ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · gandum dan padi. sebagai sumber karbohidrat utama di...
Post on 08-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BOTANI DAN BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
A. 1. Botani Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain
gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung
juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di
Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan
pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan
istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung
tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan
furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan
farmasi. Adapun klasifikasinya sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Gramineae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Gambar 1.Tanaman Jagung
Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa
Barat, Jawa Timur, Madura, D.I Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, dan Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung
dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk
pertumbuhannya (Warintek,2010).
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Keasaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanman jagung adalah pH antara 5,6-7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah
dengan aerasi dan kesediaan air dalam kondisi baik. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8%
dapat ditanami jagung. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di
daerah pegunungan yang memiliki ketinggian 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian
optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung
(Warintek, 2010).
4
A. 2. Perkembangan Produksi Jagung Nasional
Berdasarkan situs BPS (2011) dinyatakan bahwa ARAM III (angka ramalan) produksi
jagung tahun 2010 sebesar 17.844 juta ton dari ATAP (angka tetap) tahun 2009 sebesar 17.629
juta ton pipilan kering. Artinya ada tambahan 0,215 juta ton atau naik 1.22% dari capaian
produksi 2009. Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena tambahan luas panen jagung dan
produktivitas sebesar 0.7 kuintal/Ha (1.65%).
Produksi jagung di Indonesia mulai meningkat tajam setelah tahun 2002 dengan laju
9.14% per tahun. Walaupun sebagian besar penggunaan jagung untuk komsumsi langsung,
namun sudah mulai tampak penggunaan untuk insdustri pangan dan bahkan pangsanya sudah di
atas penggunaan untuk industri pakan.
A. 3. Pengeringan Jagung
Pada umumnya masyarakat hanya memanfaatkan jagung dalam bentuk biji segar dalam
pengolahan menjadi makanan. Namun dalam industri pangan maupun pakan, jagung yang
digunakan dalam bentuk yang telah dikeringkan. Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang
umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu,
kelembaban (humidity) dan aliran udara. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua
tahapan yaitu:
1. Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan
sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. Penjemuran dapat
dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung.
2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara
tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung
dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau
dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan alat pemipil yang disebut corn
sheller yang dijalankan dengan motor.
Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu
diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Pengeringan jagung dapat dilakukan
secara alami atau buatan. Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan
penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya
menggunakan alat pengering tipe batch dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara
50°C – 60°C dengan kelembaban relatif 40%.
Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi
mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari.
Pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan sangat tergantung dengan cuaca.
Lama penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan lingkungan. Selama
penjemuran dilakukan pembalikkan hamparan biji 1-2 jam sekali. Jika cuaca tidak
memungkinkan dapat diganti dengan hembusan udara pada pengeringan buatan. Pada tahap awal
dengan suhu lingkungan selama 72-80 jam dan diteruskan dengan suhu udara 45-60˚C sampai biji
kering.
5
Gambar 2 Pengeringan di bawah matahari langsung
(sumberhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24587/4/Chapter%20II.pdf)
A. 4. Nilai Ekonomi Jagung Hasil Pengeringan
Tanaman jagung memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Melihat peluang dalam produksi
jagung nasional belum bisa mencukupi kebutuhan industri nasional, maka potensi pasar jagung
sangat besar. Tanaman jagung ini mudah perawatan dan cepat panen. Dalam waktu 3-4 bulan,
tanaman jagung sudah dapat dipanen. Tidak dibutuhkan perlakuan khusus dalam merawat
tanaman ini. Tanaman jagung juga dapat bertahan terhadap segala macam cuaca, panas-dingin,
hujan kering, maupun angin. Untuk kebutuhan industri pangan maupun pakan, jagung harus
dikeringkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, jagung yang sudah dikeringkan memiliki nilai
ekonomi yang tinggi daripada jagung belum dikeringkan. Selain daya simpan yang lebih lama
jagung yang sudah kering juga bias diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji,
dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan
tepung tongkolnya) (Wikipedia Indonesia, 2006).
B. PENGERINGAN
B.1. Teori Pengeringan Pengeringan merupakan proses pemindahan kadar air dari bahan dan produk pertanian
untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan tahan lama untuk disimpan. Selama
pengeringan tersebut terjadi dua proses yaitu proses perpindahan panas dari udara pengering ke
bahan, dan proses pindah massa uap air dari permukaan bahan ke udara sekitar (Goswarmi,
1986).
Menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu
bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar
air dimana mutu bahan pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim.
Umumnya media pengering yang digunakan adalah udara. Udara ini berfungsi antara lain untuk
membawa panas masuk dalam sistem, untuk menguapkan, dan kemudian membawa uap air
keluar dari sistem. Proses pengeluaran air di permukaan bahan dapat terjadi secara alamiah akibat
adanya perbedaan tekanan uap antara bahan dan udara lingkungan di sekitar bahan. Meskipun
proses pengeringan terjadi pada tekanan atmosfir, proses pengeringan ini dapat dipercepat dengan
6
memodifikasi kondisi udara lingkungan yaitu dengan pencampuran udara kering dan uap air.
Pengkondisian udara laingkungan ini dapat dilakukan dengan pemanasan (heating), pendinginan
(cooling), pelembaban (humidifying), penghilangan kelembaban (dehumidifying), dan
pencampuran udara berdasarkan karakteristik fisik yang ditunjukkan dalam diagram psikometri
(Goswami, 1986).
