hemoroid finish
Post on 15-Jan-2016
106 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Hemorrhoid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Jaringan hemoroid
merupakan struktur anatomis normal pada kanalis anal yang berfungsi untuk
membedakan cairan, feses, dan udara, serta mencegah inkontinensia ani.
Hemoroid dikatakan suatu kondisi medis hanya jika muncul gejala. Hemoroid
sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan-depan (jam 7), kanan-
belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). 1
Hemoroid yang lebih dikenal sebagai ambien atau wasir merupakan
penyakit yang sering ditemukan pada masyarakat Indonesia. Sekitar 5% dari
populasi umum, 35% dari penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun dan 50%
dari penduduk yang berusia 50 tahun mengalami penyakit hemoroid. Walaupun
keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang
sangat tidak nyaman. 2
Tingginya prevalensi hemorrhoid disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain: kurangnya konsumsi makanan berserat, konstipasi, usia, keturunan,
kebiasaan duduk terlalu lama, peningkatan tekanan abdominal karena tumor, pola
buang air besar yang salah, hubungan seks peranal, kurangnya intake cairan,
kurang olah raga dan kehamilan. 3
Sebuah penelitian di Amerika Utara pada tahun 2008 menunjukkan bahwa
14,8% orang dewasa mengalami konstipasi. Angka ini lebih tinggi daripada
penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes melitus,
sementara konstipasi merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian hemorrhoid.
Penatalaksanaan hemoroid dibagi atas penatalaksanaan secara medik dan secara
bedah tergantung dari derajatnya. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Kanalis Anal
Kanalis anal memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dikelilingi oleh spingter
anus. Setengah bagian atas dari kanalis anal dilapisi oleh mukosa glandular rektal.
Mukosa bagian teratas dari kanalis anal berkembang sampai 6-10 lipatan
longitudinal, yang disebut columns of Morgagni, yang masing masing memiliki
cabang terminal dari arteri rektal superior dan vena. Lipatan-lipatan ini paling
menonjol di bagian lateral kiri, posterior kanan dan kuadran anterior kanan,
dimana vena membentuk pleksus vena yang menonjol. Mukosa glandular relatif
tidak sensitif, berbeda dengan kulit kanalis, kulit terbawahnya lebih sensitive. 3,4
Bantalan hemoroid adalah jaringan normal dalam saluran anus dan rectum
distal yang dapat berfungsi sebagai fungsi kontinens yaitu menahan pasase
abnormalgas, feses cair dan feses padat. Fungsi lainnya adalah efektif sebagai
katup kenyal yang “watertight”. Bantalan vaskuler arterio-venous, matriks
jaringan ikat dan otot polos. Bantalan hemoroid normal terfiksasi pada jaringan
fibroelastik dan ototpolos dibawahnya. 3,4
Gambar 2.1 Bantalan hemoroid
Mekanisme spinter anal memiliki tiga unsur pembentuk, spinter internal,
spinter eksternal dan puborektalis. Spinter internal merupakan kontinuasi yang
semakin menebal dari muskular dinding ginjal. Spinter eksternal dan puborektalis
sling (yang merupakan bagian dari levator ani) muncul dari dasar pelvis. 3,4
Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui
arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior
merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis media
merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis inferior
dicabangkan oleh arteri pubenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca
interna, ketika arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica. 3,4
Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rektum mengikuti perjalanan
yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu
pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di submukosa atas anorectal
junction dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak di bawah
anorectal junction dan di luar lapisan otot. 3,4
Gambar 2.2 Vaskularisasi vena-vena kanalis anal
Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan parsimpatik.
