hubungan pengendalian diri dengan kecenderungan ......contoh dari hasil prasurvei terhadap beberapa...
Post on 17-Nov-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PENGENDALIAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU KOMPULSIF PEMBELIAN PRODUK FASHION
PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
OLEH
JENNY MAHARDHIKA
802012712
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Jenny Mahardhika
NIM : 802012712
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
UKSW hak bebas royalty non-ekslusif (non-exclusive royalty free right) atas
karya saya yang berjudul:
HUBUNGAN PENGENDALIAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU KOMPULSIF PEMBELIAN PRODUIK FASHION
PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Dengan hak bebas royalti non-ekslusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih
media/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap dalam mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada tanggal : 27 Oktober 2015
Yang menyatakan,
Jenny Mahardhika
Mengetahui
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA Dr. Chr. Hari Soetjiningsih., MS
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini.
Nama : Jenny Mahardhika
Nim : 802012712
Program studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul:
HUBUNGAN PENGENDALIAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU KOMPULSIF PEMBELIAN PRODUK FASHION
PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Yang dibimbing oleh:
1. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA
2. Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS
Adalah benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian gagasan
orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai
karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber
aslinya.
Salatiga, 27 Oktober 2015
Yang memberi pernyataan,
Jenny Mahardhika
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN PENGENDALIAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU KOMPULSIF PEMBELIAN PRODUK FASHION
PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Oleh
Jenny Mahardhika
802012712
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal: 27 Oktober 2015
Oleh:
Pembimbing Utama Pembimbing
Pendamping
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA Dr. Chr. Hari Soetjiningsih., MS
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Kaprogdi, Dekan,
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
HUBUNGAN PENGENDALIAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU KOMPULSIF PEMBELIAN PRODUK FASHION
PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Jenny Mahardhika
Sutarto Wijono
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan yang signifikan
antara pengendalian diri dengan perilaku kompulsif pada mahasiswa fakultas
psikologi. Penelitian ini dilakukan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
dengan sampel penelitian sebanyak 87 mahasiswa tahun 2011-2014. Pemilihan
responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Data
diungkap dengan metode skala-skala pengendalian diri yang dikemukakan oleh
Averill (1973) dan perilaku kompulsif yang dikemukakan oleh Valance et al
(1988). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat hubungan negatif
yang signifikan antara pengendalian diri dengan kecenderungan perilaku
kompulsif dalam pembelian pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga,
ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson (r) sebesar -0,221 dengan p 0,02 <0,05.
Kata kunci: pengendalian diri, perilaku kompulsif
ii
Abstract
This research is using quantitative method. The purpose of this research is to
prove any significant relationship between self control and compulsive buying
behavior for psychology students. This research taken place at Satya Wacana
Christian University, followed by 87 participants of college students of 2011-2014
grades. Participants were chosen using purposive sampling method. Data were
collected using two scales of self control by Averill (1973) and compulsive buying
behavior by Valance et al (1988). According to the research, there is significant
negative relation between self control and preference compulsive buying behavior
for Faculty of Psychology students in Satya Wacana Christian University. It
shown from the Pearson correlation value around -0,221 with p 0,02 < 0,05.
Keywords: self control, compulsive buying behavior
1
PENDAHULUAN
Globalisasi dan kemajuan teknologi telah melanda segala penjuru bumi.
Oleh sebab itu, perkembangan dan persaingan dalam segala bidang pun tidak
dapat dihindarkan, salah satunya adalah persaingan di industri ritel (Sinaga, 2011).
Pasar industri ritel di Indonesia merupakan pasar persaingan sempurna yang
sangat kompetitif di mana terdapat banyak pemain dan menyediakan produk/jasa
yang relatif sama, dan tidak jelasnya batas kategori ritel itu sendiri, sehingga tidak
jarang ritel dalam skala besar berhadap-hadapan dengan ritel skala kecil atau
bahkan dengan pengecer tradisional (Mawardi, 2011).
Semakin bertumbuhnya industri ritel khususnya ritel modern tentunya
akan semakin memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi
keinginan maupun kebutuhannya. Ada berbagai macam penawaran produk yang
beredar, mendorong masyarakat untuk melakukan pembelian yang hanya
memenuhi kepuasan semata secara berlebihan. Perilaku masyarakat yang seperti
ini bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata, tetapi untuk memenuhi
keinginan yang sifatnya untuk menaikkan prestise, menjaga gengsi, mengikuti
mode, kepuasan diri dan berbagai alasan yang kurang penting (Parma, 2007).
Perilaku demikian di atas lebih dikenal dengan sebutan perilaku kompulsif.
Perilaku kompulsif dapat terjadi pada setiap orang namun, remaja adalah
kelompok masyarakat yang lebih cenderung memperlihatkan perilaku tersebut.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Susila (2003) bahwa saat ini kelompok
kaum muda dianggap sebagai pasar yang potensial dalam pemasaran produk,
karena mereka adalah kelompok yang sangat memperhatikan penampilan serta
berada pada tahap mudah menerima pengaruh dari lingkungan. Sementara itu,
Loudon & Bitta (1993) berpendapat bahwa remaja adalah kelompok yang
berorientasi kompulsif karena remaja suka mencoba hal-hal yang baru, tidak
realistik dan cenderung boros.Selain itu, Tambunan (2001) menjelaskan bahwa
biasanya remaja mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak
realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat inilah yang
dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
2
Fenomena yang umumnya terjadi pada remaja di antaranya adalah
cenderung memiliki keinginan untuk memuaskan diri melalui penampilan diri
yang menarik. Hal tersebut dilakukan remaja dengan menggunakan fashion
(busana dan aksesoris) seperti sepatu, tas, jam tangan, dan sebagainya yang dapat
menunjang penampilan mereka. Para remaja juga tidak segan-segan untuk
membeli barang yang menarik dan mengikuti trend yang sedang berkembang,
karena jika tidak mereka akan dianggap kuno, kurang “gaul” dan tidak trendi.
Akibatnya, para remaja tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli
barang. Mereka cenderung membeli barang yang mereka inginkan untuk
memenuhi kepuasan diri dan bukan yang mereka butuhkan secara berlebihan dan
tidak wajar (Wardhani, 2009). Selain itu, umumnya remaja mempunyai keinginan
membeli yang tinggi karena mereka mempunyai ciri khas dalam berpakaian,
berdandan, gaya rambut, tingkah laku, berpesta. Mereka selalu ingin
berpenampilan menarik di hadapan orang lain terutama teman sebaya (Monks,
2001).
