hasil dan pembahasan keadaan umum sekolah dasar v... · 20 hasil dan pembahasan keadaan umum...
Post on 02-Mar-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah Dasar
Sekolah Dasar (SD) yang dianalisis berjumlah 82 SD dengan rincian 52 SD
di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Pada analisis ini, sekolah dikelompokkan menjadi
beberapa kategori, yaitu berdasarkan wilayah, status sekolah, mutu sekolah
(akreditasi) serta sarana dan prasarana sekolah. Sebaran SD berdasarkan kategori-
kategori tersebut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sebaran SD berdasarkan status, mutu serta sarana dan prasarana sekolahdi Jakarta dan Bogor
Kategori SD
WilayahTotal
(n=82)Jakarta(n=52)
Bogor(n=30)
n % n % n %Status
Negeri 29 55.8 20 66.7 49 59.8Swasta 23 44.2 10 33.3 33 40.2
Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0Mutu (akreditasi)
A 24 46.2 10 33.3 34 41.5B 25 48.1 14 46.7 39 47.6C 2 3.8 5 16.7 7 8.5Belum terakreditasi 1 1.9 1 3.3 2 2.4
Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0Sarana dan prasarana
Baik 49 94.2 10 33.3 59 72.0Sedang 3 5.8 17 56.7 20 24.4Kurang 0 0.0 3 10.0 3 3.7
Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar SD yang
menjadi tempat penelitian di wilayah Jakarta maupun Bogor berstatus negeri dan
berakreditasi B. Jika dilihat berdasarkan sarana dan prasarana sekolah, SD di
wilayah Jakarta memiliki sarana dan prasarana yang lebih baik daripada SD di
wilayah Bogor. Hal ini dapat dilihat pada SD yang memiliki sarana dan prasarana
yang berkategori baik di wilayah Jakarta sebanyak 94.2% sedangkan di Bogor
hanya 33.3%.
SD dengan sarana dan prasarana yang baik akan menunjang proses belajar
mengajar siswa di sekolah. Selain itu juga dapat mendukung perilaku pengelola
kantin dan penjaja PJAS. Sarana dan prasarana yang terdiri dari tempat sampah di
kelas, tempat sampah di lingkungan sekolah, tempat penampungan sampah
21
sementara, bentuk penampungan sampah sementara di sekolah, keberadaan air,
keberadaan WC dan kualitas air.merupakan faktor pendukung dalam keamanan
pangan di lingkungan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari Sebaran SD berdasarkan
kondisi sarana dan prasarana di Jakarta dan Bogor disajikan pada Tabel 3
Tabel 3 Sebaran SD berdasarkan kondisi sarana dan prasarana di Jakarta danBogor
No Sarana dan PrasaranaWilayah
TotalJakarta Bogorn % n % n %
1 Keberadaan tempat sampah di kelas 49 94.2 16 53.3 65 79.32 Keberadaan tempat sampah sekolah 50 96.2 27 90.0 77 93.93 Tempat penampungan sampah
sementara di sekolah38 73.1 21 70.0 59 72.0
4 penampungan sampah sementarayang tertutup di sekolah
16 30.8 2 6.7 18 22.0
5 Ketersediaan air 51 98.1 28 93.3 79 96.36 Sumber air dari PAM 27 51.9 20 66.7 47 57.37 Kualitas air bersih 50 96.2 28 93.3 78 95.18 Tempat cuci tangan 43 82.7 3 10.0 46 56.19 Ketersediaan listrik 52 100.0 29 96.7 81 98.810 Ketersediaan WC 50 96.2 28 93.3 78 95.1
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa penampungan sampah sementara
yang tetutup di Jakarta (30.8%) dan Bogor (6.7%) sangat sedikit. Keberadaan
tempat cuci tangan di wilayah Bogor (10.0%) juga masih sangat kurang.
Andarwulan et al (2008) menyatakan bahwa fasilitas sekolah yang memadai
diperlukan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Indonesia. Kenyamanan
belajar dan keberhasilan proses belajar mengajar suatu sekolah sangat tergantung
dari peraturan sekolah yang diterapkan dan keberadaan fasilitas sekolah.
Sekolah yang berada di wilayah Jakarta umumnya memiliki fasilitas yang
lebih baik daripada Bogor. Hal ini mungkin karena wilayah Jakarta yang memiliki
sekolah dengan mutu (akreditasi) A lebih banyak dan Jakarta merupakan wilayah
metropolitan, sehingga akses untuk sarana dan prasarana yang tersedia lebih
memadai.
Karakteristik ContohContoh dalam penelitian ini berjumlah 123 orang, yang terdiri dari 41 orang
pengelola kantin yang berjualan di kantin atau warung sekolah dan 82 orang penjaja
22
PJAS yang berjualan di sekitar atau luar sekolah. Contoh tersebut berasal dari 82
SD dengan rincian 52 SD di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Jumlah pengelola kantin di
Jakarta sebanyak 33 orang dan Bogor 8 orang, sedangkan penjaja PJAS di Jakarta
sebanyak 52 orang dan Bogor 30 orang.
Pendidikan ContohTingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang telah
ditempuh oleh contoh. Pendidikan gizi merupakan salah satu upaya
penanggulangan masalah gizi. Dengan pendidikan gizi, diharapkan terjadi
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dalam hal mengkonsumsi makanan dan
status gizi. Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem
keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran informasi
(Madanijah 2004). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan,
semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak akan semakin besar (Engel et al 1994 diacu dalam Lusiana 2008).
