hubungan status sosial ekonomi dan kandungan …eprints.ums.ac.id/75450/1/naskah publikasi perpus...
Post on 26-Oct-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN KANDUNGAN
Escherichia coli DALAM AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN DIARE DI
KELURAHAN SEMANGGI SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Progrgram Studi Strata I pada
Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
NANDA ROSA ATINA PUTRI
J 410 150 027
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
1
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN KANDUNGAN
Escherichia coli DALAM AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN DIARE DI
KELURAHAN SEMANGGI SURAKARTA
Abstrak
Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah di
dunia. Di Indonesia penyakit diare masih menjadi salah satu penyakit endemik yang
menyebabkan kematian. Berdasarkan laporan Puskesmas Sangkrah tahun 2018
(Januari-Agustus) terdapat 953 kasus dengan 643 kasus terjadi di Kelurahan
Semanggi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan status sosial
ekonomi (tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan) dan kandungan
Escherichia coli dalam air bersih dengan kejadian diare di Kelurahan Semanggi
Surakarta. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah di Kelurahan
Semanggi Surakarta sebanyak 4752 rumah. Jumlah sampel penelitian sebanyak 93
responden yang dipilih menggunakan proportional stratified random sampling.
Data di kumpulkan menggunakan kuesioner serta pengambilan sampel air yang
akan di uji kandungan Escherichia coli. Hasil analisis data berdasarkan uji Chi
Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu (p=0,002) dan
tingkat pendapatan ibu (p=0,035) dengan kejadian diare tetapi tidak ada hubungan
antara pendidikan ibu (p=0,235) dan kandungan Escherichia coli dalam air bersih
(p=0,155) dengan kejadian diare.
Kata Kunci : diare, status sosial ekonomi, kandungan Escherichia coli dalam air
bersih.
Abstract
Diarrhea is an environment-based disease that still a problem in the world. In
Indonesia diarrhea still one of the endemic diseases thaht cause death. Based on
the report from Puskesmas Sangkrah in January-August 2018 there were 953 cases
with 643 cases occurring in the Semanggi Village. The purpose of this study was to
analyze the relationship of Socioeconomic status (education level, occupation and
income level) and the content of Escherichia coli in clean water with the incidence
of diarrhea in the Semanggi Surakarta. This type of research is observational with
cross sectional study. The population in this study was 4752 houses in Semanggi
Surakarta. The sample of this research were 93 respondents selectedd using
proportional random sampling. Data was collected using questionnares and taking
water sample to be tested for Escherichia coli. The result of data analysis based on
Chi square test regarding relationship between maternal occupation (p= 0,002)
and maternal income level (p= 0,035) with the incidence of diarrhea but there was
no realtionship between maternal education (p= 0,235) and Escherichia coli
content in clean water (p= 0,155) with the incidence of diarrhea.
Keywords : diarrhea, socio-economic factors, content of Escherichia coli in clean
water.
2
1. PENDAHULUAN
Penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah di dunia salah satunya
adalah diare (Achmadi, 2013). Penyakit diare menyebabkan kesakitan dan kematian
anak-anak di dunia dengan penderita terbanyak berada di negara berkembang.
Menurut WHO di seluruh dunia ada 780 juta penduduk tidak memiliki akses air
minum yang tidak terkontaminasi dan 2,5 miliar penduduk tidak memiliki sanitasi
yang baik (WHO, 2017). Di Indonesia penyakit diare masih menjadi salah satu
penyakit endemik yang menyebabkan kematian. Berdasarkan data Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2017 terjadi 21 KLB diare dengan jumlah penderita 1.725 orang
dan CFR sebesar 1,97% (Kemenkes, 2017). Dari laporan Dinas Kesehatan
Surakarta jumlah kasus diare yang ditangani di fasilitas kesehatan tahun 2017
terdapat 7.570 kasus (Dinkes Surakarta, 2017). Pada awal tahun 2018 sampai bulan
Agustus dalam laporan Puskesmas Sangkrah terdapat 953 kasus diare. Pada bulan
Januari sampai bulan Agustus 2018 jumlah penderita diare terbanyak berada di
Kelurahan Semanggi sebesar 643 kasus (Puskesmas Sangkrah, 2018).
