iv hasil analisis dan pembahasan -...
Post on 21-Jun-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
31
IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Demografi Objek Penelitian
Bagian ini akan membahas demografi responden
berdasarkan jenis kelamin, usia, penghasilan setahun,
dan status hutang pajak tahun lalu. Ringkasan
berbagai demografi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut ini.
Tabel 4.1
Data Demografi Responden
Demografi Kategori Jumlah
Responden
Presentase
(%)
Jenis Kelamin Laki-Laki 109 63.0
Perempuan 64 37.0
Usia 25-33 20 11.6
34-42 61 35.3
43-51 71 41.0
52-58 21 12.1
Penghasilan
Setahun
> PTKP 173 100
< PTKP - -
Status Hutang
Pajak Tahun
Lalu
Kurang Bayar 88 50.9
Nihil 52 30.1
Lebih Bayar 33 19.1
Sumber: Data Primer yang diolah, September 2014.
Dari tabel di atas tampak bahwa responden
terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-
laki yakni sebanyak 63%, dimana sebagian besar
responden (41%) berada pada kisaran usia 43-51
tahun. Selanjutnya, dari 173 responden tersebut,
semuanya memiliki penghasilan setahun melebihi PTKP
yang ditentukan, yang ditunjukkan dengan presentase
sebesar 100%. Sementara itu, berdasarkan status
hutang pajak tahun lalu, responden dalam penelitian
32
ini memiliki status hutang pajak kurang bayar yaitu
sebanyak 50,9%, yang berarti lebih dari setengah
responden merupakan Wajib Pajak yang memiliki
kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran
pajak terutang.
Statistik Deskriptif Objek Penelitian
Statistik deskriptif dari variabel dalam penelitian
ini dijelaskan melalui Frekuensi Jawaban Responden,
Mean (rata-rata), dan Standar Deviasi dari tiap variabel,
seperti terlihat dalam Tabel 4.2. Melalui Tabel 4.2
tersebut dapat dilihat bahwa variabel pengetahuan atas
pajak diukur dengan menggunakan sepuluh (10)
indikator dengan menggunakan dua kategori yaitu
benar atau salah. Adapun hasil statistik deskriptif
menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengetahuan atas
pajak secara keseluruhan adalah sebesar 7,843. Angka
ini terletak pada interval jawaban 6,7 – 10 yang berarti
para responden memiliki pengetahuan yang tinggi atas
pajak. Sedangkan nilai standar deviasi sebesar 2,651
menunjukkan bahwa variasi jawaban responden
terhadap variabel ini bervariasi, dimana jawaban
responden menyebar ke dalam dua kategori dengan
kecenderungan yang berbeda-beda.
Diantara sepuluh indikator pengetahuan atas
pajak terlihat bahwa jumlah jawaban benar tertinggi
(sebesar 88,4%) ditunjukkan pada butir pertanyaan
empat yakni objek pajak penghasilan adalah PTKP
Wajib Pajak, yaitu setap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Sedangkan jumlah jawaban benar terendah (65,8%) ada
pada butir pertanyaan Sembilan, yaitu PTKP untuk diri
33
setiap tambahan Wajib Pajak yang kawin sebesar Rp
2.050.000 per tahun (Lampiran 4). Wajib Pajak yang
menjadi responden penelitian ini mampu menjawab
dengan benar lebih banyak pada pertanyaan-
pertanyaan yang konseptual seperti defenisi pajak
penghasilan, cakupan subjek pajak dan defenisi
penghasilan menurut ketentuan pajak. Adapun
pengetahuan teknis tentang mekanisme pemenuhan
ketentuan perpajakan seperti besarnya sanksi, denda,
PTKP dan tarif pajak dijawab dengan presentase yang
lebih rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan teknis tentang peraturan
perpajakan masih perlu ditingkatkan lagi.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel
Sumber: Lampiran 4 hasil pengolahan data PASW Statistic, 2014
Keterangan : 0 – 3,3 = Rendah
3,4 – 6,6 = Sedang
6,7 – 10 = Tinggi
Variabel sikap atas pajak diukur dengan lima
indikator dan menggunakan lima kategori. Data
statistik deskriptif pada tabel 4.2 untuk menunjukkan
skor rata-rata sikap atas pajak secara keseluruhan
adalah 3,938. Angka ini tergolong sedang dan terletak
No Variabel N Min Max Mean Standar
Deviasi
1 Pengetahuan Atas Pajak 173 0 10 7,843 2,651
2 Sikap Atas Pajak 173 2 5 3,938 0,697
3 Norma Subjektif 173 3 5 3,943 0,566
4 Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan 173 2 5 4,047 0,670
5 Niat Berperilaku 173 3 5 3,985 0,548
6 Perilaku Kepatuhan
Pajak 173 1 5 3,887 0,693
34
pada interval jawaban 3,4–6,6 yang menunjukkan
bahwa responden dalam penelitian ini memiliki sikap
yang cenderung mendukung pajak adalah hal yang
positif. Nilai rata-rata standar deviasi secara
keseluruhan sebesar 0,697 menunjukkan variasi
jawaban responden terhadap variabel ini relatif kecil
atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar ke dalam lima kategori dengan
kecenderungan yang sama.