Mahasiswa termasuk dalam rentang usia remaja akhir yang juga seringkali
memperlihatkan perilaku pembelian untuk memenuhi kepuasan semata secara
berlebihan dan bukannya untuk memenuhi kebutuhan. Meskipun demikian,
tentunya tidak semua mahasiswa mempunyai perilaku yang demikian. Sebagai
contoh dari hasil prasurvei terhadap beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi pada
tanggal 20 November 2011, menunjukkan bahwa ada mahasiswa yang
memperlihatkan ciri-ciri perilaku kompulsif seperti membeli pakaian yang
sebetulnya telah ia miliki sebelumnya dan masih layak digunakan. Selain itu, jika
di toko atau mall yang dikunjungi sedang ada diskon, maka tanpa berpikir panjang
ia akan membeli produk tersebut meskipun sebetulnya produk tersebut tidak
sedang dibutuhkannya. Ia juga bahkan membeli sebuah produk yang disukainya
(meski tidak dibutuhkan) tanpa memandang berapapun harga dari produk tersebut.
Namun, ada juga mahasiswa yang tidak memperlihatkan ciri-ciri perilaku
kompulsif di mana ia sangat selektif dalam membelanjakan uangnya. Biasanya
mahasiswa seperti ini hanya berbelanja suatu produk yang benar-benar
3
dibutuhkannya atau membeli karena produk serupa yang dipunyainya sudah
rusak/tidak bisa dipergunakan lagi/sudah habis dipergunakan, sehingga harus
membeli ulang.
Atas dasar pentingnya meneliti variabel tersebut, maka dapat dijelaskan
adanya dampak perilaku pembelian kompulsif. Menurut O’Guinn & Faber (1989)
yang menjelaskan bahwa pentingnya meneliti perilaku kompulsif karena perilaku
pembelian yang bilamana tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah
ekonomi dan juga masalah emosional bagi diri mereka sendiri dan juga
keluarganya. Dengan demikian, pemahaman akan masalah ini serta membantu
memberikan solusi bagi mereka yang memiliki perilaku kompulsif tersebut, bukan
saja baik individu yang bersangkutan tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya.
Menurut Gwin et al (2005) bahwa perilaku kompulsif membawa dampak
positif dan negatif. Dampak positif dari perilaku kompulsif dalam jangka pendek
adalah kepuasan dan kesenangan yang langsung dapat dirasakan dari aktivitas
pembelian tersebut. Contoh yang dapat diambil dari fenomena di atas adalah
seseorang membeli sesuatu tanpa berpikir dahulu (spontanitas/tanpa perencanaan).
Perlu diperhatikan bahwa perilaku kompulsif tidak melakukan pembelian semata-
mata hanya untuk mendapatkan suatu produk tertentu, tetapi lebih dititikberatkan
pada hasrat untuk mencapai kepuasan dan kesenangan melalui proses pembelian
yang dilakukan oleh individu. Dalam jangka panjang, perilaku kompulsif dapat
menimbulkan dampak negatif, yaitu: kebangkrutan, hutang yang menumpuk,
keretakan rumah tangga dan sebagainya.
Sementara itu, menurut Fransisca & Suyasa (2005) bahwa adanya perilaku
kompulsif tersebut dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif seperti
menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Pemborosan terjadi disebabkan
perilaku membeli tidak lagi menempati fungsi yang sesungguhnya yaitu
memenuhi kebutuhan tetapi untuk memenuhi kesenangan sesaat. Dampak negatif
dari perilaku kompulsif tentu sangat mengkhawatirkan orang tua pada umumnya,
dan bagi para pendidik pada khususnya. Bagi akademisi, fenomena perilaku
kompulsif tersebut patut dicermati dan dikaji lebih mendalam, sehingga nantinya
4
dapat memberikan masukan mengenai upaya-upaya menekan perilaku kompulsif
pada remaja.
Perilaku kompulsif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kotler (2000)
menyebutkan bahwa munculnya perilaku kompulsif disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal yang mempengaruhi perilaku
kompulsif individu adalah motivasi, persepsi, sikap, pendirian dan kepercayaan,
usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, jenis kelamin dan kepribadian. Unsur
pengendalian diri merupakan bagian dari salah satu tipe kepribadian yaitu
neuroticism yang menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Individu yang
memiliki level neuroticism tinggi berarti individu tersebut memiliki emosi yang
tidak stabil dan hal ini dapat menyebabkan individu tersebut tidak bisa
mengendalikan dirinya. Sementara itu, faktor eksternal yang berpengaruh
terhadap perilaku kompulsif adalah kebudayaan, kelas sosial dan keluarga. Sejalan
dengan ungkapan tersebut, Utami & Sumaryono (2008) mengungkapkan bahwa
pengendalian diri mempunyai hubungan dengan perilaku pembelian impulsif atau
pembelian tidak terencana yang mencerminkan perilaku kompulsif remaja. Pada
kesempatan berbeda, Bayu (dalam Prianggoro, 2011) menyebutkan bahwa
perilaku kompulsif disebabkan oleh individu tersebut tidak bisa mengendalikan
dorongan tersebut dan bahkan membiarkan dirinya untuk berbelanja.
Dari beberapa penjelasan di atas, faktor pengendalian diri dianggap dapat
mempunyai peran penting dalam upaya menekan perilaku kompulsif seseorang.
Selain itu, pemilihan faktor pengendalian diri ini guna memahami perilaku
kompulsif dengan menggunakan pendekatan psikologis. Pendekatan psikologi
berkaitan dengan pemahaman emosi, sikap yang dimiliki oleh konsumen.
Pendekatan ini juga berkaitan dengan segi mental seseorang yang salah satu
unsurnya adalah pengendalian diri.
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu
mengatur dan mengarahkan perilaku yang disebut pengendalian diri. Chaplin
(2002) dalam suatu kesempatan mengungkapan bahwa pengendalian diri adalah
kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri dalam artian kemampuan
5
seseorang untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku
impulsif.
Adanya pengendalian diri menjadikan individu dapat memandu,
mengarahkan, dan mengatur perilakunya dengan kuat yang pada akhirnya menuju
pada konsekuensi positif (Lazarus, dalam Utami & Sumaryono, 2008). Proses
kerjanya adalah pengendalian diri menolak pola respon yang terbentuk dan
menggantikannya dengan yang lain. Respon penggantinya terdiri dari penggunaan
pemikiran, pengubahan emosi, pengaturan dorongan dan pengubahan tingkah laku
(Baumeister, 2002).
Sebagai salah satu sifat kepribadian, pengendalian diri individu yang satu
dengan yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki pengendalian diri
yang tinggi dan ada individu yang memiliki pengendalian diri yang rendah.
Individu dengan pengendalian diri yang tinggi mampu mengatur kejadian dan
menjadi agen utama dalam mengarahkan dan mengatur perilaku ke arah
konsekuensi positif. Sementara itu, individu yang memiliki pengendalian diri
rendah tidak mampu mengontrol, mengarahkan, dan mengatur perilaku (Muhid,
2009).
