glaukoma gabung
Post on 30-Jul-2015
210 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KASUS PANJANG
GLAUKOMA ABSOLUT DENGAN NYERI
Oleh:
Stanley Ariestia T 0710710030
Finna Yustita Sari 0710710040
Arghya Wicaksana 0710713009
Pembimbing:
dr. Aulia Abdul Hamid, Sp.M
LABORATORIUM / SMF ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan neuropati
saraf optik dan defek lapang pandang yang seringkali disebabkan oleng
peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma dapat mengganggu fungsi
penglihatan dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan.
Glaukoma disebut sebagai the silent thief of sight karena seringkali tanpa gejala
awal dan progresivitasnya yang tinggi, sehingga seringkali penderita mengalami
penurunan visus yang progresif hingga kebutaan.Untuk mendiagnosis seseorang
menderita glaukoma harus dilakukan anamnesis dan serangkaian pemeriksaan
yang umum dilakukan. Pemeriksaan tersebut meliputi tonometri, oftalmoskopi,
gonioskopi, dan pemeriksaan lapang pandang. Pada keadaan dimana seseorang
dicurigai menderita glaukoma dilakukan tes provokasi, seperti tes minum air
(Budiono, 2005; Siswono, 2008).
Berdasarkan etiologi, glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma absolut. Sedangkan
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukoma dibagi
menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Prinsip
penatalaksanaan glaukoma adalah mencegah kerusakan lebih lanjut terutama
memperlambat hilangnya pengelihatan dengan cara pendeteksian dini.
Penatalaksanaan glaukoma berupa pengobatan medis, terapi bedah dan laser
(Vaughan, 2000 ; Eman, 2008).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua di seluruh
dunia dengan angka kejadian glaukoma sudut terbuka lebih banyak
dibandingkan glaukoma sudut tertutup. Di Amerika Serikat, pada tahun 2003,
sekitar 120.000 orang mengalami kebutaan akibat glaukoma.1 Menurut Survey
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 di Indonesia
sebesar 1,5% penduduknya mengalami kebutaan yang antara lain disebabkan
karena katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), gangguan
retina (0,13%), dan kelainan kornea (0,10%). Diketahui bahwa angka kebutaan di
Indonesia menduduki peringkat pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut
WHO, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang.
Presentase itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh denga 1%,
India 0,7%, dan Thailand 0,3% (Depkes, 1998 ; Jhons, 2003).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah definisi Glaukoma?
Bagaimana patofisiologi Glaukoma?
Bagaimana cara penegakkan diagnosis Glaukoma?
Bagaimana penatalaksanaan Glaukoma?
1.3 Tujuan
Mengetahui definisi Glaukoma.
Mengetahui patofisiologi Glaukoma.
Menegetahui cara menegakkan diagnosis Glaukoma.
Mengetahui pentalaksanaan Glaukoma.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai
dengan pencekungan (cupping) diskus optikus dan penyempitan lapang
pandang. Glaukoma biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular.
Glaukoma berasal dari kata glaukos (Yunani) yang berarti hijau kebiruan yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma (Ilyas, 2011;
Vaughan, 200).
Glaukoma merupakan kumpulan dari suatu penyakit yang secara
karakteristik dapat menimbulkan optik neuropati dengan ditemukannya
penurunan lapangan pandang yang penyebab utamanya yaitu peningkatan
tekanan intraokuli. Normal tekanan intraokuli rata-rata adalah berkisar 10-22
mmHg. Tiga faktor yang dapat menentukan tekanan intraokuli yaitu (American
Academy of Opthalmogy, 2006):
1. Keseimbangan antara jumlah produksi aquos humor pada sudut
mata oleh badan siliar.
2. Resistensi dari pengaliran aquos humor pada sudut bilik mata
depan menuju sistem jalinan trabekular-kanal schlemm.
