iklim organisasi
Post on 11-Mar-2016
293 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
2012
Ary Krisdiantoro & Arry Cristia
Catatan Kuliah
6/29/2012
Iklim Organisasi
1
IKLIM ORGANISASI
1.1 DEFINISI / PENGERTIAN
Pengertian iklim disini tidak terbatas hanya untuk menggambarkan kondisi
alam, tetapi dapat juga digunakan untuk hal-hal yang bersifat psikologis. Iklim
organisasi adalah segala sesuatu yang ada dalam lingkungan kerja yang terdapat pada
semua organisasi.
Iklim organisasi mengitari segala yang ada dalam lingkungan kerja yang dapat
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap segala hal yang ada
dalam organisasi. Iklim organisasi merupakan suatu kondisi yang khas yang terdapat
pada masing-masing organisasi yang membedakan antara organisasi yang satu
dengan organisasi yang lain. Iklim organisasi juga merupakan suatu kondisi nyata
yang keberadaannya tidak dapat dilihat, diraba, disentuh, namun iklim organisasi
hanya dapat dihayati dan dirasakan oleh orang yang berada dalam lingkungan
tersebut. Setiap orang akan menghayati dan merasakan kondisi iklim organisasi
dengan berbeda karena setiap orang memiliki keinginan, kebutuhan, harapan dan
pengalaman yang berbeda yang melatarbelakangi perbedaan dalam menghayati dan
merasakan kondisi iklim organisasi tersebut (Keith Davis,1985).
Banyak teori dan konsep yang dijelaskan oleh para ahli mengenai definisi
iklim organisasi, seperti diantaranya adalah :
George H. Litwin dan Robert A. Stringer, Jr. (1968 : 5)
Organizational climate is the perceived, subjective effects of the formal system, the
information ‘style’ of managers, and other important environment factors on the
attitudes, beliefs, values, and motivation of people who work in a particular
organization.
Iklim organisasi merupakan sesuatu yang dipersepsi, sebagai pengaruh dari subjektif
dari sistem formal, gaya informasi manajer, dan faktor- faktor lingkungan lain yang
2
terdapat pada sikap, keyakinan, nilai dan motivasi dari orang- orang yang bekerja
pada sebuah perusahaan tertentu.
Gilmer (1961 : 49)
The set of enduring characteristic that describe an organization, distinguish it from
other organization, and influence the behavior of the people organization.
Iklim organisasi merupakan karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakan
suatu organisasi dengan organisasi lainnya dan mempengaruhi tingkah laku manusia
di dalam organisasi tersebut.
Gilmer menguraikan bahwa iklim organisasi tidak hanya mempengaruhi tingkah laku
individu-individu dalam organisasi, tetapi juga bagaimana organisasi tersebut
berinteraksi dengan yang lain.
Keith Davis (1981: 104)
Organizational Climate is the human environment within which an organization’s
employees do their work it may refer to the environment within a department. A
major company unit such as branch plant, or an entire organization.
Iklim organisasi merupakan iklim organisasi diartikan sebagai lingkungan manusia
dimana kayawan atau anggota organisasi melakukan pekerjaannya. Pengertian ini
dapat mengacu pada lingkungan suatu departemen, unit perusahaan yang penting
seperti anak perusahaan, atau suatu organisasi secara keseluruhan.
Landy dan Trumbo (1980)
Iklim organisasi merupakan persepsi karyawan mengenai karakteristik objektif
organisasi atau perusahannya.
3
Gibson (1973)
Iklim organisasi merupakan suatu set/perangkat dari lingkungan kerja yang dipersepsi
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karyawannya dan diasumsikan
memiliki kekuatan dalam mempengaruhi tingkah laku mereka dalam pekerjaan.
Kesimpulan :
Dari berbagai definisi diatas terlihat adanya pengertian yang berbeda-beda
namun saling melengkapi sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi
merupakan hasil persepsi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung
mengenai kualitas lingkungan suatu organisasi dalam bentuk suatu set karakteristik
objektif. Iklim organisasi yang diamati oleh karyawan dalam suatu organisasi dapat
berbeda-beda dan berpengaruh terhadap tingkah laku karyawan yang ada dalam
organisasi tersebut meliputi sikap, kepercayaan, nilai dan motivasi.
