iv. hasil dan pembahasan 4.1. gambaran umum...
Post on 06-Feb-2018
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
95
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Indomobil Group
Indomobil Group adalah suatu grup perusahaan yang merupakan agen
tunggal pemegang merek (ATPM) dan distributor dari merek kendaraan yang
terkenal, yaitu Suzuki, Nissan, Hino, Audi, Volvo, Renault, Volkswagen dan
Cherry. Untuk merek Suzuki, Nissan dan Hino adalah merek yang diimpor
secara terurai dan sebagian komponennya dibuat di dalam negeri. Sedangkan
merek lainnya diimpor dalam keadaan utuh, kecuali merek Cherry yang masih
dalam skala kecil, dengan komponen dibuat di dalam negeri. Fokus dalam
penelitian ini adalah tiga merek pertama, yaitu Suzuki, Nissan dan Hino.
Perusahaan yang menaungi kendaraan merek Suzuki adalah PT. Suzuki
Indomobil Motor (PT. SIM), dan yang menaungi kendaraan merek Nissan
adalah PT. Nissan Motor Indonesia (PT. NMI), serta kendaraan merek Hino
adalah PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia (PT. HMMI).
Secara umum, posisi produk Indomobil Group dalam pangsa pasar
(market share) mobil nasional, yaitu Suzuki 13% (58.095 unit), Nissan 4%
(19.040 unit), dan Hino jumlahnya kecil, namun merupakan produsen mobil
Truk dan Bus peringkat pertama untuk kelas jenis kendaraan niaga besar (truk
dan bus) di Indonesia per Agustus 2008 (Indomobil Group, 2008).
Visi dan misi dari Indomobil Group adalah :
Visi : Menjadi perusahaan otomotif terhandal dan terpercaya di dalam negeri
Misi : Mengembangkan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara
berkesinambungan untuk meningkatkan profesionalisme bagi
kepuasan pelanggan.
Memberikan kontribusi dan berupaya sepenuhnya bagi pengembangan
usaha perseroan.
Memberikan komitmen dan nilai terbaik bagi seluruh pihak terkait
yang berkepentingan, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
96
Dari visi dan misi tersebut tergambar secara jelas komitmen dan nilai terbaik
yang diberikan perusahaan terhadap pihak masyarakat di sekitar lokasi pabrik
dan juga pihak terkait lainnya yang berkepentingan (pemangku kepentingan).
4.1.2 PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM)
Perusahaan industri otomotif ini beroperasi di daerah Bekasi yang
berlokasi di jalan Jl Raya Diponegoro KM 38.2, Tambun, Bekasi semenjak Mei
1991. PT. SIM bergerak dalam bidang pembuatan komponen body dan
assembling mobil baru merek Suzuki. Perusahaan mempekerjakan 2.775 orang
karyawan, dengan perincian sebagai berikut :
Production
Press : 157 orang
Welding : 651 orang
Painting : 409 orang
Assembly : 521 orang
PMC : 223 orang
Final Inspection : 69 orang
PPIC : 29 orang
Subtotal 2.059 orang
Production support : 424 orang
Other : 292 orang
Total : 2.775 orang
Bentuk struktur organisasi pada perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor
sebagaimana dimuat pada Gambar 9.
97
Jumlah produksi mobil merek Suzuki yang telah diproduksi dan yang masih
diproyeksikan untuk masa mendatang dimuat pada Tabel 13.
Tabel 13. Realisasi produksi mobil merek Suzuki
Tahun Produksi Realisasi (unit) Proyeksi (unit)
2000 46568 -
2001 53226 -
2002 62955 -
2003 71295 -
2004 81813 -
2005 104099 -
2006 51902 -
2007 60012 -
2008 83042 -
2009 49747 -
2010 - 107.820
Sumber : Laporan Produksi PT SIM, 2000-2009
Production
Pressing
shop
Welding
shop
Assembling
shop Final
inspection
Power
Maint.
Part
insp
PPIC Design Tech. control Manufacture eng NA
Gambar 9
Struktur organisasi PT SIM ( PT. SIM, 2008)
98
Produk dari PT. SIM adalah berbagai jenis kendaraan roda empat seperti dimuat
pada Tabel 14.
Tabel 14. Daftar produk Suzuki
No. Nama Jenis Cc Transmisi
1 Neo Baleno Sedan 1500 Manual
2. Neo Baleno Sedan 1500 Automatic
3. Carry SL410MB Minibus 1000 Manual
4. Carry SL410PU Pick Up 1000 Manual
5. Karimun Estillo Sedan kecil 1100 Manual
6. Futura SL415MB Minibus 1500 Manual
7. Futura SL415PU Pick Up 1500 Manual
8. APV GC415VMB Minibus 1500 Manual
9. APV GC415VMB Minibus 1500 Automatic
10. Swift STMT Sedan 1500 Manual
11. Swift STAT Sedan 1500 Automatic
12. SX-Over MT Sedan 1500 Manual
13. SX-Over AT Sedan 1500 Automatic
14. Grand Vitara 2.0 MT Jeep 2000 Manual
15. Grand Vitara 2.0 AT Jeep 2000 Automatic
16. Grand Vitara 2.4 MT Jeep 2400 Manual
17. Grand Vitara 2.4 AT Jeep 2400 Automatic
Sumber : UPL/UKL PT. SIM, 2008
99
4.1.3 Proses produksi
Proses pembuaatan komponen kendaraan bermotor roda empat dan
perakitannya bermula dari pengadaan material terurai atau completely knocked
down (CKD) yang terdiri dari CKD import dan CKD lokal. CKD impor
merupakan komponen jadi yang didatangkan dari beberapa negara produsen
CKD, seperti Jepang. Kondisi CKD impor merupakan komponen jadi yang
sudah siap pakai untuk melengkapi pembuatan sebuah kendaraan utuh atau
completely built up (CBU). Sedangkan CKD lokal merupakan komponen yang
di produksi sendiri di dalam negeri oleh PT Suzuki Indomobil Motor dari bahan
baku yang sebagian besar berbahan dasar logam jenis Fe3C (besi baja).
Sebagian besar bahan baku tersebut merupakan bahan baku lokal, namun
beberapa diantaranya masih merupakan bahan baku impor.
Bahan baku berbentuk steel plat dan steel pipe ini pertama kali diproses
pada shearing shop. Pada tahap ini dilakukan pemolaan berdasarkan spesifikasi
kendaraan yang akan diproduksi. Bahan baku kemudian dipotong pada cutting
shop berdasarkan pola yang ditentukan sebelumnya. Hasil pemotongan
merupakan raw parts yang sudah berbentuk sesuai peruntukannya. Proses ini
menggunakan cutter bertekanan hydraulic dengan variable tekanan 0-50
kg/cm2. Raw parts selanjutnya dicetak pada Stamping Press Shop membentuk
stamped parts yang sudah mulai berbentuk tiga dimensi. Proses ini
menggunakan stamper bertekanan hydraulic dengan variable tekanan antara 15
– 5.000 tom/m2. Stamped parts kemudian disambung antara satu dengan yang
lain dan atau dengan komponen non stamped parts pada bending shop
membentuk small parts dan big parts, seperti top roof, fuel tank, chasis.
Beberapa bagian small parts dan big parts yang terbentuk disambung lagi
melalui pengelasan pada welding shop sehingga membentuk komponen yang
lebih sempurna untuk dipakai pada proses perakitan CBU. Komponen ini
dikenal sebagai welded parts. Welded parts selanjutnya memasuki proses
surface treatment yang terdiri dari pemolesan, pembersihan, dan pengecatan.
Sebagian welded parts memang harus mengalami pemolesan dengan
menggunakan buffer dan grinder pada Buffing Shop guna meratakan bekas-
100
bekas pengelasan yang menebal. Namun sebagian lagi tidak memerlukan proses
pemolesan dan dapat langsung memasuki proses pengecatan.
Sebelum pengecatan welded parts (baik yang dipoles maupun tanpa
poles) terlebih dahulu dilakukan pretreatment guna membebaskan senyawa
lemak yang menempel pada permukaan komponen yang bersumber dari cairan
oli yang membasahi permukaan bahan baku sejak awal proses produksi, guna
menghindari overheating sekaligus gesekan yang dapat menimbulkan cacat
pada permukaan komponen, khususnya saat proses stamping press.
Komponen yang sudah bebas noda lemak diumpan ke Painting Shop
melalui overhead conveyor yang bergerak seperti ikan lumba-lumba.
Pengecatan dengan teknologi ramah lingkungan yang dikenal dengan cathodic
electro deposition. Teknologi yang menggunakan metode electroplating ini
memberikan muatan listrik negatif pada material cat (sebagai katode).
Timbulnya gaya listrik akibat perbedaan muatan mengakibatkan terjadinya
adhesi elektrokimia yang sangat kuat diantara ion berbeda, sehingga ikatan
permukaan antara material komponen dan material cat berada pada tingkat
kekuatan sangat tinggi. Komponen yang sudah di cat selanjutnya dikeringkan
dengan oven pada suhu 1700C. Pengecatan ini selain bertujuan untuk
memberikan nilai estetika, juga memberikan proteksi tehadap komponen yang
rawan oksidasi. Painted parts, CKD lokal dan CKD impor secara simultan
diumpan ke Assembling Shop guna perakitan CBU kendaraan bermotor roda
empat.
Produk CBU memasuki tahapan proses produksi akhir berupa test inspection,
yang dilakukan, terutama untuk menguji body performance, mechanical and
lighting performance, electrical and audio performance, kekedapan suara dan
air dalam kabin, serta performa kendaraan saat dipacu pada beberapa tingkat
kesulitan medan jalan. Sebagai rangkaian akhir manajemen mutu produksi
diterapkan secara cradle to grave dengan sistem manajemen mutu ISO 9001
(PT SIM, 2008).
