indikatoraktivitas ekonomi terpilih& asesmen subsektor ekonomi … · perkembangan indikator...
Post on 05-Jul-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
1
he
Secara tahunan, seluruh indikator aktivitas ekonomi non migas
meningkat, sementara mayoritas indikator migas dan ekspor
menunjukkan penurunan.
Memasuki bulan pertama di triwulan IV-2011, sebagian besar aktivitas
ekonomi meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dengan
peningkatan tertinggi berasal dari indikator ekspor makanan olahan.
Secara kumulatif s.d Oktober 2011, sebagian besar indikator aktivitas
ekonomi tercatat mengalami perkembangan yang positif dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, asesmen sektor konstruksi menunjukkan peran sektor
tersebut dalam perekonomian domestik dalam 10 tahun terakhir meski
meningkat namun masih rendah. Rata-rata share terhadap PDB hanya
mencapai 7,55% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,97% per tahun
dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar
0,41%.
Pertumbuhan Beberapa Indikator Ekonomi:
Tahunan
Secara tahunan (yoy), seluruh indikator aktivitas ekonomi non migas meningkat, sementara mayoritas
indikator migas dan ekspor utama menunjukkan penurunan. Seluruh indikator aktivitas ekonomi non
migas yang dipantau mengalami pertumbuhan positif dengan peningkatan tertinggi terjadi pada penjualan
kendaraan niaga (44,91%) diikuti oleh produksi kendaraan niaga (42,45%) dan penjualan kendaraan non
niaga (17,14%). Sejalan dengan peningkatan penjualan dan produksi kendaraan, penjualan listrik ke
industri juga tumbuh tinggi (25,64%). Disisi lain, indikator konstruksi yaitu konsumsi semen pada periode ini
juga tercatat meningkat sebesar 21,81% (yoy). Sebaliknya indikator-indikator pada kelompok migas dan
ekspor utama lebih banyak menurun. Penurunan terbesar untuk indikator migas berasal dari penjualan
minyak diesel (-15,65%). Sementara itu, ekspor biji termbaga tercatat sebagai indikator ekspor dengan
penuranan yang paling dalam yaitu 69,17%.
Grafik 1.
Pertumbuhan Tahunan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
-80
-40
0
40
80
120
Produksi M
inyak M
entah
Produksi K
ondensat
Penju
ala
n M
inyak D
iesel
Konsum
si Sem
en
Produksi K
endaraan N
on N
iaga
Penju
ala
n K
endaraan N
on N
iaga
Produksi K
endaraan N
iaga
Penju
ala
n K
endaraan N
iaga
Produksi Sepeda M
otor
Penju
ala
n S
epeda M
otor
Penju
ala
n L
istrik
ke Industri
Penju
ala
n L
istrik
ke B
isnis
/ Perdagangan
Penju
ala
n L
istrik
ke R
um
ah T
angga
Penju
ala
n L
istrik
Total
Kunju
ngan W
ism
an
Tin
gkat H
unia
n H
otel
Berbin
tang di
Jakarta
Tin
gkat H
unia
n H
otel
Berbin
tang di
Bali
Batubara
Biji Tem
baga
Barang d
ari Logam
Tid
ak M
ulia
Makanan O
lahan
Min
yak N
abati
Tekstil d
an P
roduk Tekstil
Kayu L
apis
Kayu G
ergajian
Bahan K
ertas d
an K
ertas
Karet O
lahan
Besi &
Baja
Ala
t A
ngkutan dan Bagia
nnya
Perala
tan L
istrik
Oktober 2011 Oktober 2010 s.d Oktober 2011 (rata-rata)
(%, yoy)
Migas Non Migas Ekspor Utama
INDIKATORAKTIVITAS EKONOMI TERPILIH& ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI
Metodologi
Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) merupakan laporan perkembangan beberapa indikator ekonomi serta analisis mengenai perkembangan subsektor
ekonomi terpilih. Pada laporan ini fokus analisis mengenai subsektor konstruksi. Data dan informasi diperoleh dari sektor riil baik dari Bank Indonesia maupun pihak
eksternal, diantaranya Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi
Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) serta instansi/Departemen terkait lainnya.
Oktober 2011
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
2
Secara rata-rata selama Oktober 2010 s.d Oktober 2011, sebagian besar indikator meningkat dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan dan produksi kendaraan niaga tercatat tumbuh lebih
tinggi dari indikator lainnya yaitu masing-masing 39,66% dan 38,33%. Sebaliknya, terdapat enam indikator
yang turun secara rata-rata dalam kurun waktu tersebut dengan dua indikator yang turun paling dalam
adalah ekspor biji tembaga (-22,84%) dan produksi kondensat (-7,54%).
Dengan membandingkan pertumbuhan pada Oktober 2011 dengan rata-rata pertumbuhan selama Oktober
2010 s.d Oktober 2011, jumlah indikator yang memiliki kinerja positif dan berada diatas rata-ratanya hanya
sebanyak sepuluh indikator (Grafik 1).
Bulanan
Memasuki bulan pertama di triwulan IV-2011, sebagian besar aktivitas ekonomi meningkat
dibandingkan periode sebelumnya. Pada Oktober 2011, sebanyak 76,7% indikator terpantau mengalami
pertumbuhan positif secara bulanan (mtm) lebih banyak dari 56,7% indikator pada bulan sebelumnya.
Peningkatan terbesar terutama terjadi pada ekspor makanan olahan (66,07%), diikuti oleh konsumsi semen
(21,48%), ekspor kayu gergajian (19,62%), penjualan dan produksi kendaraan niaga masing-masing
meningkat sebesar 19,30% dan 18,12%. Meskipun sebagian besar indikator meningkat, terdapat 23,3%
indikator yang tumbuh negatif pada Oktober 2011 (mtm). Tiga diantaranya dengan pertumbuhan paling
rendah adalah ekspor biji tembaga (-78,09%), ekspor besi & baja (-26,51%) dan ekspor bahan kertas &
kertas (-12,62%).
Selama periode Oktober 2010 s.d Oktober 2011, hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi tumbuh positif.
Rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada ekspor minyak nabati (14,18%), diikuti oleh ekspor makanan
olahan (12,44%), produksi kendaraan niaga (7,52%) dan penjualan kendaraan niaga (7,06%). Sementara
itu, hanya dua indikator yang tercatat turun dalam kurun waktu tersebut yaitu ekspor bahan kertas & kertas
(-0,35%) dan produksi kondensat (-0,33%).