Diare adalah perubahan bentuk dan konsistensi feses menjadi abnormal yang
dihubungkan dengan peningkatan frekuensi menjadi ≥ 3 kali dalam sehari. Diare
dapat disebabkan oleh berbagai virus, bakteri dan parasit (Yu Clifton, 2011).
Kejadian diare dipengaruhi beberapa faktor antara lain faktor lingkungan, perilaku
individu dan masyarakat, pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan, status gizi
masyarakat, kependudukan, pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat
(Widoyono, 2011). Penyakit diare dapat disebabkan karena sanitasi dan penyediaan
air bersih yang buruk. Faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit
diare adalah perilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu, faktor yang dapat
meningkatkan prevalensi diare tidak hanya terdapat pada tingkat individu tetapi
juga lingkungan tempat individu tinggal (Komarulzaman, 2014).
Status sosial ekonomi dapat menjadi faktor risiko yang menyebabkan
timbulnya penyakit diare. Status sosial ekonomi merupakan gabungan antara posisi
ekonomi dan sosial individu maupun keluarga dalam masyarakat berdasarkan
pendapatan, pendidikan dan pekerjaan (Soekanto, 2013). Penelitian sebelumnya
(Fathia, 2015) menyatakan bahwa pendidikan ibu rendah mempuyai pengaruh
3
tinggi terhadap kejadian diare pada anak. Penelitian Ariesta (2016) menyatakan
bahwa ada pengaruh antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak.
Penelitian Cahyaningrum (2018) menyatakan bahwa anak-anak dalam keluarga
berpendapatan rendah mempunyai risiko 1,52 kali menderita diare dibandingkan
dengan anak-anak dalam keluarga berpendapatan tinggi.
Pencemaran mikrobiologis dalam air bersih yang digunakan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
penyakit diare. Pencemaran mikrobiologis air bersih dapat disebabkan adanya
kontaminasi bakteri Escherichia coli. Menurut Treyens (2009) Escherichia coli
termasuk dalam coliform fecal atau bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan
manusia, sehingga dapat dijadikan indikator adanya pencemaran pada air.
Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2012) kualitas mikrobiologis air minum
berhubungan dengan kejadian diare (p value 0,033; OR=3,321). Hal ini sejalan
dengan penelitian Wandasari (2014) ada hubungan antara kualitas sumber air
minum dengan kejadian diare (p value 0,008; p value < 0,05).
Berdasarkan laporan monografi Kelurahan Semanggi didapatkan data
penduduk dengan pendidikan rendah sebesar 9.338 orang, penduduk yang tidak
bekerja sebesar 5.904 orang dan pendapatan keluarga tergolong rendah sebesar
2.612 kepala keluarga. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 3 sampel
air bersih di Kelurahan Semanggi didapatkan hasil semua sampel air memiliki
kandungan Escherichia coli melebihi standar baku mutu menurut Peraturan Menteri
Kesehetan No. 32 tahun 2017. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang hubungan status sosial ekonomi dan kandungan Escherichia coli
dalam air bersih dengan kejadian diare di Kelurahan Semanggi Surakarta.
2. METODE
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan rancangan
penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Semanggi
Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2019. Populasi
penelitian adalah 4752 rumah di Kelurahan Semanggi Surakarta. Pengambilan
4
sampel menggunakan teknik stratified random sampling dengan sampel penelitian
sebanyak 93 responden. Data yang diperoleh berdasarkan hasill pengisian
kuesioner melalui wawancara mengenai tingkat pendidikan, status pekerjaan,
pendapatan dan kejadian diare serta melalui uji laaboratorium mengenai kandungan
Escherichia coli dalam air bersih. Teknik analisis data menggunakan uji Chi square
yang digunakan untuk melihat kemaknaan (α=0,05), jika p-value < 0,05 maka Ho
ditolak dan jika p-value ≥0,05 maka Ho diterima.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Univariat
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Responden
Umur Frekuensi %
19 – 38 tahun 22 23,7
39 – 58 tahun 55 59,1
≥ 59 tahun 16 17,2
Jumlah 93 100
Sumber : Data Terolah Mei 2019
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa distribusi umur responden
menunjukkan bahwa dari 93 responden yang diteliti presentase umur responden
yang tertinggi adalah umur 39 – 58 tahun dengan jumlah 55 responden (59,1%).