101
4.2 Analisa Kawasan PT SIM
4.2.1 Kondisi Geografis dan Keadaan Wilayah
PT SIM berada di lokasi Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun
Selatan Kabupaten Bekasi yang secara geografis kelurahan Jatimulya terletak
pada ketinggian 14 m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan rataan suhu di
Kelurahan Jatimulya 320
- 400C dengan luas wilayah ± 567,321 ha, terdiri dari
18 wilayah rukun warga dan 168 wilayah rukun tetangga (RT).
Secara administratif wilayah Jatimulya berbatasan dengan daerah-
daerah seperti dimuat pada Tabel 15.
Tabel 15. Batas wilayah Kelurahan Jatimulya
Letak Batas Desa/Kelurahan Keterangan
Sebelah Utara Setiamekar Kecamatan Tambun Selatan
dan jalan protokol Diponegoro
Kabupaten
Bekasi
Sebelah Timur Setia Darma dan Lambang Sari
Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten
Bekasi
Sebelah Selatan Mustikajaya dan Mustika sari Kecamatan
Mustikajaya
Kota Bekasi
Sebelah Barat Margahayu dan Pengasinan Kecamatan
Bekasi Timur dan Rawa Lumbu
Kota Bekasi
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
4.2.2 Keadaan Penduduk
Kelurahan Jatimulya merupakan kelurahan terpadat se Kabupaten Bekasi
dengan jumlah penduduk 79.697 jiwa yang terdiri dari 37.373 jiwa laki-laki dan
42.324 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 17.343, sesuai laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Tahun 2009.
Dilihat dari mata pencahariannya, struktur penduduk kelurahan
Jatimulya, seperti dimuat pada Tabel 16.
102
Tabel 16. Struktur penduduk kelurahan Jatimulya
No. Jenis Pekerjaan Persentase
(%)
1 Bidang Pertanian 15,4
2 Bidang Peternakan 0,04
3 Bidang Jasa Pemerintahan/Non Pemerintahan 19,08
4 Biadang Perdagangan 34,84
5 Bidang Industri 12,41
6 Bidang Jasa Lembaga Keuangan 3,28
7 Bidang Jasa Komunikasi dan Angkutan 5,72
8 Bidang Jasa Lainnya 8,16
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Dengan demikian mayoritas penduduk Kelurahan Jatimulya adalah bekerja di
sektor perdagangan, jasa dan industri. Sedangkan yang bekerja di sektor
pertanian hanya sebagian kecil saja. Mayoritas masyarakat Kelurahan Jatimulya
merupakan suku/etnis Betawi sebanyak 35,62%, suku/etnis Jawa sebanyak
14,43%, suku/etnis Sunda sebanyak 11,77%, suku/etnis Batak 5,76% dan
suku/etnis lainnya sebanyak 0,57%. Meskipun demikian, migrasi penduduk dari
berbagai etnis tersebut telah hidup berdampingan dan berkembang di wilayah
Kelurahan Jatimulya. Nilai-nilai, norma dan kaidah budaya Betawi tampak
melekat dan dominan dalam kehidupan masyarakat Kelurahan Jatimulya.
Selain dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Betawi, pola kehidupan
masyarakat Kelurahan Jatimulya diwarnai oleh nilai-nilai agama, khususnya
agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat. Dinamika religiusitas
masyarakat nampak dalam aktivitas sehari-hari dan pembinaan keagamaan,
seperti taman pendidikan agama Islam, organisasi massa ke-Islaman, yayasan,
masjid, madrasah, majlis ta‟lim, lembaga ekonomi Islam dan lain-lain.
103
4.2.3 Penggunaan Lahan
Mayoritas wilayah Kelurahan Jatimulya merupakan lahan permukiman dan
terdiri dari beberapa daerah industri baik itu industri rumahtangga sampai
kepada industri berat. Pembagian lahan secara terinci dimuat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pembagian lahan di kelurahan Jatimulya
No. Penggunaan Luas (Ha)
1 Permukiman (61%)
a. Permukiman KPR-BTN 121.123
b. Permukiman umum 224.943
2 Untuk Bangunan (34%)
a. Perkantoran 3.075
b. Sekolah 6.319
c. Pertokoan/Perdagangan 2.826
d. Pasar 0.800
e. Tempat peribadatan (Masjid, Mushola) 56.575
f. Kuburan/makam 6.085
g. Jalan 109.970
h. Lain-lain 6.205
3. Pertanian sawah (3%)
a. Sawah Pertanian Teknis (irigasi) 5.673
b. Sawah Tadah Hujan 11.025
4. Rekreasi dan Olah Raga (2%)
a. Lapangan Sepak Bula 3.200
b. Lapangan Bola Volley/Basket 1.650
c. Lain-lain 5.830
Jumlah Luas Seluruhnya 567.321
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Lokasi pusat Pemerintahan Kelurahan Jatimulya dekat dengan perbatasan
Kabupaten, sehingga jarak dari pusat pemerintahan Kelurahan Jatimulya ke
104
pusat pemerintahan Kabupaten bekasi tidak terlalu dan dapat dijangkau, yaitu
sekitar 15 km.
4.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Gender
Tabel 18. Jumlah penduduk menurut kelompok umur
No. Kelompok Umur (Tahun) Tahun 2008 (orang) Tahun 2009
(orang)
1 0 – 1 1.564 1,594
2 > 1 - < 5 4,692 4.782
3 > 5 - < 7 6,256 6.376
4 > 7 - < 15 7.820 7.970
5 > 15 - < 56 33.627 34.270
6 > 56 24.243 24.706
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Dari Tabel 18 terlihat bahwa kelompok usia terbesar yang mendominasi dalam
struktur penduduk Kelurahan Jatimulya adalah kelompok produktif, yaitu usia
>15 tahun hingga 55 tahun. Sedangkan kelompok terkecil adalah usia 1 tahun ke
bawah. Ini berarti kelurahan Jatimulya sebagian besar adalah kelompok pekerja.
Jumlah penduduk perempun sedikit lebih banyak dari pada penduduk laki-laki
(Tabel 19).
Tabel 19. Jumlah penduduk berdasarkan gender (jenis kelamin)
No. Indikator Tahun 2008 (orang) Tahun 2009
(orang)
1 Jumlah penduduk 78.203 79.697
2 Jumlah laki-laki 36.703 37.373
3 Jumlah perempuan 41.501 42.324
4 Jumlah kepala keluarga 17.068 KK 17.343 KK
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
105
4.2.5 Data Tingkat Perkembangan
1.Pendidikan
a. Tingkat pendidikan
Tabel 20. Jumlah penduduk sesuai tingkat pendidikan
No. Tingkat pendidikan penduduk usia 15 tahun
keatas
Tahun 2008
(orang)
Tahun
2009
(orang)
1. Jumlah penduduk buta huruf 578 568
2. Jumlah penduduk tidak tamat SD/sederajat 1.736 1.769
3. Jumlah penduduk tamat SD/sederajat 4.051 4.128
4. Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat 9.838 10.026
5. Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat 29.514 30.078
6. Jumlah penduduk tamat D1-D3 8.681 8.846
7. Jumlah penduduk tamat S1-S3 3.483 3.551
Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
Jumlah penduduk kelurahan Jatimulya adalah sebagian besar lulusan SLTA atau
sederajat, disamping jumlah penduduk lulusan perguruan tinggi yang jumlahnya
cukup memadai.
.b. Wajib belajar
Tabel 21. Wajar (Wajib Belajar) 9 tahun dan angka putus sekolah
No. Wajib Belajar 9 Tahun dan Angka Putus
Sekolah
Tahun 2008
(orang)
Tahun
2009
(orang)
1. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun 7.820 7.970
2. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun masih
sekolah
7.780 7.935
3. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun putus
Sekolah
40 35
Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
Dari angka di atas (Tabel 21), hanya sebagian kecil jumlah penduduk usia 7-15
tahun yang tidak dapat menyelesaikan sekolahnya atau putus sekolah.
106
. c. Prasarana pendidikan
Tabel 22. Prasarana pendidikan
No. Prasarana Pendidikan Tahun 2008
(buah)
Tahun
2009
(buah)
1. SLTA/sederajat 9 9
2. SLTP/sederajat 5 5
3. SD/sederajat 15 15
4. Jumlah lembaga pendidikan agama 47 51
5. Lembaga pendidikan lain (kursus/sejenis) 5 5
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
2. Kesehatan masyarakat
Pada umumnya kondisi kesehatan masyarakat Kelurahan Jatimulya
dalam kondisi baik, dimana angka kematian bayi adalah 0,1 % terhadap jumlah
bayi yang lahir. Selanjutnya, jumlah balita bergizi buruk adalah 0,3% dari
jumlah balita. Mayoritas masyarakat adalah pengguna air sumur pompa, dan
seluruh rumah tangga telah memiliki jamban/WC.
3. Ekonomi Masyarakat
3.a. Pengangguran
Tabel 23. Jumlah penduduk pengangguran
No. Pengangguran Tahun 2008
(orang)
Tahun
2009
(orang)
1. Jumlah penduduk usia kerja 15-56 tahun 33.627 34.270
2. Jumlah penduduk usia kerja 15-56 tahun
tidak kerja
4.630 4.718
3. Jumlah penduduk wanita usia 15-56
tahun menjadi ibu rumah tangga
24.201 24.964
4. Jumlah penduduk usia >15 tahun yang
cacat sehingga tidak dapat bekerja
7 7
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Jumlah penduduk yang tidak bekerja pada usia 15-56 tahun mencapai kurang
lebih 13% dari jumlah penduduk usia kerja antara 15-56 tahun. Angka ini tidak
107
terlalu besar, atau tidak menjadi permasalahan bagi masyarakat Kelurahan
Jatimulya.
