implementasi peraturan bank indonesia nomor 5/21/pbi/2003
Post on 27-Jan-2017
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/21/PBI/2003 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH DI
BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SURAKARTA
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Lilix Maya Harini
E1104164
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2008
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
IMPLEMENTASI PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/21/PBI/2003 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH DI
BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SURAKARTA
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun oleh : LILIX MAYA HARINI
E1104164
Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing
Hernawan Hadi, SH., MH NIP. 131 571 620
iii
PENGESAHAN PENGUJI
IMPLEMENTASI PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/21/PBI/2003 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH DI
BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SURAKARTA
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun oleh :
LILIX MAYA HARINI E1104164
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada : Hari : Rabu Tanggal : 4 Juni 2008
TIM PENGUJI 1. Munawar Kholil, S.H., M.Hum. : Ketua
2. Tuhana, S.H.,M.Si. : Sekretaris 3. Hernawan Hadi, S.H.,M.Hum. : Anggota
MENGETAHUI Dekan,
MOH. JAMIN, S.H., M.Hum. NIP. 131 570 154
iv
PERSEMBAHAN
Ibu dan Bapakku tercinta, yang senantiasa memberikan do’a dan kasih
sayangnya serta kepercayaan yang telah diberikan.
Kakakku, Feris Sanjaya.
Adikku tercinta, Ririn Iswanty terima kasih do’anya.
Civitas Akademika
Fakultas Hukum Non Reguler UNS
v
MOTTO
Jangan Takut Bercita-Cita Tinggi Karena Kita Mempunyai Kesempatan Yang
Sama Untuk Meraihnya
(un title)
It Has Been Said That Something As Smeel As The Flutter Of A Butterfly’s
Wing Can Utimately Cause A Typhoon Halfway Around The World
(Chaos Theory)
Barang siapa yang melewati jalan dengan tujuan mencari ilmu, maka
ALLAH SWT memudahkan baginya jalan menuju ke Surga
(H.R.Ar-Timidzi)
vi
KATA PENGANTAR
Bismillshirrahmanirrahim
assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh
Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum
(Skripsi) ini dengan lancar. Shalawat serta salam kepada uswah hasanah Kita,
Nabi Muhammad SAW.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala
bimbingan, bantuan dan doa yang diberikan kepada penulis baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam rangka penyelesaian Penulisan Skripsi ini, terutama
kepada :
1. Yang terhormat H. Moh. Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Hernawan Hadi, S.H, M.H. selaku Pembimbing Penulisan Skripsi
yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.
3. Bapak Muhammad Adnan, S.H,M.H. selaku Pembimbing Akademik
penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS.
5. Bapak Dandung Handogo selaku Branch Manager Bank Tabungan Negara
Cabang Surakarta yang telah memberikan data dan informasi kepada
penulis selama mengadakan penelitian.
6. Ibu Tuty Lestari selaku General Branch Administration yang telah
memberikan keterangan dan bantuan kepada penulis.
7. Ibu Sri Haryanti selaku Customer Service atas bantuan yang diberikan
demi kelancaran skripsi penulis.
8. Bapak Rusman dan Ibu Suratmi tercinta yang selalu mendukung,
mendoakan dan memberikan kasih sayang padaku. Aku bangga jadi
anakmu, selamanya.
9. Kakakku, Feris Sanjaya dan Kakak iparku, Dian Kartika, adikku Ririn.
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Halaman Persetujuan Pembimbing .................................................................... ii
Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii
Halaman Motto .................................................................................................. iv
Halaman Persembahan....................................................................................... v
Kata Pengantar ................................................................................................... vi
Daftar Isi ............................................................................................................ vii
Daftar Lampiran................................................................................................. ix
Abstrak ............................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
E. Metode Penelitian ............................................................................ 7
F. Sistematika Penulisan Hukum ......................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 14
A. Kerangka Teori ................................................................................ 14
a. Tinjauan tentang Bank ......................................................... 14
b. Tinjauan tentang Bank Indonesia......................................... 21
c. Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang .............................. 23
d. Tinjauan tentang Prinsip Mengenal Nasabah....................... 31
B. Kerangka Pemikiran......................................................................... 41
viii
BAB III PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH BANK
TABUNGAN NEGARA CABANG SURAKARTA ............................ 43
A. Gambaran Umum tentang BTN Cabang Surakarta.......................... 43
a. Pendirian BTN ..................................................................... 43
b. Sejarah Singkat berdirinya BTN Cabang Surakarta ............ 44
c. Lokasi................................................................................... 45
d. Bentuk Badan Hukum dan Kerahasiaan Bank..................... 45
e. Struktur Organisasi .............................................................. 45
f. Visi dan Misi BTN............................................................... 51
B. Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah di BTN Cabang Surakarta 52
a. Kebijakan Penerimaan dan Identifikasi nasabah ................. 52
b. Kebijakan Pemantauan dan Pelaporan................................. 53
c. Kebijakan Manajemen Resiko ............................................. 54
d. Kebijakan Pengorganisasian ................................................ 55
C. Prosedur Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.............................. 56
a. Prosedur Penerimaan Nasabah............................................. 56
b. Prosedur Identifikasi dan Verifikasi .................................... 65
c. Prosedur Persetujuan Penerimaan Calon Nasabah............... 69
d. Pemantauan Rekening dan Transaksi Nasabah.................... 69
D. Kendala-Kendala yang timbul dalam Pelaksanaan Prinsip
mengenal nasabah di BTN cabang Surakarta dan solusi-solusi
yang telah dilakukan ........................................................................ 74
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 79
A. Kesimpulan ...................................................................................... 79
B. Saran................................................................................................. 80
ix
Daftar Lampiran
Lampiran I Surat ijin Penelitian dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Nomor 757/H27.1.11/PP/2008
Lampiran II Surat Persetujuan Ijin dari Bank Tabungan Negara Kantor cabang
Solo Nomor 220/Slo.III/Opr.Gba/III/2008
Lampiran III Formulir Pembukaan rekening nasabah perorangan dan nasabah
lembaga
Lampiran IV Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang
perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
Gubernur Bank Indonesia.
Lampiran V Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Gubernur Bank Indonesia.
x
ABSTRAK LILIX MAYA HARINI. E1104164. IMPLEMENTASI PERTURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/21/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SURAKARTA. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta dan hambatan yang ada dalam penerapan prinsip mengenal nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta. Penulisan Hukum ini termasuk dalam penulisan hukum empiris dengan menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa wawancara dengan Pejabat Bank BTN Cabang Surakarta yaitu General Branch Manager dan Bagian Customer Service, sumber data sekunder berupa dokumen peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini sumber data yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 serta bahan-bahan kepustakaan lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui pengumpulan data primer yaitu dengan wawancara dan data sekunder dengan pengumpulan data dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku yang menyangkut tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah. Teknik analisis data dengan model analisis Kualitatif. Perbankan Indonesia sebagai pemegang jasa dalam bidang keuangan menjadi sorotan sebagai tempat pencucian uang bagi pengusaha-pengusaha nakal yang ingin mencuci uangnya karena lemahnya perangkat peraturan yang ada. Upaya yang dilakukan dalam mencegah terjadinya pencucian uang dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Penerapan prinsip mengenal nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 terbukti dengan dikeluarkannya Formulir Pembukaan Rekening Nasabah baik nasabah perorangan maupun untuk nasabah lembaga, yang bertujuan untuk mengidentifikasi calon nasabah. Terdapat tiga kendala terkait dengan penerapan prinsip mengenal nasabah, yaitu: tidak lengkapnya pengisian data oleh nasabah yang tertuang dalam formulir, Tersinggungnya nasabah ketika ditanya kebenaran data oleh petugas. Belum maksimalnya kinerja Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah. Sebagai solusi dari kendala-kendala tersebut adalah Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta memberikan petunjuk teknis dengan meningkatkan pelatihan yang bertujuan agar kinerja karyawan lebih produktif dengan tingkat kehati-hatian yang maksimal serta memberikan sanksi kepada setiap karyawan yang tidak disiplin.
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini semua negara sudah menyadari betapa pentingnya peran
bank sebagai urat nadi perekonomian. Di dalam kehidupan masyarakat, bank
mempunyai peran yang sangat penting baik pada bidang bisnis maupun
investasi. Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai tugas sebagai lembaga
intermediasi dan memperlancar transaksi pembayaran. Fungsi tersebut
dijalankan bank dengan tunduk pada undang-undang perbankan yaitu Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 yang telah di ubah dengan Undang-Undang No. 10
Tahun 1998, selanjutnya disebut undang-undang perbankan. Berdasarkan
Pasal 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan
bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat, dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
juga disebut bahwa perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
Sebagaimana diatur dalam undang-undang yang dimaksud dengan
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Bank merupakan bagian lembaga dari keuangan
yang memiliki fungsi intermediasi yang menjembatani kepentingan pihak
yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang
membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur). Pihak yang kelebihan dana
dapat menyimpan dalam bentuk rekening giro, tabungan ataupun deposito
berjangka sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, bagi pihak yang
kekurangan dana dapat mengajukan pinjaman.
xii
Bank juga memberikan pelayanaan dalam lalu lintas sistem
pembayaran, dengan adanya bank maka berbagai cara pembayaran yang
diperlukan untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan
lebih lancar. Masyarakat dapat melakukan berbagai pembayaran melalui bank,
baik secara tunai maupun non tunai, seperti cek, giro, transfer, kliring. Oleh
karena itu salah satu kebijakan perbankan adalah dimaksudkan untuk menjaga
keamanan dan kelancaran lalu lintas pembayaran tersebut. Apabila suatu
sistem perbankan dalam kondisi yang tidak sehat maka fungsi bank sebagai
lembaga intermediasi tidak akan berfungsi dengan optimal serta dalam lalu
lintas pembayaran tidak aman dan lancar dapat dipastikan bahwa kegiatan
perekonomian akan mengalami berbagai hambatan dan memerlukan biaya
yang lebih tinggi. Selain itu, sistem perbankan yang tidak sehat juga akan
menghambat efektivitas kebijakan moneter. Maka dapat disimpulkan
pentingnya pengaturan dan pengawasan bank sebagai upaya menciptakan dan
memelihara kesehatan sistem perbankan.
Menurut Pasal 2 Undang-Uundang No. 10 Tahun 1998 tentang
perbankan menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian. Sedangkan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No.10 Tahun 1998
menyebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian.
Di dalam menjaga serta memelihara prinsip kehati-hatian tersebut
salah satu upaya dengan cara yaitu menerapkan prinsip mengenal nasabah.
Menurut Munir Fuady, prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang
diterapkan bank untuk mengetahui sejauh mungkin identitas nasabah serta
memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk kegiatan pelaporan transaksi
mencurigakan, yang meliputi nasabah biasa (face to face customer) maupun
nasabah bank tanpa berhadapan secara fisik (non face to face customer).
xiii
Salah satu langkah Bank Indonesia dalam mengimplementasikan
prinsip mengenal nasabah tersebut adalah dengan dikeluarkannya Peraturan
Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia No. 5/21/PBI/2003 tentang penerapan prinsip
mengenal nasabah. Penerbitan Peraturan Bank Indonesia tersebut merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan peraturan perbankan (prudential
regulation) oleh bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter dalam
usahanya untuk menjalankan prinsip kehati-hatian dan berlaku bagi semua
bank termasuk bank asing yang berada di Indonesia.
Pencucian uang menurut PPATK dan Bank Indonesia sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 mengenai Tindak Pidana Pencucian
Uang adalah menempatkan harta kekayan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil dari tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan dengan
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah, dan harta yang
diperoleh dari tindak pidana yaitu yang diperoleh dari kejahatan korupsi,
penyuapan, penyelundupan barang, tenaga kerja dan imigran, perbankan,
narkotika, psikotropika, perdagangan budak, anak dan wanita, perdagangan
senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan dan penipuan.
Konsekuensi logis dari definisi tersebut adalah penyaring/filter
pencucian uang ada pada penyedia jasa keuangan yang menunjuk petugas
khusus atau membentuk unit yang dinamakan Unit Kerja Penerapan Prinsip
Pengenalan Nasabah dan wajib dilaksanakan untuk mengetahui identitas
nasabah, memantau kegiatan transaksi dan pelaporan transaksi.
Pihak bank harus semaksimal mungkin dalam mengawasi kegiatan
nasabahnya dalam menggunakan jasa bank. Karena pada dasaranya
pengawasan itu dilakukan oleh bank termasuk juga untuk mengawasi secara
pasti siapa nasabah dan apa tujuan serta bagaimana penggunaan produk bank
oleh nasabah tersebut, sehingga pada akhirnya dapat diperkirakan apakah
aktivitas dari nasabah yang bersangkutan merupakan transaksi yang normal
ataukah tidak. Karena hal itu merupakan bagian dari prinsip mengenal nasabah
xiv
sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001
tentang penerapan prinsip mengenal nasabah.
Praktek tindak pidana pencucian uang telah terjadi sejak tahun 1930,
dimana pada saat itu sedang maraknya bisnis perjudian, penjualan senjata
illegal dan juga obat-obatan terlarang. Sehingga praktek pencucian uang pun
menjadi marak dilakukan oleh pengusaha-pengusaha besar yang terlibat dalam
bisnis haram. Hal ini dilakukan untuk dapat menjadikan uang penghasilannya
yang berasal dari uang haram tersebut menjadi uang yang terlihat bersih.
Indonesia kini menjadi sorotan utama sebagai surga pencucian uang,
hal ini ditandai masuknya Indonesia dalam golongan negara-negara yang tidak
bekerjasama dalam pemberantasan praktek tindak pidana pencucian uang,
dengan masuknya Indonesia dalam negara-negara tersebut maka akan
berdampak negatife terhadap kepercayaan dari negara lain di dunia terutama
pada negara maju yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam hal
ini Perbankan Indonesia sebagai pemegang jasa dalam bidang keuangan
menjadi sorotan sebagai tempat pencucian uang bagi pengusaha-pengusaha
nakal yang ingin mencuci uangnya, jasa perbankan menjadi tempat yang
paling dituju karena lemahnya perangkat peraturan yang ada, dan juga adanya
dilematis bagi pihak perbankan dalam mengusut asal uang tersebut karena
dilain sisi pencucian uang dapat meningkatkan modal perbankan itu sendiri,
maka dari itu dibutuhkan peran Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas di
bidang perbankan untuk dapat menciptakan suatu peraturan yang dapat
mencegah terjadinya praktek pencucian uang dalam sistem perbankan di
Indonesia.
Prinsip mengenal nasabah merupakan sarana yang paling efektif bagi
lembaga perbankan untuk menanggulangi praktek money laundering yang
banyak dilakukan dalam bidang perbankan. Prinsip mengenal nasabah yang
kurang sempurna, baik dalam mengidentifikasikan nasabah, pemantauan
rekening nasabah maupun pemantauan transaksi nasabah dapat mengakibatkan
bank-bank harus berhadapan dengan resiko perbankan yang terkait dengan
penilaian masyarakat, nasabah dapat mengakibatkan bank-bank harus
xv
berhadapan dengan resiko perbankan yang terkait dengan penilaian
masyarakat, nasabah atau mitra transaksi bank yang bersangkutan, yaitu resiko
reputasi, operasional serta hukum. Penyedia jasa keuangan harus melaporkan
transaksi yang mencurigakan dan transaksi tunai diatas nominal sekian, agar
dapat ditindak lanjuti oleh PPATK. Bila tidak ada unit yang menangani hal
tersebut dan tidak melaporkan transaksi yang terjadi akan diberi punishment
denda ratusan juta hingga berupa dilakukan fit dan profer test kepada direksi
dan pembekuan usaha (www.btn.co.id/properti_artikel).
Upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan mengeluarkan
peraturan mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah merupakan langkah
yang positif untuk mendukung pemberlakuan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2002 mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang.
Oleh karena itu penulis membuat penulisan hukum dengan judul
“IMPLEMENTASI PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR
5/21/PBI/2003 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH DI BANK
BTN”. Penulis akan meneliti mengenai pelaksanaan Prinsip Mengenal
Nasabah (know your customer principles) di Bank BTN Cabang Surakarta dan
kendala-kendala yang dihadapi beserta solusi yang telah dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang telah diuraikan secara jelas,
maka dalam penelitian penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan prinsip mengenal nasabah yang dilakukan BTN
Cabang Surakarta dalam perspektif Peraturan Bank Indonesia No.
5/21/PBI/2003?
2. Kendala apa saja yang dihadapi BTN Cabang Surakarta dalam penerapan
prinsip mengenal nasabah dan bagaimana alternatif solusinya?
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan permasalahan, maka penulis memiliki
beberapa tujuan, sebagai berikut :
xvi
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip mengenal nasabah di BTN
Cabang Surakarta.
b. Untuk mendeskripsikan kendala yang dihadapi BTN Cabang Surakarta
dalam penerapan prinsip mengenal nasabah dan alternatif solusinya.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan
praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
b. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi dunia
perbankan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data
sebagai bahan penyusun skripsi guna melengkapi persyaratan untuk
mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang Hukum Perdata
terutama dalam hal pelaksanaan prinsip mengenal nasabah.
c. Untuk sedikit memberi pikiran dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan bahan masukan berupa kajian yuridis yang
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk lebih
menyempurnakan dalam pelaksanaan prinsip mengenal nasabah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti.
xvii
E. METODE PENELITIAN
Istilah metodologi penelitian berasal dari kata “metode” yang berarti
“jalan ke”, namun demikian menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan
kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
1. Suatu tipe pemikiran yang digunakan dalam penelitian dan penilaian.
2. Suatu tehnik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
3. Cara untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto,2005:5).
Penelitian merupakan suatu kajian ilmiah yang berusaha untuk
memecahkan masalah secara sistematis dengan menggunakan metode dan
tehnik tertentu, menurut Soerjono Soekanto Penelitian hukum merupakan
suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau beberapa gejala
hukum tertentu dengan jalan menganalisanya (Soerjono Soekanto,2005:43).
Mengingat pentingnya metode penelitian dalam menemukan,
menentukan dan menganalisa suatu masalah, maka dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris atau sosiologis
yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung ke
lapangan, dengan meneliti langsung ke lapangan maka akan diperoleh data
yang faktual dan nyata. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk
mendeskripsikan dan menggambarkan pelaksanaan prinsip mengenal
nasabah. Penelitian ini mengambil lokasi di Bank BTN cabang Surakarta.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum deskriptif. Penelitian
deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian
deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar
dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam
kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto,2005:10).
xviii
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi Bank BTN cabang
Surakarta. Penulis memilih lokasi ini karena pertimbangan jarak,
keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan penulis.
4. Jenis Data
a. Data Primer
Data Primer merupakan data atau fakta atau keterangan yang
diperoleh secara langsung dari sumber pertama atau melalui penelitian
lapangan dengan wawancara terhadap responden dalam penelitian
yaitu dengan Pejabat Bank BTN Cabang Surakarta pada bagian
Customer Service dan General Branch Administrasi.
b. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data atau fakta atau keterangan
yang secara tidak langsung diperoleh dari lapangan tetapi diperoleh
melalui bahan-bahan pustaka seperti buku-buku, literatur, peraturan
perundang-undangan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang
berkaitan dengan penelitian ini.
5. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data adalah dalam penelitian ini adalah
sumber tempat data diperoleh. Berdasarkan jenis datanya maka yang
menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang dapat
memberikan informasi secara langsung mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan permasalah yang akan diteliti yang diperoleh dengan
Tanya jawab atau wawancara. Sumber data primer yang digunakan
penulis adalah di lapangan atau tempat penelitain yang memberi
informasi secara langsung yaitu Pejabat BTN Cabang Surakarta pada
bagian Customer Service dan General Branch Administrasi.
b. Sumber data sekunder
(1) Bahan hukum primer
xix
Yaitu sumber bahan atau materi hukum yang mempunyai
kedudukan mengikat secara yuridis yaitu bisa berupa
norma/kaedah dasar atau peraturan perundang-undangan dan
lain-lain. Dalam hal ini yang menjadi bahan primer antara lain:
a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.
b) Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang
penerapan prinsip mengenal nasabah.
c) Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/PBI/2001 tentang
perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.
3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip mengenal
nasabah.
d) Peraturan Bank Indonesia No. 5/21/PBI/2003 tentang
perubahan kedua atas PBI No.3/10/PBI/2001 tentang
penerapan prinsip mengenal nasabah.
e) Surat Edaran Bank Indonesia kepada semua bank umum
di Indonesia No. 3/29/DPNP tentang standard penerapan
prinsip mengenal nasabah.
f) Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/32/DPNP tentang
perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.
3/29/DPNP tentang standar penerapan prinsip mengenal
nasabah.
(2) Bahan hukum sekunder
Yaitu hasil karya dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian,
artikel koran serta bahan hukum lain yang berkaitan dengan
pokok bahasan.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penelitian
sebagai berikut:
xx
a. Untuk data primer digunakan teknik
Wawancara / Interview
Teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya-jawab dengan
pihak yang berkepentingan dengan cara bertanya langsung dengan
Pejabat BTN Cabang Surakarta pada bagian Customer Service dan
General Branch Administrasi. Wawancara dilaksanakan secara
terstruktur.
b.Untuk data sekunder digunakan teknik pengumpulan data dengan
mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku, dokumen-
dokumen atau bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan
obyek yang diteliti yakni yang menyangkut tentang Pelaksanaan Prinsip
Mengenal Nasabah.
7. Tehnik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi suatu laporan Teknik analisis data yang digunakan
adalah kualitatif interaktif mengalir yaitu data yang telah terkumpul harus
dipisah-pisahkan atau dipilih menurut kategori masing-masing dan
kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban masalah penelitian.
Dalam proses ini akan diadakan editing, yaitu kegiatan memeriksa
atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah
dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Selanjutnya dalam
editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang
kurang melengkapi data yang belum lengkap.
Proses analisis data ini menggunakan tiga komponen yang terdiri
dari reduksi data, sajian data,dan kemudian penarikan kesimpulan yang
aktifitasnya berbentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai
proses siklus antara tahap-tahap tersebut (HB.Sutopo,2002:96). Untuk
lebih jelasnya dapat diperhatikan skema analisis interaktif sebagai berikut:
xxi
Bagan 1 : Skema Model Analisis Interaktif
Keterangan sebagai berikut :
a) Reduksi Data
Kegiatan ini merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian
yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat
fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari
catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus-
terus menerus sampai laporan akhir penelitian selesai.
b) Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset
dapat dilaksanakan.
c) Menarik Kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-
pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-
konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti
menarik kesimpulan (HB. Sutopo, 2002:37).
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan
xxii
Dengan model analisis ini maka peneliti harus bergerak
diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data,
selanjutnya bolak balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan
penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian. Aktivitas yang
dilakukan dengan proses itu komponen-komponen tersebut akan
didapat yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan
yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan
disajikan secara deskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai
dengan masalah yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah semua
data dikumpulkan, kemudian penulis ambil kesimpulan dan langkah
tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus menerus sehingga
membuat siklus (HB.Sutopo, 2002:13).
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
Sistematika penulisan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian
hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat hal-hal yang mendasari dan melatarbelakangi
penulisan hukum ini. Maka pada bab ini akan dibahas mengenai tinjaun
umum tentang bank, pengertian bank, fungsi dan peran bank, jenis
bank, usaha atau kegiatan bank, pengertian hukum perbankan, dasar
hukum Bank Indonesia, tugas dan wewenang Bank Indonesia, pokok-
pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, pengertian
prinsip mengenal nasabah, dasar hukum prinsip mengenal nasabah,
obyek pemberlakuan prinsip mengenal nasabah, kewajiban bank dalam
rangka penerapan prinsip mengenal nasabah, data yang diperlukan
dalam rangka mengenal nasabah, pengertian nasabah.
xxiii
BAB II: PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis mencoba untuk menyajikan pembahasan berupa
jawaban dalam perumusan masalah, yaitu:
a. Untuk mengetahui tentang bagaimana penerapan prinsip mengenal
nasabah oleh Bank BTN cabang Surakarta.
b. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh bank BTN
Cabang Surakarta dalam penerapan prinsip mengenal nasabah serta
alternatif solusinya.
BAB IV: PENUTUP
Dalam bab ini memuat mengenai kesimpulan dan saran penulis atas
pembahasan permasalahan tersebut dalam bab-bab sebelumnya.
xxiv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
a. Tinjauan tentang Bank
1) Pengertian Bank
Istilah “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti
bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman
pertengahan pihak banker Italy yang memberikan pinjaman-pinjaman
melakukan usahanya tersebut dengan duduk dibangku-bangku di
halaman pasar (Abdurrachman, A., 1991:80).
Arti bank yang lain adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya dengan cara memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang.
Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan (yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang
Perbankan), menyatakan bahwa bank adalah badan yang menghimpun
dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2) Fungsi Bank
Fungsi perbankan dapat dilihat dalam Pasal 3 Undang-Undang
Perbankan yang menyatakan bahwa, Fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai intermediary bagi
perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds)
dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of
funds).
14
xxv
3) Macam-macam Bank
a) Dilihat dari bidang usahanya menurut dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Juncto Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu:
(1) Bank Umum: Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
(2) Bank Perkreditan Rakyat: Bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
b) Dilihat dari segi operasionalnya, yaitu:
(1) Bank Devisa: Bank yang memperoleh surat penunjukan dari
Bank Indonesia untuk melakukan usaha perbankan dalam valuta
asing.
(2) Bank Non Devisa: Bank yang tidak dapat melakukan usaha di
bidang transaksi valuta asing.
c) Dilihat dari kepemilikannya, yaitu :
(1) Bank Milik Pemerintah (Negara): Modal bank yang
bersangkutan berasal dari pemerintah.
(2) Bank Milik Swasta:
(a) Swasta Nasional: Modal bank ini dimiliki oleh orang atau
pun badan hukum Indonesia.
(b) Swasta Asing: Modal bank tersebut dimiliki oleh warga
negara asing dan atau badan hukum asing. Dalam hal ini ada
kemungkinan bank ini merupakan kantor cabang dari negara
asal bank yang bersangkutan.
(3) Bank Campuran: Bank umum yang didirikan bersama oleh satu
atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan
didirikan oleh warga negara Indonesia dan/ atau badan hukum
xxvi
Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara
Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di
luar negeri.
4) Usaha Bank
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan
aturan mengenai usaha bank ,yaitu :
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan; berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b) Memberikan kredit.
c) Menerbitkan surat pengakuan utang.
d) Membeli, menjual, atau meminjam atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
(1) Surat-surat wesel, termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank
yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan
dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
(2) Surat pengakuan utang badan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
(3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
(4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
(5) Obligasi;
(6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
(7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
dengan 1 (satu) tahun.
e) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
f) Menempatkan dana, meminjam dana dari atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
xxvii
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana
lainnya.
g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan atau surat
berharga.
i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak.
j) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
k) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kredit dan kegiatan wali
amanat.
l) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
m) Melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh bank, sepanjang
tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan menyebutkan bahwa selain melakukan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, bank umum dapat pula:
a) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan
lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura,
perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan
penyimpangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia;
c) Melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip
xxviii
syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
d) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana
pensiun yang berlaku.
5) Pengertian Hukum Perbankan
Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah
sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga
keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan
eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain
(Chataramarrasjid,2005:39).
Hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis
maupun norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
melaksanakan kegiatan usahanya (Chatamarrasjid,2005:39).
6) Pengertian Nasabah
Secara harfiah, dalam Kamus Hukum, kata “nasabah” memiliki
arti sebagai orang yang biasa berhubungan dengan bank dalam hal
keuangan atau orang yang menjadi langganan bank dalam hal
keuangan (Sudarsono, 2002 : 294).
Pengertian nasabah ini diatur juga dalam Pasal 1 angka 16
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang
menyatakan bahwa “nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa
bank”.
Pengertian Nasabah menurut Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank
Indonesia No.5/21/PBI/2003 tentang penerapan prinsip mengenal
nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
Nasabah dalam perbankan ada dua macam, yaitu : nasabah
penyimpan (deposan) dan nasabah kredit. Dalam Pasal 1 angka 17
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan menyatakan
xxix
bahwa “nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan
dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku”.
Sedangkan dalam Undang-Undang perbankan tersebut tidak diberikan
definisi tentang nasabah kredit.
Mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari,
penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu
permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4
(empat) P dan Formula 5 (lima) C, yakni:
Formula empat P adalah sebagai berikut:
1) Personality
Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap
mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai
riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, pergaulan
masyarakat, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk menentukan
persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.
2) Purpose
Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon
kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau
penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang
bersangkutan.
3) Prospect
Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara cermat
dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh
pemohon kredit.
4) Payment
Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui
dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk
melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang
ditentukan.
Mengenai Formula lima C adalah sebagai berikut:
xxx
1) Character
Bahwa calon nasabah debitur memiliki watak, moral, dan
sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan
kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban
dan menjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank
melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha-
usaha yang sejenis.
2) Capacity
Dalam hal ini adalah kemapuan calon nasabah debitur untuk
mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa
depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan
memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu
melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang
telah ditentukan.
3) Capital
Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan
penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit yang
lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan
oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada
dapat berjalan secara efektif.
4) Collateral
Adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang
merupakan sarana pengaman (back up) atas resiko yang mungkin
terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari,
misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu
melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya.
5) Condition of Economy
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi
secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu
xxxi
memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang
mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.
Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit di atas, pada
dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur
berpedoman kepada 2 (dua) prinsip, yaitu:
1) Prinsip kepercayaan
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur
selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai
kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi
nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya dan terutama sekali
bank percaya nasabah yang bersangkutan mampu melunasi utang
kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2) Prinsip kehati-hatian (prudential principle)
Bank dalam menjalankan usahanya, termasuk pemberian kredit
kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan
prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam
bentuk penerapan secara konsisten berrdasarkan iktikad baik
terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang
bersangkutan.
b. Tinjauan tentang Bank Indonesia
1) Dasar Hukum Bank Indonesia
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank,
Bank Indonesia mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 Juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia.
2) Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mempunyai tugas:
a) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c) Mengatur dan mengawasi bank.
xxxii
3) Berkaitan dengan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral berwenang:
a) Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan
perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
b) Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan
usaha tertentu dari bank, termasuk memberikan dan mencabut izin
usaha bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan
pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas
kepemilikan dan kepengurusan bank, memberikan izin kepada
bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.
c) Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak
langsung melalui penyampaian laporan, keterangan oleh bank serta
hasil pemerikasaan terhadap bank, secara berkala ataupun setiap
waktu jika diperlukan.
d) Menugaskan kepada pihak lain untuk dan atas nama Bank
Indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan. Pihak lain yang
melaksanakan pemeriksaan wajib merahasiakan keterangan dan
data yang diperoleh.
e) Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau
seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank
Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan
tindakan pidana di bidang perbankan.
f) Melakukan tindakan tertentu sebagai akibat dari penilaian Bank
Indonesia terhadap suatu bank atas kegiatan yang dapat
membahayakan usaha bank tersebut dan atau sistem perbankan
secara keseluruhan.
g) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan yang independent, dan dibentuk dengan
undang-undang.
xxxiii
h) Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar-bank.
Sistem informasi dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan
atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
i) Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
4) Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat
antara lain:
b) Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan
c) Kriteria penilaian tingkat kesehatan
d) Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan
e) Pedoman pemberian informasi kepada nasabah.
c. Tinjauan tentang Hukum Tindak Pidana P encucian Uang
1) Sejarah dan pengertian umum pencucian uang
Dalam sejarah hukum bisnis munculnya istilah pencucian uang
(Money laundering) ini dimulai di negara Amerika Serikat sejak tahun
1930 (Mahmoeddin, H.As, 197:291). Kala itu, para mafia di negara
Paman Sam tersebut dalam rangka memutihkan uangnya banyak
membeli perusahaan-perusahaan. Yang banyak dibeli dengan uang
”panas” ini ialah perusahaan pencucian pakaian (launromats) yang
kala itu sangat terkenal, sedangkan uang yang diputihkan berasal dari
kejahatan seperti penjualan minuman keras secara ilegal, uang hasil
perjudian dan uang hasil pelacuran. Akan tetapi, kemudian (tahun
1980-an) ternyata kegiatan pencucian uang ini semakin marak, dengan
maraknya kegiatan haram seperti perdagangan obat bius yang
dilakukan antar negara. Oleh karena itu kemudian muncul istilah narco
dollar atau drug money, suatu istilah yang digunakan terhadap uang
yang berasal dari hasil perdagangan narkotika (Munir Fuady,
2001:154). Perkembangan selanjutnya metode pencucian uang ini
dilakukan dengan menggunakan institusi perbankan atau pihak
xxxiv
perantara finansial lainnya. Hingga pada saat ini institusi perbankan
menjadi tempat yang paling dituju bagi para pelaku kejahatan
pencucian uang untuk mencuci uangnya.
Kegiatan pencucian uang (money laundering) merupakan
kejahatan kerah putih (white collar crime) di bidang perbankan.
Banyak negara yang masih ragu nuntuk membasmi pencucian uang ini
secara optimal atau hanya membiarkan saja kegiatan ini berlangsung
sampai pada batas-batas tertentu. Hal ini disebabkan kegiatan
pencucian uang ini melibatkan uang dalam jumlah yang besar,
sehingga dapat membuat bank-bank yang mentolerir kegiatan ini dapat
berkibar-kibar usahanya. Salah satu bank yang hidup dengan
memanfaatkan pencucian uang ialah Bank of Creditand Commerce
International (BBCI) yang kemudian dalam pertengahan tahun 1991
terpaksa ditutup karena kegiatannya yang mentolerir pelaksanaan
kegiatan pencucian.
Dalam bahasa Indonesia istilah money laundering ini sering
juga diterjemahkan dengan istilah ”pemutih uang” atau ”pencucian
uang” namun istilah pencucian uang lebih dapat mendekati arti
sebenarnya dari istilah money laundering maka dari itu dalam undang-
undang digunakan istilah pencucian uang. Hal ini adalah terjemahan
yang wajar mengingat kata ”launder” dalam bahasa inggris yang
berarti ”mencuci” dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, sehari-hari
dikenal kata ”laundry” yang berarti cucian. Uang yang dicuci atau
diputihkan tersebut ialah uang dari hasil kejahatan, misalnya uang hasil
jual beli narkoba atau hasil korupsi, sehingga diharapkan setelah
pemutihan atau pencucian uang tersebut, uang tadi tidak terdeksi lagi
sebagai uang hasil kejahatan telah menjadi uang yang bersih. Untuk
itu, yang utama dilakukan dalam kegiatan pencucian uang ini ialah
menghilangkan atau menghapuskan jejak dan asal-usul uang tersebut
(Munir Fuady, 2001: 148). Dengan proses kegiatan pencucian uang ini,
uang yang semula merupakan uang haram (dirty money) diproses
xxxv
sehingga menghasilkan uang bersih (clean money) atau uang halal
(legitimate money).
Dengan demikian, kegiatan pencucian uang dapat diartikan
sebagai: ”The process of hiding or disguising assets which are the
products or the result of a criminal activity for the purpose of
reintroducing them to a legal economic system” (IBA, 1998:9)
Berarti suatu proses penyembunyian atau penyamaran dengan
aset yang mana aset tersebut merupakan hasil dari kegiatan kriminal
dengan tujuan agar aset tersebut diperkenalkan kembali sebagai aset
dalam suatu sistem ekonomi yang sah.
M.Giovanoli dari Bank for International Settlement (BIS)
mengartikan pencucian uang sebagai suatu proses dengan mana aset-
aset pelaku, terutama aset tunai yang diperoleh dari suatu tindak
pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset-aset tersebut
seolah-olah berasal dari sumber yang sah.
Pengertian pencucian uang yang diberikan oleh J. Koers,
seorang penuntut umun dari Belanda, ialah sebagai suatu cara untuk
mengedarkan uang hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran uang
yang sah dengan menutup-nutupi asal usul uang tersebut (YHPB,
vol.3,1998:5).
Pengertian lain terhadap pencucian uang ialah sebagai suatu
usaha investasi atau transaksi uang yang berasal dari kejahatan yang
terorganisir, transaksi tidak sah di bidang narkotika, dan sumber-
sumber tidak sah lainnya, dengan tujuan agar uang tersebut berjalan
melalui saluran-saluran yang sah, sehingga sumber aslinya tidak dapt
dilacak kembali. Jadi merupakan penghapusan jejak jika ada yang
menelusuri sumber asal uang yang tidak sah tersebut.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, pengertian pencucian uang
ialah uang yang berasal dari:
a) Korupsi yang berupa penyuapan
xxxvi
b) Penyelundupan barang
c) Penyelundupan tenaga kerja
d) Penyelundupan imigran
e) Perdagangan senjata gelap
f) Penculikan
g) Pencurian
h) Penggelapan
i) Penipuan
j) Tindak pidana yang berkaitan dengan perbankan
k) Tindak pidana yang berkaitan dengan narkoba
l) Tindak pidana yang berkaitan dengan psikotropika
m) Terorisme
n) Perdagangan budak, wanita dan anak.
Kegiatan pencucian uang secara universal dewasa ini telah
digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Bahkan, karena modus
operendinya yang umumnya bersifat lintas negara, maka pencucian
uang telah dianggap sebagai tindak pidana internasional. Karena itu,
kejahatan pencucian uang ini diatur pula secara internasional. Seperti
terlihat dalam Pasal 3 ayat (1) dari United Nations Againts Illicit
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance yang
memberikan pengertian istilah pencucian uang secara komprehensif
yang berbunyi sebagai berikut:
”pencucian uang berarti setiap tindakan yang dilakukan dengan
sengaja dalam hal-hal sebagai berikut:
a) Konversi atau pengalihan barang, yang diketahui bahwa barang
tersebut berasal dari suatu kegiatan kriminal atau ikut berpartisipasi
terhadap kegiatan tersebut, dengan tujuan untuk menyembunyikan
sifat melawan hukum dari barang tersebut ataupun membantu
sesesorang yang terlibat sebagai perantara dalam kegiatan tersebut
untuk menghilangkan konsekuensi hukum dari kegiatan tersebut.
xxxvii
b) Menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, sumbernya, lokasi,
pengalihan, pergerakan, hak-hak yang berkenaan dengan
kepemilikan atau barang-barang, dimana yang bersangkutan
mengetahui bahwa barang tersebut berasal dari kegiatan kriminal,
atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
c) Perolehan, penguasaan atau pemanfaatan dari barang-barang,
dimana pada waktu menerimanya, yang bersangkutan mengetahui
bahwa barang tersebut berasal dari tindakan kriminal atau ikut
berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
d) Segala tindakan partisipasi dalam kegiatan untuk melaksanakan,
percobaan untuk melaksanakan, membantu, bersekongkol,
memfasilitasi, memberikan nasihat terhadap tindakan-tindakan
tersebut diatas (Munir Fuady,2001:150)”.
Pencucian uang merupakan suatu tindak pidana dimana
sejumlah uang yang diperoleh dari kegiatan kejahatan dimasukkan ke
dalam sarana-sarana seperti institusi perbankan, untuk menghasilkan
uang yang bersih dan dianggap halal sebagai bentuk penghasilan dari
institusi perbankan atau bisnis perumahan yang dilakukannya. Dengan
demikian sangat sulit untuk menyelidiki dari mana sumber dari uang
haram tersebut karena uang itu telah melalui proses yang cukup
panjang sehingga menghasilkan uang yang telah bersih.
2) Ruang lingkup pencucian uang
Dengan kondisi dana langka, uang panas hasil kejahatan bisa
sangat menggiurkan, apakah bagi sebuah negara miskin atau lembaga
keuangan yang menghadapi malasah likuiditas. Maka secara sengaja
atau tidak mereka menyediakan diri untuk menjadikan sebagai tempat
pencucian uang, padahal akibat negatifnya sangat serius. Tidak hanya
dari sudut moral dan etika berusaha, tapi juga dampaknya dapat
mengacaukan kinerja lembaga keuangan dan bahkan merusak sistem
politik dan ekonomi suatu negara.
xxxviii
Kegiatan yang mendukung terjadinya pencucian uang ialah:
a) Uang hasil dari perdagangan obat bius/narkotika.
b) Manipulasi pajak.
c) Uang hasil kolusi yang dilakukan pejabat pemerintah tertentu
ketika melakukan manipulasi dalam hal pembelian suatu keperluan
pemerintah.
d) Uang hasil kolusi antara pejabat pemerintah dengan pengusaha
dalam menangani suatu proyek.
e) Uang hasil usaha tidak sah berupa monopoli yang dilakukan oleh
pejabat negara atau kroni-kroninya.
f) Uang hasil pungutan liar yang dilakukan oleh pejabat negara.
g) Uang hasil sitaan milik negara (Mahmoeddin,H.As, 1997:291).
3) Tahapan proses pencucian uang
Dalam proses melakukan kegiatan pencucian uang, dilakukan 5
(lima) kegiatan pokok sebagai berikut:
a. Merahasiakan sumber uang kotor tersebut.
b. Merahasiakan siapa pemilik sebenarnya dari uang tersebut.
c. Mengubah bentuk dana sehingga mudah untuk di bawa kemana-
mana.
d. Kemanapun dan dalam wujud apapun uang tersebut beredar dapat
terus dipantau dengan mudah oleh pemilik kekayaan.
e. Merahasiakan proses pencucian uang sehingga sulit dilacak oleh
aparat yang berwenang (Munir Fuady, 2005:166).
Dengan demikian, jika dilihat secara keseluruhan, ada 2 (dua)
tingkat kejahatan dalam kegiatan pencucian uang, yaitu:
a. Kejahatan yang menghasilkan uang itu sendiri. Misalnya
perdagangan obat bius, korupsi dan sebagainya,
b. Kejahatan pemutihan uang, yakni uang hasil kejahatan itu diproses
pemutihannya, dimana terhadap pemrosesan ini sungguhpun secara
formal kelihatannya legal, tetapi secara material dianggap illegal
(Munir Fuady, 2005:153).
xxxix
Dalam memproses uang haram tersebut juga melewati tahapan-
tahapan tertentu yang dilakukan dengan tiga tahap yaitu:
a. Tahap Penempatan Dana (The Placement)
Maksudnya ialah konversi dari uang tunai yang diperoleh dari
kejahatan atau perbutan melawan hukum ke dalam pelbagai aset
seperti deposito bank, real estate atau saham-saham (disini bank,
real estate dan perusahaan bertindak selaku laundry). Dalam proses
ini uang hasil kejahatan ditempatkan dan dikonsolidasikan dalam
bentuk dan tempat yang sulit untuk dilacak oleh sistem
pengawasan petugas hukum.
b. Tahap Pelapisan
Yang dimaksud dengan tahap ini ialah tahapan membuat transaksi-
transaksi financial yang kompleks dan rumit serta berlapis-lapis
yang dilindungi oleh pelbagai bentuk anonimitas dan rahasia
profesional. Pada tahap ini uang haram dipindah-pindahkan dari
satu rekening ke rekening lainnya di dalam negeri ataupun melalui
transaksi antar negara. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini antara lain:
1) Pembelian saham di bursa efek.
2) Transfer uang ke Negara dengan menggunakan deposito yang
ada di bank
3) Membeli properti tertentu
4) Membeli valuta asing.
5) Melakukan transaksi derivatif dan lain-lain.
c. Tahap Integrasi (The Integration)
Tahap ini berupa tipu muslihat guna memberikan legitimasi
terhadap uang hasil kejahatan. Hal ini mencakup perbuatan-
perbuatan dalam rangka mendayagunakan uang deposito di bank
untuk mendukung pinjaman guna kepentingan operasional
kejahatan. Oleh karena itu, pada tahap ini uang tersebut sudah
benar-benar bersih dan sulit dilacak asal-muasalnya dengan
xl
demikian, jika dalam proses-proses sebelumnya uang tersebut
dibenamkan dan dicuci, maka pada tahap integrasi ini dapat
dikatakan bahwa uang yang telah dicuci tersebut dikeringkan
kembali sehingga menjadi uang yang kering dan bersih seperti
halnya uang-uang yang lainnya.
4) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang, dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dibentuk PPATK. Dalam
melaksanakan fungsinya PPATK mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi
informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-
undang ini;
b. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang
dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan;
c. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan;
d. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang
berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini;
e. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa
Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam
Undang-undang ini atau dengan peraturan perundang-
undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku
nasabah yang mencurigakan;
f. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai
upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang;
g. Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi
tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan
Kejaksaan;
xli
Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai
wewenang:
a. Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan;
b. Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau
penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah
dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum;
c. Melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai
kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai
transaksi keuangan;
d. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai
transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai.
d. Tinjauan tentang Prinsip Mengenal Nasabah
1) Pengertian prinsip mengenal nasabah
Upaya yang dilakukan dalam mencegah terjadinya tindak
pidana pencucian uang dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan
dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/21/PBI/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Pengertian prinsip
mengenal nasabah dalam PBI Nomor 3/10/PBI/2001 yaitu adalah
prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah,
memantau kegiatan transaksi, termasuk pelaporan transaksi yang
mencurigakan. Menurut Munir Fuady, prinsip mengenal nasabah
adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui sejauh mungkin
identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk
kegiatan pelaporan transaksi mencurigakan, yang meliputi nasabah
biasa (face to face coutumer), maupun nasabah bank tanpa berhadapan
secara fisik (non face to face costumer), seperti nasabah yang
melakukan transaksi melalui telepon, surat-menyurat, dan electronic
banking.
xlii
Beberapa contoh transaksi yang dapat dikategorigakan sebagai
transaksi yang mencurigakan:
a) Transaksi yang mencurigakan dengan menggunakan pola transaksi
tunai
(1) Penyetoran tunai dalam jumlah besar yang tidak lazim oleh
perorangan atau perusahaan yang memiliki kegiatan usaha
tertentu dan penyetoran tersebut biasanya dilakukan dengan
menggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya;
(2) Peningkatan penyetoran tunai yang sangat material pada
rekening perorangan atau perusahaan tanpa disertai penjelasan
yang memadai, khususnya apabila setoran tunai tersebut
langsung ditransfer ke tujuan yang tidak mempunyai
hubungan atau keterkaitan dengan perorangan atau
perusahaan tersebut;
(3) Penyetoran tunai dengan menggunakan beberapa slip setoran
dalam jumlah kecil sehingga total penyetoran tunai tersebut
mempunyai jumlah sangat besar;
(4) Penggunaan rekening perusahaan yang lazimnya dilakukan
dengan menggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya
namun dilakukan secara tunai;
(5) Pembayaran atau penyetoran dalam bentuk tunai untuk
penyelesaian tagihan wesel, transfer atau instrumen pasar
uang lainnya;
(6) Peningkatan kegiatan transaksi tunai dalam jumlah yang
sangat besar untuk ukuran suatu kantor bank;
(7) Penyetoran tunai yang didalamnya selalu terdapat uang palsu;
(8) Transfer dalam jumlah besar dari atau ke negara lain dengan
instruksi untuk dilakukan pembayaran tunai;
(9) Penyetoran tunai dalam jumlah besar melelui rekening titipan
setelah jam kerja kas untuk menghindari hubungan langsung
dengan petugas bank;
xliii
b) Transaksi mencurigakan dengan menggunakan rekening bank
(1) Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain yang
tidak sesuai dengan jenis kegiatan usaha nasabah;
(2) Penyetoran tunai dalam jumlah kecil ke dalam beberapa
rekening yang dimiliki nasabah pada bank sehingga total
penyetoran tersebut mempunyai jumlah sangat besar;
(3) Penyetoran dan atau penarikan dalam jumlah besar dari
rekening perorangan atau perusahaan yang tidak sesuai atau
tidak terkait dengan usaha nasabah;
(4) Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan
biaya yang sangat besar bagi bank untuk melakukan
pembuktian;
(5) Pembayaran dari rekening nasabah yang dilakukan setelah
adanya penyetoran tunai kepada rekening dimaksud pada hari
yang sama atau hari sebelumnya;
(6) Penarikan dalam jumlah besar dari rekening nasabah yang
semula tidak aktif atau dari rekening nasabah yang menerima
setoran dalam jumlah besar dari luar negeri;
(7) Penggunaan petugas teller yang berbeda oleh nasabah yang
secara bersamaan untuk melakukan transaksi tuinai dalam
jumlah besar atau transaksi mata uang asing;
(8) Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk
berhubungan dengan petugas bank;
(9) Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai atau negotiable
instruments oleh suatu perusahaan dengan menggunakan
rekening klien perusahaan, khususnya apabila penyetoran
tersebut langsung ditransfer di antara rekening klien lainnya;
(10) Penolakan oleh nasabah untuk menyediakan tambahan
dokumen atau informasi penting, yang apabila diberikan
memungkinkan nasabah menjadi layak untuk memeperoleh
fasilitas pemberian kredit atau jasa perbankan lainnya;
xliv
(11) Penolakan nasabah ternadap fasilitas perbankan yang lazim
diberikan, seperti penolakan untuk diberikan tingkat bunga
yang lebih tinggi terhadap jumlah saldo tertentu;
(12) Penyetoran untuk untrung rekening yang sana oleh banyak
pihak tanpa penjelasan yang memadai;
c) Transaksi mencurigakan melalui transaksi yang berkaitan dengan
investasi
(1) Pembelian surat berharga untuk disimpan di bank sebagai
kustodian yang seharusnya tidak layak apabila memperhatikan
reputasi atau kemempuan finansial nasabah;
(2) Transaksi pinjaman dengan jaminan dana yang diblokir (back
to back deposit/loan transaction) antara bank dengan anak
perusahaan, perusahaan afisiliasi, atau institusi perbankan di
negara lain yang dikenal sebagai negara tempat lalu-lintas
perdagangan narkotika;
(3) Permintaan nasabah untuk jasa pengelolaan investasi dengan
sumber dana investasi yang tidak jelas sumbernya atau tidak
konsisten dengan reputasi atau kemampuan finansial nasabah;
(4) Transaksi dengan pihak lawan (counterparty) yang tidak
dikenal atau sifat, jumlah dan frekuensi transaksi yang tidak
lazim;
(5) Investor yang diperkenalkan oleh bank di negara lain,
perusahaan afiliasi, atau investor lain dari negara yang
diketahui umum sebagai tempat produksi atau perdagangan
narkotika;
d) Transaksi mencurigakan melalui aktivitas bank di luar negeri
(1) Pengenalan nasabah oleh kantor cabang di luar negeri,
perusahaan afiliasi atau bank lain yang berada di negara yang
diketahui sebagai tempat produksi atau perdagangan
narkotika;
xlv
(2) Penggunaan Letter of Credits dan instruments perdagangan
internasional lain untuk memindahkan dana antar negara
dimana transaksi perdagangan tersebut tidak sejalan dengan
kegiatan usaha nasabah;
(3) Penerimaan atau pengiriman transfer oleh nasabah dalam
jumlah besar ataudari negara yang diketahui merupakan
negara yang terkait dengan produksi, proses, dan atau
pemasaran obat terlarang atau kegiatan terorisme;
(4) Penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai
dengan karakteristik perputaran usaha nasabah yang kemudian
di transfer ke negara lain;
(5) Transfer secara elektronis oleh nasabah tanpa disertai
penjelasan yang memadai atau tidak dengan menggunakan
rekening;
(6) Permintaan travellers cheques, wesel dalam mata uang asing,
atau negotiable instrument lainnya dengan frekuensi tinggi;
(7) Pembayaran dengan menggunakan travellers cheques atau
wesel dalam mata uang asing khususnya yang diterbitkan oleh
negara lain dengan frekuensi tinggi.
e) Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan bank dan atau
agen
(1) Peningkatan kekayaan karyawan dan agen bank dalam jumlah
besar tanpa disertai penjelasan yang memadai;
(2) Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi
dengan informasi yang memadai mengenai penerima akhir
(ultimate beneficiary).
f) Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam meminjam
(1) Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga;
(2) Permintaan fasilitas pinjaman dengan anggunan yang asal
usulnya dari aset yang dianggunkan tidak jelas atau tidak
sesuai dengan reputasi dan kemampuan finansial nasabah;
xlvi
(3) Permintaan nasabah kepada bank untuk memberikan fasilitas
pembiayaan dimana porsi dana sendiri nasabah dalam fasilitas
dimaksud tidak jelas asal usulnya, khususnya apabila terkait
dengan property (Munir Fuady.2001:212).
2) Dasar hukum prinsip mengenal nasabah:
a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.
b) Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang penerapan
prinsip mengenal nasabah.
c) Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/PBI/2001 tentang perubahan
atas Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang
penerapan prinsip mengenal nasabah.
d) Peraturan Bank Indonesia No. 5/21/PBI/2003 tentang perubahan
kedua atas PBI No.3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip
mengenal nasabah.
e) Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/32/DPNP tentang perubahan
atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/29/DPNP tentang standar
penerapan prinsip mengenal nasabah.
3) Obyek pemberlakuan prinsip mengenal nasabah
Pelaksanaan prinsip mengenal nasabah ini diberikan kepada
nasabah yang akan bertransaksi dengan pihak bank, yaitu:
a) Nasabah perorangan
b) Nasabah perusahaan yang mencakup:
(1) Berbadan hukum :
(2) Perusahaan yang tergolong usaha kecil.
(3) Lembaga pemerintahan, internasional dan perwakilan negara
asing.
(4) Bank.
c) Badan lainnya:
(1) Partai politik
xlvii
(2) Lembaga swadaya masyarakat
(3) Yayasan
(4) Organisasi lainnya.
4) Kewajiban bank untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah
Menurut Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001
juncto Peraturan Bank Indonesia No. 5/21/PBI/2003, dalam rangka
mendukung pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah, bank
mempunyai beberapa kewajiban, yaitu:
a) Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah
b) Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasikan
nasabah
c) Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening
dan transaksi nasabah
d) Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang
berkaitan dengan peneran prinsip mengenal nasabah
e) Direksi bank wajib bertanggung jawab atas penerapan prinsip
mengenal nasabah
f) Membentuk unit kerja khusus dan atau menunjuk pejabat bank
yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah,
yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Kepatuhan
g) Memiliki system informasi yang dapat mengidentifikasi,
menganalisa, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif
mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah
bank.
Beberapa kewajiban di atas, dilakukan dengan menerapkan
beberapa hal, yaitu:
a) Menyusun kebijakan dan prosedur penerapan prinsip mengenal
nasabah yang dituangkan dalam pedoman pelaksanaan penerapan
prinsip mengenal nasabah dengan mengacu kepada pedoman
standar penerapan prinsip mengenal nasabah yang ditetapkan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
xlviii
b) Menetapkan dan menyampaikan pedoman dan pelaksanaan
penerapan prinsip mengenal nasabah kepada bank Indonesia
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak diberlakukannya Peraturan
Bank Indonesia tersebut.
c) Setiap perubahan terhadap pedoman pelaksanaan penerapan prinsip
mengenal nasabah wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ditetapkannya
perubahan tersebut.
d) Bank wajib menerapkan kebijakan mengenal nasabah bagi nasabah
baru sejak ditetapkannya pedoman tersebut oleh bank.
e) Menerapkan prinsip mengenal nasabah bagi nasabah yang sudah
ada, termasuk pengkinian database nasabah, selambat-lambatnya 6
(enam) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia.
f) Melaksanakan program pelatihan kepada karyawan bank mengenai
penerapan prinsip mengenal nasabah selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia.
g) Menerapkan sistem informasi yang dapat mengidentifikasi,
menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif
mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah
bank, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya
Peraturan Bank Indonesia.
5) Data yang diperlukan dalam rangka mengenal nasabah
Dalam rangka menegakkan prinsip mengenal nasabah, bank
di Indonesia di wajibkan untuk memperoleh data tertentu. Apabila data
tersebut tidak diberikan oleh nasabah, maka bank dilarang
berhubungan dengan nasabah yang bersangkutan. Data yang
diperlukan dan hal-hal yang dilakukan oleh bank dalam rangka
mengenal nasabah tersebut adalah sebagai berikut:
a) Data informatif.
b) Dokumen pendukung terhadap informatif.
xlix
c) Jika telah menggunakan media elektronik, melakukan pertemuan
tatap muka sekurang-kuarangnya pada saat pembukaan rekening.
d) Jika diperlukan, melakukan wawancara dengan nasabah untuk
meneliti keabsahan dan kebenaran dokumen (Munir
Fuady.2001:208).
Mengenai data informatif yang diperlukan dan wajib
diketahui oleh bank harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen
pendukungnya. Di samping itu, bank wajib pula meneliti kebenaran
dokumen pendukung identitas calon nasabah sesuai dengan Pasal 4
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Juncto Peraturan
Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003. Data informatif tersebut
adalah:
a) Identitas calon nasabah
b) Maksud dan tujuan hubungan uisaha yang akan dilakukan calon
nasabah dengan bank
c) Informasi lain yang memungkinkan bank untuk mengetahui profil
calon nasabah
d) Identitas pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan
atas nama pihak lain.
Sementara itu dalam Pasal 5 yang dimaksud dengan
dokumen pendukung adalah:
a) Bagi nasabah perorangan :
(1) Identitas nasabah yang memuat :
(a) Nama;
(b) Alamat tinggal tetap;
(c) Tempat dan tanggal lahir;
(d) Kewarganegaraan;
(2) Keterangan mengenai pekerjaan;
(3) Spesimen tanda tangan, dan
(4) Keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana.
b) Bagi nasabah perusahaan:
l
(1) Perusahaan yang tergolong Usaha kecil, sekurang-kurangnya
terdiri dari:
(a) Akta pendirian/anggaran dasar bagi perusahaan yang
bentuknya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(b) Izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang;
(c) Nama, specimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak
yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan
atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha
dengan bank;
(d) Keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana.
(2) Perusahaan yang tidak tergolong usaha kecil, sekurang-
kurangnya terdiri dari:
(a) Akta pendirian/anggaran dasar bagi perusahaan yang
bentuknya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(b) Izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang;
(c) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi nasabah yang
diwajibkan untuk memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
(d) Laporan keuangan dari perusahaan atau deskripsi kegiatan
usaha perusahaan;
(e) Struktur manajemen perusahaan;
(f) Dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili
perusahaan;
(g) Nama, specimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak
yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan
atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha
dengan bank;
(h) Keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana.
li
c) Nasabah berupa lembaga pemerintah, lembaga internasional, dan
perwakilan negara asing sekurang-kurangnya berupa nama,
spesimen tanda tangan dan surat penunjukan bagi pihak-pihak yang
berwenang mewakili lembaga dalam melakukan hubungan usaha
dengan bank.
d) Nasabah berupa bank, terdiri dari dokumen-dokumen yang lazim
dalam melakukan transaksi antar bank, antara lain:
(1) Akta pendirian/anggaran dasar bank;
(2) Izin usaha dari instansi yang berwenang;
(3) Nama, spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak
yang ditunjuk mempunyai wewenang untuk dan atas nama bank
yang melakukan hubungan usaha dengan bank.
B. Kerangka Pemikiran
Fungsi bank yaitu menghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank
juga memberikan pelayanan dalam lalu lintas sistem pembayaran, oleh
karena itu salah satu kebijakan perbankan adalah dimaksudkan untuk
menjaga keamanan dan kelancaran lalu lintas pembayaran tersebut. Apabila
suatu sistem perbankan dalam kondisi yang tidak sehat maka fungsi bank
sebagai lembaga intermediasi tidak akan berfungsi dengan optimal serta
dalam lalu lintas pembayaran tidak aman dan lancar dapat dipastikan bahwa
perekonomian akan mengalami berbagai hambatan dan memerlukan biaya
lebih tinggi. Maka dapat disimpulkan pentingnya pengaturan dan
pengawasan bank sebagai upaya menciptakan dan memelihara kesehatan
sistem perbankan. Prinsip mengenal nasabah merupakan suatu instrumen
pencegahan agar sistem perbankan menjadi sehat.
Perbankan Indonesia sebagai pemegang jasa dalam bidang keuangan
menjadi sorotan sebagai tempat pencucian uang bagi pengusaha-pengusaha
nakal yang ingin mencuci uangnya karena lemahnya perangkat peraturan yang
ada. Upaya yang dilakukan dalam mencegah terjadinya pencucian uang
dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
lii
Pidana Pencucian Uang dan dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
Secara garis besar kerangka pemikiran dalam penulisan hukum ini
dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini:
Bagan II : Kerangka Pemikiran
Money Laundering
Fungsi Bank
Pelaksanaan
PBI No. 5/21/PBI/2003
Sehat
Pengawasan
Tidak sehat
Hambatan?
