ilmu ukur tambang
Post on 16-Jul-2015
162 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
ILMU UKUR TANAH
Oleh: IDI SUTARDI
BANDUNG
2007
2
KATA PENGANTAR
Ilmu Ukur Tanah ini disajikan untuk Para Mahasiswa Program
Pendidikan Diploma DIII, Jurusan Geologi, Jurusan Tambang mengingat
tugas-tugasnya yang selalu berhubungan dengan kegiatan di lapangan dan
peta-peta yang terkait dengan penyelidikannya.
Oleh karena itu dengan mempelajari Mata Pelajaran Ilmu Ukur Tanah ini
diharapkan Para Mahasiswa dapat dengan mudah mengenal keadaan
medan, baik medan yang bersifat buatan alam maupun medan yang bersifat
buatan manusia. Sekaligus juga dapat mengaplikasikan/menerapkan ilmu
yang telah di dapat di sekolah, sehingga memperlancar tugas-tugasnya di
lapangan, baik dalam penentuan lokasi setiap titik pada peta maupun
penentuan posisi setiap titik di lapangan.
Dengan data yang cukup akurat tentunya akan menghasilkan suatu peta
yang dapat dipertanggungjawabkan tingkat ketelitiannya.
3
D A F T A R I S I
KATA PENGANTAR i I. PENDAHULUAN 1
II. KOMPAS GEOLOGI 2
A. Cara Pengontrolan 4 B. Cara membaca 5 C. Kegunaannya 8 Jalur ukuran tegak lurus strike 11 Jalur ukuran tidak tegak lurus strike 12
III. PENGUKURAN WATERPAS 15 Pengukuran waterpas tak terikat 15 Pengukuran waterpas terikat 15 Alat ukur waterpas 21 IV. KOORDINAT TITIK 22
4.1. Menentukan azimut 22 4.2. Menentukan jarak datar 22 4.3. Menghitug koordinat titik 23
V. PENGUKURAN POLIGON 24 5.1. Tujuan dari pengukuran poligon 24 5.2. Gunananya pengukuran poligon 24 5.3. Bentuk pengukuran poligon a. Bentuk poligon tertutup 24 b. Bentuk poligon terbuka 24 Alat Ukur Theodolit 41
VI. PENGUKURAN SITUASI 43 Alat Ukur Theodolit Kompas 46 Metoda pengukuran dengan magnit 47 Gambar peta topografi 52
VII. PENGUKURAN TITIK TETAP 53
1. Cara Mengikat Pengukuran Ke Belakang 53 2. Cara Mengikat Pengukuran Ke Muka 53 VIII. MENGHITUNG LUAS DAN VOLUME 62
Cara Simpson 62 Cara 1/3 Simpson 62 Cara 3/8 Simpson 62 Cara System Koordinat 63 Peta Situasi Tanah 64 Perhitungan volume pada daerah berbentuk kontur : 66 1. Metoda rata-rata luas antara dua kontur 66 2. Metoda perbedaan antara luas dua kontur terhadap ketinggian dasar 67
4
IX. TRANSFORMASI KOORDINAT 69 Transformasi Koordinat Toposentrik: 69 Proyeksi polyeder 69 Proyeksi Universe Transverse Mercator 74 Transformasi Koordinat Global Positioning System : 82 Transformasi Geosentrik 82 DAFTAR ISI PERLU ADA PENYESUAIAN
5
I. PENDAHULUAN
Diktat Ilmu Ukur Tanah ini disajikan untuk menambah pengetahuan Para
Peserta Program S1 Jurusan Geologi dalam memperlancar tugas-tugas di
lapangan dan di kantor, baik dalam penentuan posisi di lapangan,
pengeplotan posisi di peta dasar, pembuatan kerangka dasar peta geologi,
pembuatan peta topografi dan pembuatan peta sejenisnya.
Di dalam diktat ini akan dibahas mengenai koordinat titik, cara
pengukuran poligon, cara pengukuran situasi, menghitung luas dan cara
menghitung volume.
Koordinat dapat memberi gambaran tentang letak lokasi tertentu di peta
dan di lapangan; sedangkan pengukuran polygoon merupakan kerangka
dasar bagi pembuatan peta, baik peta topografi, peta tambang, peta
pengairan, peta kehutanan dan jenis-jenis peta lainnya.
Pengukuran situasi adalah pengukuran untuk memperoleh secara detail
mengenai keadaan fisik bumi, yaitu yang meliputi: gunung, punggungan,
bukit-bukit, lembah, sungai, sawah, kebun, batas wilayah, jalan kereta api
jalan raya, batas pantai d.l.l.
Biasanya pengukuran situasi yang dilakukan secara detail ini guna
kepentingan pembuatan peta topografi, atau untuk pembuatan peta-peta
teknis yang diperlukan untuk jenis proyek tertentu.
Pembuatan titik tetap adalah sebagai landasan untuk menentukan
azimut awal dan azimut akhir, harga koordinat serta ketinggian dari muka air
laut atau dari muka bidang datum pada daerah pengukuran. Hal ini dilakukan
apabila pada daerah pengukuran tidak terdapat titik tetap/titik trianggulasi.
Transformasi koordinat adalah untuk menentukan jenis proyeksi yang
diperlukan, baik pada bidang datum atau bidang proyeksi.
Perhitungan luas dan volume berdasarkan metoda tertentu sesuai
dengan ketelitian yang diperlukan.
Diharapkan setelah mempelajari materi pelajaran ini, Para Peserta
Program S1 dapat melakukan pengukuran pemetaan, mengolah data
lapangan dan membuat peta.
6
II. KOMPAS GEOLOGI
Pada umumnya Kompas Geologi adalah sama, walaupun bentuknya
berbeda-beda. Bagian-bagian yang paling utama pada Kompas Geologi ialah
: bulatan bidang datar, sebagai alat pembacaan azimut/arah lapisan batuan,
jarum magnit sebagai alat penunujuk untuk menentukan besarnya azimut,
klinometer untuk menunjukan besarnya sudut miring lapisan batuan.
Ditinjau pada cara pembacaan azimutnya Kompas Geologi itu ada 2
(dua) macam :
1. Pembacaan azimut timur;
2. Pembacaan azimut barat.
1. Pembacaan azimut timur.
Yang dimaksud dengan pembacaan azimut timur ialah apabila
pembagian skala pembacaan pada lingkaran datar membesarnya pembagian
angkanya dimulai dari kanan ke kiri (lihat gambar 2).
2. Pembacaan azimut barat
Pembacaan azimat Barat ialah apabila pembagian sekala pembacaan pada
lingkaran datar membesarnya pembagian angkanya dimulai dari kiri ke kanan
(lihat gambar 3).
Gambar: Kompas Geologi
7
AZIMUT TIMUR
Adapula kompas yang pembacaan lingkaran datarnya dibagi dalam
kwadran (lihat gambar 4).
A. Cara Pengontrolan
Sebelum kompas dipergunakan di lapangan terlebih dahulu perlu diteliti kebenarannya. Yang perlu diteliti antara lain :
1. Inklinasi
Inklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh bidang datar dan jarum
magnit. Artinya disini bahwa jarum magnit kedudukannya tidak seimbang.
0 N
W 270o 90oE
S
180o
GAMBAR 2. Besaran angka pada kompas azimuth timur
0
N
W 90o 270oE
S
180o
AZIMUTH BARAT
GAMBAR 3. Besaran angka pada kompas azimuth barat
8
Untuk ini digeser gelang pemberatnya yang ada pada jarum magnit, sehingga
kedudukan jarum magnit dalam keadaan horizontal.
2. Deklinasi
Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh arah Utara Bumi dengan arah
Utara Magnit. Oleh karena itu untuk mengetahui deklinasi di suatu wilayah
perlu melihat pada peta topografi yang biasanya selalu ditulis dibagian bawah
lembar peta. Atau kalau sekiranya tidak diketahui deklinasinya pada
wilayah/daerah itu perlu diadakan pengamatan matahari.
Umpama diketahui pada daerah itu deklinasi antara Utara Bumi dan
Utara Magnit adalah 10o ke arah Timur. Maka apabila alat ini ingin dijadikan
Utara Bumi, angka 0 pada lingkaran datar diputar ke arah Barat, sehingga
indeks pin menunjuk kepada angka 350o (alat ini adalah azimuth Timur).
3. Cek Kelancaran Putaran Jarum Magnit
Untuk ini perlu kompas diletakan pada meja yang datar dan terhindar
dari pengaruh besi yang dapat mengganggu jalannya jarum magnit. Sekarang
baca jarum magnit utara berapa azimuthnya. Putar lingkaran 180o, kemudian
kunci jarum magnit. Kembalikan kompas pada kedudukan pertama. Buka
jarum magnit kuncinya. Baca sekarang azimuthnya. Kalau pembacaan kedua
sama dengan pembacaan pertama, maka putaran jarum magnit baik. Kaluat
tidak sama maka hal ini mungkin jarum magnit tumpul. Hal ini perlu
diruncingkan. Atau kemungkinan terlalu runcing, dan ini juga perlu sedikit
ditumpulkan sampai putaran jarum magnit baik.
B. Cara Membaca
Kompas dengan lingkaran pembagian 360o.
Telah disebutkan dimuka bahwa cara pembacaan itu ada azimuth Timur
dan azimuth Barat.
9
Arah Bidik
0
N
W 90o 90oE
S 0
GAMBAR 4. Besaran angka pada
azimuth bearing
Deklinasi
Gambar 6. Kedudukan utara bumi
dan utara magnit
UB
UM
Gambar 7. Pembacaan jarum magnit
pada kompas
60
W 270o
90oE
0
N
S 180o
AZIMUTH
TIMUR
Gambar 5. Kedudukan jarum dengan bidang datar
Inklinasi
Jarum magnit
Kawat pemberat
10
Arah Bidikan
Gambar 8. Posisi garis bidik di peta /di bumi
60o
U
45o
U
Gambar 12. Posisi garis bidik di peta/di bumi
50
S 180o
W 90o
0 N
Gambar 9. Pembacaan jarum magnit
pada kompas
E 270o
AZIMUTH BARAT
Arah Bidik
50o
U
Arah Bidikan
Gambar 10. Posisi garis bidik di peta/di bumi
45
S
0o
W 90o
0
N
Gambar 11. Pembacaan jarum magnit pada kompas
E 90o
Arah Bidikan
N 45oW
11
Sebelum pergi ke lapangan hendaknya diketahui lebih dahulu mana
jarum Utara dan mana jarum Selatan. Biasanya memang dibedakan antara
jarum magnit utara dan jarum magnit selatan, yaitu dengan diberi tanda
tertentu. Namun kalau tidak diketahui sebelumnya tanda tersebut akan
membingungkan di lapangan.
Dalam membaca azimuth selalu dimulai dari 0 (utara) ke arah bidikan.
Pada saat membaca, bukan arah bidikan yang dibaca, tapi pada jarum magnit
utara, berapa angka yang ditunjuk oleh jarum magnit utara itu pada sekala
lingkaran datar. Kalau membaca pada arah bidikan biasanya angka akan
tetap menunjukan 0 (N); karena berputar pada kompas ini bukan jarum
magnitnya tapi lingkaran datarnya. Perlu diingat bahwa, pada saat membidik
ke arah suatu obyek selalu angka 0 ( N ) ada dihadapan kita.Cara membaca
azimuth pada lingkaran yang dibagi 4 kwadran, akan nampak bahwa,
pembacaan azimuth disini ada 2 macam yaitu pembacaan azimuth timur dan
azimuth barat. Karena pada kompas ini ada harga 0 pada N dan harga 0 pada
S, maka garis Utara magnit dan garis selatan magnit berfungsi sebagai
penentu besarnya sudut atau azimuth.
C. Kegunaannya
Kegunaan kompas geologi ini dapat dipergunakan sebagai berikut :
1. Penunjuk arah dari setiap lintasan yang dilalui;
Arah Bidikan
40o
S
Gambar 13. Posisi garis bidik di peta/di bumi
40
S
0o
W 90o
0 N
Gambar 14. Pembacaan jarum magnit
pada kompas
E 90o
Arah Bidik
S 40oE
12
2. Sebagai penunjuk arah lapisan batuan;
3. Untuk mengetahui sudut kemiringan lapisan batuan dan kemiringan
tanah.
Dalam hal ini yang digunakan bukan jarum magnitnya tapi jarum
kilometer.
Cara pembacaan untuk pengukuran azimuth/arah dari lapisan batuan
dan sudut kemiringan ditulis seperti berikut :
N30oE/25o, artinya arah lapisan azimuthnya 30o dan kemiringan lapisan
batuan sudut miringnya 25o.
Adapula pengukuran arah lapisan sudut miringnya dilakukan dengan
cara mengukur dari arah kemiringan lapisan. Cara penulisannya ialah :
35o/20o (diketahui kompas azimuth timur).
U
30o 25o
Gambar 15. Posisi strike dan dip di peta/di bumi peta/dibumi
N30oE/25o
Bidang Lapisan
25o
Gambar 16. Posisi bidang datar dan bidang lapisan
Bidang Datar
25o
Gambar 15a. Simbol strike dan dip di peta
30o
25o
Gambar 17. Posisi strike dan dip di peta/di bumi
N30oW/25o U
13
Untuk menentukan posisi kemiringan dibuat pada gambarnya berputar
searah jarum jam terhadap arah lapisan.
Untuk mengetahui arah lapisan /azimutnya ialah: 360o + 35o – 90o = 305o
Arah lapisan/azimuthnya ialah: 125o - 90o = 35o Cara pengukuran lapisan batuan yang tersebut di atas mempergunakan
kompas geologi yang berazimuth timur.
Untuk pengukuran yang mempergunakan kompas geologi yang berazimuth
barat digambarkan seperti berikut :
Untuk mengetahui arah lapisan dari batuan tersebut ialah: 35o + 90o = 125o (lihat gambar 20).
Untuk mengetahui arah lapisan dari batuan tersebut ialah: 125o + 90o = 215o
(lihat gambar 21).
Gambar 18. Posisi dip dan
strike di peta/di bumi
35o/20o
U
35o
20o
U
35o
40o
Gambar 20. Posisi strike dan
dip dipeta/di bumi
35o/40o
Gambar 19. Posisi dip dan strike di peta /di bumi
U
125o
40o
125o/40o
125o
40o
125o/40o
U
Gambar 21. Posisi strike dan
dip dipeta/di bumi
14
Untuk cara ini dalam penggambarannya dapat dilakukan sebagai berikut :
Setelah arah kemiringan lapisan dari batuan itu digambar, maka untuk
menggambarkan arah lapisannya dibuat garis tegak lurus dengan arah
kemiringan lapisan. Untuk mengetahui tebal lapisan dapat dilakukan seperti
pada gambar 22, dimana jalur ukuran tegak lurus
arah lapisan (strike).
Jalur ukuran tegak lurus strike
Keterangan:
Tebal lapisan dapat dihitung dengan persamaan:
tL = sin ( + ) . d
Contoh : = 200 ; = 350; d = 60,00 m
tL = d. sin ( + ) = 60. Sin (200 + 35)
= 60. Sin 550 = 49,149 m
d = Jarak singkapan lapisan
= Kemiringan dari singkapan/kemiringan tanah
= Kemiringan lapisan batuan
t = Tebal lapisan batuan yang dicari
Gambar 22a Kedudukan struktur
lapisan batuan
d
A
B
tL
90
A
B
Strike
Arah jalur ukuran
d
Gambar 22. Singkapan
batuan tampak atas
15
Jalur ukuran tidak tegak lurus strike
U C B
Keterangan: Strike // BC
Diketahui: AC = 114,615 m (panjang singkapan)
h = 1018’51” (slope tanah/singkapan)
= 35 (kemiringan lapisan batuan
Strike = 60 (N60E)
AB strike
Dari data hasil pengukuran di atas akan dihitung:
1. Sudut kemiringan normal tanah
2. Tebal lapisan singkapan batuan
Penyelesaian:
Buat gambar penampang jalur ukuran AC (lihat gambar 23a)
Jalur ukuran normal
Jalur ukuran
Strike
90
60
60
A
Gambar 23. Singkapan
tampak atas
16
AC’ CC’
Hitung:
1. Jarak AC’
2. Tinggi CC’ (th)
Penyelesaian:
1. Jarak AC’ dapat dihitung dengan persamaan:
AC’ = (AC) x Cos = 114,615 x cos1018’51” = 112,763 m
2. Tinggi CC’ dapat dihitung dengan persamaan:
th = ( AC) x sinh = 114,615 x sin 1018’51 = 20,521 m
Keterangan:
AB’ BB’ ; AB BC; AB’ BC’
= 60 (Sudut B’AC’)
Dari gambar 23b, akan dihitung:
Gambar 23a. Penampang jalur ukuran AC
th
h C’
C
A
B C’
Jalur ukuran
n
C
B’
th
th
h A
Gambar 23b. Penampang tiga
dimensi topografi jalur ukuran
17
1. Jarak AB’
2. n (sudut normal kemiringan tanah)
Penyelesaian:
1. AB’ = (AC’) x cos 60
= 112,763 x cos 60 = 56,382 m
2. tgn = th : (AB’ ) = 20,521: 56,382= 0,363963676
n = 20
Pada gambar 23c akan dihitung tebal lapisan batuan (tL)
Penyelesaian:
AB = th : sin = 20,521: sin20 = 60 m
tL = (AB) x sin(n+)
= 60 x sin(20+35) = 49,149 m
A n
B
tL
Gambar 23c. Penampang jalur ukuran
tegak lurus strike
90
18
III. PENGUKURAN WATERPAS
1. Tujuan dari pengukuran waterpas :
Menetapkan ketinggian titik-titik pada jalur penampang topografi yang
diukur..
Yang diukur adalah : a. Panjang jalur penampang topografi antar titik ukur
b. Beda tinggi antar titik ukur
2. Gunannya Pengukuran waterpas adalah :
a. Untuk membuat kerangka peta penampang dari peta penampang
b. Pengukuran titik-titik ketinggian pada daerah tertentu
c. Pengukuran ketinggian peta penampang topografi pada daerah lubang
bukaan (daerah pertambangan, terowongan jalan kereta api), peta
penampng topografi jalur irigasi, jalan kereta api, jalan raya dan lain
sebagainya. .
3. Bentuk Pengukuran Waterpas.
Bentuk pengukuran waterpas ada 2 macam :
3.1. Bentuk pengukuran waterpas tertutup
3.2. Bentuk pengukuran waterpas terbuka
3.1. Bentuk Pengukuran Waterpas Tertutup
Pada pengukuran waterpas tertutup, titik awal akan menjadi titik akhir
pengukuran (lihat gambar 3.1).
P1
4
P2
P3
P4
1
b
3
2
Gambar 3.1. Bentuk pengukuran waterpas tertutup
Δ
•
•
•
a
d
•
c
19
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
1 4 = Sudut titik ukur poligon
• P1 P4 = Titik ukur polygon
• a• d = Titik tempat berdiri alat ukur
Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut
= Garis ukur poligon
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
• P1 P4 = Titik ukur polygon
• a• d = Titik tempat berdiri alat ukur
a1 d2 = Pembacaan benang tengah pada rambu ukur
Biasanya pengukuran waterpas tertutup ini dilakukan pada titik-titik
pengukuran polygon yang sudah diukur, untuk menentukan ketinggian titik
ukur dalam rangka untuk pembuatan peta:
Pemetaan daerah waduk/danau,
Pemetaan daerah pertambangan;
Pemetaan daerah komplek perumahan,
Pemetaan daerah pengairan dan lain sebagainya.
P1
P2 P3
P4 b
Gambar 3.1a. Bentuk penampang pengukuran
waterpas tertutup
• • •
a d •
c
P1
a1 a2 b1
d1 c1 c2
b2
d2
20
Bentuk Pengukuran Waterpas Tertutup ada 2 bagian :
1). Bagian pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap
2). Bagian pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap
1). Bagian Pengukuran Waterpas Tertutup Tak Terikat Titik Tetap
Pada pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan
menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran
dapat diketahui. Karena awal pengukuran dan akhir pengukuran tidak
diikatkan pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan
air laut tak dapat ditentukan (lihat gambar 3.2)
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
1 4 = Sudut titik ukur poligon
• P1 P4 = Titik ukur polygon
• a• d = Titik tempat berdiri alat ukur
= Garis ukur poligon
Yang diukur pada pengukuran waterpas tak terikat titik tetap adalah
a. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta
P1
4
P2
P3
P4
1
b
3
2
Gambar 3.2. Bagian pengukuran waterpas tertutup
tak terikat titik tetap
•
•
•
a
d
•
c
21
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah
bt = benang tengah; ba bb = jarak pada rambu ukur
j = jarak dari titik 0 1 (jarak horizontal di lapangan)
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal)
ba
0 1
j
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 3.3. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
ba
bb
bv
bt
Gambar 3.4. Gambar benang diapragma dalam teropong
22
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
b. Beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Keterangan: tb = benang tengah belakang
tm = benang tengah muka
t = beda tinggi antara titik 0 2
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi pada
pengukuran waterpas tertutup, persamaannya sebagai berikut:
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 3.5. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
tb
0 1
2
tm
Gambar 3.6. Pengukuran beda tinggi
t
23
1). Kalau benar h = (t+) + (t-) = 0
2). Kalau salah hP h (t+) + (t-) 0
3). Kesalahan beda tinggi e = hP - h
Keterangan
t+ = Jumlah beda tinggi positif
t- = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tionggi antara titik awal dan akhir pengukuran
Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik
awal pengukuran ditentukan harga ketinggian local, dan usahakan harga
keyinggian local ini dengan harga minimum.
Contoh.
Dari data hasil pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada tabel
3.1 di bawah ini akan dihitung :
1. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100
Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila :
bt = ½(ba + bb)
24
Tabel 3.1. Catatan data pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada titik ukur poligon
Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi
Tin
gg
i d
ari
mu
ka a
ir lu
at
Berd
iri
Tin
jau
Belakang
Muka
Bela
kan
g
Mu
ka
Positif
Negatif
ba bt bb ba bt bb
P0 1,251 1,220 1,189
a
P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351
b
P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448
C
P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421
d
P0 1,572 1,382 1,300 1,223
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.1, maka jarak dari:
JaP0 = (1,251 – 1,189) x 100 = 0,062 x 100 = 6,200 m
JaP1 = (1,411 – 1,351) x 100 = 0,060 x 100 = 6,000 m
JbP1 = (1,422 – 1,245) x 100 = 0,177 x 100 = 17,100 m
JbP2 = (1,589 – 1,448) x 100 = 0,141 x 100 = 14,100 m
JcP2 = (1,452 – 1,376) x 100 = 0,076 x 100 = 7,600 m
JcP3 = (1,564-1,421) x 100 = 0,143 x 100 =14,300 m
JdP3 = (1,884 – 1,572) x 100 = 0,312 x 100 = 31,200 m
JcP0 = (1,382 – 1,223) x 100 = 0,159 x 100 = 15,900 m
2. Beda tinggi antartitik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.1, maka beda tinggi dari:
25
P0P1 (t1) = 1,220 – 1,382 = -0,162 m
P1P2 (t2) = 1,335 – 1,518 = - 0,183 m
P2P3 (t3) = 1,414-1,492 = – 0,078 m
P3P0 (t4) = 1,730 – 1,300 = + 0,430 m
t+ = 0,430 m
t- = t1 + t2 + t3 = -0,162 - 0,183 - 0,078 m = -0,423 m
hP = (t+) + (t-) = 0,430 – 423 = + 0,007 m
Tabel 3.2. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur
Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi
Keti
ng
gia
n
lokal
Berd
iri
Tin
jau
Belakang
Muka
Bela
kan
g
Mu
ka
Positif
Negatif
ba bt bb ba bt bb
P0 1,251 1,220 1,189
a 6,200 6,000 0,162
P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351
b 17,700 14,100 0,183
P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448
C 7,600 14,300 0,078
P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421
d 31,200 15,900 0,430
P0 1,572 1,382 1,300 1,223
5,699 5,692 62,700 50,300 0,430 0,423
5,699 62,700 0,430
5,692 50,300 0,423
0,007 113,000 0,007
Karena pengukuran waterpas tertutup, maka beda tinggi antara titik awal dan
akhir pengukuran kalau benar h = hP = 0
Kesalahan pengukuran (e) = hP - h = 0,007 – 0 = 0,007 m
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.2, ada kesalahan
26
(e) = + 0,007 m.
Koreksi kesalahan (e) = - 0,007 m
t = = (t+) + (t-) = 0,430 + 423 = 0,853 m (jumlah total).
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t
k = - e/ t = - 0,007/0,853 = - 0,008206 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
t = beda tinggi antartitik ukur
Koreksi tinggi pada patok:
P1 (k’1) = t1 x k = 0,162 x -0,008206 = - 0,002 m
P2 (k’2) = t2 x k = 0,183 x -0,008206 = - 0,002 m
P3 (k’3) = t3 x k = 0,078 x -0,008206 = 0,000 m
P0 (k’0) = t0 x k = 0,430 x -0,008206 = - 0,003 m
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
t’1 = t1 + k’1 = -0,162 - 0,002 = -0,164m
t’2 = t2 + k’2 = -0,183 - 0,002 = -0,185 m
t’3 = t3 + k’3 = -0,078 - 0,000 = -0,078 m
t’0 = t0 + k’0 = 0,430 - 0,003 = 0,427 m
hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = -0,164 - 0,185 - 0,078 + 0,427 = 0,000 m
h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama)
4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap titik lokal.
Ketinggian titik ukur tehadap titrik local persamaannya adalah:
Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya (ketinggian
local).
Ditentukan ketinggian local titik P0 (H0) = 114,000 m.
Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi:
Titik P1H1 = H0 + t’1 = 114,000 - 0,164 = 113,836 m
Titik P2H2 = H1 + t’2 = 113,836 - 0,185 = 113,651 m
27
Titik P3H3 = H2 + t’3 = 113,651- 0,078 = 113,573 m
Titik P0H0 = H3 + t’0 = 113,573 + 0,427 = 114,000 m
Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur
lihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local setelah dikoreksi pada blanko ukur
Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi
Keti
ng
gia
n
lokal
Berd
iri
Tin
jau
Belakang
Muka
Bela
kan
g
Mu
ka
Positif
Negatif
ba bt bb ba bt bb
P0 1,251 1,220 1,189 114,000
a 6,200 6,000 0,164
P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 113,836
b 17,700 14,100 0,185
P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 113,851
C 7,600 14,300 0,078
P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 113,573
d 31,200 15,900 0,427
P0 1,572 1,382 1,300 1,223 114,000
62,700 50,300 0,427 0,427
62,700 0,427 Awal 114,000
50,300 -0,427 Akhir 114,000
113,000 hP = 0,000 h0 = 0,000
28
Ga
mb
ar
3.7
. P
en
gu
ku
ran
wa
terp
as p
ad
a p
oly
go
n
Ska
la 1
: 2
50
• P3
•
P0
P1
•
•
P2
a •
b •
d
•
c •
29
0,000
48,000
113,4
00
113,8
00
113,6
00
114,0
00
114,4
00
114,2
00
32,000
16,000
128,000
64,000
112,000
80,000
96,000
•
•
• a
P
0
P1
•
•
•
•
•
•
c
P
2
P
3
b
P0
d
PE
NA
MP
AN
G P
0 – P
0
Ska
la :
ho
rizon
tal 1
:800
Ska
la :
ve
rtic
al 1
:20
m
m
Ga
mb
ar
3.8
. P
ena
mp
an
g ja
lur
po
ligo
n
30
Dari hasil pengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka
di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu
Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980):
Pengukuran pulang-pergi:
Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan
adalah:
k1 = 2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama
k2 = 3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua
k3 = 6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga
Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap:
Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap,
toleransi kesalahan adalah:
k1’’= 2,0 2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama
k2’= 2,0 0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua
k3’ = 2,0 6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga
Untuk pengukuran waterpas tertutup tak terikat tetap, kita ambil pada
pengukuran pulang – pergi dengan toleransi tingkat tiga :
k3 = 6,0(Skm)1/2 mm
Diketahui : e = 0,007 m = 7 mm; j = 113 m = 0,113 km
k3 = 6,0(Skm)1/2 mm = 6,0(0113)1/2
mm = 2,017 mm
e > k3, maka pengukuran perlu diulang.
2). Bagian Pengukuran Waterpas Tertutup Terikat Titik Tetap
Pada pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap, titik awal akan
menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran
dapat diketahui. Karena awal pengukuran dan akhir pengukuran diikatkan
pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut
dapat ditentukan (lihat gambar 3.9).
31
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
1 4 = Sudut titik ukur poligon
• P1 P4 = Titik ukur polygon
• a• d = Titik tempat berdiri alat ukur
= Garis ukur poligon
Δ = Titik trianggulasi
Yang diukur pada pengukuran waterpas terikat titik tetap adalah
a. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas,
bb = benang bawah,
100 = kosntanta
ba
0 1
j
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 3.10. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
P1
4
P2
P3
P4
1
b
3
2
Gambar 3.9. Bentuk pengukuran waterpas tertutup
Δ
•
•
•
a
d
•
c
32
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah
bt = benang tengah; ba bb = jarak pada rambu ukur
j = jarak dari titik 0 1 (jarak horizontal di lapangan)
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal)
ba
bb
bv
bt
Gambar 3.11. Gambar benang diapragma dalam teropong
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 3.12. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
33
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
b. Beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Keterangan: tb = benang tengah belakang
tm = benang tengah muka
t = beda tinggi antara titik 0 2
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi,
persamaannya sebagai berikut
1). Kalau benar h = (t+) + (t-) = 0
2). Kalau salah hP h (t+) + (t-) 0
3). Kesalahan beda tinggi e = hP - h
t+ = Jumlah beda tinggi positif
t- = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik
awal pengukuran ditentukan harga ketinggian yang bulat terhadap ketinggian
dari permukaan air laut.
Contoh.
