husnul alfia aulia program studi hukum...
Post on 30-Dec-2019
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMIKIRAN PROF. DR. HJ. HUZAEMAH TAHIDO YANGGO
MENGENAI PERAN PEREMPUAN DALAM ISLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
HUSNUL ALFIA AULIA
NIM : 1112044100074
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ABSTRAK
HUSNUL ALFIA AULIA, NIM : 1112044100074, PEMIKIRAN PROF. Dr. Hj.
HUZAEMAH TAHIDO YANGGO MENGENAI PERAN PEREMPUAN
DALAM ISLAM. Konsentrasi Hukum Keluarga, Program Studi Ahwal
Syakhsiyah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016 M/ 1437 H. x + 80.
Persoalan mengenai perempuan tidak akan ada habisnya, baik perempuan
dijadikan sebagai objek dan atau subjek kajian. Realitasnya, perempuan selama ini
hanya dijadikan objek „eksploitasi‟ dari aspek kesehatan, ekonomi, politik,
biologis, psikologis, keagamaan, dan sebagainya. Islam hadir untuk mengangkat
derajat kaum perempuan. Menempatkan perempuan pada posisi yang sama
dengan laki-laki. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo adalah seorang tokoh
yang memberikan ruang terhadap perempuan untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki. Kemampuannnya menelusuri nash-nash tentang perempuan, dan
meluruskan penafsiran klasik yang terbukti tidak objektif karena terkontaminasi
oleh kondisi sosial budaya yang di dominasi oleh peran laki-laki.
Tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui bagaimana peran
perempuan karier dalam Islam, dan juga untuk mendeskripsikan pandangan
Huzaemah Tahido Yanggo tentang perempuan karier. Jenis penelitian library
research, metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara serta studi pustaka.
Kemudian menganalisis data yang terkumpul dengan cara deduktif agar
memperoleh pandangan Prof. Dr.Hj. Huzaemah Tahido Yanggo tentang peran
perempuan karier dalam Islam.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah peran seorang perempuan sesuai
dengan kedudukannya. Dalam Islam tugas alamiah seorang perempuan adalah
melahirkan, menyusui, dan merawat anak. Namun seorang perempuan dibolehkan
berkarier dengan syarat dirinya tetap mengikuti aturan yang ditetapkan di dalam
Islam untuk keselamatan dan ketentraman hidupnya. Huzaemah Tahido Yanggo
berpendapat bahwa seorang perempuan yang memiliki karier harus bisa
bertanggungjawab terhadap kewajibannya di dalam maupun di luar rumah. Serta
pekerjaan atau karier yang diamanatkan harus sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki dan karier tersebut tidak menimbulkan kemudharatan terhadap dirinya.
Kata kunci : Peran Perempuan Islam, Perempuan Karier, Studi Tokoh
Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo
Pembimbing : Siti Hannah, S.Ag.,L.c.,M.A.
Daftar Pustaka : Tahun 1983 s.d Tahun 2016.
v
KATA PENGANTAR
بسم اللة الر حمن الر حيم
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan segala limpahan rahmat, hidayah, dan taufiq-Nya, hingga kita masih diberi
ketetapan Iman dan Islam, serta komitmen sebagai Insan yang haus akan ilmu
pengetahuan. Dan dengan izin dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul : PEMIKIRAN PROF. DR. HJ. HUZAEMAH TAHIDO
YANGGO MENGENAI PERAN PEREMPUAN DALAM ISLAM. Sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Hukum Keluarga
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh
umatnya.
Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan
berupa bimbingan, arahan, semangat serta motivasi dari orang-orang terdekat dan
rekan-rekan penulis. Oleh karena itu penulis menghaturkan ucapan terimakasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Saepudin Jahar,M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Arip Purkon,M.A. ketua Sekertaris
Program Studi Ahwal Syakhsiyah.
4. Siti Hannah,S.Ag.,L.c.,M.A. pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan serta
saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Dr. Hj. Azizah, M.A. Dosen Penasehat Akademik yang selalu bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran bagi penulis
hingga terselesaikan skripsi ini.
vi
6. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo selaku tokoh yang menjadi
narasumber peneliti, terima kasih untuk waktu serta ilmu yang telah
diberikan kepada penulis.
7. Seluruh dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan ilmu dan pelajaran-pelajaran berharga kepada penulis selama
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kepada Bapak dan Ibu (Giyono dan Siti Hayati), serta kakak dan adikku
(Ardika Susanto dan Hilyah Mushoffa), terima kasih atas segala cinta dan
sayang serta luapan doa yang tak pernah putus setiap harinya, yang selalu
menyertai langkahku serta segenap pengorbanannya tanpa keluh kesah.
9. Kepala Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas beserta staf dan
Perpustakaan UI beserta staf yang telah memberikan fasilitas kepada
penulis dalam menelusuri literaratur yang berkaitan dengan skripsi.
10. Sahabat tersayang Pipit, Shara, Dwi, dan Ajep yang selalu memberikan
semangat dan warna kepada penulis. Semoga Allah selalu meridhai
persahabatan kita.
11. Sahabat terbaik, terkasih Ulfah, Mamih, Aping, Ahmad Fauzi, Reza/jabul,
Sayyid, Asep, Isol, Wahid. Terima kasih untuk segala kenangan yang telah
terukir, semoga persahabatan kita tak berhenti sampai disini.
12. Sahabat kamar Rini, ka Lia, ka Fatin, Lina, Lutfah, Dewi, semoga kalian
selalu diberi kesehatan lahir dan batin atas ketulusan kalian kepada
penulis.
13. Sahabat seperjuangan Peradilan Agama-B angkatan 2012, terkhusus
penghuni Pohon Dosa (Habibi, Miqani/oncom, Riki, Zainudin, Alip, ijar,
Yahya, Njen, Sule, Abay, Bobi, Hannah, Ipeh, dan kalian yang tidak bisa
penulis sebutkan satu-persatu). Terimakasih untuk canda tawa cerita yang
selalu hadir dan akan selalu ada ayunan rindu untuk kalian semua. Semoga
silaturahmi kita tetap terjaga sampai kapanpun.
14. Keluarga Besar Peradilan Agama (KBPA), sahabat-sahabat organisasi,
rekanita-rekanita, teman-teman KKN Pelangi UIN Syarif Hidayatulah
vii
Jakarta, kalian telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman yang
sangat berharga kepada penulis.
15. Kepada mereka yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah
membantu dan memberikan doa, semangat serta motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan, kemampuan, pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat bagi
penyempurnaan skripsi ini sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini dapat
dipahami dan memberikan manfaat bagi kita semua yang membacanya. Aamiin
Jakarta, 7 Oktober 2016
Penulis
Husnul Alfia Aulia
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
LEMBARAN PERNYATAAN ............................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 11
C. Pembatasan Masalah ................................................................ 11
D. Rumusan Masalah ..................................................................... 11
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 12
F. Review Terdahulu .................................................................... 12
G. Metode Penelitian ..................................................................... 14
H. Sistematika Penulis .................................................................. 17
BAB II PEMBAHASAN WANITA KARIER
A. Pengertian Perempuan Karier .................................................. 19
B. Kedududkan Perempuan dalam Hukum Islam ......................... 22
C. Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Hukum Islam ............. 33
BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PROF Dr. Hj. HUZAEMAH
TAHIDO YANGGO
A. Biografi Prof. Dr. Hj Huzaemah Thaido Yanggo .................... 55
B. Aktifitas dan Karya-karya . Hj Huzaemah Thaido Yanggo ..... 56
C. Pemikiran Peran Perempuan Karier Prof. Hj Huzaemah
Thaido Yanggo ......................................................................... 60
ix
BAB VI ANALISIS PERAN PEREMPUAN KARIER DALAM ISLAM
A. Analisi Peran Perempuan Karier Dalam Islam ......................... 68
B. Analisis Pandangan Prof. Hj Huzaemah Thaido Yanggo
Tentang Perempuan Karier ....................................................... 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 74
B. Saran .......................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Wawancara
2. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perempuan adalah mitra laki-laki, laksana seorang menteri dalam
mengurus keluarga, wakil saat suami tiada, pendidik anak-anak, dan sekaligus
penjaga rahasia-rahasia suami. Perempuan berarti ibu dan nenek, saudara
perempuan ibu maupun bapak, saudara perempuan, istri, anak, dan juga cucu
perempuan. Pendeknya perempuan adalah hulu kedamaian, istana cinta, dan
kasih-sayang. Dengan demikian, seorang perempuan layak mendapatkan hak
istimewa. Bahkan sudah seharusnya kaum perempuan memiliki peran
sekaligus pengakuan penting dalam pelbagai aspek kehidupan.1
Perjuangan kaum wanita untuk memperoleh pengakuan akan
persamaan dengan kaum pria telah berlangsung ratusan tahun, tetapi
jangankan di dalam masyarakat primitif atau tradisional di dalam masyarakat
modern pun pengakuan terhadap hak-hak wanita tersebut secara penuh baru
terealisir dalam 30-an tahun terakhir.2 Beberapa tahun belakangan ini terjadi
hiruk-pikuk perbincangan tentang isu-isu perempuan, terutama menyangkut
hak-hak dasar mereka yang selama ini terabaikan, terpinggirkan, atau
tertindas oleh sistem kehidupan patriarkis.3
Untuk itu pembahasan mengenai perempuan karier menjadi salah satu
1„Abd al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 13.
2Sitoresmi Syukri Fadholi, Sosok Wanita Muslimah, (Yogya : Tiara Wacana Yogya,
1992), Cet. I, h. 3-4.
3Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender),
(Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2012),Cet.VI, h.xxx.
2
pembahasan penting dalam kehidupan modern. Tema ini menyita perhatian
banyak kalangan.4 Karena sejak dahulu kaum perempuan selalu diidentikkan
sebagai korban diskriminasi di tengah masyarakat. Perempuan dijadikan
obyek media, bintang iklan dengan penampilan hampir telanjang, dipaksa
untuk tampil cantik, ramping, kurus, tinggi dan putih yang kesemua itu sering
kali harus dilakukan dengan cara-cara rekayasa yang membahayakan
kesehatan tubuh dan hidup perempuan. Namun, kebanyakan perempuan
belum menikmati penghargaan dan penghormatan yang sama dengan laki-laki
sesuai sumbangan dan beban kerjanya sebagai dampak dari diskriminasi
terhadap perempuan yang terus menerus terjadi.5
Dan terakhir yang lebih krusialnya adalah perempuan juga mengalami
upaya-upaya pemiskinan secara struktural. Mereka dibatasi aksesnya dalam
banyak bidang kehidupan terkait peningkatan ekonomi.6
Keberadaan perempuan selalu menjadi hal yang menghawatirkan.
Perempuan yang selalu di nomor duakan dalam berbagai hal membuat
wilayah perempuan hanyalah terbatas dalam hal apapun. Pemikiran mengenai
peran perempuan atau lebih tepatnya adalah ketika menjadi seorang istri,
perannnya hanya terbatas di dalam rumah saja. Seperti perkataan lama yang
sampai saat ini masih tertanam di pemikiran perempuan yang tidak ingin
4„Abd al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fiqh Wanita, h.14.
5Tapi Omas Ihroni, dkk, ed.,Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, (Bandung: PT.
Alumni, 2006), Cet, II, h.3.
6Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: Megawati Institute,
2014), Cet.II, h.28.
3
bekerja, yaitu tugas seorang isteri yang baik hanya terpaut pada tiga tempat
yaitu kasur, dapur, dan sumur.7
Ada kesenjangan dan ketimpangan antara idealitas agama dan realitas
sosial. Ketika idealitas agama memberikan peran dan aktualisasi atas hak-hak
dasar kaum perempuan, seperti yang diberikan kaum laki-laki, realitas sosial
justru membatasi dan membelenggunya. Kesenjangan seperti ini tentu perlu
dihilangkan melalui upaya-upaya intelektual yang kritis dan menerobos
terhadap teks-teks keagamaan yang dijadikan pedoman. Dalam istilah yang
lebih populer kita perlu melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi terhadap
bangunan pemikiran keagamaan (fiqh) dalam konteks sosial kita sekarang. 8
Islam telah menghapuskan diskriminasi antara laki-laki dan
perempuan. Islam mengangkat derajat kaum perempuan setara dengan kaum
laki-laki. Islam telah mengangkat derajat perempuan dan menempatkannya
sebagai perimbangan atas tanggung jawab yang dipikul di pundak mereka.9
Islam melihat kehidupan manusia dari sudut pandang holistik dan
komprehensif. Islam tidak melihat masalah wanita sebagai masalah tersendiri,
terlepas dari konteks tatanan kehidupan umumnya. Sudut pandang holistik
dan komprehensif melihat pria dan wanita tidak sebagai dua pihak yang
bertentangan satu sama lain. Antara pria dan wanita telah ditakdirkan
7“Dapur, Sumur, Kasur”, Republika, 25 April 2012, h. 4.
8Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender),
h. xxx.
9Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta : Ghalia Indonesia,
2010),Cet 1, h. 84.
4
mengandung polarisasi di dalam diri mereka sendiri. Hubungan antara pria
dan wanita adalah hubungan yang fungsional, yang satu berfungsi terhadap
yang lain. Secara komplementer, yang satu menjadi pelengkap yang lain.10
Dalam banyak hal, wanita diberikan hak dan kewajiban serta
kesempatan yang sama dengan pria. Namun dalam masalah-masalah yang
berkaitan dengan kodrat dan martabat wanita, Islam menempatkan sesuai
dengan kedudukannya.11
Perempuan memiliki kedudukan yang tinggi sebagai
manusia karena perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam sisi
kemanusiaan. Manusia di dalam Al-Qur‟an disebutkan sebagai khalifah Allah
SWT yang memperoleh kemuliaan.12
Di kalangan umat Islam terdapat keyakinan yang sudah berurat
berakar bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, padahal cerita ini
bukan berasal dari Al-Qur‟an, malainkan dari Injil.13
Tentang penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam, Abu Muslim al-
Ishfahani menyatakan bahwa Allah SWT tidak menciptakan Hawa dari tulang
rusuk Adam, tetapi dari tanah seperti penciptaan Adam. Selain itu, dalam
menafsirkan ayat tentang penciptaan Hawa, Hamka dan Hasbi yang
pemikirannya dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad „Abduh dan muridnya
Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir al- Manar, hadits-hadits tentang
10
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita,
(Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1999), Cet II, h. 45.
11Muhammad Koderi, Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1999), h.49-50.
12Ibrahimamini, Kedudukan Perempuan Dalam Islam,artikel diakses pada 08 Juni 2016
dari http://www.ibrahimamini.com/id/node/2127.
13Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 86.
5
penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam harus dimaknai secara metaforis
bukan literer. Hadits-hadits itu menurut mereka berbicara tentang keadaan
jiwa perempuan yang diumpamakan dengan keadaan tulang yang bengkok,
jadi bukan perempuan benar-benar diciptakan dari tulang yang bengkok.14
Dalam Al-Qur‟an diterangkan bahwa perempuan dan laki-laki
mempunyai derajat yang sama, tidak ada isyarat dalam Al-Qur‟an bahwa
perempuan pertama yang diciptakan oleh Allah SWT (Hawa) adalah suatu
ciptaan yang mempunyai martabat lebih rendah dari laki-laki (Adam). Hal ini
ditegaskan dalam Al-Qur‟an surah An-Nisa: 1.15
( 4:1النساءسوره/ )
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu”.16
Seperti pada penciptaan-Nya terhadap Adam dan Hawa, Allah SWT
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya dalam hal
ini terdapat di dalam Firman-Nya surah Al-Baqarah: 31-33
14
Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur‟an (Studi Pemikiran Para Mufasir)
(Yogyakarta:Labda Press, 2006), Cet. I, h.186.
15Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 86.
16QS.An-Nisa: 1.
6
( /34-2:31)البقرة
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!" “mereka menjawab: "Maha suci
Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana".
Apabila Nabi Adam mampu mamahami Asma‟ (nama-nama) dan
menjawabnya, hal itu karena pengaruh spesifik penciptaan kemanusiaan.
Maka perempuan dan laki-laki dalam penciptaannya juga memiliki
kemampuan yang sama. Secara umum, setiap pujian kepada manusia yang
terdapat di dalam Al-Qur‟an dan Hadits pasti berkenaan dengan seluruh
manusia, baik perempuan maupun laki-laki, menurut perspektif islam adalah
dua manusia yang sama.
Laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam
mengatur masyarakat, yang diantaranya adalah pertama, perempuan dan laki-
7
laki adalah sama sebagai sumber keberadaan, reproduksi, dan kesinambungan
keturunan manusia. Kedua, Al-Qur‟an menganggap bahwa satu-satunya
media kebahagiaan manusia adalah keimanan kepada Allah SWT, penyucian
dan pembersihan diri dari segala keburukan, pemeliharaan takwa, serta
pelaksanaan amal shaleh. Ketiga, Islam menganggap bahwa perempuan dan
laki-laki adalah dua fondasi masyarakat tempat mereka mempunyai peran
yang sama dalam penciptaan, pembentukan, pengaturan, dan pemanfaatan
masyarakat.17
Berangkat dari kedudukan perempuan di dalam Al-Qur‟an, masih
terdapat tokoh yang beranggapan bahwa perempuan umumnya hanya boleh
melaksanakan tugas intern saja. Seperti di dalam buku ad-Din wa al-Mar‟ah
yang dikutip oleh Juwairiyah Dahlan dalam disertasinya, terdapat pasal yang
ditulis oleh Muhammad Rasyid Rida yang mengatakan intinya, “perempuan
harus tinggal di rumah dan boleh belajar sekedar hanya ilmu
kerumahtanggaan saja”.18
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa perempuan
tidak diberikan ruang yang luas dalam mengembangkan dirinya. Hal tersebut
bertentangan dengan Firman Allah dalam Al-qur‟an suran an-Nisa: 134,
)134 :4)النساء سوره/
17
Ibrahimamini, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, artikel diakses pada 08 Juni 2016
dari http://www.ibrahimamini.com/id/node/2127.
18Juwairiyah Dahlan, “Peran Wanita Dalam Islam (Studi Tentang Wanita Karier dan
Pendidikan Anak,” (Disertasi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2000),
h.12. Lihat Abbas Kararah, (Ed), Ad-Din wa al-Mar‟ah, (Mesir: Dar al-Ma‟arif), h.217.
8
“Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi),
karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha melihat”.19
dan surah an-Nahl: 93,
( 16:93النحلسوره/)
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat
(saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Sesungguhnya kamu akan
ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”.20
Sebagian orang mengatakan bahwa keluarnya seorang perempuan
untuk meringankan beban yang ditanggung oleh seorang suami, pada
kenyataannya keluarnya perempuan tidak sedikitpun meringankan beban
yang ditanggung suaminya. Ketika seorang perempuan bekerja diluar rumah
bebannya makin bertambah, ia harus menyelesaikan tugas di dalam dan luar
rumah sekaligus. Mereka harus bekerja dan sekembalinya ke rumah mereka
harus merapikan permasalahan dalam rumahnya disamping tugas-tugas yang
lainnya seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui.21
Syaikh Mutawalli As-Sya‟rawi dalam bukunya Fikih Perempuan
(Muslimah) berpendapat bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah.
Apabila perempuan berkarier, hal itu merupakan pekerjaan yang hanya akan
19
QS.An-Nisa: 134.
20QS. An-Nahl: 93
21Syaikh Mutawalli As-Sya‟rawi, Fikih Perempuan (Muslimah) Busana dan Pershiasan,
Penghormatan atas Perempuan, Sampai Wanita Karier, (T.tp., Amzah, 2005), h.139-140.
9
menambah kesulitan sehingga mereka tidak dapat melaksanakan tugas
domestiknya dengan maksimal.22
Berbeda dengan Muhammad Rasyid Rida dan Syaikh Mutawalli As-
Sya‟rawi terdapat beberapa tokoh reformis yang memperjuangkan kebebasan
perempuan diantaranya:
Rifa‟ah Rafi‟ at-Tahtawi (1801-1873) ialah seorang reformis Arab
pertama yang pernah menulis mengenai status perempuan. At-Tahtawi
menyerukan supaya kaum perempuan di Dunia Islam secepatnya diberi
pendidikan sebagai prioritas utama, dan diajak bekerja.23
Qasim Amin (1865
– 1873), seorang Mesir keturunan Turki, menulis dua buku mengenai
pembebasan perempuan. Qasim menganjurkan agar perempuan melepaskan
jilbab, menyerukan pemberian pendidikan yang sama kepada laki-laki dan
perempuan, dan meninggalkan poligami yang menurutnya dapat ditolerir
hanya kalau sang istri mandul. Tahar Haddad (1899 – 1935), seorang Tunisia,
yang dengan keras mencoba mendobrak keterbelakangan perempuan muslim
Tunisia dan menganjurkan reformasi total: perempuan harus mendapatkan
hak yang sama atas pendidikan, tidak perlu berjilbab (jilbab menurutnya,
adalah suatu bentuk aliansi perempuan), perempuan mestinya boleh bekerja
di luar rumah. Haddad juga mengecam talak secara sepihak dari suami yang
perlu dibatasi, dan menolak poligami sebagai bentuk ketidaksetaraan
22
Syaikh Mutawalli As-Sya‟rawi, Fikih Perempuan (Muslimah) Busana dan Pershiasan,
Penghormatan atas Perempuan, Sampai Wanita Karier, h. 141.
23Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender),
h.xv.
10
gender.24
Prof.Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo berpendapat bahwa seorang
perempuan haruslah cerdas, perempuan harus bisa maju dalam berbagai hal.
Terutama untuk menjadi seorang ibu, perempuan harus memiliki berbagai
ilmu, tidak hanya ilmu kerumahtanggaan saja terlebih pada era tekhnologi
seperti sekarang. Menurutnya “bahwa kaum perempuan yang berperan
sebagai ibu bisa lebih maju pola pikirnya. Jangan hanya larut dalam
mengurus tugas harian rumah tangga. Ibu harus berpikir besar karena ia
sedang membentuk generasi masa depan. Disamping itu, kaum perempuan
hendaknya juga bisa berperan untuk masyarakat. Perempuan memiliki andil
dalam berperan di masyarakat sebagai salah satu ladang amal shaleh.”25
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis memilih judul
“Pemikiran Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo Mengenai Peran
Perempuan Dalam Islam”. Penulis tertarik karena pembahasan mengenai
perempuan dari masa ke masa tidak pernah surut. Studi tentang perempuan
telah banyak melahirkan teori-teori khususnya tentang hakikat dan peran
perempuan dalam kaitannya dengan karir.
24
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender,
h. xvi.
25Hafidz Muftisany, Prof. Huzaemah Tahido Yanggo menjadi ibu sukses di dalam dan
luar rumah, artikel diakses pada 08 Juni 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-
jumat/15/12/18/nzjqc78-prof-huzaimah-tohido-yanggo-menjadi-ibu-sukses-di-dalam-dan-luar-
rumah.
11
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pandangan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo mengenai
peran perempuan karier dalam Islam?
2. Bagaimana pandangan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo tentang
perempuan karier?
3. Bagaimana pandangan Islam tentang hakikat dan peran ganda perempuan
sebagai ibu, dan sebagai wanita karier?
4. Apakah Islam memberikan keluwesan terhadap perempuan karier?
5. Bagaimana kedudukan wanita dalam Islam?
6. Bagaimana pandangan Islam mengenai perempuan yang bekerja di luar
rumah?
7. Adakah aturan dalam Islam untuk seorang perempuan yang berkarier?
8. Apa saja karier yang dibolehkan dalam Islam untuk seorang perempuan?
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dan agar penelitian ini lebih akurat
dan terarah sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru serta meluas
maka penulis membatasi pembahasan ini pada masalah pemikiran Prof. Dr.
Hj. Huzaemah Tahido Yanggo tentang peran perempuan karier dalam Islam.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran perempuan karir berdasarkan perspektif Islam?
12
2. Bagaimana pandangan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo tentang
perempuan karier?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian:
1. Untuk mengetahui bagaimana peran perempuan dalam Islam.
2. Untuk mendeskripsikan pandangan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido
Yanggo tentang perempuan karier.
Manfaat penelitian:
1. Memberikan pandangan dan menambah wacana baru bagi kaum wanita.
2. Memberikan sumbangan ilmiah dan pengembangan khzanah kajian
keilmuan dalam bidang studi Islam.
F. Review Studi Terdahulu
No Identitas Substansi Perbedaan
1. Juwairiah Dahlan (85060/S-
3). Program studi Ilmu
Agama Islam. Institut Agam
Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Tahun
2010. Judul Disertasi
“PERAN WANITA
DALAM ISLAM (Studi
Tentang Wanita Karir dan
Pendidikan Anak)”.
1. Islam
menghormati
kaum wanita
setaraf dengan
kaum pria dari
segi kemanusiaan
serta mendorong
kaum wanita
mengembangkan
potensinya
seoptimal
Perbedaan
terletak pada
pembahasan
dan objek
penelitiannya.
Dalam
penelitian
tersebut tidak
membahas
mengenai
bagaimana
13
mungkin. Karena
itu, Islam
memberikan
peluang
kemungkinan
lahirnya wanita
karier.
2. Wanita karier
tidak menghambat
pendidikan anak
dan keharmonisan
rumah tangga,
bahkan dapat
menunjang bila
ada saling
pengertian antara
suami dan istri.
peran
perempuan
karier
berdasarkan
perspektif
Islam dan
kesetaraan
jender. Dan
dalam skripsi
tersebut tidak
meneliti
mengenai
pemikiran
tokoh.
2. Ziadatun Ni‟mah
(05350006). Program studi
Ilmu Hukum Islam. Fakultas
Syari‟ah. Universitas Islam
Husein Muhammad
melihat wanita karir
adalah wanita yang
mandiri, bekerja
Perbedaan
terletak pada
tokoh yang
diteliti. Pada
14
Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Judul Skripsi “
WANITA KARIR DALAM
PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM (Studi pandangan
K.H. Husein Muhammad).
menghidupi dirinya
sendiri serta untuk
mengaktualisasikan
dirinya baik ruang
publik maupun
domestik. Husein
Muhammad juga
melihat wanita dan
pria yang sudah
dewasa berhak
bekerja dimana saja,
di dalam rumah
maupun di luar
rumah.
penelitian
tersebut
meneliti tokoh
K.H Husein
Muhammad.
G. Metode Penelitian
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana yang
dilakukan dengan metode ilmiah dengan tujuan untuk mendapatkan data baru
guna membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu gejala.26
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
26
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991),
h.2.
15
Jenis penelitian ini adalah jenis kepustakaan (library research)
yaitu penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan
menelaah literatur atau penelitian yang difokuskan pada bahan-bahan
pustaka. Sumber-sumber data diperoleh dari berbagai karya tulis seperti
buku, artikel, jurnal, yang secara langsung maupun tidak langsung
membicarakan persoalan yang diteliti, selain itu dengan wawancara
terhadap subyek yang diteliti.
2. Sumber Data
Dalam melakukan penelitian ilmiah ini. Peneliti menyusun
berdasarkan sumber data yang terbagi kedalam dua kriteria, yaitu sumber
data utama (primer) dan sumber data tambahan (sekunder) ialah :
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengambilan
data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.27
Adapun data primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah melalui wawancara langsung dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah
Tahido Yanggo dan buku Fikih Perempuan Kontemporer karya Prof.
Dr. Hj Huzaemah Tahido Yanggo.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang peneliti gunakan ialah dengan
melalui observasi terhadap studi kepustakaan seperti buku-buku,
27
Saifuddin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 91.
16
karya ilmiah, jurnal, serta kasus-kasus berkaitan yang di dapat
melalui sumber-sumber yang akurat.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah proses diperolehnya data dari
sumber data, adapun sumber data adalah subyek dari penelitian yang
dimaksud.28
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan
menggunakan teknik, diantaranya:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara yaitu metode untuk mendapatkan keterangan dan data
dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi.29
Dalam
skripsi ini penulis mengumpulkan data melalui wawancara dengan
Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, yang sebelumnya penulis
terlebih dahulu membuat kerangka dan garis-garis besar pokok-pokok
yang akan ditanyakan dalam proses wawancara.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mencari
konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, atau penemuan
yang berhubungan erat dengan pokok-pokok permasalahan.30
Pada
penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data melalui buku-
28
M. Subana, Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),
h. 115.
29Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta: PT Gramedia,
1989,), Cet. Ke-8, h. 130.
30Khuzaifah, Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: UMS
Press, 2004), h. 47.
17
buku, artikel, jurnal karya Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo,
serta literatur-literatur lain yang menunjang yang berkaitan dengan
peran-peran perempuan dalam Islam.
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis deduktif yaitu metode
yang dipakai untuk menganalisa data yang bersifat umum dan memiliki
unsur kesamaan sehingga digeneralisasikan menjadi kesimpulan khusus.
Analisa dilakukan dengan terlebih dahulu menjelaskan pemikiran Prof.
Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo mengenai peran perempuan dalam
Islam secara umum lalu ditarik kesimpulan khusus.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat
Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2012.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, skripsi ini dibagi
atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Bab pertama dalam penelitian ini berisi pendahuluan yang meliputi
latar belakang yang menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan,
identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Kemudian bab dua, membahas secara umum tentang perempuan karier secara
18
mendetail, kedudukan perempuan dalam hukum Islam, serta hak dan
kewajiban perempuan dalam hukum Islam. Lalu bab tiga, dalam bab ini
peneliti menguraikan secara singkat riwayat hidup tokoh yang menjadi objek
penelitian peneliti. Diletakkan pada bab ini karena sebelum mengetahui
bagaimana dan seperti apa pemikirannya dalam hal ini pandangan Prof. Dr.
Hj. Huzaemah Tahido Yanggo tentang peran perempuan dalam Islam terlebih
dahulu mengetahui sebenarnya tokoh tersebut. Apa saja karyanya dan
aktivitas selama ini yang dihasilkan serta corak pemikirannya tentang
perempuan karir secara umum.
Selanjutnya adalah bab empat, pada bab inilah pandangan Prof. Dr.Hj.
