ii kajian kepustakaan 2.1 wortel (daucus carota....
Post on 06-Mar-2019
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Wortel (Daucus carota. L)
Tanaman wortel bukan berasal dari negara Indonesia, namun wortel
berasal dari daerah beriklim sedang (subtropis). Sekitar 6.500 tahun yang lalu,
tanaman ini ditemukan tumbuh secara liar di kawasan kepulauan Asia Tengah
yaitu Punjab, Afganistan, Tajikistan, dan bagian barat Tiam San, selain itu juga
ditemukan di kawasan Timur Dekat seperti Asia Kecil, Dataran Tinggi
Turkmenistan, Transcaucasia dan Iran (Bambang, 2002).
Tanaman wortel dibudidayakan di sekitar Laut Tengah dan menyebar
luas ke kawasan Eropa, Afrika, Amerika, dan akhirnya ke berbagai Negara.
Budidaya wortel di Asia Tenggara dirintis oleh negara Taiwan kemudian
tersebar ke beberapa Negara-negara yang beriklim panas (tropis) salah satunya
Indonesia. Budidaya wortel di Indonesia mulanya terpusat di daerah Lembang
dan Cipanas (Jawa Barat), namun dalam perkembangannya menyebar luas
hingga ke daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa (Rukman, 1995).
Wortel merupakan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna kuning
kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang
dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Cadangan makanan
tanaman ini disimpan didalam umbi. Kulit umbi wortel tipis dan jika dimakan
mentah terasa renyah dan agak manis (Makmun 2007).
Kantong minyak dalam ruang antarsel perisikel pada umbi wortel
mengandung minyak esensial yang menyebabkan aroma yang khas dari wortel
dan akar tunggangnya menyimpan gula dalam jumlah yang cukup banyak. Gula-
gula yang terdapat pada wortel umumnya terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa
9
dan maltosa. Kandungan gula dan asam amino pada wortel tergantung dari jenis
varietas wortel, lingkungan, pertanian, dan penyimpanannya (Rubatzky dan
Yamaguchi 1997).
Tanaman wortel akan tumbuh baik pada daerah yang mempunyai suhu
berkisar antara 16°C – 21°C. Wortel dapat tumbuh dengan optimal pada tanah
yang mempunyai struktur remah, gembur dan kaya akan humus dengan pH
berkisar antara 5,5 – 6,5 (Hukum, dkk., 1990). Berikut adalah penampakan fisik
wortel penelitian diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Wortel (Daucus carota L.)
Menurut Berlian dan Hartuti (2003) tanaman wortel dalam tata nama atau
sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisi : Angiospermae (biji terdapat dalam buah)
Kelas : Dycotyledonae (biji berkeping dua atau biji belah)
Ordo : Umbelliferales
10
Famili : Umbelliferae / Apiaceae / Ammiaceae
Genus : Daucus
Species : Daucus carota L.
2.1.1 Komposisi Gizi Wortel
Wortel merupakan sayuran yang memiliki banyak kandungan gizi yang
bermanfaat untuk tubuh manusia, terutama untuk kalangan anak-anak. Anak –
anak pada usia dini memerlukan asupan gizi yang cukup baik untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Wortel memiliki kandungan gizi yang
banyak diperlukan oleh tubuh terutama sebagai sumber vitamin A. Umbi wortel
banyak mengandung vitamin A yang disebabkan oleh tingginya kandungan
karoten yakni suatu senyawa kimia pembentuk vitamin A. Komposisi zat gizi
wortel selengkapnya dapat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Wortel per 100 gram Berat Basah
Komposisi Zat Gizi Satuan Jumlah
Energi Kal 41
Protein g 0,93
Lemak g 0,24
Karbohidrat g 9,58
Serat g 2,8
Gula total g 4,74
Air Mg 88,29
Kalsium Mg 33
Fosfor Mg 35
Kalium Mg 320
Natrium Mg 69
Vitamin IU 16706
Vitamin C Mg 5,9
Vitamin K Μg 13,2
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI, 1996.