Sedangkan terendah adalah umur ≥ 59 tahun dengan jumlah 16 responden (17,2%).
Tabel 2. Hasil Analisis Univariat
Karakteristik Frekuensi Persen (%)
Pendidikan Ibu
Pendidikan Dasar 41 44,1
Pendidikan Tinggi 52 55,9
Jumlah 93 100
Pekerjaan Ibu
Tidak Bekerja 46 49,5
Bekerja 47 50,5
Jumlah 93 100
Pendapatan Ibu
< Rp 1.802.700 76 81,7
≥ RP 1.802.700 17 18,3
Jumlah 93 100
5
Kandungan Escherichia coli dalam air bersih
Tidak Memenuhi Syarat 59 63,4
Memenuhi Syarat 34 36,6
Jumlah 93 100
Kejadian Diare
Diare 54 58,1
Tidak Diare 39 49,1
Jumlah 93 100
Sumber : Data Terolah Mei 2019
Berdasarkan tabel 2, tingkat pendidikan responden dibagi menjadi dua
kategori yaitu tingkat pendidikan rendah sebesar 41 responden (44,1%) dan tingkat
pendidikan tinggi sebesar 52 responden (55,9%). Jenis pekerjaan responden di bagi
menjadi dua kategori yaitu responden yang bekerja dan tidak bekerja. Sebanyak 47
responden (49,5%) bekerja dan 46 responden (49,5%) tidak bekerja. Pada distribusi
pendapatan mayoritas responden memiliki pendapatan rendah (<Rp 1.802.700)
sebesar 76 responden (81,7%) dan 17 responden (18,3%) memiliki pendapatan
tinggi (≥ RP 1.802.700). Distribusi frekuensi kandungan Escherichia coli dalam air
bersih yang tidak memenuhi syarat sebesar 59 sampel air (63,4%) sedangkan yang
memenuhi syarat sebesar 34 sampel air (36,6%). Berdasarkan variabel frekuensi
kejadian diare selama satu bulan terakhir terlihat bahwa anggota keluarga
responden lebih banyak yang mengalami diare sebesar 54 respoden (58,1%)
sedangkan anggota keluarga responden yang tidak mengalami kejadian diare
sebesar 39 responden (41,9%).
3.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
variabel bebas yaitu status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan) dan
kandungan Escherichia coli dalam air bersih terhadap variabel terikat yaitu
kejadian diare menggunakan uji Chi square (x²).
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat
Variabel Penelitian
Frekuensi Kejadian Diare
p-value Diare Tidak Diare Total
f % F % N %
Tingkat Pendidikan
Rendah 21 51,2 20 41 41 100 0,235
Tinggi 33 63,5 19 36,5 52 100
6
Pekerjaan
Tidak Bekerja 34 73,9 12 26,1 46 100 0,002
Bekerja 20 42,6 27 57,4 47 100
Pendapatan
<Rp 1.802.700 48 63,2 28 36,8 76 100 0,035
≥Rp 1.802.700 6 35,3 11 64,7 17 100
Kandungan Escherichia coli dalam air bersih
Tidak Memenuhi Syarat 31 52,5 28 47,5 59 100 0,155
Memenuhi Syarat 23 67,6 11 32,4 34 100
Sumber : Data Terolah Mei 2019
Berdasarkan Tabel 3, analisis hubungan antara pendidikan dengan kejadian
diare didapatkan nilai p-value sebesar 0,235 > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diare. Analisis hubungan
antara pekerjaan dengan kejadian diare didapatkan nilai p-value sebesar 0,002 <
0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
diare. Analisis hubungan antara pendapatan dengan kejadian diare didapatkan nilai
p-value sebesar 0,035 < 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pendapatan dengan kejadian diare. Analisis hubungan antara kandungan
Escherichia coli dalam air bersih dengan kejadian diare didapatkan nilai p-value
sebesar 0,155 > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kandungan Escherichia coli dalam air bersih dengan kejadian diare.