1.2 DASAR TEORI
Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kalinya dipakai oleh
Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi
(psychological climate), kemudian istilah iklim organisasi dipakai oleh R. Tagiuri dan
G. Litwin. Menurut Tagiuri dan Litwin dalam Wirawan (2007) bahwa “iklim
organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara realtif terus
berlangsung, dialami oleh anggota organisasi dan mempengaruhi perilaku setiap
anggotanya”. Sedangkan Litwin dan Stringer dalam Wirawan (2007) menyatakan
bahwa iklim organisasi sebagai “…a concept describing subjective nature or quality
of the organizational environment. It properties can be perceived or experienced by
members of the organization and reported by them in a appropriate questionnaire”.
4
Berdasarkan kedua pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa iklim
organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sikap subjektif atau kualitas
lingkungan organisasi. Iklim organisasi dinilai dapat menjadi dasar untuk
menafsirkan dan memahami keadaan sekitar lingkungan organisasi (Forehand &
Gilmer dalam Steers, 1977).
Iklim organisasi merupakan kondisi dalam lingkungan kerja dan merupakan
stimulus yang kemudian berinteraksi dengan karyawan. Interaksi yang terus menerus
antara karyawan dengan stimulus yang ada di lingkungan, akan melahirkan persepsi.
Milton (1981) menjelaskan bahwa, “Persepsi merupakan proses dimana individu
menjaring, menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi rangsang untuk
memberikan makna kepada rangsang yang berasal dari lingkungan sekitar”. Proses
persepsi bersifat subjektif, sehingga stimulus yang sama akan dapat dimaknakan
secara berbeda oleh setiap karyawan. Perbedaan ini dapat terjadi karena persepsi
dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi dan individu, seperti minat,
kebutuhan, pengetahuan, pengalaman dan harapan kerja.
Proses persepsi ini juga berlaku pada diri karyawan ketika berhadapan dengan
kondisi lingkungan kerja secara keseluruhan. Selanjutnya, iklim organisasi yang
dipersepsi oleh karyawan dapat menghasilkan pemahaman tertentu mengenai
kecenderungan berperilaku yang ditampilkan oleh karyawan yang ada pada
perusahaan tersebut.
5
1.2.1 Dimensi Iklim Organisasi
Banyak ahli yang menguraikan dimensi-dimensi mengenai iklim
organisasi. Salah satunya dimensi yang dikemukakan oleh Litwin dan Stringer
(1968) yang menyatakan bahwa ada sembilan dimensi yang merupakan
karakteristik dari iklim organisasi, antara lain :
1. Structure
Perasaan karyawan mengenai peran karyawan dan prosedur kerja yang dibuat
perusahaan dalam situasi kerja.
Struktur pekerjaan merupakan persepsi yang dimiliki karyawan
tentang batasan di dalam kelompok seperti aturan, kebijakan dan prosedur
yang ada dalam organisasi. Di sisi lain, karyawan dapat merasakan situasi
kerja yang memberinya kebebasan untuk bertindak sesuai dengan kehendak
mereka. Dalam hal ini, karyawan yang berorientasi pada rasa aman akan lebih
menyukai iklim organisasi dengan struktur organisasi yang memiliki tingkatan
hirarki yang tinggi. Sedangkan karyawan yang berorientasi pada prestasi akan
menyukai struktur yang memiliki tingkat hirarki yang rendah, sebab akan
lebih memungkinkannya untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai
keinginannya.
2. Responsibility
Perasaan karyawan mengenai bagaimana pengambilan keputusan tanpa
campur tangan dari pihak atasan.
Dimensi ini mengukur persepsi karyawan mengenai kesempatan untuk
diberi kebebasan dalam mengambil keputusan. Sehingga tidak memiliki
kewajiban untuk melapor pada atasan ketika harus mengambil keputusan.
