home visite martin
Post on 28-Jan-2016
226 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas :
Berkas Pembinaan Keluarga No RM : 11-2751-01
Puskesmas Kedundung, Mojokerto Nama KK : Tn. S
Tanggal kunjungan pertama kali 2 Desember 2015
Nama pembina keluarga saat kunjungan : Martin Chandra Diputra, S.Ked
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode
pembinaan )
Tanggal Tingkat
Pemahaman
Paraf
Pembimbing
Paraf Keterangan
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat : Kedungsari RT 01 RW 02, Kelurahan Kedundung, Kota Mojokerto
Bentuk Keluarga : Extended Family
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L/P Umur
(tahun)
Pendidikan Pekerjaan Pasien
Klinik
Y/T
Ket
1. S Suami L 34 SMP Buruh pabrik
mebel
T TB Paru
dalam masa
pengobatan
2. D Istri P 28 SMP Buruh pabrik
udang
T
3. S Anak P 5 TK Y TB Paru
dalam masa
pengobatan
4. J Ayah L 58 SMP Wiraswasta T Post TB
Paru 3
tahun lalu
5. W Ibu P 51 SMP Ibu Rumah
Tangga
T
6. A Saudara P 28 SMK Wiraswasta T
7. F Saudara L 25 SMK Wiraswasta T
8. T Saudara P 21 SMK Wiraswasta T
Sumber : Data Primer, 2 Desember 2015
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus poli Balai Pengobatan Puskesmas Kedundung
dengan mengambil pasien lama yang telah menjalani pengobatan di Puskesmas
Kedundung. Pasien tersebut adalah seorang anak perempuan berusia 5 tahun yang
menderita TB Paru.
Berdasarkan anamnesa, pasien telah menderita TB Paru sejak kurang lebih 2 bulan
yang lalu. Pasien telah menjalani pengobatan sejak tanggal 30 September 2015 dan rutin
kontrol ke Puskesmas. Pembiayaan pengobatan pasien menggunakan BPJS.
Pemilihan kasus home visite TB Paru ini dikarenakan penyakit tersebut merupakan
kasus yang sering dijumpai di masyarakat sekitar.
Diharapkan dengan adanya kegiatan home visite ini, kita dapat lebih mengenal
kehidupan pasien seperti mengetahui keadaan lingkungan rumah dan perilaku pasien
beserta keluarga dalam proses terjadinya penyakit dan proses penyembuhannya, disamping
itu juga lebih meningkatkan pemahaman kita terhadap pasien sebagai dokter. Dengan
kegiatan ini juga diharapkan dapat memotivasi pasien untuk kesembuhannya.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. S
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikkan : TK
Alamat : Desa Kedungsari RT 01/ RW 02
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 2 Desember 2015
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Ada benjolan di sekitar leher sebelah kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
An.S seorang anak perempuan umur 5 tahun saat ini tidak merasakan adanya
keluhan, tidak ada keluhan batuk-batuk, tidak demam, tidak ada penurunan berat badan,
hanya didapatkan adanya benjolan kecil pada leher sebelah kanan.
Pada awalnya ayah pasien setiap kali pulang ke rumah selalu mengeluhkan batuk-
batuk yang tak kunjung sembuh dan sering demam sumber-sumer saat malam hari.
Semua keluhan ini sudah berjalan selama ± 2 bulan tanpa pernah diperiksakan
sebelumnya. Lalu nenek pasien memberikan inisiatif untuk memeriksakan dahak ke
fasilitas kesehatan dan hasilnya menunjukkan positif TB Paru. Ayah pasien langsung
menjalani pengobatan sejak tanggal 20 September 2015.
Dengan kejadian ini nenek pasien langsung membawa pasien ke Puskesmas
Kedundung untuk diperiksakan. Dan hasilnya pasien positif TB dari mantoux test dan
adanya benjolan pada leher sebelah kanan.
Nafsu makan pasien baik, tidak ada penurunan berat badan. Frekuensi BAK lancar,
BAB lancar.
Pasien rutin kontrol ke Puskesmas Kedundung setiap obatnya sudah habis untuk
pengobatan TB-nya yang sudah dijadwalkan oleh pihak puskesmas. Keluarga pasien
yang bertanggung jawab sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) adalah nenek pasien.
Seluruh keluarga pasien juga sangat mendukung pasien dalam hal pengobatan untuk
penyakitnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat imunisasi : Lengkap
- Riwayat batuk lama : Tidak ada
- Riwayat anemia : Tidak ada
- Riwayat kelainan jantung : Tidak ada
- Riwayat asma : Tidak ada
- Riwayat kejang : Tidak ada
- Riwayat alergi obat/ makanan : Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat keluarga sakit batuk lama : Ada (Ayah dan Kakek)
- Riwayat sakit gula : Disangkal
- Riwayat sakit sesak nafas : Tidak ada
- Riwayat alergi obat/makanan : Tidak ada
- Riwayat hipertensi : Tidak ada
- Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan:
- Riwayat keluarga merokok : Ada (Kakek)
- Riwayat olahraga : Saat ini pasien beraktivitas cukup.
- Pasien rutin minum obat untuk penyakit TB parunya dengan pengawasan dari
neneknya, karena pasien sangat ingin sembuh. Tergolong sangat aktif dan untuk
asupan makanannya pun tidak mengalami kesulitan.
6. Riwayat Gizi:
- Pasien makan 3 kali sehari pagi, siang dan malam dengan porsi seperti biasa,
dengan menu nasi dengan lauk pauk tahu, tempe , dan sayur. Kesan status gizi
baik.
7. Riwayat Sosial Ekonomi:
Penderita tinggal serumah dengan ayah, ibu, kakek, nenek serta ketiga tantenya
beserta keluarga (8 orang).Kondisi rumah satu lantai berlantai semen dan sebagian
keramik, berdinding tembok. Kebutuhan rumah tangga tersebut dipenuhi oleh Tn. S
dan Ny. D dengan total penghasilan rata-rata perbulan Rp.2.000.000,-.Pasien
kesehariannya bersekolah dan sisanya berkegiatan di rumah. Ayah pasien bekerja
sebagai buruh mebel, sedangkan ibu pasien bekerja sebagai buruh pabrik udang.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit kecoklatan.
2. Kepala : rambutkeriting hitam kemerahan, sakit kepala (-), pusing (-).
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),
ketajaman baik.
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah tidak terasa pahit
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-),mengik (-), batuk lama (-)
9. Kardiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-), nyeri perut
(-)
11. Genitourinaria : BAK lancar, 1 kali/malam, warna kuning jernih
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : Atas : Kanan : bengkak (-), sakit (-)
Kiri : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : Kanan : bengkak (-), sakit (-)
Kiri : bengkak (-), sakit (-)
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum:
Cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan baik.
2. Tanda Vital:
HR : 96 x/ menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7°C
3. Perhitungan Status Gizi dengan Antropometri ( Z skor):
BB : 19 kg
Usia : 5 tahun (60 bulan)
Berdasarkan perhitungan dengan tabel Z skor termasuk dalam gizi cukup.