3. Tekanan dari vena-vena episklera.
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma
dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Sedangkan klasifikasi Vaughen mengklasifikasikan glaukoma berdasarkan
etiologi menjadi 4 macam yaitu Glaukoma Primer, Glaukoma Sekunder,
Glaukoma Kongenital, dan Glaukoma Absolut. Klasifikasi Vaughen meliputi
(Ilyas,2011) :
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka (Open-angle glaucomas)
A. Idiopatik
1. Glaukoma kronik (primer) sudut terbuka
2. Glaukoma tekanan normal
B. Akumulasi material hingga obstruksi jalinan trabekula
1. Pigmentary glaucoma
2. Exfoliative glaucoma
3. Steroid-induced glaucoma
4. Inflammatory glaucoma
5. Lens-induced glaucoma
a. Phacolytic
b. Lens-particle
c. Phacoanaphylactic glaucomas, dll
C. Kelainan lain dari jalinan trabekula
1. Posner-Schlossman (trabeculitis)
2. Traumatic glaukoma (angle recession)
3. Chemical burns
D. Peningkatan tekanan vena episklera
1. Sindrom Sturge–Weber
2. tiroidopati
3. tumor Retrobulbar
4. Carotid-cavernous fistula
5. thrombosis sinus cavernosus
b. Glaukoma sudut tertutup (Angle closure glaucomas)
A. Blok pupil
1. Glaukoma primer sudut tertutup ( akut, subakut,
kronik, mekanisme campuran)
2. Glaukoma dicetuskan lensa
a. Fakomorfik
b. Subluksasi lensa
c. Sinekia posterior
a. Inflamasi
b. Pseudofakia
c. Iris-vitreous
B. Anterior displacement of the iris/lens
1. Aqueous misdirection
2. Sindrom iris plateu
3. Glaukoma dicetuskan dari kelainan lensa
4. kista dan tumor iris dan korpus silier
5. kelainan koroid-retina
C. Obstuksi membran dan jaringan
1. glaukoma neovaskuler
2. glaukoma inflamasi
3. sindrom ICE
4. pertumbuhan epitel dan serabut yang terganggu
5. dll
2. Glaukoma Sekunder
a. Perubahan lensa
b. Kelainan uvea
c. Trauma
d. Bedah
e. Rubeosis
f. Steroid dan lainnya.
3. Glaukoma kongenital
a. Primer atau infantil
b. Penyerta kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
a. Glaukoma sudut sempit primer dan sekunder
i. Blokade pupil
ii. Tanpa blokade pupil
b. Glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder
c. Kelainan pertumbuhan
i. Primer
1. Kongenital
2. Infatil
3. juvenil
ii. sekunder
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer (POAG)
Glaukoma tipe ini merupakan glaukoma yang paling sering ditemukan.
Glaukoma jenis ini bersifat turunan sehingga resiko meningkat jika ada riwayat
glaukoma ini dalam keluarga. Gambaran patologik utama pada POAG adalah
adanya proses degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi
ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Hal
ini menyebabkan penurunan drainase aqueous humor yang berakibat
meningkatnya tekanan intraokular (Vaughan, 2000).
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraokular terjadi
karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya oklusi jalinan trabekular
oleh iris perifer (Vaughan, 2000).
c. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital jarang ditemukan. Glaukoma ini terbagi menjadi
(Vaughan, 2000):
Glaukoma kongenital primer, menunjukkan kelainan perkembangan yang
terbatas pada sudut bilik mata depan
Anomali perkembangan segmen anterior, sindrom Axenfeld-Reiger dan
anomali Peters, keduanya disertai kelainan perkembangan iris dan
kornea.
Berbagai kelainan lain, termasuk aniridia, sindrom Sturge-Weber,
neurofibromatosis, sindrom Lowe, dan Rubela kongenital. Pada kasus ini
anomali perkembangan sudut disertai dengan kelainan okular dan
ekstraokular lain.
d. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi
dari penyakit mata lain. Terapinya adalah pengontrolan tekanan intraokular
dengan cara medis dan bedah serta mengatasi penyakit yang mendasari bila
memungkinkan (Vaughan, 2000).
e. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup)
dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut (Ilyas, 2011).
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit. Sering dengan mata buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik (Ilyas, 2011).
2.3 Faktor Resiko
Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa
faktor resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain (Blanco, 2002 ; Bascom,
2008):
2.3.1 Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga.
Glaukoma bisa diturunkan dalam keluarga. Resiko meningkat 20%
bila salah satu orang tua menderita glaukoma dan 50% bila saudara
kandung menderita glaukoma.
2.3.2 Penyakit hipertensi, penyakit diabetes dan penyakit sistemik
lainnya.