3.b Pendapatan
Tabel 24. Jenis mata pencaharian masyarakat
No.
Sumber Pendapatan
Tahun 2008
(orang)
Tahun 2009
(orang)
1. Pertanian 9.694 9.879
2. Kehutanan - -
3. Perkebunan - -
4. Peternakan 25 25
5. Perikanan - -
6. Perdagangan 21.832 22.252
7. Jasa 22.648 23.083
8. Penginapan/hotel/sejenis 187 187
9. Pariwisata - -
10. Industri Rumah tangga 8.278 8.436
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
3.c. Kelembagaan ekonomi
Tabel 25. Kelembagaan ekonomi
No. Kelembagaan ekonomi Tahun 2008
(buah)
Tahun 2009
(buah)
1. Pasar - -
2. Lembaga koperasi/sejenis 2 2
3. BUMDes - -
4. Warung makan 50 53
5. Angkutan R4 90 85
6. Toko/kios 212 256
7. Pangkalan ojek, becak, delman atau
sejenis
10 17
Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
108
3.d. Tingkat kesejahteraan
Tabel 26. Tingkat kesejahteraan masyarakat
No. Tingkat kesejahteraan Tahun 2008
(kel)
Tahun
2009 (kel)
1. Jumlah keluarga 17.068 17.269
2. Jumlah keluarga prasejahtera 315 319
3. Jumlah keluarga sejahtera-1 3.474 3.513
4. Jumlah keluarga sejahtera-2 8.515 8.617
5. Jumlah keluarga sejahtera-3 2.858 2.892
6. Jumlah keluarga sejahtera-3 plus 1.906 1.928
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Dari data pada Tabel 26 terlihat bahwa kelompok keluarga sejahtera-2 adalah
jumlah terbesar dalam struktur masyarakat ini. Keluarga sejahtera-2 adalah
keluarga yang dapat memenuhi indikator-indikator berikut :
1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
3. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang
baik.
4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
5. Bila pasangan usia subur ingin ber Keluarga Berencana (KB) pergi ke sarana
pelayanan kontrasepsi.
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
7. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
8. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/
telur.
9. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang pakaian
baru dalam setahun.
10. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah.
109
11.Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat, sehingga dapat
melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
12. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh
penghasilan.
13. Seluruh anggota keluarga umur 10 – 60 tahun dapat baca tulisan latin.
14. Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat
kontrasepsi.
Atau secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga sejahtera-2 adalah
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan
kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan perkembangannya (developmental needs), seperti kebutuhan untuk
peningkatan pengetahuan agama, interaksi dengan anggota keluarga dan
lingkungannya, serta akses kebutuhan memperoleh informasi (BKKBN, 2008).
4. Keamanan dan ketertiban
Kondisi keamanan dan ketertiban di wilayah kelurahan Jatimulya pada
periode 2008 hingga 2009 rsosialf aman. Hal ini ditandai dengan hanya terjadi 1
kejadian pada tahun 2008 yang merupakan konflik antar-kelompok, kasus
perkelahian 2 orang, pencurian 3 kali di tahun 2008 dan 1 kali di tahun 2009. Hal
ini ditunjang dengan banyaknya jumlah personil pos keamanan lingkungan, yaitu
147 orang di tahun 2008 dan 150 orang di tahun 2009. Jumlah Hansip yang adalah
15 orang.
4.2.6 PT.NMI
a. Gambaran Umum
PT. Nissan Motor Indonesia adalah produsen mobil merek Nissan
berlokasi di dalam kawasan industri Kota Bukit Indah tepatnya di Blok A-III
Lot 1-14. Lokasi tersebut berada di wilayah Desa Dangdeur, Kecamatan
Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Karakteristik dari Desa Dangdeur sebagai
kawasan industri yang dijadikan lokasi berdirinya pabrik ini, dikarenakan letak
geografisnya sebagai sarana kawasan bagi kegiatan industri dan komersial
110
lainnya berada dekat dengan kota Purwakarta, serta berada di tengah untuk jalur
ruas Jakarta-Bandung dan Cirebon dengan fasilitas yang sangat memadai untuk
mencapai ketiga kota utama tersebut. PT. Nissan Motor Indonesia atau PT NMI
memiliki luas areal seluas 211.636 m2 .
b. Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan adalah perakitan dari komponen-
komponen mobil yang dirakit di Body Shop. Kemudian setelah dirakit, Body
mobil dikirim ke Paint Shop untuk proses pengecatan. Dari Paint Shop ke Final
Assy untuk proses pemasangan spare parts dan terakhir ke Test Central. Limbah
cair dari Paint Shop diolah di instalasi pengolah air limbah (IPAL), sedangkan
limbah padat ditampung dan diambil oleh swasta. Rangkaian proses produksi itu
(Gambar 10) didahului oleh proses stamping, yaitu proses pembuatan
komponen body.
111
Gambar 10. Diagram alur produksi (PT. NMI, 2008)
c. Produk PT. NMI
Produk dari mobil bermerek Nissan keluaran PT. Nissan Motor Indonesia cukup
beragam jenisnya, seperti dimuat pada Tabel 27.
Logistic
Material
Metal
Stamping
ng
Body Shop
Paint Shop Trim &
Chassis
Test Centre
(Cetak
Body)
Pengecatan
Komponen-
komponen
Body Part
Pengecatan
Komponen –
komponen
Body Part
Pengecatan
Komponen-
komponen
Body Part
Pengecatan
Komponen-
komponen
Body Part
Pembongkaran
peti-peti CKD
(completely
knock down)
Palet kayu
Kertas
Plastik
Besi
Bising
Debu
Debu
Bising
Sand
Blasting
Bising
Debu
Pretreatment
& E.D
Sisa
pengolahan
limbah
Sludge
phospatic
Sludge E.D
Gas
Kertas
Plastik
Debu
Bising
112
Tabel 27. Daftar Produk PT. NMI (Nissan)
No. Nama Jenis Cc Transmisi
1. Grand Livina 1.5 MT Sedan 1.500 Manual
2. Grand Livina 1.5 AT Sedan 1.500 Automatic
3. Livina XR Sedan 1.500 Manual
4. Livina XR Sedan 1.500 Automatic
5. Livina X-Gear Sedan 1.500 Manual
6. Livina X-Gear Sedan 1.500 Automatic
7. Latio Sedan kecil 1.500 Automatic
8. Grand Livina 1.8 MT Sedan 1.800 Manual
9. Grand Livina 1.8 AT Sedan 1.800 Automatic
10. Serena CT Minibus Automatic
11. Serena Highway Star Minibus Automatic
12. X-Trail 2.0 Jeep 2.000 Manual
13. X-Trail 2.0 Jeep 2.000 Automatic
14. X-Trail 2.5 Jeep 2.500 Manual
15. X-Trail 2.5 Jeep 2.500 Automatic
16. Frontier Navara DC 4x4 Jeep Manual
17. Frontier Navara DC 4x4 Jeep Automatic
Sumber : PT.NMI, 2008
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di PT. NMI dimuat pada Tabel 28.
Tabel 28. Jumlah tenaga kerja di PT. Nissan Motor Indonesia
Klasifikasi Pekerja
Jumlah
Pendidikan
SMP
Pendidikan
SMA
Pendidikan
Akademi/Perg.
Tinggi
1. Manajer ke atas
2. Staff
3. Buruh/karyawan
8
54
443
-
-
-
-
7
423
8
47
10
Sumber : PT.NMI, 2008
4.2.7 PT.HMMI
a. Gambaran umum
PT. HMMI adalah perusahaan yang bergerak di dalam pebuatan
komponen dan perakitan kendaraan bermotor roda empat dan lebih yaitu jenis
truck dan bus. Perusahaan memiliki lokasi pabrik dalam Kawasan Industri Kota
Bukit Indah (KBI) terdapat di Blok D1 nomor 1, sebagaimana PT. Nissan
Motor Indonesia, terdapat di kawasan industri KBI berada di wilayah Desa
Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta.
113
PT. HMMI memiliki luas lahan 119.790 m2 dengan jumlah karyawan
588 orang (Tabel 29).
Tabel 29. Jumlah tenaga kerja di PT. HMMI
Klasifikasi
Pekerja
Jumlah
Pend.
SD
Pend.
SMP
Pend.
SMA
Pendidikan
Akademi/PT
1. Manajer keatas
2. Staff
3. Buruh/karyawan
4. Lainnya(satpam,
office boy, dll)
57
174
346
11
-
3
-
-
-
5
4
5
2
52
342
6
55
114
-
-
Total 588 3 14 402 169
Sumber : UPL/UKL tahun 2008 (PT. HMMI, 2009)
b. Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan oleh PT. HMMI adalah sebagaiman yang
tergambar dalam proses alur produksi dimuat pada Gambar 11. Dari proses
produksi tersebut dihasilkan limbah baik padat, cair maupun polusi udara.
114
Raw material
Engine Suspensi
system
Drive
Axle
Lain-lain
(Tire,
spring
shock, dll)
Transmisi
Chassis Cabin/
body
Rinsing and Washing
Welding and
Assembling
Cabin
Steering
Assembling sub
assy & pelumasan
Painting
Assembling sub
assy & pelumasan
2
1
Assembling
engine assy
&
pelumasan
Assembling
suspensi
system & pelumasan
Assembling
drive axl &
pelumasan
Assembling
transmisi &
pelumasan
3
E/G
test
(kedap
suara)
Washing,
rinsing &
phospating
ED coat
Washing and
rinsing
Painting
Engine
assy
Suspensi
system
assy
Drive
axle
assy
Transmisi
assy
Transmisi
assy Chassis
assy
Cabin
assy
Assembling Kendaran Bermotor
Final inspection.