4. Kulit:
Warna : Kecoklatan, ikterik (-), sianosis (-)
Kelembaban : baik
Turgor : baik
5. Kepala:
Bentuk : dalam batas normal
Wajah : edema (-)
6. Mata:
Cekung : (-)
Bulu mata : hitam, rontok(-)
Palpebra : oedem -/-
Conjunctiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Bulat isokor (3mm/3mm)
Reflek cahaya : (+/+)
7. Hidung:
Bentuk : normal
Sekret : (-)
Epistaksis : (-)
8. Mulut:
Bau : tidak didapatkan
Bibir : sianosis (-), pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tepi hiperemis (-), tremor (-), papil atrofi (-)
Mukosa : basah, kandidiasis (-)
9. Telinga:
Bentuk daun telinga : dalam batas normal
Kelainan pada MAE : (-)
Serumen : (-)
Nyeri tekan mastoid : (-)
Pendengaran berkurang : (-)
10. Leher:
JVP : tidak meningkat
Trakea : ditengah
Pembesaran kel. Tyroid : (-)
Pembesaran kel. Limfe : (+) leher sebelah kanan, ukuran 1 cm x 1 cm
11. Tenggorok:
Tonsil : tidak membesar
Pharing : hiperemis (-)
12. Thorak
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial midclavicularis line
sinistra.
Perkusi : Kesan batas jantung tidak melebar.
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).
- Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, Retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang pandang paru
Batas paru hepar : ICS VI Dekstra
Batas paru lambung : ICS VII Sinistra
Redup relatif di : batas paru hepar
Redup absolut di : hepar
Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+)
- Payudara
Inspeksi : puting susu kesan normal, luka (-)
Palpasi : tumor (-), nyeri tekan (-)
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal.
14. Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Bentuk Normal Norma
l
Normal Normal
Luka - - - -
Eritema - - - -
Oedema - - - -
Akral hangat + + + +
15. Sistem Genitalia : dalam batas normal
16. Pemeriksaan Neurologis :
a) Fungsi Luhur : dalam batas normal b) Fungsi Vegetatif : dalam batas normal c) Fungsi Sensorik : dalam batas normal
17. Psikiatrik:
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri baik
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
arus : koheren
Insight : baik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mantoux Test : (+) ukuran ± 15 mm Skoring TB : Kontak TB BTA positif (3)
Uji Tuberkulin Positif > 10 mm (3)Pembesaran kelenjar limfe koli Positif (1)Foto thoraks Kesan TB (1)
Total Skor : 8 (Positif TB)
G. RESUME
Seorang anak perempuan umur 5 tahun awalnya mengeluh terdapat benjolan pada leher
sebelah kanan dan kebetulan baru saja ayahnya terdiagnosa TB paru. Saat ini pasien tidak
merasakan adanya keluhan, tidak ada keluhan batuk-batuk, tidak demam, tidak ada
penurunan berat badan. Nafsu makan pasien sangat baik, frekuensi BAK lancar, BAB
lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesan normal, compos mentis, status gizi
kesan cukup. Tanda vital N: 90 x/menit, RR: 20 x/menit, S: 36,70C, BB: 20 kg, TB: 100 cm,
berdasarkan perhitungan antropometri dengan Z skor status gizi pasien tergolong cukup.
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
1. Diagnosa Biologis : TB Paru
2. Diagnosa Psikologis : -
3. Diagnosa Sosial Ekonomi dan Budaya:
a. Status ekonomi menengah kebawah
b. Penyakit tidak mengganggu aktifitas sehari-hari.
I. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa:
a. Bed Rest Tidak Total
Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat mengurangi daya
tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.
b. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi, juga minum susu
untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga mempercepat kesembuhan dan
berat badannya akan meningkat, yang merupakan indikator kesembuhan pasien.
c. Olahraga
Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan melakukan olah
raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar.
d. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk
kesembuhan.
e. Edukasi minum obat
1) Menjelaskan tahap-tahap pengobatan yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan
2) Jumlah kaplet yang harus ditelan setiap dosis perharinya
3) Cara minum obat : ditelan, diminum dengan banyak air, minum setengah jam
sebelum makan pada pagi hari dengan air yang banyak.
4) Jadwal minum obat
5) Untuk memastikan penderita memahami pasien memahami cara minum obat
yang benar, minta pasien mepraktekan menelan obat di depan petugas .
f. Edukasi perilaku
1) Diharapakan agar pasien selalu memakai masker baik di dalam maupun luar
rumah.
2) Tidak membuang ludah disembarang tempat.
3) Pada saat batuk sebaiknya di tutupi dengan saputangan tisu atau masker.
Medikamentosa :
Paket KDT atau FDC fase lanjutan 1 X 3 tab
Solvitron 3 X 1 cth
Follow Up
Nama : An. S
Diagnosis : TB Paru
No. Tanggal Nadi RR Keadaan
penyakit
Penanganan
1. 2/12/2015 90 20 Pola minum
obat yang
teratur
Menjaga pola
makan dan
minum obat
supaya tetap
sehat dan teratur
2. 5/12/2015 92 18 Pola minum
obat yang
teratur
Menjaga pola
makan dan
minum obat
supaya tetap
sehat dan teratur
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA SECARA HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Dalam satu rumah, Pasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, kakek, nenek, 2
saudara ibunya serta 1 pasangan dari saudara ibunya. Pasien kesehariannya saat pagi
pergi ke sekolah dan siang sampai malam lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Ayah pasien bekerja sebagai buruh pabrik mebel di Surabaya dan sangat bertanggung
jawab terhadap keluarga. Sedangkan ibu pasien bekerja juga sebagai buruh pabrik
udang. Sehari-harinya pasien lebih banyak menghabiskan waktunya bersama sang
nenek, ini dikarenakan kedua orang tuanya yang bekerja. Ayahnya bisa pulang hanya
saat dapat libur, kira-kira 2 hari dalam seminggu.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan penderita dengan seluruh anggota keluarganya cukup baik. Pasien
sangat dekat dengan ayahnya, tapi kesehariannya pasien lebih banyak menghabiskan
waktu bersama neneknya. Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong
baik fisik, mental, maupun jika terdapat salah satu diantara mereka yang menderita
kesusahan. Kasih sayang yang sangat besar di berikan oleh kedua orang tua pasien
dimana dalam hal ini beliau sangat mendukung ke arah kesembuhan pasien.
2. Fungsi Sosial
Letak kediaman pasien berada di dalam perkampungan. Dalam masyarakat,
penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Dalam kesehariannya penderita
bergaul akrab dengan beberapa tetangga. Tetangga pasien juga sangat rukun,saling
membantu satu sama lain dan saling memberi perhatian pada penderita.
3. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari Tn.S dan Ny.D yang bekerja.
Penghasilan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan,
minum dan iuran listrik. Untuk kebutuhan air dengan menggunakan sumber air sumur.
Untuk memasak menggunakan kompor gas dengan tabung gas LPG 3 kg. Makan sehari-
hari dengan nasi, lauk dan sayur yang cukup dengan frekuensi makan 3 kali sehari. Untuk
biaya pengobatan ke Puskesmas, pasien menggunakan salah satu asuransi kesehatan
yakni BPJS.
4. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga bila mengalami kesulitan atau
masalah penderita sering bercerita kepada ayah / ibu pasien.
B. FUNGSI FISIOLOGIS/ APGAR SCORE
Adaptation
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita mendapatkan dukungan dari
seluruh anggota keluarga. Jika penderita menghadapi suatu masalah selalu menceritakan
kepada kedua orang tuanya. Dukungan dari kedua orang tua, nenek serta petugas
kesehatan membuat penderita melakukan kontrol rutin ke puskesmas.