Wortel memiliki peranan penting bagi tubuh, karena wortel memiliki
kandungan α dan ß-karoten. Kedua jenis karoten ini penting dalam gizi manusia
11
sebagai pro-vitamin A. Senyawa ß-karoten dalam tubuh diubah menjadi vitamin
A yang berperan dalam menjaga pertahanan dan kekebalan tubuh, menjaga
kesehatan kulit, paru-paru, dan membantu pertumbuhan sel-sel baru. Wortel
merupakan sumber makanan detoksifikasi yang mempunyai kemampuan untuk
mengatur ketidakseimbangan dalam tubuh.
Menurut Datt, dkk., (2012) wortel memiliki senyawa bioaktif seperti
karotenoid dan serat yang cukup untuk meningkatkan kesehatan secara
signifikan. Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu,
nutrisi anti kanker, pektin, mineral (kalsium, fosfor, besi, dan natrium), vitamin
(βetakaroten, B1 dan C) serta asparagin. Vitamin C, vitamin B, dan mineral
terutama kalsium, dan fosfor yang terkandung dalam wortel merupakan sumber
gizi yang baik untuk pertumbuhan (Rubatzky and Yamaguchi, 1997).
Menurut Winarno (2008), semakin tua warna sayuran tersebut, maka
semakin banyak kandungan β-karotennya. β-karoten merupakan anti oksidan
yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Jika tubuh
memerlukan vitamin A, maka betakaroten di hati akan diubah menjadi vitamin
A (Octaviani, dkk. 2014). Fungsi vitamin A dapat mencegah buta senja,
mempercepat penyembuhan luka dan mempersingkat lamanya sakit campak.
Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pengobatan, umbi wortel juga
dapat digunakan untuk keperluan kosmetik, yakni untuk merawat kecantikan
wajah dan kulit, menyuburkan rambut dan lain-lain. Karoten dalam umbi wortel
bermanfaat untuk menjaga kelembaban kulit dan memperlambat timbulnya
kerutan pada wajah. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dengan
mengkonsumsi wortel yang dikukus sebentar akan memperbesar penyerapan β-
karoten (Kumalaningsih, 2006).
12
2.2 Kelinci Lokal
Bangsa kelinci lokal di Indonesia merupakan persilangan dari berbagai jenis
kelinci yang tidak terdata, tetapi sebagian besar berasal dari persilangan jenis New
Zealand White. Kelinci lokal yang berada di Indonesia mempunyai tubuh yang
lebih kecil daripada kelinci impor dan memiliki laju pertumbuhan yang lambat
sehingga sering dilakukan persilangan bangsa kelinci lokal dengan bangsa lain
untuk mengembangkan kelinci yang tahan penyakit dan mempunyai toleransi
terhadap panas serta berbadan besar (Farrel dan Raharjo, 1984).
Herman (2000) menyatakan bahwa kelinci lokal lebih toleran terhadap
panas (suhu tinggi) dibandingkan kelinci impor. Hal ini disebabkan telah
beradaptasi di daerah tropis sehingga lebih tahan terhadap lingkungan panas
dibandingkan kelinci impor yang berasal dari daerah yang beriklim sedang.
Kelinci lokal diternakkan dengan tujuan sebagai penghasil daging yang memiliki
kualitas cukup baik.
Kelinci merupakan salah satu ternak yang mempunyai potensi besar
untuk dikembangbiakan sebagai penyedia daging. Pengembangan ternak kelinci
sebagai penyedia daging sampai saat ini masih memenuhi banyak kendala
karena daging dari ternak ini belum populer dan diterima oleh sebagian
masyarakat sehingga sulit dalam pemasarannya. Kesulitan pemasaran lebih
banyak disebabkan oleh faktor kebiasaan makan dan efek psikologis yang
menganggap bahwa kelinci sebagai hewan hias atau kesayangan yang tidak
layak untuk dikonsumsi dagingnya (Kusmajadi, 2004).
