repository.unimus.acrepository.unimus.ac.id/2808/2/bab ii.pdfkeperawatan yang dilakukan dengan cara...
Post on 25-Apr-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Terapi Intravena
a. Definisi Terapi Intravena
Menurut Tamsuri (2007), terapi intravena adalah tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan
tambahan bagi tubuh melalui intravena dengan bantuan infus set
yang bertujuan untuk memenuhi atau mengganti cairan dan
elektrolit tubuh yang hilang. Sedangkan menurut Darmadi (2010),
Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh,
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari
tubuh.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan
ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok,
untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk
metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter, 2006).
b. Tujuan Terapi Intravena
Tujuan dari terapi intravena yaitu untuk memberikan atau
menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat
http://repository.unimus.ac.id
7
dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asambasa, memperbaiki volume komponen-
komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-
obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP),
memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami
gangguan (Perry & Potter, 2006).
c. Tempat Pemasangan Infus
Menurut Perry & Potter (2006), vena-vena tempat
pemasangan infus antara lain di Vena Metakarpal, vena sefalika,
vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika mediana, vena
antebrakial mediana.
Kozier et al (2004) menjelaskan bahwa, lokasi pemasangan
infus bervariasi sesuai dengan usia, durasi pemasangan, cairan yang
diberikan, dan kondisi vena klien. Area pemasangan pada pasien
bayi adalah vena didaerah kulit kepala dan kaki, sedangkan lokasi
pemasangan infus pada bayi dan anak adalah:
a. Ekstremitas atas: vena meta karpal dan vena sefalik.
b. Ekstremitas bawah: vena dorsalis pedis, vena sefanus besar.
c. Vena kulit kepala: vena temporal, vena posterior auricular, dan
vena metopic.
d. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena
Menurut Perry & Potter (2006), indikasi pada pemberian
terapi intravena antara lain pada seseorang dengan penyakit tertentu
http://repository.unimus.ac.id
8
dan membutuhkan cairan tambahan. Pemberian obat melalui
intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah, misalnya
pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis), sehingga
memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral,
keadaan ini sering terjadi meskipun pemberian antibiotika intravena
hanya diindikasikan pada infeksi serius. Antibiotika oral (dimakan
biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien yang dirawat di rumah
sakit dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika
intravena dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan
administrasi rumah sakit, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
Menurut Darmadi (2008), kontraindikasi pada pemberian
terapi intravena antara lain Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan
infeksi di lokasi pemasangan infus. Insersi di daerah lengan bawah
pada pasien dengan gagal ginjal menjadi kontraindikasi pemberian
cairan intravena, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan
hemodialisis (cuci darah).
e. Komplikasi Terapi Intavena (Infus)
Menurut Darmadi (2010) beberapa komplikasi yang dapat
terjadi dalam pemasangan infus yaitu:
1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh
akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena atau kapiler, hal ini
http://repository.unimus.ac.id
9
terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan
jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar
(bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus
melewati pembuluh darah.
3. Plebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi
akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah,
terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke
dalam pembuluh darah, rasa perih/sakit dan reaksi alergi akan
terjadi dalam kasus ini.
2. Flebitis
a. Pengertian Flebitis
Flebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang
disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini
dikarakteristik dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di
sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, seperti atau rasa
lunak di daerah penusukan atau sepanjang vena dan
pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya
pemasangan jalur intravena, perawatan pada lokasi insersi,
komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan
tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan
http://repository.unimus.ac.id
10
jalur IV yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme pada saat
penusukan (Smeltzer and Bare, 2010).
Menurut Infusion Nursing Society (INS, 2006) flebitis
merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena,
yang sering diketahui sebagai komplikasi pemberian terapi infus.
Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada
endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada
area tersebut.
b. Klasifikasi Flebitis
Menurut INS (Infusion Nursing Society) tahun 2006,
pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor penyebabnya.
Ada empat kategori penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia,
mekanik, agen infeksi atau bakteri, dan post infus. Umumnya
Phlebitis terjadi pada hari ke 2-3 pasca pemasangan intravena.
1) Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia)
a) Faktor pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu
diikuti risiko flebitis tinggi, pH larutan dekstrosa berkisar
antara 3 – 5, dimana keasaman diperlukan untuk mencegah
karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi
larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid
yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih
flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang
http://repository.unimus.ac.id
11
bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain
kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B,
cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat
khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900
mOsm/L harus diberikan melalui vena sentral.
b) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut
sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor
kontribusi terhadap flebitis. Jadi, kalau diberikan obat
intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter 1
sampai 5 µm
c) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan
bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan
osmolaritas > 500 mOsm/L Misalnya Dextrose 5%, NaCl
45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose
5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. Kateter
yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi
dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan
lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi
untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil
klorida atau polietilen.
2) Mechanical Phlebitis (phlebitis mekanik) Phlebitis mekanikal
sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan
katheter intravena. Penempatan katheter pada area fleksi lebih
http://repository.unimus.ac.id
12
sering menimbulkan kejadian phlebitis, oleh karena pada saat
ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak
dan meyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran
katheter yang besar pada vena yang yang berlumen kecil juga
dapat mengiritasi bagian intima dari vena, disamping itu
fixasi yang kurang tepat dapat menyebabkan inflamasi atau
Phlebitis. (The Centers for Disease Control and Prevention,
2002). Contoh :
a) Alat infus abbocath (ONC/Over The Needle Canulla),
bertujuan untuk terapi jangka panjang dan pasien yang
agitasi atau pasien yang aktif. Manfaatnya : lebih nyaman
bagi klien, ada tempat mengecek aliran darah balik,
kerusakan pada vena sedikit. Adapun kerugiannya : lebih
sulit dimasukkan kedalam pembuluh darah vena.
b) Alat infus Through The Neddle Canulla (venflon), bertujuan
untuk terapi jangka panjang dan pasien yang agitasi atau
pasien yang aktif. Manfaatnya : kerusakan vena lebih kecil,
lebih nyaman bagi klien dan tersedia dalam berbagai ukuran
panjang. Adapun kerugiannya yaitu biasanya untuk lansia
menimbulkan kebocoran (The Centers for Disease Control
and Prevention, 2002).
3) Backterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri)
http://repository.unimus.ac.id
13
The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan
penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi
infeksi (Darmawan, 2008).
4) Post Infus Phlebitis
Phlebitis post infus juga sering dilaporkan kejadiannya sebagai
akibat pemasangan infus. Phlebitis post infus adalah peradangan
pada vena yang didapatkan 48 – 96 jam setelah pelepasan infus.
Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus,
antara lain :
a) Tehnik pemasangan katheter yang tidak baik.
b) Pada pasien dengan retardasi mental.
c) Kondisi vena yang kurang baik.
d) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.
e) Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Flebitis
Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam terjadinya phlebitis.
Menurut Perry dan Potter (2005) faktor tersebut terdiri dari faktor
internal (usia, status nutrisi, stress, keadaan vena, kondisi penyakit
pasien) dan faktor eksternal.
Faktor Internal terdiri dari:
1) Usia
http://repository.unimus.ac.id
14
Pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada usia
lanjut ( >60 tahun) vena menjadi rapuh, tidak elastis dan mudah
hilang ( kolaps), begitu juga dengan pasien anak vena yang kecil
dan keadaan yang banyak bergerak dapat mengakibatkan kateter
bergeser dan hal ini yang bisa menyebabkan plebitis (Potter and
Perry, 2005).
2) Status Gizi
Pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis
sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan
tubuhnya kurang sehingga jika terjadi luka mudah terkena infeksi
(Potter and Perry, 2005).
