gambaran pemberian asi pada bayi dengan ibu post...
Post on 07-May-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN PEMBERIAN ASI PADA BAYI DENGAN
IBU POST SECTIO CAESAREA DI RSU KABUPATEN
TANGERANG DAN RS SWASTA DI DEPOK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
OLEH:
CLARA DINDY
NIM: 1112104000021
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Undergraduate Thesis, 15 June 2016
CLARA DINDY, NIM: 1112104000021
Overview of Breastfeeding Baby with Post Sectio Caesarea Mother In Hospital
common Tangerang district and a private Hospital in Depok
xvii + 86 Page + 25 table + 3 chart + 3 attachment
ABSTRACT
High number of Sectio Caesarea and the low practice of breastfeeding of the
mother leads to various problems of breastfeeding and it can give negative effects for
the baby and for the mother. No studies have explored yet about breastfeeding
patterns. The purpose of this study is to explore the practice of breastfeeding of
mother with Sectio Caesarea. Descriptive quantitative was used in this study, using
65 patientsPost Sectio Caesarea. The results showed that 73.8% of babies didn‟t have
the IMD, 32.2% of mothers did the first breastfeed in < 3 hours after childbirth,
84.6% of mother considered that the surgery pain does not interfere in the process of
breastfeeding, 50.8% stated that breast milk production was much more occurred on
the first day, 95.4% mother has a spinal anesthetic, 98.5% of babies were born in
good condition, 91.3% of mothers said that rooming incould help them in breastfeed
than that of mothers who didn‟t got the rooming in. Suggestions for the hospital is to
improve the quality of services, especially in the Initiation of Early Breastfeeding
program and to consider rooming in policy application..
Reference: 49 (years 2003-2015)
Keywords: Sectio Caesarea, Breast Milk
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi, 15 Juni 2016
Clara Dindy, NIM: 1112104000021
Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea Di RSU
Kabupaten Tangerang dan RS Swasta di Depok
xvii+ 86 halaman + 25 tabel + 3 bagan + 3 lampiran
ABSTRAK
Tingginya angkasectio caesareadan rendahnya praktek pemberian Air Susu Ibu
(ASI) pada ibu dengan persalinan operasi dapat menimbulkan berbagai gangguan
menyusui dan dapat memberikan efek negatif bagi bayi maupun bagi ibu. Belum ada
penelitian yang mengeksplor tentang pola menyusui.Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi dengan ibu post Sectio
caesarea. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 65 orang pasien post sectio
caesarea.Hasil penelitian menunjukan 73,8% bayi tidak melakukan IMD, 32,2% ibu
pertama kali menyusui pada < 3 jam setelah persalinan, 84,6% menganggap bahwa
nyeri operasi tidak mengganggu dalam proses menyusui, 50,8% mengatakan
pengeluaran ASI lebih banyak terjadi pada hari pertama, 95,4% obat bius yang
dipakai oleh ibu adalah bius spinal, 98,5% bayi lebih banyak lahir dalam kondisi
baik, 91,3% ibu mengatakan rawat gabung lebih banyak memberikan efek menyusui
dibandingkan dengan yang tidak. Saran bagi rumah sakit diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan khususnya dalam program Inisiasi Menyusui Dini dan
semoga dapat menjadi pertimbangan rumah sakit dalam membuat kebijakan rooming
in bagi ibu dan bayi.
Referensi: 49 (tahun 2003-2015)
Kata Kunci: Sectio Caesarea, Air Susu Ibu
vi
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : CLARA DINDY
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 September 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Juanda Gang Anggrek No 89 Rt 03/Rw 026
Sukmajaya Depok
Email : claradindy@gmail.com
Fakultas/ Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program
Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TKIT Cut Mutia 1998 - 2000
2. SDN Mekar Jaya 31 Depok 2000 - 2006
3. SMPN 8 Depok 2006 - 2009
4. SMAIT Baitussalam 2009 – 2012
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 - sekarang
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufik dan hidayat. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea di RSU
Kabupaten Tangerang dan RS Swasta di Depok” Dalam penelitian skripsi ini, tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah
berkat rahmat dan hidayah-Nya, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya.
Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulida Handayani, S.Kp., MSc dan ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB,
selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Sekretaris Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Karyadi S,Kp M.kep PhD dan Ibu Ita Yuanita, S.Kp ,M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah sabar dan ikhlas untuk meluangkan waktu, tenaga serta
fikirannya selama membimbing peneliti.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas dan tulus
x
memberikan ilmu pengetahuaan kepada peneliti selama menjalankan
perkuliahan.
5. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang
telah banyak membantu dalam pengadaan referensi buku ataupun skripsi sebagai
bahan rujukan skripsi.
6. Kedua orang tua peneliti, sujud hormat atas semua pengorbanan Ibunda Tanti
Karyanti dan Ayahanda Antonius Dahlan yang senantiasa memberikan dukungan
dan kekuatan kepada peneliti baik berupa material maupun doa yang selalu
mereka panjatkan untuk mengiringi setiap langkah sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2012
yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan,
semangat, kebersamaan, kenangan, inspirasi yang telah diberikan serta
kekompakan yang selama ini tidak akan terlupakan.
Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga peneliti dapat menyempurnakan skripsi ini. Peneliti berharap skripsi ini
dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang
menggunakannya, terutama dalam hal kemajuan pendidikan selanjutnya.
Jakarta, Januari 2016
Clara Dindy
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i
SURAT PERNYATAAN…………………………………………………………….ii ABSTRACT ................................................................................................................ iii ABSTRAK .................................................................................................................. iv PERNYATAAN PERSETUJUAN………………………………………………….v LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………….viii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xiii DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 4 C. Pertanyaan penelitian ............................................................................................ 5 D. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 6
1. Tujuan Umum ............................................................................................... 6 2. Tujuan Khusus .............................................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 7 1. Bagi Ilmu keperawatan ................................................................................. 7 2. Bagi Peneliti .................................................................................................. 7 3. Bagi Peneliti Selanjutnya .............................................................................. 7 4. Bagi Instansi Terkait ..................................................................................... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9 A. Air Susu Ibu (ASI) ................................................................................................ 9
1. Definisi .......................................................................................................... 9 2. Manfaat ASI ................................................................................................ 10
B. Fisiologi Laktasi .................................................................................................. 14 C. Refleks Menyusui pada Ibu ................................................................................. 16 D. Komposisi Gizi ASI ............................................................................................ 19 E. Lama dan Frekuensi Menyusui ........................................................................... 21 F. Tanda kecukupan ASI ......................................................................................... 22 G. Cara menyusui yang benar .................................................................................. 22 H. Posisi dalam menyusui ........................................................................................ 23 I. Masalah Dalam Menyusui .................................................................................. 24 J. Faktor bayi .......................................................................................................... 26 K. Masalah menyusui pada ibu Sectio Caesarea ..................................................... 27 L. Syarat Rawat gabung .......................................................................................... 28 M. Persalinan Sectio Caesarea ................................................................................. 29
xii
1. Definisi ........................................................................................................ 29 2. Indikasi ........................................................................................................ 29 3. Dampak dari persalinan Sectio Caesarea ................................................... 30
N. Kerangka Teori ................................................................................................... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................. 34 A. Kerangka Konsep ................................................................................................ 34 B. Definisi Operasional ............................................................................................ 36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 39 A. Desain Penelitian................................................................................................. 39 B. Tempat dan waktu penelitian .............................................................................. 39 C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ............................................................. 39 D. Teknik pengambilan sampel ............................................................................... 40 E. Teknik pengumpulan data ................................................................................... 41 F. Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................................................. 42 G. Pengolahan data .................................................................................................. 43 H. Teknik Analisis Data ........................................................................................... 44 I. Etika penelitian ................................................................................................... 44
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 48 A. Gambaran Tempat Penelitian .............................................................................. 48
1. Gambaran Umum ........................................................................................ 48 B. Analisa Univariat ................................................................................................ 49
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 66 A. Gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea ...................................... 66 B. Gambaran waktu pertama kali ibu memberikan ASI nya ................................... 67 C. Gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap pemberian ASI ..... 70 D. Gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada ibu sectio
caesarea ..................................................................................................................... 72 E. Gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi terhadap pemberian ASI ... 73 F. Gambaran kondisi bayi yang lahir terhadap pemberian ASI .............................. 75 G. Gambaran pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian
ASI ............................................................................................................................ 76 H. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 78
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 79 A. Kesimpulan ......................................................................................................... 79 B. Saran ................................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
WHO :World Health Organitation
SC : Sectio Caesarea
IMD : Inisiasi Menyusui Dini
ASI : Air Susu Ibu
MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
DEPKES : Departemen Kesehatan
KEMENKES : Kementrian Kesehatan
UNESCO : United Nation Educational Scientific and Cultural Organization
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori 36
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 39
Bagan 3.2 Definisi Operasional 40
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah kelahiran 51
5.2 Distribusi Frekuensi Usia Ibu 52
5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir 52
5.4 Distribusi Frekuensi Kali Keberapa Persalinan dengan Operasi 53
5.5 Distribusi Frekuensi alasan persalinan dengan operasi 54
5.6 Distribusi Frekuensi Inisiasi menyusui dini 54
5.7 Distribusi Frekuensi anastesi yang digunakan 55
5.8 Distribusi Frekuensi kondisi bayi 55
5.9 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali ibu menyusui bayinya 56
5.10 Distribusi Frekuensi hari keberapa ASI mulai keluar 56
5.11 Distribusi Frekuensi makanan pertama bayi 57
5.12 Distribusi Frekuensi pengaruh nyeri operasi dalam proses pemberian
ASI 57
5.13 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari pertama 58
5.14 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari kedua 58
5.15 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari ketiga 59
5.16 Distribusi Frekuensi Rooming In Ibu dan Bayi 59
5.17 Distribusi Frekuensi pemberian ASI pada bayi berdasarkan perlakuan
Rooming In 60
xvi
5.18 Distribusi Frekuensi waktu pemberian ASI berdasarkan perlakuan
Rooming In 60
5.19 Distribusi Frekuensi Rooming In terhadap cara pemberian ASI 61
5.20 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap nyeri post
Operasi 62
5.21 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari pertama terhadap waktu pengeluaran
ASI 63
5.22 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari kedua terhadap waktu pengeluaran ASI 64
5.23 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari ketiga terhadap waktu pengeluaran ASI 65
5.24 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap waktu
pengeluaran ASI 66
5.25 Distribusi Frekuensi Efek anastesi yang digunakan terhadap pemberian ASI 67
5.26 Distribusi Frekuensi kondisi bayi dengan waktu pemberian ASI 67
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Izin penelitian dan pengambilan data
Lampiran 2.Kuesioner penelitian
Lampiran 3. Hasil olah SPSS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menyusui menurut World Health Organitation (WHO) adalah cara alami
untuk memberikan bayi nutrisi yang mereka butuhkan yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangannya di masa awal kehidupan. ASI eksklusif yang
dianjurkan adalah dari bayi lahir sampai usia 6 bulan, setelah itu bayi diberikan ASI
(Air Susu Ibu) dan makanan pendamping setelah berumur lebih dari 6 bulan, ASI
dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Namun pada kenyataannya pemberian
ASI pada bayi rata-rata di dunia hanya sebesar 38%. Hal ini mempengaruhi angka
kematian bayi di negara berkembang yang masih cukup tinggi yaitu sekitar 10 juta
orang, yang 60% dari kematian tersebut seharusnya dapat dicegah dengan pemberian
ASI, yang sudah terbukti dapat meningkatkan angka kesehatan bayi hingga 1,3 juta
bayi dapat diselamatkan (Isnaini, 2013).
Pada tahun 2013 cakupan bayi yang menerima ASI ekslusif kurang dari 40%
hampir sebagian besar sudah diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) sebelum
berusia 6 bulan hal ini sangat jauh dari target pemerintah yang ingin pemberian ASI
mencapai sebanyak 75% pada tahun 2013 (KEMENKES, 2014).
Dari data Riskesdas tahun 2013 masih sedikit dari ibu post partum yang ingin
segera menyusui anaknya. Hanya 34,5% yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini
(IMD) kurang dari 1 jam setelah persalinan dan 13% ibu yang menyusui kurang dari
48 jam. Padahal IMD sangat penting bagi kedekatan ibu dan bayi, IMD dengan
2
kontak kulit merupakan salah satu faktor yang meningkatkan keberhasilan menyusui
dimasa datang (Nia, 2014). Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan
pemberian ASI pada ibu setelah melahirkan, namun pemberian ASI di jam pertama
kelahiran tidak dapat dilakukan oleh ibu yang memiliki masalah pada persalinannya,
misalnya untuk ibu Sectio Caesarea (Eko, 2011). Keberhasilan pemberian ASI juga
terbukti memiliki hubungan dengan jenis persalinan dimana jenis persalinan
pervagina memiliki kemungkinan 2,53 kali lebih besar untuk bisa berhasil
dibandingkan dengan persalinan operasi Sectio Caesarea (Warsini, 2015).
Penelitian yang dilakukan Bayu (2013) menyatakan bahwa cara persalinan
dapat mempengaruhi jumlah pemberian ASI ekslusif pada bayi ditemukan untuk
jumlah pasien sectio caesarea lebih sedikit memberikan ASI ekslusif dibandingkan
dengan pasien yang mengalami persalinan normal untuk jumlah persalinan Sectio
Caesarea yang memberikan ASI sebanyak 14 ibu dan yang tidak memberikan ASI
ada 25 ibu, sedangkan untuk persalinan normal yang memberikan ASI sebanyak 21
ibu dan yang tidak memberikan ASI sebanyak 39 ibu. Hal ini bisa terjadi akibat
waktu pengeluaran ASI pada pasien dengan Sectio Caesarea lebih lambat dibanding
ibu yang melahirkan normal. Dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi, mobilisasi yang kurang dan
adanya rawat pisah ibu-anak (Desmawati, 2013). Dan juga dapat terjadi akibat
psikologis dan kondisi ibu sectio caesarea yang berbeda dengan ibu yang melahirkan
normal. Pemberian ASI secara dini yang tidak dilakukan oleh ibu dengan kelahiran
sectio caesarea juga dapat diakibatkan oleh kondisi bayi yang tidak memungkinkan,
3
hal ini yang membuat pengeluaran ASI pada ibu sectio caesarea lebih lambat
dibandingkan ibu yang melahirkan normal (Syamsinar, 2013).
Air Susu Ibu (ASI) ada yang sudah keluar pertama namun sebagian ibu Sectio
Cesarea tidak setuju untuk memberikannya pada hari pertama, meskipun ibu
mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI. Alasan ibu tidak melakukan inisiasi
hari pertama yaitu bayi yang belum dirawat gabung, ibu yang belum bisa duduk atau
mobilisasi dan ASI yang belum keluar (Dwi R, 2012). ASI yang tidak segera
diberikan akibat pengeluaran ASI yang lebih lambat akan meningkatkan
kemungkinan ibu menderita post partum blues dan membuat bayi diberikan susu
formula atau makanan pendamping ASI (MPASI) yang lain (Dewi, 2012). Hal ini
tidak baik bagi bayi karena tertundanya pemberian ASI selama 3 hari kehidupan
membuat bayi tidak mendapatkan salah satu kandungan ASI yaitu kolostrum yang
salah satu manfaatnya dapat membersihkan meconium dari usus bayi yang baru lahir
dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan
dating, jika bayi tidak mendapatkan kolostrum maka bayi akan kehilangan banyak
manfaat dari kolostrum itu sendiri (Bahiyatun, 2009).
Pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan akan meningkatkan kegagalan dalam
pemberian ASI ekslusif yang dapat mempengaruhi kesehatan serta tumbuh
kembangnya dimasa datang. (Bayu, 2013).
Salah satu RS swasta di Depok dan RSUD Kabupaten Tangerang yang dipilih
oleh peneliti merupakan rumah sakit yang mendukung untuk keberhasilan pemberian
4
ASI bagi bayi, hal ini dibuktikan dengan kebijakan di rumah sakit untuk selalu
melakukan IMD pada bayi yang baru lahir jika kondisi ibu dan bayi memungkinkan.