Sebagian besar indikator aktivitas ekonomi pada bulan Oktober 2011 memiliki kinerja diatas rata-rata
selama Oktober 2010 s.d Oktober 2011 terutama pada ekspor makanan olahan. Namun demikian sebagian
indikator lainnya memiliki kinerja dibawah rata-ratanya bahkan untuk indikator ekspor biji tembaga berada
jauh dibawah rata-ratanya (Grafik 2).
Grafik 2.
Pertumbuhan Bulanan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
Kumulatif
Secara kumulatif s.d Oktober 2011, sebagian besar indikator aktivitas ekonomi terlihat mengalami
perkembangan yang positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan paling
tinggi berasal dari ekspor makanan olahan (36,64%) dan sebaliknya pertumbuhan terendah berasal dari
indikator ekspor biji tembaga (-32,93%).
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Produksi M
inyak M
entah
Produksi K
ondensat
Penju
ala
n M
inyak D
iesel
Konsum
si Sem
en
Produksi K
endaraan N
on N
iaga
Penju
ala
n K
endaraan N
on N
iaga
Produksi K
endaraan N
iaga
Penju
ala
n K
endaraan N
iaga
Produksi Sepeda M
otor
Penju
ala
n S
epeda M
otor
Penju
ala
n L
istrik
ke Industri
Penju
ala
n L
istrik
ke B
isnis
/ Perdagangan
Penju
ala
n L
istrik
ke R
um
ah T
angga
Penju
ala
n L
istrik
Total
Kunju
ngan W
ism
an
Tin
gkat H
unia
n H
otel
Berbin
tang di
Jakarta
Tin
gkat H
unia
n H
otel
Berbin
tang di
Bali
Batubara
Biji Tem
baga
Barang d
ari Logam
Tid
ak M
ulia
Makanan O
lahan
Min
yak N
abati
Tekstil d
an P
roduk Tekstil
Kayu L
apis
Kayu G
ergajian
Bahan K
ertas d
an K
ertas
Karet O
lahan
Besi &
Baja
Ala
t A
ngkutan dan Bagia
nnya
Perala
tan L
istrik
Oktober 2011 Oktober 2010 s.d Oktober 2011 (rata-rata)
(%, mtm)
Migas Non Migas Ekspor Utama
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
3
Tabel 1
Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
Sumber data : Bank Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero),
Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).
Keterangan :
Satuan Des Mei Jun Jul Agt* Sep* Okt*
yoy mtm ytd1)
Migas
- Produksi Minyak Mentah ribu barel 24.570 24.716 23.640 24.731 24.786 23.945 24.542 1,44 2,49 -4,17
- Produksi Kondensat ribu barel 3.678 3.335 3.111 3.241 3.455 3.300 3.346 -7,21 1,41 -9,08
- Penjualan Minyak Diesel kiloliter 12.769 16.034 8.813 12.121 16.246 8.967 8.701 -15,65 -2,97 -2,88
Non Migas
- Konsumsi Semen ribu ton 3.907 4.083 4.101 4.378 3.603 3.843 4.668 21,81 21,48 16,93
- Produksi Kendaraan Non Niaga unit 45.391 34.984 44.236 55.651 47.967 54.628 54.676 15,11 0,09 17,01
- Penjualan Kendaraan Non Niaga unit 49.647 39.783 48.103 59.637 50.795 56.032 58.104 17,14 3,70 14,43
- Produksi Kendaraan Niaga unit 16.152 19.350 20.153 27.552 20.706 22.405 26.464 42,45 18,12 28,86
- Penjualan Kendaraan Niaga unit 18.458 19.488 20.212 27.464 20.377 21.753 25.951 44,91 19,30 30,85
- Produksi Sepeda Motor ribu unit 513 698 646 722 672 713 725 5,05 1,68 11,13
- Penjualan Sepeda Motor ribu unit 517 709 661 740 681 724 718 2,75 -0,88 11,43
- Penjualan Listrik ke Industri juta KWH 4.361 4.557 4.760 4.636 4.796 4.241 4.469 25,64 5,38 7,40
- Penjualan Listrik ke Bisnis/ Perdagangan juta KWH 2.290 2.338 2.436 2.394 2.384 2.280 2.421 12,36 6,21 10,52
- Penjualan Listrik ke Rumah Tangga juta KWH 5.188 5.320 5.444 5.506 5.443 5.495 5.952 14,51 8,31 8,55
- Penjualan Listrik Total juta KWH 12.648 13.041 13.468 13.369 13.438 12.791 13.677 16,68 6,93 7,22
- Kunjungan Wisman ribu orang 644 600 674 745 621 650 656 10,32 0,91 8,14
- Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Jakarta persen 56 57 58 60 51 55 59 0,20 7,21 3,84
- Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Bali persen 61 63 70 72 63 65 66 1,66 0,95 7,46
Ekspor Non Migas Utama
- Batubara ribu ton 27.564 29.669 29.632 31.309 30.595 28.840 30.992 35,07 7,46 19,55
- Biji Tembaga ribu ton 277 128 191 184 162 129 28 -69,17 -78,09 -32,93
- Barang dari Logam Tidak Mulia ribu ton 256 224 290 246 204 214 203 -22,88 -5,02 -2,69
- Makanan Olahan ribu ton 249 145 214 244 182 220 365 85,06 66,07 36,64
- Minyak Nabati ribu ton 1.846 2.069 1.862 910 2.212 1.457 1.534 -25,18 5,28 -1,17
- Tekstil dan Produk Tekstil ribu ton 176 159 164 174 172 161 153 -11,63 -5,05 -1,28
- Kayu Lapis ribu ton 170 153 183 147 166 149 176 -0,44 17,66 -5,96
- Kayu Gergajian ribu ton 43 36 36 40 39 32 38 -3,23 19,62 4,26
- Bahan Kertas dan Kertas ribu ton 746 601 565 553 594 678 593 -12,33 -12,62 4,80
- Karet Olahan ribu ton 243 278 261 282 267 246 278 6,45 13,13 9,36
- Besi dan Baja ribu ton 145 127 195 116 98 124 91 -41,90 -26,51 7,10
- Alat Angkutan dan Bagiannya ribu ton 54 43 63 66 75 46 53 4,96 15,74 -12,50
- Peralatan Listrik ribu ton 67 64 62 65 67 71 72 -1,89 1,65 -1,95
Indikator September
Pertumbuhan 20112010
-
-
Data penjualan kendaraan niaga, non niaga dan sepeda motor mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi
Terpilih (IAE) sejak edisi September 2010 dengan data series kebelakang.