Untuk menilai keadaan gizi pasien dapat menggunakan rumus
Index Massa Tubuh adalah:
1. Untuk berat badan ideal usia 1-6 bulan dapat menggunakan
rumus:
BBL (gram) + (usia x 600 gr)
2. Untuk berat badan ideal usia 1-6 bulan dapat menggunakan
rumus:
BBL (gram) + (usia x 500 gr)
3. Berat badan ideal balita (0 – 5 tahun) dapat menggunakan
rumus:
BBI anak = 2n + 8
http://repository.unimus.ac.id
15
4. Berat Badan Ideal pada orang dewasa dapat dihitung dengan
rumus (dalam kg)/Tinggi Badan2 (dalam m), kriteria penilaian
:
a) Obesitas tipe 2 (>=30)
b) Obesitas tipe 1 (25 s/d <30)
c) Overweight (23 s/d <25)
d) Normal (18,5 s/d <23)
e) Underweight ( <18,5 )
3) Stres
Tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui
adaptasi imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering
terjadi pada anak-anak, konsekuensi rasa takut ini dapat sangat
mendalam dimana anak-anak yang mengalami rasa takut dan nyeri
karena pengobatan akan merasa lebih takut terhadap nyeri dan
cenderung menghindari perawatan medis, dengan menghindari
pelaksanaan pemasangan infus/berontak saat dipasang bisa
mengakibatkan plebitis karena pemasangan yang berulang dan
respon imun yang menurun (Wong, 2009).
4) Keadaan vena
Vena yang sering terpasang infus mudah mengalami
Flebitis(Potter and Perry, 2005).
5) Faktor penyakit
http://repository.unimus.ac.id
16
Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya
plebitis, misalnya pada pasien Diabetes Militus (DM) yang
mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke
perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami
infeksi (Darmawan, 2008).
6) Jenis Kelamin
Wanita yang menggunakan kontrasepsi kombinasi (mengandung
estrogen dan progesteron, oral atau suntikan) mudah mengalami
plebitis (Darmawan, 2008).
Faktor Eksternal terdiri dari:
1) Faktor Kimia: Terdiri dari pH dan osmolaritas cairan infus yang
ekstrem, mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut
sempurna selama pencampuran, bahan kateter, kecepatan pemberian
infus dan obat (kecepatan yang tidak cepat kurang menyebabkan
iritasi daripada pemberian cepat).
2) Faktor mekanis: faktor mekanis dikaitkan dengan penempatan
kateter. Kateter yang dimasukkan pada daerah lekukan sering
menghasilkan phlebitis mekanis, dalam hal ini ukuran kateter
disesuaikan dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik.
3) Faktor bakterial: Pendeteksian dan penilain phlebitis bisa dilakukan
dengan cara melakukan aseptik dressing. Menurut Lee KE (2000),
perawatan infus dilakukan tiap 24 jam sekali guna melakukan
http://repository.unimus.ac.id
17
pencegahan adanya phlebitis dengan cara melakukan pendeteksian
dan penilaian adanya phlebitis akibat infeksi bakteri, sehingga
kejadian phlebitis dapat dicegah dan diatasi secara dini. Sedangkan
menurut Perry dan Potter (2005), infeksi yang terkait dengan
pemberian infus dapat dikurangi dengan mempertahankan sterilisasi
sistem intravena saat mengganti larutan dan balutan, penggantian
larutan dan balutan sekurang-kurangnya setiap 24 jam.
d. Diagnosa dan Pengenalan Tanda Flebitis
Menurut Brunner dan Sudarth (2002) phlebitis ditandai
dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di
daerah penusukan atau sepanjang vena. Menurut Zahra (2010) ciri-
ciri phlebitis adalah terjadinya kemerahan, bengkak, dan nyeri tekan
pada area insersi.
Tabel 2.1 Derajat pengukuran Flebitis
Kriteria Klinik
Derajat Eritem
a
Nyeri Edema Vena teraba
keras
Vena merah
memanjang
Drainase
purulen
0 a) - - - - -
1 + +/- - - - -
2 + + + - - -
3 + + + + 1 inci -
4 + + + + > 1 inci -
http://repository.unimus.ac.id
18
Sumber: Infusion Nurse Society: Standards of Practice (dalam
Alexander et al, 2010)
Gambar 2.1
Derajat Pengukuran Flebitis
B. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian anak yang mengalami infeksi dalam hal ini yaitu flebitis
menurut Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 2 (2) antara lain riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
diagnostic.
a. Riwayat Kesehatan
http://repository.unimus.ac.id
19
Riwayat kesehatan terdiri atas riwayat kesehatan dimasa lalu, termasuk
riwayat kehamilan ibu; riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat
penyakit saat ini, dan juga terapi yang digunakan di rumah. Riwayat
kesehatan dahulu mungkin penting untuk mengetahui kekurangan
imunisasi yang dianjurkan, infeksi maternal selama kehamilan atau
persalinan, pelahiran sulit yang lama, atau gangguan imun. Riwayat
keluarga mungkin penting terkait kurang imunisasi atau gangguan
infeksi atau gangguan menular saat ini. Ketika memperoleh riwayat
penyakit saat ini, cari tahu mengenai hal berikut ini:
1) Semua yang diketahu terpajan gangguan infeksi.