Huzaemah Tahido Yanggo dianalisis. Adapun bab lima, merupakan bab
terakhir dari rangkaian bab-bab yang ada dalam skripsi ini, bab ini
menjelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang
diberikan oleh peneliti untuk peneliti selanjutnya yang akan mengkaji tentang
tokoh yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Bab ini merupakan penutup
dari serangkaian penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
19
BAB II
PEREMPUAN KARIER DALAM ISLAM
A. Pengertian Perempuan Karier
Pengertian perempuan karier tidak lepas dari masalah hakikat
perempuan. Perempuan merupakan salah satu dari dua ekspresi genetika
manusia menurut jenis kelaminnya.1
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), perempuan karier
memiliki makna yaitu perempuan yang berkecimpung dalam kegiatan profesi
baik usaha, perkantoran, dan lain sebagainnya.2 Karier dalam arti umum
adalah pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju. Karier pada
umumnya lebih mempersyaratkan persiapan pendidikan dan persiapan mental
jika dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak memiliki persyaratan khusus.3
Dalam buku “Aspirasi Perempuan Bekerja dan Aktualisasinya” karya
E. Kristi Poerwandari yang dikutip dalam buku “Wanita Karier dalam
Bingkai Islam” karya Dr.Hj.Siti Muri‟ah, karier dikonotasikan dengan tangga,
hirarki dan struktur organisasi, melibatkan perencanaan yang matang dan
memungkinkan bagi individu yang potensial untuk meningkatkan posisi dan
1Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, (Bandung: Angkasa, T.th), Cet.I, h.
27.
2Kamus Besar Bahasa Indonesia : PT Gramedia Pustaka Utama. 2008. Cet pertama Edisi
ke IV.
3Sitoresmi Syukri Fadholi, Sosok Wanita Muslimah, (Yogyakarta : Tiara Wacana
Yogya,1992), h. 56.
20
jabatannya di lingkungan kerja.4
Menurut Dr. Hj. Siti Muri‟ah, perempuan karier adalah perempuan
yang menekuni dan mencintai sesuatu atau beberapa pekerjaan secara penuh
dalam waktu yang relatif lama, untuk mencapai sesuatu kemajuan dalam
hidup, pekerjaan atau jabatan.5
Seorang perempuan karier berarti memiliki pekerjaan khusus di luar
rumah dalam rangka mengaktualisasikan diri dan menekuni suatu bidang
pekerjaan tertentu.6 Sehingga perempuan karier tergolong mereka yang
berkiprah di sektor publik. Di samping itu, untuk berkarier diharuskan
menekuni profesi tertentu yang membutuhkan kemampuan, kapasitas, dan
keahlian dan sering kali hanya bisa diraih dengan persyaratan telah
menempuh pendidikan tertentu.7
Perempuan karier memiliki peran rangkap, yaitu peran yang melekat
pada kodrat dirinya yang berkaitan dengan rumah tangga dan hakikat
keibuannya serta peran di dalam pekerjaannya di luar rumah.8
Bagi Dr. Siti Musdah Mulia, ciri-ciri perempuan karier antara lain
berpendidikan cukup tinggi, memiliki ketetapan hati, dorongan yang kuat,
ketelitian dan keuletan dan juga memiliki konsep diri yang lebih positif,
mandiri, profesional, dan bakat kepemimpinan yang baik. Ketika masih
4 Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, h. 30.
5 Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, h. 29.
6 Sitoresmi Syukri Fadholi, Sosok Wanita Muslimah, h. 56.
7Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, h. 29.
8Sitoresmi Syukri Fadholi, Sosok Wanita Muslimah, h. 56.
21
kanak-kanak, mereka pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan
minat yang luas. Sejumlah penelitian mengungkapkan, bahwa perempuan
karier pada umumnya memiliki energi yang tinggi dan tingkat kesehatan yang
memadai.9
Husein Muhammad berpendapat bahwa perempuan karir dalam
kesetaraan jender adalah perempuan yang mandiri, bekerja menghidupi
dirinya sendiri serta untuk mengaktualisasikan dirinya baik di ruang publik
maupun domestik. Tidak ada permasalahan antara perempuan berkarier
dengan pria berkarier, karena kendalanya ada pada siapa saja yang bekerja.
Yang diperlukan adalah sikap saling menghormati, dan saling bekerjasama
untuk saling menghidupi guna mensejahterakan.10
Tidak ada perbedaan dalam mengartikan mengenai perempuan karier,
menurut Dr. Hj. Siti Muri‟ah, Dr. Siti Musdah Mulia, Husein Muhammad dan
Prof. Huzaemah Tahido Yanggo, bahwa perempuan tidak dilarang untuk
berkarier namun seorang perempuan yang berkarier tidaklah melupakan
kodratnya sebagai perempuan dan melaksanakan kewajibannya sebagai
seorang perempuan yaitu kewajibannya di dalam rumah, barulah ia
melaksanakan kewajibannya di luar rumah. Terpenting adalah ketika seorang
perempuan memiliki karier, karier tersebut tidak menimbulkan kemudharatan
terhadap dirinya. Dan ia berkarier sesuai dengan kemampuan dan keahlian
yang dimiliki.
9Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, h. xxxi.
10 Ziadatun Ni‟mah, “Wanita Karir Dalam Perspektif Hukum Islam, (Studi Pandangan
K.H. Husein Muhammad),” (Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2009), h. ii.
22
B. Kedudukan Perempuan Dalam Hukum Islam
Di dalam agama Islam, seorang perempuan biasanya disebut dengan
muslimah, ia memiliki kedudukan yang penting dalam pembentukan rumah
tangga muslim. Islam meletakkan perempuan sejajar dengan pria, sesuai
dengan kodratnya masing-masing. Perempuan menurut pandangan Islam jelas
merupakan pasangan kaum pria dalam memenuhi tugas untuk mengisi
kehidupan yang bermakna ganda; fisik-biologis dan mental-psikologis.11
Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebab
sebagaimana mereka berasal dari sebagian yang lain, laki-laki dari perempuan
dan perempuan dari laki-laki. Bahkan Al-Qur‟an tidak menjelaskan secara
tegas bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.12
Namun dalam hadits
terdapat penjelasan mengenai penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam.
وت س ا :مصلياللعليووسلقال:قالرسولاللنو ع الل ي ض ر ةير ر يى ب ا ن ع ب وص الن ا ع ل ض اليف يء ش ج و ع أ ن إ و ع ل نض م ت ق ل خ ة أ ر الم ن إ ف ايرخ اء س ااء س ن لااب وص وت اس ف اج و ع ا ال ز مي ل و ت ك ر ت ن إ و و ت ر س ك و يم ق ت ت ب ى ذ ن إ ف ه ل ع أ
)رواهبوخاري( “”Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW telah bersabda : Nasihatilah
perempuan dengan baik, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan
tulang rusuk paling bengkok adalah bagian paling atas. Jika kau luruskan
dengan paksa, ia akan patah. Dan jika kau biarkan, ia akan tetap bengkok.
Karenanya, nasihatilah perempuan dengan baik.” (Hadits ini diriwayatkan
oleh Bukhari).”
Seperti yang dikatakan oleh Amina Wadud Muhsin dalam bukunya
11
Sitoresmi Syukri Fadholi, Sosok Wanita Muslimah, h.11.
12Fadloon Katoppo Talib, “Kedudukan, Peran, Kewajiban, dan Hak Perempuan Menurut
Ajaran Islam, (Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), h. 152.
23
“Qur‟an and Women” (1992) berdasarkan surat Al Baqarah/2: 286,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya."
Menurutnya ayat tersebut menjelaskan mengenai kedudukan laki-laki
dan perempuan yaitu bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, sehubungan dengan kapasitas individual. Laki-laki dan
perempuan memiliki potensi yang sama dalam berhubungan dengan Allah.
Demikian pula dengan persoalan yang berkaitan dengan aspirasi pribadi.13
Al-Qur‟an menempatkan kaum laki-laki dan perempuan sebagai dua
jenis makhluk yang mempunyai status yang sama, baik dalam posisi dan
kapasitasnya sebagai pengabdi kepada Tuhan („abid), maupun sebagi wakil
Tuhan di bumi (khalifah). Antara satu dengan lainnya tidak terdapat
superioritas, baik dilihat dari segi asal-usul dan proses penciptaan maupun
dilihat dari struktur sosial masyarakat Islam.14
Eksistensi perempuan yang penting dan sentral belum sepenuhnya
disadari, termasuk oleh perempuan itu sendiri. Dengan itu pentingnya seorang
muslim menggali ajaran Islam, demi menggugah kesadaran umat Islam.
Perempuan dalam Islam bukan rupa dan muka, bukan tangan dan
13
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita
,h. 73.
14Nazaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam, (Jakarta : Lembaga Kajian Agama
dan Jender, 1999), Cet-1, h. 35.
24
lengan, bukan tubuh dan badan, bukan rambut dan perut, bukanlah raga yang
diperagakan, bukan senyum yang boleh dicium, dan bukan umpan untuk
dimakan. Perempuan Islam ialah jiwa yang dilamar, mata yang ditawar, kata
yang dikejar, suara yang menawan, juga manusia yang benar. Perempuan
Islam dijaga oleh rasa dan jiwa. Dilindungi oleh iman yang dipelihara oleh
kepercayaan kepada Allah.15
Memperhatikan realitas yang mengatur kehidupan manusia, Islam
telah menggariskan peran antara laki-laki dan perempuan. Tanggung jawab
yang lebih berat dan tanggung jawab ekonomi dalam keluarga diletakkan di
pundak pria. Namun, keberhasilan tugas ini sepenuhnya didukung oleh
perempuan dan anak-anak mereka.16
Aturan Islam tentang masalah laki-laki dan perempuan didasarkan
pada kenyataan-kenyataan. Kecenderungan manusia untuk menyimpang dari
hukum-hukum alam yang telah ditetapkan, dibatasi geraknya sehingga tidak
keluar dari sinkronisasi alam tersebut. Kemudian hukum Islam menggariskan
kedudukan, peranan, kewajiban, dan hak-hak berdasarkan jenis
kemampuannya itu.
Di bawah sistem sosial Islam, tidak ada seorang manusia pun
diperlakukan secara diskriminatif. Banyak ayat Al-Qur‟an menjelaskan posisi
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Keduanya seperti roda
15
Fuad M. Fachrudin, Rahasia Wanita Islam, (T.tp, Iqomatun, 1991), h. 1-2.
16Siti Zulaikha, dkk, Muslimah abad 21,(Jakarta : Gema Insani Press, 1999), Cet.1, h.
104.
25
masyarakat, saling memenuhi dan melengkapi fungsi masing-masing.17
Keadilan yang Allah berikan adalah mutlak karena hal tersebut
tercantum di dalam kitab suci al-Qur‟an.
Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sama dengan laki-
laki. Kesamaan tersebut dapat dilihat dari tiga hal:18
Pertama, dari hakikat kemanusiaannya. Islam memberikan sejumlah
hak kepada perempuan dalam rangka peningkatan kualitas kemanusiaannya.
Hak tersebut antara lain: Waris (Q.S. An-Nisa‟/4: 11), Persaksian (Q.S. Al-
Baqarah/2: 282), Aqiqah dengan dasar:
س نبنعانسلماع الضبيقال: م ت ع م مر يقول: م ل الغ ع رسولاللصم (/ 6 : 217)رواهالبخاريىذ ال نو واع يط م ا او مد نو واع يق ر ى ا ةف يق ق ع
“Dari Salman bin „Amir Adl-Dlabiy, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda, “Tiap-tiap anak itu ada aqiqahnya. Maka sembelihlah
binatang aqiqah dan buanglah kotoran darinya (cukurlah rambutnya)”.
(HR.Bukhari)
Kedua, Islam mengajarkan bahwa baik perempuan maupun laki-laki
mendapat pahala yang sama atas amal shaleh yang dibuatnya. Sebaliknya,
laki-laki dan perempuan memperoleh azab yang sama atas pelanggaran yang
diperbuatnya. Seperti dalam firman-Nya dalam surah al-Baqarah/2 : 286.
Ketiga, Islam tidak mentolerir adanya perbedaan dan perlakuan tidak
adil antar umat manusia. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya al-Qur‟an
surah al-Hujarat/49: 13.
17
Siti Zulaikha, dkk, Muslimah abad 21, h. 99.
18Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam) (Jakarta:
Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001), Cet.I, h. 73-74.
26
(/49 : 13)سورة احلجرت Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
Peranan seseorang, baik yang dilakukan laki-laki maupun perempuan,
tidaklah mungkin dilaksanakan dengan baik, kalau tidak jelas kedudukan
orang yang bersangkutan dalam suatu pola kehidupan tertentu. Sebab,
kedudukan adalah tempat yang diduduki oleh seseorang dalam pola tertentu
itu. Seseorang mungkin saja mempunyai berbagai kedudukan, karena ia ikut
serta dalam berbagai pola kehidupan masyarakat. Ini berarti bahwa
kedudukan menunjuk pada tempat seseorang dalam kerangka masyarakat
secara keseluruhan.19
Peranan mengatur tingkah laku seseorang, karena peranan itu
menetapkan apa yang didapat dan apa yang tidak dapat dilakukan seseorang
dalam suatu pola kehidupan masyarakat. Karena itu pula, kedudukan
seseorang menentukan peranan yang mungkin dilakukan seseorang. Dan,
kedudukan serta peranan itu pula lah yang menentukan hak dan kewajiban
seseorang. Hak dan kewajiban itu dibatasi oleh nilai dan norma yang dianut
oleh masyarakat yang bersangkutan. 20
19
M. Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga- Lembaga Islam di Indonesia (T.tp., Raja
Grafindo Persada, 1995), h. 197.
20Hidayah Sultan Salim, Wanita-Wanita di dalam Al-Qur‟an. Penerjemah Salman
Harun(Bandung : Al-Ma‟arif, 1983), Cet. I, h. 22.
27
Syekh al Azhar dan Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa tidak ada
satupun agama langit atau bumi yang memuliakan perempuan sebagaimana
Islam memuliakannya, memberikan hak, menyayangi dan memeliharanya,
baik sebagai anak perempuan, perempuan dewasa, ibu dan anggota
masyarakat. Islam memuliakan perempuan sebagai manusia yang diberi tugas
dan tanggung jawab yang utuh seperti halnya laki-laki yang kelak akan
mendapatkan konsekuensi dari setiap perbuatannya.21
Dalam konteks ikatan keluarga, status hukum perempuan Islam dapat
dikategorikan ke dalam berbagai posisi yang berbeda:22
1. Posisi Perempuan Sebagai Anak
Islam memanusiakan perempuan seutuhnya seperti laki-laki. Untuk
itu, Islam melarang semua bentuk pembunuhan bayi perempuan sebagaimana
terjadi di masa jahiliyah. Allah SWT sangat memuliakan bayi perempuan,
yaitu dengan mengharuskan menyembelih kambing di setiap kelahiran bayi
perempuan untuk acara aqiqah.23
Rasulullah saw menegaskan bahwa anak perempuan mempunyai hak
untuk diperlakukan setara dengan saudara laki-lakinya.
Ada beberapa Hadits yang didalamnya Nabi saw menganjurkan agar
orang-orang Islam bersikap lemah lembut dan penuh perhatian kepada anak-
21
Yusuf al-Qaardhawi‟, Fatwa al Muashirah li al-Mar‟ah wa al-Usrah al-Muslimah
(Beirut: Dar al-Fikri, 1992). Dikutip oleh Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayan
Perempuan (Jakarta : el-Kahfi, 2008), Cet. I, h. 20.
22Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender (Yogyakarta : Fajar Puataka Baru, 2002), h. 27.
23Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam (T.tp, Megawati Institute, 2014),
Cet-2, h. 49.