Data yang diperoleh dari rumah sakit tangerang didapatkan bahwa pada tahun
2014 jumlah pasien yang melahirkan dengan operasi sebanyak 1.750 pasien dari total
6161 kelahiran, hal ini berarti 28% kelahiran di rumah sakit tangerang merupakan
kelahiran dengan operasi. Ibu dan bayi akan berada dalam satu ruangan dari hari
pertama jika kondisi ibu dan bayi dalam keadaan baik. Sedangkan untuk di rumah
sakit swasta di depok terdapat perbedaan kebijakan berdasarkan ruangan kamar rawat
inap, untuk pasien kelas satu diperbolehkan untuk berada satu ruangan bersama
bayinya sedangkan untuk pasien yang kelas dua dan tiga tidak satu ruangan dengan
bayinya. Bayi akan diantar dan disusui oleh ibunya sesuai dengan jadwal yang
diberlakukan oleh rumah sakit.
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui Bagaimana Gambaran
Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea di RSU Kab Tangerang
dan salah satu RS swasta di Depok.
B. Rumusan Masalah
Persalinan dengan operasi sectio caesarea merupakan salah satu penyebab
yang dapat menghambat proses pemberian ASI dalam hal ini Inisiasi Menyusui Dini
(IMD), hal ini dikarenakan keadaan fisik dan psikologis ibu dengan persalinan
operasi berbeda dengan ibu persalinan normal dapat juga diakibatkan oleh bayi Sectio
5
caesarea yang harus membutuhkan penanganan khusus dibanding bayi dengan
persalinan normal.
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan peneliti ingin mencoba
merumuskan masalah yaitu bagaimana Gambaran Pemberian ASI pada bayi Ibu Post
Sectio Caesarea di RSU Kabupaten Tangerang dan salah satu RS Swasta di daerah
Depok.
C. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea?
2. Bagaimana gambaran waktu pertama kali ibu menyusui bayinya?
3. Bagaimana gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap
pemberian ASI?
4. Bagaimana gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada
ibu sectio caesarea?
5. Bagaimana gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi terhadap
pemberian ASI?
6. Bagaimana gambaran kondisi bayi yang lahir pada ibu dengan sectiocaesarea
terhadap pemberian ASI?
7. Bagaimana gambaran pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara
pemberian?
6
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi dengan ibu post Sectio
Caesarea. Dalam hal ini proses pemberian IMD dan faktor apa saja yang
menghambat pemberian IMD (Nyeri, Pengeluaran ASI, jenis anastesi,
kondisi bayi dan pemberian ASI pada ibu rawat gabung).
2. Tujuan Khusus
1) Diperolehnya gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio
caesarea
2) Diperolehnya gambaran waktu pertama kali ibu menyusui bayinya
3) Diperolehnya gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu
terhadap pemberian ASI
4) Diperolehnya gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah
melahirkan pada ibu sectio caesarea
5) Diperolehnya gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi
terhadap pemberian ASI
6) Diperolehnya gambaran kondisi bayi yang lahir pada ibu dengan
sectio caesarea terhadap pemberian ASI
7) Diperolehnya gambaranpemberian ASI pada ibu rawat gabung:
waktu dan cara pemberian ASI
7
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
gambaran pemberian ASI pada ibu dengan sectio caesarea yaitu tentang
pemberian IMD, waktu pemberian ASI dan faktor yang mempengaruhi
terhambatnya pemberian ASI sehingga diharapkan dapat dilakukan
penelitian selanjutnya agar dapat ditemukan intervensi yang sesuai agar
pelaksanaan IMD dapat terlaksana dengan baik.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan untuk peneliti tentang pemberian ASI pada bayi dengan ibu
bersalin dengan Sectio Caesarea.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh peneliti lain baik
secara teoritis maupun metodologi mengenai penelitian terkait pemberian
ASI pada bayi dengan ibu Sectio caesarea.
4. Bagi Instansi Terkait
Hasil penelitian ini diharapkan jadi pertimbangan dan masukan untuk
rumah sakit agar dapat memberikan motivasi kepada ibu yang bersalin
dengan sectio caesarea dan melakukan intervensi yang sesuai agar dapat
8
meningkatkan pemberian ASI pada bayi dengan ibu dengan Sectio
Caesarea.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini ingin melihat gambaran pemberian ASI pada ibu post
Sectio Caesarea. Populasi penelitian ini adalah pasien dengan sectio caesarea
yang dirawat di ruang perawatan dan yang akan menyusui bayinya.
Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Penelitian
dilakukan dari bulan Februari sampai bulan April 2016. Instrumen penelitian
yang digunakan yaitu menggunakan kuesioner.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI)
1. Definisi
ASI atau air susu ibu merupakan makanan yang paling cocok
diberikan terutama untuk bayi yang baru lahir. Pemberian ASI pada masa
awal kehidupan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi di
dunia.Karena sangat pentingnya pemberian ASI organisasi kesehatan
dunia seperti WHO dan UNICEF menganjurkan agar bayi hanya diberikan
ASI ekslusif selama 6 bulan awal kehidupannya. Makanan Pendamping
ASI (MPASI) dapat diberikan sesudah bayi berumur lebih dari 6 bulan
dan pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun.
Depkes mengelompokkan pola menyusui menjadi 3 yaitu menyusui
ekslusif, menyusui predominan, menyusui parsial. Menyusui ekslusif
menurut Depkes adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain
termasuk air putih. Kedua, menyusui predominan adalah menyusui bayi
tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air misalnya
teh, sebagai makanan/ minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Terakhir
menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan
selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi
berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun sebagai
makanan prelakteal (Depkes, 2012).
10
2. Manfaat ASI
a. Manfaat bagi bayi
ASI memiliki semua kandungan nutrisi yang diperlukan bayi seperti
air, lemak, trigliserida, karbohidrat, laktosa, protein, vitamin, mineral,
kalsium dan fosfor yang tidak dapat ditemukan di susu formula ataupun
susu lainnya. ASI juga mengandung sel imun, antibodi yang banyak
terdapat dalam kolostrum, laktoferin dalam ASI dapat menghambat
pertumbuhan bakteri berbahaya didalam usus dan komponen lain dalam
ASI dapat mendorong kematangan sistem pencernaan yang dapat
melindungi bayi dari berbagai penyakit karena beberapa bulan setelah
lahir bayi belum dapat membentuk sendiri respon imun tubuhnya dengan
sempurna sehingga dengan memberikan ASI dapat membantu bayi untuk
terlindung dari berbagai macam penyakit khususnya penyakit saluran
pencernaan karena saluran pencernaan bayi masih sangat sensitif, saluran
ini lebih siap untuk mengolah susu manusia dibanding susu formula
sehingga bayi yang diberikan susu formula cenderung lebih mudah
mengalami gangguan pencernaan (Sherwood, 2012).
ASI yang pertama (kolostrum) mengandung beberapa antibodi yang
dapat mencegah infeksi pada bayi. ASI diperkirakan dapat mengirimkan
limfosit ibu ke dinding usus bayi dan memulai proses imunologik
sehingga memberikan imunitas pasif pada bayi terhadap penyakit infeksi
tertentu hingga mekanisme itu sepenuhnya berfungsi setelah 3 sampai 4
11
bulan. Bayi yang meminum ASI terbukti jarang menderita gastroenteritis
dan kemungkinan bayi menderita kejang oleh karena hipokalsemia sangat
sedikit (Sumarah, 2009).
Pemberian ASI ekslusif terbukti dapat meningkatkan sistem imun
bayi.Penelitian Haris (2011) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan status
imunitas bayi yang diberikan ASI ekslusif dengan bayi yang tidak
diberikan ASI ekslusif. Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif menunjukan
status imunitas yang lebih baik dan stabil dibandingkan dengan yang tidak
diberikan ASI ekslusif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Eka Putri
(2013) jika bayi yang diberikan ASI ekslusif lebih banyak maka jumlah
bayi yang menderita diare akan lebih sedikit. Dapat disimpulkan ada
hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan angka kejadian diare akut
pada bayi. Hal ini terjadi karena pada waktu lahir dan selama beberapa
bulan sesudahnya semua sekresi saluran cerna bayi yang mengandug
enzim, terutama enzim yang diperlukan untuk mencerna susu manusia
belum bisa mencerna makanan yang lain karena bayi baru memproduksi
sedikit amilase saliva atau pankreas. Dengan demikian, pencernaan bayi
tidak siap mencerna karbohidrat kompleks yang diperoleh dalam makanan
padat sehingga dapat menimbulkan berbagai macam masalah pencernaan
(Bobak, 2005).
12
b. Manfaat bagi Ibu
Pemberian ASI ke bayi dapat membantu ibu memulihkan diri dari
proses setelah persalinan. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama
membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan
(isapan pada puting susu merangsang dikeluarkannya oksitosin alami yang
akan membantu kontraksi rahim). Pemberian ASI adalah cara yang
penting bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan
membuat bayi merasa nyaman (Bahiyatun, 2009).
Menyusui bagi para ibu muda yang baru pertama melahirkan, sering
kali masih menjadi hal yang membingungkan. Seperti bagaimana cara
menyusui, waktu pemberian, maupun produksi asi yang lancar. Padahal
sebenarnya menyusui adalah proses yang sangat menyenangkan. Saat
menyusui ibu melakukan kontak kepada bayi seperti berbicara, mendekap,
atau mengelus bayi. Dari sisi kesehatan ibu, menyusui juga terbukti dapat
mencegah timbulnya kanker payudara juga mampu mencegah perdarahan
setelah persalinan sehingga ibu terhindar dari defisiensi zat besi atau
anemia.
Menyusui dapat mengurangi berat badan ibu. Lemak yang tersimpan
selama masa kehamilan, digunakan sebagai energi pembentuk ASI,
sehingga kadar lemak dalam tubuh ibu berkurang. Menyusui juga dapat
mengembalikan kembali bentuk rahim secara cepat. Menyusui dengan
ASI sangat praktis, kapan pun dan dimana pun bayi ingin menyusu dapat
diberikan. Persiapan penyajian ASI juga tidak memerlukan proses yang
13
lama seperti menyajikan susu formula. Dari segi kebersihan ASI sangat
steril, sehingga tidak perlu dikhawatirkan terdapat kuman yang dapat
mengganggu sistem pencernaan bayi. Pada bayi yang diberi ASI secara
ekslusif, tingkat stress dan emosional anak saat dewasa lebih stabil. ASI
juga mampu meningkatkan hubungan batin yang erat antara ibu dan bayi
(Budi, 2010).
Penghisapan oleh bayi dapat menekan siklus haid dengan menghambat
sekresi LH dan FSH, mungkin dengan menghambat GnRH. Karena
dengan menyusui sesering mungkin dapat meningkatkan produksi hormon
prolaktin yang dapat menghambat proses pematangan sel telur, karena itu
laktasi cenderung mencegah ovulasi, menurunkan kemungkinan
kehamilan berikutnya meskipun bukan cara kontrasepsi yang handal.
Mekanisme ini memungkinkan semua sumber daya ibu dicurahkan kepada
bayinya dan bukan dibagi dengan mudigah baru (Sherwood, 2012).
c. Manfaat untuk keluarga
Dalam budaya Indonesia kelahiran bayi adalah kebahagiaan bagi
seluruh keluarga besar. Jika ibu memberi ASI, keluarga tidak perlu dibuat
repot dengan menyediakan susu formula. Jika anak bangun dan ingin
minum cukup menyediakan diri. Menyusui adalah pemberian makan
minum paling praktis. Pemberian ASI dapat mengurangi biaya rumah
tangga karena biaya untuk membeli susu formula lumayan cukup mahal
dan dapat mengurangi biaya pengobatan karna bayi yang diberi ASI
cenderung lebih jarang sakit (Kun budiasih, 2008).
14
d. Manfaat untuk Negara
Semakin banyak ibu yang menyusui, Negara dapat menghemat biaya
subsidi untuk perawatan anak sakit dan pemakaian obat-obatan. Angka
kematian bayi juga dapat berkurang karena pemberian ASI. Negara juga
berhemat dari biaya membeli alias mengimpor susu formula dan
perlengkapan menyusui. Menyusui akan mengurangi polusi karena
penggunaan susu formula menghasilkan sampah kaleng, plastik, kardus,
dan sebagainya. Sedangkan ASI tidak menghasilkan sampah apapun, jika
sebagian besar anak Indonesia minum ASI, Negara diuntungkan karena
memiliki generasi muda yang sehat dan pintar (Kun budiasih, 2008).
B. Fisiologi Laktasi
Menyusui menurut Bobak (2005) tergantung pada gabungan kerja
hormon, refleks, dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan
terdiri dari faktor-faktor berikut ini:
1. Laktogenesis: Laktogenesis (permulaan produksi susu) dimulai pada
tahap akhir kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel
alveolar mamaria oleh laktogen plasenta, suatu substansi yang
menyerupai prolaktin. Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir
sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari payudara.
2. Produksi susu: Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan
jumlah produksi hormon prolaktin yang cukup di hipofisis anterior dan
15
pengeluaran susu yang efisien. Nutrisi maternal dan masukan cairan
menyerupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu.
3. Ejeksi susu: Pergerakan susu dari alveoli (dimana susu disekresi oleh
suatu proses ekstrusi dari sel) ke mulut bayi merupakan proses yang
aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada refleks let-down
atau refleks ejeksi susu. Refleks let-down secara primer merupakan
respons terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi kelenjar hipofisis
posterior untuk menyekresi oksitosin. Dibawah pengaruh oksitosin,
sel-sel di sekitar alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui
sistem duktus ke dalam mulut bayi.
4. Kolostrum: Kolostrum kuning kental secara unik sesuai untuk
kebutuhan bayi baru lahir. Kolostrum mengandung antibodi vital dan
nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal
bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan kadar
bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum
mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum untuk
mempermudah perjalanan mekonium. Kolostrum secara bertahap
berubah menjadi susu ibu antara hari tiga dan kelima masa nifas.
5. Susu ibu: Pada awal setiap pemberian makan, susu pendahulu
mengandung lebih sedikit lemak dan mengalir lebih cepat dari pada
susu yang keluar pada bagian akhir menyusui. Menjelang akhir
pemberian makan, susu sisa ini lebih putih dan mengandung lebih
banyak lemak. Kandungan lemak yang lebih tinggi pada akhir
16
pemberian makan memberikan bayi rasa puas. Pemberian makan yang
cukup lama, untuk setidaknya membuat satu payudara menjadi lebih
lunak, memberi cukup kalori yang di butuhkan untuk meningkatkan
berat badan, menjarangkan jarak antar menyusui dan mengurangi
pembentukan gas dan kerewelan bayi karena kandungan lemak yang
lebih tinggi ini akan dicerna lebih lama (Woolridge, Fisher, 1988).
Bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat memiliki tiga refleks yang
diperlukan untuk membuat psoses menyusui berhasil: refleks rooting,
menghisap dan menelan. Akan tetapi, untuk menyusui secara efisien,
beberapa bayi memerlukan latihan untuk mengoordinasi mengisap,
menelan dan bernapas.
C. Refleks Menyusui pada Ibu
Tiga refleks maternal utama sewaktu menyusui ialah sekresi prolaktin,
ereksi puting susu dan refleks let-down. Prolaktin merupakan hormon
laktogenik yang penting untuk memulai dan mempertahankan sekresi susu.
Stimulus isapan bayi mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang
hipofisis anterior untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan
produksi susu oleh sel-sel alveolar kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang
disekreksi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan besarnya
stimulus isapan yaitu frekuensi, intensitas, dan lama bayi menghisap (Garza,
Hopkinson, 1988; Lawrence, 1994; Worthington-Roberts, 1993).
17
Stimulus puting susu oleh mulut bayi menyebabkan ereksi. Refleks
ereksi puting susu ini membantu mendorong susu melalui sinus-sinus
laktiferus ke pori-pori puting susu.
Ejeksi susu dari alveoli dan duktus susu terjadi akibat refleks let-
down. Akibat stimulus isapan, hipotalamus melepas oksitosin dari hipofisis
posterior. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di sekitar alveoli di
dalam kelenjar mamaria berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang menyerupai otot
ini menyebabkan susu keluar melalui sistem duktus dan masuk kedalam sinus-
sinus laktiferus, dimana susu tersedia untuk bayi (Lawrence, 1994).
Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau
dapat juga ibu tidak merasakan sensasi apa pun. Tanda-tanda lain let-down
adalah tetesan susu dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu dari
payudara ibu dan susu menetes dari payudara lain yang tidak sedang dihisap
oleh bayi. Kram uterus selama menyusui disebabkan oleh kerja oksitosin
terhadap uterus dan peningkatan perdarahan per vagina selama atau sesaat
setelah menyusui. Banyak ibu mengalami refleks let-down hanya karena
berfikir tentang bayinya atau mendengar bayi lain menangis. Refleks let-down
dapat terjadi selama aktivitas seksual karena oksitosin dilepas selama
orgasme. Kebanyakan ibu merasa sangat rileks atau mengantuk setelah
mereka menyusui. Peningkatan rasa haus juga merupakan tanda bahwa proses
menyusui berlangsung baik.
18
Walaupun sikap ibu terhadap menyusui dapat merupakan faktor yang
sangat penting untuk mencapai keberhasilan laktasi, tetapi bukti banyak bayi
tetap selamat walaupun ibunya berada dalam kondisi yang sangat lelah
sekalipun, membuktikan bahwa laktasi tidak membutuhkan tempat yang ideal
(Bobak, 2005).
Gambar 1.1 Mekanisme pengeluaran ASI (Bahiyatun,2009)
19
D. Komposisi Gizi ASI
Dalam buku Bahiyatun (2009) Air susu ibu dalam stadium laktasi
dibedakan menjadi:
1. Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat
dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah
masa puerperium. Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1
sampai hari ke-3 dan komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari
selalu berubahdengan warna kekuning-kuningan dan lebih kuning
daripada susu yang matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang
ideal untuk membersihkan meconium dari usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang
akandating dan lebih banyak mengandung protein daripada ASI yang
matur, tetapi berbeda dari ASI yang matur.
Kolostrum lebih banyak mengandung antibody daripada ASI yang
matur. Selain itu, dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai
umur 6 bulan dan memiliki kadar karbohidrat dan lemak yang lebih
rendah daripada ASI yang matur serta mineral (terutama natrium,
kalium dan klorida) lebih tinggi daripada susu matur. Vitamin yang larut
dalam lemak lebih tinggi daripada ASI yang matur, sedangkan vitamin
20
yang larut dalam air dpaat lebih tinggi atau lebih rendah. Bila
dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak. Terdapat
tripsin inhibitor sehingga hidrolisis protein yang ada di dalam usus bayi
menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar
antibody pada bayi dan volumenya berkisar 150-300 ml/ 24 jam.
2. Air susu masa peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI yang matur,
disekresi dari hari ke-4 sampai dengan hari ke-10 dari masa laktasi. Ada
pendapat bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3 sampai
minggu ke-5. Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat
dan lemak serta volume juga semakin meningkat. Komposisi ASI
menurut Klein dan Osten adalah satuan gram/100 ml
3. Air susu matur
Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya,
komposisi relative konstan. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
komposisi ASI relative konstan mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-
5.Merupakan cairan berwarna putih kekuningan yang berasal dari Ca-
kasein, riboflafin dan karoten yang terdapat di dalamnya. Terdapat
faktor anti microbial didalamnya yaitu antibodi terhadap bakteri dan
virus, sel (fagosit granulosit dan makrofag serta limfosit tipe T), enzim
(lisozim, laktoperosidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase,
21
fosfodieterase, alkalifosfatase), protein (laktiferin, B12 binding
protein), faktor resisten terhadap stafilokokus, Sel penghasil interferon,
laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli dan juga menghambat
pertumbuhan Candida albicans, Lactobacillus bifidus merupakan
koloni kuman yang memetabolisasi laktosa menjadi asam laktat yang
menyebabkan rendahnya Ph sehingga pertumbuhan kuman pathogen
dapat dihambat
Immunoglobulin memberi mekanisme pertahanan yang efektif
terhadap bakteri dan virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan
komplemen dan lisozim merupakan suatu antibacterial nonspesifik yang
mengatur pertumbuhan flora di usus
Faktor leukosit pada pH ASI mempunyai pengaruh mencegah
pertumbuhan kuman pathogen (efek bakteriostatis dicapai pada Ph
sekitar 7,2)
(Bahiyatun, 2009)
E. Lama dan Frekuensi Menyusui
Menyusui bayi sebaiknya tanpa dijadwal, karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi
menangis bukan karena sebab lain (misalnya karena buang air) atau ibu
sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat
22
mengosongkan satu payudara dalam 5-7 menit dan ASI dalam lambung
bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Perhatikan tanda-tanda bila bayi
sudah cukup ASI. Pada awalnya, bayi akan menyusu dengan jadwal yang
tidak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 sampai 2
minggu kemudian. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang
baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui ASI tanpa jadwal
dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin
timbul (Bahiyatun, 2009).
F. Tanda kecukupan ASI
Bayi berkemih 6 kali dalam 24 jam dan warnanya jernih sampai
kuning muda, bayi sering buang air besar berwarna kekuningan dengan
bentuk “berbiji”, bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan
tidur cukup, bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam, Payudara ibu
terasa lunak dan kosong setiap kali selesai menyusui, Ibu dapat merasakan
rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai menyusu dan berat badan
bayi bertambah (Bahiyatun, 2009).
G. Cara menyusui yang benar
Proses menyusui harus santai dan nyaman bagi ibu, ibu dapat duduk
dengan bersandar, gunakan bantal untuk mengganjal bokong bayi. Menyusui
bisa dimulai dari payudara kanan dengan meletakkan kepala bayi pada siku
23
kanan bagian dalam dengan posisi badan bayi menghadap badan ibunya.
Tangan kanan memegang bokong dan paha bayi. Sangga payudara kanan
dengan tangan kiri, tetapi tidak di bagian yang hitam lalu sentuh mulut bayi
dengan puting susu anda untuk memberi rangsangan, bila bayi membuka
mulut masukkan seluruh puting susu sebanyak mungkin sampai daerah areola
tertutupi dan dekap bayi hingga ujung hidung bayi menyentuh payudara anda,
ibu jari menekan sedikit payudara sehingga bayi bayi dapat bernafas.
Menyusui dapat terjadi kurang lebih 10-15 menit, lepaskan isapan bayi
dengan menekan dagunya atau memasukkan jari kelingking yang bersih ke
sudut mulut bayi. Sebelum dilanjutkan dengan menyusu pada payudara lain,
sendawakan dahulu bayi agar tidak muntah dengan cara membuat posisi bayi
menempel di pundak ibu (Ida ayu, 2009).
H. Posisi dalam menyusui
1. Posisi menggendong atau cradle position
Letakkan kepala bayi di lekuk lengan.Pegang badan dan bokong bayi
dengan tangan dan lengan anda. Bayi berbaring menghadap anda.
Payudara berada di depan muka bayi. Letakkan tangan bayi yang satu di
belakang tubuh anda seperti posisi merangkul.
2. Posisi memegang kepala atau football position
Dengan cara meletakkan (menyelipkan bayi pada lengan bawah seperti
memegang bola football dengan kepala bayi berada pada tangan anda.
24
Ini adalah posisi yang baik untuk ibu dengan operasi Caesar atau bayi
yang kecil. Posisi ini akan mengurangi tekanan pada bagian perut.
3. Posisi miring atau lie on your side
Posisi tubuh ibu miring ke satu sisi dengan bayi menghadap ibu
(berhadapan).Anda dapat menggunakan beberapa bantal untuk
menyokong kepala dan pundak anda.Posisi ini baik untuk ibu dengan
operasi Caesar atau yang masih sulit untuk duduk.
Jadi memberikan ASI yang benar adalah dengan menggerakan badan
bayi kearah payudara dengan posisi yang nyaman buat anda berdua
bukan dengan menggerakan payudara kearah tubuh bayi sehingga
menyebabkan pundak dan punggung anda sakit.
(Suririnah, 2009)
I. Masalah Dalam Menyusui
Menurut Bobak (2005) ada beberapa macam masalah menyusui terkait
dengan Ibu yang dapat menghambat dalam pemberian ASI yaitu:
1. Pembengkakan Payudara (ENGORGED)
Pembekakan (engorgement) ialah respons payudara terhadap hormon-
hormon laktasi dan adanya air susu. Payudara membengkak dan
menekan saluran air susu, sehingga bayi tidak memperoleh air susu.
Rasa nyeri dapat menjalar ke aksila. Payudara biasanya terasa keras,
tegang, dan panas akibat adanya peningkatan suplai darah dan kulit
dapat terlihat tegang dan licin berkilat. Keadaan ini mebuat puting sulit
25
untuk dihisap oleh bayi. Proses menyusui dapat menimbulkan rasa nyeri
pada ibu dan membuat baik ibu maupun bayi, frustasi. Engorgement
harus diatasi secara agresif. Air susu mengandung faktor penghambat
prolaktin. Setiap kali payudara penuh, kelenjar susu memperoleh pesan
untuk menurunkan produksinya.
2. Puting yang terluka
Puting susu dapat terasa nyeri pada beberapa hari pertama. Puting
yang terluka dapat di cegah atau dibatasi dengan mengambil posisi yang
benar dan dengan menghindari engorgement sebelum hal ini terjadi.
Rasa nyeri ialah suatu tanda yang jelas bahwa intervensi perlu
dilakukan.
3. Saluran yang tersumbat
Kadang-kadang saluran air susu tersumbat, menimbulkan nyeri di
payudara, yang terlihat bengkak dan panas. Saluran yang tersumbat ini
dapat disebabkan oleh pengosongan payudara yang tidak baik,
Pemakaian bra yang terlalu ketat, posisi menyusui yang tidak benar,
atau selalu menggunakan posisi yang sama.
4. Afterpains
Ibu yang menyusui dapat mengalami afterpains. Afterpains lebih
sering terjadi pada ibu multipara dari pada ibu primipara. Afterpains ini
dapat cukup kuat sehingga ibu merasa tidak nyaman dan ketegangannya
dapat mengganggu pemberian makan pada bayi. Ibu dapat menemukan
26
adanya peningkatan jumlah aliran lokia jumlah aliran lokia akibat
kontraksi rahim yang menimbulkan afterpains.
5. Persepsi tentang jumlah susu
Suplai air susu yang tidak cukup jarang menjadi masalah karena
hisapan menstimulasi aliran susu, pemberian susu dalam waktu cukup
lama seharusnya dapat memberikan suplai susu dalam jumlah besar.
6. Infeksi pada ibu
Apabila ibu merasakan nyeri tekan pada payudara disertai demam dan
perasaan yang umum di alami saat mengalami flu, kemungkinan telah
terjadi infeksi pada payudara.
J. Faktor bayi
Faktor bayi juga turut mempengaruhi dalam hal pemberian ASI seperti
bayi yang lahir dengan kelainan anatomi (cacat bibir atau palatum), bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi yang tidak mau menyusu dan
bayi dengan penyakit tertentu (Gibney, 2008 dalam Enih 2011). Adapun bayi
yang dilahirkan dengan section caesarea lebih besar menderita resiko asfiksia
dibandingkan dengan bayi yang lahir normal, hal ini dapat terjadi akibat bayi
yang dilahirkan dengan section caesarea tidak mendapatkan kompresi dada
saat kelahiran sehingga cairan dalam paru-paru yang harusnya terdorong
keluar saat persalinan menjadi tidak dapat keluar dari saluran pernafasan
(Cunningham, 2006).
27
K. Masalah menyusui pada ibu Sectio Caesarea
Ada beberapa penyebab ibu menunda untuk memberikan ASI kepada
bayinya yaitu adanya luka operasi dan pengaruh obat bius dapat berefek pada
penundaan pemberian ASI dan jalinan hubungan emosi ibu-anak. Bayi hasil
operasi Caesar biasanya akan langsung ditempatkan diruang observasi (Ewa,
2015).
Waktu pengeluaran ASI pada pasien dengan Sectio Caesarea lebih
lambat dibanding ibu yang melahirkan normal.Hal ini Dapat disebabkan oleh
posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi dan mobilisasi yang
kurang (Desmawati, 2013). Mobilisasi adalah menggerakan anggota badan,
gerakan ini bertujuan agar sirkulasi darah menjadi lancar, menghindari
pembengkakan dan mencegah terjadinya gangguan pembuluh darah. Ibu
dengan operasi caesar disarankan untuk mobilisasi setelah 8 jam paska
persalinan (Deri, 2013). Dapat terjadi akibat psikologis dan kondisi ibu sectio
caesarea yang berbeda dengan ibu yang melahirkan normal. Pemberian ASI
secara dini juga dapat diakibatkan oleh kondisi bayi yang tidak
memungkinkan (Syamsinar, 2013).
Walaupun terkadang ASI sudah keluar dihari pertama namun sebagian
ibu Sectio Cesarea tidak setuju untuk memberikan ASI pada hari pertama,
meskipun ibu mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI. Alasan ibu
tidak melakukan inisiasi hari pertama yaitu bayi yang belum dirawat gabung
(Dwi, 2012). Rawat gabung adalah suatu cara perawatan yang menyatukan ibu
28
beserta bayinya dalam ruangan, kamar, atau suatu tempat secara bersama-
sama dan tidak dipisahkan selama 24 jam penuh dalam sehari.
Tujuan dilakukannya rawat gabung antara lain:
1. Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat atau kapan
saja saat dibutuhkan.
2. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi dengan benar
seperti yang dilakukan oleh petugas.
3. Ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat bayinya.
4. Suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan
membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan
benar.
L. Syarat Rawat gabung
Ibu dan bayi yang dirawat gabung harus memenuhi syarat sebagai
berikut: bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai APGAR bayi
minimal 7), berat bayi lahir 2000-2500 gram atau lebih, bayi yang lahir secara
sectio caesarea (SC) dengan anastesi umum rawat gabungnya dilakukan
setelah ibu dan bayi sadar penuh, dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi
intrapartum (Dwienda, 2014).
29
M. Persalinan Sectio Caesarea
1. Definisi
Sectio caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Indikasi sectio caesarea
bisa absolut atau relatif (Oxorn, 2010).
Hasil dari data Riskesdas tahun 2013 menunjukan pasien yang
melakukan operasi SC di Indonesia rata-rata sebanyak 9,8% dengan angka
kelahiran operasi SC tertinggi di provinsi DKI Jakarta sebanyak 19,9%
dan terendah di Sulawesi tenggara sebanyak 3,3%.
2. Indikasi
Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat vagina tidak mungkin
terlaksana merupakan indikasi yang pasti untuk persalinan dengan operasi.
Diantaranya adalah panggul yang sempit dan neoplasma yang menyumbat
jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana
tapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio
caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak atau pun keduanya. Bukan saja
menjadi aman bagi ibu, tetapi juga jumlah bayi yang cedera akibat partus
lama dan pembedahan traumatik vagina menjadi berkurang. Selain itu,
perhatian terhadap kualitas kehidupan dan pengembangan intelektual pada
bayi telah memperluas indikasi sectio caesarea (Oxorn, 2010).
30
3. Dampak dari persalinan Sectio Caesarea
Dampak kesehatan pasca operasi ini cukup berat seperti infeksi,
perdarahan, luka pada organ, komplikasi dari obat bius bahkan kematian
(Iis, 2008). Persalinan ini juga membutuhkan waktu penyembuhan yang
lebih lama karena efek pembiusan epidural pada tubuh bagian bawah.
Oleh karena itu, ibu perlu satu-dua hari untuk bisa bangun dan berjalan
dengan normal hal ini dapat mempengaruhi waktu pemberian ASI selain
itu persalinan dengan operasi juga lebih mahal dibandingkan dengan
persalinan normal (Nia, 2011).
Kecenderungan waktu recovery yang lebih lama membuat sebuah
permulaan hubungan lekat antara ibu dan bayi tidak maksimal. Hal itu
bukanlah sebuah awal yang baik untuk memulai hubungan dengan si
kecil. Efek anastesi yang menyebabkan ibu mengantuk dalam waktu yang
cukup lama serta rasa sakit pada luka bekas operasi bisa jadi membuat
perhatian ibu lebih diarahkan untuk pemulihan diri sendiri ketimbang pada
bayi mungilnya. Ada juga yang melaporkan bahwa ASI baru akan keluar
setelah tiga atau lima hari karena adanya keterpisahan antara ibu dan bayi
(Nia, 2011).