UU NO. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
liii
BAB III
PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH
BANK TABUNGAN NEGARA
A. Gambaran umum tentang BTN Cabang Surakarta
1. Pendirian Bank Tabungan Negara
Pada tanggal 16 Oktober 1897, pemerintah Hindia Belanda melalui
Koninklijk Besluit No. 27 mendirikan popstspaarbank yang bertujuan
mendidik masyarakat agar gemar menabung, yang kemudian berjalan
lancar dan berkembang hingga tercatat pada tahun 1939 telah memiliki 4
cabang, yaitu Jakarta, Medan Surabaya dan Makasar. Pada tahun 1940
kegiatannya terganggu karena adanya penyerbuan Jerman atas Netherland
yang mengakibatkan terjadinya penarikan tabungan besar-besaran dalam
waktu yang singkat. Namun demikian keadaan keuangan Postspaarkbank
pulih kembali pada tahun 1941. Pada tahun 1942, Belanda menyerah tanpa
syarat pada Jepang yang berakibat kegiatan Postpaarkbank dibekukan oleh
Pemerintahan Jepang dan kemudian pemerintah Jepang mendirikan sebuah
Bank bernama tyokin kyoku. Tetapi usaha pemerintah Jepang ini tidak
berjalan sukses karena dilakukan dengan paksaan.
Sejalan dengan kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945
Darmosoetanto berinisiatif untuk memprakarsai pengambilalihan Tyokin
Kyoku dari pemerintah Jepang ke Pemerintah Republik Indonesia dan
terjadilah penggantian nama menjadi Kantor Tabungan Pos yang dipimpin
oleh Darmosoetanto sebagai direktur yang pertama. Kegiatan Kantor
Tabungan Pos tidak berlangsung lama akibat adanya agresi Belanda
(Desember 1946). Kantor Tabungan Pos dibuka lagi pada tahun 1949,
namanya diganti menjadi Bank Tabungan Pos RI dan lembaga ini
bernaung dibawah Kementrian Perhubungan.
Banyak kejadian bernilai sejarah sejak tahun 1950, tetapi yang
paling substantif bagi sejarah BTN adalah dikeluarkannya Undang-
Undang Darurat No. 9 Tahun 1950 yang mengubah nama Postspaarkbank
liv
In Indonesia berdasarkan staatsblat No. 295 Tahun 1941 menjadi Bank
Tabungan Pos dan memindahkan induk kementrian dari Kementrian
Perhubungan ke Kementrian Keuangan dibawah menteri Urusan Bank
Sentral. Walaupun dengan undang-undang darurat tersebut masih bernama
Bank Tabungan Pos tetapi pada tanggal 9 Februari 1950 ditetapkan
sebagai hari dan tanggal lahir Bank Tabungan Negara. Nama Bank
Tabungan Pos menurut Undang-Undang Darurat dikukuhkan dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1953 tanggal 18 Desember 1953.
Perubahan nama dari Bank Tabungan Pos menjadi Bank Tabungan Negara
didasarkan pada PERPU No. 4 Tahun 1963 tanggal 22 Juni 1963 yang
kemudian dikuatkan dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1964 tanggal
25 Mei 1964.
Tugas utama saat pendirian Postspaarkbank (1897) sampai dengan
Bank Tabungan Negara (1968) adalah menghimpun dana dari masyarakat
dari tabungan, tetapi sejak tahun 1974 Bank Tabungan Negara ditambah
tugasnya yaitu memberikan pelayanan KPR. Penyaluran KPR pertama
kalinya dilakukan pada tanggal 10 Desember 1976, karena itulah 10
Desember diperingati sebagai hari KPR bagi BTN.
2. Sejarah singkat berdirinya Bank Tabungan Negara Kantor Cabang
Surakarta.
Kantor Cabang Surakarta merupakan perpanjangan dari kantor
pusat, dimana kantor cabang Surakarta pertama kali berdiri pada tahun
1990 yang merupakan pemekaran dari BTN kantor cabang Yogyakarta.
Pertimbangan pembukaan kantor cabang Surakarta karena dinilai
mempunyai potensi yang baik dalam pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun
1990 BTN kantror cabang Surakarta mengalami perpindahan sebanyak 3
kali.
Pertama kalinya BTN kancab Surakarta terletak di Jalan Slamet
Riyadi Nomor 228, kemudian pada tahun 1993, pindah ke Ruko Beteng
Plasa Blok A11-12 Jalan Kapten Mulyadi. Akhirnya pada tahun 1997
lv
BTN kancab Surakarta pindah ke gedung milik sendiri yaitu di Jalan
Slamet Riyadi 282 Surakarta yang dipakai melaksanakan aktivitas
perkantorannya sampai sekarang.
3. Lokasi
BTN cabang Surakarta terletak di Jalan Slamet Riyadi Nomor 282
Surakarta, Jawa Tengah.
4. Bentuk Badan Hukum dan Kerahasiaan Bank
Bentuk hukum BTN adalah Bank milik negara ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1968 tanggal 19 Desenber 1968,
kemudian mengalami perubahan pada tahun 1992 yaitu dengan
dikeluarkannya peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1992 tanggal 29
April 1992 yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 bentuk hukum BTN berubah menjadi Perusahaan Perseroan.
Sejak itu nama BTN menjadi PT. BANK TABUNGAN NEGARA
(PERSERO) dengan call name Bank BTN. Berdasarkan kajian konsultan
insependent, Price Waterhouse Coopers, pemerintah melalui Menteri
BUMN dalam surat Nomor S-554/M-MBU/2002 tanggal 21 Agustus 2002
memutuskan BTN sebagai Bank Umum dengan fokus bisnis pembiayaan
perumahan tanpa subsidi.
Kerahasiaan BTN adalah berupa pasiva Bank. Seperti misalnya
tabungan, deposito, kredit dan lain-lain. Bank harus menjaga kerahasiaan
tersebut demi menjaga kepercayaan nasabah pada bank. Karena
kepercayaan nasabah pada pihak bank adalah faktor paling utama dalam
kemajuan bank.
5. Struktur Organisasi
Suatu kantor cabang (cabang Surakarta), dipimpin oleh Branch
Manager. Dibawahnya terdapat empat sub bagian yaitu Accounting &
Control, Operation, Retail Service, Collection Work Out. Yang setiap
bagian tersebut mempunyai bagian-bagian lagi. Yang selengkapnya akan
dijelaskan pada gambar berikut:
lvi
Tugas dan tanggung jawab pemegang jabatan:
a. Branch Manager atau Kepala Cabang
Misi: mencapai tingkat pemberian laba yang optimal
Tanggung jawab :
1) Bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah
2) Bertanggung jawab atas pelaksanaan orientasi sesuai batas
kewenangan
3) Bertanggung jawab atas pengelolaan resiko bisnis
Branch Manager
Ritel Service Spv. CWO Acc & Control
Reporting
Internal Control
Operation
GBA
Trans Processing
FAO & DEO
Loan admin & Dok
Outsourching Pengasung Driver Satpam Penjaga malam
PT. BKP Opertor Tehnisi Satpam gedung
Loan Service Interview Analisis
CS
Teller Service Head Teller Teller
Selling Officer
Chash Room
LEGAL
Kolektif
LAO
lvii
4) Bertanggung jawab atas kebenaran laporan cheklist kepatuhan dan
manejemen resiko
5) Bertanggung jawab atas seluruh aktivitas yang menyangkut MTSI
di kantor cabang termasuk password cadangan
6) Bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
menyangkut operasional bank baik ketentuan intern maupun
ekstern
7) Bertanggung jawab atas Branch Security Officer kantor cabang
8) Bertanggung jawab atas terselenggaranya Good Corporate
Govermance
9) Bertanggung jawab atas opening dan closing branch
10) Bertanggung jawab atas operasional cabang secara keseluruhan
11) Bertanggung jawab atas penetapan target dana,kredit, feebased,
dan penetapan anggaran cabang secara keseluruhan
12) Bertanggung jawab atas pencapaian target dan peningkatan
penggunaan fitur produk
13) Bertanggung jawab atas peningkatan peran bisnis yang berorientasi
kepada profit yang optimal
14) Bertanggung jawab atas pemenuhan kompetensi dari pegawai yang
dibawahi
15) Bertanggung jawab atas melakukan perencanaan, bimbingan dan
pembinaan serta penilaian kepada pegawai yang dibawahi
16) Bertanggung jawab atas layanan penyelesaian pengaduan nasabah
b. Accounting and Control
Terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
1) Financial Reporting Staff
Tanggung jawab:
a) Bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan untuk
pihak ekstern
lviii
b) bertanggung jawab atas pemantauan laporan keuangan baik
pihak intern maupun ekstern
c) bertanggung jawab atas berlangsungnya proses dan analisa
laporan kinerja kantor cabang
2) Internal control
Tanggung jawab:
a) Bertanggung jawab atas pemerikasaan kebenaran atas alur
transaksi operasional bank telah sesuai dengan aturan yang
berlaku
b) Bertanggung jawab dalam mengkoordinir tindak lanjut hasil
pemeriksaan ekstern maupun intern
c) Bertanggung jawab atas kebenaran data-data pada laporan
keuangan
c. Operation
Tanggung jawab Kepala bagian Operation:
1) Bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
menyangkut operasional bank baik ekstern maupun intern
2) Bertanggung jawab atas seluruh aktivitas operasional dan
administrasi
3) Bertanggung jawab atas penerimaan pendelegasian opening/closing
Branch
4) Bertanggung jawab atas seluruh aktivitas Opersional Bank Office
(Operation)
5) Bertanggung jawab atas kesuksesan proses kliring di kantor cabang
pembantu
6) Bertanggung jawab atas seluruh aktivitas yang menyangkut MTSI
di kancapem
7) Bertanggung jawab terhadap pembinaan, pengembangan dan
penilaian pegawai di unit operation
Bagian operation dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu:
lix
1) General Branch Administration
Terdiri dari:
a) Logistik
b) SDM
Bertanggung jawab:
a) Administrasi Kepegawaian
b) Pengelolaan Logistik
c) Menjaga Keamanan
d) Mengelola Anggaran Cabang
e) Kesekretariatan
2) Transaction Processing
Terdiri dari:
a) Clearing
b) Processing
Yang mempunyai tanggung jawab:
a) Melakukan proses transaksi operasional non tunai
b) Melakukan transaksi lanjutan dari unit kerja lain
3) Loan Administrasi
Bertanggung jawab atas:
a) On the spot (OTS)
b) Apprais
c) Laporan pemeriksaan akhir
d) Dokumentasi kredit
e) Administrasi kredit umum
4) Outsourcing
Terdiri dari
a) Security/satpam
b) Supir
c) Office Boy
lx
c. Ritel Service
Dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu:
1) Loan Service
Terdiri dari :
a) Interview
b) Analisis
Bertanggung jawab:
a) Memberikan pelayanan kepada nasabah
b) Memproses pengajuan kredit
c) Menganalisa permohonan kredit
d) Menyelenggarakan realisasi kredit
e) Memproses pelunasan kredit
f) Menganalisis permohonan kredit KPR/non-KPR
2) Customer Service
Bertanggung jawab:
a) Memberikan pelayanan tabungan loket cabang
b) Memberikan pelayanan tabungan kantor pos
c) Melayani proses pembukuan rekening rupiah dan valas
d) Melayani nasabah lainnya
e) Administrasi transaksi loket cabang
f) Melaksanakan penjualan keluar
3) Teller Service
Bertanggung jawab:
a) Melayani setoran tunai angsuran kredit kepemilikan rumah
cabang sendiri dan cabang lain
b) Melayani tabungan dan penarikan uang tunai
c) Melayani setoran dan pembayaran deposito
d) Mengelola proses kas cabang
e) Melayani kebutuhan nasabah lainnya
f) Menerima transaksi penyempitan uang tunai
g) Melakukan penjualan dana keluar
lxi
h) Memelihara rekening saldo
4) Selling Officer
Bertugas melakukan fungsi sebagai petugas Selling.
5) Cash Room
Bertugas melakukan fungsi pengelolaan kas cabang.
d. CWO (Collection Work Out)
Bertanggung jawab:
1) Memastikan penerapan prinsip mengenal nasabah di kantor cabang
2) Memastikan pencapaian sasaran dan rencana tindakan di unit kerja
loan collection and work out
3) Melakukan perencanaan dan penetapan strategi serta kebijakan
pembinaan, penyelamatan serta penyelesaian kredit
4) Melakukan pembinaan, penyelamatan dan penyelesaian kredit baik
kredit ritel maupun restrukturisasi kredit umum
5) Melakukan perencanaan, bimbingan serta penilaian kinerja secara
objektif petugas penagihan dan penyelamatan kredit
6) Membina hubungan dengan pihak luar, seperti Pengadilan Negeri,
KP2LN, Notaris, Developer, atau instansi yang lain terkait dengan
pembinaan, penyelamatan, dan penyelesaian kredit
7) Memastikan bahwa semua langkah penyelesaian kredit bermasalah
sesuai dengan ketentuan bank serta bebas dari permasalahan
hukum yang merugikan.
8) Mengelola anggaran yang terkait dengan pembinaan dan
penyelamatan kredit secra efektif dan efisien
9) Memastikan dan memeriksa akurasi laporan-laporan yang terkait
pembinaan dan penyelamatan kredit
6. Visi dan Misi Bank Tabungan Negara
Visi
Menjadi Bank yang terkemuka dalam pembiayaan rumah dan
mengutamakan kepuasan nasabah.
lxii
Misi
a. Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan rumah dan industri
yang terkait, serta menyediakan produk dan jasa perbankan lainnya.
b. Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan profesional dan memiliki integritas yang tinggi.
c. Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi berkelanjutan
sesuai dengan kebutuhan nasabah.
d. Melaksanakan manajemen perbankan yang sehat sesuai dengan prinsip
kehati-hatian dan Good Corporate Government untuk meningkatkan
Shareholder Value.
e. Memperdulikan kepentingan masyarakat dan lingkungan.
B. Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Priciples)
di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan dengan disertai dokumen-
dokumen yang mendukung penelitian, maka penulis akan menguraikan
mengenai pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer
Principles) di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta.
Pelaksanaan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer
Principles) di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta dilihat dari segi:
1. Kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah
Dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah Bank Tabungan
Negara telah membuat kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah,
yaitu dengan mengeluarkan suatu formulir pengenalan nasabah yang
disebut Formulir Pembukaan Rekening.
BTN melakukan permintaan sekurang-kurangnya mengenai
informasi/profil nasabah dan dokumen pendukungnya, serta meneliti
kebenaran bukti identitas dan dokumen pendukung calon nasabah dalam
menerima calon nasabah. Apabila diperlukan, bank dapat mengadakan
pertemuan dan wawancara dengan calon nasabah yang dilakukan
sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening untuk memperoleh
lxiii
keyakinan atas kebenaran informasi, bukti-bukti pendukung calon
nasabah, dan tujuan dilakukannya transaksi nasabah.
Bank berhak menolak untuk membuka rekening dan atau
melaksanakan transaksi dengan calon nasabah, jika :
a. Tidak memenuhi ketentuan dalam prosedur penerimaan nasabah
dan prosedur identifikasi dan verifikasi nasabah.
b. Diketahui menggunakan identitas dan atau memberikan informasi
yang tidak benar.
c. Berbentuk Sheel banks (bank yang tidak mempunyai pengelolaan,
pengurus, kantor bank dan tidak memperoleh ijin di negara tempat
bank tersebut didirikan, serta tidak berafiliasi dengan kelompok
usaha jasa keuangan yang menjadi subjek pengawasan
terkonsolidasi yang efektif) atau dengan bank yang mengijinkan
rekeningnya digunakan Sheel banks.