2.3.3 Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
Pengidap miopia beresiko dua hingga tiga kali lebih besar untuk
menderita glaukoma dibandingkan mereka tanpa miopia. Sedangkan
hipermetropia meningkatkan resiko glaukoma sudut tertutup.
2.3.4 Ras tertentu
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan bentuk tersering pada
ras kulit hitam dan kulit putih. Kecenderungan orang kulit hitam terserang
glaukoma tiga sampai empat kali lebih besar dibandingkan kulit putih, dan
enam kali lebih besar untuk menderita kebutaan permanen akibat
glaukoma.
2.4 Patofisiologi
Glaukoma, penyakit yang ditandai dengan perubahan pada optic disc dan
defek lapangan pandang dulunya diketahui disebabkan terutama oleh karena
meningkatnya tekanan intraokular yang menyebabkan neuropati optik
glaukomatous yang mencakup kematian dari sel ganglion retina dan aksonnya.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, terdapat peran dari berbagai faktor
dalam kematian sel ganglion retina. Beberapa faktor tersebut diantaranya :
Hilangnya neuron pada glaukoma karena apoptosis
Karakteristik perubahan pada glaukoma salah satunya adalah cupping
dari optik disc dimana ganglion sel akson telah menghilang. Menghilangnya
ganglion sel akson ini pada mata manusia glaukomatous melalui proses
apoptosis, yang mana apoptosis juga merupakan jalur untuk menghilangkan 50%
dari ganglion sel retina selama perkembangan jalur penglihatan normal.
Apoptosis adalah proses kematian sel terprogram secara normal, dalam keadaan
tidak ada inflamasi, ditandai dengan hancurnya DNA, lengketnya kromosom,
meluluhnya sel dan membengkaknya membran. Meski, telah banyak bukti yang
menunjukkan apoptosis sebagai mekanisme awal dari kematian sel ganglion
pada glaukoma, mekanisme nekrosis juga berperan pada fase lanjut.
Caspase merupakan enzim yang berperan sebagai regulator sentral dari
apoptosis. Dengan terlibatnya caspase pada apoptosis sel ganglion retina,
memungkinkan bertambahnya strategi intervensi pada glaukoma dengan
menggunakan inhibitor caspase (Agarwal,2009).
Meningkatnya tekanan intraokular
Sampai sekarang, meningkatnya tekanan intraokular (TIO) adalah
penyebab utama dari apoptosis sel ganglion retina dan memang benar bahwa
penurunan dari TIO yang tinggi mengurangi progresi dari perubahan degeneratif
pada glaukoma. Tetapi, hanya sepertiga sampai setengah dari semua pasien
glaukoma yang mengalami peningkatan TIO pada tahap awal. Rata-rata 30-40%
dengan defek lapangan pandang didiagnosa mengalami normal tension
glaucoma (NTG). Hal ini membuktikan bahwa meningkatnya TIO memang
penting tapi bukan penyebab satu-satunya dari kerusakan saraf optik.
Besarnya tekanan intraokular dipengaruhi oleh besarnya produksi
aqueous humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran
keluar aqueous humor melalui sudut bilik mata depan juga dipengaruhi oleh
keadaan sudut bilik mata depan, keadaan anyaman trabekulum, keadaan kanal
Schlemm, dan keadaan tekanan vena episklera. Tekanan introkular dianggap
normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan tonometri aplanasi (Ilyas,
2001: Vaughan, 2000).
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kematian sel ganglion
retina setelah terpapar peningkatan TIO terbagi dalam 2 tahap. Tahap pertama
yaitu 3 minggu pertama dengan kehilangan sebesar 12% sel ganglion retina per
minggunya. Tahap pertama ini diikuti tahap kedua yang lebih lambat. Mekanisme
primer dari tahap pertama rusaknya neuron adalah apoptosis, sedangkan tahap
kedua karena efek toksik dari degradasi neuron primer disamping tetap tingginya
TIO.
Insufisiensi vaskular
Telah diteliti beberapa bukti antara keterkaitan insufisiensi vaskular dan
glaukoma. hubungan asosiasi positif didapatkan antara glaukoma dengan
migrain dan abnormalitas vaskular perifer yang melibatkan disregulasi serebral
dan perifer. Diduga hal ini disebabkan meningkatnya sensitivitas terhadap
endothelin-1 yang menimbulkan vasokonstriksi. Pada glaukoma juga didapatkan
meningkatnya jumlah endothelin-1 pada humor aqueous dan plasma.