2) Riwayat imunisasi.
3) Riwayat penyakit yang menular.
4) Demam.
5) Nyeri tenggorokan.
6) Letargi.
7) Malaise.
8) Penurunan nafsu makan.
9) Muntah, diare, batuk.
10) Ruam (pada anak yang lebih tua tanyakan untuk diskripsi yaitu:
apakah sakit? Apakah gatal?)
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik anak yang menderita gangguan infeksi, antara lain
inspeksi, observasi, dan palpasi.
http://repository.unimus.ac.id
20
1) Inspeksi dan Observasi
Mulai pemeriksaan fisik dengan inspeksi dan observasi. Kaji
kulit, mulut, tenggorokan, dan rambut anak untuk mengetahui
adanya lesi atau luka. Catat warna, bentuk, dan distribusi semua lesi
atau luka terutama pada daerah yang telah dipasang infus. Kaji
apakah ada eksudat dari lesi atau luka. Penjelasan yang menyeluruh
dan akurat penting untuk membantu dalam mengidentifikasi ruam
dan organisme penyebab. Observasi goresan atau luka insersi,
gelisah, menghindari menggunakan bagian tubuh, atau melindungi
bagian tubuh yang sakit. Observasi afek, tingkat energy, dan
interaksi anak dengan pengasuh. Letargi dapat mengidentifikasikan
infeksi. Observasi jika ada secret dari hidung, batuk, atau kesulitan
nafas.
Kaji status hidrasi, inspeksi mukosa oral, membrane mukosa
kering dan pucat dapat mengidentifikasikan dehidrasi. Observasi
tanda dehidrasi lainnya, seperti mata cekung dan tidak ada air mata
ketika menangis.
Mengkaji tanda-tanda vital dapat memberikan informasi
lebih mengenai kondisi anak. Peningkatan suhu dapat
mengidentifikasikan infeksi. Sering kali takipnea dan takikardia
menyertai demam, hipotensi juga dapat terjadi.
2) Palpasi
http://repository.unimus.ac.id
21
Palpasi kulit untuk mengkaji suhu, kelembapan, tekstur, dan
turgor. Pada anak yang mengalami flebitis, kulit mungkin terasa
hangat dan lembab akibat demam. Turgor mungkin menurun akibat
dehidrasi. Pada bayi palpasi fontanel, jika fontanel cekung, bayi
mungkin mengalami dehidrasi. Palpasi ruam untuk mengtahui
apakah menonjol atau datar. Gambaran keseluruhan ruam yang
tampak datar dapat membantu mengidentifikasi penyakit anak.
c. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic umum mendiskusikan
pemeriksaan yang paling sering digunakan oleh dokter dan perawat.
Contoh perawat harus familiar dengan cara uji yang dilakukan,
kegunaan uji, dan hasil normal dan abnormal. Pengetahuan juga
diperlukan untuk memberikan edukasi pada anak dan keluarga yang
berkaitan dengan pemeriksaan.
2. Diagnosa
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak yang mengalami
Flebitis akibat terapi Intravena menurut Standart Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI), antara lain:
a. Hipertermia.
Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal suhu tubuh.