Namun sejauh ini dalam Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta
belum pernah menolak calon nasabah (Hasil wawancara dengan Sri
Haryanti, 17 Maret 2008: Bagian Customer Service BTN Cabang
Surakarta).
2. Kebijakan Pemantauan dan Pelaporan.
Pelaksanaan pemantauan transaksi BTN Cabang Surakarta
dilakukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 5/21/PBI/2003
Pemantauan transaksi nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang
Surakarta meliputi:
1) BTN Cabang Surakarta telah menatausahakan dokumen-dokumen
dalam jangka 5 (lima) tahun sejak nasabah menutup rekening pada
bank.
2) BTN telah melakukan pengkinian data dalam hal terdapat
perubahan terhadap dokumen-dokumen.
Pengkinian data dilakukan oleh BTN dengan menugaskan petugas
khusus yang bertugas untukmelakukan pengkinian terhadap
dokumen-dokumen nasabah.
lxiv
Pengkinian data dilakukan oleh BTN dengan menugaskan petugas
khusus yang bertugas untuk melakukan pengkinian terhadap
dokumen-dokumen nasabah. Pengkinian data yang dilakukan oleh
pihak bank dimaksudkan supaya data nasabah dapat senantiasa
dipantau.
3) BTN telah memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi,
menganalisis, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif
mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah
bank.
Sistem informasi yang dimiliki oleh BTN saat ini sudah memadai
untuk melakukan identifikasi, analisis, pemantauan, dan
penyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik
transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank. Sistem informasi
BTN menggunakan layanan jasa internet yang dapat diakses setiap
saat dengan website di www.btn.co.id.
4) BTN telah memelihara dan profil nasabah dengan cara menjaga
kerahasiaannya agar tidak diketahui oleh pihak luar bank.
5) Pelaporan transaksi yang mencurigakan kepada Bank Indonesia
bersifat rahasia dan tidak diberitahukan kepada nasabah yang
bersangkutan, agar nasabah yang bersangkutan dapat dengan
mudah diketahui data-datanya untuk kemudian ditindaklanjuti.
Namun sampai saat ini pihak BTN Cabang Surakarta belum pernah
menjumpai jenis transaksi mencurigakan, sehingga pihaknya
belum pernah melakukan pelaporan ke Bank Indonesia.
3. Kebijakan Manajemen Resiko
Kebijakan dan prosedur manajemen resiko sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dalam hal:
1) Pengawasan oleh Pengurus bank, yang meliputi:
a) Dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi
pelaksanaan prinsip mengenal nasabah yang dilakukan oleh
pihak bank;
lxv
b) Direksi bank bertanggung jawab atas penerapan prinsip
mengenal nasabah;
c) Pengawasan atas penerapan prinsip mengenal nasabah tersebut
dilakukan oleh Direksi melalui Direktur Kepatuhan.
2) Pendelegasian wewenang
Direksi wajib untuk melakukan pendelegasian dalam hal:
a) Kewenangan persetujuan penerimaan nasabah;
b) Kewenangan khusus yang berkaitan dengan penerimaan dan
pemantauan terhadap high risk customer, countries, bussines.
3) Sistem pengawasan intern,
BTN mempunyai pengendalian intern yang dapat memastikan
bahwa penerapan prinsip mengenal nasabah oleh unit kerja
penerapan prinsip mengenal nasabah sesuai dengan kebijakan
prosedur yang telah ditetapkan.
4) Pelatihan karyawan
Untuk menjamin agar karyawan selalu memperoleh pengetahuan
dan informasi yang terkini, bank memberikan pelatihan secara
berkala yang ditentukan oleh BTN Pusat dan dilakukan di Kantor
BTN Pusat (Hasil wawancara dengan Tuty Lestari, 17 Maret 2008:
General Branch Administrasi BTN Cabang Surakarta).
4. Kebijakan Pengorganisasian
Untuk mendukung pelaksanaan prinsip mengenal nasabah, Bank
Tabungan Negara Cabang Surakarta telah membentuk Unit Kerja
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (UKPN).
1) Tugas UKPN, antara lain :
a) Memastikan adanya pengembangan sistem identifikasi nasabah dan
transaksi keuangan;
b) Memantau pengkinian profil nasabah dan pofil transaksinya
termasuk identifikasi dan pemantauan nasabah yang dianggap
mempunyai resiko tinggi;
lxvi
c) Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan
kebijakan prinsip mengenal nasabah oleh unit kerja terkait;
d) Menerima dan melakukan analisis terhadap laporan transaksi
mencurigakan yang disampaikan oleh unit kerja terkait;
e) Menyusun laporan transaksi mencurigakan untuk disampaikan
kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan);
f) Memantau, menganalisis dan merekomendasikan kebutuhan
training prinsip mengenal nasabah bagi para pejabat dan staf bank.
2) Tugas Direktur Kepatuhan
a) Memantau pelaksanaan tugas UKPN;
b) Melaporkan transaksi mencurigakan yang telah disusun oleh
UKPN kepada PPATK
C. Prosedur Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
Dalam menerapkan kebijakan dan prosedur prinsip mengenal nasabah
di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta, pada prinsipnya merujuk pada
ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003
tentang Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) :
1. Prosedur penerimaan nasabah
Dalam menerapkan prosedur penerimaan nasabah BTN Cabang
Surakarta menggunakan Formulir Pembukaan Rekening Nasabah yang
sudah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Bank
Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang
ketentuan kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah. Formulir
Pembukaan Rekening Nasabah mencakup :
a. Nasabah perorangan
1) Pengisian formulir standart sekurang-kurangnya memuat
informasi:
a) Nama, tempat dan tanggal lahir, alamat serta kewarganegaraan
yang dibuktikan dengan KTP, SIM, atau paspor dan dilengkapi
lxvii
dengan informasi mengenai alamat tinggal tetap apabila
berbeda dengan yang tertera dalam dokumen. Khusus WNA
selain paspor dibuktikan dengan Kartu Izin Menetap Sementara
atau Kartu Izin Tinggal Tetap.
b) Alamat dan nomor telepon tempat bekerja yang dilengkapi
dengan keterangan mengenai kegiatan usaha
perusahaan/instansi tempat bekerja.
c) Keterangan mengenai pekerjaan/jabatan dan penghasilan calon
nasabah. Dalam hal calon nasabah tidak memiliki pekerjaan
maka data yang diperlukan adalah seumber pendapatan.
d) Keterangan mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana.
e) Spesimen tanda tangan.
2) Apabila diperlukan petugas teller dapat meminta informasi lain
antara lain berupa rekening telepon, rekening listrik dan identitas
pemberi kerja dari calon nasabah.
3) Khusus untuk calon nasabah yang melakukan pembukaan rekening
melalui telepon, surat menyurat atau electronic banking maka
petugas bank wajib melakukan pertemuan dengan calon nasabah
sebelum pembukaan rekening tersebut disetujui.
4) Persyaratan pada angka (1), (2), (3) di atas berlaku pula untuk:
calon nasabah yang melakukan pembukaan joint account;dan
calon nasabah selaku perantara atau pemegang kuasa dari
pihak lain (beneficial owner).
Apabila calon nasabah perorangan merupakan perantara atau
pemegang kuasa dari pihak lain yang merupakan beneficial owner
maka petugas front liner wajib meminta informasi berkaitan dengan
beneficial owner berupa:
1) Bagi beneficial owner perorangan:
a) informasi yang relevan sebgaimana halnya prosedur
penerimaan nasabah perorangan;
lxviii
b) hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa atau
kewenangan bertindak sebgai perantara;
c) pernyataan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan penelitian
terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari
beneficial owner perorangan;
2) Bagi beneficial owner perusahaan:
a) informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur
penerimaan nasabah perusahaan kecuali Lembaga Pemerintah,
Lembaga Internasional dan Perwakilan Negara Asing;
b) hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa, atau
kewenangan bertindak sebagai perantara;
c) Dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili
perusahaan;
d) dokumen identitas pemegang saham pengendalian perusahaan;
e) Pernyataan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan penelitian
terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari
beneficial owner perusahaan.
b. Nasabah lembaga
1) Badan Hukum
a) Perusahaan yang tergolong usaha kecil
(1) Pengisian formulir standar yang ditetapkan oleh bank
sekurang-kurangnya memuat informasi tentang:
(a) Status hukum dari usaha dimaksud yang dibuktikan
dengan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar;
(b) Izin usaha atau izin lainnya dari instansi yang
berwenang yang dibuktikan antara lain dengan SIUP,
SITU;
(c) Nama, spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-
pihak yang ditunjuk bertindak untuk dan atas nama
perusahaan.
lxix
Sedangkan kuasa untuk bertindak atas nama
perusahaan dibuktikan dengan surat kuasa dari Devisi
sesuai kewenangan berdasarkan Anggaran Dasar dan
atau hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
(d) Alamat perusahaan, nomor telepon dan atau nomor
facsimile;
(e) Keterangan mengenai sumber dan tujuan penggunaan
dana;
(f) Nagara asal dalam hal perusahaan dimaksud berbentuk
badan hukum asing.
(2) Apabila diperlukan, petugas bank dapat meminta dokumen
lain misalnya laporan keuangan calon nasabah atau
keterangan mengenai pelanggan utamanya.
(3) Petugas bank wajib meminta informasi kepada calon
nasabah mengenai hubungannya dengan pihak lain.
(4) Persyaratan dokumen tersebut di atas berlaku juga untuk
pembukaan joint account dan pembukaan rekening oleh
pihak lain yang bertindak sebagai perantara dan atau kuasa
pihak lain (beneficial owner).
Apabila calon nasabah perusahaan merupakan perantara yang
menerima kuasa dari beneficial owner maka petugas bank wajib
meminta tambahan informasi berkaitan dengan beneficial owner
berupa:
(1) Bagi beneficial owner perorangan:
(a) Informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur
penerimaan nasabah perorangan;
(b) Hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa
atau kewenangan bertindak sebagai perantara;
(c) Pernyataan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan
penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber
dana dari beneficial owner perorangan.
lxx
(2) Bagi beneficial owner perusahaan:
(a) Informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur
penerimaan nasabah perusahaan kecuali lebaga
pemerintah, lembaga internasional, dan perwakilan
nagara asing;
(b) Hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa
atau kewenangan bertindak sebagai perantara;
(c) Dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili
perusahaan;
(d) Dokumen identitas pemegamg saham pengendali
perusahaan;
(e) Bukti pemberian kuasa pada calon nasabah termasuk
pembukaan rekening;
(f) Pernyataan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan
penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber
dana dari beneficial owner perusahaan.
b) Perusahaan yang tidak tergolong usaha kecil
(1) Pengisian formulir standar sekurang-kurangnya memuat
informasi tentang:
(a) Status hukum dari usaha dimaksud yang dibuktikan
dengan akte pendirian dan anggaran dasar;
(b) Izin usaha atau izin lainnya dari instansi yang
berwenang yang dibuktikan antara lain dengan SIUP,
SITU;
(c) Nama, spesimen tanda tangan dan kuasa kepada
pihak-pihak yang ditunjuk bertindak untuk dan atas
nama perusahaan. Sedangkan kuasa untuk bertindak
atas nama perusahaan dibuktikan dengan surat kuasa
dari Direksi dan atau hasil RUPS;
(d) Alamat perusahaan, nomor telepon dan atau nomor
facsimile;
lxxi
(e) Negara asal, dalam hal perusahaan dimaksud
berbentuk badan hukum asing.
(2) Persetujuan oleh Pejabat Bank Tabungan Negara yang
berwenang termasuk pejabat khusus yang menangani
nasabah perusahaan yang dianggap mempunyai bidang
usaha resiko tinggi atau yang dimiliki oleh
penyelenggara negara.
(3) NPWP bagi nasabah yang diwajibkan untuk memiliki
NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila
pad saat mengajukan permohonan untuk menjadi
nasabah belum memiliki NPWP maka yang bersangkutan
dapat menyampaikanfotokopi permohonan NPWP.
Segera setelah nasabah memperoleh NPWP, bank wajib
meminta NPWP tersebut kepada nasabah.
(4) Dalam hal calon nasabah tidak wajib memiliki NWPW
maka calon nasabah wajib membuat pernyataan bahwa
yang bersangkutan merupakan pihak yang tidak wajib
memiliki NPWP.
(5) Laporan keuangan dari perusahaan atau deskripsi
kegiatan usah perusahaan. Deskripsi kegiatan usaha
perusahaan mencakup informasi mengenai bidang usaha,
profil pelanggan, alamat temnpat kegiatan usaha dan
nomor telepon perusahaan.
(6) Struktur manajemen perusahaan.
(7) Dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili
perusahaan, misalnya KTP, Paspor, atau SIM.
(8) Nama, spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-
pihak yang ditunjuk bertindak untuk dan atas nama
perusahaan dalam melakukan hubungan usaha dengan
bank. Sedangkan kuasa untuk bertindak atas nama
lxxii
perusahaan dibuktikan dengan surat kuasa dari Direksi
dan atau hasil RUPS;
(9) Keterangan mengenai sumber dan tujuan penggunaan
dana. Dalam hal ini calon nasabah dapat diminta mengisi
formulir pembukaan rekening atau transaksi yang antara
lain mencantumkan keterangan mengani sumber dana
dan tujuan penggunaan dana atau membuat surat
pernyataan.
(10) Petugas bank wajib meminta informasi kepada calon
nasabah mengenai hubungannya dengan pihak lain.
(11) Persyaratan dokumen tersebut di atas berlaku juga untuk
pembukaan joint account dan pembukaan rekening oleh
pihak lain yang bertindak sebagai perantara dan atau
kuasa pihak lain (beneficial owner).
Apabila calon nasabah perusahaan merupakan perantara
yang menerima kuasa dari beneficial owner maka petugas bank
wajib meminta tambahan informasi berkaitan dengan beneficial
owner berupa:
(1) Bagi beneficial owner perorangan:
(a) Informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur
penerimaan nasabah perorangan;
(b) Hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa
atau kewenangan bertindak sebagai perantara;
(c) Pernyataan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan
penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber
dana dari beneficial owner perorangan.
(2) Bagi beneficial owner perusahaan:
(a) Informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur
penerimaan nasabah perusahaan kecuali lebaga
lxxiii
pemerintah, lembaga internasional, dan perwakilan
nagara asing;
(b) Hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa
atau kewenangan bertindak sebagai perantara;
(c) Dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili
perusahaa;
(d) Dokumen identitas pemegamg saham pengendali
perusahaan;
(e) Bukti pemberian kuasa pada calon nasabah termasuk
pembukaan rekening;
(f) Pernyataan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan
penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber
dana dari beneficial owner perusahaan.
(3) Lembaga pemerintah, Lembaga Internasional dan
Perwakilan Negara Asing.
Pengisian formulir standar sekurang-kurangnya memuat
informasi tentang;
(a) Nama, spesimen tanda tangan yang harus dibuktikan
dengan identitas berupa KTP, paspor atau SIM.
(b) Surat penunjukan bagi pihak-pihak yang berwenang
mewakili lambaga dalam melakukan hubungan usaha
dengan baik.
(c) Apabila diperlukan, petugas bank dapat meminta data
lain berupa keterangan mengenai asal negara lembaga
dimaksud dan keterangan mengenai sumber dan tujuan
penggunaan dana.
(4) Bank.