Tingkat pendidikan contoh tersebar dari tidak sekolah hingga perguruan
tinggi. Secara umum, pendidikan pengelola kantin lebih baik daripada penjaja PJAS.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4, dimana sebagian besar pendidikan pengelola
kantin adalah SMA/sederajat (41.5%) sedangkan penjaja PJAS adalah SD/sederajat
(62.2%). Sebaran contoh berdasarkan pendidikan di Jakarta dan Bogor disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan di Jakarta dan Bogor
PendidikanPengelola kantin Penjaja PJAS
Jakarta Bogor Total Jakarta Bogor Totaln % n % n % n % n % n %
Tidak sekolah 1 3.0 0 0.0 1 2.4 0 0.0 0 0.0 0 0.0SD/sederajat 6 18.2 0 0.0 6 14.6 35 67.3 16 53.3 51 62.2SMP/sederajat 7 21.2 3 37.5 10 24.4 11 21.2 9 30.0 20 24.4SMA/sederajat 14 42.4 2 25.0 17 41.5 5 9.6 5 16.7 10 12.2Perguruan tinggi 5 15.2 3 37.5 7 17.1 1 1.9 0 0.0 1 1.2Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0
Jenis Kelamin ContohSecara umum, sebagian besar jenis kelamin pengelola kantin dan penjaja
PJAS adalah laki-laki. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga atau orang yang
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga perlu
23
memiliki pekerjaan. Pada Tabel 5 dapat dilihat sebaran contoh berdasarkan jenis
kelamin di Jakarta dan Bogor
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin di Jakarta dan Bogor
Jeniskelamin
Pengelola kantin Penjaja PJASJakarta Bogor Total Jakarta Bogor Total
n % n % n % n % n % n %Laki-laki 22 66.7 5 62.5 27 65.9 43 82.7 26 86.7 69 84.1Perempuan 11 33.3 3 37.5 14 34.1 9 17.3 4 13.3 13 15.9Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0
Sikap Kepala SekolahSikap adalah suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan berfikir (neural) yang
disiapkan untuk memberikan tanggapan suatu objek yang diorganisasikan melalui
pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktek
atau tindakan. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan dari tindakan tertutup. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Menurut Notoatmodjo 2003, sikap merupakan reaksi atau respon terhadap
suatu stimulus atau menggambarkan suka atau tidaknya terhadap suatu objek dan
belum menunjukkan tindakan atau aktivitas. Sikap kepala sekolah tentang
keamanan pangan dinilai berdasarkan hasil jawaban 10 pertanyaan. Pada Tabel 6
dapat dilihat sebaran sikap kepala sekolah di Jakarta dan Bogor tentang keamanan
pangan.
Sikap kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang menjaga
kebersihan sekolah dengan baik, senantiasa melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap penjual, peduli akan kesehatan dan kebersihan, sering
memberikan nasehat perihal keamanan yang baik terhadap siswa, selalu
menginstruksikan kepada guru untuk memberikan bimbingan atau penyuluhan
kepada siswa tentang bahaya mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, melakukan
pembinaan kepada para penjual serta adanya upaya untuk memperbaiki kantin
sekolah.
24
Tabel 6 Sebaran kepala sekolah berdasarkan sikap di Jakarta dan Bogor
Sikap Kepala Sekolah Jakarta Bogor Total Uji Bedan % n % n %
Baik 6 11.5 8 26.7 14 17.1P=0.215Sedang 41 78.8 19 63.3 60 73.2
Kurang 5 9.6 3 10.0 8 9.8Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0Rata-rata skor 70.1 75.8 72.7
Secara umum, sebagian besar kepala sekolah di wilayah Jakarta dan Bogor
memiliki sikap tentang keamanan pangan dengan kategori sedang. Jika dilihat dari
skor rata-rata, kepala sekolah yang memiliki sikap tentang keamanan pangan di
wilayah Bogor (75.8) lebih tinggi dari pada Jakarta (70.1). Berdasarkan hasil uji t-test
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap kepala sekolah berdasarkan wilayah
(p=0.215).
Penerapan Kebijakan Keamanan PanganPeraturan sekolah harus disosialisasikan kepada penjaja makanan yaitu
pada pengelola kantin dan penjaja PJAS dan kemudian harus dipatuhi. Menurut
Notoatmodjo (2003), dengan adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi maka
akan dapat membantu dalam perubahan perilaku seseorang. Penerapan kebijakan
keamanan pangan di SD dinilai berdasarkan hasil jawaban enam pertanyaan.
Pertanyaan tentang kebijakan keamanan mencakup tentang peraturan tentang
pengelola kantin dan penjaja PJAS, bentuk sanksi yang diberikan kepada pengelola
kantin dan penjaja PJAS jika mereka melanggar peraturan, pengawasan serta
pembinaan/penyuluhan.
Pada Tabel 7 dapat dilihat sebaran sekolah berdasarkan penerapan
kebijakan keamanan pangan sekolah. Pada umumnya, sebagian besar sekolah
memiliki penerapan kebijakan keamanan pangan dengan kategori baik yaitu sebesar
50.0%. Jika dilihat dari skor rata-rata penerapan kebijakan keamanan sekolah,
wilayah Bogor (80.0) lebih tinggi daripada Jakarta (77.4). Hal ini sejalan dengan
sikap kepala sekolah, dimana skor sikap kepala sekolah tentang keamanan pangan
yang tinggi, juga diikuti dengan penerapan kebijakan keamanan pangan di sekolah
juga cenderung tinggi. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan
penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah berdasarkan wilayah (p=0.931).
25
Tabel 7 Sebaran sekolah berdasarkan penerapan kebijakan keamanan pangan diJakarta dan Bogor
Penerapan kebijakankeamanan pangan
Jakarta Bogor Total Uji Bedan % n % n %
Baik 26 53.8 13 43.3 41 50.0Sedang 9 17.3 12 40.0 21 25.6 p=0.931Kurang 15 28.8 5 16.7 20 24.4
Total 52 100.0 30 100.0 82 100.0Rata-rata skor 77.4 80.0 78.4
Sebaran sekolah berdasarkan penerapan kebijakan keamanan pangan di
Jakarta dan Bogor dapat dilihat pada Tabel 8. Secara umum, sebagian besar
sekolah yang dijadikan contoh penelitian telah memiliki peraturan mengenai penjaja
makanan. Berdasarkan hasil jawaban dari pihak sekolah, peraturan lebih banyak
dikeluarkan oleh pihak sekolah itu sendiri (97.6%) dan sebagian lainnya dikeluarkan
oleh pihak Sudin Kecamatan (12.2%), Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (9.6%),
Dinas Pendidikan Provinsi (6.1%), Depdiknas Pusat (2.4%) dan lainnya (1.2%). Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian PJAS dalam skala nasional oleh SEAFAST
Center, LPPM IPB (2008) dimana peraturan sekolah dikeluarkan oleh berbagai
sektor antara lain kepala sekolah (95.0%), Dinas Pusat (1.7%), Dinas Provinsi
(1.7%), Dinas Kabupaten/Kota (8.5%), dan Sudin Kecamatan (7.4%). Umumnya
pihak sekolah memberikan sanksi jika melanggar peraturan yaitu tidak diizinkan lagi
berjualan di sekitar sekolah (64.6%) dan tidak boleh berjualan pada selang waktu
tertentu (26.8%). Namun, sebanyak 8.5% sekolah tidak memberikan sanksi apapun
kepada penjaja makanan jika melanggar peraturan.
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar sekolah telah menerapkan
pengawasan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS, yang dilakukan oleh guru
UKS (41.5%), guru piket (39.0%), petugas kantin (12.2%) dan lainnya (2.4%).
