di
mana ia dimakamkan. Pada bab ini juga, penulis mencoba melacak kapan imam
Muslim menerima hadis pertama, siapa guru-gurunya yang pernah ia terima hadis
dari mereka, serta murid-muridnya dan juga karya-karya.
Pada bab ketiga, penulis mencoba memperkenalkan lebih jauh tentang
kitab sahih muslim yang di dalamnya membahas metode penyusunan hadis-
hadisnya, agar dapat diketahui dalam kelompok mana klasifikasi kitab tersebut,
selain itu juga penulis mengutip pandangan para ulama berkaitan dengan hadis-
hadis serta bagaimana komentar para ulama terhadap hadis-hadis tersebut dan
klasifikasi sanad yang dipaparkan olehnya dalam mukadimahnya.
Selanjutnya bab keempat, di dalamnya penulis membahas mengenai
pengertian al-tahwîl dari sisi bahasa dan istilah, beserta contoh dan fungsi-
fungsinya. Sebagai bahan perbandingan, penulis juga membahas tentang mutâbi’
beserta contoh dan fungsinya.
Bab kelima, adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran
10
BAB II
IMAM MUSLIM DAN SAHIHNYA
A. Biografi Imam Muslim
Setidaknya ada tiga point dasar pada judul skripsi yang penulis angkat, yang
menjadi objek kajian penulis. Pertama, imam Muslim sebagai seorang tokoh
pakar hadis sekaligus pengarang kitab Sahih Muslim. kedua, kitab Sahîh Muslim-
nya sendiri dan ketiga adalah Al-tahwîl. Oleh karena imam Muslim adalah
seorang tokoh, ada baiknya penulis memaparkan lebih dulu biografinya, sebelum
mengupas salah satu karya terbesarnya.
Sebagaimana yang telah banyak dibicarakan orang, bahwa cara untuk
mengetahui kekredibilitasan1 seseorang dalam bidang tertentu, yaitu diantaranya
dengan mengetahui sosiokultur di mana tempat ia dilahirkan dan dibesarkan,
kemudian mengetahui latar belakang pendidikan orang tersebut. Hal itu perlu
diketahui, karena dari pendidikanlah, pola pemikiran seseorang mulai terbangun.
Dan dikarenakan yang dibahas pada kesempatan ini adalah hadis, maka selain dari
pendidikan untuk mengetahuinya juga, dapat dilihat dari bagaimana penilaian
orang-orang terkemuka pada masa itu terhadapnya, tentunya yang sebidang
dengan tokoh tersebut. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah dengan
melakukan penelitian Terhadap pemikiran-pemikiran orang tersebut, yang
1 Ada lima syarat yang harus dimiliki sebuah hadis, dan itu juga sudah menjadi sebuah
ketentuan baku yang dibuat oleh para ulama untuk menentukan kualitas hadis tersebut, yaitu: bersambungnya sanad, `adil,dôbit, tidak memiliki syaz dan tidak memiliki illat. `Abd al-Majîd Mahmûd Matlûb, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur`ân wa al-Hadîts, (Qâhirah: Muassasah al-Mukhtâr: 2004), cet 1. h. 283
Dari kelima syarat di atas yang berkaitan khusus dengan sanad hanya ada tiga, yaitu: bersambungannya sanad, 'âdil dan dôbit. Seseorang dapat disebut kredibel jika dia memiliki dua kriteria utama yaitu 'âdil dan dâbit.
11
tersebar didalam karya-karyanya. Singkat kata, "pohon" sejarah orang tersebut
harus diketahui secara utuh dan menyeluruh.
Apa yang penulis katakan di atas, tentu sangat berlaku juga terdahap imam
Muslim yang memiliki nama lengkap, Muslim ibn al-Hajjâj ibn Muslim al-
Qusyairî al-Naisabûrî. Dia adalah seorang pakar hadis yang diakui oleh para
ulama pada masanya, bahkan mayoritas umat Islam pada abad ke 3 H dan sampai
sekarang pun masih tetap diakui. Ia lahir pada tahun 204 H atau pada tahun 206 H
menurut persi yang lain. Di salah satu kabilah di Arab yang lebih dikenal dengan
Naisabur.2
Naisabur adalah sebuah kota diantara beberapa kota terpenting yang ada di
Iran3. Orang-orang di luar kota tersebut menyebutnya Nasyâwûr4. al-Hamawî
pernah berkata "Naisabur adalah kota yang sangat besar, tanahnya memiliki
potensi mengandung hasil bumi yang sangat berharga dan ia adalah kota dimana
banyak dilahirkan para ulama yang belum pernah pernah saya melihatnya sebelum
saya berkeliling kota Madinah yang serupa dengannya ."5
Di awal abad ketiga Hijriyah, Naisabur merupakan salah satu daerah yang
masih di bawah kekuasaan bani Abbasiyah, yang pada tahun kelahiran imam
Muslim masih dipimpin oleh khalifah al-Ma`mun (198-218 H)6. Ia adalah salah
2 Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah:
Dâr al-Hadîts t.t.h), juz 1 h.أ 3 Syauqi, Atlas Hadits, (Jakarta: al-Muhira, t.t.h) h. 156 4 Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî al-Baghdâdî, Mu‘jam al-
Buldân, (Beirut: Dâr Sâdir, tth) jld 5, h 331 5 Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî al-Baghdâdî, Mu‘jam al-
Buldân, h. 331 6 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam3, (Jakarta: al-Husna Zikra, 2000), cet 3, h.
129
12
seorang putra Hârûn al-Rasyîd yang pernah membawa kekhalifahan Abbasiah
berada pada masa keemasan.
Apabila sejarah kekuasaan dinasti Abbasiyah digambarkan seperti bentuk
pyramid, maka al-Ma`mun-lah adalah orang yang berada pada puncak pyramid
tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Hitti dalam bukunya History af The
Arabs "diktum yang dikutip oleh seorang penulis antologi, al-Tsa`labî, (w1038 M)
bahwa dari para khalifah Abbasiyah "sang pembuka" adalah al-Manshur "sang
penengah" adalah al-Ma`mûn dan "sang penutup" adalah al-Mu`tadid memang
mendekati kebenaran".7
Al-Ma`mun dalam sejarah dicatat, sebagai seorang khalifah yang suka akan
intelektual dan ilmu, ini merupakan sebuah karakter yang berbanding terbalik
dengan saudaranya al-Amin yang suka akan hiburan. Oleh kerena kecintaanya
kepada ilmu ia lalu membangun sebuah gedung yang dinamakan Bait al-Hikmah,
disana ia mengumpulkan buku-buku yang ditulis oleh penulis luar kemudian
memerintahkan untuk diterjemahkan. Dari sini ilmu pengetahuan berkembang
pesat dan melahirkan al-Kindi sebagai tokoh filosof muslim.8
Sebelum melihat akan kemunduran kekuasaan bani Abbasiyah pada 20
tahun kemudian yang ditandai dengan naiknya al-Mu`tadid sebagai khalifah,
imam Muslim lebih dulu wafat, pada bulan Rajab tahun 261 hijriyyah di usianya
yang ke 57 tahun dan dimakamkan di kota kelahirannya9
7 Philip K.Hitti, History af The Arabs. Penerjemah : R Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi, 2006) cet 1. h. 369-370 8 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam3 , h. 137 9 al-Dzahabî, Siyar A lâm al-Nubala, (Maktabah al-Shafa t.t.h), juz 8, h. 307
13
B. Riwayat Pendidikan Imam Muslim
Dari beberapa buku târikh yang penulis sempat buka, seperti kitab Siyar
A‘lam al-Nubalâ , Tahzîb al-Kamâl, Tahzîb al-Tahzîb dan lain-lain, penulis belum
menemukan pada usia berapa imam Muslim mulai mengenal dunia pendidikan di
masa kanak-kanaknya. penulis hanya menemukan dari catatan imam Al-Dzahabî
yang menurutnya, imam Muslim pada tahun 218 H (pada usia 14 tahun) beliau
sudah menerima (simâ)10 hadis dan guru pertama yang ia terima hadis darinya
adalah Yahyâ ibn Yahyâ al-Tamîmî11.
Masih adanya ketidakjelasan mengenai kapan imam Muslim mulai
mendapatkan pendidikan, tidak menunjukkan bahwa ia tidak menerima
pendidikan di usia dini sama sekali, sebagaimana ulama-ulama terdahulu, sebelum
atau yang semasa dengannya. Sedangkan apa yang dikatakan oleh al-Dzahabî di
atas, menurut asumsi penulis adalah bahwa, bisa jadi pada usia itu ia baru
10 Al-Samâ‘ yang berarti mendengar, dalam istilah hadis dikenal sebagai kegiatan seorang
guru yang membaca hadis baik dari hafalan atau kitabnya sedangkan hadirin mendengarnya baik majelis itu imla' atau untuk yang lain. Lihat . Muhammad `Ajâj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), cet 3, h. 204
Berkaitan dengan usia ideal untuk mempelajari hadis, M.M Azami di dalam bukunya Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, mencoba menjelaskannya secara gamblang dengan mengutip perkataan ulama terdahulu yang ia catat dari berbagai sumber. Seperti perkataan al-Tsauriy “Umumnya orang-orang beribadah dahulu dua puluh tahun, kemudian baru belajar dan menulis hadis”. Ia juga mengutip perkataan al-Zubairi “Saya lebih senang apabila umur sebelum dua puluh tahun itu dipakai untuk menghafal al-Qur`an dan ilmu-ilmu wajib yang lain”. Selain perkataan kedua tokoh dia atas, Azami juga mencatat ucapan al-Zuhri ketika berbicara dengan Ibnu ‘Uyaiynah yang pada waktu itu berusia lima belas tahun-,”Saya tidak pernah melihat anak yang belajar hadis yang lebih muda dari pada kamu”. Sebelum memberikan komentar, Azami menyisipkan dalam catatannya perkataan Musa ibn Harun, menurutnya, orang-orang Basrah belajar dan menulis hadis ketika berumur sepuluh tahun, orang-orang Kufah belajar dan menulis hadis ketika berumur dua puluh tahun, sedangkan orang-orang Syam belajar dan menulis hadis ketika berumur tiga puluh tahun.
Melihat ucapan-ucapan ulama di atas, Azami memberikan komentar “Tampaknya ketentuan di atas tidak merupakan patokan umum, hanya saja kecenderungan yang lazim pada saat itu adalah murid mulai belajar hadis pada umur dua puluh tahun”. Lihat Muhammad Mustafâ Azami, Hadis Nabawi dan SejarahKodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), cet 4, h. 505-506
11 al-Dzahabî, Siyar A lâm al-Nubala, juz 8, h. 269
14
mendapat kesempatan untuk men-sima' hadis secara langsung yang dapat beliau
riwayatkan atau sampaikan juga kepada orang lain.12
Apa yang penulis katakan di atas, mengenai pendidikan imam Muslim
dapat dibuktikan dengan sejarah Abbasiyah, dimana pada masa itu kecintaan akan
ilmu sangat digalakkan oleh pemerintah, khususnya pada masa pemerintahan al-
Ma`mun dari tahun 198 sampai dengan tahun 218 H, tepatnya di akhir kekuasaan
pada periode pertama. Pernyataan penulis tersebut, bersandar pada apa yang
dikatakan oleh A.Syalabi dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam 3, ketika ia
membagi masa pemerintahan Abbasiyah menjadi tiga periode, yaitu: periode
pertama (132-232H), periode kedua (232-590H) dan periode ketiga (590-656H).13
Untuk mengetahui gambaran umum pemerintahan Abbasiyah pada periode
pertama, sekaligus menggambarkan bagaimana atmosfir pendidikan dan ilmu
pengetahuan pada masa kelahiran imam Muslim, penulis akan mengutip apa yang
dikatakan oleh A.Syalabi, menurutnya:
"pada periode ini kekuasaan berada di tangan para khalifah di
seluruh kerajaan Islam kecuali di Andalusia. Para khalifah di
zaman tersebut merupakan para pahlawan-pahlwan yang
memimpin angkatan tentara dan mengarungi peperangan.
Kebanyakan mereka adalah ulama-ulama yang mengluarkan fatwa
dan berijtihad, cinta akan ilmu pengetahuan, merapatkan hubungan
12 Kegiatan menerima dan mendengar hadis, dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah
tahammul al-hadîts, sedangkan kegiatan meriwayatkan atau menyampaikan hadis diistilahkan dengan kata " ada " . Mengenai tahammul al-hadîts mayoritas para ulama cenderung memperbolehkan anak kecil untuk ikut dalam kegiatan mendengar hadis dan ada pula sebagian ulama yang tidak memperbolehkan, sedangkan mengenai ada sendiri, ulama ahli hadis, usul dan fikih sependapat bahwa, orang yang riwayatnya dapat dijadikan hujjah, adalah apabila ia beragama Islam, bâligh bersifat `âdil dan dâbit. Lihat Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl l al-Hadîts, h.200-203
13A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 , h. 3
15
dengan kaum keluarga dan menyampaikan pidato yang berapi-
api."14
Sudah menjadi sebuah tradisi para ulama terdahulu, yaitu mereka tidak
hanya menimba ilmu dari seorang guru saja atau beberapa orang guru yang ada di
daerah, di mana tempat mereka lahir dan dibesarkan, akan tetapi mereka juga
sering melakukan rihlah ilmiah ke berbagai daerah untuk menambah ilmu
pengetahuan agama, khususnya yang berkaitan dengan hadis, sehingga terkadang
mereka harus melewati beberapa negeri hanya untuk mendapatkan sebuah hadis
yang benar-benar valid dan autentik, yaitu dengan mendengar langsung dari sang
guru.15
14A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 , h. 3 15 Dimukadimah sahihnya, imam Muslim mengatakan:
لـيس باألخبار العلم أهل وقول قولنا أصل في الروايات من واملرسل سماع غير من اإلرسال"
"بحجةArtinnya: ke-irsala-lan (dengan adanya data yang valid bahwa sesorang) tidak mendengar
hadis secara langsung (dari gurunya) atau yang dinamakan dengan hadis mursal, menurut pendapat kami dan pendapat para pakar dalam bidang hadis adalah sesuatu yang tidak dapat dijadikan hujjah(tidak dapat dijadikan sebagai dalil). Lihat Muslim ibn al-Hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 21
Dari pernyataan imam Muslim di atas dengan jelas diketahui bahwa, ia sangat berhati-hati dalam menerima dan menyeleksi hadis, ia tidak akan menerima hadis kecuali hadis tersebut benar-benar ittisal atau bersabung. tetapi sebelumnya, masih di dalam muqaddimah sahihnya, secara jelas ia tidak serta-merta menolak hadis mursal atau hadis " 'an 'anah " (hadis yang sanadnya menggunakan ” 'an " yang berindikasi akan adanya ketidakbersambungan sanad), karena menurutnya, masih ada kemungkinan hadis tersebut sanadnya bersambung, dengan alasan apabila ada dua orang yang hidup pada satu masa, maka mereka memiliki kemungkinan untuk bertemu. Sebagaimana perkataannya di bawah ini:
جميعـا لكونهمـا منه والسماع لقاؤه له ممكن وجائز حديثا مثله عن روى ثقة رجل كل نأ
بها والحجة ثابتة فالرواية مبكال شافهات وال اجتمعا أنهما قط خبر في يأت لم وإن واحد عصر في كانا
شيئا منه يسمع لم أو عنه روى من يلق لم الراوي هذا أن بينة لةالد هناك يكون أن إال زمةالArtinya: sesungguhnya setiap para perawi yang tsiqah dan dia meriwayatkan sebuah
hadis yang ia terima dari seorang perawi yang tsiqah juga dan adanya kemunkinan perawi tersebut bertemu dan mendengar darinya dikarenakan keduanya berada dalam satu masa, walaupun tidak ada berita yang pasti bahwa keduanya pernah bertemu dan tidak pula mereka berbicara secara langsung, maka riwayat tersebut adalah benar dan menjadikan ia sebagai dalil merupakan sebuah keharusan, kecuali terdapat sebuah keterangan yang jelas bahwa perawi tersebut tidak pernah
16
Hal serupa pula dilakukan oleh imam Muslim dengan semangat muda
sebagai seorang pemuda yang haus akan ilmu, terutama ilmu hadis, membuat ia
tidak hanya belajar dan mencari hadis dari para guru yang ada di daerahnya saja,
akan tetapi ia juga sering berpergian ke daerah-daerah lain yang di sana terdapat
para ulama hadis dan adapun tempat-tempat yang yang pernah ia singgahi adalah
Hijâz, Misr, syâm dan dan irâq dan lain-lain.16
1. Guru-Guru Imam Muslim
Pengembaraannya ke berbagai daerah dengan tujuan utama untuk mencari
hadis, seperti yang telah di sebutkan di atas, secara tidak langsung
mempertemukan beliau dengan beberapa orang guru di suatu tempat dengan latar
belakang penguasaan ilmu yang berbeda-beda pula, sehingga dengan demikian ia
tidak hanya memiliki satu guru saja. Baik guru dalam bidang ilmu tafsir, hadis,
fikih atau ilmu-ilmu agama yang lain.