3.3 Pembahasan
3.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Diare di Kelurahan Semanggi
Surakarta
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kejadian diare di Kelurahan Semanggi Surakarta,
dimana nilai p-value = 0,142 > 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
responden dengan tingkat pendidikan rendah dengan riwayat kejadian diare
sebanyak 21 orang (51,2%) dan tingkat pendidikan tinggi dengan riwayat kejadian
diare sebanyak 33 orang (63,5%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ni
Ketut (2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan
dengan kejadian diare dimana nilai p-value = 0,193 (α > 0,05). Hasil penelitian
tersebut juga sesuai dengan penelitian Marlina (2015) dimana nilai p-value 0,146
7
(α > 0,05) maka Ho diterima yang artinya tidak terdapat hubungan antara
pendidikan ibu dengan kejadian diare.
Pada tempat dilakukannya penelitian, ibu yang menjadi responden tingkat
pendidikan terakhir paling banyak adalah Pendidikan Tinggi (SMA). Tingkat
pendidikan ibu tidak sepenuhnya mengurangi anggota keluarga yang mengalami
diare. Pengetahuan ibu yang lebih baik tetapi tidak didukung dengan upaya
peningkatan personal hygiene ibu dan anggota keluarga yang mengakibatkan
kondisi sanitasi lingkungan menjadi tidak baik yang bisa meningkatkan kejadian
diare. Dalam hal ini pengetahuan dan informasi tidak hanya di dapat dari
pendidikan formal disekolah tetapi juga dapat melalui pendidikan informal.
Pendidikan informal dapat diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan
sadar atau tidak sepanjang hayat yang berlangsung di lingkungan keluarga ataupun
lingkungan masyarakat tanpa adanya pengeluaran biaya (Hasbullah, 2011).
Pengetahuan responden sudah baik dalam hal menghindari penggunaan air
sumur untuk kebutuhan air bersih sebagai konsumsi sehari-hari. Hal ini dikarenakan
beberapa air sumur tidak layak konsumsi sehingga hanya dimanfaatkan untuk
mandi, cuci dan kakus oleh masyarakat. Tetapi masih ada responden yang
menggunakan jamban umum dikarenakan keterbatasan dalam kepemilikan jamban
keluarga menjadi salah satu faktor peningkatan kejadian diare pada anggota
keluargag responden. Menurut Pradyumna (2015) telah dibuktikan di beberapa
negara bahwa upaya penggunaan jamban sehat memiliki dampak untuk
menurunkan risiko terjadinya penyakit diare.
3.3.2 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Diare di Kelurahan Semanggi
Surakarta
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan adanya hubungan antara pekerjaan
dengan kejadian diare di Kelurahan Semanggi Surakarta, dimana nilai p-value =
0,002 < 0,05. Data penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja
sebanyak 46 orang (49,5%) dan responden yang bekerja sebanyak 47 orang
(50,5%). Perhitungan risk estimate didapatkan nilai OR = 3,825 sehingga dapat
disimpulkan bahwa responden yang tidak bekerja memiliki risiko 3 kali anggota
keluarganya mengalami diare dibandingkan dengan responden yang bekerja. Hasil
8
penelitian ini sejalan dengan penelitian Diana (2012) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare dimana nilai p-value = 0,000
< 0,05. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Thiam (2017) yang menyatakan
bahwa responden yang tidak bekerja memiliki risiko 1,62 kali anggota keluarganya
terkena penyakit diare dibanding dengan responden yang bekerja (p-value =
<0,001).