Karyawan yang berorientasi pada prestasi lebih menyukai iklim organisasi
yang banyak memberi tanggung jawab individual. Sedangkan karyawan yang
berorientasi rasa aman cenderung menyukai iklim organisasi yang
menekankan kewajiban memeriksakan kembali hasil kerja kepada atasan.
6
3. Reward
Perasaan karyawan mengenai penghargaan yang diberikan atas pekerjaan
yang dilakukan dengan memuaskan berupa gaji dan kebijakan promosi
Iklim organisasi yang menekankan pada pemberian penghargaan
daripada hukuman terlihat lebih dapat meningkatkan minat karyawan untuk
berprestasi serta menurunkan rasa takut terhadap kegagalan. Iklim yang
menekankan pada hukuman atas kesalahan, akan menjadi sumber ketegangan
bagi karyawan yang berorientasi pada prestasi. Sedangkan karyawan yang
berorientasi pada rasa aman tidak terpengaruh pada iklim yang memberikan
penghargaan dan hukuman.
4. Risk
Perasaan karyawan terhadap pekerjaan yang mengandung resiko dan
menantang, serta bagaimana cara karyawan untuk dapat mengantisipasi resiko
dan tantangan tersebut
Dimensi ini mengukur persepsi karyawan mengenai resiko dan
keberanian dalam mengambil keputusan. Derajat dimana karyawan merasa
dapat mengambil beberapa resiko dalam melaksanakan tugas mereka.
Karyawan yang berorientasi pada prestasi menyukai iklim organisasi yang
memiliki resiko yang menantang. Sebaliknya, karyawan yang berorientasi
pada rasa aman lebih menyukai iklim organisasi yang tidak memiliki
kemungkinan adanya pengambilan resiko.
5. Warmth
Perasaan karyawan mengenai persahabatan yang baik pada lingkungan kerja
kelompok dan mengenai kehangatan hubungan dengan sesama rekan kerja
baik atasan maupun bawahan. Kehangatan yang dapat membentuk kerja sama
untuk dapat terbentu, saling tolong menolong dan saling mempercayai.
7
Dimensi ini mengukur persepsi karyawan mengenai suasana
persahabatan yang berlaku di kelompok kerja. Perasaan tersebut dapat
mengurangi rasa cemas dan dapat merangsang semangat berprestasi dan
produktivitas yang lebih tinggi.
6. Support
Perasaan karyawan mengenai dukungan yang diberikan oleh perusahaan
terhadap dirinya, baik itu yang tercermin dari dukungan atasan,rekan kerja
maupun bawahan
Dimensi ini mengukur persepsi karyawan mengenai dukungan dan
pertolongan yang diberikan oleh atasan dan rekan kerja dalam menyelesaikan
pekerjaan atau saat mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas. Karyawan
yang berorientasi pada prestasi terlihat lebih menyukai iklim yang
memberikan dukungan terutama dari atasan mereka. Sama halnya dengan
karyawan yang berorientasi pada rasa aman juga menyukai iklim yang
memberikan dukungan, namun tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap
peningkatan produktivitas mereka.
7. Standards
Menunjukkan bagaimana karyawan memahami standar mengenai tujuan dan
tampilan kerja dari setiap pekerjaan dengan menekankan pada pekerjaan yang
baik
Dimensi ini menggambarkan derajat tantangan dari tujuan-tujuan yang
ditentukan bagi para karyawan, dan penekanannya pada pelaksanaan kerja
8
yang baik. Karyawan yang berorientasi pada prestasi akan merasa tertantang
dengan iklim organisasi yang menuntut kualitas kerja yang baik.