Penuaan juga merupakan faktor resiko yang penting dalam terjadinya
glaukoma dan menurunnya perfusi serebral dan okular didapatkan seiring
meningkatnya usia. Pada mata yang sehat, aliran konstan dari darah dibutuhkan
di retina dan saraf optik untuk memenuhi kebutuhan metabolik mata. Untuk
mempertahankan laju aliran darah yang konstan, dibutuhkan mekanisme
autoregulasi yang efisien di arteri, arteriol, dan kapiler dalam menghadapi
fluktuasi perfusi okular dari hari ke hari. Pada orang tua mekanisme autoregulasi
ini tidak seefisien pada orang muda. Defisiensi dari mekanisme autoregulasi ini
menyebabkan iskemia yang berperan penting dalam perkembangan kerusakan
saraf glaukomatous pada pasien usia tua (Agarwal,2009).
Peran glutamat pada kematian sel ganglion retina
Kematian sel ganglion retina juga disebabkan oleh toksisitas yang
dimediasi glutamat dan dalam keadaan hipoksik sel retina juga diketahui
melepas glutamat. Asam amino glutamat adalah neurotransmiter yang penting di
sistem syaraf pusat dan retina. Konsentrasi dari glutamat yang melebihi kondisi
fisiologis bersifat toksik terhadap neuron bergantung dari durasi dan
konsentrasinya.
Pada penelitian yang menggunakan model tikus dengan glaukoma,
Moreno dkk, melaporkan bahwa terdapat penurunan uptake glutamat pada
retina, penurunan aktivitas dari glutamin synthase, peningkatan signifikan dari
uptake glutamin dan pelepasan dan peningkatan aktivitas dari glutaminase. Hal
tersebut akan mengakibatkan peningkatan jumlah glutamat pada regina
sehingga diduga glutamat berperan dalam kematian sel ganglion retina pada
keadaan glaukoma.
Stres oksidatif
Jaringan okular memiliki berbagai mekanisme pertahanan antioksidan
yang efisien. Salah satunya adalah asam askorbat yang konsentrasinya tinggi
pada humor vitreous, kornea, lapisan lakrimal, epitel kornea sentral, dan humor
aqueous. Pembentukan radikal bebas yang berlebihan dan stres oksidatif
diketahui merupakan etiopatogenesis dari beberapa penyakit mata seperti
katarak, degenerasi makular dan glaukoma. Dari penelitian didapatkan bahwa
pasien glaukoma menunjukkan berkurangnya potensi antioksidan pada humor
aqueous, peningkatan serum antibodi terhadap glutathione-S-transferase,
penurunan jumlah glutathion plasma, dan peningkatan jumlah peroksidase lemak
di plasma.
Pada keadaan stres oksidatif produksi dari endothelin-1 dan NO
terganggu. Endothelin-1 merupakan penyebab vasokonstriksi pada sel anyaman
trabekular dan dengan demikian akan meningkatkan TIO. Pada pasien
glaukoma, terdapat peningkatan jumlah endothelin-1 dibandingkan dengan
kontrol. Stres oksidatif juga akan merusak DNA dari sel anyaman trabekular,
berubahnya adhesi dari sel trabekular dengan matriks ekstraselular akan
menyebabkan perubahan sitoskeleton yang akan menyebabkan resistensi
terhadap laju keluar air mata dan menyebabkan meningkatnya TIO. Perubahan
yang paling drastis dari sel trabekular terjadi pada lapisan anyaman trabekular
yang dekat dengan bilik anterior. Hal ini menjelaskan bahwa paparan terhadap
bahan toksik seperti radikal bebas, pada bilik anterior memiliki peran krusial
dalam patogenesis glaukoma (Agarwal,2009).
2.5 Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang
berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada
glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan
memberikan gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan. Beberapa
manifestasi klinis yang perlu diperhatikan dalam kasus glaukoma adalah :
a. Peningkatan TIO
Normalnya TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya
TIO menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara
umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan
dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut
tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
c. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium
akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski
visus pasien masih 6/6.
d. Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa penggaungan dan
degenerasi papil saraf optik (Khaw,2005).