Penyebab :
1) Dehidrasi
http://repository.unimus.ac.id
22
b) Terpapar lingkungan panas
c) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
d) Ketidakseimbangan pakaian dengan suhu ruangan
e) Peningkatan laju metabolisme
f) Respon trauma
g) Aktivitas berlebihan
h) Penggunaan incubator
Gejala :
1) Subjektif
2) Objektif
a) Suhu tubuuh diatas nilai normal
b) Kulit merah
c) Kejang
d) Takikardi
e) Takipnea
f) Kulit terasa hangat
Konsdisi klinis terkait :
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas
http://repository.unimus.ac.id
23
b. Nyeri Akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda Mayor :
1) Subjektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif :
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor :
1) Subjektif : -
2) Objektif :
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
http://repository.unimus.ac.id
24
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berfikir terganggu
e) Menarik diri
f) Diaforesi
Kondisi klinis terkait :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom coroner akut
5) Glaucoma
c. Gangguan Integritas Kulit
Definisi : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang kartilago, kapsul
sendi, dan ligament)
Penyebab :
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan nutrisi
3) Kekurangan/kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia iritatif
6) Efek prosedur invasive
7) Suhu lingkungan yang ekstrem
8) Factor mekanis dan factor elektris
http://repository.unimus.ac.id
25
9) Efek samping terapi radiasi
10) Kelembapan
11) Proses penuaan
12) Neuropati perifer
13) Perubahan pigmentasi
14) Perubahan hormonal
15) Kurang terpapar informasi tentang menjaga integritas kulit
Gejala dan tanda Mayor :
1) Subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif :
a) Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan tanda Minor :
1) Subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif :
a) Nyeri
b) Perdarahan
c) Kemerahan
d) Hematoma
Kondisi klinis terkait :
1) Imobilisasi
2) Gagal jantung kongestif
3) Gagal ginjal
4) Infeksi
http://repository.unimus.ac.id
26
5) Diabetes militus
6) Imunodefisiensi
d. Risiko infeksi
Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
Faktor Risiko :
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasive
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah dini
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
http://repository.unimus.ac.id
27
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait :
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruksi kronis
4) Diabetes militus
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah dini
9) Kanker
10) Gagal ginjal
e. Risiko ketidakseimbangan volume cairan.
Definisi : berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau
percepatan perpindahan cairan dari intravaskuler, interstitial, dan
intraseluler.
Factor risiko :
1) Prosedur pembedahan mayor
2) Trauma/perdarahan
3) Luka bakar
4) Apheresis
5) Asites
http://repository.unimus.ac.id
28
6) Obstruksi intestinal
7) Peradangan pancreas
Kondisi klinis terkait :
1) Prosedur pembedahan mayor
2) Penyakit ginjal dan kelenjar
3) Perdarahan
4) Luka bakar
3. Intervensi
Rencana Asuhan Keperawatan menurut Kyle, Terry, & Susan Carman
dalam Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 2:
a. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh: Hipertermia
1) Identifikasi Hasil dan Evaluasi:
a) Anak akan mempertahankan suhu dalam tingkat adaptif dan
nyaman serta tetap hidrasi.
b) Suhu berkisar 37.5 C atau kurang.
c) Anak akan mengungkapkan tanda nyaman selama periode febril.
d) Anak menunjukan tanda hidrasi adekuat.
2) Rencana Tindakan :
a) Kaji suhu minimal 4 sampai 6 jam, 30 sampai 60 menit setelah
antipiretik diberikan dan dengan semua perubahan kondisi.
b) Gunakan tempat dan alat pengukur yang sama agar didapatkan
hasil yang akurat.
http://repository.unimus.ac.id
29
c) Berikan antipiretik sesuai instruksi dokter ketika anak
mengalami ketidaknyamanan atau tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolik demam.
d) Beritahu dokter mengenai perubahan suhu tubuh.
e) Kaji asupan cairan dan anjurkan asupan oral atau berikan cairan
intravena sesuai instruksi dokter.
f) Jaga linen atau pakaian agar tetap bersih dan kering.
g) Gunakan tindakan nonfarmakologis.
b. Nyeri Akut
1) Identifikasi Hasil dan Evaluasi:
a) Nyeri pada anak dapat berkurang.
b) Anak dapat mengungkapkan tidak adanya nyeri atau adanya
penurunan nyeri menggunakan penilaian nyeri.
c) Bayi atau anak akan menunjukkan penurunan aktivitas menangis
dan kemampuan istirahat yang nyaman.