Berdasarkan wilayah, pengawasan di Jakarta sebagian besar dilakukan oleh guru
UKS (50.0%) dan di Bogor dilakukan oleh guru piket (53.3%). Sebaiknya yang
dijadikan sebagai tim pengawas adalah orang yang memiliki pengetahuan gizi dan
keamanan pangan, mengetahui cara pengolahan pangan yang baik, sanitasi dan
higiene. Lebih baik lagi jika pengelola kantin dan penjaja PJAS pernah mengikuti
pelatihan pengawasan.
26
Tabel 8 Sebaran sekolah berdasarkan penerapan kebijakan keamanan pangan diJakarta dan Bogor
No Penerapan kebijakanWilayah JumlahJakarta Bogor
n % n % n %1 Adanya peraturan/tata tertib yang diberlakukan oleh
sekolahAda 39 75.0 21 70.0 60 73.2Tidak 13 25.0 9 30.0 22 26.8
2 Yang mengeluarkan peraturanSekolah 51 98.1 29 96.7 80 97.6Sudin Kecamatan 7 13.5 3 10.0 10 12.2Dinas Pendidikan Kab/kota 5 9.6 3 10.0 8 9.6Dinas Pendidikan Provinsi 4 7.7 1 3.3 5 6.1Depdiknas Pusat 1 1.9 1 3.3 2 2.4Lainnya 0 0.0 1 3.3 1 1.2
3 Yang diatur dalam peraturan keamanan panganKantin sekolah 38 73.0 13 43.3 51 62.2Penjaja makanan di sekitar sekolah 34 65.4 24 80.0 58 70.7Siswa 36 69.2 21 70.0 57 69.5Orangtua siswa 20 38.5 9 30.0 20 24.4Guru 22 42.3 12 40.0 34 41.5Penggunaan fasilitas untuk penjaja kantindan penjaja PJAS
24 46.2 11 36.7 35 42.7
Lainnya 1 1.9 2 6.7 3 3.64 Bentuk sanksi yang diberikan jika melanggar
peraturanTidak boleh berjualan pada selang waktutertentu
16 30.8 6 20.0 22 26.8
Tidak diizinkan lagi berjualan 30 57.7 23 76.7 53 64.6Tidak ada sanksi 6 11.5 1 3.3 7 8.5
5 Yang mengawasi penjaja di sekolahGuru UKS 26 50.0 8 30.0 34 41.5Guru piket 16 30.8 16 53.3 32 39.0Petugas kantin 9 17.3 1 3.3 10 12.2Lainnya 0 0.0 2 6.7 2 2.4Tidak ada 9 17.3 4 13.3 13 15.9
6 Pembinaan/penyuluhanPernah 32 61.5 20 66.7 52 63.4Tidak pernah 20 38.5 10 33.3 30 36.6
Penerapan kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam hal
pembinaan/penyuluhan kepada pihak penjaja makanan pada umumnya sudah
dilaksanakan yaitu sebanyak 61.5%% di Jakarta dan 66.7% di Bogor.
Pembinaan/penyuluhan keamanan pangan dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan atau mengubah perilaku penjaja PJAS dan pengelola kantin yang
terkait dengan gizi dan keamanan pangan. Diharapkan dengan adanya
27
pembinaan/penyuluhan tersebut, pengetahuan dan praktek gizi dan keamanan
dapat menjadi lebih baik.
Perilaku Pengelola Kantin dan Penjaja PJAS
Pengetahuan Pengelola Kantin dan Penjaja PJASPengetahuan gizi dan keamanan pangan adalah aspek kognitif yang
menunjukkan pemahaman contoh tentang gizi dan keamanan pangan. Tingkat
pengetahuan gizi dan keamanan pangan seseorang berpengaruh terhadap praktek
dan pemilihan pangan, pengolahan dan penyimpanan pangan (Andarwulan et al
2008). Pengetahuan gizi dan keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja
PJAS dinilai berdasarkan hasil jawaban 14 pertanyaan. Pengetahuan gizi dan
keamanan pangan dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, sedang dan kurang.
Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang
pengetahuan gizi dan keamanan pangan disajikan pada Lampiran 1.
Pada Lampiran 1 dapat dilihat contoh pertanyaan mengenai 4 sehat 5
sempurna, akibat mengkonsumsi pangan jajanan yang tidak sehat dan bersih,
kebiasaan mencuci tangan yang baik dan es sirup yang terasa manis, namun agak
pahit jika ditelan, sebagian besar mampu dijawab oleh pengelola kantin dan penjaja
PJAS. Namun pertanyaan mengenai definisi jajanan dan pangan jajanan yang
menyebabkan sakit, kurang mampu dijawab oleh pengelola kantin dan penjaja
PJAS. Hal ini berarti masih kurangnya pengetahuan contoh tentang gizi dan
keamanan pangan. Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak sekolah dan pihak-
pihak terkait untuk dapat memberikan pembinaan atau penyuluhan yang rutin
terhadap pengelola kantin dan penjaja PJAS tentang gizi khususnya tentang
keamanan pangan.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan gizi merupakan pengetahuan
tentang peranan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan yang aman untuk
dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang
baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat.
Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan contoh berpengaruh terhadap
praktek dalam pemilihan pangan yang dijual, dengan pengetahuan gizi dan
keamanan pangan yang baik, diharapkan contoh dapat menjual makanan yang
28
aman dan bergizi. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan di Jakarta dan Bogor
dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan di Jakarta dan Bogor
KategoriPengetahuan
Pengelola kantin Penjaja PJASJakarta Bogor Total Uji beda Jakarta Bogor Total Uji beda
n % n % n % n % n % n %Baik 6 18.2 1 12.5 7 17.1
p=0.841
5 9.6 3 10.0 8 9.8
p=0.993Sedang 15 45.5 5 62.5 20 48.8 23 44.2 13 43.3 36 43.9Kurang 12 36.4 2 25.0 14 34.1 24 46.2 14 46.7 38 46.3
Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0Rata-rata skor 66.2 66.9 66.4 62.1 60.5 61.5
Secara umum, pengetahuan pengelola kantin lebih baik daripada penjaja
PJAS. Hal ini dapat dilihat dari total pengetahuan pengelola kantin yang berkategori
baik sebanyak 17.1% sedangkan penjaja PJAS hanya 9.8% dan rata-rata skor
pengetahuan pengelola kantin (66.4) dan penjaja PJAS (61.5). Sedangkan
berdasarkan wilayah, pengelola kantin di Jakarta maupun di Bogor memiliki
pengetahuan dengan kategori sedang, dan pada penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor
memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Hal ini sejalan dengan pendapat
Tjitarsa (1992) yang mengatakan bahwa rendahnya pendidikan berakibat pada
rendahnya pengetahuan dan menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya masalah
kesehatan. Oleh karena itu, pihak sekolah maupun pihak-pihak terkait seperti Dinas
Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun Balai POM setempat
dapat memberikan pembinaan atau penyuluhan kepada penjaja PJAS mengenai gizi
dan keamanan pangan.