Data tingkat hunian Hotel Berbintang di wilayah Jakarta dan Bali mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi
Terpilih (IAE) sejak edisi Juli 2010 dengan data series kebelakang.
*) Beberapa indikator aktivitas ekonomi masih bersifat sementara yang akan mengalami perubahan pada periode berikutnya.
1) Pertumbuhan kumulatif (ytd) dihitung dengan cara membandingkan data kumulatif dari bulan Januari hingga periode laporan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perhitungan pertumbuhan kumulatif mulai dilakukan pada periode Laporan IAE
September 2008. Khusus untuk indikator Tingkat Hunian Hotel, pertumbuhan dihitung dengan cara membandingkan rata-rata data
dari bulan Januari sampai dengan periode laporan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
n/a Data sampai dengan laporan disusun belum tersedia.
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
4
GRAFIK PERTUMBUHAN INDIKATOR TERPILIH
Grafik 3.
Produksi Minyak Mentah
Grafik 4.
Produksi Kondensat
Grafik 5.
Penjualan Minyak Diesel
Grafik 6.
Konsumsi Semen
Grafik 7.
Produksi Kendaraan Non Niaga
Grafik 8.
Penjualan Kendaraan Non Niaga
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-50,0
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
-60,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
5
Grafik 9.
Produksi Kendaraan Niaga
Grafik 10.
Penjualan Kendaraan Niaga
Grafik 11.
Produksi Sepeda Motor
Grafik12.
Penjualan Sepeda Motor
Grafik 13.
Penjualan Listrik ke Sektor Industri
Grafik 14.
Penjualan Listrik ke Bisnis/Perdagangan
-50,0
-25,0
0,0
25,0
50,0
75,0
-60,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-50,0
-30,0
-10,0
10,0
30,0
50,0
70,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-6,0
0,0
6,0
12,0
18,0
24,0
30,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
6
Grafik 15.
Penjualan Listrik ke Rumah Tangga
Grafik 16.
Penjualan Listrik Total
Grafik 17.
Kunjungan Wisman
Grafik 18.
Tingkat Hunian Hotel - Jakarta
Grafik 19.
Tingkat Hunian Hotel Bali
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-16,0
0,0
16,0
32,0
48,0
64,0
-16,0
0,0
16,0
32,0
48,0
64,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010 2011
yoy mtm
(% yoy) (% mtm)
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
7
ASSESMEN SUBSEKTOR EKONOMI (SEKTOR KONSTRUKSI)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Q1 Q2 Q3
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
(yoy, %)
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
Q1 Q2 Q3
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
(%)
Peran sektor konstruksi dalam perekonomian selama 10 tahun terakhir meski meningkat namun masih
relatif rendah. Rata-rata share terhadap PDB hanya mencapai 7,55%, rata-rata pertumbuhan sektor konstruksi
sebesar 6,97% per tahun dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,41%. Dari
hasil analisis keterkaitan (sectoral linkages) dengan menggunakan data Tabel IO Updating 2008 menunjukkan
bahwa sektor konstruksi memiliki forward linkage dan backward linkages yang tinggi masing-masing sebesar
1,20 dan 1,22. Sementara itu, peran perbankan terhadap sektor konstruksi masih rendah yang tercermin dari
masih relatif rendahnya pangsa kredit perbankan untuk pembiayaan sektor konstruksi (2,63%). Peranan sektor
konstruksi tersebut sangat rendah dibandingkan di beberapa negara seperti Australia, Malaysia, Thailand dan
Phillipina.
A. Peranan Sektor Konstruksi
Struktur sektor konstruksi terhadap PDB semakin meningkat. Dilihat dari distribusi/share terhadap PDB
harga berlaku pada sektor konstruksi menunjukkan tren peningkatan. Distribusi/share terhadap PDB
harga berlaku pada sektor konstruksi pada tahun 2001 sebesar 5,70% dan hingga tahun 2010 mencapai
10,29%. Rata-rata distribusi/share terhadap PDB harga berlaku pada sektor konstruksi dari tahun 2001
s.d. 2010 sebesar 7,55%. Peningkatan struktur sektor konstruksi terhadap PDB lebih disebabkan
kenaikan harga dari sektor konstruksi tersebut. Hal tersebut terlihat dari PDB deflator sektor konstruksi
yang mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu rata-rata selama 10 tahun terakhir sebesar 16,14% per
tahun. Kenaikan PDB deflator sektor konstruksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 27,95% dan
terendah tahun 2003 sebesar 6,88%.
Pertumbuhan sektor konstruksi semakin melambat. Sektor konstruksi mencakup kegiatan
ekonomi/lapangan usaha di bidang konstruksi yaitu kegiatan konstruksi umum dan konstruksi khusus
pekerjaan bangunan gedung dan bangunan sipil. Kegiatan konstruksi mencakup pekerjaan baru,
perbaikan, penambahan dan perubahan, pendirian prafabrikasi bangunan atau struktur di lokasi proyek
dan juga konstruksi yang bersifat sementara. Dalam kurun waktu 10 tahun (dari tahun 2001 s.d. 2010)
sektor konstruksi mengalami pertumbuhan rata-rata 6,97% per tahun. Sektor konstruksi mengalami
pertumbuhan tertinggi pada tahun 2007 (8,53%). Namun pada tahun 2010, pertumbuhan subektor ini
melambat dan hanya tumbuh 6,98% dan sampai dengan triwulan III-2011 hanya tumbuh 6,44% (ctc).
Kontribusi sektor konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi juga semakin melambat. Rata-rata
kontribusi sektor konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,41%. Seiring dengan
perlambatan pertumbuhan tersebut, kontribusi sektor konstruksi pada tahun 2010 hanya sebesar 0,45%
(yoy) terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan sampai dengan triwulan III-2011 hanya menyumbang
0,41% (ctc).