Keterkaitan di antara pengendalian diri dan perilaku kompulsif telah dikaji
oleh beberapa peneliti sebelumnya. Sari (2011) menemukan bahwa ada hubungan
negatif antara pengendalian diri dan kecenderungan perilaku kompulsif pada
remaja akhir putri. Penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahayuningsih (2011), yang mengemukakan bahwa ada hubungan negatif antara
pengendalian diri dan perilaku kompulsif pada mahasiswa S1 Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Muharsih (2008) menemukan bahwa ada hubungan
negatif antara pengendalian diri dan perilaku kompulsif. Naomi & Mayasari
(2008) juga menemukan bahwa pengendalian diri memiliki pengaruh negatif
terhadap perilaku kompulsif. Sultan et al (2011) dalam penelitiannya menemukan
bahwa adanya pengendalian diri akan menekan perilaku kompulsif. Berdasarkan
temuan penelitian tersebut di atas tampak bahwa pengendalian diri berbanding
terbalik dengan perilaku kompulsif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
6
pengendalian diri seseorang maka semakin rendah perilaku kompulsifnya,
sebaliknya semakin rendah pengendalian diri seseorang maka semakin tinggi
perilaku kompulsifnya.
Adapun penelitian yang bertolak belakang dengan hasil-hasil penelitian
diatas, seperti yang dilakukan oleh Alex and Raveendran (2007), menemukan
bahwa tidak terdapat hubungan antara pengendalian diri dengan perilaku
kompulsif pemegang kartu kredit di India. Hal ini dapat dipahami bahwa
seseorang yang tingkat pengendalian dirinya tergolong tinggi tidak menjamin
bahwa dirinya tidak memiliki kecenderungan untuk berperilaku kompulsif,
demikian juga sebaliknya seseorang yang tingkat pengendalian dirinya tergolong
rendah tidak menjamin bahwa dirinya pasti cenderung berperilaku kompulsif.
Berdasarkan pemahaman di atas maka dapat dikatakan bahwa antara
pengendalian diri dan perilaku kompulsif terdapat hubungan yang negatif. Hal ini
berarti, semakin tinggi pengendalian diri yang dimiliki oleh konsumen, maka
perilaku kompulsifnya akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah
pengendalian diri yang dimiliki oleh konsumen, maka perilaku kompulsifnya akan
semakin tinggi. Adanya hubungan negatif tersebut mengingat perilaku kompulsif
dapat ditekan atau dikendalikan hanya jika konsumen memiliki pengendalian diri
yang baik. Produsen dan pemasar produk sangat jeli membidik emosional
konsumen untuk mendatangkan keuntungan. Mulai dari kemasan, penataan
produk, diskon hingga tagline iklan yang bersifat personal, semua itu dapat
mempengaruhi konsumen untuk berperilaku kompulsif. Disinilah pengendalian
diri diperlukan untuk melawan stimulus eksternal yang diberikan oleh produsen
dan pemasar produk tersebut. Konsumen dengan pengendalian diri yang baik
tentu akan mampu memutuskan apakah belanja suatu produk itu merupakan
sesuatu yang perlu atau tidak, konsumen mampu memilah produk yang
dianggapnya penting untuk dibeli, sehingga dengan demikian maka kecil
kemungkinan bagi konsumen tersebut untuk berperilaku kompulsif.
Penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian di atas dengan
subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
7
Salatiga. Pertimbangan memilih subyek tersebut di atas karena: (1) adanya
fenomena awal terkait dengan perilaku kompulsif yang peneliti temukan dari hasil
prasurvei mendorong untuk dilakukannya kajian yang lebih mendalam, (2) belum
ada kajian sebelumnya yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
mengenai hubungan pengendalian diri dan perilaku kompulsif pada mahasiswa
Fakultas Psikologi UKSW, (3) kemudahan dalam pengumpulan data mengingat
peneliti juga merupakan mahasiswa dari fakultas yang sama, (4) selain itu dari
penelitian sebelumnya ternyata terdapat inkonsistensi temuan hasil penelitian
terkait dengan hubungan antara pengendalian diri dan perilaku kompulsif. Oleh
karena itu maka adapun penelitian ini mengangkat judul: “Hubungan
Pengendalian Diri dan Kecenderungan Perilaku Kompulsif Pembelian Produk
Fashion pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara
pengendalian diri dan kecenderungan perilaku kompulsif pembelian produk
fashion pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.
Perilaku Kompulsif
Terdapat sejumlah pengertian perilaku kompulsif. Ada pernyataan yang
menyatakan bahwa perilaku kompulsif adalah kepercayaan, sikap dan keinginan
yang tidak terkontrol dan terbentuk dalam diri konsumen. Hal tersebut didukung
oleh Peter and Olson (1995, h.115) yang memberikan pengertian sebagai berikut:
“compulsive behavior is beliefs, attitude and desire uncontrolled and formed in a
self-referred consumers”. Lubis (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan bahwa
perilaku kompulsif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi didasarkan pada
pertimbangan yang rasional melainkan karena adanya keinginan yang sudah
mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Dalam kesempatan berbeda, Suyasa
& Fransisca (2005) mendefinisikan perilaku kompulsif sebagai tindakan membeli
barang bukan untuk mencukupi kebutuhan tetapi untuk memenuhi keinginan,
yang dilakukan secara berlebihan sehingga menimbulkan pemborosan dan
inefisiensi biaya. Lebih lanjut, Sumartono (2002) mengatakan bahwa perilaku
8
kompulsif merupakan suatu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak
tuntas. Artinya belum habis suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan
produk jenis yang sama dari merek lain atau membeli barang karena adanya
hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang
menggunakan produk tersebut.
Menurut pendapat Sudarsono (1997) dalam kamus konseling yang
dimaksud dengan kecenderungan adalah hasrat yang selalu timbul secara
berulang-ulang. Jadi, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecenderungan
perilaku kompulsif adalah kepercayaan, sikap dan keinginan yang tidak terkontrol
dan selalu dilakukan secara berulang-ulang.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, maka diambil kesimpulan
bahwa kecenderungan perilaku kompulsif adalah kepercayaan, sikap dan
keinginan yang tidak terkontrol dari dalam diri konsumen untuk membeli dan
mengkonsumsi barang-barang tanpa batas, tidak tuntas ataupun secara berlebihan
dan dilakukan secara berulang-ulang maka akan dapat menimbulkan pemborosan
dan inefisiensi biaya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan perilaku
kompulsif adalah perilaku kompulsif dalam pembelian produk fashion (tas,
sepatu, make up, pakaian, dan perlengkapannya).
