impetigo bulosa.docx
Post on 01-Jan-2016
622 Views
Preview:
TRANSCRIPT
IMPETIGO BULOSA
I. DEFINISI
Impetigo merupakan bentuk pioderma superfisialis yang sering
dijumpai. Penyebab terseringnya adalah Staphylococcus aureus grup faga
II. Impetigo bulosa adalah jenis impetigo yang khas terjadi pada bayi baru
lahir, meskipun dapat terjadi pula pada anak-anak dan orang dewasa. Tipe
neonatal sangat menular dan merupakan ancaman bagi perkembangan
neonatal. Dalam kebanyakan kasus, penyakit dimulai antara hari keempat
dan kesepuluh kehidupan dengan gambaran lesi awal berupa bula, yang
mungkin muncul pada setiap bagian tubuh. Predileksi awal yang umum
adalah wajah dan tangan. Pada daerah dengan iklim hangat, orang dewasa
mungkin memiliki impetigo bulosa, paling sering di aksila atau lipatan
paha, atau di tangan. Biasanya tidak ada lesi di kulit kepala.[1.2]
Kelainan kulit diawali dengan makula eritematosa yang dengan cepat
akan menjadi vesikel, bula, dan bula hipopion. Bula mudah pecah karena
letaknya subkorneal, meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah
eritem (kolaret), dan cepat mongering. Lesi dapat melebar membentuk
gambaran polisiklik. Keadaan umum biasanya tidak dipengaruhi.[1]
Infeksi impetigo sering berpindah dari manusia ke manusia melalui
kontak, terutama antara anak-anak. Suhu yang panas, lembab, dan higiene
yang kurang baik merupakan faktor predisposisi infeksi tersebut.
Terpotong, digigit serangga, dan abrasi kadang-kadang menyebabkan
impetigo. Pasien eksim terkadang mengalami impetigo sekunder akibat
ekskoriasi lesi kulit yang gatal. Impetigo dimulai sebagai vesikel purulen.
Bila lesi menyebar maka akan mengalami erosi dan pada permukaannya
terbentuk krusta berwarna keemasan. Infeksi biasanya dimulai pada wajah
dan ekstremitas tetapi dapat menyebar ke permukaan tubuh manapun.[3]
1
Sinonim dari impetigo bulosa adalah impetigo vesiko-bulosa dan cacar monyet.[4]
II. ETIOLOGI
Bakteri pathogen primer pada impetigo non-bulosa dan bulosa adalah
Staphylococcus aureus, dan jarang disebabkan oleh Steptococcus β
hemolitikus grup A.[5]
Dalam sebuah penelitian, 51 persen pasien menunjukkan adanya
Staphylococcus aureus pada hasil kultur spesimen dari hidung dan
tenggorokannya.[6]
III. PATOGENESIS
Pada impetigo bulosa, epidermis terpisah tepat di bagian bawah
stratum granulosum sehingga membentuk bulla yang berukuran besar
yang terletak pada bagian superfisial kulit. Neutrofil berpindah melalui
epidermis spongiotik ke dalam bulla, yang juga mungkin mengandung
Staphylococcus aureus. Kadang-kadang sel akantolitik terlihat yang
mungkin disebabkan oleh reaksi dari neutrofil. Bagian atas dermis
mengandung neutrofil dan limfosit yang merupakan infiltrat inflamasi.[7]
Toksin eksfoliatif (TE) yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus
bekerja seperti molekul spesifik pengurai Desmoglein 1 (Dsg1) dan secara
langsung menguraikan (memotong) Dsg1 tetapi tidak dapat bekerja
menguraikan Desmoglein 3 (Dsg3). Proses ini menyebabkan munculnya
bula hanya di permukaan epidermis, tidak sampai ke lapisan kulit yang
lebih dalam karena adanya mekanisme kompensasi oleh Dsg3 di lapisan
kulit yang lebih dalam (lihat Gambar 1).[8]
2
Gambar 1
(Dikutip dari kepustakaan 8)
IV. GEJALA KLINIS
3
Impetigo bulosa paling sering terjadi pada neonatus dan bayi, dan ciri
khasnya adalah pertumbuhan cepat vesikel menjadi bula yang lunak. Bula
biasanya muncul di area kulit yang normal. Nicolsky sign (kulit yang tampak
normal akan terkelupas jika kulit tersebut ditekan dan digeser) negatif. Pada
umumnya bula terdiri atas cairan kuning yang jernih yang kemudian menjadi
berwarna kuning gelap dan keruh (lihat Gambar 2), berbatas tegas dan tidak
dikelilingi oleh eritem. Bula terdapat di permukaan kulit, dan dalam satu atau dua
hari bula tersebut akan pecah dan kolaps sehingga membentuk krusta yang tipis
dan berwarna cokelat terang hingga kuning emas (lihat Gambar 3).[6]
Gambar 2 Gambar 3(dikutip dari kepustakaan 6) (dikutip dari kepustakaan 6)
Bula yang kurang cepat pecah akan menjadi jauh lebih besar, umumnya
berdiameter 1-2 cm bahkan dapat berukuran sangat besar dan bertahan 2 atau 3 hari.