Bila dibagi berdasarkan fase, maka gejala klinis dapat dibagi menjadi fase
prodromal dan fase kongestif
Pada fase prodromal dapat ditemukan gejala :
Penglihatan kabur
Terdapat halo (gambaran pelangi) di sekitar lampu
Sakit kepala
Sakit pada mata
Akomodasi lemah
Berlangsung ½ - 2jam
Injeksi perikornea
Kornea agak suram karena edem
Bilik mata depan dangkal
Pupil melebar
Tekanan intraokular meningkat
Sedangkan, pada fase kongestif dapat ditemukan gejala seperti :
Sakit kepala hebat sampai muntah
Palpebra bengkak
Konjungtiva bulbi: hiperemi kongestif, kemosis dengan injeksi silier,
injeksi konjungtiva
Kornea keruh
Bilik mata depan dangkal
Iris: corak bergaris tidak nyata
Pupil: melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang midriasis total,
warna kehijauan, refleks cahaya menurun sekali atau negatif
2.6 Diagnosis
Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan
kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai
peningkatan tekanan intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak
normal dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular (Vaughan, 2000).
Glaukoma sudut tertutup terjadi bila tekanan intraokular mendadak naik
karena adanya hambatan oleh akar iris pada sudut bilik mata depan, yang
membendung semua aliran keluar. Ini terjadi bila secara anatomis sudut bilik
mata depan sempit. Glaukoma sudut tertutup ditandai oleh penglihatan yang
kabur mendadak diikuti rasa nyeri hebat dan penampakan lingkaran berwarna
pelangi disekitar lampu. Sering mual-mual dan muntah. Biasanya nyeri pada dan
disekitar mata.gejala lainnya antara lain tekanan intraokular yang sangat tinggi,
bilik mata depan yang dangkal, sembab kornea, tajam penglihatan menurun,
pupil yang agak melebar dan tidak bergerak dan injeksi siliar. Pada funduskopi,
papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi (Ilyas, 2001: Vaughan,
2000)..
Selain dari anamnesis diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang diduga glaukoma.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan
tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat
dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital, dasar pemeriksaannya
adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement) dilakukan
penekanan bergantian dengan kedua jari tangan (Ilyas, 2001; Ilyas, 2000).
b. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing (Ilyas, 2001; Ilyas, 2000).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di
dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat
digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360
derajat (Ilyas, 2001).
c. Pemeriksaan lapang pandang
Berbagai cara untuk memeriksa lapang pandang pada glaukoma adalah
layar singgung, kampimeter dan perimeter otomatis (Vaughan, 2000).
Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik,
karena gangguan ini dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat
dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan
pandang, sifat progresivitasnya dan hubungannya dengan kelainan-kelainan
diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini (Vaughan, 2000).
Yang biasa dilakukan adalah perimeter otomatis, pemeriksaan ini tidak
menimbulkan nyeri, tidak menggunakan obat tetes mata, dan hasilnya langsung
dapat diamati. Penderita akan melihat lampu dengan intensitas yang bervariasi
dan setiap kali melihat cahaya penderita harus menekan tombol. Kemudian
komputer akan mengeplot pola lapangan pandang sehingga dokter akan dapat
menginterpretasi bagaimana fungsi saraf mata penderita (Clearsight,2010).
d. Pachymetri (CCT atau Central Corneal Thickness) test
Tes ini mengukur ketebalan kornea, umumnya tes ini hanya dilakukan
sekali. Tes ini dilakukan dengan cara menetesi mata dengan agen anestesi lokal
kemudian kornea disentuh secara halus dengan probe khusus yang berbentuk
seperti pensil yang kemudian akan mengukur ketebalan kornea dengan
gelombang suara. Ketebalan kornea penting karena dapat memengaruhi akurasi
dari pengukuran TIO. Nilai TIO dapat dianggap underestimasi pada kornea yang
tipis dan mungkin overestimasi pada kornea yang tebal (Clearsight,2010).
e. Uji lain pada glaukoma
Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik
15-20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma
(Ilyas, 2001; Ilyas, 2000).
Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien
disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15
menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit
pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma (Ilyas, 2001; Ilyas, 2000).
Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau
deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap
minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik
setelah 2 minggu (Ilyas, 2001; Ilyas, 2000).
Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,
selama 3 hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal
adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi dapat
mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan
patologik (Ilyas, 2001; Ilyas, 2000).