28
anak perempuan mereka,24
د بن عبد اهلل بن ق هزاذ ث نا مم ث نا سلمو بن سليمان أخب رنا عبد اهلل أخب رنا حد حدثن عبد اهلل بن أب بكر بن حزم عن عروة عن عائشة ح معمر عن ابن شهاب حد
ثن عبد اهلل بن عبد الرحن بن ب هرام و أبو بكر بن إسهاق و اللفظ لما قال و حدثن عبد اهلل بن أب بكر أن عروة أخب رنا أبو اليمان أخب رنا شعيب عن الزىري حد
يو وسلم قالت جاءتن إمراة ومعها بن الزبري أخب ره أن عائشة زوج النب صلى اهلل عل ر ت مرة واحدة فأعطيت ها إياىا فأخذت ها اب نتان لا فسألتن ف لم تد عندي شيئا غي
ها شيئا ث ها ول تأكل من ها ب ي اب نت ي قامت فخرجت واب نتاىا فدخل علي ف قسمت صلى اهلل عليو وسلم من ث تو حدي ث ها ف قال النب النب صلى اهلل عليو وسلم فحد
ر من النار. )رواه مسلم اب تلي من الب نات بشيء فأحسن إليهن كن لو ست وترميذي(
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin „Abdullah bin Quhzadz;
Telah menceritakan kepada kami Salamah bin Sulaiman; Telah mengabarkan
kepada kami„Abdullah; Telah mengabarkan kepada kami Ma‟mar dari Ibnu
Syihab; Telah menceritakan kepadaku „Abdullah bin Abu Bakr bin Hazm dari
„Urwah dari „Aisyah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya. Dan
telah menceritakan kepadaku „Abdullah bin „Abdur Rahman bin Bihram dan
Abu Bakr bin Ishaq dan lafazh ini milik mereka berdua, keduanya berkata;
Telah mengabarkan kepada kami Abu Al Yaman; Telah mengabarkan kepada
kami Syu‟ab dari Az Zuhri; Telah menceritakan kepadaku „Abdullah bin Abu
Bakr bahwa „Urwah bin Az Zubair; Telah mengabarkan kepadanya bahwa
Aisyah istri Nabi saw berkata: “Saya pernah dikunjungi oleh seorang wanita
yang mempunyai dua orang anak perempuan. Kemudian wanita tersebut
meminta makanan kepada saya. Sayangnya pada saat itu, saya sedang tidak
mempunyai makanan kecuali sebiji kurma yang langsung saya berikan
kepadanya. Kemudian wanita itu menerimanya dengan senang hati dan
membagikannya kepada dua orang anak perempuannya tanpa sedikitpun ia
makan. Setelah itu, wanita tersebut bersama dua orang anak perempuannya
pergi. Tak lama kemudian Rasulullah saw bersabda: “barang siapa (ibu)
dalam pengasuhan anak-anak perempuannya, lalu ia dapat mengasuh
24
Mohammad Mazheruddin Siddiqi, Women in Islam (New Delhi : Adam Publishers and
Distributors, 1988), h. 15-16. Dikutip oleh Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan
Perspektif Islam atas Kesetaraan Jender, h. 29.
29
mereka dengan baik, maka anak perempuannya itu akan menjadi
penghalangnya dari api neraka kelak”. (HR. Muslim dan Tirmidzi)
ث نا أبو أح ثن عمرو الناقد حد د بن عبد العزيز عن عب يد حد ث نا مم د الزبي ري حداهلل أب بكر بن أنس عن أنس بن مالك قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم
لغا جاء ي وم القيامة أنا وىو وضم أصابعو. )رواه مسلم من عال جاري ت ي حت ت ب (وترميذي
“Telah menceritakan kepadaku „Amru An Naqid; Telah menceritakan
kepada kami Abu Ahmad Az Zubair; Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin „Abdul „Aziz dari „Ubaidullah bin Abu Bakr dari Anas bin
Malik dia berkata; Rasulullah saw bersabda: “ Barang siapa dapat
mengasuh dua orang anak perempuannya hingga dewasa, maka aku akan
bersamanya di hari kiamat kelak.” Beliau merapatkan kedua jarinya. (HR.
Muslim dan Tirmidzi)25
Nabi Muhammad saw mengajarkan para orang tua agar bertindak adil
terhadap anak perempuan, tidak mendominasi dan mendiskriminasi, dan tidak
melakukan tindak kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga
(domestic violence).26
Sejumlah ayat dan hadits menjelaskan bahwa perempuan dalam
posisinya sebagai anak tidak boleh ditelantarkan, dianiaya atau dizalimi.
Setiap orang tua bertanggung jawab memberikan proteksi dan perlakuan adil
kepada anak-anak, tanpa membedakan jenis kelamin, karena Islam
memposisikan anak perempuan setara dan sederajat dengan anak laki-laki.27
25
Imam Al-Mundziri, Ringkasan Sahih Muslim, (Bandung: Jabal, 2012),Cet. I, h. 678.
Dan Muhammad Nashiruddin Al Albani, Sahih Sunan At-Tirmidzi (Jakarta: Pustaka Azzam,
2006), h. 515.
26Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, h. 50.
27Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, h. 51.
30
2. Posisi Perempuan Sebagai Isteri
Islam menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki dalam
kehidupan keluarga melalui perkawinan. Perkawinan ideal adalah perkawinan
atas dasar iman, cinta kasih dan kerelaan kedua belah pihak: suami dan
isteri.28
Perlakuan yang baik terhadap isteri ditekankan secara kuat baik di
dalam Al-Qur‟an maupun di dalam hadits. Al-Qur‟an surah al- Baqarah/2:
187 menggambarkan hubungan antara suami dan isteri dengan gambaran
yang serasi,29
bahwa:
ن /187 :2)سورة البقرة (ىن لباس لكم وأنتم لباس ل“Mereka itu (isteri-isterimu) adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah
pakaian bagi mereka”.30
Nabi Muhammad saw telah memberi penekanan yang besar untuk
membuat perlakuan yang baik terhadap isteri.
ث نا اب و خالد عن ل عمش, عن شقيق, عن مسروق, عن ث نا اب و كريب: حد حدا ركم خيا ركم ي هلل صلى اهلل عليو و سلم: خ عبد اهلل بن امر و قال: رسول ا
)رواه ابن ما جو( لنساءىم “Abu Kuraib menyampaikan kepada kami dari Abu Khalid, dari al-A‟masy,
dari Syaqiq, dari Masruq, dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW
bersabda,” Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang
paling baik terhadap istrinya”. ) HR.Ibn Majah)31
28
Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, h. 52
29 Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, h.57
30 QS. Al-Baqarah: 187.
31“Sunan Ibnu Majah”, dalam Nanang Ni‟amurrahman, dkk, ed., Ensiklopedia Hadits,
vol.8 (Jakarta: Almahira, 2013), h.351.
31
ث نا عبد احلميد ي عن ث نا عيس بن يو نس: حد : حد ثن اب رىيم بن موسى الرزي وحدب انس, عن عمر بن احلكم, عن اب ىري رة قال: قال ابن جعفر, عن عمران بن ا
ها اخر ي ض ار ق ل خ رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم: ل ي فرك مؤمن مؤمنة ان كره من )رواه مسلم(
“Ibrahim bin Musa ar-Razi menyampaikan kepadaku dari Isa bin Yunus, dari
Abdul Hamid bin Ja‟far, dari Imran bin Abu Anas, dari Umar bin al-Hakam,
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,” Janganlah seorang
(suami)Mukmin membenci (istri) Mukminah. Jika dia membenci satu
perbuatannya, dia akan ridha kepada perbuatannya yang lain”.(HR.
Muslim) 32
Nabi SAW adalah seorang figur suami teladan yang memperlakukan
isteri-isterinya dengan perlakuan cinta, kasih sayang dan perlakuan
semestinya.
Adanya perhatian besar terhadap perempuan sebagai seorang isteri
baik dari al-Qur‟an maupun hadits telah membuktikan bahwa posisi
perempuan sebagai isteri setara dengan suami. Keduanya berhak
mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan, baik biologis maupun bathiniyah.
Keduanya pun sama-sama bertanggung jawab, baik dalam tugas-tugas
domestik di rumah tangga maupun dalam tugas-tugas publik di masyarakat.33
Perempuan dihargai sebagai unit sosial dan unit ekonomi yang
mandiri dan berdiri di atas hak individualnya sendiri, kalau dia
menghendakinya. Sejak awal, perempuan telah dianugerahi hak pendidikan,
hak penguasaan kekayaan atas namanya sendiri, hak waris, dan di samping itu
32
“An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi”, dalam Ferdinand Hasmand, dkk, ed.,
Ensiklopedia Muslim,vol.3,(Jakarta: Almahira, 2012), h. 707.
33Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, h.60
32
semua, hak memberikan suara dan hak meminta.34
3. Posisi Perempuan Sebagai Ibu
Pengkajian yang seksama terhadap Syari‟at Islam akan memberikan
kesimpulan bahwa fungsi dan kedudukan perempuan dalam Islam adalah
sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Fungsi dan kedudukan ini berkenaan
dengan pentingnya keberlangsungan jenis manusia, kesenangan, dan
ketentramannya. Allah SWT telah menjadikan perempuan, supaya laki-laki
menjadi cenderung dan merasa tentram padanya.35
Sebagai ibu, perempuan bisa mendapatkan penghormatan dan kasih
sayang yang besar.36
Surga terletak di bawah kaki ibu, artinya keridhaan ibu
sangat menentukan keselamatan dan kebahagiaan seorang anak. Karena itu,
ibu berhak mendapatkan penghormatan tiga kali lebih besar dari
penghormatan anak kepada ayahnya.37
ار( : أخب رنا يي بن سعيد : أخب رنا ب هز بن حكيم : د بن بش ث نا ب ندار )مم حد؟ قال :)أمك(, قال : ح ي قال : ق لت : يارسول اهلل ! من أب ر ثن أب عن جد د
قلت : ث من؟ قال : )أمك(, قال : قلت : ث من؟ قال : )أمك(, قال : قلت : رب رب( ث من؟ قال : ) ث أباك, ث الق (مسلم ري و)رواه بوخ فالق
“Bundar (Muhammad bin Basyar) menyampaikan kepada kami dari Yahya
bin Sa‟id yang mengabarkan dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya bahwa
kakeknya berkata, “Aku bertanya, „Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku
(lebih berhak) berbuat baik?‟ “Beliau menjawab, „Ibumu.‟ Aku bertanya
34
Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h.33
35Abdurrahman Al-Baghdadi, Emansipasi: adakah dalam Islam: suatu tinjauan syari‟at
Islam tentang kehidupan wanita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 99.
36Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 30.
37Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, h.61.
33
lagi, „Lalu siapa?‟ Beliau menjawab, „Ibumu.‟ Aku bertanya lagi, „Siapakah
lagi?‟ Beliau menjawab, „Ibumu.‟ Aku bertanya lahi, „Siapakah lagi?‟
Beliau menjawab, “Kemudian ayahmu, setelah itu kerabat yang terdekat,
lalu yang terdekat.”(HR. Bukhari dan Muslim).38
Al-Qur‟an memberi nasihat kepada orang Islam agar menunjukan
rasa cinta, terima kasih, dan perhatian kepada orang tua, terutama kepada
ibunya. Dinyatakan dalam Al-Qur‟an surah Luqman/31: 14,
( / 31 : 14)سوره لقمان
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu”.39
Begitupun Nabi saw telah mengajarkan kepada para pengikutnya
bagaimana memelihara dan mentaati ibu bapak. Durhaka kepada orang tua,
khususnya kepada ibu, merupakan satu bentuk dosa yang amat besar.40
C. Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Hukum Islam
Sejak Islam menyebarluaskan ajarannya pada empat belas abad yang
lampau, telah menghapuskan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.
Tidak ada perbedaan kedudukan laki-laki dan perempuan, baik sebagai
38
“An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi”, dalam Ferdinand Hasmand, dkk, ed.,
Ensiklopedia Muslim, vol.3(Jakarta: Almahira, 2012), h. Dan Imam Al Mundziri, Ringkasan Sahih
Muslim, (Bandung: Jabal, 2012), Cet. I, h. 675.
39QS. Al-Luqman: 14.
40Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h.30
34
individu atau hamba Allah, sebagai anggota keluarga, maupun sebagai
anggota masyarakat. Begitu pula halnya dalam hak dan kewajiban. Kalaupun
ada perbedaan, itu hanyalah karena akibat fungsi dan tugas utama yang
dibebankan Tuhan kepada masing-masing jenis kelamin, sehingga perbedaan
yang ada tidak mengakibatkan yang satu memiliki kelebihan atas yang lain.41
Islam mengakui adanya perbedaan (distinction) antara laki-laki dan
perempuan, bukan pembedaan (discrimination). Ajaran Islam tidak secara
skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan perempuan,
tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan
lainnya secara biologis dan sosio-kultural saling memerlukan dan dengan
demikian antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran.42
Sesungguhnya perhatian Islam terhadap hak-hak perempuan
mengugguli perhatiannya terhadap hak-hak laki-laki. Hal yang demikian
tampak saat perempuan menjalankannya. Perempuan memiliki hak untuk
menyampaikan pikiran, perempuan mempunyai hak untuk memilih.
Perempuan memiliki kebebasan dalam aktivitasnya dengan seluruh
kehendaknya dan dalam memilih jenis pekerjaannya.43
Hak-hak yang melekat dalam diri perempuan merupakan hak asasi
manusia karena perempuan adalah manusia juga, yang dilahirkan merdeka
41
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita,
h. 77.
42Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam, h. 22.
43Imam Khomeini, Kedudukan Wanita dalam Pandangan Imam Khoemini (Jakarta:
Lentera, 2004), Cet. I, h. 86.
35
dan mempunyai martabat sama halnya dengan laki-laki.44
Pengaturan mengenai hak perempuan juga diatur di dalam
pembentukan UUD yaitu dalam Preambule (pembukaan):
“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”45
Komitmen negara untuk memberi perlindungan khusus pada
perempuan dan anak yang rentan untuk mendapat perlakuan diskriminatif dan
melanggar hak asasi mereka di atur dalam Bagian Kesembilan tentang Hak
Perempuan, yaitu dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 51 UU No. 39 Tahun
1999, dimana Pasal 45 menyebutkan bahwa: Hak perempuan dalam UU
HAM adalah hak asasi manusia.
Untuk dapat memahami dan mengoperasionalkan hak-hak perempuan
dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bernegara, bahkan antar negara. Hak-
hak politik, perkawinan, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan dan hak di
bidang hukum, diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 (UU HAM).46
Terdapat juga dalam Rativikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan atau biasa disebut dengan istilah Konvensi
Perempuan dalam UU No. 7 Tahun 1984, Pasal 7:
44
Tapi Omas Ihroni, dkk, ed., Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, h. Xx.
45Pembukaan UUD 1945.
46Komariah Emong Sapardjadja, Kompendium Tentang Hak-Hak Perempuan (Jakarta:
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, 2008), h. 22-
24.
36
Bahwa negara-negara Peserta wajib melakukan langkah-tindak yang
tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan
politik dan kehidupan kemasyarakatan di negaranya, khususnya menjamin
bagi perempuan, atas dasar persamaan dengan pria, adapun hak tersebut
yaitu:
a. Untuk memberikan suara dalam pemilihan umum dan jajak
pendapat publik dan dapat dipilih dalam pemilihan untuk semua lembaga
berdasarkan pemilihan umum;
b. Untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan
implementasinya, memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan
segala fungsi pemerintahan di semua tingkat;
c. Untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan
perkumpulan-perkumpulan non-pemerintah yang berhubungan dengan
kehidupan masyarakat dan politik negara.47
Keseimbangan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan pun
diatur dalam al-Qur‟an surah an-Nisa‟/4: 32, yang berbunyi :
وا ما فضل اهلل بو ب عضكم على ب عض للرجال نصيب ما اكتسب وا جول ت تمن كان بكل شيء عليماللنساء نصيب ما اكتسب وسئ لوا اهلل من فضلو ان اهلل و /4 : 32)سورة النساء (
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah
kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada
bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian
47
Kelompok Kerja Convention Watch, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk
Mewujudkan Keadilan Gender (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012), Cet.IV, h.15.