Bula yang utuh mengandung Staphylococcus. Setelah bula pecah, akan terbentuk
krusta yang tipis, datar, dan kecokelatan. Krusta ini jika disingkirkan akan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Central healing dan extensi perifer
dapat memberikan bentuk lesi sirsinar (lihat Gambar 4). Meskipun lesi paling sering
ada di wajah, lesi dapat muncul di mana saja, dan mungkin secara luas dan tidak
merata lokalisasinya, sering pada area kulit yang telah ada lesi akibat penyakit lain
sebelumnya, misalnya miliaria atau cedera ringan seperti gigitan serangga. Membran
4
mukosa pipi juga dapat terlibat. Umumnya, jumlah lesi sedikit, namun gambarannya
sangat bervariasi. Adenitis regional jarang terjadi. [7,9]
Gambar 4(dikutip dari kepustakaan 7)
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Pada impetigo bulosa, predileksi
tersering adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan
miliaria. Kelainan pada kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-
kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah pecah sehingga yang
tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.[4]
Gambar 5. Bula superfisial Gambar 6. Bula dan bula yang pecah
(dikutip dari kepustakaan 5) (dikutip dari kepustakaan 1)
5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboratorium dapat dilakukan dengan memeriksa eksudat dari bula di
mana dapat dilihat koloni bakteri gram positif. Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pyogenes grup 2 dapat dikultur dari spesimen bula yang intak.
Histopatologi, lesi dari impetigo bulosa menunjukkan bentuk vesikel di
subkorneum atau di stratum granulosum, kadang nampak akantolitik dengan
bula, spongiosis, edema papila dermis dan infiltrat campuran limfosit dan
neutrofil di sekitar pembuluh darah plexus superfisialis.[6]
VI. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pada pasien dengan impetigo bulosa bisa ditanyakan tempat timbulnya
bula. Biasanya bula pada impetigo bulosa timbul pada ketiak, dada,
punggung, dan ekstermitas atas dan bawah. Hendaknya pula ditanyakan
apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya ialah impetigo
bulosa.[4]
b. Pemeriksaan Fisis
Dilakukan inspeksi pada bagian-bagian badan tempat timbulnya bula.
Pada hasil inspeksi bisa didapatkan cairan bening atau keruh pada bula
dengan dinding tebal dan tipis, miliar hingga lentikular, kulit sekitarnya
tidak menunjukan peradangan, kadang-kadang tampak hipopion. Pada
palpasi bula bisa didapatkan permukaan bula yang tegang.[10]
VII. DIAGNOSA BANDING
Penyakit-penyakit yang dapat dimasukkan sebagai diagnosis banding dari
impetigo bulosa adalah dermatitis kontak, pemfigoid bulosa, dermatitis
herpetiformis, dan eritema multiforme.[6]
6
1) Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit. Ada dua jenis dermatitis kontak,
yaitu :
Dermatitis kontak iritan (DKI), merupakan reaksi peradangan kulit
nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului
proses sensitisasi. DKI timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan
oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk,
dan mengubah daya ikat air kulit sehingga kulit menjadi kering.
Dermatitis kontak alergi (DKA), terjadi pada seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Mekanisme terjadinya
kelainan kulit adalah mengikuti respon imunyang diperantarai oleh cell-
mediated immune respons atau reaksi imunologik / hipersensitivitas tipe
IV.
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritematosa yang berbatas jelas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).[11, 12]
7
Gambar 7. Dermatitis Kontak Iritan Gambar 8. Dermatitis Kontak Alergi
2) Pemfigoid Bulosa
Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang. Keadaan
umum penderita baik. Terdapat pada semua umur terutama pada orang tua.