Proses pengeringan menurut Henderson dan Perry (1976) terdiri dari dua periode yaitu
periode pengeringan dengan laju tetap/konstan dan periode dengan laju menurun. Periode
pengeringan dengan laju tetap merupakan periode perpindahan massa air yang berasal dari
permukaan bahan. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan
bahan dengan udara pengering. Proses ini akan terus berlangsung sampai air bebas pada
permukaan telah hilang. Sedangkan pengeringan dengan laju menurun akan berlangsung setelah
pengeringan laju konstan selesai. Kadar air diantara kedua periode tersebut disebut dengan kadar
air kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air
kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada
suhu dan kelembaban tertentu.
Selama pengeringan berlangsung terjadi penurunan suhu bola kering disertai dengan
kenaikan kelembaban mutlak (H), kelembaban relatif (RH), tekanan uap dan suhu pengembunan.
Sedangkan suhu bola basah dan entalpi tetap. Ilustrasi aktivitas pengeringan dapat dilihat pada
kurva psikrometrik chart pada Gambar 3.
Keterangan : (1) – (2) = proses pemanasan udara (2) – (3) = proses pengeringan
Tud = suhu udara Tp = suhu pengeringan
Gambar 3. Kurva psikrometrik chart untuk pengeringan
Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan antara lain adalah
pengeringan matahari (sun drying), oven, iradiasi surya (solar drying), microwave, dan
pengeringan beku (freeze drying). Pengeringan merupakan metode pengawetan yang
membutuhkan energi dan biaya yang cukup tinggi, kecuali pengeringan matahari (sun drying).
RH
1 3
Volume spesifik (m3/kguk)
Entalpi (kJ/kgu
)
SuhuPengembunan
h1
h2
1 2
Tud Tp
Ke
lem
bab
an m
utla
k (k
g air/k
g uk)
7
Pengeringan Matahari (Sun Drying) Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan tradisional
karena menggunakan panas langsung dari matahari dan pergerakan udara lingkungan.
Pengeringan ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian lebih. Bahan harus
dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam hari. Selain itu pengeringan matahari
sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari
jalan raya atau udara yang kotor. Pengeringan matahari tergantung pada iklim dengan matahari
yang panas dan udara atmosfer yang kering, dan biasanya dilakukan untuk pengeringan buah-
buahan.
Pengeringan Rumah Kaca (Greenhouse) Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek
rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan serta plat
absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruang pengering. Lapisan
transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan
mengenai elemen-elemen bangunan. Hal ini menyebabkan radiasi gelombang pendek yang
terpantul berubah menjadi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak
dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Proses inilah
yang dinamakan efek rumah kaca. (Kamaruddin et al., 1996).
Pengeringan Oven Pengeringan oven (oven drying) untuk produk pangan membutuhkan sedikit biaya investasi,
dapat melindungi pangan dari serangan serangga dan debu, dan tidak tergantung pada cuaca.
Namun, pengeringan oven tidak disarankan untuk pengeringan pangan karena energi yang
digunakan kurang efisien daripada alat pengering (dehydrator). Selain itu sulit mengontrol suhu
rendah pada oven dan pangan yang dikeringkan dengan oven lebih rentan hangus.
Pengeringan Iradiasi Surya (Solar Drying) Solar drying merupakan modifikasi dari sun drying yang menggunakan kolektor sinar
matahari yang didesain khusus dengan ventilasi untuk keluarnya uap air. Energi matahari
dikumpulkan menggunakan pengumpul energi yang berupa piringan tipis (flat plate) yang
biasanya terbuat dari plastik transparan. Solar drying disebut juga iradiasi surya. Suhu pada
pengeringan jenis ini umumnya 20 sampai 30°C lebih tinggi dari pada di tempat terbuka (open
sun drying) dengan waktu pengeringan yang lebih singkat. Sistem solar drying juga digunakan
pada pengeringan bijian, selain menggunakan sistem batch drying dan continous flow drying.
Pengeringan Beku (Freeze Drying) Pengeringan beku merupakan salah satu cara dalam pengeringan produk pangan. Tahap awal
produk pangan dibekukan kemudian diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam
suatu lemari hampa udara. Kristal-kristal es yang terbentuk selama tahap pembekuan akan
menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa udara yaitu berubah bentuk dari es menjadi uap
tanpa melewati fase cair (Gaman dan Sherrington, 1981). Pengeringan beku atau sublimasi air
dari proses pembekuan makanan menggunakan vakum dan panas digunakan pada beberapa jenis
produk pangan seperti daging, ayam, makanan laut, buah, dan sayuran (Frazier dan Westhoff,
1978) dalam Noveni (2009).
8
B.2. Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Metode
pengukuran kadar air jagung ada dua yaitu kadar air basis basah (wet basis) dan kadar air basis
kering (dry basis) (Henderson dan Perry, 1976). Kadar air basis basah adalah perbandingan antara
berat air dalam bahan pangan dengan berat bahan total. Kadar air basis kering adalah
perbandingan berat air dalam bahan dengan berat keringnya (padatan).
� = ��
����� × 100% ………………………………… (1)
M=��
��× 100% ……………………………………….. (2)
dimana
m = kadar air basis basah (% bb)
M = kadar air basis kering (% bk)
Wm = berat air (gram)
Wd = berat bahan kering (gram)
Hubungan antara kadar air basis basah dan kadar air basis kering adalah sebagai berikut:
M=� �
� �� .......................................................................... (3)
Kadar air kesetimbangan (Me) adalah kadar air yang menunjukkan kesetimbangan antara
laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan.
