home visit down syndrome
Post on 10-Apr-2016
7 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan ternyata diikuti pula dengan pergeseran pola
penyakit yang ada di masyarakat. Pola penyakit yang semula didominasi penyakit-
penyakit menular dan infeksi mulai digeser oleh penyakit-penyakit degeneratif,
termasuk penyakit jantung (Wasyanto, 2005).
Jantung merupakan organ yang berfungsi dalam sistem sirkulasi darah,
pekerjaan jantung adalah memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme pada setiap saat baik istirahat, bekerja maupun menghadapi
beban. Hal ini dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa
baik, sistem katub serta pemompaan baik. Bila ditemukan ketidaknormalan pada
salah satu di atas maka mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat
menyebabkan kegagalan memompa (Mansjoer, 2000).
Data Association Heart America (AHA) tahun 2003 menunjukkan gagal
jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan penyebab
kematian bertambah. Penderita gagal jantung di Amerika Serikat 4,8 juta dan setiap
tahun bertambah 550 orang. Setiap tahun gagal jantung menyebabkan kematian 290
ribu orang. Pada tahun 2004 Association Heart America (AHA) melaporkan 5,2 juta
penduduk Amerika Serikat Menderita gagal jantung.(Kenneth D, 2008)
Menurut Barita (2003), prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun
ketahun terus meningkat berdasarkan data RS Jantung Harapan Kita, peningkatan
kasus di mulai pada tahun 1997 dengan 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat
hingga mencapai puncak tahun 2000 dengan 532 kasus. Kematian akibat penyakit
jantung tahun 2000 hanya 4,3% jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan
insiden pada tahun 1999 sejumlah 12,2%.
2
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui faktor resiko dan dampak penyakit hipertensi dan gagal jantung.
2. Mengetahui penanganan penyakit hipertensi dan gagal jantung.
3. Mengidentifikasi permasalahan kesehatan anggota keluarga yang dikunjungi
sesuai dengan penyakit.
4. menentukan Prioritas faktor biologis, psikologis, sosial, dan fisik yang besar
pengaruhnya terhadap kesehatan pasien
C. Manfaat
1. Pasien dan keluarga dapat mengetahui gejala dan faktor – faktor penyebab
hipertensi dan gagal jantung.
2. Penulis dapat mengetahui pentingnya menjadi dokter keluarga, dan kendala apa
saja yang dialami untuk menjadi dokter keluarga.
3
K FORM HASIL KEGIATAN HOME VISIT
LAPORAN HOME VISIT DOKTER KELUARGA
Berkas Pembinaan Keluarga
Puskesmas Taman No. RM : 18220____________
Tanggal kunjungan: 3 Juni 2015,
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. Ishariadi
Alamat lengkap : Tropodo, RT 5 RW 1 Mojokerto
Bentuk Keluarga : Nuclear / Extended Family
Tabel 1. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumahNo Nama Kedudukan
dalam
keluarga
L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Penderita
Klinik
(Y/T)
Ket
1 Tn. Ishariadi Kepala
Keluarga
L 46th SMP Supir T
2 Ny. Suhartini Istri P 42th SMP Swasta T
3 Trendy Anak L 20th SMP Supir T
4 Trenda Anak P 13th SMP Pelajar T
5 Trias Anak P 11 th SD Pelajar T
6 Trindu Anak P 6th TK - T
7 Triando Anak L 4 th - - T
8 Triansyah Anak P 3 bln - Y
Sumber :Data Primer
4
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB I
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Tr
Umur : 3 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Agama : Islam
Alamat : Tropodo RT 1 RW 5
Suku : Jawa
Tanggal Home Visit :
A. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Ibu mengeluhkan kondisi anaknya yang berbeda dengan anak-anak lain yang
seumuran dengan anaknya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Saat ini tidak ada keluhan kesehatan pada anak. Tidak ada batuk, muntah,
diare, kuning ataupun kebiruan di wajah anak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Saat ibu pasien mengetahui bahwa dia hamil anak Tr, si ibu berusaha untuk
menggugurkan kandungannya karena dia merasa anaknya sudah terlalu banyak dan
tingkat ekonominya pas-pasan. Dia selalu minum-minuman bersoda dan selalu
bekerja tanpa memperhatikan waktu istirahatnya. Ibu pasien baru mau memeriksakan
5
kehamilannya saat sudah berusia 6 bulan. Kemudian saat kelahirannya, pasien lahir
normal spontan belakang kepala. Ibu pasien kaget dan sedih melihat keadaan
anaknya saat lahir karena wajahnya terlihat tidak normal. Pasien merasa sangat
bersalah karena hal yang dialami oleh An. Tr adalah karena ulah ibunya yang
berusaha menggugurkan kehamilannya dulu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien mempunyai keponakan yang memiliki kelainan yang sama dengan
An. Tr dan sekarang usianya sudah 12 tahun.