Kelainan kulit terutama terdiri atas bula (dapat bercampur dengan vesikel),
berdinding tegang, sering disertai eritema. Predileksinya di ketiak, lengan
bawah fleksor, dan lipat paha. Jika bula pecah, terdapat daerah erosif yang
luas. Mulut dapat terkena kira-kira pada 20% kasus.[13]
Pada pemeriksaan histopatologi, dapat dilihat celah di perbatasan
dermal-epidermal. Bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama
adalah eosinofil. Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG
dan C3 tersusun seperti pita di Basement Membrane Zone.[13,14]
Gambar 9. Pemfigoid Bulosa Gambar 10. Pemfigoid Bulosa(dikutip dari kepustakaan 14) (dikutip dari kepustakaan 14)
8
(Dikutip dari kepustakaan 12) (Dikutip dari kepustakaan 12)
3) Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit yang menahun dan
residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun
berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal. Penyebabnya
belum diketahui. Dermatitis herpertiformis mengenai anak dan dewasa,
terbanyak pada umur dekade ketiga. Mulainya penyakit biasa perlahan-
lahan, perjalanannya kronik dan residif. Keadaan umum penderita baik.
Keluhan utamanya sangat gatal. Predileksi di punggung, daerah sakrum,
bokong, daerah ekstensor di lengan atas, sekitar siku, dan lutut. Ruam berupa
eritem, papulovesikel, dan vesikel/bula yang berkelompok dan sistemik.
Kelainan yang utama ialah vesikel. Oleh karena itu disebut herpetiformis
yang berarti seperti herpes zoster. Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun
arsinar atau sirsinar. Dinding vesikel atau bula tegang.[13]
Pada pemeriksaan histopatologi terdapat kumpulan neutrofil di papil
dermis yang membentuk mikroabses neutrofilik. Kemudian terbentuk edema
papilar, celah subepidermal, dan vesikel multiokuler dan subepidermal.
Terdapat pula eosinofil pada infiltrat dermal dan cairan vesikel. Hasil
laboratorium pemeriksaan darah tepi terdapat hipereosinofilia, dapat
melebihi 40%. Imunoglobulin A terdapat di papil dermal berbentuk granular
di kulit sekitar lesi dan kulit normal. [13,14]
9
Gambar 11. Dermatitis Herpetiformis Gambar 12. Dermatitis Herpetiformis(dikutip dari kepustakaan 14) (dikutip dari kepustakaan 14)
4) Eritema Multiforme
Eritema multiforme (EM) merupakan erupsi mendadak dan rekuren
pada kulit dan kadang-kadang pada selaput lendir. Dapat terjadi pada semua
umur. Pada anak-anak dan dewasa muda, erupsi biasanya disertai dengan
infeksi.[15]
Gejala klinis berupa spektrum yang bervariasi dari erupsi lokal kulit dan
selaput lendir sampai bentuk berupa kelainan multisistem yang dapat
menyebabkan kematian. Didapat 2 tipe dasar, yaitu tipe makula-eritem dan
tipe vesikobulosa. Pada tipe vesikobulosa, lesi mula-mula berupa makula,
papul, dan urtika yang kemudian timbul lesi vesikobulosa di tengahnya.
Bentuk ini juga dapat mengenai selaput lendir.[15,16]
Gambar 13. Eritema Multiforme Gambar 14. Eritema Multiforme major(dikutip dari kepustakaan 16) (dikutip dari kepustakaan 16)
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa : Memperbaiki higiene penderita dan lingkungan.
Medikamentosa :
10
1. Topikal :
- Membersihkan lesi dengan antiseptik. Bila basah, lesi dikompres dengan
larutan permanganas kalikus 1/10.000 atau NaCl 0,9%. Jika kering, lesi
diolesi dengan salep yang mengandung mupirosin atau asam fusidat atau
pun gentamisin.[9]
2. Sistemik :
Lini Pertama :
- Kloksasilin 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-4 dosis,
- Dikloksasilin 25-50 mg/kgBB/hari, atau
- Floksasilin[9]
Amoxicillin + asam clavulanate ; cephalexin 25 mg/kgBB; 250-500 mg
Lini kedua (jika alergi Penisilin) :
Azithromycin 500 mg x 1, kemudian 250 mg/hari selama 4 hari
Clindamycin 15 mg/kgBB
Erythromycin 250-500 mg selama 5-7 hari.[6]
IX. PROGNOSIS
Pada infeksi yang invasive dari S.aureus pada impetigo yang tidak terobati,
dapat berkomplikasi menjadi selulitis, limpangitis, dan bakteremia, sehingga pada
keadaan lanjut dapat menjadi osteomielitis, arthritis septic, pneumonia, dan sepsis.
Toksin eksfoliatif juga bisa menyebabkan SSSS (Staphylococcal Scaldes-Skin
Syndrome) pada anak dan pada orang dewasa dapat terjadi pada orang yang
imunokompromais atau terdapat gangguan pada ginjal.[6]
11
12
top related