gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit …repository.poltekkes-kdi.ac.id/470/1/kti...
Post on 15-May-2019
265 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
GAMBARAN MORFOLOGI SEL EOSINOFIL DAN LIMFOSITPADA SEDIAAN APUSAN DARAH TIPIS DALAM
PEWARNAAN GIEMSA YANG DIENCERKANMENGGUNAKAN NaCl FISIOLOGIS
DAN AQUADEST
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MenyelesaikanPendidikan Diploma III Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Oleh :
NOVA PRIMASARIP00341015029
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN2018
2
ii
3
4
5
MOTTO
Tugas kita bukanlah untuk berhasil.
Tugas kita adalah untuk mencoba,
Karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan
Membangun kesempatan untuk berhasil
Tetaplah bergerak maju meski lambat
Karena dalam keadaan tetap bergerak,
Anda menciptakan kemajuan.
Adalah jauh lebih baik bergerak maju sekalipun pelan
Dari pada tidak bergerak sama sekali.
Karya Tulis Ini Kupersembahkan KepadaOrangtuaku Tercinta
Saudara-Saudaraku TercintaSahabat-Sahabatku Tersayang
Agama, Bangsa Dan NegaraSerta Almamaterku
v
6
RIWAYAT HIDUP
A. Idetintas Diri
Nama : Nova Primasari
NIM : P0034101529
Tempat, dan Tgl. Lahir : Kendari, 14 April 1997
Suku/Bangsa : Buton/Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. MIS Pesri Kendari, tamat tahun 2009
2. MTsN 01 Kendari, tamat tahun 2012
3. MAN 01 Kendari, tamat tahun 2015
4. Sejak tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
vi
7
ABSTRAK
Nova Primasari “Gambaran Morfologi Sel Eosinofil Dan Limfosit Pada SediaanApusan Darah Tipis Dalam Pewarnaan Giemsa Yang Diencerkan MenggunakanNaCl Fisiologis dan Aquadest”. yang dibimbing oleh Anita Rosanty sebagaiPembimbing I dan Supiati sebagai Pembimbing II (xiv + 31 halaman + 9lampiran + 5 tabel + 2 gambar). Sediaan apusan darah merupakan pemeriksaanlaboratorium yang digunakan untuk mengamati morfologi sel darah. Sediaanapusan darah diwarnai dengan pewarnaan giemsa. Sebelum digunakan giemsaterlebih dahulu diencerkan. NaCl merupakan larutan yang memenuhi syaratlarutan pengencer giemsa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuigambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada sediaan apusan darah tipisdalam pewarnaan giemsa yang diencerkan menggunakan NaCl fisiologis danaquadest, menggunakan metode Deskriptif. Hasil penelitian ini ditemukan 54,5%morfologi sel eosinofil yang baik dan 45,5% morfologi sel eosinofil yang tidakbaik, serta 63,6% morfologi sel limfosit yang baik dan 36,4% morfologi sellimfosit yang tidak baik pada pewarnaan giemsa dengan pengencer NaClfisiologis. Pewarnaan giemsa dengan pengencer aquadest ditemukan morfologi seleosinofil dan limfosit yang baik 100%. Kesimpulan dari hasil penelitian,disimpulkan bahwa pewarnaan giemsa dengan menggunakan pengencer NaClfisiologis dan aquadest memiliki perbedaan terhadap kualitas penyerapan zatwarna giemsa. Saran bagi tenaga laboratorium diharapkan untuk lebihmemperhatikan pH larutan pengencer giemsa induk agar sel darah dapatmenyerap zat warna dengan baik.
Kata Kunci : Giemsa, NaCl Fisiologis, Aquadest
Daftar Pustaka : 19 buah (2008-2017)
vii
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “Gambaran Morfologi Sel Eosinofil Dan Limfosit Pada Sediaan Apusan
Darah Tipis Dalam Pewarnaan Giemsa Yang Diencerkan Menggunakan NaCl
Fisiologis dan Aquadest”. Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma III (D III) pada
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terimakasih yang tak ternilai
kepada kedua orangtua yang amat kucintai dan seluruh keluarga besarku , atas
bantuan moril maupun materil, motivasi, dukungan dan cinta kasih yang tulus
serta doanya demi kesuksesan penulis selama menuntut ilmu sampai selesainya
karya tulis ilmiah ini. Terimakasih pula kepada saudara-saudaraku yang telah
mendukung peneliti hingga saat ini.
Ucapan terimakasih kepada ibu Anita Rosanty, SST., M.Kes selaku
pembimbing I dan ibu Supiati, STP.,MPH selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, masukkan untuk perbaikan dan atas segala pengorbanan
waktu serta pikiran selama menyusun karya tulis ini. Ucapan terima kasih penulis
juga tujukan kepada:
a. Ibu Askrening, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
b. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
c. Ibu Anita Rosanty, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan.
d. Kepada Bapak dan Ibu Dewan Penguji Bapak Akhmad, SST.,M.Kes dan Ibu
Tuty Yuniarty, S.Si., M.Kes yang telah memberikan arahan perbaikan demi
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
e. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik
yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.
viii
9
f. Seluruh teman-teman mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan angkatan tahun
2015, terimakasih atas 3 tahun ini, satu hal yang membanggakan telah
mengenal kalian.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan
yang ada, Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
terdapat kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.Akhir kata, semoga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Kendari, Juni 2018
Peneliti
ix
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ..............................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iv
MOTTO .............................................................................................................v
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................vi
ABSTRAK .........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
DAFTAR ISI .....................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang ..........................................................................................1B. Rumusan Masalah .....................................................................................2C. Tujuan Penelitian.......................................................................................2D. Manfaat Penelitian ....................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum Tentang Darah ...............................................................4B. Tinjauan Umum Tentang Morfologi Sel Eosinofil dan Limfosit..............5C. Tinjauan Umum Tentang Sediaan Apus Darah Tepi ................................10D. Tinjauan Umum Tentang Pewarnaan Sediaan Darah Tepi .......................11E. Tinjauan Umum Tentang Pengencer Giemsa............................................13
BAB III KERANGKA KONSEPA. Dasar Pemikiran ........................................................................................14B. Kerangka Pikir...........................................................................................15C. Variable Penelitian ....................................................................................15D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ..............................................16
BAB IV METODOLOGI PENELITIANA. Jenis Penelitian..........................................................................................17B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................17C. Populasi dan Sampel .................................................................................17D. Prosedur Pengumpulan Data .....................................................................18E. Instrumen Penelitian ..................................................................................18
x
11
F. Prosedur Kerja ...........................................................................................19G. Jenis Data ..................................................................................................21H. Analisis Data .............................................................................................21I. Pengolahan Data ........................................................................................21J. Penyajian Data............................................................................................21K. Etika Penelitian ........................................................................................21
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Gambaran Lokasi Penelitian .....................................................................23B. Hasil Penelitian .........................................................................................24C. Pembahasan ...............................................................................................27
BAB VI PENUTUPA. Kesimpulan ...............................................................................................30B. Saran .........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
xi
12
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Gambar hasil pengamatan pada morfologi eosinofil denganmenggunakan giemsa yang diencerkan menggunakan NaClFisiologis dan Aquadest ..................................................................24
Tabel 5.2 Gambar hasil pengamatan pada morfologi limfosit denganmenggunakan giemsa yang diencerkan menggunakan NaCl danAquadest .........................................................................................25
Tabel 5.3 Hasil pengamatan morfologi sel eosinofil yang diwarnaimenggunakan giemsa yang diencerkan dengan NaCl fisiologisdan aquadest ....................................................................................26
Tabel 5.4 Hasil pengamatan morfologi sel limfosit yang diwarnaimenggunakan giemsa yang diencerkan dengan NaCl fisiologisdan aquadest ....................................................................................26
Tabel 5.5 Perbandingan antara pengencer NaCl Fisiologis dan Aquadestberdasarkan banyaknya morfologi sel eosinofil dan limfosit yangmasuk dalam kategori baik ..............................................................27
xii
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Eosinofil ...........................................................................................6
Gambar 2.2 Limfosit ............................................................................................9
xiii
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 2 : Tabulasi Data
Lampiran 3 : Master Tabel
Lampiran 4 : Surat Persetujuan
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 7 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 8 : Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 9 : Dokumentasi Penelitian
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apusan darah tepi atau sediaan apus darah tepi merupakan pemeriksaan
dengan teknik mikroskopik untuk mengamati morfologi sel darah bahkan
komponen lain yang dapat memberikan informasi yang cukup banyak dan
bermakna terhadap keadaan hematologik seseorang. Spesimen darah yang
digunakan pada pemeriksaan apusan darah tepi adalah darah vena dengan
antikoagulan EDTA yang belum lama (kurang dari 1 jam) (Nugraha, 2015).