Di kota Mekah imam Muslim berguru kepada al-Qa`nabî, ia merupakan
guru besar baginya, sedangkan di kufah dia berguru kepada Ahmad ibn Yûnus dan
yang lainnya. Menurut catatan al-Mizzî ada sekitar 218 orang yang pernah
menjadi guru imam muslim, di antaranya adalah Ibrâhîm ibn khâlid al-Yasykurî,
Ibrâhîm ibn Dinâr al-Tamâr, Ibrâhîm ibn Ziyâd sabalâni, Ibrâhîm ibn Sa‘îd al-
Jauharî, Ahmad ibn Ja‘far al-Ma‘qarî, Ahmad ibn Janâb al-Missîsî, Ahmad ibn bertemu dan tidak pernah mendengar satu hadis pun dari orang yang ia sandarkan hadisnya. Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 21
Ia mencontohkan "Contohnya hadis yang diriwayatkan kepada kami yang disandarkan kepada Hisyam ibn
`Urwah dari bapaknya(`Urwah) dari 'Âisyah dan sudah menjadi sebuah kepastiaan sebagaimana yang kami tahu bahwa Hisyâm terbukti mendengar dari bapaknya dan bapaknya terbukti juga mendengar dari 'Âisyah dan sebagaimana yang kita ketahui bahwa 'Âisyah sudah pasti terbukti mendengar dari Nabi saw., Maka dengan demikian Hisyâm boleh tidak menyebutkan dalam riwayat tersebut kalau ia menerima dari bapaknya." Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, h. 22
16 Tsauqî Abû Khalîl, Atlas al-Hadîts al-Nabawî, (Beirut: Dar al-fikr, 2006), cet 3, h. 12
17
Jawwâs al-Hanafî Qutaibah ibn sa‘id, al-Qa‘naî, Ahmad ibn Hanbal, Isma‘îl ibn
Abi Uwais, Yahya ibn Yahya, Abû Bakar, ‘Usman ibn Abû Syaibah, ‘Abdullah
ibn Asma’dan lain-lain17
2. Murid-Murid Imam Muslim
Bukan hanya memiliki banyak guru, sebagai seorang yang telah memiliki
nama di papan teratas dari deretan para pakar hadis, ia juga memiliki banyak
murid dan di antaranya adalah Abu Isa al-Tirmidzî, Ibrâhîm ibn Ishâq al-sairafî,
Ibrâhîm ibn Abu talib, Ibrâhîm ibn Muhammad ibn hamzah, Ibrâhîm ibn
Muhammad ibn Sufyân, al-faqîh18,dan lain-lain
Sejarah telah mencatat bahwa imam Muslim adalah seorang tokoh yang
sangat selektif dalam memilih hadis sekaligus tokoh yang dijadikan referensi
untuk penilaian jarh dan ta‘dil para ulama ahli hadis pada masanya dan ulama
terdahulu. Masih dalam catatan sejarah, diketahui bahwa imam al-Tirmîdzî
adalah salah seorang tokoh yang kekredibilitasannya sudah tidak diragukan lagi,
pemilik al-jâmi‘ sekaligus murid langsung dari imam Muslim.
Walaupun al-Tirmîdzî adalah muridnya langsung sebagaimana yang telah
masyhur di kalangan ahli hadis, bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh imam
Muslim sudah tidak diragukan lagi akan kesahihannya. Bisa dibayangkan
bagaimana rantai emas sanad dari kedua tokoh tersebut akan terjalin antara guru
dan murid. Harapan dari bayangan terjalinnya rantai tersebut, hanya sebatas
logika positif yang tergambar, karena masih dalam catatan sejarah pula, imam al-
Tirmîdzî ternayta diketahui tidak pernah meriwayatkan hadis dari gurunya
17al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir dan Husain Ahmad Agha, (Beirut: Dar al-Fikr) juz 18 h.70-72
18 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma al-Rijâl, juz 18 h. 72
18
tersebut, kecuali hanya satu hadis. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan
oleh al-Dzahabî, menurutnya ”imam al-Tirmidzî tidak pernah meriwayatkan
sebuah hadis pun yang beliau terima dari imam Muslim kecuali satu hadis saja”.19
Dari penuturan al-Dzahabî di atas, penulis mencoba melacak hadis yang
dimaksud olehnya dalam sunan al-Tirmîdzî dan penulis menemukan sebuah hadis
yang sanadnya berasal dari imam Muslim, hadis tersebut insya Allah adalah
sebagai berikut :
ح لمسا مثناج دجح نباحثندنى بيحى ييحي احثند دمحم نة عاويعو مأب قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة،قال
20أحصوا هلال شعبان لرمضان
Artinya: Telah bercerita kepada kami Muslim ibn Hajjâj (ia berkata) telah bercerita
kepada kami Yahyâ ibn Yahyâ (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Abû
Mu‘âwiyah dari Muhammad ibn ‘Amr dari Abû Salamah dari Abu Hurairah ia
berkata: Rasulullah saw telah bersabda "sempurnakan bulan Sya‘ban (menjadi 30
hari, dengan begitu awal) bulan Ramadhan dapat ditentukan "
3. Karya-karya Imam Muslim
Perjalanan imam Muslim dengan menempuh jarak yang sangat panjang
dari satu negeri ke negeri yang lain dengan menggunakan kendaraan seadanya
pada waktu itu, entah itu menggunakan kuda, onta atau lainnya, tentunya dapat
menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Walaupun demikian
perjalanannya bukanlah merupakan suatu hal yang sia-sia dimata imam Muslim,
19 al-Dzahabî, Siyar A lâm al-Nubala, juz 8, h. 300 20 Muhammad ibn 'Isâ Abû 'Isâ al-Tirmizi, al-Jâmi al-Sahîh al-Tirmizi, editor, Ahmad
Muhammad Syâkir dkk, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-`Arabi, tth) juz, 3, h. 71
19
karena dari hasil perjalanannya, ia dapat menulis di lembaran-lembaran sejarah
tentang dirinnya sendiri dengan menciptakan sebuah karya yang berjuta-juta orang
membacanya yakni al-Musnad atau al-musnad al-Sahîh atau pun yang lebih
dikenal dengan sahih Muslim.
Menurut Subhi al-Sâlih, "imam Muslim sangat bangga akan kitab Sahîh-
nya, mengingat jerih-payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya". Hal
tersebut sangatlah wajar dan dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk imam
Muslim. Di salah satu kesempatan ia perberkata "seandainya para ahli hadis
mereka menulis hadis selama 200 tahun, maka poros mereka adalah Musnad ini"21
Kitab Sahîh Muslim adalah salah satu kitab hadis tersahih setelah bukhari.
Di dalamnya terdapat 3033 hadis, jumlah tersebut adalah hasil seleksi selama
kurang lebih 15 tahun22, dari tiga ratus ribu hadis yang ia kumpulkan dengan cara
mendengar langsung. Keunggulan Sahîh Muslim dari beberapa sisi jika
dibandingkan dengan kitab-kitab hadis yang lain membuat banyak para ulama
melirik terhadap kitab tersebut untuk mereka syarahi.
Sebuah kitab hadis yang belum ada yang dapat menyainginya dari sisi
kesistematisan penetapan hadis-hadis, hingga tidak terjadi pengulangan di sana
sini dan dari sisi memudahkan para pembaca hadis dalam melihat jalur
periwayatan sebuah hadis dengan cara merangkum jalur-jalur sanad yang banyak
menjadi satu. Dan akan penulis bicarakan lebih jauh tetang kitab tersebut pada bab
selanjutnya insya Allah.
21 al-Dzahabî, Siyar A lâm al-Nubala , juz 8, h. 306 22 Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, h. 283
20
Selain karya menomental tersebut, dia juga mengarang beberapa karya yang
tak kalah pentingnya dalam kajian ilmu hadis di antaranya yaitu: Al-Musnad al-
Kabîr ‘Ala al-Rijâl, Kitâb al-Jâmi‘ al-Kabîr ‘Ala al-Abwâb, Kitâb al-Asâmî` wa
al-Kunyâ, Kitâb al-Musnad al-Sahîh, Kitâb al-Tamyîz, Kitâb al-‘Ilal, Kitâb al-
Wuhdân, Kitâb al-Afrâd, Kitâbal-Aqrân, dan lain-lain.23 Secara pribadi, penulis
belum melihat kitab-kitab beliau tersebut di atas selain kitab sahihnya.
C. Komentar Para Ulama Terhadap Imam Muslim
Subjudul yang penulis angkat di atas, adalah sebuah judul yang menurut
penulis sendiri merupakan pemborosan kertas dan waktu untuk menulisnya.
Alasanya sederhana, karena menurut penulis apalah artinya menulis ulang
komentar para ulama terdahulu untuk menggambarkan kualitas seorang tokoh
sekaliber imam Muslim yang dengan hanya melihat sebuah karyanya saja semua
orang mungkin akan secara apriori mengakui kapasitasnya sebagai seorang
muhaddits.
Walaupun demikian, penulis merasa hal tersebut perlu dilakukan sebagai
kelengkapan biografi beliau dan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu mata
rantai yang dapat melengkapi rantai sejarah imam Muslim.
Penulis mulai dengan mengutip apa yang pernah dikatakan oleh para ulama
yang hidup semasa dengannya, sebagaimana yang ditulis oleh Ibnu Hajar dalam
kitabnya Tahdzîb al-Tahdzîb. menurutnya Abu Amar al-Mustamli pernah berkata
"pada tahun 251 hijriyyah Ishâq ibn Mansûr meng-imla`-kan hadis kepada kami
dan pada waktu itu imam Muslim juga hadir, dia sangat mengagumi Ishâq ibn
23 Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, h. 283
21
Mansûr. dan ketika saya masih meminta agar saya dapat meng-imla`-kan hadis,
Ishâq ibn Mansûr kemudian melihat kepada Muslim lalu berkata " Allah tidak
akan menghilangkan kebaikan kepada Umat Islam selama Dia tetap
mengkekalkanmu.24
Dari ucapan Ishaq ibn Amar di atas, penulis menangkap bahwa dia jauh-
jauh hari sudah memprediksikan imam Muslim bakal menjadi orang yang sangat
mulia dengan menciptakan karya-karya yang sangat dibutuhkan orang dan ucapan
itu sudah terbukti dimana kitab sahih Muslim adalah salah satu kitab yang banyak
dicari orang untuk dijadikan referensi utama dalam berbagai tulisan mereka.
Kapasitas imam Muslim sebagai seorang pakar dalam bidang hadis baik
dari segi sanad maupun matan menjadikan ia selalu ditanyai orang seputar hadis.
Seperti dalam soal menjarah dan menta`dil para periwayat, ia pernah didatangi
oleh orang-orang sekelas Abu Zur`ah dan Abu hatim yang dikenal sebagai kritikus
hadis untuk menanyakan kwalitas para periwayat hadis yang hidup sezaman
dengan imam Muslim.25
Dan orang-orang hidup pada zaman sekarang dapat melakukan hal yang
serupa dengan membuka hasil dari karya imam Muslim, dimana kajian-kajian
keislaman yang mengharuskan dicantumkannya hadis-hadis Nabi saw pada
catatan-catatan tertentu. Dan catatan-catatan berupa hadis-hadis tersebut hampir
semua termuat dalam kitab sahih Muslim26. Oleh karena itu adalah wajar jika ada
24 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 150 25 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 72 26 al-hafiz Abû Quraisy pernah berkata, suatu ketika kami sedang berada di samping Abû
Zur'ah al-Râzi, kemudian datanglah Muslim ibn al-Hajjaj dan Abu zur`ah langsung mengucapkan salam kepadanya, setelah Muslim duduk sebentar dan melakukan diskusi kecil dengan Abû Zur'ah lalu ia pergi dan saya bertanya kepada Abû Zur'ah apakah orang itu telah mengumpulkan empat
22
yang beranggapan bahwa, imam Muslim merupakan salah satu dari empat orang
yang menjaga Dunia selain Abu zur‘ah di al-Rai, Abdullah al-Darimi di al-
Samarqandi dan Muhammad ibn Ismail di Bukhari.27
Al-Dzahabî dalam kitab Siyar-nya membarikan gelar kepada imam Muslim
dengan berbagai macam gelar. Dia mengatakan “Muslim adalah seorang al-Imâm
al-Kabîr , al-Hâfiz, al-Mujawwid, al-Hujjah dan al-Sâdiq28”. Sedangkan Ibnu
Hajar mengatakan dia adalah imamnya para penulis (dalam bidang hadis).29
puluh ribu hadis dalam sahihnya? Abû Zur'ah menjawab ; dan dia hampir tidak menyisahkan sedikitpun, inilah yang saya tidak habis pikir. Lihat al-Dzahabî, Siyar A lam al-Nubalâ h. 302
27 al-Dzahabî, Siyar A lam al-Nubalâ, juz 8, h. 300 28 al-Dzahabî, Siyar A lâm al-Nubala, juz 8, h. 296 29 Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Illmyah: 1995), cet
, 2. Juz 2, h.178
23
BAB III
MENGENAL KITAB SAHIH MUSLIM
A. Metodologi Penyusunan Hadis
Di kalimat terakhir pada bab kedua di atas, penulis telah menyingung apa
yang pernah dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Taqrîb al-Tahdzîb, yaitu ia
memberi gelar kepada imam Muslim, sebagai imamnya para penulis. Pernyataan
tersebut bukanlah tanpa alasan, karena bukti dari perkataan Ibnu Hajar dapat
dilihat pada salah satu karya terbesarnya, seperti kitab Sahîh-nya sendiri. Sebuah
karya yang dapat dijadikan inspirasi bagi para penulis setelahnya dalam segi
metodologi penulisan hadis.
Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqi sebagai salah seorang peniliti yang
memberikan tahqîq-kan kepada kitab sahihnya mengatakan ”kitab sahih Muslim
adalah sebuah kitab (Hadis) yang belum ada yang menyainginya dari sisi
sistimetika, merangkum jalur hadis tanpa menambah ataupun menguranginya dan
menjaga perpindahan sanad yang dapat disatukan tanpa ada penambahan
sedikitpun dan beliau selalu berhati-hati dalam menjaga kesalahan lafaz dalam
periwayatan hadis baik dari segi matan maupun sanad walaupun hanya sehuruf ”1
Membuka dan membaca awal kitab al-Sahîh, ternyata memiliki daya tarik
tersendiri bagi para pembacanya dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain,
karena sebelum memulai menulis hadis-hadis yang tersusun sesuai dengan judul
bab per-bab, imam Muslim terlebih dahulu menulis abstraksi tentang apa yang
1 Komentar Muhammad Fuad di atas, dapat dilihat pada kata sambutan beliau dalam
kitab sahih Muslim yang beliau tahqîq lihat Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts, t.t.h), juz 1 h. د
24
akan ia tulis. Isi dari abstraksi sebagaimana yang terlihat di awal kitab pada
muqaddimah, bukanlah suatu hal yang akan menggambarkan secara umum isi
kitab tersebut, akan tetapi ia memaparkan mengenai pengklasifikasian para
periwayat dari jalur sanad yang ia riwayatkan hadisnya.2
Pemaparan mengenai tingkatan para periwayat oleh imam Muslim,
memiliki relefansi jika dilihat dalam konteks sejarah pada masanya. Perang
ideologi di interent umat muslim masih hangat-hangatnya, hingga tidak
mengherankan jika banyak tersebarnya hadis-hadis palsu yang berisikan tentang
keutamaan suatu kelompok tertentu.3
a. Penamaan Kitab Sahih Muslim
Dalam muqaddimah kitab tersebut, sesuai dengan apa yang penulis ketahui,
bahwa imam Muslim tidak berikan nama terhadap kitab sahihnya itu. Akan tetapi,
di beberapa tempat dari buku sejarah, beliau menyebutkan nama kitab tersebut,
terkadang dengan nama al-Musnad dan terkadang pula dengan nama yang
lengkap yaitu al-Musnad al-Sahih sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Mizzî
dalam Tahzîb al-Kamal.
2 Contohnya seperti dalam muqaddimahnya, ia mengatakan: Setelah hadis-hadis dari kelompok pertama, maka kami akan mengikutkan hadis-hadis
yang di dalam sanadnya terdapat beberapa (perawi) yang tidak memiliki sifat al-hifz dan al-itqân ......., seperti; ‘Ata` ibn al-Sâib, Yâzid ibn Abû Ziyâd dll. Lihat Muslim ibn al-Hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 4
3 Perang antar aliran atau mazhab tertentu,sehingga membuat para pengikutnya menjadi fanatic terhadap kelompok masing adalah salah satu faktor penyebab timbulnya hadis-hadis palsu. Hal itu dikarenakan, mereka ingin menyampaikan bahwa kelompok merekalah yang paling baik dan menyerukan agar orang lain masuk kedalam kelompok mereka, untuk mewujudkan hal tersebut, mereka lalu membuat hadis-hadis palsu yang disandarkan kepada Nabi saw, berkaitan keutamaan kelompok mereka. Selain karena fanatanik kelompok, ada factor-faktor lain penyebab timbulnya hadis palsu, yaitu: membuat hadis-hadis fadâil a'mâl agar umat mau bertaqarrub kepada Allah, karena kebencian terhadap Islam, ingin mendapat perhatian pemerintah, mencari kekayaan dan ingin tenar. Lihat Mahmûd Tahan, Taisîr Mustalah al-Hadîts (Beirut: Dâr al-fikr, t.t.h), h. 76-77
25
مسلما سمعت :يقول أبي سمعت :املاسرجسي محمد بن احلسين لقا
4مسموعة حديث ألف مائة ثثال من الصحيح املسند هذا صنفت :يقولArtinya:
al-Husain ibn Muhammad al-Mâsarjisî mengatakan bahwa dia telah
mendengar bapaknya mengatakan saya telah mendengar Muslim mengatakan "al-
Musnad al-Sahîh yang saya karang ini terdiri dari tiga ratus ribu hadis yang
didengar secara langsung"
على املسند اهذ كتابي عرضت:يقول مسلما سمعت :عبدان بن مكي قال
5تركته اببسو علة له أن الكتاب هذا في علي أشار ما فكل ،زرعة أبيArtinya:
Makkî ibn ‘Abdân berkata bahwa ia telah mendengar Muslim berkata "saya
pernah perlihatkan kitab al-Musnad-ku ini kepada Abu Zur‘ah, maka setiap apa
yang ia isyaratkan kepada saya dalam kitab ini (terdapat hadis-hadis) yang
memiliki cacat dan sebab-sebab tertentu maka saya tinggalkan"
Walaupun demikian, nama kitab sahih Muslim adalah nama yang lebih
dikenal orang dibandingkan dengan nama kitab al-Musnad al-Sahih. Seperti nama
kitab Sahih al-Bukahri lebih dikenal orang dibandingkan dengan nama lengkap
kitab tersebut yaitu al-Jâmi‘ al-Musnad al-sahîh al-Mukhtasar min umûri
Rasûlillah sallahu `alaihi wa sallam wa sunanihi wa ayyâmihi6.
b. Ketentuan Dasar Penerimaan Hadis
4 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir dan
Husain Ahmad Agha, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 18 h. 301 5 al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 301 6 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, (Riyadh : maktabah al-Ma`arif,
1991), cet, 2, h. 97
26
Masih di dalam muqaddimah-nya, imam Muslim selain mengklasifikasikan
hadis sesuai dengan tingkatan para periwayatnya, yang insya Allah akan dibahas
pada bagian selanjutanya dari bab ini, beliau juga menulis enam bab yang secara
global menurut penulis isinya adalah bentuk peringatan kepada para pembaca
untuk benar-benar meneliti orang-orang yang mengaku bahwa hadis-hadis yang
diucapkan mereka adalah benar-benar dari Nabi saw.
Pada bab pertama, imam Muslim menulis dengan judul bab wajib
meriwayatkan hadis yang bersumber dari para periwayat yang telah terkenal
kekredibilitasnya atau kesahihannya dan meninggalkan para periwayat pendusta
atas Rasulullah saw. Ia mengatakan;
اجباىل، أن الوعاهللا ت فقكلم، واعح وحيص نيب زييمالت فرد على كل أحع أن ال يروي منها إال ما عرف . الروايات وسقيمها و ثقات الناقلين لها من المتهمين
هقي منتنأن ي ه واقلية في نارتالس ارجه وخة ماندين صحعالمم وهل التأه نا كان عا م .من أهل البدع
Artinya:
”ketahuilah semoga Allah memberikan taufik kepadamu, sesungguhnya
wajib kepada semua orang (yang belajar hadis) mengetahui perbedaan antara
sahih dan cacadnya riwayat-riwayat. Keredibilitasa pada periwayatnya agar
terhindar dari periwayat yang muttahham. Tidak boleh seorangpun meriwayatkan
suatu hadis tanpa ia mengetahui sahihnya tempat periwayatan serta terjaganya
yang penukilan dan harus menjauhi orang-orang yang muttaham dan orang-orang
yang diancam masuk neraka dari golongan pembuat hadis-hadis palsu.”7
7Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6
27
Setelah mengeluarkan pernyataan diatas, beliau mengatakan ”dan adapun
dalilnya atas perkataan kami diatas adalah firman Allah
بجهالة قوما تصيبو أن فتبينوا بنبأ فاسق جاءكم إن آمنوا الذين أيها يا
)6: جراتاحل( نادمين فعلتم ما على فتصبحو
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
)282:البقرة، (الشهداء نم ترضون منممفان لم يكونا رجلين فرجل وامراتن
Artinya:
Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki
dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai (ridhai) dari
para saksi
رعبم نهسكوفأم نلهأج نلغف فاذا بورعبم نهفارقو ف أووواوهدأش يذو
)2:الطالق( منكم عدل
28
Artinya:
Apabila mereka (para istri yang ditalak) telah mendekati akhir idahnya,
maka rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepasanlah mereka dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.(QS. al-talâq: 2)
Kemudian imam Muslim mengatakan ”maka pengambilan dalil dari ayat-
ayat yang telah kami sebutkan adalah bahwa berita yang dibawa oleh orang-orang
yang dikenal fasik adalah gugur atau tertolak dan persaksian orang-orang yang
tidak adil juga ditolak”8
Tidak hanya dalil al-Qur`an yang ia jadikan dalil tetapi ia juga
mengeluarkan hadis-hais Nabi saw sebagai penguat dari pernyataannya di atas,
seperti hadis-hadis berikut dibawah ini:
لمسه وليلى اهللا عل اهللا صوسر ني عنث عدح نم كذب هي أنرث يديبح
نالكاذبي دأح و9فه
Artinya:
Dari Rasulullah saw, berliau bersabda " orang berbicara mengatas namakan
saya, yang diyakini ia berdusta, maka dia adalah salah seorang dari para pendusta"
Pada bab kedua, beliau membawakan hadis-hadis yang berisikan ancaman
bagi orang-orang yang berdusta atas nama Nabi Muhammad, seperti hadis-hadis
dibawah ini:
8 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6 9 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6
29
اهللا رسول قال قال يخطب عنه اهللا رضي عن ربعي بن حراش أنه سمع عليا
10النار يلج علي يكذب من فإنه علي تكذبوا ال وسلم عليه اهللا صلى
Artinya:
Ali Ra. Pernah berkhutabah dalam khutbahnya dia berkata: Rasulullah saw
telah bersabda "janganlah kalian berdusta atas namaku karena orang yang
berdusta atas namaku maka akan dilemparkan kedalam api neraka"
مقعده فليتبوأ كذبا علي تعمد من قال وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول أن
ار من11الن
Artinya:
Rasulullah saw bersabda: barang siapa yang dengan sengaja berdusta atas
namaku maka tempat kembalinya adalah di dalam neraka
Sekedar untuk menguatkan apa yang telah dipaparkan pada bab pertama
dan kedua. Pada bab ketiga ini, imam Muslim membawakan hadis marfu`, mauquf
dan maqtu yang mencerikatan larangan untuk meriwayatkan hadis-hadis yang
didengar oleh seseorang, tanpa meneliti terlebih dahulu apakah hadis tersebut
sahih atau tidak. berikut adalah hadis-hadis yang dimaksud:
10 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 7 11 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 7
30
نة أبي عريرل اهللا قال هوسلى ره اهللا صليع لمسء كفى ورا بالمأن كذب
12سمع ما بكل يحدث
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, Rasulullah saw bersabda "Cukuplah
seseorang disebut sebagai pembohong jika dia menceritakan setiap yang ia
dengar"
أن بالكذ من المرء عنه بحسب اهللا تعالى رضي اخلطاب بن عمر قال
13سمع ما بكل يحدث
Artinya:
" Umar ra. Berkata Cukuplah seseorang disebut sebagai pembohong jika dia
menceritakan setiap apa yang ia dengar ".
ما بكل حدث رجل يسلم ليس أنه اعلم مالك لي قال وهب ابن قال
معال سن وكوا ياما إمدأب وهث ودحا بكل يم مع14س
Artinya:
Ibn Wahab mengatakan, bahwa imam Malik pernah berkata kepadaku
"ketahuilah! sesungguhnya tidak akan selamat seseorang yang mengatakan setiap
12 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 8 13 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 8 14 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 8
31
apa yang ia dengar dan dia tidak akan menjadi seorang pemimpin selamanya
ketika dia mesih tetap suka menceritakan setiap apa yang ia dengar"
Selain itu juga imam Muslim mewanti-wanti kepada kepada para pembaca
kitab sahihnya, agar berhati-hati dalam menerima hadis dari orang-orang yang
dianggap lemah. Warning ini ditulisnya pada bab ke empat dalam mukadimahnya
Selanjutnya pada bab kelima imam menulis sebuah judul yang menjelaskan
bahwa sanad adalah bagian dari agama (anna al-Isnad min al-din) dan
periwayatan harus dari para periwayat yang kredibel, dan untuk mengatakan
kekurangan (menjarh)dari seorang periwayat dalam batas-batas yang masih dalam
batas-batas tertentu bukanya hanya boleh hukumnya, bahkan wajib hukumnya dan
perbuatan seperti itu bukanlah dinamakan gibah yang diharamkam, justeru hal
tersebut dapat menjaga adanya celaan terhadap kemulyaan syariaat.