Pengisian formulir standar sekurang-kurangnya memuat
informasi tentang;
(a) akte pendirian atau anggaran dasar bank atau
dokumen lain yang sejenis;
lxxiv
(b) izin usaha dari instansi yang berwenang atau
dokumen lain yang sejenins;
(c) Nama, spesimen tanda tangan dan kuasa kepada
pihak-pihak yang ditunjuk bertindak untuk dan atas
nama bank.
(d) Alamat Usaha.
(5) Badan Lainnya.
(a) Yang dimaksud dengan badan lainnyan misalnya
partai politik, lembaga swadaya masyarakat (LSM),
yayasan, atau organisasi lainnya.
(b) Pengisian formulir standar yang ditetapkan oleh
bank sekurang-kurangnya mencakup tentang:
(i) Izin usaha atau izin lainnya atau akte/dokumen
pendirian atau pengesahan dari instansi yang
berwenang;
(ii) Pihak yang ditunjuk bertindak untuk dan atas
nama partai atau organisasi dimaksud. Khusus
nama dan spesimen tanda tangan harus
dibuktikan dengan identiras KTP, SIM.
Sedangkan kuasa untuk bertindak atas nama
partai atau organisasi atau pengurus yang sah;
(iii)Alamat badan lain dimaksud;
(iv) Keterangan mengenai sumber dan tujuan
penggunaan dana;
(v) NPWP (bila ada).
(c) Apabila diperlukan, petugas bank dapat meminta
informasi lain berupa keterangan mengenai bidang
kegiatan, laporan keuangan, struktur manajemen dan
identitas pengurus yang berwenang memiliki badan
dimaksud.
lxxv
Setiap calon nasabah yang akan melakukan transaksi melalui BTN
harus mempunyai rekening di BTN. Jika calon nasabah tidak mempunyai
rekening di BTN, maka calon nasabah diwajibkan membuka rekening di
BTN terlebih dahulu. Hal ini merupakan kebijakan yang diberlakukan oleh
BTN. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan agar setiap orang atau
badan hukum yang akan menggunakan jasa BTN dapat diketahui
informasi datanya dengan benar dan lengkap.
Setiap calon nasabah yang akan membuka rekening dan atau
melakukan transaksi di BTN akan dikabulkan, namun apabila dalam
perjalanan dikemudian hari ternyata didapati bukti bahwa nasabah telah
melakukan transaksi tidak wajar atau mencurigakan, maka pihak BTN
dapat menutup rekening, penghentian dan atau pembatalan transaksi yang
akan dilakukan. Transaksi yang tidak wajar atau yang mencurigakan ini
akan dilaporkan ke Unit Kerja Penerapan Prinsip mengenal nasabah yang
terdapat di BTN Pusat untuk dilaporkan ke PPATK.
2. Prosedur Identifikasi dan Verifikasi
Bank Tabungan Negara melakukan identifikasi dan verifikasi
berdasarkan calon nasabah yang terdapat dalam Formulir Pembukaan
Rekening Nasabah. Prosedur identifikasi dan verifikasi ini diterapkan
terhadap nasabah perorangan maupun nasabah perusahaan. Baik nasabah
debitur maupun nasabah kreditur. Pihak bank dalam menyetujui nasabah
kredit juga mempertimbangkan beberapa ketentuan yang tercantum dalam
asas 5C yaitu Character, Capacity, Capital, Condition of Economic,
Collateral. Dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam
mengidentifikasi, calon nasabah perlu diteliti bagaimana Character apakah
calon nasabah kredit layak untuk menerima kredit. Karakter pemohon
kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi
nasabah dan bank-bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan
ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Prosedur identifikasi dan
verifikasi tersebut meliputi:
lxxvi
a. Nasabah Perorangan
1) Bank meneliti kebenaran dokumen dan mengidentifikasi adanya
kemungkinan hal-hal yang tidak wajar atau mencurigakan.
Tindakan penelitian dan identifikasi ini biasanya dilakukan pada
tahap “proses” dan “diperiksa”. Apabila dokumen calon nasabah
lolos dalam kedua tahp ini, maka dokumen akan disetujui dan
selanjutnya rekening dapat dibuka dan atau transaksi dilakukan.
2) Bank menatatausahakan fotokopi dokumen setelah dilakukan
pencocokan dengan dokumen asli yang sah.
Dokumen yang sudah cocok tersebut oleh pihak bank disimpan
sebagai data bank.
3) Bank melakukan pertemuan dengan calon nasabah sebelum
pembukaan rekening tersebut disetujui bagi calon nasabah yang
menggunakan media elektronis, telepon dan surat-menyurat.
Pertemuan bank dengan calon nasabah biasanya dilakukan melalui
petugas khusus atau pihak yang lain mewakili bank menyakinkan
identitas calon nasabah dan menilai kewajaran informasi yang
diberikan oleh calon nasabah.
4) Bank melakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya
konsistensi dari berbagai informasi yang disampaikan oleh calon
nasabah.
BTN mempunyai petugas khusus yang bertugas untuk melakukan
pengecekan silang. Bagi Nasabah dari Warga Negara Asing
pengecekan silang selalu diterapkan dengan mendatangi tempat
tinggal dan tempat kerja calon nasabah guna mendapatkan informasi
yang akurat (Hasil wawancara dengan Sri Haryanti, 17 Maret 2008:
Bagian Customer Service BTN Cabang Surakarta).
5) Bank melakukan verifikasi yang lebih ketat terhadap calon nasabah
yang berasal dari negara yang diklasifikasikan sebagai high risk
countries atau negara yang belum/tidak menerapkan ketentuan
Prinsip Mengenal Nasabah.
lxxvii
Sampai saat ini BTN belum pernah menerima calon nasabah yang
berasal dari high risk countries atau negara yang belum/tidak
menerapkan ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah. Namun BTN
tetap melakukan verifikasi yang ketat kepada setiap nasabah yang
berasal dari luar negeri.
6) Bank melakukan verifikasi yang lebih ketat terhadap calon nasabah
high risk business yaitu buidang usaha ynag potensial digunakan
sebagai sarana pencucian uang.
7) Bank melakukan verifikasi yang lebih ketat terhadap calon nasabah
yang dianggap mempunyai resiko tinggi termasuk penyelenggara
negara.
Yang dimaksud dengan Penyelenggara negara disini adalah orang-
orang atau pejabat-pejabat negara yang menjalankan fungsi
legislatif, eksekutif, atau yuidikatif dan pejabat lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat
calon nasabah dari Penyelenggara Negara yang mempunyai resiko
tinggi. Penyelenggara Negara dapat saja dicurigai telah melakukan
tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi memang sangat dekat
dengan para penyelenggara negara. Penyelenggara nagara ini
dimungkinkan akan melakukan tindak pencucian uang (money
laundering) atas uang hasil kejahatan, yaitu tindak pidana korupsi.
b. Nasabah Perusahaan
1) Bank meneliti kebenaran dokumen dan mengidentifikasi adanya
kemungkinan hal-hal yang tidak wajar.
Setiap calon nasabah perusahaan diwajibkan untuk mengisi
Formulir Pembukaan Rekening Nasabah Lembaga. Di dalam
formulir tersebut terdapat kolom akta pendirian perusahaan dan
legalitas usaha. Kolom ini benar-benar diteliti kebenarannya apakah
perusahaan itu benar-benar ada atau hanya fiktif belaka.
Dimungkinkan pelaku tindak pidana akan melakukan pencucian
lxxviii
uang atas uang hasil kejahatannya pada bank dengan menggunakan
perusahaan fiktif yang didirikannya. Hal ini dilakukan oleh para
pelaku tindak pidana dengan tujuan kalau ia menyetor uang dalam
jumlah yang besar tidak akan dicurigai. Bank juga akan meneliti dan
mengidentifikasikan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan.
Ketidakwajaran akan ditemui, apabila sumber dana yang ada tidak
seimbang dengan jumlah penyetoran yang dilakukan. Selain hal-hal
tersebut diatas penggunaan dana juga akan diteliti kebenarannya.
2) Bank menatausahakan fotokopi dokumen setelah dilakukan
pencocokan dengan dokumen asli yang sah.
3) Bank melakukan pertemuan dengan calon nasabah sebelum
pembukaan rekening tersebut disetujui bagi calon nasabah yang
menggunakan media elektronis, telepon, dan surat-menyurat.
Pertemuan bank dengan calon nasabah dilakukan melalui petugas
khusus. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk menyakinkan
identitas calon nasabah dan menilai kewajaran informasi yang
diberikan oleh calon nasabah.
4) Bank melakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya
konsistensi dari berbagai informasi yang disampaikan oleh calon
nasabah.
5) Bank melakukan verifikasi yang lebih ketat terhadap calon nasabah
yang berasal dari negara yang diklasifikasikan sebagai higi risk
countries atau negara yang belum/tidak menerapkan ketentuan
Prinsip Mengenal Nasabah.
6) Bank melakukan verifikasi yang lebih ketat terhadap calon nasabah
high risk business yaitu bidang usaha yang potensial digunakan
sebagai sarana pencucian uang.
7) Bank melakukan verifikasi yang lebih ketat terhadap calon nasabah
yang dianggap mempunyai resiko tinggi.
Calon nasabah perusahaan yang dianggap mempunyai resiko tinggi
ini misalnya sheel company dan trust company.
lxxix
8) Bank mempertimbangkan kewajaran informasi berkaitan dengan
bidang usaha perusahaan, laporan keuangan, deskripsi kegiatan
usaha, profil transaksi, omset usaha, dan lokasi perusahaan.
Jika dari informasi-informasi yang didapat dari calon nasabah
ternyata ditemukan ketidakwajaran, maka bank akan mencurigai
perusahaan tersebut melakukan transaksi yang tidak wajar atau
mencurigakan.
3. Prosedur Persetujuan penerimaan calon nasabah
a. Persetujuan pembukaan rekening dilakukan oleh wakil setelah
meyakinkan kebenaran identitas dan kelengkapan dokumen calon
nasabah.
b. Persetujuan terhadap penerimaan calon nasabah yang tergolong dalam
high risk countries, high risk business,dan high risk customer
diberikan oleh pejabat BTN yang memiliki kewenangan satu tingkat
lebih tinggi dari pejabat yang berwenang dalam memberikan
persetujuan penerimaan non high risk customer.
4. Pemantauan Rekening dan Transaksi Nasabah.
Dalam proses dokumentasi profil nasabah, pemantauan dan
pelaporan transaksi nasabah dilakukan sesuai dengan PBI No.
5/21/PBI/2003.
a. Prosedur Pemantauan dan Pelaporan
1) Prosedur Dokumentasi Profil Nasabah
a) Data base profil nasabah mencakup sekurang-kurangnya data
identitas, pekerjaan/bidang usaha, jumlah penghasilan, rekening
yang dimiliki, aktivitas transaksi normal dan tujuan pembukaan
rekening.
b) Penyimpanan data dilakukan dengan menggunakan media
penyimpanan data sesuai dengan kebutuhan bank dan dapat
diakses setiap saat oleh unit kerja terkait.
lxxx
c) Data base tersebut wajib dikinikan bila terdapat informasi baru
mengenai data nasabah. Pengkinian tersebut dimaaksudkan
untuk membantu melakukan analisis dan penelusuran transaksi
secara individual untuk keperluan intern bank dan Bank
Indonesia.
d) Bank Tabungan Negara memelihara dokumen/data yang terkait
dengan identitas nasabah sekurang-kurangnya selama 5 (lima)
tahun sejak penutupan rekening nasabah.
2) Prosedur Pemantauan Rekening dan Identifikasi Transaksi
a) BTN Cabang Surakarta membuat sistem pemantauan yang dapat
dilakukan baik secara manual ataupun otomatis agar petugas
bank dapat mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan.
Sistem pemantauan secara manual dilakukan dengan adanya
data-data nasabah yang ditatausahakan secara baik dan teratur
oleh pihak bank dan secara berkala petugas bank akan
mendatangi nasabah. Data-data tersebut dapat dipantau setiap
saat pada waktu dibutuhkan, sedangkan sistem pemantauan
secara otomatis dapat dilakukan dengan menggunakan layanan
jasa internet yang tersedia.
b) Dalam melakukan tugas operasional sehari-hari, setiap petugas
BTN wajib melakukan pemantauan dan pelaporan kegiatan yang
mencurigakan untuk dievaluasi lebih lanjut.
c) Pimpinan unit kerja atau petugas yang ditunjuk bertanggung
jawab untuk menangani nasabah yang dianggap mempunyai
resiko tinggi, termasuk penyelenggara negara dan atau transaksi-
transaksi yang dapat diktegorikan sebagai transaksi keuangan
mencurigakan, mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Pemantauan rekening
Meliputi pemantauan terhadap mutasi rekening secara
periodik untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya
mutasi yang tidak sesuai dengan profil nasabah. Khusus
lxxxi
terhadap rekening nasabah yang mempunyai resiko tinggi
diperlukan pemantauan yang lebih intensif.
2) Pemantauan transaksi
Meliputi pemantauan terhadap setiap transaksi baik tunai
maupun non tunai pada saat transaksi tersebut dilakukan,
untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya transaksi yang
tidak sesuai dengan profil nasabah.
3) Pemantauan transaksi untuk walk-in customer
Meliputi pemantauan terhadap transaksi yang dilakukan
oleh walk-in customer dengan nilai lebih dari Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per transaksi atau
setara dengan itu untuk mengidentifikasi kemungkinan
adanya transaksi yang mencurigakan.
Walk-in customer adalah nasabah yang menggunakan jasa
suatu bank tanpa memiliki rekening di bank tersebut.
Namun pihak BTN tidak melakukan pemantauan ini karena
setiap calon nasabah yang akan melakukan transaksi
melalui BTN wajib mempunyai rekening agar apabila
dikemudian hari diketemukan ketidakwajaran sehingga
bank dapat melakukan pelacakan dengan melalui data-data
yang ada.
d) Evaluasi hasil pemantauan rekening dan transaksi
1) Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta melakukan
evaluasi terhadap hasil pemantauan rekening transaksi
nasabah untuk memastikan ada tidaknya transaksi
mencurigakan yang tidak dapat dijelaskan oleh nasabah
secara menyakinkan serta melaporkan temuan tersebut
kepada PPATK melalui UKPN di Kantor BTN Pusat.
2) Dalam rangka memastikan transaksi yang mencurigakan,
UKPN atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan analisis
lxxxii
terhadap berbagai laporan berkala yang dibuat oleh unit
kerja pelapor.
e) Tindak lanjut pemantauan rekening dan transaksi keuangan
nasabah
Bank Tabungan Negara melaporkan transaksi keuangan nasabah
yang mencurigakan secara kasus per kasus paling lambat 3 (tiga)
hari setelah transaksi dimaksud diketahui sebagai transaksi yang
mencurigakan (suspicious transaction) dengan mekanisme
sebagai berikut:
(1)Unit kerja BTN harus melaporkan transaksi yang
mencurigakan ke UKPN BTN paling lambat 1 (satu) hari
kerja setelah transaksi dimaksud diketahui sebagai transaksi
yang mencurigakan (suspicious transaction).
(2) KPN BTN harus menganalisa laporan transaksi keuangan
mencurigakan dari unit kerja pelapor dan melaporkannya ke
PPATK paling lambat 2(dua) hari kerja berikutnya.
f) Dokumentasi hasil pemantauan evaluasi rekening dan transaksi
BTN wajib menatausahakan hasil pemantauan dan evaluasi
rekening dan transaksi nasabah, baik yang dilaporkan maupun
yang tidak dilaporkan kepada PPATK.