Grafik 20. Pertumbuhan Tahunan Sektor Konstruksi Grafik 21. Kontribusi Sektor Konstruksi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
8
Tabel 2. Distribusi/Share terhadap PDB, Pertumbuhan Tahunan, Kontribusi terhadap
Pertumbuhan PDB dan Deflator Sektor Konstruksi (%)
Sumber: BPS, diolah
B. Nilai Sektor Konstruksi yang Terselesaikan
Rata-rata pertumbuhan nilai konstruksi yang terselesaikan menurut jenis pekerjaan dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2009 sebesar 14,83% per tahun. Nilai konstruksi bangunan sipil merupakan
salah satu jenis konstruksi yang mendominasi nilai sektor konstruksi yang terselesaikan, disamping
konstruksi bangunan gedung. Kegiatan konstruksi bangunan sipil mencakup kegiatan konstruksi umum
bangunan sipil baik bangunan baru, perbaikan bangunan, penambahan bangunan dan perubahan
bangunan, serta pendirian bangunan/struktur prafabrikasi pada lokasi prooyek dan konstruksi yang
bersifat sementara. Kegiatan ini juga mencakup kegiatan konstruksi berat seperti fasilitas industri, proyek
infrastruktur dan sarana umum, sistem pembuangan dan irigasi, saluran pipa dan jaringan listrik, fasilitas
olahraga di tempat terbuka dan lain-lain. Share/porsi bangunan sipil pada tahun 2008 mencapai 45,33%
dari total konstruksi yang terselesaikan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 18,49%.
Pertumbuhan nilai konstruksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan kemudian mengalami perlambatan
pertumbuhan dengan pertumbuhan terendah mencapai 6,87% pada tahun 2006.
Rata-rata Indeks Nilai Pekerjaan Sektor Konstruksi dalam dua tahun terakhir tumbuh negatif. Pada
tahun 2009 dan 2010, rata-rata indeks nilai pekerjaan konstruksi mengalami kontraksi masing-
masing -1,14% dan -1,48%. Hal tersebut seiring dengan pertumbuhan indeks pekerja harian dan
upah/gaji yang secara umum mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2010.
Tabel 3. Nilai Konstruksi yang diselesaikan Menurut Jenis Pekerjaan, 2004 - 2009 (dlm Juta Rupiah)
Sumber: BPS (diolah)
Tw I Tw II Tw III
A. Distribusi/Share Terhadap PDB (%)
- Sektor Konstruksi 5.70 6.07 6.22 6.59 7.03 7.52 7.72 8.48 9.91 10.29 7.55 9.98 10.12 10.13
B. Pertumbuhan (% yoy)
- Sektor Konstruksi 4.58 5.48 6.10 7.49 7.54 8.34 8.53 7.55 7.07 6.98 6.97 5.31 7.64 6.36
C. Kontribusi Terhadap Pertumbuhan PDB (% yoy)
- Sektor Konstruksi 0.25 0.30 0.34 0.43 0.44 0.49 0.52 0.47 0.44 0.45 0.41 0.34 0.49 0.41
D. PDB Deflator (% yoy)
- Sektor Konstruksi 17.12 11.72 6.88 12.26 19.96 18.81 11.90 27.95 23.55 11.28 16.14 9.68 6.33 6.21
2009* 2010**2011***Rata-rata
2001-2010KETERANGAN 2001 2002 2003 2004 20062005 2007 2008
Konstruksi
Bangunan
Gedung
Konstruksi
Bangunan Sipil
Konstruksi
KhususTotal
Konstruksi
Bangunan
Gedung
Konstruksi
Bangunan Sipil
Konstruksi
KhususTotal
2004 23,377,654 21,499,912 11,126,972 56,004,538 - - - -
2005 28,197,067 24,378,724 14,742,128 67,317,919 20.62 13.39 32.49 20.20
2006 31,374,730 26,049,107 14,519,472 71,943,309 11.27 6.85 -1.51 6.87
2007 34,612,257 28,615,500 18,447,216 81,674,973 10.32 9.85 27.05 13.53
2008 33,078,407 46,241,921 22,695,272 102,015,600 -4.43 61.60 23.03 24.90
2009* 40,050,649 46,596,400 24,184,988 110,832,037 21.08 0.77 6.56 8.64
Nilai Konstruksi yang Diselesaikan (Juta Rp) Pertumbuhan Tahunan (%)
Tahun
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
9
6.095 5.061 7.730 7.873
-10
10
30
50
70
90
110
130
150
170
190
210
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
Konstruksi Pertumbuhan Kredit - Total Pertumbuhan Kredit - Konstruksi(Miliar Rp) (YOY, %)
* sd. bulan Oktober 2011
Tabel 4. Perkembangan Rata-rata Indeks Karyawan Tetap, Pekerja Harian, Upah/Gaji
dan Nilai Pekerjaan beserta Perubahan tahunan
Sumber: BPS (diolah)
C. Pembiayaan Kredit Perbankan kepada Sektor Konstruksi
Pangsa kredit kepada sektor konstruksi terhadap total kredit sangat rendah. Rata-rata kredit yang
disalurkan kepada sektor konstruksi dari tahun 2001 s.d. 2010 sangat rendah hanya sebesar 2,63% dari
total kredit yang disalurkan. Pangsa kredit kepada sektor konstruksi terhadap total kredit tertinggi terjadi
pada tahun 2008 sebesar 4,43% dan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 1,14%. Sementara itu,
pangsa kredit kepada sektor konstruksi terhadap total kredit sampai dengan bulan Oktober 2011 sebesar
3,59%.
Pertumbuhan kredit kepada sektor konstruksi sangat berfluktuasi. Rata-rata pertumbuhan kredit
yang disalurkan perbankan kepada sektor konstruksi dari tahun 2002 s.d. 2010 sebesar 39,22% per
tahun lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan total kredit sebesar 21,71%. Pertumbuhan
kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor konstruksi tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar
214,98% dan terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar -18,08%. Sampai dengan bulan Oktober 2011,
kredit yang disalurkan kepada sektor konstruksi tumbuh sebesar 20,34% (yoy) menjadi Rp 76.325 miliar.
Grafik 22. Pangsa Kredit Tahun 2010-2011
(sd. bulan Oktober)
Grafik 23. Pembiayaan Kredit Total dan
Sektor Konstruksi
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Karyawan
TetapPekerja harian Upah/Gaji
Nilai
Pekerjaan
Karyawan
TetapPekerja harian Upah/Gaji
Nilai
Pekerjaan
2001 99.39 106.61 100.70 100.23 - - - -
2002 100.50 100.04 95.63 96.50 1.12 -6.16 -5.04 -3.72
2003 97.10 96.52 99.11 98.37 -3.39 -3.52 3.63 1.93
2004 98.42 99.65 99.45 98.29 1.36 3.24 0.35 -0.08
2005 104.53 109.03 110.01 112.84 6.20 9.41 10.62 14.81
2006 104.44 107.26 110.36 109.93 -0.09 -1.62 0.31 -2.58
2007 101.79 103.64 104.80 105.71 -2.54 -3.38 -5.04 -3.84
2008 101.18 107.93 108.61 108.15 -0.60 4.14 3.64 2.31
2009 101.13 106.38 106.87 106.91 -0.04 -1.44 -1.60 -1.14
2010 101.76 105.91 105.74 105.32 0.63 -0.43 -1.06 -1.48
Tahun
Rata-rata Indeks Perubahan Tahunan (%)
7 , 5 % 4 , 9 %
22 , 3 %
28 , 1 % 2 , 7 %
5 , 1 % 6 , 1 % 11 , 1 %
12 , 2 %
7 , 2 % 5 , 2 %
22 , 5 %
26 , 6 %
3 , 8 % 5 , 2 %
6 , 1 %
11 , 9 %
11 , 5 %
Pertanian
Pertambangan
Ind. Pengolahan
Perdagangan
Listrik Gas Air
Konstruksi
Peng. & Kom.