Aspek Perilaku Kompulsif
Penelitian ini menggunakan aspek perilaku kompulsif menurut Valence et
al (1988), karena dirasa cukup representatif dalam menjabarkan perilaku
kompulsif jika dilihat dari fenomena-fenomena di atas. Adapun aspek-aspek yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Kecenderungan untuk menghabiskan (tendency to spend).
Dimana seorang pembeli kompulsif harus menunjukkan sebuah
kecenderungan yang lebih tinggi untuk menghabiskan daripada seorang
pembeli non kompulsif.
9
2) Aspek reaktif/dorongan untuk membeli (reactive aspect).
Ditandai dengan individu menanggapi desakan yang kuat untuk melakukan
pembelian. Dengan demikian pembeli yang kompulsif merasakan adanya
motivasi atau dorongan untuk membeli yang tak tertahankan atau di luar
kontrol.
3) Perasaan bersalah setelah pembelian (post purchase guilt).
Ditunjukkan dengan ada tidaknya perasaan bersalah setelah melakukan
tindakan pembelian tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Kompulsif
Perilaku kompulsif dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Stanton (1996)
mengatakan bahwa ada kekuatan-kekuatan psikologis yang mempengaruhi
perilaku kompulsif:
1) Pengalaman belajar (Learning Experience)
Kunci untuk memahami perilaku membeli pada konsumen terletak pada
kemampuan menginterpretasikan dan meramalkan proses belajar konsumen,
dimana belajar adalah perubahan-perubahan perilaku yang disebabkan oleh
pengalaman-pengalaman masa lalu.
2) Kepribadian (Personality)
Kepribadian didefinisikan sebagai pola ciri-ciri seseorang yang menjadi faktor
penentu dalam perilaku responnya. Secara umum, ciri-ciri kepribadian
konsumen mempengaruhi persepsi dan perilaku membeli. Menurut McCrae &
Costa (1997) bahwa self control merupakan bagian dari salah satu tipe
kepribadian yaitu neuroticism yang menilai kestabilan dan ketidakstabilan
emosi.
3) Sikap dan keyakinan
Sikap dan keyakinan merupakan daya yang kuat dan langsung mempengaruhi
persepsi serta perilaku membeli konsumen.
10
4) Konsep diri atau citra diri (Self Concept)
Konsep diri adalah cara seseorang memandang dirinya sendiri. Pada waktu
yang bersamaan, ia juga menganggap orang lain mempunyai gambaran yang
sama tentang dirinya. Biasanya orang memilih suatu produk dan merek sesuai
dengan konsep dirinya.
Pengendalian Diri (Self Control)
Ada pernyataan yang menjelaskan bahwa pengendalian diri merupakan
pengaruh atau regulasi seseorang terhadap fisik, perilaku, dan proses-proses
psikologisnya. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Calhoun & Acocella (1990,
h.72) mendefinisikan pengendalian diri sebagai berikut: “Self control is the
influence or regulation or a person against the physical, behavioral, and
psychological processes”. Baumeister (2002) mendefinisikan pengendalian diri
sebagai suatu kapasitas untuk memberikan alternatif kondisi dan respon tertentu.
Pada kesempatan berbeda, Chaplin (2002) mendefinisikan pengendalian diri
adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk
menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Menurut
Skinner (dalam Alwisol, 2009) pengertian pengendalian diri bukan mengontrol
kekuatan dari dalam “self”, tetapi bagaimana “self” mengontrol variabel-variabel
luar yang menentukan perilaku.
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai pengendalian diri, maka
dapat disimpulkan bahwa pengendalian diri merupakan kapasitas untuk
memberikan alternatif kondisi dan respon tertentu serta kemampuan seseorang
untuk mengolah dan mengatur sikap, perilaku serta keinginannya dari tekanan
atau rintangan impuls-impuls.
Aspek-aspek Pengendalian Diri
Seiring dengan penjelasan dan definisi mengenai konsep pengendalian diri
di atas, tampaknya selaras dengan aspek-aspek pengendalian diri dari Averill
(1973), yaitu:
11
1) Pengendalian perilaku (behavior control)
Dalam banyak situasi sehari-hari, seseorang tidak memiliki pilihan lain
selain bertahan dari stimulus yang berpotensi berbahaya. Namun dalam kasus
lain, stimulus dapat dicegah seluruhnya, dihentikan sebelum waktunya, atau
dimodifikasi oleh beberapa bentuk tindakan langsung. Pengendalian perilaku
merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara
langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak
menyenangkan. Kemampuan mengendalikan perilaku ini diperinci menjadi
dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan
kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan
mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan
siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu
diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengendalikan dirinya baik akan
mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila
tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan
mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan
kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan
tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung,
menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi
intensitasnya.
2) Pengendalian kognitif (cognitive control)
Sementara pengendalian perilaku melibatkan tindakan langsung terhadap
lingkungan, pengendalian kognitif mengacu pada cara penafsiran peristiwa
yang berpotensi membahayakan. Pengendalian kognitif merupakan
kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan
dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian
dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk
mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh
informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan
12
informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan
berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha
menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara
memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.
3) Pengendalian keputusan (decisional control)
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu
tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol
diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu
kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih
berbagai kemungkinan tindakan.
Hubungan antara Pengendalian Diri (Self Control) dengan Kecenderungan
Perilaku Kompulsif
Perilaku konsumen yang rasional adalah konsumen yang mampu
menggunakan logika rasional dalam keputusan pembeliannya. Ini artinya
konsumen melakukan pembelian bukan karena menginginkan produk tersebut,
tetapi karena memerlukan produk tersebut. Namun pada kenyataanya yang umum
terjadi adalah konsumen tidak menggunakan logika rasional dalam keputusan
pembeliannya sehingga mengakibatkan apa yang disebut perilaku kompulsif.
Sebenarnya, perilaku kompulsif yang salah satunya ditunjukkan dari
adanya pembelian impulsif dapat ditekan dan bahkan dihindari apabila konsumen
memiliki sistem pengendalian internal pada dirinya atau singkatnya pengendalian
diri. Pengendalian diri yang mana merupakan cerminan kepribadian itu lebih
lanjut oleh Mowen & Spears (1999) disebutkan bisa menjelaskan kecenderungan
seseorang untuk melakukan perilaku kompulsif. Oleh karena itu maka untuk
memahami perilaku kompulsif konsumen dapatlah menggunakan pendekatan
psikologis. Pendekatan ini berkaitan dengan segi kejiwaan seseorang yang salah
satunya meliputi pengendalian diri (Naomi & Mayasari, 2008).
13
Rodin (dalam Sarafino, 1990) menyebutkan bahwa pengendalian diri
menjadikan seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang
efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang
tidak diinginkan.