Kadar air ini penting untuk diketahui karena erat kaitannya dengan pengeringan dan
penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air kesetimbangan antara lain kecepatan
udara pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara (RH), dan kematangan bahan. Persamaan
untuk menentukan kadar air kesetimbangan dikemukakan oleh Henderson dan Perry (1976)
sebagai berikut:
1-RH = exp (1-a Meb) …………………………………… (4)
dimana
RH = kelembaban udara pada keadaan setimbangan (%)
Me = kadar air kesetimbangan (%bk)
a, b = konstanta pengeringan bahan
B.3. Pengertian Laju Pengeringan
Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan
kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan
dinyatakan dengan
��
��= ������∆�
∆� ............................................................ (5)
9
dimana
dW/dt = laju pengeringan (%bk/jam)
wt = kadar air pada waktu t (%bk)
wt+∆t = kadar air pada waktu t + ∆t (%bk)
∆t = selang waktu (jam)
B.4. Efisiensi Pengeringan
Efisiensi energi pada proses pengeringan adalah perbandingan antara total output energi pada
sistem pengering dengan input energi yang terpakai oleh produk yang dikeringkan. Besarnya
efisiensi pengeringan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
�� = ��
�� ……………………………………………………………(6)
dimana
np = efisiensi pengeringan (%)
Q0 = output energi yang terpakai oleh produk (kJ)
Qi = input energi (kJ)
C. KARAKTERISTIK PENGERINGAN JAGUNG
Perlakuan yang dilakukan dalam pasca panen jagung adalah panen, pengeringan, pemipilan,
dan penggilingan.Panen terbaik jagung perlu memperhatikan dua hal, yaitu ketetapan umur panen dan
cara panen. Panen pada umur optimum akan memperoleh jagung dengan mutu terbaik, sedangkan
panen lebih awal akan menghasilkan jagung dengan kadar butir keriput tinggi dan panen pada fase
kelewat matang menyebabkan jagung banyak rusak. Biasanya jagung siap dipanen apabila kadar air
biji mencapai 30-40%. Panen jagung dapat dibedakan menjadi dua cara tergantung kondisi wilayah.
Pada daerah dengan curah hujan rendah, tongkol dibiarkan tetap pada tanaman hingga kering (kadar
air 17-20%), kemudian jagung dipetik dengan meninggalkan kelobot pada tanaman. Sedangkan
daerah dengan daerah curah hujan cukup tinggi, petani biasanya memanen jagung ketika masih segar
(kadar air 30-40%). Batang jagung dipotong dengan sabit pada ketinggian sejajar pinggang, kemudian
jagung diambil dan kelobotnya dikupas (Purwadaria, 1988) dalam Mulyantara (2008). Pengeringan
jagung dilakukan dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan agar jagung mudah dipipil dan terhindar
dari kerusakan akibat kadar air yang tinggi. Pengeringan kedua dimaksudkan untuk menurunkan kadar
air jagung sehingga siap disimpan untuk jangka waktu tertentu (Munarso dan Thahir, 2002) dalam
Mulyantara(2008). Pada pengeringan butiran (pipilan), kadar air jagung diturunkan sampai kadar air
sesuai mutu jagung yang dikehendaki. Standar mutu jagung pipilan yang dikeluarkan oleh Badan
Standardidasi Nasional (BSN) dapat dilihat seperti Tabel 1 (Anonim, 1995).
10
Tabel 1.Standar Mutu Jagung Oleh Badan Standardisasi Nasional
Sumber: Standar Mutu Jagung Pipil, Badan Standardisasi Nasional (Anonim 1995)
Pengeringan jagung yang dilakukan ada berbagai macam yaitu pengeringan dengan matahari,
diangin-anginkan dan dengan mesin pengering. Effendi (1980) berpendapat pengeringan dengan
matahari merupakan cara terbaik, karena dengan penurunan kadar air secara berangsur-angsur tidak
menurunkan kualitas biji. Pengeringan jagung yang biasa dilakukan yaitu dengan panas matahari akan
tetapi pengeringan tersebut memiliki kelemahan yaitu sangat bergantung dengan cuaca sehingga
membutuhkan waktu yang relatif lama dan jagung banyak yang kotor. Pengeringan dengan panas
buatan banyak diaplikasikan di daerah-daerah yang kurang mendapatkan panas matahari atau daerah
yang mempunyai curah hujan tinggi. Selain itu pengeringan dengan cara diangin-anginkan dilakukan
dengan meletakkan bahan di atas alas jemurakan tetapi tidak dalam keadaan matahari terik.
Harrison et al. (1999) dalam Wilson (2010) meneliti pengaruh pengeringan in-bin biji jagung
dengan ketebalan 1.5-2.1 m pada temperature 40-70 oC terhadap daya tumbuh benih. Biji jagung
dikeringkan hingga kadar air kurang dari 10% pada temperature 40-45 oC tidak akan merusak baik
daya tumbuh, pertumbuhan benih atau produktivitas. Tetapi jika dikeringkan pada 50 oC benih
menjadi rusak, dan pada 60 oC mengakibatkan daya tumbuh menjadi nol persen. Sedangkan
Chakraverty dan Singh (2001) menyampaikan bahwa suhu udara pengeringan maksimum yang aman
untuk pengeringan jagung untuk keperluan benih adalah 43oC, sedangkan untuk bahan makanan 54oC
serta untuk pakan ternak sebesar 82oC.
Pengeringan biji jagung untuk benih dilakukan oleh Hossain (2008) dalam Wilson (2010)
menggunakan alat pengering matahari-hibrid. Dengan kontrol aliran udara, suhu udara dapat
dipertahankan pada suhu 42 ± 1 oC untuk mempertahankan daya perkemcambahan benih jagung.
Hasil penelitian menunjukkan daya perkecambahan benih lebih dari 90%.