Diantara kelima indikator sikap atas pajak
terlihat bahwa responden yang cenderung memiliki
sikap mendukung pajak terbesar (sebesar 4,060) yaitu
indikator pajak adalah sumber utama penerimaan
Negara, dan indikator penundaan dan pembayaran
akan merugikan Negara. Sedangkan yang paling kecil
(sebesar 3,690) ditunjukkan pada indikator warga
Negara tidak harus patuh dalam membayar pajak
karena banyak penerimaan pajak yang disalahgunakan
(Lampiran 4). Dengan demikian, berdasarkan
keseluruhan data tampak jelas bahwa dalam variabel
sikap atas pajak, responden dalam penelitian ini
cenderung memiliki sikap positif atas pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Variabel norma subjektif diukur dengan
menggunakan empat indikator. Adapun hasil statistik
deskriptif dari variabel norma subjektif menunjukkan
bahwa skor rata-rata norma subjektif secara
keseluruhan adalah 3,943. Hal ini dapat diartikan
bahwa norma subjektif yang dipersepsikan cenderung
dirasakan oleh responden. Hal ini menunjukkan bahwa
responden cukup setuju jika tekanan sosial dapat
35
meningkatkan perilaku patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Tekanan sosial tersebut ditunjukkan dengan
adanya keluarga yang peduli terhadap perilaku patuh
dalam membayar pajak dengan rata-rata skor sebesar
3.850, teman yang menunjukkan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban pajaknya dengan rata-rata skor
sebesar 4,010 dan Warga di lingkungan sekitar yang
cenderung patuh dalam dengan ratarata skor sebesar
4,485 serta menghitung, membayar dan melaporkan
pajak secara benar sesuai anjuran keluarga, teman,
maupun warga sekitar dengan skor rata-rata 3.970
(Lampiran 4), sehingga responden merasa bahwa
perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan
mereka cukup meningkat dengan adanya perilaku
patuh dari lingkungan sekitar.
Sedangkan nilai rata-rata standar deviasi secara
keseluruhan sebesar 0,566 menunjukkan variasi
jawaban responden terhadap variabel ini relatif kecil
atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar ke dalam lima kategori dengan
kecenderungan yang sama. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung merasakan tekanan sosial dari lingkungan
sekitar untuk berperilaku patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Variabel Kontrol perilaku diukur dengan
menggunakan tujuh indikator. Berdasarkan jawaban
responden pada tabel 4.2 diketahui bahwa skor rata-
rata kontrol perilaku secara keseluruhan adalah 4,047.
Angka ini terletak pada interval jawaban 3.4 – 6.6, yang
36
berarti bahwa responden memiliki kontrol perilaku
yang cenderung besar. Kontrol perilaku tersebut terkait
dengan kemudahan untuk melakukan perilaku
kepatuhan pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan, dimana dengan adanya kontrol perilaku,
responden dapat dengan mudah berperilaku patuh dan
memiliki kesempatan untuk dapat berperilaku patuh.
Ketersediaan sumber daya serta didukung lagi dengan
kesempatan yang dimiliki yang cenderung tinggi pada
akhirnya mempermudah responden untuk melakukan
perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan
mereka.
Selanjutnya diantara ketujuh indikator variabel
kontrol perilaku, terlihat bahwa yang memiliki nilai
rata-rata tertinggi (sebesar 4,260) yaitu indikator yang
mencerminkan ketersediaan sumber daya, sedangkan
nilai rata-rata terendah (sebesar 3,760) ditunjukkan
oleh indikator yang mencerminkan kesempatan yang
dimiliki (Lampiran 4). Nilai rata-rata standar deviasi
secara keseluruhan sebesar 0,670 variasi jawaban
responden terhadap variabel ini relatif kecil atau tidak
bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden menyebar
ke dalam lima kategori dengan kecenderungan yang
sama. Dari keseluruhan data statistik deskriptif
tersebut terlihat bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung memiliki kontrol perilaku yang besar
sehingga memudahkan mereka untuk melakukan
perilaku patuh pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, dimana hal tersebut terkait dengan
ketersediaan sumber daya serta kesempatan yang
dimiliki.