3) Prosedur identifikasi transaksi yang mencurigakan
a) Suatu transaksi dikategorikan mencurigakan (suspicious
transaction) apabila sekurang-kurangnya memenuhi salah satu
unsur sebagai berikut:
(1) Transaksi keuangan tersebut menyimpang dari profil,
karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang
bersangkutan.
(2) Transaksi keuangan oleh nasabah patut diduga dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang
bersangkutan yang wajib dilakukan oleh bank sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
lxxxiii
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, atau
(3) Transaksi keuangan dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil
tindak pidana.
Dengan demikian faktor utama untuk menentukan transaksi
yang mencurigakan adalah dengan menilai kewajaran dan
kelaziman transaksi yang dilakukan nasabah.
b) BTN mendokumentasikan dan melakukan pengkinian jenis,
indikator (red flagh) dan contoh dari transaksi keuangan
mencurigakan yang mungkin timbul di masing-masing unit
kerja.
c) Prosedur identifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan
dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan PPATK yang
berlaku.
(1) BTN Cabang Surakarta akan melaporkan transaksi keuangan
yang mencurigakan baik untuk kepentingan internal maupun
untuk kepentingan pelapor kepada Bank Indonesia.
(2) Tindakan pelaporan dilakukan dengan menggunakan lporan
yang dibuat oleh Unit Kerja Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah (UKPN).
(3) Penyusunan pelaporan transaksi keuangan yang
mencurigakan akan dilaporkan oleh UKPN dan disampaikan
kepada Bank Indonesia oleh Direktur Kepatuhan BTN.
(4) BTN melakukan pelaporan transaksi yang mencurigakan
kepada Bank Indonesia menggunakan format sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/21/PBI/2003 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah.
lxxxiv
D. Kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan prinsip mengenal
nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta dan solusi-solusi
yang telah dilakukan.
Meskipun Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/23/PBI/2001 Juncto
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang penerapan prinsip
mengenal nasabah (Know Your Customer Principles), sudah mulai disahkan
dan dilaksanakan sejak tahun 2003, akan tetapi sampai sekarang dalam
implementasinya masih saja banyak mengalami kendala-kendala baik itu
dalam pihak BTN sendiri ataupun dari nasabah bank tersebut. Beberapa solusi
yang telah dilakukan oleh BTN Cabang Surakarta mengalami beberapa
kendala. Untuk mengatasi kendala-kendala dalam melaksanakan prinsip
mengenal nasabah (Know Your Customer Principles):
1. Tidak lengkapnya pengisian data oleh nasabah yang tertuang dalam
formulir.
Dalam praktek di lapangan, pihak Bank Tabungan Negara Cabang
Surakarta menemui beberapa calon nasabah yang tidak tahu menahu
mengenai prinsip mengenal nasabah. Sebagaian besar masyarakat tidak
mengetahui adanya peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia termasuk peraturan-peraturan Bank Indonesia yang
diberlakukan bagi dunia perbankan. Padahal prinsip mengenal nasabah
salah satu produk peraturan di bidang perbankan.
Ketidaktahuan masyarakat mengenai prinsip mengenal nasabah
(know your customer principles) ini mengakibatkan calon nasabah
menolak atau tidak mau mengisi data yang tercantum di Formulir
Pembukaan Rekening Nasabah yang diajukan oleh petugas Bank
Tabungan Negara.
Untuk mengatasi kendala tersebut pihak BTN Cabang Surakarta
memberikan petunjuk maupun tuntunan yang lebih kepada para nasabah
dalam melakukan pengisian formulir Pembukaan Rekening maupun
formulir transaksi yang dilakukan.
lxxxv
Bank Indonesia selaku bank pembina telah mengeluarkan
peraturan-peraturan. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia
sebagaian besar mengatur urusan intern bank yang dibina saja tanpa
melibatkan nasabah bank. Namun Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/23/PBI/2001 Juncto Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003
tentang penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer
Principles) ini merupakan peraturan Bank Indonesia yang melibatkan
nasabah.
Nasabah dalam Bank Tabungan Negara Meliputi Nasabah
perorangan dan nasabah lembaga. Banyak nasabah dari lembaga yang
berbadan hukum dapat memahami atau mengetahui hukum yang berlaku.
Tetapi tidak semua nasabah perorangan termasuk golongan orang-orang
yang tahu hukum, beberapa diantara mereka masih buta akan hukum
apalagi hukum yang ada di bidang perbankan. Prinsip mengenal nasabah
(Know Your Customer Principles) ini merupakan salah satu produk
hukum perbankan.
Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) ini
diwujudkan dalam bentuk formulir data nasabah yang wajib diisi oleh
setiap calon nasabah baik nasabah perorangan maupun nasabah lembaga.
BTN Cabang Surakarta dalam membuat Formulir Pembukaan Rekening
Nasabah telah merujuk ketentuan yang ada dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 3/23/PBI/2001 tentang penerapan prinsip mengenal
nasabah. Namun sebagian besar nasabah perorangan yang tidak tahu-
menahu tentang prinsip mengenal nasabah ini, biasanya akan menolak atau
tidak mengisi formulir data nasabah yang diberikan pihak bank dengan
lengkap. Penolakan tersebut dikarenakan calon nasabah tidak tahu-menahu
mengenai prinsip mengenal nasabah. Padahal pada asasnya hukum yang
sudah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia berlaku
untuk semua warga negara Indonesia tanpa memperdulikan mereka tahu
atau tidak mengenai peraturan tersebut. Meskipun Prinsip mengenal
nasabah (Know Your Customer Principles) ini sudah diundangkan dalam
lxxxvi
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 111 DPNP,
akan tetapi sebagian besar dari calon nasabah tidak mengerti mengapa
mereka diwajibkan untuk mengisi formulir data nasabah sebagai wujud
pemberlakuan Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer
Principles). Mereka juga tidak memahami fungsi dari pengisian formulir
data nasabah tersebut. Penolakan ini biasanya terjadi pada saat calon
nasabah akan membuka rekening suatu bank, karena pada saat itulah calon
nasabah akan diberi formulir pembukaan rekening yang wajib diisi oleh
calon nasabah.
Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) ini
merupakan Peraturan Bank Indonesia yang tidak tergolong baru, karena
peraturan ini sudah berlaku sejak tanggal 18 Juni 2001 yaitu Peraturan
Bank Indonesia Nomor 3/23/PBI/2001 dan untuk menyesuaikan Undang-
Undang tindak pidana Pencucian Uang maka pada tanggal 17 Oktober
2003 peraturan tersebut telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/21/PBI/2003. Namun masih banyak nasabah yang tidak tahu-
menahu mengenai peraturan ini. Hal ini adalah salah satu kendala yang
dihadapi oleh pihak BTN. Setiap kendala yang muncul dapat dicarikan
solusinya. Dalam hal ini solusi yang telah dilakukan oleh BTN Cabang
Surakarta, yaitu pihak bank menunjuk satu petugas untuk memberikan
sosialisasi mengenai Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer
Principles) kepada calon nasabah. Di BTN yang diberi kewenangan untuk
menerapkan prinsip ini adalah di bagian Customer Service. Sosialisasi
yang dilakukan oleh Customer Service ini dimaksudkan supaya calon
nasabah mengerti dan memahami Prinsip mengenal nasabah (Know Your
Customer Principles) tersebut.
Solusi yang telah dilakukan BTN sudah baik, akan tetapi solusi
tersebut akan lebih efektif jika nasabahnya sadar akan pentingnya mengisi
Formulir Pembukaan Rekening dengan lengkap.
lxxxvii
2. Tersinggungnya nasabah ketika ditanya kebenaran data oleh petugas.
Ada beberapa calon nasabah yang dengan sengaja tidak mengisi
Formulir Pembukaan Rekening Nasabah dengan sebenar-benarnya dengan
alasan bahwa data-data tersebut merupakan rahasia pribadi calon nasabah.
Data-data yang biasanya dianggap rahasia oleh calon nasabah yaitu, data
mengenai penghasilan, tujuan penggunaan dana, dan sumber dana.
Untuk mengatasi kendala tersebut pihak Bank Tabungan Negara
Cabang Surakarta lebih berhati-hati dan lebih sopan dalam menanyakan
kebenaran data kepada nasabah supaya nasabah tidak tersinggung. Pada
dasarnya banyak orang yang tidak mau jika rahasianya diketahui oleh
pihak lain. Begitu pun dengan nasabah yang diberi kewajiban untuk
mengisi data dengan sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya. Banyak
nasabah yang tidak mengisi atau tidak lengkapnya mengisi Formulir
Pembukaan Rekening Nasabah karena merasa keberatan, meskipun ada
jaminan rahasianya akan dijaga dengan sebaik-baiknya oleh pihak bank.
Data setiap calon nasabah yang dianggap sebagai data rahasia,
yaitu informasi mengenai besarnya gaji di tiap bulannya, tujuan
penggunaan dana, sumber dana. Calon nasabah biasanya keberatan untuk
mengisi informasi-informasi tersebut. BTN Cabang Surakarta mempunyai
kebijakan bahwa setiap calon nasabah yang tidak mengisi Formulir
Pembukaan Rekening Nasabah dengan sebenar-benarnya dan selengkap-
lengkapnya maka, calon nasabah tersebut tidak akan dibukakan rekening
atau transaksi tidak akan dijalankan. Namun disatu sisi calon nasabah
mempunyai kebutuhan untuk dibukakan rekening atau dijalankannya
transaksi dan di sisi lain calon nasabah harus menjaga kerahasiaan data
pribadinya. Oleh karena tuntutan kebutuhan inilah, mau tidak mau calon
nasabah harus mengisi Formulir Pembukaan Rekening yang diajukan oleh
pihak bank.
Untuk mengatasi kendala ini, pihak BTN Cabang Surakarta telah
melakukan solusi cukup strategis untuk mengatasinya. Solusi untuk
mengatasi kendala tersebut antara lain:
lxxxviii
a. Petugas bank yaitu dibagian Customer Service lebih berhati-hati dan
lebih sopan dalam menanyakan kebenaran data nasabah supaya tidak
tersinggung. Petugas bank tersebut menjelaskan arti pentingnya data-
data yang diisikan dalam Formulir Pembukaan Rekening Nasabah.
b. Petugas bank tidak akan membukakan rekening bagi calon nasabah
yang tidak mengisi data-data yang sebenar-benarnya.
3. Belum maksimalnya kinerja Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta
dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah karena nasabah masih sulit
untuk mengisi formulir pembukaan rekening maupun formulir transaksi
yang akan dilakukan.
Untuk mengatasi kendala tersebut BTN Cabang Surakarta
memberikan sanksi tegas terhadap kurang disiplinnya kinerja karyawan
bank yang tidak menjalankan kewajibannya secara maksimal dalam
menerapkan prinsip mengenal nasabah.
Kendala ini timbul karena adanya tambahan pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh petugas bank. Tambahan tugas tersebut yaitu bahwa
setiap transaksi yang terjadi pada hari itu harus dilaporkan ke BTN Pusat
pada hari itu juga. Untuk mengatasi kendala tersebut, BTN Cabang
Surakarta telah melakukan tindakan:
a. Karyawan berusaha menyelesaikan menyelesaikan tugas dengan tidak
menunda-nunda pekerjaan yang ada.
b. Memberikan sanksi tegas terhadap kurang disiplinnya kinerja
karsyawan bank yang tidak menjalankan kewajibannya secara
maksimal dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah.
Solusi yang telah diambil oleh BTN Cabang Surakarta sudah
memadai untuk mengatasi kendala dalam bidang administrasi. Namun
penyelesaian terhadap kendala ini akan lebih maksimal, apabila ditambah
dengan beberapa solusi lagi yang berupa: Mengadakan pelatihan unutk
meningkatkan profesionalitas sumber daya manusia.
lxxxix
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana
diuraikan dalam bab terdahulu maka dapat disimpulkan:
1. Perbankan Indonesia sebagai pemegang jasa dalam bidang keuangan
menjadi sorotan sebagai tempat pencucian uang bagi pengusaha-
pengusaha nakal yang ingin mencuci uangnya karena lemahnya perangkat
peraturan yang ada. Upaya yang dilakukan dalam mencegah terjadinya
pencucian uang dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan dalam pelaksanaannya
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang
Prinsip Mengenal Nasabah. Penerapan prinsip mengenal nasabah di Bank
Tabungan Negara Cabang Surakarta didasarkan pada Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 terbukti dengan dikeluarkannya Formulir
Pembukaan Rekening Nasabah baik nasabah perorangan maupun untuk
nasabah lembaga, yang bertujuan untuk mengidentifikasi calon nasabah.
2. Penerapan Prinsip mengenal nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang
Surakarta didasarkan atau telah sesuai pada kebijakan dan prosedur yang
terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003
tentang penerapan prinsip mengenal nasabah, terbukti dengan
dikeluarkannya Formulir Pembukaan Rekening Nasabah baik untuk
nasabah perorangan ataupun untuk nasabah lembaga yang bertujuan untuk
mengidentifikasi calon nasabah.
3. Terdapat tiga kendala terkait dengan penerapan prinsip mengenal nasabah
di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta, yaitu:
a. Tidak lengkapnya pengisian data oleh nasabah yang tertuang dalam
formulir.
b. Tersinggungnya nasabah ketika ditanya kebenaran data oleh petugas.
xc
c. Belum maksimalnya kinerja Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta
dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah.
Sebagai solusi dari kendala-kendala tersebut adalah Bank Tabungan
Negara Cabang Surakarta memberikan petunjuk teknis dengan
meningkatkan pelatihan yang bertujuan agar kinerja karyawan lebih
produktif dengan tingkat kehati-hatian yang maksimal serta memberikan
sanksi kepada setiap karyawan yang tidak disiplin.
B. Saran
Berdasarkan atas uraian dan deskripsi yang telah dijabarkan di atas, yaitu
mengenai implementasi Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003
tentang penerapan prinsip mengenal nasabah di Bank Tabungan Negara
Cabang Surakarta, maka saran yang bisa diberikan penulis dalam hal ini,
antara lain:
1. Perlu dilakukan sosialisasi tentang penerapan prinsip mengenal nasabah
baik dikalangan karyawan bank sendiri maupun nasabah dengan tujuan
agar mereka memahami dengan benar serta menerapkannya secara baik.
2. Memberikan pelatihan dan pendidikan yang intensif bagi karyawan bank,
agar mereka benar-benar mampu, menguasai serta menerapkan prinsip
mengenal nasabah sesuai yang diharapkan.
xci
DAFTAR PUSTAKA
Munir Fuady. 2003. Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu. Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti.
Munir Fuady. 2001. Hukum Perbankan Modern Buku Kedua. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti.
Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Suseno, Piter Abdullah. 2003. Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia.
Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia.
____________. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah
Pengantar. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
Bank Indonesia.
Try Widiyono. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di
Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia.
Widjanarto. 1994. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta :
Pusaka Utama Grafiti.
Abdulkadir Muhammad. 2000. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Chatamarrasjid. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta. Prenada
Media Group.
HB Sutopo, 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif (dasar-dasar Praktis dan
Teoritis). Surakarta : Pusat Penelitian Surakarta.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).
xcii
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/25/PBI/2001 Tentang Perubahan Atas PBI
Nomor 3/10/PBI/2001.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 Tentang Perubahan Kedua Atas
PBI Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah (Know Your Customer Principles).
Edy Junaedi. http://www.btn.co.id/properti_artikel.asp (12 Desember 2007 pukul
13.01).
top related