Salah satu jenis kelinci yang berpotensi besar untuk dikembangkan
menjadi kelinci pedaging yaitu jenis New Zealand. Ada beberapa jenis New
Zealand, yakni New Zealand White, Red, dan Black. New Zealand White paling
13
banyak diternak karena terkenal sebagai penghasil daging yang baik. Hal itu
karena pertumbuhannya relatif cepat. Pada umur 58 hari bobotnya dapat
mencapai 1,8 kg dan pada saat dewasa dapat mencapai 3,6 kg (Mansyur, 2009).
Kelinci mempunyai potensi biologis yang tinggi, yaitu kemampuan
reproduksi yang tinggi, cepat berkembang biak, interval kelahiran yang pendek,
prolifikasi yang sangat tinggi, mudah pemeliharan dan tidak membutuhkan lahan
yang luas (Templeton, 1968). Keuntungan lainnya yaitu pertumbuhan yang
cepat, sehingga cocok untuk diternakkan sebagai penghasil daging komersial.
Kelinci penghasil daging memiliki bobot badan yang besar dan tumbuh dengan
cepat, seperti Flemish Giant, Chinchilla, New Zealand White, English Spot dan
lainnnya (Raharjo, 2004). Bangsa kelinci lainnya adalah penghasil wool yaitu
Angora dan sebagai penghasil kulit/bulu yaitu Rex (Gillespie, 1992).
Daging kelinci mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi dan
mudah dicerna serta berkadar lemak rendah. Kelebihan ternak kelinci dalam hal
produksi daging terletak pada warna dan seratnya yang menyerupai daging
ayam. Kelinci memiliki kemampuan yang cepat dalam berkembang biak serta
mudah dalam pemeliharaan. Berat karkas kelinci sekitar 50% sampai 60% bobot
hidup (Sarwono, 2005).
Menurut sistem binomial, bangsa kelinci lokal diklasifikasikan sebagai
berikut Kartadisastra (2011):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
14
Familia : Leporidae
Sub-Familia : Leporine
Genus : Lepus
Species : Lepus nigricollis
2.3. Daging Kelinci
Daging kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat,
sehingga daging kelinci dapat dikelompokkan ke dalam golongan daging
berwarna putih seperti halnya ayam (Kusmajadi, 2004). Daging kelinci dan
daging ayam hampir memiliki kesamaan warna yaitu putih pucat, hal ini
disebabkan oleh rendahnya kandungan mioglobin (Lawrie, 2003). Menurut
Juarini, dkk., (2004), daging kelinci dilihat dari segi rasa dan warna sulit
dibedakan dari daging ayam sehingga merupakan peluang bagi daging kelinci
mengisi sebagian daging ayam. Karkas kelinci penelitian diperlihatkan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Karkas kelinci
15
Banyak keunggulan yang diperoleh dari mengkonsumsi daging kelinci yaitu
kadar kolesterol daging kelinci hanya 50 mg/kg, sedangkan domba 320 mg/kg dan
kadar proteinnya berturut-turut adalah 20,8 % dan 13,7 % (Farrel dan Rahardjo,
1984), sehingga daging kelinci dapat dipromosikan sebagai daging sehat. Daging
kelinci dapat dipromosikan sebagai daging yang berwawasan lingkungan, karena
diproduksi dengan pakan yang tidak berkompetitif dengan manusia, dan dapat
disebut juga sebagai daging alami, karena kelinci dapat tumbuh dengan baik tanpa
feed additif non nutritive seperti antibiotik dan hormon, hanya membutuhkan pakan
yang sesuai dengan kebutuhannya (Kusmajadi, 2004).
2.4 Naget
Naget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan
pengikat, kemudian dicetak dengan bentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri
perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Naget digoreng
setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan (Astawan, 2007). Naget merupakan salah satu bentuk produk
makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai
setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk beku
siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu
150ºC. Tekstur naget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2007).