37
Variabel niat melakukan perilaku patuh pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakan diukur dengan
menggunakan empat indikator. Berdasarkan data
statistik deskriptif terlihat bahwa skor rata-rata niat
melakukan perilaku patuh pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan secara keseluruhan adalah 3,985
yang masuk dalam kategori sedang. Hal ini
mencerminkan bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung memiliki keinginan untuk melakukan
perilaku patuh pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan, yang dinyatakan responden melalui untuk
keinginannya untuk menghitung pajak terutang secara
benar, sesuai aturan perpajakan, untuk membayar
pajak terutang sesuai dengan penghasilan yang
diperoleh, tekadnya untuk selalu tepat waktu dalam
menyampaikan SPT, dan usahanya untuk bersikap
jujur dan kooperatif dalam memenuhi kewajiban
perpajakan.
Selanjutnya nilai rata-rata standar deviasi secara
keseluruhan sebesar 0,548 variasi jawaban responden
terhadap variabel ini relatif kecil atau tidak bervariasi.
Hal ini berarti jawaban responden menyebar ke dalam
lima kategori dengan kecenderungan yang sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden
dalam penelitian ini memiliki niat yang cenderung
besar untuk melakukan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Variabel perilaku patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakan diukur dengan menggunakan
tujuh indikator. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa skor
rata-rata perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban
38
perpajakan secara keseluruhan adalah 3.887, yang
berarti mayoritas responden cenderung sudah
berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Sedangkan nilai standar deviasi
sebesar 0,693. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar ke dalam lima kategori dengan
kecenderungan yang sama.
Selanjutnya diantara ketujuh indikator variabel
kontrol perilaku, terlihat bahwa yang memiliki nilai
rata-rata tertinggi (sebesar 4,260) yaitu indikator tidak
pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana jangka waktu 10 tahun, sedangkan nilai rata-
rata terendah (sebesar 3,660) ditunjukkan oleh
indikator keterlambatan SPT Masa yang sampaikan
tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa
pajak berikutnya (Lampiran 4). Dengan demikian,
terlihat bahwa mayoritas responden cenderung
menunjukkan perilaku patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakan.
HASIL PENGUJIAN
Kecocokan Model Pengukuran (Outer model)
Model pengukuran dalam PLS disebut juga outer
model. Outer model mendefenisikan bagaimana setiap
indikator berhubungan dengan konstruknya (Ghozali,
2006). Kecocokan model pengukuran ini terdiri dari uji
validitas, reliabilitas, dan signifikansi indikator dari
konstruk yang terlibat.
39
Uji Validitas
Pada metode Structural Equation Model (SEM)
sudah terdapat rumusan untuk menguji validitas dan
reliabilitas. Cara yang sering digunakan oleh peneliti di
bidang SEM untuk melakukan pengukuran melalui
analisis faktor konfirmatori adalah dengan
menggunakan pendekatan MTMM (MultiTrait
MultiMethod) dengan menguji validitas konvergen dan
diskriminan (Campbell dan Fiske, dalam Latan dan
Ghozali, 2012;78). Uji validitas konvergen indikator
refleksif dengan program SmartPLS 2.0 M3 dapat
dilihat dari total effects untuk setiap indikator
konstruk. Rule of thumb yang biasanya digunakan
untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai loading
factor harus lebih dari 0,7 dan nilai average variance
extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5. Namun
untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala
pengukuran, nilai loading factor 0,5-0,6 masih dianggap
cukup (Chin, 1998).
Cara menguji validitas diskriminan dengan
indikator refleksif yaitu dengan melihat nilai cross
loading untuk setiap variabel. Nilai cross loading harus
di atas 0,6. Butir-butir pernyataan yang tidak
memenuhi kriteria valid tersebut tidak dapat diikutkan
dalam pengujian selanjutnya (Wijanto, 2008). Dari
hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat beberapa
indikator yang belum memenuhi syarat validitas
konvergen dan diskriminan yaitu PAP2, PAP3, PAP4
dan KPD4. Hal ini dapat dilihat dari nilai loading factor
dan cross loading yang lebih kecil dari 0.6 dan AVE dari
40
dua konstruk yang lebih kecil dari 0.5. Melalui uji
validitas ini maka dinyatakan bahwa indikator yang
tidak valid menurut Wijanto (2008) tidak dapat
digunakan dalam pengujian selanjutnya.
Selanjutnya, hasil uji validitas dari output
SmartPLS 2.0 M3 setelah beberapa indikator tersebut
dihilangkan menunjukkan bahwa semua indikator
dinyatakan valid (Lampiran 5). Hasil pengujian
menunjukkan bahwa variabel pengetahuan atas pajak
sekarang hanya diwakili oleh tujuh indikator yang
dinilai valid (PAP1, PAP5,PAP6, PAP7, PAP8, PAP9, dan
PAP10). Variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan
diwakili oleh enam indikator yang dinilai valid (KPD1,
KPD2, KPD3, KPD5, KPD6, dan KPD7). Sedangkan
untuk variabel sikap atas pajak, norma subjektif, niat
untuk berperilaku dan perilaku kepatuhan pajak tidak
ada perubahan dalam jumlah indikator karena semua
indikator di dalamnya dinilai valid. Selanjutnya, nilai
AVE dan Communality menunjukkan angka di atas 0.5
yang berarti bahwa lebih dari 50% variance indikator
dapat dijelaskan. Dengan demikian, syarat validitas
konvergen dan diskriminan telah terpenuhi.