Partnership
An.S menyadari bahwa dirinya adalah anak satu-satunya sehingga penderita
meyakinkan dirinya dengan bantuan dari neneknya agar bisa selalu sehat. Dengan
bantuan terutama dari neneknya komunikasi antar anggota keluarga dapat berjalan
dengan baik. Keluarga besar pun terkadang membantu bila penderita ada masalah.
Growth
An.S selalu bersabar menghadapi penyakitnya, yaitu dengan bantuan dari
neneknya mau rutin mengkonsumsi obat, selalu kontrol ke puskesmas dan juga mematuhi
saran yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Namun dengan kondisi keluarga
yang mendukung proses kesembuhannya, keadaan An.S semakin membaik dan saat ini
penderita menjalani hidup dengan bahagia.
Affection
An.S merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan masing-masing individu
yang ada dalam rumah berjalan cukup baik, meskipun intensitas pertemuan dengan anak
agak kurang terutama bagi kedua orang tuanya.
Resolve
An.S sudah merasa kurang puas dengan waktu yang diluangkan oleh kedua orang
tuanya. Kurang terjalinnya komunikasi yang efektif membuat penderita menjadi kurang
nyaman.
APGAR Tn. S Terhadap Keluarga Ser
ing
/
sel
alu
Kad
ang-
kada
ng
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Apgar Score nilai : 9, fungsi keluarga baik.
APGAR SCORE keluarga penderita : 9
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga penderita baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS
Fungsi patologis dari keluarga An.S dinilai dengan menggunakan SCREEM
sebagai berikut :
Sumber Patologis Ket
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota
keluarga juga dengan saudara
partisipasi mereka dalam masyarakat
cukup meskipun banyak keterbatasan
+
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap
budaya terlihat baik, hal ini dapat dilihat
dari pergaulan sehari-hari baik dalam
keluarga maupun lingkungan, banyak
tradisi dan budaya yang masih diikuti.
Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama
dan kesopanan.
+
Religius
Agama
menawarkan
pengalaman
spiritual yang
baik untuk
ketenangan
individu yang
tidak
didapatkan
dari yang
Pemahaman agama cukup serta
penerapan ajaran agama cukup, hal ini
dapat dilihat dari penderita dan suami
beserta cucunya sering kali sholat
berjamaah dan saling mengingatkan bila
waktu menjelang sholat tiba.
+
lain.
Economi Ekonomi keluarga ini tergolong
menengah ke bawah. Untuk kebutuhan
primer sudah bisa terpenuhi, namun
belum mampu mencukupi kebutuhan
sekunder karena ekonomi tidak
memadai, diperlukan skala prioritas
untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
+
Educational Pendidikan anggota keluarga kurang
memadai. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan orang tua masih rendah.
Kemampuan untuk memperoleh dan
memiliki fasilitas pendidikan seperti
buku-buku, koran terbatas.
+
Medical Tidak mampu membiayai pelayanan
kesehatan yang lebih baik. Dalam
mencari pelayanan kesehatan, keluarga
ini biasanya pergi ke Puskesmas karena
letaknya dekat sehingga mudah
dijangkau.
+
Keterangan : Keluarga memiliki masalah dalam ekonomi yang masih berkekurangan,
pendidikan dan memiliki masalah dalam pengobatan.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat : Kedungsari RT 01 RW 02, Kelurahan Kedundung, Kota Mojokerto
Bentuk Keluarga : Extended Family
Diagram 1. Genogram Keluaraga Tn. S
Tanggal Pembuatan 2 Desember 2015
Sumber Data Primer, 2 Desember 2015
E. INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA
Berdasarkan bagan informasi interaksi dalam keluarga An.S, dapat disimpulkan
bahwa komunikasi An.S dengan kedua orang tuanya cukup efektif.
F. PERTANYAAN SIRKULER DALAM KELUARGA
1. Ketika pasien jatuh sakit apa yang dilakukan oleh ayah pasien?
Jawab : Ayah membawa penderita ke puskesmas dan menyiapkan keperluan yang
diperlukan penderita.
2. Ketika ayah pasien bertindak seperti itu apa yang dilakukan pasien?
Jawab : Pasien mendukung apa yang dilakukan oleh ayahnya.
3. Ketika ayah pasien bertindak seperti itu, apa yang dilakukan anggota keluarga lainnya ?
Jawab : Ikut mendukung serta membantu, baik secara material maupun fisik.
4. Kalau pasien membutuhkan perawatan atau operasi, ijin siapa yang diperlukan ?
An.S (5thn)
Riwayat TB (3thn)
Riwayat TB
(pengobatan)
Jawab : Ayah dan ibu.
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan pasien ?
Jawab : Ayah pasien.
6. Selanjutnya siapa yang terdekat ?
Jawab : Nenek pasien.
7. Siapa yang secara emosional paling jauh dengan pasien ?
Jawab : Tidak ada.
8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien ?
Jawab : Tidak ada.
9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga yang lainnya ?
Jawab : Tidak ada
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Faktor Perilaku Keluarga dan Faktor Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Saat ini An.S memiliki kebiasaan makan teratur dengan frekuensi makan
3x/hari. Saat ini pasien patuh minum obat, serta rutin kontrol ke puskesmas jika
persediaan obat telah habis.
Lingkungan di dalam rumah pasien kurang tertata dengan rapi. Ruangan yang
terlalu kecil, pencahayaan kurang dan ventilasi yang kurang. Dalam hal kebersihan rumah
dinilai cukup bersih, tapi kurang tertata dengan rapi. Keluarga ini berusaha menjaga
kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan halaman paling
tidak sehari dua kali, pagi dan sore.
Keluarga ini memiliki jamban sendiri di dalam rumahnya dan untuk kegiatan
mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari sumber air sumur yang ada di
rumah.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, penderita termasuk keluarga menengah ke
bawah. Dari penghasilan yang didapat dari Tn.S dan Ny.D yang bekerja sebagai buruh
pabrik berusaha sekeras mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Rumah yang dihuni penderita adalah milik kakek, namun cukup memadai, namun
masih ada kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Pencahayaan ruangan yang
kurang, begitu juga dengan jumlah ventilasi yang kurang sehingga sirkulasi udara tidak
cukup lancar. Pembuangan limbah keluarga sudah memenuhi sanitasi lingkungan karena
limbah telah dialirkan ke saluran pembuangan. Sampah keluarga dibuang ditempat
pembuangan sampah.
Kamar mandi sudah ada dan sudah dilengkapi dengan jamban jongkok.
Terdapat saluran permanen untuk pembuangan saluran limbah rumah tangga. Fasilitas
kesehatan yang sering dikunjungi oleh penderita jika sakit adalah Puskesmas Kedundung.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan Rumah
An.S tinggal ber-delapan di sebuah rumah yang sederhana milik kakeknya. Rumah
pasien terletak di pemukiman penduduk yang cukup padat, bentuk bangunan 1 lantai,
memiliki halaman rumah. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1 dapur, 2 kamar
mandi. Lantai beralaskan tekel, dinding terbuat dari tembok, atap rumah dari genteng.