Penelitian sejalan yang dilakukan oleh Desmawati (2013)
mengemukakan bahwa ada hubungan antara rooming in dengan kecepatan
pengeluaran ASI dimana ibu yang melakukan roomingin kontinu
pengeluaran ASI dapat keluar dalam waktu 23 jam dibanding intermiten
31
yang 48 jam. Luka bekas operasi juga dapat menyebabkan ibu tidak
leluasa menggendong dan menyusui bayi meskipun rasa sakitnya
berangsur akan hilang, tetapi masih diperlukan obat anti sakit untuk itu.
Ibu juga tidak diperbolehkan mengangkat benda-benda yang terlalu berat
selama periode waktu tertentu. Semakin tinggi nyeri yang dialami ibu post
partum sectio caesarea, semakin lambat pengeluaran ASI.
Bayi yang disusui dengan gerakan menghisap yang berirama akan
merangsang saraf yang terdapat di dalam glandula pituitari posterior.
Rangsang refleks ini akan mengeluarkan oksitosin dari pituitari posterior
yang menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli akan berkontraksi
dan mendorong air susu masuk ke dalam pembuluh darah. Refleks ini
dapat dihambat oleh adanya rasa sakit, misalnya nyeri pada jahitan bekas
operasi (Nia, 2011).
Efek lainnya pada ibu adalah pada proses kelahiran selanjutnya. Ibu
yang pada persalinan pertama melahirkan secara operasi harus membatasi
jumlah kelahiran, yaitu maksimum empat anak dan jarak antar anak
minimum dua tahun. Selain itu melahirkan secara normal setelah
melahirkan secara caesar pada proses persalinan yang pertama dapat
berbahaya bagi ibu karena dapat memicu timbulnya kerusakan di otak ibu
apabila dilakukan sebelum jangka waktu dua tahun (Nia, 2011).
Efek bagi bayi yang lahir dengan operasi cenderung membuat
nafasnya cepat dan tidak teratur, karena bayi tidak mengalami tekanan
32
kompresi dada saat kelahiran berbeda dengan bayi yang lahir normal,
sehingga cairan dalam paru-parunya tidak keluar. Masalah pernafasan ini
dapat terjadi selama beberapa hari setelah lahir, sehingga angka APGAR
bayi rata-rata rendah, angka APGAR yang rendah juga dapat disebabkan
oleh efek anastesi, kondisi bayi yang stress menjelang kelahiran, bayi
yang tidak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir normal. Sehingga bayi
yang lahir lewat operasi membutuhkan perawatan dan alat bantu
pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir normal (Ewa,
2015)
Pemberian ASI pada bayiakan terhambat, karena bayi tidak dapat
langsung menyusui sehingga waktu pengeluaran ASI juga dapat
terhambat. Selain itu bayi dari ibu yang diberi banyak obat ketika proses
persalinan menunjukkan pola perilaku yang kurang teratur dan sering
tampak mengantuk. Obat-obatan anastesi atau analgesik yang diminum
ibu juga berpengaruh kepada cepat atau sulitnya bayi beradaptasi pada
lingkungan yang baru. Namun, dari segi pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang mengalami proses operasi caesar, tidak terlalu banyak berbeda
dengan bayi yang lahir dari persalinan normal. Hal tersebut lebih banyak
ditentukan oleh kondisi bayi selama dalam kandungan. Jika saat dalam
kandungan kondisi bayi sudah baik, kondisinya tidak akan jauh berbeda
pada saat dilahirkan (Nia, 2011).
33
N. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Bobak (2005), Nia (2011), Ewa (2015), Desmawati (2013), Gobey (2008),
Rowe-Murray & Fisher (2002). Chalmers, et al.(2010)
Proses
pembentukan ASI
terganggu
ASI
Section Caesarea Normal
Jenis Persalinan
Faktor internal
Bayi
Faktor Eksternal
Ibu dan bayi tidak
berada di dalam
satu ruangan yang
sama (rawat pisah)
Waktu menyusui
bayi di jadwalkan
Bayi langsung
diberikan susu
formula
Dukungan petugas
kesehatan
Nyeri
jenis obat bius
ASI tidak keluar
Kenyamanan
ibu terganggu
Produksi
hormon
oksitosin
terganggu
Proses menyusui
tertunda
Resiko kelainan
anatomi, bblr dll
Dibawa
Keruang
perawatan
khusus
Tidak dilakukan
IMD
Refleks sucking
bayi tidak
terstimulasi
Ibu berfokus
kepada diri
sendiri
IBU
Faktor yang
mempengaruhi
34
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep mengacu pada tujuan penelitian yaitu memberikan
gambaran pemberian ASI pada ibu dengan post sectio caesarea serta faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi terhambatnya pemberian IMD.
Definisi operasional berisi pengertian batasan karakteristik hal yang akan
diteliti dalam penelitian ini. Faktor internal yang akan diteliti dalam penelitian
ini adalah kondisi ibu (Nyeri setelah operasi, jenis anastesi, Pengeluaran ASI)
dan bayi (Berat bayi lahir dan Kondisi anatomi). Untuk faktor eksternal yang
akan diteliti meliputi (Aplikasi IMD di Rumah Sakit, Pemberian ASI pada ibu
rawat gabung: waktu dan cara pemberian ASI).
35
Bagan 3.1 Kerangka konsep
FAKTOR INTERNAL
IBU
Nyeri Paska Operasi
Jenis Anastesi
Pengeluaran ASI
BAYI
Kondisi bayi (Berat badan
lahir dan Fisik)
FAKTOR EKSTERNAL
Aplikasi IMD di Rumah
Sakit
pemberian ASI pada ibu
rawat gabung: waktu dan
cara pemberian ASI
Pemberian ASI Ekslusif
pada ibu Post Sectio
Caesarea
36
B. Definisi Operasional
BAGAN 3.2 DEFINISI OPERASIONAL
No Variabel Subvariabel Definisi
Operasional
Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
1. Faktor
internal:
Faktor
Ibu
1.Waktu
pemberian
ASI
2. Skala nyeri
paska operasi
Faktor dari ibu
yang
mempengaruhi
proses pemberian
ASI
1. Waktu antara
operasi sampai
menyusui yang
pertama
2. Skala nyeri
yang dirasakan
setelah operasi dan
dilakukan
pengukuran pada
hari pertama
sampai hari ketiga.
Kuesioner
B
Kuesioner
B
Data Primer
(Langsung
dari
responden)
Data Primer
(Langsung
dari
responden)
< 3 jam setelah melahirkan
(bernilai 1)
3- 24 jam setelah persalinan
(bernilai 2)
Hari kedua setelah persalinan
(bernilai 3)
Lebih dari 2 hari (bernilai 4)
Ringan (skala ukur 1-3)
(bernilai 1)
Sedang ( skala ukur 4-6)
(bernilai 2)
Berat ( skala ukur 7-10)
(bernilai 3)
Nominal
37
3. Nyeri
paska
operasi
4. Waktu
pengeluara
n ASI
5. jenis obat
anastesi
3.Nyeri yang
dialami ibu yang
mempengaruhi ibu
untuk menunda
memberikan ASI.
4. Waktu ASI
mulai keluar untuk
pertama kalinya
setelah kelahiran
5. Jenis anastesi
yang digunakan ibu
yang menyebabkan
ibu mengantuk
dalam waktu yang
cukup lama,
sehingga
tertundanya waktu
pemberian ASI
Kuesioner
B
Kuesioner
B
Kuesioner
A
Data Primer
(Langsung
dari
responden)
Data Primer
(Langsung
dari
responden)
Observasi
Data
Sekunder
(Rekam
Medis)
Ya mempengaruhi (bernilai 0)
Tidak mempengaruhi (bernilai
1)
Hari pertama persalinan
(bernilai 1)
Hari kedua persalinan (bernilai
2)
lebih dari 2 hari setelah
persalinan (bernilai 3)
Anastesi Spinal (bernilai 1)
Anastesi Total (bernilai 0)
2. Faktor
bayi
Kondisi bayi Keadaan fisiologis
bayi yang tidak
memungkinkan
untuk diberikan
ASI
Kuesioner
A
Observasi
Data
Sekunder
(Rekam
Medis)
Bayi dalam keadaan sehat
(bernilai 1)
Bayi memiliki sakit berat atau
bayi sedang dipuasakan,
BBLR, kelainan anatomi
(bernilai 0)
Nominal
38
3. Faktor
eksternal
1. Aplikasi
IMD di
rumah sakit
2. Rawat
gabung ibu-
anak
3. Pemberian
ASI pada ibu
dengan rawat
gabung
1. Aplikasi di
rumah sakit tentang
pelaksanaan IMD
Suatu cara
perawatan yang
menyatukan ibu
beserta bayinya
dalam ruangan
selama 24 jam
penuh dalam
sehari.
Waktu dan cara
pemberian ASI
pada ibu dengan
rawat gabung
Kuesioner
B
Kuesioner
B
Kuesioner
B
Data Primer
(Langsung
dari
responden)
Data Primer
(Langsung
dari
responden)
Data Primer
(Langsung
dari
responden)
Bayi diletakkan di perut ibu
dan menghisap puting (bernilai
1)
Bayi diletakkan di perut ibu
namun tidak menghisap puting
(bernilai 0)
Bayi langsung dibawa
keruangan lain (bernilai 0)
Ya (jika ya akan bernilai 1)
Tidak (jika tidak akan bernilai
0)
Kapanpun ketika dia menangis
atau terlihat lapar
Dari jadwal yang sudah
ditentukan
Saya memompa ASI lalu
memberikannya ke petugas
untuk diberikan ke bayi saya
Saya tidak memberikan ASI
saya
Nominal
39
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu dimaksudkan
untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu situasi atau area
populasi tertentu yang bersifat faktual. Dengan tujuan mendeskripsikan
seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat ini (Sudarwan, 2003).
B. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua rumah sakit yaitu salah satu RS Swasta
di Depok dan RSU Kabupaten Tangerang. Berlangsung dari tanggal 11 april
sampai 25 april 2016. Alasan pemilihan tempat karena ada perbedaan
kebijakan rooming in dari kedua rumah sakit dan juga karena keterbatasan
peneliti dalam hal biaya, tenaga dan sedikitnya jumlah responden yang berada
di rumah sakit.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
a. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena
yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian
(Mazhindu and scott, 2005 dalam I Ketut, 2015). Populasi dalam penelitian
ini adalah semua ibu bersalin post Sectio caesarea di RSU Kabupaten
Tangerang dan salah satu RS Swasta di Depok.
40
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
sehingga dianggap dapat mewakili populasinya. Metode pada penelitian ini
menggunakan accidental sampling.
a) Kriteria sampel
1. Kriteria inklusi
1) Ibu post Sectio Caesarea yang sudah berada di ruang
perawatan
2) Anak lahir hidup
3) Bersedia menjadi responden
b) Jumlah sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mengalami
kelahiran Sectio Caesarea yang ditemui dan memenuhi kriteria inklusi
pada tanggal 11 sampai 25 april 2016.
D. Teknik pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental
samplingalasan peneliti mengambil metode ini adalah karena sedikitnya
pasien yang melahirkan dengan section caesarea di rumah sakit maka peneliti
mengambil teknik ini karena metode ini lebih mudah dan cepat dalam
mengambil responden.
41
E. Teknik pengumpulan data
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April 2016.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan bantuan asisten
peneliti.
b. Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti membuat surat
perijinan dari kampus dan mendapatkan tanda tangan pembimbing
juga dekan fakultas kedoteran dan ilmu kesehatan, setelah mendapat
surat perijinan dari pihak fakultas lalu peneliti menghubungi pihak
rumah sakit untuk meminta izin melakukan penelitian di tempat
tersebut, setelah mendapat persetujuan dari pihak RS untuk melakukan
penelitian disana peneliti meminta izin kepada penanggung jawab
ruangan dengan menyampaikan maksud dan tujuan penelitian
kemudian mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria inklusi.
Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
penelitian untuk meminta kesediaan menjadi responden dengan
mengisi inform consent. Jika responden setuju dan mengisi kuesioner
peneliti akan memberikan kuesioner kepada ibu dan jika ibu ingin
dibacakan saja karena sibuk mengurus bayinya maka peneliti akan
membacakan pertanyaan yang dijawab responden lalu menuliskan
jawaban responden ke dalam lembar kuesioner. Jika sudah selesai
peneliti akan mengecek kelengkapan kuesioner dan meminta
42
responden mengisi kembali jika ditemukan data yang tidak lengkap.
Setelah selesai peneliti akan melihat rekam medis pasien untuk
melihat jenis anastesi dan kondisi bayi setelah kelahiran.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Uji Validitas berguna untuk mengetahui apakah ada
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti
karena dianggap tidak relevan. Pengujiannnya dilakukan secara
statistik, yang dapat dilakukan secara manual atau dukungan
computer, misalnya melalui bantuan paket computer SPSS (Husein,
2011). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan uji validitas
Pearson Product Moment. Uji validitas dilakukan di rumah sakit
dengan 31 responden. Hasil validitas ditemukan dari 12 pertanyaan
yang diujikan terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid. Akhirnya
peneliti mengganti pertanyaan tersebut dengan tidak menghilangkan
variabel nya.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrument
yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali,
paling tidak oleh responden yang sama. Misal, seseorang yang telah
mengisi kuesioner dimintakan mengisi lagi karena kuesioner pertama
hilang. Isian kuesioner pertama dan kedua haruslah sama atau
43
dianggap sama (Husein, 2011). Uji Reliabilitas pada penelitian ini
menggunakan rumus Alpha Cronbach yaitu suatu variable dikatakan
reliabel jika Alpha Cronbach> 0,6. Hasil alpha cronbach yang didapat
0,641 yang berarti bahwa kuesioner ini dapat dikatakan reliabel.
G. Pengolahan data
Proses pengolahan data penelitian menurut Notoatmojo (2010)
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan hasil
wawancara, kuesioner. Apabila ditemukan jawaban belum lengkap
dapat dilakukan pengambilan data ulang jika memungkinkan.Tetapi
apabila tidak memungkinkan maka data tersebut tidak dapat diolah.
Dalam penelitian
2. Coding
Pengkodean atau coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat
atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Entry Data
Entry data yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing responden
yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukan kedalam
program atau software computer.
44
4. Cleaning Data
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan terjadi
kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
H. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan
peneliti akan menggunakan analisis univariat yang kemudian akan
diinterpretasikan dalam bentuk deskriptif. Dalam data yang diolah dalam
penelitian ini peneliti tidak menggunakan proses cut of point.
I. Etika penelitian
Etika membantu manusia untuk melihat atau menilai secara kritis
moralitas yang dihayati dan dianut oleh masyarakat. Etika juga membantu
dalam merumuskan pedoman etis atau norma-norma yang diperlukan dalam
kelompok masyarakat, termasuk masyarakat professional.Sedangkan etika
dalam penelitian menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam
kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai dengan publikasi hasil
penelitian.
45
Jenis-jenis etika penelitian menurut Notoatmojo (2010) adalah sebagai
berikut:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human
dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian
tersebut.Disampaing itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada
subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi
(berpatisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan
martabat subjek penelitian, peneliti seogianya mempersiapkan formulir
persetujuan subjek (inform concent) yang mencakup:
a. Penjelasan manfaat penelitian.
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang
ditimbulkan.
c. Penjelasan manfaat yang didapatkan.
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek
penelitian kapan saja.
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan
informasi yang diberikan oleh responden.
46
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk
tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu,
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan
kerahasiaan identitas subjek. Peneliti seogiianya cukup menggunakan coding
sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an
inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan dan keterhati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua
subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa
membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
(balancing harms and benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya.
Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi
47
subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau
paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stress maupun kematian subjek
penelitian.