Sedian darah tipis yang baik memiliki sediaan yang tidak melebar sampai
ke pinggir kaca objek, panjangnya 1/2 sampai 2/3 panjang kaca, harus ada
bagian yang tipis untuk di periksa, pinggir sediaan itu rata dan tidak boleh
berlobang-lobang atau bergaris-garis, serta leukosit tidak boleh berhimpun
pada pinggir-pinggir atau ujung-ujung sediaan (Gandosoebrata, 2010).
Dalam pewarnaan apusan darah tepi terdapat beberapa macam
pewarnaan diantaranya pewarnaan peroksidase, sudan black, rapid, BCB
(Briliant Cresyl Blue), wright, dan giemsa. Diantara pewarnaan tersebut
teknik pewarnaan yang umum digunakan di Indonesia untuk sediaan darah
tepi yaitu giemsa, karena ketahanan hasil zat warna tersebut lebih baik
dengan hasil pewarnaan lebih jelas. Giemsa yang akan digunakan untuk
pewarnaan dibuat dari giemsa padat atau melarutkan Giemsa stok yang
diencerkan terlebih dahulu menggunakan larutan buffer atau aquadest
(Nugraha, 2015).
Pewarnaan giemsa sangat dipengaruhi oleh jenis bahan pengencer cat
giemsa. Syarat pengencer giemsa yang dapat digunakan adalah memiliki sifat
buffer, isotonik dan mempunyai pH 6,8-7,0 (Diarti, Tatontos, & Turmuji,
2016). Larutan buffer atau penyangga merupakan larutan yang dipakai untuk
mempertahankan pH tertentu agar tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Buffer yang digunakan dalam pembuatan larutan giemsa biasanya
1
2
adalah buffer fosfat. Buffer fosfat memiliki kemampuan menyangga yang
baik dan bersifat isotonik. Namun dilaboratorium yang ada pada lingkungan
pendidikan terkadang memiliki stok yang minim dalam ketersediaan bahan
atau reagen sehingga praktikan mengganti larutan buffer dengan
menggunakan aquadest yang netral.
NaCl fisiologis merupakan larutan yang memiliki sifat buffer, isotonis
dan konsentrasinya sekitar 0,9% (Diarti, Tatontos, & Turmuji, 2016). Pada
penelitian yang dilakukan Diarti, Tatontos dan Turmuji (2016), larutan NaCl
fisiologis (0,9%) memiliki kemampuan sebagai pengencer alternatif dalam
pengecetan giemsa pada pemeriksaan morfologi sperma, hal ini dikarenakan
NaCl fisiologis (0,9%) bersifat isotonis sehingga tidak merubah bentuk fisik
sel sperma. Dari hal tersebut peneliti akan mengkaji kemampuan larutan NaCl
fisiologis sebagai pengencer alternatif dalam pewarnaan giemsa pada
pemeriksaan morfologi sel eosinofil dan limfosit.
Berdasarkan dengan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui bagaimana gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada
sediaan apusan darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan
menggunakan NaCl fisiologis dan aquadest.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan yaitu:
Bagaimana gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada sediaan
apusan darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan menggunakan
NaCl fisiologis dan aquadest?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit
pada sediaan apusan darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan
menggunakan NaCl fisiologis dan aquadest.
3
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada
sediaan apusan darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan
menggunakan NaCl fisiologis.
2. Untuk mengetahui gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada
sediaan apusan darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan
menggunakan aquadest.
3. Untuk membandingkan antara gambaran morfologi sel eosinofil dan
limfosit pada sediaan apusan darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang
diencerkan menggunakan NaCl fisiologis dan aquadest.
D. Manfaat
1. Sebagai bahan informasi bagi institusi dan dapat menambah literatur
pustaka perpustakaan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Menambah informasi kepada petugas laboratorium mengenai pewarnaan
sediaan apus darah.
3. Menambah masukan dan sumber informasi kepada pembaca dan penulis
mengenai penggunaan cat giemsa yang diencerkan dengan NaCl atau
aquadest.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Darah
1. Darah
Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup yang berada
dalam ruang vaskuler, karena peranannya sebagai media komunikasi antar
sel ke berbagai bagian tubuh dengan dunia luar karena fungsinya
membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari
jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan, membawa zat nutrien dari
saluran cerna ke jaringan kemudian menghantarkan sisa metabolisme
melalui organ sekresi seperti ginjal, menghantarkan hormone dan materi-
materi pembekuan darah (Tarwoto & Wartonah, 2008).
Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki
volume rerata 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rerata 5 liter
pada wanita dan 5,5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis elemen
selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan
trombosit (keping darah), yang membentuk suspense dalam cairan
kompleks plasma. Eritrosit dan leukosit adalah sel utuh, sementara
trombosit adalah fragmen/potongan sel (Sherwood, 2012).
2. Karakteristik Darah
Karakteristik umum darah meliputi warna, viskositas, pH, volume dan
komposisinya.
a. Warna
Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen yang
berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah vena
berwarna merah tua/gelap karena kurang oksigen dibandingkan
dengan darah arteri.
b. Viskositas
Viskositas darah ¾ lebih tinggi dari pada viskositas air yaitu sekitar
1.048 sampai 1.066.
4
5
c. pH
pH darah bersifat alkaline dengan pH 7,35 sampai 7,45 (netral 7,00).
d. Volume
Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg BB, atau
sekitar 4 sampai 5 liter darah.
e. Komposisi
Sel-sel darah/butir-butir darah (bagian padat) kira-kira 45%, terdiri
atas eritrosit atau sel darah merah (SDM) atau red blood cell (RBC),
Leukosit atau sel darah putih (SDP) atau white blood cell (WBC) dan
trombosit atau platelet. Sel darah merah merupakan unsur terbanyak
dari sel darah 44% sedangkan sel darah putih dan trombosit 1%. Sel
darah putih dan trombosit 1%. Sel darah putih terdiri dari basofil,
eosinofil, neutrofil, limfosit dan monosit (Tarwoto & Wartonah,
2008).
B. Tinjauan Umum Tentang Morfologi Sel Eosinofil dan Limfosit
1. Sel Eosinofil
1) Defenisi Eosinofil
Eosinofil merupakan sel 1-3% leukosit dalam darah normal dan
pertahanan tubuh melawan infeksi parasit (Bain, 2017). Eosinofil
akan meningkat jika terjadi infeksi cacing, pembuangan fibrin
selama proses peradangan dan masuknya protein asing
(Nugraha,2015). Eosinofil memiliki waktu dalam sirkulasi yang
singkat. Eosinofil mengeluarkan berbagai protein, sitokin, dan
kemokin yang menimbulkan peradangan dan mampu membunuh
organisme yang masuk ke tubuh. Eosinofil banyak dijumpai di
mukosa saluran cerna, tempat sel-sel ini mempertahankan tubuh dari
parasit, dan di mukosa, saluran nafas, serta kemih (Ganong, 2008).