Serabut saraf simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem
parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan
keempat. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua,
ketiga, dan keempat. 3,4
Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk mengeluarkan
massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal
tersebut dengan cara yang terkontrol. Rektum dan kanalis anal tidak begitu
berperan dalam proses pencernaan, selain hanya menyerap sedikit cairan. Selain
itu sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai pelicin
untuk keluarnya massa feses. 3,4
Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian
diakibatkan adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada
rectosimoid junction, kira-kira 20 cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari
tempat ini juga memberi tambahan penghalang masuknya feses ke rektum. Akan
tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal
hasrat defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh refleks kontraksi dari rektum
dan relaksasi dari otot sfingter. Feses tidak keluar secara terus-menerus dan
sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfingter ani
interna dan eksterna. 3,4
2.2 Definisi
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (kanalis
anus). Di dalam kanalis anal terdapat bantalan vaskular khusus yang membentuk
massa dan dilapisi sub mukosa tebal yang tersusun atas pembuluh darah, otot
polos serta jaringan ikat dan elastis. Bantalan ini berada di kuadran lateral kiri,
anterior kanan dan posterior kanan dan kanalis untuk membantu kontinensi anal,
maka sering terjadi hemoroid pada daerah tersebut. 4
Gambar 2.3 Lokasi tersering hemoroid interna
Hemoroid juga dapat dikatakan sebagai dilatasi, pembengkakan, atau
inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh berbagai macam pencetus.
Faktor- faktor seperti mengejan saat buang air besar dapat menghambat aliran
balik darah vena hemoroidalis, menyebabkan dilatasi vaskuler, dan kerusakan
jaringan penyangga, juga disebutkan bahwa mengejan mengakibatkan kontraksi
lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Semua hal yang menyebabkan
susahnya buang air besar juga dapat digolongkan sebagai faktor predisposisi
seperti makanan yang kurang serat yang dapat mengakibatkan feses keras
sehingga sulit dikeluarkan. 3
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko hemoroid banyak sekali, sehingga sukar bagi kita untuk
menentukkan penyebab yang tepat bagi tiap kasus. Faktor risiko hemoroid yaitu: 2
a) Primer 2
1) Keturunan, karena dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis.
2) Anatomik dan fisiologi. Vena daerah anorektal tidak mempunyai
katup dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot dan
vasa sekitarnya sehingga memudahkan timbulnya timbunan darah.
3) Kelemahan dari tonus sphincter ani
b) Sekunder 2
1) Pekerjaan. Orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
2) Umur. Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
3) Endokrin, misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas
dan anus (sekresi hormon relaksin) yang dapat melemahkan dinding
vena di bagian anus.
4) Mekanis. Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan
yang meninggi dalam rongga perut, misalnya penderita hipertrofi
prostat.
5) Pola makan. Diet tinggi serat, seperti buah dan sayur, cukup minum
air putih, hindari makanan pedas akan menurunkan angka kejadian
hemoroid.
6) Pola defekasi. Kebiasaan mengejan saat defekasi, kebiasaan defekasi
dengan berlama – lama sambil membaca, sering diare, sering
konstipasi akan meningkatkan angka kejadian hemoroid.
7) Kehamilan merupakan salah satiu faktor pencetus hemoroid karena
terjadi peningkatan vaskuler daerah pelvis, peningkatan tekanan intra
abdominal, sering kostipasi, dorongan pada bantalan anus saat
persalinan.
8) Obstruksi vena. Pembendungan dapat terjadi karena dorongan massa
faces yang keras pada vena, atau pada penderita hipertensi portal,
dekompensasio kordis, sirosis hepatis, tromosis, BPH dan tumor
rectum.
9) Peningkatan tekanan intra abdominal, seperti pada saat mengejan akan
mendorong banmtalan hemoroid menjadi prolaps dan juga dapat
menjepit vena intra muscular kanalis ani sehingga terjadi obstruksi.
