gambaran aesthetic component pasien maloklusi …
Post on 01-Oct-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
GAMBARAN AESTHETIC COMPONENT PASIEN
MALOKLUSI DENGAN ASIMETRI POSTUR
TUBUH PADA MAHASISWA FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi
MUHAMMAD SHOLEH
NIM: 130600108
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonti
Tahun 2019
Muhammad Sholeh
Gambaran Aesthetic Component pasien maloklusi dengan asimetri postur
tubuh pada mahasiswa FKG USU.
x+ 61 Halaman
Maloklusi dapat memengaruhi respon pada otot tubuh bagian kepala, leher
dan TMD. Beberapa studi juga melaporkan postur tubuh manusia mewakili posisi
tubuh dan hubungan ruang antara berbagai segmen anatomi yang menjaga
keseimbangan yang tepat pada kondisi statis dan dinamis sesuai dengan adaptasi
terhadap lingkungan dan sasaran motorik. Perkembangan maloklusi dengan postur
tubuh memiliki hubungan dengan oklusi sentrik dan tulang belakang bagian leher.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi Aesthetic Component
mahasiswa FKG USU dengan asimetri postur tubuh. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif crossectional. Sampel penelitian ini adalah 80 mahasiswa FKG
USU usia 18-25 tahun dengan asimetri postur tubuh yang belum pernah menerima
perawatan ortodonti dan tidak memiliki riwayat trauma pada wajah maupun tulang
belakang. Pengukuran tingkat kebutuhan perawatan maloklusi dilakukan
menggunakan indeks IOTN dengan komponen Aesthetic Component (AC) dan
pemeriksaan pemeriksaan asimetri postur tubuh dengan menggunakan skoliometer
dengan cara Adam’s Forward Bending Test.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi Aesthetic Component (AC)
untuk data frekuensi mahasiswa yang tidak membutuhkan perawatan ortodonti (nilai
1 – 4) adalah 92,6% (n=74). Frekuensi yang membutuhkan perawatan sedang (nilai 5
– 7) adalah 6,3% (n=5) dan frekuensi yang sangat membutuhkan perawatan yang
tinggi adalah 1,3% (n=1). Dari 80 sampel yang diteliti, distribusi nilai Aesthetic
Component (AC) berdasarkan jenis kelamin untuk subjek laki-laki sebanyak 42,5%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
(n=34) mahasiswa FKG USU yang tidak butuh perawatan ortodonti, 2,5% (n=2) yang
membutuhkan perawatan sedang dan 1,3% (n=1) yang sangat membutuhkan
membutuhkan perawatan ortodonti. Untuk subjek perempuan, sebanyak 50,0%
(n=40) tidak membutuhkan perawatan ortodonti, 3,8% (n=3) membutuhkan
perawatan sedang dan tidak ada mahasiswa perempuan yang membuthkan perawatan
ortodonti yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa, subjek dengan asimetri postur tubuh
tidak membutuhkan perawatan ortodonti berdasarkan IOTN.
Daftar Rujukan : 62 (1994-2017)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 10 Januari 2019
Pembimbing Tanda Tangan
1. Dr. Ervina Sofyanti,drg.,Sp.Ort (K)
……………………
(NIP : 198003232008122002)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 14 Januari 2019
TIM PENGUJI
KETUA : Dr. Ervina Sofyanti,drg.,Sp.Ort.(K)
ANGGOTA : 1. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort.(K)
2. Nurhayati, drg., Sp.Ort.(K)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Esa yang telah memberikan berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran
Aesthetic Component pasien maloklusi dengan asimetri postur tubuh pada mahasiswa
FKG USU” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua
tercinta, yaitu Syahrul Hamzah dan Elvia dan saudara Muhammad Khalil Zarghani
yang selalu ada untuk mendukung dan mendoakan penulis dalam mengerjakan skripsi
ini sehingga semakin termotivasi dalam pengerjaannya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., Sp.RKG (K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) sebagai ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara dan penguji yang telah memberikan saran
dan masukan untuk penulis.
3. Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort., sebagai coordinator skripsi di Departemen
Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.
4. Dr. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort (K) sebagai pembimbing yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga, motivasi dan kesabaran untuk membimbing,
diskusi, dan member saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Nurhayati, drg., Sp.Ort.(K) sebagai penguji yang telah memberikan saran dan
masukan untuk penulis.
6. Nurdiana, drg., Sp.PM selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalani program akademik.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia Universitas
Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
8. Teman dekat penulis, Amalia Khoiri yang selalu ada untuk membantu penulis
dalam mengerjakan skripsi, serta memberikan semangat daan motivasi kepada
penulis sehingga penulis termotivasi dalam mengerjakan juga menyelesaikan skripsi
ini.
9. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan Van Baya Ginting, Arif Ahmad
Pasaribu, Yudha Syah Agung Siregar, Muhammad Mulkan Nasution, Wihda yang
sama-sama berjuang bersama penulis dalam mengerjakan skripsi, saling mensupport
juga memotivasi satu sama lain dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman terkasih Fariza Yamami Rizal, Afrina Fadhilah, Annisya
Ulfatma, Muhammad Rizki Fauzi, Hanny Anastasya Anshari, Nurul Anggraini,
Rasyidah Sofriani Yusma, Putri Arum Nia, Intan Permata Sari dan Immanuel
hutabarat yang selalu ada dalam membantu dan memberi semangat kepada penulis
sehingga penulis termotivasi dalam menyusun skripsi ini.
11. Teman-teman di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara yang telah saling membantu dan memberikan semangat, terutama
untuk Jesslyn dan Keishini.
12. Teman-teman angkatan 2013 yang saling mendukung satu sama lain dalam
pengerjaan skripsi, serta seluruh senior dan junior yang tidak dapat disebutkan satu
per satu atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam
skripsi ini. Namun dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu, dan masyarakat dibidang maloklusi
dan postur tubuh.
Medan, 20 Januari 2019
Penulis
Muhammad Sholeh
NIM: 130600108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN PERSETUJUAN
TIM PENGUJI SKRIPSI ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................................... 4
1.5.2 Manfaat Praktis .................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi....................................................................................................... 5
2.2 Indeks Penilaian Kebutuhan Perwatan Ortodonti ........................................ 9
2.2.1 Peer Assesment Rating (PAR) ............................................................ 9
2.2.2 Dental Aesthetic Index (DAI) ............................................................. 9
2.2.3 Index of Complexibility, Outcome and Need (ICON) ........................ 11
2.2.4 Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) ................................... 13
2.2.4.1 Dental Health Component (DHC) ........................................... 14
2.2.4.2 Aesthetic Component (AC) ...................................................... 16
2.3 Asimetri ........................................................................................................ 27
2.3.1 Asimetri Wajah .................................................................................. 27
2.3.1.1 Asimetri Dental ...................................................................... 28
2.3.1.2 Asimetri Skeletal ................................................................... 29
2.3.1.3 Asimetri Jaringan Lunak ....................................................... 30
2.3.1.4 Asimetri Fungsional ............................................................... 30
2.3.2 Asimetri Postur Tubuh ....................................................................... 31 2.3.2.1 Lordosis .................................................................................. 32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
2.3.2.2 Kifosis .................................................................................... 32
2.3.2.3 Skiliosis ................................................................................. 33
2.3.2.4 Pemeriksaan Asimetri Postur menggunakan Skoliometer ..... 34
2.4 Persepsi Estetika Dental ............................................................................... 35
2.5 Hubungan Maloklusi dengan Asimetri Postur Tubuh ................................... 35
2.5 KerangkaTeori............................................................................................... 37
2.6 KerangkaKonsep ........................................................................................... 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 39
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 39
3.4 Sampel Penelitian .......................................................................................... 39
3.4.1 Kriteria Inklusi ..................................................................................... 39
3.4.2 Kriteria Eksklusi................................................................................... 40
3.4.3 Besar Sampel ....................................................................................... 40
3.5 Variabel Penelitian ....................................................................................... 40
3.6 Definisi Operasional...................................................................................... 41
3.7 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................. 42
3.7.1 Alat Penelitian ..................................................................................... 42
3.7.2 Bahan Penelitian................................................................................... 42
3.8 Prosedur Penelitian........................................................................................ 43
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 45
3.10 Etika Peneltian ............................................................................................ 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 47
BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................................... 53
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 58
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Grade DAI .….….….….….….….….….….….….….….…………………… 11
2. Grade susunan oklusal (Daniels dan Richmond 2000) ……………………… 12
3. Aesthetic Component. Tingkat Daya Tarik Gigi Pada Skala 1-10 .................. 19
4. Definisi Operasional ........................................................................................ 41
5. Distribusi berdasarkan jenis kelamin ................................................................. 47
6. Distribusi frekuensi AC ...................................................................................... 48
7. Distribusi nilai AC berdasarkan jenis kelamin .................................................. 49
8. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) .................................................. 49
9. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan nilai AC (4 – 6) ........... 50
10. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan grade AC (4 – 6) ......... 50
11. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan nilai AC (7 – 9) ........... 51
12. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan grade AC (7 – 9) ......... 51
13. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan nilai AC (10 – 12) ....... 51
14. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan grade AC (10 – 12) ..... 52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Maloklusi Klas I Angle ……………………………………………………… 5
2. Maloklusi Klas II Angle ...…………………………………………………… 6
3. Maloklusi Klas II Divisi I Angle .…………………………………………… 6
4. Maloklusi Klas II Divisi I Angle …………………………………………… 7
5. Maloklusi Klas III Angle …………………………………………………… 8
6. Overjet ……………………………………………………………………… 15
7. Openbite ……………………………………………………………………… 16
8. Overbite ……………………………………………………………………… 16
9. Foto Aesthetic Component ………………………………………………… 17
10. Foto Intra Oral Frontal sebelum di edit ……………………………………… 22
11. Foto Intra Oral Frontal sesudah di edit ……………………………………… 22
12. Foto intra oral bukal kanan sebelum di edit ………………………………… 23
13. Foto intra oral bukal Kiri sebelum di edit …………………………………… 23
14. Foto intra oral bukal Kanan sesudah di edit ………………………………… 24
15. Foto intra oral bukal Kiri sesudah di edit …………………………………… 24
16. Foto Intra Oral Oklusal: rahang atas sebelum di edit ……………………… 25
17. Foto Intra Oral Oklusal: rahang bawah sebelum di edit …………………… 25
18. Foto intra oral oklusal: rahang atas sesudah di edit ………………………… 25
19. Foto intra oral oklusal: rahang bawah sesudah di edit ……………………… 26
20. Asimetri Dental Pada Pasien Maloklusi Klas II …………………………… 29
21. Asimetri Skeletal ………………………………………………………… 30
22. Asimetri Postur Tubuh ……………………………………………………… 31
23. Skoliosis ……………………………………………………………………… 33
24. Alat Penelitian ……………………………………………………………… 43
25. Penggunaan Skoliometer …………………………………………………… 44
26. Intra Oral Photography ……………………………………………………… 45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
2. Lembar persetujuan (Informed Consent)
3. Kuesioner
4. Rincian biaya penelitian
5. Data hasil penelitian
6. Hasil Uji Statistik
7. Ethical Clearance
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang ortodonti telah
berkembang dengan pesat meliputi aspek tumbuh kembang. Perawatan ortodonti
yang bersifat interdisiplin dan multidisiplin memberi kemajuan yang signifikan dalam
memenuhi kebutuhan estetika yang berkaitan dengan keseimbangan dinamis.
Maloklusi diduga memiliki relevansi yang erat dengan perubahan postur tubuh.1
Maloklusi berkaitan dengan estetika dan keseimbangan fungsi serta memiliki
prevalensi sebesar 80% dari jumlah penduduk.2
Istilah ketidakteraturan bentuk gigi dan susunan gigi yang tidak rapi, dikenal
dengan istilah maloklusi, didefinisikan sebagai anomali yang mengakibatkan
gangguan fungsi. Gangguan fungsi ini dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik
atau emosional pasien. Maloklusi dan pengaruhnya terhadap gangguan fungsi mulut
dan estetika wajah telah menjadi perhatian besar di bidang kesehatan.3,4
Etiologi
maloklusi menurut Graber terdiri atas faktor umum dan lokal. Faktor umum adalah
faktor yang bukan berasal dari gigi seperti, keturunan, kongenital, lingkungan,
malnutrisi, kebiasaan buruk, postur, dan trauma. Faktor lokal adalah faktor yang
terjadi dari gigi seperti anomali jumlah gigi, anomali ukuran gigi, anomali pada
bentuk gigi, abnormal pada frenulum labial, premature loss, erupsi gigi permanen
lambat, ankylosis, karies, dan restorasi dental yang tidak baik.5
Beberapa aspek dari kondisi sistem stomatognati telah ditemukan adanya
keterkaitan erat dengan perubahan postur. Maloklusi dapat mempengaruhi respon
pada otot tubuh pada bagian kepala, leher dan TMD.6
Beberapa studi melaporkan
postur tubuh manusia mewakili posisi tubuh dan hubungan ruang antara berbagai
segmen anatomi yang menjaga keseimbangan pada kondisi statis dan dinamis (fungsi
anti-gravitasi otot) sesuai dengan adaptasi terhadap lingkungan dan sasaran motorik.
Terlihat adanya korelasi positif antara oklusi sentrik dan tulang belakang bagian leher
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
(C2-C7) terhadap perkembangan maloklusi dengan postur tubuh.7
Penelitian yang
dilakukan oleh Perinetti dkk (2010) terhadap 122 responden dengan rentang usia 10,8
hingga 16,3 tahun menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan disebabkan
variabilitas postur tubuh dan maloklusi yang dinilai.6
Penelitian Alwarawreh dkk
(2014) terhadap 952 anak-anak (234 laki-laki, 718 Perempuan) usia 12-15 tahun dari
sekolah dasar di kota Karak, di selatan Yordania antara September 2013 - Februari
2014 melaporkan bahwa Dental Health Component (DHC) dari Indeks of
Orthodontic Treatment Need (IOTN) dan gangguan postur tubuh terbukti memiliki
hubungan.8
Penelitian Neiva dkk, mengatakan perubahan postur berhubungan dengan
Temporomandibular Disorder (TMD). Penelitian yang dilakukan pada 37 responden
(13 pria dan 24 perempuan), melaporkan bahwa maloklusi, gangguan pada TMD,
dan sistem stomatognati memiliki hubungan yang timbal balik dengan perkembangan
asimetri postur tubuh.9
Gangguan ketidakseimbangan muskuloskeletal sering terjadi pada populasi,
terutama yang berhubungan dengan tulang belakang. Huggare dkk (1991)
menemukan bahwa anak-anak dipengaruhi oleh skoliosis memiliki lebih banyak
maloklusi klas II Angle dan crossbite. Penelitian Lippold dkk (2003) pada anak
prasekolah menunjukkan insiden tinggi maloklusi klas II Angle pada anak-anak yang
mengalami skoliosis. Bassat dkk melakukan penelitian di kota Yerusalem pada 79
pasien perempuan dan 17 laki-laki usia remaja (rerata usia 13,9 ± 3,5 tahun) dan
mendapatkan karakteristik oklusi yang berbeda pada pasien skoliosis dengan pasien
yang memiliki postur tubuh normal. Pasien dengan skoliosis menunjukkan risiko
asimetri hubungan molar arah transversal yang lebih tinggi dibandingkan pasien
tanpa skoliosis.10
Perawatan ortodonti dapat meningkatkan nilai estetik dan psikologi sosial.