Dari data hasil pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap pada tabel 3.4
di bawah ini akan dihitung :
tb
0 1
2
tm
Gambar 3.13. Pengukuran beda tinggi
t
34
1. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100
Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila :
bt = ½(ba + bb)
Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah
bb = benang bawah
100 = konstanta
Tabel 3.4. Catatan data pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap pada titik ukur poligon
Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi
Tin
gg
i d
ari
mu
ka a
ir lu
at
Berd
iri
Tin
jau
Belakang
Muka
Bela
kan
g
Mu
ka
Positif
Negatif
ba bt bb ba bt bb
P0 1,251 1,220 1,189
a
P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351
b
P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448
C
P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421
d
P0 1,572 1,382 1,300 1,223
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.4, maka jarak dari:
JaP0 = (1,251 – 1,189) x 100 = 0,062 x 100 = 6,200 m
JaP1 = (1,411 – 1,351) x 100 = 0,060 x 100 = 6,000 m
JbP1 = (1,422 – 1,245) x 100 = 0,177 x 100 = 17,700 m
JbP2 = (1,589 – 1,448) x 100 = 0,141 x 100 = 14,100 m
JcP2 = (1,452 – 1,376) x 100 = 0,076 x 100 = 7,600 m
35
JcP3 = (1,564-1,421) x 100 = 0,143 x 100 =14,300 m
JdP3 = (1,884 – 1,572) x 100 = 0,312 x 100 = 31,200 m
JcP0 = (1,382 – 1,223) x 100 = 0,159 x 100 = 15,900 m
2. Beda tinggi antartitik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Keterangan: tb = benang tengah belakang
tm = benang tengah muka
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.4, maka beda tinggi dari:
P0P1 (t1) = 1,220 – 1,382 = -0,162 m
P1P2 (t2) = 1,335 – 1,518 = - 0,183 m
P2P3 (t3) = 1,414-1,492 = – 0,078 m
P3P0 (t4) = 1,730 – 1,300 = + 0,430 m
t+ = 0,430 m
t- = t1 + t2 + t3 = -0,162 - 0,183 - 0,078 m = - 0,423 m
hP = (t+) + (t-) = 0,430 – 423 = + 0,007
Tabel 3.5. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur
Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi
Keti
ng
gia
n
dari
mu
ka a
ir
lau
t
Berd
iri
Tin
jau
Belakang
Muka
Bela
kan
g
Mu
ka
Positif
Negatif
ba bt bb ba bt bb
P0 1,251 1,220 1,189 714,000
a 6,200 6,000 0,162
P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351
b 17,700 14,100 0,183
P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448
C 7,600 14,300 0,078
P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421
d 31,200 15,900 0,430
P0 1,572 1,382 1,300 1,223 714,000
5,699 5,692 62,700 50,300 0,430 0,423
5,699 62,700 +0,430
5,692 50,300 -0,423
0,007 113,000 +0,007
36
Karena pengukuran waterpas tertutup, maka beda tinggi antara titik awal dan
akhir pengukuran kalau benar h = hP = 0
Kesalahan pengukuran (e) = hP - h = 0,007 – 0 = 0,007 m
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.5, ada kesalahan
(e) = + 0,007 m.
Koreksi kesalahan (e) = - 0,007 m
t = = (t+) + (t-) = 0,430 + 423 = 0,853 m (jumlah total).
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t
k = - e/ t = - 0,007/0,853 = - 0,008206 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
t = beda tinggi antartitik ukur
Koreksi tinggi pada patok:
P1 (k’1) = t1 x k = 0,162 x -0,008206 = - 0,002 m
P2 (k’2) = t2 x k = 0,183 x -0,008206 = - 0,002 m
P3 (k’3) = t3 x k = 0,078 x -0,008206 = 0,000 m
P0 (k’0) = t0 x k = 0,430 x -0,008206 = - 0,003 m
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
t’1 = t1 + k’1 = -0,162 - 0,002 = -0,164m
t’2 = t2 + k’2 = -0,183 - 0,002 = -0,185 m
t’3 = t3 + k’3 = -0,078 - 0,000 = -0,078 m
t’0 = t0 + k’0 = 0,430 - 0,003 = +0,427 m
hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = -0,164 - 0,185 - 0,078 + 0,427 = 0,000 m
h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama)
5. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya
adalah:
Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t’n = Beda tinggi antar titik ukur
37
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari
permuaan air laut
Diketahui ketinggian titik P0 (H0) = 714,000 m.
Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi:
Titik P1H1 = H0 + t’1 = 714,000 - 0,164 = 713,836 m
Titik P2H2 = H1 + t’2 = 113,836 - 0,185 = 713,651 m
Titik P3H3 = H2 + t’3 = 113,651- 0,078 = 713,573 m
Titik P0H0 = H3 + t’0 = 113,573 + 0,427 = 714,000 m
Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut
pada blanko ukur lihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut setelah dikoreksi pada blanko ukur
Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi
Keti
ng
gia
n
dari
mu
ka a
ir
lau
t
Berd
iri
Tin
jau
Belakang
Muka
Bela
kan
g
Mu
ka
Positif
Negatif
ba bt bb ba bt bb 714,000
P0 1,251 1,220 1,189
a 6,200 6,000 0,164
P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 713,836
b 17,700 14,100 0,185
P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 713,851
C 7,600 14,300 0,078
P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 713,573
d 31,200 15,900 0,427
P0 1,572 1,382 1,300 1,223 714,000
62,700 50,300 0,427 0,427
62,700 -0,427 Awal 714,000
50,300 0,427 Akhir 714,000
113,000 hP = 0,000 h = 0,000
38
Ga
mb
ar
3.1
4.
Pe
ng
uku
ran
wa
terp
as p
ad
a p
oly
go
n
Ska
la 1
: 2
50
• P3
•
P0
P1
•
•
P2
a •
b •
d
•
c •
39
0,000
48,000
713,4
00
713,8
00
713,6
00
714,0
00
714,4
00
714,2
00
32,000
16,000
128,000
64,000
112,000
80,000
96,000
•
•
• a
P
0
P1
•
•
•
•
•
•
c
P
2
P
3
b
P0
d
PE
NA
MP
AN
G P
0 – P
0
Ska
la :
ho
rizon
tal 1
:800
Ska
la :
ve
rtic
al 1
:20
m
Ga
mb
ar
3.1
5. P
en
am
pa
ng
ja
lur
po
ligo
n
713,836
713,651
713,573
714,000
40
Dari hasil pengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka
di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu
Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980):
Pengukuran pulang-pergi:
Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan
adalah:
k1 = 2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama
k2 = 3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua
k3 = 6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga
Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap:
Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap,
toleransi kesalahan adalah:
k1’’= 2,0 2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama
k2’= 2,0 0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua
k3’ = 2,0 6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga
Untuk pengukuran waterpas tertutup terikat tetap, kita ambil pada
pengukuran pulang – pergi dengan toleransi tingkat tiga :
k3 = 6,0(Skm)1/2 mm
Diketahui : e = 0,007 m = 7 mm; j = 113 m = 0,113 km
k3 = 6,0(Skm)1/2 mm = 6,0(0113)1/2
mm = 2,017 mm
e > k3, maka pengukuran perlu diulang.
3.2. Bentuk Pengukuran Waterpas Terbuka
Pada pengukuran waterpas terbuka, titik awal tidak menjadi titik akhir
pengukuran (lihat gambar 3.16)
Δ
Δ
A
B 1
2 3 4
5
Gambar 3.16. Pengukuran waterpas terbuka tampak atas
41
Biasanya pengukuran waterpas terbuka ini dilakukan pada titik-titik
pengukuran polygon terbuka yang sudah diukur, untuk menentukan
ketinggian titik ukur dalam rangka untuk pembuatan peta:
Pemetaan daerah saluran irigasi;
Pemetaan daerah terowongan;
Pemetaan daerah lubang bukaan pertambangan;
Pemetaan daerah rel jalan kereta api dan lain sebagainya.
Keterangan: A = Titik awal pengukuran
B = Titik akhir pengukuran
• 2; 4 = Titik ukur polygon terbuka
• 1, 3, 5 = Titik tempat berdiri alat ukur
Δ = Titik tetap/rtitik trianggulasi
Bentuk Pengukuran Waterpas Terbuka ada 2 bagian :
1). Bagian pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap
2). Bagian pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap
1). Bagian Pengukuran Waterpas Terbuka Tak Terikat Titik Tetap
Pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap, titik awal tidak
menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil
pengukuran tidak dapat diketahui.
Karena awal dan akhir pengukuran tidak diikatkan pada titik tetap, maka
kesalahan beda tinggi dan ketinggian setiap titik ukur dari permukaan
air laut tak dapat ditentukan (lihat gambar 3.17)
0
6 1
2 3 4
5
Gambar 3.17. Pengukuran waterpas terbuka tak terikat
titik tetap tampak atas
42
Keterangan:
0 = Titik awal pengukuran
6 = Titik akhir pengukuran
• 1; 3; 5 = Titik tempat berdiri alat ukur
= Garis ukur polygon terbuka
Yang diukur pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap adalah
a. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas,
bb = benang bawah,
100 = kosntanta
ba
0 1
j
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 3.19. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
a
0 1
2 3
4 5
c
f
6
e
d
b
Gambar 3.18. Pengukuran penampang waterpas terbuka
tak terikat titik tetap
43
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah
bt = benang tengah; ba bb = jarak pada rambu ukur
j = jarak dari titik 0 1 (jarak horizontal di lapangan)
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal)
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
ba
bb
bv
bt
Gambar 3.20. Gambar benang diapragma dalam teropong
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 3.21. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
44
b. Beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Keterangan: tb = benang tengah belakang
tm = benang tengah muka
t = beda tinggi antara titik 0 2
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi,
persamaannya sebagai berikut
1). Kalau benar h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP
2). Kalau salah hP h (t+) + (t-)
3). Kesalahan beda tinggi e = hP - h
t+ = Jumlah beda tinggi positif
t- = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik
awal pengukuran ditentukan harga minimum dan bulat dari ketinggian local.
tb
0 1
2
tm
Gambar 3.22. Pengukuran beda tinggi
t
45
Contoh.
Dari data hasil pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap pada tabel
3.7. di bawah ini akan dihitung :
Tabel 3.7. Catatan data hasil pengukuran waterpas tak terikat pada blanko ukur
Titik
Pembacaan Benang
Belakang Muka
Jarak
Beda Tinggi
Tin
gg
i d
ari
Lau
t
Berd
iri
Tin
jau
ba bt bb ba bt bb
Bela
ka
ng
Mu
ka
+ -
1 3 5
0 2 4 6
1,400
1,800
1,400
1,100
1,400
1,050
0,800
1,000
0,700
1,200
1,300
1,200
1,000
0,800
0,850
0,800
0,300
0,500
1. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100
Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila :
bt = ½(ba + bb)
Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah
a
0 1
2 3
4 5
c
f
6
e
d
b
Gambar 3.23. Sket pengukuran penampang waterpas
terbuka tak terikat titik tetap
46
bb = benang bawah; 100 = konstanta
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.7, maka jarak dari:
J01 = (1,400 – 0,800) x 100 = 0,600 x 100 = 60,000 m
J12 = (1,200 – 0,800) x 100 = 0,400 x 100 = 40,000 m
J23 = (1,800 – 1,000) x 100 = 0,800 x 100 = 80,000 m
J34 = (1,300 – 0,300) x 100 = 1,000 x 100 = 100,000 m
J45 = (1,400 – 0,700) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m
J56 = (1,200 – 0,500) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m
2. Beda tinggi antartitik ukur
Beda tinggi antartitik dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Keterangan: tb = benang tengah belakang
tm = benang tengah muka
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.7, maka beda tinggi dari:
02 (t1) = 1,100 – 1,000 = 0,100 m
24 (t2) = 1,400 – 0,800 = 0,600 m
46 (t3) = 1,050 – 0,850 = 0,200 m
Tabel 3.8. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur
Titik
Pembacaan Benang
Belakang Muka
Jarak
Beda Tinggi
Tin
gg
i d
ari
La
ut/
loka
l
Berd
iri
Tin
jau
ba bt bb ba bt bb
Bela
ka
ng
Mu
ka
+ -
1 3 5
0 2 4 6
1,400
1,800
1,400
1,100
1,400
1,050
0,800
1,000
0,700
1,200
1,300
1,200
1,000
0,800
0,850
0,800
0,300
0,500
60,000 80,000 70,000
40,000
100,000
70,000
0,100
0,600
0,200
3,550 2,650 210,000 210,000 0,900 0,000 3,550 210,000 0,900 2,650 210,000 0,000 0,900 420,000 0,900
47
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.8. antara titik 06 adalah:
hP = (t+) + (t-) = t1 + t2 + t3
= 0,900 + 0,000 = 0,100 + 0,600 + 0,200 = 0,900 m
Ternyata dari pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik teta ini
perhitungan kesalahan beda tinggi tidak bisa dikontrol, oleh karena
perhitungan ketinggian setiap titik ukur hanya berdasarkan beda tingi yang
langsung didapat dari hasil pengukuran (beda tinggi tidak perlu dikoreksi).
Penjelasan lebih lanjut lihat pada perhitungan ketinggian titik ukur di bawah.
4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian local.
Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian local persamaannya adalah:
Hn = Hn-1 + tn
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
.tn = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian local.
Ditentukan ketinggian local titik 0 (H0) = 700,000 m.
Perhitungan ketinggian titik-titik ukur::
Titik 1H1 = H0 + t1 = 700,000 + 0,100 = 700,100 m
Titik 2H2 = H1 + t2 = 700,100 + 0,600 = 700,700 m
Titik3H3 = H2 + t3 = 700,700 + 0,200 = 700,900 m
Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur lihat
pada tabel 3.9.
48
Tabel 3.9. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur
Titik
Pembacaan Benang
Belakang Muka
Jarak
Beda Tinggi
Tin
gg
i d
ari
lo
ka
l
Berd
iri
Tin
jau
ba bt bb ba bt bb
Bela
ka
ng
Mu
ka
+ -
1 3 5
0
2 4 6
1,400
1,800
1,400
1,100
1,400
1,050
0,800
1,000
0,700
1,200
1,300
1,200
1,000
0,800
0,850
0,800
0,300
0,500
60,000 80,000 70,000
40,000
100,000
70,000
0,100
0,600
0,200
700,000 700,100
700,700 700,900
3,550 2,650 210,000 210,000 0,900 0,000 3,550 210,000 0,900
2,650 210,000 0,000 0,900 420,000 0,900
49
0,000
120,000
700,0
00
700,4
00
700,2
00
700,6
00
701,0
00
700,8
00
80,000
40,000
160,000
280,000
200,000
240,000
•
•
•
0
1
•
•
•
•
•
c
2
3
4
6
PE
NA
MP
AN
G 0
– 6
Ska
la :
ho
rizon
tal 1
:200
0
Ska
la :
ve
rtic
al 1
:20
m
Ga
mb
ar
3.2
4. P
en
am
pa
ng
ja
lur
po
ligo
n
700,100
700,700
700,900
320,000
360,000
400,000
420,000
5
50
2). Bagian Pengukuran Waterpas Terbuka Terikat Titik Tetap
Pada pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap, titik awal tidak
menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil
pengukuran dapat diketahui.
Karena awal dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap, maka
ketinggian setiap titik ukur dari permukaan
air laut dapat ditentukan (lihat gambar 3.25)
Keterangan:
A = Titik awal pengukuran
B = Titik akhir pengukuran
• 1; 3; 5 = Titik tempat berdiri alat ukur
= Garis ukur polygon terbuka
= Titik tetap
A
B 1
2 3 4
5
Gambar 3.25. Pengukuran waterpas terbuka terikat
titik tetap tampak atas
a
A 1
2 3
4 5
c
f
B
e
d
b
Gambar 3.26. Pengukuran penampang waterpas terbuka
terikat titik tetap
Δ
Δ
Δ
=
51
Yang diukur pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap adalah
a. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas,
bb = benang bawah,
100 = kosntanta
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah
bt = benang tengah; ba bb = jarak pada rambu ukur
j = jarak dari titik 0 1 (jarak horizontal di lapangan)
ba
0 1
j
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 3.27. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
ba
bb
bv
bt
Gambar 3.28. Gambar benang diapragma dalam teropong
52
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal)
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
b. Beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Keterangan: tb = benang tengah belakang
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 3.29. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
tb
0 1
2
tm
Gambar 3.30. Pengukuran beda tinggi
t
53
tm = benang tengah muka
t = beda tinggi antara titik 0 2
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi,
persamaannya sebagai berikut
1). Kalau benar h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP
2). Kalau salah hP h (t+) + (t-)
3). Kesalahan beda tinggi e = hP - h
t+ = Jumlah beda tinggi positif
t- = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik
awal pengukuran ditentukan harga minimum dan bulat dari ketinggian
permukaan air laut.
Contoh.
Dari data hasil pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap pada tabel
3.10. di bawah ini akan dihitung :
Tabel 3.10. Catatan data hasil pengukuran waterpas terikat pada blanko Ukur
Titik
Pembacaan Benang
Belakang Muka
Jarak
Beda Tinggi
Tin
gg
i d
ari
Lau
t
Berd
iri
Tin
jau
ba bt bb ba bt bb
Bela
ka
ng
Mu
ka
+ -
1 3 5
A 2 4
B
1,400
1,800
1,400
1,100
1,400
1,050
0,800
1,000
0,700
1,200
1,300
1,200
1,000
0,800
0,850
0,800
0,300
0,500
54
1. Jarak antartitik ukur
Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100
Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila :
bt = ½(ba + bb)
Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah
bb = benang bawah; 100 = konstanta
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.10, maka jarak dari:
J01 = (1,400 – 0,800) x 100 = 0,600 x 100 = 60,000 m
J12 = (1,200 – 0,800) x 100 = 0,400 x 100 = 40,000 m
J23 = (1,800 – 1,000) x 100 = 0,800 x 100 = 80,000 m
J34 = (1,300 – 0,300) x 100 = 1,000 x 100 = 100,000 m
J45 = (1,400 – 0,700) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m
J56 = (1,200 – 0,500) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m
2. Beda tinggi antartitik ukur
Beda tinggi antartitik dihitung dengan persamaan: t = tb – tm
Keterangan: tb = benang tengah belakang
tm = benang tengah muka
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.10, maka beda tinggi dari:
A2 (t1) = 1,100 – 1,000 = 0,100 m
24 (t2) = 1,400 – 0,800 = 0,600 m
4B (t3) = 1,050 – 0,850 = 0,200 m
a
A 1
2 3
4 5
c
f
B
e
d
b
Gambar 3.31. Sket pengukuran penampang waterpas
terbuka tak terikat titik tetap
55
Tabel 3.11. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko
ukur
Titik
Pembacaan Benang
Belakang Muka
Jarak
Beda Tinggi
Tin
gg
i d
ari
da
ri
mu
ka
air
la
ut
Berd
iri
Tin
jau
ba bt bb ba bt bb
Bela
ka
ng
Mu
ka
+ -
1 3 5
A 2 4
B
1,400
1,800
1,400
1,100
1,400
1,050
0,800
1,000
0,700
1,200
1,300
1,200
1,000
0,800
0,850
0,800
0,300
0,500
60,000 80,000 70,000
40,000
100,000
70,000
0,100
0,600
0,200
700,000
700,905
210,000 210,000 0,900 0,000
210,000 0,900 700,905 210,000 0,905 700,000
420,000 -0,005 0,905
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.11, ada kesalahan
(e) = - 0,005 m.
Koreksi kesalahan (e) = + 0,005 m
t = = (t+) + (t-) = 0,900 + 0,000 = 0,900 m (jumlah total).
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t
k = e/ t = 0,005/0,900 = + 0,00555 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
t = beda tinggi antartitik ukur
Koreksi tinggi pada patok:
2 (k’1) = t1 x k = 0,100 x 0,00555 = 0,001 m
4 (k’2) = t2 x k = 0,600 x 0,00555 = 0,003 m
B (k’3) = t3 x k = 0,200 x 0,00555 = 0,001 m
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
t’1 = t1 + k’1 = 0,100 + 0,001 = + 0,101m
t’2 = t2 + k’2 = 0,600 + 0,003 = + 0,603 m
56
t’3 = t3 + k’3 = 0,200 + 0,001= +0,201 m
hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = 0,101 + 0,603 + 0,201 = 0,905 m
h = HB – HA = 700,905 – 700,000 = 0,905
h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama)
HA = ketinggian titik A dari permukaan air laut
HB = ketinggian titik B dari permukaan air laui
6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya
adalah:
Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari
permuaan air laut
Diketahui ketinggian titik : A (HA) = 700,000 m.
B (HB) = 700,905 m.
Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi:
Titik 2H2 = HA + t’1 = 700,000 + 0,101 = 700,101 m
Titik 4H4 = H2 + t’2 = 700,101 + 0,603 = 700,704 m
Titik BHB = H4 + t’3 = 700,704 + 0,201 = 700,905
Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut
pada blanko ukur lihat pada tabel 3.12.
57
Tabel 3.12. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian dari muka air laut
Titik
Pembacaan Benang
Belakang Muka
Jarak
Beda Tinggi
Tin
gg
i d
ari
Lau
t
Berd
iri
Tin
jau
ba bt bb ba bt bb
Bela
ka
ng
Mu
ka
+ -
1 3 5
A 2 4
B
1,400
1,800
1,400
1,100
1,400
1,050
0,800
1,000
0,700
1,200
1,300
1,200
1,000
0,800
0,850
0,800
0,300
0,500
60,000 80,000 70,000
40,000
100,000
70,000
0,101
0,603
0,201
700,000
700.101
700,704
700,905
210,000 210,000 0,905 0,000 0,905
210,000 0,905 700,905 210,000 0,000 700,000
420,000 0,905 0,905
58
Dari hasil pengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka
di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu
Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980):
Pengukuran pulang-pergi:
Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan
adalah:
k1 = 2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama
k2 = 3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua
k3 = 6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga
Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap:
Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap,
toleransi kesalahan adalah:
k1’’= 2,0 2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama
k2’= 2,0 0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua
k3’ = 2,0 6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga
Untuk pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap, kita ambil pada
pengukuran yang diikatkan pada titik tetap dengan pengukuran tingkat tiga.
k3 = 2,0 6,0(Skm)1/2 mm
Diketahui : e = + 0,005 m = 5 mm; j = 420 m = 0,420 km
k3 = 2,0 6,0(Skm)1/2 mm
= 2,0 + 6,0(0,420)1/2 mm = 5,888 mm
e k3, maka pengukuran tidak perlu diulang.
59
0,000
120,000
700,0
00
700,4
00
700,2
00
700,6
00
701,0
00
700,8
00
80,000
40,000
160,000
280,000
200,000
240,000
•
•
•
A
1
•
•
•
•
•
c
2
3
4
B
PE
NA
MP
AN
G A
– B
Ska
la :
ho
rizon
tal 1
:200
0
Ska
la :
ve
rtic
al 1
:20
m
Ga
mb
ar
3.3
1. P
en
am
pa
ng
ja
lur
po
ligo
n
700,101
700,704
700,905
320,000
360,000
400,000
420,000
5
60
Gambar 3.32. Gambar Alat ukur water
61
62
IV. KOORDINAT TITIK
Untuk menyatakan koordinat titik di atas permukaan bumi dinyatakan dengan
koordinat geografi (, ).
Greenwich dinyatakan Meredian 0, sedangkan Equator dinyatakan lintang 0.
Di dalam peta setiap titik letaknya dihitung dari dua salib sumbu yang saling
tegak lurus; yang horisontal di-sebut sumbu X dan yang tegak disebut
sumbu Y. Perpotongan dari dua salib sumbu itu diberi angka 0
Sumbu X yang ada di sebelah kanan sumbu tegak diberi tanda positif (+) dan
yang di sebelah kiri diberi tanda negative (-). Sedangkan sumbu Y yang di
sebelah atas sumbu X diberi tanda positif (+) dan sumbu Y ada di sebelah
bawah sumbu X diberi tanda negative (-).
KWADRAN IV KWADRAN I
KWADRAN III KWADRAN II
Gambar 4.1. Kedudukan azimuth garis pada kwadran
Keterangan: = Kedudukan sudut yang dibentuk oleh sumbu Y dan garis
bidik AB
B
0
+Y
+ -
- +
-Y
-X +X
B
B
A
B +dx
+dy
-dx
-dy
63
a. Menghitung azimut
Ada dua macam besaran sudut yaitu :
1. Sudut sexsagesimal, dinyatakan dalam derajat, menit, sekon (, , “).
1 = 60 ; 1 = 60 satu lingkaran dibagi 360 bagian
2. Centicimal, dinyatakan dalam grade, centigrade, centicentigrade
(gr, c, cc); 1gr = 100 c; 1c = 100 cc satu lingkaran dibagi 400 bagian
Pada gambar 4.1, memperlihatkan kedudukan azimuth garis AB pada
masing-masing kwadran.
Untuk menghitung azimuth garis pada masing-masing kwadran berlaku
persamaan sebagai berikut:
tgAB = (XB – XA)/(YA – YB)
Keterangan:
AB = Azimut garis AB
XA, YA = Koordinat titi A
XB, YB = Koordinat titik B
Pada kwadran I : =AB;
Pada kwadran II : AB = 180 + ;
Pada kwadran III : AB = 180 +
Pada kwadran IV : AB = 360+
Tabel 4.1. Kedudukan dalam kwadran
Azimut (AB) K w a d r a n
I II III IV
sin(AB) (+) (+) (-) (-)
cos(AB) (+) (-) (-) (+)
tg(AB) (+) (-) (+) (-)
Contoh 1.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = 1000 m; YA = 1000 m
B : XB = 2000 m; YB = 2000 m
Ditanyakan Azimut AB (AB)
64
Penyelesaian:
dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m
dy = YB – YA = 2000 – 1000 = 1000 m
tgAB = dx/dy = 1000/1000 = +1
dx = + dan dy = + maka arah jurusan garis AB ada di kwadran I
; = 45 AB = ; = 45
Keterangan: = sudut hasil perhitungan
AB = Azimut garis AB
= AB
Contoh 2.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = 1000 m; YA = -1000 m
B : XB = 2000 m; YB = -2000 m
Ditanyakan Azimut AB (AB)
Penyelesaian:
dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m
dy = YB – YA = -2000 – (-1000) = -1000 m
tgAB = dx/dy = 1000/-1000 = -1
dx = + dan dy = - maka arah jurusan garis AB ada di kwadran II
; = -45 AB = 180 + ; = 180 + (-45) = 135
Gambar 4.2. Kedudukan garis AB pada kwadran I
1000
2000
2000
1000 A
B
AB
+1000
-1000
X
Y
65
Contoh 3.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = -1000 m; YA = -1000 m
B : XB = -2000 m; YB = -2000 m
Ditanyakan Azimut AB (AB)
Penyelesaian:
dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m
dy = YB – YA = -2000 – (-1000) = -1000 m
tgAB = dx/dy = -1000/-1000 = +1
dx = - dan dy = - maka arah jurusan garis AB ada di kwadran III
; = +45 AB = 180 + ; = 180 + (+45) = 225
-2000
-1000 A
B
AB
+1000 -1
000
1000
2000
X
Y
Gambar 4.3. Kedudukan garis AB pada kwadran II
-Y
66
Contoh 4.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = -1000 m; YA = +1000 m
B : XB = -2000 m; YB = +2000 m
Ditanyakan Azimut AB (AB)
Penyelesaian:
dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m
dy = YB – YA = +2000 – (1000) = +1000 m
tgAB = dx/dy = -1000/+1000 = -1
dx = - dan dy = + maka arah jurusan garis AB ada di kwadran IV
; = -45 AB = 360 + ; = 180 + (-45) = 315
Gambar 4.4. Kedudukan garis AB pada kwadran III
-2000
-1000
-1000
-2000
-1000
-X
Y
A
B
AB
-1000
-Y
67
b. Menghitung jarak
Menghitung jarak antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya, berlaku
rumus sebagai berikut:
1). J = (Xn – Xn-1)/sin;n
2). J = (Yn – Yn-1)/cos;n
3). J = ((Xn – Xn-1)2 + (Yn – Yn-1)
2)1/2
Keterangan:
n = Jumlah bilangan titik dari titik awal
Contoh 1.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = 1000 m; YA = 1000 m
B : XB = 2000 m; YB = 2000 m
Ditanyakan jarakt AB (jAB)
Penyelesaian:
dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m
dy = YB – YA = 2000 – 1000 = 1000 m
Gambar 4.5. Kedudukan garis AB pada kwadran IV
+2000
+1000 -2
000
-1000
-X
Y
AB
-Y
+1000
A
B -1000
68
tgAB = dx/dy = 1000/1000 = +1
dx = + dan dy = + maka arah jurusan garis AB ada di kwadran I
; = 45 AB = ; = 45
1). J = dx/sinAB = 1000/sin45 = 1414,213562 m
2). J = dy/ cosAB = 1000/cos45 = 1414,213562 m
3). J = ((XB – XA)2 + (YB – YA)2 )1/2
= ((2000 – 1000)2 + (2000 – 1000)2)1/2 = 1414,213562 m
Contoh 2.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = 1000 m; YA = -1000 m
B : XB = 2000 m; YB = -2000 m
Ditanyakan jarakt AB (jAB)
Penyelesaian:
dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m
dy = YB – YA = -2000 – (-1000 = -1000 m
tgAB = dx/dy = 1000/-1000 = -1
dx = + dan dy = - maka arah jurusan garis AB ada di kwadran II
; = - 45 AB = 180 + ; = 180 + (-45) = 135
1). J = dx/sinAB = 1000/sin135 = 1414,213562 m
1000
2000
2000
1000 A
B
AB
+1000
-1000
X
Y
Gambar 4.6. perhitungan jarak AB pada kwadran I
69
2). J = dy/cosAB = -1000/cos135 = 1414,213562 m
3). J = ((XB – XA)2 + (YB – YA)2 )1/2
= ((2000 – 1000)2 + ( (-2000 – (- 1000))2)1/2 = 1414,213562 m
Contoh 3.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = -1000 m; YA = -1000 m
B : XB = -2000 m; YB = -2000 m
Ditanyakan jarakt AB (jAB)
Penyelesaian:
dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m
dy = YB – YA = -2000 – (-1000 = -1000 m
tgAB = dx/dy = -1000/-1000 = +1
dx = + dan dy = - maka arah jurusan garis AB ada di kwadran III
; = + 45 AB = 180 + ; = 180 + 45 = 225
1). J = dx/sinAB = -1000/sin225 = 1414,213562 m
2). J = dy/cosAB = -1000/cos225 = 1414,213562 m
3). J = ((–2000-(-1000))2 + (-2000-(-1000))2 )1/2 = 1414,213562 m
-2000
-1000 A
B
AB
+1000
-1000
1000
2000
X
Y
Gambar 4.7. Perhitungan jarak AB pada kwadran II
-Y
70
Contoh 4.