Berdasarkan pemahaman di atas maka dapat dikatakan bahwa antara
pengendalian diri dan perilaku kompulsif terdapat hubungan yang negatif. Hal ini
berarti, semakin tinggi pengendalian diri yang dimiliki oleh konsumen, maka
perilaku kompulsifnya akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah
pengendalian diri yang dimiliki oleh konsumen, maka perilaku kompulsifnya akan
semakin tinggi. Adanya hubungan negatif tersebut mengingat perilaku kompulsif
dapat ditekan atau dikendalikan hanya jika konsumen memiliki pengendalian diri
yang baik. Produsen dan pemasar produk sangat jeli membidik emosional
konsumen untuk mendatangkan keuntungan. Mulai dari kemasan, penataan
produk, diskon hingga tagline iklan yang bersifat personal, semua itu dapat
mempengaruhi konsumen untuk berperilaku kompulsif. Disinilah pengendalian
diri diperlukan untuk melawan stimulus eksternal yang diberikan oleh produsen
dan pemasar produk tersebut. Konsumen dengan pengendalian diri yang baik
tentu akan mampu memutuskan apakah belanja suatu produk itu merupakan
sesuatu yang perlu atau tidak, konsumen mampu memilah produk yang
dianggapnya penting untuk dibeli, sehingga dengan demikian maka kecil
kemungkinan bagi konsumen tersebut untuk berperilaku kompulsif.
Keterkaitan diantara pengendalian diri dan perilaku kompulsif telah
dilakukan beberapa penelitian sebelumnya. Trihapsari (2007) menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara pengendalian diri dengan
kecenderungan berperilaku kompulsif pada mahasiswi Fakultas Ekonomi
Brawijaya Malang. Mayasari (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan
negatif yang signifikan antara pengendalian diri dengan perilaku kompulsif pada
mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia. Dengan adanya hubungan negatif yang signifikan
sebagaimana ditemukan pada dua penelitian di atas menunjukkan bahwa
14
mahasiswa yang mampu mengendalikan dirinya secara baik tentunya dalam
berbelanja/membeli sebuah produk akan lebih mengutamakan kebutuhan
dibandingkan keinginannya. Sehingga dengan demikian mahasiswa tersebut akan
memiliki kecenderungan perilaku kompulsif yang rendah. Sementara itu dilain
kesempatan, hasil berbeda ditunjukkan oleh Alex & Raveendran (2007) yang
menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengendalian diri dengan
perilaku kompulsif pemegang kartu kredit di India. Hal ini menunjukkan bahwa
seseorang yang memiliki perilaku kompulsif yang tinggi bukan disebabkan karena
ia mempunyai pengendalian diri yang kurang atau tidak baik, dan sebaliknya
seseorang yang memiliki perilaku kompulsif yang rendah bukan berarti karena ia
mempunyai pengendalian diri yang baik. Tinggi rendahnya perilaku kompulsif
bisa jadi disebabkan oleh faktor lainnya selain pengendalian diri.
Berdasarkan beberapa temuan penelitian sebelumnya di atas, tampak
bahwa masih terdapat inkonsistensi terkait hubungan antara pengendalian diri dan
perilaku kompulsif. Hal ini menjadi penting dan menarik untuk kembali dilihat
keterkaitan diantara pengendalian diri dan kecenderungan perilaku kompulsif.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai
berikut:
“Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara pengendalian diri dan
kecenderungan perilaku kompulsif pembelian produk fashion pada mahasiswa
Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.”
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah 663 mahasiswa Fakultas Psikologi
UKSW Salatiga yang diambil dari angkatan 2011-2014. Pengambilan sampel
menggunakan tehnik purposive sampling dan penetapan jumlah sampel
menggunakan rumus Yamane (1973). Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan
87 mahasiswa yang terdiri dari 49 mahasiswi dan 38 mahasiswa. Pengumpulan
15
data menggunakan skala kecenderungan perilaku kompulsif dan skala
pengendalian diri. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diuji validitas dan
reliabilitas.
Analisis data untuk menyatakan menyatakan hubungan antara
pengendalian diri dan kecenderungan perilaku kompulsif pembelian produk
fashion pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga adalah dengan
menggunakan analisis korelasi. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
linearitas, dimana jika data hasil penelitian memenuhi asumsi normalitas dan
asumsi linearitas maka pengujian korelasi menggunakan uji parametrik berupa uji
korelasi pearson. Namun apabila data variabel penelitian tidak terdistribusi normal
dan tidak linear maka pengujian korelasi menggunakan uji non-parametrik berupa
korelasi spearman (Jogiyanto, 2004).
Alat Ukur
Angket Pengendalian Diri
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket pengendalian
diriyang terdiri dari tiga aspek menurut menurut Averill (1973) yaitu:
pengendalian perilaku (behavior control), pengendalian kognitif (cognitive
control) dan pengendalian keputusan (decisional control). Jumlah item yang
diujicobakan sebanyak 33 item dimana penyusunan item-item dari alat ukur yang
akan diuji coba tersebut dilakukan berdasarkan pada bentuk favourable dan
unfavourable. Selanjutnya item-item tersebut kemudian diukur tingkat validitas
dan reliabilitasnya.
Bentuk favourable dan unfavourable dari angket pengendalian
dirimemberikan 4 kemungkinan jawaban bagi subjek yaitu : Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor tertinggi untuk
pernyataan favourable adalah 4 yaitu pada pilihan Sangat Sesuai, 3 pada pilihan
Sesuai, 2 pada pilihan Tidak Sesuai sedangkan skor terendah adalah 1 untuk
pilihan Sangat Tidak Sesuai. Skor tertinggi pada pernyataan unfavourable adalah
16
4 pada pilihan Sangat Tidak Sesuai, 3 pada pilihan Tidak Sesuai, 2 pada pilihan
Sesuai dan skor 1 pada pilihan Sangat Sesuai.
Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat pengendalian diri, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh
menunjukkan bahwa semakin rendah pula tingkat pengendalian diri.
Angket Perilaku Kompulsif Pembelian Produk Fashion
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku
kompulsif yang terdiri dari tiga aspek menurut Valence et al (1988) yaitu:
kecenderungan untuk menghabiskan (tendency to spend), aspek reaktif atau
dorongan untuk membeli (reactive aspect) dan perasaan bersalah setelah
pembelian (post purchase guilt). Jumlah item yang diujicobakan sebanyak 18
item. Selanjutnya item-item tersebut kemudian diukur tingkat validitas dan
reliabilitasnya.
Angket perilaku kompulsif memberikan 4 kemungkinan jawaban bagi
subjek yaitu: 4 pada pilihan Sangat Sesuai, 3 pada pilihan Sesuai, 2 pada pilihan
Tidak Sesuai sedangkan skor terendah adalah 1 untuk pilihan Sangat Tidak
Sesuai.
Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi
perilaku kompulsif, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan
bahwa semakin rendah perilaku kompulsif.
HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi
Uji coba alat ukur dilakukan bertujuan untuk menguji validitas dan
reliabilitas angket sehingga pengukuran yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan. Penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Data yang
digunakan untuk uji coba terpakai juga digunakan dalam analisis data. Uji coba
ini dilakukan pada tanggal 15 September 2015. Hadi (2000) menyatakan bahwa
17
uji coba terpakai adalah data yang digunakan untuk uji coba sekaligus digunakan
untuk data penelitian, guna lebih menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Uji Validitas
Pengujian validitas alat ukur dengan menggunakan program komputer SPSS
versi 16.00. Uji validitas menggunakan teknik corrected item-total correlation.
Dasar pengambilan keputusan item yang valid didasarkan pada ketentuan bahwa,
apabila nilai r hitung > 0,30 maka item dikatakan valid (Azwar, 2005).
a. Uji Validitas Angket Pengendalian Diri
Angket pengendalian diri terdiri dari 33 item. Dari uji validitas
menunjukkan bahwa pada pengujian tahap pertama diperoleh nilai corrected
item-total correlation antara -0,053 s/d 0,578 dan ternyata terdapat tiga item
gugur karena nilai corrected item-total correlation-nya < 0,30. Karena ada
item yang gugur maka pengujian validitas dilakukan kembali pada tahap
kedua dengan tidak mengikutsertakan item yang gugur. Setelah diuji
kembali, nilai corrected item-total correlation bergerak antara 0,307 s/d
0,577 dan semua item dinyatakan valid karena nilai corrected item-total
correlation-nya > 0,30.
b. Uji Validitas Angket Perilaku Kompulsif
Angket perilaku kompulsif terdiri dari 18 item yang diujikan. Dari uji
validitas menunjukkan bahwa pada pengujian tahap pertama diperoleh nilai
corrected item-total correlation antara 0,036 s/d 0,641 dan ternyata terdapat 1
item gugur karena nilai corrected item-total correlation-nya > 0,30. Karena
ada item yang gugur maka pengujian validitas dilakukan kembali pada tahap
kedua dengan tidak mengikutsertakan item yang gugur. Setelah diuji kembali,
nilai corrected item-total correlation bergerak antara 0,327 s/d 0,664 dan
semua item dinyatakan valid karena nilai corrected item-total correlation-nya
> 0,30.
18
Uji Reliabilitas
a. Uji Reliabilitas Angket Pengendalian Diri
Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan teknik Cronbach's Alpha. Pada
angket pengendalian diri diperoleh koefisien alpha sebesar 0,881. Nilai
koefisien alpha tersebut > 0,60 sebagaimana dikemukakan oleh Ghozali (2005)
sehingga angket pengendalian diri tersebut dikatakan reliabel.
b. Uji Reliabilitas Angket Perilaku Kompulsif
Dari uji reliabilitas pada angket perilaku kompulsif diperoleh koefisien
alpha sebesar 0,856. Nilai koefisien alpha tersebut > 0,60 sebagaimana
dikemukakan oleh Ghozali (2005) sehingga angket perilaku kompulsif tersebut
dikatakan reliabel.
c. Uji Normalitas
Apabila angka signifikansi < 0,05 maka distribusi datanya adalah tidak
normal, sebaliknya apabila angka signifikansi > 0,05 maka distribusi datanya
adalah normal. Variabel pengendalian diri berdistribusi normal ditunjukkan
dengan nilai Kolmogorov-Smirnov (KS Z) sebesar 0,677 dengan angka
signifikansi 0,750 > 0,05. Variabel perilaku kompulsif juga berdistribusi
normal ditunjukkan dengan nilai Kolmogorov-Smirnov (KS Z) sebesar 1,045
dengan angka signifikansi 0,224 > 0,05.
d. Uji Linieritas
Berdasarkan hasil uji linieritas tampak bahwa pada baris Deviation from
Linearity diperoleh angka sig sebesar 0,635 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan linear yang signifikan antara pengendalian diridan
perilaku kompulsif.
19
Analisis Deskriptif
Pengendalian Diri
Berdasarkan 30 data aitem yang valid, maka selanjutnya akan dibuat
kategorisasi untuk menentukan tinggi rendahnya pengendalian diri. Dalam
penelitian ini akan dibuat 4 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat
rendah. Perhitungan dilakukan berdasarkan item yang valid yaitu sebanyak 30
item. Dengan demikian skor tertinggi adalah 4 X 30 = 120dan skor terendah 1 X
30 = 30. Perhitungan lebar interval adalah sebagai berikut:
skor tertinggi – skor terendah
i =
Banyaknya kategori
= 120 – 30 / 4
= 22,5
Dengan demikian, kategori variabel pengendalian diri adalah sebagai
berikut:
Tabel 1
Pengukuran Variabel Pengendalian Diri
Interval Skor Kategori f % Mean Std.
Deviasi
97,6< x 120,0 Sangat Tinggi 23 26,4
75,1< x 97,5 Tinggi 60 69,0 91,0 9,8
52,6< x 75,0 Rendah 4 4,6
30,0 x 52,5 Sangat Rendah 0 0,0
Keterangan: x = total skor variabel pengendalian diri
Perilaku Kompulsif
Pengukuran variabel perilaku kompulsif menggunakan 4 kategori yaitu
sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah. Perhitungan dilakukan
berdasarkan item yang valid yaitu sebanyak 17 item. Dengan demikian skor
20
tertinggi adalah 4 X 17 = 68dan skor terendah 1 X 17 = 17. Perhitungan lebar
interval adalah sebagai berikut:
skor tertinggi – skor terendah
i =
Banyaknya kategori
= 68 – 17 / 4
= 12,75
Dengan demikian, kategori variabel perilaku kompulsif adalah sebagai
berikut:
Tabel 2
Pengukuran Variabel Perilaku Kompulsif
Interval Skor Kategori f % Mean Std.
Deviasi
55,26< x 68,00 Sangat Tinggi 1 1,2
42,51< x 55,25 Tinggi 39 44,8
29,76< x 42,50 Rendah 47 54,0 41,6 7,0
17,00 x 29,75 Sangat rendah 0 0,0
Keterangan: x = total skor variabel Perilaku Kompulsif
Uji Korelasi
Berdasarkan hasil pengujian normalitas terhadap variabel pengendalian diri
dan perilaku kompulsif tampak bahwa data kedua variabel penelitian tersebut
terdistribusi normalitas. Oleh karena datanya terdistribusi normal maka untuk
pengujian hubungan antara pengendalian diri dengan kecenderungan perilaku
kompulsif pembelian produk fashion pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
Salatiga digunakan analisis korelasi Pearson. Dari hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa korelasi Pearson sebesar -0,221 dengan tingkat signifikan p
0,02 < 0,05 yang berarti antara pengendalian diri dengan kecenderungan perilaku
kompulsif pembelian produk fashion pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
Salatiga terdapat hubungan negatif yang signifikan.