Berdasarkan hasil uji t-test, tidak ada perbedaan pengetahuan pengelola
kantin dan penjaja PJAS berdasarkan wilayah (p≥0.05) dan tidak terdapat
perbedaan pengetahuan antara pengelola kantin dan penjaja PJAS (p≥0.05).
Persepsi Pengelola Kantin dan Penjaja PJASPersepsi contoh dinilai berdasarkan hasil jawaban tiga pertanyaan. Sebaran
contoh berdasarkan persepsi yang termasuk baik, disajikan pada Tabel 10.
29
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan persepsi yang baik
No PersepsiPengelola kantin
TotalPenjaja PJAS
TotalJakarta Bogor Jakarta Bogorn % n % n % n % n % n %
1 Pangan jajanan yangdijual bergizi
28 84.8 7 87.5 35 85.4 36 69.2 25 83.3 61 74.4
2 Pangan jajanan yangdijual aman dan tidakmenyebabkan sakit
31 93.9 8 100.0 39 95.1 47 90.4 29 96.7 76 92.7
3 Menjaga kebersihan 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 29 96.7 81 98.8
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa secara umum, sebagian besar
pengelola kantin dan penjaja PJAS memiliki persepsi bahwa telah menjual makanan
yang bergizi, pangan yang dijual aman dan tidak menyebabkan sakit serta telah
menjaga kebersihan di sekitar lingkungan penjualan.
Praktek Keamanan Pangan Pengelola Kantin dan Penjaja PJASPraktek atau tindakan merupakan respon yang timbul akibat dari rangsangan
atau objek yang telah diketahui atau disadari sepenuhnya. Praktek atau tindakan
nyata seseorang merupakan suatu bentuk aktif dari perilaku (Notoatmodjo 2007).
Praktek keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS terdiri
dari higiene penjual atau penyaji, penanganan dan penyimpanan makanan dan
minuman, sarana dan prasarana serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan
peralatan. Praktek keamanan pangan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu baik,
sedang dan kurang. Sebaran contoh berdasarkan praktek keamanan pangan di
Jakarta dan Bogor disajikan pada Tabel 11.
Secara umum, keseluruhan praktek pengelola kantin lebih baik daripada
penjaja PJAS. Hal ini dapat dilihat dari praktek keamanan pengelola kantin yang
berkategori baik sebanyak 9.8% sedangkan penjaja PJAS hanya 1.2% dan rata-rata
skor praktek keamanan pangan pada pengelola kantin sebesar 62.7 sedangkan
penjaja PJAS hanya 49.2
Secara umum, sebagian besar pengelola kantin dan penjaja PJAS memiliki
higiene dengan kategori kurang dan penanganan serta penyimpanan makanan dan
minuman dengan kategori sedang. Namun pada aspek sarana dan prasarana serta
pada pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan, pengelola kantin lebih baik
dari pada penjaja PJAS.
30
Sebaran contoh berdasarkan praktek higiene serta penanganan dan
penyimpanan makanan dan minuman yang benar disajikan pada Lampiran 2,
sedangkan sebaran contoh berdasarkan praktek sarana dan prasarana serta
pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan disajikan pada Lampiran 3. Hasil
uji t-test menunjukkan bahwa pada pengelola kantin tidak terdapat perbedaan pada
praktek keamanan yaitu higiene, sarana dan prasarana serta penanganan dan
penyimpanan makanan dan minuman (p≥0.05) kecuali pada pengendalian hama,
sanitasi tempat dan peralatan (p=0.011). Hasil uji t-test pada penjaja PJAS
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada praktek keamanan pangan yaitu
pada higiene, penanganan dan penyimpanan makanan dan miinuman, sarana dan
prasarana serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan (p≥0.05).
Berdasarkan Lampiran 2, dapat dilihat bahwa pada praktek higiene pengelola
kantin dan penjaja PJAS masih banyak yang memegang uang selama pengolahan
pangan. Pengelola kantin dan penjaja PJAS juga sangat kurang dalam hal mencuci
tangan sebelum dan sesudah melayani pembeli. Namun lebih dari 90% pengelola
kantin dan penjaja PJAS tidak menggaruk-garuk badan, bersin ataupun batuk
selama melayani pembeli. Pada praktek penanganan dan penyimpanan makanan
dan minuman, masih banyak pengelola kantin dan penjaja PJAS yang tidak selalu
menutup makanan/minuman yang dijual serta penggunaan bahan tambahan kimia
atau alami yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, lebih dari 90%
pengelola kantin dan penjaja PJAS tidak terdapat bahan-bahan beracun di area
penjualannya.
Lampiran 3 menunjukkan bahwa pada praktek sarana dan prasarana masih
banyak yang kurang dalam hal tempat cuci tangan, lap tangan, lap peralatan, tempat
sampah dan tempat pencucian peralatan dengan suplai air yang mengalir. Hal
tersebut dapat menjelaskan tentang rendahnya praktek pengelola kantin dan penjaja
PJAS dalam hal mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani pembeli. Menurut
Notoatmodjo (2007) sarana dan fasilitas merupakan faktor pemungkinan
terbentuknya atau berubahnya perilaku seseorang. Pada praktek pengendalian
hama, sanitasi tempat dan peralatan, masih banyak pengelola kantin dan penjaja
PJAS yang tidak membuang sampah secara teratur, pencucian peralatan tidak
menggunakan air yang mengalir dan detergen disimpan terpisah dan diberi label.