2) Rencana Tindakan :
a) Kaji nyeri dan respon terhadap intervensi secara sering
menggunakan skala nyeri.
b) Berikn analgesic dan anti pruritus sesuai instruksi untuk
meredakan nyeri.
c) Berikan kompres dingin ke area pruritus untuk menurunkan
inflamasi dan menyejukkan pruritus.
http://repository.unimus.ac.id
30
d) Jaga kuku jari anak tetap pendek untuk menghindari cedera ke
kulit.
e) Anjurkan anak menekan daripada menggaruk area pruritus agar
mencegah terjadinya luka yang berkelanjutan.
f) Berikan cairan dengan sering.
g) Pakaikan baju yang longgar.
h) Gunakan aktivitas diversional dan distraksi yang tepat sesuai
tingkat perkembangan anak.
c. Gangguan Integritas Kulit
1) Identifikasi Hasil dan Evaluasi:
a) Anak akan memperoleh kembali integritas kulit.
b) Tidak menunjukkan peningkatan kerusakan kulit.
c) Anak atau orang tua mampu menjelaskan atau
mendemonstrasikan tindakan untuk melindungi dan
memperbaiki kulit dan asuhan yang tepat untuk setiap lesi.
2) Rencana Tindakan :
a) Pantau kulit untuk menegtahui perubahan warna, suhu,
kemerahan, bengkak, hangat, nyeri, dan tanda infeksi.
b) Dukung asupan cairan dan nutrisi.
c) Jaga kebersihan daerah luka.
d) Jaga agar kuku anak tetap pendek.
e) Anjurkan anak agar menekan bukan menggaruk area pruritus.
http://repository.unimus.ac.id
31
f) Gunakan anti pruritus atau krim topical.
d. Risiko infeksi.
1) Identifikasi Hasil dan Evaluasi:
a) Anak tidak menunjukkan tanda atau gejala infeksi local ataupun
sistemik.
b) Anak dan keluarga akan menunjukkan tindakan hygiene.
2) Rencana Tindakan :
a) Pantau tanda-tanda vital.
b) Panatu lesi kulit untuk tanda-tanda infeksi local.
c) Pertahankan teknik aseptic dan cuci tangan yang baik.
d) Berikan antibiotik sesuai program.
e) Anjurkan diet bernutrisi dan hidrasi yang tepat.
f) Ajarkan anak dan keluarga mengenal kewaspadaan seperti
mencuci tangan, etika saat batuk, dan membuang tisu.
e. Risiko kekurangan volume cairan
1) Identifikasi Hasil dan Evaluasi:
a) Volume cairan akan dipertahankan dan seimbang.
c) Mukosa oral lembab dan berwarna merah muda.
d) Turgor kulit elastis.
e) Haluan urine minimal 1 hingga 2 ml/kg/hari.
2) Rencana Tindakan :
http://repository.unimus.ac.id
32
a) Berikan cairan Intravena yang diprogramkan.
b) Anjurkan cairan oral ketika anak mampu.
c) Kaji tanda hidrasi adekuat.
d) Pantau asupan dan haluaran.
C. Konsep Dasar Penerapan Evidence Based Nursing Practice
1. Kompres Basah
Kompres dingin, lembab, dan basah adalah memberi rasa dingin pada
daerah kulit menggunakan kain atau kassa yang telah dicelupkan pada
air biasa, air es, ataupun cairan antiseptic sehingga memberi efek rasa
dingin. Tujuan dari tindakan ini adalah dapat menghilangkan rasa nyeri
akibat edema ataupun trauma, mencegah kongesti kepala,
memperlambat denyut jantung, mempersempit pembuluh dara dan
mengurangi arus darah local. Selama tindakan kompres, kulit klien
diperiksa setelah 5 menit pemberian, jika dapat ditoleransi oleh kulit
maka diberikan dengan suhu 15oC. Kompres ini dapat dilakukan secara
bersih atau steril (Potter&Perry, 2012).
Tujuan: (Asmadi, 2008)
a. Menurunkan suhu tubuh.
b. Mencegah peradangan meluas.
c. Mengurangi kongesti.
d. Mengurangi perdarahan setempat.
e. Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat.
http://repository.unimus.ac.id
33
Indikasi:
a. Klien dengan suhu tubuh yang tinggi.
b. Klien dengan radang, memar.
c. Klien dengan batuk dan muntah darah.