37
dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.48
Dalam hadits juga banyak sekali dijumpai petunjuk yang memberikan
hak-hak kepada kaum perempuan yang tidak pernah diperoleh sebelum
datangnya Islam, antara lain:49
1. Mahar.
Mahar (maskawin) sudah dikenal pada masa jahiliyah, jauh sebelum Islam
datang. Akan tetapi, mahar sebelum datangnya Islam bukan diperuntukkan
kepada calon istri, melainkan kepada ayah atau kerabat dekat laki-laki dari
pihak istri, karena konsep perkawinan menurut berbagai bentuk hukum adat
ketika itu sama dengan transaksi jual beli. Ketika al-Qur‟an datang, pranata
mahar tetap dilanjutkan, hanya saja konsepnya yang mengalami perubahan.
Dahulu mahar dibayar kepada orang tua (ayah) calon istri, sekarang mahar
tersebut diperuntukkan calon istri. Dengan demikian, al-Qur‟an mengubah
status perempuan sebagai „komoditi‟ barang dagangan menjadi subjek yang
ikut terlibat dalam suatu kontrak.
2. Poligami.
Poligami (ta‟addud az-zaujat) adalah salah satu bagian dari budaya
masyarakat pra Islam. Seorang laki-laki dapat mengawini perempuan dalam
jumlah yang tak terbatas, bahkan banyaknya istri menjadi simbol kehebatan
seorang laki-laki. Al-Qur‟an surah an-Nisa/4: 3 dan hadits membatasi
48
QS.An-Nisa/4: 32.
49Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam, h. 27. Dan Zaitunah Subhan,
Menggagas Fiqh Pemberdayan Perempuan (Jakarta : el-Kahfi, 2008), Cet. I, h. 11.
38
kebiasaan berpoligami dengan memberikan isyarat-isyarat yang tidak ringan,
dan dibatasi tidak boleh lebih dari empat orang istri.
3. Talak.
Institusi talak dikenal juga pada zaman jahiliyah, akan tetapi ketika itu
merupakan hak otonom kaum laki-laki, kapan dan dimana saja ia mau
mentalak istri. Al-Qur‟an tetap mengakui institusi talak tetapi dengan
pembatasan-pembatasan, bahkan secara halus dalam sebuah hadits Nabi
mengisyaratkan untuk menghindarinya dengan pernyataan: “Talak adalah
sesuatu yang halal, tetapi dibenci oleh Allah.” Salah satu pembatasan dalam
hal talak ini adalah pemberlakuan masa iddah yang terutama bertujuan
membarikan kesempatan kepada suami untuk rujuk kepada istrinya.
4. Saksi.
Semula perempuan tidak dibolehkan menjadi saksi kemudian diberikan
kesempatan untuk menjadi saksi. Meskipun dalam beberapa kasus masih
dibatasi satu berbanding dua dengan laki-laki, hal ini terdapat dalam al-
Qur‟an surah al-Baqarah/2 : 228 dan surah al-Nisa‟/4: 34.
5. Kewarisan.
Konsep kewarisan pra Islam berkaitan langsung dengan konsep
kepemilikan dan struktur masyarakat ketika itu. Bahwa yang bisa mewarisi
keluarga hanyalah keluarga laki-laki yang terdekat si mayit. Islam datang
dengan memperkenalkan konsep kewarisan, yaitu kaum perempuan tetap
mendapatkan warisan, meskipun porsinya belum seperti yang diterima kaum
laki-laki: lidz-dzakari mitslu hazhzhil-untsayain (bagian seorang laki-laki
sama dengan dua orang anak perempuan) (Q.S. an-Nisa‟/4: 11). Perubahan
39
hukum waris bagi perempuan dalam masyarakat dari tidak mendapat menjadi
mendapat warisan tidak lepas dari konteks historis masyarakat Arab ketika itu
yang sudah berangsur bergeser dari masyarakat yang bertumpu pada kabilah
ke masyarakat yang bertumpu pada keluarga sebagaimana diperkenalkan
Islam. Dalam Islam, kaum perempuan selalu berada pada posisi yang selalu
diuntungkan secara fisik-material. Sebagai istri ia dipertanggung jawabkan
oleh suaminya, sebagai anak ia diurus oleh ayahnya, dan sebagai saudara ia
berada di bawah perwalian saudara laki-lakinya. Jadi pandangan stereotip
terhadap perempuan yang dikaitkan dengan porsi pembagian warisan satu
berbanding dua harusnya tidak menimbulkan problem jika masyarakat
konsisten dengan pranata dan tatanan sosial dalam Islam.
Selain lima hal diatas, dalam Islam, kaum perempuan juga
memperoleh hak yang lain sebagaimana halnya kaum laki-laki, diantaranya:
1. Hak Memperoleh Pendidikan
Secara kuat Islam mendorong adanya pendidikan bagi perempuan baik
dalam wilayah agama maupun dalam wilayah sosial. Pendidikan perempuan
dan pembelajaran budaya dihargai sebagai sebuah dimensi perkembangan
sosial yang integral. Tidak ada prioritas bagi laki-laki di atas perempuan
sehubungan dengan hak pendidikan. Laki-laki dan perempuan sama-sama
didorong untuk memperoleh pendidikan. 50
Seperti telah kita ketahui bahwa kalimat pertama yang diturunkan
dalam al-Qur‟an adalah perintah, yaitu untuk membaca („iqra), lalu disusul
50
Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 69.
40
dengan surah al-Qalam: 1, yaitu : Nun wal-qalami wa ma yasthurun. Hal ini
menegaskan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Perintah
untuk menuntut ilmu tidak hanya pada laki-laki, tetapi juga pada kaum
perempuan, seperti ditegaskan dalam hadits: “Menuntut ilmu pengetahuan di
fardukan kepada kaum Muslim laki-laki dan Perempuan.”(HR. Ibn Majah,
al-Baihaqi dan Ibn Abd al-Barr).
Menurut Rasyid Ridha, para ulama sependapat bahwa laki-laki dan
perempuan seharusnya diposisikan setara. Ketika menuntut ilmu menjadi
kewajiban setiap muslim, maka seluruh masyarakat dengan struktur sosial
dan politiknya harus mengkondisikan agar kewajiban tersebut bisa
dilaksanakan dengan sempurna.51
Kemerdekaan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan banyak
dijelaskan dalam hadits, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
bahwa Rasulullah saw melaknat perempuan yang membuat keserupaan diri
dengan kaum laki-laki, demikian pula sebaliknya. Tetapi tidak dilarang
mengadakan perserupaan dalam hal kecerdasan dan amal ma‟ruf.52
Rasulullah saw bersabda, “Perlindungan terhadap wanita tidaklah
berarti berdiri di hadapan wanita, tetapi mendorong mereka untuk belajar
dan berlatih.”
Rasulullah saw sendiri sangat memperhatikan pendidikan perempuan,
yaitu dengan mengajarkan mereka kebijaksanaan praktis dan norma-norma
tingkah laku.53
Perempuan memiliki hak yang sama untuk memperoleh
51
Syahhatah, al-Mar‟ah fi al-Islam, 1982: 73. Dikutip oleh Zaitunah Subhan, Menggagas
Fiqh Pemberdayan Perempuan (Jakarta : el-Kahfi, 2008), Cet. I, h. 403.
52Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam, h. 34.
53Siti Zulaikha, Muslimah abad 21, h. 101.
41
pendidikan. Hak pendidikan bagi perempuan, berarti juga hak untuk
mendidik dan mengajar.54
Pandangan Islam dalam pendidikan perempuan, sebagaimana dalam
persoalan lainnya, bertujuan untuk sebuah keseimbangan, sebuah jalan
tengah. Mengakui bahwa secara prinsip perempuan adalah istri dan ibu,
namun Islam tidak mengizinkan pemakaian prinsip ini untuk menghalangi
jalan pengembangan diri bagi kaum perempuan dalam posisinya sebagai
individu-individu yang memiliki hak-hak dasar. Dan sebaliknya, harga diri
dan nilai sebagai istri dan ibu tidak boleh berkurang karena konsep kesetaraan
dalam kesempatan pendidikan.55
2. Hak dalam Bidang Politik
Islam mendorong perempuan untuk aktif dalam bidang politik dan
terlibat dalam pengambilan keputusan. Dalam kenyataannya, Islam adalah
satu-satunya agama yang membenarkan peranan politik bagi perempuan.56
Al-Qur‟an dan hadits banyak mengisyaratkan tentang kebolehan
perempuan aktif dalam dunia politik. Al-Qur‟an surah at-Taubah/9: 71
menyatakan:
54
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayan Perempuan, h. 404.
55Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 89-90.
56Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h.,25
42
( 9:71 /سورة التوبة( “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.57
Kata auliya dalam ayat diatas, menurut Dr. Quraish Shihab yang
dikutip dalam buku Kodrat Perempuan dalam Islam, mencakup kerjasama,
bantuan, dan penguasaan; sedangkan “menyuruh mengerjakan yang ma‟ruf”
mencakup segala segi kebaikan, termasuk memberi masukan dan kritik
terhadap penguasa.58
Perempuan Muslim memiliki tanggung jawab politik yang luas dan
peran yang penting dalam kehidupan publik, sebuah peran yang pernah
diberikan untuk melayani komunitas Islam yang mulai lahir di Madinah dan
selama beberapa waktu setelah itu pada periode awal Islam.59
Dalam beberapa riwayat disebutkan betapa kaum perempuan di
permulaan Islam memegang peranan penting dalam kegiatan politik. Al-
Qur‟an surah al-Mumtahanah/60: 12 melegalisir kegiatan politik kaum
57
QS.At-Taubah: 71.
58Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam, h. 30.
59Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 268.
43
perempuan:60
( /60 : 12)سوره املمتحنة “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman
untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-
anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan
dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik,
Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah
untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Perempuan diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka,
untuk berdebat, dan untuk mengungkapkan pemikiran mereka di depan
publik. Pada waktu permulaan Islam, perempuan memimpin delegasi,
menjadi penengah serta memberikan tempat pengungsian dan perlindungan.
Perimbangan atau pendapat mereka dalam persoalan-persoalan politik
mempunyai nilai yang tinggi dan dihormati, serta mempunyai pengaruh yang
besar dalam membentuk masyarakat dimana mereka berada.61
Pada masa Nabi saw, kaum perempuan sangat aktif secara sosial dan
60
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayan Perempuan, h. 11.
61Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 25.
44
politik. Istri-istri Nabi, terutama Aisyah, telah menjalankan peran politik
penting. Selain Aisyah, banyak perempuan lain yang terlibat dalam urusan
politik, seperti keterlibatan mereka di medan perang.62
3. Hak dalam Memilih Pekerjaan
Mengenai hak perempuan untuk mencari pekerjaan, Islam
memandang peran mereka dalam masyarakat sebagai ibu dan istri adalah
peran paling suci dan penting. Karena peran tersebut yang sangat menentukan
masa depan bangsa, tidak bisa dianggap sebagai “kemalasan”.63
Dalam buku The Islamic View of Women and The Family karya M.
Abdul Rauf yang dikutip oleh Dr. Haifaa A Jawaad, bahwa Islam tidak
melarang perempuan untuk bekerja dan memiliki profesi di luar rumah
sepanjang pekerjaannya di luar rumah tersebut tidak mengganggu tugas-tugas
rumah tangganya atau menurunkan martabatnya. Islam memberikan hak
kepada perempuan untuk memegang sebuah profesi dan melibatkan diri
secara aktif dalam nperniagaan dan perdagangan. Perempuan berhak bekerja
di luar rumah dan memperoleh pekerjaan.64
Tidak ada ajaran atau ketentuan dalam Islam yang melarang
perempuan mencari pekerjaannya bila ia memerlukan. Islam memberi
kebebasan kepada perempuan untuk bekerja dalam bidang apa saja yang di
halalkan selama tidak melanggar kodratnya sebagai seorang perempuan. Pada
62
Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam, h. 31.
63Mai Yamani, ed.,Feminisme dan Islam: Perspektif Hukum dan Sastra (Bandung:
Yayasan Nuansa Cendikia, 2000), Cet.I, h. 140.
64Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 76.
45
zaman Nabi, banyak kaum perempuan yang aktif bekerja mulai dari bidang
usaha sampai dengan menjadi petugas yang menangani pasar.
Begitu aktifnya kaum perempuan pada masa Nabi, Aisyah pernah
mengatakan: “Alat pemital di tangan perempuan lebih baik daripada tombak
di tangan kaum laki-laki.” Dalam satu riwayat lain, Nabi pernah mengatakan:
“Sebaik-baik permainan seorang Muslimah di dalam rumahnya adalah
memintal/menenun.”
Secara statistik kaum perempuan yang memasuki lapangan sudah
semakin banyak dan meningkat. Bahkan ada bentuk pekerjaan yang hanya
bisa dikerjakan oleh kaum perempuan.65
Seperti melahirkan, menyusui, dan
merawat anak. Jadi, tugas-tugas ini mustahil dilimpahkan ke pundak laki-laki,
kecuali tugas mendidik anak dan menjaga keluarga.66
4. Hak untuk Menikah
Islam menganggap perkawinan sebagai lembaga yang bermanfaat dan
mempunyai arti penting yang besar dalam kesejahteraan manusia. Dalam
Islam, perkawinan merupakan penyatuan dua orang dewasa yang didasari
oleh kemauan bersama.67
Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan
merupakan ikatan antara pria dan wanita sebagai suami isteri untuk
65
Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam (Bandung: Angkasa, T.th), Cet. I, h.
xxiv.
66 „Abd al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita: Segala Hal yang Ingin Anda
Ketahui tentang Perempuan dalam Hukum Islam, Penerjemah Muhammad Zaenal Arifin, (Jakarta:
Zaman, 2009), h.87.
67Haifaa A Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 17.
46
membentuk keluarga yang harmonis dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa.
Allah SWT menyayangi hambanya dengan memberikan perintah
untuk melaksanakan perkawinan, hal ini tertera dalam firman-Nya surah an-
Nur:32, yang bunyinya :
(/ 32 : 24 النور)سوره “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian (lajang) di antara kamu dan
orang-orang yang layak (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki
dan perempuan”.68
Dalam ayat tersebut menjelaskan mengenai keharusan seorang laki-
laki dan perempuan untuk menikah.
Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban, ketika hak seseorang
telah terpenuhi maka ada kewajiban yang harus dilaksanakan. Dan al-Qur‟an
tidak hanya menjabarkan mengenai hak-hak tetapi juga dengan kewajiban.
Adapun kewajiban seorang laki-laki dan perempuan diatur di dalam al-Qur‟an
surah at-Taubah/9: 21, yaitu
(/21 : 9)سوره التوبة “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
adalah menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh
mengerjakan amal maruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
68
QS.An-Nur: 32.
47
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”.69
Kewajiban dalam hal bekerja dibagi berdasarkan kemampuan alami
laki-laki dan perempuan. Namun demikian, kewajiban fundamental mereka
tetap sama dan mereka akan diberi balasan sesuai dengan amal kebajikannya.