Perawatan ortodonti telah menjadi salah satu bagian integral pada kesehatan mulut
dan menjadi informasi dasar dalam perawatan maloklusi.10
Terdapat berbagai macam
metode yang telah diterapkan untuk mengukur tingkat kebutuhan perawatan
maloklusi. Salah satunya adalah Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), yang
merupakan indeks maloklusi untuk mengukur kebutuhan perawataan ortodonti yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
dikemukakan oleh Brook dan Shaw dan dimodifikasi oleh Richmond pada tahun
1989. Indeks ini telah mendapatkan pengakuan nasional dan internasional sebagai
metode yang sederhana, reliable dan valid, secara objektif menilai kebutuhan akan
perawatan.11
Kemudian ada metode Index of Complexity, Outcome and Need untuk
mengukur tingkat keparahan maloklusi dan hasil perawatan. Metode tersebut lebih
signifikan di banding indeks kebutuhan perawatan lainnya. Skor ICON ini didasarkan
dari pendapat 97 ahli ortodonti internasional di 9 Negara. Fox dkk (2002)
menemukan korelasi yang signifikan antara IOTN dan ICON sehubungan dengan
kebutuhan perawatan maloklusi.12
IOTN terdiri dari 2 komponen, yaitu Aesthetic Component (AC) dan Dental
Health Component (DHC). AC menilai persepsi seseorang tentang penampilan gigi-
geligi pasien melalui penilaian berdasarkan fotografi, dimana terdapat 10 skala
penilaian yang menunjukan tingkatan penampilan gigi-geligi yang secara estetik
terlihat paling menarik. DHC menilai beberapa jenis maloklusi seperti overjet,
overbite, openbite, crossbite, crowding, erupsi palatal yang terhalang, celah bibir atau
palatal, serta hipodonsia.13,14
AC dapat dipakai sebagai tambahan jika index
kebutuhan perawatan masih belum dapat ditentukan dengan DHC. Aesthetic
Component dari IOTN dapat mewakili keadaan estetika dental seseorang sebelum
dilakukan perawatan ortodonti.14
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang gambaran aesthetic component mahasiswa FKG USU dengan
asimetri postur tubuh, yang berkaitan dengan gangguan estetika, sehingga menjadi
alasan utama bagi subjek remaja dan dewasa muda dalam mencari perawatan,
termasuk perawatan maloklusi dan gangguan postur tubuh. Oleh karena itu, dengan
penilaian Aesthetic Componet (AC) diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan
awal dalam melakukan rencana perawatan, termasuk ortodonti dan ortopedi pada
remaja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana distribusi gambaran Aesthetic Component (AC) pasien maloklusi
dengan asimetri postur tubuh pada mahasiswa FKG USU ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui distribusi gambaran Aesthetic Component (AC) mahasiswa
FKG USU dengan asimetri postur tubuh.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai gambaran
maloklusi pada subjek dengan asimetri postur tubuh.
2. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai penelitian dasar untuk penelusuran
faktor etiologi yang berkaitan dengan postur tubuh terhadap pasien maloklusi.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap diagnosis,
rencana perawatan dan perawatan pada pasien ortodonti.
2. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai kondisi postur
dan keadaan anomali dari penilaian IOTN.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencegah perawatan yang kompleks
pada pasien ortodonti 18 – 25 tahun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi antara rahang atas
dan rahang bawah.3,4,11
Maloklusi sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi bila tidak
dirawat dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pengunyahan, penelanan, bicara,
dan keserasian wajah yang berakibat pada gangguan fisik maupun mental.4,15-17
Maloklusi memiliki dampak yang besar terhadap individu dan lingkungan sosial
dalam hal kenyamanan, kualitas hidup, keterbatasan sosial dan fungsi.4,18
1. Maloklusi Klas I
Rahang bawah terletak pada relasi mesiodistal yang normal terhadap rahang
atas. Posisi cusp mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan groove bukal
molar satu permanen rahang bawah dan cusp mesiolingual molar satu permanen
rahang atas beroklusi dengan fossa oklusal molar satu permanen rahang bawah ketika
rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan oklusi sentrik (Gambar 1).19-21
Maloklusi Klas I menggambarkan hubungan skeletal yang normal dan fungsi otot
yang normal. Walaupun maloklusi Klas I Angle memiliki hubungan molar yang
normal tetapi oklusinya bisa menjadi tidak tepat disebabkan malposisi gigi, rotasi
gigi, proklinasi, gigitan terbuka anterior, crowding, spacing dan lain sebagainya19-21
Gambar 1. Maloklusi Klas I Angle22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
2. Maloklusi Klas II
Hubungan mesiodistal pada lengkung gigi tidak normal dengan seluruh gigi
rahang bawah lebih posterior menciptakan ketidakharmonisan dengan gigi insisivus
atas dan garis wajah. Tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas beroklusi dengan
ruang diantara tonjol mesiobukal molar pertama rahang bawah dan dengan bagian
distal premolar dua rahang bawah. Selain itu, tonjol mesiolingual molar pertama
permanen rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari tonjol mesiolingual premolar
pertama permanen rahang bawah.21,22
Gambar 2. Maloklusi Klas II Angle22
a. Klas II divisi 1
Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki karakteristik dengan adanya proklinasi atau
labioversi gigi insisivus rahang atas, sehingga overjet meningkat. Maloklusi ini juga
menunjukkan adanya aktivitas otot yang abnormal, fungsi bibir abnormal, obstruksi
nasal dan pernafasan melalui mulut. 19,21
Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi 1 Angle21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
b. Klas II divisi 2
Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki hubungan molar Klas II dengan
karakteristik maloklusi ini adalah adanya inklinasi lingual atau linguoversi gigi
insisivus sentralis rahang atas dan insisivus lateral rahang atas yang lebih ke labial
ataupun mesial (Gambar 4).19,21
Pasien akan menunjukkan overbite anterior yang
berlebih (deep overbite). Bibir biasanya kompeten dengan garis bibir biasanya lebih
tinggi daripada normal (high lip line), bibir bawah menutupi insisivus atas lebih dari
setengah insisivus atas.20,21
Gambar 4. Maloklusi Klas II divisi 2 Angle
21
3. Maloklusi Klas III
Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke distal
terhadap groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya
groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke mesial terhadap
cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas (Gambar 5).19,21
Selain itu, jika
molar satu permanen rahang bawah memiliki posisi lebih ke anterior daripada molar
satu permanen rahang atas juga disebut sebagai maloklusi Klas III.25
Maloklusi ini
dapat disebabkan adanya maksila yang kecil dan sempit sedangkan mandibula dalam
batas normal.21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Gambar 5. Maloklusi Klas III Angle22
Indeks oklusal telah banyak digunakan sebagai metode untuk mencapai
evaluasi yang lebih seragam terhadap kebutuhan perawatan ortodonti selama
bertahun-tahun. Beberapa indeks telah dikembangkan untuk mengkategorikan
maloklusi ke dalam kelompok sesuai dengan tingkat kebutuhan perawatan.23
Beberapa indeks oklusi yang sudah dapat diterapkan, merupakan suatu alat
penilaian yang objektif seperti indeks yang dikemukakan oleh Van Kirk & Pennell
(1959), Poulton & Aaronson (1961), Bjork dkk. (1964), Summers (1971). Indeks-
indeks ini dibuat dengan membagi oklusi menjadi komponen-komponen yang lebih
penting, seperti susunan berjejal, celah, hubungan antero-posterior, besar overjet dan
overbite insisal, malposisi gigi tunggal dan lainnya. Setiap komponen dianalisis
terpisah, menggunakan kriteria yang didefinisikan dengan cermat, dan bila mungkin,
menggunakan ukuran yang sesungguhnya.3
Oklusal indeks yang umum digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan
ortodonti antara lain: Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Dental Aesthetic
Index (DAI), Peer Assesment Rating (PAR) dan Index of Complexity, Outcome and
Need (ICON). ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai hasil perawatan.
Dalam beberapa segi, indeks IOTN, DAI dan ICON memiliki kesamaan,
kegunaannya menilai dua komponen morfologis dan estetika. Ketiga indeks tersebut
mengukur sifat yang sama seperti overjet, reverse overjet, openbite, overbite,
hubungan molar antero-posterior, dan pergeseran gigi. Perbedaannya pada indeks
IOTN, analisis komponen estetika dipisahkan dari komponen kesehatan
gigi.12,14,18,19,24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
2.2 Indeks Penilaian Kebutuhan Perawatan Ortodonti
2.2.1 Peer Assesment Rating (PAR)
Indeks PAR adalah indeks kuantitatif oklusal yang mengukur berapa banyak
penyimpangan oklusi pasien dari keseimbangan oklusi normal. Indeks ini dirancang
untuk mengukur keberhasilan atau hasil dari perawatan ortodontik dengan
membandingkan keparahan oklusi sebelum dan sesudah perawatan.25
Indeks PAR memiliki lima komponen, yaitu:
1. Segmen anterior atas dan bawah. Grade yang dicatat untuk keseimbangan
kedua segmen anterior atas dan bawah. Hal yang dicatat berupa crowding, spacing
dan impacted teeth.
2. Buccal occlusion. Oklusi bukal dicatat untuk kedua sisi kiri dan kanan.
Daerah yang dicatat dari kaninus sampai ke molar terakhir. Pengukuran
penyimpangan dilakukan pada saat gigi berada dalam keadaan oklusi.
3. Overjet. Hal yang dicatat berupa overjet yang positif dan jarak insisal gigi
insisivus yang prominent. Contoh: jika dua gigi insisivus lateral yang berada di posisi
crossbite sementara gigi insisivus sentral dengan overjet meningkat menjadi 4 mm,
Grade 3 untuk crossbite dan 1 untuk overjet positif, maka Grade totalnya adalah 4.
4. Overbite.
5. Analisis garis median. Perbedaan centreline antara midline gigi atas dan
bawah dicatat dalam kaitannya dengan gigi insisivus bawah. Nilai individu dihitung
pada masing-masing komponen dan dikalikan dengan bobot masing-masing
komponen. Grade dijumlahkan untuk mendapatkan Grade total yang mewakili
tingkat kasus yang menggambarkan sejauh mana penyimpangan dari oklusi normal.25
2.2.2 Dental Aesthetic Index (DAI)
Dental Aesthetic Index (DAI) merupakan salah satu indeks untuk
mengidentifikasi ciri oklusal yang menyimpang dan telah digunakan WHO sebagai
indeks antar-budaya. Indeks ini terdiri dari 10 ciri-ciri keadaan oklusal yang
menyimpang, yaitu: overjet, underjet/overbite, gigi yang hilang, diastema, anterior
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
openbite, gigi anterior yang berjejal, anterior spacing, maloklusi anterior yang parah
(mandibula dan maksila), serta hubungan anteroposterior gigi molar. Kriteria
penilaian terhadap 10 ciri-ciri keadaan oklusal di atas adalah sebagai berikut :11-14
1. Gigi insisivus, kaninus dan premolar yang hilang : jumlah gigi permanen
tersebut dihitung dan dicatat.
2. Gigi berjejal pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan bawah
harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan: 0 = jika tidak ada gigi berjejal, 1 =
salah satu segmen ada yang berjejal, 2 = kedua segmen berjejal.
3. Spacing pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan bawah
harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan : 0 = jika tidak ada spacing, 1 =
salah satu segmen ada spacing, 2 = kedua segmen ada spacing.
4. Diastema: midline diastema diartikan celah di antara dua gigi insisivus
permanen maksila pada posisi normal kontak poin.
5. Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior maksila berupa : salah satu
gigi rotasi, atau pergeseran gigi dari susunan gigi yang normal. Keempat gigi
insisivus pada lengkung maksila harus diperiksa untuk menentukan lokasi maloklusi
terbesar.
6. Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior mandibula. Hal yang diperiksa
sama dengan di atas, namun gigi yang diperiksa adalah pada mandibula.
7. Overjet anterior maksila.
8. Overjet anterior mandibula: overjet pada mandibula dicatat ketika gigi
insisivus bawah lainnya pada keadaan crossbite.
9. Openbite anterior.
10. Hubungan anteroposterior gigi molar: kedua sisi kiri dan kanan dinilai pada
keadaan oklusi dan hanya penyimpangan hubungan molar terbesar yang dicatat. Kode
yang digunakan: 0 = normal, 1 = setengah cusp, 2 = satu cusp.
11. Perhitungan grade DAI: rumus persamaan untuk menilai grade DAI adalah:
(gigi yang hilang x 6) + (gigi berjejal) + (spacing) + (diastema x 3) + (Maloklusi
yang besar pada gigi-geligi anterior maksila) + (Maloklusi yang besar pada gigi-
geligi anterior mandibula) + (Overjet anterior maksila x 2) + (Overjet anterior
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
mandibula x 4) + (Openbite anterior x 4) + (Hubungan anteroposterior gigi molar x 3)
+ 13.Keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan dapat dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1. Keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan berdasarkan grade
DAI.23,26
Keparahan Maloklusi Indikasi Perawatan Grade DAI
Tidak ada kelainan atau
maloklusi minor
Tidak atau sediki membutuhkan
perawatan
<25
Maloklusi yang nyata Perawatan pilihan 26-30
Malolusi yang parah Keperluan yang tinggi 31-35
Maloklusi yang sangat
parah
DIharuskan >35
2.2.3 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON)
Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) ini telah dikembangkan dan
digunakan untuk mengevaluasi kompleksitas perawatan ortodonti. ICON didasarkan
pada penilaian subjektif dari 97 ortodonti dari 9 negara. ICON ini terdiri dari lima
komponen (Tabel 5) :12,25
1. Aesthetic Component (AC): yang digunakan adalah komponen estetika dari
IOTN. Setelah Grade diperoleh, kemudian dikalikan dengan bobot 7.
2. Crossbite: jika ditemukan hubungan antar gigi cusp to cusp atau lebih buruk
lagi di segmen bukal. Ini termasuk bukal dan lingual crossbite dari satu atau lebih
gigi dengan atau tanpa perpindahan mandibula.
3. Hubungan vertikal anterior: Sifat ini termasuk openbite (tidak termasuk
kondisi pertumbuhan) dan deep bite. Jika kedua ciri dijumpai, hanya grade yang
tertinggi yang dicatat dan dihitung.
4. Lengkung gigi atas berjejal / spacing: Jumlah mesio-distal mahkota gigi-
geligi dibandingkan dengan lingkar lengkung yang tersedia.