21
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan negatif
yang signifikan antara pengendalian diri dengan kecenderungan perilaku
kompulsif pembelian produk fashion pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
Salatiga, ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson (r) sebesar -0,221
denganp0,02 <0,05. Hal ini berarti semakin tinggi pengendalian diri maka
semakin rendah kecenderungan perilaku kompulsif pembelian produk fashion
pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga, sebaliknya semakin rendah
pengendalian diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kompulsif
pembelian produk fashion pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.
Dengan kata lain, variabel pengendalian diri memberi peran terhadap tinggi
rendahnya kecenderungan perilaku kompulsif seseorang. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Lazarus (dalam Utami & Sumaryono, 2008) bahwa adanya
pengendalian diri menjadikan individu dapat memandu, mengarahkan, dan
mengatur perilakunya dengan kuat yang pada akhirnya menuju pada konsekuensi
positif. Konsekuensi yang dimaksud adalah mampu menekan kecenderungan
perilaku kompulsif.
Adanya hubungan negatif yang signifikan antara pengendalian diri dengan
kecenderungan perilaku kompulsif pembelian produk fashion pada mahasiswa
Fakultas Psikologi UKSW Salatiga dapat disebabkan beberapa kemungkinan.
Pertama, sebagian mahasiswa tersebut memiliki pengendalian diri yang baik,
sehingga mereka dapat memutuskan apakah belanja suatu produk itu merupakan
sesuatu yang dibutuhkan untuk dibeli, sehingga dengan demikian maka kecil
kemungkinan bagi mahasiswa tersebut untuk berperilaku kompulsif. Adanya
hubungan negatif yang signifikan antara pengendalian diri dengan kecenderungan
perilaku kompulsif menguatkan pendapat Rodin (dalam Sarafino, 1990) bahwa
pengendalian diri menjadikan seseorang dapat membuat keputusan dan
mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan
menghindari akibat yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perilaku kompulsif
22
dapat ditekan dan bahkan dihindari apabila konsumen memiliki sistem
pengendalian diri yang baik.
Hasil penelitian ini mendukung temuan sebelumnya yang dilakukan oleh
Trihapsari (2007) bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara
pengendalian diri dengan kecenderungan berperilaku kompulsif pada mahasiswi
Fakultas Ekonomi Brawijaya Malang. Penelitian lainnya yang mendukung temuan
penelitian ini adalah yang dikemukakan oleh Mayasari (2012) bahwa terdapat
hubungan negatif yang signifikan antara pengendalian diri dengan perilaku
kompulsif pada mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
Kedua, pengendalian diri mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang
menjadi responden dalam penelitian ini tergolong tinggi pada semua aspeknya.
Ketiga, sebagian besar mahasiswa menganggap bahwa pengendalian diri adalah
penting untuk membuat kondisi emosi menjadi stabil sehingga ketika ada tawaran
yang menarik, mereka tetap dapat mengatasinya dan akhirnya keinginan
berperilaku kompulsif menjadi turun.
Sumbangan efektif dari variabel pengendalian diri terhadap perilaku
kompulsif dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi (r2) yang merupakan
kuadrat dari nilai koefisien korelasinya (r). Dengan demikian nilai koefisien
determinasi adalah sebesar (-0,221)2
= 0,05. Hal ini berarti sumbangan efektif
variabel pengendalian terhadap kecenderungan perilaku kompulsif dalam
pembelian adalah sebesar 5% sedangkan sisanya 95% disumbangkan oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Adapun beberapa faktor lainnya yang
dapat memberikan sumbangan terhadap kecenderungan perilaku kompulsif dalam
pembelian diantaranya adalah pengalaman yang dipelajari dari belanja
sebelumnya, sikap dan keyakinan, citra diri (Stanton, 1996).
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah dengan
pengendalian diri yang baik, mahasiswa tentu akan mampu memutuskan apakah
23
belanja suatu produk itu merupakan sesuatu yang perlu atau tidak, mahasiswa
mampu memilah produk yang dianggapnya penting untuk dibeli, sehingga dengan
demikian maka kecil kemungkinan bagi mahasiswa tersebut untuk berperilaku
kompulsif.
Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Adapun saran yang ingin disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Saran bagi orang tua
Setiap orang tua diharapkan memberi kesempatan kepada anak mereka untuk
dapat mengelola emosi ketika menghadapi pilihan-pilihan atau tawaran-
tawaran yang menarik untuk dikonsumsi. Misalnya, mengatur atau mengelola
emosi untuk membeli suatu produk dengan cara mengatur uang belanja
mereka dengan cara mencatat setiap pengeluaran untuk membeli barang-
barang yang dibutuhkan atau hanya sekedar diperlukan agar anak-anak
mereka lebih dapat bertanggungjawab dan mengurangi kemungkinan
berperilaku kompulsif.
b. Saran bagi mahasiswa
Setiap mahasiswa perlu memanfaatkan kesempatan untuk secara
berkelanjutan berusaha mengelola uang belanja dengan cara lebih selektif
ketika ada berbagai tawaran yang menarik disekitarnya sehingga dapat
mengurangi perilaku kompulsif mereka.
c. Saran bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk bisa semakin baik lagi dalam
melakukan penelitian di lingkungan UKSW, khususnya untuk mahasiswa
UKSW. Melihat penelitian ini ada variabel lain yang berkaitan dengan
pengendalian diri, dan tampaknya akan semakin menarik untuk diteliti lebih
lanjut, dan diharapkan penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi dan mampu
menjawab berbagai permasalahan yang ada.
24
Daftar Pustaka
Alex, J., & Raveendran, P. T. (2007). Compulsive buying behavior in Indian
consumers and its impact on credit default, an emerging paradigm.
International Marketing Conference on Marketing & Society 8-10 April.
Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.
Arsy, M. (2006). Kebutuhan atau gaya hidup konsumtif. Sriwijaya Post.,
Averill, J. R. (1973). Personal control over aversive stimuli and it’s relationship to
stress. Psychological Bulletin, 80, 286-303.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baumeister, R. F.(2002). Yielding to tempation: self control failure, impulsive
purchasing, and consumer behavior reflections and reviews. Journal of
Consumer Research, 28.
Calhoun, J. F., & Acocella, J. R. (1990). Psychology of adjustment and human
relationship. New York: McGraw Hill, Inc.
Chaplin, J. S. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dittmar, H. (2005). Compulsive buying – a growing concern? an examination of
gender, age, and endorseement of materialistic values as predictors. British
Journal of Psychology, 96.