Diketahui koordinat titik:
A : XA = -1000 m; YA = +1000 m
B : XB = -2000 m; YB = +2000 m
Ditanyakan jarakt AB (jAB)
Penyelesaian:
dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m
dy = YB – YA = +2000 – 1000 = +1000 m
tgAB = dx/dy = -1000/+1000 = -1
dx = - dan dy + maka arah jurusan garis AB ada di kwadran IV
; = - 45 AB = 360 + ; = 360 - 45 = 315
1). J = dx/sinAB = -1000/sin315 = 1414,213562 m
2). J = dy/cosAB = +1000/cos315 = 1414,213562 m
3). J = ((–2000-(-1000))2 + (2000-(1000))2 )1/2 = 1414,213562 m
Gambar 4.8. Perhitungan jarak AB pada kwadran III
-2000
-1000
-1000
-2000
-1000
-X
Y
A
B
AB
-1000
-Y
71
c. Menghitung koordinat titik.
Koordinat suatu titik dapat dihitung apabila titik tersebut :
Diikatkan pada suatu titik yang diketahui koordinatnya
Jarak antara dua titik diukur
Azimut antara dua titik diketahui (lihat gambar 4.10)
Gambar 4.9. Perhitungan jarak AB pada kwadran IV
+2000
+1000 -2
000
-1000
-X
Y
AB
-Y
+1000
A
B -1000
Gambar 4.10. Gambar pengukuran titik AB
-X
Y
AB
-Y
A
B
j
72
Keterangan:
= Jarak garis AB yang diukur
AB = Azimut garis AB
A = Titik yang telah diketahui koordinatnya
B = Titik yang dihitung koordinatnya
Untuk menghitung koordinat titik B terhadap titik A, persamaannya adalah:
XB = XA + jAB x sinAB
YB = YA + jAB x cosAB
Contoh.
Diketahui koordinat titik A : XA = -100 m; YA = +100 m
Jarak AB (jAB) = 150 m; AB = 315
Ditanya koordinat titik B.
Penyelesaian:
XB = XA + jAB x sinAB
= -100 + 150 x sin 315 = -206,066 m
YB = YA + jAB x cosAB
= 100 + 150 x cos315 = 206,066 m
Gambar 4.11. Gambar penentuan lokasi titik A dan B
-X
Y
AB
-Y
A
B
j
-200
-100
+100
+200
+300
-300
73
V. PENGUKURAN POLYGOON
1. Tujuan dari pengukuran polygoon :
Menetapkan koordinat dari titik-titik sudut yang diukur.
Yang diukur adalah : a. Panjang sisi – sisi polygoon
b. Besar sudut titik-titik ukur polygon
c. Besar sudut miring titik-titik ukur polygon
2. Gunannya Pengukuran Polygoon adalah :
a. Untuk membuat kerangka peta dari pada peta
b. Pengukuran titik-titik tetap pada daerah tertentu
c. Pengukuran-pengukuran:
lubang bukaan pada daerah pertambangan,
jalan raya, jalan kereta api,
saluran irigasi,
terowongan, dll
3. Bentuk Pengukuran Polygoon
Bentuk pengukuran polygoon ada 2 macam :
3.1. Bentuk polygoon tertutup
3.2. Bentuk polygoon terbuka
3.1. Bentuk polygoon tertutup
Pada pengukuran polygoon tertutup, titik awal akan menjadi titik
akhi pengukuran (lihat gambar 5.1).
P1
3
5
P2 P4
P5
P6
P7
P8
1
2 4
6
7
8
P3
Gambar 5.1. Bentuk pengukuran tertutup
Δ
Δ
Q
74
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
1 8 = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
P1 Q = Garis bidik azimuth awal
Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air
laut
= Garis ukur poligon
3.1. Bentuk polygon tertutup ada 2 bagian :
1). Bagian polygon tertutup tak terikat titik tetap
2). Bagian polygon tertutup terikat titik tetap
1). Bagian polygon tertutup tak terikat titik tetap
Pada pengukuran polygoon tertutup tak terikat titik tetap, titik awal
akan menjadi titik akhir pengukuran namun koordinat dan
ketinggiannya setiap titik ukur dari permukaan air laut tidak bisa
ditentukan (lihat gambar 5.2).
Dalam perhitungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan -
perhitungan dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :
a. Tidak ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode)
b. Tidak ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse
Mercator,kerucut)
c. Tidak ditentukan sistim koordinatnya
d. Tidak ditentukan utara bumi, utara grid dan utara magnit
Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan:
Skala peta ditentukan
Jarak sisi-sisi polygon
Besar sudut-sudut titik ukur poligon
75
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
1 8 = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
= Garis ukur polygon
Yang diukur pada polygon tertutup tak terikat titik tetap adalah :
a. Panjang sisi – sisi polygoon
b. Besar sudut miring antar dua titik ukur
c. Besar sudut titik-titik ukur polygoon
Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah:
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
P1
3
5
P2 P4
P5
P6
P7
P8
1
2 4
6
7
8
P3
Gambar 5.2. Pengukuran poligon tertutup tak terikat titik tetap
76
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah;
bt = benang tengah 100 = konstanta
jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut)
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut
horizontal)
ba
bb
bv
bt
Gambar 5.4. Gambar benang diapragma dalam teropong
ba
0
1
jd
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 5.3. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
P
•
77
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
2. Perhitungan sudut miring
Sudut miring zenith.
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90
Sudut miring nadir.
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 5.5. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
Gambar 5.6. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit
90
0 180
270
78
Sudut miring nadir ke sudut miring zenit
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya :
Z = 90 - N
Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir
90 = konstanta
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya :
N = 90 - Z
3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x cos = jo x (cos)2
4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x sin = jo x (sin)2
180
270 90
0
Gambar 5.7. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
79
Keterangan:
= sudut miring; Aba AB; Bbb AB; Pbt AB.
0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur;
01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah
5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = jo x sin x cos
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0 1
= sudut miring
P0 = Q1
ba
0
1
jd
bb
bt
Gambar 5.8. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah
P
•
A
B
P
0 1
Gambar 5.9. Pengukuran beda tinggi
t
t
Q
80
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi,
persamaannya sebagai berikut
1). Kalau benar h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP = 0
2). Kalau salah hP h (t+) + (t-) 0
3). Kesalahan beda tinggi e = hP - h
t+ = Jumlah beda tinggi positif
t- = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
6. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
t = = (t+) + (t-) (jumlah total)
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
t = beda tinggi antartitik ukur
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
7. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari
permuaan air laut
8. Perhitungan sudut horizontal
Untuk mengetahui kebenaran hasil pengukuran sudut horizontal
persamaannya sebagai berikut:
Sudut dalam = (n -2) x 180
Sudut luar = (n +2) x 180
81
Keterangan:
= Jumlah sudut dalam/luar titik ukur polygon
n = Jumlah titik ukur polygon
2 = Konstanta
180 = Konstanta
= Jalannya jalur ukuran
P1
3
5
P2 P4
P5
P6
P7
P8
1
2 4
6
7
8
P3
Gambar 5.10. Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak terikat titik tetap
P1
3
5
P2 P4
P5
P6
P7
P8
1
2 4
6
7
8
P3
Gambar 5.11. Penentuan sudut luar pada poligon tertutup tak terikat titik tetap
82
9. Menghitung besar sudut tiap titik ukur
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:
= M - B
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:
= B - M
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
0
1
2
B M
Gambar 5.12. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
0
1
2
B M
Gambar 5.13. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
83
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Catatan:
Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak
Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik
Contoh.
Dari data hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap pada tabel
5.1. di bawah ini akan dihitung :
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Jo1 = (1,800 – 1,200) x100 = 60 m
Jo2 = (2,400 – 1,400) x100 = 100 m
Jo3 = (1,700 – 0,500) x100 = 120 m
Jo4 = (1,200 – 0,400) x100 = 80 m
Jo5 = (2,020 – 0,380) x100 = 164 m
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
Jd = Jo x (sin)2
Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 60 x (sin9730’)2 = 58,98 m
Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 100 x (sin93)2 = 99,73 m
Gambar 5.14. Bagan lingkaran sudut horisontal
0
270 90
180
84
Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 120 x (sin85)2 = 119,09 m
Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 80 x (sin84)2 = 79,12 m
Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 164 x (sin92)2 = 163,80 m
2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = Jo x sin x cos
t1 = Jo1 x sin x cos = 60 x sin9730’ x cos9730’ = -7,764 m
t2 = Jo2 x sin x cos = 100 x sin93 x cos93 = -5,226 m
t3 = Jo3 x sin x cos = 120 x sin85 x cos85 = 10,418 m
t4 = Jo4 x sin x cos = 80 x sin84 x cos84 = 8,316 m
t5 = Jo5 x sin x cos = 164 x sin92 x cos92 = -5,720 m
85
T
inggi ata
s
laut
8
00,0
00
K
ore
ksi
(-)
Selis
ih t
inggi -
+
S
udut
mirin
g
973
0’
823
0’
93’
87
85
95
84
96
92
88
973
0’
Jara
k
Datar
Optis
S
udut
350
80
230
95
150
55
20
250
404
8’
320
2602
’
1604
8’
Pem
bacaan b
enang
Bawah
1,2
00
1,4
00
1,4
00
0,6
00
0,5
00
0,2
00
0,4
00
0,8
00
0,3
80
0,7
60
1,2
80
Atas
1,8
00
2,0
00
2,4
00
1,6
00
1,7
00
1,4
00
1,2
00
1,6
00
2,0
20
2,4
00
1,8
80
Tengah muka
1,5
00
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
80
Tengah belakang
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
00
No.
pato
kk
Tinjau A
1
0
2
1
3
2
4
3
0
4
1
Berdiri 0
0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
0
0
Ta
be
l 5
.1.
Cata
tan
da
ta h
asil
pe
ng
uku
ran
po
lyg
on
te
rtu
tup
ta
k t
eri
kat
titik t
eta
p
u
ku
r
86
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 5.1,diketahui:
(t+) = 10,418 + 8,316 = 18,734 m
(t-) = 7,764 + 5,20 =18,710 m
Karena polygon tertutup maka : h = hP = 0
Dari hasil pengukuran hP = (t+) + (t-) = 18,734 – 18,710 = +0,024 m
Kesalahan (e) = hP – h = 0,024 – 0 = 0,024 m
Koreksi kesalahan (e) = - 0,024 m
t = 18,734 + 18,710 = 37,444 m (jumlah total).
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t
k = - e/ t = - 0,024/37,444 = - 0,00064 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Gambar 5.15. Sket lapangan polygon tertutup tak terikat titik tetap
87
t = beda tinggi antartitik ukur
Koreksi tinggi pada tiap patok titik ukur:
0 (k’0) = t0 x k = 7,764 x -0,00064 = - 0,005 m
1 (k’1) = t1 x k = 5,226 x -0,00064 = - 0,003 m
2 (k’2) = t2 x k = 10,418 x -0,00064 = -0,007 m
3 (k’3) = t3 x k = 8,316 x -0,00064 = - 0,005 m
4 (k’4) = t4 x k = 5,720 x -0,00064 = -0,004 m
4. Perhitungan beda tinggi setelah dikoreksi
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
t’0 = t0 + k’0 = -7,764 - 0,005 = -7,769m
t’1 = t1 + k’1 = -5,226 - 0,003 = -5,229 m
t’2 = t2 + k’2 = 10,418-0,007 = 10,411 m
t’3 = t3 + k’3 = 8,316 - 0,005 = 8,311 m
t’4 = t4 + k’4 = -5,720-0,004 = -5,724 m
hP = t’0 + t’1 + t’2 + t’3 + t’4
= -7,769 – 5,229 + 10,411 +8,311-5,724 = 0,000 m
h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama
7. Perhitungan ketinggian local
Untuk mempermudah dalam pembuatan peta penanpang topografi,
sebaikanya pada pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap ini,
ditentukan harga ketinggian local titik awal pengukuran dengan harga
minimum dan bulat.
Ditentukan harga ketinggian local titik 0 (H0) = 800,000 m.
Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal persamaannya adalah:
Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya.
Perhitungan ketinggian local untuk titik-titik ukur:
Titik 1H1 = H0 + t’0 = 800,000 -7,769 = 792,231 m
88
Titik 2H2 = H1 + t’1 = 792,231 – 5,229 = 787,002 m
Titik 3H3 = H2 + t’2 = 787,002 + 10,411 = 797,413 m
Titik 4H4 = H3 + t’3 = 797,413 +8,311 = 805,724 m m
Titik 0H0 = H4 + t’4 = 805,724 – 5,724 = 800,000 m
Cara pengisian jarak optis, jarak datar,beda tinggi dan ketinggian lokal pada
blanko ukur lihat pada tabel 5.2.
89
K
etinggia
n
lokall
8
00,0
00
79
2,2
31
787,0
02
797,4
13
805,7
24
800,0
00
K
ore
ksi
(-)
0,0
05
0,0
03
0,0
07
0,0
05
0,0
04
Selis
ih t
inggi -
7,7
64
5,2
26
5,7
20
+
10,4
18
8,3
16
S
udut
mirin
g
973
0’
823
0’
93’
87
85
95
84
96
92
88
973
0’
Jara
k
Datar
58,9
8
99,7
3
119,0
9
79,1
2
163,8
0
Optis
60
60
100
100
120
120
80
80
164
164
60
S
udut
350
80
230
95
150
55
20
250
404
8’
320
2602
’
1604
8’
Pem
bacaan b
enang
Bawah
1,2
00
1,4
00
1,4
00
0,6
00
0,5
00
0,2
00
0,4
00
0,8
00
0,3
80
0,7
60
1,2
80
Atas
1,8
00
2,0
00
2,4
00
1,6
00
1,7
00
1,4
00
1,2
00
1,6
00
2,0
20
2,4
00
1,8
80
Tengah muka
1,5
00
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
80
Tengah belakang
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
00
No.
pato
kk
Tinjau A
1
0
2
1
3
2
4
3
0
4
1
Berdiri 0
0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
0
0
Ta
be
l 5
.2.
Cata
tan
da
ta h
asil
pe
ng
uku
ran
po
lyg
on
te
rtu
tup
ta
k t
eri
kat
titik t
eta
p
u
ku
r
90
8. Perhitungan sudut horisontal
Pada gambar 5.16, akan dihitung besarnya sudut horizontal dari masing-
masing titik ukur:
Perhitungan sudut di sebelah kanan jalur ukuran dengan persamaan:
= B - M
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
1
0
2
3
4
0
1
2
3
4
Gambar 5.16. Sket sudut dalam pada polygon tertutup tak terikat titik tetap
0
1
2
B M
Gambar 5.17. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
91
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Pada gambar 5.16, sudut dalam ada di sebelah kanan jalur ukuran, maka
besarnya sudut sudut tersebut adalah :
1 = B1 - M1 = 230 - 95 = 135
2 = B2 - M2 = 150 - 55 = 95
3 = B3 - M3 = 20 - 250 = -230
= -230+ 360 = 130
4 = B4 - M4 = 4048’ - 320 = - 27912’
= - 27912’+ 360 = 8048’
0 = B0 - M0 = 26002’ - 16048’ = 9914’
Catatan: Apabila besar 0, maka harus ditambah 360
Perhitungan koreksi sudut
Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
k =e/
Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan
persamaan: k‟ = k x
Keterangan:
k = koreksi sudut tiap 1
e = kesalahan sudut
= jumlah total sudut
= besar sudut tiap titik ukur
Jumlah sudut hasil pengukuran:
= 1 + 2 + 3 + 4 + 0
= 135 + 95 + 130 + 8048’ + 9914’ = 54002’ = hP
Jumlah sudut hasil hitungan:
h = (n – 2) x 180 = (5 -2) x 180 = 540
Kesalahan sudut hasil pengukuran:
e = hP – h = 54002’ - 540 = 0 2’
Koreksi kesalahan e = - 0 2’
Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
k = e/ = - 0 2’/54002’ = 0,22221”
92
Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan
persamaan: k‟ = k x
k’1 = 1 x k1 = 135 x 0,22221” = - 00’30”
k’2 = 2 x k2 = 95 x 0,22221” = - 00’21”
k’3 = 3 x k3 = 130 x 0,22221” = - 00’29”
k’4 = 4 x k4 = 8048’ x 0,22221” = - 00’18”
k’0 = 0 x k0 = 9914’ x 0,22221” = - 00’22”
9. Perhitungan sudut horizontal setelah dikoreksi
Perhitungan besar sudut setelah dikoreksi persamaannya adalah:
K = + k‟
K1 =1 + k’1 = 135 - 00’30” = 134 59’30”
K2 =2 + k’2 = 95 - 00’21” = 9459’39”
K3 =3 + k’3 = 130 - 00’29” = 129 59’31”
K4 =4 + k’4 = 8048’ - 00’18” = 8047’’42”
K0 =0 + k’0 = 9914’ - 00’22” = 99 13’38”
Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran setelah dikoreksi
persamaannya adalah: K = (n - 2) x 180
K = K1 + K2 + K3 + K4 + K0
= 13459’30” + 9459’39” + 129 59’31” + 8047’’42”
+ 99 13’38” = 540
Dalam perhitungan sudut pada polygon tertutup, biasanya yang dihitung sudut
dalam, karena jumlah sudutnya lebih kecil dari jumlah sudut luar, dan juga
memudahkan pengontrolan bentuk gambar dengan bentuk daerah pengukuran.
Dari hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap di atas perlu diulang
atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:
Toleransi kesalahan beda tinggi persamaannya:
v = 0,3 x (L/100)1/2
2 + 4,51/2
Dari hasil pengukuran kesalahan beda tinggi (e) = 0,024 m
j = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m
v = 0,3 x (L/100)1/2
2 + 4,51/2
= 0,3 x (520,72/100)1/2
2 + 4,51/2 = 2,229 m
93
ev maka pengukuran tidak perlu diulang.
Toleransi kesalahan sudut, persamaannya:
v = 1,5‟ (n)1/2
Dari hasil pengukuran kesalahan sudut horizontal (e) = 2’
Jumlah titik ukur = 5 buah titik
v = 1,5‟ (n)1/2 = 1,5‟ (5)1/2 = 3,354
ev maka pengukuran tidak perlu diulang.
Keterangan:
1,5’ = konstanta
n = jumlah titik sudut ukur
0,3; 100; 4,5 = konstanta
L = jarak datar
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Catatan: Apabila perhitungan sudut dalam telah dikoreksi, maka koreksi perhitungan
sudut luar tidak diperlukan, demikian juga sebaliknya untuk sudut dalam.
Persamaan perhitungan sudut luar pada tiap titik ukur adalah: L = 360 - D
Persamaan perhitungan sudut dalam pada tiap titik ukur adalah: D = 360 - L
Keterangan:
L = besar sudut luar
360 = konstanta
D = besar sudut dalam
94
2). Bagian polygon tertutup terikat titik tetap
Pada pengukuran polygoon tertutup terikat titik tetap, titik awal
akan menjadi titik akhir pengukuran.
Koordinat dan ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut bisa
ditentukan (lihat gambar 5.18).
Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan - perhitungan dan
ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :
a. Ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode)
b. Ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut)
c. Ditentukan sistim koordinatnya
d. Ditentukan azimuth garis polygon
e. Ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit
f. Ditentukan skala peta
Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara:
1. Titik ukur polygon diplot dengan sistim koordinat
• 1
•
•
4
• 0
3
2
•
Gambar 5.18. Peta poligon tak terikat titik tetap
Skala 1: 2000
95
2. Digambar berdasarkan jarak dan azimuth (kurang teliti).
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
1 8 = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
= Garis ukur polygon
Δ = Titik trianggulasi
Yang diukur pada polygon tertutup terikat titik tetap adalah :
a. Azimut garis pengikatan pengukuran
b. Panjang sisi – sisi polygoon
c. Besar sudut miring antar dua titik ukur
d. Besar sudut titik-titik ukur polygoon
Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah:
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Gambar 5.19. Pengukuran poligon tertutup terikat titik tetap
P1
3
5
P2 P4
P5
P6
P7
P8
1
2 4
6
7
8
P3
A
Δ
Δ
96
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah;
bt = benang tengah 100 = konstanta
jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut)
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut
horizontal)
ba
bb
bv
bt
Gambar 5.21. Gambar benang diapragma dalam teropong
ba
0
1
jd
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 5.20. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
P
•
97
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
2. Perhitungan sudut miring
Sudut miring zenith.
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90
Sudut miring nadir.
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 5.22. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
Gambar 5.23. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit
90
0 180
270
98
Sudut miring nadir ke sudut miring zenit
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya :
Z = 90 - N
Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir
90 = konstanta
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya :
N = 90 - Z
3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x cos = jo x (cos)2
4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x sin = jo x (sin)2
180
270 90
0
Gambar 5.24. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
99
Keterangan:
= sudut miring; Aba AB; Bbb AB; Pbt AB.
0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur;
01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah
5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = jo x sin x cos
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0 1
= sudut miring
P0 = Q1
ba
0
1
jd
bb
bt
Gambar 5.25. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah
P
•
A
B
P
0 1
Gambar 5.26. Pengukuran beda tinggi
t
t
Q
100
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi,
persamaannya sebagai berikut
1). Kalau benar h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP = 0
2). Kalau salah hP h (t+) + (t-) 0
3). Kesalahan beda tinggi e = hP - h
t+ = Jumlah beda tinggi positif
t- = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
6. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
t = = (t+) + (t-) (jumlah total)
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
t = beda tinggi antartitik ukur
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
7. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari
permuaan air laut
8. Perhitungan sudut horizontal
Untuk mengetahui kebenaran hasil pengukuran sudut horizontal
persamaannya sebagai berikut:
Sudut dalam = (n -2) x 180
Sudut luar = (n +2) x 180
101
Keterangan:
= Jumlah sudut dalam/luar titik ukur polygon
n = Jumlah titik ukur polygon
2 = Konstanta
180 = Konstanta
= Jalannya jalur ukuran
P1
3
5
P2 P4
P5
P6
P7
P8
1
2 4
6
7
8
P3
Gambar 5.28. Penentuan sudut luar pada poligon tertutup terikat titik tetap
P1
3
5
P2 P4
P5
P6
P7
P8
1
2 4
6
7
8
P3
Gambar 5.27. Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak terikat titik tetap
Δ
A
Δ
1’
102
9. Menghitung besar sudut tiap titik ukur
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:
= M - B
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:
= B - M
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
0
1
2
B M
Gambar 5.29. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
0
1
2
B M
Gambar 5.30. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
103
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Catatan:
Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak
Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik
10. Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran dan azimuth sis-sisi
polygon.
Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran
Diketahui koordinat titik A dan titik P1
Perhitungan azimuth awal dihitung dengan persamaan:
tgP1A = (XA – XP1)/(YA – YP1), (lihat gambar 5.27)
P1A diketahui
Perhitungan azimuth sisi –sisi polygon
Untuk memudahkan perhitungan azimuth setiap sisi polygon, sebaiknya
ditentukan dahulu salah satu sisi polygon sebagai azimuth awal dari sisi
polygon itu sendiri, missal pada gambar 5.27 adalah sisi P1 P2 (P1P2)
(P1P2) dapat dihitung denga persamaan sebagai berikut:
(P1P2) = P1A + 1’
Gambar 5.31. Bagan lingkaran sudut horisontal
0
270 90
180
104
Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
(P2P3) = P2P1 - 2 ; (P3P4) = P2P1 - 3
(P4P5) = P4P3 - 4; (P5P6) = P5P4 - 5
(P6P7) = P6P5 - 6 (P7P8) = P7P6 - 7
(P8P1) = P8P7 - 8 (P1P2) = P1P8 - 1
Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut dalam, dan merupakan sudut kanan dari arah jalur pengukuran (lihat gambar 5.27)
11. Perhitungan absis dan ordinat
Perhitungan absis
Absis dapat dihitung dengan persamaan :
dx = Jd x sin
Perhitungan ordinat
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan :
dy = Jd x cos
-Y
P1
+Y
P2
dy
dx
-X 0
+X
Jd
Gambar 5.32. Kedudukan absis dan ordinat
105
Keterangan:
= Azimut; Jd = Jarak datar;
dx = absis; dy = Ordinat
Kalau hasil pengukuran benar:
(dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL
(dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL
Karena polygon tertutup, maka: XAKHIR – XAWAL = hX = 0
YAKHIR – YAWAL = hY = 0
Keterangan:
hX = hasil hitungan absis
hY = hasil hitungan ordinat
Kesalahan pengukuran
Kalau hasil pengukuran salah persamaannya:
hXP = (dx+) + (dx-) 0
hYP = (dy+) + (dy-) 0
eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY
Keterangan:
eX = kesalahan hasil pengukuran absis
eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat
hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal
hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal
Koreksi kesalahan
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis,
persamaannya: kX = eX/Jd
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya :
k’X = kX x Jd
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat,
persamaannya : kY = eY/Jd
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat,
persamaannya : k’Y = kY x Jd
106
Keterangan:
Jd = jumlah jarak datar
12. Perhitungan koordinat
Perhitungan koordinat pada gambar 5.27, dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
XP2 = XP1 + Jd1 x sinP1P2; YP2 = YP1 + Jd1 x cosP1P2
XP3 = XP2 + Jd2 x sinP2P3; YP3 = YP2 + Jd2 x cosP2P3
XP4 = XP3 + Jd3 x sinP3P4; YP4 = YP3 + Jd3 x cosP3P4
XP5 = XP4 + Jd4 x sinP4P5; YP5 = YP4 + Jd4 x cosP4P5
XP6 = XP5 + Jd5 x sinP5P6; YP6 = YP5 + Jd5 x cosP5P6
XP7 = XP6 + Jd6 x sinP6P7; YP7 = YP6 + Jd6 x cosP6P7
XP8 = XP7 + Jd7 x sinP7P8; YP8 = YP7 + Jd7 x cosP7P8
XP1 = XP8 + Jd8 x sinP8P1; YP1 = YP8 + Jd8 x cosP8P1
13. Toleransi kesalahan koordinat
Dari hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap di atas perlu
diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:
Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan:
L = jarak datar
Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran
Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran
0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta
Contoh.
Dari data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap pada tabel 5.3.
di bawah ini akan dihitung :
2. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Jo1 = (1,800 – 1,200) x100 = 60 m
107
Jo2 = (2,400 – 1,400) x100 = 100 m
Jo3 = (1,700 – 0,500) x100 = 120 m
Jo4 = (1,200 – 0,400) x100 = 80 m
Jo5 = (2,020 – 0,380) x100 = 164 m
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
Jd = Jo x (sin)2
Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 60 x (sin9730’)2 = 58,98 m
Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 100 x (sin93)2 = 99,73 m
Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 120 x (sin85)2 = 119,09 m
Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 80 x (sin84)2 = 79,12 m
Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 164 x (sin92)2 = 163,80 m
2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = Jo x sin x cos
t1 = Jo1 x sin x cos = 60 x sin9730’ x cos9730’ = -7,764 m
t2 = Jo2 x sin x cos = 100 x sin93 x cos93 = -5,226 m
t3 = Jo3 x sin x cos = 120 x sin85 x cos85 = 10,418 m
t4 = Jo4 x sin x cos = 80 x sin84 x cos84 = 8,316 m
t5 = Jo5 x sin x cos = 164 x sin92 x cos92 = -5,720 m
108
T
inggi ata
s
laut
2
250,0
00
K
ore
ksi
(-)
Selis
ih t
inggi -
+
S
udut
mirin
g
973
0’
823
0’
93’
87
85
95
84
96
92
88
973
0’
Jara
k
Datar
Optis
S
udut
350
80
230
95
150
55
20
250
404
8’
320
2602
’
1604
8’
Pem
bacaan b
enang
Bawah
1,2
00
1,4
00
1,4
00
0,6
00
0,5
00
0,2
00
0,4
00
0,8
00
0,3
80
0,7
60
1,2
80
Atas
1,8
00
2,0
00
2,4
00
1,6
00
1,7
00
1,4
00
1,2
00
1,6
00
2,0
20
2,4
00
1,8
80
Tengah muka
1,5
00
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
80
Tengah belakang
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
00
No.
pato
kk
Tinjau A
1
A
2
1
3
2
4
3
0
4
1
Berdiri 0
0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
0
0
Ta
be
l 5
.3.
Cata
tan
da
ta h
asil
pe
ng
uku
ran
po
lyg
on
te
rtu
tup
te
rikat
titik te
tap
u
ku
r
109
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 5.3,diketahui:
(t+) = 10,418 + 8,316 = 18,734 m
(t-) = 7,764 + 5,20 =18,710 m
Karena polygon tertutup maka : h = hP = 0
Dari hasil pengukuran hP = (t+) + (t-) = 18,734 – 18,710 = +0,024 m
Kesalahan (e) = hP – h = 0,024 – 0 = 0,024 m
Koreksi kesalahan (e) = - 0,024 m
t = 18,734 + 18,710 = 37,444 m (jumlah total).
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t
k = - e/ t = - 0,024/37,444 = - 0,00064 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
t = beda tinggi antartitik ukur
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Gambar 5.32. Sket lapangan polygon tertutup terikat titik tetap
A
110
Koreksi tinggi pada patok:
0 (k’0) = t0 x k = 7,764 x -0,00064 = - 0,005 m
1 (k’1) = t1 x k = 5,226 x -0,00064 = - 0,003 m
2 (k’2) = t2 x k = 10,418 x -0,00064 = -0,007 m
3 (k’3) = t3 x k = 8,316 x -0,00064 = - 0,005 m
4 (k’4) = t4 x k = 5,720 x -0,00064 = -0,004 m
4. Perhitungan beda tinggi setelah dikoreksi
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
t’0 = t0 + k’0 = -7,764 - 0,005 = -7,769m
t’1 = t1 + k’1 = -5,226 - 0,003 = -5,229 m
t’2 = t2 + k’2 = 10,418-0,007 = 10,411 m
t’3 = t3 + k’3 = 8,316 - 0,005 = 8,311 m
t’4 = t4 + k’4 = -5,720-0,004 = -5,724 m
hP = t’0 + t’1 + t’2 + t’3 + t’4
= -7,769 – 5,229 + 10,411 +8,311-5,724 = 0,000 m
h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama
5. Perhitungan ketinggian titik ukur dari permukaan air laut
Ditentukan harga ketinggian titik ukur: 0 (H0) = 2250,000 m.
Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian muka air laut persamaannya
adalah:
Hn = Hn-1 + t‟n
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
t’n = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari muka air laut
Perhitungan ketinggiannya untuk titik-titik ukur:
Titik 1H1 = H0 + t’0 = 2250,000 -7,769 = 2242,231m
Titik 2H2 = H1 + t’1 = 2242,231 – 5,229 = 2237,002 m
Titik 3H3 = H2 + t’2 = 2237,002 + 10,411 = 2247,413 m
Titik 4H4 = H3 + t’3 = 2247,413 +8,311 = 2255,724m
Titik 0H0 = H4 + t’4 = 2255,724 – 5,724 = 2250,000 m
111
Cara pengisian jarak optis, jarak datar,beda tinggi dan ketinggian dari
permukaan air laut pada blanko ukur lihat pada tabel 5.4.
K
etinggia
n
lokall
2
250,0
00
2242,2
31
2237,0
02
2247,4
13
2255,7
24
2250,0
00
K
ore
ksi
(-)
0,0
05
0,0
03
0,0
07
0,0
05
0,0
04
Selis
ih t
inggi -
7,7
64
5,2
26
5,7
20
+
10,4
18
8,3
16
S
udut
mirin
g
973
0’
823
0’
93’
87
85
95
84
96
92
88
973
0’
Jara
k
Datar
58,9
8
99,7
3
119,0
9
79,1
2
163,8
0
Optis
60
60
100
100
120
120
80
80
164
164
60
S
udut
350
80
230
95
150
55
20
250
404
8’
320
2602
’
1604
8’
Pem
bacaan b
enang
Bawah
1,2
00
1,4
00
1,4
00
0,6
00
0,5
00
0,2
00
0,4
00
0,8
00
0,3
80
0,7
60
1,2
80
Atas
1,8
00
2,0
00
2,4
00
1,6
00
1,7
00
1,4
00
1,2
00
1,6
00
2,0
20
2,4
00
1,8
80
Tengah muka
1,5
00
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
80
Tengah belakang
1,7
00
1,1
00
0,8
00
1,2
00
1,5
00
No.
pato
kk Tinjau A
1
0
2
1
3
2
4
3
0
4
1
Berdiri 0
0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
0
0
Ta
be
l 5
.4.
Ca
ra p
en
gis
ian
ha
sil
perh
itu
nga
n p
ad
a b
lan
ko
uku
r
u
ku
r
112
10. Perhitungan sudut horisontal
Pada gambar 5.33, akan dihitung besarnya sudut horizontal dari masing-
masing titik ukur:
Perhitungan sudut di sebelah kanan jalur ukuran dengan persamaan:
= B - M
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
1
0
2
3
4
0
1
2
3
4
Gambar 5.33. Sket sudut dalam pada polygon tertutup tak terikat titik tetap
0
1
2
B M
Gambar 5.34. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
113
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Pada gambar 5.33, sudut dalam ada di sebelah kanan jalur ukuran, maka
besarnya sudut sudut tersebut adalah :
1 = B1 - M1 = 230 - 95 = 135
2 = B2 - M2 = 150 - 55 = 95
3 = B3 - M3 = 20 - 250 = -230
= -230+ 360 = 130
4 = B4 - M4 = 4048’ - 320 = - 27912’
= - 27912’+ 360 = 8048’
0 = B0 - M0 = 26002’ - 16048’ = 9914’
Catatan: Apabila besar 0, maka harus ditambah 360
Perhitungan koreksi sudut
Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
k =e/
Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan
persamaan: k‟ = k x
Keterangan:
k = koreksi sudut tiap 1
e = kesalahan sudut
= jumlah total sudut
= besar sudut tiap titik ukur
Jumlah sudut hasil pengukuran:
= 1 + 2 + 3 + 4 + 0
= 135 + 95 + 130 + 8048’ + 9914’ = 54002’ = hP
Jumlah sudut hasil hitungan:
h = (n – 2) x 180 = (5 -2) x 180 = 540
Kesalahan sudut hasil pengukuran:
e = hP – h = 54002’ - 540 = 0 2’
Koreksi kesalahan e = - 0 2’
Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
114
k = e/ = - 0 2’/54002’ = 0,22221”
Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan
persamaan: k‟ = k x
k’1 = 1 x k1 = 135 x 0,22221” = - 00’30”
k’2 = 2 x k2 = 95 x 0,22221” = - 00’21”
k’3 = 3 x k3 = 130 x 0,22221” = - 00’29”
k’4 = 4 x k4 = 8048’ x 0,22221” = - 00’18”
k’0 = 0 x k0 = 9914’ x 0,22221” = - 00’22”
11. Perhitungan sudut horizontal setelah dikoreksi
Perhitungan besar sudut setelah dikoreksi persamaannya adalah:
K = + k‟
K1 =1 + k’1 = 135 - 00’30” = 134 59’30”
K2 =2 + k’2 = 95 - 00’21” = 9459’39”
K3 =3 + k’3 = 130 - 00’29” = 129 59’31”
K4 =4 + k’4 = 8048’ - 00’18” = 8047’’42”
K0 =0 + k’0 = 9914’ - 00’22” = 99 13’38”
Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran setelah dikoreksi
persamaannya adalah: K = (n - 2) x 180
K = K1 + K2 + K3 + K4 + K0
= 13459’30” + 9459’39” + 129 59’31” + 8047’’42”
+ 99 13’38” = 540
Dalam perhitungan sudut pada polygon tertutup, biasanya yang dihitung sudut
dalam, karena jumlah sudutnya lebih kecil dari jumlah sudut luar, dan juga
memudahkan pengontrolan bentuk gambar dengan bentuk daerah pengukuran.
Dari hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap di atas perlu diulang
atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:
Toleransi kesalahan beda tinggi persamaannya:
v = 0,3 x (L/100)1/2
2 + 4,51/2
Dari hasil pengukuran kesalahan beda tinggi (e) = 0,024 m
j = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m
v = 0,3 x (L/100)1/2
2 + 4,51/2
115
= 0,3 x (520,72/100)1/2
2 + 4,51/2 = 2,229 m
ev maka pengukuran tidak perlu diulang.
Toleransi kesalahan sudut, persamaannya:
v = 1,5‟ (n)1/2
Dari hasil pengukuran kesalahan sudut horizontal (e) = 2’
Jumlah titik ukur 5 titik
v = 1,5‟ (n)1/2 = 1,5‟ (5)1/2 = 3,354
ev maka pengukuran tidak perlu diulang.
Keterangan:
1,5’ = konstanta
n = jumlah titik sudut ukur
0,3; 100; 4,5 = konstanta
L = jarak datar
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Catatan: Apabila perhitungan sudut dalam telah dikoreksi, maka koreksi perhitungan
sudut luar tidak diperlukan, demikian juga sudut dalam.
Persamaan perhitungan sudut luar pada tiap titik ukur adalah: L = 360 - D
Persamaan perhitungan sudut dalam pada tiap titik ukur adalah: D = 360 - L
Keterangan:
L = besar sudut luar
360 = konstanta
D = besar sudut dalam
12. Perhitungan azimuth sisi-sisi polygon
Telah diketahui bahwa sudut dalam dari hasil pengukuran setelah dikoreksi adalah:
0 = 99 13’38” 1 = 134 59’30” 2 = 9459’39”
3 = 129 59’31” 4 = 8047’’42”
Diketahui koordinat titik:
0 : X0 = 3000,000 m; Y0 = 3000,000 m
A : XA = 2000,000 m; YA = 4732,051 m
P = 90 dihitung dari : P = (01) – (01) = 80 - 350 = - 270
P = - 270 + 360 = 90
116
Keterangan:
= azimuth garis pengikat pada polygon
= azimuth garis awal pada polygon
P = Sudut pengikat pengukuran
Azimut dari 0A (0A) dapat dicari dengan persamaan:
tg(0A) = (XA - X0)/(YA - Y0)
= (2000,000 - 3000,000)/( 4732,051 - 3000,000)
= -1000,000/1732,051 = -0,5773502 (kwadaran IV)
Maka 0A = 330
1
0
2
3
4
0
1
2
3
4
Gambar 5.35. Sket sudut dalam dan azimuth pada polygon tertutup terikat titik tetap
A
P = 90
117
Untuk memudahkan perhitungan azimuth sisi-sisi polygon, ditentukan sisi polygon
01 sebagai azimuth awal dari sisi polygon, dengan persamaan sebagai berikut:
01 = 0A + P = 330 + 90 = 420
01 360, maka 01 = 420 - 360 = 60 ditentukan azimuth awal
Maka azimuth sisi polygon lainnya dengan sudut dalam ada disebelah kanan jalur
ukuran, dapat dihitung sebagai berikut
12 = 10 - 1 = (60 + 180) - 134 59’30” = 10500’30”
23 = 21 - 2 = (10500’30” + 180) - 9459’39” = 1900’51”
34 = 32 - 3 = (1900’51” + 180) - 12959’31” = 2401’20”
40 = 43 - 4 = (2401’20” + 180) - 8047’’42” = 33913’38”
01 = 04 - 0 = (33913’38” + 180) - 99 13’38” = 420
01 360 01 = 420 - 360 = 60 azimuth akhir = azimuth awal
1
0
2
3
4
0
1
2
3
4
Gambar 5.36. Sket posisi azimuth sisi polygon
U
01
12
23
34
40
118
13. Perhitungan absis dan ordinat
Perhitungan absis dan ordinat seperti pada gambar polygon 5.35, dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
Perhitungan absis
dx1 = J1 x sin01 = 58,98 x sin60 = 51,078 m
dx2 = J2 x sin1; = 99,73 x sin10500’30” = 96,328 m
dx3 = J3 x sin23 = 119,09 x sin1900’51” = -20,709 m
dx4 = J4 x sin34 = 79,12 x sin2401’20” = -68,535 m
dx5 = J5 x sin40 = 163,80 x sin33913’38” = -58,094 m
dx+ = dx1 + dx2 = 51,078 + 96,328 = 147,406 m
dx- = dx3 + dx4 + dx5 = - 20,709 - 68,535 - 58,094 = -147,338
eX = (dx+) + (dx-) = 147,406 -147,338 = 0,068 m
J = J1 + J2 + J3 + J + J5
= 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m
Koreksi kesalahan absis
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis,
persamaannya: kX = eX/Jd = -0,068/520,72 = -0,0001305 m
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya :
k’X = kX x Jd
k’1X = k1X x Jd1 = = -0,0001305 x 58,98 = -0,008 m
k’2X = k2X x Jd2 = = -0,0001305 x 99,73 = -0,013 m
k’3X = k3X x Jd3 = = -0,0001305 x 119,09 = -0,015 m
k’4X = k4X x Jd4 = = -0,0001305 x 79,12 = -0,010 m
k’5X = k5X x Jd5 = = -0,0001305 x 163,8 = -0,022 m
Perhitungan absis setelah dikoreksi
dx1K = dx1 + k’1X = 51,078 - 0,008 = 51,070 m
dx2K = dx2 + k’2X = 96,328 – 0,013 = 96,315 m
dx3K = dx3 + k’3X = -20,709 -0,015 = - 20,724 m
dx4K = dx4 + k’4X = -68,535 – 0,010 = -68,545 m
dx5K = dx5J5 + k’5X = -58,094 - 0,022 = -58,116 m
Perhitungan ordinat
dy1 = J1 x cos01 = 58,98 x cos60 = 29,490 m
119
dy2 = J2 x cos12 = 99,73 x cos10500’30” = -25,826 m
dy3 = J3 x cos23 = 119,09 x cos1900’51” = -117,276 m
dy4 = J4 x cos34 = 79,12 x cos2401’20” = -39,533 m
dy5 = J5 x cos40 = 163,80 x cos33913’38” = 153,152 m
dy+ = dy1 + dy5 = 29,490 + 153,152 = 182,642 m
dy- = dy2 + dy3 + dy4 = -25,826 - 117,276 - 39,533 = -182,635 m
ey = (dy+) + (dy-) = 182,642 - 182,635 = 0,007 m
J = J1 + J2 + J3 + J + J5
= 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m
Koreksi kesalahan ordinat
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat,
persamaannya :
kY = eY/Jd = -0,007/520,72 = -0,0000134
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat,
persamaannya :
k’Y = kY x Jd
k’1y = k1y x Jd1 = = -0,0000134 x 58,98 = -0,001 m
k’2y = k2y x Jd2 = = -0,0000134 x 99,73 = -0,001 m
k’3y = k3y x Jd3 = = -0,0000134 x 119,09 = -0,002 m
k’4y = k4y x Jd4 = = -0,0000134 x 79,12 = -0,001 m
k’5y = k5y x Jd5 = = -0,0000134 x 163,8 = -0,002 m
Perhitungan ordinat setelah dikoreksi
dy1K = dy1 + k’1y = 29,490 - 0,001 = 29,489
dy2K = dy2 +k’2y = -25,826- 0,001 = -25,827 m
dy3K = dy3 + k’3y = -117,276 – 0,002 = -117,278 m
dy4K = dy3 + k’4y = -39,533 – 0,001 = -39,534 m
dy5K = dy5 + k’5y = 153,152 – 0,002 = 153,150 m
120
14. Perhitungan koordinat
Diketahui koordinat titik 0 X0 = 3000,000 m; Y0 = 3000,000 m
Maka koordinat titik:
1 X1 = X0 + dx1K = 3000,000 + 51,070 = 3051,070 m
Y1 = Y0 + dy1K = 3000,000 + 29,489 = 3029,489 m
2 X2 = X1 + dx2K = 3051,070 + 96,315 = 3147,385 m
Y2 = Y1 + dy2K = 3029,489 – 25,827 = 3003,662 m
3 X3 = X2 + dx3K = 3147,385 – 20,724 = 3126,661 m
Y3 = Y2 + dy3K = 3003,662 – 117,278 = 2886,384 m
4 X4 = X3 + dx4K = 3126,661- 68,545 = 3058,116 m
Y4 = Y3 + dy4K = 2886,384 – 39,534 = 2846,850 m
1
0
2
3
4
Gambar 5.37. Sket posisi absis dan ordinat
U
+dx1
2
+dy1
2
-dy2 +dx2
2
-dx3
-dy3
-dy4
-dx4 -dx5
+dy5
121
0 X0 = X4 + dx5K = 3058,116 – 58,116 = 3000,000 m
Y0 = Y4 + dy5K = 2846,850 + 153,150 = 3000,000 m
Cara pengisian sudut, azimuth, jarak, absis , ordinat dan koordinat lihat tabel 5.5.
Tabel 5.5. Perhitungan koordinat polygon tertutup terikat titik tetap
T I
t I
k
S u
d u
t
Ko
reksi
Azim
ut
J a
r a
k
dx
Ko
reksi
dy
Ko
reksi
Koordinat
X Y
0 3000 3000
60 58,98 51,078 -0,008 29,490 -0,001
1 135 -30” 3051,070 3029,489
105 00 30 99,73 96,328 -0,013 -25,826 -0,001
2 95 -21” 3147,385 3003,662
1900’5190 00 51 119,09 -20,709 -0,015 -117,276 -0,002
3 130 -29” 3126,661 2886,384
240 01 20 79,12 -68,535 -0,010 -39,533 -0,001
4 80 48 -18 3058,116 2846,850
339 13 38 163,80 -58,094 -0,022 153,152 -0,002
0 99 14 -22” 3000,000 3000,000
60
1
540 02 -120” 520,72 +147,406 -0,068 +182,642 -0,007
-147,338 -182,635
+0,068 +0,007
122
Dari hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap di atas perlu
diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini
Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2 = ( (Δx)2 +(Δy)2 )1/2
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949
Kesalahan perhitungan koordinat dari hasil pengukuran diketahui :
ea = -0,068 m = Δx; eo = -0,007 m = Δy
e = (-0,068)2 + (-0,007)2
2 = 0,068 m
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2
Gambar 5.38. Peta poligon Skala 1 : 2000
0 2
3
4
U
1
3040
3000
2960
2920
2880
2840
30
00
30
40
30
80
31
20
31
60
123
v = (0,0007 x 0,52072)2 + 0,02 x (0,52072)1/2
2 + 21/2
v = (1,329)-07 + (2,083)-05 + 21/2 = 1,414 m
ev, maka pengukuran tidak perlu diulang.
5.2. Bentuk polygon terbuka
Pada pengukuran polygoon terbuka, titik awal tidak menjadi titik akhi pengukuran
(lihat gambar 5.39).
Keterangan:
B = Titik awal pengukuran
C = Titik akhir pengukuran
8 … C = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
B A = Garis bidik azimuth awal
C D = Garis bidik azimuth akhir
Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air
laut
= Garis ukur poligon
Bentuk polygon terbuka ada 3 bagian :
1). Bagian polygon terbuka tak terikat titik tetap
2). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap
3). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap sempurna
B
B
C
Gambar 5.39. Bentuk pengukuran polygon
terbuka
Δ
Δ
A
Δ
Δ 1
2
D
1
2
124
1). Bagian polygon terbuka tak terikat titik tetap
Pada pengukuran polygoon tebuka tak terikat titik tetap, titik awal
tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.40)
Dalam perhitungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan –
perhitungan dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :
a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode)
b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut)
a. c. Harus ditentukan sistim koordinatnya
b. d. Harus ditentukan azimuth garis polygon
c. e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit
Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan dengan cara:
1. Ditentukan skalanya
2. Digambar besar sudut-sudut setiap titik ukur polygon
3. Digambar masing-masing jarak dari setiap sisi polygon.
Yang diukur pada polygon terbuka tak terikat titik tetap adalah :
a. Panjang sisi – sisi polygoon
b. Besar sudut miring antar dua titik ukur
c. Besar sudut titik-titik ukur polygon
Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah:
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
1
1
4
Gambar 5.40. Bentuk pengukuran polygon
terbuka tak terikat titik tetap
4
0 2
3
5
2
3
125
Jo = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah;
bt = benang tengah 100 = konstanta
jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut)
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
ba
bb
bv
bt
Gambar 5.42. Gambar benang diapragma dalam teropong
ba
0
1
jd
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 5.41. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
P
•
126
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut
horizontal)
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
2. Perhitungan sudut miring
Sudut miring zenith.
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 5.43. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
Gambar 5.44. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit
90
0 180
270
127
Sudut miring nadir.
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0
Sudut miring nadir ke sudut miring zenit
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya :
Z = 90 - N
Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir
90 = konstanta
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya :
N = 90 - Z
3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x cos = jo x (cos)2
4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin
180
270 90
0
Gambar 5.45. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
128
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x sin = jo x (sin)2
Keterangan:
= sudut miring; Aba AB; Bbb AB; Pbt AB.
0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur;
01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah
5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = jo x sin x cos
ba
0
1
jd
bb
bt
Gambar 5.46. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah
P
•
A
B
P
0 1
Gambar 5.47. Pengukuran beda tinggi
t
t
Q
129
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0 1
= sudut miring
P0 = Q1
6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap titik lokal
Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya
7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:
= M - B
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:
= B - M
0
1
2
B M
Gambar 5.48. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
130
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Catatan:
Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak
Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik
Contoh.
Dari data hasil pengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap pada tabel
5.6. di bawah ini akan dihitung :
0
1
2
B M
Gambar 5.49. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
Gambar 5.50. Bagan lingkaran sudut horisontal
0
270 90
180
131
T
inggi lo
kal
8
00,0
00
K
ore
ksi
(-)
Selis
ih t
inggi -
+
S
udut
mirin
g
794
0’
844
5’
951
5’
741
5’
1054
5’
942
0’
854
0’
815
0’
Jara
k
Datar
Optis
S
udut
20
140
350
140
340
250
200
320
Pem
bacaan b
enang
Bawah
1,0
00
0,9
50
1,2
100
1,1
50
0,4
00
0,3
75
0,6
00
0,5
75
Atas
1,8
00
1,8
50
2,0
00
1,9
50
1,2
00
1,2
25
1,4
50
1,4
75
Tengah muka
1,4
00
1,5
50
0,8
00
1,0
25
Tengah belakang
1,4
00
1,5
50
0,8
00
1,0
25
No.
pato
k
Tinjau 0
2
1
3
2
4
3
5
Berdiri 0
1
1
2
2
3
3
4
4
Ta
be
l 5
.6.
Cata
tan
da
ta h
asil
pe
ng
uku
ran
po
lyg
on
te
rtu
tup
te
rikat
titik te
tap
u
ku
r
132
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Jo1 = (1,800 – 1,000) x 100 = 80 m
Jo2 = (,850 – 0,950) x 100 = 90 m
Jo3 = (1,950 – 1,150) x 100 = 80 m
Jo4 = (1,225 – 0,375) x 100 = 85 m
Jo5 = (1,475 – 0,575) x 100 = 90 m
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
Jd = Jo x (sin)2
Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 80 x (sin7940’)2 = 77,426 m
Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 90 x (sin8445’)2 = 89,246 m
Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 80 x (sin7415’)2 = 74,106 m
Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 85 x (sin8540’)2 = 84,515 m
Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 90 x (sin8150’)2 = 88,184 m
2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = Jo x sin x cos
t1 = Jo1 x sin x cos = - 80 x sin7940’ x cos7740’ = -14,117m
t2 = Jo2 x sin x cos = 90 x sin8445’ x cos8445’ = 8,200m
1
1
4
Gambar 5.51. Sket bentuk pengukuran polygon
terbuka tak terikat titik tetap
4
0 2
3 5
2
3
133
t3 = Jo3 x sin x cos = 80 x sin7415’ x cos7415’ = 20,900m
t4 = Jo4 x sin x cos = 85 x sin9420’ x cos9420’ = -6,404m
t5 = Jo5 x sin x cos = 90 x sin8150’ x cos8150’ = 12,655m
3. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya ut
Diketahui ketinggian titik local 0 (H0) = 800,000 m
H1 = H0 + t1 = 0,000 - 14,117 = -14,117 m H2 = H1 + t2 = -14,117 + 8,200 = -5,917 m H3 = H2 + t3 = -5,917 + 20,900 = 14,983 m H4 = H3 + t4 = 14,983 - 6,404 = 8,579 m H5 = H4 + t5 = 8,579 + 12,655 = 21,234 m 4. Menghitung sudut horisontal
Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.6, akan dihitung sudut di sebelah
kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.52, dengan persamaan sebagai
berikut:
= M -B
1 = M1 -B1 = 140 - 20 = 120
2 = M2 -B2 = 140 - 350 = - 210 = - 210 + 360 = 150
3 = M3 -B3 = 250 - 340 = - 90 = - 90 + 360 = 270
4 = M4 -B4 = 320 - 200 = 120
1
1 =120
4 = 120
Gambar 5.52. Sket posisi sudut di sebelah kiri jalur ukuran
4
0 2 = 150
3 = 270 5
2
3
134
T
inggi lo
kal
0
,000
-14,1
17
-5,9
17
14,9
83
8,5
79
21,2
34
K
ore
ksi
(-)
Selis
ih t
inggi -
14,1
17
6,4
04
+
8,2
00
20,9
00
12,6
55
S
udut
mirin
g
794
0’
844
5’
951
5’
741
5’
1054
5’
942
0’
854
0’
815
0’
Jara
k
Datar
77
,42
6
89
,24
6
74
,10
6
84
,51
5
88
,18
4
Optis
80,0
00
90,0
00
80,0
00
85,0
00
90,0
00
S
udut
20
140
350
140
340
250
200
320
Pem
bacaan b
enang
Bawah
1,0
00
0,9
50
1,2
100
1,1
50
0,4
00
0,3
75
0,6
00
0,5
75
Atas
1,8
00
1,8
50
2,0
00
1,9
50
1,2
00
1,2
25
1,4
50
1,4
75
Tengah muka
1,4
00
1,5
50
0,8
00
1,0
25
Tengah belakang
1,4
00
1,5
50
0,8
00
1,0
25
No.
pato
k
Tinjau 0
2
1
3
2
4
3
5
Berdiri 0
1
1
2
2
3
3
4
4
Ta
be
l 5
.7.
Ca
ra m
en
gis
i ja
rak,
be
da
tin
gg
i d
an k
etin
gg
ian
lo
ka
l
u
ku
r
135
Catatan Pada pengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap, hasil perhitunganuntuk : 1. Kesalahan sudut horizontal tidak diketahui 2. Kesalahan beda tinggi tidak diketahui
Catatan: Pada pengukuran polygon terbuka tatk terikat titik tetap yang tidak bisa dikonterol kesalahannya adalah:
1. Hasil perhitungan sudut horizontal 2. Hasil perhitungan beda tinggi
Gambar 5.53. Peta topografi polygon terbuka tak terikat
Skala 1:2500
136
2). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap
Pada pengukuran polygoon tebuka terikat titik tetap, titik awal
tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.54)
Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan – perhitungan
dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :
a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode)
b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut)
d. c. Harus ditentukan sistim koordinatnya
e. d. Harus ditentukan azimuth garis polygon
f. e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit
Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara:
1. Ditentukan skalanya
2. Titik-titik ukur diplot pada peta dengan sistim koordinat
3. Ketinggian titik ukur ditentukan dari permukaan air laut
4. Harga garis kontur ditentukan sesuai dengan kaedah peta atau untuk peta teknis
disesuaikan dengan ketelitian yang diperlukan.
Yang diukur pada polygon terbuka terikat titik tetap adalah :
a. Azimut awal pengukuran
b. Panjang sisi – sisi polygoon
c. Besar sudut miring antar dua titik ukur
d. Besar sudut titik-titik ukur polygon
B
B
Gambar 5.54. Bentuk pengukuran polygon
terbuka terikat titik tetap
C A 1
2 1
2
137
Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah:
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah;
bt = benang tengah 100 = konstanta
jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut)
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur
Keterangan :
ba
bb
bv
bt
Gambar 5.56. Gambar benang diapragma dalam teropong
ba
0
1
jd
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 5.55. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
P
•
138
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut
horizontal)
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
2. Perhitungan sudut miring
Sudut miring zenith.
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 5.57. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
Gambar 5.58. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit
90
0 180
270
139
Sudut miring nadir.
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0
Sudut miring nadir ke sudut miring zenit
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya :
Z = 90 - N
Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir
90 = konstanta
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya :
N = 90 - Z
3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x cos = jo x (cos)2
4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:
180
270 90
0
Gambar 5.59. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
140
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x sin = jo x (sin)2
Keterangan:
= sudut miring; Aba AB; Bbb AB; Pbt AB.
0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur;
01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah
5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = jo x sin x cos
ba
0
1
jd
bb
bt
Gambar 5.60. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan
tanah
P
•
A
B
P
0 1
Gambar 5.61. Pengukuran beda tinggi
t
t
Q
141
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0 1
= sudut miring
P0 = Q1
6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut
Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya
7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:
= M - B
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran
0
1
2
B M
Gambar 5.62. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
142
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:
= B - M
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Catatan:
Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak
Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik
8. Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran dan azimuth
sis-sisi polygon.
0
1
2
B M
Gambar 5.63. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
Gambar 5.64. Bagan lingkaran sudut horisontal
0
270 90
180
143
Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran
Diketahui koordinat titik A dan titik B.
Perhitungan azimuth awal dihitung dengan persamaan:
tgBA = (XA – XB)/(YA – YB), (lihat gambar 5.54)
BA diketahui
Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
(B1) = BA + B ; (12) = 1B + 1
(2C) = 21 + C;
Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut kiri dari arah jalur
pengukuran
9. Perhitungan absis dan ordinat
a. Perhitungan absis
Absis dapat dihitung dengan persamaan :
dx = Jd x sin
-Y
P1
+Y
P2
dy
dx
-X 0
+X
Jd
Gambar 5.65. Kedudukan absis dan ordinat
144
b. Perhitungan ordinat
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan :
dy = Jd x cos
Keterangan:
= Azimut; Jd = Jarak datar;
dx = absis; dy = Ordinat
Kalau hasil pengukuran benar:
(dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL = hX
(dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL = hY
Keterangan:
hX = hasil hitungan absis
hY = hasil hitungan ordinat
c. Kesalahan pengukuran
Kalau hasil pengukuran salah persamaannya:
hXP = (dx+) + (dx-) hX
hYP = (dy+) + (dy-) hY
eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY
Keterangan:
eX = kesalahan hasil pengukuran absis
eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat
hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal
hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal
d. Koreksi kesalahan
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis,
persamaannya: kX = eX/Jd
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya :
k’X = kX x Jd
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat,
persamaannya : kY = eY/Jd
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat,
persamaannya : k’Y = kY x Jd
145
Keterangan:
Jd = jumlah jarak datar
10. Perhitungan koordinat
Perhitungan koordinat pada gambar 5.66, dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
X1 = XB + Jd1 x sinB1; Y1 = YB + Jd1 x cosB1
X2 = X1 + Jd2 x sin12; Y2 = Y1 + Jd2 x cos12
XC = X2 + Jd3 x sin2C; YC = Y2 + Jd3 x cos2C
11. Toleransi kesalahan koordinat
Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu
diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:
Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan:
L = jarak datar
Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran
Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran
0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta
Contoh.
Dari data hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap pada tabel 5.8.
di bawah ini akan dihitung :
B
B
Gambar 5.66. Bentuk pengukuran polygon
terbuka terikat titik tetap
C A 1
2 1
2
146
T
inggi lo
kal
1
600,0
00
1623,7
00
K
ore
ksi
(-)
Selis
ih t
inggi -
+
S
udut
mirin
g
952
0’
844
0’
795
0’
1001
0’
815
0’
Jara
k
Datar
Optis
S
udut
350
90
200
80
340
100
Pem
bacaan b
enang
Bawah
0,4
90
0,6
90
0,5
75
0,5
60
0,7
70
Atas
1,5
00
1,7
00
1,8
15
1,8
00
1,5
90
Tengah muka
0,9
95
1,1
95
1,1
80
Tengah belakang
1,1
95
1,1
80
No.
pato
k
Tinjau A
1
B
2
1
C
Berdiri B
B
B
1
1
2
2
Ta
be
l 5
.9.
