integrasi pengolahan limbah industri benang dan tekstil...
Post on 25-Mar-2019
249 Views
Preview:
TRANSCRIPT
INTEGRASI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI BENANG DAN TEKSTIL MELALUI
PROSES ABR DAN FITOREMOVAL MENGGUNAKAN ECENG GONDOK
(Eichhornia crassipes)
PRESENTASI THESIS :
Oleh:DYAH SETYORINI
3307 201 002
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGANFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANINSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA2011
LATAR BELAKANG
Limbah industri pencelupan benang dan produk tekstil menghasilkan:-BOD-COD-padatan tersuspensi-warna
PENELITIAN TERDAHULU
- Teristyowati (2005): penyisihan TSS 96% menggunakan koagulan.
- Hanina (2008): penyisihan BOD5 86,2%, COD 70%, TSS 70% oleh tanaman kana (limbah tekstil).
- Bell dan Buckley (2003): COD >90%,warna 86% menggunakan ABR (limbah tekstil).
TUJUANTujuan dari penelitian ini adalah:• Mengkaji kemampuan ABR dalam
removal polutan organik dan warna dari limbah industri benang dan produk tekstil.
• Mengkaji kemampuan wetland eceng gondok dalam removal polutan organik dari limbah industri benang dan produk tekstil.
METODOLOGIIde tesis :
INTEGRASI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI BENANG DAN TEKSTIL MELALUI PROSES ABR DAN FITOREMOVAL MENGGUNAKAN ECENG
GONDOK (Eichhornia crassipes)
Studi literatur
Analisis parameter awal air limbah:
BODCODTSSN
Persiapan alat dan bahan
Seeding dan aklimatisasi:-Lumpur selokan Pabrik-Lumpur IPLT
Pengoperasian reaktor ABR
A
PWarnapHTemperatur
Limbah terolah
-COD:N:P = 100:1,25:0,25-COD:N:P = 100:5:1
METODOLOGI
Analisis parameter penelitian
Pengoperasian reaktor wetland:•Kepadatan tanaman 4•Kepadatan tanaman 6
Analisis parameter penelitian
Persiapan alat dan bahan constructed wetland
A
Aklimatisasi eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan limbah hasil pengolahan ABR
Kesimpulan dan saran
Analisis data dan pembahasan
METODOLOGI
Lumpur selokan pabrik
COD:N:P = 100 : 1,25 : 0,25
COD:N:P = 100 : 5 :1
Seeding dan aklimatisasi
Lumpur IPLT
COD:N:P = 100 : 1,25 : 0,25
COD:N:P =100 : 5 :1
METODOLOGIReaktor ABR terbuat dari kaca, yang terbagi menjadi 8 kompartemen (Nachaiyasit dan Stuckey, 1997), dengan ukuran:•Panjang : 50 cm•Lebar : 15 cm•Tinggi reaktor : 33 cm•Tinggi efektif : 30 cm•Tinggi ruang gas : 3 cm•Kemiringan baffle : 45o
•Jarak baffle ke dasar ABR : 5 cm•Volume efektif : 15.000 cm3
•Luas kompartemen : 6,25 cm x 10 cm•Waktu detensi : 24 jam•Q = = 10,5 ml/menit
menitjamx
jamml
601
2415000
METODOLOGI
overflow
Bak influen
Selang influen
katup
influen
Bak air
Selang efluen
Selang gas
Tabung gas
50 cm
10 cm
33 cm
30 cm
50 cm
6,25 cm
5 cm
METODOLOGIReaktor wetland terbuat dari kaca. Berdasarkan penelitian Sutiksnawati (2003) dan Yuanita (2003) maka dimensi reaktor dan tebal media pasir adalah sebagai berikut :•Panjang : 60 cm•Lebar : 30 cm•Tinggi : 60 cm•Tebal media kerikil : 10 cm•Tebal media pasir kasar : 20 cm•Tebal media pasir halus : 20 cm•Volume reaktor : 108.000 cm3
•Waktu detensi : 5 hari (120 jam)
PERHITUNGAN DEBIT WETLAND
Perhitungan waktu detensi yang digunakan dalam desain constructed wetland adalah (Crites dan Tchobanoglous,1998) :•As (surface area of wetland) = L x w
Keterangan:As = surface area of wetland, m2
L = panjang media, mw = lebar media, md = kedalaman air , mn = porositas media sebagai angka desimalQ = debit rata-rata, m3/hari
•Porositas pasir halus adalah 0,41•Porositas pasir kasar adalah 0,42•Porositas kerikil adalah 0,49•Porositas total media (n) adalah 1,32•Td yang direncanakan = 5 hari
PERHITUNGAN DEBIT WETLANDAs = L x w
= 0,6 m x 0,3 m= 0,18 m2
, maka:
= 0,0143 m3/hariKebutuhan limbah pencelupan benang tiap hari adalah 14,3 L/hari =
14.300 mL/hariDebit limbah pencelupan benang per menit adalah:
=
= 9,93 mL/menit ≈ 10 mL/menit
QAsdnt ..