31
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan praktek keamanan pangan di Jakarta danBogor
Praktek
KelompokPengelola kantin
TotalPenjaja PJAS Total
Jakarta Bogor Jakarta Bogorn % n % n % n % n % n %
Higiene penjual/ penyajiBaik 1 3.0 0 0.0 1 2.4 1 1.9 0 0.0 1 1.2Sedang 13 39.4 5 62.5 18 43.9 24 46.2 10 33.3 34 41.5Kurang 19 57.6 3 37.5 22 53.7 27 51.9 20 66.7 47 57.3
Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100 30 100.0 82 100.0Rata-rata 57.8 65.6 59.4 57.0 51.6 55.0Uji beda p=0.441 p=0.166Penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman
Baik 11 33.3 5 50.0 16 39.0 7 13.5 3 10.0 10 12.2Sedang 15 45.5 3 37.5 18 43.9 30 57.7 21 70.0 51 62.2Kurang 7 21.2 0 0.0 7 17.1 15 28.8 6 20.0 21 25.6
Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0Rata-rata 69.6 84.6 72.5 62.7 67.1 64.3Uji beda p=0.078 p=0.700Sarana dan prasarana
Baik 14 42.4 4 50.0 18 43.9 8 15.4 0 0.0 8 9.8Sedang 5 15.2 3 37.5 8 19.5 3 5.8 5 16.7 8 9.8Kurang 14 42.4 1 12.5 15 36.6 41 78.8 25 83.3 66 80.5
Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0Rata-rata 60.5 75.0 63.4 40.7 30.7 37.0Uji beda p=0.299 p=0.176Pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan
Baik 1 3.0 2 25.0 3 7.3 1 1.9 1 3.3 2 2.4Sedang 15 45.5 5 62.5 20 48.8 7 13.5 5 16.7 12 14.6Kurang 17 51.5 1 12.5 18 43.9 44 84.6 24 80.0 68 82.9
Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0Rata-rata 54.3 76.9 58.7 43.5 44.4 43.8Uji beda p=0.011 p=0.568Total praktek
Baik 2 6.1 2 25.0 4 9.8 1 1.9 0 0.0 1 1.2Sedang 20 60.6 6 75.0 26 63.4 10 19.2 4 13.3 14 17.1Kurang 11 33.3 0 0.0 11 26.8 41 78.8 26 86.7 67 81.7
Total 33 100.0 8 100.0 41 100.0 52 100.0 30 100.0 82 100.0Rata-rata 59.6 75.3 62.7 49.2 49.1 49.2Uji beda p=0.22 p=0.324
Hubungan Antar VariabelHubungan antar variabel dianalisis untuk mengetahui adanya hubungan
antara karakteristik contoh (jenis kelamin dan pendidikan), karakteristik sekolah
(status sekolah, mutu sekolah serta sarana dan prasarana), sikap kepala sekolah,
serta penerapan kebijakan keamanan pangan terhadap perilaku (pengetahuan dan
praktek keamanan pangan) pada pengelola kantin dan penjaja PJAS.
32
Hubungan antara Karakteristik Contoh dengan Perilaku Keamanan PanganPengelola kantin
Hubungan antara karakteristik contoh dengan pengetahuan dan praktek
keamanan kantin disajikan pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12 Hubungan pendidikan dengan pengetahuan dan praktek keamananpangan pengelola kantin
VariabelPendidikan pengelola kantin
Tidak tamat SD SMP SMA PT Totaln % n % n % n % n % n %
Pengetahuan pengelola kantinBaik 0 0.0 1 16.7 0 0.0 4 25.0 2 25.0 7 17.1Sedang 0 0.0 3 50.0 4 40.0 9 56.3 4 50.0 20 48.8kurang 1 100.0 2 33.3 6 60.0 3 18.8 2 25.0 14 34.1Total 1 100.0 6 100.0 10 100.0 16 100.0 8 100.0 41 100.0
p=0.421 r=0.278Praktek keamanan pangan pengelola kantinBaik 0 0.0 1 16.7 1 10.0 0 0.0 2 25.0 4 9.8sedang 1 100.0 3 50.0 6 60.0 11 68.7 5 62.5 26 63.4kurang 0 0.0 2 33.3 3 30.0 5 31.3 1 12.5 11 26.8
Total 1 100.0 6 100.0 10 100.0 16 100.0 8 100.0 41 100.0p=0.707 r=0.550
Pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa hasil uji chi square, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pengetahuan (p=0.421),
maupun praktek keamanan pangan (p=0.707) pada pengelola kantin. Namun jika
dilihat pada Tabel 12, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi pendidikan
maka semakin baik pengetahuan dan praktek keamanan pangannya. Hal tersebut
dilihat pada pengetahuan dan praktek keamanan pangan yang berkategori kurang
sangat sedikit ditemukan pada pengelola kantin yang berpendidikan formal
perguruan tinggi. Hal tersebut didukung oleh pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa
tingkat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku yang lebih
baik.
33
Tabel 13 Hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan dan praktek panganpengelola kantin
VariabelJenis kelamin pengelola kantin
UjiLaki-laki Perempuan Totaln % n % n %
Pengetahuan pengelola kantinBaik 5 18.5 2 14.3 7 17.1
p=0.697r=0.700
sedang 14 51.9 6 42.9 20 48.8Kurang 8 29.6 6 42.9 14 34.1
Total 27 100.0 14 100.0 41 100.0Praktek keamanan pangan pengelola kantin
Baik 2 7.4 2 14.3 4 9.8p=0.385r=0.364
Sedang 16 59.3 10 71.4 26 63.4Kurang 9 33.3 2 14.3 11 26.8
Total 27 100.0 14 100.0 41 100.0
Pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa berdasarkan uji chi square, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan pengetahuan (p=0.697)
maupun dengan praktek keamanan pangan (p=0.385). Hal ini diduga ada faktor lain
yang lebih mempengaruhi dan mempunyai peranan yang sangat penting seperti
pikiran, keyakinan dan emosi dalam menentukan sikap dan tindakan atau praktek
seseorang. Respon dan praktek individu dipengaruhi oleh faktor internal yaitu
karakteristik individu yang bersifat genetik (tingkat kecerdasan, tingkat emosional
dan sebagainya) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
sebagainya) (Notoatmodjo 2003).
Penjaja PJASHubungan antara karakteristik contoh dengan pengetahuan dan praktek
keamanan pada penjaja PJAS pangan disajikan pada Tabel 14 dan 15.
Tabel 14 Hubungan pendidikan dengan pengetahuan dan praktek keamananpangan penjaja PJAS
VariabelPendidikan penjaja PJAS
UjiSD SMP SMA PT Totaln % n % n % n % n %
Pengetahuan penjaja PJASBaik 6 11.8 1 5.0 1 10.0 0 0.0 8 9.8
p=0.742r=0.676
Sedang 20 39.2 9 45.0 6 60.0 1 100.0 36 43.9Kurang 25 49.0 10 50.0 3 30.0 0 0.0 38 46.3
Total 51 100.0 20 100.0 10 100.0 1 100.0 82 100.0Praktek keamanan pangan penjaja PJAS
Baik 0 0.00 0 0.0 1 10.0 0 0.0 1 1.2p=0.250r=0.542
Sedang 8 15.7 4 20.0 2 20.0 0 0.0 14 17.1Kurang 43 84.3 16 80.0 7 70.0 1 100.0 67 81.7
Total 51 100.0 20 100.0 10 100.0 1 100.0 82 100.0
34
Pada Tabel 14 terlihat bahwa, berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan chi square, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan dengan pengetahuan (p=0.742) maupun praktek keamanan
pangan (p=0.250). Namun jika diamati pada Tabel 14, terdapat kecenderungan
bahwa semakin tinggi pendidikan terlihat semakin baik pengetahuannya.