Cata
tan
da
ta h
asil
pe
ng
uku
ran
po
lyg
on
te
rbu
ka
teri
kat
titik teta
p
u
ku
r
147
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Jo1 = (1,500 – 0,490) x 100 = 101 m
Jo2 = (1,815 – 0,575) x 100 = 124 m
Jo3 = (1,590 – 0,770) x 100 = 82 m
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
Jd = Jo x (sin)2
Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 101 x (sin9520’)2 = 100,12 m
Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 124 x (sin7950’)2 = 120,14 m
Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 82 x (sin8150’)2 = 80,34 m
2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = Jo x sin x cos
t1 = Jo1 x sin x cos = 101 x sin9520’ x cos9520’ = -9,347 m
t2 = Jo2 x sin x cos = 124 x sin7950’ x cos7950’ = 21,544 m
t3 = Jo3 x sin x cos = 82 x sin8150’ x cos8150’ = 11,530 m
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi,
persamaannya sebagai berikut
1). Kalau benar h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP
2). Kalau salah h hP = (t+) + (t-)
3). Kesalahan beda tinggi e = hP - h
t+ = Jumlah beda tinggi positif
B
B
Gambar 5.67. Sket bentuk pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap
C A 1
2 1
2
148
t- = Jumlah beda tinggi negatif
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi hasil hitungan dan pengukuran
Diketahui tiketinggian titik dari permukaan air laut:
Titik B (HB) = 1600 m. Titik C(HC) = 1623,700 m
h = HC – HB = 1623,700 – 1600 = 23,700 m
(t+) = 21,544 + 11,530 = 33,074 m
(t-) = 9,347 m
t = (t+) + (t-) = 33,074 + 9,347 = 42,421 m
hP = (t+) + (t-) = 33,074 – 9,347 = 23,727 m
e = hP – h = 23,727 – 23,700 = 0,027 m
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi
t = = (t+) + (t-) 42,421 (jumlah total)
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = -e/ t
(k) = -e/ t = -0,027/ 42,421 = -0,00064 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
(k’1) = k x t1 = 9,347 x -0,00064 = -0,006 m
(k’2) = k x t2 = 21,544 x -0,00064 = -0,014 m
(k’3) = k x t3 = 11,530 x -0,00064 = -0,007 m
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
(t’1) = (k’1) + t1 = - 0,006 + 9,347 = -9,353 m
(t’2) = (k’2) + t2 = 21,544 - 0,014 = 21,530 m
(t’3) = (k’2) + t3 = 11,530 - 0,007 = 11,523 m
4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari permukaan
air laut.
149
Harga ketinggian titik ukur 1; 2 dan C dari permukaan air laut adalah:
H1 = HB + (t’1) = 1600 - 9,353 = 1590,647 m H2 = H1 + (t’2) = 1590,647 + 21,530 = 1612,177 m HC = H2 + (t’3) = 1612,177 + 11,523 = 1623,700 m
150
T
inggi dari
muka a
ir
laut
1
600,0
00
1590,6
47
1612,1
77
1623,7
00
K
ore
ksi
(-)
Selis
ih t
inggi -
9,3
53
+
21,5
30
11,5
23
S
udut
mirin
g
952
0’
844
0’
795
0’
1001
0’
815
0’
Jara
k
Datar
100,1
20
120,1
40
80,3
40
Optis
101
101
124
124
82
S
udut
350
90
200
80
340
100
Pem
bacaan b
enang
Bawah
0,4
90
0,6
90
0,5
75
0,5
60
0,7
70
Atas
1,5
00
1,7
00
1,8
15
1,8
00
1,5
90
Tengah muka
0,9
95
1,1
95
1,1
80
Tengah belakang
1,1
95
1,1
80
No.
pato
k
Tinjau A
1
B
2
1
C
Berdiri B
B
B
1
1
2
2
Ta
be
l 5
.10
. C
ara
me
ng
isi ja
rak, b
ed
a t
ing
gi d
an
ke
tin
gg
ian
mu
ka
air
la
ut
u
ku
r
151
5. Menghitung sudut horisontal
Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.9, akan dihitung:
Sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.68, dengan
persamaan sebagai berikut:
= M -B
B = M1 -B1 = 90 - 350 = -260 = -260 + 360 = 100
1 = M2 -B2 = 80 - 200 = -120 = -120 + 360 = 240
2 = M3 -B3 = 100 - 340 = -240 = -240 + 360 = 120
Sudut di sebelah kanan dari jalur ukuran seperti gambar 5.69, dengan
persamaan sebagai berikut:
= M -B
B = B1 - M1 = 350 - 90 = 260
1 = B2 - M2 = 200 - 80 = 120
2 = B3 - M3 = 340 - 100 = 240
B =100
1 = 240
2 = 120
B
Gambar 5.68. Sket posisi sudut di sebelah kiri
arah jalur ukuran polygon terbuka terikat
C A
1
2
B =260
1 = 120
2 = 240 B
Gambar 5.69. Sket posisi sudut di sebelah
kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat
C A 1
2
152
Catatan: Kesalahan sudut horizontal tidak bisa dikontrol, karena akhir pengukuran tidak diikatkan pada garis polygon yang telah ditentukan azimutnya, seperti pada awal pengukuran.
6. Menghitung azimuth sisi-sisi polygon
Pada gambar 5.68 akan dihitung azimuth dari sisi-sisi poligonnya
dengan persamaan sebagai berikut:
Sudut di sebelah kiri jalur ukuran:
Diketahui koordinat titik: A XA = 6000 m; YA = 6000 m
B XB = 8000 m; YB = 4000 m
tgBA = (XA - XB)/( YA - YB)
= (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kw IV)
BA = 315 AB = BA - 180 = 315 - 180 = 135
Azimut dari B1 (B1) = Azimut dari BA (BA) + B
(B1) = (BA) + B = 315 + 100 = 415
= 415 - 360 = 55
Azimut dari 12 (12) = Azimut dari 1B (1B) + 1
(12) = (1B) + 1 = 235 + 240 = 475
= 475 - 360 = 115
Azimut dari 2C (2C) = Azimut dari 21 (21) + 2
(2C) = (21) + 2 = 295 + 120 = 415
= 415 - 360 = 55
Sudut di sebelah kanan jalur ukuran:
Diketahui koordinat titik: A XA = 6000 m; YA = 6000 m
B XB = 8000 m; YB = 4000 m
tgBA = (XA - XB)/( YA - YB)
= (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kw IV)
BA = 315
Azimut dari B1 (B1) = Azimut dari BA (BA) - B
(B1) = (BA) - B = 315 -260 = 55
Azimut dari 12 (12) = Azimut dari 1B (1B) - 1
(12) = (1B) - 1 = 235 - 120 = 115
153
Azimut dari 2C (2C) = Azimut dari 21 (21) - 2
(2C) = (21) + 2 = 295 - 240 = 55
7. Perhitungan absis dan ordinat
a. Perhitungan absis
Absis dapat dihitung dengan persamaan :
dx = Jd x sin
Diketahui koordinat titik: A XA = 6000 m; YA = 6000 m
B XB = 8000 m; YB = 4000 m
dx1 = Jd1 x sinB1 = 100,12 x sin55 = 82,013 m
dx2 = Jd2 x sin12 = 120,14 x sin115 = 108,884 m
dx3 = Jd3 x sin2C = 80,34 x sin55 = 65,811 m
b. Perhitungan ordinat
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan :
dy = Jd x cos
dy1 = Jd1 x cosB1 = 100,12 x cos55 = 57,426 m
dy2 = Jd2 x cos12 = 120,14 x cos115 = -50,773 m
dy3 = Jd3 x cos2C = 80,34 x cos55 = 46,081 m
c. Hasil perhitungan absis dan ordinat dari hasil ukuran
135 115
B
Gambar 5.69a. Sket posisi azimuth pada pengukuran polygon terbuka terikat
C A
1
2
55
55
U
U
U
U
154
hXP = dx = dx1 + dx2 + dx3 = 82,013 + 108,884 + 65,811 = 256,708 m
hYP = dy = dy1 + dy2 + dy3 = 57,426 - 50,773 + 46,081 = 52,734 m
d. Hasil hitungan absis dan ordinat dari titik tetap
hX = XAKHIR - XAWAL = XC - XB = 8256 – 8000 = 256 m
hY = YAKHIR - YAWAL = YC - YB = 4052 – 4000 = 52 m
e. Kesalahan pengukuran absis dan ordinat
eX = hXP - hX = 256,708 - = 256 = 0,708 m
eY = hYP - hY = 52,734 – 52 = 0,734 m
f. Koreksi kesalahan
Jd = Jd1 + Jd2 + Jd3 = 100,12 + 120,14 + 80,34 = 300,60 m
Koreksi kesalahan: absis (-eX)= -0,708 m
Koreksi kesalahan ordinat (-eY) = -0,734 m
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis,
persamaannya: kX = -eX/Jd = -0,708/300,60 = -0,002355 m
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya
k’X = kX x Jd
k’1X = k1x x Jd1 = 100,12 x -0,002355 = -0,236 m
k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002355 = -0,283 m
k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002355 = -0,189 m
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat,
persamaannya: kY = -eY/Jd = -0,734/300,60 = -0,00244178m
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat,
persamaannya k’Y = kY x Jd
k’1Y = k1Y x Jd1 = 100,12 x -0,00244178 = -0,245 m
k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,00244178 = -0,293 m
k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,00244178 = -0,196 m
g. Absis dan ordinat hasil koreksi
d’x1 = dx1 - k’1X = 82,013 – 0,236 = 81,777 m
d’x2 = dx2 - k’2X = 108,884 – 0,283 = 108,601 m
d’x3 = dx3- k’3X = 65,811 – 0,189 = 65,622 m
d’y1 = dy1 - k’1Y = 57,426 – 0,245 = 57,181 m
d’y2 = dy2 - k’2Y = -50,773 – 0,293 = -51,066 m
155
d’y3 = dy3- k’3Y = 46,081 – 0,196 = 45,885 m
8. Perhitungan koordinat
Diketahui koordinat titik : A XA = 6000 m; YA = 6000 m
B XB = 8000 m; YB = 4000 m
C XC = 8256 m; YC = 4052 m
Dari gambar 5.70 akan dihitung koordinat titik: 1; 2; dan C
1 X1 = XB + d’x1 = 8000 + 81,777 = 8081,777m;
Y1 = YB + d’y1 = 4000 +57,181 m = 4057,181 m
2 X2 = X1 + d’x2 = 8081,777 + 108,601 = 8190,378m;
Y2 = Y1 + d’y2 = 4057,181-51,066 m = 4006,115 m
C XC = X2 + d’x3 = 8190,378 + 65,622 = 8256 m;
YC = Y2 + d’y3 = 4006,115 + 45,885 = 4052 m
B
Gambar 5.70. Sket posisi absis dan ordinat
pada polygon terbuka terikat
C A
1
2
U
U
U
U
Y
X
81,777
108,601
U
65,622 57,1
81
-51,0
66
45,8
85
156
9. Toleransi kesalahan koordinat
Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu
diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:
Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2
Keterangan: L = jarak datar
Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran
Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran
0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949
Kesalahan pengukuran: eX = Δx = 0,708 m; eY = Δy = 0,734 m
e = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 = ((0,708 )2 + (0,734 )2 )1/2 = 1,0198 m
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2
v = (0,0007 x 300,6)2 + 0,02(300,6)1/2
2 + 21/2 = 1,471 m
ev maka pengukuran tak perlu diulang
157
Tabel 11. Cara mengisi sudut, azimuth, absis, ordinat dan koordinat
pada blanko ukur
Titik Sudut Kor Azimut Jarak J.sin Kor
(-)
J.cos Kor
(-)
X Y
A 6000 6000
135
B 100 8000 4000
55 100,12 82,013 0,236 57,426 0,245
1 240 8081,777 4057,181
115 120,14 108,884 0,283 -50,773 0,293
2 120 8190,378 4006,115
55 80,34 65,811 0,189 46,081 0,196
C 8256 4052
300,60 256,708 0,708 52,734 0,734 256 52
158
PETA TOPOGRAFI 1 : 2500
159
3). Bagian polygon terbuka sempurna terikat titik tetap
Pada pengukuran polygoon tebuka sempurna terikat titik tetap, titik awal
tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.71)
Pada awal pengukuran dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap dan garis bidik
yang telah ditentukan azimutnya.
Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan – perhitungan
dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :
a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode)
b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut)
g. c. Harus ditentukan sistim koordinatnya
h. d. Harus ditentukan azimuth garis polygon
i. e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit
Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara:
1. Ditentukan skalanya
2. Titik-titik ukur diplot pada peta dengan sistim koordinat
3. Ketinggian titik ukur ditentukan dari permukaan air laut
4. Harga garis kontur ditentukan sesuai dengan kaedah peta atau untuk peta teknis
disesuaikan dengan ketelitian yang diperlukan.
Yang diukur pada polygon terbuka sempurna terikat titik tetap adalah :
a. Azimut awal dan akhir pengukuran
b. Panjang sisi – sisi polygoon
c. Besar sudut miring antar dua titik ukur
B
B
Gambar 5.71. Bentuk pengukuran polygon
terbuka sempurna terikat titik tetap
C
A 1
2 1
2
D
C
160
d. Besar sudut titik-titik ukur polygon
Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah:
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Keterangan:
ba = benang atas; bb = benang bawah;
bt = benang tengah 100 = konstanta
jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut)
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur
ba
bb
bv
bt
Gambar 5.73. Gambar benang diapragma dalam teropong
ba
0
1
jd
ba
- b
b
bb
bt
Gambar 5.72. Pembacaan benang jarak pada bak ukur
P
•
161
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut
horizontal)
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m
2. Perhitungan sudut miring
Sudut miring zenith.
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90
bb
1,7
1,8
1,9
2,0
bt
bb
Gambar 5.74. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
162
Sudut miring nadir.
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0
Sudut miring nadir ke sudut miring zenit
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya :
Z = 90 - N
Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir
90 = konstanta
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya :
Gambar 5.75. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit
90
0 180
270
180
270 90
0
Gambar 5.76. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
163
N = 90 - Z
3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x cos = jo x (cos)2
4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:
Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
jd = jn x sin = jo x (sin)2
Keterangan:
= sudut miring; Aba AB; Bbb AB; Pbt AB.
0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur;
01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah
5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
ba
0
1
jd
bb
bt
Gambar 5.77. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan
tanah
P
•
A
B
164
t = jo x sin x cos
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0 1
= sudut miring
P0 = Q1
6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut
Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
. t = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya
7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:
= M - B
P
0 1
Gambar 5.78. Pengukuran beda tinggi
t
t
Q
0
1
2
B M
Gambar 5.79. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
165
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:
= B - M
Keterangan:
= Besar sudut tiap titik ukur
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang
= Arah jalur ukuran
= Arah pembacaan sudut jurusan
0
1
2
B M
Gambar 5.80. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
166
Catatan:
Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak
Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik
8. Perhitungan sudut hasil pengukuran
Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran
Perhitungan jumlah sudut di sebelah kiri jalur ukuran, dengan
persamaan sebagai berikut (lihat gambar 5.82).
= CD - BA + (n-1) x 180 = h
Gambar 5.81. Bagan lingkaran sudut horisontal
0
270 90
180
B
B
Gambar 5.82. Posisi sudut di sebelah kiri jalur ukuran. terbuka sempurna terikat titik tetap
D
A 1
2 1
2
C
C
167
Perhitungan jumlah sudut di sebelah kanan jalur ukuran, dengan
persamaan sebagai berikut (lihat gambar 5.83).
= BA - CD + (n-1) x 180= h
Keterangan:
= B + 1 + 2 + C
n = Jumlah titik sudut
1 = Konstanta
180 = Konstanta
h = Jumlah sudut hasil hitungan
9. Perhitungan koreksi sudut
Perhitungan koreksi sudut
Kesalahan sudut dihitung dengan persamaan:
e = - CD - BA + (n-1) x 180 untuk sudut kiri
e = - BA - CD + (n-1) x 180 untuk sudut kanan
hP = = Jumlah sudut hasil perhitungan pengukuran
e = hP - h
Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
k =e/
Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dengan persamaan:
k‟ = k x
Keterangan:
k = koreksi sudut tiap 1
e = kesalahan sudut
B
B
Gambar 5.83. Posisi sudut di sebelah kanan jalur ukuran
D
A
1
2
1
2
C
C
168
hP = Jumlah sudut hasil pengukuran
= jumlah total sudut
= besar sudut tiap titik ukur
10. Perhitungan azimuth awal dan akhir pengikatan pengukuran
serta azimuth sis-sisi polygon.
Perhitungan azimuth awal dan akhir pengikatan pengukuran
Diketahui koordinat titik A, B, C dan D.
Perhitungan azimuth awal dan akhir dihitung dengan persamaan:
tgBA = (XA – XB)/(YA – YB), (lihat gambar 5.84)
tgCD = (XD – XC)/(YD – YC), (lihat gambar 5.84)
BA diketahui
BA diketahui
Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
(B1) = BA + B ; (12) = 1B + 1
(2C) = 21 + 2; (CD) = C2 + C
Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut kiri dari arah jalur Pengukuran
11. Perhitungan absis dan ordinat
a. Perhitungan absis
Absis dapat dihitung dengan persamaan :
dx = Jd x sin
-Y
P1
+Y
P2
dy
dx
-X 0
+X
Jd
Gambar 5.85. Kedudukan absis dan ordinat
169
b. Perhitungan ordinat
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan :
dy = Jd x cos
Keterangan:
= Azimut; Jd = Jarak datar;
dx = absis; dy = Ordinat
Kalau hasil pengukuran benar:
(dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL = hX
(dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL = hY
hX = hasil hitungan absis
hY = hasil hitungan ordinat
c. Kesalahan pengukuran
Kalau hasil pengukuran salah persamaannya:
hXP = (dx+) + (dx-) hXhYP = (dy+) + (dy-) hY
eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY
Keterangan:
eX = kesalahan hasil pengukuran absis
eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat
hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal
hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal
d. Koreksi kesalahan
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis,
persamaannya: kX = eX/Jd
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya :
k’X = kX x Jd
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat,
persamaannya : kY = eY/Jd
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat,
persamaannya : k’Y = kY x Jd
Keterangan:
Jd = jumlah jarak datar
170
12. Perhitungan koordinat
Perhitungan koordinat pada gambar 5.86, dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
X1 = XB + Jd1 x sinB1; Y1 = YB + Jd1 x cosB1
X2 = X1 + Jd2 x sin12; Y2 = Y1 + Jd2 x cos12
XC = X2 + Jd3 x sin2C; YC = Y2 + Jd3 x cos2C
dX1 = Jd1 x sinB1; dY1 = Jd1 x cosB1
dX2 = Jd2 x sin12; dY2 = Jd2 x cos12
dX3 = Jd3 x sin2C; dY2 = Jd3 x cos2C
13. Toleransi kesalahan koordinat
Dari hasil pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap di
atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di
bawah ini:
Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan:
L = jarak datar
Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran
Gambar 5.86. Posisi koordinat pada poligon
terbuka sempurna terikat titik tetap
A(XA; YA)
dY3
X
Y
B(XB; YB)
1(X1; Y1)
2(X2; Y2)
C(XC; YC)
D(XD; YD)
171
Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran
0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta
172
Tabel 5.12. Data hasil pengukuran polygon terbuka terikat sempurna
Berd
iri
Titik
Ten
gah
b
ela
kan
g
Tengah
muka
Ata
s
Baw
ah
Sudut/
azi
mut
Jarak optis datar
Sudut
mirin
g
Selisih tinggi
+ -
Kore
ksi
(-
)
Tin
ggi
ata
s laut
Kete
rang
an
lapangan
B 1600
A 350
1 0,995 1,500 0,490 90 9520’
1
B 1,195 1,700 0,690 200 8440’
2 1,195 1,815 0,575 80 7950’
2
1 1,180 1,800 0,560 340 10010’
C 1,180 1,590 0,770 100 8150’ 1623,700
C
2 1,090 1,500 0,680 200 9810’
D 35502’
173
Contoh:
Dari data hasil pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap pada tabel 5.12.
akan dihitung :
1. Perhitungan jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan:
Jo = (ba – bb) x 100
Jo1 = (1,500 – 0,490) x 100 = 101 m
Jo2 = (1,815 – 0,676) x 100 = 124 m
Jo3 = (1,590 – 0,770) x 100 = 82 m
Jarak datar dihitung dengan persamaan:
Jd = Jo x sin2
Jd1 = Jo1 x (sin1)2 = 101 x (sin9520’)2 = 100,12 m
Jd2 = Jo2 x (sin2)2 = 124 x (sin7950’)2 = 120,14 m
Jd3 = Jo3 x (sin3)2 = 82 x (sin8150’)2 = 89,34 m
2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:
t = Jo x sin x cos
t1 = Jo1 x sin x cos = 101 x sin9520’ x cos9520’ = -9,347 m
t2 = Jo2 x sin x cos = 124 x sin7950’ x cos7950’ = 21,544 m
t3 = Jo3 x sin x cos = 82 x sin8150’ x cos8150’ = 11,530 m
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi,
persamaannya sebagai berikut
1). Kalau benar h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP
2). Kalau salah h hP = (t+) + (t-)
3). Kesalahan beda tinggi e = hP – h
Keterangan:
t+ = Jumlah beda tinggi positif
t- = Jumlah beda tinggi negative
h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran
e = Kesalahan beda tinggi hasil hitungan dan pengukuran
Diketahui tiketinggian titik dari permukaan air laut:
174
Titik B (HB) = 1600 m. Titik C(HC) = 1623,700 m
h = HC – HB = 1623,700 – 1600 = 23,700 m
(t+) = 21,544 + 11,530 = 33,074 m
(t-) = 9,347 m
t = (t+) + (t-) = 33,074 + 9,347 = 42,421 m (jumlah total)
hP = (t+) + (t-) = 33,074 – 9,347 = 23,727 m
e = hP – h = 23,727 – 23,700 = 0,027 m
Koreksi kesalahan e = -0,027 m
Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = -e/ t
(k) = -e/ t = -0,027/ 42,421 = -0,00064 m
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t
(k’1) = k x t1 = 9,347 x -0,00064 = -0,006 m
(k’2) = k x t2 = 21,544 x -0,00064 = -0,014 m
(k’3) = k x t3 = 11,530 x -0,00064 = -0,007 m
Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’
(t’1) = (k’1) + t1 = - 0,006 + 9,347 = -9,353 m
(t’2) = (k’2) + t2 = 21,544 - 0,014 = 21,530 m
(t’3) = (k’2) + t3 = 11,530 - 0,007 = 11,523 m
3. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya
adalah: Hn = Hn-1 + t
Keterangan:
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari
t = Beda tinggi antar titik ukur
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari permukaan air laut.
Harga ketinggian titik ukur 1; 2 dan C dari permukaan air laut adalah:
H1 = HB + (t’1) = 1600 - 9,353 = 1590,647 m
H2 = H1 + (t’2) = 1590,647 + 21,530 = 1612,177 m
HC = H2 + (t’3) = 1612,177 + 11,523 = 1623,700 m
Cara pengisian jarak optis, jarak datar, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan
air laut pada blanko ukur lihat tabel 5.13.
175
Tabel 5.13. Pengisian jarak optis, jarak datar, beda tinggi dan ketinggian dari muka air laut pada blanko ukur
Berd
iri
Titik
Ten
gah
b
ela
kan
g
Tengah
muka
Ata
s
Baw
ah
Sudut/
azi
mut
Jarak optis datar
Sudut
mirin
g
Selisih tinggi
+ -
Kore
ksi
(-
)
Tin
ggi
ata
s laut
Kete
rang
an
lapangan
B 1600
A 350
1 0,995 1,500 0,490 90 101 100,12 9520’ 9,347 0,006 1590,647
1
B 1,195 1,700 0,690 200 101 8440’
2 1,195 1,815 0,575 80 124 120,14 7950’ 21,544 0,014 1612,177
2
1 1,180 1,800 0,560 340 124 10010’
C 1,180 1,590 0,770 100 82 80,34 8150’ 11,530 0,007 1623,700
C
2 1,090 1,500 0,680 200 82 9810’
D 35502’
33,074 9,347 1623,700
9,347 1600
hP = 0,727 h = 0,700
176
4. Menghitung sudut horisontal
Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.12, akan dihitung:
Sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.68, dengan persamaan sebagai
berikut:
= M -B
B = M1 -B1 = 90 - 350 = -260 = -260 + 360 = 100
1 = M2 -B2 = 80 - 200 = -120 = -120 + 360 = 240
2 = M3 -B3 = 100 - 340 = -240 = -240 + 360 = 120
C = M4 -B4 = 35502’ - 200 = 15502’
= B + 1 + 2 + C = 100 + 240 + 120 + 15502’ = 61502’
Sudut di sebelah kanan dari jalur ukuran seperti gambar 5.88, dengan persamaan
sebagai berikut:
= M -B
B = B1 - M1 = 350 - 90 = 260
1 = B2 - M2 = 200 - 80 = 120
2 = B3 - M3 = 340 - 100 = 240
C = B4 - M4 = 200 - 35502’ + 360 = 204 58’
B =100
1 = 240
2 = 120
B
Gambar 5.87. Sket posisi sudut di sebelah kiri arah jalur ukuran polygon terbuka terikat
sempurna
C
A
1
2
D
C=15502’
177
5. Perhitungan jumlah sudut
1). Menghitung azimuth awal dan akhir
Diketahui koordinat titik:
A XA = 6000 m; YA = 6000 m
B XB = 8000 m; YB = 4000 m
C XC = 8256 m; YC = 4052 m
D XD = 9256 m; YD = 5784 m
Azimut awal (AWAL) = BA
tgBA = (XA - XB)/(YA -YB) = (6000 – 8000)/(6000 – 4000)
= -2000/2000 = -1 (kwadran IV)
BA = -45 = -45 + 360 = 315
Azimut akhir (AKHIR) = CD
tgCD = (XD - XC)/(YD -YC) = (9256 – 88256)/(5784 – 4052)
= +1000/1732 = +0,577367205 (kwadran I)
CD = 30
2). Perhitungan jumlah sudut di sebelah kiri jalur ukuran:
Jumlah sudut hasil perhitungan:
hP = = B + 1 + 2 + C
= 100 + 240 + 120 + 15502’ = 61502’
B =260
1 = 120
2 = 240 B
Gambar 5.88. Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat
sempurna
C A 1
2
D
C = 20458’
178
Jumlah sudut hasil hitungan:
h = = AKHIR - AWAL + (n – 1) x 180
= (30 -315 + 360) + (4-1) x 180 = 615
6. Perhitungan koreksi sudut
Perhitungan koreksi sudut
Kesalahan sudut dihitung dengan persamaan:
e = hP – h = 61502’ - 615 = 2’
Koreksi kesalahan:
e = -2’
Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
k = -e/ = -120’/61502’ = -0,195111376”
Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dengan persamaan:
kB’ = kB x B = 100 x -0,195111376” = - 20”
k2’ = k2 x 2 = 100 x -0,195111376” = - 47”
k3’ = k3 x 3 = 100 x -0,195111376” = - 23”
kC’ = kC x C = 100 x -0,195111376” = - 30”
Besar sudut tiap titik ukur setelah dikoreksi:
B’ = B - kB’ = 100 - 20” = 9959’40”
2’ = 2 - k2’ = 240 - 47” = 23959’13”
3’ = 3 - k3’ = 120 - 23” = 11959’37”
C’ = C - kC’ = 15502’ - 30” = 15501’30”
B =9959’40”
1 = 23959’13”
2 = 11959’37”
B
Gambar 5.89. Sket posisi sudut di sebelah kiri arah jalur ukuran polygon terbuka terikat
sempurna
C
A
1
2
D
C=15501’30”
179
7 Menghitung azimuth sisi – sisi poligon
B1 = BA + B’ = 315 + 9959’40” = 40459’40”
= 40459’40” - 360 = 5459’40”
12 = 1B + 1’ = (5459’40” + 180) + 23959’13” = 47458’53”
= 47458’53” - 360 = 11458’53”
2C = 21 + 2’ = (11458’53” + 180) + 11959’37” = 41458’30”
= 5458’30”
CD = 2C + C’ = (5458’30” + 180) + 15501’30” = 390
= 390 - 360 = 30
8. Perhitungan absis dan ordinat
a. Perhitungan absis
Absis dapat dihitung dengan persamaan :
dx = Jd x sin
Diketahui koordinat titik: A XA = 6000 m; YA = 6000 m
B XB = 8000 m; YB = 4000 m
dx1 = Jd1 x sinB1 = 100,12 x sin5459’40” = 82,008 m
dx2 = Jd2 x sin12 = 120,14 x sin11458’53” = 108,900 m
dx3 = Jd3 x sin2C = 80,34 x sin5458’30” = 65,790 m
b. Perhitungan ordinat
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan :
135
11458’53”
B
Gambar 5.90. Sket posisi azimuth pada pengukuran polygon terbuka sempurna terikat
titik tetap
D
A
1
2
5459’40”
5458’30”
U
U
U
U
C
U
30
180
dy = Jd x cos
dy1 = Jd1 x cosB1 = 100,12 x cos5459’40” = 57,434 m
dy2 = Jd2 x cos12 = 120,14 x cos 11458’53” = -50,738 m
dy3 = Jd3 x cos2C = 80,34 x cos 5458’30” = 46,110 m
c. Hasil perhitungan absis dan ordinat dari hasil ukuran
hXP = dx = dx1 + dx2 + dx3 = 82,008 + 108,900 + 65,790 = 256,698 m
hYP = dy = dy1 + dy2 + dy3 = 57,434 - 50,738 + 46,110 = 52,806 m
d. Hasil hitungan absis dan ordinat dari titik tetap
hX = XAKHIR - XAWAL = XC - XB = 8256 – 8000 = 256 m
hY = YAKHIR - YAWAL = YC - YB = 4052 – 4000 = 52 m
e. Kesalahan pengukuran absis dan ordinat
eX = hXP - hX = 256,698 - 256 = 0,698 m
eY = hYP - hY = 52,806 – 52 = 0,806 m
f. Koreksi kesalahan
Jd = Jd1 + Jd2 + Jd3 = 100,12 + 120,14 + 80,34 = 300,60 m
Koreksi kesalahan: absis (-eX)= -0,698 m
Koreksi kesalahan ordinat (-eY) = -0,698 m
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis,
persamaannya: kX = -eX/Jd = -0,698/300,60 = -0,002322 m
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya
k’X = kX x Jd
k’1X = k1x x Jd1 = 100,12 x -0,002322 = -0,232 m
k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002322 = -0,279 m
k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002322 = -0,187 m
Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat,
persamaannya: kY = -eY/Jd = -0,806/300,60 = -0,002681m
Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat,
persamaannya k’Y = kY x Jd
k’1Y = k1Y x Jd1 = 100,12 x -0,002681 = -0,269 m
k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002681 = -0,322 m
k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002681 = -0,215 m
g. Absis dan ordinat hasil koreksi
d’x1 = dx1 - k’1X = 82,008 – 0,232 = 81,776 m
d’x2 = dx2 - k’2X = 108,900 – 0,279 = 108,621 m
181
d’x3 = dx3- k’3X = 65,790 – 0,187 = 65,603 m
d’y1 = dy1 - k’1Y = 57,434 – 0,269 = 57,165 m
d’y2 = dy2 - k’2Y = -50,738 – 0,322 = -51,060 m
d’y3 = dy3- k’3Y = 46,110 – 0,215 = 45,895 m
9. Perhitungan koordinat
Diketahui koordinat titik : A XA = 6000 m; YA = 6000 m
B XB = 8000 m; YB = 4000 m
C XC = 8256 m; YC = 4052 m
Dari gambar 5.70 akan dihitung koordinat titik: 1; 2; dan C
1 X1 = XB + d’x1 = 8000 + 81,776 = 8081,776m;
Y1 = YB + d’y1 = 4000 +57,165 m = 4057,165 m
2 X2 = X1 + d’x2 = 8081,776 + 108,621 = 8190,397m;
Y2 = Y1 + d’y2 = 4057,165 - 51,060 m = 4006,105 m
C XC = X2 + d’x3 = 8190,397 + 65,603 = 8256 m;
YC = Y2 + d’y3 = 4006,105 + 45,895 = 4052 m
B
Gambar 5.91. Sket posisi absis dan ordinat pada polygon terbuka terikat sempurna
C A
1
2
U
U
U
U
Y
X
81,776
108,621
U
65,603
57,1
65
-51,0
60
45,8
95
D
182
Cara pengisian sudut, azimuth, jarak, absis, ordinat, pada blanko ukur lihat tabel 5.14.