Drs. Sudarsono, S.H. (1997). Kamus konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Edwards, E. A. (1993). Development of a new scale for measuring compulsive
buying behavior. Financial Counseling and Planning, 4, 1.
Fransisca dan Tomy, Y.S. (2005). Perbandingan perilaku konsumtif berdasarkan
metode pembayaran. Jurnal Phrones, 10, 1.
Friese, S. (1992). Compulsive-addictive buying behavior: exploring effects of
childhood experiences and family types. Thesis (Publicated). United
States: Oregon State University.
Fromm, E. (1995). Masyarakat yang sehat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Ghozali, H. I. (2005). Aplikasi multivariate dengan program SPSS. Semarang:
Universitas Diponegoro.
25
Ghufron, N. M., & Rini, R. (2010). Teori-teori psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media.
Gwin, C.F., Roberts, J.A., Martinez, C.R. (2005). Nature vs nurture: the role of
family in compulsive buying. MarketingManagement Journal, Spring.
Jogiyanto, H.M. (2004). Metode penelitian bisnis, salah kaprah dan pengalaman-
pengalaman. Yogyakarta: BPFE.
Kaplan, R. M., & Saccuzzo. (2005). Psychological testing: principles,
application and issue. Belmont: Thomson Wadsworth.
Kotler, P. (2000). Manajemen pemasaran. Jakarta: Salemba Empat.
Krueger, D. W. (1988). On compulsive shopping and spending: a psychodynamic
inquiry. American Journal of Psychotherapy, 42.
Lina & Rosyid.(1997). Perilaku konsumtif berdasarkan locus of control pada
remaja putri. Jurnal Psikologika, 4, 2.
Logue, A. W. (1995) Self control waiting until tommorow for what you want
today. New Jersey: Prentice Hall.
Loudon & Bitta. (1993). Consumer behavior : concepts and applications. 4 th ed.
New York: McGraw-Hill Inc.
Magee, A. (1994). Compulsive buying tendency as a predictor of attitudes and
perceptions. Advances in Consumer Research 21.
Mangkunegara, A. (2005). Perilaku konsumen.Bandung: PT Refika Aditama.
Mawardi, M. K. (2011). Persaingan industri ritel di Indonesia dengan model “lima
kekuatan pesaing M Porter”. Iqtishoduna - Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam.
Mayasari, P. (2012). Hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan perilaku
konsumtif pada mahasiswa. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
McCrae, R. R., & Costa Jr., P. T. (1997). Personality trait structure as a human
universality. Americant Psychologist, 52, 5.
26
Moningka, C. (2006). Konsumtif: antara gengsi dan kebutuhan.
http://www.suarapembaruan.com.
Monks, F. J. (2001). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai
bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Muharsih, L. (2008). Hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan
perilaku konsumtif pada remaja di Jakarta Pusat. Skripsi (tidak
diterbitkan). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Muhid, A. (2009). Hubungan antara self control dan self efficacy dengan
kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa Fakultas
Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal Ilmu Dakwah, 18, 1.
Naomi, P., & Mayasari, I. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa SMA
dalam perilaku pembelian kompulsif: Perspektif Psikologi. Telaah Bisnis,
9, 2.
Naomi, P., & Mayasari, I. (2008). Pengaruh kontrol diri terhadap perilaku
pembelian kompulsif. Telaah Bisnis, 9, 2.
O’Guinn, T. C., & Faber, R. J. (1989). Compulsive buying: a phenomenological
exploration. Journal of Consumer Research, 16, 2.
Parma, S. A. (2007). Hubungan antara konsep diri dengan perilaku konsumtif
remaja putri dalam pembelian kosmetik melalui katalog di SMA Negeri I
Semarang. Intisari (diterbitkan). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro.
Pervin, L. A., & John, O. P. (2001). Personality: theory and reasearch. New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Peter, J., & Olson, J. C. (1995). Consumer behavior and marketing strategy. New
York: John Willey & Son.
Prianggoro, H. (2011). Pasanganku gila belanja. http://www.tabloidnova.com
Rahayuningsih, Y. D. (2011). Hubungan antara kontrol diri dengan perilaku
konsumtif pada mahasiswa. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah.
Ramadhani, D. A. (2009). Hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan
kecanduan mengakses internet pada remaja di warung internet Oranje
Surabaya. Skripsi (diterbitkan). Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
27
Sarafino, E. P. (1990). Health psychology: biopsychosocial interactions.
Singapore: John Willey & Sons.
Sari, A. W. N. (2011). Hubungan pengendalian diri dan kecenderungan perilaku
konsumtif pada remaja akhir putri. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang:
Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang.
Sinaga, M. F. (2011). Pengaruh kehadiran PT. Carrefour Indonesia terhadap
perekonomian keluarga pedagang pasar Sembada kelurahan Titi Rantai
kecamatan Medan Baru kota Medan. Skripsi (diterbitkan). Medan:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sultan, A.J., Joireman, J., & Sprott D.E. (2011). Building consumer self control:
the effect of self control exercises on impulse buying urges. Springer 22
February 2011.
Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan: meneropong imbas pesan iklan
televisi. Bandung: Alfabeta.
Supramono & Sugiarto. (1993). Statistika. Yogyakarta: Andi Offset.
Susila, D. (2003). Studi gaya hidup sebagai upaya mengenali kebutuhan anak
muda. Jurnal Psikologi dan Masyarakat 14.
Suyasa, P., & Fransisca. (2005). Perbandingan perilaku konsumtif berdasarkan
metode pembayaran. Phronesis, 7, 2.
Tambunan, R. (2001). Remaja dan perilaku konsumtif, http://www.e-
psikologi.com.
Trihapsari, R. (2007). Hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan
perilaku konsumtif pada mahasiswi. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah.
Utami, R. D. (2011). Pengaruh family structure terhadap materialisme dan
pembelian kompulsif pada remaja. Jurnal Manajemen Teori & Terapan
I, 4, 3.
Utami, F. A., & Sumaryono.(2008). Pembelian impulsif ditinjau dari kontrol diri
dan jenis kelamin pada remaja. Jurnal Psikologi Proyeksi, 3, 1.
28
Valence, G., D’Astous, A., Fortier, L. (1988). Compulsive buying: concept and
measurement. Journal of Consumer Policy, 11.
Wardhani, M. D. (2009). Hubungan antara konformitas dan harga diri dengan
perilaku konsumtif pada remaja putri. Skripsi (diterbitkan). Surakarta:
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Yamane, T. (1973). Statictic an introductory analysis. Tokyo: Aoyama Gakuin
University.
Zulganef. (2006). Pemodelan persamaan struktur dan aplikasinya menggunakan
amos 5. Bandung: Penerbit Pustaka.
Zulkarnain, S.(2002). Hubungan kontrol diri dengan kreativitas pekerja. USU
Digital Library.
top related