Pernyataan imam Muslim pada bab kelima di atas menurut penulis adalah
bentuk pengaminannya terhadap pernyataan-pernyataan para pendahulunya yang
mengatakan, bahwa sanad bagian dari agama, seperti Ibnu Sirrin, Tawus, sa`ad
ibn Ibrahim, Ibnu Mubarrak dan lain-lain. Berikut ini adalah kutipan dari
pernyataan keempat tokoh terbut:
15دينكم تأخذون عمن فانظروا دين العلم هذا إن :سيرين بن محمد قال
Artinya:
Muhammad Ibn Sirin berkata: sesungguhnya (sanad) adalah bagian dari
masalah agama, maka telitilah orang-orang yang hadis mereka kalian terima
15 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 10
32
قالوا الفتنة وقعت فلما سناداإل عن يسألون يكونوا لـم : سيرين ابن قال
فال البدع أهل إلى وينظر همحديث فيؤخذ السنة أهل إلى رنظفي كمرجال لنا سموا
16همحديث يؤخذ
Artinya:
Ibn sirin berkata: (pada mulanya) kaum muslimin tidak menanyakan sanad,
namun setelah terjadinya fitnah (apabila mendengar hadis mereka selalu
mengatakan). Sebutkan kepada kami sanad-sanad kelian. Apabila diperoleh dari
Ahlus-sunnah, hadis itu diterima sebagai dalil dalam agama, dan apabila diperoleh
dari orang-orang penyebar bid`ah, hadis itu ditolak
شاء من لقال سناداإل ولوال الدين من سناداإل يقول المبارك بن قال عبداهللا
17شاء ما
Artinya:
Abdullah ibn Mubarrak pernah berkata: al-Isnad bagian dari agama,
seandainya tidak ada Isnad maka sudah dipastikan seseorang akan mengatakan
setiap yang dia ingin
Dan pada bab enam dari muqaddimah-nya, imam Muslim menulis judul
bab sihah al-Ihtijaj bi al-hadits mu`an`an. Bab ini berisikan pernyataan-
16 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 10 17 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 11
33
pernyataannya akan kebolehan berhujjah dengan hadis mu`an`an tentunya dengan
pernyaratan-persyaratan tertentu dan Masih menurutnya, pernyatan tersebut
adalah pernyataan yang disepakati oleh para ahli ilmu periwayatan baik yang
klasik maupun yang kontemporer. Sekaligus pada bab ini, ia mengkritik orang-
orang yang berseberangan dengan pendapatnya.18
c. Susunan dan Jumlah Bab Perbab dalam Sahih Muslim
Untuk mengetahui secara global isi dari kitab sahih muslim. Penulis
mencoba mengutip setiap tema yang terdapat dalam kitab tersebut, sebagaimana
yang terlihat pada bagan dibawah berikut:
ابتالك مقر ابتالك مسإ ابتالك مقر ابتالك مسإ
18 Berikut ini adalah terjemahan dari kritikan beliau terhadap orang-oranh yang
berseberangan dengannya. Sesungguhnya setiap perawi yang tsiqah meriwayatkan sebuah dari seseorang yang
kwalitasnya sama dengan dia dan ada kemungkinan si perawi bertemu dengan orang dan mendengar langsung dari dia disebabkan mereka berdua hidup sezaman walaupun belum ada informasi yang pasti bahwa mereka pernah berkumpul dan tidak ada juga informasi yang pasti bahwa mereka pernah berbicara secara verbal maka dengan demikian periwayatan tersebut sahih dan berhujah dengan riwayat tersebut adalah harus. Kecuali terdapat petunjuk yang sangat jelas, yang mengindikasikan si perawi tidak pernah bertemu dengan orang tersebut atau dia tidak pernah medengar satu hadis pun dari dia dan masalah lain yang masih samara dan memungkinkan untuk kami bahas (jadi kasus periwayatan seperti ini menurut kami adalah) periwayatan yang diterima dengan cara mendengarkan langsung, kecuali ada keterangan lain seperti yang telah dijelaskan diatas. Dan dikatakan kepada orang yang telah membawakan pandangan baru, kami akan memaparkannya untuk ditolak: "anda telah mengatakan bahwa hadis ahad yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah yang didapat dari orang yang tsiqah juga adalah bisa dijadikan hujjah dan wajib diamalkan kemudian setelah itu anda mengatakan (periwayatan tersebut) dapat diterima kecuali dengan syarat kedua orang tersebut pernah ketemu sekali atau lebih atau rawi tersebut pernah mendengar hadis secara langsung dari dia. Apakah anda mendapatkan syarat ini yang anda mensyaratkannya dari seseorang yang harus diikuti ucapannya? Kalau tidak ada lalu mana dalil dari ucapanmu itu.Apabila dia mengaku syarat yang ia tetapkan adalah merupakan kutipan dari ucapan para ulama terdahulu maka mentalah buktinya. Dan sudah tentu dia tidak akan mendapatkan jalannya ataupun orang lain. Selanjutnya jika dia masih tetap mengaku bahwa apa yang ia sangka adalah dalil yang dapat dijadikan hujjah, maka katakan kepada dia, dalil macam seperti apalagi? Apabila dia masih berdalih dengan mengatakan "saya mengatakan hal tersebut karena saya telah menemukan riwayat yang diriwayatkan oleh para perawi dulu maupun sekarang yang belum jelas jalur periwayatannya dan perawi tersebut juga belum pernah mendengar" lihat Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 21
34
ةامسالق ابتك
ـاملونيبارح القواصص
والداتي
1 انمياإل ابتك 28
2 ةارهالط ابتك 29 دوداحل ابتك
3 ضياحل ابتك 30 ةيضقاأل ابتك
4 ةالالص ابتك 31 ةطقالل ابتك
و داجس املابتك 32 ريالسو ادهاجل ابتك
معاضو ةالالص
5
رافسـامل ةالص ابتك 33 ةارماإل ابتك
قورصاه
6
7 ةعم اجلابتك 34 حائبالذو ديالص ابتك
35
وام يم لكؤال نحيانو
8 نيديالع ةالص ابتك 35 ياحضاأل ابتك
9 اءقستساإل ةال صابتك 36 ةبرش األابتك
10 فوسالك ابتك 37 ةنيالزو اسبالل ابتك
11 زائن اجلابتك 38 ابد األابتك
12 اةكالز ابتك 39 مالالس ابتك
من األدب اظفلاأل ابتك و غيرها
13 اميالص ابتك 40
14 افقتعاإل ابتك 41 رعالش ابتك
15 جاحل ابتك 42 ايؤالر ابتك
16 احكالن ابتك 43 لائضالف ابتك
17 اعضرال ابتك 44 ةابحالص لائضف ابتك
36
ضراهللا ي عنهم
ةالالصو رالب ابتك
باواآلد
18 قالالط ابتك 45
19 نعالل ابتك 46 ردالق ابتك
20 قتالع ابتك 47 ملالع ابتك
اءعوالد ركالذ ابتك
والتوةب اإلوتسارفغ
21 وعيالب ابتك 48
22 ةاقسامل ابتك 49 ةبوالت ابتك
قافنامل اتفص ابتك
أوهامكحم
23 ضائرالف ابتك 50
24 اتباهل ابتك 51 ةفصو ةناجل ابتك
37
عنمياه أولهاه
اطرشأ و نتالف ابتك
السةاع
25 ةيصالو ابتك 52
26 رذ النابتك 53 قائقالرو دهالز ابتك
27 انمياأل ابتك 54 التفسيرابتك
Jika dilihat dari susunan kitab perkitab (bukan berarti buku) yang terdapat
dalam kitabnya, maka sahih muslim termasuk dalam klasifikasi kitab, yang diberi
nama dengan al-Jawâmi`.sebagaimana beberapa kitab yang digolongkan dalam
kategori al-Jawâmi` seperti: Jâmi‘ al-Razâq, Jâmi‘ al-Tsurî, Jâmi‘ al-Tirmizî dan
lain-lain.19
Sedangkan dimaksud dengan al-jâmi` di sini adalah setiap kitab hadis yang
menghimpun hadis-hadis sesuai dengan berbagai macam tema yang terdapat
didalamnya20, dengan kata lain, al-jâmi` tidak hanya memuat hadis-hadis yang
berkaitan dengan salah satu cabang ilmu dalam Islam, seperti Akidah, Hukum,
tata krama,tafsir sejarah dan lain-lain21.
19 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, (Riyadh : maktabah al-
Ma`arif, 1991) cet, 2, h. 97 20 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, h. 97 21 Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, h. 97
38
B. Pandangan Para Ulama Mengenai Hadis-Hadis Yang Terdapat Dalam
Kitab Sahih Muslim
Telah menjadi kesepakatan para ulama, bahwa kitab sahih Muslim
merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih setelah al-qur`an dan hal ini
tidak terjadi perbedaan pandangan di kalangan mereka. Apabila dilihat dari sisi
mana yang paling sahih di antara keduanya, maka disini terjadi pembagian dua
kelompok, yaitu ; kelompok jumhur yang mengatakan kitab sahih Bukhari lebih
unggul dari sahih Muslim, karena imam al-Bukhari memberikan 2 syarat untuk
penulisan hadis, pertama : seorang periwayat harus semasa dengan gurunya.
Kedua : ia benar-benar mendengar hadis secara langsung dari gurunya tersebut.
Sedangkan imam Muslim tidak menjadikan syarat yang kedua sebagai syarat.22
Kelompok kedua adalah minoritas, yang meyakini bahwa sahih Muslimlah
yang tersahih. Kelompok ini diwakili oleh ulama-ulama Maghrib dan Abu ‘Ali,
al-Naisâbûrî23. Abu ‘Ali pernah mengatakan “tidak ada satu kitab hadis pun
dibawah pelataran langit yang lebih sahih dari sahih Muslim”24
Walaupun pernyataan dua kelompok terakhir telah mendapatkan kritikan
dari Ibnu Katsîr dan al-Suyûti, akan tetapi Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqi sedikit
membarikan pembelaan terhadap kelompok terakhir tersebut, dia mengatakan
“walaupun sahih al-Bukhari adalah yang tersahih dan itu adalah pendapat jumhur
ulama, akan tetapi kitab imam Muslim dari sisi ketelitian yang berkaitan dengan
22Ibn Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad
Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 20 23 Ibn Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, h. 20 24 al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, (Maktabah al-Shafa t.t.h), juz 8, h 301
39
sanadnya, dialah yang lebih baik”25. Dan hal-hal yang ada kaitannya sanad dari
kitab sahih Muslim, akan penulis bahas pada bab berikutnya, insya Allah.
Selain terjadi perbedaan pendapat pada masalah di atas, terjadi pula
perbedaan pandangan dalam menafsirkannya pengelompokkan hadis-hadis dalam
sahih Muslim, menjadi tiga kelompok, sebagaimana yang terdapat di awal
muqaddimah dari kitabnya.
Mengenai perbedaan pendapat ini, penulis mencukupkan pembahasan
dengan apa yang telah dipaparkan oleh imam al-suyûthî dalam kitabnya Tadrîb al-
Râw fî Syarh al-Taqrîb al-Nawâwî26, sebagaimana berikut:
" Imam muslim dalam mukadimah sahihnya, membagi hadis-hadis
yang ia riwayatkan menjadi tiga ketegori.
1. hadis yang diriwayatkan oleh para hâfiz dan al-mutqinûn
2. hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat mastûr tetapi
kapasitas mereka masih di bawah kelompok kedua
3. dan hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat lemah al-
Matrukûn.
Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud dari pembagian
kategori tersebut.
Menurut ak-Hakim dan al-Baihaqi: yang diinginkan oleh Muslim
adalah antisipasi, sebelum dia menyebutkan kelompok kedua, terlebih
dahulu ia menyebutkan kelompok pertama.
25 Muslim ibn al-hajâj, Sahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, juz 1, h د 26 al-Suyûti, Tadrîb al-râwi, editor; abd al-wahab Abd al-latif, (Qâhirah: maktabah dâr
al-turats,2005 ) cet. 5, h. 71-72
40
(akan tetapi statement dia atas di sanggah oleh al-Qâdi al-`iyâd),
menurutnya: ucapan ini bersumber dari guru-guru al-Hâkim, dan orang-
orang banyak mengikutinya. Menurutku bukan seperti itu, lebih tepatnya
yaitu bahwa, imam Muslim setelah meyebutkan kelompok pertama,
kemudian menyebutkan hadis dari kelompok kedua sebagai mutâba`ah
dan al-isytisyhâd. Atau sekiranya belum ada sesuatu yang dimaksud oleh
hadis dari kelompok pertama, maka ia menyebutkan hadis dari kelompok
ketiga"
Ahmad Umar Hasyim dalam bukunya yang berjudul ushûl al-Hadîts,
menulis sebuah sub judul "bantahan terhadap terhadap orang yang mengatakan
bahwa terdapat periwayat-periwayat dhaîf dan matrûk dalam hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh imam Muslim"
Beliau mengatakan "apabila ada yang mengatakan, bahwa dalam sahih
muslim terdapat para periwayat yang tergolong lemah dan kelompok pertengahan
yang tidak memiliki kreteria sahih, maka jawabanya adalah sebagai berikut"
1. adapun yang dimaksud dengan sanad-sanad tersebut adalah, bahwa
mereka ada yang mengatakan lemah dan ada pula yang mengatakan tsiqah.
2. sanad-sanad tersebut hanyalah sebagai mutâba`ah dan syawâhid bukan
asal sanad yang ia sebutkan. Jadi yang pertama imam Muslim adalah hadis asal
yang sahih, kemudian ia mengikutkan hadis-hadis yang lain dengan sanad yang
41
sebagiannya lemah. Dengan tujuan untuk menguatkan serta menambahkan hal-hal
yang lain.27
3.Bisa jadi ada seorang periwayat yang tiba-tiba menjadi da'if disebabkan
ikhtilât (bercampurnya hafalan, dikarenakan usia lanjut) setelah imam Muslim
menerima hadis darinya. Seperti Ahmad ibn Abdurrahman ibn Akhi ibn Abdullah
ibn Wahab yang bercampur hafalannya, pada tahun 150 H, setelah imam Muslim
keluar dari kota Mesir.
4. Membawakan hadis-hadis lemah setelah menyebutkan hadis sahih adalah
dengan tujuan, agar hadis-hadis lemah tersebut naik derajat (menjadi hasan li
ghairihi).28
penulis akan memberikan contoh hadis yang dapat dilihat dalam sahihnya,
pada bab " Bâb Istihbâb Tahsîn al-saut bil-Qurân29.
حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري حدثني عمرو الناقد وزهير بن حرب قاال لشيءما أذن اهللا :عن أبي سلمة عن أبي هريرة يبلغ به النبي صلى اهللا عليه وسلم قال
ما أذن لنىنغتي آنبيبالقر . Artinya:
Telah bercerita kepada saya ‘Amar al-Nâqid dan Zuhair Ibn Harb, mereka
berdua berkata, telah bercerita kepada kami Sufyan Ibn ‘Uyaiynah dari al-Zuhry
dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata (berdasarkan) apa yang Nabi saw
sampaikan kepadanya yaitu; Hal yang (sangat) dianjurkan oleh Allah swt
27Ahmad Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, (Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997), cet 2, h.
48-49 28 Ahmad Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, h. 48-49 29 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 351-352
42
(sebagaimana juga) dianjurkan oleh Nabi saw adalah membaguskan suara ketika
membaca al-Qur`an.