Uji Reliabilitas
Tahapan kedua adalah pengujian model
kecocokan pengukuran yang dilakukan terhadap
masing-masing konstruk laten yang ada di dalam
model. Pemeriksaan terhadap konstruk laten dilakukan
terkait dengan pengukuran konstruk laten oleh variabel
manifest (indikator). Dengan kata lain, akan dilakukan
pengecekan reliabilitas dari variabel teramati.
41
Pengecekan reliabilitas dilakukan untuk membuktikan
akurasi, konsistensi dan ketepatan instrument dalam
mengukur konstruk. Dalam SmartPLS 2.0 M3,
pengukuran reliabilitas suatu konstruk dengan
indikator refleksif dapat dilakukan dengan melihat nilai
composite reliability dan cronbach’s alpha harus lebih
besar dari 0.70 (Latan dan Ghozali, 2012).
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa
semua variabel memiliki nilai composite reliability dan
cronbach’s alpha di atas 0.70, sehingga dapat
dinyatakan bahwa semua variabel dalam penelitian ini
reliabel (Lampiran 5).
Signifikasi Outer Model
Setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas,
maka didapatkan hasil bahwa data yang digunakan
data yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid
dan reliabel. Tahap pengujian selanjutnya adalah
signifikansi antara konstruk eksogen dan konstruk
endogen. Signifikansi outer model dapat diketahui
setelah melakukan bootsraping. Signifikansi indikator
penyusun eksogen dapat dilihat dari nilai t-statistic.
Apabila t-value > t tabel, maka semua indikator
signifikan mengukur konstruk endogen.
Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua
indikator memiliki nilai t-value > t-tabel, sehingga
dapat dinyatakan bahwa semua indikator dalam
penelitian ini signifikan mengukur konstruk eksogen
(lampiran 6 ,output outer loadings).
42
Kecocokan Model Struktural (Inner Model)
Tahapan selanjutnya dalam pengukuran SEM
adalah kecocokan model struktural yang digunakan
juga untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini.
Dalam menilai model struktural dengan PLS, dimulai
dengan menilai R-Square untuk setiap variabel laten
endogen sebagai kekuatan prediksi dari model
struktural. Pengaruh nilai R-Square dapat digunakan
untuk menjelaskan pengaruh variabel eksogen tertentu
terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai
pengaruh yang substantif. Nilai R-Square 0.75, 0.50
dan 0.25 menunjukkan bahwa model kuat, moderate
dan lemah yang mempresentasikan besarnya jumlah
variance konstruk yang dijelaskan oleh model.
G
ambar 4.1
Path Diagram (Algorithm)
Evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar variabel.
Evaluasi model struktural berkaitan dengan pengujian
hubungan antar variabel yang sebelumnya
43
dihipotesiskan. Di tahap akhir ini akan dilihat
pengaruh hubungan antar variabel laten dan
signifikansinya. Pengaruh hubungan dapat dilihat dari
tanda positif (+) atau negatif (-) yang ditampilkan dari
output SmartPLS 2.0 M3, sedangkan tingkat
signifikansinya dapat dilihat dari nilai t-value . Hasil
pengujian data menggunakan SmartPLS 2.0 M3 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Kecocokan Model Struktural
Variabel Eksogen Variabel Endogen R Square
Pengetahuan atas pajak Sikap atas Pajak 0,236
Sikap atas Pajak
Norma Subjektif
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Niat Berperilaku Patuh 0,964
Niat Berperilaku Patuh
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Kepatuhan Pajak 0,364
Sumber: Lampiran 6, Data output Sofware SmartPLS 2.0.M3, 2014
Dari hasil yang tampak pada tabel 4.3 diperoleh
nilai R-Square untuk variabel sikap atas pajak (PAP)
adalah 0.236, dan untuk variabel perilaku kepatuhan
pajak (PKP) adalah 0.364 yang berarti bahwa derajat
kecocokan antar kontruk untuk kedua variabel
tersebut tergolong lemah. Hal ini berarti bahwa kontruk
endogen sikap atas pajak dapat dijelaskan oleh
pengetahuan atas pajak sebesar 23.6%, dan untuk
kontruk endogen perilaku kepatuhan pajak dapat
dijelaskan oleh niat berperilaku dan kontrol perilaku
yang dipersepsikan sebesar 36,4%. Sedangkan untuk
variabel niat berperilaku (NB) memiliki derajat
kecocokan antar kontruk yang sangat kuat yaitu
44
sebesar 0,964. Hal ini berarti bahwa konstruk endogen
niat berperilaku (NB) dapat dijelaskan oleh sikap atas
pajak (SAP), norma subjektif (NS), dan kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) sebesar 96,4%.