Persyaratan naget yaitu memiliki kandungan karbohidrat maksimal 25%,
lemak 20%, protein minimal 12%, dan air maksimal 60% (Standar Nasional
Indonesia, 2002). Oleh karena itu diharapkan pembuatan naget kelinci dengan
penambahan wortel dapat dterima dan memenuhi persyaratan Standar Nasional
Indonesia sehingga menambah keanekaragaman pangan di Indonesia.
16
Naget berupa restructured meat dengan bentuk bervariasi yang merupakan
bentuk diverifikasi dari produk daging dengan nilai nutrisi masih baik. Tujuan
diverifikasi ini adalah meningkatkan pola ragam konsumsi protein hewani guna
memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani asal ternak (Standar Nasional
Indonesia, 2002).
Pembuatan naget dengan menggunakan daging ayam diharapkan memiliki
tekstur yang empuk dibanding dengan naget lain karena serat-serat daging ayam
yang lebih kecil. Proses pembuatan naget ditambahkan bahan pengisi yang
fungsinya dapat meningkatkan daya ikat, meningkatkan flavour, mengurangi
pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakter fisik dan kimiawi serta
sensori dan mengurangi biaya formulasi (Adelita, 2010).
Semakin maju pengolahan teknologi pangan diharapkan tidak hanya naget
ayam, ikan, daging sapi dan lain-lain. Salah satu alternatif lain yang dapat dijadikan
sebagai bahan utama pembuatan naget adalah daging kelinci. Naget kelinci juga
mempunyai peluang sebagai sumber protein hewani masyarakat. Naget baik untuk
dijadikan sumber protein yang mendukung proses tumbuh kembang anak-anak
balita. Naget merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3) sebesar 68%,
vitamin B6 (34%), asam pantotenat (16%) dan riboflavin (vitamin B2) sebesar
(16%). Selain itu juga merupakan sumber mineral selenium, fosfor dan zinc (Rizki,
2013). Di samping itu naget sangat kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam
amino esensial yang kadarnya sangat rendah pada bahan pangan produk, seperti
beras, jagung, ubi, sagu dan lain-lain.
Naget mempunyai kemampuan mengikat partikel daging dan bahan-bahan
lain yang ditambahkan untuk mencapai daya ikat yang diinginkan. Proses
pembuatannya perlu dipergunakan teknik yaitu perlakuan menggunakan mesin
17
yang dapat memotong dengan sangat tipis dan menyusun kembali serabut-serabut
otot atau dengan penambahan "binding agent” (Raharjo, 1996).
2.5 Bumbu- bumbu
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan naget, yaitu bawang
putih, merica, garam dapur, dan pala bubuk Bumbu-bumbu yang digunakan
biasanya sebagai pemberi rasa dan aroma. Penambahan bumbu-bumbu pada
industri pengolahan pangan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dari produk
yang dihasilkan juga sebagai pengawet alami (Buckle, dkk., 1985).
Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan
digunakan sebagai penegas cita rasa, selain sebagai pengawet. Penggunaan
garam dianjurkan tidak telalu banyak karena akan menyebabkan penggumpalan
dan rasa produk terlalu asin. Biasanya garam di tambahkan pada produk berkisar
antara 2-3% dari berat bahan yang digunakan (Winarno, 1996)
Menurut (Rismunandar, 1993), penambahan bawang putih berfungsi
sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang
dihasilkan, sedangkan merica digunakan sebagai penyedap makanan. Merica
sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa yang pedas dan
aroma yang khas.
2.6 Sifat Fisik
2.6.1. Daya Ikat Air
Daya ikat air atau Water Holding Capacity (WHC) adalah kemampuan
daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh
kekuatan dari luar, seperti pemanasan, penggilingan, dan pengolahan. Daging
dengan daya ikat air rendah akan menyebabkan banyaknya cairan yang hilang,
18
sehingga selama pemasakan akan terjadi kehilangan berat yang besar (Soeparno,
2009).