5. Riwayat Kebiasaan
Ibu memandikan pasien sehari dua kali, mengganti popok pasien sehari tiga
kali. Rumah yang ditempatinya adalah sebagai warung kopi, sehingga setiap hari
banyak orang membeli kopi sambil merokok dirumahnya.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di sebuah rumah yang berpenghuni 8 orang. Pasien memiliki
ayah bernama Tn. I dan ibu yang bernama Ny. S, memiliki 5 orang kakak yang
masih tinggal satu rumah Pasien memiliki asuransi BPJS untuk pemeriksaan
kesehatan rutin.
7. Riwayat Gizi.
Pasien hanya meminum susu formula SGM, karena ASI ibu tidak keluar.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Cukup
2. Kesadaran : compos mentis (GCS E4V5M6).
3. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 112 x / menit
Pernafasan : 32 x / menit
Suhu : 36,5 C
6
Tensi : - mmHg
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 4,4 Kg
TB : 48 cm
Status Gizi : Cukup
4. Kulit : putih, gatal (-), ikterik (-), sianosis (-)
5. Kepala : Mongoloid Face (+), Sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak
rontok,
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), kabur (-)
Hidung : Dypsneu (-),sekret (-), epistaksis (-),
Mulut : Sianosis (-), mulut kering (-), sariawan (-), lidah kotor (-)
Telinga : Low set ear (+) Sekret (-), pendengaran berkurang (-), berdengung
(-), keluar cairan (-)
Tenggorokan : Nyeri telan (-), serak (-),tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
6. Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
7. Thoraks
a. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, heave(-), thrill(-)
Perkusi : batas kanan : ICS 4 parasternal dextra
Batas kiri : ICS 5 mid clavicular sinistra
Batas atas : ICS 2 parasternal sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal Reguler, Murmur (-), S3 Gallop (-)
b. Pulmo
Inspeksi : pergerakan napas simetris, retraksi interkosta (-)
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler
Rhonki Wheezing
7
8. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Bising Usus (+) N
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang perut, shifting dullness (-)
9. Ektremitas: polidactili (-), Simian Crease (+)
Akral Dingin Oedem
- - - -
- - - -
10. Sistem Genetalia: Dalam batas normal
11. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi motorik :
KLONUS TONUS REFLEKS FISIOLOGIS REFLEKS
PATOLOGIS
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
E. RESUME
Seorang laki-laki 35 tahun dengan keluhan utama sering sesak napas sejak 5 tahun.