10. Toleransi kesalahan koordinat
Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu
diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:
Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2
Keterangan: L = jarak datar
Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran
Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran
0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta
Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949
Kesalahan pengukuran: eX = Δx = 0,698 m; eY = Δy = 0,806 m
e = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 = ((0,698 )2 + (0,806 )2 )1/2 = 1,066 m
v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/2
2 + 21/2
v = (0,0007 x 300,6)2 + 0,02(300,6)1/2
2 + 21/2 = 1,471 m
ev maka pengukuran tak perlu diulang
183
Tabel 5.14. Perhitungan koordinat polygon terbuka terikat sempurna
T I
t I
k
S u
d u
t
Ko
reksi
Azim
ut
J a
r a
k
dx
Ko
reksi
dy
Ko
reksi
Koordinat
X Y
A 6000 6000
135
B 100 -20” 8000 4000
5459’40” 100,12 82,008 -0,232 57,434 -0,269
1 240 -47” 8081,776 4057,165
11458’53” 120,14 108,900 -0,279 -50,738 -0,322
2 120 -23” 8190,397 4006,105
5458’30” 80,34 65,790 -0,187 46,110 -0,215
C 155 02 -30” 8256 4052
30
D 9256 5784
184
PETA TOPOGRAFI Skala 1:2500
185
186
187
188
VI. PENGUKURAN SITUASI DAN DETIL
1. Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan topografi umum
Pengukuran situasi
Pengukuran situasi biasanya dilakukan pada bentuk yang umum, seperti: punggungan
gunung, bukit, lembah, sungai, pantai, kawah, danau dan sebagainya.
Tujuan pengukuran situasi, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari
setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur, dalam rangka
menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur.
Yang diukur pada pengukuran situasi adalah:
1). Jarak
2). Sudut miring
3). Azimut
Keterangan:
Po dan P10 = Titik ukur polygon
S1 dan S2 = Titik ukur situasi
= Garis ukur situasi melalui punggungan dan sadel
= Sket garis kontur
Dari data hasil pengukuran yang dihitung:
1). Jarak
a. Jarak optis
b. Jarak datar
2). Beda tinggi antar titik ukur
3). Tinggi titik ukur dari permukaan air laut
4). Koordinat dari setiap titik ukur (kalau diperlukan)
Gambar 6.1. Sket pengukuran situasi
P0
P10 S1
S2
189
Dari hasil perhitungan yang digambar pada peta :
1). Plot titik-titik ukur berdasarkan harga koordinat atau dengan cara mengopdrah berdasarkan
azimuth dan jarak
2). Tulis tinggi dari permukaan air laut dari setiap titik ukur pada peta
3). Tarik batas –batas fisik bumi pada peta, seperti: batas sawah, kebun, kampong, lading,
kuburan, jalan dan sebagainya.
4). Gambar garis kontur sesuai dengan interval yang telah ditentukan.
Garis kontur menurut kaedah peta:
Skala peta 100.000 Harga garis kontur = 100.000/(2 x 1000) x 1 m = 50 m
Skala peta 50.000 Harga garis kontur = 50.000/(2 x 1000) x 1 m = 25 m
Skala peta 25.000 Harga garis kontur = 25.000/(2 x 1000) x 1 m = 12,5 m
Untuk peta –peta teknis harga interval kontur disesuaikan dengan keperluan proyek.
Contoh:
Dari data hasil pengukuran situasi pada tabel 6.1, akan dihitung:
000000
Pengukuran detil
Pengukuran detil biasanya dilakukan pada bentuk yang khusus, seperti: pojok batas
sawah, kampung, ladang, kehutanan, kuburan, jalan, tebing, dan sebagainya.
Tujuan pengukuran detil, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari setiap
titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur secara mendetil dari bentuk
fisik bumi yang diukur, dalam rangka menentukan bentuk topografi dari daerah yang
diukur.
P0
Gambar 6.2. Sket pengukuran detil
P10 S1
S2
a
d
e
f
g
b
c Tarogong
190
Keterangan:
a, b, c, d = Titik pojok batas kampung dan sawah
= Garis ukur detil
= Kampung
= Sawah
= Jalan setapak
Po dan P10 = Titik ukur polygon
S1 dan S2 = Titik ukur situasi
= Garis ukur situasi melalui punggungan dan sadel
= Garis kontur
e, f, g = Batas jalan setapak
Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan peta topografi ini, biasanya alat ukur yang
digunakan alat ukur Theodolit kompas (TO), yaitu arah jurusan pengukuran garis ukur
menggunakan jarum magnit.
Dengan menggunakan kompas, maka pengukuran pada jalur situasi tidak perlu alat ukur
berdiri pada setiap titik ukur, tapi dapat dilakukan dengan loncat satu titik ukur.
Po dan P10 = Titik ukur polygon
S1, S2 dan S3 = Titik ukur situasi
= Tempat alat ukur berdiri
P0
S1
P10
S2
S3
Gambar 6.3. Pengukuran spring station
191
2. Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan topografi khusus
Pengukuran situasi
Dalam teknik pertambangan dan geologi untuk merencanakan daerah yang akan
ditambang, diperlukan pemetaan topografi dengan skala yang besar, misal skala 1: 500, 1 :
1000, 1 : 2500 dan seterusnya, tergantung kepada tingkat ketelitian yang diperlukan.
Dan untuk selanjutnya rencana di atas peta itu dapat diletakkan kembali /stake out di
lapangan sesuai dengan rencana kerja.
Pengukuran situasi biasanya dilakukan dengan metoda pengukuran grid, dengan ukuran :
10 m x 10 m; 20 m x 20 m; 25 m x 25 m.
Tujuan pengukuran situasi, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari
setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur, dalam rangka
menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur.
Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur theodolit.
Metoda pengukuran grid dilakukan dengan cara pengukuran sudut, artinya pada setiap titik
ukur alat ukur didirikan.
Keterangan:
1 6 = Titik pengukuran grid
= Petak grid
Pengukuran detil
Pengukuran detil pada daerah ini dilakukan dalam keadaan darurat, yaitu apabila dalam
pengukuran dengan jarak yang telah ditentukan mendapat rintangan alam, seperti sungai,
pohon, bukit dan sebagainya.
2 5 4 3 6 1
Gambar 6.4. Pengukuran grid
a b
2 5 4 3 6 1
Gambar 6.5. Pengukuran detil
192
Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur theodolit.
Metoda pengukuran grid dilakukan dengan cara pengukuran sudut, artinya pada setiap titik
ukur alat ukur didirikan.
Keterangan:
1 6 = Titik pengukuran grid
= Petak grid
= Sungai
= Garis kontur
a dan b = titik ukur bantu
Catatan: Apabila di daerah pengukuran mengandung besi, maka poengukuran spring station tidak
berlaku, dan pengukuran harus dilakukan dengan cara pengukuran sudut.
193
Alat Ukur Theodolit Kompas (TO)
194
Contoh:
Pada tabel 6. 15. di bawah ini akan diproses data hasil pengukuran polygon dan situasi.
Data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap dan peyelesaian perhitungannya
No.Patok
Benang
Sudut/ Azimuth
Jarak
Sudut niring
Selisih Tinggi
Tinggi atas laut
Keterangan
Berd
iri
Dit
inja
u
Ten
gah
bela
kan
g
Ten
gah
m
uka
Ata
s
Baw
ah
„ “
Op
tis
Ran
tai
Data
r
„ “ m
Kead
aan
la
pan
gan
495,200 P1
P1 P0 1,750 2,028 1,472 20 00 00 55,60 55,416 86 42 01 - 2
1,750 P2 1,750 2,100 1,400 192 24 38 70,00 69,803 86 58 00 3,699 498,897
P2 P1 1,450 1,800 1,100 300 10 30 70,00 93 02 00 -2
1,450 P3 1,450 1,645 1,254 125 01 50 39,10 38,912 93 57 59 2,698 496,197
P3 P2 0,995 1,191 0,800 76 20 25 39,10 86 02 01 -2
0,995 P4 0,995 1,189 0,802 338 58 54 38,70 38,322 95 39 57 3,802 492,393
P4 P3 1,394 1,587 1,200 200 45 28 38,70 84 20 03 -1
1,394 P5 1,394 1,649 1,139 339 59 39 51,00 50,961 88 25 03 1,408 493,800
P5 P4 1,255 1,510 1,000 150 47 48 51,00 91 34 57
1,255 P6 1,255 1,488 1,022 1 45 38 46,60 46,592 90 43 58 0,596 493,204
P6 P5 1,633 1,866 1,400 78 28 24 46,60 89 16 02 -1
1,633 P7 1,633 1,865 1,402 260 1014 46,30 46,251 88 08 02 1,507 494,710
P7 P6 1,032 1,263 0,800 300 26 28 46,30 91 51 58 - 2
1,032 P8 1,032 1,420 0,644 183 42 41 77,60 77,426 86 58 08 4,100 498,808
P8 P7 1,588 1,976 1,200 56 29 35 77,60 93 01 52 - 1
1,588 P9 1,588 2,018 1,158 256 49 42 86,00 85,933 91 35 59 2,400 496,407
P9 P8 1,230 1,660 0,800 128 28 40 86,00 88 24 01 - 1
1,230 P10 1,230 1,562 0,899 35 17 46 66,30 66,285 89 08 02 1,002 497,408
P10 P9 1,632 1,963 1,300 47 29 26 66,30 90 51 58
1,632 P11 1,632 1,875 1,385 204 24 20 49,00 48,978 88 50 02 0,997 498,404
P11 P10 1,445 1,690 1,200 26 30 30 49,00 91 09 58
195
No.Patok
Benang
Sudut/ Azimuth
Jarak
Sudut niring
Selisih Tinggi
Tinggi atas laut
Keterangan
Berd
iri
Dit
inja
u
Ten
gah
bela
kan
g
Ten
gah
m
uka
Ata
s
Baw
ah
„ “
Op
tis
Ran
tai
D
ata
r
„ “ m
Kead
aan
la
pan
gan
P11 P12 1,445 1,720 1,170 233 32 21 55,00 54,988 90 49 57 0,799 497,605
P12 P11 1,378 1,655 1,100 50 24 26 55,00 89 10 03 - 1
1,378 P13 1,378 1,652 1,105 229 28 19 54,70 54,626 92 06 00 2,003 495,601
P13 P12 1,573 1,847 1,300 78 20 40 54,70 87 54 00 - 2 1,573 P0 1,573 1,814 1,322 290 52 33 48,20 48,037 86 39 59 2,798 498,397 P0 P13 1,441 1,682 1,200 35 26 30 48,20 93 20 01 - 2 1,441 P1 1,441 1,719 1,163 297 40 15 55,60 55,416 93 17 59 3,195 495,200
P1 T 150 15 51
P2 254 15 51
XP1 4000.000
YP1 4000.000
XT 2777.908
YT 1819.062
196
Tabel 6.16. Data pengukuran situasi dan penyelesaian perhitungannya
No.Patok
Benang
Sudut/ Azimuth
Jarak
Sudut niring
Selisih Tinggi
Tinggi atas laut
Keterangan
Berd
iri
Dit
inja
u
Ten
gah
bela
kan
g
Ten
gah
m
uka
Ata
s
Baw
ah
„ “
Op
tis
Ran
tai
Data
r
„ “
m
Kead
aan
la
pan
gan
S1 P1 1,354 1,600 1,109 212 00 20 49,10 47,187 101 23 00 9,500 - 9 504,691
1,354 S2 1,354 1,587 1,121 32 39 39 46,60 46,365 94 04 00 - 3 3,296 501,392
S3 S2 1,054 1,300 0,809 180 00 00 49,10 49,000 87 26 00 - 2 2,196 499,194
1,054 S4 1,054 1,350 0,758 00 00 00 59,20 58,979 86 30 00 3,607 - 3 502,798
S4 P8 1,261 1,500 1,022 30 20 36 47,80 47,465 94 48 00 - 4 3,986 498,808
S5 S1 1,564 1,800 1,329 114 36 19 47,10 46,646 84 22 00 + 1 4,601 500,091
1,564 S6 1,564 1,802 1,327 00 00 00 47,50 47,071 95 27 00 + 1 4,491 495,601
S6 S4 1,071 1,400 0,742 53 07 48 65,80 65,000 83 41 00 7,195 + 2 502,798
P0 a 1,253 1,400 1,107 20 19 34 29,30 28,848 97 08 00 3,610 494,788
P2 a 1,315 1,500 1,130 110 22 35 37,60 37,326 94 54 00 3,199 495,698
P5 a 1,075 1,200 0,950 87 42 34 25,00 24,960 92 17 00 0,995 492,806
P7 a 0,899 1,000 0,799 178 24 05 20,10 20,050 92 51 00 0,998 493,714
P10 a 1,136 1,300 0,973 293 25 43 32,70 32,688 91 04 00 0,608 496,800
P12 a 1,585 1,700 1,470 304 22 49 23,00 22,996 89 15 00 0,301 497,907
P13 a 1,436 1,600 1,272 12 20 21 32,80 32,798 89 39 00 0,200 495,802
S4 a 1,221 1,500 0,942 341 53 46 55,80 54,660 98 13 00 7,892 494,906
S6 a 1,101 1,300 0,903 132 57 16 39,70 39,674 87 42 00 1,592 497,193
SAMPAI DISINI DULU
197
Tabel 6.17. PERHITUNGAN KOORDINAT
TITIK SUDUT AZIMUT
JARAK X Y KOORDINAT
Kor d.sin Kor d.Cos Kor X Y
P1 4000,000 4000,000
313 15 51 69,823 -20,831 -0,024 + 47,840 + 0,036
P2 175 08 40
3949,145 4047,876
318 07 11 38,912 -25,976 -0,013 +28,971 + 0,020
P3 97 21 31 3923,156 4076,867
40 45 40 38,322 + 25,020 - 0,013 +29,026 +0,020
P4 220 45 49 3948,163 4105,913
359 59 51 50,961 - 0,002 - 0,018 +50,961 +0,026
P5 149 02 10 3948,143 4156,900
30 57 41 46,592 +23,970 -0,016 + 39,953 +0,024
P6 178 18 10 3972,097 4196,877
32 39 31 46,251 + 24,958 - 0,016 + 38,938 + 0,024
P7 116 43 47 3997,039 4235,839
95 55 44 77,426 77,012 - 0,027 - 7,998 +0,040
P8 159 39 53 4074,024 4227,839
116 15 51 85,933 +77,122 - 0,030 -38,056 +0,045
P9 93 10 54 4151,116 4189,870
203 04 57 66,285 -25,988 - 0,023 - 60,978 + 0,034
P10 203 05 06 4125,105 4128,926
179 59 51 48,978 +0,002 - 0,017 - 48,978 +0,025
P11 152 58 09 4125,090 4079,973
207 01 42 54,988 - 24,993 - 0,019 - 48,993 + 0,028
P12 180 56 07 4100,078 4031,008
206 05 35 54,626 - 24,026 -0,019 - 49,059 + 0,028
P13 147 28 07 4076,003 3981,977
238 37 38 48,037 - 41,013 -0,017 - 25,010 + 0,025
P0 97 46 15 4035,003 3956,992
320 51 13 55,416 - 34,984 - 0,019 + 42,977 + 0,031
P1 4000,000 4000,000
198
Gambar 2.6. Contoh membuat garis kontur
P1 .495,2
4000
Garis ukur situasi
Nomor titik dan ketinggian
dari muka air laut
Harga koordinat grid
Interval kontur a 1 meter
Garis ukur poligon
Gambar 2.6. Contoh membuat garis kontur
P1 .495,2
4000
Garis ukur situasi
Nomor titik dan ketinggian
dari muka air laut
Harga koordinat grid
Interval kontur a 1 meter
Garis ukur poligon
199
VII. TABEL TOLERANSI KESALAHAN
Rumus 1)
Alat Ukur Theodolit
1. Toleransi Kesalahan Sudut
v = 1½’ x (n)½
n = Jumlah sudut (titik ukur)
Kesalahan sudut pengukuran e = 10’
Contoh: n = 100 buah titik ukur v = 1½’ x (n)½
= 1½’ x (100)½
= 15’
e v Pengukuran sudut baik
2. Toleransi Kesalahan Koordinat.
v = [(0,0007L)2 + 0,02(L)½
2 + 2]½
= (Δx2 + Δy
2)½
L = Jarak
Contoh: Diketahui kesalahan koordinat eX = Δx = 2 m; eY = Δy = 1 m
e = (Δx2 + Δy2)½ = (22 + 12)½ = 2,236 m
L =3000 m
v = [(0,0007L)2 + 0,02(L)½
2 + 2]½
= 2,759 m
e v Pengukuran jarak baik .
3. Toleransi Kesalahan Ketinggian
v = [(0,3L)2 x (L : 100)½
2 + 4,5]½
L = Jarak
Contoh:
L = 3000 m
Kesalahan pengukuran e = 2 m;
v = [(0,3L)2 x (L : 100)½
2 + 4,5]½
v = [(0,3 x 3000)2 x (3000 : 100)½
2 + 4,5]½
= 2,682 m
e v Pengukuran sudut miring baik
Alat Ukur Waterpas
4. Toleransi Kesalahan
1. v = 4 x (L)½ + 0,2 x L 3. v = 12 x (L)½
2. v = 8 x (L)½ + 0,3 x L 4. v = 18 x (L)½
L = Jarak datar dalam km dijadikan mm
Kesalahan pengukuran: e = 12,8 mm
L = 9 km
200
1. v = 4 x (L)½ + 0,2 x L
v = 4 x (L)½ + 0,2 x L = 4 x (9)½
+ 0,2 x 9 = 13,8 mm
e v Pengukuran beda tinggi baik
Penggambaran Peta
5. Toleransi Kesalahan Opdrach
v = [(0,0011 x L)2 + (0,032 x L½
)2 + 0,1 x (L : 100)½
2 + (0,031xS
½ x L
½)
2
+0,1 x S x (L : 100)½
2 + 2 + (0,1 x S x 2
½)
2]½
L = Jarak ; S = Skala peta
Contoh:
Skala peta 1 : 2000
Kesalahan opdrach e = 1,5 mm (di peta)
e = 2000 x 1,5 mm = 3 m (di lapangan)
L = 2000 m
v = [(0,0011 x L)2 + (0,032 x L½)2 + 0,1 x (L : 100)½
2 + (0,031xS½ x L½)2
+0,1 x S x (L : 100)½
2 + 2 + (0,1 x S x 2½)2]½
v = [(0,0011 x 2000)2 + (0,032 x 2000½)2 + 0,1 x (2000 : 100)½
2 +
0,031x(1:2000)½ x 2000½
2+0,1 x (1:2000) x (2000 : 100)½
2 + 2
+ 0,1 x (1:2000) x 2½
2]½ = 3,014 m
e v Pengopdrachan benar
1) Foutengrenzen, Topografische Diens Btavia Hendruk, 1949
201
VII. PENGUKURAN TITIK TETAP
Titik tetap sangat penting bagi keperluan pengukuran-pengukuran tanah. Oleh karena itu
apabila pada daerah yang akan diukur atau dipetakan belum ada titik tetapnya sebagai
pengikat pengukuran, hal ini perlu dibuatkan.
Cara pembuatannya dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Cara mengikat pengukuran ke belakang
2. Cara mengikat pengukuran ke depan
1. Cara mengikat pengukuran ke belakang
1.1. Cara pengukuran Collins
Titik P ialah titik yang akan dibuat di lapangan dan akan dicari koordinatnya dan
ketinggiannya. Oleh karena itu pada titik P akan merupakan tempat alat berdiri,
dengan demikian titik A, B dan C adalah titik-titik tetap yang telah diketahui
koordinatnya dan ketinggiannya dari muka air laut.
Supaya titik A, B dan C dapat dilihat dengan jelas dari titik P, maka perlu
dipasang pilar-pilar dari bambu.
Keterangan:
A = Titik trianggulasi
tb = Tinggi benang tengah
tb
A
Gambar 7.1. Pilar bambu di titik A
202
Keterangan : A, B dan C = Titik trianggulasi
= Wilayah daerah pengukuran
Diketahui koordinat titik-titik: A XA=2460,909355 m; YA=8228,6167794 m
B XB=6366,662266 m; YB=9075,323607 m
C XC=9078,742675 m; YC=7556,173905 m
Pembacaan sudut horizontal dari :
PA = 350; PB = 35; PC = 65;
Ditanyakan koordinat titik P.
Penyelesaian:
=35+360-350=45; =65-35=30
tgAB = (XB-XA)/(YB-YA) = (6366,662266-2460,909355)/(9075,323607-8228,616794)
= 3905,752911/846,706876=4,612874018
AB = 7746’6,33”
tgBC = (XC-XB)/ (YC-YB) = (9078,742675-6366,662266) / (7556,173905-8228,616794)
= 2712,080409 / -1519,1497= -1,78526211
BC = 11915’18”
AB = (XB-XA) / sinAB = 3905,752911 / sin7746’6,33” = 3996,475759 m
P
Gambar 7.2. Bagan pengukuran di
lapangan
B = 35
C = 65
A = 350
203
’ = 180 - - = 180 - 45 - 30 = 105
sin / AB = sin / BH BH = (AB x sin) / sin
= (3996,475759 x sin30) / sin45 = 2825,935111 m
BH = BA - ’ = 25746’6,33” - 105 = 15246’6,33”
XH = XB + BH x sinBH = 6366,662266+2825,935111xsin15246’6,33”
= 7659,776273 m
YH = YB + BH x cosBH = 9075,323607 + 2825,935111 x sin15246’6,33”
= 6562,602887 m
tgHC = (XC - XH) / (YC-YH) = (9075,323607-7659,776273) / (7556,173905-6562,602887)
=1418,966402 / 933,571018=1,428147939
HC = 55;
= HC - HB = 55 + 360 - 33246’6,33” = 8213’53,67”
= 180 - - = 180 - 45 - 8213’53,67” = 5246’6,33”
AP = AB + = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160
sin : AB = sin / AP AP = (AB x sin) / sin
= (3996,475759 x sin5246’6,33”) / sin45 = 4500,000 m
XP = XA + AP x sinAP = 4500 x sin160 = 4000 m
YP = YA + AP x cosAP = 4500 x cos160 = 4000 m
sin / BP = sin / AB BP = (AB x sin) : sin)
= (3996,475759 x sin8213’53,67”) : sin 45 = 5600 m
BP = BA - = 7746’6,33” + 180 - 5246’6,33” = 205
B
’
P
C
H
A
Gambar metoda perhitungan Collins
204
XP = XB + BP x sinBP = 6366,662266 + 5600 x sin205 = 4000 m
YP = YB + BP x cosBP = 9075,323607 + 5600 x cos205 = 4000 m
Hasil ukuran sudut miring dari P ke A (A) = 8615’
Tinggi alat ukur diatas pilar P(tP) = 0,70 m
Tinggi benang tengah diatas pilar A(tA) = 5,80 m
Kelengkunagan bumi (kB) = AP2 / 2 x R
Kelengkungan sinar (kS) = 0,14 x kB
Tinggi titik A diatas permukaan air laut (HA) = 1750,70 m
HA = HP + PA x cotgA + tP - tA + kB - kS
HP = HA – PA x cotA – tP + tA – kB + kS
= 1750,70 m – 4500 x cotg8615’ – 0,70 + 5,80 – 45002 / (2 x 6377397,155)
+ 0,14 x (45002 / (2 x 6377397,155)) = 1459,489048 m
HB = 2098,293776 m; B = 8327’; tB = 7 m; tP = 0,70 m
HB = HP + PB x cotgB + tP – tB + kB - kS
HP = HB – PB x cotgB – tP + tB – kB + kS
= 2098,293776 – 5600 x cotg8327’ – 0,70 + 7 - 56002 / (2 x 6377397,155
+ 0,14 x (56002 / (2 x 6377397,155)) = 1459,493032 m
1.2. Cara pengukuran Cassini
Pada cara pengukuran Cassini pada prinsipnya sama dengan cara Collins, hanya yang
berbeda pada metoda perhitungannya.
Cara perhitungan Cassini dapat dilakukan sebagai berikut dibawah ini:
= 180 - - 90 = 180 - 45 - 90 = 45
sin : AB = sin : AQ AQ = (AB x sin) : sin
= (3996,475759 x sin45) : sin45 = 3996,475759 m
AQ = AB + 90 = 7746’6,33” = 16746’6,33”
XQ = XA + AQ x sinAQ = 2460,909355 + 3996,475759 x sin16746’6,33”
= 3307,616323 m
YQ = YA + AQ x cosAQ = 8228,616794 + 3996,475759 x cos16746’6,33”
= 4322,863883 m
= 180 - - 90 = 180 - 30 - 90 = 60
205
Catatan : BAQ dan BCR sama dengan 90 ( dibuat )
sin : BC = sin : CR CR = (BC x sin) : sin
= (3108,567773 x sin60) : sin30 = 5384,197321 m
CR = CB - 90 = 29915’18” - 90 = 20915’18”
XR = XC + CR x sinCR = 9078,742675 + 5384,197321 x sin20915’18’
= 6447,499555 m
YR = YC + CR x cosCR = 7556,173905 + 5384,197321 x cos20915’18”
= 2858,712843 m
tgQR = (XR – XQ ) : (YR – YQ)
= (6447,499555 – 3307,616323) : (2858,712843 – 4322,863883)
=3139,883232 : -1464,15104 = -2,14450773
QR = 115
= QR - QA = 115 + 360 - 34746’6,33” = 12713’53,6”
= 180 - - = 180 - 12713’53,6” - 45 = 746’6,33”
= 90 - = 90 - 746’6,33” = 8213’53,67”
AP = AB + = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160
= 180 - - = 180 - 8213’53,67” - 45 = 5246’6,33”
sin : AP = sin : AB AP = (AB x sin) : sin
= (3996,475759 x sin5246’6,33”) : sin45 = 4500 m
XP = XA + AP x sinAP = 2460,909355 + 4500 x sin160 = 4000 m
B
A C
R
Q
P
Gambar metoda perhitungan Cassini
206
YP = YA + AP x cosAP = 8228,616794 + 4500 x cos160 = 4000 m
Cara pengukuran ke belakang dewasa ini dapat dilakukan dengan alat ukur tanah yang canggih,
yaitu dengan alat ukur tanah Global Positioning System (GPS).
Dengan menggunakan alat ukur ini ada beberapa hal yang menguntungkan, yaitu:
1. Pengukuran dengan GPS tidak tergantung kepada waktu dan keadaan cuaca.
2. Pengukuran dengan GPS akan meliputi wilayah yang cukup luas, mengingat GPS
mempunyai ketinggian orbit yang cukup tinggi, yaitu sekitar 20000 km di atas
permukaan
bumi. Oleh karena itu pemakaiannya tidak terpengaruh pada batas politik dan batas
alam.
2. 3. Pengukuran dengan GPS, titik lokasi yang diukur tidak perlu saling kelihatan satu
3. sama lainnya. Oleh karena itu alat GPS ini sangat baik digunakan pada negara yang
4. terdiri dari pulau pulau seperti Negara Indonesia.
Posisi yang ditentukan akan mengacu kepada suatu datum global, yang dinamakan
WGS 1984
4. Pengukuran dengan GPS mempunyai ketelitian yang sangat teliti.
5. 5. Hasil data pengukuran tidak dapat dimanipulasi
Hal yang kurang menguntungkan:
1. GPS tidak dapat digunakan untuk pengukuran di bawah tanah, misal pada bukaan
lubang tambang.
2. GPS untuk pengukuran secara detail biaya operasinya sangat tinggi. Oleh karena itu
GPS pada pengukuran pemetaan sangat baik untuk penentuan pembuatan titik
ikat/titik tetap atau sebagai penentuan titik batas wilayah.
3. Harga GPS masih terlalu mahal.
4. Penggunaan GPS masih menggunakan satelit negara lain (Amerika). Maka kalau
terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, akan terjadi kepakuman/tidak jalannya
semua GPS.
6. 5. Posisi titik di permukaan bumi dapat ditentukan dengan cara Sistim Koordinat
7. Geosentrik dan Toposentrik.
207
208
Sistim koordinat geosentrik, titik pusatnya terletak pada pusat bumi, sedangkan untuk
sistim koordinat toposentrik tergantung kepada bidang proyeksi yang dibutuhkan.
Penentuan sistim koordinat-koodinat tersebut dapat dilihat pada di bawah..
2 . Pengukuran kedepan
Cara pengukuran kedepan ini diperlukan adanya dua tititk tetap (titik trianggulasi).
Sedangkan titik yang akan ditentukan harus dapat dilihat dengan jelas dari kedua titik
tetap itu.
Biasanya pada titik-titik yang akan dibidik dipasang pilar-pilar dari bambu dan dipasang
tanda yang jelas (bendera yang berwarna).
Pada kedua titik tetap itu diukur sudut-sudut horisontanya dan juga sudut miringnya yang
ditujukan kepada titik tetap yang dibuat.
Z
Zp
0
P
N
h
X
Y
Kutub
Greenwich
y
x
Gambar posisi titik dalam sistim koordinat geosentrik geosentrik
N
X
P
Y Titik dipermukaan bumi
Zenit
E
Gambar posisi titik dalam sistim koordinat toposentrik
209
Penjelasan selanjutnya lihat metoda pengukuran dilapangan seperti dibawah ini.