Warehouse/storage
Cabin assy
Gambar 11. Alur proses produksi
Keterangan:
1. Kayu, karton
2. Air cucian
3. Pelumas dan oli
4. Oli
4
Sludge and
waste water
c. Jenis Produk .
Jenis produk yang dikeluarkan oleh PT. HMMI bermerek Hino adalah produk
yang mengkhususkan diri pada jenis jenis kendaraan komersial besar baik truk
maupun bus, serta jenis chassis untuk berbagai keperluan modifikasi. Produk-
produk yang dimaksud dimuat pada Tabel 30.
Tabel. 30. Jenis produk PT HMMI (HINO)
No Nama Jenis GVW Transmisi
1. Dutro 110SDWU302 Pick Up/Truck 5.200 kg Manual
2. Dutro110LDWU342 Pick Up/Truck 7.500 kg Manual
3. Dutro 130MDWU342 Pick Up/Truck 8.000 kg Manual
4. Dutro 130HDWU342 Pick Up/Truck 8.750 kg Manual
5. FG235JJ Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
6. FG235JK Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
7. FG235JL Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
8. FG235JP Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
9. FG260JM Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
10. SG260JT/H Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
11. FL235JN Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
12. FL235JW Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
13. FL235JT Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
14. FL260JT Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
15. FL260JW Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
16. FM260J Dump Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
17. FM260J Mixer Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
18. FM 320P T/H Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
(PT.HMMI, 2009)
116
4.2.8 Analisa kawasan PT. NMI dan HMMI
PT. NMI dan HMMI sama-sama berlokasi di dalam Kawasan Industri Kota Bukit
Indah yang terletak di wilayah Desa Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten
Purwakarta. Profil Desa Dangdeur adalah :
a. Kondisi geografis dan keadaan wilayah
Luas wilayah Desa Dangdeur adalah 840 Ha dan menurut tipologinya adalah
merupakan Desa sekitar hutan, karena terdapat hutan jati di wilayah tersebut yang
dikuasai oleh negara. Penggunaan lahan di desa Dangdeur secara terinci di Tabel 31.
Tabel 31. Luas lahan di Desa Dangdeur
Jenis Tanah Luas (Ha)
Tanah sawah
- Sawah tadah hujan 119,910
Tanah kering
- Tegal/ladang 115,445
- Pemukiman 107
Tanah perkebunan
- Tanah perkebunan rakyat 86,0211
Tanah fasilitas umum
- Kas desa 1,4875
- Lapangan 0,0780
- Perkantoran Pemerintah 0,5307
- Lainnya 6,7482
Tanah hutan
- Hutan lindung (Jati) 414
Tanah sawah adalah berbentuk sawah tadah hujan, karena sampai saat ini
belum ada irigasi yang dibuat untuk mengairi sawah tersebut. Sedangkan hutan
117
lindung yang dimaksud adalah milik Perum Perhutani dan terdiri dari hutan Jati.
Dilihat dari lokasinya letak desa Dangdeur berada 3,5 km dari ibu kota kecamatan
terdekat (Bungursari), dengan bentangan wilayah desa Dangdeur berbentuk datar.
b. Potensi sumberdaya manusia
Komposisi jumlah penduduk di desa Dangdeur adalah seperti dimuat pada
Tabel 32.
Tabel 32. Komposisi jumlah penduduk
(Kecamatan Bungursari, 2009)
Dari data tersebut, terlihat jumlah laki-laki dan perempuan di desa Dangdeur adalah
seimbang atau setara. Dibanding dengan luas lahan Desa Dangdeur jumlah penduduk
Desa Dangdeur tidak terlalu besar dengan komposisi penduduk menurut kelompok
umur seperti dimuat pada Tabel 33
Tabel 33. Jumlah penduduk menurut kelompok umur
No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (orang)
1 5 – 6 58
2 7 – 12 234
3 13 – 15 68
4 16 – 21 135
5 22 – 59 1.169
6 > 60 116
(Kecamatan Bungursari, 2009)
Jumlah penduduk terbesar di Desa Dangdeur adalah kelompok usia 22 – 59 tahun
atau berada pada usia produktif. Tingkat pendidikan penduduk dimuat pada Tabel 34.
No. Komposisi Penduduk Jumlah (orang)
1 laki-laki 965
2 Perempuan 970
4 Total 1.935
118
Tabel 34. Jumlah KK menurut tingkat pendidikan
No. Tingkat pendidikan Jumlah (orang)
1. Tidak tamat SD 133
2. Tamat SD – SLTP 396
3. Tamat SLTA 89
4. Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 13
Jumlah KK 631
Sumber: Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan Bungursari 2009
Dilihat dari data pada Tabel 34 maka jumlah kepala keluarga penduduk desa
Dangdeur yang hanya tamat SD-SLTP cukup mendominasi, diikuti tamatan SLTP,
sehingga untuk usia produktif cukup sulit untuk bersaing memperebutkan lapangan
kerja di sektor formal karena kualifikasi pendidikan kurang memadai.
Mata pencaharian pokok penduduk desa Dangdeur adalah seperti dimuat pada
Tabel 35.
Tabel 35. Jenis mata pencaharian penduduk
No. Mata pencaharian Jumlah (orang)
1. Petani 282
2. Pedagang 67
3. Buruh 84
4. Pegawai swasta 63
5. Pegawai negeri 5
6. TNI/POLRI 4
7. Lain-lain 96
( Desa Dangdeur, 2009)
Mayoritas penduduk Desa Dangdeur bekerja di sektor pertanian, baik sebagai
petani dan buruh tani, diikuti buruh dan juga pedagang. Dengan total tenaga kerja
yang ada adalah 564 orang (jumlah penduduk usia 15-60 tahun dikurangi jumlah ibu
rumahtangga dan penduduk masih bersekolah). Di Desa Dangdeur terdapat organisasi
119
Ibu-Ibu PKK yang berjumlah 24 orang anggotanya dan juga organisasi kepemudaan
Karang Taruna dengan jumlah anggota berjumlah 15 orang. Kelompok gotongroyong
merupakan kelompok yang memiliki anggota terbesar, yaitu 900 orang.
c. Kelembagaan ekonomi
Di luar dari lokasi kawasan industri Kota Bukit Indah maka desa Dangdeur
memiliki kelembagaan ekonomi seperti dimuat pada Tabel 36.
Tabel 36. Kelembagaan ekonomi yang ada di desa Dangdeur
No.
Jenis
Jumlah unit
Jumlah
anggota/tenaga
kerja (orang)
1. Koperasi - -
2. Industri Kerajinan 2 4
3. Toko/swalayan 1 14
4. Industri rumah tangga - -
5. Warung kelontong 3 6
6. Angkutan 16 32
7. Pedagang pengumpul/tengkulak 2 -
8. Pasar - -
9. Kelompok simpan pinjam 1 3
(Desa Dangdeur, 2009)
Dilihat dari sedikitnya kelembagaan ekonomi seperti lembaga koperasi tidak ada,
pasar tidak ada, demikian pula lembaga perbankan tidak ada. Lembaga yang ada di
Desa Dangdeur hanya kelompok simpan pinjam informal, sehingga tingkat
perputaran ekonomi masyarakat di desa ini relatif rendah.
120
d. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang ada di Desa Dangdeur dimuat pada Tabel 37.
Tabel 37. Lembaga pendidikan yang ada
No. Jenjang pendidikan Jumlah unit Jumlah peserta
(orang)
1. TK 1 15 orang
2. SD/sederajat 2 426 orang
3. SLTP/sederajat - -
4. SLTA/sederajat - -
5. Lembaga pendidikan keagamaan 2 100 orang
(Desa Dangdeur, 2009)
Dari lembaga pendidikan yang ada masyarakat Desa Dangdeur yang akan
melanjutkan ke jenjang pendidikan SLTP sederajat dan selanjutnya harus mencari
sekolah ke desa lain yang berarti menempuh jarak yang cukup jauh.
e. Prasarana dan sarana
1) Prasarana dan sarana transportasi
Sarana transportasi memegang peranan penting dalam peningkatan
pertumbuhan bagi suatu wilayah, termasuk Desa Dangdeur. Kondisi jalan sebagai
prasarana transportasi yang ada di daerah desa Dangdeur dimuat pada Tabel 38.
Tabel 38. Mutu jalan
No. Jenis Panjang jalan (km)
1. Jalan aspal 4,5
2. Jalan makada 3
3. Jalan tanah 3
4. Jalan antar desa (aspal) 3
(Desa Dangdeur, 2009)
Dari kondisi jalan yang ada di Desa Dangdeur hanya jalan utama yang
melintasi Desa Dangdeur yang beraspal sepanjang 4,5 km dan sisanya adalah ruas-
121
ruas jalan yang menghubungkan antar-pemukiman warga adalah jalan bebatuan,
serta jalan tanah yang tentu saja tidak nyaman dan cenderung sulit dilalui bila
hujan deras turun. Di desa tersebut terdapat satu buah jembatan beton.
2). Prasarana komunikasi
Di Desa Dangdeur terdapat warung telepon atau wartel sebagai sarana
komunikasi lewat telepon bagi warga. Namun tidak terdapat kantor pos ataupun
kantorpos pembantu.
3). Prasarana air bersih
Mayoritas penduduk Desa Dangdeur menggunakan sumur gali sebagai sumber
air bersih yang digunakan warga dengan jumlah 250 buah sumur gali, sedangkan
sumur ponpa hanya 2 buah, mata air 2 buah dan sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) 1
buah. Jumlah pengguna sumur gali adalah sebanyak 420 Kepala Keluarga (KK),
pengguna sumur pompa 21 KK, dan pengguna MCK 50 KK. Pengguna mata air
juga terdapat di desa ini dengan jumlah 100 KK. Ini menunjukkan bahwa kondisi
sarana air bersih tercukupi secara alamiah dengan sumur gali namun memang faktor
kebersihannya tidak terkontrol.