Berdasarkan hasil wawancara, Sebanyak 46 responden (49,5%) adalah ibu
rumah tangga dengan 34 responden (73,9%) memiliki anggota keluarga yang
mengalami kejadian diare. Anggota keluarga pada ibu yang bekerja lebih banyak
yang tidak mengalami kejadian diare. Menurut Novriandra (2014) responden yang
bekerja akan mempunyai peluang untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang
diare. Dengan bekerja tentunya akan terjalin hubungan-hubungan sosial dengan
rekan kerja sehingga dengan sendirinya akan menambah wawasan dan memberikan
sudut pandang yang beragam. Walaupun waktu responden akan terbagi antara
pekerjaan dan merawat anggota keluarga, tetapi tetap harus lebih dulu mengurus
keluarga. Hal ini dimungkinkan ibu mendapat pengetahuan dan informasi tambahan
di tempat kerja mengenai peningkatan kondisi sanitasi lingkungan rumah dan
personal hygiene, karena ibu banyak bertemu orang baru serta saling bertukar ilmu
baru. Ibu banyak bekerja sebagai pedagang dengan lokasi yang dekat dengan
rumah, sehingga masih mempunyai waktu untuk menjaga kebersihan rumah.
Berbeda halnya dengan ibu yang tidak bekerja, ibu kurang mendapat
informasi atau pengetahuan baru dikarenakan hanya berada di rumah dan
kurangnya interaksi dengan orang baru, walaupun ibu yang tidak bekerja sama-
sama memiliki waktu untuk membersihkan rumah. Sehingga tidak ada peningkatan
kondisi sanitasi lingkungan rumah dan hygiene keluarga yang menyebabkan
anggota keluarga mengalami diare. Menurut Khasanah (2016) secara tidak
langsung pengetahuan berpengaruh terhadap indikator kesehatan. Pengetahuan
akan mempengaruhi perilaku kemudian perilaku kesehatan akan mempengaruhi
peningkatan indikator kesehatan masyarakat.
9
3.3.3 Hubungan Pendapatan dengan Kejadian Diare di Kelurahan Semanggi
Surakarta
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan adanya hubungan antara
pendapatan dengan kejadian diare di Kelurahan Semanggi Surakarta, dimana nilai
p-value = 0,035 < 0,05. Data penelitian menunjukkan dari 81,7% responden dengan
pendapatan <Rp 1.802.700 sebanyak 49 responden yang anggota keluarganya
memiliki riwayat diare selama satu bulan terakhir. Perhitungan risk estimate
didapatkan nilai OR = 3,143 sehingga dapat disimpulkan bahwa responden dengan
pendapatan < Rp 1.802.700 memiliki risiko 3 kali anggota keluarga mengalami
diare dibandingkan responden dengan pendapatan ≥Rp 1.802.700. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Woldu (2016) yang menyatakan bahwa kejadian diare
1,6 kali lebih tinggi pada anak-anak yang keluarganya miskin secara ekonomi
dibandingkan dengan anak-anak yang keluarganya memiliki penghasilan
menengah. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Azage et al., (2016)
menyatakan bahwa diare terjadi pada anak-anak dari rumah tangga miskin adalah
1,6 kali hingga lebih tinggi daripada anak-anak dari rumah tangga yang kaya.
Pendapatan ibu yang rendah dapat mempengaruhi jumlah pendapatan
keluarga sehingga tidak mampu dalam memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan.
Hal ini dimungkinkan karena pendapatan keluarga hanya berasal dari kepala
keluarga. Keterbatasan pendapatan keluarga membuat beberapa responden masih
memanfaatkan jamban umum karena minimnya lahan yang dimiliki dan minimnya
dana untuk memiliki jamban keluarga. Menggunakan jamban umum dapat
mempengaruhi personal hygiene responden dan anggota keluarga karena jamban
umum yang digunakan belum tentu terjaga kebersihannya. Sehingga masih
tingginya kejadian diare pada responden dengan pendapatan kurang dari UMK.
Menurut Pender (2011) rendahnya pendapatan seseorang dapat menghambat
kesadaran tentang kesehatan dan perilaku promosi kesehatan yang memiliki
dampak terhadap kemampuan untuk mempertahankan status kesehatan.
Perolehan pendapatan yang rendah pada keluarga juga mempengaruhi
anggota keluarga dalam mengonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang.