=
harimxmx
tAsdnQ
518,03,032,1.. 2
==
menitjamx
jamharix
harimL
601
241300.14
METODOLOGI
Air
Pipa influen
5 cm
30 cm
Bak influen
Bak efluen60 cm
Pipa efluenPasir Kasar
Pasir Halus10 cm
15 cm Kerikil
HASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik Limbah Industri Pencelupan Benang di daerah Jenggolo Sidoarjo
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cek Kebocoran Reaktor Proses Seeding
(sampai nilai PV stabil)
Aklimatisasi 25%(sampai nilai PV
stabil)
Aklimatisasi 75%(sampai nilai PV
stabil)
Pengoperasian Reaktor
REAKTOR ABRCODGrafik Penurunan COD Grafik Efisiensi Removal COD
REAKTOR ABRBODGrafik Penurunan BOD Grafik Efisiensi Removal BOD
REAKTOR ABRMLSS dan MLVSSGrafik Penurunan MLSS Grafik Penurunan MLVSS
REAKTOR ABRWARNA DAN GAS BIOGrafik % Penurunan Warna Grafik Volume Gas Bio
WETLAND
Hasil Pengolahan Limbah Pencelupan Benang Menggunakan ABR
Reaktor Kontrol Reaktor COD:N:P 100:5:1 Reaktor COD:N:P 100:1.25:0.25Parameter
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
COD (mg/L) 4320,43 1818,27 4595,74 1515,15 12307,69 6363,64
BOD (mg/L) 1870,88 459,85 2324,97 459,85 7247,10 1746,53
Warna (% Penurunan) - 54,92 - 42,73 - 59,84
MLSS (mg/L) 7980 6755 8505 7370 19515 9950
MLVSS (mg/L) 1220 515 2350 740 12725 3210
WETLANDKarakteristik Awal Limbah Industri Tekstil untuk Pengolahan Menggunakan Metode Wet
Parameter Nilai (mg/L)COD 430,05PV 240
BOD 122,75
TSS 1970VSS 1220Nitrit 1,442Nitrat 39,409
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aklimatisasi Eceng Gondok
(dilakukan selama 2 minggu)
Cek Kebocoran Reaktor
Wetland Hari Ke-0 Wetland Hari Ke-15
WETLANDCOD dan BODGrafik Efisiensi Removal COD Grafik Efisiensi Removal BOD
WETLANDMLSS dan MLVSSGrafik Efisiensi Removal MLSS Grafik Efisiensi Removal MLVSS
WETLANDNitrit dan NitratGrafik Efisiensi Removal Nitrit Grafik Efisiensi Removal Nitrat
Pengoperasian Wetland Hari Ke-0 Pengoperasian Wetland Hari Ke-5
Pengoperasian Wetland Hari Ke-10 Pengoperasian Wetland Hari Ke-15
KESIMPULAN• Pengolahan limbah pencelupan benang menggunakan
ABR dengan seeding lumpur aktif, memberikan hasil yang maksimal untuk rasio COD:N:P 100:5:1 dalam menurunkan kandungan bahan organik maupun warna.