5. Hubungan antero-posterior segmen bukal: dinilai sesuai dengan tabel 5 untuk
setiap sisi secara bergantian, kemudian nilai keduanya ditambahkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
6. Perhitungan nilai akhir : setelah semua nilai telah diperoleh dan dikalikan
dengan bobot masing-masing, kemudian ditambahkan untuk menghasilkan ringkasan
grade akhir.
Skor total awal yang diperoleh merupakan gambaran kompleksitas dan
kebutuhan perawatan. Skor di atas 43 menunjukkan adanya kebutuhan perawatan
pada kasus tersebut. Skor derajat kompleksitas perawatan dapat dibaca sebagai
berikut:27
Mudah : < 29
Ringan : 29-50
Moderate : 51-63
Sukar : 64-77
Sangat sukar : > 77
Setelah selesai perawatan kasus tersebut diskor lagi dan perbedaan skor
sebelum dan sesudah perawatan menunjukkan hasil perawatan yang dinyatakan
dengan rumus:
“Derajat perbaikan = skor sebelum perawatan – (4 x skor sesudah perawatan)”
Keberhasilan perawatan digolongkan sebagai berikut:27
Terjadi perubahan yang besar : > - 1
Sangat berubah : -25 sampai -1
Cukup berubah : -53 sampai -26
Sedikit berubah : -85 sampai -54
Tidak berubah atau jadi jelek : < -85
Tabel 2. Protokol pemberian grade susunan oklusal (Daniels dan Richmond
2000)28
Grade 0 1 2 3 4 5 Estetik 1-10
mengguna
kanACdari
IOTN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Berjejal
pada leng-kung gigi
rahang
atas
Grade
tertinggi dari
spacing
atau gigi
berjejal
<2 mm 2,1 - 5 mm
5,1 -9 mm
9,1 - 13 mm
13,1 – 17 mm
>17 mm
atau gigi impaksi
Spacing pada leng-
kung gigi
rahang atas
Transversal ≤2 mm 2,1 – 5 mm
5,1 – 9 mm
>9 mm
Cross-bite
Hubungan cusp to cusp
atau lebih
Tidak ada cross- bite
Cross-bite
Openbite Grade Gigitan <1 mm 1,1 - 2 mm
2,1-4 mm
>4 mm
2.2.4 Index Of Orthodontic Treatment Need (IOTN)
Index of Ortodontic Treatment Need (IOTN) telah mendapat pengakuan secara
internasional sebagai metode untuk mengukur kebutuhan perawatan secara objektif.
Terdapat dua komponen dalam IOTN, yaitu Aesthetic Component (AC) dan Dental
Health Component (DHC).11,13,14,26
Hassan (2006) mengatakan bahwa indeks IOTN
merupakan alat ukur yang valid yang dapat digunakan pada perawatan ortodonti.24
IOTN juga berguna untuk menilai prevalensi dan keparahan maloklusi pada
penelitian epidemiologi. Pada penelitian Tung dan Kiyak (1998) disebutkan bahwa
prevalensi perempuan terhadap penampilan wajahnya lebih besar dibandingkan laki-
laki berdasarkan indeks IOTN.29
Ertugay dkk (2001) melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui besarnya kebutuhan anak-anak sekolah di Turki terhadap
kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan indeks IOTN, terlihat bahwa terdapat
kebutuhan perawatan ortodonti yang tinggi pada anak anak sekolah di Turki.29
Burden (2001) menyebutkan bahwa laki-laki lebih memerlukan kebutuhan
perawatan ortodonti dibandingkan perempuan berdasarkan indeks IOTN. Berbeda
dengan penelitian Burden, Zahid (2010) mengatakan bahwa jenis kelamin tidak
berpengaruh terhadap kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan indeks IOTN.29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
Penelitian Alkhatib dkk (2005) di London yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh etnis terhadap kebutuhan perawatan ortodonti dengan menggunakan IOTN
mendapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh etnis terhadap kebutuhan perawatan
ortodonti.30
Hal yang sama juga diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya oleh
Mandall dkk (2000) yang mengatakan bahwa etnis tidak berpengaruh terhadap
kebutuhan perawatan ortodonti.30
2.2.4.1 Dental Health Component (DHC)
Dental Health Component memiliki lima kategori penilaian. Skor 1
menunjukkan bahwa subjek tidak memerlukan perawatan ortodonti, sedangkan skor 5
menunjukkan bahwa subjek sangat memerlukan perawatan ortodonti. Tiap tingkatan
disertai subdivisi sesuai ciri yang ditemukan, dimana sub divisi tersebut menunjukkan
tipe occlusal discrepancy. Penilaian diambil dari studi model dan dilakukan oleh ahli
ortodonti.29
Adapun pengukuran yang dilakukan pada Dental Health Component meliputi
pengukuran overjet, overbite, gigitan silang (cross bite), gigitan terbuka (open bite),
gigitan terbalik (reverse overjet), hypodontia, celah bibir dan palatum (defect of cleft
lip and palate), dan impeded eruption teeth. Pada Dental Health Component, ciri dari
identifikasi oklusi yang paling parah menjadi dasar untuk menentukan kebutuhan
akan perawatan.29
Overjet adalah jarak antara tepi insisal gigi insisivus rahang atas dengan
permukaan labial dari gigi insisivus rahang bawah yang diukur secara horizontal.
Pada Dental Health Component, overjet ditandai dengan sub-divisi “a” (Gambar 6).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Gambar 6. Overjet22
Reverse overjet adalah jarak antara tepi insisal gigi insisivus rahang atas dengan
gigi insisivus rahang bawah jika insisivus rahang atas oklusi dengan permukaan
lingual insisivus rahang bawah. Gigitan terbalik ditandai dengan subdivisi “b”.
Gigitan silang (crossbite) merupakan hubungan abnormal dalam arah labiolingual
atau bukolingual yang melibatkan satu gigi atau lebih terhadap satu gigi atau lebih
pada rahang yang berlawanan. Anterior Crossbite atau posterior crossbite ditandai
dengan subdivisi “c”. Pergeseran gigi adalah gigi yang gagal menempatkan diri di
dalam posisi yang normal pada lengkung gigi. Pada Dental Health Component,
pergeseran gigi ditandai dengan subdivisi “d”.31
Gigitan terbuka (open bite) adalah tidak adanya kontak vertikal antara gigi di
rahang atas dengan gigi di rahang bawah, terbagi atas anterior open bite dan
posterioropen bite, yang ditandai dengan subdivisi “e” (Gambar 7).
Gambar 7. Openbite
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Overbite adalah jarak antara tepi insisal rahang atas terhadap tepi insisal rahang
bawah yang diukur secara vertikal,31
yang ditandai dengan subdivisi “f” (Gambar 8).
Gambar 8. Overbite
22
Hypodontia adalah kurang atau tidak lengkapnya gigi di dalam deretan
lengkung gigi, yang ditandai dengan subdivisi “h”. Supernumerary teeth dimasukkan
ke dalam kategori 4 dengan sub divisi “x”.
2.2.4.2 Aesthetic Component (AC)
Aesthetic Component adalah komponen dari Index of Orthodontic Treatment
Need (IOTN) yang digunakan untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan
menggunakan foto intraoral, terdiri dari 10 skala foto berwarna yang disusun menjadi
dua kolom, yang menunjukkan keadaan dental dengan tingkat yang berbeda.
Penilaian Aesthetic Component dilakukan secara subjektif, dapat dilakukan oleh
orang awam atau ortodonti dan tidak dipengaruhi oleh warna dental, oral hygiene
maupun kondisi gingival.29,32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Gambar 9. Foto Aesthetic Component
32
Pada umumnya, ada dua cara untuk melakukan pemeriksaan Aesthetic
Component, yaitu dengan menggunakan kaca atau kamera. Cheek retractor
dipasangkan pada mulut, kemudian sampel diminta untuk melihat keadaan rongga
mulut melalui kaca atau dapat juga difoto dengan menggunakan kamera. Kemudian
sampel diminta untuk mengidentifikasi foto mana dari Aesthetic Component yang
paling mendekati keadaan rongga mulut sampel pada bagian anterior.24,31
Nilai 1 menunjukkan susunan gigi yang paling baik, sedangkan nilai 10
menunjukkan susunan gigi yang paling tidak baik. Hasil dari pemeriksaan Aesthetic
Component dapat dibagi menjadi 3 kategori penilaian, nilai 1 - 4 menunjukkan sedikit
atau tidak butuh perawatan, nilai 5 - 7 menunjukkan kebutuhan perawatan sedang dan
nilai 8 - 10 menunjukkan kebutuhan perawatan tinggi. Pada penggunaannya, Dental
Health Component tidak dapat mendukung hasil penilaian Aesthetic Component, akan
tetapi hasil dari Aesthetic Component dapat mendukung hasil dari Dental Health
Component. Aesthetic Component ini mudah digunakan, dengan cara skor didapatkan
melalui penilaian subjektif dan Aesthetic Component ini dapat memberikan edukasi
pasien atau masyarakat.23,26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Penilaian Aesthetic Component berkaitan erat dengan persepsi. Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kebutuhan perawatan
ortodonti berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN. Al Sarheed dkk (2003)
menyebutkan bahwa persepsi seseorang tentang kebutuhan perawatan ortodonti dapat
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin serta latar belakang sosial ekonomi. Akan tetapi
berbeda dengan penelitian Abdullah (2004) dan Hedayati (2007) tentang kebutuhan
perawatan ortodonti mengatakan bahwa jenis kelamin tidak memiliki pengaruh
terhadap persepsi seseorang. Dalam penelitian Al Khatib (2005) dikatakan bahwa
persepsi seseorang terhadap kebutuhan perawatan ortodonti dapat berbeda dengan
orang lain, yang mungkin dipengaruhi oleh kultural dan lingkungan sosial.29
Aesthetic Component dari IOTN juga digunakan dalam beberapa penelitian
untuk melihat bagaimana persepsi individu terhadap masalah estetika dental.
Mugonzibwa dkk (2004) melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar
persepsi anak-anak Tanzania terhadap susunan gigi dan didapat hasil bahwa sebagian
besar anak-anak tersebut merasa tidak senang terhadap ketidakteraturan susunan gigi
geligi di rongga mulut.35
Flores dan Major (2004) mengatakan penampilan atau
bentuk susunan gigi, terutama di bagian anterior dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi penilaian atau persepsi seseorang terhadap masalah estetika dental
berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN. Hedayati (2007) juga menyebutkan
bahwa orang tua lebih memperhatikan estetika dental anak perempuan dibandingkan
anak laki-lakinya.26
Aesthetic Component dari IOTN dapat mewakili keadaan estetika dental
seseorang sebelum dilakukan perawatan ortodonti. Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk melihat perbandingan persepsi estetika dental antara orang awam
dengan pengguna perawatan ortodonti berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN,
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Albarakati dan Trivedi dkk.13,23
Albarakati (2001) meneliti perbandingan persepsi estetika dental antara orang awam
dengan pengguna ortodonti di Arab Saudi, berdasarkan Aesthetic Component dengan
subjek penelitian pasien di salah satu rumah sakit terlihat perbedaan yang sangat
signifikan antara persepsi orang awam dengan pengguna ortodonti.23
Sedangkan di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
India, Trivedi dkk (2011) meneliti perbandingan persepsi estetika dental antara orang
awam dengan pengguna ortodonti berdasarkan Aesthetic Component, dengan subjek
penelitian mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran gigi
dan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara orang
awam dengan ortodonti.13
Berdasarkan penelitian Albarakati dan Trivedi dkk.di atas, subjek penelitian
diminta langsung menilai keadaan dentalnya dengan cara mengidentifikasi foto dari
skor Aesthetic Component yang paling mendekati keadaan gigi anterior mereka.
Adapun hasil yang didapat dari kedua penelitian tersebut adalah sebagian besar
subjek cenderung menilai keadaan giginya lebih baik dari keadaan yang sebenarnya,
sehingga didapatkan hasil pengukuran yang tidak akurat.14,23
Tabel 3. Aesthetic component: Tingkat Daya Tarik Gigi Pada Skala 1 - 10
Skor Kebutuhan Perawatan
1 dan 2 Tidak perlu
3 dan 4 Sedikit perlu
5, 6, dan 7 Kebutuhan sedang
8, 9, dan 10 Sangat perlu
Keberadaan fotografi terutama yang berwarna sangat bermanfaat dalam
memberi gambaran pada pasien dengan lebih jelas mengenai kondisi giginya. Pada
bidang ortodonti dikenal 2 macam foto klinis yaitu foto intraoral dan foto ekstraoral.
Foto intraoral adalah foto yang mencakup rongga mulut pasien, sedangkan foto
ekstraoral merupakan foto yang mencakup kepala dan rahang pasien. Menurut
Samawi (2008), foto klinis yang dibuat minimal adalah 4 foto ekstraoral dan 5 foto
intraoral. Masing-masing foto sebaiknya dibuat pada awal perawatan, selama
perawatan dan setelah perawatan sehingga nantinya dapat dibandingkan untuk
melihat perubahan yang telah dicapai.34
Perawatan ortodonti berbeda dengan perawatan gigi yang lain. Perawatan dental
lain seperti restorasi, periodonsia, ekstraksi dan lain-lain umumnya tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
membutuhkan waktu yang panjang, terkadang hanya satu kali kunjungan ke dokter
gigi telah selesai. Akan tetapi perawatan ortodonti membutuhkan waktu yang jauh
lebih panjang, bahkan sampai 1 - 2 tahun atau lebih, sehingga kondisi awal seringkali
tidak diingat secara detail.
Semakin meningkatnya jumlah pasien ortodonti juga mengakibatkan jumlah
pasien yang mungkin mengajukan keluhan juga bertambah. Keluhan pasien mungkin
saja bukan akibat perawatan yang diberikan tetapi mungkin sudah ada sejak sebelum
perawatan. Akan tetapi tidak semua klinisi melakukan dokumentasi terhadap
perawatan terutama dalam pembuatan foto klinis, ataupun foto klinis yang ada kurang
memadai. Penelitian di Inggris menunjukkan hanya 48% dokter gigi yang membuat
foto klinis.35
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengemukakan bagaimana
pembuatan foto klinis intra dan ekstraoral yang baik untuk pencatatan di bidang
ortodonti dapat menjadi bahan komunikasi antara klinisi dan pasien.
a. Foto ekstraoral
Foto ekstraoral relatif lebih mudah dibuat daripada intraoral. Posisi pasien dan
klinisi perlu diperhatikan untuk memperoleh foto ekstraoral yang baik. Empat foto
ekstraoral yaitu foto wajah frontal, foto wajah tersenyum, foto profil, dan foto profil
45o akan memberi informasi maksimum tentang wajah, jaringan lunak, proporsi dan
estetik senyum. Foto wajah frontal dengan bibir dalam posisi istirahat biasanya yang
pertama dibuat dan yang paling mudah diambil. Wajah dan leher pasien terlihat
dengan batas tepi yang sesuai. Pasien berdiri dengan kepala pada posisi NHP
(Natural head position), mata melihat lurus ke kamera. Pasien pada posisi istirahat
dan bibir menutup dengan santai (bila bisa). Posisi kepala diusahakan tidak miring,
foto diambil 90o terhadap garis tengah wajah dengan garis pupil datar. Latar belakang
sebaiknya polos, dapat berupa putih atau gelap.33
Pada bidang ortodonti, foto frontal
digunakan untuk menentukan morfologi tipe wajah, pemeriksaan proporsional wajah,
pemeriksaan kesimetrian wajah, dan pemeriksaan keadaan bibir pasien.