Pemenuhan kebutuhan keluarga yang dapat meningkatkan derajat kesehatan
10
anggota keluarga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menurut Ariesta (2016)
pendapatan yang diperoleh ibu dapat digunakan untuk perbaikan pangan anggota
keluarga sehingga kebutuhan pangan terpenuhi dan terhindar dari kekurangan gizi
yang berdampak pada sistem kekebalan tubuh anggota keluarga.
3.3.4 Hubungan Kandungan Escherichia coli Dalam Air Bersih dengan
Kejadian Diare di Kelurahan Semanggi Surakarta
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara
kandungan Escherichia coli dalam air bersih dengan kejadian diare di Kelurahan
Semanggi Surakarta, dimana nilai p-value = 0,205 > 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kandungan Escherichia coli dalam air bersih tidak memenuhi
syarat dengan responden yang memiliki riwayat diare sebanyak 32 orang (54,2%)
dan Kandungan Escherichia coli dalam air bersih memenuhi syarat dengan
responden yang memiliki riwayat diare sebanyak 23 orang (67,6%). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Marina (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan signifikan antara keberadaan Escherichia coli dengan kejadian diare pada
keluarga, dimana nilai p-value = 0,251 > 0,05. Hasil penelitian tersebut juga sejalan
dengan penelitian Nurul (2016) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
kualitas bakteriologis air minum dengan kejadian diare pada balita, dimana nilai p-
value = 0,764 > 0,05.
Dalam penelitian ini sebagian besar sampel air sumur yang diuji menunjukkan
bahwa kandungan Escherichia coli melebihi ambang batas sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 2017 sebanyak 59 sampel air (63,4%). Dari 59
sampel air yang tidak memenuhi syarat 32 sampel air di dapat dari responden
dengan riwayat diare dan 27 sampel air didapat dari responden yang tidak memiliki
riwayat diare. Masyarakat paling banyak menggunakan sumur pompa sebagai salah
satu sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 33 sumur pompa
yang diuji dari 59 sumber air bersih didapatkan hasil bahwa sampel air tidak
memenuhi syarat kandungan Escherichia coli 0CFU/100ml air. Air dengan kualitas
mikroba yang memenuhi syarat seringkali menjadi terkontaminasi dengan patogen
selama transportasi dan penyimpanan, jika wadah air tidak sepenuhnya tertutup
(Myint, 2015).
11
Beberapa responden hanya memakai air bersih dari sumur untuk kebutuhan
MCK dan jika di konsumsi responden menyatakan melakukan perebusan terlebih
dahulu. Sehingga kejadian diare yang dialami oleh anggota keluarga responden
dapat disebabkan oleh faktor lain. Menurut Umar (2011) diare tidak hanya
disebabkan oleh bakteri tetapi bisa juga disebabkan karena virus ataupun parasit
sehingga penderita diare tidak terjadi seutuhnya hanya karena bakteri Escherichia
coli. Salah satu faktor kejadian diare menurut Notoatmodjo (2011) adalah
penanganan sampah yang tidak memadai dapat mengakibatkan penyakit pada
saluran pencernaan seperti diare, karena bacteria pathogen dapat hidup pada
sampah dan adanya vektor penyakit. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab
kejadian diare adalah kebersihan makanan yang tidak memadai dianggap sebagai
salah satu kontributor utama diare terutama dalam persiapan makanan dan praktik
pemberian makanan (Agustina, 2013). Persiapan dan pengawetan makanan jika
tidak dilakukan dengan benar meningkatkan kemungkinan makanan terkontaminasi
dan dapat menyebabkan diare pada anggota keluarga dalam rumah tangga (Mannan,
2010).
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari 93 responden dalam penelitian didapatkan distribusi kejadian diare sebanyak
58,1%. Tidak ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare di
Kelurahan Semanggi Surakarta (p= 0,235). Ada hubungan pekerjaan ibu dengan
kejadian diare di Kelurahan Semanggi Surakarta (p= 0,002). Ada hubungan tingkat
pendapatan ibu dengan kejaian diare di Kelurahan Semanggi Surakarta (p= 0,035).