Pengeringan lapisan tebal biasanya digunakan untuk pengeringan biji-bijian (termasuk
jagung) dimana bahan ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Udara pengering bergerak dari bawah
tumpukan ke bagian atas melewati bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan lapisan tebal adalah
adalah pengeringan yang di dalam prosesnya terdapat gradient kadar air pada lapisan pengeringan
untuk setiap waktu (Henderson dan Perry, 1976). Brooker et al., (1974) menyatakan bahwa pada awal
proses pengeringan, pengeringan terjadi pada lapisan bawah. Kemudian selanjutnya proses
pengeringan terjadi pada lapisan yang ada di atasnya. Ketika pengeringan telah terjadi pada semua
lapisan, semua bahan telah dikeringkan sampai terjadi kesetimbangan dengan udara pengering.
D. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN JAGUNG
Pengeringan merupakan suatu teknik untuk menurunkan kadar air sampai batas aman
sehingga tidak ada lagi aktifitas mikroorganisme yang merugikan. Pengeringan sudah banyak
dilakukan terlebih mengenai metode. Metode pengeringan sangat diperhatikan karena akan
berpengaruh terhadap jenis bahan yang dikeringkan dan kualitas hasil pengeringan. Metode yang
Komopen Utama Persyaratan Mutu (% maks) I II III IV
Kadar air 14 14 15 17 Butir rusak 2 4 6 8 Butir warna lain 1 3 7 10 Butir pecah 1 4 3 5 Kotoran 1 1 2 2
11
sesuai dapat meningkatkan efisiensi pengeringan. Metode yang banyak dikembangkan saat ini adalah
pengeringan buatan (artificial drying) yang memanfaatkan sumber panas bukan dari matahari atau
udara sekitar.
Elfian (1985) menggunakan alat pengering lapisan tipis untuk pengeringan jagung (Zea mays
L) dan kedelai (Glycine max L. Merril). Pengeringan dilakukan secara terus menerus dengan
kecepatan aliran 0.1 m/detik pada suhu dan RH udara pengering konstan sampai tercapai kondisi
kadar air kesetimbangan. Pada pengeringan jagung dengan suhu 400C;RH 65% dan 450C;RH 50%,
terlihat adanya tendensi laju pengeringan konstan yang singkat pada awal pengeringan, sedangkan
pengeringan dengan suhu 500C;RH 34% dan 550C;RH 26% seluruhnya berlangsung pada laju
pengeringan menurun. Perubahan kadar air yang melonjak terjadi selama 3-4 jam pertama.
Pengeringan berlangsung sampai perubahan kadar air per satuan waktu mendekati nol atau kondisi
bahan telah mencapai kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan tercapai selama 32 jam.
Surbekti (1986) mengembangkan alat pengering jagung model sumur untuk tingkat
pedesaan. Pada percobaan tanpa beban dengan bahan bakar arang sekam, tempurung kelapa dan kayu
bakar diperoleh bahwa pembakaran dengan tempurung kelapa menghasilkan penyebaran suhu yang
lebih seragam dan tingkat suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar yang diuji coba
lainnya. Dari hasil pengujian efisiensi pengeringan untuk RH 84% dan RH 90% adalah berturut-turut
sebesar 13.89% dan 10.2%. Lama pengeringan adalah 11 jam dan 18 jam pada RH 90%. Kurva laju
penurunan kadar air lebih mendekati bentuk eksponen negative daripada bentuk linier.
Kuncoro (1993) melakukan pengeringan kacang tanah, jagung dan kedelai menggunakan alat
pengering tipe konveksi bebas. Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung tongkol dan
jagung pipilan. Suhu untuk pengeringan dipertahankan pada kisaran 39-440C (rak terbawah) dengan
bahan bakar tempurung kelapa. Jagung tongkol yang bobotnya 152 kg (input) dan berkadar air
34.70% bb membutuhkan waktu 54 jam untuk mencapai kadar air 19.50% dan menghasilkan 66.67%
kg tempurung kelapa. Jagung pipilan yang bobotnya 92.41 kg (input) dan berkadar air 19.51% bb
membutuhkan waktu pengeringan 34 jam untuk menurunkan kadar air menjadi 11.30% bb dan
mengkomsumsi bahan bakar sebanyak 40.17 kg. Pengeringan ini mempersingkat waktu 4-5 hari jam
kerja dibandingkan proses penjemuran (saat hujan). Laju pengeringan jagung tongkol 0.74% bk/jam
dan jagung pipil 0.58% bk/jam. Efisiensi pemanasan dan efisiensi pengeringan total untuk jagung
tongkol dan pipil masing-masing adalah 41,42%;16.59%, dan 35.58%;2.31%.
Jubaedah (2000) menggunakan alat pengering tipe bak untuk proses pengeringan jagung
dengan terlebih dahulu dilakukan proses tempering untuk menyeragamkan kadar air akhir bahan.
Bahan yang digunakan adalah jagung pipilan varietas hibrida dengan perlakuan suhu plenum
dipertahankan konstan 700C, kecepatan aliran udara 0.178 m/detik dan dua level ketebalan tumpukan
yaitu 60 cm dan 75 cm. Percobaan tempering dilakukan selama 12 jam. Pengeringan jagung dengan
ketebalan 60 cm dari kadar air 26.8% bb hingga 14.1% bb memerlukan waktu 6 jam dengan
penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 8.85 kg, untuk pengeringan dengan ketebalan 75 cm
dari kadar air awal 27.3% bb hingga kadar air akhir 14.6% bb memerlukan waktu 7 jam dengan
penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 11.25 kg.
