hubungan sembilan fungsi keluarga dengan di …/hubungan...dengan menggunakan sumber dayanya sendiri...
Post on 02-Mar-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN SEMBILAN FUNGSI KELUARGA DENGAN
PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN KELUARGA
DI KABUPATEN KARANGANYAR
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh :
Dwi Surya Supriyana
S 540209007
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
HUBUNGAN SEMBILAN FUNGSI KELUARGA DENGAN
PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN KELUARGA
DI KABUPATEN KARANGANYAR
Disusun oleh :
Dwi Surya Supriyana
S 540209007
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing :
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo,
dr., PAK., MM., M.Kes.
NIP. 194803131976101001
Pembimbing II Putu Suriyasa, dr., MS., PKK., Sp.Ok
NIP. 19481105198111001
Mengetahui
Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo, dr, PAK., MM., M.Kes.
NIP. 194803131976101001
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Dwi Surya Supriyana
NIM : S540209007
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Hubungan Sembilan
Fungsi Keluarga dengan Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga di Kabupaten
Karanganyar adalah betul – betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya,
dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunnjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Juni 2010
Yang membuat pernyataan,
Dwi Surya Supriyana
ABSTRAK
Dwi Surya Supriyana, S540209007, 2010. Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dan
Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga. Tesis : Magister Kedokteran Keluarga Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai nilai strategis dalam
pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan masalah keluarga, dan
sebaliknya. Kasus kesehatan dari setiap individu perlu pendekatan secara holistik
(menyeluruh) terhadap 9 fungsi keluarga. Pendekatan keluarga adalah suatu proses yang
mengembangkan kemampuan keluarga untuk berbuat dan bertindak atas keputusan yang
berdasarkan informasi atau pengetahuan menyangkut pengasuhan kepada anggotanya,
dengan menggunakan sumber dayanya sendiri atau dengan jalan mengakses sumber daya
lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sembilan fungsi keluarga
dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga.
Penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik menggunakan pendekatan
cross sectional yang mengambil lokasi di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar. Subjek penelitian adalah keluarga yang memiliki masalah kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive sampling dengan kriteria inklusi anggota keluarga yang memiliki masalah
kesehatan (infeksi maupun noninfeksi), dapat berkomunikasi dengan baik, dan seluruh
anggota keluarga bersedia menjadi responden. Kemudian dilakukan pencuplikan secara
sistematis sehingga diperoleh sampel keseluruhan 93 subjek untuk penelitian ini.
Pengumpulan data menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Analisis data penelitian
menggunakan model uji Chi Square. Hasil penelitian pada taraf signifikan = 0,05 dan
derajat kebebasan (db) = 1 menghasilkan Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan
antara pendidikan kesehatan berorientasi pada 9 fungsi keluarga dengan peningkatan derajat
kesehatan keluarga.
Kata kunci : pendidikan kesehatan, 9 fungsi keluarga, peranan keluarga, derajat kesehatan
ABSTRACT
Dwi Surya Supriyana, S540209007, 2010. The Effect of Medical Education Oriented by Nine
Family Functions to Increase Family’s Degree of Health in Karanganyar Sub province.
Thesis: Magister Family Medicine Post Graduate Program at Sebelas Maret University.
Family as the smallest unit from public have strategic value in health development
because of every individual problem is family problem, and conversely. Health case from
every individual need holistic approach in nine family functions. Approach of family is a
process developing ability of family for doing and act to decision which based on knowledge
or information concerning mothering to the member, with apply his own resource or by way
of accessing other resources. This study aims to investigate the effect of medical education
that oriented to holistic, physiologist, pathologyst, family interaction, genetic, behaviour and
non behaviour, indoor and outdoor functions to increase family’s degree of health.
This study is analytic and observational, conducted at analytic and observasional apply
approach cross sectional conducted at regional worked of Puskesmas Tasik Madu
Karanganyar. The study subjects are family that having health problem in regional worked of
Puskesmas Tasik Madu Karanganyar. Subject were selected purposively by inclusion
criterions that are family member having problem of health can good communicate, if the
family member having problem of health is chlid can be represented by the parents or other
adult family, and all of the member in family ready becoming responden. And then done by
sampling systematically causing obtained by overall of 95 subjects for this research. The data
were collected by use of a questionnaire and secondary data from on duty health
Karanganyar. The data were analyzed employing multiple linear regression model.
The validity and reliability tests show that the questionnaire has alpha Cronbach in a
range between 0.63 and 0.86; test-retest reliability between 0.07 and 1.00.
This study concludes that there is a statistically signfificant effect of medical
education oriented by nine family functions to increase family’s degree of health.
Keywords : medical education, nine family functions, family approach, degree of health
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang dianggap tertinggal dalam sektor kesehatan
dibanding dengan negara – negara lain di Asia Tenggara. Angka Kematian Bayi
yang tinggi, yaitu 34/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Ibu Melahirkan yang
tinggi, sekitar 228/100.000 jiwa, dan angka harapan hidup yang rendah (69,1)
pertahun, menggambarkan betapa miskinnya perhatian terhadap masalah
kesehatan. Didapatkan pula angka rata – rata prevalensi malnutrisi dan penyakit
menular yang tinggi, yang seharusnya dapat dieliminasi dengan sistem pelayanan
kesehatan yang sesuai. Hal ini diperburuk dengan adanya isu – isu yang
bermacam – macam berkaitan dengan tidak meratanya dan rendahnya kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat dan peningkatan biaya berobat yang tidak
terkontrol yang menyebabkan masyarakat miskin semakin menderita. Faktor –
faktor tersebut di atas membuat sektor kesehatan di Indonesia memburuk. (Faculty
of Medicine UGM, 2009).
WHO (2003) menekankan bahwa kunci untuk meningkatkan status
kesehatan dan untuk dapat mencapai Millenium Development Goals (MDGs) 2015
adalah dengan memperkuat sistem pelayanan kesehatan primer (Primary Health
Care yang menyediakan akses lebih mudah untuk mendapatkan fasilitas
pelayanan kesehatan, komitmen untuk mencapai pemerataan dalam pelayanan 2
kesehatan, partisipasi masyarakat dalam membangun dan menerapkan agenda
kesehatan, serta kerja sama lintas sektoral (Faculty of Medicine UGM, 2009).
Tujuan utama sektor kesehatan adalah untuk memelihara dan meningkatkan
kualitas hidup setiap warga negara, tanpa menunda usaha pengobatan dan atau
penyembuhan pasien. Misi – misi lain untuk hal ini adalah dengan mengaktifkan
pembangunan nasional, sesuai dengan domain utama dari Human Development
Index (HDI) yang meliputi sektor kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Antara
lain dengan menerapkan prespektif kesehatan, mendorong masyarakat untuk
hidup sehat, memelihara dan meningkatkan kualitas, pemerataan, dan usaha
pelayanan kesehatan, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat termasuk kondisi lingkungan tempat tinggalnya (Faculty
of Medicine UGM, 2009).
Perlu adanya integrasi dari Community Oriented Medical Education –
COME ke Family Oriented Medical Education – FOME). Dengan FOME ini
dilakukan pendekatan pada 9 fungsi keluarga, yaitu fungsi holistik (Fungsi
Biologis, Fungsi Psikologi, Fungsi Sosial – Ekonomi), fungsi fisiologis (APGAR
SCORE -- Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve), fungsi patologis
(SCREEM -- Social, Culture, Religious, Economic, Educational, Medical), fungsi
hubungan antarmanusia / interaksi anggota keluarga, fungsi keturunan
(genogram), fungsi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), fungsi nonperilaku
(lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan), dan fungsi indoor (IKM UNS,
2002). 3
Kabupaten Karanganyar yang secara topografi merupakan daratan dan
pegunungan dengan ketinggian tempat yang sangat bervariasi dengan luas wilayah
sekitar 2,73 % dari luas propinsi Jawa Tengah, secara administrasi terbagi menjadi
17 kecamatan hingga saat ini memiliki 21 puskesmas. Data terakhir tahun 2009,
jumlah rumah tangga yang ada 203.064 KK dengan jumlah rumah sehat sebanyak
152.718 (75,21%) dengan kriteria sehat utama yang terbanyak didapatkan dari
pendataan rutin tahunan oleh dinas kesehatan. Di kabupaten Karanganyar ini,
jumlah penduduk terbanyak berpendidikan SD/MI, dan paling sedikit penduduk
lulusan diploma/sarjana muda. Pada tahun 2008, jumlah penduduk perempuan
yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf dan tidak/belum tamat SD/MI,
SLTP/MTs, SLTA/MA, AK/Diploma, dan tamat universitas lebih banyak
daripada penduduk laki – laki. Kondisi ini menunjukkan bahwa laki – laki lebih
diprioritaskan dalam mendapatkan pendidikan daripada perempuan, meskipun
jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki – laki.
Kegiatan puskesmas di kabupaten Karanganyar yang berhubungan dengan
pendidikan kesehatan hingga saat ini adalah kegiatan promosi kesehatan. Laporan
kegiatan promosi kesehatan oleh masing – masing puskesmas, termasuk
puskesmas Tasikmadu diserahkan ke dinas kesehatan setiap bulan. Kegiatan
tersebut berupa penyuluhan – penyuluhan yang dilaksanakan di puskesmas,
kelurahan, RW, RT, posyandu, dasa wisma, PKK, baik itu tentang KB/KIA, gizi,
imunisasi, P2P, kesehatan lingkungan, PHBS, kesehatan gigi dan mulut,
kesehatan jiwa, dana sehat, dan lain – lain. Penyuluhan dilaksanakan oleh dokter,
bidan, paramedis, dan petugas kesehatan lain dengan metode ceramah, 4
demonstrasi, anjangsana, siaran keliling, dan lain – lain (DKK Karanganyar,
2010).
Suatu tantangan besar untuk memberikan pendidikan kesehatan berorientasi
pada pendekatan fungsi keluarga yang efektif untuk memelihara kesehatan
individu dan keluarga dikarenakan selama ini kesehatan belum menjadi kebutuhan
pokok individu dan keluarga. Hal tersebut disebabkan ketidaktahuan dari
masyarakat, masyarakat masih menganut paradigma sakit, perilaku yang salah dan
banyak yang tidak mampu (Kekalih, 2008).
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan sembilan fungsi keluarga dengan derajat kesehatan
keluarga?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui hubungan sembilan fungsi keluarga (fungsi holistik,
fungsi fisiologis, fungsi patologis, fungsi interaksi antar anggota keluarga,
fungsi keturunan, fungsi perilaku, fungsi nonperilaku, fungsi indoor, dan
fungsi outdoor keluarga) dengan derajat kesehatan keluarga (dengan indikator
mortalitas, morbiditas, dan status gizi).