Keuangan
Jasa - jasa
2010 2011
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
10
Mayoritas kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor konstruksi dalam bentuk kredit
modal kerja. Rata-rata kredit konstruksi dalam bentuk modal kerja dari tahun 2010 s.d Oktober 2011
sebesar 74,58% dari total kredit konstruksi yang disalurkan. Sementara itu, rata-rata kredit konstruksi
dalam bentuk kredit investasi dari tahun 2010 s.d Oktober 2011 sebesar 25,42%.
Grafik 24. Pangsa Kredit Kontruksi Berdasarkan Jenis Penyaluran
Sumber: LBU, Bank Indonesia
D. Investasi PMA dan PMDN
Realisasi investasi PMA pada sektor konstruksi lebih besar dari pada realisasi investasi PMDN.
Berdasarkan data Laporan Kegiatan Penanaman Modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sektor konstruksi pada tahun 2010 tercatat
sebanyak 70 proyek dengan nilai USD 619,9 juta dan hingga triwulan III-2011 tercatat sebanyak 59
proyek dengan nilai USD 102,1 juta. Sementara itu, realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) sektor konstruksi pada tahun 2010 tercatat sebanyak 7 proyek dengan nilai Rp 67,6 miliar dan
hingga triwulan III-2011 tercatat sebanyak 5 proyek dengan nilai Rp 36.3 miliar.
Tabel 5. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal
Menurut Sektor pada Tahun 2010 dan 2011 (s.d. Triwulan III)
Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi Proyek Investasi
(Jumlah) (Miliar Rp) (Jumlah) (Miliar Rp) (Jumlah) (Juta USD) (Jumlah) (Juta USD)
1 Tanaman pangan & perkebunan 166 8,727.3 250 8,130.3 158 750.9 243 1,031
2 Peternakan 59 156.5 24 101.0 8 4.7 3 0.9
3 Kehutanan 8 171.6 6 12.5 12 39.4 14 11.5
4 Perikanan 2 1.0 4 - 19 18.0 22 8.3
5 Pertambangan 18 3,075.0 36 2,770.5 223 2,229.3 361 3,400.7
6 Industri Makanan 166 16,405.4 212 6,209.6 194 1,025.9 223 783.0
7 Industri Tekstil 26 431.7 39 700.4 112 154.8 143 373.3
8 Industri Barang Dari Kulit & Alas Kaki 4 12.5 1 13.2 31 144.1 46 175.9
9 Industri Kayu 6 451.3 12 561.2 31 43.1 24 44.5
10 Industri Kertas & Percetakan 25 1,102.8 45 5,292.4 33 46.4 41 199.2
11 Industri Kimia & Farmasi 64 3,266.0 81 2,138.2 159 798.4 197 1,243.7
12 Industri Karet & Plastik 48 522.8 61 1,928.6 97 105.0 124 350.9
13 Industri Mineral Non Logam 13 2,264.6 32 5,604.2 8 28.4 38 62.0
14 Industri Logam, Mesin & Elektronik 50 789.6 64 4,247.2 274 589.6 318 1,427.2
15 Industri Instrumen Kedokteran, Presisi & Optik jam - - 1 - 3 1.4 7 0.9
16 Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi 15 362.2 13 483.8 98 393.8 115 467.5
17 Industri Lainnya 2 3.7 6 4.8 56 26.2 66 53.8
18 Listrik, Gas dan Air 31 4,929.8 43 5,420.7 42 1,428.4 56 1,161.6
19 Konstruksi 7 67.6 5 36.3 70 619.9 59 102.1
20 Perdagangan & Reparasi 32 116.4 25 301.9 772 784.7 713 654.5
21 Hotel & Restoran 27 390.3 20 385.6 144 312.1 177 136.6
22 Transportasi, Gudang & Komunikasi 34 13,787.7 28 5,393.5 123 5,046.2 105 2,150.4
23 Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran 3 261.7 6 728.6 67 1,050.2 95 219.3
24 Jasa Lainnya 69 3,328.8 65 1,513.8 347 573.8 404 285.9
875 60,626.3 1,079 51,978.3 3,081 16,214.7 3,594 14,344.6
Sumber : BKPM
PMDN
2010 Tw I s.d. Tw III-2011No Sektor
Jumlah
2010
PMA
Tw I s.d. Tw III-2011
72,50%
27,50%
76,67%
23,33%
KMK KI
2010
2011
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
11
Input Utama % Komoditas/Sektor Alokasi Output %
Industri barang dari logam 20,18 Perdagangan 28,25
Perdagangan 11,01 Pemerintahan umum dan pertahanan 17,16
Pengilangan minyak bumi 9,77 Real estat dan jasa perusahaan 15,71
Penambangan dan penggalian lainnya 9,66 Jasa penunjang angkutan 4,94
Industri dasar besi dan baja 8,23 Penambangan dan penggalian lainnya 4,19
Industri bambu, kayu dan rotan 7,27 Penambangan batubara dan bijih logam 3,66
Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik 5,12 Komunikasi 3,65
Industri barang-barang dari mineral bukan logam 4,70 Jasa sosial kemasyarakatan 3,52
Real estat dan jasa perusahaan 4,54 Kelapa sawit 3,17
Industri semen 4,44 Lembaga keuangan 1,64
Kayu 2,54 Bangunan 1,20
Industri barang karet dan plastik 2,31 Listrik, gas dan air bersih 1,01
Lainnya 10,23 Lainnya 11,90
Konstruksi
E. Keterkaitan dengan Sektor Lain
Sektor konstruksi memiliki forward linkage dan backward linkages yang tinggi terhadap sektor
ekonomi lainnya. Berdasarkan pendekatan linkages dalam tabel Input Output Indonesia Updating 2008,
sektor konstruksi memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang cukup erat dengan sektor
ekonomi lainnya. Eratnya keterkaitan ke belakang tercermin dari nilai derajat kepekaan sebesar 1,22.