Hal ini tertera di dalam al-Qur‟an surah an-Nahl/16: 97, yang berbunyi:
( / 97 : 16)سوره النحل “Barangsiapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”.70
Setiap orang pasti memiliki peran dalam kehidupannya, begitupun
seorang perempuan, ia memiliki beberapa peran yang memunculkan
kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan, adapun kewajiban-kewajiban
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban Memelihara Diri
Islam telah mengajak kaum Muslimah supaya selalu bermurah
senyum kepada orang, berbeda dalam berpakaian, bertindak, bertingkah laku,
dan berbuat, agar dengan demikian itu mereka menjadi suri tauladan yang
69
QS. At-Taubah: 21
70QS.An-Nahl: 97.
48
menjadikan mereka layak mengemban risalahnya yang agung bagi manusia.71
Kewajiban perempuan secara individu terhadap dirinya sendiri adalah
kewajiban makan dan minum, pakaian, tempat tinggal, memelihara
kebersihan dan menjaga kesehatan, serta menuntut ilmu agar dapat
mengetahui hak dan kewajiban serta mendapatkan sistem dan metode untuk
menghadapi segala sesuatu yang dibutuhkan dalam hidup, baik dilingkungan
keluarga maupun di masyarakat.72
Bagi seorang perempuan Muslimah yang sadar akan ajaran agamanya
tidak akan lupa untuk senantiasa mengasah rohaninya dengan ibadah, dzikir,
dan bacaan al-Qur‟an, dalam waktu-waktu yang telah terjadwal. Karena
dalam diri manusia terdiri dari tubuh, akal dan jiwa yang ketiganya memiliki
hak sendiri-sendiri yang harus dipenuhi. Dengan memberikan keseimbangan
pada tubuh, akal, dan jiwa, maka terdapat jaminan bagi tubuhnya tercipta
kepribadian yang normal, matang, dan terbuka.73
2. Kewajiban Kepada Kedua Orang Tua
Diantara keistimewaan perempuan Muslimah yang menonjol adalah
birrul-walidain (berbakti dan kebaikannya kepada kedua orang tua). Yang
demikian itu Islam telah memerintahkan supaya kita senantiasa berbakti dan
berbuat baik kepada kedua orang tua.
Perempuan Muslimah yang menyadari petunjuk agamanya merupakan
71
Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jati Diri Wanita Muslimah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1997), Cet. I, h. 101-102.
72Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), Cet. I, h. 71.
73Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jati Diri Wanita Muslimah, h.125.
49
pemudi yang paling berbakti kepada kedua orang tuanya daripada pemudi-
pemudi lain. Dimana baktinya kepada kedua orang tua tidak berhenti hanya
sampai dia menjalani hidup rumah tangga dan mengasuh putera-puterinya,
tetapi baktinya itu akan senantiasa berlaku sampai akhir hayatnya. Hal itu
merupakan wujud pengamalan petunjuk al-Qur‟an agar kita senantiasa
berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua, khususnya pada saat usia
tua, lemah dan pikun, serta membutuhkan perhatian, perawatan, dan kasih
sayang. Seperti dalam firman-Nya dalam al-Qur‟an surah al-Isra‟/17: 23-24,
23 : 17)سوره السراء-
24 / )
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".74
Kesadaran perempuan Muslimah akan ajaran agamanya yang jiwanya
selalu terbuka bagi petunjuk Islam dan senantiasa berpegang pada nilai-
74
QS.Al-Isra‟: 23-24.
50
nilainya yang tinggi akan selalu berbakti dan berbuat baik kepada kedua
orang tua dengan cara yang baik. Berbicara dengan orang tua penuh hormat
dan penuh sopan santun, senantiasa memperhatikan keadaannya dengan
penuh pengagungan, merendahkan diri dengan penuh kasih sayang,
sebagaimana yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam al-
Qur‟an. Bagaimana pun kondisi yang ada pada saat itu, senantiasa berpegang
pada petunjuk Ilahi.75
3. Kewajian Kepada Suami
Perempuan shalihah adalah tiang keluarga, penyangganya yang sangat
kuat, sekaligus perhiasan pertama bagi kehidupan seorang laki-laki, bahkan
dia merupakan perhiasan terbaik dalam kehidupan ini. Adalah nikmat terbesar
bagi seorang laki-laki dari Allah Azza wa Jalla, dimana dia akan merasa
tenang padanya dari hiruknya kehidupan dan dari cengkramannya. Di sisinya
dia akan mendapatkan ketentraman, kebahagiaan, ketenangan, dan
kenikmatan yang tidak dapat dikalahkan oleh kenikmatan hidup lainnya.
Seorang perempuan yang senantiasa menjalankan agamanya akan
selalu mentaati suaminya, tanpa sedikit pun membantahnya, berbakti
kepadanya, dan berusaha mencari keridhaannya serta memberikan
kebahagiaan pada dirinya, meskipun dia hidup dalam kemiskinan dan
kesulitan. Bersikap jujur dan setia dalam mengurus rumah dan suaminya,
karena dia mengetahui hak suaminya atas dirinya, suatu hak yang sangat
75
Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jati Diri Wanita Muslimah, h.140.
51
besar. 76
Peran perempuan sebagai istri bukanlah peran yang mudah. Seorang
Muslimah bukan saja harus dapat memainkan peran sebagai kekasih suami,
tetapi hendaknya pada situasi-situasi tertentu ia mampu berlaku sekaligus
sebagai ibu, sahabat, bahkan sebagai pelindung bagi suami.77
Perempuan atau isteri yang baik yang berada dibawah bimbingan
Islam adalah dia yang akan membantu suaminya untuk berakhlak mulia,
dengan memperlihatkan kecerdasan dan kecemerlangannya dalam
bermuamalah yang baik yang mampu membuka pintu-pintu hati, dan
menggugah jiwanya, yang bertolak dari pandangan bahwa kebaikan sikapnya
memperlakukan suaminya bukan sebagai moral sosial semata, tetapi karna
ketaatan pada Allah SWT.
Selain itu, bentuk ketaatan seorang isteri kepada suaminya adalah
dalam bentuk pemenuhan semua keinginan sang suami, seperti misalnya
bersenang-senang menikmati kehidupan suami isteri sesempurna mungkin
dan maksimal, baik dalam bergaul, berkunjung, makan bersama, berpakaian,
berbicara, dan lain sebagainya. Setiap kali dia dapat memenuhi berbagai
keinginan suaminya, maka semakin bertambah kebahagian, kejernihan, dan
ketenangan hidup keduannya, serta semakin dekat dengan ruh dan petunjuk
Islam.78
76
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 73.
77Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, h. 88.
78Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jati Diri Wanita Muslimah, Cet. I, h.155.
52
4. Kewajiban Sebagai Seorang Ibu
Perempuan muslimah yang telah membina rumah tangga dan
mempunyai anak, perannya bertambah. Ia tidak hanya sebagai anak dan istri,
tetapi juga menjadi ibu bagi anak-anaknya.79
Bagi seorang ibu, ia akan melihat seorang anak sebagai harapan hidup,
penyejuk jiwa, penghibur hati, kebahagiaan hidup serta tumpuan masa depan.
Seorang ibu memiliki tanggung jawab besar terhadap pendidikan dan
pembentukan kepribadian anak-anaknya.80
Seorang perempuan yang baik yang akan menjadi seorang ibu, yang
benar-benar menyadari ajaran agamanya mengetahui tanggung jawabnya
dalam mendidik anak-anaknya sepanjang zaman. Dia sangat pandai mencetak
generasi, memberikan pengaruh kepada mereka dan menanamkan nilai-nilai
luhur ke dalam diri mereka. Karenanya seorang ibu adalah madrasah pertama
dalam pendidikan bangsa, dia adalah guru pertama bagi generasi-generasi
cerdas, pencipta peradaban.81
Perempuan muslimah yang menyadari dan menghayati perannya
sebagai ibu, tentu berkomitmen terhadap misi pendidikannya. Segenap tenaga
dan pikiran ia curahkan untuk merealisasikan misi yang sesuai dengan surah
at-Tahrim/66 : 6,
79
Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, h. 91.
80Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jati Diri Wanita Muslimah, h. 199.
81 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer,h. 81.
53
( 6 : 66سوره التحرمي /) “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”.82
Sebagai konsekuensi dari tuntunan nash tersebut diatas, orang tua,
termasuk ibu wajib mendidik putra-putrinya dengan baik, memberikan cinta
kasih dan kelembutan serta harus menunjukan sikap adil terhadap anak-
anaknya dalam bingkai kasih sayang.83
5. Kewajiban Terhadap Kaum Kerabat
Perempuan Muslimah yang disinari hidayah agamanya akan selalu
ingat bahwasannya kerabatnya memiliki hak atas dirinya, dan dia dituntut
untuk mempererat hubungan dan berbuat baik terhadap mereka.
Islam memberikan penghormatan terhadap kerabat, yang semua orang
tidak akan mendapatkannya pada agama, hukum positif, ataupun filsafat non-
Islam. Islam menganjurkan melakukan hubungan kekerabatan dan sangat
membenci orang yang menolak atau memutuskan hubungan kekerabatan.84
Hal tersebut dapat dilihat dalam Qur‟an surah an-Nisa‟/4: 36,
82
QS.At-Tahrim : 6.
83Siti Muri‟ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam, h. 92.
84Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jati Diri Wanita Muslimah, h. 215.
54
(/ 36 : 4نساء سوره ال)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri”.85
Setiap kita diminta untuk menyambung tali kekeluargaan kapan dan
dimana saja, tidak diperbolehkan untuk memutuskannya meskipun kerabat-
kerabat memutuskannya dengan tujuan mencari keridhaan Allah SWT.
85
QS.An-Nisa‟/ 4 : 36.
55
BAB III
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PROF. DR. HJ. HUZAEMAH TAHIDO
YANGGO TENTANG PEREMPUAN KARIER DALAM ISLAM
A. Biografi Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo
Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, lahir di Donggala, Palu,
Sulawesi Tengah pada 30 Desember 1946. Riwayat pendidikannya dimulai
dari Sekolah Rakyat (SR) Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah AlKhairaat, Palu
(tamat 1959), lalu ke SMP Negeri Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri
Alkhairaat empat tahun (tamat 1963), kemudian di PGAN enam tahun di Palu
(tamat 1967). Setelah meraih gelar Sarjana Muda (BA) dari Fakultas Syari‟ah
Universitas Islam Al- Khairaat Palu (1975).1 Ia melanjutkan ke Fakultas Studi
Islam dan Bahasa Arab jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh di Universitas Al-Azhar,
Kairo, Mesir (tahun 1977) dan memperoleh gelar Master of Arts (MA), tahun
1981 dengan Yudicium Cumlaude. Gelar doktor diperolehnya pada tahun
1984 di universitas yang sama dengan spesialisasi di bidang Hukum Islam
Perbandingan.2
Saat ini beliau menjabat sebagai Guru Besar Hukum Islam di Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai Rektor Institut
1Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 2003),
Cet. III, h. 178.
2Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010), Cet. I, h.211.
56
Ilmu al-Qur‟an Jakarta(2014-2018), sebagai dosen Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1987, Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta,
dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta sejak 1991, dan dosen di
Universitas Indonesia.3
B. Aktivitas dan Karya-Karya Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo
Prof. Dr.Hj. Huzaemah Tahido Yanggo merupakan seorang
perempuan hebat yang memiliki aktivitas cukup banyak, kesehariannya selalu
diisi dengan hal-hal yang bermanfaat. Pada tahun 1987 beliau telah menjadi
anggota Komisi Fatwa MUI Pusat dan anggota Dewan Syariah Nasional MUI
sejak 1997.4 Tahun 2000-2010, beliau terpilih dalam MUNAS MUI sebagai
salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat Bidang Pengkajian dan
Pengembangan, yang kemudian pada 2010 diangkat menjadi wakil Ketua
Komisi Fatwa MUI Pusat.5 Beliau juga adalah anggota Dewan Pengawas
Syariah (DPS) di Bank Niaga Syariah pada tahun 2005-2010 dan Ketua
Dewan Pengawas Syariah di PT.Great Eastern (2000).6
Selain itu, beliau pernah memegang jabatan sebagai Ketua Jurusan
Perbandingan Mazhab dan Hukum di UIN Jakarta tahun 1988 sampai 2002,
sebagai Pudek 1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta tahun 2002, dosen
3Biografi Prof.Dr.Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, artikel diakses pada 19 September 2016
dari http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=5&id=221.
4Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.211.
5Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, (T.tp, Yamiba, 2013), Cover.
6Biografi Prof.Dr.Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, artikel diakses pada 19 September 2016
dari http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=5&id=221
57
Universitas Al-Khairaat Pusat Palu (1985), sebagai dosen Sekolah Tinggi
Ilmu Syari‟ah Darun An-Najah (STISDA) sejak 1987, Institut Islam Daru Ar-
Rahman (IID) tahun 1992-1998, Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) IAIN
Jakarta (1994-1998), anggota Dewan Penilai Ijazah Luar Negeri di
Departemen Agama RI (1995), anggota Dewan Penilai Karya Ilmiah
Kenaikan Pangkat IAIN/STAIN/UIN di Departemen Agama RI (1990-2007),
anggota Dewan Pertimbangan BAZNAS (2001), anggota Dewan Pakar ICMI
Orsat Ciputat (1992), anggota Dewan Syariah Nasional MUI Pusat (1991).7
Salah seorang Ketua PB Al-Khairaat (1996).8
Tidak hanya itu, Prof. Huzaemah pun aktif dalam berbagai aktivitas
keprempuanan, seperti menjadi Ketua Pengurus Besar Persatuan Perempuan
Islam al-Khairat Pusat di Palu, Sulawesi Tengah sejak 1996, Ketua Pusat
Studi Perempuan IAIN Jakarta pada tahun 1994 sampai 1998, anggota Pokja
Menteri UPW dari tahun 1992 sampai 1996 dan juga menjadi narasumber di
berbagai seminar yang berkaitan dengan perempuan. Pada tahun 1998, beliau
memperoleh penghargaan sebagai salah satu Tokoh Peningkatan Peranan
Perempuan, dan pada tahun 2007 menerima award dari Eramuslim Global
Media, sebagai Pakar Fikih Perempuan9.
Tak kurang dari 100 buah karya tulis ilmiah dan kegiatan seminar atau
simposium yang diikutinya di dalam dan luar negeri, baik sebagai peserta
7Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab,h. 178.
8Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, cover buku.
9Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.211.
58
ataupun pemakalah mengenai persoalan agama (terutama hukum Islam),
pendidikan, wanita dan Iptek. Di sela-sela kesibukannya, ia juga sempat
melakukan berbagai kegiatan penelitian, secara individual dan tim terutama
tentang pendidikan dan hukum Islam.10
Beberapa karya tulisnya banyak
menghiasi berbagai majalah dan media masa, seperti majalah Ahkam, Harkat,
Akrab, Studia Islamika, dan lain-lain. Adapun karya tulis yang telah
dibukukan dan diterbitkan, antara lain11
:
1. Pengantar Perbandingan Mazhab (Jakarta: Logos, 1997, Cetakan
Pertama)
2. Perempuan: Antara Idealitas dan Fakta Kekinian (Jakarta: Bmoiwi, 2003)
3. Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer (Bandung: Angkasa,
2005)
4. Kontroversi Revisi Kompilasi Hukum Islam (Adelina, 2005)
5. Fikih Anak: Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak
(Jakarta: Mawardi Prima, 2005)
6. Fikih Perempuan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
7. Hukum Keluarga Dalam Islam (Jakarta: IKAPI, 2013)
Selain tulisan yang dibukukan, beliau juga sering menulis yang
kemudian tulisan tersebut diterbitkan, diantaranya: Konsep Wanita Islam
10
Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, cover halaman.
11Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.211.
59
dalam Al-Qur‟an Al-Sunnah dan Al-Fiqh, Nikah Mut‟ah dalam Perspektif
Hukum Islam, Al-Qur‟an dan Masalah Gender, Pemanfaatan Asi dan
Hukumnya Menurut Islam, Perlindungan Hukum Ilam Terhadap Hak-Hak
Wanita, Fiqh Wanita dalam Peradaban Masyarakat Modern, Fiqh Wanita,
Pendayagunaan Zakat untuk Menanggulangi Kemiskinan, Hukum Puasa
Bagi Pekerja Berat, Pandangan Hukum Islam Tentang Korupsi, Kolusi,
Nepotisme, dan Suap (KKNS), Membangun Keluarga Sehat, Sakinah dan
Sejahtera.12
Selain itu ada juga karya tulisnya yang lain, seperti: Perkawinan yang
Tidak Dicatat dalam Pandangan Hukum Islam (pada makalah diskusi yang
diselenggarakan oleh GTZ, Jakarta, 2006), Peluang dan Tantangan
Perempuan Memperoleh Hak Sipil (kuliah umum/ orasi ilmiah pada acara
Dies Natalis IAIN Maulana Hasanuddin, Serang Banten, 2007), Ajaran Al-
Qur‟an Relevan Sepanjang Zaman (kertas kerja yang disajikan pada
Musyawarah Ulama Al-Qur‟an se-Sulawesi dan Kalimantan yang
diselenggarakan oleh Balitbang Depag RI, Gorontalo, 2007), Fatwa MUI
Tidak Bertentangan dengan HAM (artikel pada koran Republika, 19 Januari
2008)13
, Shalat Membuat Hidup Menjadi Tenang (seminar dan diskusi publik
“Esensi Sholat dalam Perspektif Kesehatan” yang diadakan oleh CSS
12
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab,h. 178.
13Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.211.
60
MORA UIN Jakarta, 2010)14
, Tidak Ada Hukuman Pidana Bagi Pelaku
Poligami (pada SuaraMedia.com, 2009)15
, Menjadi Ibu Sukses di Dalam dan
Luar Rumah (artikel pada media online Republika)16
, dan lain-lain.
Beliau juga mengisi Forum Konsultasi Agama Islam dalam majalah
PARAS.17
C. Pemikiran Perempuan Karier Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo
Islam telah menghapuskan diskriminasi antara laki-laki dan
perempuan. Perempuan dalam pandangan Islam adalah makhluk yang
memiliki potensi sama seperti apa yang dimiliki laki-laki. Keberadaannya
dipandang sebagai mitra sejajar dengan laki-laki secara harmonis. Tak ada
perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, baik sebagai individu
(hamba Allah), anggota keluarga, maupun sebagai anggota masyarakat,
begitu pula dalam hak dan kewajiban.
Kalaupun ada perbedaan, itu hanya akibat fungsi dan tugas utama
yang dibebankan Allah swt. kepada masing-masing jenis kelamin yang
berbeda, sehingga perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa
14
Muhammad Nurdin, Shalat Membuat Hidup Menjadi Tenang, artikel diakses pada 16
September 2016 dari http://www.uinjkt.ac.id/id/prof-huzaemah-shalat-membuat-hidup-menjadi-
tenang/
15Suara media, Tidak Ada Hukuman Pidana Bagi Pelaku Poligami,artikel diakses pada 16
September 2016 dari http://pro-syariah.blogspot.co.id/2009/04/prof-dr-huzaemah-tahido-yanggo-
tidak.html.
16Hafidz Muftisany, Menjadi Ibu Sukses di Dalam dan Luar Rumah, artikel diakses pada
18 Desember 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/12/18/nzjqc78-
prof-huzaimah-tohido-yanggo-menjadi-ibu-sukses-di-dalam-dan-luar-rumah.
17Biografi Prof.Dr.Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, artikel diakses pada 19 September
2016 dari http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=5&id=221.
61
memiliki kelebihan atas yang lain. Baik laki-laki maupun perempuan,
keduanya memiliki tugas yang sama penting, baik dalam domain rumah
tangga maupun di kehidupan sosial.18
Perempuan karier menurut Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo
adalah perempuan yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, tidak
ada pengertian khusus mengenai perempuan karier.19
Baginya keterlibatan seorang perempuan di berbagai sektor lapangan
adalah hal yang dibolehkan. Karena terjunnya perempuan dalam dunia karier,
banyak membawa pengaruh terhadap segala aspek kehidupan, baik kehidupan
pribadi dan keluarga maupun kehidupan masyarakat sekitarnya.20
Surah an-Nahl : 97, adalah dasar atas kebolehan seorang perempuan
berkarier. Menurutnya, ayat tersebut memberikan kesempatan kepada laki-
laki maupun perempuan untuk aktif dalam berbagai kegiatan. Tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berkarier, yang
membedakan hanyalah jenis pekerjaan yang disesuaikan dengan kodrat
masing-masing. Allah tidak membedakan ganjaran dan imbalan amal
perbuatannya, melainkan sesuai dengan amal dan kariernya. Kalau amal atau
kariernya baik, akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya,
18
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. ix.
19Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Jakarta, 28
September 2016.
20Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.63.
62
tetapi bilamana amalnya atau kareirnya tidak baik, akan mendapat neraka
dengan segala siksaannya.21
Surah an-nahl : 97 yang dijadikan dasar atas kebolehan seorang
perempuan berkarir akan selalu relevan dengan keadaan zaman yang berubah-
ubah, karena al-Qur‟an akan selalu relevan dan tidak pernah termakan oleh
zaman. Hanya saja pemikiran manusia lah yang masih relevan atau tidak,
karena yang bisa berubah adalah akal pemikiran manusia sebab akal manusia
sangatlah terbatas.22
Beliau membolehkan seorang perempuan berkarier dengan dasar
surah an-Nahl, hanya saja sebagai perempuan tentu ada aturan-aturan yang
harus dia laksanakan, jangan melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh Islam, seperti tidak berdua-duaan dengan yang bukan mahram,
mengenakan pakaian yang terbuka atau dengan kata lain tidak menutup aurat,
dan tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban utama sebagai ibu rumah
tangga, yaitu mengurus suami dan anak-anak.23
.
Sebagai seorang perempuan, ia memiliki peran yang berbeda dalam
kedudukannya. Beberapa peran seorang perempuan menurut Prof. Huzaemah
dalam bukunya Fikih Perempuan Kontemporer, diantaranya:
21
Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Jakarta, 22
September 2016
22Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Jakarta, 28
September 2016.
23Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Jakarta, 28
September 2016.
63
1. Seorang perempuan individual (hamba Allah)
Potensi perempuan sebagai salah satu unsur dalam menunjang
pembangunan nasional di Indonesia sudah tidak mengherankan lagi, karena
separuh penduduknya adalah perempuan. Seorang perempuan muslimah
memiliki peran untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia atau minimal,
dapat menegakkan nilai-nilai syariat Islam di berbagai sektor yang sesuai
dengan profesi yang ditekuninya atau yang seseuai dengan potensi yang
dimilikinya. Para muslimah yang mengerti dan memahami syariat Islam
dengan baik, dapat memasyarakatkan syariat dan mensyariatkan masyarakat.
Perempuan dibolehkan untuk memiliki sesuatu dan bertindak atas hak
miliknya. Dibolehkan pula mewakilkan urusannya kepada orang lain, jika ia
tidak berkehendak melakukannya sendiri. Dibolehkan juga untuk menjamin
orang lain atau dirinya dijamin orang lain.24
Islam tidak menghalangi perempuan untuk memasuki berbagai profesi
sesuai dengan keahliannya. Dengan syarat, dalam tugasnya tetap
memperhatikan hukum-hukum atau aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Adapun syarat dan rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh
perempuan yang ingin berkiprah dalam ranah dunia publik adalah:
a. Mengenakan busana muslimah, seorang perempuan muslimah
diwajibkan oleh Allah swt untuk menutup auratnya. Perempuan yang
24
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.45.
64
berbusana muslimah akan terlihat sederhana, dan penuh wibawa hingga
membuat orang langsung menaruh hormat, segan dan mengambil jarak
antara perempuan dan laki-laki, sehingga godaan bisa dicegah secara
maksimal.
b. Memiliki ilmu pengetahuan dan kemampuan dalam pekerjaan yang
ditekuninya.
c. Tidak melampaui batas kodrat keperempuanan.
d. Tidak mendatangkan hal yang mudharat dan negatif terhadap diri
dan agamanya.
2. Perempuan Sebagai Seorang Istri
Perkembangan zaman akibat kemajuan Iptek menghasilkan
masyarakat berkembang dalam kemajuan. Semakin banyak perempuan
berpendidikan tinggi, punya keahlian dan bekerja di luar rumah. Dalam
syariat Islam, perempuan diperbolehkan untuk bekerja tetapi ketika ia telah
memiliki suami, ia harus mendapatkan izin atau persetujuan dari suaminya.25
Dalam ajaran Islam, perempuan boleh memasuki berbagai profesi,
dengan syarat, tugas yang diembannya dapat disesuaikan dengan sifat-sifat
kodratnya dan tidak meninggalkan kewajiban-kewajibannya sebagai ibu
rumah tangga. Disamping itu, ia harus memperhatikan hukum-hukum yang
25
Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam (T.tp: Yamiba, 2013),h.148.
65
ditentukan oleh syariat Islam, misalnya tidak berdua-duaan dengan laki-laki
yang bukan mahram-nya dan menutup aurat dengan busana muslim.26
3. Perempuan Sebagai Seorang Ibu
Seorang perempuan memiliki ciri khas yang melekat pada dirinya,
yaitu kenyataan biofisik dan anatominya yang memberikan peran dan fungsi
yang khas yang tidak mungkin ditukar dengan apa pun, ciri has tersebut
adalah perannya sebagai ibu. Perempuan memiliki keunggulan fungsional
yang tidak dapat digantikan perannya oleh laki-laki, yaitu sebagai ibu.
Bahkan, perempuan itu bukan saja ibu pada figur keperempuanannya
yang melahirkan, memelihara, melindung, dan mendidik putra-putrinya
hingga menjadi dewasa, melainkan dengan otoritasnnya juga dipandang
sebagai ibu oleh masyarakat. Dalam arti luas ini, maka keibuan menjadi
konsep yang dijunjung tinggi dan dimuliakan sehingga walaupun zaman
selalu berkembang, namun fungsi keibuan kaum perempuan tidak mungkin
akan bertukar secara kodrati.27
Islam membolehkan kepada ibu rumah tangga untuk bekerja, baik di
rumahnya sendiri maupun di luar untuk meningkatkan taraf ekonomi rumah
tangganya. Karena hal tersebut merupakan amal yang baik atau sedekah bagi
26
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.136.
27Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.81.
66
istri/ibu terhadap keluarganya. Dengan syarat, tugas dan kewajibannya dalam
rumah tangga tidak terbengkalai dan harus ada izin dari suami.28
Ketika seorang ibu yang memiliki karier ia tidak boleh melepaskan
tanggung jawab kepada suami ataupun anak-anaknya. Saat sedang bekerja, ia
bisa mengontrol keadaan dirumah melalui telpon genggamnya. Seorang ibu
yang memiliki karier harus bisa memanfaatkan tekhnologi yang canggih
sebagai akses untuk dirinya menjalankan tanggung jawab terhadap suami dan
anak-anaknya.29
Perempuan terjun dalam dunia karier dalam suatu dimensi cukup
menggembirakan. Tetapi dalam dimensi lain, ekses yang timbul dari
kemajuan tersebut sangat memprihatinkan, terkadang timbul ekses yang
cenderung bersifat negatif. Maka dari itu, menurut ajaran Islam, apa pun
peranan yang dipegang oleh perempuan, utamanya sebagai ibu rumah tangga
tidak boleh dilupakan, agar kemungkinan-kemungkinan timbulnya ekses
negatif dapat terhindar.
Menurut Prof. Huzaemah, perhatian yang serius untuk membina
keluarganya sangat diperlukan karena tugas tersebut merupakan bagian
terpenting dari usaha pembinaan masyarakat secara luas. Tegak dan
runtuhnya masyarakat suatu negara sangat erat kaitannya dengan keadaan
satuan-satuan keluarga yang secara totalitas membentuk masyarakat suatu
28
Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, h.156.
29Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Jakarta, 28
September 2016.
67
negara. Islam membolehkan perempuan bekerja di luar rumah selagi
perempuan bisa menempatkan dirinya sesuai dengan kodrat
keperempuanannya.30
Dapat ditarik kesimpulan oleh penulis, bahwa Huzaemah Tahido
Yanggo membolehkan seorang perempuan berkarier dengan tidak
meninggalkan kewajibannya sebagai seorang perempuan dan bagi mereka
yang memiliki karier haruslah seseuai dengan aturan yang telah ditetapkan
dalam Islam untuk ketentraman hidupnya.
30
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h.67.
68
BAB IV
ANALISIS PERAN PEREMPUAN KARIER
A. Analisis Peran Perempuan Karier Dalam Islam
Seiring dengan berubahnya cara pandang masyarakat terhadap peran
dan posisi kaum perempuan di tengah-tengah masyarakat, menjadikan kaum
perempuan lebih leluasa dalam bergerak dan memperjuangkan kariernya
disegala bidang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Setiap manusia memiliki kedudukan tertentu dan berperan menurut
kedudukannya. Kedudukan dan peran tidak dapat dipisahkan, karena peran
merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Tidak akan ada peranan tanpa
kedudukan dan tidak akan ada kedudukan tanpa peranan.1
Peran merupakan pola perilaku yang ditentukan bagi seorang yang
mengisi kedudukan tertentu.2 Peranan yang menetapkan apa yang tidak dapat
dan dapat dilakukan oleh seseorang, karenanya kedudukan seseorang
menentukan peranan yang dilakukan oleh seseorang. Dengan kedudukan dan
peranan pula, seseorang harus melaksanakan hak dan kewajibannya.
Setiap perempuan, sebagai dirinya sendiri, bukan boneka orang lain,
memiliki keinginan yang sangat unik, spesifik, dan berbeda satu sama lain.
1Hidayah Sultan Salim, Wanita-Wanita di dalam Al-Qur‟an. Penerjemah Salman
Harun(Bandung : Al-Ma‟arif, 1983), Cet. I, h. 22.
2Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h.23.
69
Sebagai seorang perempuan, kita dimungkinkan untuk meraih apa pun yang
kita inginkan dan diharuskan untuk mengembangkan diri kita tanpa dibatasi
dengan umur dan status pernikahan. Kita dapat mengembangkan diri, bahkan
sampai kita menutup mata.3
Seorang perempuan sebagai makhluk yang sama-sama diciptakan oleh
Allah, memiliki peran dalam kedudukan yang berbeda, diantarannya saat
perempuan menjadi seorang individual, perempuan sebagai isteri, dan ketika
seorang perempuan menjadi seorang ibu.
Ketika seorang perempuan telah memutuskan untuk menjadi seorang
yang memiliki karier, ia tidak melanggar ketentuan yang ada dalam agama
dan hukum yang berlaku di negaranya. Perempuan diberikan kebebasan untuk
memilih kariernya sendiri sesuai dengan ilmu dan kemampuan yang dimiliki,
dan tidak boleh melebihi batasan yang telah ditentukan dalam agama Islam.
Yang dimaksud dengan batasan adalah, ketika ia memiliki karier, karier
tersebut bukanlah suatu pekerjaan yang menimbulkan kemudhratan, apalagi
jika karier tersebut dapat mendekatkannya pada pekerjaan yang
menghilangkan kesucian dirinya.