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi holistik keluarga dengan
derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar 5
b. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi fisiologis keluarga dengan
derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
c. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi patologis keluarga dengan
derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
d. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi interaksi antar anggota
keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
e. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi keturunan pada keluarga
dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
f. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi perilaku keluarga dengan
derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
g. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi nonperilaku keluarga dengan
derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
h. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi indoor keluarga dengan
derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
i. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi outdoor keluarga dengan
derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
Memberikan bukti empiris adanya hubungan sembilan fungsi keluarga
dengan derajat kesehatan keluarga.
2. Manfaat Praktis :
Memberdayakan keluarga melalui 9 fungsi keluarga yang meliputi :
a. Fungsi holistik yang terdiri dari fungsi bio-psiko-sosial 6
b. Fungsi fisiologis dengan indikator APGAR Score (Adaptation,
Partnership, Growth, Affection, and Resolve).
c. Fungsi patologis dengan indikator SCREEM (Social, Cultural, Religion,
Economic, Education, and Medical)
d. Fungsi interaksi antar manusia (antar anggota keluarga)
e. Fungsi keturunan dalam keluarga
f. Fungsi perilaku keluarga yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan
keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi
g. Fungsi nonperilaku keluarga yang dilihat melalui keadaan lingkungan
serta akses terhadap pelayanan kesehatan
h. Fungsi indoor keluarga (lingkungan di dalam rumah) dengan indikator
rumah sehat
i. Fungsi outdoor keluarga (lingkungan di luar rumah)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sembilan Fungsi Keluarga
Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, pengertian keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami, isteri atau suami, isteri, dan anak, atau ayah
dan anak atau ibu dan anak.
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai nilai strategis
dalam pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan
masalah keluarga, dan sebaliknya. Kesehatan keluarga meliputi kesehatan suami,
isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya (UU No.23 tahun 1992).
Kasus kesehatan dari setiap individu perlu pendekatan secara holistik
(menyeluruh). Selain individu sebagai obyek kasus, juga individu sebagai seorang
manusia yang terkait dengan aspek fisik (biologis), psikologis, sosial, dan kultural
serta lingkungan. Masalah kesehatan individu merupakan suatu komponen dari
sistem pemeliharaan kesehatan dari individu yang bersangkutan, individu sebagai
bagian dari keluarga, dan sebagai bagian dari masyarakat yang meliputi aspek
biomedis, psikologis, aspek pengetahuan, sikap dan perilaku, aspek sosial dan
lingkungan (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004).
Saparinah Sadli (1982) menggambarkan hubungan individu dengan
lingkungan sosial yang saling mempengaruhi sebagai berikut:
7
8
Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok, terutama
kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk
dipengaruhi atau mempengaruhi anggota - anggota kelompok lain. Oleh karena
pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan - aturan dan norma - norma sosial
tertentu, maka perilaku setiap individu anggota kelompok berlangsung di dalam
suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap
masalah - masalah kesehatan. (Notoatmodjo, 2003). Adapun kita ketahui ada
sembilan fungsi keluarga meliputi fungsi holistik (Fungsi Biologis, Fungsi
Psikologi, Fungsi Sosial – Ekonomi), fungsi fisiologis (APGAR SCORE --
Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve), fungsi patologis (SCREEM
-- Social, Culture, Religious, Economic, Educational, Medical), fungsi interaksi
antar anggota keluarga, fungsi keturunan (genogram), fungsi perilaku
(pengetahuan, sikap, tindakan), fungsi nonperilaku (lingkungan, pelayanan
kesehatan, keturunan), fungsi indoor, dan fungsi outdoor.
Masalah masyarakat muncul akibat akumulasi masalah kesehatan keluarga
sehingga mengatasi masalah keluarga merupakan bagian penting. Diungkapkan
Individu
Lingkungan Keluarga
Lingkungan Terbatas
Lingkungan Umum 9
Oleh Prof. DR. H. Bambang Poernomo, SH (1996) bahwa hak asasi manusia
meliputi the right to health care (hak memperoleh pemeliharaan kesehatan), the
right to self determination (hak menentukan nasib), dan the right to information
(hak untuk memperoleh informasi yang adekuat).
Dalam mewujudkan paradigma sehat untuk mencapai Indonesia Sehat 2010,
dilakukan pengintegrasian dari Community Oriented Medical Education (COME)
menjadi Family Oriented Medical Education (FOME), yaitu pemberian usaha
kesehatan dengan pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah suatu
pendekatan yang memberdayakan potensi keluarga dalam menangani masalah
kesehatan keluarga secara mandiri, dengan memperhatikan aspek fisik, biologis,
sosial ekonomi dan budaya, terutama kesehatan ibu, bayi, balita, remaja, Pasangan
Usia Subur, tenaga kerja, dan usia lanjut.
Pendekatan keluarga adalah suatu proses yang mengembangkan
kemampuan keluarga untuk berbuat dan bertindak atas keputusan yang
berdasarkan informasi atau pengetahuan menyangkut pengasuhan kepada
anggotanya, dengan menggunakan sumber dayanya sendiri atau dengan jalan
mengakses sumber daya lainnya (Dinkes Propinsi Jateng, 2004).
Salah satu ruang lingkup pendekatan keluarga adalah menyangkut sasaran
keluarga sebagai satu kesatuan yang perlu dipahami dengan baik. Pemahaman
tentang keluarga secara lengkap, mempunyai peranan yang penting dalam
pelayanan kesehatan karena selain membantu menetapkan masalah kesehatan
yang dihadapi oleh anggota keluarga, akan sangat membantu dalam
menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Keluarga 10
sangat berperan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan setiap anggota
keluarga, dan secara keseluruhan dapat menjamin keberhasilan kesehatan
masyarakat (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004).
Pendekatan keluarga untuk pemberdayaan keluarga melalui program
perkesmas, dilakukan dengan mengunjungi pasien resiko tinggi dan dilakukan
KIE secara menyeluruh pada keluarga. Metode pendidikan kesehatan dengan
pendekatan keluarga menggunakan proses pendidikan dua arah (metode sokratik)
melalui komunikasi intrapersonal, konseling dan negosiasi kepada keluarga
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenali masalah
dan melakukan pemecahan masalah secara mandiri. (Dinkes Propinsi Jateng,
2004).
Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non
instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga untuk
mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahan masalahnya,
tanpa atau dengan bantuan pihak lain, dengan memanfaatkan potensi keluarga dan
fasilitas yang ada masyarakat. Dalam rangka mengatasi masalah atau kasus,
dimulai dengan mencari fakta dan informasi untuk menetapkan masalah dan sebab
masalah serta mengidentifikasi potensi individu dan keluarga, merumuskan
langkah - langkah intervensi melalui pendekatan keluarga dengan pemberdayaan
keluarga untuk meningkatkan kemandirian keluarga. Pemberdayaan keluarga
terutama diarahkan pada upaya promotif dan preventif (Paradigma Sehat), tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Dinkes Propinsi Jateng, 2004). 11
Pembinaan belum sepenuhnya menjangkau seluruh anggota keluarga
sebagai satu kesatuan, maupun upaya mendorong paradigma sehat sebagai cara
pandang keluarga, serta upaya pemberdayaan keluarga menuju kemandirian
bidang kesehatan bagi setiap anggota keluarga. Selain itu, pembinaan belum
mengarah pada upaya pemecahan, untuk mengatasi masalah mendasar dalam
keluarga yang berdampak terhadap masalah kesehatan yang ada, dengan
memanfaatkan potensi keluarga yang mungkin perlu dilakukan secara lintas
program dan lintas sektoral.
Dengan upaya pemberdayaan keluarga diharapkan masing - masing
keluarga bisa mengenali sendiri masalahnya, mampu mengatasi masalahnya, serta
mampu menggunakan potensi yang ada dalam keluarga dan memanfaatkan
peluang yang ada di lingkungannya semaksimal mungkin untuk mengatasi
masalah mereka. Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan kemandirian
keluarga (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004).
Pemberdayaan dapat berarti upaya fasilitasi noninstruktif untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam mengidentifikasi
masalah, pengambilan keputusan, merencanakan, dan memecahkan masalah untuk
kemandirian. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan individu
dan keluarga, perlu memperhatikan belajar orang dewasa untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004).
1. Fungsi Holistik Keluarga
Fungsi keluarga yang pertama yaitu fungsi holistik keluarga. Fungsi
holistik meliputi tiga faktor, yaitu fungsi biologis, fungsi psikologis, dan 12
fungsi sosial – ekonomi. Fungsi biologis melihat siapa sajakah anggota
keluarga yang tinggal dalam satu rumah dilengkapi dengan identitas, dan
adakah salah satu dari anggota keluarga tersebut yang sedang menderita sakit,
baik itu sakit yang akut ataupun kronis, menular atau tidak menular, menurun
atau tidak menurun.
Fungsi psikologis melihat bagaimana hubungan antar sesama manusia
di dalam keluarga tersebut berlangsung, apakah permasalahan – permasalahan
yang ada dalam keluarga tersebut dapat diatasi dengan baik, serta melihat
apakah hubungan antara anggota keluarga saling mendukung terutama dalam
masalah kesehatan.
Fungsi sosial – ekonomi keluarga meliputi kehidupan sehari – hari
keluarga, bagaimana kedudukan keluarga di dalam masyarakat, bagaimana
interaksi dan keaktifan anggota keluarga dalam kehidupan sosial di
masyarakat. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dilihat dari
penghasilan keluarga, bagaimana pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut,
dan bagaimana pembiayaan keluarga apabila ada anggota keluarga yang
memiliki masalah kesehatan/sakit.
2. Fungsi Fisiologis Keluarga
Fungsi fisiologis keluarga dinilai dengan menggunakan alat ukur yang
disebut A.P.G.A.R SCORE yang meliputi :
a. Adaptation
Adaptation adalah bagaimana dukungan dari keluarga apabila ada
salah seorang anggota keluarga mengalami masalah, terutama untuk 13
masalah kesehatan. Adakah saling keterbukaan di dalam keluarga
tersebut.
b. Partnership
Partnership adalah komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga.
Apakah pada saat salah satu anggota keluarga memiliki masalah,
terutama masalah kesehatan, didiskusikan bersama bagaimana
pemecahannya.
c. Growth
Growth melihat apakah keluarga tersebut dapat memenuhi
kebutuhan – kebutuhannya.
d. Affection
Affection adalah hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga, antara istri dan suami, ibu dan anak – anak, ayah dan anak –
anak, dan antara anak – anak tersebut.
e. Resolve
Resolve adalah kepuasan di dalam keluarga akan waktu dan
kebersamaan yang diluangkan oleh masing – masing anggota keluarga
bagi keluarganya.