E. TEORI PINDAH PANAS
Pindah panas diartikan sebagai pemancaran energi dari suatu daerah ke daerah lain karena
perbedaan suhu yang terjadi antara kedua daerah tersebut. Ada tiga cara pindah panas yang dikenal
yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi adalah pindah panas di dalam bahan atau dari suatu
12
bahan ke dalam yang lain dengan saling menukarkan energi kinetik antara molekul tanpa ada
pergerakan dari molekul tersebut. Cara pindah panas ini menjelaskan aliran panas di dalam bahan
pangan padat selama pemanasan atau pendinginan. Konveksi adalah transfer energi yang disebabkan
oleh adanya pergerakan fluida panas. Dalam cara ini, energi dipindahkan dengan kombinasi antara
konduksi panas, penyimpanan panas dan adanya pencampuran bahan. Sutau contoh konveksi yaitu
pindah panas ke produk di dalam alat penukar panas tabung dimana panas dipindahkan dari dinding
ke cairan secara konduksi, penyimpanan panas dan kejadian pencampuran produk. Sedangkan pindah
panas karena radiasi timbul ketika energi diangkut dengan gelombang elektromagnetik dari suatu
bahan bersuhu tinggi ketempat bersuhu rendah. Perbedaan suhu antara karakteristik permukan dari
kedua bahan sangat penting dalam cara pindah panas ini (Singh dan Helman, 1984) dalam Hartini
(2010).
Pindah panas secara konveksi adalah pindah panas yang terjadi karena adanya pergerakan
molekul dari bahan yang dapat mengalir (fluida). Mekanisme ini memindahkan panas pada saat
molekul-molekul berpindah dari satu titik ke titik lainnya dan menukarkan energi dengan molekul
yang lain pada lokasi yang lain pula. Gerakan molekul ini ditimbulkan oleh perubahan-perubahan
densitas yang terjadi dalam fluida yang dipacu oleh adanya perbedaan suhu pada titik-titik yang
berbeda dalam fluida (Toledo, 1991) dalam Hartini (2010).
Pindah panas konveksi dinyatakan oleh Singh dan Helman (1984) sebagai laju panas dari
panas yang berubah pada interfase antara fluida dan bahan bakar padat tempat dimana panas akan
dialirkan. Laju pindah panas konveksi sebanding dengan perbedaan suhu. Koefisien pindah panas
konveksi merupakan salah satu sifat termofisik yang sangat berpengaruh terhadap proses pindah panas
antara udara pengering dengan bahan tetapi tidak mencirikan karakeristik dari produk tersebut.
Dengan mengetahui nilai dan simulasi koefisien pindah panas konveksi (h) maka dapat ditentukan
tingkat suhu dan kecepatan udara yang sesuai untuk pengeringan pada momoditi tertentu.
Koefisien pindah panas konveksi bukan merupakan sifat benda, nilainya berubah-ubah
walaupun benda padat dan fluida yang terlibat sama. Nilai koefisien pindah panas konveksi
dipengaruhi oleh kecepatan aliran fluida, berat jenis, kekentalan, kondutivitas panas, panas jenis
fluida, geometri dan ada tidaknya buoyancy (Syarief dan Lun A, 1992) dalam Darmawan,(2003).
Dalam pindah panas secara konveksi faktor-faktor yang ikut berpengaruh antara lain adalah
nilai koefisien pindah panas secara keseluruhan, suhu dari sumber panas yang mengalir di dalam serta
suhu dari lingkungan sekitarnya. Nilai koefisien pindah panas keseluruhan (U) dapat dipengaruhi oleh
nilai tahanan panas, koefisien pindah panas konveksi. Untuk nilai koefisien pindah panas konveksi
dipengaruhi oleh bilangan Nusselt, konduktivitas udara serta luas penampang. Besarnya bilangan
Nusselt dipengaruhi oleh bilangan Grasshorf dan Prandtl yang besarnya tergantung dari suhu pada
bahan dan suhu pada lingkungan sekitar.
Sedangkan pindah panas secara radiasi dipengaruhi oleh luas penampang, nilai emisivitas
serta perbedaan antara suhu dinding dengan suhu lingkungan sekitar.
F. MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA
Efek rumah kaca adalah peristiwa terperangkapnya energi gelombang pendek yang
dipancarkan matahari dalam suatu bangunan transparan dan mengenai elemen-elemen bangunan.
Radiasi yang dipantulkan oleh elemen-elemen bangunan berupa gelombang panjang dan terperangkap
dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu
menjadi tinggi. Dengan demikian udara didalam bangunan akan mengalami peningkatan suhu. Prinsip
13
inilah yang digunakan dalam mesin pengering tipe ERK untuk menghilangkan kadar air bahan. Energi
yang dipancarkan matahari dihasilkan dari reaksi fusi yang mengubah hydrogen menjadi helium.
Energi yang dihasilkan diperkirakan mencapai 3,8 x 1023 kW (Goswani, 1986). Walaupun jumlah
energi yang dihasilkan matahari sangat besar, namun hanya 0,48 x 106 kJ/m2 yang diterima oleh bumi.
Apabila luas wilayah Indonesia 1.9 x 1012 m2, maka energi surya yang dapat dimanfaatkan mencapai
28,35 x 1018 MW (Abdullah, 1998). Hal ini menunjukkan potensi energi surya cukup besar sebagai
sumber energi untuk berbagai keperluan termasuk untuk pengeringan.
Dalam mesin pengering tipe ERK sangat penting untuk memilih bahan transparan (glazing
materials) yang akan digunakan sebagai penutup. Bahan transparan yang dipilih sebaiknya memiliki
nilai trasmisivitas cahaya yang tinggi. Contoh bahan transparan yang digunakan adalah fiberglass,
polikarbonat, dan plastic UV Stabilizer.