Daya ikat air menurun seiring dengan menurunnya pH, hal ini
disebabkan karena protein rusak dalam suasana asam. Selain faktor pH, daya
ikat air dipengaruhi oleh spesies, umur, fungsi otot, pakan (feed additive),
temperatur, kelembaban, jenis kelamin, kesehatan dan perlakuan sebelum
pemotongan (Soeparno, 1994).
Daya ikat air merupakan faktor mutu yang penting karena berpengaruh
langsung terhadap keadaan fisik daging seperti keempukan, warna, tekstur,
juiceness, serta pengerutan daging. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya ikat
air adalah pemanasan, pH daging dan jumlah penggunaan bahan pengisi
(Soeparno, 2009). Kemampuan daging mengikat air disebabkan oleh protein
otot, sekitar 34% dari protein larut air. Kemampuan otot mengikat air terutama
disebabkan oleh aktomiosin, komponen utama miofibril sehingga apabila tidak
terjadi denaturasi protein, maka kemampuan daging untuk mengikat air dapat
dipertahankan nilainya (Prinyawiwitkul, dkk., 1997).
2.6.2. Susut Masak
Susut masak adalah berat daging yang hilang (penyusutan berat) selama
pemasakan. Susut masak dipengaruhi oleh suhu dan lama pemasakan. Jangka
waktu pemanasan bervariasi dari 30 menit sampai 24 jam, tergantung jenis
perlakuan. Suhu 80o C adalah suhu pemasakan ideal dan popular untuk pengujian
kualitas daging. Pada umumnya, semakin tinggi temperature 60-90oC
pemasakan akan menyebabkan kerusakan jaringan epimisium, perimisium, dan
endomesium sehingga miofibril menyusut akibatnya akan menstimulasi
keluarnya cairan daging dan jaringan daging akan menyusut sekitar 30%
19
(Lawrie, 2003), sehingga semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai
mencapai berat yang konstan (Soeparno, 2009). Besar susut masak dipengaruhi
oleh banyaknya membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging,
degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air (Lawrie, 2003).
Susut masak juga dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot,
panjang potongan serabut otot, ukuran, barat sampel daging dan penampang
lintang daging (Lawrie, 2003). Pada umumnya susut masak bervariasi anrata
1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Suhu dan lama pemasakan dapat
menyebabkan susut masak yang relatif besar. Daging dengan susut masak yang
lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada aging dengan
susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan
lebih sedikit (Soeparno, 2009).
2.6.3 Keempukan
Keempukan/kelembutan dipengaruhi oleh struktur otot seperti protein
myofibrillar, jaringan ikat dan proses pemasakan (Bouton, dkk., 1971).
Selanjutnya dikarenakan bahwa peningkatan keempukan terjadi oleh lama
perebusan sehingga terjadi kerusakan dan perubahan struktur protein otot
terutama pada aktin dan myosin yang menyebabkan penurunan kemampuan
protein otot karena mempunyai sifat hidrifilik yaitu mengikat molekul air
sehingga meningkatkan keempukan pada daging.
Struktur otot ditentukan oleh gabungan protein myofibrillar dan jaringan
ikat protein, sedangkan tekstur daging masak di tentukan oleh respon dari
pemasakan tetapi juga oleh sarkoplasmik protein dan lemak. Keempukan daging
biasanya diukur dalam hal ketahanan antar serat, penentuan ini berhubungan
baik dengan rasa organoleptik (Bouton dkk., 1971).
20
Keempukan daging merupakan faktor penting daging sebagai bahan pangan
disamping faktor cita rasa dan aroma (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Sifat kenyal adalah sifat fisik produk dalam hal daya tahan untuk pecah akibat
gaya tekan. Perbedaannya adalah sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau
produk pangan yang tidak deformasi, sedangkan sifat kenyal adalah sifat reologi
pada produk pangan plastis yang bersifat deformasi (Soekarto, 1990).