Foto wajah tersenyum dibuat dengan cara yang sama dengan pembuatan foto
frontal, tetapi pasien diminta tersenyum dengan bagian gigi terlihat. Foto ini
menunjukkan estetika senyuman dan proporsi jaringan lunak selama tersenyum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Apabila diperlukan, dapat diperjelas dengan foto frontal dengan pasien tersenyum
lebar untuk melihat derajat paparan gingiva rahang atas.36
b. Foto intraoral
Ada paling tidak 5 foto intraoral yang perlu dibuat yaitu: foto frontal, foto bukal
kanan dan kiri, foto oklusal rahang atas dan bawah. Foto frontal dan oklusal dibuat
saat pasien menggigit dalam posisi sentrik. Pada pembuatan foto intraoral diperlukan
pemakaian cheek retcractor dan cermin intraoral.37
Foto frontal biasanya dibuat pertama kali. Pasien dapat duduk dengan posisi
yang nyaman pada dental chair setinggi siku operator. Kemudian klinisi berdiri
dibelakang pasien dan memasangkan cheek retractor bertujuan untuk menarik bibir
pasien ke samping sehingga memberi jarak antara gigi atau gingiva dengan bibir.
Penggunaan cheek retractor di perlukan untuk mendapatkan visualisasi maksimum
semua gigi dan alveolar ridge. Foto dibuat 90° terhadap garis tengah wajah dengan
berpedoman pada perlekatan frenulum. Pemakaian ring flash akan sangat membantu
agar didapatkan gambaran tanpa bayangan terutama pada bagian terdalam rongga
mulut dan vestibulum bukal.34
Gambar 10. Foto Intraoral Frontal sebelum diedit
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Gambar 11. Foto Intraoral Frontal sesudah diedit
42
Foto oklusi bukal kanan dibuat dengan memanfaatkan cheek retractor yang
kecil. Pasien diminta sedikit menoleh ke kiri sehingga bagian kanan menghadap
klinisi. Retraktor kanan ditarik sampai gigi molar terakhir terlihat. Foto dibuat 90°
terhadap gigi pada area kaninus-premolar, sehingga relasi segmen bukal dapat
terlihat. Foto oklusi bukal kiri dibuat dengan cara hampir sama dengan foto oklusi
bukal kanan. Pasien diminta sedikit menoleh ke kanan sehingga gigi bagian kiri dapat
terlihat lebih jelas.34
Gambar 12. Foto intraoral bukal kanan sebelum diedit
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Gambar 13. Foto intraoral bukal Kiri sebelum diedit
42
Gambar 14. Foto intraoral bukal Kanan sesudah diedit
42
Gambar 15. Foto intraoral bukal Kiri sesudah diedit
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Cermin intraoral berperan penting pada pembuatan foto oklusal. Pemilihan
ukuran cermin disesuaikan dengan lebar mulut dan saat pemotretan pasien diminta
bernapas melalui hidung.37
Pada pembuatan foto oklusal rahang atas dipakai cheek
retractor yang kecil atau unilateral.34
Mulut pasien dibuka lebar, cermin diletakkan
dengan hati-hati di bagian dalam mulut, sehingga dapat menangkap gambaran lebar
lengkung posterior dengan maksimum. Kemudian cermin sedikit ditekan ke bawah
sehingga seluruh rahang atas terlihat sampai gigi molar terakhir. Pasien
diinstruksikan sedikit menunduk. Fokus pada gambar pantulan di cermin dan shot
dapat diambil 90° terhadap bidang cermin dengan mid palatal raphe dipakai sebagai
acuan.
Pada pembuatan foto oklusal rahang bawah, cermin ditarik ke atas sehingga
bayangan rahang bawah dapat dilihat di cermin. Pasien diminta untuk sedikit
mengangkat dagu. Posisi lidah penting diperhatikan. Pasien diminta menggulung
lidah ke belakang dengan posisi dibelakang cermin sehingga tidak mengganggu
gambaran gigi terutama di daerah posterior. Pengambilan gambar intraoral lewat
cermin dengan jarak jauh memerlukan peningkatan intensitas cahaya.37
Gambar 16. Foto Intraoral Oklusal: rahang atas sebelum
diedit42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Gambar 17. Foto Intraoral Oklusal: rahang bawah sebelum
diedit42
Gambar 18. Foto intraoral oklusal: rahang atas sesudah
diedit42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Gambar 19. Foto intraoral oklusal: rahang bawah sesudah
diedit42
Pencatatan dalam bidang ortodonti diperlukan untuk proses diagnostik dan
perencanaan perawatan. Salah satu elemen penting rekam medis adalah foto klinis.
Foto diperlukan sebagai basis data klinis, dokumentasi, monitoring, demonstrasi dan
publikasi.38
Selama ini, telah terjadi perubahan teknik fotografi dari konvensional ke
digital.39
Perubahan ini mengakibatkan berkurangnya biaya fotografi.40
Biaya lebih
murah karena tidak perlu membeli film, untuk menyimpan film dan lembaran foto.
Selain itu penggunaannya relatif mudah, dapat dilakukan pengambilan foto secara
berulang - ulangdan mudah untuk menghapusnya apabila tidak sesuai. Hasil foto
dapat dilihat langsung dan dapat diedit.
Pembuatan foto intraoral memerlukan perhatian khusus agar menghasilkan foto
yang detail. Foto frontal dan bukal dibuat saat pasien pada posisi oklusi sentris.
Terkadang pasien menggigit tidak dalam oklusi sentris. Keadaan ini akan
menyebabkan penetapan diagnosis yang salah. Karena itu operator harus berhati - hati
melihat apakah oklusi pasien sudah benar. Cheek retractor dipakai untuk menarik
bibir, mukosa labial dan bukal sedemikian sehingga daerah yang difoto mendapat
cahaya maksimal dan memperluas lapangan pandang.41
Cheek retractor yang dipakai
perlu disesuaikan dengan ukuran mulut pasien. Cheek retractor yang kekecilan,
selain kurang mampu menarik pipi sampai menghasilkan lapangan pandang yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
cukup dan apabila kebesaran akan terasa menyakitkan bagi pasien. Cara memegang
alat bantu yang dipakai juga perlu mendapat perhatian agar keberadaan alat ataupun
jari untuk memegang tidak terlalu tampak pada foto yang dihasilkan. Seringkali foto
intraoral perlu dibuat lebih banyak (tidak hanya 5 buah) untuk menunjukkan detail
pada gigi ataupun jaringan lunak yang perlu dicatat, misalnya bila dijumpai kecacatan
pada gigi (retak, karies, lesi white spot, dll), warna dan kondisi gingiva yang
abnormal (keradangan, infeksi, penonjolan tulang, dll).
2.3 Asimetri
Simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi
bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plane.43
Jadi asimetri berarti ketidakseimbangan antara satu sisi dan sisi lainnya, misalnya
pada sisi kiri atau kanan. Hal ini dapat terjadi pada setiap individu. Asimetri
fungsional atau morfologi dapat terlihat dalam aktifitas manusia, misalnya dominan
menggunakan tangan kanan atau kiri pada saat beraktifitas.44
Asimetri dentofasial bersifat kompleks dan dapat terjadi baik unilateral maupun
bilateral dalam arah anteroposterior (sagital), superoinferior (vertikal) dan
mediolateral (tranversal). Asimetri wajah dapat pula terjadi pada individu dengan
oklusi yang baik, sedangkan asimetri dental juga dapat dijumpai pada individu
dengan wajah yang simetri. Jadi, kedua jenis asimetri ini dapat dijumpai pada satu
individu yang sama.44,46
2.3.1 Asimetri Wajah
Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yang terjadi pada wajah dalam
hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan kanan.43,45
Asimetri wajah terjadi
akibat adanya diskrepansi pada masa pembentukan tulang atau malposisi pada tulang
kraniofasial. Selain itu, asimetri wajah juga dapat disebabkan karena
ketidakseimbangan perkembangan jaringan lunak wajah.47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Asimetri wajah yang normal atau abnormal biasanya ditentukan berdasarkan
pertimbangan dokter dengan melihat keseimbangan wajah pasien atau dari persepsi
pasien sendiri. Penelitian Haraguchi dan Okatoma menyatakan bahwa jika perbedaan
satu titik pada sisi kiri dan kanan wajah ke midline wajah kurang dari 2 mm
diklasifikasikan sebagai asimetri yang masih dalam batasan normal.45
Penelitian Haraguchi melaporkan bahwa pada kasus asimetri wajah yang minor
diperoleh hasil sisi kanan lebih lebar daripada sisi kiri dan terdapat deviasi dagu ke
arah kiri.45
Menurut penelitian Servet dan Proffit, dari 1460 pasien yang dirawat di
klinik dentofasial University of North Carolina terdapat 34% (n= 196) pasien yang
mempunyai asimetri wajah secara klinis. Dari 34% (n=496) pasien yang memiliki
asimetri wajah tersebut, 5% (n=23) asimetri terdapat pada sepertiga wajah atas, 36%
(n=178) pada sepertiga wajah tengah (terutama pada hidung), dan 74% (n=365) pada
sepertiga wajah bawah. Sepertiga wajah bawah menunjukkan frekuensi dan asimetri
yang lebih tinggi daripada sepertiga wajah atas dan sepertiga wajah tengah. Penelitian
Lundstorm menyatakan bahwa asimetri juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan
non-genetik, atau kombinasi dari keduanya. (cit, Bishara 1994)47
Bentuk wajah tergantung pada pola skeletal dan jaringan lunak. Berdasarkan
struktur, asimetri wajah dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu, asimetri dental,
asimetri skeletal, asmetri jaringan lunak dan asimetri fungsional.44,49
2.3.1.1 Asimetri Dental
Asimetri dental merupakan ketidakseimbangan gigi geligi dan asimetri tersebut
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu, ketidakseimbangan yang disebabkan oleh
jumlah gigi dengan lengkung gigi yang tersedia, ketidakseimbangan jumlah gigi
rahang atas dan bawah pada segmen yang sama, ketidakseimbangan lengkung gigi
rahang atas dan bawah secara keseluruhan atau sebagian.43
Asimetri lengkung gigi
biasanya dapat ditemui pada pasien yang mempunyai maloklusi yang berat, misalnya
asimetri dental pada pasien maloklusi Klas II (Gambar 21)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Gambar 20. Asimetri dental pada pasien maloklusi Klas II48
Asimetri dental dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lokal. Faktor
genetik inilah yang mempengaruhi diameter lebar mesiodistal gigi sehingga
menyebabkan terjadinya asimetri dental.47
Faktor lokal yang dipengaruhi oleh
lingkungan mencakup premature loss gigi desidui, kebiasaan menghisap atau
mengunyah sebelah sisi yang disebabkan karies, ekstraksi atau trauma.43,44
Penelitian
Garn (1966) melaporkan bahwa asimetri ukuran gigi tidak melibatkan semua gigi
yang terdapat dalam satu lengkung. Gigi pada klas morfologi yang sama biasanya
menunjukkan asimetri yang sama, misalnya gigi premolar satu maksila kanan yang
lebih besar dari normal biasanya diikuti dengan gigi premolar dua maksila kanan
yang juga lebih besar. Hal tersebut juga terjadi pada gigi molar. Namun kelainan yang
terjadi pada gigi premolar tidak seharusnya berpengaruh pada gigi molar. Selain itu,
asimetri lebih sering dijumpai pada daerah yang lebih distal dari klas morfologi yang
sama, misalnya, insisivus lateralis, premolar dua, dan molar tiga.49
2.3.1.2 Asimetri Skeletal
Asimetri skeletal merupakan asimetri yang terjadi pada tulang pembentukan
wajah. Asimetri skeletal dapat terjadi pada satu tulang saja seperti maksila atau
mandibula, ataupun melibatkan beberapa tulang pembentukan wajah. Selain itu,
asimetri skeletal juga dapat melibatkan beberapa tulang pada satu sisi wajah seperti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
hemifasial mikrosomia (Gambar 21).44
Asimetri skeletal dapat dinyatakan sebagai
hasil akhir dari semua asimetri baik asimetri dental, fungsional, dan jaringan lunak.
Apabila asimetri dental, fungsional dan jaringan lunak tidak dirawat maka akan
berkembang lebih parah dan akhirnya akan terjadi asimetri skeletal, seperti deviasi
dan perkembangan skeletal yang unilateral.47
2.3.1.3 Asimetri Jaringan Lunak
Asimetri jaringan lunak merupakan ketidakseimbangan pembentukan otot pada
wajah. Asimetri jaringan lunak biasanya menyebabkan disproporsi wajah dan
diskrepansi midline. Asimetri jaringan lunak biasanya juga dapat disertai dengan
penyakit seperti hemifasial atrofi atau cerebral palsy.47
Selain itu, fungsi otot yang
abnormal dapat meyebabkan deviasi dental dan skeletal.44
2.3.1.4 Asimetri Fungsional
Asimetri fungsional merupakan suatu keadaan dimana terjadi pengerakan
mandibula ke arah lateral atau anterior-posterior yang disebabkan oleh karena adanya
gangguan oklusi sehingga menghalangi tercapai oklusi sentrik yang benar.47
Deviasi
fungsional ini dapat disebabkan karena lengkung maksila yang sempit atau faktor
lokal seperti malposisi gigi.44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Gambar 21. Asimetri skeletal disebabkan hemifasial mikrosomia.47
2.3.2 Asimetri Postur Tubuh
Menurut Sugiyanto dan Sudjarwo, dkk postur tubuh merupakan perpaduan
antara tinggi badan, berat badan, serta berbagai ukuran anthropometrik lainnya yang
ada pada diri seseorang. Jadi pengertian postur tubuh adalah bentuk tubuh atau sikap
badan yang terlihat dari ujung kaki sampai ujung rambut dan merupakan perpaduan
antara tinggi badan dan berat badan. Salah satu yang membentuk postur tubuh adalah
susunan tulang belakang. Tulang belakang sangat berperan penting untuk
pembentukan postur tubuh. Tulang belakang yang normal akan membentuk postur
tubuh yang normal, begitu pula sebaliknya. Namun, dalam kenyataannya terdapat
gangguan pada tulang belakang yang membuat perubahan pada postur tubuh. Salah
satu kelainan pada tulang belakang yang sering ditemui adalah lordosis, kifosis, dan
skoliosis (Gambar 22).50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Gambar 22. (A) Skoliosis (B) Kifosis (C) Lordosis
2.3.2.1 Lordosis
Lordosis adalah kecekungan lengkungan vertebra lumbal dan servikal kearah
depan ketika dilihat dari samping. Lordosis adalah penekanan ke arah dalam
kurvatura servikal lumbal melebihi batas fisiologis. Lordosis kongenital pada kondisi
klinik sedikit di dapat, yang biasanya deformitas ini bersifat progresif. Dengan
adanya kondisi deformitas lordosis akan memberikan pengaruh pada spina torakal,
jarak spina-sternum (penurunan kapasitas paru), gagal nafas, dan bahkan kematian
dini. Pada saat deformitas ini terjadi pada lumbal, maka secara progresif akan terjadi
hiperlordosis pada lumbal.50
2.3.2.2 Kifosis
Kifosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang bisa terjadi
akibat trauma, gangguan perkembangan atau penyakit degeneratif. Kifosis pada masa
remaja juga disebut penyakit Scheuermann. Kifosis kongenital merupakan kondisi
kelainan kongenital dengan angulasi konveks yang bertambah secara tidak normal
pada kurvatura tulang torakal. Kondisi kifosis kingenital memang kondisi yang jarang
terjadi, tetapi bila kondisi ini tidak diberikan intervensi akan meningkatkan resiko
paraplegi. Kifosis kongenital terdiri dari dua tipe, yaitu tipe defek pada segmen tulang
A B C
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
belakang,dan tipe defek deformasi.50
Penyakit Scheuermann adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan nyeri punggung dan adanya bonggol di punggung (kifosis).