4). Energi
Pengguna prasarana energi yang menggunakan kayu bakar sebagai alat untuk
memasak mencapai 150 KK. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih
mengandalkan SDA kayu bakar yang jelas akan merugikan lingkungan.
5). Prasarana peribadatan
Mayoritas penduduk Desa Dangdeur adalah pemeluk agama Islam, atau tidak
ada pemeluk agama lain yang tercatat. Desa Dangdeur memiliki 5 buah mesjid dan
3 buah langgar/mushola.
6). Prasarana kesehatan
Di Desa Dangdeur terdapat 1 buah Puskesmas pembantu dan 3 buah
Posyandu, dengan jumlah dukun terlatih 1 orang dan bidan desa 1 orang.
f. Ekonomi Masyarakat
1). Pengangguran
122
Dilihat dari angka yang ada jumlah pengangguran yang tercatat di Desa
Dangdeur adalah seperti dimuat pada Tabel 39.
Tabel 39. Jumlah pengangguran di desa Dangdeur
No. Kategori pengangguran Jumlah
(orang)
1. Jumlah angkatan kerja (15-55 tahun) 200
2. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah 150
3. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun menjadi ibu rumah tangga 630
4. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja penuh 153
5. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja tidak tentu 308
(Desa Dangdeur, 2009)
Data pada Tabel 39 menunjukkan bahwa angka angkatan kerja yang
bekerja tidak tentu jumlahnya cukup tinggi (308 orang). Ini memerlukan perhatian
pihak-pihak terkait, agar tidak menimbulkan masalah, bahkan tindak kriminal.
2) Kemiskinan
Tabel 40. Tingkat kesejahteraan keluarga
No.
Tingkat kemiskinan
Jumlah
kel.
1. Kepala Keluarga 631 kel
2. Keluarga prasejahtera 124 kel
3. Keluarga sejahtera 1 193 kel
4. Keluarga sejahtera 2 133 kel
5. Keluarga sejahtera 3 162 kel
6. Keluarga sejahtera plus 19 kel
(Kecamatan Bungursari, 2009)
Dilihat dari komposisi tingkat kemiskinan penduduk (Tabel 40), ternyata
sebagian masyarakat desa Dangdeur berada pada kondisi keluarga sejahtera 1, yaitu
193 keluarga (30,6%) dari 631 keluarga yang ada. Ini berarti keluarga dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu sesuai kebutuhan dasar pada
123
keluarga pra sejahtera, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologis keluarga seperti pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, dan interaksi
dengan lingkungan (BKKBN, 2008).
4.3 Implementasi CSR
Kinerja implementasi program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) di
perusahaan dalam lingkungan Indomobil Group baik oleh PT. Suzuki Indomobil
Motor terhadap masyarakA sekitar, yaitu Kelurahan Jatimulya dan PT. Hino Motors
Manufacturing Indonesia dan PT. Nissan Motors Indonesia terhadap masyarakat
sekitar yaitu Desa Dangdeur, dapat dilihat dari persepsi masyarakat terhadap kinerja
perusahaan dalam beraktivitas dan juga terhadap kinerja produk yang dihasilkannya
dalam hal ini adalah emisi gas buang. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
4.3.1 PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM)
a. Program CSR perusahaan
Program CSR yang dilakukan PT SIM amat bervariasi baik yang khusus
terhadap masyarakat Kelurahan Jatimulya yang secara langsung dalam bentuk
donasi (charity) ataupun bantuan dalam bentuk non-tunai (philantrophy), maupun
kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT SIM meliputi areal yang lebih luas yaitu :
1) Pada tanggal 19 Agustus 2008 PT SIM menyediakan psosialhan kepada 500
guru Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas
di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang dilakukan secara
gradual dalam 10 termin pada 10 sekolah di areal Jabodetabek.
2) PT SIM berkontribusi dalam penghijauan dengan melakukan penanaman 1.000
pohon di kaki gunung Merapi, Jawa Tengah yang dilanjutkan dengan
mengadakan pagelaran sendratari ”Hanoman Obong” di areal Candi Prambanan,
Jawa Tengah sebagai bentuk upaya pelestarian budaya tradisional. Kegiatan ini
dilakukan pada 29 – 31 Agutus 2008.
3) Pada periode 18 Oktober – 30 November 2008 dalam rangka mendukung
program Pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya posyandu PT SIM
124
berkontribusi dengan mengadakan psosialhan pengembangan keselamatan bayi,
perkembangan anak, sistem informasi bagi 500 kader Posyandu yang tersebar di
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
4) Pada tanggal 20 Desember 2008 diadakan kegiatan sumbangan berupa lebih
dari 1000 pohon dari berbagai varitas untuk ditanam di Jakarta, Bogor,
Tangerang dan Bekasi.
5) CSR „Suzuki Peduli Bencana Alam di Sumbar dan Tasikmalaya‟
6) CSR “Suzuki Peduli Pendidikan” di Yayasan Perguruan Islam TSAQOFAH
ISLAMIYYAH, Cipayung – Jakarta Timur.
7) Suzuki Merah Putih Peduli Budaya dan Pendidikan
PT.SIM mengadakan kegiatan CSR melalui program „SUZUKI MERAH
PUTIH PEDULI BUDAYA DAN PENDIDIKAN „ pada tanggal 25 Oktober
tahun 2009 dengan menyerahkan fasilitas perpustakaan di SD Negeri Kebon
Dalem Lor, Candi Prambanan. Acara diikuti oleh 550 orang, dengan konvoy
dari masing – masing daerah (Yogja, Purwokerto, Solo dan Tegal) ke obyek
Wisata Candi Sewu di kawasan Prambanan.
8) Guna memulihkan dan membangun kembali sarana dan prasarana pasca-gempa
PT. SIM melakukan kegiatan CSR „Suzuki Peduli‟; bantuan tersebut diserahkan
langsung oleh pihak PT.SIM kepada Walikota Pariaman, Drs. H. Mukhlis
Rahman, MM di Kantor Dinas Kesehatan, Kota Pariaman, Sumatera Barat
(15/12, 2009). Dan untuk wilayah Tasikmalaya, diserahkan langsung kepada
Walikota Tasikmalaya, H. Syarif Hidayat di Kantor Pemerintah Kota
Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat (21/12 2009). Bantuan disalurkan
kepada masing–masing wilayah berupa 2 unit mobil Ambulance berbasis Suzuki
APV bagi pelayanan kesehatan pada dua Puskesmas; di Kecamatan Pariaman
Selatan dan di Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman serta sarana
Pendidikan berupa pembangunan gedung Sekolah Dasar No.27 Kp. Baru
Padusunan Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, Sumatera Barat senilai
Rp. 234.500.000,-. Sedangkan untuk wilayah Tasikmalaya, bantuan berupa 1
unit mobil Ambulance berbasis Suzuki APV kepada Sekretariat Satkorlak PBA
125
(Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana Alam) Pemerintah Kota
Tasikmalaya dan Sarana Pendidikan senilai Rp. 77,300.000,- kepada 7 Pondok
Pesantren (PP) di wilayah Kota Tasikmalaya.
9). Pada tanggal 13 April 2009 PT SIM berkontribusi dengan menyumbang 1 (satu)
unit mesin APV kepada Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya, Jakarta untuk
melengkapi laboratorium Fakultas dalam mendukung aktivitas belajar
mahasiswa.
4.3.2 PT Nissan Motors Indonesia
a. Program CSR perusahaan
Program CSR yang dilaksanakan pada PT. NMI adalah sebagai
berikut.
1) Berdasarkan hasil wawancara dengan Perangkat Desa, bentuk program CSR
perusahaan yang diberikan kepada masyarakat sekitar, khususnya Desa
Dangdeur adalah berupa sejumlah uang yang diberikan untuk membantu
memeriahkan HUT Kemerdekaan RI yang dirayakan di Desa tersebut.
2) PT Nissan Motor Indonesia (NMI) memberikan bantuan kepada SDN
Cijayanti 03, Bogor, dan SDN Babakan Madang 05, Bogor, berupa
perangkat komputer. Tak cuma itu, ada buku-buku ilmu pengetahuan untuk
keperluan perpustakaan, bola sepak dan kebutuhan belajar lainnya.
Pemberian bantuan ini merupakan bagian dari Nissan Sahabat Anak
Indonesia (NSAI), yaitu suatu kegiatan CSR Nissan dalam usaha membantu
pendidikan di Indonesia. Komitmen Nissan adalah melaksanakan kegiatan
CSR yang berkesinambungan di bidang pendidikan di Tanah Air. Kegiatan
ini dilakukan pada Desember tahun 2009
4.3.3 PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia
Berbagai bentuk pelaksanaan CSR di PT. HMMI meliputi :
a. Penanaman pohon di lingkungan sekitar pabrik dalam bentuk hutan kota.
126
b. Penyerahan mobil Hino Dutro sebagai mobil perpusatakaan keliling kepada
yayasan Emmanuel yang akan dipergunakan di daerah Jakarta dan Bogor.
4.4 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis existing condition program CSR berkelanjutan
dalam industri otomotif pada PT SIM di lokasi Kelurahan Jarimulya dan juga
kepada PT. NMI dan PT. HMMI didesa Dangdeur yang menggunakan aplikasi
Rapfish dengan metode Multi Dimensional Scaling, diperoleh status keberlanjutan
setiap dimensi (ekonomi, sosial dan lingkungan) dan status keberlanjutan
keterpaduan dimensi (multidimensi) program CSR.