Mengacu pada prinsip-prinsip dasar penelitian tersebut, maka setiap
penelitian yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti kesehatan
hendaknya:
a. Memenuhi kaidah keilmuan yang dilakukan berdasarkan hati nurani,
moral, kejujuran, kebebasan dan tanggung jawab.
b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan, kesejahteraan,
martabat dan peradaban manusia serta terhindar dari segala sesuatu yang
menimbulkan kerugian atau membahayakan subjek penelititan atau
masyarakat pada umumnya.
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian
1. Gambaran Umum
a. RSU Kabupaten Tangerang
Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang adalah Rumah
Sakit pemerintah tipe B yaitu rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah
sakit ini didirikan disetiap Ibukota provinsi yang menampung
pelayanan rujukan dari rumah sakit lain. RSU Kabupaten
Tangerang juga merupakan rumah sakit rujukan bagi warga di
wilayah Banten khususnya dalam keadaan persalinan yang gawat
dan juga merupakan Rumah Sakit pendidikan di kota Tangerang
dan sekitarnya. Lokasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
berada di tengah wilayah Kota Tangerang tepatnya di Jl Ahmad
Yani no 9 di dekat gedung pusat pemerintahan Kota Tangerang.
Rumah sakit ini memiliki visi menjadi rumah sakit modern,
unggul dan salah satu misi dari RSU kabupaten Tangerang adalah
untuk menekan angka kematian ibu dan bayi.
49
b. RS Swasta di daerah Depok
RS ini adalah rumah sakit swasta tipe C yaitu rumah sakit yang
mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas.
Rumah sakit ini dapat menampung pelayanan rujukan dari
puskesmas. Merupakan rumah sakit Ibu-Anak yang berada di
wilayah Depok rumah sakit yang mempunyai kebijakan tentang
pemberian IMD sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk
menciptakan kedekatan ibu dan bayi sedini mungkin serta untuk
meningkatkan kepercayaan ibu untuk memberikan ASI. Namun
memiliki kebijakan lain tentang rawat gabung ibu dan bayi yaitu
untuk pasien kelas dua dan kelas tiga bayi hanya menyusui sesuai
dengan jadwal yang ditentukan oleh rumah sakit, bayi akan dibawa
kembali ke ruang perawatan bayi jika sudah selesai disusui.
B. Analisa Univariat
Analisa univariat menjelaskan atau mendeskripsikan data demografi,
IMD, waktu pemberian ASI untuk pertama kalinya, waktu pengeluaran ASI,
nyeri paska operasi, posisi menyusui, mobilisasi yang kurang, jenis anastesi,
kondisi bayi, Aplikasi IMD di rumah sakit.
1. Data demografi
Data demografi mencakup jumlah kelahiran, usia ibu, pendidikan
terakhir, jumlah persalinan dengan operasi, alasan dilakukannya
operasi.
50
a. Jumlah kelahiran
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi jumlah kelahiran di RSU kab. Tangerang dan
RS Swasta Depok
Tahun 2016
Jumlah kelahiran Frekuensi
n=65
(%)
Primipara 20 30,8
Multi para 45 69,2
Total 65 100,0
Tabel 5.1 menunjukan frekuensi jumlah kelahiran ibu di
RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok lebih banyak terjadi
pada ibu multipara yaitu sebanyak 69,2% dan untuk ibu primipara
hanya sekitar 30,8%.
b. Usia ibu
Table 5.2
Distribusi frekuensi usia ibu di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta
Depok Tahun 2016
Usia Frekuensi
n=65
(%)
< 20 tahun 4 6,2
20-25 tahun 18 27,7
26-30 tahun 17 26,2
> 30 tahun 26 40,0
Total 65 100,0
Table 5.2 menunjukan frekuensi usia ibu terbanyak ketika
melahirkan adalah lebih dari 30 tahun (40%) dan hanya sedikit yang
kurang dari 20 tahun yaitu 6,2%.
51
c. Pendidikan terakhir
Table 5.3
Distribusi frekuensi pendidikan terkahir ibu di RSU kab. Tangerang
dan RS Swasta Depok Tahun 2016
Pendidikan Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Tidak sekolah 1 1,5
SD 19 29,2
SMP 19 29,2
SMA 21 32,3
Perguruan Tinggi 5 7,7
Total 65 100,0
Tabel 5.3 menunjukan ada 1,5% ibu yang tidak sekolah dan
paling banyak responden adalah berlatar belakang pendidikan SMA
sebanyak 32,3%.
d. Jumlah persalinan dengan operasi
Tabel 5.4
Distribusi frekuensi kali keberapa melakukan persalinan dengan
operasi di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Persalinan Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Kali Pertama 45 69,2
Kali Kedua 19 29,2
Lebih dari dua kali 1 1,5
Total 65 100,0
Tabel 5.4 menunjukan sebagian besar responden yaitu 69,2%
baru pertama kalinya melakukan persalinan dengan operasi dan hanya
1,5% yang sudah melakukan persalinan dengan operasi lebih dari dua
kali.
52
e. Alasan dilakukannya operasi
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi alasan persalinan dengan operasi di RSU kab.
Tangerang dan RS Swasta Depok Tahun 2016
Alasan Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Sungsang 10 15,4
Hipertensi gestasional 13 20,0
Bayi besar 9 13,8
Air ketuban habis 13 20,0
Anak sebelumnya lahir SC 9 13,8
Gagal induksi 3 4,6
Panggul sempit 5 7,7
Kelilit ari- ari 1 1,5
Plasenta previa 1 1,5
Hipermio 1 1,5
Total 65 100,0
Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa alasan terbanyak yang
menyebabkan persalinan dengan Sectio caesarea adalah karena
hipertensi gestasional dan air ketuban habis masing-masing
sebanyak 20% sedangkan alasan terendah dikarenakan kelilit ari-
ari, plasenta previa dan hipermio dengan presentase masing-masing
1,5%.
f. Inisiasi Menyusui Dini
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi inisiasi menyusui dini di RSU kab. Tangerang
dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
IMD Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Tidak melakukan 48 73,8
Melakukan 17 26,2
Total 65 100,0
53
Tabel 5.6 menunjukan sebagian besar ibu tidak melakukan
Inisiasi menyusui dini dengan benar sebanyak 73,8% dan hanya
26,2% saja yang melakukan inisiasi menyusui dini dengan benar.
g. Jenis Anastesi
Tabel 5.7
Distribusi frekuensi jenis anastesi yang digunakan ibu operasi sectio
caesarea di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Anastesi Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Anastesi spinal 62 95,4
Anastesi Total 3 4,6
Total 65 100,0
Tabel 5.7 menjelaskan bahwa anastesi spinal lebih banyak
digunakan ibu yaitu sebanyak 95,4% dan hanya 4,6% responden
yang menggunakan anastesi total.
h. Kondisi bayi
Tabel 5.8
Distribusi frekuensi kondisi bayi dengan ibu sectio caesarea di
RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Kondisi Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
BBLR 1 1,5
Baik 64 98,5
Total 65 100,0
54
Tabel 5.8 menunjukan sebagian besar bayi lahir dalam kondisi
baik sebanyak 98,5% dan hanya 1,5% yang lahir dalam kondisi
BBLR.
i. Menyusui untuk pertama kalinya
Tabel 5.9
Distribusi frekuensi waktu pertama kali ibu sectio caesarea
menyusui bayinya di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Pertama kali menyusui Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Kurang dari 3 jam 21 32,3
3-24 jam 19 29,2
Hari kedua 18 27,7
Lebih dari hari kedua 7 10,8
Total 65 100,0
Tabel 5.9 menunjukan sebagian besar ibu menyusui bayinya
kurang dari 3 jam setelah persalinan yaitu 32,3% dan 10,8%
menyusui bayinya lebih dari hari kedua setelah persalinan.
j. Pengeluaran ASI
Tabel 5.10
Distribusi frekuensi hari keberapa ASI mulai keluar setelah
persalinan di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Pengeluaran ASI Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Hari pertama 33 50,8
Hari kedua 19 29,2
Lebih dari hari kedua 13 20,0
Total 65 100,0
55
Tabel 5.10 menunjukan lebih banyak ibu ASI nya sudah keluar
di hari pertama sebanyak 50,8% dan hanya 20,0% yang ASI keluar
lebih dari hari kedua.
k. Skala nyeri di kedua Rumah Sakit
Tabel 5.11
Distribusi frekuensi skala nyeri luka operasi yang dirasakan di hari
pertama di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Skala nyeri Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Ringan 5 7,7
Sedang 26 40,0
Berat 34 52,3
Total 65 100,0
Tabel 5.11 menunjukan pada hari pertama lebih banyak
ibu mengalami nyeri skala berat 52,3% dan hanya sebanyak
7,7% mengalami nyeri skala ringan.
Tabel 5.12
Distribusi frekuensi skala nyeri luka operasi yang dirasakan di hari
kedua di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Skala nyeri Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Ringan 12 18,5
Sedang 44 67,7
Berat 9 13,8
Total 65 100,0
Tabel 5.12 menunjukan pada hari kedua sebagian besar
ibu mengalami nyeri skala sedang sebanyak 67,7% dan hanya
13,8% yang mengalami nyeri skala berat.
56
Tabel 5.13
Distribusi frekuensi skala nyeri luka operasi yang dirasakan di hari
ketiga di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Skala nyeri Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Ringan 30 46,2
Sedang 34 52,3
Berat 1 1,5
Total 65 100,0
Tabel 5.13 menunjukan pada hari ketiga lebih banyak
responden (52,3%) mengalami nyeri skala sedang dan 1,5%
mengalami nyeri skala berat.
l. Pengaruh nyeri operasi
Tabel 5.14
Distribusi frekuensi pengaruh nyeri dalam mengganggu proses
pemberian ASI di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Pengaruh Nyeri Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Ya 10 15,4
Tidak 55 84,6
Total 65 100,0
Tabel 5.14 menunjukan sebanyak 15,4% merasakan bahwa
nyeri bekas luka operasi mengganggu dalam proses pemberian ASI
namun sebagian besar ibu merasa nyeri tidak berpengaruh dalam
proses pemberian ASI sebesar 84,6%.
57
m. Rooming in
Tabel 5.15
Distribusi frekuensi Rooming In Ibu-Bayi di RSU kab. Tangerang
dan RS Swasta Depok Tahun 2016
Rooming In Frekuensi
n=65
Presentase
(%)
Tidak 42 64,6
Ya 23 35,4
Total 65 100,0
Tabel 5.15 menunjukan lebih banyak ibu tidak bersama
dengan bayi nya pada hari pertama setelah persalinan yaitu
sebanyak 64,6% dan hanya 35,4% bersama dengan bayinya selama
24 jam pada hari pertama.
n. Gambaran pemberian ASI pada ibu dengan rawat gabung: waktu
dan cara pemberian ASI
Tabel 5.16
Distribusi frekuensi pemberian asi pada bayi dengan Rooming in di
RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Menyusui
Roming in
Tidak Ya
N % N %
Menyusui 14 33,3 21 91,3
Tidak Menyusui 28 66,7 2 8,7
Total 42 100,0 23 100,0
Tabel 5.16 menunjukan sebagian besar ibu akan menyusui
bayinya jika bayi berada satu ruangan dengannya yaitu sebanyak
91,3% dan sebagian besar ibu memilih untuk tidak menyusui
bayinya ketika tidak berada satu ruangan dengannya yaitu sebesar
66,7%.
58
Tabel 5.17
Distribusi frekuensi waktu pemberian asi pada bayi dengan
Rooming in di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Roming in
Waktu Pemberian asi
Sesuai keinginan
bayi
Sesuai jadwal
rumah sakit
N % N %
Tidak 0 0,0 14 100,0
Ya 21 100,0 0 0,0
Total 21 100,0 14 100,0
Tabel 5.17 menunjukan bayi yang tidak satu ruangan dengan
ibu akan menyusui sesuai jadwal dari RS dan untuk ibu yang satu
ruangan dengan bayi akan menyusui kapanpun bayi
menginginkan.
Tabel 5.18
Distribusi frekuensi cara pemberian ASI pada bayi dengan Rooming
in di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok Tahun 2016
Roming in
Cara pemberian asi
Langsung Tidak langsung
N % N %
Tidak 13 38,2 1 100,0
Ya 21 61,8 0 0,0
Total 34 100,0 1 100,0
Tabel 5.18 menunjukan bahwa responden yang menyusui
secara langsung lebih banyak terjadi jika ibu dan bayi berada
dalam satu ruangan yang sama yaitu sebanyak 61,8% sedangkan
semua ibu yang menyusui tidak langsung tidak berada dalam satu
ruangan yang sama dengan bayi.
59
o. Gambaran Nyeri dapat mengganggu terhadap waktu pertama kali
menyusui
Tabel 5.19
Distribusi frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap nyeri
post operasi di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Waktu pertama
menyusui
Nyeri post operasi
Mengganggu
Tidak
mengganggu
N % N %
< 3 jam 2 20,0 19 34,5
3-24 jam 4 40,0 15 27,3
Hari kedua 3 30,0 15 27,3
Lebih dari hari kedua 1 10,0 6 10,9
Total 10 100,0 55 100,0
Dari tabel 5.19 menunjukan ibu yang merasa terganggu dengan
nyeri nya lebih banyak memberikan ASI nya pada 3-24 jam setelah
persalinan yaitu sebanyak 40% dan untuk ibu yang tidak merasa
nyeri mengganggu dalam proses pemberian ASI lebih banyak
menyusui pertama kali kurang dari 3 jam setelah melahirkan yaitu
sebanyak 34,5%.
60
p. Gambaran skala nyeri terhadap waktu pengeluaran ASI setelah
persalinan
Tabel 5.20
Distribusi frekuensi skala nyeri hari pertama terhadap waktu
pengeluaran ASI setelah persalinan di RSU kab. Tangerang dan RS
Swasta Depok
Tahun 2016
Tabel 5.20 menunjukkan pada hari pertama pengeluaran ASI
lebih banyak terjadi pada responden yang mengalami nyeri berat di
hari pertama yaitu sebanyak 51,5% untuk responden yang
pengeluaran ASI nya terjadi di hari kedua juga mengalami nyeri
berat di hari pertama sebanyak 63,2% dan untuk responden yang
ASI nya keluar lebih dari hari kedua sama antara nyeri skala sedang
dan skala berat yang dialami yaitu masing-masing sebanyak 38,5%.
Skala
nyeri hari
pertama
Waktu pengeluaran ASI
Hari pertama
Hari kedua
Lebih dari hari
kedua
N % N % N %
Ringan 2 6,1 0 0,0 3 23,1
Sedang 14 42,4 7 36,8 5 38,5
Berat 17 51,5 12 63,2 5 38,5
Total 33 100,0 19 100,0 13 100,0
61
Tabel 5.21
Distribusi frekuensi skala nyeri hari kedua terhadap waktu
pengeluaran ASI setelah persalinan di RSU kab. Tangerang dan RS
Swasta Depok
Tahun 2016
Tabel 5.21 menunjukkan menunjukkan pada skala nyeri hari
kedua pengeluaran ASI pada hari pertama lebih banyak terjadi
pada ibu yang mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 66,7%
untuk pengeluaran ASI di hari kedua lebih banyak terjadi pada
ibu yang mengalami nyeri skala sedang yaitu sebanyak 89,5%
dan untuk responden yang ASI nya keluar di lebih dari hari
kedua terjadi pada ibu yang mengalami nyeri skala ringan dan
skala berat yaitu masing-masing sebanyak 38,5%.
Skala
nyeri hari
kedua
Waktu pengeluaran ASI
Hari pertama
Hari kedua
Lebih dari hari
kedua
N % N % N %
Ringan 6 18,2 1 5,3 5 38,5
Sedang 22 66,7 17 89,5 5 38,5
Berat 5 15,2 1 5,3 3 23,1
Total 33 100,0 19 100,0 13 100,0
62
Tabel 5.22
Distribusi frekuensi skala nyeri hari ketiga terhadap waktu
pengeluaran ASI setelah persalinan di RSU kab. Tangerang dan RS
Swasta Depok
Tahun 2016
Tabel 5.22 menunjukkan pada skala nyeri hari ketiga
pengeluaran ASI setelah melahirkan terbanyak di hari pertama yaitu
54,5% di kategori nyeri sedang. untuk yang pengeluaran ASInya
terjadi pada hari kedua setelah melahirkan yaitu 52,6% untuk
kategori nyeri sedang.untuk responden yang pengeluaran ASI nya
terjadi setelah lebih dari hari kedua setelah melahirkan lebih banyak
terjadi pada kategori nyeri ringan yaitu sebanyak 53,8%.