Masing – masing anggota keluarga diharap mengisi kuesioner singkat
APGAR SCORE ini dengan skala skor 0 – 2, kemudian dijumlah dan dirata –
rata. Apabila nilai rata – rata 1 – 5, berarti fungsi keluarga tersebut jelek; 5 –
7 berarti fungsi keluarga tersebut sedang; dan 8 – 10 yang berarti fungsi
keluarga tersebut baik. 14
3. Fungsi Patologis Keluarga
Fungsi patologis keluarga diukur dengan S.C.R.E.E.M, yang meliputi :
a. Social
Melihat adakah interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga,
dengan saudara, serta keaktifan anggota keluarga dalam berpartisipasi di
kegiatan – kegiatan kemasyarakatan.
b. Cultural
Melihat kepuasaan atau kebanggaan terhadap budaya, baik dilihat
dari pergaulan sehari – hari dalam keluarga maupun di lingkungan, serta
adakah tradisi budaya yang masih diikuti. Menggunakan bahasa daerah,
tata krama, dan kesopanan.
c. Religion
Pemahaman agama masing – masing anggota keluarga, serta
penerapan ajaran agama dalam kehidupan sehari – hari, dan ibadah sesuai
ajaran agama.
d. Economic
Bagaimana golongan ekonomi keluarga tersebut, pemenuhan
kebutuhan sehari – hari (primer, sekunder, tersier), serta skala prioritas
pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.
e. Education
Bagaimana pendidikan masing – masing anggota keluarga tersebut,
bagaimana pengetahuan anggota keluarga, terutama yang sedang
mengalami masalah kesehatan tentang penyakitnya, serta fasilitas 15
pendidikan apa yang dimiliki berkaitan dengan informasi yang
seharusnya dimiliki perihal kesehatan.
f. Medical
Bagaimana keluarga mencari pelayanan kesehatan, dan bagaimana
sistem pembiayaannya apabila ada anggota keluarga yang sakit dan harus
berobat.
Masing – masing fungsi ini dilihat, apabila ada masalah dalam
keluarga tersebut, maka diberi tanda + (positif).
4. Fungsi Interaksi Keluarga
Pola interaksi dalam keluarga dapat digambarkan dalam secara
skematik yang menghubungkan masing – masing anggota keluarga satu sama
lain. Antara satu sama lain ini dibuat hubungan bolak – balik dengan garis
panah. Apabila interaksi baik, hubungan di antara mereka dekat, maka
digambar dengan garis yang penuh, sedangkan apabila ada konflik dan
hubungan yang buruk maka digambar dengan garis putus – putus.
5. Fungsi Keturunan Keluarga
Fungsi keturunan dalam keluarga digambarkan dalam suatu diagram
yang disebut genogram keluarga. Diagram silsilah ini diharapkan dapat dibuat
minimal dari 3 generasi, sehingga dapat dilihat apakah ada penyakit –
penyakit yang diturunkan dalam keluarga, atau melihat penularan penyakit
dari anggota keluarga yang satu ke yang lain. Berangkat dari fungsi ini,
pendekatan keluarga dilakukan.
16
6. Fungsi Perilaku Keluarga
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah perilaku, yang
terdiri dari 3 komponen yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. Bagaimana
pengetahuan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan tentang
penyakitnya, maupun pengetahuan anggota keluarga yang lain, bagaimana
sikap keluarga terhadap masalah kesehatan anggota keluarganya, serta
bagaimana tindakannya dalam menangani masalah kesehatan tersebut,
kemana mereka berobat.
7. Pendidikan Kesehatan Berorientasi pada Fungsi Non Perilaku Keluarga
Dalam melihat status kesehatan keluarga, dilaksanakan pendekatan
pada keluarga tersebut dengan memandang dari segi ekonominya, fungsi
keturunan, bagaimana usaha keluarga dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan, serta lingkungan sekitarnya.
8. Fungsi Indoor
Fungsi indoor adalah fungsi lingkungan dalam rumah. Berapa ukuran
rumah, ruangan – ruangan yang ada di dalam rumah dan fungsi masing –
masing. Fungsi indoor ini juga menunjukkan gambaran lingkungan dalam
rumah apakah telah memenuhi syarat – syarat kesehatan. Penilaian meliputi :
a. lantai : baik (tegel) / cukup (semen) / kurang (tanah)
b. dinding : baik (permanen) / cukup (semi permanen) / kurang (tidak
permanen)
c. ventilasi : baik / cukup - tidak baik
d. pencahayaan : baik / cukup - tidak baik 17
e. sirkulasi udara : baik/ cukup – tidak baik
f. Sumber air bersih : baik (sumur, leding)/ tidak baik (sungai, dan lain -
lain)
g. Pengelolaan sampah dan limbah : baik (tempat pembuangan sampah dan
limbah)/ tidak baik (di sembarang tempat)
h. Jarak jamban dengan sumber air bersih : baik (≥ 10 meter)/ tidak baik (<
10 meter)
Dengan mengidentifikasi hal – hal tersebut, maka dalam memberikan
pendidikan kesehatan akan lebih terfokus.
9. Fungsi Outdoor
Fungsi outdoor adalah melihat lingkungan di luar rumah, antara lain
adanya pekarangan dan bagaimana kondisi kebersihannya, jarak rumah
dengan jalan raya, kebisingan, jarak rumah dengan tempat pembuangan
sampah, jarak rumah dengan tetangga, jarak rumah dengan pusat pelayanan
kesehatan.
Untuk memudahkan penilaian pada fungsi lingkungan outdoor dan indoor
ini, akan lebih baik bagi petugas kesehatan apabila membuat denah sederhana
lingkungan rumah tersebut, sehingga akan memudahkan dalam menyusun strategi
pendekatan pada keluarga tersebut saat memberikan pendidikan kesehatan.
B. Derajat Kesehatan
Bloom mengemukakan bahwa keadaan sehat secara psiko, sosial, dan
somatik dipengaruhi oleh 4 faktor besar, yang masing – masing berbeda derajat 18
pengaruhnya, yakni perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan keturunan.
Keempat faktor tersebut, di samping berpengaruh langsung terhadap status
kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan
tercapai secara optimal bilamana keempat faktor tersebut secara bersama – sama
mempunyai kondisi yang tidak optimal, maka status kesehatan akan bergeser ke
arah di bawah optimal (Kasjono, 2008).
Dalam fungsi keluarga, 4 faktor ini dipilah menjadi dua besar, yaitu faktor
perilaku dan nonperilaku. Faktor perilaku meliputi pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Dan faktor nonperilaku meliputi lingkungan (dalam dan luar rumah),
pelayanan kesehatan (pembiayaan dan akses rumah dengan pusat pelayanan
kesehatan terdekat), serta keturunan (genetik).
Profil kesehatan keluarga merupakan statistik yang menggambarkan situasi
dan kondisi kesehatan keluarga, yang berarti situasi dan kondisi kesehatan
masyarakat. Dan hal ini merupakan salah satu sarana untuk mengevaluasi hasil
pembangunan kesehatan. Untuk itu diperlukan indikator – indikator kesehatan dan
indikator lain yang terkait.
Pencapaian Indikator Indonesia Sehat sebagai acuan dalam menentukan
keberhasilan Pembangunan Kesehatan dikelompokkan menjadi :
1. Indikator Derajat Kesehatan yang merupakan hasil akhir, yang terdiri dari atas
indikator - indikator :
a. Mortalitas :
1) Angka Kematian pada Bayi Baru Lahir
2) Angka Kematian Ibu 19
b. Morbiditas : angka kesakitan terutama karena penyakit infeksi
Ditinjau dari sudut epidemiologi, pemahaman tentang penyakit
amatlah penting. Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu
organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan
sehingga timbulah gangguan pada fungsi / struktur dari bagian organisasi
atau sistem dari tubuh. Telah terbukti secara empirik dan keyakinan teoritik
bahwa pada umumnya penyakit memilih lebih dari satu penyebab, bukan
bersifat tunggal. Faktor – faktor penyebab ini dikelompokkan dalam 4
kelompok, yaitu :
1) Faktor predisposisi, seperti umur, jenis kelamin, riwayat penyakit
terdahulu, dan lain – lain.
2) Faktor pencetus, seperti pemaparan oleh agen penyakit yang spesifik.
3) Faktor pendorong, seperti paparan yang berulang, beban kerja yang
berat.
4) Faktor pemberat, seperti pendapatan rendah, status gizi, kondisi
perumahan, dan lain –lain.
Sejumlah ahli epidemiologi membuat klasifikasi tentang faktor
“penyebab” penyakit, dan membuat model yang menggambarkan relasi
faktor –faktor tersebut dengan penyakit. Salah satu model yang terkenal
dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi adalah Segitiga
Epidemiologi (The Epidemiologic Triangle). Menurut John Goron, model
ini menggambarkan interaksi tiga komponen penyebab penyakit, yaitu
host, agent (penyebab), dan environment (lingkungan). Penyakit terjadi 20
karena adanya ketidakseimbangan antara ketiga komponen tersebut.
Hubungan antara ketiga komponen tersebut digambarkan seperti ruas pada
timbangan, dengan host dan agent berada di ujung masing – masing tuas,
sedangkan environment sebagai penumpunya (Karjono, 2008).
c. status gizi : berhubungan dengan keadaan sosial - ekonomi
2. Indikator antara yang terdiri dari indikator - indikator keadaan lingkungan,
indikator - indikator perilaku hidup masyarakat serta indikator - indikator
askes dan mutu pelayanan kesehatan.
3. Indikator proses dan masukan yang terdiri dari indikator - indikator pelayanan
kesehatan, indikator - indikator sumber daya kesehatan, indikator - indikator
manajemen kesehatan dan indikator kontribusi sektor terkait (KepMenKes RI,
2003).
Dari data Dinas Kesehatan Karanganyar tahun 2009, Kabupaten
Karanganyar terletak pada ketinggian 511 meter di atas permukaan laut, beriklim
tropis, dengan temperatur 22ºC - 31ºC, dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Timur : kabupaten Magetan dan kabupaten Wonogiri
Sebelah Selatan : kabupaten Wonogiri dan Sukoharjo
Sebelah Barat : kotamadya Surakarta dan kabupaten Boyolali
Sebelah Utara : kabupaten Sragen
Secara administrasi, terbagi menjadi 1.835 RW, 6.020 RT, dan 17
kecamatan yang meliputi 162 desa dan 15 kelurahan, dengan jumlah penduduk
tercatat pada tahun 2008 sebesar 865.486 jiwa. 21
Secara topografi, kabupaten Karanganyar merupakan daratan dan
pegunungan dengan ketinggian tempat yang sangat bervariasi. Ketinggian 0 – 100
m seluas 8,11%, 101 – 500 meter seluas 45,32%, 501 – 1000 meter seluas
36,59%, dan ketinggian di atas 100 meter dari permukaan laut seluas 9,98% dan
luas wilayah seluruhnya 77.378,6374 Ha atau 2,73% luas propinsi Jawa Tengah.
Di kabupaten Karanganyar, jumlah penduduk terbanyak berpendidikan SD/
MI dan yang paling sedikit penduduk lulusan diploma/ sarjana muda. Pada tahun
2008, jumlah penduduk perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf
dan tidak/ belum tamat SD/ MI, SLTP/ MTs, SLTA/ MA, AK/ Diploma, dan
tamat universitas lebih banyak daripada penduduk laki – laki. Kondisi ini
menunjukkan bahwa laki – laki lebih diprioritaskan dalam mendapatkan
pendidikan daripada perempuan, meskipun jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibanding laki – laki.