Pengujian Hipotesis
Signifikansi parameter yang diestimasi
memberikan informasi yang sangat berguna mengenai
hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dasar
yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai
yang terdapat pada output path coeficients dan output
Anova berikut ini:
Tabel 4.4
Path Coeficients
Hipotesis Path Koefisien Jalur T-Value
H1 PAP → SAP -0.486 -6.952***
H2 SAP → NB 0.039 0.928
H3 NS → NB 0.860 16.497***
H4 KDP → NB 0.093 1.772*
H6 KDP → PKP 0.925 4.743***
H7 NB → PKP -0.370 -1.611
Sumber: Lampiran 6, Data output Sofware SmartPLS 2.0.M3, 2014
Keterangan : *** signifikan pada = 0,01 atau t-value = 2,58
** signifikan pada = 0,05 atau t-value = 1,96
* signifikan pada = 0,1 atau t-value = 1,64
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis pertama menyatakan bahwa
pengetahuan atas pajak berpengaruh terhadap sikap
atas pajak.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
pengetahuan atas pajak (PAP) terhadap sikap atas
pajak (SAP) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -
0.486 dengan nilai t-value sebesar -6,952. Nilai tersebut
45
signifikan pada tingkat 1% atau 2,58 dengan arahnya
negatif. Hasil tersebut berarti bahwa pengetahuan atas
pajak (PAP) memiliki hubungan negatif dan signifikan
terhadap sikap atas pajak (SAP) yang berarti sesuai
dengan hipotesis pertama, maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis pertama diterima.
Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis kedua menyatakan bahwa sikap atas
pajak berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
sikap atas pajak (SAP) terhadap niat berperilaku (NB)
menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0.039
dengan nilai t-value sebesar 0,928. Nilai tersebut tidak
menunjukkan signifikansi. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sikap atas pajak (SAP) memiliki
hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap niat
berperilaku (NB) yang berarti tidak sesuai dengan
hipotesis kedua, maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis kedua ditolak.
Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa norma
subjektif berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
norma subjektif (NS) dengan niat berperilaku (NB)
menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,860
dengan nilai t-value sebesar 16,497. Nilai tersebut
berpengaruh signifikan pada tingkatan 1% atau 2,58.
Hasil tersebut berarti bahwa norma subjektif (NS)
memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap niat
berperilaku (NB) yang berarti sesuai dengan hipotesis
46
ketiga, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga
diterima.
Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kontrol
perilaku berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
Pada tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel
kontrol perilaku dipersepsikan (KPD) dengan niat
berperilaku (NB) menunjukkan nilai koefisien jalur
sebesar 0,093 dengan nilai t-value sebesar 1,772. Nilai
tersebut berpengaruh signifikan pada tingkatan 10%
atau 1,64. Hasil ini berarti bahwa kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap niat berperilaku (NB) yang berarti
sesuai dengan hipotesis keempat, maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis keempat diterima.
Selanjutnya dalam penelitian ini akan dilakukan
uji signifikansi indirect effect dengan menggunakan
Sobel’s test untuk lebih memperkuat hasil pengujian
hipotesis 4 dan menjelaskan kenapa sikap sering tidak
konsisten dengan perilaku.
Pengujian Sobel’s test
Tabel 4.5
Uji signifikansi indirect effect dari variabel niat
berperilaku terhadap pengaruh kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak. Indirect Effect and Significannce Using Normal Distribution
Value s.e LL95CI UL95CI Z Sig(two)
Effect -0,3450 0,1106 -0,5617 -0,1283 -3,1208 0,0018
47
Berdasarkan pada tabel 4.5, tampak bahwa
pengujian signifikansi indirect effect dengan sobel’s test
diperoleh nilai Z = -3,1208 dan p = 0,0018. Karena z-
value dalam harga mutlak < 2,58 dan tingkat
signifikansi statistik z (p-value) < 0,01, berarti indirect
effect variabel independen terhadap variabel dependen
melalui mediator, signifikan pada 0,01. Dengan
demikian hasil menunjukkan bahwa variabel mediator
yaitu niat berperilaku secara signifikan membawa
pengaruh variabel independen yaitu kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak yang berkedudukan
sebagai variabel dependen. Hal ini juga memperkuat
hasil pengujian hipotesis 4.
Tabel 4.6 Uji Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 674.447 3 224.816 974.833 .000
Residual 38.975 169 .231
Total 713.422 172
Sumber: Lampiran 7, hasil pengolahan data IBM SPSS Statistics, 2014
Pengujian Hipotesis 5
Hipotesis kelima menyatakan bahwa sikap atas
pajak, norma subjektif, kontrol perilaku berpengaruh
secara simultan terhadap niat berperilaku.