Hubungan yang tidak signifikan tersebut diduga karena terdapat faktor lain
yang lebih berpengaruh terhadap pengetahuan penjaja PJAS. Suhardjo (1996)
menyatakan bahwa pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan
informal. Faktor pendidikan informal yang diduga mempengaruhi pengetahuan
penjaja PJAS adalah informasi yang diperoleh dari berbagai sumber seperti media
masa dan koran. Hal ini sesuai dengan pendapat WHO (2000) menyatakan
pengetahuan bisa diperoleh melalui informasi ataupun pengalaman.
Banyak faktor yang mempengaruhi praktek/tindakan seseorang. Salah
satunya adalah kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun temurun dalam
kehidupan sehari-hari. Kebiasaan tersebut mungkin kurang baik dengan kaidah
kesehatan, tetapi sulit untuk merubahnya (Suprapti 2004).
Tabel 15 Hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan dan praktek keamananpangan penjaja PJAS
VariabelJenis kelamin penjaja PJAS
UjiLaki-laki Perempuan Totaln % n % n %
Pengetahuan penjaja PJASBaik 34 49.3 4 30.8 38 46.3
p=0.162r=0.211
Sedang 30 43.5 6 46.2 36 43.9Kurang 5 7.2 3 23.1 8 9.8
Total 69 100.0 13 100.0 82 100.0Praktek keamanan pangan penjaja PJAS
Baik 58 84.1 9 69.2 67 81.7p=0.052r=0.117
Sedang 11 15.9 3 23.1 14 14Kurang 0 0.0 1 7.7 1 1
Total 69 100.0 13 100.0 82 100.0
Pada Tabel 15 terlihat bahwa, berdasarkan uji chi square tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan pengetahuan (p=0.162)
maupun praktek keamanan pangan (p=0.052).
35
Hubungan antara Karakteristik Sekolah dengan Perilaku Keamanan PanganPengelola Kantin
Hubungan karakteristik sekolah dengan pengetahuan dan praktek keamanan
pangan pengelola kantin disajikan pada Tabel 16 dan 17.
Pada Tabel 16 dan 17 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan status sekolah (p=0.641), dengan mutu
sekolah (p=0.690) maupun dengan sarana dan prasarana sekolah (p=0.647). Tidak
terdapat juga hubungan yang signifikan antara praktek keamanan pangan dengan
status sekolah (p=0.225), dengan mutu sekolah (p=0.367) maupun dengan sarana
dan prasarana sekolah (p=0.918). Karakteristik sekolah yang tidak berhubungan
dengan pengetahuan maupun praktek keamanan pangan diduga karena
pengetahuan maupun praktek keamanan pangan pada pengelola kantin yang
berjualan di sekolah baik berstatus negeri maupun swasta dengan akreditasi A, B, C
atau belum terakreditasi serta pada sarana dan prasarana sekolah yang baik,
sedang maupun kurang umumnya termasuk kategori yang sama berkisar antara
kurang sampai sedang.
Tabel 16 Hubungan karakteristik sekolah dengan pengetahuan pengelola kantin
VariabelPengetahuan pengelola kantin
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Status sekolahNegeri 7 30.4 11 47.8 5 21.7 23 100.0 p=0.641
r=0.632Swasta 7 38.9 9 50.0 2 11.1 18 100.0Total 14 34.1 20 48.8 7 17.1 41 100.0Mutu sekolah
Belum terakreditasi 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1 100.0
p=0.690r=0.599
C 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1 100.0B 4 26.7 7 46.7 4 26.7 15 100.0A 10 41.7 11 45.8 3 12.5 24 100.0
Total 14 34.1 20 48.8 7 17.1 41 100.0Sarana dan prasarana
Baik 9 42.9 9 42.9 3 14.3 21 100.0p=0.647r=0.606
Sedang 5 26.8 10 52.6 4 21.1 19 100.0Kurang 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1 100.0
Total 14 34.1 20 48.8 7 17.1 41 100.0
36
Tabel 17 Hubungan karakteristik sekolah dengan praktek keamanan panganpengelola kantin
Variabelpraktek pengelola kantin
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Status sekolahNegeri 5 21.7 17 73.9 1 4.3 23 100.0 p=0.225
r=0.220Swasta 6 33.3 9 50.0 3 16.7 18 100.0Total 11 26.8 26 63.4 4 9.8 41 100.0Mutu sekolah
Belum terakreditasi 1 100.0 0 0.0 0 0.0 1 100.0
p=0.367r=0.236
C 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1 100.0B 5 33.3 10 66.7 0 0.0 15 100.0A 5 20.8 15 62.5 4 16.7 24 100.0
Total 11 26.8 26 63.4 4 9.8 41 100.0Sarana dan prasarana
Baik 5 23.8 14 66.7 2 9.5 21 100.0p=0.918r=0.865
Sedang 6 31.6 11 57.9 2 10.5 19 100.0Kurang 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1 100.0
Total 11 26.8 26 63.4 4 9.8 41 100.0
Penjaja PJASHubungan antara karakteristik sekolah dengan pengetahuan dan praktek
disajikan pada Tabel 18 dan 19.Pada Tabel 18 dan 19 terlihat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan status sekolah (p=0.111), dengan mutu sekolah(p=0.312) maupun dengan sarana dan prasarana sekolah (p=0.122). Tidak terdapatjuga hubungan yang signifikan antara praktek keamanan pangan penjaja PJASdengan status sekolah (p=0.101), dengan mutu sekolah (p=0.201) dan dengansarana dan prasarana sekolah (p=0.312).