Hasil pemetaan Rumah Tangga Sehat yang dilakukan oleh bagian Promosi
Kesehatan pada tahun 2008 terdapat 194.748 rumah dan pada tahun 2009 terdapat
peningkatan menjadi 203.064 rumah dengan kepala keluarganya. Pada tahun
2008, yang mencapai rumah tangga sehat di Kabupaten Karanganyar menurut data
survei dari dinas kesehatan sebesar 74 %, dan pada tahun 2009 mengalami
peningkatan sebesar 87,62%.
Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga/
keluarga, yang merupakan suatu program berupa peningkatan kemampuan dan
kemandirian keluarga untuk hidup sehat adalah program penting yang
diselenggarakan oleh dinas kesehatan kabupaten Karanganyar. Indikator dari 22
program ini meliputi aspek perilaku dan aspek lingkungan, yang mana
klasifikasinya ditunjukkan melalui nilai Indeks Potensi Keluarga Sehat (IPKS).
Pada tahun 2008 dan 2009, prioritas masalah indikator PHBS adalah sebagai
berikut :
Tabel 1. Prioritas Masalah Indikator PHBS Tahun 2008 dan 2009 Dinas
Kesehatan Kabupaten Karanganyar
No. Urutan Masalah Tahun 2008 Urutan Masalah Tahun 2009
1 JPK Tidak merokok
2 Tidak merokok JPK
3 ASI eksklusif ASI eksklusif
4 Jamban Aktivitas fisik
5 Penimbangan balita Lantai
6 Tidak miras Gizi seimbang
7 Lantai Cuci tangan
8 Kepadatan penghuni Pembuangan sampah
9 Persalinan oleh nakas Padat huni
10 Aktifitas fisik PSN
11 Cuci tangan Jamban
12 Pembuangan sampah Tidak miras
13 Gizi seimbang Persalinan oleh nakes
14 PSN Gosok gigi
15 Gosok gigi Penimbangan balita
16 Air bersih Air bersih
Kegiatan promosi kesehatan di puskesmas – puskesmas kabupaten
Karanganyar berupa penyuluhan – penyuluhan yang dilaksanakan di puskesmas,
kelurahan, RW, RT, posyandu, dasa wisma, PKK, baik itu tentang KB/ KIA, gizi,
imunisasi, P2P, kesehatan lingkungan, PHBS, kesehatan gigi dan mulut,
kesehatan jiwa, dana sehat, dan lain – lain. Penyuluhan dilaksanakan oleh dokter,
bidan, paramedis, dan petugas kesehatan lain dengan metode ceramah,
Sumber : Data Sekunder dari Dinas Kesehatan Karanganyar 2010 23
demonstrasi, anjangsana, siaran keliling, dan lain – lain (DKK Karanganyar,
2010).
C. Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dan Peningkatan Derajat
Kesehatan
Keluarga sehat adalah keluarga yang hidup di lingkungan yang sehat,
berperilaku sehat, dan mempunyai akses yang mudah pada pelayanan kesehatan.
Berdasarkan teori Blum, derajat kesehatan ditentukan oleh lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Indikator derajat kesehatan meliputi
mortalitas (bayi baru lahir dan ibu melahirkan), morbiditas (terutama yang
disebabkan oleh penyakit infeksi), serta status gizi. Program kesehatan yang
berhubungan dengan hal ini antara lain adalah PHBS yang diklasifikasi dengan
IPKS.
Dokter pelayanan primer dibantu petugas kesehatan yang lain perlu
memahami tentang fungsi – fungsi keluarga dalam memfasilitasi keluarga untuk
mengatasi masalah dan memberdayakan keluarga agar tercapai kemandirian
keluarga dalam bidang kesehatan. Mengingat individu, keluarga, dan masyarakat
yang dibina pada umumnya orang dewasa yang telah mendapat informasi dan
pemahaman dari berbagai media sebelumnya.
D. Penelitian yang Relevan
Cukup banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan berhubungan dengan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta IPKS yang berhubungan dengan usaha
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Suatu penelitian tentang hubungan 24
aspek nonperilaku dan perilaku, terutama pada masalah sosial ekonomi yang
dilakukan oleh H van de Mheen, et al pada tahun 1997 memberikan kesimpulan
bahwa kehidupan sosial ekonomi pada masa anak akan mempengaruhi perilaku
seseorang terhadap kesehatannya pada usia dewasa.
Suriyasa, et al pada 2006 telah melakukan suatu penelitian yang
dituliskannya dalam Medical Journal of Indonesia Volume 15 No.1 2006 dengan
Judul Non Dirt Floor and the Stimulant of Environmental Health Decreased the
Risk Acute Respiratory Infection (ARI) yang dilaksanakan di 5 propinsi di
Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan terdapat perbedaan antara masyarakat
yang telah mendapat penyuluhan/pendidikan kesehatan lingkungan dibanding
masyarakat yang belum pernah mendapatkan penyuluhan dalam hal penurunan
faktor risiko terkena Infeksi Saluran Napas Atas terutama karena lantai rumah
yang kotor.
Penelitian yang dilakukan oleh Zohrabian and Philipson pada tahun 2010
merekomendasikan bahwa perkiraan - perkiraan dari biaya - biaya eksternal
seperti struktur - struktur asuransi, lingkungan, dan pengetahuan seputar perilaku
yang menyebabkan kematian perlu dirubah untuk memperbaiki perilaku hidup
masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih, et al (2009) tentang
pendekatan keluarga (family oriented) mempunyai pengaruh terhadap kualitas
pelayanan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 25
Gambar 1. Kerangka Pikir Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dan
Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga
DERAJAT KESEHATAN
RENDAH
Indikator :
Morbiditas : penyakit infeksi
Mortalitas : - Bayi Baru Lahir
- Ibu
Status gizi
Problem Dalam Praktek Kedokteran :
Penggunaan teknologi berlebihan
Pengobatan tidak rasional
Biaya kesehatan tinggi
Pengobatan dan prosedur tidak aman
Tidak ada mekanisme jaga mutu
Tumpang tindih dan kerancuan sistem pelayanan
Pendidikan distribusi sumberdaya kesehatan
Masalah keluarga (masyarakat) :
ketidaktahuan (pengetahuan kurang), paradigma sakit,
perilaku yang tidak benar, tidak mampu (social ekonomi)
FAMILY ORIENTED MEDICAL
EDUCATION
DOKTER LAYANAN PRIMER
Fungsi holistik :
Biologis, psikologis, sosial - ekonomi
Fungsi fisiologis : APGAR SCORE
(Adaptation, Partnership, Growth, Affection,
Resolve)
Fungsi patologis :
SCREEM
(Sosial, Culture, Religious, Economic,
Educational, Medical)
9 FUNGSI KELUARGA
Keturunan
Perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan)
Non perilaku
(lingkungan, pelayanan kesehatan)
Indoor
Outdoor
Interaksi anggota keluarga
DERAJAT KESEHATAN MENINGKAT
E. Kerangka Pikir 26
Derajat kesehatan yang rendah di Indonesia dengan indikator mortalitas,
morbiditas, dan status gizi dipengaruhi oleh problem dalam praktek kedokteran
(antara lain penggunaan teknologi berlebihan, pengobatan tidak rasional, biaya
kesehatan tinggi, pengobatan dan prosedur tidak aman, tidak ada mekanisme jaga
mutu, tumpang tindih dan kerancuan sistem pelayanan, serta pendidikan distribusi
sumberdaya kesehatan) dan masalah keluarga (masyarakat) yang meliputi
ketidaktahuan (pengetahuan kurang), paradigma sakit, perilaku yang tidak benar,
tidak mampu (sosial ekonomi). Dalam penelitian ini faktor dalam praktek
kedokteran tidak diteliti, karena penulis memfokuskan pada masalah dalam
keluarga.
Munculnya permasalahan – permasalahan dalam keluarga inilah seharusnya
dokter di pelayanan kesehatan primer khususnya, diharapkan mampu memberikan
pendidikan kesehatan dengan berorientasi pada kesembilan fungsi keluarga yang
meliputi fungsi holistik, fisiologis, patologis, interaksi antar manusia (antar
anggota keluarga), keturunan, perilaku, nonperilaku, indoor, dan outdoor. Dengan
adanya pendekatan inilah diharapkan derajat kesehatan keluarga akan meningkat.
F. Hipotesis
Ada hubungan antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat
kesehatan keluarga.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik menggunakan
pendekatan cross sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten
Karanganyar.
Waktu penelitian : bulan April 2010 sampai dengan Mei 2010.
C. Subyek Penelitian
Populasi sasaran : keluarga yang memiliki masalah kesehatan (menderita
penyakit infeksi maupun noninfeksi)
Populasi studi : keluarga yang memiliki masalah kesehatan (menderita
penyakit infeksi maupun noninfeksi) di Kabupaten
Karanganyar
Kriteria Inklusi :
1. Anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan : - penyakit infeksi atau
- Penyakit noninfeksi
2. Dapat berkomunikasi dengan baik
3. Seluruh anggota keluarga bersedia menjadi responden
27
28
D. Jumlah Sampel
Sampel (n) sebesar 93 keluarga. Dihitung dengan rumus penelitian
multivariat. Jika persamaan multivariat melibatkan ≥ 6 prediktor, maka n
dianjurkan angka absolut 10 subjek per prediktor (Murti, 2010).
E. Desain Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik pencuplikan sistematis dan purposive
sampling.
DKK Karanganyar :
Unit Pelaksana Teknis Daerah :
Karanganyar
Tasikmadu
Jaten I
Jaten II
Kebakkramat I
Kebakkramat II
Mojogedang I
Mojogedang II
Kerjo
Jenawi
Karangpandan
Ngargoyoso
Tawangmangu
Matesih
Jumantono
Jumapolo
Jatipuro
Jatiyoso
Colomadu I
Colomadu II
Gondangrejo
UPTD / Puskesmas Tasikmadu
93 keluarga yang memiliki
masalah kesehatan 29
F. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Penelitian tentang Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga
dengan Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga di Kabupaten
Karanganyar
Populasi (N)
Sampel (n)
Kuesioner dan data
sekunder
Hasil
Fungsi keluarga baik Fungsi keluarga jelek
Analisis data
(Chi Square)
Kesimpulan
Purposive sampling
Derajat
kesehatan
meningkat
Derajat
kesehatan tetap
/ menurun
Derajat
kesehatan
meningkat
Derajat
kesehatan tetap
/ menurun 30
G. Variabel Penelitian
Variabel Independen :
Sembilan fungsi keluarga :
1. Fungsi holistik keluarga
2. Fungsi fisiologis keluarga
3. Fungsi patologis keluarga
4. Fungsi interaksi anggota keluarga
5. Fungsi keturunan dalam keluarga
6. Fungsi perilaku keluarga
7. Fungsi nonperilaku keluarga
8. Fungsi indoor keluarga
9. Fungsi outdoor keluarga
Variabel dependen : Derajat kesehatan keluarga
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian, Alat Ukur, dan Skala
Pengukuran
1. Sembilan fungsi keluarga
Sembilan fungsi keluarga adalah fungsi – fungsi dalam keluarga yang meliputi
fungsi holistik, fisiologis, patologis, interaksi antar anggota keluarga,
keturunan, perilaku, nonperilaku, indoor, dan outdoor.