Cara pemberian Kompres dingin basah dengan larutan antiseptic
Persiapan alat:
a. Mangkok bertutup steril.
b. Bak steril berisi pinset anatomis 2 buah, beberapa kain kassa steril.
c. Cairan antiseptic.
d. Perlak dan pengalas
e. Handscoon
Prosedur:
a. Dekatkan alat dengan klien.
b. Pasang sampiran.
c. Cuci tangan
d. Pasang perlak pengalas pada bagian bawah daerah yang akan
dikompres
e. Mengaduk cairan aseptic agar tidak ada endapan.
f. Menuangkan cairan pada kom steril.
g. Masukkan kassa dalam cairan.
h. Memeras kassa dan meletakkan pada bagian yang akan dikompres
lalu balut.
i. Memasang kain busur selimut.
http://repository.unimus.ac.id
34
j. Merapikan klien.
k. Membereskan alat.
l. Mencuci tangan.
m. Mendokumentasikan.
Hal yang perlu diperhatikan:
a. Kain kassa harus sering dibasahi agar tetap basah.
b. Pada luka kotor, kassa diganti tiap 1-2 jam
c. Perhatikan kulit sekitarnya.
SOP Kompres Aloe vera
2. Standart Operating Procedure Kompres Basah menggunakan media Larutan
Lendir Aloe vera sebagai antiseptic.
a. Pengertian
Penerapan kompres Aloe vera adalah tindakan kompres basah
dengan menggunakan media gel Aloe vera 100% yang telah didinginkan
sebagai antiseptic, kompres ini dilakukan pada luka insersi akibat terapi
intravena.
b. Manfaat
Tindakan kompres dingin menggunakan cairan antiseptic (Aloe
vera) ini bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan juga mencegah perluasan
peradangan karena efek dari gel Aloe vera yang dingin dan memiliki
kandungan bradikinin yang dapat menurunkan nyeri, mengandung luteol,
beta sitosterol, compesterol yaitu suatu steroid alami yang berperan kuat
http://repository.unimus.ac.id
35
sebagai anti inflamasi, mengandung asam salisilat yang menghambat
prostaglandin pada reaksi inflamasi, menghambat cyclooxigenase (COX2),
yaitu enzym yang menyebabkan inflamasi melalui jalur asam arachidonat.
Aloe vera juga mengandung enzim carboxypeptidase, suatu senyawa
glikoprotein yang efektif dalam mengurangi nyeri akibat inflamasi.
c. Tujuan
1) Menurunkan suhu tubuh.
2) Mencegah peradangan meluas.
3) Mengurangi kongesti.
4) Mengurangi perdarahan setempat.
5) Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat.
d. Indikasi
1) Klien dengan suhu tubuh yang tinggi.
2) Klien dengan radang, memar.
3) Klien dengan batuk dan muntah darah.
e. Kontraindikasi
1) Luka mayor, pasca trauma akut.
2) Gangguan sirkulasi, hal ini dapat mengganggu nutrisi jaringan lebih
lanjut dan menyebabkan kerusakan jaringan.
3) Alergi atau hipersensitivitas terhadap dingin
http://repository.unimus.ac.id
36
f. Persiapan alat:
1) Kom kecil
2) Cairan antiseptic yang diperlukan yaitu larutan lendir Aloe vera yang
telah didinginkan
3) Larutan NaCl 0.9%
4) Bak instrument berisi pinset anatomis 2
5) Kassa steril 5 x 5 cm
6) Pembalut klip atau hypafix
7) Pengalas
8) Handscoon
9) Sampiran
g. Cara Pelaksanaan
1) Tahap pra Interaksi
a) Melakukan verifikasi data.
b) Cuci tangan.
c) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
2) Tahap Orientasi
a) Memberikan salam kepada pasien sebagai pendekatan terapeutik.
b) Menjelaskan kepada pasien atau keluarga tujuan, prosedur tindakan,
dan sensasi yang akan dirasakan selama tindakan kompres.
c) Menanyakan kesiapan pasien sebelum tindakan dilakukan.
http://repository.unimus.ac.id
37
3) Tahap kerja
a) Menyiapkan alat.
b) Memasang sampiran.
c) Mencuci tangan.
d) Memasang alas dibawah bagian yang akan dikompres.
e) Membersihkan daerah yang mengalami Flebitis dengan larutan
NaCl.
f) Mengaduk cairan aseptic (lendir Aloe vera) agar tidak ada endapan.
g) Menuangkan cairan gel Aloe vera pada kom steril.
h) Masukkan kassa dalam cairan gel Aloe vera.
i) Memeras kassa dan meletakkan pada bagian yang akan dikompres
lalu balut dengan kassa.
j) Memasang perekat.
k) Merapikan klien.
l) Membereskan alat.