Skala
nyeri
setelah
hari kedua
Waktu pengeluaran ASI
Hari pertama
Hari kedua
Lebih dari hari
kedua
N % N % N %
Ringan 14 42,4 9 47,4 7 53,8
Sedang 18 54,5 10 52,6 6 46,2
Berat 1 3,0 0 0,0 0 0,0
Total 33 100,0 19 100,0 13 100,0
63
q. Gambaran waktu pemberian ASI terhadap pengeluaran ASI
Tabel 5.23
Distribusi frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap waktu
pengeluaran ASI di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Dari tabel 5.23 menunjukkan responden yang ASI nya keluar
di hari pertama lebih banyak menyusui bayinya pada kurang dari 3
jam setelah persalinan yaitu 45,5%, untuk responden yang
pengeluaran ASI nya terjadi di hari kedua lebih banyak menyusui
bayinya pada hari kedua yaitu 57,9% dan untuk responden yang
ASI nya keluar di lebih dari hari kedua lebih banyak menyusui bayi
nya saat hari kedua atau lebih dari hari kedua yaitu masing-masing
sebanyak 30,8%.
Menyusui
pertama kali
Waktu pengeluaran ASI
Hari pertama
Hari kedua
Lebih dari hari
kedua
N % N % N %
< 3 jam 15 45,5 3 15,8 3 23,1
3 – 24 jam 13 39,4 4 21,1 2 15,4
Hari kedua 3 9,1 11 57,9 4 30,8
Lebih dari
hari kedua 2 6,1 1 5,3 4 30,8
Total 33 100,0 19 100,0 13 100,0
64
r. Gambaran jenis obat anastesi terhadap pemberian ASI
Tabel 5.24
Distribusi frekuensi jenis obat anastesi yang digunakan terhadap
pemberian ASI di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Menyusui
Jenis anastesi
anastesi total anastesi spinal
N % N %
< 3 jam 0 0,0 21 33,9
Lebih dari 3 jam 3 100,0 41 66,1
Total 3 100,0 62 100,0
Tabel 5.24 menunjukan semua bayi dengan ibu yang dilakukan
bius total akan menyusui lebih dari 3 jam yaitu sebanyak 100%
untuk yang dilakukan bius spinal sebanyak 33,9% menyusui
kurang dari 3 jam namun lebih banyak yang menyusui lebih dari
3 jam yaitu sebanyak 66,1%.
s. Gambaran kondisi bayi terhadap pemberian ASI
Tabel 5.25
Distribusi frekuensi kondisi bayi terhadap waktu pemberian ASI di
RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok
Tahun 2016
Menyusui
Kondisi Bayi
BBLR BAIK
N % N %
< 3 jam 0 0,0 21 32,8
Lebih dari 3 jam 1 100,0 43 67,2
Total 1 100,0 64 100,0
Dari tabel 5.25 menunjukan semua bayi yang lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) cenderung disusui lebih dari 3
jam setelah persalinan (100%) dan tidak ada yang menyusui
65
kurang dari 3 jam setelah persalinan. berbeda dengan bayi yang
lahir dengan kondisi baik mayoritas sebanyak 67,2% disusui
lebih dari 3 jam setelah persalinan namun masih ada yang
menyusui kurang dari 3 jam yaitu sebanyak 32,8%.
66
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan hasil penelitian dan keterbatasan dari penelitian.
Interpretasi hasil akan membahas mengenai hasil penelitian yang dikaitkan dengan
teori yang ada pada tinjauan pustaka, sedangkan untuk keterbatasan penelitian akan
memaparkan keterbatasan yang terjadi selama penelitian.
A. Gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea
Pelaksanaan IMD di rumah sakit masih belum maksimal, berdasarkan
hasil penelitian didapatkan sebanyak 73,8% bayi tidak diberi kesempatan
untuk melakukan IMD dengan ibunya, sedangkan sebesar 26,2% dapat
melaksanakan IMD dengan benar dan tepat. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Revi (2015) yang menuturkan bahwa dalam
pelaksanaannya hanya sedikit ibu yang melakukan IMD yaitu hanya sekitar
33,3%. Berbeda dengan apa yang didapatkan oleh Raditya (2014) dalam
penelitiannya sebagian besar bayi mendapatkan perlakukan IMD sebanyak
(85%).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terhambatnya pelaksanaan
IMD diantaranya adalah faktor ibu,faktor bayi dan petugas kesehatan.faktor
ibu berkaitan dengan persalinan operasi yang menggunakan bius total yang
berakibat tidak terlaksananya perlakuan IMD pada bayi. Faktor bayi
dikarenakan kondisi bayi yang menyebabkan bayi langsung dibawa keruangan
lain atau bayi yang dibersihkan terlebih dahulu oleh petugas sebelum akhirnya
67
diberikan ke ibu, lalu ada faktor dari petugas kesehatan pelaksanaan IMD
sangat bergantung dari peran tenaga kesehatan, jika pengetahuan petugas
tentang pemberian ASI benar dan memfasilitasi ibu untuk segera melakukan
IMD maka diharapkan pelaksanaan IMD dapat terlaksana (Budi puji,2013).
Ada pula persepsi petugas yang hanya meletakan bayi di dada ibu tanpa
membiarkan bayi berupaya mencari sendiri puting susu ibunya namun sudah
mengganggap bahwa itu adalah pelaksanaan IMD (Yuliarti, 2010).
Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini dari Wiwik, Hariani
dan Suhartatik tahun 2012 tentang faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah adanya hubungan antara
kesiapan ibu, dukungan tenaga kesehatan dan keadaan puting susu ibu dengan
keberhasilan pelaksanaan IMD. Perlunya mempersiapkan ibu, tenaga
kesehatan dan perawatan payudara sedini mungkin sebelum persalinan untuk
meningkatkan kemungkinan pelaksanaan IMD bagi bayi baru lahir.
B. Gambaran waktu pertama kali ibu memberikan ASI nya
Waktu pemberian ASI pertama kali yang dilakukan oleh ibu post
sectio caesarea bervariasi namun dalam penelitian ini mayoritas responden
yaitu 32,3% waktu pelaksanaan pemberian ASI nya kurang dari 3 jam setelah
persalinan, 29,2% memberikan ASI nya 3-24 jam setelah persalinan, 27,7%
memberikan ASI pada hari kedua setelah persalinan dan minoritas sebanyak
10,8% memberikan ASI nya setelah hari kedua persalinan. Penelitian sejalan
yang dilakukan oleh Fitriani (2011) mengemukakan bahwa mayoritas ibu
68
menyusui terjadi pada hari pertama dan minoritas memberikan pada hari
keempat. Hal ini dapat terjadi karena ibu yang melahirkan dengan cara sectio
caesarea terbukti lebih lama dalam memberikan ASI nya dibanding dengan
ibu yang melahirkan normal (Prior,Gale,Philips, 2012) perbedaan waktu
menyusui bisa terjadi akibat jenis pembiusan, obat yang dikonsumsi dan
fasilitas rooming in di tempat pelayanan.
Pada bayi dengan nilai apgar score baik dapat segera dilakukan IMD
dan dapat langsung dilakukan rawat gabung pada hari pertama (Sidi, Suradi
Masoara, 2009) sehingga tidak terjadi penundaan dalam pemberian ASI.
Pemberian ASI segera setelah persalinan dapat merangsang pengeluaran
hormon prolaktin dan oksitosin sehingga dapat meningkatkan pengeluaran
ASI (Bahiyatun, 2009) sehingga tidak perlu adanya tambahan pemberian
susu formula terutama bayi yang baru lahir.
Hubungan Inisiasi Menyusui Dini dapat mempengaruhi pengeluaran
ASI dapat terjadi karena bayi yang langsung menyusui segera setelah lahir
akan merangsang hormon prolaktin yang akan menurun satu jam setelah
persalinan akibat lepasnya plasenta, hisapan bayi akan merangsang ke
kelenjar pituitari bagian depan untuk mengaktifkan prolaktin yang akan
merangsang sel-sel alveoli untuk mengembang dan memproduksi susu. Bayi
yang tidak segera menghisap puting segera akan membuat hormon prolaktin
akan terus turun sehingga ASI akan lebih sulit keluar (Bobak, 2005). Dampak
IMD bagi bayi juga dapat memberikan makanan segera setelah bayi keluar
yang dapat memberikan kekebalan pasif, mencegah bayi kehilangan panas
69
karena saat IMD suhu tubuh ibu akan menjaga bayi tetap hangat dapat
membantu melatih refleks menghisap bayi serta mendekatkan hubungan
antara ibu dan bayi (Ambarwati, 2008).
Waktu Pemberiaan ASI yang dilakukan setelah hari kedua masih
ditemukan walaupun hanya 10,8% yang memberikan ASI nya lebih dari dua
hari setelah persalinan, namun hal ini dapat mempengaruhi kesehatan bayi,
pasalnya bayi yang disusui pada lebih dari hari kedua hanya akan
mendapatkan sedikit manfaat dari kolostrum karena kolostrum hanya
disekresi kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3 setelah persalinan
dan komposisi dari kolostrum akan selalu berubah dari hari kehari padahal
kolostrum merupakan pencahar ideal untuk membersihkan meconium dari
usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi, serta
membantu dalam memberikan sistem imun bagi bayi, kolostrum juga lebih
banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI yang matur, kadar
karbohidrat dan lemak yang lebih rendah dibanding ASI matur
(Bahiyatun,2009).
70
C. Gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap pemberian
ASI
Nyeri yang dirasakan ibu pada hari pertama lebih dari setengah
responden mengalami nyeri berat yaitu sebanyak 52,3%, sedangkan yang
mengalami nyeri sedang sebanyak 40% dan yang mengalami nyeri ringan ada
7,7% dari hasil didapatkan skala nyeri yang dirasakan ibu tertinggi di hari
pertama adalah nyeri skala berat.
Nyeri yang dirasakan di hari kedua dalam sekala ringan ada sebanyak
18,5%, untuk yang mengalami nyeri sedang ada sebanyak 67,7% dan untuk
yang mengalami skala nyeri berat ada sebanyak 13,8%. Berbeda dengan hari
pertama, untuk hari kedua lebih banyak responden merasakan nyeri skala
sedang.
Nyeri yang dirasakan di hari ketiga ada sebanyak 46,2% yang mengalami
nyeri ringan, 52,3% mengalami nyeri sedang dan 1,5% yang mengalami nyeri
berat, sama seperti hari kedua mayoritas responden merasakan nyeri berat
pada hari ketiga.
Persalinan dengan cara operasi memiliki salah satu efek samping yaitu
nyeri, penelitian yang dilakukan Desmawati (2013) menyebutkan Nyeri berat
yang dialami ibu post sectio caesareamenjadi salah satu faktor yang dapat
memperlambat pengeluaran ASI. Semakin tinggi nyeri yang dialami ibu post
partum sectio caesarea, semakin lambat pengeluaran ASI. Nyeri yang dialami
dapat berakibat ibu enggan untuk menyusui bayinya sesegera mungkin dan
lebih memilih berfokus pada dirinya sendiri.
71
Nyeri juga dapat mengganggu proses mobilisasi dini dan posisi menyusui,
ibu yang tidak tahu bagaimana posisi menyusui yang benar untuk post sectio
caesarea akan kesulitan menemukan posisi yang nyaman ketika menyusui,
kenyamanan menyusui akan meningkatkan produksi ASI (Bobak, 2005)
sedangkan rasa nyeri juga membuat ibu takut untuk menggerakan badan
karena nyeri yang dirasakan padahal mobilisasi dini menunjukan dapat
meningkatkan pengeluaran ASI lebih cepat pada ibu yang segera melakukan
mobilisasi aktif, untuk waktunya dapat dilakukan saat pemberian analgesik
diberikan agar nyeri luka operasi tidak akan mengganggu dalam proses
mobilisasi.
Kondisi lain yang akan mempengaruhi pengeluaran ASI yaitu Ibu yang
mengalami keadaan gelisah, nyeri dan tidak percaya diri dalam memberikan
ASI akan mempengaruhi hormon oksitosin di dalam tubuh yang pada
akhirnya akan mengurangi jumlah produksi ASI, sebaliknya jika perasaan ibu
bahagia, menyayangi bayi dan memiliki perasaan bangga ketika dapat
menyusui bayinya akan meningkatkan hormon oksitosin yang akan
meningkatkan produksi ASI (Widyasih, 2009).
Namun dari hasil penelitian yang dilakukan pengeluaran ASI tidak
tergantung terhadap nyeri, karena pada responden yang ASI nya sudah keluar
di hari pertama lebih banyak dialami oleh ibu yang mengalami nyeri berat
yaitu sebanyak 51,5%. Hal ini bisa terjadi karena hanya sekitar 15,4%
respoden yang mengatakan bahwa nyeri yang dialaminya mengganggu dalam
proses pemberian ASI sedangkan mayoritas sebanyak 84,6% mengatakan
72
nyeri yang mereka rasakan tidak mengganggu dalam proses pemberian ASI,
jadi walaupun ibu mengalami nyeri tetap menyusui bayi sehingga pengeluaran
ASI tetap terjadi di hari pertama akibat rangsangan hisapan dari bayi.
D. Gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada ibu
sectio caesarea
Pengeluaran ASI dalam penelitian ini lebih banyak terjadi pada hari
pertama sebanyak 50,8%, pengeluaran ASI pada hari kedua sebanyak 29,2%,
dan minoritas 20% responden yang ASI nya keluar setelah hari kedua
persalinan. Alasan ASI yang tidak keluar di hari pertama dapat disebabkan
oleh tidak adanya stimulasi isapan dari bayi akibat pengaruh dari
keterpisahannya ruangan ibu dan bayi. Pengeluaran ASI pada ibu dengan
sectio caesarea lebih lambat dibanding ibu yang melahirkan normal yang
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya posisi menyusui yang kurang
tepat, nyeri pasca operasi dan mobilisasi yang kurang (Desmawati, 2013).
Pengeluaran ASI yang terlambat juga dapat menyebabkan tertundanya
kegiatan menyusui seperti dalam penelitian Suprijati (2013) salah satu alasan
paling dominan ibu memberikan susu formula sebagai pengganti ASI adalah
karena alasan ASI yang tidak lancar keluar karena merasa khawatir bayi akan
kelaparan. Menurut hasil analisa ibu yang ASI nya keluar di hari pertama
sebanyak 81,9% akan menyusui pada hari pertama juga, untuk ASI yang
keluar pada hari kedua sebanyak 57,9% ibu akan menyusui pada hari kedua
juga dan untuk yang pengeluaran ASI nya terjadi pada hari ketiga lebih
73
banyak menyusui pada hari kedua dan ketiga yaitu masing-masing sebanyak
30,8%. Dari data tersebut memperlihatkan bahwa lebih banyak ibu menyusui
bayi nya saat ASI sudah mulai keluar.
Tertundanya pemberian ASI dapat meningkatkan resiko infeksi
bahkan kematian bagi bayi, karena dalam minggu pertama kehidupan,bayi
belum memiliki sistem kekebalan tubuh sendiri sehingga dengan memberikan
ASI dapat memberikan sistem kekebalan tubuh pasif untuk bayi
(Sherwood,2012).
Ibu yang ASI nya belum keluar tetap memberikan rangsangan agar
ASI cepat keluar dengan cara tetap menyusukan bayinya untuk merangsang
refleks sucking bayi sehingga dapat mengaktifkan Tiga refleks maternal
utama sewaktu menyusui yaitu sekresi prolaktin, ereksi puting susu dan
refleks let-down (Bobak, 2005).