Sesak dirasakan apabila berjalan jauh atau mengerjakan pekerjaan yang membuatnya
lelah serta saat tidur di malam hari. Sesak berkurang bila beristirahat dengan posisi
setengah duduk.sering Kadang juga disertai dengan batuk dan berkeringat saat malam
hari. Pasien juga mengeluhkan dada sebelah kiri terasa nyeri sejak 1 bulan belakangan
ini. Nyeri dirasakan seperti tertindih benda berat, namun nyerinya hilang timbul. Selain
itu pasien juga mengeluhkan punggungnya terasa sakit saat bangun tidur dan nyeri pada
sendinya terutama bahunya. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan TB. Ibu pasien
memiliki riwayat sakit jantung hipertensi, dan TB
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, composmentis. Tanda
vital Tensi: 170/100 mmHg N: 112 x / menit, RR: 22 x / menit, Suhu: 36,7 C, BB: 67 kg,
TB: 163 cm. Terdapat peningkatan JVP : 5 + 2 cmH2O dan pembesaran jantung.
F. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
1. Diagnosis Biologis: Down Syndrome
2. Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya : Status Ekonomi kurang dan kondisi
lingkungan kurang sehat
G. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
1. Istirahat
2. Diet Rendah Garam untuk mengontrol tekanan darah sehingga tidak memperparah
kondisi penderita.
3. Hindari aktivitas berlebihan
Medikamentosa
Amlodipin tab 1 x 10 mg
Bisoprolol tab 1 x 5 mg
ISDN tab 3 x 5 mg
9
B. FOLLOW UP
Tanggal : Senin, 8 Juni 2015
S : Sesak napas masih dirasakan namun sudah membaik, tengkuk terasa agak
kaku dan terdapat nyeri pada sendi bahu.
O : KU baik, compos mentis, gizi cukup
Vital sign : - HR : 108 x/ menit - Tensi : 150 / 100menit
- RR : 22 x/ menit - Suhu : 36,5° C
Status generalis : dalam batas normal
Status neurologis : dalam batas normal
A : Decompensatio Cordis Functional Class II + Hipertensi Grade II
P : - Edukasi keluarga tentang keadaan penderita
FLOW SHEET
Nama Pasien : Tn. Djoko Marwoto
Diagnosis : Decompensatio Cordis Functional Class II + Hipertensi Grade II
NO TanggalTensi
(mmHg)
BB
Kg
TB
Cm
Status
Gizi
Mantoux
Test
Foto
Rontgen
Thoraks
Mata KET
1 Rabu, 3 Juni
2015
170/100
mmHg67 kg 163 cm Cukup
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukanDbn
2 Senin,8 Juni
2015
150/100
mmHg67
Kg163 cm Cukup
Tidak
dilakukanDbn
10
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga penderita terdiri dari penderita (Tn Djoko Marwoto/57th), istri (Ny.
Mukhairoh/54th), anak pertama (Tn. Heru/32th), menantu (Ny. Wahyu Reni/28th),
anak kedua (Sdr. M. Yaki/21 th), cucu pertama (An. M. Hilman/5th), dan cucu kedua
(An. M. Aufar/1th).
2. Fungsi Psikologis.
-
3. Fungsi Sosial
-
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penderita sudah berhenti bekerja sejak 6 bulan yang lalu, sehingga saat ini
penghasilan keluarga hanya bersumber dari anak pertamanya, sedangkan anak
keduanya masih belum bekerja. Penghasilan tersebut digunakan untuk memenuhi
kebutuhan 7 orang anggota rumah tersebut yaitu untuk biaya hidup sehari-hari
seperti makan, minum dan listrik Kebutuhan air menggunakan air sumur. Untuk
pemeriksaan kesehatan rutin tiap bulan, biaya ditanggung oleh BPJS.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita memiliki sifat terbuka, suka bergaul dengan tetangga sekitar
rumahnya. Penderita sering memberikan solusi kepada warga yang sedang
11
mengalami masalah. Dan setiap ada permasalahan pribadi, penderita selalu
mendiskusikan dengan istri beserta anak anaknya.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Penderita selalu mendapat dukungan dari seluruh anggota keluarganya atas
masalah yang dihadapi penderita, baik dukungan moral, spiritual, dan memberi motivasi
untuk rajin minum obat dan latihan fisik agar kondisi kesehatan penderita tetap stabil.