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = apabila didapatkan ≥ 5 fungsi keluarga baik 31
0 = apabila didapatkan < 5 fungsi keluarga baik
9 fungsi keluarga ini adalah kesatuan dari fungsi – fungsi keluarga yang
meliputi :
a. Fungsi holistik
Fungsi holistik adalah fungsi keluarga yang meliputi fungsi
biologis, fungsi psikologi, dan fungsi sosial – ekonomi. Fungsi biologis
menunjukkan apakah di dalam keluarga tersebut terdapat gejala – gejala
penyakit yang menurun (herediter), penyakit menular, maupun penyakit
kronis. Fungsi psikologis menunjukkan bagaimana hubungan antara
anggota keluarga, apakah keluarga tersebut dapat memecahkan masalah
bersama. Fungsi sosio-ekonomi menunjukkan bagaimana kondisi
ekonomi keluarga, dan peran aktif keluarga dalam kehidupan sosial
bermasyarakat.
Fungsi biologis :
1 = tidak terdapat gejala penyakit herediter, menular, atau kronis
0 = terdapat gejala penyakit herediter, menular, atau kronis
Fungsi psikologis :
1 = hubungan antar anggota keluarga baik, masalah keluarga dapat
dipecahkan bersama – sama
0 = hubungan antar anggota keluarga kurang / tidak baik, masalah
keluarga tidak dapat dipecahkan bersama – sama
Fungsi sosio-ekonomi :
1 = kondisi ekonomi baik, aktif berperan serta dalam kegiatan sosial 32
di masyarakat
0 = kondisi ekonomi kurang, tidak aktif berperan serta dalam
kegiatan sosial di masyarakat
Bila skor ≥ 2 berarti fungsi holistik keluarga baik
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = fungsi holistik baik
0 = fungsi holistik tidak baik
b. Fungsi fisiologis
Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi :
1) Adaptation : kemampuan anggota keluarga tersebut beradapatasi
dengan anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan
saran dari anggota keluarga yang lain.
2) Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling
mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami
oleh keluarga tersebut.
3) Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal – hal
baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut.
4) Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi
antar anggota keluarga. 33
5) Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang
kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga
yang lain.
Skor untuk masing – masing kategori adalah :
0 = jarang / tidak sama sekali
1 = kadang – kadang
2 = sering / selalu
Terdapat tiga kategori penilaian, yaitu : nilai rata – rata ≤ 5 kurang,
6 – 7 cukup, dan 8 – 10 adalah baik.
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = fungsi fisiologis keluarga baik
0 = fungsi fisiologis keluarga cukup / kurang
c. Fungsi patologis
Fungsi patologis keluarga dinilai dengan menggunakan SCREEM score
dengan rincian sebagai berikut :
1) Social :
Skor 1 = Bila interaksi dengan tetangga tidak berjalan baik
dan bermasalah
0 = Bila interaksi dengan tetangga berjalan dengan
baik dan tidak ada masalah
2) Culture :
Skor 1 = Bila tidak ada kepuasan terhadap 34
budayanya, tata karma dan sopan santun
tidak terlalu diperhatikan
0 = Bila ada kepuasan terhadap budaya, masih
memperhatikan tata karma dan sopan
santun
3) Religious :
Skor 1 = Bila tidak taat menjalankan ibadah sesuai
ajaran agamanya
0 = Bila taat menjalankan ibadah sesuai ajaran
agamanya
4) Economic :
Skor 1 = Bila status ekonomi rendah, kepala
keluarga dan atau anggota keluarga tidak
berpenghasilan
0 = Bila status ekonomi sedang – lebih, kepala
keluarga dan atau anggota keluarga
berpenghasilan
5) Educational :
Skor 1 = Bila tingkat pendidikan anggota keluarga
rendah
0 = Bila tingkat pendidikan anggota keluarga
cukup – tinggi
35
6) Medical :
Skor 1 = Bila anggota keluarga tidak mendapatkan
layanan kesehatan yang memadai
0 = Bila anggota keluarga mendapatkan
layanan kesehatan yang memadai
Bila skor kurang dari 3 berarti fungsi patologis baik, dan bila lebih
dari atau sama dengan 3 fungsi patologis kurang.
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = fungsi patologis keluarga baik
0 = fungsi patologis keluarga kurang baik
d. Pola interaksi keluarga
Menunjukkan baik atau tidaknya hubungan atau interaksi antar anggota
keluarga (Interaksi dua arah baik digambarkan dengan garis penuh,
tidak baik digambarkan dengan garis putus – putus).
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = pola interaksi keluarga baik
0 = pola interaksi keluarga tidak baik
e. Fungsi keturunan (genetik)
Fungsi keturunan (genetik) dinilai dari genogram keluarga.
Menunjukkan adanya penyakit keturunan ataukah penyakit menular 36
dalam keluarga. Apabila keduanya tidak ditemukan, berarti dalam
keadaan baik.
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = tidak ada penyakit menular dalam keluarga
0 = ada penyakit menular dalam keluarga
f. Fungsi perilaku
Fungsi perilaku meliputi pengetahuan tentang kesehatan, sikap sadar
akan pentingnya kesehatan, dan tindakan yang mencerminkan pola
hidup sehat. Bila baik beri tanda +, bila kurang / tidak baik beri tanda –
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = fungsi perilaku keluarga baik
0 = fungsi perilaku keluarga kurang baik
g. Fungsi nonperilaku
Fungsi nonperilaku meliputi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Lingkungan dibagi menjadi lingkungan dalam rumah dan lingkungan
luar rumah.
1) Lingkungan dalam rumah : meliputi keadaan rumah secara umum,
kebersihan lingkungan dalam rumah, penyediaan sumber air bersih,
pengelolaan sampah dan limbah, serta jarak jamban dengan sumber
air bersih. Baik diberi skor 1, tidak baik diberi skor 0 37
2) Lingkungan luar rumah : meliputi kebersihan di lingkungan luar
rumah, jarak dengan jalan raya, tingkat kebisingan, jarak dengan
sungai dan tempat pembuangan sampah umum. Baik diberi skor 1,
tidak baik diberi skor 0
3) Pelayanan kesehatan :
a) Kepedulian memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan
b) Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
c) Jarak dengan Puskesmas / Rumah Sakit
Apabila dua atau lebih dalam keadaan baik diberi skor 1, apabila
kurang dari 2 diberi skor 0.
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = fungsi nonperilaku keluarga baik
0 = fungsi nonperilaku keluarga tidak baik
h. Fungsi indoor
Fungsi indoor ini menunjukkan gambaran lingkungan dalam rumah
apakah telah memenuhi syarat – syarat kesehatan. Penilaian meliputi :
1) lantai : baik (tegel) / cukup (semen) / kurang (tanah)
2) dinding : baik (permanen) / cukup (semi permanen) / kurang (tidak
permanen)
3) ventilasi : baik / cukup - tidak baik
4) pencahayaan : baik / cukup - tidak baik
5) sirkulasi udara : baik / cukup – tidak baik 38
6) Sumber air bersih : baik (sumur, leding) / tidak baik (sungai,
dll)
7) Pengelolaan sampah dan limbah : baik (tempat pembuangan
sampah dan limbah) / tidak baik (di sembarang tempat)
8) Jarak jamban dengan sumber air bersih : baik (≥ 10 meter) / tidak
baik (< 10 meter)
Bila kondisi baik lebih dari atau sama dengan 5 diberi skor 1, bila
kondisi baik diberi skor 0.
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = fungsi indoor keluarga baik
0 = fungsi indoor keluarga tidak baik
i. Fungsi outdoor
Menunjukkan gambaran lingkungan luar rumah apakah telah memenuhi
syarat – syarat kesehatan, misalnya jarak rumah dengan jalan raya,
tingkat kebisingan, serta jarak rumah dengan sungai dan tempat
pembuangan sampah umum.
Alat ukur : kuesioner
Skala : nominal
Kategori : 1 = fungsi outdoor keluarga baik
0 = fungsi outdoor keluarga tidak baik
(Kuesioner disadur dari penelitian Widyaningsih dan Poncorini tahun 2009
yang berjudul Pendekatan Keluarga (Family Oriented) Mempunyai Pengaruh 39
terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dalam Meningkatkan Derajat
Kesehatan Masyarakat untuk penelitian DIPA 2009, dan telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas kuesioner)
2. Derajat kesehatan
Derajat kesehatan adalah salah satu statistik yang digunakan untuk melihat
tingkat keberhasilan suatu pembangunan kesehatan. Yang memiliki indikator
mortalitas (bayi baru lahir dan ibu melahirkan), morbiditas (dikarenakan
penyakit infeksi), dan status gizi.
Alat ukur : kuesioner (dilakukan uji validitas dan reliabilitas
sebelum digunakan dalam pengambilan data penelitian)
Skala : nominal
Kategori : 1 = meningkat (apabila ditemukan ≥ 2 indikator dalam
kondisi baik)
0 = tidak meningkat / menurun (apabila ditemukan < 2
indikator dalam kondisi baik)
I. Instrumen Penelitian
Instrumen/ alat ukur yang digunakan untuk mengukur sembilan fungsi
keluarga diambil dari penelitian sebelumnya oleh Widyaningsih dan Poncorini
tahun 2009 yang berjudul Pendekatan Keluarga (Family Oriented) Mempunyai
Pengaruh terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dalam Meningkatkan Derajat
Kesehatan Masyarakat untuk penelitian DIPA 2009, dan telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas kuesioner. 40
Untuk mengukur peningkatan derajat kesehatan menggunakan kuesioner
yang sebelum digunakan dalam penelitian akan dilakukan uji validitas dan
reliabilitasnya. Subjek yang digunakan dalam uji validitas dan reliabilitas terdiri
dari 30 keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Dari 19 butir soal yang
diujikan, didapatkan 10 butir soal yang valid dan reliabel dengan analisa
Spearman dan Alpha Cronbach. Kemudian butir - butir soal tersebut disarikan
kembali menjadi 10 soal berurutan, dan diuji ulang sehingga korelasi per item
total didapatkan :
Soal no.1 : 0.696 Soal no.6 : 0.430
Soal no.2 : 0.696 Soal no.7 : 0.430
Soal no.3 : 0.808 Soal no.8 : 0.574
Soal no.4 : 0.604 Soal no.9 : 0.380
Soal no.5 : 0.359 Soal no.10 : 0.345
Dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.731. Makin tinggi Alpha Cronbach,
makin tinggi konsistensi internal alat ukur itu. Konsistensi internal alat ukur
dikatakan baik jika Alpha Cronbach berkisar antara 0.70 hingga 0.90 (Streiner dan
Norman cit Murti, 2006).
J. Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengambilan data sembilan fungsi keluarga, peneliti menggunakan
kuesioner tidak terstruktur dengan teknik kuesioner tidak langsung. Peneliti
membacakan kuesioner tersebut kepada responden kemudian menuliskan jawaban
responden pada lembar kuesioner. Untuk peningkatan derajat kesehatan,
kuesioner yang digunakan terstruktur sehingga bagi responden yang dapat 41
membaca dan menulis dapat mengisi kuesioner tersebut sendiri, namun bila tidak
bisa membaca dan menulis, peneliti membacakan butir – butir pertanyaan yang
ada dalam kuesioner dan menuliskan jawaban yang diberikan oleh responden.
K. Teknik Analisis Data
Seluruh data ditabulasi dan dianalisa dengan SPSS 16.0 for windows. Data
yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan uji Chi-Square yang disebut juga
uji keselarasan, karena untuk menguji apakah sebuah sampel selaras dengan salah
satu distribusi teoritis. Dimana kriteria penelitian :
H0 diterima bila X2
hitung kurang dari atau sama dengan X2
tabel pada = 0.05
dan df = 1, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sembilan
fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga.
H1 diterima bila bila X2
hitung lebih besar sama dengan X2
tabel pada = 0.05 dan
df = 1, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara sembilan fungsi
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga (Taufiqurrahman,
2003).
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilaksanakan penelitian tentang hubungan antara sembilan fungsi
keluarga dan peningkatan derajat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar pada bulan April – Mei 2010.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian sebesar 93 keluarga yang memiliki masalah
kesehatan. Jumlah kepala keluarga adalah 93 jiwa, dengan keseluruhan total
penduduk di dalam keluarga yang diteliti tersebut sebesar 347 jiwa. Berikut
ini disajikan tabel karakteristik subjek penelitian (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian (n = 93 keluarga, 347 jiwa)
Aspek Variasi f %
Jenis Kelamin Laki – laki
Perempuan
181
166
52.16
47.84
Kelompok Umur Kurang dari 1 tahun
1 – 4 tahun
5 – 6 tahun
7– 14 tahun
15 – 49 tahun
50 – 60 tahun
Lebih dari 61 tahun
4
40
4
46
199
39
15
1.15
11.54
1.15
13.26
57.34
11.24
4.32
Kepala Keluarga Ayah
Ibu (janda)
88
5
94.62
5.38
Bentuk Keluarga Nuclear Family
Extended Family
85
8
91.40
8.60
Pendidikan Tidak pernah sekolah
Belum sekolah
Tidak tamat SD
15
23
12
4.32
6.62
3.46
42
43
Belum tamat SD
Tamat SD / sederajat
Tamat SLTP/sederajat
Tamat SMA/sederajat
Tamat PT/akademi
35
79
68
91
24
10.09
22.77
19.60
26.22
6.92
Pekerjaan Petani
Peternak
Pekerja buruh kasar
PNS
Karyawan swasta
Pensiunan
Lain - lain
17
4
18
16
165
13
114
4.90
1.15
5.19
4.61
47.55
3.75
32.85
Proporsi penyakit
yang diderita
Penyakit infeksi
Penyakit noninfeksi
12
81
12.90
87.10
Sarana/tempat
berobat
Tidak berobat
Kader
Dukun
Praktek medis /
paramedis
Puskesmas / RS
9
1
0
31
52
9.68
1.08
0.00
33.33
55.91
Penghasilan keluarga
perbulan (rupiah)
Lebih dari 1 juta
500 ribu – 1 juta
300 ribu – 500 ribu
Kurang dari 300 ribu
18
63
9
3
19.35
67.74
9.68
3.23
Data primer : Mei 2010
Dalam Tabel 2 ditunjukkan bahwa dari 93 keluarga yang memiliki
masalah kesehatan sebagai responden, terdapat 8 keluarga (8.60%) yang
berbentuk extended family, sedangkan 91.40% dari keseluruhan keluarga
yaitu sejumlah 88 keluarga berbentuk nuclear family. Family Oriented
Medical Education akan lebih mudah mencapai sasaran apabila dalam
keluarga tersebut terdiri dari keluarga inti, karena semakin banyak anggota
keluarga di luar keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah, akan 44
mempengaruhi kondisi keluarga tersebut terutama pada fungsi holistik dan
interaksi antara anggota keluarga.
Dari 93 keluarga tersebut terdapat 347 jiwa penduduk, dengan jenis
kelamin laki – laki sebanyak 181 jiwa (52.16%) dan perempuan 166 jiwa
(47.84%). Masing – masing keluarga tersebut, dikepalai oleh ayah sebanyak
88 orang (94.62%), sedangkan 5.38% yang lain dikepalai oleh ibu yang telah
menjanda (5 orang). Anggota keluarga yang tidak lengkap, terutama apabila
kepala keluarga yang seharusnya laki – laki namun harus digantikan oleh
seorang perempuan yang kemudian harus berperan ganda sebagai ibu
sekaligus ayah pasti akan berbeda dalam menjalani fungsi keluarga tersebut
dibandingkan dengan keluarga yang masih utuh.
Menurut distribusi usia seperti yang disajikan di tabel tersebut,
diketahui bahwa kelompok usia terbesar adalah 15 – 49 tahun, yaitu sebanyak
199 jiwa atau 57.34% dari keseluruhan penduduk responden, sedangkan
kelompok usia yang jumlahnya paling sedikit adalah pada kelompok usia
kurang dari 1 tahun dan antara 5 – 6 tahun, dimana masing – masing sebesar
4 jiwa atau 1.15% dari keseluruhan anggota keluarga responden.
Ditinjau dari tingkat pendidikan anggota keluarga responden, yang
terbesar adalah lulusan SMA/ sederajat, yaitu 91 jiwa atau 26.22 % dari
keseluruhan responden. Kemudian berturut – turut diikuti responden tamatan
SD/sederajat 79 orang (22.77%), tamatan SLTP/ sederajat 68 orang (19.60%),
belum tamat SD sebanyak 35 orang (10.09%), tamatan Perguruan Tinggi/
Akademi 24 orang(6.92%), belum sekolah 23 orang (6.62%), tidak pernah 45
sekolah 15 orang (4.32%), dan kelompok yang paling sedikit adalah tidak
tamat SD sebesar 12 orang (3.46%). Dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi, maka kemampuan dalam menerima informasi tentang kesehatan
diharapkan akan lebih mudah dibandingkan dengan yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
Dari data diketahui bahwa jenis pekerjaan anggota keluarga responden
paling banyak adalah sebagai karyawan swasta, yaitu sebesar 165 orang
(47.55%). Mata pencaharian yang lain meliputi petani 17 orang (4.90%),
peternak 4 orang (1.15%), pekerja buruh kasar 18 orang (5.19%), PNS 16
orang (4.61 %), pensiunan 13 orang (3.75%), dan lain – lain 114 orang
(32.85%).
Proporsi keluarga yang memiliki masalah kesehatan dengan penyakit
infeksi sebanyak 12 keluarga (12.90%), sedangkan 81 keluarga yang lain
(87.10%) memiliki masalah penyakit noninfeksi. Dari data tersebut, diketahui
bahwa penyakit infeksi lebih sedikit diderita oleh subjek penelitian dibanding
penyakit noninfeksi. Melihat data distribusi indikator PHBS di kabupaten
Karanganyar, fokus penyuluhan yang dilakukan untuk penyakit infeksi
berada di urutan bawah yang berarti angka kejadian penyakit infeksi telah
menurun di kabupaten ini. Sedangkan prioritas indikator PHBS adalah pada
perilaku masyarakat, sehingga dapat menjelaskan data yang diperoleh dimana
penyakit noninfeksi memang banyak disebabkan oleh perilaku masyarakat
yang masih kurang baik. 46
Dari tabel data penelitian diketahui bahwa sarana berobat yang paling
sering didatangi oleh keluarga responden adalah puskesmas atau rumah sakit,
yakni 52 keluarga (55.91%) dari keseluruhan responden. Sedangkan
responden yang lain 31 keluarga (33.33%) datang ke praktek medis/
paramedis, datang ke kader 1 keluarga (1.08%), tidak berobat 9 keluarga
(9.68%), namun sudah tidak ada keluarga yang datang ke dukun (0.00%).
Subjek penelitian telah memiliki kesadaran untuk berobat ke puskesmas,
sedangkan yang tidak berobatpun masih ada namun dalam proporsi yang
sedikit. Dengan demikian, pendekatan keluarga untuk peningkatan derajat
kesehatan masih harus terus ditingkatkan.
Penghasilan terbesar dari penduduk responden adalah sebesar lima ratus
ribu sampai dengan satu juta rupiah per bulan yaitu 63 keluarga (67.74%),
kemudian yang berpenghasilan lebih dari satu juta rupiah per bulan 18
keluarga (19.36%), yang berpenghasilan rata – rata tiga ratus ribu sampai
dengan lima ratus ribu adalah 9 keluarga (9.68%), dan yang berpenghasilan
kurang dari tiga ratus ribu perbulan 3 keluarga (3.23%). Dengan semakin
tingginya penghasilan keluarga didukung dengan meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang pendidikan kesehatan diharapkan derajat kesehatan mereka
akan meningkat, terutama untuk pembiayaan berobat.
47
B. Analisis Data
Tabel 3. Hasil Analisa Hubungan Antara Sembilan Fungsi Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Sembilan
Fungsi Keluarga
Baik 22 (40%) 11 (60%) 33 (100%) 118 48.32 < 0.001
Buruk 1 (15.5%) 59 (84.5%) 60 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan sembilan fungsi keluarga yang baik memiliki risiko
mengalami peningkatan derajat kesehatan seratus delapan belas kali lebih besar
daripada keluarga dengan sembilan fungsi keluarga buruk. Dengan uji Chi Square
pada sembilan fungsi keluarga didapatkan angka X2
hitung = 48.32 sedangkan nilai
X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84.
Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik
antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di
kabupaten Karanganyar.