6
2) Morfologi Eosinofil
Ukuran eosinofil mencapai 16 µm dengan granula sitoplasmanya
yang bersifat eosinofilik sehingga dengan pengecatan giemsa akan
berwarna merah karena mengikat zat warna eosin, ukuran granulan
sama besar dan teratur seperti gelembung udara. Nucleus jarang
terdapat lebih dari tiga lobus (Nugraha, 2015).
Gambar 2.1 Eosinofil (Thamrin, 2017)
Morfologi sel eosinofil sebagai berikut :
1. Besarnya sel : 10 – 15 mikron
2. Bentuk inti : Bersegmen (2-3 lobi)
3. Warna inti : Kebiru-biruan
4. Kromatin : Kasar
5. Membran inti : Ada
6. Sitoplasma : Kemerahan
3) Perkembangan Sel Eosinofil
Pada keadaan fisiologis, eosinofil pada awalnya dikenali dengan
tahap sebagai berikut :
1. Promielosit
Jarang ditemukan, memiliki ciri-ciri sel yang khas untuk
suatu promielosit, dengan tambahan granula eosinofil dalam
sitoplasma, yang menyelubungi granulasi azurofilik, bergantung
pada jumlahnya. Granula eosinofil terlihat sebagai bola kecil
berwarna abu-abu hitam, coklat hijau, coklat karat atau merah
7
bata, yang kadang-kadang juga menutupi inti sel. Granula abu -
abu hitam kurang matang dibandingkan dengan granula yang
berwarna kemerahan sehingga hanya dijumpai pada tahap
perkursor leukosit eosinofilik (Freund, 2012).
2. Mielosit eosinofilik
Lebih sering ditemukan, inti dan hubungan sitoplasma - inti
serupa seperti pada mielosit neutrofil. Sitoplasma terisi dengan
granula eosinofil, yang terutama berwarna kemerahan atau coklat
merah. Bagian sitoplasma yang tidak tertutupi oleh granula
terlihat sedikit basofilik (Freund, 2012).
3. Metamielosit eosinofil dan leukosit eosinofilik berinti batang
Proses pematangan inti yang berlangsung cepat, kedua
kelompok sel ini jarang dijumpai. Secara morfologi, kedua
kelompok sel ini mempunyai bentuk yang serupa dengan seri
neutrofil, tetapi dilengkapi dengan granula eosinofil yang matang
(Freund, 2012).
4. Leukosit eosinofil berinti segmen
Bentuk sel yang paling matang pada granulopoiesis eosinofil
mampu bermigrasi ke dalam darah perifer. Inti tampak mencolok
dengan dua segmen (bentuk “kacamata”) dengan jembatan antar
segmen - segmen yang berupa benang - benang halus. Kromatin
tampak seperti gumpalan kasar. Sitoplasma kebanyakan terisi
penuh dengan granula eosinofil matang, yang diameternya dapat
berbeda-beda. Warna dasar sitoplasma adalah basofilik muda,
yang hanya dapat dilihat pada daerah yang terbebas dari granula
(Freund, 2012).
4) Fungsi Eosinofil
Eosinofil memiliki fungsi dalam pertahanan tubuh melawan infeksi
parasit. Eosinofil kurang efisien daripada netrofil dalam melawan bakteri.
Di samping fungsi bermanfaat ini, eosinofil mempunyai kinerja yang
merugikan, yaitu sel ini terlibat dalam reaksi alergi (Bain, 2017).
8
2. Sel Limfosit
1)Defenisi Limfosit
Limfosit adalah sel yang lebih kecil daripada granulosit dan memiliki
nukleus bulat. Sebgaian kecil di antaranya memiliki sedikit granul
sitoplasma. Limfosit dalam sirkulasi kelihatan sangat mirip satu sama lain,
tetapi teridiri dari tiga galur, yaitu sel B, sel T dan sel pembunuh alamiah
(Natural killer/NK) (Bain, 2017).
Limfosit membentuk pertahanan imun terhadap sasaran-sasaran yang
limfosit tersebut telah terprogram secara spesifik. Limfosit hidup sekitar
100 sampai 300 hari. Selama periode ini, sebagian besar secara terus-
menerus terdaur ulang antara jaringan limfoid, limfe, dan darah, dan hanya
menghabiskan waktu beberapa jam di dalam darah. Karena itu, setiap saat
hanya sebagian kecil dari limfosit total berada di dalam darah (Sherwood,
2012).
2) Morfologi Limfosit
Terdapat dua jenis limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T. limfosit B
matang pada sumsum tulang, sedangkan limfosit T matang di dalam timus.
Kedua jenis limfosit tersebut tidak dapat dibedakan dalam pewarnaan
giemsa, keduanya memiliki morfologi yang sama dengan bentuk bulat
berukuran sekitar 12 µm, nukleus padat hampir menutupi semua bagian sel
sehingga menyisakan sedikit sitoplasma dan tidak bergranula (Nugraha,
2015).
Limfosit adalah sel-sel yang kompoten secara imunologik karena
kemampuannya dalam membantu fagosit dan jumlahnya mencapai 25-
35% (Nugraha, 2015).
9
Gambar 2.2 Limfosit (Thamrin, 2017)
Morfologi sel limfosit sebagai berikut :
a. Besarnya sel : 10 – 15 mikron
b. Bentuk inti : Oval / bulat dan relatif besar.
c. Warna inti : Biru gelap
d. Kromatin : Kompak memadat
e. Membran inti : Kurang jelas terlihat
f. Sitoplasma : Biru
3) Perkembangan Sel Limfosit
Sel progenitor limfosit berasal dari limfoid. Sel progenitor limfoid
akan berkembang menjadi limfoblas yang kemudian akan menjadi
prolimfosit dan terakhir akan menjadi limfosit. Beberapa sel limfosit akan
bermigrasi menuju timus dan akan mengalami deferesnsiasi menjadi sel T
matang selama perjalanan dari korteks menuju medula. Sedangkan limfosit
yang tetap menetap dalam sumsum tulang akan matang sebagai sel limfosit
B, jika terjadi pengenalan antigen selama sel limfosit B bersirkulasi ala
darah tepi, sel limfosit B akan mengalami pematangan menjadi sel B
memori atau sel plasma (Nugraha, 2015).
4) Fungsi Sel Limfosit
Limfosit T berfungsi sebagai sistem imunitas alami terhadap agen
asing (Puspita, n.d). Limfosit B berfungsi menghasilkan antibodi, yang
beredar dalam darah dan bertanggung jawab dalam imunitas humoral atau
yang diperantarai antibodi.
10
C. Tinjauan Umum Tentang Sediaan Apus Darah Tepi
Apusan darah tepi adalah preparat apus dengan metode supra vital untuk
mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan yang hidup. Sel-sel darah yang
hidup dapat mengisap zat-zat warna yang konsentrasinya sesuai dan akan
berdifusi ke dalam sel darah tersebut, selanjutnya zat warna akan mewarnai
granula pada sel bernukleus polimorf (Thamrin, 2017).
Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan meneteskan darah
lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan
diperiksa dibawah mikroskop. Guna pemeriksaan apusan darah:
a. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)
b. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
c. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).
Saat membuat sediaan hapus darah hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa hanya 2/3 sampai 3/4 bagian kaca objek yang digunakan untuk apusan
darah. Kaca penutup yang panjang (24 x 50 mm) paling sesuai digunakan
untuk pembuatan apus darah. Ketebalan lapisan sediaan apus harus dibuat
sedemikian rupa sehingga sebagian eritrosit yang berdampingan dapat
terpisah dan sebagian lainnya bersatu membentuk fragmen-fragmen gulungan
uang yang kecil. Sediaan apus dengan lapisan yang terlalu tebal tidak
memungkinkan analisis struktur sel yang halus karena sel-sel tidak cukup
tersebar (Freund, 2012).