Tingginya nilai derajat kepekaan mengindikasikan bahwa ketergantungan sektor konstruksi cukup kuat
dengan sektor ekonomi lainnya. Disisi lain, indeks daya penyebaran (forward linkage) sektor konstruksi
relatif cukup tinggi sebesar 1,20.
Sebagian besar output sektor konstruksi dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara sektor-
sektor lainnya di dalam negeri, khususnya sektor perdagangan, sektor pemerintahan umum &
pertahanan dan sektor real estate & jasa perusahaan. Terlihat bahwa sebagian besar pasokan input
sektor konstruksi berasal dari dalam negeri. Sementara dari sisi alokasi produk, orientasi produk sektor
konstruksi secara umum dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara sektor-sektor lain di dalam
negeri.
Tabel 6. Input Utama dan Alokasi Output Sektor Konstruksi
Sumber: Tabel I-O Updating 2008 BPS, diolah
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
12
Keterangan 2010
Penambahan Stok
Rumah di bangun (Supply) 205 rb 1)
6.5 juta 3)
Kebutuhan (Demand) 800 rb 2)
13.6 juta 4)
Kekurangan rumah/backlog 595 rb 7.1 juta
Sumber :
1. REI 3. Ir. Matius Yusuf (praktisi properti)
2. Kemenpera 4. BPS, Sensus Penduduk 2010
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
TOTAL KECIL
MENENGAH BESAR
(%, yoy)
Tabel 7. Penyediaan dan Kebutuhan Rumah Tinggal
Grafik 25. Pertumbuhan Indeks Harga Properti
Residensial (%yoy)
Sumber: Bank Indonesia (SHPR Tw III-2011)
Industri properti Indonesia tahun 2011 terus menunjukkan
tren positif. Fundamental ekonomi domestik yang membaik,
permintaan (kebutuhan hunian) yang terus meningkat, di dukung
oleh sumber pembiayaan yang semakin berkembang serta
kebijakan pemerintah yang kondusif diperkirakan mampu
mendorong perkembangan industri properti Indonesia dalam 3
tahun ke depan. Pengamat dan praktisi properti menilai bahwa
properti di Indonesia sudah melewati masa siklus resesi dan
beranjak pada siklus booming property mulai dari tahun 2010
hingga mencapai puncaknya tahun 20141.2)
Penyediaan dan kebutuhan rumah tinggal. Secara alamiah
kebutuhan terhadap tempat tinggal akan terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Namun masih terdapat
kesenjangan (backlog) antara kebutuhan akan rumah tinggal
dengan ketersediaanya. Berdasarkan data dari beberapa
instansi/lembaga terkait diketahui bahwa Indonesia masih defisit
Properti Residensial. Menurut REI, pada tahun 2010 terdapat
penambahan 205 ribu rumah baru yang terdiri atas 85 ribu
hunian menengah keatas dan 120 ribu hunian menengah
kebawah. Diperkirakan, angka tersebut akan meningkat 15%
pada tahun 2011. Menurut Kemenpera, supply tersebut masih
jauh dibawah angka kebutuhan yang mencapai 800 ribu unit
pertahun. Secara kumulatif ketersediaan stok rumah s.d. 2010
sekitar 6,5 juta unit. Sementara itu, sesuai hasil Sensus Penduduk
2010 kebutuhan rumah saat ini adalah 13,6 juta unit. Dengan
demikian masih terdapat backlog paling tidak sebesar 7,1 juta
unit rumah baru.
Survei Harga Properti Residensial (SHPR) BI Triwulan III 2011.
Indeks Harga Properti Residensial mengindikasikan harga properti
residensial pada triwulan III-2011 meningkat 0,48%(qtq) atau
4,54% (yoy). Tekanan kenaikan harga properti residensial
diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan IV-2011 dengan
tingkat yang melambat. Sebagian besar responden (39,25%)
mengungkapkan penyebab utama kenaikan harga properti
residensial terutama didorong oleh kenaikan harga bahan
bangunan. Berdasarkan tipe rumah, kenaikan harga paling tinggi
terjadi pada rumah tipe besar (0,54%,qtq), sedangkan rumah
tipe menengah dan kecil masing-masing mengalami kenaikan
sebesar 0,50% (qtq) dan 0,41% (qtq).
1 Sumber: Colliers International
BOKS : Gambaran Perkembangan Properti di Indonesia
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
13
-
100.000,00
200.000,00
300.000,00
400.000,00
500.000,00
600.000,00
700.000,00
800.000,00
900.000,00
1.000.000,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Perkantoran Ritel
Apartemen Hotel
Lahan Industri
Grafik 26. Perkembangan Tarif Sewa Properti
Komersial
Grafik 27. Sumber Pembiayaan Properti Residensial
(Dari Sisi Pengembang)
Grafik 28. Sumber Pembiayaan Properti Resdidensial
(Dari Sisi Konsumen)
Dana internal perusahaan masih menjadi sumber utama
pembiayaan pembangunan properti residensial, khususnya
yang berasal dari modal disetor (40,92%). Sementara dari sisi
konsumen, sebagian besar konsumen (74,56%) menggunakan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan tingkat suku bunga rata-
rata antara 9% s.d. 12% dalam melakukan transaksi pembelian
properti residensial.
Perkembangan Properti Komersial di Jabodebek Triwulan
2011. Secara umum, jumlah pasokan properti komersial relatif
tetap, kecuali pasokan perkantoran sewa di Jakarta yang
mengalami peningkatan. Terbatasnya pasokan telah mendorong
kenaikan tingkat hunian dan penjualan, dan diikuti dengan
kenaikan tarif sewa dan harga jual. Mayoritas tingkat hunian
properti komersial mengalami kenaikan yang lebih tinggi, kecuali
apartemen sewa dan hotel yang mengalami perlambatan.
Kenaikan tersebut diikuti dengan peningkatan tarif, kecuali
apartemen sewa yang menunjukkan penurunan. Sejalan dengan
kenaikan tingkat hunian, jumlah penjualan properti komersial
pun mengalami peningkatan yang diikuti dengan membaiknya
harga jual.