Terdapat beberapa jendela, penerangan di tiap ruangan tergolong masih kurang. Udara
didalam ruangan terasa sedikit pengap, dan kebersihan dalam dan luar tampak cukup
bersih. Secara keseluruhan kebersihan rumah tergolong cukup bersih, tapi masih belum
memenuhi standar kesehatan yang baik.
2. Denah Rumah
BAB IV
DAFTAR PERMASALAHAN
1. Masalah Aktif :
TB Paru
2. Faktor Resiko :
a. Riwayat TB oleh ayah dan kakek pasien.b. Rendahnya tingkat ekonomi.c. Tingginya resiko penularan terhadap keluarga lain.
Ruang tamu
Kamar tidur pasien
Kamar tidur
Ruang TV
Kamar mandi
Dapur
Halaman
Ket :------ : tirai____ : tembok
d. Ruangan yang terlalu sempit.e. Ventilasi yang kurang.
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-
faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
BAB V
MANAJEMEN PASIEN
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Support Psikologis
Penderita memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya. Antara lain
dengan cara :
Sumber penularan
yang diketahui Tn.S
(ayah penderita)
Pasien serumah Pasien tidur bersama
An. S
5 tahun
Lingkungan rumah: ventilasi kurang kamar sempit pencahayaan
kurang.
Sosekbud:Rendahnya tk ekonomi keluarga
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME,
misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus
dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial, dapat
dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk penderita dengan problem psikologis antara
lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang pemasalahannya. Faktor yang
paling penting untuk mengurangi kecemasan adalah ketekunan dalam menjalani
pengobatan dan komunikasi sesuai petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan
pola makan yang benar, olahraga teratur dan istirahat yang cukup. Diharapkan
penderita bisa berpikir positif sehingga membangun semangat hidupnya sehingga bisa
meningkatkan kualitas hidupnya.
3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan
Diberikan penjelasan yang benar mengenai penyakit TBC. Pasien TBC dan
keluarganya perlu tahu tentang penyakit, pengobatannya, pencegahan dan penularannya.
Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan
rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas Yankes. Pasien diberi penjelasan tentang
perannya sebagai suber penularan dan paham apa yang harus dilakukan supaya jangan
menular ke anggota keluarga lainnya maupun tetangga.
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan kesembuhannya
melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh dokter. Penderita juga
diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet TKTP yang benar agar mencapai berat
badan ideal, olah raga yang teratur dan sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa ia
bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan rasa
tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol,
keteraturan minum obat, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta
yang perlu dilakukan. Pasien dimotivasi agar rajin dan teratur minum obat yang
diberikan, dan bersabar dalam pengobatan karena penyakit yang diderita merupakan
penyakit dengan jangka waktu pengobatan yang lama.
5. Pengobatan
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal ini berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang tempat,
menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak boleh lembab
dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian genteng kaca sehingga
pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih
dengan disapu 2x/hari), meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan makanan
bergizi dan olah raga yang teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang
penyakit TBC di masyarakat tentang TBC dapat diluruskan.
7. Perbaikan Status Gizi
Dengan memberikan makanan sesuai dengan keadaan penderita.
8. Deteksi terhadap penyakit lain yang mungkin menyertai
Dengan melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan keluhan pasien,
sehingga dapat diketahui lebih dini kemungkinan komplikasi yang akan terjadi.
B. FAMILY CENTERED MANAGEMENT
1. Prevensi bebas Tuberculosis untuk Keluarga Lainnya (Ayah, Ibu, Anak dan keluarga lainnya)
Secara umum prevensi untuk bebas TBC dapat dilakukan dengan berbagai cara ,
seperti :
1. Bagi penderita jangan terlalu dekat dengan anggota keluarga yang lain (adik dan
ayah ibu), apalagi saat berbicara atau batuk, agar tidak tertular langsung kuman TB
dari penderita. Saat batuk sebaiknya di tutup kain atau masker.
2. Diusahakan agar penderita tidak meludah di sembarang tempat yang
mengakibatkan kuman TB dapat berterbangan dan terhirup oleh anggota keluarga
yang lain.
3. Membujuk keluarga penderita agar mau memeriksakan kesehatan.
4. Istirahat yang cukup 6-8 jam semalam.
5. Olah raga teratur dan makan-makanan yang bergizi.
Semua ini merupakan langkah untuk meningkatkan daya tahan tubuh bagi anggota
keluarga yang serumah dengan penderita agar tidak tertular infeksi TBC dari penderita.
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.5
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali ditemukan
oleh Robert Koch pada tahun 1882.Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah
penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering. 6
Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberculosis masuk melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon .8
B. Epidemiologi
Organisasi kesehatan sedunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia
terinfeksi dengan M.tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, China, India,
Afrika, dan Amerika Latin. Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami
stress nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan tidak cukup, dan perpindahan
tempat.Sepuluh sampai dua puluh juta orang yang hidup di Amerika Serikat mengandung
basil tuberkel.2
Frekuensi kasus tuberkulosis turun selama setengah abad pertama jauh sebelum
penemuan obat – obat anti tuberkulosis sebagai akibat perbaikan kondisi kehidupan.
Insidensi di Amerika Serikat mulai naik pada tahun 1985. Kebanyakan orang di Negara
maju tetap beresiko rendah untuk tuberkulosis kecuali untuk kelompok – kelompok
tertentu yang sangat terbatas. Kota – kota yang dengan populasi lebih besar dari 250.000
merupakan 18 % populasi Amerika Serikat tetapi ada lebih dari 45 % kasus tuberkulosis.
Pada setiap umur, f
rekuensi tuberkulosis sangat lebih tinggi pada individu kulit berwarna. Genetik
mungkin memainkan peran kecil, tetapi faktor – faktor lingkungan seperti status sosio –
ekonomi jelas memainkan peran besar pada insiden.2
Pada orang dewasa, dua pertiga kasus terjadi pada orang laki – laki, tetapi ada
sedikit dominasi tuberkulosis pada wanita di masa anak. Frekuensi tuberkulosis tertinggi
pada orang tua populasi kulit putih di Amerika Serikat; individu – individu ini mendapat
infeksi beberapa dekade yang lalu. Sebaliknya pada populasi kulit berwarna tuberkulosis
paling sering pada orang dewasa muda dan anak – anak umur kurang dari 5 tahun.
Kisaran umur 5 – 14 tahunsering disebut “umur kesayangan” karena pada semua
populasi manusia kelompok ini mempunyai frekuensi penyakit tuberkulosis yang
terendah.2
Di Amerika Serikat kebanyakan anak terinfeksi dengan M.tuberculosis di rumahnya
oleh seseorang yang dekat padanya, tetapi wabah tuberkulosis anak juga terjadi pada
sekolah – sekolah dasar dan tinggi, sekolah perawat, pusat perawatan anak, rumah, gereja,
bus sekolah dan tim olahraga. Orang dewasa yang terinfeksi virus defisiensi imun manusia
(HIV) dengan tuberkulosis dapat menularkan M.tuberculosis ke anak, beberapa darinya
berkembang penyakit tuberkulosis, dan anak dengan infeksi HIV bertambah resiko
berkembang tuberkulosis sesudah infeksi.2
Insidens tuberkulosis resisten obat telah bertambah secara dramatis. Di Amerika
Serikat, sekitar 14 % isolate M.tuberculosis resisten terhadap sekurang–kurangnya satu
obat, sementara 3 % resisten terhadap isoniazid maupun rifampicin. Namun di beberapa
Negara frekuensi resisten obat bekisar dari 20 % sampai 50 %. Alasan utama terjadinya
resisten obat adalah kesetiaan penderita yang buruk pada pengobatan dan peresepan
regimen obat yang tidak adekuat oleh dokter. 2Tuberkulosis masih merupakan penyakit
yang sangat luas didapatkan di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, baik
pada anak maupun pada orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi. Menurut
penyelidikan WHO dan Unicef di daerah Yogyakarta 0.6 % penduduk menderita
tuberkulosis dengan basil tuberkulosis positif dalam dahaknya, dengan perbedaan
prevalensi antara di kota dengan di desa masing – masing 0.5 – 0.85 % dan 0.3 – 0.4 %.