Keempukan daging banyak ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur
miofibrilar, dan status konrtaksinya, kandungan jaringan ikat dan tangkat ikatan
silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta jus daging. Pemasakan
dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan, tegantung dari waktu dan
suhu yang digunakan (Soeparno, 2009).
Pengujian keempukan dan kealotan daging dengan metode subjektif
dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan uji panel cita rasa yang
disebut panel teste. Pengujian keeempukan secara objektif dapat dilakukan
secara mekanik dengan menggunakan alat penetrometer (Tien, 1992). Kesan
keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu
kemudahan awal penetrasi gigi, mudahnya daging dikunyah, dan jumlah residu
yang tertinggal setelah pengunyahan. (Soeparno, 2009).
2.7 Uji Akseptabilitas
Akseptabilitas merupakan faktor gabungan atau perpaduan antara
penglihatan, penciuman, dan pengecapan. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan akseptabilitas antara lain penampilan, keempukan, rasa, dan aroma (Dwi
Setyaningsih, dkk., 2010).
21
Menurut Soewarno (1985), pelaksanaan uji sensoris atau akseptabilitas
membutuhkan panel yang bertindak sebagai instrument atau alat. Alat ini terdiri
dari orang atau kelompok, orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Ada 6 macam panel yang biasa digunakan dalam penilaian akseptabilitas, yaitu
sebagai berikut:
1. Panel pencicip perorangan (individual expert), disebut juga pencicip tradisional.
Pencicip perorangan ini mempunyai kepekaan yang sangat tinggi, jauh melebihi
kepekaan rata-rata manusia. Keistimewaan seorang pencicip ini adalah dalam
waktu singkat dapat menilai suatu hasil dengan tepat bahkan dapat menilai
pengaruh dari macam-macam perlakuan, misalnya bahan asal, atau macam-
macam cara pengolahan. Hanya dengan pencicipan atau pembauan, pencicip ini
dapat segera mengenal adanya penyimpangan rasa dari suatu makanan dan dapat
segera membuat koreksi yang diperlukan.
2. Panel pencicip terbatas (small expert panel), penggunaan panel pencicip terbatas
dapat sangat mengurangi faktor bias dalam menilai rasa suatu komoditi. Panel
pencicip terbatas dapat bertindak misalnya sebagai alat analisis dalam pemilihan
faktor-faktor tertentu tentang rasa serta dalam menentukan pengaruh bahan dan
pengaruh cara pengolahan terhadap hasil akhir. Panel terbatas terdiri atas 3-5
orang yang mempunyai kepekaan tinggi.
3. Panel terlatih (trained panel), anggota panel terlatih lebih besar daripada panel
pencicip terbatas, yaitu antara 15-25 orang. Panel terlatih berfungsi sebagai alat
analisis dan pengujian yang dilakukan terbatas pada kemampuan membedakan
produk.
22
4. Panel tak terlatih (untrained panel), panel tak terlatih umumnya untuk menguji
kesukaan. Pemilihan anggota panel tak terlatih lebih mengutamakan segi sosial
seperti latar belakang pendidikan, asal daerah, atau kelas ekonomi dalam
masyarakat. Panel tak terlatih terdiri atas 25 orang.
5. Panel agak terlatih (semi-trained panel), termasuk dalam kategori panel agak
terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf panelis. Panelis untuk panel
agak terlatih jumlahnya terletak diantara panelis terlatih dan panelis tidak
terlatih. Jumlah itu berkisar antara 15-25 orang. Semakin kurang terlatih,
semakin besar jumlah panelis yang diperlukan.
6. Panel konsumen (consumer panel), panel ini biasanya mempunyai anggota yang
besar jumlahnya, dari 30-100 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji
kesukaan dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji dapat digunakan
untuk menentukan apakah suatu produk dapat diterima oleh masyarakat.
top related