Tabel 18 Hubungan karakteristik sekolah dengan pengetahuan penjaja PJAS
VariabelPengetahuan penjaja PJAS
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Status sekolahNegeri 27 55.1 17 34.7 5 10.2 49 100.0 p=0.111
r=0.109Swasta 11 33.3 19 57.6 3 9.1 33 100.0Total 38 46.3 36 43.9 8 9.8 82 100.0Mutu sekolah
Belum terakreditasi 1 50.0 0 0.0 1 50.0 2 100.0
p=0.312r=0.319
C 4 57.1 3 42.9 0 0.0 7 100.0B 19 48.7 15 38.5 5 12.8 39 100.0A 14 41.2 18 52.9 2 5.9 34 100.0
Total 38 46.3 36 43.9 8 9.8 82 100.0Sarana dan prasarana
Baik 12 40.0 16 53.3 2 6.7 30 100.0p=0.122r=0.093
Sedang 24 54.5 14 31.8 6 13.6 44 100.0Kurang 2 25.0 6 75.0 0 0.0 8 100.0
Total 38 46.3 36 43.9 8 9.8 82 100.0
37
Tabel 19 Hubungan karakteristik sekolah dengan praktek keamanan pangan penjajaPJAS
Variabelpraktek penjaja PJAS
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Status sekolahNegeri 43 87.8 5 10.2 1 2.0 49 100.0 p=0.101
r=0.088Swasta 24 72.7 9 27.3 0 0.0 33 100.0Total 67 81.7 14 17.1 1 1.2 82 100.0Mutu sekolah
Belum terakreditasi 2 100.0 0 0.0 0 0.0 2 100.0
p=0.201r=0.121
C 7 100.0 0 0.0 0 0.0 7 100.0B 35 89.7 4 10.3 0 0.0 39 100.0A 23 67.6 10 29.4 1 2.9 34 100.0
Total 67 81.7 14 17.1 1 1.2 82 100.0Sarana dan prasarana
Baik 22 73.3 8 26.7 0 0.0 30 100.0p=0.312r=0.179
Sedang 37 84.1 6 13.6 1 2.3 44 100.0Kurang 8 100.0 0 0.0 0 0.0 8 100.0
Total 67 81.7 14 17.1 1 1.2 81 100.0
Kondisi yang sama terjadi pada penjaja PJAS, dimana pengetahuan dan
praktek keamanan pangan pengelola PJAS hampir sama yaitu berkategori kurang
sampai sedang. Hal ini diduga menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara
karakteristik sekolah dengan pengetahuan dan praktek keamanan pangan,
disamping itu dipengaruhi oleh faktor lain seperti sarana dan prasarana sekolah.
Hubungan antara sikap kepala sekolah dengan perilaku keamanan panganpengelola kantin.
Hubungan sikap kepala sekolah dengan pengetahuan dan praktek
keamanan pangan pengelola kantin disajikan pada Tabel 20
Tabel 20 Hubungan sikap kepala sekolah dengan pengetahuan dan praktekkeamanan pangan pengelola kantin
VariabelSikap kepala sekolah
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Pengetahuan pengelola kantinBaik 0 0.0 5 17.2 2 28.6 7 17.1
p=0.154r=0.075
Sedang 5 100.0 12 41.4 3 42.8 20 48.8kurang 0 0.0 12 41.4 2 28.6 14 34.1
Total 5 100.0 29 100.0 7 100.0 41 100.0Praktek keamanan pangan pengelola kantin
Baik 1 20.0 3 10.3 0 0.0 4 9.8p=0.841r=0.739
Sedang 3 60.0 18 62.1 5 71.4 26 63.4Kurang 1 20.0 8 27.6 2 28.6 11 26.8
Total 5 100.0 29 100.0 7 100.0 41 100.0
38
Pada Tabel 20, dapat dilihat bahwa hasil uji chi square tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara sikap kepala sekolah dengan pengetahuan
(p=0.841) maupun praktek keamanan pangan (p=0.841). Keadaan ini diduga karena
pengetahuan dan praktek keamanan pangan pengelola kantin lebih dipengaruhi oleh
faktor lain seperti pendidikan formal, informal serta sarana dan prasarana yang
dimiliki.
Penjaja PJASHubungan sikap kepala sekolah dengan perilaku keamanan pangan disajikan
pada Tabel 21.
Tabel 21 Hubungan sikap kepala sekolah dengan pengetahuan dan praktekkeamanan pangan penjaja PJAS
VariabelSikap kepala sekolah
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Pengetahuan penjaja PJASBaik 1 12.5 5 8.3 2 14.3 8 9.8
p=0.533r=0.510
Sedang 2 25.0 26 43.3 8 57.1 36 43.9kurang 5 62.5 29 48.3 4 28.6 38 46.3
Total 8 100.0 60 100.0 14 100.0 82 100.0Praktek keamanan pangan Penjaja PJAS
Baik 0 0.0 0 00.0 1 7.1 1 1.2p=0.138r=0.138
Sedang 0 00.0 12 20.0 2 14.3 14 17.1Kurang 8 100.0 48 80.0 11 78.6 67 81.7
Total 8 100.0 60 100.0 14 100.0 882 100.0
Pada Tabel 21 terlihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
sikap kepala sekolah dengan pengetahuan (p=0.533) maupun dengan praktek
keamanan pangan (p=0.138).
Hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah denganperilaku keamanan panganpengelola kantin
Salah satu upaya dalam merubah praktek keamanan pangan adalah dengan
adanya penerapan kebijakan keamanan pangan di sekolah. Penerapan kebijakan
keamanan pangan yang dimaksud adalah adanya peraturan, pengawasan,
penyuluhan dan sanksi. Penerapan peraturan yang diamati meliputi banyak hal yaitu
higiene penjual/penyaji, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman,
sarana dan prasarana, serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan.
39
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku yang didasari oleh pengetahuan akanlebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. MenurutAndarwulan et al (2009) pengetahuan gizi dan keamanan pangan dapat diperolehmelalui himbauan/pengarahan dari pihak sekolah yang merupakan bagian daripenerapan kebijakan keamanan pangan.
Hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah denganpengetahuan dan praktek keamanan pangan disajikan pada Tabel 22 dan Tabel 23.
Tabel 22 Hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah denganpengetahuan
VariabelPenerapan kebijakan keamanan pangan pengelola kantin
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
PengetahuanBaik 1 10.0 1 9.1 5 25.0 7 17.1
p=0.415r=0.428
Sedang 6 60.0 4 36.4 10 50.0 20 48.8Kurang 3 30.0 6 54.5 5 25.0 14 34.1
Total 10 100.0 11 100.0 20 100.0 41 100.0
Berdasarkan uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara penerapan kebijakan keamanan pangan dengan pengetahuan
(p=0.415). Hal ini diduga karena kurangnya penerapan kebijakan keamanan pangan
di sekolah khususnya mengenai penyuluhan/pembinaan yang rutin mengenai materi
kriteria makanan jajanan sehat serta syarat higiene dan sanitasi makanan kepada
pengelola kantin.