4.4.1 Analisis Keberlanjutan
4 .4.1.1 PT.SIM
a. Status Keberlanjutan Program CSR untuk setiap dimensi
Hasil analisis menunjukkan bahwa program CSR dari tiga dimensi yang
dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan Program CSR menghasilkan
dimensi ekonomi (48,66) tidak berkelanjutan (skor < 50), dimensi sosial (51,15)
tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75) dan lingkungan (49,99) yang juga
tergolong tidak berkelanjutan (skor < 50). Dimensi yang paling penting untuk
diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi lingkungan yang tergolong
rendah nilai indeks keberlanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
dalam dua dimensi tersebut belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dalam
kegiatan CSR di Indomobil Group di PT. Suzuki Indomobil Motor. Dengan
demikian, di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 12.
127
47
48
49
50
51
52Ekonomi (48.66)
Sosial (51.15)Lingkungan (49.99)
Gambar 12. Diagram Layang (Kite-Diagram) nilai indeks keberlanjutan program
CSR dalam Industri otomotif di PT SIM
b. Status keberlanjutan program CSR dimensi ekonomi
Terkait dengan dimensi ekonomi, analisis MDS mempertimbangkan
atribut-atribut yang menjadi unsur dalam CSR berkelanjutan yaitu faktor
pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan
dimensi ekonomi, yaitu (1) kecenderungan konsumtif, (2) peluang kerja
diperusahaan dan (3) peluang usaha, sebagaimana terlihat pada Gambar 13,
dimana ketiganya memiliki nilai terbesar dibanding atribut-atribut yang lainnya.
Atribut-atribut lainnya yang bukan merupakan faktor pengungkit dapat diabaikan.
Leverage of Attributes
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
PENINGKATAN HARGA
DEGRADASI INFRASTRUKTUR
KECENDERUNGAN KONSUMTIF
PELUANG KERJA DIPERUSAHAAN
PENINGKATAN JENIS USAHA DAN JENIS
KEGIATAN
PELUANG USAHA
PENINGKATAN PENDAPATAN
PENINGKATAN JUMLAH LEMBAGA
EKONOMI DAN KEUANGAN
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 13. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi PT. SIM
128
Gambar 14. Hasil MDS dimensi ekonomi PT. SIM
Hasil uji MDS dimensi ekonomi pada PT SIM sebagaimana yang terlihat
pada Gambar 14 menunjukkan nilai 48,35. Nilai tersebut berada pada kategori
kurang berkelanjutan (standar 25 > nilai indeks ≤ 50). Aktivitas CSR dalam
dimensi ekonomi ini dinilai kurang memenuhi ekspektasi masyarakat.
c. Status keberlanjutan dimensi sosial
Untuk dimensi sosial, analisis keberlanjutan seperti pada Gambar 15
dengan menggunakan MDS terhadap atribut-atribut menghasilkan faktor
pengungkit yang sensitif terhadap CSR berkelanjutan dalam dimensi sosial,
seperti (1) kerenggangan sosial, (2) disintegrasi sosial, dan (3) erosi nilai-nilai
sosial. Tiga atribut ini merupakan atribut dengan nilai terbesar dari keseluruhan
atribut yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial.
129
Leverage of Attributes
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
KERESAHAN SOSIAL
KONFLIK (BENTURAN
SOSIAL)
DISINTEGRASI
SOSIAL
EROSI NILAI-NILAI
SOSIAL
KERENGGANGAN
SOSIAL
KONDISI KEAMANAN
PENINGKATAN ETOS
KERJA
PENINGKATAN
KEREKATAN SOSIAL
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 15. Hasil Indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. SIM
Gambar 16. Hasil MDS dimensi sosial pada PT. SIM
Hasil uji MDS dimensi sosial pada PT. SIM sebagaimana yang terlihat
pada Gambar 16 menunjukkan nilai 51,15. Nilai indeks tersebut tergolong belum
berkelanjutan (skor 50 – 75). Aktivitas CSR dalam dimensi sosial dinilai belum
memenuhi ekspektasi masyarakat.
130
d. Status keberlanjutan dimensi lingkungan
Untuk dimensi lingkungan, faktor pengungkit yang sensitif mempengaruhi
terhadap keberlanjutan dimensi lingkungan berdasarkan analisa MDS pada
Gambar 17 adalah (1) emisi gas buang mobil baru yang diproduksi, (2)
rehabilitasi lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Semuanya merupakan
atribut-atribut dengan nilai terbesar dibanding atribut lainnya.
Leverage of Attributes
0 1 2 3 4 5 6 7 8
PENCEMARAN UDAHA
KEBISINGAN
PENCEMARAN AIR
ESTETIKA LINGKUNGAM
EMISI GASBUANG MOBIL BARU YANG
DIPRODUKSI
AKTIVITAS PENGHIJAUAN
REHABILITASI LINGKUNGAN
KONSERVASI LINGKUNGAN
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 17. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT SIM
131
Gambar 18. Hasil MDS dimensi lingkungan PT SIM
Hasil analisis MDS dimensi lingkungan pada PT SIM (Gambar 18)
menunjukkan nilai 49,63. Nilai tersebut berada pada katagori kurang berkelanjutan
(standar 25 > nilai indeks ≤ 50). Aktivitas CSR dalam dimensi lingkungan dinilai
kurang memenuhi ekspektasi masyrakat.
Parameter statistik yang digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap
hasil kajian yang dilakukan di PT. SIM adalah nilai stress dan koefisien determinasi
(r2). Dua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu
tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan dimensi yang dikaji
mendekati kondisi sebenarnya. Nilai yang dihasilkan dari setiap dimensi dimuat
pada Tabel 41 memperlihatkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh,
2001). Artinya, hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan
bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25
(25%) dan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0.
Tabel 41. Hasil analisis MDS beberapa dimensi keberlanjutan Pada PT SIM
No. Dimensi Stress R2
1. Ekonomi 0,14 0,92
2. Sosial 0,14 0,92
3. Lingkungan 0,13 0,91
132
Dari analisis Monte Carlo terlihat nilai indeks keberlanjutan CSR dalam
industri otomotif pada PT. SIM pada taraf kepercayaan 95% untuk setiap dimensi,
menunjukkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis
MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 42, dimana perbedaan yang ada antara hasil
MDS dan hasil Monte Carlo, baik untuk dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan
menunjukkan nilai yang sangat kecil (hampir mendekati nol), sehingga dapat
dianggap tidak ada perbedaan yang berarti diantara keduanya.
Tabel 42. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT SIM
No. Dimensi Hasil MDS (a) Hasil Monte
Carlo (b)
Perbedaan
(a-b)
1 Ekonomi 48,66 48,35 0.31
2 Sosial 51,15 50,92 0.23
3 Lingkungan 49,63 49,63 0
Penjelasan dari masing-masing faktor pengungkit untuk setiap dimensi, baik
dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan adalah sebagai berikut.
1) Dimensi Lingkungan
a. Emisi gas buang mobil yang dihasilkan
Emisi gas buang kendaraan bermotor produk Suzuki yang dihasilkan
sebagai mobil baru telah memenuhi baku mutu gas buang kendaraan bermotor
jenis mobil baru, sesuai standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup No.141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi
(Current Production). Bahkan diduga sebagian besar telah berada di bawah
baku mutu gas buang kendaraan yang disyaratkan.
Emisi gas buang sebagai atribut yang menjadi faktor pengungkit yang
perlu diperhatikan untuk mencapai kondisi keberlanjutan, sehingga atribut ini
harus dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan mutunya untuk mencapai
kondisi yang lebih baik lagi. Aturan baku mutu seperti yang tercantum dalam
keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut pada dasarnya setara dengan
133
Euro 2 dari yang tercantum dalam standar baku mutu emisi gas buang
kendaraan baru yang berlaku di Eropa dan tingkat internasional. Di negara-
negara Eropa standar yang telah diberlakukan adalah mencapai Euro 5. Acuan
Euro tersebut telah menjadi pedoman internasional dalam menentukan standar
baku mutu kendaraan baru, sehingga pencapaian sesuai standar yang
diberlakukan di Eropa menjadi standar yang ideal. Namun perlu dicatat pula
bahwa dampak pencemaran atau polusi dari emisi gas buang kendaraan
bermotor terhadap kesehatan tergantung dari berbagai faktor, bukan hanya emisi
gas buang mobil baru tetapi juga diantaranya adalah tingkat kepadatan
kendaraan di jalanan, kondisi emisi gas buang kendaraan yang ada di jalanan
termasuk mobil yang telah lama di produksi, dan bahan bakar yang digunakan.
b. Rehabilitasi lingkungan
Kondisi lingkungan di wilayah dimana perusahaan PT. SIM berlokasi pada
dasarnya adalah berada pada kondisi yang kurang baik, yaitu berada dekat
dengan beberapa sungai kecil atau kali, yaitu kali Sasak Jarang dan Kali Sasak
Dua Elok. Kali tersebut adalah anak dari kali Bekasi. Kondisi yang dialami
adalah secara kasat mata kotor. Rinciannya dapat dilihat pada Gambar 19 -20.