Tidak ada hubungan kandungan Escherichia coli dalam air bersih dengan kejadian
diare di Kelurahan Semanggi Surakarta (p=0,155).
4.2 Saran
Masyarakat diharapkan mengupayakan keadaan sarana dan prasarana sanitasi
lingkungan menjadi lebih baik yang dapat meningkatkan derajat kesehatan
keluarga, perubahan perilaku hygiene pada keluarga dan adanya kegiatan bagi ibu
12
rumah tangga agar dapat meningkatkan pendapatan setiap bulan. Meningkatkan
kerjasama dan mempererat jaringan antar petugas Dinas Kesehatan, Puskesmas dan
kader kesehatan untuk meningkatkan upaya kesehatan promotif dan preventif
dibidang kesehatan yang berkaitan dengan kejadian diare, pemberian edukasi
terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat serta upaya
pemberian disinfektan pada sumur agar mengurangi kandungan Escherichia coli
dalam air bersih yang masih digunakan masyarakat. Bagi peneliti lain dapat
digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
variabel faktor risiko kejadian diare seperti pengetahuan dan perilaku ibu, sanitasi
dasar lingkungan serta hygiene sanitasi makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. (2013). Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Adriliadesiani, D. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare pada Balita Di Desa Penyarang Kabupaten Ketapang [Skripsi].
Jakarta: STIK Sint Carolus.
Agustina, Rina., et al. (2013). Association of Food-hygiene Practice and Diarrhea
Prevalence among Indonesia Young Children From Low Socioeconomic
Urban Areas. BMC Public Health. 13(977): 1-12.
(http://www.biomedcentral.com/1471-2458/13/977).
Aini, N., Raharjo, M., & Budiono. (2016). Hubungan Kualitas Air Minum dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuasin
Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
4(1): 399-406.
Ariesta, R., Ervina, Anis., & Eida, Dita N. (2016). Hubungan Sosial Ekonomi
Keluarga dan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal
Obstretika Scientia. 4(2): 472-488
(https://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/OBS).
Azage, M., et al. (2016). Childhood Diarrhea in High and Low Hotspot Districts of
Amhara Region, Northwest Ethiopia. Journal of Health, Population and
Nutrition. 35(13): 1-14. (doi: 10.1186/s41043016-0052-2).
Cahyaningrum, L. A., Rahardjo, Setyo S., & Murti, B. (2018). Analysis of the
Contextual Effect of Village Characteristic and Other Determinants of
Diarrhea in Children Under Five, Banjarnegara, Central Java. Journal of
13
Epidemiology and Public Health. 3(3): 342-352.
(https://doi.org/10.26911/jepupublichealth.2018.03.03.05).
Dinas Kesehatan Surakarta. (2017). Profil Kesehatan Surakarta 2017. Surakarta:
Pemerintah Kota Surakarta.
Evayanti, N., Purna I., & Aryana I. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengn Kejadian Diare pada Balita yang Berobat ke Badan Rumah Sakit
Umum Tabanan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4(2): 134-139.
Fahmi, U. A. (2011). Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Fathia, Hoirunisa., Tejasari, Maya., & Trusda, Siti A. D. (2015). Hubungan Tingkat
Pendidikan dan Pengetahuan Ibu tentang Diare dengan Frekuensi
Kejadian Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tamansari Bandung
Oktober 2013-Maret 2014. Global Medical Health Comunnication. 3(1):
13-18.
Hasbullah. (2011). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali
Press.
Kelurahan Semanggi. (2018). Laporan Monografi 2018. Semanggi: Surakarta.
Kementerian Kesehatan Indonesia. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2017..
Pemerintah Republik Indonesia.
Khasanah, U., Kartika, G. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Diare Dengan Perilaku Pencegahan Diare Pada Balita. Jurnal Kesehatan
Samodra Ilmu. 7(2): 1-12: 149-160.
Komarulzaman, A., Smith, J., & de jong, Eelke. (2016). Clean Water, Sanitasion
and Diarrhoea in Indonesia: Effects of Household and Community Factors.