Berdasarkan uji chi square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara penerapan kebijakan keamanan pangan dengan higiene (p=0.024), dengan
penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman (p=0.022), dengan
pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan (p=0.040) dan dengan total
praktek keamanan pangan (p=0.004). Hal tersebut terjadi karena adanya peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh sekolah yang harus ditaati oleh pengelola kantin
karena jika tidak dipatuhi akan mendapatkan sanksi yaitu tidak diizinkan berjualan
pada selang waktu tertentu dan tidak diizinkan berjualan. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa adanya peraturan-peraturan
yang harus dipatuhi, merupakan salah satu strategi untuk merubah perilaku
seseorang kearah yang lebih baik.
40
Tabel 23 Hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan dengan praktek
VariabelPenerapan kebijakan keamanan pangan pengelola kantin
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Higiene pengelola kantinBaik 0 0.0 1 9.1 0 0.0 1 2.4
p=0.024r=0.018
Sedang 1 10.0 4 36.4 13 65.0 18 43.9Kurang 9 90.0 6 54.5 7 35.0 22 53.7
Total 10 100.0 11 100.0 20 100.0 41 100.0Penanganan serta penyimpanan makanan dan minuman
Baik 2 20.0 8 72.7 6 30.0 16 39.0p=0.022r=0.029
Sedang 4 40.0 2 18.2 12 60.0 18 43.9Kurang 4 40.0 1 9.1 2 10.0 7 17.1
Total 10 100.0 11 100.0 20 100.0 41 100.0Sarana dan prasarana
Baik 2 20.0 7 63.6 9 45.0 18 43.9p=0.267r=0.254
Sedang 2 20.0 1 9.1 5 25.0 8 19.5Kurang 6 60.0 3 27.3 6 30.0 15 36.6
Total 10 100.0 11 100.0 20 100.0 41 100.0Pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan
Baik 0 0.0 3 27.2 0 0.0 3 7.3p=0.040r=0.046
Sedang 4 40.0 4 36.4 12 60.0 20 48.8Kurang 6 60.0 4 36.4 8 40.0 18 43.9
Total 10 100.0 11 100.0 20 100.0 41 100.0Total praktek keamanan pangan
Baik 0 0.0 4 36.4 0 0.0 4 9.8p=0.004r=0.005
Sedang 5 50.0 5 45.5 16 80.0 26 63.4Kurang 5 50.0 2 18.2 4 20.0 11 26.8
Total 10 100.0 11 100.0 20 100.0 41 100.0
Penjaja PJASBerdasarkan uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kebijakan keamanan pangan dengan pengetahuan (p=0.457),
dengan higiene (p=0.533), dengan penanganan dan penyimpanan makanan dan
minuman (p=0.218), dengan sarana dan prasarana (p=0.909), dengan pengendalian
hama, sanitasi tempat dan peralatan (p=0.813) serta dengan total praktek keamanan
pangan (p=0.733). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Wijaya, R tahun 2009 pada penjaja PJAS di Kota dan Kabupaten Bogor, bahwa
tidak ada hubungan antara peraturan sekolah dengan praktek keamanan pangan
pada penjaja PJAS. Hal ini diduga karena penerapan peraturan, pengawasan,
pembinaan maupun sanksi yang merupakan bagian dari penerapan kebijakan
keamanan pangan belum diberlakukan dan disosialisasikan kepada penjaja PJAS
dari pihak sekolah.
41
Hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah dengan
pengetahuan disajikan pada Tabel 24 dan hubungan antara penerapan kebijakan
keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan disajikan pada Tabel 25.
Tabel 24 Hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah denganpengetahuan
VariabelPenerapan kebijakan keamanan pangan penjaja PJAS
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
PengetahuanBaik 2 10.0 0 0.0 6 14.6 8 9.8
p=0.457r=0.236
Sedang 9 45.0 11 52.4 16 39.0 36 43.9Kurang 9 45.0 10 47.6 19 46.3 38 46.3
Total 20 100.0 21 100.0 41 100.0 82 100.0
Tabel 25 Hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan dengan praktekkeamanan pangan
VariabelPenerapan kebijakan keamanan pangan penjaja PJAS
UjiKurang Sedang Baik Totaln % n % n % n %
Higiene pengelola kantinBaik 0 0.0 0 0.0 1 2.4 1 1.2
p=0.533r=0.465
Sedang 9 45.0 6 28.6 19 46.3 34 41.5Kurang 11 55.0 15 71.4 21 51.2 47 57.3
Total 20 100.0 21 100.0 41 100.0 82 100.0Penanganan serta penyimpanan makanan dan minuman
Baik 0 0.0 2 9.5 8 19.5 10 12.2p=0.218r=0.098
Sedang 13 65.0 13 61.9 25 61.0 51 62.2Kurang 7 35.0 6 28.6 8 19.5 21 25.6
Total 20 100.0 21 100.0 41 100.0 82 100.0Sarana dan prasarana
Baik 2 10.0 2 9.5 4 9.8 8 9.8p=0.909r=0.902
Sedang 1 5.0 3 14.3 4 9.8 8 9.8Kurang 17 85.0 16 76.2 33 80.5 66 80.5
Total 20 100.0 21 100.0 41 100.0 82 100.0Pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan
Baik 0 0.0 1 4.8 1 2.4 2 2.4p=0.813r=0.738
Sedang 2 10.0 3 14.3 7 17.1 12 14.6Kurang 18 90.0 17 81.0 33 80.5 68 82.9
Total 20 100.0 21 100.0 41 100.0 82 100.0Total praktek keamanan pangan
Baik 0 0.0 0 0.0 1 2.5 1 1.2p=0.733r=0.646
Sedang 2 10.0 4 19.0 8 19.5 14 17.1Kurang 18 90.0 17 81.0 32 78.0 67 81.7
Total 20 100.0 21 100.0 41 100.0 82 100.0
Winarno (1991) menyatakan jenis pangan jajanan yang dijual oleh pedagang
kecil lebih besar peluangnya terhadap kontaminan dan bahaya kesehatan
42
dibandingkan yang berasal dari pedagang besar dengan perlengkapan yang
memadai. Penjaja PJAS pada umumnya merupakan usaha kecil yang masih
kekurangan modal untuk memenuhi sarana dan prasarana yang baik. Apabila tidak
dibantu oleh pihak lain untuk melengkapi sarana dan prasarana yang memadai akan
sulit bagi penjaja PJAS untuk menerapkan syarat higiene dan sanitasi makanan
yang meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman serta
pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan.
top related