Kredit perbankan untuk sektor properti. Sumber pembiayaan
untuk sektor properti yang berasal dari perbankan mencakup
kredit untuk modal kerja (konstruksi dan real estate) dan kredit
untuk konsumsi (KPR & KPA). Pertumbuhan kredit properti
berfluktuasi dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain tingkat suku bunga, tingkat kemudahan
persyaratan kredit. Pada bulan Oktober 2011, total KPR tercatat
mencapai Rp.175,2 triliun atau tumbuh sebesar 13,8% (yoy),
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan total kredit perbankan
sebesar 25,7% (yoy). Berdasarkan lokasi proyek, penyaluran KPR
terbesar terutama pada wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa
Timur, Banten, dan Jawa Tengah masing-masing sebesar Rp37,5
triliun, Rp33,2 triliun, Rp17,3 triliun, Rp16,4 triliun dan Rp10,3
triliun.
Porsi kredit properti terhadap total kredit perbankan yang
disalurkan saat ini belum sebesar rasio yang terjadi pada
1997, namun sudah mulai menunjukkan tren yang meningkat.
Pemberian kredit properti oleh perbankan pada bulan Oktober
2011 sebesar 13,8% dari total kredit perbankan. Kondisi ini
berbeda dengan sebelum krisis ekonomi 1997/1998 yang porsi
kredit propertinya mencapai 20%. Saat ini perbankan cukup
selektif dalam memberikan kredit properti belajar dari
pengalaman yang terjadi pada 1997/1998 dan 2008.
Non Banking Institution Loans
1,92%
Others3,92%
Consumers Advance Payment
15,00%
Banking Loan32,53%
Retained Earning18,27%
Paid-In-Capital19,08%
Joint Venture/ Konsorsium
7,28%Others2,00%
Internal Funds46,63%
KPR74,56%
Tunai bertahap16,17%
Tunai 9,27%
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
14
Tabel 8. KPR Menurut Lokasi Proyek (Miliar Rp)
Grafik 29. Pertumbuhan Kredit Perbankan Sektor
Properti (%yoy)
Sumber: SEKI
Grafik 30. Rasio NPL Kredit Properti
Sumber: LBU Diolah
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, rasio Non Performing
Loan (NPL) kredit properti juga menunjukkan peningkatan
dari 1,68% pada tahun 2010 menjadi 2,34%, pada tahun
2011 (data s.d. Okt 2011). Kontribusi sektor properti terhadap
perekonomian masih relatif kecil. Jika dibandingkan dengan
negara-negara di Asia dan Eropa, rasio kredit properti terhadap
PDB Indonesia (atas dasar Harga berlaku) masih paling rendah
atau hanya sekitar 4,56% pada 2011 dibandingkan dengan
beberapa negara di kawasan Asia Pasifik seperti Australia,
Malaysia, Thailand, dan Filipina yang masing-masing mencapai
82,13%; 31,61%; 18,06%; dan 4,97%.
Subsidi pembiayaan perumahan. Pemerintah melalui
Kemenpera sejak bulan Oktober tahun 2010 telah meluncurkan
program Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) yang
memungkinkan tersedianya dana murah jangka panjang bagi
KPR dan kredit investasi pembangunan perumahan. Program
FLPP ini menggantikan skema subsidi uang muka dan subisidi
selisih bunga. FLPP bersifat pembiayaan sekaligus juga membantu
menghemat dana pemerintah, karena sifatnya yang tidak habis
terpakai (dana bergulir). Kebijakan FLPP menciptakan dana
murah jangka panjang untuk mendukung penerbitan
kredit/pembiayaan pemilikan rumah sejahtera. KPR FLPP
menerapkan suku bunga tetap untuk jangka waktu hingga 15
tahun. Melalui mekanisme joint-financing antara dana
Pemerintah (FLPP) dengan Bank Pelaksana (a.l. BTN, Bukopin dan
6 BPD) memberikan kredit/pembiayaan rumah sejahtera untuk
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pada tahun 2010,
penyaluran dana FLPP mencapai Rp500 miliar untuk transaksi
pembelian rumah sederhana sebanyak 20.684 unit. Sampai
dengan 3 Oktober 2011, penyaluran KPR FLPP sudah sekitar Rp
2,3 triliun untuk membiayai transaksi sebanyak 70.596 unit
rumah.
Pembiayaan sekunder perumahan. Salah satu sumber
pembiayaan sektor properti lainnya yang masih kecil peranannya
namun terus didorong perkembangannya adalah pembiayaan
sekunder perumahan (secondary mortgage finance). Pembiayaan
sekunder perumahan melalui mekanisme sekuritisasi dapat
menjembatani permasalahan maturity mismatch (kesenjangan
jangka waktu). Lembaga yang ditugaskan untuk
mengembangkan Pasar Pembiayaan Sekunder Perumahan di
Indonesia adalah PT. Sarana Multigriya Finansial (Persero).
Memasuki usia yang ke-6 PT. SMF telah menyalurkan dana dari
pasar modal ke sektor pembiayaan perumahan sebesar Rp3,8
triliun untuk sekitar 135.273 debitur KPR dari target sebesar
Rp4,5-5 triliun atau setara dengan 170.000 KPR pada tahun
2011 (s.d. bulan Oktober). Hingga kini hanya satu bank, yaitu PT
Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang menggelar sekuritisasi
KPR. Bekerjasama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF)
LOKASI PROYEK Okt-11
PROVINSI JAWA BARAT 37.542
PROVINSI DKI JAKARTA 33.167
PROVINSI JAWA TIMUR 17.276
PROVINSI BANTEN 16.406
PROVINSI JAWA TENGAH 10.302
Sumber: LBU Okt-2011
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Properti Real Estate KPR/KPA
(%, yoy)
0,00%
0,50%
1,00%
1,50%
2,00%
2,50%
3,00%
2010 2011
Rasio NPL Kredit Properti terhadap Kredit Properti
Rasio NPL Kredit terhadap Total Kredit
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
15
Grafik 31. Rasio Kredit Properti Terhadap PDB
Sumber: Web Bank Sentral di Lima Negara
Tabel 9. Subsidi Pembiayaan Perumahan-FLPP
Sumber: Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera)
Tabel 10. Pembiayaan Sekunder Perumahan
Bank BTN telah dua kali melakukan sekuritisasi KPR masing-
masing senilai Rp 502 miliar dan Rp 750 miliar, sementara itu
bank lain masih senang main spread.
Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia di bidang properti .