8. Conflict
Menunjukkan bagaimana perasaan karyawan bila terjadi perbedaan pendapat
antara atasan dan karyawan dalam mengatasi masalah
Dimensi ini mengukur persepsi karyawan mengenai ketersediaan
atasan dan rekan kerja untuk mendengarkan pendapat yang berbeda serta akan
melihat apakah atasan atau rekan kerja bersikap defensif, mengabaikan,
menganggap tidak ada persoalan atau justru menghadapi persoalan dengan
terbuka ketika terjadi konflik. Karyawan yang berorientasi pada prestasi akan
merasa frustrasi dengan iklim yang cenderung menyembunyikan masalah.
Sedangkan karyawan yang berorientasi rasa aman lebih menyukai iklim
organisasi yang menghindari konflik.
9. Identity
Perasaan karyawan tentang rasa memiliki terhadap organisasi dan merasa
bermanfaat bagi organisasi.
Mcber & Company (1991) dalam hal ini menyusun survei iklim
organisasi (organizational climate) berdasarkan revisi terhadap dimensi-
dimensi yang dikembangkan oleh Litwin & Stringer (1968) tersebut. Terdapat
6 dimensi yang dikembangkan oleh McBer yang setiap dimensi terdiri dari
9
sub-sub dimensi. Penjelasan mengenai dimensi-dimensi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Keluwesan (Flexibility)
Yaitu perasaan karyawan mengenai seberapa mudah ide-ide baru diterima
di organisasi, banyaknya aturan birokrasi, batasan prosedur, kebijakan dan
praktek yang ada di organisasi.
a. Birokrasi (Bureaucracy minimized) : yaitu derajat dimana adanya
beberapa prosedur, kebijakan dan formalitas yang tidak diperlukan.
b. Inovasi (Innovation) : yaitu sejauh mana seseorang didoring untuk
mengembangkan ide-ide dan pendekatan baru.
2. Tanggung jawab (Responsibility)
Adalah derajat persepsi karyawan dimana mereka bebas dalam
melaksanakan pekerjaannya masing-masing dan mengambil resiko dengan
penuh perhitungan tanpa secara konstan meminta izin kepada atasan.
a. Otonomi (Autonomy) : kondisi karyawan dimana mereka merasa
bahwa meraka dapat memutuskan bagaimana mereka harus bekerja
tanpa harus berkonsultasi dengan atasan mereka.
b. Risiko (Risk-taking) : derajat dimana para karyawan merasa
didorong untuk mengambil resiko yang penuh perhitungan.
3. Tolak ukur (Standard)
Yaitu karyawan merasa bahwa manajemen menekankan pada pelaksanaan
kerja yang baik dan sejauh manakaryawan merasa adanya penetapan
terhadap tujuan-tujuan yang menantang untuk meningkatkan kinerja.
a. Peningkatan (Improvement) : derajat dimana pihak manajemen
memberi dorongan pemgembangan kinerja karyawan
10
b. Kesempurnaan (Excellence) : perasaan bahwa pihak manajemen
menetapkan standar-standar yang tinggi dan tujuan yang
menantang.
4. Imbalan (reward)
Adalah derajat dimana karyawan merasa dihargai dan diberi imbalan atas
pelaksanaan kerja yang baik daripada hanya menerima kritikan dan
hukuman.
a. Imbalan berdasarkan kinerja (Performance-based reward) : derajat
dimana karyawan merasa bahwa imbalan yang diberikan adalah
berdasarkan kinerjanya selama ini.
b. Penghargaan dan pujian (recognition & Praise) : sejauh mana
penghargaan dan pujian lebih banyak diberikan dibandingkan
dengan ancaman dan kritikan.
5. Kejelasan (clarity)
Adalah persepsi bahwa adanya kejelasan pada misi dan tujuan organisasi
dan memiliki pekerjaan, harapan, prosedur kerja serta batas otoritas yang
diatur/ditetapkan dengan baik.
a. Misi dan tujuan ( Mission & direction) : derajat dimana karyawan
mengetahui visi organisasi secara menyeluruh dan perencanaan
yang jelas untuk meraihnya.
b. Organisasi dan harapan (Organization & expectation) : sejauh
mana organisasi memiliki struktur dan harapan kerja yang dapat
dipahami, peran kerja yang jelas dan fungsi-fungsi yang efisien.