Untuk menghasilkan pemeriksaan yang baik untuk pemeriksaan dapat
dinilai secara visual. Sediaan apus darah tepi yang baik harus memiliki tiga
bagian yaitu kepala, badan dan ekor dengan ketebalan gradual dan ketebalan
apusan tersebut menggambarkan distribusi sel darah. Bagian paling tebal
berada pada daerah kepala, eritrosit pada bagian ini saling menumpuk, tidak
teratur dengan sel berbagai macam sel leukosit. Bagian badan apusan menipis
dengan distribusi eritrosit yang merata dan leukosit menyebar dengan baik,
pada bagian tengah apusan didominasi oleh sel limfosit dan bagian samping
apusan merupakan campuran yaitu granulosit dan monosit. Pada bagian ekor
apusan semakin menipis dan berujung dengan membentuk lidah, distribusi
11
eritrosit pada bagian ini agak longgar dan sel leukosit yang mendominasi
adalah sel neutrophil (Nugraha, 2015).
Jenis apusan darah :
a. Sediaan darah tipis
Sediaan darah tipis merupakan apusan yang digunakan di dalam
laboratorium hematologi tetapi dapat juga digunakan untuk pemeriksaan
parasit malaria jika eritrosit tetap nampak sebagai sel utuh. Pada apus
darah tipis terdapat dua teknik pembuatan preparat yaitu menggunakan
kaca penutup (cover glass smears) atau menggunakan kaca objek (wedge
smear)
b. Sediaan darah tebal
Sediaan darah tebal dibuat dari setetes darah pada kaca objek yang di apus
secara spiral mengguakan ujung kaca objek atau kaca penutup. Preparat
apus darah tebal ini pada umumnya digunakan untuk pemeriksaan parasit
malaria, dengan teknik apus darah tebal eritrosit akan lisis dan
memudahkan dalam melakukan pemeriksaan malaria.
Kriteria preparat yang baik :
1. Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih
ada tempat untuk pemberian label.
2. Secara granula penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari
kepala ke arah ekor.
3. Ujung atau ekornya tidak berbentuk bendera robek.
4. Tidak berulang-ulang karena bekas lemak ada di atas kaca benda.
5. Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu.
6. Tidak terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak
terlalu tipis (karena sudut penggeseran yang sangat besar).
7. Pewarnaan yang baik.
D. Tinjauan Umum Tengtang Pewarnaan Sediaan Darah Tepi
Untuk mempermudah pengamatan sel dan komponennya pada apus darah
tepi secara tepat, maka perlu dilakukan suatu teknik pewarnaan. Terdapat
berbagai macam teknik pewarnaan yang digunakan untuk sediaan apus darah
12
tepi sesuai tujuan pemeriksaan, teknik pewarnaan yang digunakan untuk
mengamati sel dan komponen sel darah pada umumnya didasarkan pada sifat
sel dan komponen sel terhadap zat warna, selain itu terdapat teknik
pewarnaan khusus untuk mewarnai komponen sel saja seperti sisa RNA pada
pemeriksaan retikulosit, granula leukosit dan lain sebagainya (Nugraha,
2015).
Teknik pewarnaan ini pertama kali dikenalkan oleh Romanowsky dan
Malachowski pada tahun 1891 menggunakan methylene blue dan eosin, yang
selanjutnya dimodifikasi oleh ilmuan lain dan yang terkenal adalah Leishman,
May-Grunwald, Wright dan Giemsa dengan tujuan menghasilkan pewarnaan
yang lebih baik agar mudah diamati (Nugraha, 2015).
Pewarnaan romanosky menggunakan zat warna azure B (trimethylthonin,
produk oksidasi methylene blue) yang memiliki warna biru dan eosin (eosin
B atau eosin Y) dengan warna merah, kombinasi kedua zat warna dapat
bersifat polikromatik yang dapat menghasilkan beberapa warna terhadap
sediaan apus darah tepi. Methylene blue merupakan zat warna dengan muatan
positif (kation) sehingga bereaksi dengan sel atau komponen sel yang
bermuatan negatif (anion) seperti asam nukleat (DNA/RNA), nucleoprotein,
granula basophil dan granula neutrofil. Sedangkan eosin adalah zat warna
anion sehingga akan mewarnai sel yang bermuatan positif seperti
hemoglobin, granula eosin dan granula neutrofil. Teknik pewarnaan yang
umum digunakan di Indonesia untuk sediaan apus darah tepi yaitu giemsa,
karena ketahanan hasil zat warna tersebut lebih dengan hasil pewarnaan lebih
jelas (Nugraha, 2015).
Pewarna giemsa biasanya dapat dibeli dalam bentuk larutan. Sebelum
digunakan, larutan ini harus diencerkan dengan larutan penyangga (buffer)
fosfat pH 6,4. Pewarna Giemsa diencerkan dengan buffer fosfat pH 6,4
dengan perbandingan 1 bagian Giemsa dan 9 bagian buffer, campur, saring.
Larutan ini harus dibuat baru. Pewarna giemsa tidak mengandung methanol
sehingga sediaan harus difiksasi dahulu sebelum diwarnai. Hal ini berbeda
13
dengan zat warna Wright yang telah mengandung methanol dalam
konsentrasi tinggi, sehingga sediaan tidak perlu difiksasi (Riswanto, 2013).
E. Tinjauan Umum Tentang Pengencer Giemsa
1. Larutan Buffer
Larutan penyangga adalah larutan yang bersifat mempertahankan pH-
nya, jika ditambahkan sedikit asam atau sedikit basa atau diencerkan.
Larutan penyangga merupakan campuran asam lemah dengan basa
konjugasinya atau campuran basa lemah dengan asam konjugasinya
(Utami, 2011)
NaCl fisiologis merupakan larutan yang memiliki sifat buffer, isotonis
dan konsentrasinya sekitar 0,9% (Diarti, Tatontos, & Turmuji, 2016).
Larutan fisiologis ini merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak
iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering (Liswanti, 2014).
Larutan NaCl fisiologis dibuat dari kristal NaCl sebanyak 0,9 gram
kemudian dilarutkan dalam aquadest 100 ml.
2. Aquadest
Aquadest merupakan air murni, dengan asumsi hanya berisi molekul-
molekul H2O tanpa adanya penambahan unsur lain seperti ion
(Sukarsono, Marhaendrajaya, & Firdausi, 2008). Aquadest berasal dari air
hasil penyulingan, kandungannya murni H2O, sedangkan air mineral tidak
murni H2O dan tidak sama dengan air mineral. Bahkan aquadest tidak ada
kandungan mineralnya.
14
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Sediaan apusan darah tepi merupakan sediaan darah yang diteteskan
diatas objek gelas yang kemudiaan dipaparkan dan diberi pewarnaan. Sediaan
apusan darah berguna untuk evaluasi morfologi sel darah, hitung jenis
leukosit, menghitung trombosit dan identifikasi parasit. Berdasarkan jenisnya
apusan darah tepi terbagi atas dua jenis yakni apus darah tebal dan dan apus
darah tipis. Sediaan apusan darah tepi yang baik memiliki lebar apusan yang
tidak memenuhi objek gelas, tidak berlobus, pada bagian ekor tidak berbentuk
bendera sobek, dari bagian kepala hingga ekor apusan berangsur-angsur
menipis, tidak terputus-putus, tidak terlalu tebal dan tidak teralu tipis. Sediaan
apusan darah tepi dibuat dengan menggunakan darah EDTA yang kurang dari
1 jam dan dapat diwarnai, diantaranya dengan pewarnaan wright, pewarnaan
sudan black, dan pewarnaan giemsa. Pewarnaan yang paling sering digunakan
di Indonesia adalah pewarnaan giemsa karena pewarnaan ini memiliki hasil
pewarnaan yang lebih jelas dan cocok di daerah tropis.