Keterangan: Titik A dan B = Titik trianggulasi Titik P = Titik yang akan dicari koordinat dan ketinggiannya dari permukaan air laut
Pembacaan sudut horisontaladari:
AB = 25825’; AP = 34038’53,67” - = 8213’53,67”
BA = 1017’ ; BP = 31730’53,67”
Diketahui:
Koordinat titik: A X = 2460,909355 m; Y = 8228,616794 m
B X = 6366,662266 m; Y = 9075,323607 m
Ditanyakan koordinat titik P.
Penyelesaian:
= 34038’53,67” - 25825’ = 8213’53,67”
= 1017’ + 360 - 31730’53,67” = 5246’6,33”
= 180 - - = 180 - 8213’53,67” - 5246’6,33” = 45
Koordinat A dan B telah diketahui.
tgAB = (XB – XA) : (YB – YA)
25825’
1017’
34038’53,67”
31730’53,67” A
Bagan pengukuran di lapangan
B
P
210
= (6366,662266 - 2460,909355) : (9075,323607 – 8228,616794)
= 3905,752911 : 846,706813 = 4,612875261
AB =7746’6,33”
AB = (XB – XA) : sinAB = (6366,662266 – 2460,909355) : sin7746’6,33”
= 3996,475759 m
sin : BP = sin : AB BP = (AB x sin) : sin
= (3996,475759 x sin8213’53,67”) : sin45
= 5600 m
BP = BA - = 7746’6,33” + 180 - 5246’6,33”
= 205
XP = XB + BP x sinBP = 6366,662266 + 5600 x sin205
= 4000 m
YP = YB + BP x cosBP = 9075,323607 + 5600 x cos205
= 4000 m
sin : AP = sin : AB AP = (AB x sin) : sin
= (3996,475759 x sin5246’6,33”) : sin45
= 4500 m
A
Bagan metoda perhitungan
B
P
211
AP = AB + = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160
XP = XA + AP x sinAP = 2460,909355 + 4500 x sin160 = 4000 m
YP = YA + AP x cosAP = 8228,616794 + 4500 x cos160 = 4000 m
212
VIII. PENGAMATAN MATAHARI
Cara pengamatan matahari ini dilakukan apabila di daerah pengukuran hanya ada
satu titik trianggulasi, sedangkan untuk pengukuran polygon diperlukan azimuth dari
salah satu garis polygon. Untuk mengatasi ini maka diperlukan pengamatan matahari
dengan cara sebagai berikut:
Alat ukur teodolit berdiri di titik P .Teropong dlam keadaan biasa diarahkan ke
matahari (pengukuran I), dengan cara pinggir bayangan matahari ditadah pada
kertas putih dan harus menyinggung benang tengah diapragma yang vertical dan
horizontal. Pada saat bayangan matahari bagian bawah menyinggung benang
tengah diapragma yang horizontal , segera catat pada jam waktu pengukuran, yatu:
sekon, menit, dan jam. Selanjutnya baca sudt horizontaldan vertical. Sekarang
teropong dibalik (pengukuran II). Setelah pinggir bayangan matahari menyinggung
pada benang tengah diapragma, baca jam waktu penunjuk dimulai dari sekon, menit
kemudian jam. Selanjutnya baca sudut horizontal dan vertical. Untuk pengukuran ke
III, teropong masih dalam luar biasa, kemudian teropong diarahkan ke matahari, dan
pembacaannya dilakukan seperti pada pengukuran ke II. Sekarang teropong dibuat
seperti pada keadaan biasa, kemudian teropong diarahkan ke matahari (pengukuran
IV). Pembacaan selanjutnya seperti di atas. Bagan pengukuran lighat gambar di
bawah.
Di bawah ini contoh pengukuran matahari untuk penentuan azimuth, yang dilakukan
di komplek LIPI daerak Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, pada
tanggal 15 Pebruari 1983 lihat tabel.
I, II
III, IV P
Kertas
Bagan pengukuran matahari
Bagan bayangan matahari dan
benang diapragma pada kertas
213
KURSUS SURVEYOR TOPOGRAFI PERTAMBANGAN
KEDUDUKAN MATAHARI WAKTU VERIKAL HORISONTAL
I. Biasa
07h 44
m12
s 6412’03” 23735’09”
II. Balik 07h 50
m15
s 29710’27” 5731’57” III. Balik 07
h 55
m03
s 29750’27” 5808’45” IV. Biasa 07
h 58
m57
s 6123’54” 23805’12” Waktu rata-rata 07
h 52
m16,75
s P Q : Bi = 18939’18”
Deklinasi matahari = -1255’56,1” sin = -0,223798 P Q : Ba = 939’12” Lintang = -732’46,762” sin = -0,131329 diberi tanda :
Tinggi tempat dpl H = 56,398 m Positif : Utara Negatif: Selatan
I II III IV
h 2547’57” 2710’27” 2750’27” 2836’06”
r -0001’44,2” -0001’38,7” -0001’35,3” -0001’32,1”
1/2d -0016’13,0” -0016’13,0” +0016’13,0” +0016’13,0” h 2529’59,8” 2652’35,3” 2805’04,7” 2850’46,9” sinh 0,43051 0,452068 0,470775 0,482463
cosh 0,902586 0,891983 0,882253 0,875916
-sinh cos 0,056538 0,059369 0,061826 0,063361
sin -0,223798 -0,223798 -0,223798 -0,223798
I -0,167260 -0,164429 -0,161971 -0,160437
II = cosh cos 0,894768 0,884258 0,874612 0,868329
cos(-) = I : II -0,186931 -0,185951 -0,185192 -0,184765
10046’25,4” 10042’59,7” 10040’20,3” 10038’50,8”
1/2d’ -0017’58,2” -0018’11” +0018’23,1” +0018’31,1” Azimut matahari 10028’27,2” 10024’48,7” 10058’43,4” 10057’21,9” Sudut 4755’51” 4752’45” 4829’33” 4825’54” Azimut 5232’36,2” 5232’03,7” 5229’10,4” 5231’27,9”
Azimut rata-rata 5231‟19,55”
sin = sinh sin + cosh cos cos(-) Diperiksa :………………………….
= Deklinasi Matahari
= Lintang tempat Tanggal : ………………………….. h = Tinggi matahari 1/2d = Diameter bayangan matahari 1/2d’ = 1/2d : cosh
Gambar posisi garis P ke Matahari dan ke titik Q
Penjelasan perhitungan pada tabel dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rata-rata waktu pengukuran (wr):
P = -732’47”
= -1255’56,1”
Kwadran II
Kwadran I Kwadran IV
Kwadran III
Q
214
wr = (07h 44
m12
s + 07h 50
m15
s + 07h 55
m03
s + 07h 58
m57
s) : 4 = 07h 52
m16,75
s
2. Hitung deklinasi matahari () tanggal 15 Pebruari 1983 pada jam
07h 52
m17
s
Pada tanggal 15-2-1983, jam 07h00m00s 15 = - 1256’40,9”
Pada tanggal 16-2-1983, jam 07h00m00s 16 = - 1236’07,5”
Selisih deklinasi matahari () dari tanggal 2526 adalah :
= 16 - 15 - 1236’07,5” – (- 1256’40,9”) = 020’33,4” ( perubahan
dalam waktu 24 jam
Perubahan dalam waktu 1 jam (’) = 020’33,4” :24 = 00’51,39”
wr = 07h 52
m16,75
s
Batas pengukuran minimum (wm) = 07h00m00s 15 = - 1256’40,9”
Selisih waktu pengukuran (w) = wr – wm
= 07h 52m16,75s-07h00m00s= 0h 52m16,75s
Deklinasi pengukuran (p) = 15 + w . (’)
= - 1256’40,9” + (0h 52m16,75s : 60) . 00’51,39”
= - 1256’40,9” + 0000’44,8” = - 1255’56,1”
3. Hitung lintang tempat berdiri alat ukur theodolit pada peta topografi atau kalau
sudah ada harga koordinatnya, hitung harga koordinat geografinya.
Pada pengukuran ini, tempat berdiri alat telah diketahui harga koordinat dan
ketinggiannya dari permukaan air laut, yaitu:
X = 3338,569 m; Y = -5122,614 m; HP = 56,398 m
Rumus untuk menghitung koordinat geografi sebagai berikut:
Lintang utara:
” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = (B‟) . Y + (d‟) . X2
Lintang selatan:
” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2
Karena tempat pengukuran ada pada lembar peta 45/Xli-l, daerah Karangsambung –
Kebumen-Jawa Tengah dan koordinat geografi titik pusatnya adalah: 0 = 250’; 0
= -730’; maka tempat pengukuran ada di sebelah selatan equator
Pada tabel diketahui: (A’) = 0,0326203 (B’) = 0,0325549
(C’) = 0,0006734. 10-6; (D’) =0,0003360 . 10-6
215
Lintang selatan:
” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2
” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y
= 0,0326203 . 3338,569 - 0,0006734. 10-6 . 3338,569 . -5122,614
= 108,905 + 0,011 = 108,916”
’ = 0001’48,916”
= 0 +’ = 250’ + 0001’48,916” = 251’48,916”
” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2
= -0,0325549 . -5122,614 - 0,0003360 . 10-6 . 3338,5692
= 166,766 – 0,004 = 166,762”
’ = 0002’46,762”
= 0 +’ =730’ + 0002’46,762” = 732’46,762” (lintang selatan)
4. Hitung hitung sudut vertical dari setiap pengukuran ke matahari (h):
h1 = 90 - 6412’03” = 2547’57” hII = 29710’27” - 270 = 2710’27”
hIII = 29750’27” - 270 = 2750’27” hIV = 90 - 6123’54” = 2836’06”
5. Hitung refraksi (r) dan diberi tanda negatif (-):
Lihat tabel refraksi.
a. Untuk sudut vertical (h25) = 25 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’49,2”
Untuk sudut vertical (h) = 26 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’43,8”
Untuk sudut miring naik (h) = 26 - 25 = 1
maka (r) = 1’43,8” - 1’49,2” = -5,4”
Untuk h1 = 2547’57” dengan H = 0 m
Maka r = 1’49,2” + (2547’57” - 25) x -5,4”
= 1’49,2” – 4,3” = 1’44,9”
Untuk sudut vertical (h) = 25 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’46,2”
Untuk sudut vertical (h) = 26 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’40,8”
Untuk sudut miring naik (h) = 26 - 25 = 1
maka (r) = 1’40,8” - 1’46,2” = -5,4”
Untuk hI = 2547’57” dengan H = 250 m
216
Maka r = 1’46,2” + (2547’57” - 25) x -5,4” = 1’46,2” – 4,3” = 1’41,9”
hI = 2547’57”; H = 0 m; r = 1’44,9”
hI = 2547’57”; H = 250 m; r = 1’41,9”
Untuk hI = 2547’57” dengan H = 56,398 m
Maka rI = 1‟44,9” + (56,398 :250) x (1‟41,9” -1‟44,9”)
= 1‟44,9” - 0,7” = 1‟44,2”
b. Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’40,2”
Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8”
Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1
maka (r) = 1’34,8” - 1’40,2” = -5,4”
Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 0 m
Maka r = 1’40,2” + (2710’27” - 27) x -5,4”
= 1’40,2” – 0,9” = 1’39,3”
Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’37,2”
Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33,0”
Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1
maka (r) = 1’33,0” - 1’37,2” = -4,2”
Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 250 m
Maka r = 1’37,2” + (2710’27” - 27) x -4,2”
= 1’37,2” – 0,7” = 1’36,5”
h2 = 2710’27” ; H = 0 m; r = 1’39,3”
h2 = 2710’27” ; H = 250 m; r = 1’36,5”
Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 56,398 m
Maka r2 = 1‟39,3” + (56,398 :250) x (1‟36,5” -1‟39,3”)
= 1‟39,3” - 0,6” = 1‟38,7”
c. Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’40,2”
Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8”
217
Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1
maka (r) = 1’34,8” - 1’40,2” = -5,4”
Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 0 m
Maka r = 1’40,2” + (2750’27” - 27) x -5,4”
= 1’40,2” – 4,5” = 1’35,7”
Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’37,2”
Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33,0”
Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1
maka (r) = 1’33,0” - 1’37,2” = -4,2”
Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 250 m
Maka r = 1’37,2” + (2710’27” - 27) x -4,2”
= 1’37,2” – 3,5” = 1’33,7”
h3 = 2750’27” ; H = 0 m; r = 1’35,7”
h3 = 2750’27” ; H = 250 m; r = 1’33,7”
Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 56,398 m
Maka r3 = 1‟35,7” + (56,398 :250) x (1‟33,7” -1‟35,7”)
= 1‟35,7” - 2” = 1‟35,3”
d. Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8”
Untuk sudut vertical (h) = 29 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’30,9”
Untuk sudut miring naik (h) = 29 - 28 = 1
maka (r) = 1’30,9” - 1’34,8” = -3,9”
Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 0 m
Maka r = 1’30,9” + (2836’06” - 28) x -3,9”
= 1’34,8” – 2,3” = 1’32,5”
Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33”
Untuk sudut vertical (h) = 29 dengan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’29,1”
Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 29 = 1
218
maka (r) = 1’29,1” - 1’33” = -3,9”
Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 250 m
Maka r = 1’33” + (2836’06” - 28) x -3,9”
= 1’33” – 2,7” = 1’30,7”
h4 = 2836’06” ; H = 0 m; r = 1’32,5”
h4 = 2836’06” ; H = 250 m; r = 1’30,7”
Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 56,398 m
Maka r4 = 1‟32,5” + (56,398 :250) x (1‟30,7” -1‟32,5”)
= 1‟32,5” – 0,4” = 1‟32,1”
6. Hitung setengah diameter matahari (1/2d) pada pengukuran I,II, III dan IV
Perngukuran bayangan matahari
I, II
1/2d
III, IV
1/2d
1/2d’
III, IV
I, II
1/2d’
219
Lihat pada tabel deklinasi, diketahui 1/2d dari tanggal 15-16 Pebruari:
1/2d = 016’13,0”.
Untuk pengukuran I dan II, maka 1/2d = -016’13,0”.
Untuk pengukuran III dan IV, maka 1/2d = +016’13,0”
Tinggi matahari sebenarnya:
a. hI = h1 - 1/2d – r1 = 2547’57”-016’13,0”- 01’44,2” = 2529’59,8”.
b. hII = h2 - 1/2d – r2 = 2710’27”-016’13,0”- 01’38,7” = 2652’35,3”.
c. hIII = h3 + 1/2d – r3 = 2750’27”+016’13,0”- 01’35,3” = 2805’04,7”.
d. hIV = h4 + 1/2d – r4 = 2836’06”+016’13,0”+ 01’35,3” = 2850’46,9”
sinhI = sin2529’59,8”. = 0,430510; coshI = cos2529’59,8”. = 0,902586
sinhII = sin2652’35,3”.= 0,452068; coshII = cos2652’35,3”. = 0,891983
sinhIII = sin2805’04,7”.. = 0,470776; coshIII = cos2805’04,7” = 0,902586
sinhIV = sin2850’46,9”.= 0,482463; coshIiV = cos2850’46,9” = 0,875916.
-sinhI . sin = - 0,430509 . -0,131329 = 0,056538; sin = -0,223798
-sinhII . sin = - 0,452067 . -0,131329 = 0,059369; sin = -0,223798
-sinhIII . sin = - 0,470776 . -0,131329 = 0,061826; sin = -0,223798
-sinhIV . sin = - 0,482463 . -0,131329 = 0,063361; sin = -0,223798
(II) = -sinhIV . sin + sin = 0,056538 - 0,223798 = -0,167260
(III) =-sinhII . sin + sin = 0,059369 - 0,223798 = -0,164429
(IIII) = -sinhIII . sin + sin = 0,061826 - 0,223798 = -161971
(IIV) = -sinhIV . sin + sin = 0,063361. -0,223798 = -0,160437
(III) = coshI . cos = 0,902586 . 0,991339 = 0,894768
(IIII) = = coshII . cos = 0,891984 . 0,991339 = 0,884258
(IIIII) = coshIII . cos = 0,902586 . 0,991339 = 0,874612
(IIIV) = coshIV . cos = 0,875916 . 0,991339 = 0,868329
cos(-I) = II:/III = -0,167260/0,894768 = -0,186931
cos(-II) = III /IIII = -0,164429/0,884258 = -0,185951
cos(-III) = IIII /IIIII =-161971/ 0,874612 = -0,185192
cos(-IV) = IIV /IIIV = -0,160437/0,868329 = -0,184765
I = 10046’25,4” ;II = 10042’59,7”
III = 10040’20,3; IV = 10038’50,8”
1/2d’I = 1/2dI/cosh1 = -017’58,2”; 1/2d’II = 1/2dII/coshII = -018’11”;
220
1/2d’III = 1/2dIII/coshIII = +018’23,1”; 1/2d’IV = 1/2dIV/coshIV =+018’31,1”
PM I = I + 1/2d’I = 10046’25,4”-017’58,2” = 10028’27,2”
PM II = II +1/2d’II = 10042’59,7”-018’11” = 10024’48,7”
PM III = III +1/2d’III = 10040’20,3+018’23,1” = 10058’43,4”
PM IV = IV+1/2d’IV = 10038’50,8”+ 018’31,1” = 10057’21,9”
I = (PM) – (PQ) = 23735’09”- 18939’18 = 4755’51”
2= (PM) – (PQ) = 5731’57”- 939’12” = 4752’45”
3= (PM) – (PQ) = 5808’45” -939’12”= 4829’33”
4 (PM) – (PQ) = 23805’12”-18939’18” = 4825’54”
Azimut dari titik P ke Q :
1. PQ = PMI - I = 10028’27,2” - 4755’51” = 5232’36,2”
3. PQ = PMII - 2 = 10024’48,7” - 4752’45” = 5232’03,7”
4. PQ = PMIII - 3 = 10058’43,4” - 4829’33” = 5229’10,4”
4. PQ = PMIV - 4 = 10057’21,9” - 4825’54” = 5231’27,9”
Azimut rata-rata dari titik PQ (PQ) :
PQ = (5232’36,2” +5232’03,7”+5229’10,4”+5231’27,9”)/4 = 5231’19,55”
P
Kwadran II
Kwadran I Kwadran IV
Kwadran III
Q
U
PQ
Gambar bagan azimuth garis
PQ (azimuth awal pengukuran)
221
DEKLINASI MATAHARI PEBRUARI 1983
Tan
gg
al
Waktu jam Ind. Bar 7.00 Ind. Tng 8.00 Ind. Tim. 9.00
Peru
bah
an
tia
p
jam
Waktu jam Ind. Bar 15.00 Ind. Tng 16.00 Ind. Tim. 17.00
Peru
bah
an
tia
p
jam
Sete
ng
ah
dim
ete
r
mata
hari
(1/2
d)
Para
lak m
endata
r
1. -1719’14,3” + 42,4” -1713’36,7” +42,7” 16’15,5” 8,9”
2. -1702’15,5” +43,2” -1656’31,8” +43,5” 16’15,4” 8,9”
3 -1644’58,6” +43,9” -1639’09,1” +44,2” 16’15,2” 8,9”
4 -1627’24,2” +44,7” -1621’28,9” +44,9” 16’15,1” 8,9”
5. -1609’32,5” +45,4” -1603’31,6” +45,7” 16’14,9” 8,9”
6. -1551’24,1” +46,0” -1545’17,6” +46,1” 16’14,8” 8,9”
7. -1532’59,2” +46,7” -1526’47,3” +46,9” 16’14,6” 8,9”
8. .1514’18,4” +47,3” -1508’01,3” +47,6” 16’14,2” 8,9”
9. .1455’22,1” +48,0” -1448’59,9” +48,2” 16’14,1” 8,9”
10. .1436’10,6” +48,6” -1429’43,4” +48,8” 16’13,9” 8,9”
11. .1416’44,4” +49,2” -1410’12,4” +49,4” 16’13,7” 8,9”
12. .1357’05,9” +49,8” -1350’27,2” +50,0” 16’13,5” 8,9”
13. .1337’09,5” +50,3” -1330’28,3” +50,9” 16’13,3” 8,9”
14. -1317’01,6” +50,9” -1310’16,2” +51,0” 16’13,2” 8,9”
15. -1256’40,9” +51,4” -1249’51,2” +51,6” 16’13,0” 8,9”
16. -1236’07,5” +51,9” -1229’13,7” +52,1” 16’12,8” 8,9”
17. -1215’22,0” +52,4” -120824,2” +52,5” 16’12,8” 8,9”
18. -1154’24,8” +52,9” -1147’23,2” +53,0” 16’12,6” 8,9”
19. -1133’16,3” +53,3” -1126’11,0” +53,5” 16’12,4” 8,9”
20. -1111’56,9” +53,7” -1104’48,1” +53,9” 16’12,2” 8,9”
21. -1050’27,1” +54,2” -1043’14,9” +54,3” 16’12,0” 8,9”
22. -1028’47,2” +54,6” -1021’31,7” +54,7” 16’11,8” 8,9”
23. -1006’57,8” +54,9” -0959’39,3” +55,1” 16’11,5” 8,9”
24. -0944’59,3” +55,3” -0937’37,8” +55,4” 16’11,3” 8,9”
25. -0922’52,0” +55,7” -0915’27,6” +55,8” 16’11,1” 8,9”
26. -0900’36,3” +56,0” -0853’09,2” +56,1” 16’10,9” 8,9”
27. -0838’12,6” +56,3” -0830’43,0” +56,4” 16’10,6” 8,9”
28. -0815’41,4” +56,6” -0808’09,3” +56,7” 16’110,4” 8,9”
29.
222
Koreksi refraksi dan parallaks mendatar seksama untuk tinggi matahari
menurut L.P.I van der Tas
Tinggi matahari yang diukur
Harga-harga yang harus dikurangkan untuk tempat-tempat yang tingginya:
0 m 250 m 500 m 750 m 1000 m
1000’ 4‟52,8” 4‟46,2” 4’40,2” 4’33,0” 4’27,0” 20’ 4‟43,8” 4‟37,2” 4‟31,2” 4‟24,0” 4‟18,0” 40’ 4‟34,8” 4‟28,8” 4‟22,2” 4‟16,2” 4‟10,2” 1100’ 4‟27,0” 4‟19,8” 4‟13,8” 4‟07,8” 4‟01,8” 20’ 4‟19,2” 4‟13,2” 4‟07,2” 4‟01,2” 3‟55,2” 40’ 4‟12,0” 4‟04,8” 4‟00,0” 3‟54,0” 3‟48,0” 1200’ 4‟04,8” 3‟58,8” 3‟52,8” 3‟46,8” 3‟42,0” 30’ 3‟55,2” 3‟49,2” 3‟43,8” 3‟37,8” 3‟33,0” 1300’ 3‟45,0” 3‟40,2” 3‟34,2” 3‟28,8” 3‟24,0” 30’ 3‟37,2” 3‟31,2” 3‟25,8” 3‟21,0” 3‟16,2” 1400’ 3‟28,8” 3‟22,8” 3‟18,0” 3‟13,8” 3‟09,0” 30’ 3‟21,0” 3‟16,2” 3‟10,8” 3‟07,2” 3‟01,8” 1500’ 3‟13,8” 3‟09,0” 3‟04,2” 3‟00,0” 2‟55,9” 30’ 3‟07,2” 3‟03,0” 2‟58,2” 2‟54,0” 2‟49,8” 1600’ 3‟01,2” 2‟55,8” 2‟52,2” 2‟48,0” 2‟43,8” 30’ 2‟55,2” 2‟51,0” 2‟46,8” 2‟43,2” 2‟39,0” 1700’ 2‟49,8” 2‟45,0” 2‟40,8” 2‟37,8” 2‟34,2” 1800’ 2‟39,0” 2‟34,8” 2‟31,2” 2‟28,2” 2‟24,0” 1900’ 2‟30,0” 2‟25,8” 2‟22,8” 2‟19,2” 2‟16,2” 2000’ 2‟21,0” 2‟18,0” 2‟15,0” 2‟10,8” 2‟07,8” 2100’ 2‟13,8” 2‟10,8” 2‟07,2” 2‟04,2” 2‟01,2” 2200’ 2‟07,2” 2‟03,2” 2‟01,2” 1‟58,2” 1‟55,2” 2300’ 2‟01,2” 1‟58,2” 1‟55,2” 1‟52,2” 1‟49,8” 2400’ 1‟55,2” 1‟52,2” 1‟49,2” 1‟46,2” 1‟43,8” 2500’ 1‟49,2” 1‟46,2” 1‟43,8” 1‟40,8” 1‟39,0” 2600’ 1‟43,8” 1‟40,8” 1‟39,0” 1‟36,0” 1‟34,2” 2700’ 1‟40,2” 1‟37,2” 1‟34,8” 1‟31,8” 1‟30,0” 2800’ 1‟34,8” 1‟33,0” 1‟30,0” 1‟28,2” 1‟25,8” 3000’ 1‟27,0” 1‟25,2” 1‟22,8” 1‟21,0” 1‟19,2” 3200’ 1‟19,8” 1‟18,0 1‟16,0” 1‟13,8” 1‟12,0” 3400’ 1‟13,8” 1‟12,0” 1‟10,2” 1‟07,8” 1‟07,2” 3600’ 1‟07,8” 1‟07,2” 1‟04,8 1‟03,0” 1‟01,2” 3800’ 1‟03,0” 1‟01,8” 1‟00,0” 1‟00,0” 0‟57,0” 4000’ 1‟13,8” 0‟57,0” 0‟55,2” 0‟58,2” 0‟52,0”
223
IX. PERHITUNGAN LUAS DAN VOLUME
1. Perhitungan Luas Cara Simpson
1. 1. Cara 1/3 Simpson (2 bagian dianggap satu set).
Apabila batasnya merupakan lengkung yang merata perhitungannya dianggap
sebagai parabola.
Luas A1 = (Trapesium abcd + Parabola ced)
= 2l x (y0 + y2)/2 + 2/3 (y1 – (y0 + y2)/2) x 2l
= l x (y0 + y2) +2/3 x (2y1 – y0 - y2) x l
= (3l x (y0 + y2) +2l x (2y1 – y0 - y2))/3
= (l x (3y0 + 3y2) + l x (4y1 – 2y0 - 2y2))/3
= l/3 (3y0 + 3y2 + 4y1 – 2y0 – 2y2)
= l/3 (y0 + 4y1 + y2 )
Contoh.
Diketahui : y0 = 4 m; y2 = 6 m; l = 5 m
Ditanyakan : Luas A1
Penyelesaian:
Y1 = 1/2x (y0 + y2) = ½ x ( 4 + 6) = 5 m
Luas A1 = (Trapesium abcd + Parabola ced)
= 2l x (y0 + y2)/2 + 2/3 x y1 – (y0 + y2)/2x 2l
= l x (y0 + y2) +2/3 x (2y1 – y0 - y2) x l
= 3 x l x (y0 + y2)/3 +2/3l x (2y1 – y0 - y2)
= 1/3 x l x ((3y0 + 3y2) + l x (4y1 – 2y0 - 2y2))/3
= l/3 x l x (3y0 + 3y2 + 4y1 – 2y0 – 2y2)
a b
c
l
d
l
A1
e
Y0 Y1 Y2
Gambar cara 1/3 Simpson
224
= l/3 x l x (y0 + 4y1 + y2 )
= 1/3 x 5 x (4 + 4 x 5 + 6) = 50 m2
1. 2. Cara 3/8 simpson (3 bagian dianggap satu set)
A = (Trapesium abcd) + (Parabola dfc)
= 3 x l x (y0 + y3)/2 + 3/4 x (y1 + y2)/2 – (y0 + y3)/2x 3l
= 3/2 x l x (y0 + y3) + 3/8 x l x (3y1 + 3y2 – 3y0 – 3y3)
= 3/8 x l x 4(y0 + y3) + 3/8 x l x (3y1 + 3y2) – 3y0 - 3y3)
= 3/8 x l x (4y0 + 4y3) + 3/8 l x (3y1 + 3y2 – 3y0 - 3y3)
= 3/8 x l x (4y0 + 4y3 + 3y1 + 3y2 – 3y0 - 3y3)
= 3/8 x l x (y0 + y3 + 3y1 + 3y2 )
a b
c
l
d
l
A1
e
Y0 Y1 Y2
Gambar cara 1/3 Simpson
l a b e
l l
A
d
f
c
Y0 Y1 Y2 Y3
Gambar cara 3/8 Simson
225
Contoh.
Diketahui: l =3 m; y0 = 4 m; y1 = 5 m; y2 =6 m; y3 = 4,5 m
Ditanyakan luas A
Penyelesaian:
A = 3/8 x l x (y0 + y3 + 3y1 + 3y2 )
= 3/8 x 3 x (4 + 4,5 + 3 x 5 + 3 x 6 )
= 9/8 x (8,5 + 15 + 18 ) = 9/8 x 41,5 = 46,6875 m2
2. Perhitungan luas dengan koordinat
Diketahui harga koordinat titik: XA = 3000,000 m; YA = 3000,000 m
XB = 3051,070 m; YB = 3029,489 m
XC = 3147,385 m; YC = 3003,662 m
XD = 3126,661 m; YD = 2886,384 m
XE = 3058,116 m; YE = 2846,850 m
Dari data tersebut di atas hitung luasnya:
Penyelesaian:
Penyelesaian dan perhitungannya lihat tabel di bawah.
Tabel perhitungan luas
Titik X Y X Yn+1 Yn+1 X
A
B
C
D
E
A
3000,000
3051,070
3147,385
3126,661
3058,116
3000,000
3000,000
3029,489
3003,662
2886,384
2846,850
3000,000
9088467,000
9164383,018
9084561,706
8901134,868
9174348,000
9153210,000
9534968,236
9391432,833
8826897,093
8540550,000
45412894,590
2L=
L=
45447058,16
0
45412894,59
0
34163,572
17081,786
Luas ABCDE = 17081,786 m2
226
PETA SITUASI TANAH
3. PERHITUNGAN LUAS DENGAN PLANIMETER
Perhitungan luas dengan planimeter ini, dilakukan pada peta yang sudah ada dengan
bentuk batas wilayah yang tidak teratur, seperti pada gambar di bawah.
Gambar batas tanah tidak teratur
227
Alat Planimeter Konvensional
Gambar Alat Planimeter Konvensional
228
Pada buku petunjuk planimeter, tercantum daftar skala, harga satu satuan nonius,
panjang penyetelan stang kutub penggerak, dan harga satuan nonius di lapangan.