PARTNERSHIP
Penderita sadar bahwa ia merupakan orang yang bertanggung jawab segala
keperluan rumah tangga dalam keluarganya. Dimana seluruh anggota keluarga tersebut
juga menghargai penderita. Hubungan komunikasi antar anggota keluarga juga berjalan
dengan baik.
GROWTH
Penderita sadar bahwa ia harus bersabar dalam menghadapi penyakitnya, yaitu
dengan mau rutin mengkonsumsi obat, selalu kontrol ke puskesmas, melakukan latihan
fisik dan juga mematuhi saran yang diberikan oleh dokter yang merawatnya.
AFFECTION
Penderita merasa hubungan kasih dan interaksi dengan masing-masing individu
yang ada dalam rumah tersebut adalah cukup baik meskipun akhir-akhir ini ia sering
menderita sakit.
RESOLVE
Penderita merasa puas dengan kebersamaan yang ada dan waktu yang penderita
dapatkan bersama anak dan cucunya. Masih terjalinnya komunikasi yang efektif
membuat penderita menjadi nyaman.
12
APGAR Tn. Djoko Marwoto (57 th)Penderita
Sering/selalu
Kadang-kadang Jarang/tidak
ASaya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
√
PSaya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
√
GSaya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
ASaya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
√
Total poin = 10 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn.Djoko sudah tidak bekerja lagi sehingga sehari-hari waktunya dihabiskan di
rumah, beristirahat, menghabiskan waktu dengan keluarga, terutama berkumpul bersama
kedua cucunya.
APGAR Ny. Mukhairoh (54 th)Istri Penderita
Sering/selalu
Kadang-kadang Jarang/tidak
ASaya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
√
PSaya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
√
GSaya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
ASaya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
√
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
13
Ny. Mukhairoh adalah ibu rumah tangga yang sehari-harinya berada di rumah,
memasak, membersihkan rumah dan menjaga cucunya.
APGAR Ny. Wahyu Reni (28 th)Menantu Penderita
Sering/selalu
Kadang-kadang Jarang/tidak
ASaya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
√
PSaya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
√
GSaya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
ASaya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
√
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Ny. Wahyu Reni adalah seorang ibu rumah tangga yang selalu berada di rumah dan
mengurusi anaknya terutama anak keduanya yang baru berusia 1 tahun.
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Tn.Djoko adalah 30, sehingga
rata-rata APGAR dari keluarga Tn.Djoko adalah 10. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
fisiologis yang dimiliki keluarga Tn.Djoko dan anggota keluarganya dalam keadaan baik.
Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin baik.
14
C. SCREEMSUMBER PATHOLOGY KET
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun banyak keterbatasan
+
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan
+
ReligiusAgama menawarkan pe-ngalaman spiritual yang haik untuk ketenangan in-dividu yang tidak didapat-kan dari yang lain
Pemahaman agama cukup. Namun penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat dilihat dari pendenta dan orang tua Hanya menjalankan sholat sesekali saja.
-
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup
-
Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua masih rendah. Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-buku, koran terbatas.
-
Medical Pelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus pendentaTidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih balk Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena letaknya dekat
+
15
Kesimpulan yang didapat : Keluarga tidak memiliki permasalahan dalam sosial, cultural,,
religius, ekonomi, edukasi, maupun medical.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap : Menyanggong, Kletek no 266
Bentuk keluarga : Nuclear / Extended Family
Diagram 1. Genogram Keluarga Tn.D, dibuat
Dibuat tanggal 10 Juni 2015
Keterangan : Penderita (Tn. Djoko)
Sumber : Data Primer, 27 februari 2014
16
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Keluarga
Dalam keluarga ini jarang terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota
keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh istri?
Jawab :
Istri merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita.
2. Ketika istri bertindak seperti itu apa yang dilakukan anak?
Jawab :
Anak mendukung dan membantu penderita
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
istri
cucumenantu
anak
Tn. Djoko
17
Keputusan bisa diambil oleh anak penderita
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah istri.