• Pada reaktor kontrol, penurunan COD di akhir penelitian adalah 57,91%, BOD 75,42%, MLSS 15,35%, MLVSS 57,79%, dan warna 54,92%. Pada reaktor dengan rasio COD:N:P 100:5:1, penurunan COD di akhir penelitian adalah 67,03%, BOD 80,22%, MLSS 13,35%, MLVSS 68,51%, dan warna 42,73%. Sedangkan pada reaktor dengan rasio COD:N:P 100:1,25:0,25, mampu menurunkan COD di akhir penelitian sebesar 48,30%, BOD 75,90%, MLSS 49,01%, MLVSS 74,77%, dan warna 59,84%.
KESIMPULAN• Pengaturan rasio COD:N:P pada limbah pencelupan
benang menyebabkan kandungan bahan organik pada limbah pencelupan benang ikut meningkat pula, sehingga pada kondisi awal penelitian, nilai bahan organik pada masing-masing reaktor juga berbeda. Perbedaan nilai bahan organik secara drastis terjadi pada reaktor dengan rasio COD:N:P 100:1,25:0,25, sehingga meskipun prosentase penyisihan MLSS, MLVSS, dan warna tertinggi pada akhir penelitian, namun secara jumlah kandungan MLSS, MLVSS, dan warna tersebut lebih tinggi daripada hasil akhir penelitian pada reaktor kontrol dan reaktor dengan COD:N:P 100:5:1.
KESIMPULAN• Pengolahan limbah pencelupan benang menggunakan
wetland, tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan antara reaktor wetland yang menggunakan tanaman eceng gondok maupun reaktor wetland tanpa menggunakan tanaman eceng gondok. Pada reaktor wetland dengan 6 eceng gondok, penurunan COD di akhir penelitian adalah 62,27%, BOD 50,75%, MLSS 35,03%, MLVSS 72,46%, nitrit 97,94%, dan nitrat 100%. Sedangkan pada reaktor wetland dengan 4 tanaman eceng gondok, penurunan COD di akhir penelitian adalah 56,74%, BOD 47,69%, MLSS 48,83%, MLVSS 74,18%, nitrit 96,32%, dan nitrat 100%. Sedangkan pada reaktor kontrol (tanpa tanaman), penurunan COD di akhir penelitian adalah 59,64 %, BOD 47,74%, MLSS 21,83%, MLVSS 71,72%, nitrit 98,92%, dan nitrat 100%.
SARAN• Hasil akhir penelitian limbah pencelupan benang
menggunakan ABR masih memberikan nilai kandungan bahan organik yang tinggi, sehingga tidak dapat secara langsung diaplikasikan untuk analisa menggunakan wetland. Disarankan pada penelitian selanjutnya, terdapat pengolahan pendahuluan sebelum ABR atau pengolahan lanjutan setelah ABR untuk menurunkan kandungan bahan organik limbah pencelupan benang sehingga tidak perlu dilakukan pengenceran limbah sebelum limbah diolah di wetland.
SARAN• Hasil akhir kandungan bahan organik pada pengolahan
menggunakan wetland selama 15 hari, masih memberikan nilai yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan baku mutu (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995) yang berlaku, sehingga disarankan waktu untuk pengolahan menggunakan wetland pada penelitian selanjutnya lebih diperpanjang. Selain itu, diharapkan penelitian menggunakan wetland dilakukan secara outdoorsehingga dapat langsung mendapat cahaya matahari ataupun jika dilakukan secara indoor, diharapkan jumlah cahaya yang membantu pertumbuhan tanaman wetland setara dengan jumlah cahaya matahari.
TERIMA KASIH
top related