حدثني يونس وحيونس وحدثني حرملة بن يحيى أخبرنا ابن وهب أخبرني سناد عن ابن شهاب بهذا اإلهما الن وهب أخبرني عمرو كعلى أخبرنا اباألبن عبد
بيأذن لنا يقال كمىنغتبالقرآني . Artinya:
Telah bercerita kepada saya Harmalah Ibn Yahya, (ia berkata) telah
mengabarkan kepada kami Ibn Wahb (Ia mengatakan) telah mengabarkan kepada
kami Yunus (al-Tahwîl) telah bercerita kepada saya Yunus Ibn al-A‘lâ (ia berkata)
telah mengabarkan kepada kami ‘Amr keduanya (bersumber) dari Ibn Syihâb
dengan sanad ini berkata: “ Sebagaimana yang dianjurkan oleh Nabi saw adalah
membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an”
ز بزيالعدبا عثنداحلكم ح نب رثني بشدحدزيا يثندد حمحاهلاد ( ن م ناب وهو (ة أنريره أبي نة علمأبي س نم عاهيرن إبد بمحم نلعوسر معس لى اهللا هاهللا ص
بالقرآن يجهر بهيتغىنما أذن اهللا لشيء ما أذن لنبي حسن الصوت :م يقولعليه وسل
Artinya:
Telah bercerita kepada saya Bisyr Ibn al-Hakam (ia berkata) telah bercerita
kepada kami ‘Abd al-‘Azîz Ibn Muhammad (ia berkata) telah bercerita kepada
kami Yazîd ia adalah anak al-Hâdi dari Ibrâhîm dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah, sunguh ia telah mendengar Nabi saw bersabda “Hal yang (sangat)
dianjurkan oleh Allah swt (sebagaimana juga)aku anjurkan Nabi saw adalah
membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an dengan keras
43
بب أخهو ناهللا بدبي عمثنا عدب حهو ناب أخي نثني ابدحورمني عر نب ح عيرش نة بويحالك وذا اإلماد بهن الهاب لى نول اهللا صسقال إن راء ووس اد مثلهنس
و لمسه ولياهللا عمعقل سي لم Artinya:
Keponakanku yaitu Ibn Wahb Telah bercerita kepada saya (ia berkata)
telah berceita kepada saya pamanku ‘Abdllah Ibn Wahb (ia berkata) telah
bermengabarkan kepada saya ‘Umar Ibn Malik dan Haiwah Ibn Syuraih dari ibn
al-Hâdi dengan sanad hadis ini (yang matannya sesuai dengan hadis yang di atas)
terkecuali didalamnya tidak disebutkan (kata) telah mendengar.
نقل عا هثندى حسوم نب كما الحثندحأ األو نى بيحي ناعي عزر وبي كثي
لمأبي س نة قالةعريرأبي ه نا أذن اهللا :، عم لمسه وليلى اهللا عل اهللا صوسقال ر بيلن هء كأذنيلشىنغتبهي رهجبالقرآن ي
Artinya:
Telah bercerita kepada kami al-Hakam ibn Mûsâ (ia berkata) telah berceita kepada kami Haql dari al-Auza‘iy dari Yahya ibn Abu Katsîr dari Abu Salam dari Abu Hurairah ( ia berkata) Rasulullah saw bersabda Hal yang (sangat) dianjurkan oleh Allah swt (sebagaimana juga) saya anjurkan juga oleh Nabi saw adalah membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an dengan keras
Muhammad ibn Ibrahim al-Halby dalam bukunya mengatakan " ketahuilah,
bahwa terkadang dimasukkan ke dalam bab mutâba`ah dan isti syhâd riwayat
yang hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil……. Dan dalam kitab
Bukhari dan Muslim terdapat kelompok al-Du'afâ` yang disebutkan oleh mereka
dengan tujuan sebagai al- mutâba'ah dan al-Syawâhid ".30
30 Muhammad ibn Ibrâhîm al-Halbî al-Hanafî, Qafwu al-Âtsar fî Safwah, (Beirut: Dar-
Alfikr, 1970), cet 1, h.64
44
BAB IV
METODE PENYUSUNAN SANAD DALAM SAHIH MUSLIM
A. Al-tahwîl dan Fungsinya
Di bagian awal penulis telah menyinggung bahwa, jika dibandingkan
dengan kitab-kitab hadis yang ditulis oleh para ulama, baik yang terdulu maupun
yang sekarang, secara sekilas memang tidak ada perbedaan yang mendasar dari
cara mereka menyusun hadis. Akan tetapi imam Muslim dengan kitab Sahîh-nya
menunjukkan ciri khas tersendiri ketika menyusunnya, terutama dalam
menampilkan jalur periwayatan dari hadis-hadis yang beliau terima. Di sana akan
banyak dijumpai percabangan jalur sanad dari hadis-hadis yang diriwayatkannya,
sedangkan di kitab sahîh al-Bukhâri maupun Kutub al-Sunan akan jarang
dijumpai Percabangan inilah yang lebih dikenal dengan istilah al-tahwîl, yang
secara bahasa dapat berarti perpindahan.
a. Pengertian al-Tahwîl
Dalam literatur kitab-kitab hadis, al-tahwîl biasanya disimbolkan dengan
huruf (ح) 'h'. Di kalangan ulama, masih ada yang bersilang pendapat, tentang
apakah huruf h tersebut adalah singkatan dari kata hâil (pemisah), al-tahwîl (
pemindahan), sahha (selamat/benar) atau al-hadîts (khabar).1 Selain perselisihan
pandangan tersebut, menurut al-Nawâwy, " belum juga diketahui, siapa yang
pertama kali menggunakan rumus 'h' tersebut."2
1Syams al-Dîn Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân al-Syakhâwî, Fath al-Mugîts Syarh al-
fiyah al-hadîts, (Libanan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1403 H) cet 1, juz 2 2al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwi, editor; abd al-wahab Abd al-latif, (Qâhirah: maktabah dâr al-
turats,2005 ) cet. 5, h. 372
45
Sedangkan secara istilah, penulis belum menemukan para muhadditsûn
terdahulu memberikan definisi secara gamblang, sebagaimana mereka
memberikan definisi pada hadis sahîh, hasan, mursal maudú` dan lain-lain.
Penulis hanya menemukan mereka menjelaskan maksud simbol 'h' ketika
membahas rumus yang sering digunakan oleh para periwayat dalam kitab-kitab
mereka. Seperti dalam kitab fath al-Mugîts, terdapat sebuah judul al-Isyârah bi al-
Rumz, di sana al-Syakhâwî mengatakan ” para ahl-al hadîts ketika mereka
menulis hadis atau mengarang sebuah kitab dan mereka menemukan adanya
pertemuan dua buah sanad atau lebih, maka ketika mereka mau berpindah dari
sanad satu ke sanad yang lain, mereka menulis dengan rumus H (ح).3
Sesungguhnya huruh H (yang sering disebutkan dalam sanad-sanad hadis)
maknanya adalah al-tahwîl yakni perpindahan dari sanad satu ke sanad yang lain4
begitulah yang dikatakan Ibn al-salâh dalam Muqqadimah-nya. Hal senada juga
dikatakan oleh al-Nawâwî, menurutnya ”apabila sebuah hadis memiliki satu sanad
atau lebih (biasanya para ahli hadis) menulis pada perpindahan sanad tersebut
dengan rumus H”5
Dari ucapan al-Sakhâwi, Ibn al-Salâh dan al-Nawâwî di atas, dapat
diketahui bahwa yang menjadi fokus dari pembahasan mereka dan para ulama
terdahulu adalah rumus 'h' yang sering digunakan oleh para muhaddits, bukan
permasalahan tentang al-Tahwîl itu sendiri dari sisi istilah dan fungsinya.
3al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwi, h. 372 4 Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, ( Bairut: Dâr al-kutub al-
`lmiyyah, 2006), cet 2, h. 230 5 al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwi, h. 372
46
Walaupun al-Tahwîl dari sisi istilah belum ada ulama yang
membakukannya, tetapi menurut penulis, ucapan Ibn al-salâh di atas dapat
dijadikan sebagai pengertian secara istilah kata tersebut.
b. Fungsi al-Tahwîl
Sebelum penulis memberikan contoh-contoh hadis yang memiliki al-tahwîl
sekaligus dengan variasi jumlahnya. Selanjutnya penulis akan memaparkan
terlebih dahulu al-tahwîl berdasarkan fungsinya.
Untuk dapat mengetahui fungsinya, langkah pertama yang dilakukan
penulis adalah dengan mengumpulkan sanad-sanad hadis yang ber-al-tahwîl,
kemudian dianalisis. Dan diantara fungsinya adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan jalur periwayatan yang banyak menjadi satu jalur sanad.
Contohnya:
حدثنا نمير ابن وحدثنا ح بشر بن محمد حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو حدثنا بن عبيداهللا وحدثنا ح ) احلارث ابن يعني ( خالد حدثنا املثنى ابن وحدثنا ح أبي
الربيع أبو وحدثنا ح عمر ابن عبيداهللا عن كلهم ) القطان يعين ( يحيى حدثنا سعيدوأبا قاال كامل وثندح حادم ند بيثني ح زدحو ريهز نب برا حثندحل واعيمإس
( الضحاك أخبرنا فديك أبي ابن حدثنا رافع بن محمد وحدثني ح أيوب عن جميعا أسامة حدثني وهب ابن حدثنا األيلي سعيد نب هارون حدثناو ح ) عثمان ابن يعني 6نافع عن الليث حديث مثل عمر ابن عن نافع عن ءهؤال كل
6 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, (Dar al- Fikr, 2002), cet 1, juz 2, h. 188
47
2. Menghindari adanya pengulangan materi matan dari madar7 sanad hadis
tertentu
Contohnya:
أن حفصة عن ابن عمرنافع مالك عن نا يحيى بن يحيى قال قرأت علىحدثا سكت المؤذن من أم المؤمنين أخبرته أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم كان إذ
الصالةقبل أن تقامدا الصبح ركع ركعتين خفيفتين ة الصبح وبذان لصالاألحدثني زهير وحوحدثنا يحيى بن يحيى وقتيبة وابن رمح عن الليث بن سعد
وحدثني زهير بن حرب ح يى عن عبيداهللا حدثنا يحبن حرب وعبيداهللا بن سعيد قاال 8كما قال مالكسناد هم عن نافع بهذا اإلحدثنا إسماعيل عن أيوب كل
Pada hadis di atas yang menjadi madar sanad nya adalah Nâfi` sebagaimana
yang yang dikatakan oleh imam Malik
7 Meminjam istilah yang digunakan oleh Juynboll dalam bukunya teori common link,
madar yang berarti poros, maksudnya adalah, bahwa adanya periwayatan sebuah hadis yang melalui beberapa jalur sanad, akan tetapi kesemuanya hanya disandarkan kepada seorang perawi saja. Lihat Ali Masrur, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis Nabi, (Yogyakarta, LKiS: 2007) cet I h. xix
Contohnya:
Al-Syafî’i
Abd al-Azîz ibn Muhammad
Al-Syafî’i
Nabi Nabi Nabi
Jabir Jabir Jabir
Amr ibn Abî Amr Budak yang dimerdekakan oleh Mutalib
Mutalib
Ibrâhîm ibn Muhammad
Al-Syafî’i
Mutalib
Sulaimân ibn Hilâl
Seorang laki-laki dari banî Salamah
Dari bagan di atas, yang menjadi madarnya adalah Amar ibn Abî Amr. Lihat, Ali
Masrur, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis Nabi, h. 59 8 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322
48
3.Dengan mudah dapat diketahui adanya penambahan meteri matan dari
salah satu jalur sanad walaupun berasal dari madar yang sama
Contohnya:
نة عورع بن اما هشثندان حمليس ة بندبا عثندح اقدو النرما عثندح نه عأبي ة قالتائشع: معر إذا سي الفجتكعلي رصي لمسه وليلى اهللا عل اهللا صوسكان ر
وحدثناه ح) يعين ابن مسهر ( ثنيه علي بن حجر حدثنا علي ويخففهما وحداألذانوحدثناه أبو بكر وأبو كريب وابن نمير عن عبداهللا بن حبو كريب حدثنا أبو أسامة أ
وفي حديث وحدثناه عمرو الناقد حدثنا وكيع كلهم عن هشام بهذا اإلسناد حنمير 9بي أسامة إذا طلع الفجرأ
Pada hadis ke dua hadis di atas, yang menjadinya madar adalah Hisyâm dan
penambahan yang terdapat pada jalur riwayat Abû Usâmah, yaitu lafaz idzâ tala'a
al-fajru.. Karena hadis asal atau pertamanya dalam Sahih Muslim adalah sebagai
berikut:
ح نه عأبي نة عورع نب اما هشثندان حمليس نة بدبا عثندح اقدو النرما عثندة قالتائشع: معر إذا سي الفجتكعلي رصي لمسه وليلى اهللا عل اهللا صوسكان ر
10األذان ويخففهما4. memberikan efisiensi penyebutan jalur sanad sebuah hadis sekaligus
menunjukkan adanya mutâb’ah dari hadis tersebut
Contohnya:
اهثندحى ويحي نى بيحا ينربأخ ميشا ح هثندحان وبيش نب خوا فرثندح ادمح نة أبي بلما ح سثندحو وكر أبب ة أبي بنبيا شثندكيع حو نان عفيح س
حدثنا معاذ بن عبيداهللا وحدثنا ح جعفر بن محمد حدثنا المثنى بن محمد وحدثنا
9 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322 10 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322
49
كل زائدة عن علي بن حسين حدثنا كريب أبو وحدثنا ح شعبة عن هماالك أبي صلى يبالن عن أبيه عن بكرة أبي بن عبدالرحمن عن عمير بن عبدالملك عن ءهؤال
عوانة أبي حديث بمثل وسلم عليه اهللاAdapun hadis yang dimaksud, adalah sebagai berikut:
عن عبدالملك بن عمير عن عبدالرحمن أبو عوانةحدثنا قتيبة بن سعيد حدثناإلى عبيداهللا بن أبي بكرة وهو قاض ) بت له وكت( بن أبي بكرة قال كتب أبي
فإني سمعت رسول اهللا صلى اهللا : تحكم بين اثنين وأنت غضبان أن البسجستان .11 ضبان يحكم أحد بين اثنين وهو غال( عليه وسلم يقول
B. Variasi Jumlah At-tahwîl Dalam Sahîh Muslim
Setelah mejelaskan tentang fungsi al-tahwîl, selanjutnya penulis akan
menampilkan contoh-contoh hadis yang memiliki percabangan sanad yang penulis
kutip langsung dari kitab sahih Muslim. Disana akan terlihat dengan jelas variasi12
jumlah percabangan sanad, dari hadis yang hanya memiliki dua jalur sanad
sampai yang memiliki sepuluh jalur sanad sebagaimana yang telihat dibawah ini:
1. yang memiliki dua percabangan sanad
نميرمحمد ابن عبداهللا بن شيبة وإسحاق بن إبراهيم وحدثنا عثمان بن أبينجع عكيو نا ععش األميمكرح عب وا أبثندحو با عثندة حبيأبي ش ناب نة بد
قال رسول اهللا صلى اهللا : قالبداهللا أبي وائل عن ع عن األعمشن عسليمان ووكيع لمسه ولياء(عمة في الدامالقي مواس يالن نيى بقضا يل م13 أو(
11 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 133. 12 Agar lebih jelas lagi jalur sanad dari contoh-contoh hadis yang memiliki variasi jumlah
al-Tahwîl, maka penulis telah membuat bagan dari masing-masing jalur sanad tersebut dan dapat dilihat pada bagian lampiran-lampiran.