Sebelum digunakan pewarna giemsa harus terlebih dahulu diencerkan.
Larutan pengencer yang digunakan untuk mengencerkan giemsa pekat sangat
mempengaruhi hasil pewarnaan. Larutan pengencer yang digunakan adalah
larutan buffer dan bersifat isotonis. Larutan buffer merupakan larutan yang
dapat mempertahankan pH meskipun ditambahkan sedikit asam ataupun basa.
Larutan buffer yang digunakan dalam pengenceran adalah larutan buffer
fosfat .Namun laborarium pada lingkungan pendidikan terkadang memiliki
stok reagen yang minim sehingga larutan buffer fosfat diganti dengan
aquadest. Pada penelitian ini larutan buffer fosfat akan diganti dengan larutan
NaCl fisiologis sebagai alternatif dari larutan buffer fosfat dengan aquadest
sebagai pembanding.
14
15
B. Kerangka Pikir
C. Variable Penelitian
1. Variable Bebas
Variable bebas dalam penelitian ini adalah larutan NaCl fisiologis dan
aquadest.
2. Variable Terikat
Variable terikat dalam penelitian ini adalah hasil pewarnaan pada
morfologi eosinofil dan limfosit.
Pembuatan apusan darahtipis
Pengencer giemsamenggunakan NaCl
fisiologis
Darah EDTA
Pengencer giemsamenggunakan
aquadest
Hasil pewarnaanmorfologi sel
eosinofil dan limfositdengan pengencer
giemsa menggunakanNaCl fisiologis
Hasil pewarnaanmorfologi sel
eosinofil dan limfositdengan pengencer
giemsa menggunakanaquadest
16
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Defenisi Operasional
a. Morfologi eosinofil adalah sel leukosit yang memiliki ukuran 10-15
µm dengan sitoplasma berwarna merah dan inti kebiru-biruan.
b. Morfologi limfosit adalah sel leukosit yang memiliki ukuran 10-15
µm dengan sitoplasma berwarna biru muda dan inti biru gelap.
c. Sediaan apus darah tepi adalah pemeriksaan dengan teknik
mikroskopik untuk mengamati morfologi sel darah.
d. Pewarnaan sediaan darah tepi adalah pewarnaan yang dilakukan
pada sediaan darah tepi untuk mempermudah pengamatan sel dan
komponennya pada apusan darah tepi secara tepat.
e. Pengencer giemsa adalah larutan yang digunakan untuk
mengencerkan giemsa pekat. Pengencer yang digunakan pada
penelitian ini adalah NaCl fisiologis dan aquadest.
2. Kriteria Objektif
a. Kriteria pewarnaan morfologi sel eosinofil dan limfosit yang baik :
1. Inti eosinofil berwarna biru dengan sitoplasma berwarna merah.
2. Inti limfosit berwarna biru tua hingga ungu dengan sitoplasma
berwarna biru muda.
b. Kriteria pewarnaan morfologi sel eosinofil dan limfosit yang tidak
baik :
1. Inti eosinofil tidak berwarna biru dengan sitoplasma tidak
berwarna merah.
2. Inti limfosit tidak berwarna biru tua hingga ungu dengan
sitoplasma berwarna biru muda
17
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada sediaan apusan darah tipis
dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan menggunakan NaCl fisiologis dan
aquadest.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Hematologi Jurusan
Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 13 April-26 Mei 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok individu atau obyek yang memiliki
karakteristik yang sama, yang mungkin diselidiki/diamati (Moch. Imron &
Munif, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa D
III Jurusan Analis Kesehatan Tingkat 3 Poltekkes Kemenkes Kendari
berjumlah 43 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi obyek penelitian
(Moch. Imron & Munif, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah sampel
darah yang diambil dari mahasiswa D III Jurusan Analis Kesehatan
Tingkat 3 Poltekkes Kemenkes Kendari yang berjumlah 11 orang. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Simple Random
Sampling yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.
17
18
1. Besar Sampel
Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu 25% karena
jumlah populasi < 100.
n = N × 25%
n = 43 × 25%
n = 10, 75 11
Berdasarkan perhitungan diatas, didapatkan besar sampel sebanyak
11 sampel. Dari sampel tersebut dibuat apusan darah secara duplo,
sehinnga akan dibuat preparat apusan darah sebanyak 22.
D. Prosedur Pengambilan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung pada saat penelitian,
yang meliput pencatatan hasil pemeriksaan morfologi pada sediaan apus
darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan dengan NaCl
fisiologis dan aquadest.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau
data-data yang telah ada, berupa studi kepustakaan dengan cara membaca
dan mengutip buku-buku, dokumen dan literatur lainnya.
E. Instrumen Penelitian
1. Alat
Gelas kimia 200 mL
Objek gelas
Bak pewarnaan
Pipet tetes
Pipet ukur
Botol reagen
Botol semprot
Timbangan analitik
Cawan porselin
19
Kertas label
Ball filler
Spoit
Tabung EDTA
Tourniquet
Mikroskop
2. Bahan
1. Giemsa 10%
2. Methanol absolut
3. Kristal NaCl
4. Aquadest
5. Kapas
6. Alkohol 70%
7. Minyak imersi
F. Prosedur Kerja
1) Pra Analitik
1) Persiapan pasien : Menjelaskan kepada pasien terhadap tindakan
yang akan dilakukan.
2) Persiapan sampel : Darah EDTA
3) Pembuatan larutan NaCl fisiologis :
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Ditimbang kristal NaCl sebanyak 0,9 gram.
c. Larutkan dalam aquadest 100 mL.
d. Masukkan ke dalam botol reagen dan homogenkan serta di beri
label.
4) Pembuatan larutan stok giemsa dengan pengencer NaCl fisiologis :
a. Dipipet giemsa induk sebanyak 1 ml.
b. Tambahkan larutan NaCl fisiologis sebanyak 9 ml.
c. Masukkan ke dalam botol reagen dan homogenkan serta diberi label.
5) Pembuatan larutan stok giemsa dengan pengencer aquadest :
1. Dipipet giemsa induk sebanyak 1 ml.
20
2. Tambahkan dengan aquadest sebanyak 9 ml.
3. Masukkan ke dalam botol reagen dan homogenkan serta diberi label.
2) Analitik
Prosedur pembuatan apusan darah :
1. Teteskan setetes kecil darah ± 10 μL pada kaca objek (2-3mm dari
ujung kaca)
2. Letakkan kaca penghapus dengan sudut 30-45º terhadap kaca objek, di
depan tetesan darah.
3. Dorong kaca penghapus ke belakang sehingga menyentuh tetesan
darah, tunggu sampai tetesan darah menyebar pada sudut tersebut.
4. Tarik kaca penghapus sehingga terbentuk hapusan darah sepanjang 3-4
cm pada kaca objek. Darah harus habis sebelum kaca penghapus
mencapai ujung lain dari kaca objek.
5. Biarkan hapusan darah sampai kering
6. Beri label pada area kosong apusan.
Prosedur pewarnaan giemsa :
1. Letakkan sediaan apus di atas bak tempat pewarnaan
2. Fiksasi sediaan hapus dengan meneteskan metanol absolut sampai
tergenang selama 2-3 menit, lalu buang kelebihan methanol yang masih
tersisa.
3. Teteskan sediaan dengan larutan Giemsa, biarkan selama 20-30 menit
4. Bilas dengan air mengalir sampai bersih.
5. Biarkan sediaan mengering dengan meletakkan sediaan hapus pada rak.
3) Pasca Analitik
a. Hasil pewarnaan morfologi sel eosinofil dan limfosit yang baik :
1. Inti eosinofil berwarna biru dengan sitoplasma berwarna merah.
2. Inti limfosit berwarna biru tua hingga ungu dengan sitoplasma
berwarna biru muda.
b. Hasil pewarnaan morfologi sel eosinofil dan limfosit yang tidak baik :
1. Inti eosinofil tidak berwarna biru dengan sitoplasma tidak
berwarna merah.