Konsentrasi BOD dan COD
Air Sungai Sasak Jarang
0
20
40
60
80
100
120
Hulu Tengah Hilir BML III
Mg/
l
BO D
CO D
Konsentrasi BOD dan COD
Air Sungai Sasak Jarang
0
20
40
60
80
100
120
Hulu Tengah Hilir BML III
Mg/
l
BO D
CO D
Gambar 19. Konsentrasi BOD dan COD air sungai Sasak Jarang
134
Konsentrasi TDS dan TSS
Air Sungai Sasak Jarang
0
200
400
600
800
1000
1200
Hulu Tengah Hilir BML III
Mg/l
TDS
TSS
Konsentrasi TDS dan TSS
Air Sungai Sasak Jarang
0
200
400
600
800
1000
1200
Hulu Tengah Hilir BML III
Mg/l
TDS
TSS
Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi, 2009
Gambar 20. Konsentrasi TDS dan TSS air sungai Sasak Jarang
Menurut Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi
tahun 2009, hasil pengukuran mutu air memiliki kecenderungan konsentrasi
Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) lebih
tinggi dari Baku Mutu Air, sebaliknya, Total Dissolved Solid (TDS) dan Total
Suspended Solid (TSS) cenderung di bawah Baku Mutu Air Gol III (untuk:
pertanian), berdasarkan PP No.82 tahun 2001 . Hal ini menunjukkan adanya
pencemaran organik yang disebabkan oleh aktivitas rumahtangga di sepanjang
bantaran sungai.
Dari hasil pengukuran mutu air sungai tersebut dapat disimpulkan hal-hal
berikut :
1. Pencemaran senyawa organik, yang ditunjukkan dengan parameter kunci BOD
dan COD melampaui Baku Mutu Air Golongan III (untuk pertanian), baik di
hulu, tengah maupun hilir sungai dengan kisaran 500-550 mg/l. Hal ini
menunjukkan adanya pencemaran limbah domestik yang disebabkan oleh
aktivitas mandi-cuci-kakus di sepanjang sungai, atau pembuangan limbah
domestik tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Padatnya permukiman di
sepanjang sungai, merupakan salahsatu faktor tidak adanya tangki septik di tiap
rumah.
135
2. Mutu air dengan parameter kunci padatan terlarut (TDS), merupakan salahsatu
rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh
partikel yang terlarut di dalam air. Kualitas TDS di semuai titik suatu sungai
yang tidak melampaui baku mutu golongan III, terdapat pada sungai Sasak
Jarang.
3. Mutu air dengan parameter kunci padatan tersuspensi (TSS), merupakan salah
satu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan
oleh partikel yang tidak terlarut, tetapi mengendap, misalnya lumpur. Partikel
penyebab kekeruhan, karena TSS dapat dipisahkan melalui unit pengendapan
secara gravitasi. Mutu TSS di semua titik pantau sungai tidak melampaui baku
mutu golongan III. Hal ini menunjukkan pencemaran yang mengakibatkan
kekeruhan sungai pada umumnya bukan berasal dari lumpur atau erosi tanah.
Dugaan penyebab pencemaran air sungai yang didominasi oleh kegiatan
domestik berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi
(2009) menunjukkan fakta-fakta berikut:
1) Pembuangan air limbah domestik, terutama grey water secara langsung tanpa
pengolahan terlebih dahulu, sehingga Angka BOD dan COD air sungai masih
tinggi.
2) Adanya kegiatan domestik dari sebagian masyarakat yang tinggal di sepanjang
sungai telah mengakibatkan pencemaran sungai
3) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang belum terintegrasi dan berwawasan
lingkungan
4) Perumahan kumuh di bantaran sungai, pengurugan badan air dan saluran
drainase, terutama setu /danau untuk keperluan perumahan dan permukiman
atau keperluan lainnya.
5) Pembuatan septik tank milik masyarakat yang kurang memenuhi syarat, baik
teknis maupun jumlahnya.
6) Sejumlah industri kecil dan rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan
fasilitas pengolahan limbah di sepanjang sungai di Kabupaten Bekasi
136
mengakibatkan polusi organik di sungai seperti yang diindikasikan oleh
konsentrasi BOD yang tinggi.
7) Fasilitas pengolahan air limbah di rumah sakit yang berada di sekitar sungai
belum memenuhi standar baku mutu air.
8) Fasilitas pengolahan air limbah kegiatan industri kecil, pusat perdagangan dan
jasa perhotelan belum terpantau, sehingga diduga menjadi sumber pencemar
bagi air tanah dan permukaan
9) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memelihara dan mempertahankan
saluran-saluran drainase di lokasi genangan air dan kesadaran untuk tidak
membuang sampah ke sungai.
10) Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya kesehatan akibat
penyakit bawaan air (water borne desease) termasuk genangan air yang
tercemar masih kurang.
11) Alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan budi daya mengurangi
daerah tangkapan air bagi aquifer dan meningkatkan resiko erosi dan
longsoran.
12) Upaya penegakan hukum yang masih kurang terhadap pelaku pencemaran atau
pelanggaran lingkungan.
Kali Bekasi telah tercemar akibat air yang mengaliri kali Bekasi di kota
Bekasi tercemar bahan berbahaya dan beracun (B3), yang disinyalir berasal dari
pembuangan limbah pabrik, industri, rumah sakit, dan industri rumahtangga yang
pengolahannya belum memenuhi standar. Kabupaten Bekasi adalah daerah perkotaan
dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi, terutama yang berasal dari sektor
transportasi dan industri, baik yang berasal dari Kabupaten Bekasi maupun dari Kota
di sekitarnya, serta pencemaran dari kegiatan domestik. Pencemaran udara di
Kabupaten Bekasi lebih dominan dalam skala mikro, tetapi tetap memiliki peran
mempengaruhi pada skala mikro maupun makro.
Upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan baik yang diakibatkan oleh
aktivitas perusahaan maupun yang bukan diakibatkan perusahaan, menjadi penting
137
untuk dilakukan mengingat kondisi mutu air sungai yang berada di atas baku mutu.
Kondisi pemukiman yang padat disamping lokasi pabrik dan berdekatan dengan
pabrik, dapat menimbulkan kondisi yang kurang baik bagi kesehatan. Aktivitas
perusahaan dalam memperbaiki (rehabilitasi lingkungan) dinilai masyarakat, tidak
ada.
c. Konservasi lingkungan
Upaya konservasi lingkungan atau pengawetan lingkungan yang dilakukan oleh
PT SIM terhadap kondisi yang seharusnya dipertahankan tetap baik. Upaya tersebut
berupa kegiatan kebersihan dan keindahan di wilayah dimana perusahaan berada.
Pada dasarnya kondisi kebersihan dan keindahan diwilayah Kelurahan Jati Mulya
cenderung kurang baik dengan kerapatan penduduk yang tinggi (tertinggi se
kabupaten Bekasi) namun upaya menjaga kebersihan lingkungan dan keindahan
Kawasan Kelurahan Jatimulya oleh PT. SIM dinilai masyarakat, tidak ada.
2) Dimensi Ekonomi
a. Kecenderungan konsumtif
Salahsatu ciri dari perilaku konsumtif adalah kecenderungan masyarakat
tradisional Indonesia mengkonsumsi sesuatu, bukan karena betul-betul
membutuhkannya, tetapi lebih banyak merasa membutuhkannya. Barang yang
dikonsumsi bukan lagi dimiliki dari fungsi substansialnya, tetapi lebih ditekankan
hanya pada makna simbolis yang melekat pada benda itu. Di sini, fungsi benda telah
berubah menjadi sesuatu yang mempunyai makna simbolis, yang mungkin berkaitan
dengan status sosial, perasaan lebih berharga, atau sekedar terperangkap pada budaya
primer. Karena itu sering terlihat di masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa
semakin langka dan terbatas produksi suatu benda, semakin tinggi pula makna
simbolis yang melekat padanya.
Masyarakat tradisional Indonesia kini terlihat kian sudah berpindah kepada
membeli barang untuk menjadikan simbol. Di luar sadar, masyarakat tradisional
Indonesia kini menjadi semakin terjajah oleh produk negara-negara maju dan
138
semakin teriring pada perilaku konsumtif dan tampaknya perubahan sosial budaya
masyarakat tradisional cenderung ke arah negatif. Adanya pembauran antara
penduduk pendatang (karyawan perusahaan) yang tinggal di sekitar lokasi pabrik di
kelurahan Jatimulya cenderung mengakibatkan masyarakat dapat menjadi lebih
konsumtif. Perbedaan budaya yang dibawa oleh pendatang dengan gaya hidup yang
berbeda (gaya hidup lebih moderen) mempunyai dampak positif dan negatif terhadap
masyarakat sekitar, meskipun dilihat dari nilai atribut tersebut sebenarnya kehadiran
perusahaan justru mengakibatkan kecenderungan konsumtif bagi kehidupan
penduduk sekitar perusahaan, dengan demikian perusahaan maupun karyawannya
diharapkan dapat menularkan pola kehidupan yang seimbang dan tidak terlalu secara
menyolok menunjukkan kelebihannya dibanding masyarakat sekitar, sehingga tidak
terjadi pola hidup yang tidak seimbang atau konsumtif.
b. Peluang kerja diperusahaan
Jenis pekerjaan yang ada di perusahaan otomotif seperti di PT. SIM
memerlukan kemampuan memadai untuk melakukannya, sehinga diperlukan lulusan
minimal setingkat SLTA sebagai tenaga kerja perusahaan. Disamping itu, industri
otomotif adalah industri yang menggunakan padat teknologi, sehingga jumlah
karyawan yang direkrut tidak terlalu banyak. Jumlah karyawan PT. SIM 2.775 orang,
sedangkan bila dilihat dari jumlah pengangguran yang ada di Kelurahan Jati Mulya
mencapai 4.718 (tahun 2009), maka meskipun perusahaan telah berusaha
menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, khususnya kelurahan Jati Mulya jelas
belum mencukupi kebutuhan yang ada.