Berdasarkan hasil beberapa penelitian pengeringan produk pertanian diketahui bahwa suhu
rata-rata pengeringan produk pertanian dengan menggunakan pengering tipe ERK berkisar antara
390C-500C. Rata-rata suhu tersebut adalah memadai untuk pengeringan produk-produk pertanian.
Waktu pengeringan yang dibutuhkan berkisar antara 4-57 jam tergantung dari jenis produk yang
dikeringkan. Sedangkan konsumsi energi spesifik berkisar antara 5,2 MJ/kg-14,2 MJ/kg
(Wijaya,2007). Hasil pengeringan berbagai jenis produk pertanian dengan menggunakan pengering
ERK dikomplilasi oleh Abdullah et al. (1999) disajikan pada Table 2.
Table 2. Perbandingan unjuk kerja antara mesin pengering ERK dengan mesin pengering
konvensional untuk beberapa produk pertanian, Abdullah et al.(2007) Komoditas
Suhu pengeringan (oC)
Waktu pengeringan (jam)
Beban (kg)
KES (MJ/kg air)
Sumber pemanas tambahan
Sumber
A. Sistem ERK 1. Kakao a. Uji lab 1 b. Uji lab 2 c. Uji lab
lapang
50 49.2 45.8
40 32 43
228 400 190
12.9 5.2 14.4
Hibrid minyak tanah Hibrid minyak tanah Hibrid arang
Nelwan (1997) Manalu (1998) Kamaruddin(1998)
2. Kopi robusta 37 60 1114 5.5 Tidak ada Dyah (1999) 3. Panili 51 52 52 - Hibrid arang Mursali(1994) 4. Benih a. cabai b. ketimun
40 40
4 9.5
1.6 5.4
- -
Tidak ada Tidak ada
Kamaruddin 1995
5. buah a. papaya b. pisang sale 1 c. pisang sale 2 d. dendeng
jantungpisag
39 40.6 n.a. 41.3
33 11 57
40 18 25 46.8
- - 19.2 20.6
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Hibrid batok kelapa
Tahir (1998) Mirza (1997) Somchart (1997) Dias A. (2006)
6. kayu a. bayur b. kemiri
39.3 48.5
158 98
728 780
25.8
Hibid arang Tidak ada
Suhdi (1996) Efrida (1995)
7. cengkeh 48.4 41 80 16 Tidak ada Dyah (2006) 8. ikan a. tembang b. teri
44 37.2
40 11
95 26
2.2 -
Hibrid arang Tidak ada
BinsarN(2006) Eko (2006)
B. Sistem Konvensional 1. Kopi 44 70 773 11.6 Kayu bakar Triyono (1996) 2. Kakao 38 108 5000 16.9 Kayu bakar Utomo et al
(1996) 3. Pisang n.a. 44 360 14.9 LPG Soponronnarit
(1997)
14
Mesin pengering ERK di Institut Pertanian Bogor pertama kali dikembangkan oleh Prof.
Kamaruddin Abdullah, dari Departemen Teknik Pertanian. Beberapa tipe mesin pengering tipe ERK
yang telah dikembangkan oleh para peneliti di Institut Pertanian Bogor antara lain:
F.1. Mesin Pengering ERK hybrid berbentuk kerucut (ELC-05)
Alat ini dikembangkan oleh Prof. Kamaruddin Abdullah dan kawan-kawan di Pusat
Pengembangan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika (CREATA), Institut Pertanian Bogor (IPB).
Alat berbentuk limas segienam itu, alasnya terbuat dari seng bersisi satu meter dan diletakkan di
atas tungku terbuat dari semen setinggi sekitar 25 centimeter. Keenam sisi limas yang miring
terbuat dari plastik transparan berbahan polikarbonat. Panas matahari yang ditahan dalam alat ini
akan menghasilkan panas antara 37oC hingga 40oC, lebih panas daripada udara normal. Secara
teori, suhu dalam alat pengering bisa mencapai 40oC hingga 50oC apabila kelembaban relatif
udara di dalamnya 30% hingga 60%, iradiasi matahari rata-rata 500 W/m2, dan rata-rata suhu
lingkungan 30oC.
Di bagian dalamnya tersusun rak-rak dari kawat besi yang dianyam (srimin) yang
digunakan sebagai tempat pemanggang. Pada salah satu sisi bagian bawah terdapat kipas yang
digunakan untuk mengaduk dan meratakan panas di dalam ruangan dan di bagian puncaknya
terdapat kipas yang akan menyedot uap air ke luar ruangan untuk menjaga kelembaban di dalam.
Gambar 4. Mesin pengering ERK hybrid berbentuk kerucut (ELC-05)
F.2. Mesin Pengering Surya Rumah Kaca- Hybrid Tipe Terowongan Mesin pengering ERK-hybrid tipe terowongan menggunakan energi surya dan energi
biomassa sebagai sumber energi termal dan photovoltaic sebagai penghasil energi listrik untuk
menggerakkan kipas. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan
terowongan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Seperti halnya
pengering tipe kabinet, pengering ini ditujukan untuk produk-produk yang tidak tahan pada
gerakan mekanis misalnya, ikan, udang, manisan buah, sayuran, dan lain-lain. Beberapa ukuran
dari tipe ini telah dikembangkan dari 100-400 kg. Produk yang akan dikembangkan diletakkan
pada nampan (tray) yang ada di dalam terowongan. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai
15
60oC pada kondisi cerah tanpa menggunakan pemanas tambahan. Untuk pengeringan ikan ukuran
kecil sebagai pakan ternak waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 5 jam.