Uji tuberkulin (uji Mantoux ) pada 50 % penduduk menunjukan hasil positif dengan hasil
terbanyak pada usia 15 tahun ke atas.1
Di Indonesia penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting setelah
eradikasi malaria, merupakan penyakit nomor satu dan sebagai penyebab kematian
nomor tiga.
C. Klasifikasi
TBC Primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada
tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan spesifik tehadap basil tersebut
1. Pembagian tuberculosis paru primer
a. Tuberkulosis primer yang potensial ( potential primary tuberculosis) terjadi
kontak dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberculin masih negative.
b. Tuberkulosis primer laten ( latent primary tuberculosis )
1) Tanda – tanda infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas penyakit
tidak diketahui.
2) Uji tuberculin masih negative.
3) Radiologis tidak tampak kelainan
c. Tuberkulosis primer yang manifest ( manifest primary tuberculosis )
1) uji tuberculin positif.
2) telihat kelainan radiologis
2. Penyulit tuberkulosis paru primer
a. Pembesaran kelenjar servikal superficial
Penyebaran langsung tuberkulosis ke kelenjar limfe mediastinum bagian atas
dan paratrakea berasal dari kelenjar hilus, paling sering menyerang kelenjar limfe
supraklavikula dan servikal anterior. Kelainan di kelenjar tersebut bereaksi sangat
lambat terhadap obat anti tuberkulosis. Bila terjadi abses pada kelenjar dilakukan
pembedahan. Untuk selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas dalam baba
tersendiri.
b. Pleuritis tuberculosis
Kelainan pada pleura merupakan penyakit dini tuberculosis primer dan
terjadi 6– 8 bulan setelah serangan awal sering disertai kelainan pada kulit yaitu
eritema nodosum.
c. Efusi pleura
Biasanya jernih, prognosa masih baik, reaksi tehadap obat anti tuberkulosis
sering kali dramatis karena dapat memberi resolusi sempurna dalam 1 – 2 minggu.
Kemungkinan untuk menderita tuberkulosis post primer di kemudian hari lebih
besar.
d. Tuberculosis Millier
Kelainan ini paling dini dibanding dengan penyakit tuberkulosis primer yang
lain. Proses tuberculosis milier terjadi 8 bulan setelah timbul tuberkulosa primer.
Gambaran radiologik tampak 2 minggu setelah gejala klinik.
e. Meningitis tuberculosis
Dapat terjadi sebagai akibat penyebaran hematogen atau fokus pengejuan
yang pecah di rongga subarachnoid pada tahap akhir dari tuberculosis milier.
3. Tuberkulosis paru post primer
Adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada tubuh
yang telah peka tehadap tuberkuloprotein.5
a. Dari luar ( eksogen ) infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita
tuberculosis.
b. Dari dalam ( endogen ) infeksi berasal dari basil yang sudah berada dalam
tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan oleh suatu
keadaan menjadi aktif kembali.
Adapun pembagian primer paru post primer adalah :
a. Tuberculosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
b. Moderately Advanced Tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru, bila bayangan kasar tidak
lebih dari sepertiga bagian satu paru.
c. Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada Moderately
Advanced Tuberculosis
D. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada 2 macam
mycobacteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human ( berada dalam
bercak ludah dan droplet ) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi
Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis, dan
Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan famili
Mycobacteriaceae. .Ciri – ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif
lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0.3 – 0.6
μm, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan ultra
violet. Mereka dapat tampak sendiri – sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis
yang diwarnai atau media biakan, tumbuh pada media sintetis yang mengandung gliserol
sumber karbon dan garam ammonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh
paling baik pada suhu 37 – 41 ºC, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding
sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen.1,2
Tanda semua mikobakteria adalah ketahanan asamnya, kapasitas membentuk
kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan aril metan seperti kristal violet, karbol fuschin,
auramin dan rodamin. Bila diwarnai mereka melawan, perubahan warna dengan ethanol
dan hidroklorida atau asam lain. Sifatnya aerob obligat, hal ini menunjukan kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen nya, dan sebagian besar kuman
terdiri dari asam lemak, sehingga membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan
merupakan factor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel. Selain itu kuman terdiri dari protein yang menyebabkan nekrosis jaringan
Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan udara
kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 ºC dalam waktu 15 – 20 menit.1,2
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenangi karena banyak mengandung lipid.
Faktor resiko terpajan tuberkulosis
Mereka yang paling beresiko terpajan ke basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Mereka mencangkup para gelandangan
yang tinggal di tempat penampungan dimana terdapat tuberkulosis, serta anggota
keluarga pasien. Terutama pada negara – negara berkembang.2Yang juga beresiko
terpajan atau terjangkit tuberkulosis adalah para pekerja kesehatan yang merawat pasien
tuberkulosis, dan mereka yang menggunakan fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit
yang juga digunakan oleh para penderita tuberkulosis. Di antara mereka yang terpajan ke
basil, individu yang sistem imunnya tidak adekuat misalnya mereka yang kekurangan
gizi, orang berusia lanjut atau bayi. individu yang mendapat obat immunosupressan dan
mereka yang mengidap virus immunodefisiensi manusia ( HIV ) kemungkinan besar
akan terinfeksi.
E. Patogenesis
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit.
Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya
tahan tubuh manusia.
Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich ( 1930 ) menemukan
bahwa 95.93 % dari 2.114 kasus mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini
disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga jaringan paru
mudah terpapar infeksi tuberculosis ( susceptible ),karena memiliki kandungan oksigen
yang sangat tinggi.
Lokasi fokus primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich ialah :1
- Paru 95.93 %
- Usus 1.14 %
- Kulit 0.14 %
- Hidung 0.09 %
- Tonsil 0.09 %
- Telinga tengah 0.09 %
- Kelenjar parotis 0.09 %
- Konjungtiva 0.05 %
- Tidak diketahui 2.41 %
Penularan kuman terjadi melalui udara. Hal ini disebabkan kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap
1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari – hari sampai
berbulan – bulan. Ia akan menempel pada jalan nafas atau paru – paru. Partikel dapat
masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikro. Apabila bakteri dalam jumlah bermakna
berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernafasan dan berhasil. menempati
saluran nafas bawah, maka penderita akan mencetuskan sistem imun dan peradangan yang
kuat. Karena respon yang hebat ini, yang terutama diperantarai oleh sel T, maka hanya
sekitar 5 % orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberkulosis aktif. Yang bersifat
menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif dan hanya
pada masa infeksi aktif.