6. Komitmen Kelompok ( team commitment)
Yaitu perasaan bahwa manajemen dan rekan kerja saling bekerja sama,
karyawan bersedia bekerja keras dan bangga menjadi anggota organisasi.
11
a. Persahabatan / kecocokan (congeniality) : kondisi dimana aryawan
merasakan bahwa mereka menyukai dan mempercayai rekan kerja
mereka.
b. Kerjasama (Cooperation) : sejauh mana karyawan saling tolong
menolong satu sama lain dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
c. Dedikasi (Dedication) : derajat dmana karyawan memberikan
usaha yang berlebih saat dibutuhkan.
d. Kebanggaan kelompok (Group pride) : perasaan bangga yang
dimiliki karyawan terhadap kelompok kerja dan organisasi mereka.
1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Iklim kerja terbentuk dari berbagi kekuatan (Litwin & Stringer, 1968), yaitu :
(1) Pengalaman dengan iklim kerja sebelumnya.
(2) Pengaruh dari tekanan-tekanan sistem orgainisasi dan oleh karakteristik
tugas yang dibebankan pada karyawan.
(3) bahwa kebutuhan-kebutuhan karyawan tertentu, harapan dan nilai-nilai
dari anggota organisasi merepresentaskan masukan yang signifikan terhadap
penentu iklim kerja.
Steers & Porter (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
menentukan atau berpengaruh pada iklim kerja secara umum ada empat,yaitu :
1. Struktur organisasi
Beberapa penemuan menunjukkan bahwa semakin terstruktur suatu
organisasi akan semakin mengancam, kaku dan tertutup persepsi terhadap
lingkunagan (Marraw, Browers, & Seashore, 1967; Payne & Pheysey, 1971).
12
Beberapa penelitian lain, menunjukan bahwa iklim kerja yang berorientasi
pada prestasi dan rasa saling percaya sangat dipengaruhi oleh sejauh mana
manajemen memerbolehkan bawahannya berpartisiasi dalam pengambilan
keputusan. (Dieterly & Schneider, 1974; Lawler, Hall & Oldhman, 1974;
Likert, 1961; Litwin & Stringer, 1968). Ukuran organisasi dan posisi
seseorang dalam hierarki pekerjaan akan juga berpengaruh terhadap iklim
kerja. Organisasi yang relatif kecil lebih diwarnai oleh suasana yang lebih
terbuka dan ada rasa saling percaya, sementara organisasi dengan ukuran yang
lebih besar cenderung sebaliknya.
2. Teknologi yang digunakan
Suatu penelitian oleh Burns & Stalker (1961), menunjukkan bahwa
teknologi yang rutin, seperti ban berjalan, cenderung untuk membuat situasi
terpaku pada aturan, iklim yang kaku dengan rendahnya tingkat kepercayaan
dan kreativitas. Semakin menantang dan dinamis teknologi yang digunakan
akan semakin besar situasi penuh percaya, komunikasi yang terbuka, dan
kreativitas yang tercipta dari iklim kerja. Penerimaan terhadap tanggung
jawab personal untuk menyelesaikan tugas juga akan semakin besar.
3. Lingkungan eksternal
Penelitian mengenai pengaruh lingkungan eksternal terhadap iklim
internal organisasi kurang banyak dilakukan, sehingga sedikit sekali informasi
yang dapat diperoleh mengenai hal ini. Walaupun demikian, dapat dikatakan
13
bahwa terdapat relevansi antar faktor-faktor eksternal dengan iklim kerja,
meski dalam jumlah yang sangat kecil.
4. Kebijaksanaan dan praktek manajemen
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa manajer yang memberikan
otonomi, umpan balik, dan identitas tugas yang jelas dan berorientasi prestasi
pada bawahannyaakan mnciptakan rasa tanggung jawab dalam pencapaian
tujuan pada bawahannya (Lawler et al. 1974; Litwin & Stringer, 1968;
Marrow et al. 1967; Schneider & Barlett, 1968). Litwin & Stringer (1968)
menyimpulkan bahwa manajemen dan gaya kepemimpinan turut menentukan
iklim kerja.