E. Gambaran jenis anastesi yang dipakai saat operasi terhadap pemberian
ASI
Anastesi yang dipakai dalam penelitian sebanyak 4,6% melakukan
anastesi total dan 95,4% melakukan anastesi spinal. Perbedaan dari efek obat
anastesi spinal dan umum dapat dilihat dari lamanya efek obat tersebut
bekerja karena hal ini dapat mengganggu dalam proses pemberian IMD
terbukti untuk pasien yang diberikan anastesi total mengalami keterlambatan
dalam pemberian ASI dan pemberian ASI untuk ibu yang diberikan anastesi
74
spinal cukup bervariasi, sebanyak 33,9% menyusui kurang dari 3 jam setelah
persalinan sedangkan 66,1% menyusui lebih dari 3 jam setelah persalinan.
Efek anastesi dapat menyebabkan ibu mengantuk dalam waktu lama
hal ini dapat menyebabkan ibu lebih berfokus pada dirinya sendiri
(Ewa,2015). Masa kerja anastesi sekitar 3-4 jam untuk anastesi epidural
karena tidak menggunakan morfin dan 5-6 jam untuk anastesi total, efek
samping lain dari anastesi juga dapat menyebabkan rasa sakit kepala setelah
operasi (Iis,2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2011) untuk pasien dengan
anastesi regional lebih banyak menyusui pada hari pertama atau 3 jam post
sectio caesarea dan minoritas pada hari keempat, hal ini terjadi karena ibu
dengan anastesi regional masih bisa sadar untuk menyusui bayinya berbeda
dengan ibu dengan anastesi total.
Jenis persalinan juga dapat mempengaruhi proses IMD yaitu ibu yang
melahirkan dengan normal akan lebih banyak melakukan IMD dibandingkan
dengan ibu yang melahirkan dengan cara operasi disebabkan oleh kerja obat
bius yang tidak hanya berpengaruh ke ibu namun juga ke janinnya sehingga
dapat mengganggu kemampuan alami bayi untuk mencari dan menemukan
sendiri payudara si ibu (Roesli, 2012).
75
F. Gambaran kondisi bayi yang lahir terhadap pemberian ASI
Dari hasil yang didapat hanya ada 1,5% bayi yang lahir dengan berat
badan lahir rendah sisanya lahir dalam keadaan baik sebanyak 98,5%. Semua
bayi yang lahir dengan kondisi berat badan lahir rendah mengalami
penundaan dalam pemberian ASI, sedangkan untuk bayi yang lahir baik
sebanyak 32,8% menyusui kurang dari 3 jam setelah persalinan dan 67,2%
menyusui lebih dari 3 jam setelah persalinan. Penelitian yang sejalan dari
Enih (2011) untuk bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram
lebih banyak diberikan makanan pendamping lain selain ASI. Ibu yang
memiliki bayi BBLR cenderung untuk tidak memberikan ASI ekslusif kepada
bayinya. Ada beberapa alasan bayi tidak dapat diberikan ASI salah satunya
yaitu bayi dengan BBLR (berat badan lahir rendah) di RSU Kabupaten
Tangerang sendiri mempunyai kebijakan untuk tidak melakukan IMD pada
bayi BBLR karena bayi BBLR dinilai terlalu lemah untuk menghisap
langsung payudara ibu sehingga dibutuhkan bantuan ketika akan memberikan
ASI (Gibney, 2008).
Bayi dengan kondisi asfiksia dan bayi dengan kelainan anatomi yang
tidak langsung bisa menyusu pada ibu segera setalah persalinan karena harus
segera mendapatkan penanganan medis segera. Penelitian yang dilakukan oleh
Fadhilah (2015) persalinan dengan metode section caesarea lebih
meningkatkan resiko terjadinya asfiksia pada bayi sebanyak 2 kali lipat
dibandingkan dengan persalinan normal yang menyebabkan perlunya tindakan
76
perawatan intensif untuk bayi dan juga dapat mengakibatkan keterpisahan
antara ibu serta bayi yang membuat tertundanya proses pemberian ASI.
G. Gambaran pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara
pemberian ASI
Terdapat perbedaan kebijakan dari kedua rumah sakit yaitu rumah
sakit kabupaten Tangerang yang menggabungkan ibu dan anak dalam satu
ruangan yang sama sejak hari pertama jika tidak ada masalah pada ibu dan
bayinya berbeda dengan rumah sakit lainnya yaitu rumah sakit swasta yang
mengharuskan adanya rooming out bagi ibu dan bayi, hal ini disebabkan
karena faktor kenyamanan dari pasien lain sehingga diberlakukan kebijakan
bahwa bayi akan diantar ke ibu pada jam-jam tertentu untuk disusui dan akan
dibawa kembali keruang bayi untuk di mandikan dan akan diberikan lagi ke
ibu sesuai jadwal. Hal ini hanya berlaku pada pasien dengan kelas dua dan
tiga untuk pasien di ruang kelas 1 dan vip diperbolehkan untuk rooming in.
Dalam penelitian ibu yang tidak berada satu ruangan dengan bayi sejak
hari pertama 66,7% tidak memberikan ASI nya dan ibu yang berada satu
ruangan dengan bayinya 91,3% akan menyusui bayinya. Waktu pemberian
ASI jika ibu berada satu ruangan akan menyusui sesuai keinginan dari bayi,
sedangkan ibu yang tidak satu ruangan akan menyusui sesuai dengan jadwal
yang diberikan oleh rumah sakit. Rooming in juga akan mempengaruhi
terhadap cara pemberian ASI, dalam penelitian jika ibu tidak satu ruangan
maka hanya 38,2% yang memberikan ASI nya secara langsung dan jika satu
77
ruangan sebanyak 61,8% akan memberikan ASI nya secara langsung. Untuk
semua ibu yang tidak menyusui langsung tidak berada satu ruangan yang
sama dengan bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian Desmawati (2013) bahwa
Ibu dan bayi yang tidak satu ruangan dapat menyebabkan Ibu tidak dapat
menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat atau kapan saja saat
dibutuhkan berbeda dibandingkan ibu yang satu ruangan dengan bayi dari hari
pertama kelahiran. Kondisi ibu post sectio caesarea juga menyulitkan ibu jika
harus mengunjungi tempat perawatan bayi jika hendak menyusui, ibu juga
bisa memberikan ASI lewat botol dan diberikan ke pertugas sebagai alternatif
jika tidak satu ruangan dengan bayi.
78
H. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang dimiliki
diantaranya:
1. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner. Ada beberapa
responden yang kuesionernya dibacakan oleh peneliti. Alasan
kuesioner yang dibacakan karena dengan pertimbangan ibu-ibu
sehabis melahirkan dan mempunyai bayi akan sulit mengisi
kuesionernya sendiri.
2. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan pengembangan
dari kuesioner sebelumnya dan tinjauan pustaka yang telah dibuat,
sehingga terdapat beberapa pertanyaan yang memiliki tingkat validitas
dan reliabilitas yang belum mencukupi.
3. Semua pertanyaan skala nyeri yang diukur pada hari ketiga sehingga
bisa terjadi bias karena responden bisa saja lupa dengan skala nyeri
pada hari pertama dan kedua.
4. Pertanyaan alasan dilakukan operasi mengambil data dari responden
namun tidak dilakukan pengecekan kembali di rekam medis.
5. Pertanyaan tentang Inisiasi Menyusui Dini diukur dengan cara
menanyakan langsung ke responden dengan tidak dilakukannya
observasi langsung.
79
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Gambaran pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) pada ibu sectio
caesarea di kedua rumah sakit mayoritas responden tidak melakukan atau
salah dalam melakukan IMD sebanyak 73,8% dan untuk yang melakukan
dengan benar sebanyak 26,2%.
2. Gambaran waktu pertama kali ibu menyusui bayinya di kedua rumah sakit
sebanyak 32,3% memberikan ASI kurang dari 3 jam setelah persalinan,
29,2% menyusui pada 3-24 jam setelah persalinan, 27,7% menyusui untuk
pertama kalinya pada hari kedua dan 10,8% menyusui untuk pertama
kalinya pada lebih dari hari kedua setelah persalinan.
3. Gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap pemberian ASI
sebanyak 15,4% ibu merasa nyeri yang dialami paska operasi
mengganggu dalam pemberian ASI namun mayoritas ibu yaitu sebanyak
84,6% tidak merasa nyeri yang mereka alami paska operasi mengganggu
dalam pemberian ASI.
Nyeri paska operasi yang dirasakan ibu pada hari pertama lebih banyak
merasakan nyeri skala berat yaitu sebanyak 52,3% sedangkan yang
mengalami nyeri skala sedang sebanyak 40% dan nyeri skala rendah
sebanyak 7,7%. Untuk skala nyeri yang dirasakan dihari kedua mayoritas
responden merasakan nyeri skala sedang yaitu sebanyak 67,7%, untuk
80
nyeri skala ringan sebanyak 18,5% dan paling sedikit responden
mengalami nyeri skala berat sebanyak 13,8%. Untuk mayoritas nyeri yang
dirasakan pada hari ketiga adalah nyeri sedang yaitu sebanyak 52,3%, lalu
nyeri skala ringan sebanyak 46,2% dan sedikit responden yang merasakan
nyeri skala berat di hari ketiga sebanyak 1,5%.
4. Gambaran pengeluaran ASI tertinggi terjadi pada hari pertama yaitu
sebanyak 50,8%, sedangkan sebanyak 29,2% ibu mengaku ASI nya keluar
pada hari kedua dan 20% ASI nya keluar pada lebih dari hari kedua
setelah persalinan.
5. Gambaran jenis anastesi yang dipakai saat operasi terhadap pemberian
ASI yaitu anastesi terbanyak yang dipakai oleh ibu adalah anastesi spinal
yaitu sebanyak 95,4% sedangkan hanya 4,6% ibu yang menggunakan
anastesi total saat persalinan. Hal ini mengganggu dalam pemberian ASI
seperti responden dengan anastesi total akan menyusui lebih dari 3 jam
setelah persalinan dan untuk yang dilakukan anastesi spinal lebih banyak
juga menyusui lebih dari 3 jam yaitu 66,1% hanya sedikit yang menyusui
kurang dari 3 jam setelah persalinan yaitu 33,9%.
6. Gambaran kondisi bayi yang lahir dalam kondisi BBLR cenderung disusui
lebih dari 3 jam setelah persalinan sedangkan yang lahir dalam kondisi
baik sebagian besar menyusui lebih dari 3 jam setelah persalinan yaitu
67,2% namun masih ada yang menyusui kurang dari 3 jam sebanyak
32,8%.
81
7. Gambaran pemberian ASI pada ibu yang dirawat gabung ditemukan
mayoritas ibu yang satu ruangan akan menyusui bayinya yaitu 91,3%
sedangkan yang tidak menyusui 8,7% untuk ibu yang tidak satu ruangan
dengan bayi akan menyusui sebanyak 33,3% namun lebih banyak yang
tidak menyusui yaitu sebanyak 8,7%. Waktu menyusui ibu yang satu
ruangan dengan bayi akan menyesuaikan dengan keinginan bayi untuk
menyusu yaitu sebanyak 100% sedangkan untuk yang tidak satu ruangan
akan menyusu sesuai jadwal yang diberikan oleh rumah sakit yaitu
sebanyak 100% dan ibu akan menyusui secara langsung jika berada satu
ruangan dengan bayi yaitu sebanyak 61,8% sedangkan yang menyusui
langsung tapi tidak satu ruangan sebanyak 38,2. Untuk semua ibu yang
menyusui secara tidak langsung tidak berada satu ruangan dengan
bayinya.
82
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan
khususnya dalam program Inisiasi Menyusui Dini dan dapat menjadi
pertimbangan rumah sakit dalam membuat kebijakan rooming in bagi ibu
dan bayi.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini dengan jumlah sampel dan
populasi yang lebih besar dan tidak terbatas pada saat responden berada di
rumah sakit namun juga saat responden sudah kembali ke rumah, agar
dapat mengamati pemberian ASI ekslusif ataupun pemberian makanan
pendamping air susu ibu (MPASI).
DAFTAR PUSTAKA
Agam, Isnaini. dkk. “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI ekslusif di
Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.” Jurnal
Fakultas Kesehatan masyarakat UNHAS (2013).
Agusvina, Revi. “Hubungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terhadap keberhasilan
ASI Ekslusif di Posyandu Kelurahan Cempaka Putih Ciputat Timur.”Skripsi S1
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidyatullah Jakarta, 2015.
Ambarwati dan Wulandari.Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendekia
Press, 2008.
Ayu, Ida Chandranita Manuaba dan Ida Bagus Gede Manuaba.Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC, 2009.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. “Riset Kesehatan Dasar 2013.” Diakses pada 20 November 2015
dari http://www.litbang.depkes.go.id/
Bagus, Ida Manuaba dan Ida Ayu Chandranita.Pengantar Kuliah Obstetrik. Jakarta:
EGC, 2007.
Bahiyatun.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal.Jakarta : EGC, 2009.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta:
EGC, 2005.
Budiasih, Kun sri. Handbook Ibu Menyusui. Bandung: Hayati Qualita, 2008.
Chandrashekhar TS, Joshi HS, Binu V, Shankar PR, Rana MS, Ramachandran U.
“Breast-feeding initiation and determinants of exclusive breast-feeding a
questionnaire survey in an urban population of western Nepal.” Journal Public
Health (2007).
Cunningham, F. G.Obstetri Williams. Jakarta: EGC, 2006.
Danim, Sudarwan. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC, 2003.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. “Situasi dan Analisis ASI ekslusif.”
diakses pada 7 januari 2016 dari
http://www.depkes.go.id/article/print/14010200010/situasi-dan-analisis-asi-
eksklusif.html
Desmawati.“Penentu Kecepatan Pengeluaran Air Susu Ibu Setelah Sectio
Caesarea.”Artikel Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan UPN Veteran. 2013: h.
360-363.
Dwienda,Octa. dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi atau Balita dan
Anak PraSekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Enih. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI) pada Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Kelurahan
Cipayung Kecamatan Ciputat.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta, 2011.
Fanny, Fadhilah. “Sectio Caesarea sebagai Faktor Risiko Kejadian Asfiksia
Neonatorum.” Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung vol, 4 No. 8
(November 2015): h.57-61.
Fitriani.“Pemberian ASI pada Ibu Bersalin Seksio sesaria dengan Bius Regional di
RS. DR Pirngadi Medan.” Karya tulis ilmiah Fakultas Keperawatan,
Universitas Sumatra Utara, 2011.
Gibney, Michael dkk.Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC, 2008.
Haryo, Raditiya Yudanto. “Gambaran Pemberian ASI Ekslusif Bayi Baru Lahir pada
Ibu Post Sectio Caesarea di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul” Skripsi S1
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilu Kesehatan „Aisyiyah
Yogyakarta, 2014.
Hidayati, Wiwik. dkk. “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Inisiasi
Menyusui Dini di Rumah Sakit Bersalin Srikandi Kota Kendari tahun
2012.”Volume 1 nomor 4. (2012).
Kugouglu, Sema, Hatice Yildiz, Meltem Kurtuncu Tanir and Birsel Canan Demirbag.
“Breastfeeding After a Cesarean Delivery.” Diakses pada 17 Januari 2016 dari
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/37218.pdf
Kurniawan, Bayu. “Determinan Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu ekslusif.”
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 4 (Agustus 2013).
Mardiyaningsih, Eko, setyowati dan Luknis Sabri. “Efektifitas Kombinasi Teknik
Marmet dan Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Ibu Post Seksio di Rumah
Sakit Wilayah Jawa Tengah”.Jurnal keperawatan Soedirman, Vol 6, No 1
(Maret 2011): 31-36.
Molika, Ewa. 275 Tanya Jawab Seputar Kehamilan dan Melahirkan. Jakarta: Vicosta
Publishing, 2015.
Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Nurdiansyah, Nia. Buku Pintar Ibu dan Bayi. Jakarta: Bukune, 2011.
Oxorn, Harry dan William R. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yoyakarta: Yayasan Essential Medica (YEM), 2010.
Pertiwi, Putri. “Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Ekslusif di Kelurahan Kunciran Indah Tangerang.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia, 2012.
Puji, Budi Nastiti. “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktek Inisiasi
Menyusui Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkah Kabupaten Tegal Tahun
2012.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
2013.
Putri, Eka. dkk. “Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Angka Kejadian Diare
Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang.” Jurnal
Kesehatan Andalas Vol 2 No 2 (2013): h. 62-66.