Tabel 4. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Holistik Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Holistik
Baik 14 (40%) 21 (60%) 35 (100%) 3.6 7.03 0.008
Buruk 9 (15.5%) 49 (84.5%) 58 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi holistik yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan 48
fungsi holistik buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 7.03 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan =
0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti
ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi holistik keluarga
dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 5. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Fisiologis Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Fisiologis
Baik 15 (42.9%) 20 (57.1%) 35 (100%) 4.7 9.91 0.002
Buruk 8 (13.8%) 50 (86.2%) 58 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi fisiologis yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan
fungsi fisiologis buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi fisiologis keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 9.91 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan =
0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti
ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi fisiologis keluarga
dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 6. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Patologis Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Patologis
Baik 17 (45.9%) 20 (54.1%) 37 (100%) 7.1 14.86 < 0.001
Buruk 6 (10.7%) 50 (89.3%) 56 (100%)
Total
93 (100%) 49
Keluarga dengan fungsi patologis yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan
fungsi patologis buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 14.86 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan
= 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini
berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi patologis
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 7. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Interaksi Antar Anggota
Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Interaksi
Baik 14 (43.8%) 18 (56.2%) 32 (100%) 4.5 9.48 0.002
Buruk 9 (14.8%) 52 (85.2%) 61 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga yang baik memiliki
risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat koma kali lebih besar
daripada keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga buruk. Dengan
uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2
hitung = 9.48
sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db)
= 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan
secara statistik antara fungsi interaksi antar anggota keluarga dengan peningkatan
derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
50
Tabel 8. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Keturunan dalam Keluarga
dan Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Keturunan
Baik 6 (20.0%) 24 (80.0%) 30 (100%) 0.7 0.53 0.466
Buruk 17 (26.9%) 46 (73.1%) 63 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi keturunan yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan nol koma tujuh daripada keluarga dengan fungsi
keturunan buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi keturunan dalam keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 0.53 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan =
0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung < X2
tabel, ini berarti
ada hubungan yang tidak signifikan secara statistik antara fungsi keturunan dalam
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 9. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Perilaku Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Perilaku
Baik 17 (47.2%) 19 (52.8%) 36 (100%) 7.6 15.96 < 0.001
Buruk 6 (10.5%) 51 (89.5%) 57 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi perilaku yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan
fungsi perilaku buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi perilaku keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 15.96 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan
= 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini 51
berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi perilaku
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 10. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Nonperilaku Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Nonperilaku
Baik 14 (38.9%) 22 (61.1%) 36 (100%) 3.4 6.33 0.01
Buruk 9 (15.8%) 48 (84.2%) 57 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi nonperilaku yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan
fungsi perilaku buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi perilaku keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 6.33 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan =
0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti
ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi nonperilaku keluarga
dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 11. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Indoor Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Indoor
Baik 15 (42.9%) 20 (57.1%) 35 (100%) 4.7 9.91 0.002
Buruk 8 (13.8%) 50 (86.2%) 58 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi indoor yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan 52
fungsi indoor buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi indoor keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 9.91 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan =
0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti
ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi indoor keluarga
dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 12. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Outdoor Keluarga dan
Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total
Fungsi Outdoor
Baik 16 (45.7%) 19 (54.3%) 35 (100%) 6.1 13.27 < 0.001
Buruk 7 (12.1%) 51 (87.9%) 58 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi outdoor yang baik memiliki risiko mengalami
peningkatan derajat kesehatan enam kali lebih besar daripada keluarga dengan
fungsi outdoor buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi outdoor keluarga
didapatkan angka X2
hitung = 13.27 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan
= 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini
berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi outdoor
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
C. Pembahasan
Dari penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu
kabupaten Karanganyar, didapatkan data – data yang telah disajikan tersebut di
atas. Faktor – faktor yang saling terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan
keluarga adalah kesembilan fungsi keluarga, yaitu fungsi holistik keluarga, fungsi 53
fisiologis keluarga, fungsi patologis keluarga, fungsi interaksi antar anggota
keluarga, fungsi keturunan, fungsi perilaku keluarga, fungsi nonperilaku keluarga,
fungsi indoor keluarga, dan fungsi outdoor keluarga.
Keluarga dengan sembilan fungsi keluarga yang baik memiliki risiko
mengalami peningkatan derajat kesehatan seratus delapan belas kali lebih besar
daripada keluarga dengan sembilan fungsi keluarga buruk. Dengan uji Chi Square
pada sembilan fungsi keluarga didapatkan angka X2
hitung = 48.32 sedangkan nilai
X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84.
Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik
antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di
kabupaten Karanganyar.
Fungsi keluarga yang pertama yaitu fungsi holistik keluarga yang meliputi
tiga faktor, yaitu fungsi biologis, fungsi psikologis, dan fungsi sosial – ekonomi.
Fungsi biologis melihat siapa sajakah anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah dilengkapi dengan identitas, dan adakah salah satu dari anggota keluarga
tersebut yang sedang menderita sakit, baik itu sakit yang akut ataupun kronis,
menular atau tidak menular, menurun atau tidak menurun. Fungsi psikologis
melihat bagaimana hubungan antar sesama manusia di dalam keluarga tersebut
berlangsung, apakah permasalahan – permasalahan yang ada dalam keluarga
tersebut dapat diatasi dengan baik, serta melihat apakah hubungan antara anggota
keluarga saling mendukung terutama dalam masalah kesehatan. Fungsi sosial –
ekonomi keluarga meliputi kehidupan sehari – hari keluarga, bagaimana
kedudukan keluarga di dalam masyarakat, bagaimana interaksi dan keaktifan 54
anggota keluarga dalam kehidupan sosial di masyarakat. Fungsi ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan dilihat dari penghasilan keluarga, bagaimana pemenuhan
kebutuhan keluarga tersebut, dan bagaimana pembiayaan keluarga apabila ada
anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan/ sakit. Dari penelitian yang
dilakukan oleh penulis mengungkapkan bahwa keluarga dengan fungsi holistik
yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih
besar daripada keluarga dengan fungsi holistik buruk. Dengan uji Chi Square pada
fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2
hitung = 7.03 sedangkan nilai X2
tabel
pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara
fungsi holistik keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten
Karanganyar.
Bagaimana fungsi fisiologis keluarga diketahui dengan menggunakan
A.P.G.A.R SCORE yang meliputi Adaptation, Partnership, Growth, Affection,
and Resolve. Penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga dengan fungsi fisiologis
yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali
lebih besar daripada keluarga dengan fungsi fisiologis buruk. Dengan uji Chi
Square pada fungsi fisiologis keluarga didapatkan angka X2
hitung = 9.91
sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db)
= 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan
secara statistik antara fungsi fisiologis keluarga dengan peningkatan derajat
kesehatan di kabupaten Karanganyar. 55
Fungsi patologis dalam keluarga diukur dengan S.C.R.E.E.M, yang meliputi
Social, Cultural, Religion, Economic, Education, and Medical. Dari data
penelitian ini menunjukkan keluarga dengan fungsi patologis yang baik memiliki
risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada
keluarga dengan fungsi patologis buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi
holisitik keluarga didapatkan angka X2
hitung = 14.86 sedangkan nilai X2
tabel pada
taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung
> X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi
patologis keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten
Karanganyar.
Dalam memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga, perlu melihat
bagaimana keharmonisan pola interaksi dalam keluarga tersebut, yang dapat
digambarkan dalam secara skematik yang menghubungkan masing – masing
anggota keluarga satu sama lain. Dari penelitian, diketahui bahwa keluarga
dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga yang baik memiliki risiko
mengalami peningkatan derajat kesehatan empat koma kali lebih besar daripada
keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga buruk. Dengan uji Chi
Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2
hitung = 9.48 sedangkan
nilai X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah
3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara
statistik antara fungsi interaksi antar anggota keluarga dengan peningkatan derajat
kesehatan di kabupaten Karanganyar. 56
Fungsi keturunan dalam keluarga digambarkan dalam suatu diagram yang
disebut genogram keluarga untuk dapat melihat apakah ada penyakit – penyakit
yang diturunkan dalam keluarga, atau melihat penularan penyakit dari anggota
keluarga yang satu ke yang lain. Dalam penelitian ini diperoleh data keluarga
dengan fungsi keturunan yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan
derajat kesehatan nol koma tujuh daripada keluarga dengan fungsi keturunan
buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi keturunan dalam keluarga didapatkan
angka X2
hitung = 0.53 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan
derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung < X2
tabel, ini berarti ada
hubungan yang tidak signifikan secara statistik antara fungsi keturunan dalam
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Hal ini dapat dikarenakan faktor keturunan dalam keluarga sulit untuk
dihindari dan dikendalikan walaupun sudah diberikan pendidikan dan pelayanan
kesehatan dengan pendekatan keluarga. Pada sampel penelitian ini, dilihat pada
data di Tabel 2, bahwa jumlah anggota keluarga dalam sampel ini lebih banyak
yang menderita penyakit noninfeksi dibandingkan yang menderita penyakit
infeksi, sehingga kemungkinan menderita penyakit menurun lebih banyak
dibanding yang menular. Pendekatan keluarga hingga saat ini hanya mampu
sebatas memberikan pengetahuan bagaimana cara mencegah faktor risiko
timbulnya penyakit pada keluarga yang memiliki riwayat penyakit menurun
namun tidak dapat mencegah sifat genetik itu sendiri.
Di samping itu, mengingat bahwa data ini didapatkan berdasarkan pengisian
kuesioner yang dijawab oleh responden, perlu dilakukan observasi lebih dalam 57
lagi dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan pertanyaan serta pemeriksaan
lebih detail.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah perilaku, yang
terdiri dari 3 komponen yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dalam
pendekatan keluarga hendaknya tenaga kesehatan memperhatikan ketiga hal ini.
Bagaimana pengetahuan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan
tentang penyakitnya, maupun pengetahuan anggota keluarga yang lain, bagaimana
sikap keluarga terhadap masalah kesehatan anggota keluarganya, serta bagaimana
tindakannya dalam menangani masalah kesehatan tersebut, kemana mereka
berobat. Dari data penelitian ini diketahui bahwa keluarga dengan fungsi perilaku
yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali
lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. Dengan uji Chi
Square pada fungsi perilaku keluarga didapatkan angka X2
hitung = 15.96
sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db)
= 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan
secara statistik antara fungsi perilaku keluarga dengan peningkatan derajat
kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Dalam melakukan pendekatan keluarga dalam meningkatkan derajat
kesehatannya, perlu memandang dari segi ekonominya, fungsi keturunan,
bagaimana usaha keluarga dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, serta
lingkungan sekitarnya. Dari hasil penelitian nampak bahwa keluarga dengan
fungsi nonperilaku yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat
kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. 58
Dengan uji Chi Square pada fungsi perilaku keluarga didapatkan angka X2
hitung =
6.33 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan
(db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara fungsi nonperilaku keluarga dengan peningkatan
derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Fungsi indoor adalah fungsi lingkungan dalam rumah. Berapa ukuran
rumah, ruangan – ruangan yang ada di dalam rumah dan fungsi masing – masing.
Fungsi indoor ini juga menunjukkan gambaran lingkungan dalam rumah apakah
telah memenuhi syarat – syarat kesehatan. Penelitian ini menunjukkan keluarga
dengan fungsi indoor yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat
kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi indoor buruk.