Respon imun terhadap tuberkulosis
Karena basil Mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah
mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respon imun adalah lebih umtuk
mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respon seluler melibatkan
sel T dan makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa
membungkus kompleks makrofag – basil tersebut. Kompleks basil, makrofag, sel T, dan
jaringan parut disebut tuberkel. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan disebut
kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X thoraks. Sebelum ingesti
bakteri selesai, bahan menglami perlunakan ( pengkijuan ). Pada saat ini, mikroorganisme
hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke
orang lain. Bahkan walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup di
dalam tuberkel. Diperkirakan bahwa karena viabilitas ini, sekitar 5 – 10 % individu yang
pada awalnya tidak menderita tuberkulosis mungkin pada suatu saat dalam hidupnya akan
menderita penyakit tersebut.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan menjadi fokus primer.
Basil tuberkulosis akan menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju
kelenjar regional yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun
dan peradangan yang hebat. Edema interstitium dan pembentukan jaringan parut
permanent di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida
sehingga pertukaran gas menurun.
Pembentukan jaringan parut dan tuberkel juga mengurangi luas permukaan yang
tersedia untuk difusi gas sehingga kapasitas difusi paru menurun. Timbul kelainan V/Q
yang apabila penyakitnya cukup luas, dapat menimbulkan vasokonstriksi hipoksik arteriol
paru dan hipertensi paru. Jaringan parut juga dapat menurunkan compliance paru.
Fokus primer, limfangitis, dan kelenjar gatah bening regional yang membesar,
membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2 – 10 minggu ( 6 – 8 minggu )
setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberkulin. Waktu antara terjadinya
infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi5 :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotik
komplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya.
c. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.
Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer dekat pleura.
Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas, sedangkan
pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat predileksi. Pembesaran kelenjar
regional lebih banyak terdapat pada anak dibanding orang dewasa. Pada anak
penyembuhan terutama kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa terutama kearah fibrosis.
Penyembuhan hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil.3
F. Gambaran klinis
Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit
mulai secara perlahan – lahan. Kadang – kadang tuberkulosa ditemukan pada anak – anak
tanpa keluhan atau gejala – gejala tuberkulosis primer, dapat juga hanya panas yang naik
turun selama 1 – 2 minggu dengan atau tanpa batuk pilek.
Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas atau demam biasanya pagi hari,
malese, keringat malam, dispneu ringan, batuk purulent produktif kadang disertai nyeri
dada lebih dari tiga minggu sering dijumpai pada infeksi aktif, anoreksia dan berat badan
yang menurun, kadang – kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau
malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas
seperti tifus abdominalis pada bayi atau anak kecil, harus dipikirkan juga kemungkinan
tuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut. Selain itu bila didapatkan riwayat kontak
erat dengan penderita.
G. Uji Tuberkulin
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu yang
terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat
dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan
diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux karena dosis antigen
tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di control.Uji tuberkulin lebih
penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya konvensi dari negatif. Pada anak
dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih
aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis.4
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono dengan
salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux dengan
menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode dengan 4 – 6 jarum
berdasarkan cara Heat and Tine. Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1 mL
yang mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan ( PPD )
yang distabilkan dengan Tween 80. 1
Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat
dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui
banyaknya.
Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas 1:
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibodi
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah penyuntikan diukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang – kadang penderita akan mulai
berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil positif. Faktor –
factor yang terkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi, immunosupresi
karena penyakit atau obat – obat, infeksi virus, vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang
berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis.
Terapi kortikosteroid dapat menurunkan reaksi erhadap tuberculin, dengan pengaryh
yang sangat bervariasi4.
Interpretasi hasil test Mantoux1,2,5 :
1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang
sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross reaction atau BCG,
kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain dari tubeculosis yang jelas maka
harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.
3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi silang
terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya
sementaraselama beberapa bulan sampai beberapa tahundan menghasilkan indurasi
kurang dari 10 – 12 mm. Vaksinasi sebelumnya ( BCG ) juga dapat menimbulkan
reaksi terhadap uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin
BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas akan
berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderitayang pada mulanya memiliki uji
kulit positif.1,5
H. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal pemeriksaan radiologis
memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis pada anak – anak dan tuberkulosis
millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi
dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis.
Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.
I. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang – kadang
meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan didapatkan sedikit
leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
laju endap darah mulai turun kea rah normal lagi.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan, tetapi kadang –
kadang tidak mudah untuk menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau
pada anak –anak. Pada pemeriksaan sputum kurang begitu berhasil karena pada umumnya
sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas laboratorium berteknologi yang
cukup baik, yang berarti membutuhkan biaya yang banyak
Adapun bahan – bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah1 :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya ditemukan tiga
batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 ml sputum.
J. Komplikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih
lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan
paru sendiri. Selain itu basil tuberkulosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi
dapat pula berkembang terus, hal ini tergantung keadaan penderita dan virulensi
kuman. Melalui aliran darah basil tuberkulosis dapat mencapai alat tubuh lain seperti
bagian paru lain, selaput otak, otak, tulang, hati, ginjal dan lain – lain. Dalam alat tubuh
tersebut basil tuberkulosis dapat segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi
tenang dahulu dan setelah beberapa waktu menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak
pernah menimbulkan penyakit sama sekali.3,5
Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah
terjadinya penyakit. Penyebaran hematogen atau millier dan meningitis biasanya terjadi
dalam 4 bulan, tetapi jarang sekali sebelum 3 – 4 minggu setelah terjadinya kompleks
primer. Efusi plura dapat terjadi 6 – 12 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, kalau
efusi pleura disebabkan oleh penyebaran hematogen maka dapat terjadi lebih cepat.
Komplikasi pada tulang dan kenjar getah bening permukaan ( superficial ) dapat terjadi
akibat penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya
kompleks primer, tetapi komplikasi ini dapat juga terjadi setelah 6 – 18 bulan ( Lincoln ).
Komplikasi pada traktus urogenitalis dapat terjadi setelah bertahun – tahun ( Lincoln ).
Pembesaran kelenjar getah bening yang kena infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena
menekan bronkus hingga tampak sebagai perselubungan segmen atau lobus, sering lobus
tengah paru kanan.Selain oleh tekanan kelenjar gatah bening yang membesar, atelektasis
dapat terjadi karena kontraksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma
dalam lapisan otot bronkus atau oleh gumpalan keju di dalam lumen bronkus.
Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi selain menyebabkan
atelektasis karena penekanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan
menyebabkan penyebaran bronkogen. Lesi tuberkulosis biasanya sembuh sebagai proses
resolusi, fibosis dan atau kalsifikasi.