21
2. Inti limfosit tidak berwarna biru tua hingga ungu dengan
sitoplasma berwarna biru muda
G. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
yaitu dihitung jumlah sediaan yang baik, dan tidak baik dari hasil
pemeriksaan mikroskopis morfologi sel darah dalam pewarnaan giemsa yang
diencerkan menggunakan NaCl fisiologis dan aquadest.
H. Pengolahan Data
1. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul.
2. Scoring, yaitu pemberian skor pada masing-masing sampel yang
digunakan dalam bentuk angka.
3. Tabulating, yaitu untuk meringkas data yang diperlukan dalam bentuk
tabel yang telah dipersiapkan. Data yang diperoleh kemudian
dikelompokkan dan diproses dengan menggunakan tabel menurut
kategorinya masing-masing.
I. Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisa dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
X : Jumlah persentase variabel yang diteliti
f : Jumlah hasil pewarnaan yang baik/tidak baik
n : Jumlah sampel penelitian
k : Konstanta (100%)
J. Penyajian Data
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian
dijelaskan dalam bentuk narasi.
K. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subyek. Dalam
penelitian ini menekankan masalah etika yang meliputi :
22
a. Informed concent
Peneliti memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden
dengan tujuan agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan
mengetahui dampaknya, jika subyek bersedia maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia
maka peneliti harus menghormati hak subyek.
b. Anonimity (Tanpa nama)
Peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data,
hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
c. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil riset (Mundakir, 2017).
23
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan pada Laboratorium Hematologi Jurusan
Analis Kesehatan, yang merupakan laboratorium yang digunakan untuk
menunjang proses belajar maupun penelitian mahasiswa jurusan analis
kesehatan.
2. Letak Geografis
Laboratorium hemetologi Jurusan Analis kesehatan terletak di Jl.
Jend. A. H. Nasution No. G 14 andounohu, tepatnya kelurahan Kambu
Kecematan Kambu, Kota Kendari, Batas Wilayah Poltekkes Kemenkes
Kendari jurusan analis kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Sebelah Barat berbatasan dengan kompleks pertokoan/bangunan Ruko
dan perumahan warga sekitar
2) Sebelah Timur berbatasan dengan kompleks pertokoan/ bangunan ruko
dan perumahan warga sekitar
3) Sebelah Utara berbatasan dengan akademi keperawatan PPNI
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan kost-kostsan Mahasiswa
3. Visi dan Misi Jurusan Analis Kesehatan
A. Visi
Menghasilkan ahli teknologi laboratorium medik yang profesional
dan unggul dalam bidang mikrobiologi berwawasan maritim tahun
2029.
B. Misi
1) Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan tenaga ahli
laboratorium medik yang unggul pada bidang mikrobiologi
2) Menyelenggarakan penelitian terapan dibidang laboratorium medik
3) Mengembangkan sistem pembelajaran yang berbasis teknologi
informasi.
24
24
4) Menyelenggarakan pengabdian masyarakat dibidang teknologi
laboratorium medik pada daerah maritime dengan pendekatan
problem solving.
5) Menyelenggarakan kemitraan dengan berbagai institusi regional,
resional dan internasional.
4. Sarana dan Prasarana
Jurusan analis kesehatan mempunyai sarana dan prasarana yang
menunjang proses berlangsungnya perkuliahan diantaranya : 4 ruang
perkuliahan, 1 ruang kantor atau jurusan dan 2 ruang laboratorium yang
membantu mahasiswa mempraktekan teori-teori yang didapatkan
dikelas yang terdiri atas : alat hematologi analizer, alat kimia darah, alat
urinalizer, inkubator, oven, waterbath, sentrifuge, mikroskop dan alat-
alat gelas maupun non gelas.
5. Sumber Daya Manusia
Staf pengajar di Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan Tahun 2018 sebanyak 10 orang, 4 orang staf administrasi
dan 11 orang instruktur laboratorium.
B. Hasil Penelitian
1. Gambar Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Gambar hasil pengamatan pada morfologi eosinofil dengan
menggunakan giemsa yang diencerkan menggunakan NaCl
Fisiologis dan Aquadest
Morfologi Eosinofil Keterangan
Morfologi eosinofil dengan
menggunakan giemsa yang
diencerkan menggunakan
NaCl Fisiologis terlihat
memiliki inti berwarna biru
dengan sitoplasma berwarna
merah.
25
Morfologi eosinofil dengan
menggunakan giemsa yang
diencerkan menggunakan
aquadest terlihat memiliki inti
berwarna biru dengan
sitoplasma berwarna merah
Tabel 5.2 Gambar hasil pengamatan pada morfologi limfosit dengan
menggunakan giemsa yang diencerkan menggunakan NaCl
dan Aquadest
Morfologi Limfosit Keterangan
Morfologi limfosit dengan
menggunakan giemsa yang
diencerkan menggunakan NaCl
terlihat memiliki inti berwarna
ungu dengan sitoplasma
berwarna biru muda.
Morfologi limfosit dengan
menggunakan giemsa yang
diencerkan menggunakan
aquadest terlihat memiliki inti
berwarna ungu dengan
sitoplasma berwarna biru muda.
26
2. Hasil Pengamatan Morfologi Eosinofil dan Limfosit
Tabel 5.3 Hasil pengamatan morfologi sel eosinofil yang diwarnai
menggunakan giemsa yang diencerkan dengan NaCl
fisiologis dan aquadest.
Pengencer
Giemsa
Morfologi Sel EosinofilJumlah
Baik % Tidak baik %
NaCl Fisiologis
Aquadest
6
11
54,5
100
5
0
45,5
0
11
11
Tabel 5.3 menunjukan hasil pengamatan morfologi sel eosinofil
terhadap sebelas sampel yang telah di buat sediaan apusan darah yang
kemudian diwarnai menggunakan giemsa induk dengan pengencer NaCl
Fisiologis dan aquadest diperoleh hasil bahwa sediaan apusan darah yang
menggunakan pewarna giemsa dengan pengencer NaCl fisiolgis
ditemukan 54,5% memiliki morfologi sel eosinofil yang baik dan 45,5%
memiliki morfologi sel eosinofil yang tidak baik. Pengamatan sediaan
apusan darah yang menggunakan giemsa dengan pengencer aquadest
ditemukan 100% memiliki morfologi sel eosinofil yang baik dan tidak
ditemukan morfologi sel eosinofil yang tidak baik.
Tabel 5.4 Hasil pengamatan morfologi sel limfosit yang diwarnai
menggunakan giemsa yang diencerkan dengan NaCl
fisiologis dan aquadest.
Pengencer
Giemsa
Morfologi Sel LimfositJumlah
Baik % Tidak baik %
NaCl Fisiologis
Aquadest
7
11
63,6
100
4
0
36,4
0
11
11
Tabel 5.4 menunjukkan hasil pengamatan morfologi sel limfosit
terhadap sebelas sampel yang telah di buat sediaan apusan darah
menggunakan pewarnaan giemsa induk dengan pengencer NaCl
Fisiologis dan aquadest diperoleh hasil bahwa sediaan apusan darah yang
27
menggunakan pewarna giemsa dengan pengencer NaCl fisiolgis
ditemukan 63,6% memiliki morfologi sel limfosit yang baik dan 36,4%
memiliki morfologi sel limfosit yang tidak baik. Kemudian pengamatan
dengan sediaan apusan darah yang menggunakan giemsa dengan
pengencer aquadest ditemukan 100% memiliki morfologi sel limfosit
yang baik dan tidak ditemukan morfologi sel limfosit yang tidak baik.
Tabel 5.5 Perbandingan antara pengencer NaCl Fisiologis dan Aquadest
berdasarkan banyaknya morfologi sel eosinofil dan limfosit
yang masuk dalam kategori baik.