1.2.3 Efek dari Iklim Organisasi
Deci, Gilmer, Karn (1972) menjelaskan mengenai efek yang
berpengaruh terhadap iklim kerja sebagi berikut :
Iklim kerja berpengaruh tentang apa yang ada dalam organisasi dan
berpengaruh langsung terhadap semua tingkah laku dan anggota organisasi.
Pengaruh langsung terhadap tingkah laku pada satu kondisi organisasi akan
berbeda untuk organisasi lain, begitu pula terhadap karyawan dalam situasi
organisasi yang sama pengaruh timbul secara berbeda, artinya ada yang
terpengaruh dengan kondisi iklim kerja tersebut dan ada yang tidak
terpengaruh
14
BAB II
2.1 Pengukuran Iklim Organisasi
Gilmer (1971: 44- 45) mengatakan bahwa pengukuran iklim organisasi
dalam beberapa hal sama dengan pengukuran kepribadian individu. Pendekatan
pertama dapat berupa informal description yaitu berupa laporan, cerita atau
catatan para pekerja mengenai kegiatan organisasi. Selain itu dapat juga berupa
observasi pada rapat-rapat, dokumen-dokumen, surat menyurat, nota peringatan
bahkan interpretasi yang didasarkan pada segala sesuatu yang ada seperti kotak
telepon yang selalu terkunci. Kesimpulan mengenai organisasi tersebut
berdasarkan deskripsi dan dapat berupa pengklasifikasian, misalnya demokratis,
otoriter, konservatif ataupun non-komunikatif.
Pendekatan kedua berupa penyelidikan terhadap dua perusahaan atau
organisasi yang memiliki tingkah laku yang sangat berbeda sebagai hasil
observasi, padahal dua perusahaan tersebut mempunyai kegiatan yang sama atau
bergerak dalam bidang yang sama dan pendekatan ketiga dilakukan melalui
persepsi para pekerja terhadap organisasi yang dipilih secara sistematis, misalnya
secara acak.
Menurut Dunnatte (1976: 1128), terdapat dua macam pengukuran iklim
organisasi. Pengukuran pertama yaitu pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif
merupakan suatu penilaian langsung terhadap sifat-sifat organisasi tanpa
melakukan perubahan terhadap artinya. Dari pengukuran ini diperoleh gambaran
15
informasi mengenai iklim organisasi . Di sini seorang anggota organisasi hanya
sebagi informan belaka terhadap alat-alat pengukuran yang ada, seperti grafik
organisasi atau catatan-catatan prestasi kerja. Pengukuran ini mencakup berbagai
gejala obyektif seperti perpindahan tenaga kerja, absensi atau angka statistik
keterlambatan hadir. Pengukuran kedua disebut sebagai pengukuran subyektif.
Pengukuran ini merupakan suatu penilaian tidak langsung terhadap sifat-sifat
organisasi melalui alat-alat yang mengukur persepsi kelompok. Di sini, seorang
anggota organisasi merupakan responden bagi alat ukur tersebut. Pengukuran
iklim organisasi melalui persepsi adalah sahih asalkan menggambarkan indikator-
indikator iklim yang obyektif.
Banyak ahli melakukan pengukuran iklim organisasi dengan
menggunakan kuesioner yang mengukur dimensi-dimensi yang membentuk iklim
organisasi diantaranya:
a. Likert
Dalam mengukur iklim yang ada di organisasi Likert menetapkan
deimensi- dimensi kepemimpinan, motivasi, komunikasi, proses influence
interaction, pengambilan keputusan, serta tujuan dan kontrol. Jawaban responden
di cek melalui suatu kontinum pilihan untuk setiap pertanyaan atau item untuk
mengindikasikan iklim organisasi tersebut apakah cenderung otokratik, lebih
partisipasif atau lebih berorientasi pada pekerja, atau mengarah pada highly
structure (memiliki struktur kerja yang sangat mengikat atau ketat). Dengan
16
mempelajari karakteristik organisasi, maka dapat ditentukan sejauh mana
keefektifannya dan faktor-faktor apa saja yang perlu atau harus diubah.