Pada kodratnya perempuan memiliki tugas memberikan kedamaian
kepada seorang suami. Mereka akan menghadiahkan waktunya untuk
memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh suami dan anak-anaknya
dan mempersiapkan berbagai keperluan yang dapat membuat seorang suami
merasa rileks sepulang dari bekerja. Sehingga ketika suami pulang, ia akan
3Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h.xv.
70
merasakan suasana rumah dalam keadaan tenang, damai, dan
menyenangkan.4
Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Prof.
Huzaemah, bahwasannya tugas seorang perempuan adalah untuk memelihara
rumah tangga, hamil, melahirkan, mengasuh anak, dan menjadi berteduhnya
suami guna mendapatkan ketenangan. Ketika suami datang sepulang kerja,
disambut oleh istri dengan senyuman dan kasih sayang, dengan begitu
kepenatan suami akan hilang. Demikian juga sang istri yang sedari pagi
bergulat dengan pekerjaan rumah tangga, hilang kepenatannya karena
kedatangan suami tercinta.5
Telah jelas bahwa peran perempuan sebagai seorang ibu lebih
dominan berada di dalam rumah, menjadi pemimpin di dalam rumah ketika
suami sedang pergi bekerja. Namun ketika keadaan rumah tangga mendesak
seorang istri ikut andil dalam memperbaiki keadaan ekonomi yang dimana
keadaan suami tidak memungkinkan lagi untuk bisa mencari nafkah karena
keterbatasan yang dimiliki, hal tersebut tidak dilarang karena keadan yang
benar-benar mendesak yang mengharuskan seorang istri ikut bekerja
membantu suami.
Dengan syarat, keluarnya seorang istri untuk bekerja atas izin dari
sang suami, ketika ia bekerja dirinya tidak bersanding dengan seseorang yang
4Syaikh Mutawalli As-Sya‟rawi, Fikih Perempuan (Muslimah): Busana dan Perhiasan,
Penghormatan atas Perempuan, Sampai Wanita Karier. (T.tp, Amzah, 2003), h.120.
5Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), h.97.
71
bukan mahram, ketika ia bekerja tidaklah melampaui batas sebagai seorang
perempuan, dan yang terpenting ia harus selalu mengingat aturan-aturan
Islam yang diberikan kepada seorang perempuan untuk kemaslahatan dirinya.
B. Analisis Pandangan Prof. Dr.Hj Huzaemah Tahido Yanggo Tentang
Perempuan Karier
Di Indonesia, berbagai studi tentang perempuan lebih ditujukan untuk
keperluan meningkatkan kondisi sosial-ekonomi keluarga. Makin banyak
sekolah-sekolah perempuan didirikan, makin banyak lembaga-lembaga sosial
yang bergerak untuk memperjuangkan hak perempuan, maka tak heran jika
perempuan memiliki karier dalam hidupnya. Diberikannya ruang untuk
perempuan mengembangkan potensinya tidak serta merta menganjurkan
perempuan untuk bertindak semaunnya dengan apa yang dimiliki. Perempuan
tetap menjadi seorang perempuan muslimah yang berkarir sesuai syariat.
Fenomena yang berlangsung saat ini adalah semakin hari semakin
banyak perempuan Indonesia dalam usia dewasa muda mempunyai peluang
untuk berkarya disamping menjadi ibu rumah tangga. Mereka melakukannya
terutama tidak karena keharusan ekonomi, tetapi atas dasar pilihan.6
Perlu diingat, dalam proses menjadi seorang perempuan, tidak mudah
lagi untuk membedakan perilaku dan sifat mana yang termasuk kodrat
(nature) dan mana yang telah menjadi bagian dari diri sebagai hasil belajar
(nurture/culture). Sulitnya membedakan hal ini, menyebabkan
6Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h.18.
72
percampuradukan kodrat dan hasil belajar sehari-hari dalam berkehidupan.
Masalah kemudian muncul karena apa yang disebut sebagai kodrat
perempuan sering kali dipakai untuk membatasi apa yang boleh dilakukan
dan apa yang dianggap tidak perlu dilakukan karena seseorang dilahirkan
dengan jenis kelamin perempuan.7
Diskursus mengenai kebolehan seorang perempuan untuk berkiprah
ataupun tidak, kebanyakan para mufasir merujuk hal tersebut kepada firman
Allah dalam surah an-Nisa‟: 34, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum
perempuan....”, ath-Thabari dan ar-Razi menafsirkan teks tersebut, yaitu laki-
laki menjadi pemimpin bagi kaum perempuan, karena laki-laki diberikan
beberapa kelebihan oleh Allah. Mereka menafsirkan ayat tersebut sebagai
landasan konkrit bahwa laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan,
bukan hanya dalam lingkungan rumah tangga, melainkan juga dalam lingkup
kehidupan yang lebih luas, termasuk dengan al-imamah al-kubra dan al-
imamah ash-shughra.8
Berbeda dengan ath-Thabari dan ar-Razi, Huzaemah T Yanggo yang
mampu meluruskan penafsiran klasik, berpendapat bahwa seorang perempuan
berhak untuk memimpin suatu negara (presiden atau perdana menteri),
sebagaimana halnya kaum laki-laki bila mereka memiliki kriteria dan
persyaratan sebagai pemimpin. Dan mereka mampu dan kapabel untuk
7Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara ,h. 41.
8 Ath-Thabari, Jami al-Bayan fi Tafsir Al-Qur‟an (Beirut : Dar al-Fikr, 1978), h.41.
dikutip oleh Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan: Bias Laki-Laki dalam Penafsiran,
(Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2003), h.4.
73
menjalankan tugas-tugasnya.9 Penguatan atas pandangannya tersebut berdasar
pada surah an-Nahl : 97, bahwa seseorang baik laki-laki maupun perempuan
diharuskan untuk aktif, pemberian keleluasaan untuk berkarir tidak hanya
untuk seorang laki-laki, namun juga untuk perempuan.
Penulis berkesimpulan bahwa Huzaemah T Yanggo tidak melarang
seorang perempuan untuk berkiprah di luar rumah, ia mengharuskan
perempuan untuk menuntut ilmu. Tidak hanya ilmu kerumahtanggaan saja,
tetapi lebih luas dari itu. Seorang perempuan haruslah cerdas agar ia bisa
mengemban amanah sesuai dengan keahlian dan ilmu yang dimilikinya.
9Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 56.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam Islam peran seorang perempuan sesuai dengan kedudukannya. Ia
memiliki tugas alamiah untuk melahirkan, menyusui, dan merawat
anak. Namun seorang perempuan dibolehkan berkarier dengan syarat
dirinya tetap mengikuti aturan yang ditetapkan di dalam Islam untuk
keselamatan dan ketentraman hidupnya.
2. Huzaemah Tahido Yanggo berpendapat bahwa perempuan karier adalah
perempuan yang memiliki pekerjaan di luar rumah. Seorang perempuan
yang memiliki karier harus bisa bertanggungjawab terhadap
kewajibannya di dalam maupun diluar rumah. Pekerjaan atau karier
yang diamanatkan harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan
karier tersebut tidak menimbulkan kemudharatan terhadap dirinya.
B. Saran-saran
Akhir dari penulisan skripsi ini, penulis mengharapkan adannya
manfaat bagi kita semua, yaitu kepada penulis khususnya dan kepada para
pembaca umumnya. Adapun beberapa saran sehubungan dengan sasaran
penelitian ini adalah sebagai berikut :
75
1. Penelitian mengenai peranan perempuan masih perlu terus digalakkan
untuk melihat lebih jauh segi-segi peranan kaum perempuan agar dapat
diaktualisasikan dimasa-masa mendatang.
2. Seorang perempuan haruslah memiliki kecerdasan dengan cara
memperbanyak ilmu dan pengalaman agar dapat mengikuti perkembangan
zaman yang semakin maju.
3. Untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai peranan
perempuan dan atau sebagainya, sebaiknya lebih ditekankan pada studi
empiris. Dengan studi empiris diharapkan dapat ditampilkan tentang teori-
teori yang ada dengan realitas hidup kaum perempuan, agar dapat lebih
diarahkan pada kondisi perempuan yang lebih maju.
76
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Ali, M. Daud dan Habibah Daud. Lembaga- Lembaga Islam di Indonesia. T.tp.
Raja Grafindo Persada. 1995.
Al-Baghdadi, Abdurrahman. Emansipasi: adakah dalam Islam: suatu tinjauan
syari‟at Islam tentang kehidupan wanit. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.
Al-Hasyimy, Muhammad Ali. Jati Diri Wanita Muslimah. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. 1997.
Anwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997.
As-Sya‟rawi, Syaikh Mutawalli. Fikih Perempuan (Muslimah): Busana dan
Pershiasan, Penghormatan atas Perempuan, Sampai Wanita Karier. T.tp.,
Amzah. 2005.
Al-Mundziri, Imam. Ringkasan Sahih Muslim. Bandung : Jabal. 2012
Albani, Muhammad Nashiruddin. Sahih Sunan At-Tirmidzi. Jakarta : Pustaka
Azzam. 2006.
“An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi.” Dalam Ferdinand Hasmand,
dkk, ed., Ensiklopedia Muslim,vol.3. Jakarta: Almahira. 2012.
Dimyati, Khuzaifah dan Kelik Wardiono. Metode Penelitian Hukum. Surakarta :
UMS Press. 2004.
Fachrudin, Fuad M.. Rahasia Wanita Islam. T.tp. Iqomatun. 1991.
Fadholi, Sitoresmi Syukri. Sosok Wanita Muslimah. Yogyakarta : Tiara Wacana
Yogya. 1992.
Fakih, Mansour. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.
77
Fayumi, Badriyah, dkk. Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam).
Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Depatemen
Agama RI. 2001.
Ilyas, Yunahar. Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur‟an (Studi Pemikiran Para
Mufasir). Yogyakarta: Labda Press. 2006.
Ismail, Nurjannah, Perempuan dalam Pasungan: Bias Laki-Laki dalam
Penafsiran. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta. 2003.
Ihroni, Tapi Omas, dkk, ed. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita.
Bandung: PT. Alumni. 2006.
Jawad, Haifaa A. Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas
Kesetaraan Jender. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. 2002.
Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Buku III: Pengantar Teknik
Analisa Jender. 1992.
Kamus Besar Bahasa Indonesia : PT. Gramedia Pusaka Utama. 2008.
Kelompok Kerja Convention Watch. Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum
untuk Mewujudkan Keadilan Gender. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2012.
Khuzaifah, dkk. Metode penelitian Hukum. Surakarta: UMS Press. 2004.
Khomeini, Imam. Kedudukan Wanita dalam Pandangan Imam Khoemini. Jakarta:
Lentera, 2004.
Koderi, Muhammad. Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara. Jakarta : Gema
Insani Press.1999.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia,
1989Kamus Besar Bahasa Indonesia : PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.
Majelis Ulama Indonesia. Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan
Wanita. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1999.
Manshur,„Abd al-Qadir.Buku Pintar Fiqh Wanita. Jakarta: Zaman. 2009.
Megawani, Ratna. Membiarkan Berbeda? ; Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Bandung: Mizan.1999.
78
Manshur, „Abd al-Qadir. Buku Pintar Fikih Wanita: Segala Hal yang Ingin Anda
Ketahui tentang Perempuan dalam Hukum Islam. Penerjemah Muhammad
Zaenal Arifin. Jakarta: Zaman. 2009.
Mulia, Siti Musdah. Kemuliaan Perempuan Dalam Islam. Jakarta: Megawati
Institute. 2014.
Mulia, Siti Musdah, dkk. Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam).
Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen
Agama RI. 2001.
Muri‟ah, Siti. Wanita Karier Dalam Bingkai Islam. Bandung: Angkasa. T.th.
Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan (Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan
Gender). Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. 2012.
Sadli, Saparinah. Berbeda Tetapi Setara. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
2010.
Salim, Hidayah Sultan. Wanita-Wanita di dalam Al-Qur‟an. Penerjemah Salman
Harun. Bandung : Al-Ma‟arif. 1983.
Siddiqi, Mohammad Mazheruddin. Women in Islam. New Delhi : Adam
Publishers and Distributors, 1988.
Subana, M dan Sudrajat. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah.Bandung: Pustaka Setia,
2001.
“Sunan Ibnu Majah.” Dalam Nanang Ni‟amurrahman, dkk, ed., Ensiklopedia
Hadits, vol.8. Jakarta: Almahira. 2013.
Sapardjadja, Komariah Emong. Kompendium Tentang Hak-Hak Perempuan.
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum Dan Hak
Asasi Manusia RI, 2008.
Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqh Pemberdayan Perempuan. Jakarta : el-Kahfi,
2008.
Umar, Nazaruddin. Argumen Kesetaraan Jender. Jakarta: Sapdodadi, 1999.
Umar, Nazaruddin. Kodrat Perempuan dalam Islam. Jakarta : Lembaga Kajian
Agama dan Jender. 1999.
79
Waluyo, Bambang.Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika,
1991.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer. Bogor : Ghalia
Indonesia, 2010.
Yamani, Mai, ed. Feminisme dan Islam: Perspektif Hukum dan Sastra. Bandung:
Yayasan Nuansa Cendikia. 2000.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos,
2003.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Hukum Keluarga Dalam Islam. T.tp: Yamiba, 2013.
Zulaikha, Siti, dkk. Muslimah abad 21. Jakarta : Gema Insani Press, 1999.
Artikel
Amini, Ibrahim. “Kedudukan Perempuan dalam Islam”. Artikel diakses pada 2
Oktober 2016 dari http://www.ibrahimamini.com/id/node/2127.
Biografi Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo.Artikel diakses pada 19
September 2016 dari
http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=5&id=221.
Dahlan, Juwairiyah. “Peran Wanita Dalam Islam (Studi Tentang Wanita Karier
dan Pendidikan Anak).” Disertasi Institut Agama Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2000.
Husaini, Adian.Dapur, Sumur, Kasur. Republika, 25 April 2012.
Muftisany, Hafidz.“Prof. Huzaemah Tahido Yanggo menjadi ibu sukses di dalam
dan luar rumah”. Artikel diakses pada 08 Juni 2016 dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/12/18/nzjqc78-
prof-huzaimah-tohido-yanggo-menjadi-ibu-sukses-di-dalam-dan-luar-
rumah
Ni‟mah, Ziadatun. “Wanita Karir Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi
Pandangan K.H. Husein Muhammad).” Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.
80
Nurdin, Muhammad. Shalat Membuat Hidup Menjadi Tenang. Artikel diakses
pada 16 September 2016 dari http://www.uinjkt.ac.id/id/prof-huzaemah-
shalat-membuat-hidup-menjadi-tenang/
Qibtiyah, Alimatul,”Sensitivitas Gender Dan Pola Komunikasi Mahasiswa/I UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta”. Jurnal diakses pada 3 Oktober 2016 dari
intersections.anu.edu.au/issue30/qibtiyah.html.
Suara media. Tidak Ada Hukuman Pidana Bagi Pelaku Poligami. Artikel diakses
pada 16 September 2016 dari http://pro-
syariah.blogspot.co.id/2009/04/prof-dr-huzaemah-tahido-yanggo-
tidak.html.
Talib, Fadloon Katoppo. “Kedudukan, Peran, Kewajiban, dan Hak Perempuan
Menurut Ajaran Islam. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2006
Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Jakarta, 28
September 2016.
Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Jakarta, 22
September 2016.
top related