Morfologi SelLarutan Pengencer
NaCl Fisiologis Aquadest
Sel Eosniofil 54,5 % 100 %
Sel Limfosit 63,6 % 100 %
Tabel 5.5 menunjukan bahwa morfologi sel eosinofil dan limfosit
yang memiliki morfologi baik paling banyak ditemukan pada apusan
darah dengan pewarnaan giemsa menggunakan pengencer aquadest
dibanding menggunakan NaCl fisiologis. Ditemukan morfologi sel
eosinofil yang baik sebanyak 100% pada pengamatan apusan darah pada
pewarnaan giemsa menggunakan pengencer aquadest, sedangkan pada
pewarnaan giemsa dengan pengencer NaCl fisiologis ditemukan
sebanyak 54,5%. Pada pengamatan morfologi sel limfosit ditemukan
morfologi yang baik pada apusan darah yang diwarnai dengan giemsa
menggunakan pengencer aquadest sebanyak 100%, sedangkan pada
pewarnaan giemsa dengan pengencer NaCl fisiologis ditemukan
sebanyak 63,6%.
C. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 13 April – 26
Mei 2018 di Laboratorium Hematologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
Kemenkes Kendari tentang Gambaran Morfologi Sel Eosinofil dan Limfosit
Pada Sediaan Apusan Darah Tipis Dalam Pewarnaan Giemsa yang
28
Diencerkan dengan NaCl Fisiologis ditemukan 54,5% morfologi sel eosinofil
yang baik dan 45,5% memiliki morfologi sel eosinofil yang tidak baik untuk
pewarnaan giemsa dengan menggunakan pengencer NaCl fisiologis, dan
ditemukan 100% morfologi sel eosinofil yang baik dan tidak ditemukan
morfologi sel eosinofil yang tidak baik untuk pewarnaan giemsa dengan
pengencer aquadest. Pada pengamatan morfologi limfosit ditemukan
ditemukan 63,6% morfologi sel limfosit yang baik dan 36,4% morfologi sel
limfosit yang tidak baik untuk pewarnaan giemsa dengan pengencer NaCl
fisiologis dan ditemukan 100% morfologi sel limfosit yang baik dan tidak
ditemukan morfologi sel limfosit yang tidak baik untuk pewarnaan giemsa
dengan pengencer aquadest.
Pada pengamatan morfologi sel eosinofil dengan pewarnaan giemsa
menggunakan pengencer NaCl fisiologis ditemukan 54,5% morfologi yang
baik dengan inti sel yang berwarna biru dan sitoplasma yang berwarna merah,
hal ini berarti komponen sel yang bersifat asam menarik zat warna giemsa
yang bersifat basa (Azur B) dan komponen sel yang bersifat basa menarik zat
warna giemsa yang bersifat asam (Diarti, Tatontos, & Turmuji, 2016).
Selain ditemukan morfologi sel eosinofil yang baik pada pewarnaan
giemsa menggunakan pengencer NaCl fisiologis, ditemukan juga morfologi
sel eosinofil yang tidak baik yakni sebanyak 45,5% dengan inti sel yang
berwarna biru dan sitoplasma yang pucat. Hal ini disebabkan oleh pH larutan
NaCl fisiologis lebih dari 7 sehingga inti sel eosinofil yg memiliki sifat asam
lebih menyerap zat warna basa (Azur B). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Bhakti (2013) yang menyatakan bahwa pH pengencer pada
pewarnaan Giemsa sangat berpengaruh terhadap kualitas pewarnaan sediaan
apusan darah tipis.
Hasil yang diperoleh pada pengamatan morfologi sel limfosit pada
pewarnaan giemsa dengan menggunakan pengencer NaCl fisiologis
ditemukan morfologi sel limfosit yang baik sebanyak 63,6% dengan inti sel
yang berwarna biru tua hingga ungu dan sitoplasma berwarna biru muda. Inti
sel yang berwarna ungu pada sel limfosit disebabkan oleh Pewarnaan giemsa
29
menggunakan zat warna azur B (trimethylthonin, produk oksidasi methylene
blue) yang memiliki warna biru dan eosin (eosin B atau eosin Y) dengan
warna merah, kombinasi kedua zat warna dapat bersifat polikromatik yang
dapat menghasilkan beberapa warna terhadap sediaan apus darah tipis
(Nugraha, 2015).
Pada pengamatan morfologi sel limfosit dengan pewarnaan giemsa
menggunakan pengencer NaCl fisiologis ditemukan juga morfologi yang
tidak baik yakni sebanyak 36,4% dengan inti yang berwarna biru tua dan
sitoplasma yang pucat. Hal ini tidak diketahui secara pasti apa penyebabnya
namun hal tersebut dapat terjadi karena faktor yang dipengaruhi oleh hasil
kualitas pewarnaan yakni teknik pembuatan sediaan darah, sumber daya
manusia (keterampilan dan ketelitian peneliti), proses pengecatan yang
kurang tepat, kualitas pengencer dan kualitas giemsa yang digunakan kurang
memenuhi mutu cat giemsa yang baik (Suryanta, Soebiyono & Kurniati,
2012).
Hasil pengamatan morfologi sel eosinofil dan limfosit pada pewarnaan
giemsa menggunakan aquadest ditemukan semua morfologi dalam kategori
baik (100%). Aquadest memiliki pH dengan kisaran 6,8 - 7,2 sehingga sel
eosinofil dan limfosit dapat menyerap zat warna giemsa dengan baik yakni
zat warna azur B yang bersifat basa dan eosin Y yang bersifat asam (Diarti,
Tatontos, & Turmuji, 2016).
Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan, pada pewarnaan
giemsa menggunakan pengencer NaCl fisiologis dan aquadest ditemukan
morfologi baik yang banyak pada apusan darah dengan pewarnaan giemsa
menggunakan pengencer aquadest dibanding dengan pengencer NaCl
fisiologis. Hal ini ditunjukan dengan ditemukan morfologi eosinofil dan
limfosit yang baik sebanyak 100% pada pewarnaan giemsa menggunakan
pengencer aquadest, sedangkan pada pewarnaan giemsa menggunakan NaCl
fisiologis ditemukan morfologi eosinofil yang baik sebanyak 54,5% dan
morfologi limfoit yang baik sebanyak 63,4%. Pada penelitian ini, aquadest
memiliki kualitas pewarnaan yang baik karena aquadest memiliki pH 6-7, hal
30
ini sejalan dengan penelitian Bhakti (2013) yang menyatakan bahwa larutan
pengencer pada pH 6 dan 7 memiliki sediaan apus darah tipis yang baik. Pada
pewarnaan giemsa dengan menggunakan NaCl fisiologis masih ada morfologi
sel eosinofil dan limfosit yang penyerapan warnanya tidak baik, ini dapat
karena dipengaruhi oleh kualitas giemsa induk, kualitas pengencer cat
giemsa, kebersihan slide, lama fiksasi dengan methanol dan ketebalan
sediaan. Meskipun masih ada morfologi yang tidak baik akan tetapi sebagian
besar morfologi sel eosinofil dan limfosit masih memenuhi kriteria baik yaitu
sel yang utuh dan jelas, warna yang cukup kontras dan masih dapat diamati
(Diarti, Tatontos, & Turmuji, 2016).