13 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 100
50
2. yang memiliki tiga percabangan sanad
رريا جثندة حبيأبي ش نان بثمع اهثندححدحا ونربأخ اهيمرإب ناب اقحا إسثن عن األعمش حدثنا سفيان كلهم وحدثنا ابن أبي عمرح جرير وعيسى بن يونس
ـم يذكرا ل ) سن القتلألنه (جرير وعيسى ابن يونسسناد وفي حديث بهذا اإل 14أول
3. yang memiliki empat percabangan sanad
بن القاسم وحدثني ح عوانة أبو حدثنا حبان حدثنا خراش بن أحمد حدثنا أخبرنا إبراهيم بن حاقإس وحدثنا ح شيبان عن موسى بن عبيداهللا حدثنا زكرياء
بعصالم بن امالمقد ميثعا الخثندل حائيرثني ح إسدحو اججا حثندح ارمع بن بن زياد عن مكله سماه ورجل المختار بن عبداهللا حدثنا زيد بن حماد حدثنا الفضل
( جميعا حديثهم في أن غير بمثله وسلم عليه اهللا صلى النبي عن عرفجة عن قةعالهلو15)فاقت
4.Yang memiliki lima cabang
أبي بن بكر أبو وحدثنا ح شعماأل عن جرير حدثنا سعيد بن قتيبة حدثنا وحدثني ح سفيان عن جميعا أبي حدثنا نمير ناب وحدثنا ح وكيع حدثنا شيبة
عن ) وعمر ابن يعني ( عبيداهللا حدثنا يالرق جعفر بن عبداهللا حدثنا حاتم بن محمد سلمة بن حماد حدثنا بهز حدثنا بشر بن عبدالرحمن وحدثني ح أنيسة أبي بن زيد جميعا حديثهم وفي شعبة حديث نحو سنادإلا بهذا كهيل بن سلمة عن هؤالء كل
سفيان حديث وفي ثةثال أو عامين حديثه في فإن سلمة بن حماد إال أحوال ثةالث ووكائها ووعائها بعددها يخبرك أحد جاء فإن ( سلمة بن وحماد أنيسة أبي بن وزيد
14 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 100 15 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 200
51
طهافأع اهإي ( ادزان وفية في سايع روكيو ) إالو ل فهيكسبي الكفي) مة وايابن رو 16)بها فاستمتع وإال ( نمير
5. Yang memiliki enam cabang
اهثندى حيحي نى بيحا ينربم أخيشا ح هثندحو انشبي نخ بوا فرثندح ادمح نة أبي بلما ح سثندحو وكر أبب ة أبي بنبيا شثندح كيعو نان عفيا ح سثندحو
دمحم ى بنثنا المثندح دمحم نفر بعا ح جثندحاهللا وديبع بن عا اذمثندأبي ح هؤالء كل زائدة عن علي بن حسين حدثنا كريب أبو وحدثنا ح شعبة عن هماكالنلك عدالمبر بن عميع نن عمحدالربن عأبي ب ةبكر نه عن أبيع النلى يباهللا ص هعلي
لمسث بمثل ودية أبي حانو17ع
6. Yang memiliki tujuh cabang
اهثندة حبيقت د بنعيس دمحمو ح بنما رعمين جث عن الليد بعح س واهثندح وكر أبب ة أبي بنبيا شثندحو ليع بن سا ح هرمثندحو نر ابيمثني ندح اكال أبيمه نداهللا عيبثني ح عدحو وع أببيالر وأبا قاال كامل وثندح ادمثني ح حدحر ويهز بن
عمر أبي ابن وحدثنا ح أيوب عن جميعا ) علية ابن يعني ( إسماعيل حدثنا حرب عن عبدالرزاق حدثنا رافع بن محمد وحدثنا ح أمية بن إسماعيل عن سفيان وحدثنا
يبالن عن مرع ابن عن نافع عن ءهؤال كل موسى عن جريج وابن وبأي عن معمر الإ ) فينـتـثل ( اجميع حديثهم في أن غير مالك حديث نحو وسلم عليه اهللا صلى 18مالك كرواية ) طعامه فيـنـتقل ( حديثه في فإن سعد بن الليث
16 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 128 17 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 123 18 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 129
52
7. Yang memiliki delapan cabang
نميرحدثنا ابن وحدثنا ح بشر بن محمد حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو حدثنا بن عبيداهللا وحدثنا ح ) احلارث ابن يعني ( خالد حدثنا املثنى ابن وحدثنا ح أبي
الربيع أبو وحدثنا ح عمر ابن عبيداهللا عن كلهم ) القطان يعين ( يحيى حدثنا سعيدوأبا قاال كامل وثندح ادمح ند بيثني ح زدحو ريهز نب برا حثندحل واعيمإس
( الضحاك أخبرنا فديك أبي ابن حدثنا رافع بن محمد وحدثني ح بأيو عن جميعا أسامة حدثني وهب ابن حدثنا األيلي يدسع بن هارون حدثناو ح ) عثمان ابن يعني 19نافع عن الليث حديث مثل مرع ابن عن نافع عن ءالهؤ كل
8. Yang memiliki sembilan cabang
ح سعد بن الليث عن سعيد بن وقتيبة رمح بن ومحمد يحيى بن يحيى حدثنا ) زيد ابن وهو ( حماد حدثنا قالوا كامل وأبو الربيع وأبو هشام بن خلف وحدثنا
نب عوا ح أيثندحو ريهز نب برا حثندل حاعيمإس نب عوا ح أيثندحو نر ابيمن بن محمد وحدثنا ح أسامة أبو حدثنا شيبة أبي ابن بكر أبو وحدثنا ح أبي وحدثنا
ح اهللاعبيد عن جميعا ) القطان وهو ( يحيى حدثنا قاال سعيد بن وعبيداهللا الـمثنى عن سفيان احدثن قالوا عمر أبي وابن عبدة بن وأحمد حجر أبي بن علي وحدثني جريح ابن أخبرنا عبدالرزاق حدثنا رافع بن محمد وحدثني ح أمية بن إسماعيل أخبرني وهب ابن حدثنا يلياأل سعيد بن هارون وحدثنا ح عقبة بن موسى أخبرني عن مالك حديث بمعنى عمر ابن عن نافع عن ءالهؤ كل ) زيد ابن يعني ( أسامة سابقا فجئت عبدالله قال ةعل وابن حماد رواية من أيوب حديث في وزاد نافع
بي فطفف سالفر سالـم20جد
19 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188 20 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 208
53
9. Yang memiliki sepuluh cabang
احثنة دبيقت ند بعيس نابح ومن رث عن الليد بعا ح سثندحو ريهز نب برح نابى وثنا قاال الـمثندى حيحي ) وها ح ) القطان وثندحو نر ابيما نثندح أبي ح
وحدثني ح عبيداهللا عن كلهم مسهر بن علي حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو وحدثناريهز نب برا حثندل حاعيمني ( إسعي نة ابليا ح ) عثندحو وع أببيالر وأبكامل و عن سفيان أخبرنا زاقعبدالر حدثنا رافع بن محمد وحدثني ح حماد حدثنا قاال
بن عبداهللا وحدثني ح أمية بن وإسماعيل موسى بن وأيوب ختيانيالس أيوب أمية ابن وإسماعيل أيوب عن سفيان حدثنا نعيم أبو خبرناأ الدارمي الرحمنعبد
ابن أخبرنا عبدالرزاق حدثنا رافع بن محمد وحدثنا ح عقبة بن وموسى اهللاوعبيد حنظلة عن وهب ابن أخبرنا الطاهر أبو وحدثني ح يةأم بن إسماعيل أخبرني جريج
الليثي زيد بن وأسامة أنس بن ومالك عمر ابن وعبيداهللا الجمحي سفيان أبي بنمكله نافع عن نن عر ابمن عع بيل النه اهللا ىصليع لمسث بمثل وديى حيحي نع 21دراهم ثلاثة ثمنه قال هموبعض قيمته قال بعضهم أن غير مالك
C. Mutâbi‘ dan Fungsinya
Mutâbi‘secara bahasa artinya yang mengikuti, sedangkan menurut istilah,
penulis hanya menemukan para pakar hadis mendefinisikannya dengan cara
memberikan gambaran mengenai apa itu mutâbi‘, seperti yang telah contohkan
oleh Ibn Katsîr, ia mengatakan ” misalnya Hammâd ibn Salamah meriwayat
(sebuah hadis yang ia terima) dari Ayyûb dari Muhammad ibn Sîrîn dari Abû
Hurairah dari Nabi saw dan apabila ada periwayat lain yang meriwayatkan dari
Ayyûb selain Hammad atau selain Ayyûb dari Muhammad atau selain
21 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 106
54
Muhammad dari Abû Hurairah atau selain Abû Hurairah dari Nabi saw maka
inilah yang disebut dengan mutâb'ât ”22
Hal senada juga dikatakan oleh al-Dahlawî ”apabila ada seorang periwayat
meriwayatkan sebuah hadis dan periwayat lain juga meriwayatkan hadis yang
sama maka hadis yang kedua disebut sebagai hadîts mutâbi‘ ”23
Gambaran yang diberikan oleh Ibn Katsîr tentang mutâbi‘ secara tidak
langsung, ia telah membagi mutâbi‘ kepada dua bagian yaitu: tamm / akmal24 dan
qasir.25 Agar jelas pengertian dari ke dua pembagian mutâbi‘ tersebut penulis
akan memberikan contohnya, sebagaimana yang penulis kutip dari buku karya A.
Qadir Hasan, dia mengatakan;
"jelasnya begini: Umpamanya ada satu hadis, diriwayatkan imam
Mâlik dari Zuhri, Zuhri dari Urwah, Urwah dari ‘Âîsyah dan
‘Âîsyah dari Nabi saw.
Ringkasnya:
1. Mâlik
2.Zuhri
3‘Urwah
4.‘Âîsyah
5.Nabi saw
22 Ibnu Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadîts, Editor: Ahmad
Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 44 23 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, editor: salmân al-husain al-Nadawî,
(Beirut: al-basyâir al-Islâmiyah, 1986), cet 2, h. 56 24 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 57 25 A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002),
cet, VII, h.302
55
Mula-mula kita periksa, apakah ada selain imam Mâlik
meriwayatkan dari Zuhri atau tidak? ternyata ada Salih (yang juga)
meriwayatkan dari Zuhri.
Sanadnya jadi begini:
1.Salih
2.Zuhri
3.‘Urwah
4. ‘Âîsyah
5. Nabi saw
Maka Salih itu, dikatakan mutâbi‘ yang tamm (sempurna), karena
ia menguatkan periwayat yang pertama yakni imam Mâlik.
Kalau sekiranya tidak ada yang menguatkan imam Malik,
hendaklah kita periksa, apakah ada yang membantu Zuhri atau
tidak? ternyata ada, yaitu: `Ubaidullah, umpannya sanadnya jadi
begini:
1. Mâlik
2. `Ubaidullah
3. `Urwah
4. ‘Âîsyah
5. Nabi saw
`Ubaidullah disebut mutâbi‘ qasir, karena ia bukan membantu
periwayat yang pertama
56
Jika tidak ada yang membantu Mâlik dan Zuhri, kita periksa pula,
apakah ada yang membantu `Urwah? Kalau ada, maka yang
menguatkan itu disebut mutâbi‘ qasir dan seterusnya keatas
sampai kepada ‘Âîsyah."26
Dalam literatur kitab-kitab hadis, biasanya hadis-hadis yang disebutkan
pada urutan kedua, ketiga dan seterusnya, disebut sebagai mutâbi‘ dan apabila
hadis tersebut makna dan lafazya sesuai dengan hadis yang pertama maka sering
dikatakan mitsluhu ( مثله ), jika kesusuainya hanya terletak pada maknanya bukan
pada lafaznya, maka sering dikatakan nahwuhu ( حنوه )27 dan adapun fungsi
Mutâbi' sendiri adalah sebagai penguat.28 Masih menurut al-Dahlawi, bahwa
disyaratkan dalam mutâba'ah yaitu; dua buah hadis yang disebutkan tersebut
harus bersumber dari seorang sahabat yang sama.29 Dan menurutnya juga, tidak
ada keharusan bahwa, mutâbi' harus memiliki derajat yang sama dengan hadis
asal30.
Berdasarkan pernyataan dari al-Dahlawi di atas, dapat dikatakan bahwa,
mutâbi' bisa berderajat sama dengan hadis asal dan bisa juga berasal dari hadis
yang derajatnya dibawah hadis asal. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada
point berikutnya
D. Perbedaan dan kesamaan antara Al-Tahwîl dan Mutâbi‘
Pada bagian terakhir dari pembahasan bab ke empat ini, penulis telah
melakukan sedikit aktifitas anilisis, mengenai hadis-hadis yang ber-al-tahwîl dan
hadis-hadis yang termasuk dalam kategori mutâbi'. Dan hasilnya adalah bahwa
26 A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h.302-303 27 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56 28 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56 29 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56 30 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
57
tidak ada perbedaan mendasar antara hadis yang ber-al-tahwîl dan hadis yang
masuk kategori mutâbi'. Yaitu, tujuannya sama-sama untuk menguatkan.
Hanya saja, walaupun dari sisi untuk menguatkan tidak ada perbedaan, akan
tetapi penyebutan matan hadis dengan sanad yang digabungkan lebih mudah,
apabila memiliki madar yang sama. Karena tidak membutuhkan pengulangan
pengucapan matan atau redaksi dari hadis tersebut. Inilah yang menjadi perbedaan
antara penyebutan sanad yang digabungkan dengan jalur al-tahwîl dan sanad yang
tidak digabungkan dengan jalur mutâba'ah.
Sekedar gambaran mengenai perbedaan kecil di atas, penulis akan mengutip
sebuah hadis yang memiliki al-tahwîl, kemudian menjabarkannya menjadi mutâbi'
dan syawâhid sebagaimana contoh di bawah ini.