Hasil uji pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa
nilai F hitung sebesar 974,83 dengan tingkat
signifikansi 0,000. Karena probabilitas (0,000) jauh
lebih kecil dari 0,05, maka model regresi ini dapat
dipakai untuk memprediksi niat atau bisa dikatakan
bahwa sikap atas pajak, norma subjektif dan kontrol
perilaku yang dipersepsikan berpengaruh secara
48
simultan terhadap niat Wajib Pajak untuk berperilaku.
Dengan demikian hipotesis kelima diterima.
Pengujian Hipotesis 6
Hipotesis keenam menyatakan bahwa kontrol
perilaku berpengaruh positif terhadap perilaku
kepatuhan pajak.
Hasil uji tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengaruh
kontrol perilaku dipersepsikan (KPD) dengan perilaku
kepatuhan pajak (PKP) menunjukkan nilai koefisien
jalur sebesar 0,925 dengan nilai t-value sebesar 4,743.
Nilai tersebut berpengaruh signifikan pada tingkatan
1% atau 2,58. Hasil ini berarti bahwa kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap perilaku kepatuhan pajak (PKP)
yang berarti sesuai dengan hipotesis keenam, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam diterima.
Pengujian Hipotesis 7
Hipotesis ketujuh menyatakan bahwa niat
berperilaku berpengaruh positif terhadap perilaku
kepatuhan pajak.
Tabel 4.4 tampak bahwa pengaruh variabel niat
berperilaku (NB) dengan perilaku kepatuhan pajak
(PKP) menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -0,370
dengan nilai t-value sebesar -1,611. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa niat berperilaku (NB) memiliki
hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap
perilaku kepatuhan pajak (PKP) yang berarti tidak
sesuai dengan hipotesis ketujuh, maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ketujuh ditolak.
49
PEMBAHASAN
Pengaruh Pengetahuan atas pajak terhadap Sikap
atas pajak
Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat
pengaruh antara pengetahuan atas pajak dengan sikap
atas pajak. Dari hasil pengujian, pengetahuan Wajib
Pajak atas pajak (PAP) menunjukkan pengaruh negatif
dan signifikan terhadap sikap Wajib Pajak atas pajak
(SAP) yang berarti semakin tinggi pengetahuan
seseorang tentang pajak, semakin mereka memiliki
sikap yang tidak mendukung pajak. Hasil penelitian ini,
bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Eriksen dan Fallan (1996) dan Endlund
(1999), yang memberikan hasil bahwa semakin tinggi
pengetahuan atas pajak, maka semakin positif sikap
atas pajak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
penelitian ini menunjukkan hasil yang bertolak
belakang dengan penelitian sebelumnya.
Pengaruh pengetahuan atas pajak yang signifikan
menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi atas
pajak menjamin Wajib Pajak akan memiliki sikap yang
negatif atas pajak. Hal tersebut diduga disebabkan oleh
persepsi atau keyakinan terhadap informasi-informasi
negatif yang mereka dapatkan dari berbagai sumber
sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan dengan
persepsi atau keyakinan tersebut dapat menumbuhkan
sikap yang tidak tepat. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan tinggi tentang pajak
justru membuat Wajib Pajak memiliki sikap tidak
mendukung pajak.
50
Pengaruh Sikap atas pajak terhadap Niat berperilaku
patuh
Hipotesis kedua menyatakan bahwa sikap atas
pajak memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujian, sikap
atas pajak memiliki pengaruh positif namun tidak
signifikan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
0,039 dan nilai t-value sebesar 0,928.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin
mendukung sikap seseorang atas pajak, maka niat
orang itu untuk berperilaku patuh semakin meningkat.
Namun adanya pengaruh yang tidak signifikan dari
variabel sikap atas pajak ini menunjukkan bahwa
walaupun seseorang cenderung dipengaruhi oleh sikap
yang mendukung pajak namun hal tersebut tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap niat untuk
melakukan perilaku patuh pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Jika melihat hasil analisis
deskriptif variabel sikap atas pajak dapat dikatakan
bahwa rata-rata jawaban responden hanya masuk
dalam kategori cukup berpengaruh. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata responden cukup
memiliki sikap yang mendukung pajak.
Apabila dikaitkan dengan Theory of planned
behavior yang menjelaskan bahwa sikap merupakan
salah satu variabel yang mempengaruhi niat seseorang
untuk melakukan perilaku tertentu, maka dari hasil
pengujian hipotesis 2 tidak mendukung teori ini. Sikap
merupakan faktor di dalam individu (faktor internal)
yang diasumsikan mempengaruhi niat berperilaku
seseorang. Dengan hasil uji hipotesis 2, ini dapat
51
dijelaskan bahwa faktor internal tidak berpengaruh
signifikan terhadap niat melakukan perilaku patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Lebih lanjut
dapat dikatakan bahwa meskipun ada sedikit pengaruh
internal (sikap), namun yang juga turut menentukan
niat melakukan perilaku patuh adalah pihak luar
(faktor eksternal) yang ditunjukkan melalui pengaruh
orang-orang sekitar maupun seberapa besar kontrol
yang dimilikinya.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
dari Hidayat & Nugroho (2010); Jayanto (2011); dan
Rohmawati (2013) yang menunjukkan sikap tidak
berpengaruh terhadap niat berperilaku.