Rizal, et al. (1999) dalam Larasati (2009) menguji mesin pengering tipe lorong (STD)
yang merupakan rancangan dari Hohenheim University. STD merupakan salah satu tipe
pengering surya yang berbentuk lorong untuk mengeringkan berbagai produk pertanian, dan
dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara panas sampai keluar dari pengering. Pada satu
sisi, dibawah dinding transparan hanya terdiri dari absorber, sedangkan produk yang dikeringkan
diletakkan pada sisi lain. Hasil pengujian alat ini untuk berbagai produk dapat dilihat Tabel 3.
Gambar 5. Mesin pengering ERK tipe terowongan
Tabel 3. Unjuk kerja alat pengering tipe lorong terhadap beberapa produk pertanian di Indonesia (Rizal, et al, 1999)
Komoditas
Kadar air Waktu pengeringan Awal Akhir STD Tradisional
Kayu manis 20-24 12-24 2,5-3 6 Cabai 80 11 13 40 Bawang merah 75 11 35 * Bawang putih 75 11 23,5 * Gambir 80 16 18 36
F.3. Mesin Pengering Surya Efek Rumah Kaca-Hybrid Tipe Kabinet
Mesin pengering tipe kabinet sangat sesuai digunakan untuk bahan yang membutuhkan
pengeringan tanpa ditumbuk. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup
bangunan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Pengering ini
ditujukan untuk produk-produk yang tahan pada gerakan mekanis misalnya ikan, udang, manisan
buah, sayuran, dan lain-lain. Beberapa ukuran dari pengering tipe ini telah dikembangkan dari
100-400 kg. Produk yang akan dikembangkan diletakkan pada nampan (tray) dan dimasukkan ke
dalam rak. Selama pengeringan berlangsung kipas dinyalakan dan penggunakan bahan bakar
secara kontinyu disarankan. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai 60oC. Waktu
pengeringan bergantung pada jenis produk yang dikeringkan. Untuk pengeringan manisan
pepaya, waktu yang dibutuhkan adalah 8 jam.
Wijaya (2007) melakukan pengujian terhadap mesin pengering ERK tipe rak berenergi
surya dan biomassa untuk pengeringan biji pala. Efisiensi penggunaan energi pada mesin
pengering sebesar 6,73 % dan 8,06 %.
16
F.4. Mesin Pengering Surya Efek Rumah Kaca- Hybrid dengan wadah silinder berputar
Mesin pengering ini menggunakan energi surya dan biomassa sebagai sumber energi
termal dan energi listrik untuk menggerakkan kipas dan memutar silinder. Komponen-komponen
utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan trasparan, dua buah drum silinder, penukar
panas, tungku, kipas, dan pemutar drum. Produk yang dapat dikeringkan mencakup jagung,
kakao, kopi, dan produk-produk lain yang berbentuk biji-bijian atau produk lain yang tahan
terhadap benturan. Kapasitas produk yang dikeringkan setara dengan 1000 kg biji kakao. Produk
yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam silinder yang memiliki dinding yang berpori. Proses
pengadukan dilakukan setiap 15 menit sampai 30 menit sekali. Saat pengadukan dilakukan kipas
udara pengering dimatikan untuk penghematan energi dan menurunkan kebutuhan daya. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa suhu inlet udara pengeringan mencapai 60oC.
Mulyantara (2008) telah melakukan pengujian terhadap mesin pengering surya tipe
ERK-hybrid dengan wadah silinder untuk pengeringan jagung pipilan. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa rata-rata suhu ruang pengering berkisar antara 34,0OC-41OC dengan RH
berkisar antara 60,2-76 %. Dengan pemutaran silinder selama 15 menit setiap jamnya perbedaan
suhu antara lapisan dalam dan lapisan luar berkisar antara 0-9,8oC.
F.5. Mesin Pengering ERK-hybrid tipe rak berputar
Mesin pengering ERK tipe rak berputar merupakan hasil penelitian dari tim peneliti
hibah bersaing IPB, Dr. Dyah Wulandari dkk periode penelitian 2008/2009. Mesin ini dirancang
untuk menghasilkan kadar air bahan yang lebih seragam dengan memutar rak. Prinsip kerja mesin
pengering tersebut adalah sebagai berikut:
1. Iradiasi matahari yang berupa gelombang pendek masuk melalui dinding transparan kemudian
diserap oleh absorber dan komponen lain di dalam ruang pengering seperti lantai, rak, pipa
cerobong, dan produk yang dikeringkan. Akibatnya suhu komponen-komponen menjadi
meningkat.
2. Selanjutnya iradiasi panas akan dipancarkan oleh komponen-komponen di dalam pengering
berupa gelombang panjang. Karena gelombang panjang tersebut sulit untuk menembus
dinding transparan, maka sebagian besar akan dipantulkan kembali ke dalam ruangan dan
menyebabkan peningkatan suhu dalam ruangan.
3. Suhu udara yang tinggi menyebabkan terjadinya proses penguapan air dari produk yang lebih
besar, dan uap air yang meninggalkan produk menyebabkan kelembaban di dalam ruangan
akan meningkat.
4. Untuk menjaga agar proses penguapan tetap berlangsung, kelembaban di dalam ruangan harus
dijaga pada tingkat yang memadai. Untuk itu, pengaliran udara dari luar dilakukan dengan
menggunakan kipas listrik. Selain itu, kipas ini juga berfungsi untuk menyebarkan udara panas
yang dihasilkan oleh tungku biomassa. Keseragaman kadar air dapat diperoleh dengan
memutar rak pada kecepatan tertentu.