4) Tahap terminasi
a) Observasi dan melakukan evaluasi tindakan.
b) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
c) Berpamitan dengan pasien dan keluarga.
d) Mendokumentasikan tindakan.
3. Aloe vera
a. Pengertian Aloe vera
http://repository.unimus.ac.id
38
Lidah buaya atau Aloe vera merupakan sejenis tumbuhan
yang sudah dikenal sejak ribuan tahun silam dan digunakan sebagai
penyubur rambut, penyembuh luka, dan perawatan kulit. Tumbuhan
ini dapat ditemukan dengan mudah di kawasan kering di Afrika.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan tanaman lidah buaya berkembang sebagai bahan baku
industry farmasi dan kosmetik serta sebagai bahan makanan dan
minuman kesehatan (Azwar Agoes, 2015)
b. Karakteristik Lidah buaya
Menurut Azwar Agoes (2015), Lidah buaya merupakan
tumbuhan berbatang pendek yang tidak terlihat karena tertutup
dedaunan dari tanaman lain. Aloe vera yang bertangkai panjang juga
muncul dari batang melalui celah-celah daun. Batang ini dapat
distek untuk mebudidayakan perkembangbiakan tanaman. Daun
dari lidah buaya ini berbentuk pita dengan helaian yang memanjang,
berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan,
banyak mengandung air, dan banyak mengandung getah atau lender
seagai bahan baku obat. Tanaman lidah buaya tahan akan
kekeringan karena di dalam daunnya banyak mengandung cadangan
air. Bentuk daun lidah buaya menyerupai pedang dengan ujung
meruncing, permukaan daun dilapisi lilin dengan duri lemas ditepi.
c. Komposisi kimiawi
http://repository.unimus.ac.id
39
Berdasarkan hasil penelitian tanaman ini kaya akan
kandungan zat-zat seperti enzim, asam amino, mineral, vitamin,
polisakarida, dan komponen lain yang sangat bermanfaat bagi
kesehatan antara lain aloin, barbaloin, isobarbaloin, aloeimodin,
aloenin, dan aloesin (Azwar Agoes, 2015).
d. Penggunaan dalam Pengobatan Tradisional
Lidah buaya memiliki rasa pahit dan bersifat dingin,
sehingga berkhasiat antiradang, pencahar, dan parasitisida.
Tanaman ini masuk ke meridian jantung, hati, dan pancreas.
Lidah buaya karena khasiatnya yang beragam sering
dijadikan bahan campuran dalam shampoo, minuman, obat cacing,
luka bakar, bisul, luka bernanah, amandel, sakit mata, keseleo,
kosmetik, dan jerawat. Berikut adalah cara penggunaan lidah buaya
dalam mengobati Luka bakar dan bisul.
Luka terbakar: cuci bersih daun lidah buaya, ambil bagian dalamnya,
dan tempelkan pada bagian yang terkena luka bakar.
Bisul: lumatkan daun lidah buaya lalu tambahkan sedikit garam,
kemudian tempelkan pada bisul.
e. Penelitian
WHO monograf membuktikan dalam uji klinisnya bahwa
preparat Aloe vera dapat mempercepat penyembuhan luka dengan
memacu aktivitas makrofag dan fibroblast yang dilakukan oleh
karbohidrat kompleks dan acemannan. Hal lain yang juga berhasil
http://repository.unimus.ac.id
40
dibuktikan adalah sifatnya yang sebagai anti inflamasi karena
aktivitas zat yang dapat memacu bradikinase, dan menghambat
tromboksan B-2. Oleh karena itu Aloe vera segar juga digunakan
untuk pengobatan luka.
Menurut penelitian Wahyono E. dan Kusnandar (2002),
khasiat lidah buaya antara lain antiinflamasi, anti jamur, antibakteri,
dan membantu proses regenerasi sel. Disamping dapat menurunkan
kadar gula, mengontrol tekanan darah, dll.
http://repository.unimus.ac.id
top related