Dewi, Ratna, Mariati, dan Elly Wahyuni. “Hubungan Pemberian ASI Pada Bayi
Umur kurang dari 10 Hari DenganGejala Post Partum Blues Di Kota Bengkulu
Tahun 2011.” Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 15 No 2 (April 2012):
h.193-202
Retno,dwi wulandari dan Linda Dewanti. “Rendahnya Praktik Menyusui pada Ibu
Post Sectio Caesarea dan Dukungan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit.”
Artikel penelitian Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Vol 8
No 8 (Mei 2014): h. 393-397
Rizki, Deri Anggarani dan Yazid Subakti.Kupas Tuntas Seputar Kehamilan . Jakarta:
Agromedia pustaka, 2013.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC, 2012.
Sidi, I.P.S., Suradi, dkk. Manajemen Laktasi. Jakarta: Kumpulan Perinatologi
Indonesia,2009
Sinsin, Iis. Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2008.
Sofyana, Haris. “Perbedaan Dampak Pemberian ASI ekslusif Dan Non Ekslusif
Terhadap Perubahan Ukuran Antropometri Dan Status Imunitas pada Neonatus
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.”Tesis
Fakultas ilmu keperawatan, Universitas Indonesia, 2011.
Sumarah, Yani Widyastuti, Nining Wiyati. Perawatan Ibu Bersalincetakan keempat .
Yogyakarta:Fitramaya, 2009.
Suprijati.“Faktor-Faktor yang Menghambat Ibu dalam Pemberian ASI Ekslusif di
Wilayah Puskesmas Pembantu Bagi Kecamatan Madiun Kabupaten
Madiun.”Akademi kebidanan Harapan Mulya Ponorogo (2013).
Sutomo, Budi dan Dwi Yanti. Makanan Sehat Pendamping ASI. Jakarta: Demedia
Pustaka, 2010.
Swarjana, I Ketut.Metodologi penelitian kesehatan (Edisi revisi). Yogyakarta: CV
Andi Offset, 2015.
Syamsinar,dkk. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelancaran Pengeluaran
ASI pada Ibu Post Partum di Ruang Nifas Rumah Sakit TK.II Pelamonia
Makassar.” Vol,2 No. 5 (2013): h.135-144.
Umar, Husein. Metode penelitian untuk skripsi dan tesis bisnis. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
Utami, Roesli. Panduan Konseling Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda, 2012.
Warsini, Sri Aminingsih, Rizky Ayu Fahrunnisa. “Hubungan Antara Jenis Persalinan
dengan Keberhasilan ASI ekslusif di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.”
KOSALA JIK. Vol. 3 No. 2 (September 2015): h. 66-71.
World Health Organitation. “Breastfeeding the goal” diakses pada 20 November 2015
dari http://www.who.int/nutrition/global-target-
2025/infographic_breastfeeding.pdf?ua=1
World Health Organitation. “BreastFeeding” diakses pada 20 November 2015 dari
http://www.who.int/topics/breastfeeding/en/
Yuliarti, Nurheti. Keajaiban ASI dan Makanan Terbaik Untuk Kesehatan dan
Kehidupan Sikecil.Yogyakarta:Andi, 2010.
LAMPIRAN
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
“ Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea”
Saya adalah mahasiswi semester 8 (Delapan) Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Penelitian ini dilaksanakan sebagai
salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir saya di Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengetahuan ibu dalam pemberian ASI pada bayi.Dalam
penelitian ini, ibu diharapkan mengisi kuesioner dengan lengkap.
Saya berharap jawaban yang anda berikan adalah berdasarkan pengetahuan
anda sendiri tanpa dipengaruhi orang lain. Saya menjamin kerahasiaan jawaban
dan identitas Anda dan akan segera diamankan setelah penelitian ini selesai.
Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Peneliti Responden
( Clara Dindy ) ( Nama jelas )
LEMBAR KUESIONER
Judul penelitian: Gambaran Pemberian ASI pada Bayi Dengan Ibu Post Sectio
Caesarea.
Peneliti: Clara Dindy
Petunjuk Pengisian:
1. Isilah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) di kotak
yang tersedia
2. Dimohon untuk tidak berdiskusi dan bekerja sama selama mengisi kuesioner
ini
3. Isilah kuesioner ini secara JUJUR sesuai dengan keadaan anda
4. Jika merasa kesulitan atau merasa kurang jelas dengan pertanyaan bisa
langsung ditanyakan kepada peneliti
5. Terima kasih sudah berpartisipasi
No Responden: (diisi oleh peneliti)
A. DATA DEMOGRAFI RESPONDEN
1. Nama (Inisial) :
2. Jumlah Kelahiran :
( ) Primipara ( ) Multipara
3. Usia ibu :
( ) < 20 tahun
( ) 20-25 tahun
( ) 26- 30 tahun
( ) > 30 tahun
4. Pendidikan terakhir
( ) SD ( ) SMA
( ) SMP ( ) Perguruan Tinggi
5. Sudah berapa kali melakukan persalinan dengan operasi?
( ) Pertama kali ( ) > dua kali
( ) Kedua kali
6. Alasan dilakukannya persalinan dengan operasi?
7. Sesaat setelah bayi lahir apakah
( ) bayi diletakkan di perut ibu dan juga menghisap puting ibu
( ) bayi diletakkan di perut ibu namun tidak meghisap puting ibu
( ) bayi langsung dibawa ke ruangan lain
8. Jenis anastesi yang digunakan? (diisi oleh peneliti)
9. Kondisi Bayi? (diisi oleh peneliti)
B. PEMBERIAN ASI
1. Berapa lama selang waktu dari persalinan hingga ibu menyusui untuk pertama
kalinya?
( ) < 3 jam setelah persalinan ( ) Hari kedua setelah persalinan
( ) 3 – 24 jam setelah persalinan ( ) Lebih dari 2 hari setelah persalinan
2. Pada hari keberapa ASI sudah mulai keluar setelah persalinan?
( ) Hari pertama setelah persalinan
( ) Hari kedua setelah persalinan
( ) Lebih dari 2 hari setelah persalinan
3. Apakah ibu mengalami nyeri paska operasi sehingga membuat ibu menunda
untuk memberikan ASI?
( ) Ya ( ) Tidak
4. Berapa skala nyeri pada luka operasi yang ibu rasakan pada hari pertama?
( ) Ringan (1 – 3)
( ) Sedang (4 – 6)
( ) Berat (7 – 10)
5. Berapa skala nyeri pada luka operasi yang ibu rasakan pada hari kedua?
( ) Ringan (1 – 3)
( ) Sedang (4 – 6)
( ) Berat (7 – 10)
6. Berapa skala nyeri pada luka operasi yang ibu rasakan pada hari ketiga?
( ) Ringan (1 – 3)
( ) Sedang (4 – 6)
( ) Berat (7 – 10)
7. Selama ibu dirawat di RS, apakah bayi berada dalam satu ruangan dengan ibu
dari hari pertama?
( ) Ya ( ) Tidak
8. Jika bayi tidak berada satu ruangan dengan ibu dari hari pertama. Bagaimana
ibu memutuskan memberikan ASI pada bayi?
( ) Kapanpun ketika dia menangis atau terlihat lapar
( ) Dari jadwal yang sudah ditentukan
( ) Saya memompa ASI lalu memberikannya ke petugas untuk diberikan ke
bayi saya
( ) Saya tidak memberikan ASI saya
Lampiran 3
A. Data Demografi
usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
kurang dari 20 tahun 4 6,2 6,2 6,2
20-25 tahun 18 27,7 27,7 33,8
26-30 tahun 17 26,2 26,2 60,0
lebih dari 30 tahun 26 40,0 40,0 100,0
Total 65 100,0 100,0
pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak sekolah 1 1,5 1,5 1,5
Sd 19 29,2 29,2 30,8
Smp 19 29,2 29,2 60,0
Sma 21 32,3 32,3 92,3
perguruan tinggi 5 7,7 7,7 100,0
Total 65 100,0 100,0
Persalinansesar
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Pertama 45 69,2 69,2 69,2
Kedua 19 29,2 29,2 98,5
lebih dari dua kali 1 1,5 1,5 100,0
Total 65 100,0 100,0
kelahiran
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
primipara 20 30,8 30,8 30,8
multipara 45 69,2 69,2 100,0
Total 65 100,0 100,0
Alasanoperasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sungsang 10 15,4 15,4 15,4
hipertensi gestasional 13 20,0 20,0 35,4
bayi besar 9 13,8 13,8 49,2
air ketuban habis 13 20,0 20,0 69,2
anak sebelumnya lahir sc 9 13,8 13,8 83,1
gagal induksi 3 4,6 4,6 87,7
panggul sempit 5 7,7 7,7 95,4
kelilit ari-ari 1 1,5 1,5 96,9
plasenta previa 1 1,5 1,5 98,5
Hipermio 1 1,5 1,5 100,0
Total 65 100,0 100,0
B. Pemberian ASI imd
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
tidak dilakukan 48 73,8 73,8 73,8
dilakukan 17 26,2 26,2 100,0
Total 65 100,0 100,0
bius
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
biustotal 3 4,6 4,6 4,6
biusspinal 62 95,4 95,4 100,0
Total 65 100,0 100,0
kondisibayi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Bblr 1 1,5 1,5 1,5
Baik 64 98,5 98,5 100,0
Total 65 100,0 100,0
pertamamenyusui
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
kurang dari 3 jam 21 32,3 32,3 32,3
3-24 jam 19 29,2 29,2 61,5
hari kedua 18 27,7 27,7 89,2
lebih dari hari kedua 7 10,8 10,8 100,0
Total 65 100,0 100,0
asikeluar
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
hari pertama 33 50,8 50,8 50,8
hari kedua 19 29,2 29,2 80,0
lebih dari hari kedua 13 20,0 20,0 100,0
Total 65 100,0 100,0
pengaruhnyeri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
YA 10 15,4 15,4 15,4
TIDAK 55 84,6 84,6 100,0
Total 65 100,0 100,0
skalanyeriharipertama
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ringan 5 7,7 7,7 7,7
Sedang 26 40,0 40,0 47,7
Berat 34 52,3 52,3 100,0
Total 65 100,0 100,0
skalanyeriharikedua
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
ringan 12 18,5 18,5 18,5
sedang 44 67,7 67,7 86,2
berat 9 13,8 13,8 100,0
Total 65 100,0 100,0
skalanyerihariketiga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
ringan 30 46,2 46,2 46,2
sedang 34 52,3 52,3 98,5
berat 1 1,5 1,5 100,0
Total 65 100,0 100,0
roomingin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak satu ruangan dari hari pertama 42 64,6 64,6 64,6
satu ruangan dari hari pertama 23 35,4 35,4 100,0
Total 65 100,0 100,0
menyusui * roomingin Crosstabulation
roomingin Total
Tidak satu
ruangan dari hari
pertama
satu ruangan dari
hari pertama
menyusui
menyusui Count 14 21 35
% within roomingin 33,3% 91,3% 53,8%
tidak menyusui Count 28 2 30
% within roomingin 66,7% 8,7% 46,2%
Total Count 42 23 65
% within roomingin 100,0% 100,0% 100,0%
pertamamenyusui * nyeri Crosstabulation
nyeri Total
YA TIDAK
pertamamenyusui
kurang dari 3 jam Count 2 19 21
% within nyeri 20,0% 34,5% 32,3%
3-24 jam Count 4 15 19
% within nyeri 40,0% 27,3% 29,2%
hari kedua Count 3 15 18
% within nyeri 30,0% 27,3% 27,7%
lebih dari hari kedua Count 1 6 7
% within nyeri 10,0% 10,9% 10,8%
Total Count 10 55 65
% within nyeri 100,0% 100,0% 100,0%
roomingin * carapemberianasi Crosstabulation
carapemberianasi Total
langsung tidak
langsung
tidak
memberikan
asi
Roomingin
Tidak satu ruangan dari hari
pertama
Count 13 1 28 42
% within
carapemberianasi
38,2% 100,0% 93,3% 64,6%
satu ruangan dari hari pertama
Count 21 0 2 23
% within
carapemberianasi
61,8% 0,0% 6,7% 35,4%
Total
Count 34 1 30 65
% within
carapemberianasi
100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
pertamamenyusui * nyeri Crosstabulation
nyeri Total
YA TIDAK
pertamamenyusui
kurang dari 3 jam Count 2 19 21
% within nyeri 20,0% 34,5% 32,3%
3-24 jam Count 4 15 19
% within nyeri 40,0% 27,3% 29,2%
hari kedua Count 3 15 18
% within nyeri 30,0% 27,3% 27,7%
lebih dari hari kedua Count 1 6 7
% within nyeri 10,0% 10,9% 10,8%
Total Count 10 55 65
% within nyeri 100,0% 100,0% 100,0%
roomingin * waktupemberianasi Crosstabulation
waktupemberianasi Total
sesuai
keinginan
bayi
sesuai
jadwal
rumah sakit
tidak
memberika
n asi
Roomingin
Tidak satu ruangan dari hari
pertama
Count 0 14 28 42
% within
waktupemberianasi
0,0% 100,0% 93,3% 64,6%
satu ruangan dari hari pertama
Count 21 0 2 23
% within
waktupemberianasi
100,0% 0,0% 6,7% 35,4%
Total
Count 21 14 30 65
% within
waktupemberianasi
100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
haripertama * asikeluar Crosstabulation
asikeluar Total
hari pertama hari kedua lebih dari hari
kedua
haripertama
ringan Count 2 0 3 5
% within asikeluar 6,1% 0,0% 23,1% 7,7%
sedang Count 14 7 5 26
% within asikeluar 42,4% 36,8% 38,5% 40,0%
berat Count 17 12 5 34
% within asikeluar 51,5% 63,2% 38,5% 52,3%
Total Count 33 19 13 65
% within asikeluar 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
harikedua * asikeluar Crosstabulation
asikeluar Total
hari pertama hari kedua lebih dari hari
kedua
harikedua
ringan Count 6 1 5 12
% within asikeluar 18,2% 5,3% 38,5% 18,5%
sedang Count 22 17 5 44
% within asikeluar 66,7% 89,5% 38,5% 67,7%
berat Count 5 1 3 9
% within asikeluar 15,2% 5,3% 23,1% 13,8%
Total Count 33 19 13 65
% within asikeluar 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
hariketiga * asikeluar Crosstabulation
asikeluar Total
hari pertama hari kedua lebih dari hari
kedua
hariketiga
ringan Count 14 9 7 30
% within asikeluar 42,4% 47,4% 53,8% 46,2%
sedang Count 18 10 6 34
% within asikeluar 54,5% 52,6% 46,2% 52,3%
berat Count 1 0 0 1
% within asikeluar 3,0% 0,0% 0,0% 1,5%
Total Count 33 19 13 65
% within asikeluar 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
pertamamenyusui * asikeluar Crosstabulation
asikeluar Total
hari pertama hari kedua lebih dari hari
kedua
Pertamamenyusui
kurang dari 3 jam
Count 15 3 3 21
% within
asikeluar
45,5% 15,8% 23,1% 32,3%
3-24 jam
Count 13 4 2 19
% within
asikeluar
39,4% 21,1% 15,4% 29,2%
hari kedua
Count 3 11 4 18
% within
asikeluar
9,1% 57,9% 30,8% 27,7%
lebih dari hari kedua
Count 2 1 4 7
% within
asikeluar
6,1% 5,3% 30,8% 10,8%
Total
Count 33 19 13 65
% within
asikeluar
100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
delay * bius Crosstabulation
bius Total
total spinal
delay
kurang dari 3 jam Count 0 21 21
% within bius 0,0% 33,9% 32,3%
lebih dari 3 jam Count 3 41 44
% within bius 100,0% 66,1% 67,7%
Total Count 3 62 65
% within bius 100,0% 100,0% 100,0%
delay * kondisibayi Crosstabulation
kondisibayi Total
bblr baik
Delay
kurang dari 3 jam Count 0 21 21
% within kondisibayi 0,0% 32,8% 32,3%
lebih dari 3 jam Count 1 43 44
% within kondisibayi 100,0% 67,2% 67,7%
Total Count 1 64 65
% within kondisibayi 100,0% 100,0% 100,0%
top related