Dalam rangka mendorong perkembangan sektor properti,
pemerintah dan Bank Indonesia melakukan beberapa kebijakan
di bidang properti. Sasaran Strategis Kementerian Perumahan
Rakyat 2010-2014 a.l. Terlaksana pembangunan rumah susun
sederhana berupa Rusunawa sebanyak 36.480 unit,
pembangunan Rumah Khusus sebanyak 5.000 unit termasuk
rumah sederhana sewa dan rumah pasca bencana. Selain itu
erlaksananya fasilitasi Pembangunan Rumah Swadaya berupa
pembangunan baru sebanyak 50.000 unit, fasilitasi penyediaan
prasarana, sarana, utilitas/PSU Perumahan Swadaya berupa
bantuan stimulan PSU Swadaya sebanyak 50.000 unit, serta
penyaluran bantuan subsidi perumahan sebanyak 1.350.000
unit.
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan tentang administrasi
Sekuritisasi KPR. Bank Indonesia (BI) c.q. DPNP mengeluarkan
Surat Edaran Ekstern No.12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010
Perihal Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Kredit
Kepemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi. SOP ini akan
menjadi acuan perbankan yang ingin mensekurititasi aset KPR.
Cakupannya meliputi, pembakuan proses administrasi
penyelenggaraan KPR sejak tahap organisasi sampai tahap ketika
KPR disekuritisasi. Kebijakan ini juga akan melindungi nasabah
debitur KPR. Standardisasi ini akan memudahkan langkah
pengelompokan KPR untuk disekuritisasi. Agar kualitas berbasis
sekuritas berbasis KPR ini terjaga, BI mensyaratkan aset KPR yang
akan disekuritisasi memiliki Loan to Value (LTV) maksimal sebesar
80%. LTV adalah perbandingan antara pinjaman dan nilai wajar
aset yang dilakukan pihak ketiga. Dalam menentukan harga aset,
nantinya akan diambil nilai terendah dari penilaian tersebut.
Sesuai standar internasional jika LTV-nya lebih dari 80%, bank
tidak bisa mensekuritisasi. Mengacu kepada ATMR Basel II, rasio
LTV kredit rumah tinggal dapat dikelompokkan menjadi: LTV
< 70% dengan bobot risiko 35%; 70% s.d. 80% dengan bobot
risiko 40%; LTV > 80% dengan bobot risiko 45%, khusus untuk
kredit program rumah tinggal.
Kondisi Properti Global. Posisi pasar properti di Indonesia cukup
menjanjikan karena ditopang oleh perekonomian yang terus
tumbuh positif. Selain Indonesia di kawasan Asia, pertumbuhan
property di Hong Kong dan Jepang juga lebih baik dibandingkan
dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS). Menurut President dan
Chief Operating Officer Century 21 untuk Asia Pasifik Donald E
Lawby, potensi sektor properti di Indonesia sangat menjanjikan
dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
40%
45%
50%
55%
60%
65%
70%
75%
80%
85%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Malaysia
Thailand
Phillipines
Australia
Indonesia
Keterangan 2010 (s.d. 31 Des) 2011 (s.d. 3 Okt)
Target Realisasi % Target Realisasi %
Jumlah Penyaluran FLPP (unit) 120.000 20.684 17,24 154.000 70.596 45,84
Nilai (Rp. Triliun) 2,30 0,50 21,74 3,60 2,30 63,89
Keterangan 2009 2010 2011
Target Realisasi %
Jumlah Penyaluran KPR (unit) 62,529 94,536 170,000 135,273 79.57
Nilai (Rp. Triliun) 1.84 3.35 5.00 3.80 76.00
Sumber : PT. Sarana Multigriya Finansial (SMF)
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
16
Tabel 11. Kebijakan Perumahan Rakyat bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Sumber: Kemenpera
Grafik 32. Asia Pasific Prime Office Rental Rates
Sumber: Colliers International
Harga properti di Indonesia termasuk yang paling murah,
sementara imbal hasilnya sangat besar. Semakin bertumbuhnya
sektor properti ditandai oleh meningkatnya nilai penjualan
properti sepanjang 2010 yang tumbuh sekitar 60%
dibandingkan dengan 2009. Sebagian besar volume transaksi
tersebut berasal dari pasar sekunder 75% dan pasar primer 25%.
Properti rumah tinggal masih mendominasi transaksi yakni 55%,
ruko 17%,dan apartemen 15%.
Terjadinya krisis di belahan benua Eropa dan Amerika
tampaknya tidak berimbas langsung pada perkembangan
bisnis properti di Indonesia. Tingginya demand atau
permintaan atas ketersediaan bangunan masih jauh lebih banyak
dibanding supply atau penawaran yang disediakan oleh
pengembang properti. Indonesia dan beberapa negara Asia
lainnya seperti China, India, dan Singapura tidak terlalu terkena
imbas. Karena negara-negara tersebut memiliki prospek dan
ekspektasi pasar tersendiri di Asia.
Dari sisi harga, khususnya harga sewa kantor di Jakarta masih
jauh lebih murah dibandingkan sewa kantor di kota-kota
besar Asia lainnya, meskipun dari sisi kualitas tidak berbeda
jauh. Sebagaimana overview triwulan II 2011 dari Colliers
International, tarif sewa perkantoran di Jakarta berada pada
urutan ke-empat yang termurah di Asia Pacific. Demikian pula
harga apartemen di Jakarta harganya masih lebih rendah
dibandingkan kota-kota besar Asia lainnya. Praktis harga pasaran
apartmen di Jakarta akan bisa naik harganya karena
permintaannya terus meningkat dalam waktu cepat. Dengan
perkataan lain sektor properti di Indonesia memiliki tingkat daya
saing yang cukup tinggi, dan memiliki prospek yang cukup
menjanjikan ke depan.
Kelompok Sasaran
(Rp/bulan)Jenis Penyediaan
Kebijakan Bantuan Perumahan
Terkait Skim Kredit Tidak Terkait Skim Kredit
(I) I < 350.000
Rumah Milik
• Swadaya Pemberdayaan
Ekonomi
1. Mikro kredit untuk
Usaha
2. Kredit Mikro Perumahan
3. Asuransi/Penjaminan
kredit
1. PSD-Perkim
2. Bahan bangunan
3. Peningkatan kualitas
lingkungan
4. Subsidi O & M
5. Insentif fiskal
6. Sertifikasi Tanah dan IMB
(II) 350.000
= I < 500.000
Rumah Milik
Formal
• Swadaya
Rusunawa Tidak Putih
Biaya
1. Subsidi uang muka
2. Subsidi selisih bunga
3. Kredit Mikro Perumahan
4. Asuransi/ Penjaminan
kredit
5. Subsidi bunga kredit
konstruksi
1. PSD-Perkim
2. Bahan bangunan
3. Peningkatan kualitas lingk.
4. Subsidi O & M
5. Insentif fiskal
6. Sertifikat tanah dan IMB
top related