Dasar dari pemeriksaan Romanowsky giemsa adalah penggunaan dua zat
warna yang berbeda yaitu Azur B (Bluish) bersifat basa dan Eosin Y
(Yellowish) bersifat asam. Azur B akan mewarnai komponen sel yang bersifat
asam seperti kromatin, dan beberapa struktur sitoplasma (DNA dan RNA)
menjadi warna biru sampai ungu. Sedangkan Eosin Y akan mewarnai
komponen sel yang bersifat basa seperti mitokondria dan granula menjadi
warna merah oren. Ikatan Eosin Y pada Azur B yang beragregasi dapat
menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal sebagi efek Romanowsky
giemsa. Dalam pewarnaan giemsa kualitas pengencer berperan penting
terhadap kualitas pewarnaan. Jika suatu larutan pengencer memiliki pH yang
asam maka komponen sel yang bersifat basa akan lebih menyerap zat warna
asam dan larutan pengencer yang memiliki pH basa, komponen sel yang
bersifat asam akan lebih menyerap zat warna basa (Harr, 2016;Diarti,
Tatontos, & Turmuji, 2016).
Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengambilan 11 sampel darah,
kemudian dibuat 22 sediaan apusan darah tipis yang terdiri atas 11 sediaan
apusan darah tipis dengan pewarnaan giemsa yang diencerkan dengan NaCl
fisiologis dan 11 sediaan apusan darah tipis dengan pewarnaan giemsa yang
diencerkan menggunakan aquadest. Setelah dilakukan pembuatan sediaan
peneliti melakukan pengamatan pada morfologi sel eosinofil dan limfosit.
Dalam pembuatan sediaan apusan darah tipis peneliti masih kesulitan dalam
31
pembuatan sediaan apus darah tipis yang terkadang masih memiliki lobus
pada objek gelas yang digunakan sehingga apusan darah harus dibuat ulang
karena tidak memenuhi syarat preparat yang baik.
32
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan terhadap gambaran morfologi
sel eosinofil dan limfosit pada sediaan apusan darah tipis dalam pewarnaan
giemsa yang diencerkan menggunakan NaCl fisiologis dan aquadest, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada sediaan apusan
darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan menggunakan NaCl
fisiologis didapatkan 54,5% memiliki morfologi sel eosinofil yang baik dan
45,5% memiliki morfologi sel eosinofil yang tidak baik. Pada morfologi
limfosit didapatkan 63,6% memiliki morfologi sel limfosit yang baik dan
36,4% memiliki morfologi sel limfosit yang tidak baik.
2. Pada gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada sediaan apusan
darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan menggunakan
aquadest didapatkan 100% morfologi sel eosinofil dan limfosit yang baik.
3. Berdasarkan gambaran morfologi sel eosinofil dan limfosit pada sediaan
apusan darah tipis dalam pewarnaan giemsa yang diencerkan menggunakan
NaCl fisiologis dan aquadest yang telah diamati, pengenceran giemsa
dengan menggunakan aquadest lebih baik dibandingkan NaCl fisiologis.
B. Saran
1. Diharapkan kepada institusi pendidikan agar penelitian ini dapat dijadikan
bahan bacaan atau tambahan kepustakaan.
2. Diharapkan bagi tenaga laboratorium untuk lebih memperhatikan pH larutan
pengencer giemsa induk agar sel darah dapat menyerap zat warna dengan
baik.
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Bain, Barbara Jane. 2017. Hematologi Kurikulum Inti. EGC
Bhakti, Suryanata Widya. 2013. Pengaruh pH Buffer Pada Pengencer GiemsaTerhadap Gambaran Mikroskopis Sediaan Apus Malaria
Diarti, M. W., Tatontos, E. Y., & Turmuji, A. 2016. Larutan Pengencer AlternatifNaCl 0,9 % dalam Pengecatan Giemsa Pada Pemeriksaan MorfologiSpermatozoa.
Freund, Mathias. 2012. Heckner Atlas Hematologi. Jakarta. EGC
Gandosoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta. Dian Rakyat
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC
Gilang, Nugraha. 2015. Panduan Praktikum Laboratorium Hematologi Dasar.Jakarta. Trans Info Media
Harr, Robert R. 2016. Resensi Ilmu Laboratorium Klinis. Jakarta. EGC
Liswanti, Yane. 2014. Gambaran Laju Endap Darah (Metode Sedimat)Menggunakan Natrium Sitrat 3,8% Dan Edta Yang Di Tambah NaCl0,85%.
Moch. Imron, TA & Munif, Amrul. 2010. Metodologi Penelitian BidangKesehatan. Jakarta. Sagung Seto
Mundakir. 2017. Pedoman Penulisan Skripisi. Program Studi Ners Fakultas IlmuKesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya
Puspita, Sartika. n.d. Fungsi Jaringan Pulpa dalam Menjaga Vitalitas Gigi.http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10035/Bunga%20Rampai%20Chapter%207.pdf?sequence=6&isAllowed=y (diakses pada 21Februari 2018
Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hemaatologi. Yogyakarta.Alfamedia
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta EGC
Sukarsono, K., Marhaendrajaya, I., & Firdausi, K. S.. 2008. Studi Efek KerrUntuk Pengujian Tingkat Kemurnian Aquades, Air Pam Dan Air Sumur.
34
Suryanta, Soebiono, & Kurniati, Eni. 2012. Pengaruh Variasi KonsentrasiGiemsa Terhadap Hasil Pewarnaan Sediaan Darah Tipis PadaPemeriksaan Plasmodium sp.
Tarwotoh & Wartonah. 2008. Keperawatan Medical Bedah Gangguan SistemHematologi. Jakarta. Trans Info Media
Thamrin, Hilma Yuniar. 2017. Hematologi III. Bahan Ajar. Kendari. D3 AnalisKesehatan
Utami, Sri. 2011. Larutan Buffer. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/LarutanBuffer_SriUtami_9847.pdf (diakses 16 Januari 2018)
LAMPIRAN
Lampiran 1
2
3
4
Lampiran 2
5
Lampiran 3
SURAT PERSETUJUAN PENGAMBILAN SAMPEL(INFORMED CONCENT)
Saya bertanda tangan di bawah ini menyatakan tidak keberatan untuk
dilakukan tindakan pengambilan sampel darah vena dalam penelitian yang
dilakukan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
dengan judul : “Gambaran Morfologi Sel Eosinofil Dan Limfosit Pada
Sediaan Apusan Darah Tipis Dalam Pewarnaan Giemsa Yang Diencerkan
Menggunakan NaCl Fisiologis dan Aquadest”.
Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang
berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan dan kemungkinan pasca
tindakan yang dapat terjadi sesuai pejelasan yang diberikan.
Kendari, April 2018
. Yang membuat pernyataan
(Nama Lengkap)
Lampiran 4
ii
Lampiran 5
iii
Lampiran 6
iv
Lampiran 7
v
Lampiran 8
vi
DOKUMENTASI PENELITIAN
Alat dan bahan yang digunakan :
Pipet tetes Pipet Ukur Corong Gelas Kimia
Ball filler Botol Semprot Cawan porselin Neraca Analitik
Bak pewarnaan Mikroskop Kristal NaCl
Lampiran 9
vii
Giemsa Methanol Minyak Imersi
Penimbangan kristal NaCl Larutan NaCl 0,9% yang telahdalam pembuatan larutan NaCl 0,9% dibuat
Darah yang digunakan untuk membuat Apusan darah tipis yang telah diapusan darah tipis buat, dikeringkan sebelum fiksasi
viii
Setelah sediaan kering, fiksasi Pengenceran Giemsa Indukmenggunakan methanol. menggunakan NaCl 0,9%
dan aquadest
Dilakukan pewarnaan giemsa pada Setelah pewarnaan giemsa padasediaan yang telah difiksasi sediaan, sediaan dibilas dengan
aquadest, kemudiaan dikeringkan.
ix
Sediaan yang telah kering, siap untuk dilakukan pengamatan padadilakukan pengamatan sediaan
Morfologi Eosinofil pada pewarnaan Morfologi Limfosit pada pewarnaangiemsa dengan pengencer Aquadest giemsa dengan pengencer Aquadest
Morfologi Eosinofil pada pewarnaan Morfologi Limfosit pada pewarnaangiemsa dengan pengencer NaCl 0,9% giemsa dengan pengencer NaCl 0,9%
top related