b. Litwin dan Meyer
Kedua ahli ini menetapkan beberapa dimensi sebagai alat ukurnya, yaitu
conformity, responsibility, rewards, standards, clarity, dan team spirit. Hasil
pengukuran ini dapat menunjukkan dimensi-dimensi apa saja dalam organisasi
yang memerlukan perhatian atau perubahan.
c. Litwin dan Stringer
Litwin dan Stringer menetapkan sembilan dimensi dalam alat ukurnya,
yaitu structure, responsibility, rewards, risk, warmth, support, standards, conflict
dan identity. Dengan pilihan jawaban Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan
Sangat Tidak Setuju.
2.1.2 Alat Ukur
Kuesioner mengenai iklim organisasi dibuat untuk mengetahui iklim
organisasi yang dirasakan oleh karyawan, dikonstruksikan oleh Litwin dan Meyer
(1968). Masing- masing aspek diwakili oleh pernyataan- pernyataan untuk menjaring
iklim organisasi yang dirasakan oleh karyawan menjadi beberapa item.
17
2.1.3 Penilaian (skoring) Alat Ukur Iklim Kerja
Data diperoleh dengan menggunakan pengukuran melalui pengisian
sejumlah kuesioner diisi sendiri oleh individu karyawan yang sesuai dengan
karakteristik sample. Alat ukur berskala ordinal.
Penilaian diberikan berdasarkan jawaban setiap subjek penelitian pada
masing- masing item. Nilai keseluruhan (skor total) setiap dimensi merupakan
jumlah skor hasil jawaban subjek dari item- item dalam dimensi tersebut. Skor
total iklim organisasi yang dirasakan setiap subjek dapat diperoleh dengan cara
menjumlahkan skor masing- masing dimensi dari kuesioner iklim organisasi,
atau dengan menjumlahkan skor seluruh item. Skor total iklim organisasi ini
merupakan data utama yang digunakan dalam pengujian hipotesis.
2.1.4. Uji Coba Alat Ukur Iklim Organisasi
Sebelum digunakan untuk mengambil data variabel penelitian, dilakukan uji
coba (try out) terhadap alat ukur variable penelitian pada beberapa orang sampel.
Dalam tahap uji coba alat ukur, untuk mendapatkan butir- butir alat ukur berupa item-
item yang baik, dilakukan perhitungan validitas, reliabilitas, dan juga analisis item
pernyataan dari kuesioner iklim organisasi.
18
2.1.5 Validitas Alat Ukur Iklim Kerja
Pengukuran validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah alat
ukur yang digunakan secara keseluruhan memang mengukur apa yang menjadi tujuan
pengukuran. Pada uji coba ini, pengukuran validitas dilakukan dengan
mengkorelasikan jumlah skor masing- masing dimensi pada setiap alat ukur dengan
skor total pada alat ukur tersebut. Korelasi dilakukan, sehingga diperoleh koefisien
korelasi Rank Spearman (rs).
Sedangkan interpretasi mengenai kesahihan atau validitas dilakukan dengan
menggunakan koefisien korelasi yang mengacu pada kriteria Guilford (1956), yaitu :
Koefisien korelasi 0,90 – 1,00: korelasi sangat tinggi, dapat digunakan
Koefisien korelasi 0,70 – 0,89: korelasi tinggi, dapat digunakan
Koefisien korelasi 0,40 – 0,69: korelasi sedang, dapat digunakan
Koefisien korelasi 0,20 – 0,39: korelasi rendah, dapat digunakan dengan revisi
Koefisien korelasi < 0,20 : korelasi lemah, tidak dapat digunakan
2.1.6 Reliabilitas Alat Ukur Iklim Kerja
Pengukuran reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur
tersebut dapat diandalkan. Reliability analysis dilakukan untuk memperoleh koefisien
reliabilitas alpha cronbach (α). Koefisien alpha cronbach dihasilkan dari korelasi
jumlah total per item dengan jumlah total nilai yang diperoleh responden.
