halusinasi pendengaran blm slese
Post on 31-Oct-2015
79 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa
bukansekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan
olehsemua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii
Ahmad,kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara
termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan
dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan,
sertamengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan
PelayananMedik Dapertemen Kesehatan, 2007)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa,
syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.Pada study terbaru WHO di
14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang,sekitar 76-85% kasus gangguan
jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahunutama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan
jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan
masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat. Dari 150 juta populasi orang dewasa
Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami
gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan
tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakitkejiwaan ini. Krisis ekonomi
dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan
Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25%dari
juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi ulawesi selatan
menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada
tahun2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007
jumlahpasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret)
jumlahpasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak
terjadi pada klien halusinasi maka sangat di butuhkan asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan halusinasi?
2. Apa penyebab dari halusinasi?
3. Apa gejala dari halusinasi?
4. Bagaimana tahapan dari halusinasi?
5. Bagaimana rentang respon halusinasi?
6. Bagaimana pohon masalah dari halusinasi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan halusinasi pendengaran?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa dan diharapkan
mahasiswa mampu memahami seputar halusinasi pendegaran.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian halusinasi.
b. Mengetahui penyebab dari halusinasi.
c. Mengetahui tanda-tanda atau gejala dari halusinasi.
d. Mengetahui tahapan-tahapan halusinasi.
e. Mengetahui rentang respon halusinasi
f. Mengetahui pohon masalah dari halusinasi
g. Mengetahui asuhan keperawatan dari halusinasi pendengaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Halusinasi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2009). Halusinasi
adalah tanggapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
dari luar diri (eksternal), (Stuart, 2001).
2. Halusinasi pendengaran
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran
individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata. Halusinasi pendengaran
adalah persepsi yang salah dari indra pendengaran, tanpa sumber rangsangan
eksternal, seolah-olah mendengar suara manusia, hewan, suara mesin yang
tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata (Stuart dan Sundeen,
1995).
B. Etiologi
Menurut Stuart (2001), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor predisposisi (pencetus)
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi (penyulut)
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2001), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. Gejala Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), seseorang yang mengalami halusinasi
biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
D. Tahapan halusinasi
Menurut Stuart (2001) tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam
dan asyik sendiri.
2. Fase II
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom
akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
E. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon neurobiologi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu
yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
3. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
di sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak
lama.
4. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum
yang belaku.
5. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerja sama.
6. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu manifstatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
8. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial
atau berbudaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau
budaya umum yang berlaku.
10. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
F. Pohon Masalah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
3. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
1) Komunikasi peran ganda.
2) Tidak ada komunikasi.
3) Tidak ada kehangatan.
4) Komunikasi dengan emosi berlebihan
5) Komunikasi tertutup.
6) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga
terdahulu yang mengalami skizofrenia dan kembar monozigot.
g. Perilaku
Pasien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan
respons negative ketika mereka menceritakan halusinasinhya kepada
orang lain. Oleh sebab itu, banyak pasien kemudian enggan untuk
menceritakan pengalaman-pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman
halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain.
Kemampuan untuk bercakap-cakap tentang halusinasi yang dialami oleh
pasien penting untuk memiliki ketulusan dan perhatian yang penuh untuk
dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekewdar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang
halusinasi yang diperlukan meliputi:
1) Isi halusinasi yang dialami oleh pasien
2) Waktu dan frekuensi halusinasi
3) Situasi pencetus halusinasi
4) Respons pasien.
h. Fisik
1) ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintah untuk tidak makan,
tidur terganggu karena ketakutan, ruang kebersihan diri atau tidak
mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang
berlebihan, agitasi gerakan, atau kegiatan ganjil.
2) Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat-obatan dan zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3) Riwayat kesehatan
Skizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat
4) Riwayat skizofrenia dalam keluarga
5) Fungsi system tubuh
a) Perubahan berat bada, hypertemia(demam)
b) Neurologikal:perubahan mood,disorientasi
c) Ketidakefektifan endoktrin oleh peningkatan temperature
i. Status Emosi
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, kecemasan berat atau panic, suka berkelahi .
j. Status Intelektual
Gangguan persepsi,penglihatan, pendengaran, perabaan, pencviuman dan
kecap, isi piker tidak realitas, tidak logis dan sukar diikuti atau
kaku,kurang motivasi koping.
4. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
B. Diagnosa
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
C. Intervensi
1. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas salam, mau duduk dekat perawat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien
dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik
yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara
1. Hubungan saling percaya
sebagai dasar interaksi
perawat dan klien.
verbal maupun non verbal, perkenalkan nama
perawat, tanyakan nama lengkap klien dan
panggilan yang disukai, jelaskan tujuan
pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap
empati dan menerima klien apa adanya.
2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan
empati.
2. Mengetahui masalah yang
dialami oleh klien.
3. Agar klien merasa
diperhatikan
TUK 2:
a. Klien dapat mengenal halusinasinya.
b. Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
INTERVENSI RASIONAL
1. Adakan kontak sering dan singkat.
2. Observasi segala perilaku klien verbal
dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
3. Terima halusinasi klien sebagai hal yang
nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi
perawat.
4. Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat
menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi.
a. Diskusikan dengan klien situasi yang
menimbulkan dan tidak menimbulkan
situasi.
1. Menghindari waktu kosong yang
dapat menyebabkan timbulnya
halusinasi.
2. Halusinasi harus kenal terlebih
dahulu agar intervensi efektif
3. Meningkatkan realita klien dan
rasa percaya klien.
a. Peran serta aktif klien
membantu dalam melakukan
intervensi keperawatan.
b. Diskusikan dengan klien faktor
predisposisi terjadinya halusinasi.
b. Dengan diketahuinya faktor
predisposisi membantu dalam
mengontrol halusinasi.
TUK 3:
a. Klien dapat mengontrol halusinasi.
b. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila
halusinasinya timbul.
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan dengan klien tentang tindakan
yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
2. Klien akan dapat menyebutkan cara
memutuskan halusinasi yaitu dengan
melawan suara itu dengan mengatakan
tidak mau mendengar, lakukan kegiatan :
menyapu/mengepel, minum obat secara
teratur, dan lapor pada perawat pada saat
timbul halusinasi
a. Diskusikan dengan klien tentang cara
memutuskan halusinasinya.
b. Dorong klien menyebutkan kembali
cara memutuskan halusinasi.
c. Berikan reinforcement positif atas
keberhasilan klien menyebutkan
kembali cara memutuskan
halusinasinya
1. Mengetahui tindakan yang
dilakukan dalam mengontrol
halusinasinya.
a. Meningkatkan pengetahuan
klien tentang cara memutuskan
halusinasi.
b. hasil diskusi sebagai bukti dari
perhatian klien atas apa yg
dijelaskan.
c. Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4 :
a. Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
b. Klien mau minum obat dengan teratur.
INTERVENSI RASIONAL
Diskusikan dengan klien tentang obat
untuk mengontrol halusinasinya.
Meningkatkan pengetahuan klien tentang
fungsi obat yang diminum agar klien mau
minum obat secara teratur.
TUK 5:
a. Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
b. Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg
dilakukan dalam merawat klien bila
halusinasinya timbul.
2. Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara
merawat klien yaitu jangan biarkan klien
menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien,
anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat,
setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
1. Mengetahui tindakan yang
dilakukan oleh keluarga dalam
merawat klien.
2. Meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang cara merawat
klien.
D. Implementasi
E. Evaluasi
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
3. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam
membantu klien mengatasi masalahnya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut. Halusinasi pendengaran seperti mendengar
suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keaadan
sadar tanpa adanya rangsangan apapun.
Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan
panca indra pendengaran yang merupakan gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada.
B. Saran
Melalui makalah ini kelompok mengharapkan agar pengetahuan mengenai
halusinasi sebagai gejala dari skizofrenia dapat diketahui oleh para pembaca. Semoga
makalah ini bermanfaat buat kehidupan pembaca, baik dalam aplikasi praktik di lingkungan
rumah sakit maupun di lingkungan sekitar sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart dan Laraia. 2001. Principle And Practice Of Psychiatric Nursing Edisi 6. St
Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J., 1995. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing (5thed) St louis :Mosby Year Book.
Stuart dan Sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta .
Maramis, Willy F .2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya.
Keliat , Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . EGC. Jakarta.
top related