Uji Kamar Gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian
pasien dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir
90 menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka
akan menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg (Ilyas, 2001; Ilyas, 2000).
Uji provokasi pilokarpin
Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin
1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya (Ilyas, 2001;
Ilyas, 2000).
2.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan Medis
Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
Betaksolol 0,25% dan 0,5%
Levobunolol 0,25% dan 0,5%
Metipranolol 0,3%
Beta bloker bekerja menurunkan produksi aqueous humor oleh badan
silia yang secara fisiologis dimediasi oleh cAMP. Bersama dengan analog
prostaglandin merupakan obat glaucoma yang paling sring digunakan, hal ini
mungkin berhubungan dengan cara pemakaiannya yang satu hingga dua kali
sehari serta efek sampingnya yang rendah, Beta bloker memiliki efikasi yang
lebih baik dalam mengatasi glaucoma sudut terbuka jika dibandingkan dengan
epineprin ataupun pilokarpin, serta lebih dapat ditoleransi oleh sebagian besar
pasien. Timolol merupakan beta bloker yang tidak selektif sehingga lebih sering
timbul efek samping, sedangkan betaksolol merupakan antgonis selektif beta 1
sehingga lebih jarang menimbulkan efek bronkokonstriksi (Katzung, 2010)
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya
asma, payah jantung kongestif. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini
adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun, terutama asma dan defek
hantaran jantung (Vaughan, 2000)
Alpha 2 agonis
Alpha 2 agonis menurunkan TIO dengan menurunkan sekresi aqueous
humor dan meningkatkan aliran keluar melalui uveoskleral. Obat ini tidak boleh
digunakan untuk anak-anak karena dapat menembus blood brain barrier.
Brimonidine 0,2% (dua kali sehari) merupakan alfa 2 agonis yang sangat selektif
dan memilii efek neuroprotektan. Apraclonidine 0,5% dan 1 %
Inhibitor karbonat anhidrase2
Asetazolamid → dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau
500 mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian
obat ini timbul poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni,
kelainan ginjal.
Diklorfenamid 50mg, satu hingga 4 kali sehari
Metazolamid 50 mg, satu hingga 4 kali sehari
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan
dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu
segera dikontrol.
Badan silia mensekresikan bikarbonat dari darah ke dalam aqueous humor,
inhibitor karbonat anhidrase mencegah proses ini sehingga merubah pH dan
jumlah cairan yang dihasilkan menurun secara drastic (Katzung, 2010)
b. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor
Prostaglandin analog
Latanoprost, derivate PGF2 kerja panjang yang stabil, merupakan
prostaglandin analog pertama yang digunakan untuk terapi glaucoma. Obat ini
bekerja pada FP reseptor sehingga meningkatkan aliran keluar dari aqueous
humor. Sukses latanoprost meningkatkan pengembangan obat-obat baru seperti
bomatoprost, travaprost, dan unoproston. Obat ini diberikan secara topical satu
hingga dua kali sehari. Efek sampingnya antara lain pigmen iris dan bulu mata
menjadi coklat, mata kering, dan konjungtivitis
Obat parasimpatomimetik
Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel
4% sebelum tidur.
Demekarium bromide 0,125% dan 0,25%
Ekotiopat iodide 0,03%-0,25%
Obat-obat parasimpatomimetik memediasi kontraksi pada muskulus
konstriktor pupiler sirkular dan muskulus siliaris.Kontraksi muskulus siliaris ini
memberikan tekanan pada trabeculer meshwork, membuka pori-porinya, dan
memfasilitasi outflow dari aqueous humor melalui kanalis Schlemm. Semua obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan,
terutama pada pasien katarak
Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus
humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan Aquoeus humor .
Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya
.
c. Penurunan Volume Korpus Vitreum
Obat-obat hiperosmotik2
Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum
dan terjadi penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi penurunan produksi
Aquoeus humor . Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan
volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut
(glaukoma sudut tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol) oral 1ml/kg merupakan obat yang paling sering
digunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap diabetes harus berhati-hati.
Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau mannitol intravena.
d. Miotik, Midriatik & Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombé karena sinekia
posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh penutupan lensa ke anterior,
sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot
siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik
lensa ke belakang.
2. Terapi Bedah & Laser
Iridektomi & Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya
menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG atau argon
(iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih
mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea jernih dan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar, terutama
apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi laser YAG adalah
terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan
penutupan sudut.
Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran akueus karena efek
luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya
proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini
dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka.
Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dan dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan
tindakan-tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama trabekulotomi adalah
kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak
membaik dengan trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons terhadap
trabekulotomi.
Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang menjanjikan
sebagai alternatif bagi trabekulotomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati
glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase
Aquoeus humor di bagian dalam jalinan trabekular.
Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah
untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi mata
tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris
dibawahnya
2.9 Komplikasi
1. Sinekia Anterior Perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran humour
akueus
2. Katarak
Lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah
hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan
sudut.
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik
Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang
tinggi buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi retina,
terutama pada lapisan sel-sel ganglion.
4. Glaukoma Absolut
Tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali adalah
glaukoma absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat
sakit. Keadaan semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol
retrobulbar
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : Ny. S
Register : 11063759
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 50 tahun
Alamat : Panditan Lumbang RT 04/01 Krajan, Pasuruan
Agama : Islam
Pekerjaan : -
3.2. Anamnesa (Autoanamnesis)
Keluhan utama : Kedua mata tidak dapat melihat
Pasien mengeluh mata kanan dan mata kiri secara bersamaan tidak
dapat melihat sejak 1 minggu sebelum datang ke poli mata. Awalnya
pengelihatan kedua mata kabur dan disertai rasa nyeri cekot-cekot sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mata merah terjadi sejak 5 hari sebelum
datang ke poli mata disertai dengan hilangnya pengelihatan. Cekot-cekot (+),
kemeng (+), mual (+), muntah (+), pusing (-), mata merah (+), riwayat trauma (-).
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat penyakit diabetes mellitus (GDA terakhir : 360).
- Riwayat penyakit hipertensi (160/...)
Riwayat keluarga:
- Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang serupa (glaucoma)
Riwayat pengobatan:
- Tidak didapatkan riwayat pemakaian jamu-jamuan, ataupun obat sistemik
Gambar 3.1 Foto Pasien
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Oftalmologi
Tanggal Pemeriksaan : 4 September 2012
Oculi Dextra Oculi Sinistra
Posisi Bola Mata
(Orthophoria)
Gerak Bola Mata
LP (-) Visus LP (-)
spasme (+), edema (-) Palpebra spasme (+), edema (–)
CI (+), PCI (+) Conjungtiva CI (+), PCI (+)
Hazzy, Edema (+),
Bullous (+)
Cornea Hazzy, Edema (+)
Dangkal COA Dangkal
rad. line (+) Iris rad. line (+)
Mid midriasis (+), RP (-) Pupil Mid midriasis (+), RP (-)
Kesan jernih Lensa Kesan jernih
75 mmHg TIO 75 mmHg
FR (-) Funduscopy FR (+)
Diagnosa
ODS Glaukoma absolut with pain
Rencana Terapi
- MRS bila nyeri hebat
- Immidiate
i. Acetazolamide sistemik tab 500 mg
ii. Timolol tetes mata 0,5 %
- 30 menit kemudian: jika TIO tidak turun dibawah 35mmHg
mannitol 20% IV 1-2g/kg selama 45 menit
Rencana Monitoring
Keluhan subjektif
TIO
KIE
Pemakaian Obat
Mengenai visus
Kontrol 3 hari lagi
Prognosis
Vitam: dubia ad bonam
Visam : dubia ad malam
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada tanggal 4 September 2012 datang pasien Ny. S dengan keluhan
utama kedua mata tidak dapat melihat. Pasien mengeluh mata kanan dan mata
kiri secara bersamaan tidak dapat melihat sejak 1 minggu sebelum datang ke poli
mata. Awalnya pengelihatan kedua mata kabur dan disertai rasa nyeri cekot-
cekot sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mata merah terjadi
sejak 5 hari sebelum datang ke poli mata disertai dengan hilangnya
pengelihatan. Cekot-cekot (+), kemeng (+), mual (+), muntah (+), pusing (-), mata
merah (+), riwayat trauma (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata kiri dan kanan visusnya LP (-),
didapatkan spasme pada kedua palpebra, konjungtiva terdapat CI dan PCI.