17
F.6. Mesin Pengeringn yang Dikembangkan oleh Institusi lain di Indonesia
a. Mesin pengering ikan bertenaga surya
Mesin ini dikembangkan oleh Ekadewi A. Handoyo et al dari jurusan Teknik Mesin,
Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra. Dari pengujian yang dilakukan pada
model yang berkapasitas 250 gram, didapatkan bahwa pengeringan di musim hujan
menghasilkan penurunan kadar air ikan dari 60% wb menjadi 38% wb setelah dikeringkan
selama 6 jam. Temuan lain adalah bahwa temperatur plat kolektor plat datar pada musim
hujan hanya mencapai 54oC. Dimensi kolektor surya 1,2 m x 19 m dengan laju aliran udara
pengering 640 m3/jam (Handoyo, Kristanto dan Alwi, 2006).
Gambar 6. Sistem pengering ikan bertenaga surya (Handoyo, et al,2006)
b. Mesin Pengering Cumi, Udang, dan Ikan Hasil Laut
Pengering cumi, udang dan ikan hasil laut ini menggunakan ruang pengering tipe
kubus menggunakan dinding transparan dengan tambahan tungku biomassa.
Adapun spesifikasi dari pengering tipe ini adalah :
• Dimensi : Panjang 3m, lebar 2m dan tinggi 2,25 m
• Daya listrik : 150 W, Fan
• 1 unit tungku biomassa dengan laju pembakaran 2 s/d 3 kg/jam kayu/batok kelapa
• Lama rata-rata pengeringan ± 2 Hari.
• Enam buah rak tempat meletakkan cumi, udang dan ikan serta hasil laut.
• Untuk cumi bisa diletakkan dirak/ digantung
• Temperatur ruang pengering 40 oC sampai dengan 60 oC.
• Kontrol temperature. Rangka bisa menggunakan besi, kayu atau alumunium.
Gambar 7. Mesin pengering cumi, udang, dan ikan laut
18
Dimensi dari ruang pengering bisa berubah-ubah sesuai dengan keinginan dan kapasitas
yang diinginkan, untuk ukuran diatas harga ruang pengeringnya ± 40 juta rupiah sudah
terinstallasi ditempat, diluar ongkos kirim. (Referensi: Kamaruddin Abdullah , Laboratorium
Surya Universitas Darma Persada)
c. Mesin Pengering Kopi
Pengering bijih kopi ICDC menggabungkan antara pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari dengan biomassa, sehingga pengeringan kopi dapat dilakukaan
dimusim hujan sekalipun dan hasil yang didapatkan juga bebas dari kotoran-kotoran.
Spesifikasi dari Pengering kopi ICDC : 1. Volume ruangan : lebar 1,2 m, panjang 1,5 m dan tinggi 1,75 m.
2. Motor listrik dengan rpm kontrol
3. Drum yang dilubangi dengan diameter 50 cm dan panjang 80 cm
4. Transmisi chain.
5. Blower
6. Tungku biomassa
7. Pipa besi dan katub
8. Vortek 12 inchi
9. Polycarbonat.
10. Rangka besi
11. Listrik 250 W
Cara kerja dari pengering ICDC adalah :
1. Masukkan bijih kopi kedalam drum sesuai dengan takarannya.
2. Hidupkan motor, dan sesuiakan putaran drum dengan mengatur putaran motor.
3. Jika cahaya matahari tidak terlalu bagus, hidupkan tungku biomassa, tungku ini bisa
menggunakan bahan bakar seperti kayu, arang, batok kelapa dll.
4. Hidupkan blower untuk mentransfer panas kedalam ruangan dan jaga api tungku tetap
menyala, dengan mengatur bukaan katub.
5. Periksa kekeringan kopi.
Gambar 8. Mesin pengering kopi
19
d. Mesin Pengering Ikan, Rumput Laut, Soun, Cabe, Manisan Buah, Pisang Sale
Ini merupakan hasil penelitian dari dosen universitas darma persada tentang teknologi
tepat guna. Mesin pengering ini adalah pengering surya tipe lorong dengan keunggulan:
•Memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat (Surya, angin, limbah kehutanan,
pertanian)
•Dapat melakukan pengeringan dengan relatip lebih cepat dibanding penjemuran
•Dapat beroperasi secara kontinyu siang dan malam
•Kandungan lokal 100% (hasil invensi sendiri)
•Dapat digunakan untuk terutama untuk pengeringan ikan, rumput laut, soun, dendeng,
bawang, cabe, manisan buah, pisang sale, dll.
•√ Blower dapat digerakkan dengan menggunakan solar PV
•√ Pengering mudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
Spesifikasi Komponen Utama
- Dimensi : 2 m x 4 m x 2,5 m, Struktur transparan, Penyerap panas, Rak pengering, Axial
Blowers : 3 buah, 12V- dc, Penukaran panas rangkaian pipa di bagian dasar bangunan, Unit
pemanas tambahan tungku biomasa, Suhu pengering : 40 – 50 C. Kapasitas: Tergantung jenis
produk (100 – 600 kg basah). Waktu pengeringan : 200 – 300 kg ikan ; 1 hari (20% BK)
rumput laut – 2hari.
Gambar 9. Mesin Pengering Surya Tipe Lorong
Prospek/peluang pemasaran produk •Program pemerintah mulai tahun 2007 dalam pengembangan SET dan desa mandiri energi.
•Potensi SET (Sumber Energi Terbarukan)setempat yang cukup melimpah seperti energi
surya, angin, mini-hidro, bio massa, panas bumi dan energi laut.
•Makin meningkatnya pemahaman dan kesadaran pemerintah, swasta dan perguruan tinggi
terhadap pentingnya SET sebagai alat untuk memajukan desa.
•Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan energi masyarakat desa
juga akan meningkat.
•Komitmen dunia dalam mencapai MDG dan mengurangi pemanasan global melalui protokol
Kyoto.
( LPPM Universitas Darma Persada, Kamaruddin Abdullah)
top related