2.3.2.3 Skoliosis
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis
ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh
sesungguhnya terjadi perubahan yang luar biasa pada tulang belakang akibat
perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan sturktur
penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya.
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah atau
terjadi lengkungan yang abnormal pada vertebra kearah lateral. Kongenital skoliosis
adalah suatu kondisi perubahan kurvatura spina kearah lateral yang disebabkan oleh
anomali dari perkembangan tulang belakang.50
Kongenital skoliosis adalah suatu
kondisi perubahan kurvatura spina ke arah lateral yang di sebabkan oleh anomali dari
perkembangan tulang belakang.51
(Gambar 23)
Gambar 23. (A) Normal (B) Skoliosis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
1.3.2.4 Pemeriksaan Asimetri Postur dengan menggunakan Skoliometer
Pemeriksaan asimetri postur tubuh menggunakan skoliometer dilakukan dengan
posisi membungkuk kedepan atau dengan posisi yang dikenal sebagai Adam’s
Forward Bending Test. Adam’s Bending Test ini dapat dilakukan dengan cepat
sehingga dapat digunakan untuk screening pasien dalam mendeteksi asimetri pada
postur, serta dinilai sensitif dalam mendeteksi adanya kelainan pada postur dan
mudah dilakukan oleh pasien sendiri. Pemilihan sampel asimetri postur tubuh
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan postur tubuh dengan menggunakan
scoliometer.52
Dalam posisi berdiri, sampel diminta untuk melakukan Adam’s
Forward Bending Test dengan cara membungkuk ke depan hingga sejajar dengan
lantai, kedua telapak tangan dikatupkan dan lengan diluruskaan kebawah membentuk
sudut tegak lurus dengan badan. Pengukuran dilakukan pada empat area, yaitu pada
area cervical, thoracic, thoraco – lumbar, dan Lumbar dengan cara menggerakkan
scoliometer tepat di atas tulang spinal mulai dari area cervical hingga ke area lumbar.
Perhatikan nilai dari skala yang ada pada scoliometer. Sampel dinilai mengalami
asimetri postur tubuh bila nilai skala pada satu atau lebih area yang diperiksa
menunjukkan nilai > 3°, dan dinilai simetri postur tubuh bila keseluruhan area yang
diperiksa menunjukkan nilai 0-3°.53,54
Gambar 24. Pemeriksaan menggunakan
skoliometer54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
2.4 Persepsi Estetika Dental
Persepsi sesorang tentang estetika berbeda-beda karena pada umumnya persepsi
ditentukan secara subjektif. Salah satu faktor yang penting untuk estetika wajah
adalah posisi dental yang baik dimana posisi dental yang baik tidak hanya
mendukung terwujudnya senyum yang menarik, tetapi juga dapat mendukung
kesehatan mulut sehingga secara keseluruhan akan meningkatkan self esteem dan self
image seseorang di dalam kehidupannya.52
Akan tetapi tidak semua masyarakat peduli terhadap posisi dental yang
dimilikinya disebabkan pada dasarnya ia sudah merasa nyaman dengan keadaan
dentalnya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa persepsi umum masyarakat
terhadap estetika dental kebanyakan hanya pada bagian anterior, dimana persepsi
tersebut dinilai dengan menggunakan sesuatu alat ukur yang disebut indeks.53
2.5 Hubungan maloklusi dengan asimetri postur tubuh
Sistem stomatognati adalah salah satu unit fungsional pada tubuh. Kondisi
sistem stomatognati telah ditemukan untuk terkait erat dengan perubahan postur.
Maloklusi dapat mempengaruhi respon pada otot tubuh dikepala, leher, dan TMD.6
Beberapa studi menunjukan adanya hubungan antara dimensi oklusi sentrik dan
tulang belakang bagian leher. Maloklusi terkait erat dengan postur tubuh.7
Neiva dkk. (2012), melakukan penelitian mengenai perubahan postur
berhubungan dengan disfungsi sendi tempromandibular yang dilakukan pada 37
responden (13 pria dan 24 perempuan). Hasil penelitiannya mengatakan bahwa
gangguan pada sistem stomatognati, gangguan pada sendi tempromandibular, dan
maloklusi memiliki hubungan yang timbal balik dengan perkembangan asimetri
postur tubuh.9
Penelitian yang dilakukan oleh Perinetti dkk (2010) terhadap 122 responden
dengan rentang usia 10,8 hingga 16,3 tahun menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan disebabkan variabilitas postur tubuh dan maloklusi yang dinilai.6
Penelitian Alwarawreh dkk (2014) terhadap 952 anak-anak (234 laki-laki, 718
Perempuan) usia 12-15 tahun dari sekolah dasar di kota Karak, di selatan Yordania
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
antara September 2013 - Februari 2014 melaporkan bahwa Dental Health Component
(DHC) dari Indeks of Orthodontic Treatment Need (IOTN) dan gangguan postur
tubuh terbukti memiliki hubungan.8
Penelitian Neiva dkk (2012), menunjukkan perubahan postur berhubungan
dengan Temporomandibular Disorder (TMD) yang dilakukan pada 37 responden (13
pria dan 24 perempuan), melaporkan bahwa maloklusi, gangguan pada TMD, dan
sistem stomatognati memiliki hubungan yang timbal balik dengan perkembangan
asimetri postur tubuh.9
Perawatan ortodonti telah menjadi salah satu bagian integral pada kesehatan
mulut dan menjadi informasi dasar dalam memerlukan perawatan maloklusi.10
Terdapat berbagai macam metode yang telah diterapkan untuk mengukur tingkat
kebutuhan perawatan maloklusi, salah satunya adalah Index of Orthodontic Treatment
Need (IOTN) merupakan indeks maloklusi untuk mengukur kebutuhan perwataan
ortodonti yang telah mendapatkan pengakuan nasional dan internasional sebagai
metode yang sederhana, reliable dan valid, secara objektif menilai kebutuhan akan
perawatan.11
IOTN terdiri dari 2 komponen, yaitu Aesthetic Component (AC) dan Dental
Health Component (DHC). AC menilai persepsi seseorang tentang penampilan gigi-
geligi pasien melalui sebuah skala fotograf, dimana terdapat 10-poin yang
menunjukan tingkatan penampilan gigi-geligi yang secara estetik terlihat paling
menarik.13
AC dapat dipakai sebagai tambahan jika index kebutuhan perawatan masih
belum dapat ditentukan dengan DHC. Aesthetic Component dari IOTN dapat
mewakili keadaan estetika dental seseorang sebelum dilakukan perawatan ortodonti.14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
2.5 Kerangka Teori
Asimetri
Facial
Skeletal
Postur Tubuh
Dental Fungsional Jaringan Lunak Lordosis
Kifosis
Skoliosis
Struktural
Postural
Persepsi Estetika Dental Maloklusi
IOTN
PAR
DAI
ICON
DHC
AC Foto Intraoral
Foto Ekstraoral
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
2.6 Kerangka Konsep
Variable bebas
Aesthetic Component
Variable terikat
Asimetri postur tubuh
(skoliosis)
Variable Terkendali
Usia kronologis 18-25 tahun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross
sectional dengan tujuan mengetahui gambaran Aesthetic Component (AC) pada
pasien maloklusi dengan gangguan postur tubuh pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi USU.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan juni 2018 sampai bulan Juli 2018,
bertempat di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Jalan Alumni
No. 2, Kampus USU Medan.
3.3. Populasi dan sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara yang masih aktif dan belum pernah mendapat
perawatan ortodonti.
3.4 Sampel Penelitian
Pada penelitian ini responden dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu
pemilihan responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi penelitian sebagai berikut:
Responden usia kronologis 18- 25 tahun
Responden bersedia untuk difoto rongga mulut
Responden memiliki asimetri postur tubuh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Memiliki riwayat trauma pada wajah
Memiliki riwayat trauma pada tulang belakang
Pasien tidak bersedia menjadi responden penelitian
3.4.3 Besar Sampel
Pada penelitian ini responden ini dipilih dengan metode purposive sampling
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
Zα =Simpangan baku alpa, untuk α sebesar 5% maka Zα= 1.96
P = Proporsi dari penelitian sebelumnya = 4,69 % ( SMA Negeri 3 Tondano )
Q = 1 – P = 95,3 %
d = perbedaan proporsi yang diharapkan = 10% = 0,1
1,962.0,046 . 0,95
N =
0,052
= 71,2 = 71
Jumlah responden adalah 71 yang ditambah dengan 10 % dan dijadikan 78
sampel. Responden yang digunakan dalam penelitian adalah mahasiswa FKG USU
yang memenuhi kriteria yang diterapkan.
3.5 Variable Penelitian
Variable bebas : Aesthetic Component
Variable terikat : Asimetri postur tubuh
N = Zα2.P.Q
d2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
3.6 Definisi Operasional
Variable Definisi Cara dan alat
ukur
Hasil pengukuran Skala
ukur
Aesthetic
component Komponen dari Index
of Orthodontic
Treatment Need ( IOTN
) yang digunakan untuk
melihat kebutuhan
perawatan ortodonti.
Hasil dari foto
intraoral 0= Tidak butuh
perawatan
1=sedikit butuh
perawatan
2=butuh perawatan
yang sederhana
3=membutuhkan
perawatan
4=sangat butuhkan
perawatan
Kategorik
asimetri postur
tubuh
Suatu keadaan yang
berhubungan dengan
posisi tubuh yang tidak
simetri antara sisi kiri
dan kanan tubuh dari
arah frontal.
Dengan
menggunakan
skoliometer,
diletakkan
pada kurva
punggung
dengan cara
sampel dalam
posisi berdiri
dan
membungkuk
ke depan
hingga sejajar
dengan lantai
pada area
cervical,thora
Simetri apabila skala
pada skoliometer
menunjukkan nilai 0°-
3° pada seluruh area
yang diperiksa
Asimetri apabila skala
pada skoliometer
menunjukkan nilai
>3° pada satu atau
lebih area yang
diperiksa.
Numerik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
cic,
thoraclumbar,
dan lumbar.
Usia Satuan waktu yang
mengukur waktu
keberadaan mahkluk
sejak lahir sampai
sekarang
Kuesioner 18-25 tahun Rasio
3.7 Alat dan Bahan
3.7.1 Alat Penelitian (Gambar 25)
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kamera DSLR Nikon D650
4. Tripod
5. Cheek Retractor
6. Skoliometer
7. Pena
8. LembarPemeriksaan
9. Tissue
3.7.2 Bahan Penelitian
1. Alkohol
2. Hand sanitizer
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
Gambar 25. Alatpenelitian: (1) Check Retractor (2) Kamera DSLR(3) Masker
dansarungtangan(4) Skoliometer(5) Tripod (6)Tissue
3.8 Prosedur Penelitian
1. Peneliti mengurus surat izin dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara, surat persetujuan penelitian dari Komisi Etik Penelitian Bidang
Kesehatan dan surat izin dari RSGM FKG USU.
2. Setelah surat izin diperoleh, peneliti mengumpulkan sampel berdasarkan
kriteria inklusi dan ekslusi. Sampel yang bersedia menjadi subjek penelitian diberikan
surat persetujuan (informed consent).
3. Pemilihan sampel asimetri postur tubuh dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan postur tubuh dengan menggunakan skoliometer. Dalam posisi berdiri,
sampel diminta untuk melakukan Adam’s Forward Bending Test dengan cara
membungkuk ke depan hingga sejajar dengan lantai, kedua telapak tangan dikatupkan
dan lengan diluruskaan ke bawah membentuk sudut tegak lurus dengan badan.
Pengukuran dilakukan pada empat area, yaitu pada area cervical, thoracic, thoraco –
1 2 3
4 5 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
lumbar, dan Lumbar dengan cara menggerakkan scoliometer tepat di atas tulang
spinal mulai dari area cervical hingga ke area lumbar. Perhatikan nilai dari skala yang
ada pada scoliometer. Sampel dinilai mengalami asimetri postur tubuh bila nilai skala
pada satu atau lebih area yang diperiksa menunjukkan nilai > 3°, dan dinilai simetri
postur tubuh bila keseluruhan area yang diperiksa menunjukkan nilai 0-3° (Gambar
26).
Gambar 26. Penggunaan Skoliometer
4. Pasien didudukkan di dental unit dengan posisi bidang Frankfurt horizontal dan
sejajar dengan lantai, cheek retractor dimasukkan kedalam mulut pasien, kemudian
foto intraoral diambil dari arah frontal dengan jarak lensa dan dental 15 cm.
Pengambilan foto intraoral dari subjek asimetri postur tubuh dengan menggunakan
kamera (Gambar 27).
Gambar 27. Fotografi Intraoral (anterior)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
5. Peneliti kemudian melakukan identifikasi foto yang diperoleh dari sampel
dengan mencocokkan foto pada foto skala Aesthetic Component yang paling
mendekati keadaan gigi di bagian anterior pada foto sampel. Hasil dari pemeriksaan
Aesthetic Component dapat dibagi menjadi tiga kategori, nilai 1-4 menunjukkan
sedikit atau tidak butuh perawatan (grade A), nilai 5-7 menunjukkan kebutuhan
perawatan sedang (grade B) dan nilai 8-10 menunjukkan kebutuhan perawatan tinggi
(grade C).
6. Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan pada 10 sampel untuk
menghindari kelelahan peneliti sehingga data yang diperoleh lebih akurat.
7. Dilakukan uji intra-operator untuk mendapatkan data yang valid dan dilakukan
pengukuran postur tubuh dan penilaian foto. Jika tidak terjadi perbedaan yang
signifikan antara pengukuran postur dan penilaian foto, maka penelitian dapat di
lanjutkan.
8. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat dan ditabulasi ke dalam bentuk tabel
kemudian data diolah dan dianalisis.
3.9 Pengolahan dan Analasis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer. Analisis
yang digunakan adalah dengan uji statistik deskriptif untuk menyajikan data dalam
bentuk frekuensi dan persentase.
3.10 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup:
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada
responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan
dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan
dengan penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
2. Ethical Clearance
Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang mahasiswa fakultas kedokteran
gigi USU yang berusia 18 – 25 tahun dengan asimetri postur tubuh yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Pada tabel 4 menunjukkan distribusi berdasarkan jenis
kelamin dengan jumlah perempuan sebesar 56,8% (n=43) dan laki-laki sebesar 46,3%
(n=37) yang mengalami asimetri postur tubuh.
Tabel 4. Distribusi asimetri postur tubuh berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 37 46,3
Perempuan 43 56,8
Total 80 100
Tabel 5 menunjukkan distribusi Aesthetic Component. Dari 80 mahasiswa
yang diteliti, data frekuensi mahasiswa yang tidak membutuhkan perawatan ortodonti
(nilai 1 – 4) berdasarkan penilaian Aesthetic Component adalah 92,6% (n=74).
Frekuensi yang membutuhan perawatan sedang (nilai 5 – 7) adalah 6,3% (n=5) dan
frekuensi yang sangat membutuhan perawatan tinggi adalah 1,3% (n=1).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Tabel 5. Distribusi frekuensi Aesthetic Component (AC)
Kebutuhan
Perawatan Nilai AC Jumlah
Persentase
(%) Total
Sedikit/tidak butuh
1 41 51,3
92,6% 2 24 30
3 6 7,5
4 3 3,8
Sedang
5 0 0
6,3% 6 4 5
7 1 1,3
Tinggi
8 0 0
1,3% 9 1 1,3
10 0 0
Table 6 menunjukkan distribusi nilai Aesthetic Component berdasarkan jenis
kelamin. Dari hasil penelitian untuk subjek laki-laki diperoleh sebanyak 42,5%
(n=34) mahasiswa FKG USU dengan asimetri postur tubuh tidak butuh perawatan
ortodonti, 2,5% (n=2) berada di kategori kebutuhan perawatan sedang dan 1,3%
(n=1) yang sangat membutuhkan perawatan ortodonti. Untuk subjek perempuan,
sebanyak 50,0% (n=40) tidak butuh perawatan ortodonti, 3,8% (n=3) membutuhkan
perawatan sedang dan tidak ada mahasiswa membutuhkan perawatan ortodonti yang
tinggi.
Tabel 6. Distribusi nilai Aesthetic Component (AC) berdasarkan jenis kelamin
Kebutuhan Perawatan Jenis Kelamin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
Laki-laki Perempuan
Sedikit/tidak butuh (tingkat 1-4) 34 orang (42,5%) 40 orang (50,0%)
Sedang (tingkat 5 – 7) 2 orang (2,5%) 3 orang (3,8%)
Tinggi (tingkat 8 – 10) 1 orang (1,3%) 0 orang (0%)
Table 7 menunjukkan distribusi asimetri postur tubuh pada bagian Lumbal.
Dari hasil penelitian menunjukkan 85,5 % (n=47) mahasiswa FKG USU mengalami
asimetri postur tubuh pada 4o -6
o. 12,7 % (n=7) berada di tingkat 7 – 9 derajat dan di
tingkat 10 – 12 derajat hanya 1,8 % (n=1).
Tabel 7. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal)
No
Derajat Asimetri Postur
Tubuh (o)
N (%)
1 4 – 6
47 85,5
2 7 – 9
7 12,7
3 10 – 12
1 1,8
Total 55 100
Table 8 menunjukkan distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan
nilai AC (4o-6
o). Dari hasil penelitian menunjukkan 53,2 % (n=25) berada di skor 1,
25,5 % (n=12) berada di skor 2, 4,3 % (n=2) berada di skor 3, 6,4 % (n=3) berada di
skor 4 dan 6, 2,1 % (n=1) berada di skor 7 dan 9 sedangkan untuk di skor 5, 8, dan
10 itu 0%.
Tabel 8. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan nilai AC (4o-6
o)
No Nilai AC N (%)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
1 1 25 53,2
2 2 12 25,5
3 3 2 4,3
4 4 3 6,4
5 5 - 0
6 6 3 6,4
7 7 1 2,1
8 8 - 0
9 9 1 2,1
10 10 - 0
Total 47 100
Table 9 menunjukkan distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan
Grade AC (4o-6
o). Persentase 89,4 % (n=42) berada di skor 1 - 4 (grade A), 8,5 %
(n=4) berada di skor 5 - 7 (grade B), dan 2,1 % (n=1) berada di skor 8 - 10 (grade C).
Tabel 9. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan grade AC (4o-
6o)
No Grade N (%)
1 A 42 89,4
2 B 4 8,5
3 C 1 2,1
Total 47 100
Table 10 menunjukkan distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan
nilai AC (7o-9
o). Dari hasil penelitian menunjukkan 28,6 % (n=2) berada di skor 1,
dan 28,6 % (n=2) berada di skor 2, sedangkan 42,9 % (n=3) berada di skor 3.
Tabel 10. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan nilai AC (7o-
9o)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
No Nilai AC N (%)
1 1 2 28,6
2 2 2 28,6
3 3 3 42,9
Total 7 100
Table 11 menunjukkan distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan
Grade AC (7o-9
o). Persentase menunjukkan 100 % (n=7) berada di grade A.
Tabel 11. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan grade AC (7o-
9o)
No Grade N (%)
1 A 7 100
Total 7 100
Table 12 menunjukkan distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan
nilai AC (10o-12
o). Dari hasil penelitian menunjukkan 100 % (n=1) berada di skor 1.
Tabel 12. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan nilai AC (10o-
12o)
No Nilai AC N (%)
1 1 1 100
Total 1 100
Table 13 menunjukkan distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan
Grade AC (10o-12
o). Persentase menunjukkan 100 % (n=1) berada di grade A.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Tabel 13. Distribusi asimetri postur tubuh (Lumbal) berdasarkan grade AC
(10o-12
o)
No Grade N (%)
1 A 1 100
Total 1 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
BAB 5
PEMBAHASAN
Postur tubuh manusia mewakili gambaran keseimbangan dari posisi tubuh dan
hubungan ruang antara berbagai segmen anatomi yang tepat pada kondisi statis dan
dinamis (fungsi anti-gravitasi otot). Keseimbangan yang berkaitan dengan konsep
simetri memerlukan perhatian khusus karena mempengaruhi nilai estetika, masalah
fungsi, dan stabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Perinetti dkk., terhadap 122
subjek dengan rentang usia 10 – 17 tahun menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan disebabkan variabilitas postur tubuh dan maloklusi yang dinilai.6 Pada
penelitian Neiva dkk., menunjukkan perubahan postur berhubungan dengan
Temporomandibular Disorder (TMD) yang dilakukan pada 37 responden dan
melaporkan bahwa gangguan pada sistem stomatognati, gangguan pada sendi
temporomandibular, dan maloklusi memiliki hubungan yang timbal balik dengan
perkembangan asimetri postur tubuh.9
Penelitian Alwarawreh dkk., terhadap 952 anak-anak (234 laki-laki, 718
perempuan) usia 12-15 tahun dari sekolah dasar di kota Karak, di selatan Yordania
melaporkan bahwa Dental Health Component (DHC) dari Indeks of Orthodontic
Treatment Need (IOTN) memiliki hubungan dengan gangguan postur tubuh.8 Dalam
penelitian ini dilakukan penilaian Aesthetic Component (AC) dari IOTN berdasarkan
kajian fotometri dental.
Penilaian AC berkaitan erat dengan persepsi. Al Sarheed dkk., menyebutkan
bahwa persepsi seseorang tentang kebutuhan perawatan ortodonti dapat di pengaruhi
oleh usia, jenis kelamin serta latar belakang sosial ekonomi. Penelitian Abdullah
(2004) dan Hedayati (2007) tentang kebutuhan perawatan ortodonti mengatakan
bahwa jenis kelamin tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi seseorang. Dalam
penelitian Al Khatib dikatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kebutuhan
perawatan ortodonti dapat berbeda dengan orang lain, yang mungkin dipengaruhi
oleh kultural dan lingkungan sosial.29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
Mungonzibwa dkk., telah melakukan penelitian tentaang persepsi estetika
dental dan kebutuhan perawatan ortodonti pada 295 orang anak-anak yang berumur
9-18 tahun. Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 177 orang (60%) nilai AC 1 – 4,
85 orang (29%) nilai AC 5 – 7 dan 33 orang(11%) nilai AC 8 – 10. 33
Hasil penlitian
Trivedi K memperlihatkan sebanyak 93 orang (93%) berada di nilai AC 1 – 4, diikuti
4 orang (4%) berada di nilai AC 5 – 7, 3 orang (3%) berada di nilai AC 8 – 10.14
Walaupun penelitian ini menggunakan subjek usia dewasa muda yang memiliki gigi
permanen sudah lengkap dan memiliki asimetri postur tubuh, terlihat distribusi nilai
AC 1-4 paling tinggi diantaranya.
Dari hasil penelitian Albarakati dkk., diperoleh distribusi nilai AC 1 – 4
sebanyak 276 orang (74,4%), nilai AC 5 – 7 sebanyak 28 orang (7,5%) dan 27 orang
(7,3%) dalam nilai AC 8 – 10.24
Penelitian sama juga dilakukan oleh Hasan yang
melakukan penelitian pada 743 sampel. Dari hasil yang diperoleh sebanyak 450 orang
(60,6%) berada di nilai AC 1 – 4, diikuti 173 orang (23,3%) berada di nilai AC 5 – 7
dan 119 orang (16,1%) berada di nilai AC 8 – 10.25
Dari dua penelitian tersebut
menunjukkan bahwa nilai AC 1 – 4 mempunyai distribusi tertinggi diikuti dengan
nilai AC 5 – 7 dan nilai AC 8 – 10, tetapi persentase dalam setiap nilai AC berbeda-
beda disebabkan perbedaan jumlah sampel yang diteliti.
Penelitian rezalinoor MA dkk menunjukkan bahwa berdasarkan AC 65,0%
tidak atau mebutuhkan perawatan ringan, 20,0% membutuhkan perawatan borderline
dan 15,0% sangat membutuhkan perawatan. Berdasarkan DHC 25,0% tidak atau
membutuhkan perawatan ringan, 11,7% membutuhkan perawatan borderline dan
63,3% sangat membutuhkan perawatan. Pada penelitian penilaian AC keadaan gigi
geliginya dapat dikatakan baik, namun dari segi DHC keadaan gigi geliginya tidak
dapat dikatakan baik dimana faktor AC dan DHC tidak dapat dipisahkan untuk
menentukan kebutuhan perawatan ortodonti.
Kolonio dkk telah melakukan penelitian dengan sampel berjumlah 30 siswa
yang diperoleh dengan teknik purposive sampling. Kebutuhan perawatan ortodonsi
menggunakan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) dengan dua komponen,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
yaitu Aesthetic Component (AC) dan Dental Health Component (DHC). Kebutuhan
perawatan ortodonsi berdasarkan AC yaitu: 27 orang (90%) tidak atau butuh
perawatan ringan; 2 orang (6,7%) perawatan borderline; dan 1 orang (3,3%) sangat
butuh perawatan. Kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DHC yaitu: 18 orang
(60%) tidak atau butuh perawatan ringan; 8 orang (26,7%) perawatan borderline, dan
4 orang (13,3%) sangat butuh perawatan.
Tabel 6 menunjukkan distribusi nilai Aesthetic Component(AC) berdasarkan
jenis kelamin. Dari hasil diperoleh 34 orang (42,5%) mahasiswa FKG laki-laki berada
di nilai AC 1 – 4, 2 orang (2,5%) di nilai AC 5 – 7 dan 1 orang (1,3%) di nilai AC 8 –
10. Pada mahasiswa FKG perempuan, terdapat 40 orang (50,0%) di nilai AC 1 – 4,
diikuti 3 orang (3,8%) di nilai AC 5 – 7 dan 0 orang (0%) di nilai AC 8 – 10. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Zahid dkk., yang melakukan penelitian
pada pasien-pasien di bagian ortodonsia rumah sakit dental.57
Sampel yang telah
diteliti berjumlah 300 orang dan terdiri dari 114 orang laki-laki dan 186 orang
perempuan. Hasil penelitian menunjukkan pasien laki-laki yang ada di nilai AC 1 – 4
dan nilai 5 – 7 masing-masing terdapat 30 orang (26,31%) dan terdapat 54 orang
(47,37%) nilai AC 8 – 10. Bagi pasien perempuan, terdapat 65 orang (61,32%) nilai
AC 1 – 4, diikuti nilai AC 5 – 7 yang terdapat 66 orang (62,26%) dan 55 orang
(51,88%) nilai AC 8 – 10. Hasil penelitian Zahid dkk., menunjukkan persentase
paling banyak pasien perempuan dan laki-laki pada nilai AC 8-10 yang bertentangan
dengan hasil penelitian penulis yang menunjukkan persentase paling banyak laki-laki
dan perempuan yang berada di nilai 1 – 4. Hasil penelitian ini berbeda mungkin
disebabkan jumlah dan latar belakang tentang persepsi estetika dental dari klinisi, di
mana dalam penelitian Zahid dkk., sampelnya adalah pasien yang ingin mendapatkan
perawatan ortodonti di rumah sakit. Banyak pendapat mengatakan bahwa penilaian
dari Aesthetic Component (AC) kurang valid. Ini dikarenakan pemeriksaaan Aesthetic
Component (AC) hanya menilai secara subjektif dengan melihat sisi penampilan gigi
seseorang, yaitu gigi bagian anterior. Metode ini banyak digunakan karena mudah
untuk dilakukan dan diharapkan sebagai deteksi dini suatu maloklusi. Dalam kasus
ini asimetri postur yang dipakai adalah skoliosis, bukan lordosis dan kifosis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Distribusi frekuensi Aesthetic Component (AC) pada mahasiswa FKG USU
dengan asimetri postur tubuh yang tidak membutuhkan perawatan ortodonti sebanyak
74 orang (92,6%), butuh perawatan sedang sebanyak 5 orang (6,3%) dan yang sangat
membutuhkan perawatan sebanyak 1 orang (1,3%) sedangkan 47 orang (85,5%)
berada pada (4o – 6
o), 7 orang (12,7%) berada pada (7
o – 9
o), dan 1 orang (1,8%)
berada pada (10o -12
o).
6.2 Saran
Penelitian dapat dilanjutkan dengan mempertimbangkan variable penelitian
lainnya, antara lain : pergeseran midline, keluhan gangguan sendi rahang, dan
kebiasaan buruk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
DAFTAR PUSTAKA
1. Stancker TG, dkk. Malocclusion influence on balance and posture: a systematic
review. MTP & Rehab Journal 2015; 13: 320.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.
Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Nasional 2013. Jakarta.
2013.h.110−112.
3. Hassan R, Rahimah AK. Occlussion, malocclussion, and method of measurement.
Arch Orofac Sci 2007; 3-4.
4. Liu Z, McGrath C, Hagg U. The impact of malocclusion/orthodontic treatment
need on the quality of life: A systematic review. Ang Orth 2009; 79 (3): 585-91.
5. Marya CM. A textbook of public health dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers, 2011: 153-155.
6. Perinetti G, dkk. Dental malocclusion and body posture in young subjects: A
multiple regression study. Clinics 2010; 65 (7): 689-690.
7. Bergamini M, Pierleoni F,Gizdulich A, Bergamini C. Dental Occlusion and Body
Posture: A Surface EMG Study. The journal of craniomandibular practice 2008;
26 (1): 25-32.
8. Alwarawreh A M, dkk. Effect of Body Posture on Malocclusion. Pakistan Oral &
Dental Journal 2014; 34 (4): 635-639.
9. Neiva M B,dkk. Posture alterations related to temporomandibular joint
dysfunction. Journal of Dentistry and Oral Hygiene 2012; 4 (1): 1-5.
10. Bassat Y, dkk. Occlusal patterns in patients with idiopathic scoliosis. Am J
Orthod Dentofacial Orthop 2006; 130: 629-33.
11. Rezalinoor MA, Kurniawan FKD, Wibowo D. Gambaran tingkat kebutuhan
perawatan ortodonti di SMPN 2 Takisung berdasarkan index of orthodontic
treatment need. Dentino 2017; 2: 188-193.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
12. Veenema A. C, Katsaros C, Boxum S. C, Bronkhorst E. M, Kuijpers-Jagtman A.
M. Index of Complexity, Outcome and Need scored on Plaster and Digital
Models. European Journal of Orthodontics 2009; 31: 281-289.
13. Kolonio FE, Anindita PS, Mintjelungan CN. Kebutuhan perawatan ortodonsi
berdasarkan index of orthodontic treatment need pada siswa usia 12-13 tahun di
SMP Negeri 1 Wori. Jurnal e-Gigi 2016; 4 (2); 259-264.
14. Kalyani T, Tarulatha RS, Jigar D, Yagnesh R. Realibility of aesthetic component
of iotn in the assessment of subjective orthodontic treatment need. Journal of
Advanced Dental Research 2011; 2 (1): 59-66.
15. Laguhi VA, Anindita PS, Gunawan PN. Gambaran maloklusi dengan
menggunakan HMAR pada pasien di rumah sakit gigi dan mulut Universitas Sam
Ratulangi Manado. Jurnal E-Gigi 2014; 2 (2).
16. Susilowati. Prevalensi maloklusi gigi anterior pada siswa sekolah dasar
(Penelitian pendahuluan di SD 6 Maccora Walihe, Sidrap). Makassar Dent J
2016; 5 (3): 97-101.
17. Loblobly M, Anindita PS, Leman MA. Gambaran maloklusi berdasarkan indeks
handicapping malocclusion assessment record (HMAR) pada siswa SMAN 9
Manado. Jurnal e-GiGi 2015; 3 (2): 626.
18. Kumar DA, Varghese RK, Chatuverdi SS. Prevalence of malocclusion among
children and adolescents residing in orphanages of Bilaspur, Chattishgarh, India. J
Adv Oral Research 2012; 3 (3): 21-8.
19. Sandeep G, Sonia G. Pattern of dental malocclusion in orthodontic patients in
Rwanda: a retrospective hospital based study. Rwanda Medical Journal 2012; 69
(4): 13-5.
20. Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. India: Jaypee, 2007: 163-8, 175, 177.
21. Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. 4th ed. New Delhi: Arya (MEDI),
2009: 63-96.
22. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 3th ed. Canada:
Mosby Elsevier, 2013: 5-23.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
23. Hagg U, McGrath C, Zhang M. Quality of life and orthodontic treatment need
related to occlusal indices. Dental Buletin October 2007; 12: 8-12.
24. Albarakati SF. Self perception of malocclusion of Saudi patients using the
aesthetic component of the IOTN index. Pakistan Oral Dent J 2001; 27: 4552.
25. Hassan AH. Orthodontic treatment needs in the western region of Saudi Arabia: a
research report. Head & Face Medicine 2006; 2: 2.
26. Hedayati Z, Fattahi H, Jahromi S. The use of index of orthodontic treatment need
in an Iranian population. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2007; 25: 10-4.
27. Rahardjo P. Ortodonti Dasar. Ed 2. Surabaya: Universitas Airlangga Pres, 2012:
2-3, 60, 198-200.
28. Ngom P, Diagne F. Orthodontic Treatment Need and Demand in Senegalese
School Children aged 12-13 years. Angle Orthodontist, 2007.
29. Nofrizal R. Persepsi Estetika dental antara orang awam dengan ortodontis
berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN. Tesis. Jakata: FKG UI, 2012: 10-
16.
30. Alkhatib M, Bedi R, Foster C, et al. Ethnic variations in orthodontic treatment
need in london schoolchildren. BMC Oral Health 2005; 5: 8.
31. Oliverira CM, Sheiham A. Orthodontic treatment and its impact on oral health
related quality of life in Brazilian adolescents. Journal of Orthodontic 2003; 31
(1): 20-27.
32. Hunt O, dkk. The Aesthetic Component of the Index Of Orthodontic Treatment
Need validated againstlay opinion. European Journal of Orthodontic 2002; 24:
53-59.
33. Mugonzibwa EA, Kuijpers-Jagtman AM, Van’t Hof MA. Perceptions of dental
attractiveness and orthodontic treatment need among Tanzania children. Am J
Orthod Dentofacial Orthop 2004; 125: 426-434.
34. Samawi S. A Short guide to clinical digital photography in orthodontics. SDOC
2008; 5-20.
35. Morse, G.A., M. S. Haque, M.S., Sharland, M.R., Burke, F.J.T. the use of clinical
photography by uk general dental practitioners. Br Dent J 2010; 208: 1-6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
36. Ahmad, I. Digital dental photography. Part 7: Extra-Oral Set-Ups. Br Dent J
2009; 207 (3): 103-107.
37. Ahmad, I. Digital dental photography. Part 8: Intra-Oral Set-Ups. Br Dent J 2009;
207 (4): 151-157.
38. Desai V, Bumb D. Digital dental photography: a contemporary revolution. Int J
Clin Pediatr Dent 2013; 6 (3): 193-196.
39. Bister D, Mordarai F, Aveling, RM. Comparison of 10 digital SLR cameras for
orthodontic photography. J of Orthod 2006; 33 (3): 223-230.
40. Sandler J, Gutierrez R., Murray A. Clinical photographs: the gold standard, an
update. Progress in Orthodontics 2012; 13 (3): 296-303.
41. Manjunath SG, Raju Ragavendra T, Sowmya KS, Jayalaksmi K. photography in
clinical dentistry - a review. International Journal of Dental Clinics 2011; 3 (2):
40-43.
42. Goenharto S. Intra and extra-oral photograph for orthodontic records. Record and
Library Journal 2016; 2 (2): 152-161.
43. Fischer B. Asymetries of the Dentofacial Complex. Angle Orthod 1954; 24: 179-
192.
44. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. W.B. Saunders Co. 2001: 29.
45. Haraguchi S, Iguchi Y, Takada K. Asymmetry of the face in orthodontic patients.
Angle Orthod 2008; 78 (3): 421-426.
46. Cheong YW, Lo LJ. Facial asymmetry: Etiology, evaluation, and management.
Chang Gung Med J 2011; 34: 341-351.
47. Bishara SE, Burkey PS, Kharouf JG. Dental and facial asymmetries: A review.
Angle Orthod 1994; 64 (2): 89-98.
48. Zhang N, Bai Y, Lib S. Treatment of a class II division malocclusion with
miniscrew anchorage. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2012; 141 (6): 85-93.
49. Garn SM, Lewis AB, Kerewsky RS. The meaning of bilateral asymmetry in the
permenent dentition. Angle Orthod 1966; 36(1): 55-62.
50. Helmi, Zairin Noor. Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika, 2013: 156-166.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
51. Parera CA, Sengkey SL, Gessal J. Deteksi dini skoliosis menggunakan
skoliometer pada siswa kelas VI SD di Kecamatan Mapanget Manado. Jurnal e-
Clinic (eCI) 2016; 4 (1): 98-103.
52. William P. Bunnell MD. Selective screening for scoliosis. Clinical Orthopaedics
and Related Research, 2005; 434 : 40-45.
53. Coelho DM, Bonagamba GH, Oliveira AS. Scoliometer measurements of patients
with idiopathic scoliosis. Braz J Phys Ther, 2013; 17 (2): 179-184.
54. Bonagamba GH, Coelho DM, Oliveira AS. Inter and intra-rater reliability of the
scoliometer. Rev Bras Fisioter, 2010; 14(5): 432-7.
55. Flores-Mir C, Major PW. Self – perceived orthodontic treatment need evaluated
through 3 scales in a University population. J Orthod 2004; 31: 329-334.
56. Harry R, Sandy J. Orthodontics part 1 who need orthodontics. Br Dent J 2003;
195: 443-447.
57. Zahid S et al. Orthodontic treatment need in 13-30 years patients by using the
index of orthodontic treatment need. Pakistan Oral and Dent J. 2010; 30(1): 108-
114.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
LAMPIRAN 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Salam sejahtera,
Saya Muhammad Sholeh, sebagai salah satu mahasiswa di fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumetera Utara yang sedang menempuh pendidikan S1 di FKG USU
sedang melakukan penelitian dengan judul :
“GAMBARAN AESTHETIC COMPONENT PASIEN MALOKLUSI DENGAN
ASIMETRI POSTUR TUBUH PADA MAHASISWA FKG USU”
Gangguan estetika merupakan alas an utama bagi subjek remaja dan dewasa
muda mencari perawatan, termasuk perawatan maloklusi dan gangguan postur tubuh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Aesthetic Component pada
mahasiswa FKG USU dengan asimetri postur tubuh. Penelitian ini dilakukan dalam
beberapa tahap, yaitu :
1. Pengisian informed consent (Surat Persetujuan Tindakan Medik)
2. Pengisian kuesioner.
3. Pengukuran skoliosis menggunakan skoliometer.
4. Pengambilan foto postur tubuh dan intra oral.
Semua prosedur wawancara sampai pengambilan foto berlangsung selama 60 menit.
Sebagai ucapan terima kasih atas partisipasi Sdr/I saya menginformasikan
hasil pemeriksaan Sdr/I apabila penelitian ini telah selesai saya lakukan (apabila Sdr/I
butuhkan) dan segala tindakan dalam prosedur penelitian adalah gratis.
Identitas, jawaban serta hasil pemeriksaan Sdr/I akan disamarkan untuk
kerahasiaan penelitian ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
Demikian disampaikan atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu saudara,
saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Muhammad Sholeh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
LAMPIRAN 2
LEMBARAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : …………………………………………………...
Alamat : …………………………………………………...
No. Hp : …………………………………………………..
Sudah mendapat penjelasan dan mengerti akan apa yang akan dilakukan dan
didapatkan pada penelitian yang berjudul:
“GAMBARAN AESTHETIC COMPONENT PASIEN MALOKLUSI DENGAN
ASIMETRI POSTUR TUBUH PADA MAHASISAWA FKG USU”
Secara sadar dan tanpa paksaan dengan surat ini menyatakan setuju untuk menjadi
subjek dalam penelitian ini dengan prosedur :
Wawancara / Pengukuran asimetri postur tubuh / Pengambilan foto postur tubuh dan
intra oral.
Medan, ………………………...
Subjek penelitian
(……………………………)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
LAMPIRAN 3
Tanggal : ………./ ………./ …………….
Data Demografis dan Riwayat Medis Subjek Penelitian
1. Nama Lengkap :
2. Tanggal Lahir :
3. Keadaan Umum : Tinggi …… Cm, Berat …….Kg
4. Kelahiran : Normal/ komplikasi/ kembar
5. Urutan Kelahiran : anakke ………. dari ……….. Anak
6. Riwayat Penyakit Kencing Manis/Diabetes Melitus pada keluarga : (Ya/Tidak)
7. Riwayat Ortopedi :
Petunjuk dalam menjawab pertanyaan berikut:
Tidak ada jawaban benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri
Anda yang sesungguhnya yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam
pikiran Anda
No Pertanyaan Skor Keterangan
1 Apakah anda memiliki kebiasaan tidur 1 sisi ?
0 = tidak
pernah
1 = kadang-
kadang
2 = sering
3 = selalu
2 Apakah anda memiliki kebiasaan mengunyah pada 1
sisi ?
3 Apakah anda memiliki kebiasaan bertopang dagu pada
satu sisi ?
4 Apakah anda memiliki kebiasaan menggeserkan dagu
kesalah satu sisi kanan dan kiri ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
5
Apakah terlihat bayangan lingkaran ketika anda
melihat sesuatu yang bercahaya (rabun jauh/silindris)
pada saat ini?
0 = tidak pernah
1 = kadang-
kadang
2 = sering
3 = selalu 6
Apakah anda memiliki kebiasaan menjinjing beban
cenderung pada satu sisi pada saat ini ?
(bila ada, sisi ………………………)
7
Apakah anda memiliki kebiasaan bermain computer
atau gadget dengan total > 2 jam/hari secara terus
menerus dan bukan dlm posisi badan tegak pada saat
melakukan aktivitas tsb?
8 Apakah tangan kanan dan kiri anda biasa
dipergunakan untuk menulis ?
9
Apakah punggung saudara mudah terasa lelah ketika
duduk posisi tegak dalam waktu 5 (lima) menit pada
saat ini ?
10 Apakah anda punya gejala nyeri kepala ?
11 Apakah ada rasa nyeri pada saat membuka atau
menutup mulut ?
12 Apakah anda mempunyai gejala kaku sekitar sendi
rahang ketika bangun pagi ?
13 Apakah anda merasakan nyeri pada daerah leher dan
sekitarnya ?
14 Apakah telinga anda berdengung berdengung tanpa
sebab yang jelas ?
15 Apakah anda mempertemukan gigi atas dan bawah
dengan tekanan keras pada saat anda bingung ?
16 Apakah anda mempertemukan gigi atas dan bawah
dengan tekanan keras pada saat anda marah ?
0 = tidak pernah
1 = kadang-
kadang 17 Apakah anda mempertemukan gigi atas dan bawah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
pada saat berkontrasi penuh ? 2 = sering
3 = selalu 18 Apakah anda memiliki kebiasaan mengertakkan gigi ?
19 Apakah ada suara (sperti clicking atau gesekan) pada
sendi rahang Anda pada saat buka tutup mulut ?
Pertanyaan No. 20-23 dijawab sesuai dengan pengalaman Anda
selama tiga belakangan ini.