وحدثنا محمد بن رمح حدثنا الليث عن ح ليثال بن سعيد حدثنا حدثنا قتيبةرمن عاب نافع عقال :ن هأن لمسه وليلى اهللا عبي صن النأال( ع كلكماع ور كلكم
نل عئوسته فالمعياع أل رل رالرجته وعير نل عئوسم وهاع واس رلى النالذي ع رمية على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم والمرأة راعيعلى أهل بيته وهو مسئول
دبالعو مهنأالع هنل عئوسم وهده ويال سلى ماع عل رئوسم كلكماع ور فكلكم 31)عن رعيته
Apabila sanad hadis tersebut dipisahkan, maka hasilnya adalah sebagai
berikut:
1 .ث عا ليثندد حعيس نة ببيا قتثندحرمن عاب نافع عن لى اهللا :نبي صن النع كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته فالأمير الذي على الناس أال(عليه وسلم أنه قال
31 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 187
58
أهل بيته وهو مسئول عنهم والمرأة راع وهو مسئول عن رعيته والرجل راع على ة على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم والعبد راع على مال سيده وهو راعي
)مسئول عنه ألا فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته2 .رمن عن ابافع عن نث عا الليثندح حمر نب دمحا مثندحلى :وبي صن النع
كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته فالأمير الذي على أال(اهللا عليه وسلم أنه قال ع وهو مسئول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم الناس راة على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم والعبد راع على مال سيده راعيوالمرأة
) فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيتهالوهو مسئول عنه أ
Jika melihat sanad dari kedua hadis tersebut diatas, maka dapat dikatakan
bahwa kedua sanad tersebut dapat digolongkan ke dalam hadis yang memiliki
sanad 'âlî. Adapun yang dimaksud dengan sanad 'âli adalah satu hadis yang
periwayat-periwayat sanadnya sedikit, terbanding dengan sanad lain dari hadis itu
juga.32 Lawan dari sanad 'âlî adalah sanad nâzil, yaitu: satu hadis yang periwayat-
periwayat sanadnya banyak terbanding dengan sanad lain dari hadis itu juga.33
Selain berdasarkan jumlah sanadnya sedikit, kedua hadis tersebut di atas
juga disebut 'âlî, dikarenakan kedekatan zamannya dengan Nabi. Disebabkan
kedekatan inilah, sehingga menurut ibn Kasîr, bahwa sanad 'âlî lebih jauh jarak
kesalahannya jika dibandingkan dengan sanad nâzil.34
Berikut di bawah ini adalah hadis-hadis mutâba`ah dari kedua hadis
tersebut di atas, sekaligus dengan sanad-sanad nâzil-nya. Disebut nâzil, jika
dihitung dari jumlah para periwayat yang ada pada sanad-sanadnya lebih banyak
32 A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 332 33 A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 332 34 Ibnu Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadîts, h.112
59
yaitu melalui 5 orang periwayat sabelum sampai kepada Nabi saw, jika
dibandingkan dengan kedua sanad di atas, yang hanya berjumlah 4 orang
periwayat, sebelum sampai kepada Nabi saw.
اوثندح وكر أبب نة أبي ببيا شثندح محمد نر با ح بشثندحو نر ابيمثا ندح بن عبيداهللا وحدثنا ح ) الحارث ابن يعني ( خالد حدثنا المثنى ابن وحدثنا ح أبي
الربيع أبو حدثناو ح عمر ابن عبيداهللا عن كلهم ) القطان يعني ( يحيى حدثنا سعيدوأبا قاال كامل وثندح ادمح ند بيثني ح زدحو ريهز نب برا حثندحل واعيمإس
( الضحاك أخبرنا فديك أبي ابن حدثنا رافع بن محمد وحدثني ح أيوب عن جميعا أسامة حدثني وهب ابن حدثنا األيلي سعيد بن هارون وحدثنا ح ) عثمان ابن يعني 35نافع عن الليث حديث مثل عمر ابن عن نافع عن ءهؤال كل
Hadis diatas disebut sebagai tâbi', dikarenakan dua alasan, pertama: ia
disebutkan kedua setelah hadis yang pertama, yang berstatus `âlî. Kedua pada
akhir kalimatnya, imam Muslim menggunakan kata " Mitsl36 " atau seperti. Ini
menunjukkan bahwa lafaz dan makna matan hadis pertama dengan hadis kedua
adalah sama.
Apabila dipecah-pecahkan, sanad hadis mutâbi` diatas, dengan pengulangan
penyebutan matannya, maka hasilnya adalah sebagai berikut:
)1 (اوثندح وكر أبب نة أبي ببيا شثندد حمحم نر ببش نداهللا عيبن عاب رمع ن نافع نعن عر ابمن :عقال ع هأن لمسه وليلى اهللا عبي صاع أال( النر كلكم
ر نل عئوسم وهاع واس رلى النالذي ع رته فالأميعير نل عئوسم كلكمته وعية على بيت بعلها وولده راعيوالرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم والمرأة
35 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188 36 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
60
فكلكم راع وهي مسئولة عنهم والعبد راع على مال سيده وهو مسئول عنه أال )لكم مسئول عن رعيتهوك
:عمر ابن عن نافع عن عمر ابن عبيداهللا نع أبي حدثا نمير بنا وحدثنا )2(رعيته كلكم راع وكلكم مسئول عن أال( النبي صلى اهللا عليه وسلم أنه قال عن
وهته ويل بلى أهاع عل رالرجته وعير نل عئوسم وهاع واس رلى النالذي ع رفالأمياع ة على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم والعبد رراعيمسئول عنهم والمرأة
) فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته وهو مسئول عنه أالعلى مال سيده عمر ابن عبيداهللا عن )الحارث ابن يعني ( خالد حدثنا المثنى بنا وحدثنا )3(
كلكم راع أال( وسلم أنه قال النبي صلى اهللا عليهعن :عمر ابن عن نافع عنوكلكم مسئول عن رعيته فالأمير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته
ة على بيت بعلها وولده راعيعنهم والمرأة والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول فكلكم راع وهو مسئول عنه أالوهي مسئولة عنهم والعبد راع على مال سيده
)وكلكم مسئول عن رعيته بنا عبيداهللا عن ) القطان يعني ( يحيى حدثنا سعيد نب عبيداهللا وحدثنا )4(
كلكم راع أال( النبي صلى اهللا عليه وسلم أنه قال عن :عمر ابن عن نافع عن عمرسم كلكمته فاألوعير نل عئوالذي ع رته ميعير نل عئوسم وهاع واس رلى الن
ة على بيت بعلها وولده راعيوالرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم والمرأة م وهده ويال سلى ماع عر دبالعو مهنلة عئوسم هياع ور ألا فكلكم هنل عئوس
)وكلكم مسئول عن رعيته)5( اوثندح وع أببيو الر وقاال كامل أب داحاد ثنمح ند بيز ن نافع نعن عاب
سئول عن كلكم راع وكلكم مأال ( النبي صلى اهللا عليه وسلم أنه قالعن :عمرمير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته رعيته فاأل
61
ولده وهي مسئولة عنهم والعبد ة على بيت بعلها وراعيوهو مسئول عنهم والمرأة ) فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته وهو مسئول عنه أالراع على مال سيده
عن نافع نع أيوب عن جميعا إسماعيل وحدثنا حرب بن زهير وحدثني )6( كلكم راع وكلكم مسئول عن أال( النبي صلى اهللا عليه وسلم أنه قال عن :عمر ابن
يته مير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته والرجل راع على أهل برعيته فاأل دبالعو مهنلة عئوسم هيلده ووا ولهعت بيلى بة عاعيأة ررالمو مهنل عئوسم وهو
) فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيتهراع على مال سيده وهو مسئول عنه أال ابن يعني ( الضحاك أخبرنا فديك أبي ابن حدثنا رافع بن محمد وحدثني )7(
كلكم أال( النبي صلى اهللا عليه وسلم أنه قال عن :عمر ابن عن نافع نع ) عثمانم كلكماع ورنل عئوته فاألسعيته رعير نل عئوسم وهاع واس رلى النالذي ع رمي
ة على بيت بعلها وولده راعيوالرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم والمرأة ر دبالعو مهنلة عئوسم هيأالو هنل عئوسم وهده ويال سلى ماع اع عر فكلكم
)وكلكم مسئول عن رعيته نافع عن أسامة حدثني وهب ابن حدثنا األيلي سعيد بن هارون وحدثنا) 8(
نن عاب رمب :عن النقال ع هأن لمسه وليلى اهللا عأال(ي صم كلكماع ور ل كلكمئوسمير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته والرجل راع على أهل عن رعيته فاأل
مهنل عئوسم وهته ويأة برالماعيور دبالعو مهنلة عئوسم هيلده ووا ولهعت بيلى بة ع ) فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيتهراع على مال سيده وهو مسئول عنه أال
Sedikit keterangan tambahan, walaupun tidak ada hubungannya dengan
judul skripsi yang menulis anggkat, akan tetapi perlu dibicarakan, karena menurut
penulis memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ketelitian imam Muslim
dalam menulis dan menyusun hadis-hadis.
Setelah melakukan bercobaan pemisahan jalur masing-masing sanad hadis
di atas, sehingga tiap-tiap sanad dapat berdiri sendiri beserta penyebutan
62
matannya masing-masing, dengan cara demikian, maka dapat dikatakan bahwa
adalah lebih efisien dan lebih memudahkan jika mengumpulkan jalur-jalur
periwayatan yang berasal dari satu sumber dengan tidak mengulang penyebutan
kembali matan hadisnya.
Selanjutnya, setelah melihat dan mengetahui mana yang disebut hadis `âlî
dan hadis nâzil dari hadis-hadis yang telah penulis paparkan di atas. Menurut
penulis, dapat dibenarkan apa yang menjadi statemen Muhammad Fuad ‘Abd al-
Bâqi yang mengatakan bahwa, "kitab imam Muslim dari sisi ketelitian yang
berkaitan dengan sanadnya, dia lah yang lebih baik"37 (jika dibandingkan dengan
imam Bukhari). Karena menurut penulis, bisa saja imam Muslim memasukkan
sanad hadis `âlî ke dalam sanad hadis nâzil atau pun sebaliknya, sehingga
penyebutan sanad-sanadnya pun dapat digabungkan, dikarenakan memiliki lafaz
serta makna matan hadis yang sama dan juga bersumber dari satu madar yang
sama.
Kenyataannya, imam Muslim tidak melakukan hal tersebut, ia tetap
memilah, mana hadis yang berstatus lebih dan mana yang kurang seperti `âlî dan
nâzil, kemudian menyusunnya sesuai dengan urutan tingkatan tertinggi lalu
terendah.
Selanjutnya hadis di bawah ini masih tetap statusnya sebagai mutâ`bi :
قال أبو إسحاق وحدثنا الحسن بن بشر حدثنا عبداهللا ابن نمير عن عبيداهللا 38عن نافع عن ابن عمر بهذا مثل حديث الليث عن نافع
37 Muslim ibn al-hajâj, Sahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah:
Dâr al-Hadîts t.t.h), juz 1, h د 38 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
63
Sedangkan posisi kedua hadis di bawah, hanyalah sebagai syâhid terhadap
hadis-hadis yang telah disebutkan di atas, karena keduanya diriwayatkan secara
maknawi.
كلهم وحدثنا يحيى بن يحيى ويحيى بن أيوب وقتيبة بن سعيد وابن حجر عن إسماعيل بن جعفر عن عبداهللا بن دينار عن ابن عمر قال قال رسول اهللا صلى اهللا
لمسه ولين حعاب نع سنوني يربب أخهو ننا ابربى أخيحي نلة بمرثني حدحو يقول عن سالم بن عبداهللا عن أبيه قال سمعت رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم شهاب ( حسيت أنه قد قال : عمر وزاد في حديث الزهري قال حديث نافع عن ابنبمعنى
39 بيه وهو مسئول عن رعيتهالرجل راع في مال أ
39 Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di akhir bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari apa yang telah bahas
yang berkaitan dengan fungsi al-Tahwîl, yaitu:
1. huruf ح "h" yang bermakna al-Tahwîl adalah simbol adanya perpindahan
sanad dal sebuah hadis.
2. Ada pun fungsi al-Tahwîl yaitu; Mengumpulkan jalur periwayatan yang
banyak menjadi satu jalus sanad, kedua; Menghindari adanya pengulangan
materi matan dari madar sanad hadis tertentu, ketiga; Dengannya dapat
diketahui adanya adanya penambahan materi matan dari salah satu jalus sanad,
walaupun berasal dari madar yang sama, keempat lebih memberikan efisiensi
penyebutan jalur sanad sebuah hadis sekaligus menunjukkan adanya mutâb’ah
dari hadis tersebut
3. hadis-hadis yang sanadnya memiliki al-Tahwîl yang terdapat dalam Sahîh
Muslim adalah merupakan pengumpulan jalur periwayatan hadis dengan
tingkat derajat sanad hadis yang sama, sehingga tidak terjadi pengulangan
matan hadis.
4. hadis-hadis yang sanadnya memiliki al-tahwîl tidak memiliki perbedaan
mendasar dengan hadis-hadis yang berstatus sebagai mutâbi`, yaitu sama-sama
berfungsi sebagai penguat.
B. Saran-Saran
Apa yang telah penulis bahas di dalam skripsi ini, masih sangat jauh dari
kesempurnaan, jika yang memiliki kejelian dalam memandang, tentu di sana akan
terlihat “ruang-ruang” kosong kalimat dan pembahasan yang perlu ditambah atau pun
dikurangi, terutama yang berkaitan dengan al-tahwîl dan sanad yang terdapat dalam
65
hadis-hadis sahih muslim dan penulis sadar akan hal itu, ketika membaca ulang
lembar demi lembarnya.
Sebuah harapan dari penulis, akan lebih baik, jika ada yang ingin meneliti lebih
jauh system penulisan hadis dalam sahih muslim, agar tertutup ketidaksempurnaan
penulis akan hal itu, selain untuk menambah dan mengembangkan perbendaharaan
literatur penelitian sanad khususnya al-tahwîl, karena disana masih ada banyak
mutiara yang belum tersentuh oleh “tangan-tangan” kreatif para peneliti.
Wallahu a`lam.