5. Selanjutnya siapa?
Jawab :
Selanjutnya adalah anak pertama.
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab :
Tidak ada, karena penderita selalu menjaga komunikasi dengan istri dan anak -
anaknya
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan penderita?
Jawab :
Tidak ada, karena penderita adalah ayah, jadi istri dan anaknya menghormati dan
menghargai semua keputusan yang diambil penderita.
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :
Tidak ada, karena keputusan apapun yang di ambil sudah kesepakatan bersama
18
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Tn. D adalah seorang suami dan ayah dari 3 anak. Sejak berhenti bekerja,
penderita hanya berada di rumah, bersantai, dan bercengkrama dengan kedua
cucunya
Lingkungan di dalam rumah Penderita cukup tertata dengan rapi . Penderita
sehari-hari bersantai di rumah ditemani oleh istrinya setiap pagi, siang hari
penderita beristirahat dan sore hari berkumpul bersama di ruang keluarga sambil
menonton tv bersama cucunya.
Keluarga ini memiliki jamban sendiri di dalam rumahnya dan untuk kegiatan
mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari sumur yang ada di rumah.
2. Faktor Non Perilaku
Dari segi perekonomian, keluarga ini termasuk keluarga yang cukup.
Keluarga ini memiliki sumber penghasilan yaitu dari penghasilan anak pertamanya
yang bekerja di perusahaan swasta.
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai karena memiliki satu ruang
tamu yang sekaligus sebagai ruang keluarga dan ruang tv, tiga kamar tidur, ruang
makan, dapur dan kamar mandi beserta jamban sendiri.
KAMAR 1
KAMAR 2
KAMAR PASIENKAMAR MANDI
SUMUR
DAPUR
RUANG TAMU
MEJA MAKAN
8 METER
20 METER
19
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 20 x 8 m2 berdempetan
dengan rumah tetangganya di sebelah kanan dan sebelah kirinya terdapat gang dengan
lebar 2 meter. Memiliki teras di depan rumahnya namun tidak terdapat pagar. Terdiri
dari ruang tamu, kamar tidur, ruang makan, dapur dan kamar mandi yang memilki
fasilitas jamban. Memiliki 1 pintu keluar yaitu pintu depan dan jendela d bagian depan
setra di masing masing kamar. Lantai rumah sudah berkeramik. Ventilasi dan
penerangan rumah sudah cukup. Atap rumah tersusun dari genteng. Dinding rumah
terbuat dari batubata dan dicat. Perabotan rumah tangga cukup banyak. Sumber air untuk
kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan sumur. Secara keseluruhan
kebersihan rumah cukup. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor gas dan
mencucci pakaian dengan menggunakan mesin cuci..
Denah Rumah :22
20
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Decompensatio Cordis Functional Class II
b. Hipertensi Grade II
2. Faktor resiko :
a. Faktor genetik
DIAGRAM PERMASALAHAN PENDERITA
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan Penderita)
PENDERITA
HIPERTENSI
DECOMPENSATIO CORDIS
GENETIK
21
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Penderita memerlukan dukungan dari semua anggota keluarga dan dokter
yang merawatnya, misalnya dengan cara memperhatikan berbagai permasalahan
penderita dan memberikan solusinya, disamping tetap memperhatikan kondisi
kesehatan penderita itu sendiri dengan rutin mengajak penderita untuk kontrol di
puskesmas terdekat.
Penderita juga diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
dengan rajin ibadah, berdoa.
2. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Penderita
Memberikan informasi kepada Penderita dan anggota keluarganya tentang
penyakit yang diderita Tn.D secara menyeluruh, dari pencegahan, pengobatan dan
memulihkan kondisinya.