20
Apakah Anda dapat berkeringat secara berlebihan
(misalnya: tangan berkeringat), padahal temperature
tidak panas atau tidak melakukan aktifitas fisik
sebelumnya ?
21
Apakah Anda dapat menyadari kegiataan jantung
walaupun tidak sehabis melakukan aktifitas fisik
(misalnya: merasa detak jantung meningkat /
melemah) ?
22 Apakah Anda dapat merasa bahwa diri anda mudah
marah karena hal-hal sepele ?
23
Apakah Anda menemukan diri anda menjadi tidak
sabar ketika mengalami penundaan (misalnya:
kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu) ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
LAMPIRAN 4
RINCIAN BIAYA
1. BiayaPenelitian
a. Skoliometer : Rp 4.000.000,-
b. Cheek Retractor @2 x Rp 45.000,- : Rp 90.000,-
c. Handscoon : Rp 35.000,-
d. Masker : Rp 20.000,-
2. Bahan Habis Pakai (ATK)
a. Kertas A4 (1 rim) : Rp 35.000,-
b. Kertas Kuarto (1 rim) : Rp 35.000,-
c. Tinta Printer : Rp 200.000,-
3. Bahan Tidak Habis Pakai
a. Jasa Print : Rp 150.000,-
b. Jasa Fotokopi : Rp 200.000,-
4. Biaya Statistik : Rp 400.000,-
5. Biaya proposal
a. Konsumsi : Rp 215.500,-
6. Biaya inducement @100 x Rp 5.000,- : Rp 500.000,-
Total : Rp 5.880.500,-
Keterangan : Seluruh biaya ditanggung oleh peneliti.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Gambaran AESTHETIC COMPONENT pasien maloklusi dengan asimetri postur tubuh pada mahasiswa FKG USU PERSEPSI PERTAMA
No Nama Asimetri Postur Tubuh
Aesthetic Component Grade Cervical Thoracic Thoraco Lumbar Lumbar
1 yudi setiawan 6 2 3 4 9 C
2 yudha syah agung 2 3 3 6 1 A
3 saima putri hasibuan 2 0 4 4 1 A
4 uswatun hasanah 1 2 8 4 1 A
5 leylan syahputra 3 4 2 4 1 A
6 rizkiyah fadilah 4 5 4 5 1 A
7 Immanuel budi hutabarat 6 8 10 6 1 A
8 sri Handayani 5 5 2 5 1 A
9 Yemima Laura 4 3 2 2 2 A
10 M. Kahfi 4 2 5 3 1 A
11 Bagas Rahmat 2 3 3 4 1 A
12 Luthfi Aulia 4 3 4 4 1 A
13 Satriawan Jodi 2 0 4 3 1 A
14 Rinauval Dzaki 0 1 3 7 3 A
15 Hafidz Khuzaini 1 2 5 8 3 A
16 Ryan Ferdy Maulana 3 1 4 5 6 B
17 Poh Qian Yi 4 1 4 3 1 A
18 Marshall G. Sitorus 4 2 5 7 2 A
19 Fariza Yamami Rizal 0 7 7 2 2 A
20 Theresia Marpaung 4 3 2 2 1 A
21 Cindy Low 2 1 4 5 4 A
22 T. Felicia Frescius 1 3 3 2 2 A
23 Muhammad Irsyad 0 3 4 5 1 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
24 Dina Hudiya Nadana L 0 3 4 5 2 A
25 Putri Arum Nia 2 4 3 5 1 A
26 Mhd Rafli 4 4 7 2 1 A
27 Zuriyah F. R 0 3 1 4 2 A
28 M. Mulkan Nst 1 7 12 5 7 B
29 Baginda Mangatur G 2 0 4 4 1 A
30 Intan Permata Sari 2 4 4 6 1 A
31 Eva Sulistia Hrp 0 2 3 6 1 A
32 Robby Mukti Lubis 0 3 3 4 1 A
33 Arif Ahmad 0 4 5 4 4 A
34 Emalia Elmi Ginting 2 6 2 8 2 A
35 Adzahwa Nabila Aulya 6 0 3 3 2 A
36 Rasyidah S. Yusma 2 0 4 3 6 B
37 Sonia Ayunita Saragih 2 4 1 2 1 A
38 Ghea Primta Barus 2 4 4 6 4 A
39 Jonathan Vincent 1 0 4 1 3 A
40 Kristieva Aprilia 4 3 2 1 2 A
41 Yanta 0 1 2 0 2 A
42 Lasmara Siagian 2 2 6 7 3 A
43 Lasmawali Silaban 2 1 5 2 1 A
44 Yogi ginting 3 5 5 6 2 A
45 Topan 3 4 1 4 2 A
46 Sonia Sinaga 2 2 4 5 1 A
47 Rachel Tampubolon 2 4 5 5 2 A
48 Melly Tarigan 1 3 4 5 2 A
49 Lisdianawati Hulu 3 4 3 4 2 A
50 Rona Oktavia Sitompul 3 4 8 12 1 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
51 Gendis Maharani 3 2 4 2 1 A
52 Nafsani Fauzia 3 4 4 5 2 A
53 Des Dwi Amatanesia 2 2 3 5 1 A
54 Sherly Margan 2 2 3 5 1 A
55 Sawindri Noverani 2 2 4 5 3 A
56 Cornelia 3 4 4 5 2 A
57 Qistina Nisfuza 4 2 2 3 2 A
58 Nining Suryani Saragih 2 2 3 5 1 A
59 Patria Fajar Wibowo 2 3 4 4 1 A
60 Hilda Paula 2 3 3 4 1 A
61 Melika Pratiwi 3 4 4 5 3 A
62 Astrid Keisha 3 4 5 4 2 A
63 Handoyo Utama Thomas 3 2 1 2 2 A
64 Fernando Wijaya 3 4 2 1 1 A
65 Japi Winata 2 6 0 3 2 A
66 Dennis Susilo 1 1 2 2 1 A
67 Emilia 3 2 3 5 6 B
68 Chook Kai Hern 3 1 2 2 1 A
69 Luthfi 3 3 4 5 2 A
70 Koh Sheng Zhe 2 1 2 4 1 A
71 Mega Silvia 5 3 2 5 6 B
72 Adib 2 5 5 3 2 A
73 Richard Austeen Halim 1 1 2 3 1 A
74 Agnese Putri Pratiwi 2 3 3 6 1 A
75 Faiz 3 2 4 2 1 A
76 Shafira Yunike A. I 2 4 6 7 1 A
77 Qanita Fadhilah 2 3 5 4 1 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
78 Rizka Fitrisa 2 4 3 5 1 A
79 Kartika Nabila 3 4 5 8 1 A
80 Okta 3 1 3 4 2 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
Gambaran AESTHETIC COMPONENT pasien maloklusi dengan asimetri postur tubuh pada mahasiswa FKG USU PERSEPSI KEDUA
No Nama Asimetri Postur Tubuh
Aesthetic Component Grade Cervical Thoracic Thoraco Lumbar Lumbar
1 yudi setiawan 6 2 3 4 9 C
2 yudha syah agung 2 3 3 6 1 A
3 saima putri hasibuan 2 0 4 4 1 A
4 uswatun hasanah 1 2 8 4 1 A
5 leylan syahputra 3 4 2 4 2 A
6 rizkiyah fadilah 4 5 4 5 1 A
7 Immanuel budi hutabarat 6 8 10 6 2 A
8 sri Handayani 5 5 2 5 1 A
9 Yemima Laura 4 3 2 2 1 A
10 M. Kahfi 4 2 5 3 1 A
11 Bagas Rahmat 2 3 3 4 3 A
12 Luthfi Aulia 4 3 4 4 3 A
13 Satriawan Jodi 2 0 4 3 1 A
14 Rinauval Dzaki 0 1 3 7 3 A
15 Hafidz Khuzaini 1 2 5 8 2 A
16 Ryan Ferdy Maulana 3 1 4 5 6 B
17 Poh Qian Yi 4 1 4 3 1 A
18 Marshall G. Sitorus 4 2 5 7 2 A
19 Fariza Yamami Rizal 0 7 7 2 2 A
20 Theresia Marpaung 4 3 2 2 1 A
21 Cindy Low 2 1 4 5 5 B
22 T. Felicia Frescius 1 3 3 2 3 A
23 Muhammad Irsyad 0 3 4 5 1 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
24 Dina Hudiya Nadana L 0 3 4 5 2 A
25 Putri Arum Nia 2 4 3 5 1 A
26 Mhd Rafli 4 4 7 2 1 A
27 Zuriyah F. R 0 3 1 4 2 A
28 M. Mulkan Nst 1 7 12 5 7 B
29 Baginda Mangatur G 2 0 4 4 1 A
30 Intan Permata Sari 2 4 4 6 1 A
31 Eva Sulistia Hrp 0 2 3 6 1 A
32 Robby Mukti Lubis 0 3 3 4 1 A
33 Arif Ahmad 0 4 5 4 4 A
34 Emalia Elmi Ginting 2 6 2 8 1 A
35 Adzahwa Nabila Aulya 6 0 3 3 2 A
36 Rasyidah S. Yusma 2 0 4 3 6 B
37 Sonia Ayunita Saragih 2 4 1 2 1 A
38 Ghea Primta Barus 2 4 4 6 4 A
39 Jonathan Vincent 1 0 4 1 1 A
40 Kristieva Aprilia 4 3 2 1 1 A
41 Yanta 0 1 2 0 2 A
42 Lasmara Siagian 2 2 6 7 3 A
43 Lasmawali Silaban 2 1 5 2 1 A
44 Yogi ginting 3 5 5 6 1 A
45 Topan 3 4 1 4 2 A
46 Sonia Sinaga 2 2 4 5 1 A
47 Rachel Tampubolon 2 4 5 5 1 A
48 Melly Tarigan 1 3 4 5 2 A
49 Lisdianawati Hulu 3 4 3 4 1 A
50 Rona Oktavia Sitompul 3 4 8 12 1 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
51 Gendis Maharani 3 2 4 2 1 A
52 Nafsani Fauzia 3 4 4 5 1 A
53 Des Dwi Amatanesia 2 2 3 5 1 A
54 Sherly Margan 2 2 3 5 1 A
55 Sawindri Noverani 2 2 4 5 3 A
56 Cornelia 3 4 4 5 2 A
57 Qistina Nisfuza 4 2 2 3 2 A
58 Nining Suryani Saragih 2 2 3 5 1 A
59 Patria Fajar Wibowo 2 3 4 4 1 A
60 Hilda Paula 2 3 3 4 1 A
61 Melika Pratiwi 3 4 4 5 3 A
62 Astrid Keisha 3 4 5 4 2 A
63 Handoyo Utama Thomas 3 2 1 2 4 A
64 Fernando Wijaya 3 4 2 1 2 A
65 Japi Winata 2 6 0 3 1 A
66 Dennis Susilo 1 1 2 2 6 B
67 Emilia 3 2 3 5 1 A
68 Chook Kai Hern 3 1 2 2 2 A
69 Luthfi 3 3 4 5 1 A
70 Koh Sheng Zhe 2 1 2 4 6 B
71 Mega Silvia 5 3 2 5 1 A
72 Adib 2 5 5 3 2 A
73 Richard Austeen Halim 1 1 2 3 1 A
74 Agnese Putri Pratiwi 2 3 3 6 1 A
75 Faiz 3 2 4 2 1 A
76 Shafira Yunike A. I 2 4 6 7 1 A
77 Qanita Fadhilah 2 3 5 4 1 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
88
78 Rizka Fitrisa 2 4 3 5 1 A
79 Kartika Nabila 3 4 5 8 1 A
80 Okta 3 1 3 4 2 A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
DISTRIBUSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN
JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 37 46,3 46,3 46,3
Perempuan 43 53,8 53,8 100,0
Total 80 100,0 100,0
DISTRIBUSI FREKUENSI PERSEPSI AESTHETIC COMPONENT 1
PERSEPSI 1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
1,00 41 51,3 51,3 51,3
2,00 24 30,0 30,0 81,3
3,00 6 7,5 7,5 88,8
4,00 3 3,8 3,8 92,5
6,00 4 5,0 5,0 97,5
7,00 1 1,3 1,3 98,8
9,00 1 1,3 1,3 100,0
Total 80 100,0 100,0
DISTRIBUSI FREKUENSI PERSEPSI AESTHETIC COMPONENT 2
PERSEPSI 2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
1,00 45 56,3 56,3 56,3
2,00 18 22,5 22,5 78,8
3,00 7 8,8 8,8 87,5
4,00 3 3,8 3,8 91,3
5,00 1 1,3 1,3 92,5
6,00 4 5,0 5,0 97,5
7,00 1 1,3 1,3 98,8
9,00 1 1,3 1,3 100,0
Total 80 100,0 100,0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN * JENIS KELAMIN Crosstabulation
Count
JENIS KELAMIN Total
Laki-laki Perempuan
TINGKAT KEBUTUHAN
PERAWATAN
SEDIKIT 34 40 74
SEDANG 2 3 5
TINGGI 1 0 1
Total 37 43 80
FREKUENSI TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN LAKI-LAKI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
SEDIKIT 34 42,5 91,9 91,9
SEDANG 2 2,5 5,4 97,3
TINGGI 1 1,3 2,7 100,0
Total 37 46,3 100,0
Missing System 43 53,8
Total 80 100,0
FREKUENSI TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN PEREMPUAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
SEDIKIT 40 50,0 93,0 93,0
SEDANG 3 3,8 7,0 100,0
Total 43 53,8 100,0
Missing System 37 46,3
Total 80 100,0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
91
DISTRIBUSI BERDASARKAN ASIMETRI POSTUR (Lumbal)
Lumbal
Statistics
Lumbal
N Valid 55
Missing 0
Lumbal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 4-6 47 85.5 85.5 85.5
7-9 7 12.7 12.7 98.2
10-13 1 1.8 1.8 100.0
Total 55 100.0 100.0
4 - 6
Statistics
AC Grade
N Valid 47 47
Missing 0 0
AC 4-6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 25 53.2 53.2 53.2
2.00 12 25.5 25.5 78.7
3.00 2 4.3 4.3 83.0
4.00 3 6.4 6.4 89.4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92
6.00 3 6.4 6.4 95.7
7.00 1 2.1 2.1 97.9
9.00 1 2.1 2.1 100.0
Total 47 100.0 100.0
Grade 4-6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 42 89.4 89.4 89.4
2.00 4 8.5 8.5 97.9
3.00 1 2.1 2.1 100.0
Total 47 100.0 100.0
7 - 9
Statistics
AC Grade
N Valid 7 7
Missing 0 0
AC 7-9
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 2 28.6 28.6 28.6
2.00 2 28.6 28.6 57.1
3.00 3 42.9 42.9 100.0
Total 7 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
93
Grade 7-9
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 7 100.0 100.0 100.0
10 - 13
Statistics
AC Grade
N Valid 1 1
Missing 0 0
AC 10-13
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 1 100.0 100.0 100.0
Grade 10-13
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 1 100.0 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
top related