Dengan uji Chi Square pada fungsi indoor keluarga didapatkan angka X2
hitung =
9.91 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan
(db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara fungsi indoor keluarga dengan peningkatan
derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Fungsi outdoor adalah melihat lingkungan di luar rumah, antara lain adanya
pekarangan dan bagaimana kondisi kebersihannya, jarak rumah dengan jalan raya,
kebisingan, jarak rumah dengan tempat pembuangan sampah, jarak rumah dengan
tetangga, jarak rumah dengan pusat pelayanan kesehatan. Dari penelitian
diketahui bahwa keluarga dengan fungsi outdoor yang baik memiliki risiko
mengalami peningkatan derajat kesehatan enam kali lebih besar daripada keluarga
dengan fungsi outdoor buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi outdoor 59
keluarga didapatkan angka X2
hitung = 13.27 sedangkan nilai X2
tabel pada taraf
signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi outdoor
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Penelitian terdahulu tentang hubungan aspek nonperilaku dan perilaku,
terutama pada masalah sosial ekonomi yang dilakukan oleh H van de Mheen, et al
pada tahun 1997 memberikan kesimpulan bahwa kehidupan sosial ekonomi pada
masa anak akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap kesehatannya pada
usia dewasa.
Kemudian penelitian yang sejalan oleh Suriyasa,et al. pada 2006 yang
dituliskannya dalam Medical Journal of Indonesia Volume 15 No.1 2006 dengan
Judul Non Dirt Floor and the Stimulant of Environmental Health Decreased the
Risk Acute Respiratory Infection (ARI) yang dilaksanakan di 5 propinsi di
Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan pada
masyarakat yang telah mendapatkan penyuluhan/pendidikan kesehatan
lingkungan mengalami penurunan faktor risiko terkena Infeksi Saluran Napas
Atas (ISPA) dibandingkan masyarakat yang belum pernah mendapatkan
penyuluhan tentang kesehatan lingkungan tersebut, terutama karena lantai rumah
yang kotor.
Penelitian yang dilakukan oleh Zohrabian and Philipson pada tahun 2010
merekomendasikan bahwa perkiraan - perkiraan dari biaya - biaya eksternal
seperti struktur - struktur asuransi, lingkungan, dan pengetahuan seputar perilaku
yang menyebabkan kematian perlu dirubah untuk memperbaiki perilaku hidup 60
masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih, dkk (2009) tentang
pendekatan keluarga (family oriented) mempunyai pengaruh terhadap kualitas
pelayanan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Penelitian yang dilaksanakan oleh penulis sejalan dengan penelitian –
penelitian terdahulu tersebut di atas yaitu terdapat hubungan antara sembilan
fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan. Untuk fungsi keturunan
dalam keluarga dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak signifikan
karena faktor keturunan memperlihatkan adanya penyakit menurun ataupun
menular dalam penelitian ini tidak dipisahkan secara spesifik dalam pengolahan
datanya. Sedangkan penyakit menurun hanya bisa dikendalikan saja bagi
cariernya, namun tidak dapat untuk dihilangkan. Di samping itu, dipengaruhi pula
oleh faktor lain seperti jenis kelamin dan usia yang mana pada penelitian ini data
– data tersebut hanya diteliti sejauh distribusinya saja, dan dari data dinas
kesehatan yang disajikan padaTtabel 1 diketahui bahwa prioritas program promosi
kesehatan PHBS belum secara spesifik mengarahkan pada fungsi keluarga ini.
D. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional). Pada
desain cross sectional, semua variabel diukur pada saat yang sama di lokasi
tertentu saja. Dengan demikian, desain ini tidak dapat memastikan hubungan
sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan.
2. Penelitian ini mendapatkan hasil estimasi yang tidak signifikan antara fungsi
keturunan dalam keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan. Dengan 61
demikian perlu penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar
untuk meningkatkan kuasa statistik (statistical power), dan juga penelitian
kualitatif yang jauh lebih mendalam untuk fungsi keluarga ini.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 93 keluarga dengan masalah
kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Terdapat hubungan signifikan antara sembilan fungsi keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan sembilan fungsi keluarga
yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan seratus
delapan belas kali lebih besar daripada keluarga dengan sembilan fungsi
keluarga buruk.
2. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi holistik keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi holistik yang baik
memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar
daripada keluarga dengan fungsi holistik buruk.
3. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi fisiologis keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi fisiologis yang
baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali
lebih besar daripada keluarga dengan fungsi fisiologis buruk.
4. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi patologis keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi patologis yang
62 63
baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih
besar daripada keluarga dengan fungsi patologis buruk.
5. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi interaksi antar anggota keluarga
dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi interaksi
antar anggota keluarga yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan
derajat kesehatan empat koma kali lebih besar daripada keluarga dengan
fungsi interaksi antar anggota keluarga buruk.
6. Terdapat hubungan tidak signifikan antara fungsi keturunan keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi keturunan yang
baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan nol koma tujuh
daripada keluarga dengan fungsi keturunan buruk
7. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi perilaku keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi perilaku yang baik
memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih
besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk.
8. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi nonperilaku keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi nonperilaku yang
baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih
besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk.
9. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi indoor keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi indoor yang baik
memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih
besar daripada keluarga dengan fungsi indoor buruk. 64
10. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi outdoor keluarga dengan
peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi outdoor yang baik
memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan enam kali lebih
besar daripada keluarga dengan fungsi outdoor buruk
B. Saran
1. Pemerintah dan pusat pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan
tingkat primer hendaknya meningkatkan pengembangan pengintegrasian
Community Oriented Medical Education (COME) ke arah Family Oriented
Medical Education (FOME) pada keluarga – keluarga dengan berorientasi
pada fungsi – fungsi keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
2. Petugas kesehatan perlu diberi pelatihan dan pembekalan mengenai besarnya
hubungan sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan
keluarga
3. Dengan adanya permasalahan – permasalahan keluarga yang heterogen, perlu
dimunculkan pelayanan dan pendidikan kesehatan yang bersifat konseling
keluarga oleh tenaga – tenaga kesehatan untuk mengantisipasinya
4. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang hubungan sembilan fungsi
keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan pada umumnya, dan secara
khusus diteliti lebih mendalam mengenai fungsi keturunan pada keluarga
dengan jumlah sampel yang lebih besar, dalam rentang waktu yang panjang,
dengan desain penelitian yang lebih tinggi tingkatannya dibanding secara
cross sectional. 65
C. Implikasi
1. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa setiap penelitian yang akan
mempelajari hubungan variabel apapun terhadap peningkatan derajat
kesehatan di masa yang akan datang, perlu memperhitungkan dan
mengendalikan variabel fungsi - fungsi keluarga. Jika variabel ini tidak
dikendalikan, maka kesimpulan peneliti tentang peningkatan derajat kesehatan
akan mengalami bias.
2. Implikasi kebijakan dari penelitian ini bagi institusi layanan kesehatan adalah
perlunya upaya peningkatan pelayanan kesehatan menyeluruh, terutama dalam
pemberian pendidikan kesehatan (Family Oriented Medical Education –
FOME) lebih menekankan pada fungsi – fungsi keluarga, misalnya dengan
pemberian konseling keluarga, tidak hanya penyuluhan di tingkat dasa wisma
atau RT atau desa saja seperti yang selama ini sudah berjalan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium Indonesia : Meningkatkan Kesehatan Ibu.
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal5.pdf.
Diunduh tanggal 17 Januari 2010
Azwar, A. 1999. Implementasi Kedokteran Keluarga pada Fakultas Kedokteran.
Orasi Ilmiah Dies Natalis UI ke 49.
Azwar, A,. 1999. Pemanfaatan Dokter Keluarga dalam Pelayanan Kesehatan
Indonesia. Disampaikan pada Semiloka Standarisasi Pelayanan dan
Pelatihan Dokter Keluarga. PB IDI Jakarta.
Azwar, A. 1996. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit Ikatan
Dokter Indonesia.
Azwar dan Trihono. 2000. Puskesmas Peduli Keluarga. Disampaikan pada
Semiloka Penerapan Pendekatan Kesehatan Keluarga di Puskesmas.
Kerjasama DepKes Propinsi Jateng dengan UNS.
Dinkes Propinsi Jawa Tengah. 2004. Panduan Analisa Kasus Melalui Pendekatan
Keluarga. Semarang : Dinkes Propinsi Jawa Tengah.
Dinkes Propinsi Jawa Tengah. 2004. Pedoman Upaya Kesehatan Melalui
Pendekatan Keluarga Bagi Petugas Puskesmas. Semarang : Dinkes Propinsi
Jawa Tengah.
Faculty of Medicine UGM. 2009. Proposal Family Medicine Education and
Development in National Health System. Summarized from Family Medicine
Team of FM-UGM – PDKI Pusat Jakarta, Proposed in a meeting of Family
Medicine Team of FM-UGM, FM-UNS, FM-UI, and PDKI Pusat Jakarta.
Yogyakarta.
Ibnu Fajar, Isnaeni, Astutik, Isman Amin, B. Rudy Sunindya, Anom Aswin, dan
Sugeng Iwan. 2009. Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Edisi I. Yogyakarta
: Graha Ilmu.
IDI, KDDKI, KIKKI. 2007. Panduan Pendidikan dan CPD Dokter Keluarga.
Jakarta.
IKM UNS. 2002. Modul Dokter Keluarga (I – XI) Program Semique IV.
Surakarta : Fakultas Kedokteran UNS Jurusan IKM.
66 67
JEN. 2003. Penanggulangan Penyakit dalam Upaya Peningkatan Kesehatan
Keluarga di Era Otonomi Daerah. Dalam Konas JEN X di Batu, 30 Januari
– 1 Februari 2003. Malang : KPSE, FK UNIBRAW.
Kanwil DepKes, Jateng. 2000. Pedoman Upaya Kesehatan melalui Pendekatan
Keluarga. Semarang.
Kekalih. 2008. Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kesehatan Primer Pendekatan
Multi Aspek. Jakarta : Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FK UI.
Anonim. 2004. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium Indonesia : Meningkatkan Kesehatan Ibu.
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal5.pdf.
Diunduh tanggal 17 Januari 2010.
Murti. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Edisi Kedua (Revisi). Yogyakarta : UGM
Press.
Murti. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi Kedua). Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsip Dasar,
Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Presiden RI. (2005). Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang
Berkualitas. http://hukum.unsrat.ac.id/pres/72005bg4bab28.pdf. Diunduh
tanggal 17 Januari 2010.
Robert B. Taylor (Ed), 1993. Family Principles and Practice. Springler-Verlag.
Trihendradi. 2009. 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan
SPSS 17. Edisi I. Yogyakarta : ANDI.
Suriyasa, et al. 2006. Non Dirt Floor and the Stimulant of Environmental Health
Decreased the Risk Acute Respiratory Infection (ARI) Medical Journal of
Indonesia Volume 15 No.1 2006
Widyaningsih, et al. 2009. Pendekatan Keluarga (Family Oriented) Mempunyai
Pengaruh terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dalam Meningkatkan
Derajat Kesehatan Masyarakat. Penelitian DIPA Fakultas Kedokteran
Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
top related