Pengaruh Norma subjektif terhadap Niat berperilaku
patuh
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa norma
subjektif memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujian, maka
hasilnya mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa
semakin besar tekanan sosial dari lingkungan Wajib
Pajak untuk patuh pajak, semakin besar pula niat
Wajib Pajak untuk berperilaku patuh.
Adanya hubungan positif dari norma subjektif
untuk berperilaku patuh terhadap niat berperilaku
untuk berperilaku ini, membuktikan secara empiris
bahwa Wajib Pajak cenderung merasakan adanya
tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya yang
mendorong mereka untuk memiliki niat berperilaku
patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal
ini juga dikarenakan adanya dimensi kultur
52
masyarakat timur yang kental. Dalam kultur
masyarakat timur, seseorang akan cenderung
mengikuti dan menganut nilai-nilai atau pendapat dari
orang-orang yang ada dilingkungan sekitranya
(Hofstede, 1991).
Apabila dikaitkan dengan Theory of Planned
behavior yang mengemukakan bahwa norma subjektif
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi niat
berperilaku, maka maka hasil pengujian hipotesis 3
mendukung teori tersebut. Hasil pengujian ini juga
sesuai dengan penemuan Mustikasari (2007); Zaini
(2010); dan Suherman (2012), yang menunjukkan
bahwa norma subjektif berpengaruh positif terhadap
niat berperilaku.
Pengaruh Kontrol perilaku yang dipersepsikan
terhadap Niat berperilaku patuh.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kontrol
perilaku memiliki pengaruh positif terhadap niat Wajib
Pajak untuk berperilaku patuh. Dari pengujiannya,
maka hasilnya mendukung hipotesis ini, yang berarti
bahwa semakin besar persepsi atas kontrol perilaku
yang dimiliki seseorang, maka akan meningkatkan niat
orang itu untuk melakukan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kontrol perilaku mengacu kepada persepsi
seseorang terhadap kemudahan atau kesulitan untuk
melakukan perilaku yang diinginkan, terkait dengan
keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber daya
dan kesempatan yang diperlukan untuk mewujudkan
perilaku tertentu (Ajzen 1991). Dari hasil analisis
53
deskriptif statistik menunjukkan bahwa responden
cenderung memiliki kontrol perilaku yang besar,
dimana hal ini dipengaruhi oleh keterserdiaan sumber
daya yang dimiliki dengan kesempatan yang ada. Selain
itu, didukung lagi oleh sikap mereka yang positif atas
pajak dan tekanan sosial dari lingkungan sekitar yang
tinggi, membuat mereka semakin memiliki niat yang
besar untuk melakukan perilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya dan hal ini
terbukti dalam pengujian hipotesis 4.
Selanjutnya hasil penelitian ini juga diperkuat
dengan hasil pengujian Sobel test statistic yang
menunjukkan bahwa variabel intervening yaitu niat
berperilaku patuh secara signifikan membawa
pengaruh variabel independen yaitu kontrol perilaku
terhadap perilaku kepatuhan pajak yang berkedudukan
sebagai variabel dependen. Hal ini membuktikan secara
empiris bahwa Wajib Pajak memiliki kontrol perilaku
yang besar untuk berperilaku patuh, akan mendorong
mereka untuk berniat berperilaku patuh yang pada
gilirannya meningkatkan kemungkinan mereka
berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Hasil penelitian mendukung theory of planned
behavior Ajzen (1991), Bobek & Hatfield (2003),
Ernawati (2011), serta Pangestu & Rusmana (2012)
yang menunjukkan bahwa kontrol perilaku
berpengaruh positif terhadap niat berperilaku.
54
Pengaruh Sikap atas pajak, Norma subyektif,
Kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap niat
berperilaku patuh.
Hipotesis kelima menyatakan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara variabel sikap atas pajak
(SAP), norma subjektif (NS), kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) dengan variabel niat untuk
berperilaku. Dari pengujiannya, maka hasilnya
mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa sikap
atas pajak, norma subyektif, kontrol perilaku secara
silmutan mempengaruhi niat untuk berperilaku patuh.
Secara konseptual ketiga determinan
mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun
ketiga determinan juga memiliki kaitan satu dengan
lainnya (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh
kesamaan informasi yang diterima yang dapat
mempengaruhi keyakinan (beliefs) yang dimiliki
individu tersebut. Contoh kaitan antar determinan
adalah sikap seseorang dalam menentukan niat dan
perilaku juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
dan kenyakinannya atas kontrol perilaku.