Penderita harus diberi pengertian tentang pentingnya pengobatan secara
rutin agar bisa terkontrol dan tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
3. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
4. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Pencegahan dan promosi kesehatan sangatlah berperan dalam mencegah
meningkatnya derajat keparahan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul
akibat penyakitnya. Dapat berupa perubahan tingkah laku yaitu pola makan yang
rendah garam dan beristirahat secara cukup.
.
22
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
A. DECOMPENSATIO CORDIS
1. Definisi
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrient (Dickstein, 2008).
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Hunt SA, 2005).
Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis)
atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal
tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem
saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas
(Fathoni, 2007).
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac
output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke
dalam jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung
termasuk kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak
mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini
menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang
terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung ini adalah jantung tidak dapat
mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi organ.
2. Klasifikasi
a. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada
akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal
sehingga pada masa diastol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan
23
tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium
kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri
(normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh
pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih
sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam
waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi
sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler
paru-paru.
Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi
transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi
terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih
panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila
tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan
keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk,
menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-
paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara
mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang
lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi
lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis
otot-otot jantung yang berakibat kematian.
Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang
mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:
Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de
effort (sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat
berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian
dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak
pada saat terbangun)
Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang
bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,
24
Disfungsi diastolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini
( proses aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing
ventrikel
b. Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan
tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya
kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan
mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam(edema perier).Kegagalan ini
akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa
berkontraksi dengan optimal, terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa
superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udemaperifer,
hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang
cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak mampu mempu darah
keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin
meningkat demikin pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti
oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena kava inferior serta selruh
sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya bendungan vena jugularis
eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan
bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik
pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka
terjadinya edema perifer.
Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham) Kriteria mayor 1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea 2. Peningkatan tekanan vena jugularis 3. Ronki basah tidak nyaring 4. Kardiomegali 5. Edema paru akut 6. Gallop S3
7. peningkatan tekanan vena >16 cm H2O 8. Refluks hepatojugular
25
Kriteria Minor 1. Edema ekstremitas bawah 2. Batuk malam hari 3. Dyspnea d’effort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum 7. Takikardi ( nadi >120x/menit) Kriteria mayor atau minor Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapiDiagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan
kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam
4 kelas :
1) Kelas 1; Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2) Kelas 2; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari hari tanpa keluhan
3) Kelas 3; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa
keluhan.
4) Kelas 4; Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan
harus tirah baring.
3. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang
menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal
seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
26
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain
yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan
ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi
ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di
dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. ( Purwaningtyas, 2007).
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut
menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi
kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta,
penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan
curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan :
gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup
trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli
pulmonal masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang
penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di
negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup
dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi
bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study
dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada
wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor
yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat
badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risikoindependen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung
pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan
27
risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi
ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital,
katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat
kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi.
Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi
abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,
sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal
dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya
kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang
asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati
hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan
serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan
kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini
sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal
jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan
regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan
dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita
hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol
dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga
dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat
28
menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus
seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung
terhadap otot jantung. (Santosa, A 2007)
4. Manifestasi Klinik
Dampak dari cardiac output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem
pulmonal antara lain :
Lelah
Angina
Cemas
Oliguri.
Penurunan aktifitas GI
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara lain :
Dyspnea
Batuk
Orthopea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
Edema perifer
Distensi vena leher
Hati membesar
Peningkatan central venous pressure (CPV)
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
b. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau penurunan kontraktilitas ventricular.
29
c. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
d. Pemeriksaan laboratorium
Darah
Hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar
hemoglobin di bawah 5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal jantung,
setidaknya keadaan anemi akan menyebabkan bertambahnya beban jantung.
Jumlah leukosit dapat meninggi; bila sangat meninggi mungkin terdapat
superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju
endap darah (LED) biasanya menurun, bila gagal jantung dapat diatasi tapi
infeksi atau karditis masih aktif ada maka LED akan meningkat. Kadar
natrium dalam darah sedikit menurun walaupun natrium total bertambah.
Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori,
keadaan paru, besarnya shunt dan fungsi ginjal.
Urine
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi, terdapat
albuminuria sementara.
e. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas. (Wilson, 2006)
f. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
g. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemik (jika disebabkan oleh AMI)
h. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
30
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan
Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan decompensasi harus benar-benar dikurangi
dengan bederest, mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Pemberian oksigen.
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam
keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
Diet.
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan)
garam. Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi
makanan tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
b. Pengobatan medic
Digitalisasi: Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat
dan memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
1. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari.
2. Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung :
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis
disesuaikan.Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Diuretik : Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan
pengisian yang berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan
yang berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. pemberian dosis
penunjang bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
Vasodilator : Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri dan menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi
berkurang.Preparat vasodilator yang digunakan :Nitrogliserin 0,4 – 0,6 mg
sublingual atau 0,2 – 2 mg/kgBB/menit IVNitroprusid 0,5 – 1
mg/kgBB/menit IV
31
Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa
ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.Jika terdapat infeksi sistemik
berikan antibiotikUntuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah,
dapat diberikan penenang; luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak
yang gelisah.
Operatif (Sugeng, 2003)
32
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
Tn.D 57 tahun, menderita penyakit Decompensatio Cordis Functional Class II
dan Hipertensi Grade II
2. Segi Fisik : Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Tn.D sehat.
3. Segi Psikologis :
Hubungan antara anggota keluarga dan masyarakat tergolong baik
Pengetahuan tentang penyakit jantung dah hipertensi masih kurang
Tingkat kepatuhan dalam menjaga pola makan dan melakukan aktifitas fisik
secara rutin cukup baik
4. Segi Sosial : faktor ekonomi sudah mencukupi
B. SARAN
1. Untuk masalah medis dilakukan langkah-langkah :
Preventif : menjaga pola makan dengan diet rendah garam, melakukan
aktivitas fisik secukupnya, istirahat yang cukup, dan kontrol yang rutin.
Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai penyakit jantung
dan hipertensi dan pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang
menangani.
Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan fase lanjutan,
Rehabilitatif : memberi dukungan penuh kepada Tn.E agar selalu semangat
dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tidak rendah diri akibat
penyakitnya
33
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Barita, S, 2003. Buku ajar kardiologi edisi 3. Jakarta. Balai penerbit FKUI.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta :EGC.
Dickstein, K, Alain and Gerasimos et al. 2008. ESC Guildlines for the diagnosis and
treatment of acute and cronic hearth failure. European Journal Of Heart Failure.
http://www.European Heart Journal.com/2015/Wasyanto, 2005 Wasyanto, 2005.
Penyakit Degeneratif. Diakses tanggal 1 Juni 2015. http://www.medika.com/2015/
Fathoni, 2007). Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and
Management.Dalam : CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04
FKUNS
Hunt SA et al, 2005. Guideline update for the diagnosis and management of chronic heart
failure in the adult. European Journal Of Heart Failure. http://www.European
Heart Journal.com/
Kenenth D. 2008. ESC Guildlines for the diagnosis and treathment of acute and cronic heart
failure. Eropean Journal Of Heart Failure, 933-989
Mansjoer A, Suprohaita, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid-2.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2000.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-
6. Jakarta: EGC.
Purwaningtyas, Niniek. 2007. Gagal Jantung (Decompensatio
Cordis). Dalam :Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05 FKUNS
Santosa, A 2007 Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and
Management. Surakarta: Slide Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007
FKUNS.
Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi.Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
34
LAMPIRAN FOTO
Ruang TV dan Ruang Tamu
35
Ruang Makan Kamar Tn. Djoko
Kamar Anak ke-2 Kamar Anak ke-1, istri dan cucu
Dapur Kamar Mandi
36
Sumur
Foto bersama Keluarga TN. Djoko
top related