Lihat tabel berikut :
Skala Stang (mm) Satuan nonius
Lapangan ( m2) Peta (mm2)
1:1000
1:200
1:1500
1:500
1:250
1:400
1:000
1 : 500
149,2
149,2
130,6
116
116
86,8
65,8
48,6
10
0,4
20
2
0,5
1
5
1
10
10
8,8
8
8
6,25
5
1
Tabel . Planimeter konvensional
Cara menggunakan alat planimeter sebagai berikut :
1. Tentukan dahulu skala peta yang akan dihitung
2. Tentukan panjang stang planimeter
3. Tentukan harga satu satuan nonius
4. Siapkan peta yang akan dihitung luasnya, serta pasang pada meja yang rata
5. Pasang alat planimeter di atas peta yang akan dihitung luasnya, dengan
kedudukan jarum ada di tengah-tengah peta serta stang kutub dan stang
penggerak kedudukannya kurang lebih 90º (llihat gambar bagan)
6. Setelah itu jarum lyang ada pada roda dipasang pada batas areal dan catat
harga satu satuan nonius yang ada pada tromol roda angka satuan nonius
7. Kemudian jarum diputar mengelilingi batas areal ke kanan atau ke kiri sampai
kembali ke titik asal, titik awal menjadi titik akhir.
8. Selisih pembacaan akhir dikurangi pembacaan awal dikalikan harga satu
satuan nonius adalah luas peta.
229
Gambar bagan planimeter
Contoh perhitungan :
Diketahui :
Skala peta 1 : 1000
Harga satu satuan nonius 10 mm2 di peta = 10 m2 di lapangan
Pada permulaan pengukuran angka pada tromol tercatat 0 satu satuan nonius,dan titik
pengukur tepat pada titik A , lihat gambar di bawah.
Setelah diputar dan kembali ke titik awal tercatat 1156 satu satuan nonius.
Selisih pembacaan akhir – pembacaan awal = 1156 – 0 = 1156 satu satuan nonius,
maka luas peta adalah :
L = 1156 x 10mm2
= 11560 mm2 di peta
L = 11560 x 10m2
= 11560 m 2 di lapangan
º
Batang penggerak
Stang kutub
Titik pengukur
Kotak pencatat
230
Gambar peta situasi tanah dengan batas tidak teratur
A
A
Skala 1:1000
231
Dalam pelaksanaan pekerjaan ini tentunya ada kesalahan-kesalahan.
Toleransi kesalahan maksimum yang diperbolehkan pada pengukuran luas dengan
menggunakan angka-angka yang diukur pada lapangan adalah :
Untuk lapangan yang mudah : f1 = 0,2 L + 0,0003 L
Untuk lapangan yang sedang : f2 = 0,25 L + 0,00045 L
Untuk lapangan yang sukar : f3 = 0,3 L + 0,0006 L
Kesalahan maksimum dengan cara grafis berlaku rumus :
F4 = 0,0004 S L + 0,0003 L
S = Skala Peta
Tabel toleransi kesalahan
L dalam ha
f1m f 2 m f 3 m F4
1:500
f 4
1:1000
F4
1 :2500
0,01
0,05
0,20
1,00
10,00
2
4
10
23
93
2
6
12
30
124
3
7
14
36
155
2
4
10
23
93
4
9
18
43
156
10
22
45
103
346
Sumber :
Soetomo Wongsotjiro, Ilmu Ukur Tanah, Jakarta : Swadaya, thn 1974.
Contoh :
f1 = 0,2 (L)1/2 + (0,0003 L)
dalam hektar 0,01 hektar = 100m2
Kesalahan yang diperbolehkan (f1 = 0,2 (L)1/2 + (0,0003 L)
= 0,2 (100)1/2 + (0,0003 . 100) = 2m
Ternyata pada tabel untuk menghitung luas peta, skala yang tercantum hanya dari 1:
200 1 : 1500.
Kalau sekiranya peta yang akan dihitung luasnya lebih kecil dari skala 1 : 1500, maka
perlu dicari harga satuan noniusnya untuk peta yang akan dihitung luasnya
Contoh :
Umpama skala peta 1:10.000 akan dihitung luasnya dengan mempergunakan skala
1 : 1000.
Penyelesaian perhitungan :
232
V = (s2 / S2) x 10m2
= (100002 / 10002) x 10 m2 =1000 m2
Keterangan:
V = Harga satu satuan nonius skala peta 1:10000
s = Skala peta 1:10000
S = Skala peta 1:1000
Untuk peta yang tercantum di bawah ini ukurannya di atas peta
5 cmx 5 cm = 25 cm2 = luas di peta.
Gambar batas situasi suatu daerah dalam peta
1 cm2 di peta untuk skala 1:1000 = 100 m2 di lapangan
25 cm2 di peta untuk skala 1:1000 = 25 x 100 m2 = 2500 m2 lapangan
1 cm2 di peta untuk skala 1:10000 = 10000 m2 di lapangan
25 cm2 di peta untuk skala 1:10000 = 25 x 10000 m2 = 250000 m2 lapangan
Kalau dihitung dengan satu satuan nonius = 250000/1000 x satu satuan nonius = 250
satu satuan nonius.
Peta 1 : 10000
5 cm
5 cm
5 c
m
5 c
m
233
4. PERHITUNGAN VOLUME
4. 1. Perhitungan volume berdasarkan kotak-kotak empat persegi panjang
1
Luas kotak = 10 m2
Angka 1,35; 1,20; 1,40 m………adalah beda tinggi terhadap titik tertentu.
Ta= (1,35+1,20+1,25+1,30):4 =1,275 m
Tb = (1,20+1,40+1,50+1,30):4 =1,350 m
Tc = (1,40+1,50+1,40+1,50):4 =1,450 m
Td = (1,25+1,30+1,50+1,40):4 =1,3625 m
Te = (1,30+1,50+1,60+1,50):4 =1,475 m
T =6,9125 m
V = 10 x 6,9125 = 69,125 m3
h1 = 1,35+1,1,50+1,40+1,60+1,40 = 7,25
h2 = 1,2+1,40+1,50+1,25 = 5,35
h3 = 1,50 = 1,50
h4 = 1,30 = 1,30
V = 10/4(7,25 +2.5,35+3.1,50+4,1,30) = 69,125 m3
Rumus umum: V = 10/4(j1h1+2k
1h2+3l1h3+4m
1h4)
1,25
1,40
1,20 1,35 1,50 1,40
1,60
1,50 1,40 1,30
1,50
2 2 1
b
1
1
1 4 2 3
a
2
d e
c
234
4.2. PERHITUNGAN VOLUME BERDASARKAN GARIS TINGGI
MORFOLOGI SITUASI TANAH
6 5 4 3 2 1
Gambar kontur berbentuk lingkaran
Keterangan: Diameter 1 = 21 m
Diameter 2 = 35 m
Diameter 3 = 42 m
Diameter 4 = 56 m
Diameter 5 = 63 m
Diameter 6 = 70 m
Interval kontur a 10 m
Perhitungan volumenya dapat dilakukan dengan metoda:
a. Volume rata-rata luas antara dua kontur
V1 = ½(L1+L2)xh = ½ (346,5+962,5) x 10 m = 6545,0 m3
V2 = ½(L2+L3)xh = ½ (962,5+1386) x 10 m = 11742,5 m3
V3 = ½(L3+L4)xh = ½ (1386+2464) x 10 m = 19250,0 m3
V4 = ½(L4+L5)xh = ½ (2464+3118,5) x 10 m = 27912,5 m3
V5 = ½(L5+L6)xh = ½ (3118,5+3850) x 10 m = 34842,5 m3
V = 100292,5 m3
235
b. Volume perbedaan antara luas dua kontur terhadap ketinggian dasar
V1 = L1x 5h = 17325,0 m3
V2 = (L2-L1) x (4h + 1/2h) = 27720,0 m3
V3 = (L3-L2) x (3h + 1/2h) = 14822,5 m3
V4 = (L4-L3) x (2h + 1/2h) = 26950,0 m3
V5 = (L5-L4) x (1h + 1/2h) = 9817,5 m3
V6 = (L6-L5) x 1/2h = 3657,5 m3
V =100292,5 m3
L1 = ¼ D12 = ¼ x x 212 = 346,5 m2
L2 = ¼ D22 = ¼ x x 352 = 962,5 m2
150
140
120
100
110
130
B A
PENAMPANG A - B
2 3 1 4 6 5
Gambar kontur berbentuk lingkaran
236
L3 = ¼ D32 = ¼ x x 422 = 1386,0 m2
L4 = ¼ D42 = ¼ x x 562 = 2464,0 m2
L5 = ¼ D52 = ¼ x x 632 = 3118,5 m2
L6 = ¼ D62 = ¼ x x 702 = 3850,0 m2
Untuk menghitung volume jangan sekali-kali luas paling atas ditambah luas paling
bawah dibagi dua dikalikan tingginya; karena bisa salah kalau sekiranya lereng tanah
tidak kontinyu.
Contoh: ½ (L1+L6) x 5h = ½ x (346,5+3850) x 50
= 104912,5 m3
150
140
120
100
110
130
B A
PENAMPANG A - B
5 4 6 3 2 1
Gambar kontur berbentuk lingkaran
237
X. TRANSFORMASI KOORDINAT
1. Transformasi Toposentrik
Proyeksi Polyeder
Transformasi dari koordinat kartesian ke koordinat geografi
Lintang Utara
” = (A’) X + (C’) XY
” = (B’) Y - (D’) X2
Lintang Selatan
” = (A’) X - (C’) XY
” = - (B’) Y - (D’) X2
Diketahui : XP = -2316,7954 m
XP = -3755,2012 m
Lembar Peta 39/XXXIX
Lintang Selatan
” = (A’) X - (C’) XY
” = - (B’) Y - (D’) X2
lo = 0o50’ ; qo = 6o50’ LS Untuk qo = 6o50’ LS, pada tabel harga :
(A’) = 0,0325730
(B’) = 0,0325558
(C’) = 0,0006120 . 10-6
(D’) = 0,0003059 . 10-6
” = (A’) X - (C’) XY
= 0,0325730 . –2316,7954 = -75,4649
-0,0006120 . 10-6 . –2316,7954 . –3755,2012 = -0,0053
” = -75,4702”
= -1’15,4”
l = lo + = 0o50’ – 1’15,4702” = 0o48’44,53”
” = -(B’) Y – (D’) X2
= -0,0325558 . –3755,2012 = 122,2536
= -0,0003059 . 10-6 . (-2316,7954)2 = - 0,0016
” = 122,252”
= 2’2,252”
238
q = qo + = 6o50’ + 2’2,252”
= 6o52’2,252” LS
2. Transformsi dari Koordinat Geografi ke Koordinat Kartesian
Lintang utara:
X = (A) - (C)
Y = (B) + (D)2 + (1) (D)2 + (2)3
Lintang selatan:
X = (A) - (C)
Y = - (B) - (D)2 – (1) (D)2 – (2)3
Lembar peta 39/XXXIX
lo = 0o50’ ; qo = 6o50’
l = 0o48’44,53” ; q = 6o52’2,252”
(A) = 30,700314 ; (B) = 30,716486
(C) = 0,17719 . 10-4 ; (D) = 0,08855 . 10-4
(1) = 0,019907 ; (2) = 0,000122 . 10-6
X = (A) - (C) .
Y = -(B) - (D) 2 – (1) (D) 2 – (2) 3
” = l – lo = 0o48’44,53” – 0o50’ = -0o1’15,47” = -75,47”
” = q – qo = 6o52’2,252” – 6o50’ = 2’2,252” = 122,252”
X = 30,7003`4 . (-75,47)
-0,17719 . 10-4 . (-75,47) . 122,252 = -2316,789 m
Y = -30,716486 . 122,252 – 0,08855 . 10-4 . (75,47)2
-0,019907 . 0,08855 . 10-4 . 122,2522
-0,000122 . 10-6 . 122,2523 = -3755,2051 m
239
Tabel perhitungan koordinat polyeder dari koordinat geografi
Qo (A) (B) (C) x 10 4 (D) x 10 4
0o 10’ 30’ 50’
30,918364 30,917324 30,915246
30,712135 30,712156 30,712197
0,00433 0,01299 0,02166
0,00218 0,00654 0,01090
1o 10’ 30’ 50’
30,912127 30,907969 30,902773
30,712260 30,712343 30,712447
0,03032 0,03898 0,04764
0,01526 0,01961 0,02397
2o 10’ 30’ 50’
30,896537 30,889262 30,880949
30,712572 30,712717 30,712883
0,05269 0,06495 0,07360
0,02832 0,03266 0,03700
3o 10’ 30’ 50’
30,871593 30,861209 30,849781
30,713071 30,713279 30,713506
0,08225 0,09090 0,09955
0,04134 0,04567 0,05000
4o 10’ 30’ 50’
30,837318 30,823816 30,809278
30,713756 30,714026 30,714315
0,10819 0,11683 0,12546
0,05431 0,05862 0,06293
5o 10’ 30’ 50’
30,793704 30,777095 30,759450
30,714626 30,714957 30,715309
0,13410 0,14272 0,15135
0,06722 0,07151 0,07578
6o 10’ 30’ 50’
30,740772 30,721059 30,700314
30,715681 30,716073 30,716486
0,15996 0,16587 0,17719
0,08005 0,08430 0,08855
7o 10’ 30’ 50’
30,678535 30,655725 30,631885
30,716919 30,717372 30,717845
0,18578 0,19438 0,20297
0,09278 0,09700 0,10120
8o 10’ 30’ 50’
30,607012 30,581111 30,554181
30,718338 30,718851 30,719384
0,21155 0,22013 0,22870
0,10540 0,10957 0,11374
9o 10’ 30’ 50’
30,526223 30,497238 30,467227
30,719937 30,721103 30,721103
0,23726 0,24582 0,25437
0,11788 0,12201 0,12713
(1) = 0,019907
(2) x 106 = 0,000122
240
Tabel perhitungan koordinat geografi dari koordinat polyeder
Qo (A) (B) (C) x 10 6 (D) x 10 6
0o 10’ 30’ 50’
0,0323432 0,0323443 0,0323465
0,0325604 0,0325604 0,0325603
0,0000148 0,0000443 0,0000738
0,0000074 0,0000223 0,0000371
1o 10’ 30’ 50’
0,0323498 0,0323541 0,0323596
0,0325603 0,0325602 0,0325601
0,0001033 0,0001328 0,0001624
0,0000520 0,0000668 0,0000817
2o 10’ 30’ 50’
0,0323661 0,0323737 0,0323824
0,0325600 0,0325598 0,0325596
0,0001920 0,0002216 0,0002513
0,0000966 0,0001115 0,0001263
3o 10’ 30’ 50’
0,0323922 0,0324031 0,0324151
0,0325594 0,0325592 0,0325590
0,0002810 0,0003106 0,0003406
0,0001412 0,0001561 0,0001710
4o 10’ 30’ 50’
0,0324282 0,0324424 0,0324578
0,0325587 0,0325584 0,0325581
0,0003704 0,0004004 0,0004303
0,0001860 0,0002009 0,0002153
5o 10’ 30’ 50’
0,0324748 0,0324917 0,0325103
0,0325578 0,0325574 0,0325571
0,0004604 0,0004906 0,0005208
0,0002308 0,0002458 0,0002608
6o 10’ 30’ 50’
0,0325201 0,0325510 0,0325730
0,0325567 0,0325562 0,0325558
0,0005511 0,0005815 0,0006120
0,0002758 0,0002908 0,0003059
7o 10’ 30’ 50’
0,0325961 0,0326203 0,0326457
0,0325553 0,0325549 0,0325544
0,0006426 0,0006734 0,0007042
0,0003209 0,0003360 0,0003511
8o 10’ 30’ 50’
0,0326723 0,0326999 0,0327287
0,0325538 0,0325533 0,0325527
0,0007352 0,0007662 0,0007975
0,0003662 0,0003814 0,0003966
9 10’ 30’ 50’
0,0327587 0,0327899 0,0328222
0,0325522 0,0325515 0,0325509
0,0008288 0,0008603 0,0008920
0,0004118 0,0003270 0,0004423
241
Proyeksi UniverseTransverse Mercator
1. Transformasi Dari Koordinat Geografi Ke Koordinat Kartesian
A. BESSEL : a = 6377397 ; b= 6356079 ; ko = 0,9996
= 107 37’ 12,32”
= 6’52’ 02,252”
h= 702,7603
0= 105; cm=500000 m
= - 0 = 10737’12,32” - 105
= 237’12,32”
e2= (a2 - b2):a2= 6,674312317-03
e12=(a2 - b2):b2= 6,719158076-03
n = (a - b):(a + b) = 1,674169724-03
v = a: (1- e2 sin2 ) 1/2 = 6377701,296
= 652’02,252” = 412,0375333’
0 = 412,0375333. 0,000290888208666
= 0,119856774
A’= a1-n+(5/4)(n2 - n3) + (81/64) (n4 - n5) + ... = 6366742,461
B’= (3/2) a n - n2 + (7/8) ( n3-n4) + (55/64) n5 = 15988,4944
C’= (15/16) a n2 - n3+(3/4) (n4- n5 ) = 16,72965248
D’= (35/48) a n3 - n4 + (11/16) n5 = 0,021784212
E’= (315/512 ) a n4 - n5 = 3,077189835-05
“ = 2 37’ 12, 32” = 9432,32”
p = 0,0001. “= 0,0001 . 9432,32” = 0,943232
P2 = 0,889686605; P3 = 0,839180876
P4 = 0,791542256
S = A’0 - B’Sin 2 + C’ Sin 4 - D’ Sin 6 + E’ Sin 8
= 759308,8536
(I) = S ko = 759005,13
(II) = v Sin Cos Sin2 1” . ko . 108 : 2 = 889,4177114
(III) = Sin4 1”v Sin Cos3 (5-tg2
+9e’2 Cos2 + 4e’4 Cos4
) ko.1016 : 24
= 0,866374213
242
A6 = p6. Sin6 1” v Sin Cos (61-58tg2
+ tg4 + 270e’2 Cos2
- 330 e’2 Sin2
ko.1024 :720 = 5,7823632-04
B5 = p5 Sin 51 “ v Cos5 (5-18tg2 +tg4
14e’2 Cos2 - 58 e’2 Sin2 ) ko.1020 : 120
= 0,049460002
(IV) = v Cos Sin1” ko.104 = 306858,6193
(V) = Sin3 1”v Cos3 (1-tg2
+e’2 Cos2
) ko.1012 : 6
= 117,5564676
N = (I) + (II) p2 + (III) p4 + A6
= 759797,643 m Selatan N = 9240202,357 m E = 500000 + (IV) p + (V) p3 + B5
= 789537, 577 m
B. WGS‟84 : a = 6378137 ; b = 635752,314 ; ko = 0,9996
= 107 37’ 12,32”
= 6’52’ 02,252”
h= 702,7603
0= 105; cm=500000 m
= - 0 = 10737’12,32” - 105
= 237’12,32”
e2= (a2 - b2):a2 = 6,694380061-03
e12=(a2 - b2):b2= 6,739496814-03
n = (a - b):(a + b) = 1,679220406-03
v = a: (1- e2 sin2 ) 1/2 = 6378442,246
= 652’02,252” = 412,0375333’
0 = 412,0375333. 0,000290888208666
= 0,119856774
A’= a1-n+(5/4) (n2 - n3) + (81/64) (n4 - n5) + ... = 6367449,146
B’= (3/2) a n - n2 + (7/8) ( n3-n4) + (55/64) n5 = 16038,50891
C’= (15/16) a n2 - n3+(3/4) (n4- n5 ) = 16,83261371
D’= (35/48) a n3 - n4 + (11/16) n5 = 0,022020393
E’= (315/512) a n4 - n5 = 3,12001982-05
“ = 2 37’ 12, 32” = 9432,32”= 9432,32”
p = 0,0001. “= 0,0001 . 9432,32” = 0,943232
243
p2 = 0,889686605; P3 = 0,839180876
p4 = 0,791542256
S = A’0 - B’Sin 2 + C’ Sin 4 - D’ Sin 6 + E’ Sin 8
= 759381,7275
(I) = S ko = 759077,9748
(II) = v Sin Cos Sin2 1” . ko . 108 : 2 = 889,5210424
(III) = Sin4 1”v Sin Cos3 (5-tg2
+9e’2 Cos2 + 4e’4 Cos4
) ko.1016 : 24
= 0,8665606037
A6 = p6. Sin61 ” v Sin Cos5 (61-58tg2
+ tg4 + 270e’2 Cos2
e’2 Sin2 )
ko.1024 :720
= 5,783254826-04
B5 = p5 Sin 51 “v Cos5 (5-18tg2 +tg4
14e’2 Cos2 - 58 e’2 Sin2 ) ko.1020 : 120
= 0,049468452
(IV) = v Cos Sin1” ko.104 = 306894,2696
(V) = Sin3 1” v Cos3 (1-tg2
+e’2 Cos2
) ko.1012 :6
= 117,5725009
N = (I) + (II) p2 + (III) p4 + A6
= 759870,599 Selatan N = 9240129,401 m
E = 500000 + (IV) p + (V) p3 + B5 =789571,210 m
244
2. Transformasi dari Koordinat Kartesian ke Koordinat Geografi
Diketahui : X = 789537,577 m; Y = 759797,643 m
Zone 48 M
BESSEL 1841: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m
Ditanyakan : ,
Tentukan : e2 = (a
2 – b
2) : a
2 = (6377397,155
2 – 6356079
2) : 6377397,155
2
= 6,674360602-03
e1 = (a2 – b2) : b2 = (6377397,1552 – 63560792) : 63560792
= 6,719207012-03
ko = 0,9996; q = 10-6 . (789537,577 – 500000) = 0,289537577
500000 = ( harga sentral meredian)
Rumus untuk mencari dan :
(VII) = tg’. (1+e1.cos2’).1012 : (2.v2.sin1”.ko2)
(VIII) = tg’.1024.(5+3.tg2+6.e1
2.cos2’-6.e1.sin2
’-3.e14.cos4
-9.e14.cos2
’.sin2
24.v4.sin1”ko4
(IX) = sec’.106 : (v.sin1”.ko
(X) = sec’.1018. (1+2.tg2’+e1
2.cos2’) : (6.v3.sin1”.ko3)
D6 = q6.tg’.1036.(61+90.tg2’+45tg4
’+107.e12.cos2
’-162.e12.sin2
’
-45.e12 .tg2
’sin2’) : (720.v6.sin1”.ko6)
E5 = q5.sec’.1030.(5+28.tg2’+24.tg4
’+6.e12cos2
’+8.e12.sin2
’) : (120.v5.sin1”.ko5)
= ’ – (VII)q2 + (VIII)q4 – D6 ; = q(IX) – (X)q2 + E5
Untuk mencari ’ perlu diketahui harga (I) seperti yang telah diterangkan untuk
mencar
harga koordinat.
Sebagai perkiraan dapat dilakukan sebagai berikut:
Cari jari-jari kelengkungan meredian (M), dengan = 0
M = a2b2 : (a2cos2 + b2sin2
)3/2
= 6377397,1552.63560792 : (6377397,1552.cos2 + 63560792sin2
)3/2
= 6377397,1552.63560792 : (6377397,1552.cos0 + 63560792sin20)3/2
= 6334832,108 m
Keliling lingkaran = 2M = 39802924,02 m = 360
1 = 110563,6778 m
245
Telah diketahui Y = 759797,643 m
’ perkiraan = (759797,643 : 110563,6778).1 = 652’19,33”
’ perkiraan ini terletak antara 652’ dan 653’
Untuk 652’ (I) = 758936,504 m
Untuk 653’ (I) = 760778,759 m
1’ (I) =1842,255 m
Untuk Y = 759797,643 m ’ = 652’ + (759797,643-758936,504):1842,255.1’
= 652’28,05” ( ’ ini akan menjadi acuan hitungan).
v = a : (1-e2sin2’)1/2 = 6377397,155 : (1-6,674360602-03sin2652’28,05”)1/2
= 6377702,085 m
Sekarang ’ telah diktahui yaitu : ’ = 652’28,05”
(VII) = tg’. (1+e1.cos2’).1012 : (2.v2.sin1”.ko2) = 307,9553851
(VII)q2 =25,81654218”
(VIII) = tg’.1024.(5+3.tg2+6.e1
2.cos2’-6.e1.sin2
’-3.e14.cos4
-9.e14.cos2
’.sin2
24.v4.sin1”.ko4
= 3,18820892
(VIII)q4 = 0,022406153”
(IX) = sec’.106 : (v.sin1”.ko) = 32588,7846
(X) = sec’.1018. (1+2.tg2’+e1
2.cos2’) : (6.v3.sin1”.ko3) = 138,4098323
D6 = q6.tg’.1036.(61+90.tg2’+45tg4
’+107.e12.cos2
’-162.e12.sin2
’
-45.e12 .tg2
’sin2’) : (720.v6.sin1”.ko6) = 2,419548925-06”
E5 = q5.sec’.1030.(5+28.tg2’+24.tg4
’+6.e12cos2
’+8.e12.sin2
’) : (120.v5.sin1”.ko5)
= 0,0018”
= ’ – (VII)q2 + (VIII)q4 – D6 = 652’02’2,252”
= q(IX) – (X)q2 + E5 = 237’12,32”
Titik P(X = 789537,577; Y = 759797,6430) terletak di zone 48M; maka sentral
merediannya adalah 105 = o
= o + = 105 + 237’12,32” = 10737’12,32”
Titik P mempunyai koordinat geografi: =10737’12,32”; = 652’02,252”
246
XI. TRANSFORMASI KOORDINAT GLOBAL POSITIONING SYSTEM
Tranformasi Geosentrik
Transformasi dari Koordinat Geografi ke Koordinat Kartesian
BESSEL:
Diketahui: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; e2 = 6,674360602-03
= 652’2,252”; = 10737’12,32”; h =1459,489 m
N = a2 : (a2 cos2 + b2sin2
)1/2
= 6377397,1552 : (6377397,1552.cos2652’2,252” + 63560792.sin2652’2,252”)1/2
= 6377701,446 m
X = (N+h).cos.cos
= (6377701,446+1459,489).cos652’2,252”.cos10737’12,32”
= -1917144,58 m
Y = (N+h).cos.sin
= (6377701,446+1459,489).cos652’2,252”.sin10737’12,32”
= 6036261,494 m
Z = ((b2:a2).N+h).sin
= ((63560792:6377397,1552).6377701,446+1459,489).sin652’2,252”
= 757667,1318 m
247
Diketahui: = 652’2,252”; = 10737’12,32”; h= 1459,489 m a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; e2 =6,674360602-03 e1
2 = 6,719207012-03
Transformasi dari Koordinat Kartesian ke Koordinat Geografi
Diketahui: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m;
X = -1917144,58 m; Y = 6036261,494 m; Z = 757667,1318 m; h = 1459,489 m
Ditanyakan: dan .
N = a2 : (a2cos2 + b2sin2
)1/2 ;
p = (X2 + Y2)1/2 = (N + h)cos; h = (p : cos) - N
p = (X2 + Y2)1/2 = (N+h).cos
= (-1917144,582 + 6036261,4942)1/2 = 6333395,311 m
h = (p : cos) – N = 1459,489 m (telah dihitung)
tg = (Z : p) : (1 – e2. N/(N + h)
= (757667,1318 : 6333395,311)
: 1-6,674360602-03. 677701,446/(6377701,446 + 1459,480)
= 0,120434119 = 652’2,252”
x
a
X
y
N
h
z
P
Z
Gambar : Koordinat kartesian (X, Y, Z) dan koordinat ellissoid
Y
b
248
tg = Y : X = 6036261,494 : -1917144,58 = - 3,14856874
= 10737’12,32”
e2 = (a2 – b2) : a2 = 6,674360602-03; e12 = 6,719207012-03
Z = (N + h – e2N) sin; Z = (N + h)1 – e2N : (N +h) sin
(Z : p) = 1 – e2N : (N + h) tg
tg = (Z : p) 1 – e2N : (N + H)-1; tg = Y : X; = arctg = Y : X
= arctg = (Z + e12 b sin3
) : (p – e2 a cos3) ; = arctg Za : pb
249
XII. PERHITUNGAN JARAK GEODESI
Jarak geodesi adalah jarak yang menghubungkan dua titik pada permukaan ellipsoid.
Diketahui koordinat geografi dari titik:
P1 1 = 2; 1 = 106 P2 2 = 4; 2 = 107
Ditanya jarak P1P2
Penyelesaian 1:
P1P2 = R x /
Keterangan:
R = Jari-jari bumi
p = 180/
R = 6377397,155 m; = 57,29577951
cos = sin1 x sin2 + cos1 x cosn2 x cosn(2 - 1)
= sin2 x sin4 + cos2 x cos4 + cos(107 - 106)
= 0,034899496 x 0,069756473 + 0,999390827 x 0,99756405 x 0,999847695
= 0,999238985
= 2,235432568
P1P2 = R x /
= (6377397,155 x 2,235432568)/ 57,29577951= 248818,3496 m
Penyelesaian 2
tg = (2 - 1)//ln tg(45 +1/22) – ln tg(45 +1/21)
= (107 - 106)/ 57,29577951/(ln tg47 – ln tg46)
= 0,017453292/(0,069869949 – 0,034913675)
= 0,017453292/0,034956273 = 0,499289267
= 26,53246431
(2 – 1)/ = 0,034906585
P1P2 = (R/cos) x ((2 – 1)/) = (6377397,155/cos26,53246431) x ((4-2)/57,29577951))
= 248818,3574 m
P1
P2
1
2
1 2
250
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Aryono Prihandito M.Sc., Proyeksi Peta, IKAPI, Yogyakarta, 1988 Bessel Spheroid (meters), Volume I, Transformation of Coordinates from Grid to Geographic,Headquartes, Department of the Army, July, 1958 D. Hidayat, Muchidin Noor, Teori dan Praktek Ukur Tanah 2, Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Idi Sutardi, Ilmu Ukur Tanah, Kursus Surveyor Topografi Pertambanagan, Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan, Bandung, 1997 Ir. Heinzfrick, Ilmu dan Alat Ukur Tanah, Kanisius, Yogyakarta, 1993 Madhardjo Marsudiman, Praktis Kartografi, Bandung Soeyono Sostrodarsono, Masayoshi Takasaki, Pengukuran Topografi Dan Teknik Pemetaan,PT.Pradnya Paramita Yogyakarta, 1992 Soetomo Wongsotjitro, Ilmu Ukur Tanah, Swada, Jakarta, 1974
251
252
1
2
top related