Peran lingkungan sosial atau orang-orang sekitar
(subjective norms) dapat membuat sikap seseorang
berbeda dengan niat dan perilakunya. Azwar (2005)
menjelaskan bahwa kondisi lingkungan dan situasi
memiliki pengaruh terhadap sikap seseorang.
Selanjutnya Kurt Lewin dalam Azwar (2005)
menjelaskan perilaku adalah fungsi karakteristik
individu (meliputi: sikap, nilai, motif) dan lingkungan.
Keduanya saling berinteraksi dalam menentukan
perilaku, bahkan pengaruh lingkungan dapat lebih
55
besar daripada karakteristik individu seseorang.
Senada, Robbins (2008) menjelaskan bahwa
berbedanya sikap seseorang dengan perilaku yang
ditampilkannya dipengaruhi oleh tekanan sosial.
Selanjutnya, yang turut membuat berbedanya
sikap seseorang dengan perilaku yang ditampilkan
yaitu efikasi diri (self-efficacy). self-efficacy adalah
bagian dari perceived behavioral control (Ajzen, 2002).
Self-efficacy dijelaskan oleh Badura (1997) sebagai
keyakinan individu terhadap kemampuan mereka yang
akan mempengaruhi cara individu tersebut dalam
bereaksi terhadap situasi dan kondisi tertentu. Danang
(2013) yang menyatakan bahwa sikap seseorang untuk
menampilkan perilaku juga dipengaruhi oleh efikasi
diri. Hal senada juga dikemukan oleh Wijaya (2007)
bahwa sikap seseorang dengan perilaku yang
ditampilkan sangat bergantung pada tingkat
kemampuannya untuk melakukan perilaku tersebut.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Taurusia (2011), Fausiah et al. (2013)
serta Anggelina dan Japarianto (2014).
Pengaruh Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan
terhadap Perilaku kepatuhan pajak.
Hipotesis keenam menyatakan bahwa terdapat
pengaruh positif antara variabel kontrol perilaku
dipersepsikan (KPD) dengan variabel perilaku
kepatuhan pajak. Dari pengujiannya, maka hasilnya
mendukung hipotesis ini, yang berarti bahwa semakin
besar kontrol perilaku yang dipersepsikan untuk patuh,
56
maka semakin besar pula perilaku patuh pajak yang
ditampilkan.
Seseorang yang memiliki kontrol perilaku yang
besar serta didukung dengan sikap yang positif dan
norma subjektif akan memunculkan niat untuk
berperilaku patuh dan diikuti dengan perilaku patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hal ini juga
dipengaruhi oleh kondisi pengendalian yang nyata di
lapangan (actual behavioral control). Kondisi nyata yang
memungkinkan Wajib Pajak untuk berperilaku patuh
akan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk
berperilaku patuh. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kontrol perilaku secara langsung mempengaruhi
perilaku patuh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajaknnya.
Penemuan ini sejalan dengan hasil temuan dari
Andrianto (2010), Laksono (2011), dan Hardaya (2013)
yang membuktikan bahwa kontrol perilaku memiliki
hubungan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Pengaruh Niat berperilaku patuh terhadap Perilaku
kepatuhan pajak.
Hipotesis ketujuh menyatakan bahwa terdapat
pengaruh positif antara variabel niat berperilaku (NB)
dengan variabel perilaku kepatuhan pajak. Dari
pengujiannya, maka hasilnya tidak menunjukkan
dukungan terhadap hipotesis ini, artinya variabel niat
berperilaku tidak memiliki hubungan positif terhadap
perilaku kepatuhan pajak.
Hasil penelitian ini berbeda dengan pandangan
studi teoritis dan empiris dari hasil penelitian
57
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Bobek & Hatfield
(2003), Ajzen (2005), Mustikasari (2007), dan Hidayat &
Nugroho (2010) yang menyatakan bahwa semakin besar
niat Wajib Pajak untuk berperilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, semakin besar
pula keberhasilan prediksi perilaku tersebut. Tidak
sesuainya hasil penelitian ini dengan penelitian
terdahulu, menunjukkan bahwa semakin besar niat
Wajib Pajak untuk berperilaku patuh tidak menjamin
bahwa mereka akan berperilaku patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakanya. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh keyakinan akan kemampuan untuk
melakukannya atau juga disebut sebagai keyakinan
sendiri (self efficacy) (Ajzen 2002). Pendapat yang
hampir sama dari Bandura (1997) yakni individual-
individual akan cenderung puas dengan perilaku yang
mereka rasa mampu melakukannya dan cenderung
tidak menyukainya untuk perilaku-perilaku yang
mereka tidak menguasainya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seseorang akan menampilkan
suatu perilaku ketika mereka merasa mampu untuk
melakukannya.
top related