2.4 Patofisiologi
Penelitian terbaru menekankan pada besarnya faktor bantalan anus, yang
biasanya terletak diatas linea dentate pada kanalis ani. Bantalan ini tersusun dari
tiga lapisan tebal dari kumpulan vena submukosa yang selalu terletak pada sisi
lateral kiri, postero lateral kanan dan atero lateral kanan. Fungsi bantalan ini
belum jelas, namun diketahui bahwa bantalan ini selalu membesar terisi oleh
darah selama defekasi, diduga untuk melindungi kanalis ani dari abrasi. 4
Penyebab hemoroid tidak diketahui pasti, konstipasi kronis dan mengejan
saat defekasi mungkin penting. Mengejan menyebabkan pembesaran dan
prolapsus sekunder bantalan pembuluh darah hemoroidalis. Jika mengejan terus
menerus, pembuluh darah menjadi berdilatasi secara progresif dan jaringan sub
mukosa kehilangan perlekatan normalnya dengan sfingter internal di bawahnya,
yang menyebabkan prolapsus hemoroid yang klasik dan berdarah. 4
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin
yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang
diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat
dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor
sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid. 4
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi
jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α
serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast. 4
Drainase daerah anorektal adalah melalui vena-vena hemoroidales superior
dan inferior. Vena hemoroidales superior mengembalikan darah ke vena
mesenterika inferior dan berjalan submukosa dimulai dari daerah anorektal dan
berada dalam bagian yang disebut kolumna Morgagni, berjalan memanjang secara
radier sambil mengadakan anastomosis. Bila ini menjadi varises maka disebut
hemoroid interna. Lokasi primer hemoroid interna (pasien berada dalam posisi
litotomi) terdapat pada tiga tempat yaitu anterior kanan, posterior kanan, dan
lateral kiri, mengikuti cabang-cabang vena hemoroidalis superior dan tampak
sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid eksterna merupakan
pelebaraan dan penonjolan pleksus hemoroidalis eksterna (vena hemorroidalis
inferior), terdapat di sebelah distal garis mukokutan (linea dentate) di dalam
jaringan di bawah epitel anus. 4
2.5 Klasifikasi dan Derajat Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan menjadi tiga yaitu hemoroid interna, eksterna
dan interna-eksterna. Kedua plexus hemoroid internus dan eksternus saling
berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran balik vena yang
bermula dari rectum sebelah bawah dan anus. 2,3
a. Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah pelebaran dari plexus hemorroidalis interna
(terdiri dari vena hemoroidalis superior dan media) dimana pleksus
hemorroidalis interna ini berada di atas garis mukokutan (linea dentate) atau
2/3 canalis ani bagian atas dan ditutupi oleh mukosa. Selanjutnya plexus
hemoroidalis interna ini mengalirkan darah ke vena porta. Hemoroid interna ini
merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan sub mukosa pada rektum
sebelah bawah. Karena tidak mempunyai inervasi somatic, maka pada umunya
penyakit ini tidak disertai nyeri. Hemoroid interna terdapat pada tiga posisi
primer, yaitu kanan depan (jam 11), kanan belakang (jam 7) dan lateral kiri
(jam 3), yang oleh Miles disebut “Three Primary Haemorrhoidal Areas”.
Hemoroid yang lebih kecil tedapat di antara ketiga letak primer tersebut dan
kadang juga sirkuler. 2,3
Secara klinis, hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu:
1. Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar
kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau
masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam
anus dengan bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark.
Gambar 2.4 Derajat Hemoroid Interna
b. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna merupakan pelebaraan dan penonjolan pleksus
hemoroidalis eksterna (vena hemorroidalis inferior), terdapat di sebelah distal
garis mukokutan (linea dentate) di dalam jaringan di bawah epitel anus. Plexus
hemorroidalis eksterna mengalirkan darah dari daerah perineum dan lipatan
paha ke peredaran darah sistemik melalui vena illiaka. 2,3
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus yang
sebenarnya merupakan suatu hematom, disebut sebagai hemoroid thrombosis
eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung –
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. 2,3
Ada 3 bentuk hemoroid eksterna yang sering dijumpai, yaitu :
a) Bentuk hemoroid biasa, tapi letaknya di distal mucocutaneal junction.
b) Bentuk benjolan hemoroid dengan thrombosis akut.
c) Bentuk skin tags.
Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya thrombosis yang biasanya
disertai penyulit seperti infeksi, abses perianal. Sedangkan pada penderita
bentuk skin tags tidak mempunyai keluhan, kecuali kalau ada ulcerasi dan
infeksi.
c. Gabungan Hemoroid Interna-Eksterna
Berasal dari pelebaran plexus hemorroidalis interna dan plexus
hemorroidalis eksterna. Gabungan hemoroid interna dan eksterna ini biasanya
terletak di atas dan di bawah linea dentate. Hemoroid ini sering ditemukan saat
pemeriksaan colok dubur. Perbedaan gambaran hemoroid interna dan eksterna
dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 2,3
Gambar 2.5 Gabungan hemoroid interna-eksterna
2.6 Manifestasi Klinis
a) Perdarahan
Perdarahan umumnya merupakan keluhan tersering dan tanda pertama
dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah segar
menetes setelah pengeluaran fases ( tidak bercampur dengan fases ), dapat
hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan
yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah, tanpa disertai
nyeri dan pruritus. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan massif terjadi bila bantalan
prolaps pecah dan terbendung oleh spincter. Perdarahan dapat juga timbul
diluar defekasi, yaitu pada orang tua dengan bantalan anus yang hanya ditutupi
oleh mukosa yang terletak diluar anus, terjadi akibat tonus spincter yang
melemah. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat
timbulnya anemia berat. 4,5
b). Benjolan (prolaps)
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol
keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi
pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada
stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah
defekasi agar masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat
berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak bisa
didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces pada pakaian
dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Harus dapat
dibedakan dengan thrombosis perianal, skin tag yang edema, hipertrofi papilla
anus dan polip rektum. 4,5
c). Gejala iritasi
Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai
pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan
rangsangan mukus. Sekresi dari mukosa anus disertai perdarahan merupakan
tanda hemoroid interna, yang sering mengotori pakaian dalam, bahkan dapat
menimbulkan maserasi kulit. Skin tags merupakan tanda pernah terjadinya
episode komplikasi thrombosis hemoroid interna. Pruritus ani sebenarnya
bukan akibat dari wasir. Rasa gatal bisa terjadi karena sulit untuk menjaga
kebersihan di daerah yang terasa nyeri. Pruritus ani yang timbul bisa juga
disebabkan karena iritasi kulit perianal oleh karena kelembaban yang terus
menerus dan rangsangan anus. 4,5
d) Nyeri
Nyeri dan rasa tidak nyaman timbul bila ada komplikasi berupa prolaps,
thrombosis, atau akibat penyakit lain yang menyertai seperti fisura ani, abses
dan keganasan. Puncak nyeri biasanya timbul setelah defekasi. 4,5
e) Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi akibat perdarahan berulang dengan kadar
hemoglobin hingga dibawah 4%. Karena itu harus dicari sumber perdarahan di
lokasi lain. Perdarahan yang tidak bias dihentikan harus segera dilakukan
tindakan bedah. Anemia yang terjadi karena jumlah eritrosit yang diproduksi
tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis,
sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb
sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. 4,5
2.7 Diagnosis
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras,
yang membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan), pasien
sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi
peradangan. Onset dan durasi dari keluhan, termasuk karakteristik nyeri,
perdarahan, adanya penonjolan dari anus, atau perubahan pola defekasi.
Perdarahan yang paling dikeluhkan oleh pasien, dokter harus menyanyakan
tentang jumlah, warna dan durasi perdarahan dari anus. Darah yang lebih gelap
atau darah yang bercampur dengan fases harus mengarahkan kecurigaan pada
penyebab perdarahan yang proximal. Pasien dengan hemoroid eksterna yang
disertai thrombosis biasanya mengeluhkan adanya tonjolan yang sangat nyeri.
Rasa ini memuncak pada 48 – 72 jam pertama dan menurun setelah hari
keempat pembentukan thrombus. 4,5
b. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat
disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Pada
pemeriksaan lokal, penderita dalam posisi lithotomi, miring (sim’s position)
atau posisi menungging (knee chest position) ini yang terbaik. 4
Evaluasi inspeksi pada daerah anorectal berupa perdarahan atau bekas
perdarahan pada anus, adanya prolpas hemoroid interna (dengan pasien
mengejan), catat pada posisi jam berapa, adanya benjolan pada tepi anus
(hemoroid externa), mungkin skin tag atau hemoroid thrombosis, kelainan
anorectal lainnya, misalnya fisura ani, fistel ani dan lain – lain. 4,5
Pemeriksaan Colok Dubur : Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid
interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak
terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat
besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal.
Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum. 4,5
c. Pemeriksaan Tambahan
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. 5
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan
rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk
perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula,
kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium
enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di
atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan
pengobatan terhadap hemoroid. 4,5
2.8 Diagnosis Banding
Banyak masalah anorektal, antara lain, fistula, abses, atau iritasi dan gatal-
gatal, yang memiliki gejala mirip dengan hemoroid dan harus dipahami sebelum
direkomendasikan untuk melakukan pengobatan. Berikut adalah beberapa
diagnosis banding dari hemoroid.
1. Karsinoma colon dan rectum. Kemungkinan dapat teraba massa pada
rongga abdomen, adanya gangguan pola defekasi, perdarahan menetes dan
umumnya berwarna merah tua, disertai lender,. Pada rectal taoucher teraba
massa yang berdungkul. 6
2. Fissura ani. Merupakan perlukaan pada mukosa anus, memanjang sejajar
sumbu anus..biasanya tunggal dan terletak di garis tengah posterior. Dapat
memberikan keluhan berak bercampur darah, umumnya minimal, terasa
sangat nyeri. Didapatkan trias khas: ulkus pada anus, hipertrofi papil
(teraba benjolan) dan sentinel tags (biasanya pada jam 6 dan 12). 6
3. Polip rectum. Merupakan perumbuhan jaringan dari dinding rektum yang
menonjol ke dalam lumen. Biasanya memberikan gejala perdarahan
melalui rectal disertai lender, dan benjolan. Namun perdarahan bersifat
intermiten dan pada pemeriksaan rectal taoucher teraba massa bertangkai
yang lunak dan berpangkal pada dinding rectum. Lebih sering terjadi pada
anak – anak. 2
4. Perianal kondiloma akuminata. Pada rectal taoucher didapatkan bentukan
seperti bunga kubis dan dapat tumbuh meluas serta tidak mudah berdarah.6
5. Prolaps recti (procidentia). Tidak didapatkan keluhan nyeri. Bila dilakukan
pemeriksaan, tidak ada kelainan yang dapat ditunjukkan dan hanya tampak
apabila penderita mengejan pada posisi duduk seperti pada waktu defekasi.
Didapatkan permukaan mukosa dengan rugae. Didapatkan pula discharge
mucous dan inkontinensia. 6
2.9 Penatalaksanaan
Terapi hemoroid bertahap mulai dari perbaikan pola hidup hingga operasi,
tergantung dari derajat dan keparahan dari gejala.
Gambar 2.6 Penatalaksanaan hemoroid (Lohsiriwat, 2012, Hemorrhoids: From
Basic Pathophysiology to Clinical Management)
a. Terapi Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika
ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang
dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein.
Berupa perbaikan pola hidup perbaikan pola makan dan minum, perbaiki
pola atau cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang
harus selalu ada dalam setiap bentuk derajat hemoroid. Perbaikan defekasi
disebut Bowel Managemet Program (BMP) yang terdiri dari diit, cairan serat
tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku perubahan air besar. Untuk
memperbaiki defekasi dianjurkan menggunakan posisi jongkok (squatting)
sewaktu defekasi. Mengedan dan konstipasi akanmeningkatkan tekanan vena
hemoroidalis dan akan memperparah hemoroid itu sendiri, dengan posisi
menjongkok ini tidak dibutuhkan mengedan yang lebih banyak. Pasien
diusahakan tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak, dan banyak jalan.
Dengan banyak bergerak pola defekasi menjadi membaik. Pasien diharuskan
banyak makan serat antara lain buah-buahan, sayur- sayuran, cereal dan
suplementasi serat komersial bila kurang serat dalam makanannya.
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna
kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang mengalami
prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara
perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk mengurangi
pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan hangat juga dapat
meringankan nyeri.
b. Terapi minimal invasive
1. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang,
misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke
submukosa dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid
interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian
menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di
sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui
anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka
tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut
jika masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang
disuntikan.Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang
makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I
dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps.
2. Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani
dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop,
mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap
ke tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan
ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis
tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid,
sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya
garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut
ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat
pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid
mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari.
3. Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika
digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid
pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang
serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada
nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang
bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat
praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk
terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
4. Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid
tidak mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan
hemoroid mengempis dan akhirnya nekrosis.
5. Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan
photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis
pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik digunakan pada
hemoroid yang sedang mengalami perdarahan.
6. Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari
baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid interna.
7. Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu
menimbulkan nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang
digunakan sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik
berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput mukosa
sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi elektromagnetik berfrekuensi
tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan. Cara ini efektif untuk
hemoroid interna yang mengalami perdarahan.
c. Terapi Bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun
dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat
dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh
dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV
yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat
mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan
rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat
prolapsus mukosa.
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional
(menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser sebagai alat
pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik
ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis
massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan
diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal
terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan
melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi
elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus
hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang
mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai
jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa
rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit
daripada mengambil terlalu banyak jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu
dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari
submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu
mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem.
Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0.
Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan
jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya
mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder
yang biasa menimbulkan stenosis.( 5 )
Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional,
hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh
jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka
dan dengan nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut terpatri.
Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi
akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf
terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut.
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi
satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan
diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6
minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat
jalan ( 7 ).
Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids
(PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada
tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga
teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini
diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip
kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan
pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran
anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama
jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin
kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi
prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena
jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga
tidak perlu dibuang semua.
2.10 Komplikasi
Perdarahan. Perdarahan pada hemorrhoid dapat terjadi akibat laserasi
plexus vena hemorroidalis oleh fases yang keras. Bila kronis dapat
menyebabkan kronis.
Infeksi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi
( inkarserata / terjepit ) akan mudah terjadi infeksi yang dapat
menyebabkan sepsis Laserasi yang terjadi pada plexus hemorroidalis
tersebut dapat terinfeksi oleh kuman – kuman yang banyak terdapat dalam
kanalis analis tersebut. Infeksi yang berat dapat menyebabkan sepsis
perianal dan bisa mengakibatkan kematian.
Trombosis. Banyak terjadi pada hemoroid eksterna. Dapat juga terjadi
pada hemoroid interna yang mengalami prolaps, yang akan menjadi
irreponible sehingga tidak dapat dipulihkan oleh karena kongesti yang
mengakibatkan oedema dan thrombosis. Keadaan ini yang menyebabkan
nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya.
2.11 Pencegahan
Hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar.
Cegah konstipasi dengan banyak mengonsumsi makanan kaya serat (sayur dan buah serta kacang-kacangan) serta banyak minum air putih minimal delapan gelas sehari untuk melancarkan defekasi.
Jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi keras.
Tidur cukup.
Jangan duduk terlalu lama.
Senam/olahraga rutin.
2.12 Prognosis
Dengan terapi yang tepat, dan sesuai indikasi pasien hemoroid yang
simptomatik dapat menjadi asimtomatik. Secara keseluruhan prognosa hemoroid
adalah baik. Prognosis kambuhnya penyakit hemoroid sebagian besar tergantung
pada keberhasilan mengubah kebiasaan buang air besar penderita. Memperbanyak
serat dalam diet, mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk buang air besar,
semuanya akan mengurangi lama waktu mengejan dalam posisi jongkok.
Modifikasi perilaku ini merupakan langkah paling penting dalam mencegah
kekambuhan hemoroid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alonso-Coello, Guyatt, Heels-Ansdell, Johanson, Lopez-Yarto, Mills, et al. Laxatives for the treatment of hemorrhoids. 2005.
2. Lindseth G. Gangguan Usus Besar. In: Price S, Wilson L, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 456-68.
3. Simadibrata M. Hemoroid. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2006. p. 397-9.
4. Riwanto. Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. In: Syamsuhidayat R, Wim DJ, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p. 788-92.
5. Thornton. Hemorrhoids: Medscape; 2013 [cited 2015 12 May].6. Abcaria H. Shackelfords Surgery of The Alimentary 6th ed. USA: WB Saunders;
2007.
top related