66
DAFTAR PUSTAKA
Abû Khalîl, Tsauqî, Atlas al-Hadîts al-Nabawî, Beirut: Dar al-fikr, 2006 Al- ‘Asqalânî, Ibn Hajar, Taqrîb al-Tahdzîb, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Illmyah: 1995 Azami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi dan SejarahKodifikasinya, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2009 Al-Baghdâdî, Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî, Mu‘jam al-
Buldân, Beirut: Dâr Sâdir, tth Baidhun, Muhammad 'Ali,, Syurût al-A`immah al-sittah, dar al-kutub al-'ilmiyah,
2000 Al-Baiqûnî, 'Umar ibn Mahammad ibn Fatûh, manzumah al-Baiqûnî, (markaz al-
khidmât wa al-Abhâts al-tsaqâfiyyah, 1987 Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, editor: salmân al-husain al-Nadawî,
Beirut: al-basyâir al-Islâmiyah, 1986 Al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, Maktabah al-Shafa t.t.h Al-Hanafy, Muhammad ibn Ibrâhîm al-Halby, Qafwu al-Âtsar fî Safwah, Beirut: Dar-
al-fikr, 1970 Hassan, A.Qadir, Ilmu Mushthalah Hadits,Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002 Hasyim, Ahmad Umar, qawâ‘id usûl al-hadîts, Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997 Hitti, Philip K., History af The Arabs. Penerjemah : R Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi, 2006 Ibn al-hajjâj, Muslim, Sahîh Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, al-
Qâhirah: Dâr al-Hadîts Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, Bairut: Dâr al-kutub al-
`lmiyyah, 2006 Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad
Muhammad Syâkir, Beirut: Darul Fikr, 2005 Al-Khatib, Muhammad `Ajâj, Usûl al-Hadîts, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003 Masrur, Ali, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis
Nabi, Yogyakarta, LKiS: 2007 Matlûb, `Abd al-Majîd Mahmûd, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur`ân wa al-Hadîts, Qâhirah:
Muassasah al-Mukhtâr: 2004
67
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma` al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir dan Husain Ahmad Agha, Beirut: Dar al-Fikr
Mu’min, Mustafa, Qasamat al-‘Alam al-Islami al-Mu‘ashir, Darul Fath: 1974 Muhdlor, Atabik Ali Ahmad Zuhdi, Kamus kontemporer Arab-Indonesia, Multi
Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak: Yogyakarta t.t.h Muslim, sahîh Muslim, Darul Fikr, 2002 t.t.h Nur al-Din,. Manhaj al-Naqd fi ‘ulum al-Hadîts, Damascus: Darul Fikr 1981 Al-Suyûtî Tadrîb al-Râwi editor; abd al-wahab Abd al-latif, Qâhirah: maktabah dâr
al-turats, 2005 Al-Syakhâwî, Syams al-Dîn Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân, Fath al-Mugîts Syarh
al-fiyah al-hadîts, Libanan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1403 H Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam3, Jakarta: al-Husna Zikra, 2000 Syauqi, Atlas Hadits, Jakarta: al-Muhira t.t.h Tahhân , Mahmûd, Taisîr Mustalah al-Hadîts , Beirut: Dâr al-fikr, t.t.h ---------- Mahmûd, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, Riyadh : maktabah al-
Ma`arif, 1991 A-Tirmizi Muhammad ibn 'Isâ Abû 'Isâ, al-Jâmi` al-Sahîh al-Tirmizi, Muhaqqiq,
Ahmad Muhammad Syâkir dkk, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-`Arabi, t.t.h Al- ‘Utsaimin Muhammad Salih, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr,
Qâhirah: maktabah sunnah, 2002 Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004
Lampiran 1
عكيو
األعمش
بي وائلأ
عبداهللا
عثمان بن أبي شيبة
لمسه وليلى اهللا عل اهللا صوسر
مملس
ماهيرإب نب اقحر إسيمن نداهللا ببع ناب دمحم
أبو بكر ابن أبي شيبة
عبدة بن سليمان
ند ابمحمو ماهيرإب نب اقحإسة وبيأبي ش نان بثما عثندح وحدثنا أبو بكر حعمش األ نمير جميعا عن وكيع عنعبداهللا بن
ان ومليس نة بدبا عثندة حبيأبي ش نابنع عكيأبي و نش عماألع أول ما (قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم :وائل عن عبداهللا قال
) يقضى بين الناس يوم القيامة في الدماء
Lampiran 2
رسولل اهللا صلى اهللا عمليه وس
عداهللاب
مسوقر
عد اهللا ابن مرةب
األعمش
سفيان
رمأبي ع ناب
سنوي نى بعيس
ناب اقحإساهيمرإب
رريج
عثمان بن أبي شيبة
مملس
ة حبيأبي ش نان بثمع اهثند رريا جثندا ححثندحو وحدثنا حإسحاق ابن إبراهيم أخبرنا جرير وعيسى بن يونس سناد وفي ابن أبي عمر حدثنا سفيان كلهم عن األعمش بهذا اإل
لـم يذكرا ) سن القتلنه أل (حديث جرير وعيسى ابن يونس أول
Lampiran 3
بيلى النه اهللا صليع لمسو
عرفجة
علاقة بن زياد
المختار بن عبداهللا
ادمح د بنيز
ارمع ل بنالفض
اججح
إسرائيل
بعصالم بن امالمقد ميثعالخ
اقحإس بن ماهيرإب
شيبان
موسى بن عبيداهللا
القاسم اء بنيكرز
وة أبانوع
حبان
دمأح ناش بخر
مملس
رجل
احثند دمأح ناش با خرثندان حا حبثندح وة أبانوثني ح عدوح القاسم اء بنيكرا زثندداهللا حيبع نى بسوم نان عبيا ح شثندحو اقحإس بن
ماهيرا إبنربال أخبعصم بن امالمقد ميثعا الخثندل حائيرثني ح إسدحو اججا حثندح ارمع ل بنا الفضثندح ادمح د بنيا زثنداهللا حدبع بن صلى النبي عن جةعرف عن قةعال بن زياد عن كلهم سماه ورجل المختار
)فاقتلوه ( جميعا حديثهم في أن غير بمثله وسلم عليه اهللا
Lampiran 4
كعب ابن أيب
ديوغفلة ابن س
كهيل بن سلمة
ادمح ة بنلمس
زهب
بنعمحالرد ر بنبش
أنيسة أبي بن زيد
)عمرو ابن يعني ( عبيداهللا
الرقي جعفر بن عبداهللا
دمحم اتم بنح
سفيان
( نمير (أبي
نر ابيمن
عكيو
وكر أبب ة أبي بنبيش
ررين جش عمالأع
سعيد بن قتيبة
عليه اهللا صلى اهللا رسول وسلم
مسلم
حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو وحدثنا ح عمشاأل عن جرير حدثنا سعيد بن قتيبة ناحدث حاتم بن محمد وحدثني ح سفيان عن جميعا أبي حدثنا نمير ابن وحدثنا ح وكيع أنيسة أبي بن زيد عن ) عمرو ابن يعني ( عبيداهللا حدثنا يالرق جعفر بن عبداهللا حدثنا سلمة عن هؤالء كل سلمة بن حماد حدثنا بهز حدثنا بشر بن عبدالرحمن وحدثني ح حماد إال أحوال ثةثال جميعا حديثهم وفي شعبة حديث نحو ادسنإلا بهذا كهيل بنة بنلمثه في فإن سدين حيامع في ثةثال أوث وديان حفيد سيزة أبي بن وسياد أنمحو سفيان وزاد ) إياه فأعطها ووكائها ووعائها بعددها يخبرك أحد جاء فإن ( سلمة بن )بها فاستمتع وإال ( نمير ابن رواية وفي ) مالك كسبيل فهي وإال ( وكيع رواية في
Lampiran 5
النلى يبه اهللا صليع لمسو
)بكرة أبي (أبيه
بكرة أبي بن عبدالرحمن
عمير بن عبدالملك
زائدة
نيسح نب ليع
وب أبيكر
شعبة
أبي (معاذ)
معاذ بن عبيداهللا
دمحم نفر بعج
دمحم ى بنثنالم
سفيان
كيعو
وكر أبب ة أبي بنبيش
ادمح نة أبي بلمس
فروخ بن شيبان
ميشه
يحيى بن يحيى
مسلم
اهثندى حيحي نى بيحا ينربم أخيشا ح هثندحان وبيش نخ بوفر وكيع حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو وحدثنا ح مةسل أبي بن حماد حدثنا
نان عفيا ح سثندحو دمحم ى بنثنا المثندح دمحم نفر بعا ح جثندحو حدثنا كريب أبو ثناوحد ح شعبة عن هماكال أبي حدثنا معاذ بن عبيداهللانيسح نب ليع نة عائدالء كل زؤه نلك عدالمبر بن عميع نع
بمثل وسلم عليه اهللا صلى النيب عن أبيه عن بكرة أبي بن عبدالرحمن عوانة أبي حديث
Lampiran 6
وسلم عليه اهللا صلى يبالن عن
عمر ابن
نافع
موسى
نج ابيرج
معمر
عبدالرزاق
دمحم نافع بر
أمية بن إسماعيل
سفيان
نأبي اب رمع
بوأي
)علية ابن يعني ( إسماعيل
يهزر ب بنرح
ادمح
وأبكامل و
عبيداهللا
)أبي (نمير
نر ابيمن
ليع هر بنسم
وكر أبب ة بيأ بنبيش
سعد بن الليث
سعيد بن قتيبة
مسلم
بوأي
اهثندة حبيقت د بنعيس دمحمو ح بنما رعميج ث نعن الليد بعح س واهثندح وكر أبب أبي بن وأبو الربيع أبو وحدثني ح عبيداهللا عن هماكال أبي حدثني نمير ابن وحدثنا ح مسهر بن علي وحدثنا شيبة ح أيوب عن جميعا ) علية ابن يعني ( إسماعيل حدثنا حرب بن زهير وحدثني ح حماد حدثنا قاال كامل
عن زاقعبدالر حدثنا رافع بن محمد وحدثنا ح أمية بن إسماعيل عن سفيان وحدثنا عمر أبي ابن وحدثنا نحو وسلم عليه اهللا صلى النيب عن عمر ابن عن نافع عن ءهؤال كل موسى عن جريج وابن أيوب عن معمر
فيـنـتقل ( حديثه في فإن سعد بن الليث الإ ) فينـتـثل ( اجميع حديثهم في أن غير مالك حديثهامة ) طعايالك كروم
الربيع أبو دمحم ح بنمر
Lampiran 7
النلى يبه اهللا صليع لمسو
عمر ابن
نافع
أسامة
نب ابهو
األيلي سعيد نب هارون
اكحني ( الضعي نان ابثمع(
نك أبي ابيفد
دمحم نافع بر
أيوب عن جميعا إسماعيل
إسماعيل
ريهز نب برح
ادمح ند بيز
كامل وأبو الربيع بوأ
عمر ابن عبيداهللا
)القطان يعين ( يحيى
سعيد بن عبيداهللا
الدني ( خعي ناحلارث اب (
نى اباملثن
نمير أبي
نر ابيمن
دمحم نر ببش
وكر أبب نة أبي ببيش
مسلم
احدثن املثنى ابن وحدثنا ح أبي نميرحدثنا ابن وحدثنا ح بشر بن محمد حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو حدثنا ح عمر ابن عبيداهللا عن كلهم ) القطان يعين ( يحيى حدثنا سعيد بن عبيداهللا وحدثنا ح ) احلارث ابن يعني ( خالد
ح أيوب عن جميعا إسماعيل وحدثنا حرب بن زهير دثنيوح ح زيد بن حماد حدثنا قاال كامل وأبو الربيع أبو وحدثنا األيلي يدسع بن هارون حدثناو ح ) عثمان ابن يعني ( الضحاك أخبرنا فديك أبي ابن حدثنا رافع بن محمد وحدثني
نافع عن الليث حديث مثل عمر ابن عن نافع عن ءالهؤ كل أسامة حدثني وهب ابن ناحدث
Lampiran 8
بيلى النه اهللا صليع لمسو عمر ابن
نافع
ابن يعني ( أسامة )زيد
نب ابهو
يلياأل سعيد بن هارون
عقبة بن موسى
نح ابيرج
عبدالرزاق
دمحم نافع بر
أمية بن إسماعيل عن سفيان
ليع نر أبي بجح
عبيداهللا
وهو ( يحيى )القطان
دمحم نب
وة أبامأس
وكر أبب نة أبي اببيش
أبي )نمير(
ناب نمير
بوأي
إسماعيل
ريهز نب برح
ادمح ) وهو ند ابيز (
لفخ نام بهش
سعد بن الليث
بن يحيىىيحي
مسلم
سعيد بن قتيبة
أبي ابن رمع
دمحم نح بمر
دمأح نب
سعيد بن عبيداهللا
قالوا كامل وأبو الربيع وأبو هشام بن خلف وحدثنا ح سعد بن الليث عن سعيد بن قتيبةو رمح بن ومحمد يحيى بن يحيى حدثنا بكر أبو وحدثنا ح أبي وحدثنا نمير ابن وحدثنا ح وبأي عن إسماعيل حدثنا حرب بن زهير وحدثنا ح أيوب عن ) زيد ابن وهو ( حماد حدثنا
نة أبي اببيا شثندح وة أباما ح أسثندحو دمحم نى بثناهللا الـمديبعو د بنعيا قاال سثندى حيحي ) وهالقطان و ( مياجع نداهللا عيبثني ح عدحو ليع نر أبي بجح دمأحو نة بدبع ابنأبي و رما قالوا عثندان حفيس نل عاعيمن إسة بيثني ح أمدحو دمحم نافع با رثنداق حزالردبا عنربأخ ناب يرني حجربى أخسوم نة بقبا ح عثندحن وواره ند بعياأل سليا يثندح نب ابهني وربة أخامني ( أسعي ند ابيكل ) ز ؤءاله نافع عن نن عاب رمع
الـمسجد الفرس بي فطفف سابقا فجئت عبدالله قال علة وابن حماد رواية من أيوب حديث في وزاد نافع عن مالك حديث بمعنى
وع أببيالر وكامل أب
Lampiran 9
بيلى النه اهللا صليع لمسو
عمر ابن
نافع
نب ابهو
والطاهر أب
سفيان أبي بن حنظلةحيمالج
أمية بن إسماعيل
نج ابيرج
بوأي
وم أبيعن
الدارمي عبدالرحمن بن عبداهللا
بوأي انيالسيتخ سفيان
عالردابقز
دمحم نافع بر
الربيع أبو
علية ابن يعني( عيل إسما(
ريهز نب برح
دعياهللاب
ليع نر بهسم
وكر أبب نب ة أبيبيش
أبي )نمير(
نر ابيمن
)القطان وهو ( يحيى
ريهز نب برح
سعد بن الليث
سعيد بن قتيبة
مسلم
حماد
بوأي نى بسوم
عقبة بن موسى
زيد بن أسامة
أنس بن مالك
عمر ابن عبيداهللا
عبيداهللا
ناب الـمثنى
نح ابمر
وكامل أب
احثنة دبيقت ند بعيس نابح ومن رث عن الليد بعا ح سثندحو ريهز نب برح نابى وثنا قاال الـمثندى حيحي ) وها ح ) القطان وثندحو ناب ح ) علية ابن يعني ( إسماعيل حدثنا بحر بن زهير وحدثني ح عبيداهللا عن كلهم مسهر بن علي حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو وحدثنا ح أبي حدثنا نمير
وإسماعيل موسى بن وأيوب ختيانيالس أيوب عن سفيان أخبرنا زاقعبدالر حدثنا رافع بن محمد وحدثني ح حماد حدثنا قاال كامل وأبو الربيع أبو وحدثنا حمدم وحدثنا ح عقبة بن وموسى اهللاوعبيد أمية ابن وإسماعيل أيوب عن سفيان حدثنا نعيم أبو أخبرنا الدارمي الرحمنعبد بن عبداهللا وحدثني ح أمية بننافع با رثنداق حزالردبا عنربأخ نج ابيرني جربل أخاعيمإس نة بيثني ح أمدحو وأب ا الطاهرنربأخ نب ابهو نظلة عنن حان أبي بفيس حيمداهللا الجيبعو قال بعضهم أن غير مالك عن يحيى حديث بمثل وسلم عليه اهللا صلى النبي عن عمر ابن عن نافع عن كلهم الليثي زيد بن وأسامة أنس بن كومال عمر ابن
هتمقي ضعبومقال ه هنثلاثة ثم رداهم
top related