Kedua kornea hazzy dan edem, pada kornea kanan didapatkan bulous. Kamera
okuli anterior kedua-duanya dangkal, kedua pupil mid-midriasis, reflek pupil
negatif. Kemudian dilakukan pemeriksaan TIO dan didapatkan TIO kedua mata
sebesar 75 mmHg Pada pemeriksaan funduskopi didapatka fundus reflek yang
negative pada mata kanan.
Pasien ini didiagnosis dengan Glaukoma Absolut e.c PAC akut. Karena
tanda dan gejala yang sesuai yaitu penurunan visus yang cepat dan progresif
disertai nyeri periokuler. Pemeriksaan fisik yang menunjang diagnosis adalah
adanya CI dan PCI, COA yang dangkal disertai adanya edema kornea, pupil
yang mid-dilated dan tidak berespon pada cahaya, serta teknan intra okuli yang
mencapai 75 mmHg. Glaukoma absolute didiagnosis berdasarkan visus pasien
ynag LP (-) pada kedua mata.
Terapi definitive pada pasien ini adalah iridotomy, namun pembedahan
baru dilakukan jika TIO nya sudah menurun. Oleh karena itu pasien harus di
MRS kan kemudian pasien diposisikan supine agar lensa dapat bergeser ke
posterior. Segera berikan acetazolamid 500mg IV dan 500mg secara oral, jika
tidak ada kontraindikasi dapat diberikan tetes mata timolol 0,5%. Setelah satu
jam baru diberikan pilokarpin 2% empat kali sehari. Selang waktu satu jam
dimaksudkan karena pada saat itu diharapkan obat-obatan yang diberikan
sebelumnya telah memberikan efek pengurangan TIO dan iskemia pada iris
sehingga diharapkan otot sfingter iris dapat berespon terhadap pilokarpin. Tiga
puluh menit kemudian TIO harus dicek kembali, jika TIO masih belum turun
dibawah 35 mmHg maka dapat diberikan infuse mannitol 20% (1-2g/kg) selama
45 menit.
Terapi definitive yang dipilih adalah laser iridotomi, tujuannya adalah
mengadakan kembali komunikasi antara kameraokuli anterior dan posterior
dengan cara membuat bukaan pada iris perifer. Waktu dilakukannya iridotomi
bervariasi bergantung dari beratnya serangan dan kecepatan pulihnya kornea.
Laser iridotomi efektif pada 75% mata dengan akut PAC, mata yang tidak
berespon dapat dilakukan trabekulektomi.
BAB 5
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal R, Gupta S K, Agarwal P, Saxena R, Agarwal S S. 2009. Current
concepts in pathophisiology of glaucoma. Indian J Ophthalmol :2009; 57-
257-266
American Academy of Opthalmology. 2006. Glaucoma. in Basic and Clinical
Science Course : Section 10, pp 3-88.
Bascom Palmer Eye Institute. Glaucoma. http://www.bpei.med.miami.edu.
[diakses 31 Agustus 2012].
Blanco AA, Costa VP, Wilson RP. Handbook of Glaucoma. London: Martin
Dunitz; 2002. 17-20.
Budiono, S. A Comparative Test of Eyedrops Timolol 0,5% and betaxolol 0,5% in
The Reduction of Intraocular Pressure in Primary Open Angle Glaucoma
in dr. Soetomo Hospital Surabaya. J Folia Med Indo, vol (41) no. 3. 2005.
http://www.journal.unair.ac.id
Clearsight eye centre. 2010. How do I find out if I have glaucoma?.
h ttp://www.clearsight.com.au/html/glaucoma.html . Diakses pada tanggal 6
September 2012.
Departement Kesehatan RI Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. 1998. Hasil
survei kesehatan Indonesia penglihatan dan pendengaran 1993-1996.
Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas
Eman. Angka Kebutaan di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara. 2007.
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/.htm
Ilyas, S. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2000. hal : 117-37
Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal : 172-9,2204
Johns, J.K., et al. 2003. BCSB: Lens and Cataract. Section 10. San Fransisco
USA: AAO; 2003-2004
Khaw T, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Edition. London: BMJ
Publishing Group; 2005. 52-59.
Vaughan, D.G., et al. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta.
2000.hal : 220-38
Heller, J. 2006. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis Of Therapeutics - 11th
Ed. New York: McGraw-Hill
Siswono. Setiap Menit Satu Orang Indonesia Alami Kebutaan. 2008.
http://www.waspada.co.id/index2.php.htm
top related