K. Lymphadenitis Tuberculosa
Tuberkulosis lymphonodi superficial atau yang sering disebut sebagai
scropuloderma, merupakan bentuk tuberculosis ekstra pulmonal yang paling sering pada
anak. Secara histories scopuloderma biasanya disebabkan karena minum susu yang tidak
dipasteurisasi yang mengandung M.bovis. Kebanyakan kasus sekarang terjadi dalam 6 – 9
bulan infeksi awal oleh M.tuberculosis walaupun beberapa kasus tampak bertahun – tahun
kemudian.2Limfonodi tonsil, cervical anterior, submandibuler, dan supraclavicular menjadi
terlibat akibat perluasan lesi primer lapangan paru atas. Limfonodi yang terinfeksi pada
inguinal, epithrochanter, atau daerah axiller akibat dari limfadenitis regional dihubungkan
dengan tuberkulosis kulit atau sistem skeleton.2Limfonodi biasanya membesar perlahan –
lahan pada awal stadium penyakit limfonodi. Limfonodi ini tetap, tidak keras, tersendiri,
dan tidak nyeri. Limfonodi sering terasa difiksasi pada jaringan di bawahnya atau ada yang
menumpanginya. Penyakit paling sering unilateral, tetapi terjadinye bilateral dapat terjadi
karena perpindahan pola drainase pembuluh limfa pada dada dan leher bagian bawah. Bila
infeksi memburuk banyak nodus yang terinfeksi.2
Tanda – tanda dan gejala sistemik selain demam ringan biasanya tidak ada. Uji kulit
tuberculin biasanya reaktif. Radiografi dada normal pada 70 % kasus. Mulainya sakit
kadang – kadang lebih akut dengan pembesaran limfonodi yang cepat, demam, nyeri dan
berubah – ubah. Tanda permulaan jarang merupakan massa yang berubah – ubah dengan
selulitis atau perubahan warna.2Limfonodi tuberculosis dapat memburuk ke pengejuan
dan nekrosis bila tidak di terapi. Apabila kapsul limfonodi pecah, menyebabkan
penyebaran infeksi ke limfonodi yang berdekatan. Robekan limfonodi biasanya berakibat
pengaliran saluran sinus yang mungkin memerlukan pembuangan secara bedah.
Limfadenitis tuberculosis berespon baik terhadap terapi anti tuberkulosis, walaupun
limfonodi tidak kembali pada ukuran normal selama berbulan – bulan. Pembuangan
secara bedah kurang dianjurkan kerana limfadenitis ini merupakan bagian dari penyakit
sistemik.2
1. Diagnosis
Definitif limfadenitis tuberculosa biasanya memerlukan konfirmasi histologis
ataubakteriologis, yang paling baik disempurnakan dengan biopsi eksisi limfonodi
yang terlihat. Biakan jaringan limfonodi yang menghasilkan organisme hanya sekitar
50 % kasus. Banyak keadaan – keadaan lain dapat dirancukan dengan limfadenitis
tuberkulosa, termasuk infeksi karena mikobakteria nontuberkulosis ( MNT ), penyakit
cakaran kucing, tularemia, brusellosis, toksoplasmosis, tumor, kista celah brakial,
higoma kistik dan infeksi piogenik. Masalah yang paling sering adalah membedakan
infeksi karena
M.tuberculosis dari limfadenitis karena MNT pada daerah geografi dimana MNT
lazim. Kedua keadaan biasanya disertai dengan radiografi dada normal dan uji
tuberkuin reaktif. Kunci penting untuk diagnosa limfadenitis tuberculosis merupakan
kaitan epidemiologis, adakah penderita yang infeksius di sekitarnya. Di daerah dimana
kedua penyakit lazim ada, satu – satunya cara membedakannya dapat membiakkan
jaringan yang terlibat.2
2. Pengobatan dan prognosa
a. Sejarah Pengobatan Tuberkulosis
Sebelum ditemukan obat – obat anti tuberkulosis, pengobatan tuberkulosis
mengalami beberapa tahapan yaitu:
1) Health Resort Era
Setiap penderita tuberkulosis harus dirawat di sanatorium, yakni tempat –
tempat berudara segar, suasana yang menyenangkan dan makanan yang
bergizi tinggi,
2) Bed – Rest Era
Dalam hal ini penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit tetapi cukup diberi
istirahat setempat terhadap fisiknya saja, disamping makanan yang bergizi
tinggi.
3) Collapse therapy Era
Di sini cukup paru – paru yang sakit saja yang diistirahatkan dengan melakukan
pneumothorax artificial. Paru – paru yang sakit menjadi kolaps dan tidak bias
lagi aktif bekerja.
4) Resection Era
Paru – paru yang sakit dibuang dengan cara operasi. Bagian yang sakit dibuang
dengan cara wedge resection, atau satu lobus maupun satu bagian pun.
5) Chemotherapy Era
Di sini terjadi revolusi dalam pengobatan tuberkulosis, yakni dengan
ditemukannya streptomisin atau obat anti tuberkulosis mulai tahun 1944 dan
bermacam – macam obat lainnya pada tahun – tahun berikutnya.
3. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditentukan berdasarkan dua pertimbangan
bakteriologis. Pertama adalah adanya mutan yang resisten terhadap obat. Hal
ini dapat dicegah terjadinya resistensi dengan pemakaian 2 obat atau lebih.1,4
Kedua adalah adanya basil tuberkulosis yang hidup karena pertumbuhannya
yang lambat dan intermitten. Hal ini biasanya ditanggulangi dengan
mamperpanjang masa pengobatan sampai 18 bulan atau lebih. Kalau tidak ada
masalah resistensi terhadap rimfapicin dan INH maka pemberian kombinasi
rimfapicin dan INH dikatakan cukup berhasil.dalam 9 bulan.1,4
Dalam tubuh seorang penderita dengan tuberkulosis aktif, diduga
terdapat tiga macam populasi basil tuberkulosis yang masih dapat diobati
yaitu :
a. Basil yang berkembang aktif dan terdapat ekstraseluler.
b. Basil yang tumbuh lambat atau intermitten dan terdapat di dalam makrofag
dengan pH asam.
c. Basil yang tumbuh lambat atau intermitten dalam daerah kaseosa dengan pH
netral.
Berikut ini obat – obat tuberkulosa yang penting 4
Obat Dosis Aktivitas Efek samping
Rifampicin 10 -15 mg/kg BB/hari Bakterisidal Hepatotoksik
Per oral Ektra dan intraseluler Hipersensitivitas
Nausea
INH 10 – 20 mg/kgBB/hari Bakterisidal Hepatotoksik
Per oral Ektra dan intraseluler Neuritis perifer
Pyrazinami
de 30 – 35 mg/kgBB/hari Bakterisidal Hiperurisemia
Per oral Intraseluler Hepatotoksik
Sreptomisin 30 – 35 mg/kgBB/hari Bakterisidal Ketidak seimbangan
Intra muscular Ekstraseluler Pendengaran
Ethambutol 15 – 25 mg/kgBB/hariBakteriostatik Neuritis optika
Per oral Ektra dan intraseluler Skin rash
P
A
S
200 – 300 mg/kgBB/hari Bakteriostatik Gastritis
Per oral Ekstraseluler Hepatotoksik
Dari beberapa obat tersebut, obat yang diberikan pada tahap intensif terdiri dari
rimfapicin, Izoniazid, Pyrazinamid selama dua bulan diberikan setiap hari.
Tahap lanjutan terdiri dari Rimfapicin dan Isoniazid selama 4 bulan diberikan
setiap hari. Dalam memberikan terapi anti TBC tidak lupa ditambahkan vit B6 karena
Izoniasid menghambat absorpsi dari asam folat.1,4,5
Pada TBC berat ( TBC milier, TBC meningitis dan TBC tulang ) juga diberikan
streptomisin atau ethambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC berat
biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4 – 5 obat selama 2 bulan, kemudian
dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rimfapicin selama 10 bulan lagi atau lebih sesuai
dengan klinisnya.