Sedangkan untuk keterandalan alat ukur melalui koefisien ditafsirkan
berdasarkan criteria Brown Thompson, yaitu :
19
2.1.7 Analisis Item Alat Ukur Iklim Kerja
Pemilihan butir- butir pernyataan (item) dilakukan dengan melihat internal
consistency melalui rumus korelasi Rank spearman antara nilai setiap butir
pernyataan dengan total nilai aspek seluruh pernyataan. Interpretasi mengenai besar
koefisien korelasi didasarkan atas kriteria Guilford (1956), yaitu :
Jika r = …< 0,20 : tidak ada korelasi, tidak dapat digunakan
0,20 – 0,39 : korelasi rendah, dapat digunakan dengan revisi
0,40 – 0,69 : korelasi sedang, dapat digunakan
0,70 – 0,89 : korelasi kuat, dapat digunakan
0,90 – 1,00 : korelasi sangat tinggi, dapat digunakan
α ≥ 0,7, alat ukur dapat diandalkan
α < 0,7, alat ukur kurang dapat diandalkan
20
BAB III
3.1 Kritik Terhadap Teori
Iklim organisasi paling banyak diteliti namun sering tumpang tindih
pengukurannya dengan iklim psikologis (Russeau, 1980). Iklim psikologis
merupakan iklim dalam tingkat individual yang berisi deskripsi individu terhadap
siatuasi dan kejadian siatuasional yang relatif dekat dengan dirinya, merefleksikan
arti psikologis dan siatuasi yang signifikan bagi individu. Berbeda dengan iklim
organisasi yang melibatkan persepsi individu terhadap karakteristik objektif dari
organisasi, iklim psikologis lebih menekankan pada atribut individual seperti
pemberian arti pribadi terhadap lingkungan organiasi daripada karekteristik
organisasi secara objektif.
Tidak mudah untuk menjelaskan bagaimana suatu iklim organisasi terbentuk,
namun teori ini cukup mampu menjelaskan secara detail bagaimana dinamika suatu
iklim organisasi terbentuk. Apalagi melihat bahwa iklim organisasi bukan hal yang
mudah untuk diukur dan banyak pendekatan yang bisa digunakan. Secara garis besar,
teori mengenai iklim organisasi yang telah dipaparkan oleh para ahli sudah cukup
menjelaskan secara terperinci. Meskipun pendapat satu sama lain saling melengkapi,
namun demikian beberapa dimensi yang dikemukakan terkadang tumpang tindih.
Selain itu, tampaknya iklim organisasi memiliki sifat-sifat yang tumpang tindih
dengan konsep budaya. Karena keduanya merupakan aspek penting yang saling
berkaitan dalam sebuah organisasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Denison, Daniel R. (1996). what is the difference between organizational culture
and organizational climate? A native’s point of viewed on a decadeof
paradigmwars. Journal of management review, 21, 619-654
Davis, K Newstroom, J.W.(1985). Human Behavior at Work : Organizational
Behavior. International Edition Singapore : McGraw Hill Book Company Inc.
Gibson, James L.,Ivancevich,John.,&Donnely, James H.,Jr.(1993).Organisasi dan
Manajemen : Perilaku Struktur, Proses, Jakarta: Penerbit Erlangga,
Gilmer, B. V. H. (1984). Applied Psychology : Adjustments In Living and Work. 2nd
ed. New Delhi: Tata Mc Graw – Hill Publishing Company Ltd,
Hellriegel. Don., Slocum, John W., Jr., Woodman, Richard W. (1995).
Organizational Behavior. Seventh edition. San Francisco : West Publishing
Company.
Litwin, George H. & Stringer, Robert A. JR.,.(1968). Motivation and Organizational
Climate. Boston.
Robin, Stephen P. (1996). Organizational behavior : Concepts Controvercies
Applications. Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey 07632.7th
ed.
top related