Global Public Helath Journal. 12(9): 1141-1155.
(https://doi.org/10.1080/17441692.2015.1127985).
Mannan, Sultana R., & Rahman, Atiqur Md. (2010). Exploring the Link Between
Food-Hygiene Practices and Diarrhoea Among the Children of Garments
Worker Mother in Dhaka. Journal AKKMC. 1(2): 4-11.
(https://www.banglajol.info/index.php/AKMMCJ/article/view/7458).
Myint, Su Lattt Tun., Myint , Thuzar., Aung, Wah Wah., & Wai, Khin Thet. (2015).
Prevalence of Household Drinking Water Contamination and Acute
Diarrhoeal Illness in A Periurban Community in Myanmar. WHO South
East Asia Journal of Public Health. 4(1): 62-68.
(https://www.searo.who.int/publications/journals/seajph).
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
14
Novrianda, D., Yeni, F., & Asterina. (2014). Hubungan Karakteristik Ibu dengan
Pengetahuan tentang Penatalaksanaan Diare pada Balita. Ners Jurnal
Keperawatan. 10(1): 159-166.
Pender, N.J., Murdaugh, C.L., & Parsons, M.A. (2011). Health Promotion in
Nursing Practice (6th Edition). Boston: Pearson.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 32 Tahun 2017. Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum.
Kementerian Kesehatan Indonesia.
Pradyumna. (2015). Moving Beyond Sanitarions Diarrhea Fixation. Jurnal of
Lencet Global Health. Vol 3.
Purwaningsih, Retno. (2012). Hubungan Antara Penyediaan Air Minum dan
Perilaku Higiene Sanitasi dengan Kejadian Diare Di Daerah Paska
Bencana Desa Banyudono Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
[Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
(http://lib.unnes.ac.id/18517/1/6450408044.pdf).
Puskesmas Sangkrah. (2017). Rekapitulasi Kejadian Diare 2015-2017. Pasar
Kliwon: Surakarta.
Soekanto, S., & Budi, S. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Revisi). Jakarta:
Rajawali Press.
Soentpiet, M., Manoppo, Jeanette., & Wilar, R. (2015). Hubungan Faktor
Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Diare pada Anak Balita di Daerah
Aliran Sungai Tondano. Jurnal e-Clinic(eCI). 3(3): 820-825.
Thiam, Sokhna., et al. (2017). Prevalence of Diarhhoea and Risk Factors Among
Children Under Five Years Old in Mbour, Senegal: A Cross-sectional
Study. BioMed Central. 6(109): 1-12. (https://doi.org/10.1186/s40249-017-
0323-1).
Treyens, Cliff. (2009). Bacteria and Private Wells Information Every Well Owner
Should Know. National Environmental Service Center. 8(4): 19-22.
(www.nesc.wvu.edu/ontap.cfm).
Wandasari, Arry P. (2014). Hubungan Antara Kualitas Sumber Air Minum dan
Pemanfaatan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare Di Desa
Karangmangu Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang. Unnes Journal of
Public Health. 3(3): 1-8. (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph).
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya (Edisi 2). Jakarta: Erlangga.
15
Woldu, W., Bitew, B., & Gizaw, Z. (2016). Socioeconomic Factors Associated
With Diarrheal Diseases among Under-five Children of The Nomadic
Population in Northeast Ethiopia. Tropical Medicine and Health. 44(40): 1-
8. (DOI 10.1186/s41182-016-0040-7)
World Health Organization. (2017). Diarrhoeal disease. Geneva: WHO.
(www.who.int/topics/diarrhoea/en/). Diakses pada 16 Oktober 2018
Yu, Clinton., Douglas Lougee., & Jorge R. Murno. (2011). Diarrhea and
Dehydration Pediatric Education in Disasters Manual (Modul 6).
American Academy of Pediatric: AAP Press. (https://www.aap.org/en-
us/advocacy-and-policy/aap-health-initiatives/Children-and-
Disaster/Pages/Diarrhea-and-Dehydration.aspx).
top related