Selain obat anti tuberkulosis dapat juga diberikan kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid diberikan pada keadaan1 :
a. Tuberculosis milier
b. Tuberculosis meningitis
c. Tuberculosis endobronkial
d. Tuberkulosis pluritis
e. Tuberkulosis pericarditis
f. Tuberkulosis peritonitis
4. Prognosa
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama setelah mendapat
infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosa dini,
pengobatan adekuat, kepatuhan minum obat, dan adanya infeksi lain seperti morbilli,
pertusis, diare yang berulang dan lain – lain.
5. Pencegahan
Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan – tindakan pencegahan
selayaknya untuk menghindarkan droplet infection dari penderita ke orang lain. Salah
satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut atau hidung dengan sapu
tangan atau kertas tissue untuk kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila
penderita berbicara dianjurkan untuk tidak terlalu dekat dengan lawan bicaranya.
Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan.4
Anak – anak di bawah usia 1 tahun dari keluarga yang menderita TBC perlu
divaksinasi BCG sebagai pencegahan.
a. Vaksinasi BCG ( Bacille Calmette – Guerin )
Pemberian BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6 – 8 minggu setelah pemberian BCG.
Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi super
infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang
berat.
Vaksin ini mengandung basil TBC sapi yang telah dihilangkan virulensinya
setelah dibiakkan di laboratorium selama bertahun – tahun. Vaksinasi
meninggalkan tanda bekas luka yang nyata, biasanya di lengan bawah dan
memberikan kekebalan selama 3 – 6 tahun terhadap infeksi primer dan efektif
untuk rata – rata 70 % bayi yang diimunisasi.4
Efektivitas vaksin BCG adalah controversial, walaupun suah digunakan lebih
dari 50 tahun di seluruh dunia. Hasilnya sangat bervariasi, beberapa penelitian baru
telah memperlihatkan perlindungan terhadap lepra, tetapi sama sekali tidak
terhadap TBC. Vaksin BCG diberikan intradermal 0.1 mL bagi anak – anak dan
orang dewasa, bayi 0.05 mL.4
Sekarang pemberian BCG dianjurkan secara langsung tanpa didahului uji
tuberkulin karena cara ini dapat menghemat biaya dan mencakup lebih banyak
anak.
b. Chemoprofilaksis
Sebagai kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10
mg/kgBB/hari selama 1 tahun. Kemoprofilaksis primer diberikan untuk mencegah
terjadinya infeksi pada anak dengan kontak tuberkulosis dan uji tuberkulin masih
negatif yang berarti masih belum terkena infeksi atau masih dalam masa inkubasi.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan untuk mencegah berkembangnya
infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun
dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru dan pada anak dengan
konsensi uji tuberkulin tanpa kelainan radiologis paru.
6. Education
Edukasi sangat penting dianjurkan untuk diberitahukan kepada keluarga dengan
penderita TBC aktif di dalamnya. Pentingnya sirkulasi udara yang baik, usaha menutup
mulut pada saat batuk atau bersin, kebersihan dari bahan – bahan pribadi dari penderita
sangat banyak membantu mengurangi penularan dari TBC.
Edukasi tentang kepatuhan penderita dalam menjalanan terapinya juga perlu
untuk disampaikan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Juga bagi ibu – ibu yang
tidak mau mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut anaknya menjadi panas juga
perlu untuk dijelaskan lebih jauh mengapa imunisasi diperlukan, dan resiko yang akan
diterima bila anak tidak diimunisasI.
BAB VII
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Dari Laporan home visit ini dapat diambil kesimpulan tentang permasalahan yang
dialami penderita, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya kecenderungan penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang
disekitarnya, dalam hal ini keluarga dan lingkungan sekitarnya, baik disebabkan
oleh kondisi lingkungan maupun perilaku pasien dan keluarganya.
2. Keadaan rumah dan lingkungan penderita yang kurang sehat.
3. Fasilitas rumah seperti luasan kamar, ventilasi dan bidang pencahayaan yang
belum memenuhi syarat kesehatan.
4. Ekonomi keluarga termasuk menengah kebawah yang mengakibatkan kebutuhan
sehari-hari terkadang sudah dapat tercukupi, sehingga asupan gizi yang belum
sepenuhnya terpenuhi..
B. Saran
1. Untuk kecenderungan penularan penyakit dapat dilakukan upaya:
a. Promosi Kesehatan: edukasi penderita dan keluarga mengenai TB Paru dan
pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang menangani. Yang
harus ditekankan dalam hal ini terutama masalah penularan TB , cara
membangun lingkungan yang sehat yang secara tidak langsung berperan dalam
memutus rantai penularan TB.
b. Proteksi Spesifik : mengedukasi penderita agar tidak meludah di sembarang
tempat dengan cara menyediakan sputum pot yang diberi disinfektan untuk
digunakan oleh penderita, menutup mulut dengan kain atau masker terutama
saat batuk. Rajin membersihkan rumah, menjemur bantal, guling dan kasur.
Memperluas bidang pencahayaan, ventilasi dan mengupayakan tidak tidur
sekamar dengan pasien.
c. Diagnosa Awal : dilakukan contact tracing, yaitu dengan melakukan
pemeriksaan SPS terhadap semua orang yang dekat dan sering kontak dengan
47
penderita, terutama keluarga pasien yang serumah dengan penderita, hal ini
bertujuan agar kita bisa mengetahui sedini mungkin apabila terjadi penularan
TB pada orang terdekat penderita dalam rangka memutus rantai penularan TB.
d. Rehabilitation : mengembalikan kepercayaan diri An.S sehingga tetap memiliki
semangat untuk sembuh.
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal, rumah yang kurang sehat, dan
kekambuhan yang berulang kali dilakukan upaya :
a. Edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka jendela tiap pagi,
penggunaan genteng kaca, dan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
rumah,lebih sering membersihkan lantai.
b. Meningkatkan penyuluhan tentang TB kepada masyarakat sekitar, sehingga
masyarakat dapat mengetahui gejala-gejala TB, penularan TB, risiko-risiko
yang terjadi.
3. Untuk masalah Ekonomi perlu dilakukan upaya peningkatan gizi keluarga UPGK)
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, seperti pekarangan, bila masih
memungkinkan.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas, Dr. Husein et al :Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1997, hal 573 – 761.
2. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al : Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2000, hal 1028 – 1042.
3. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5, Tuberkulosis, hal 753 – 761.
4. Tan, Hoan Tjay Drs.; Rahardja, Kirana Drs. : Obat – obat Penting, Khasiat,Penggunaan dan Efek – efek Sampingnya, edisi ke 5, cetakan ke 2, Penerbit PTElex Media Komputindo, Kelompok Gramedia Jakarta, Bab 9 Tuberkulostatika, hal 145 – 154.
5. Waspadji,Soparman; Waspadji, Sarwono : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Hal 573 – 761.
6. Hood, A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga Univercity press: Surabaya
49
LAMPIRAN
FOTO RUMAH TAMPAK DEPAN
FOTO RUANG TAMU
50
KAMAR TIDUR ORANG TUA DAN PASIEN
KAMAR TIDUR KELUARGA LAIN
51
DAPUR
MUSHOLA
52
KAMAR MANDI
53
PASIEN (An.S)
54
top related