Saat ini, situasi pasar otomotif amat bersaing dan PT SIM yang mengeluarkan
produk mobil merek Suzuki masih berjuang keras untuk meraih tingkat penjualan
yang diharapkan. Konsekuensinya, perusahaan tidak hanya membuat produk sendiri,
seperti jenis produk APV, Futura dan lainnya, tetapi juga mengimpor mobil merek
Suzuki dari negara lain seperti Estillo dari India dan SX4 dari Jepang. Hal inilah yang
yang membuat perusahaan memutuskan untuk lebih memakai tenaga outsourcing dari
yayasan penyalur tenaga kerja dan menggunakan sistem kontrak, sehingga dapat
menggunakan tenaga kerja lebih fleksibel dari segi waktu atau sebagai tenaga kerja
139
yang tidak tetap dan dapat dipekerjakan pada saat-saat perusahaan membutuhkan
untuk memenuhi kapasitas produksi yang diperlukan sesuai dengan permintaan pasar.
Apalagi saat ini perusahaan PT SIM sahamnya sebagian besar dimiliki oleh pihak
principal, yaitu Jepang yang lebih menekankan profit orinted dan rationalitas. Hal
inilah yang membuat masyarakat kelurahan Jatimulya menilai perusahaan belum
mampu mengadopsi kebutuhan akan lapangan kerja yang besar di masyarakat secara
langsung.
c. Peluang usaha
Sebagai dampak dari keberadaan perusahaan di tengah-tengah masyarakat
kelurahan Jatimulya, maka sudah sewajarnya masyarakat turut memperoleh manfaat
dari kehadiran perusahaan, termasuk manfaat ekonomi. Masyarakat kelurahan
Jatimulya menilai bahwa perusahaan belum dapat memberikan peluang usaha bagi
masyarakat. Untuk menjaga ketertiban kerja karyawan maka perusahaan
menyediakan catering atau makanan bagi karyawannya, sehingga tingkat
pertumbuhan warung-warung makan di daerah itu cenderung kecil untuk melayani
kebutuhan karyawan PT SIM. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada
pekerjaan yang diberikan kepada warga kelurahan Jatimulya berupa kemitraan
mengelola aktivitas perusahaan. Sedangkan masyarakat sendiri belum mampu
menciptakan peluang usaha baru berkaitan dengan keberadaan perusahaan, paling
yang terlihat adalah adanya beberapa pemuda yang menjadi tukang parkir liar (polisi
“cepek”) yang berada di pintu belakang perusahaan yang membantu menyeberangkan
mobil yang akan keluar pabrik.
3) Dimensi Sosial
a. Kerenggangan sosial
Masyarakat Kelurahan Jatimulya, khususnya penduduk lokal merasa bahwa
kehadiran perusahaan justru membuatnya menjadi merasa terkucil, kurang dihargai,
merasa hak-haknya terhadap kesepatan dan akses terhadap sumberdaya, pekerjaan
dan layanan sosial terabaikan. Hal ini dikarenakan belum ada upaya perusahaan untuk
menciptakan kohesi (kerekatan) sosial dengan melakukan hal-hal yang dapat
140
mempererat hubungan tersebut ataupun kalau ada intensitas dan jumlahnya masih
belum memenuhi harapan masyarakat. Kerekatan sosial dapat muncul, apabila
perusahaan membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar (Kelurahan
Jatimulya), baik dalam upaya pengurangan kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup
masyarakat, membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati, memperkecil
konflik, khususnya yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan, membantu mengatasi
kriminalitas, mendukung wirausaha sosial lokal, penyediaan layanan sosial dalam
situasi sulit, mendorong toleransi antar agama, etnik, mendukung kegiatan budaya
dan pemeliharaan warisan budaya menurut International Business Leaders Forum
dalam Amri dan Sarosa (2008). Hal ini perlu mendapat perhatian perusahaan agar
tercipta kohesi sosial yang dapat menciptakan manfaat baik bagi masyarakat
Jatimulya maupun perusahaan. Manfaat bagi perusahaan adalah citra positif
perusahaan di mata masyarakat, terciptanya kondisi yang mendukung perusahaan
untuk melangsungkan aktivitas, dan terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik
dalam jangka panjang (Amri dan Sarosa 2008).
b. Disintegrasi sosial
Dari penelitian diperoleh bahwa integrasi antara perusahaan, termasuk
karyawan perusahaan, dan masyarakat sekitar sudah dalam kondisi baik, yaitu
berbaurnya masyarakat sekitar dengan penduduk pendatang yang merupakan
karyawan perusahaan dalam mengikuti berbagai perkumpulan dan lembaga yang ada
di lingkungan masyarakat kelurahan Jatimulya, sesuai penilaian masyarakat. Upaya
untuk mempertahankan situasi ini dan meningkatkan mutu integrasi menjadi faktor
kunci yang penting untuk diperhatikan dalam mencapai keberlanjutan dalan CSR.
c. Erosi nilai-nilai sosial
Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Jatimulya diduga
tampaknya telah turut menciptakan menurunnya nilai-nilai sosial, seperti
kegotongroyongan, dan keramahtamahan.. Hal ini terjadi karena memang
kecenderungan pola hidup masyarakat yang semakin individualistis dan mulai
meninggalkan kebiasaan gotong royong, serta keramahtamahan. Hal itu amat tidak
terelakkan. Apalagi bukan hanya faktor kehadiran perusahaan ditempat itu, tetapi juga
141
budaya baru yang datang baik melalui pengaruh televisi, internet dan sebagainya.
Dalam hal ini karyawan perusahaan yang merupakan pendatang tentu perlu
memperbaiki situasi ini agar nilai-nilai sosial yang ada dapat meningkat mutunya.
4.4.1.2 PT.NMI dan PT HMMI
a. Status Keberlanjutan Program CSR untuk setiap dimensi
Hasil analisis pada Gambar 21 menunjukkan bahwa program CSR dari tiga
dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan Program CSR
menghasilkan dimensi ekonomi (68,46) belum berkelanjutan (skor 50 – 75), dimensi
sosial (74,65) tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75) dan lingkungan (100)
berkelanjutan (skor >75) pada Gambar 21. Dimensi yang paling penting untuk
diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi sosial yang tergolong rendah nilai
indeks keberlanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam dua dimensi
tersebut belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dalam kegiatan CSR di Indomobil
Group, maka di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Artinya
mendapat penilaian yang rendah dari stakeholders akibat aktivitas CSR perusahaan
berkaitan dengan dimensi ekonomi dan sosial belum memenuhi ekspektasi
stakeholders.
Gambar 21. Diagram layang nilai indeks keberlanjutan program CSR dalam industri
otomotif di PT NMI dan PT.HMMI
100
74,65
68,46
142
b. Status keberlanjutan dimensi ekonomi
Pada dimensi ekonomi ini, analisis MDS mempertimbangkan atribut yang
menjadi unsur dalam aspek CSR berkelanjutan (Gambar 22) atas tiga faktor
pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi terhadap
keberlanjutan dimensi ekonomi, meliputi (1) peluang usaha, (2) peningkatan harga
dan (3) peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi adalah merupakan tiga
atribut dengan nilai terbesar dari hasil analisis MDS dibanding dengan atribut
lainnya. Dengan demikian atribut lainnya dapat diabaikan.
Leverage of Attributes
0 1 2 3 4 5 6
PENINGKATAN HARGA
DEGRADASI INFRASTRUKTUR
KECENDERUNGAN KONSUMTIF
PELUANG KERJA DIPERUSAHAAN
PENINGKATAN JENIS USAHA DAN JENIS
KEGIATAN
PELUANG USAHA
PENINGKATAN PENDAPATAN
PENINGKATAN JUMLAH LEMBAGA
EKONOMI DAN KEUANGAN
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 22. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi PT NMI dan PT HMMI
143
Gambar 23. Hasil MDS dimensi ekonomi PT.NMI dan PT.HMMI
Hasil analisa MDS dimensi ekonomi pada PT.NMI dan PT.HMMI sebagaimana
yang terlihat pada Gambar 23 menunjukkan nilai 68,46. Nilai tersebut berada pada
katagori belum berkelanjutan (skor 50 – 75). Aktivitas CSR dimensi ekonomi ini
dinilai belum memenuhi ekspektasi stakeholders.
c. Status keberlanjutan dimensi sosial
Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial dengan menggunakan MDS
menghasilkan tiga faktor pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif
mempengaruhi terhadap keberlanjutan dimensi sosial, yaitu (1) kondisi keamanan,
(2) peningkatan kerekatan sosial dan (3) disintegrasi sosial sebagaimana Gambar 24.
144
Leverage of Attributes
0 1 2 3 4 5 6 7 8
KERESAHAN SOSIAL
KONFLIK (BENTURAN
SOSIAL)
DISINTEGRASI
SOSIAL
EROSI NILAI-NILAI
SOSIAL
KERENGGANGAN
SOSIAL
KONDISI KEAMANAN
PENINGKATAN ETOS
KERJA
PENINGKATAN
KEREKATAN SOSIAL
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 24. Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI
Hasil analisis MDS dimensi sosial pada PT.NMI dan PT.HMMI pada Gambar 25
menunjukkan hasil perhitungan 74,65. Nilai tersebut berada pada kategori belum
berkelanjutan (skor 50 – 75). Ini menunjukkan bahwa aktivitas CSR dimensi sosial
dinilai belum memenuhi ekspektasi masyarakat Desa Dangdeur.
Gambar 25. Hasil MDS dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI
145
d. Status keberlanjutan dimensi lingkungan
Untuk dimensi lingkungan, analisis keberlanjutan dengan menggunakan
MDS menghasilkan faktor pengungkit sebagai faktor yang sensitif mempengaruhi
keberlanjutan dimensi lingkungan meliputi (1) aktivitas penghijauan, (2) estetika
lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan, sebagaimana terlihat pada Gambar 26.
Leverage of Attributes
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PENCEMARAN UDARA
KEBISINGAN
PENCEMARAN AIR
ESTETIKA LINGKUNGAN
EMISI GAS BUANG MOBIL BARU YANG
DIPRODUKSI
AKTIVITAS PENGHIJAUAN
REHABILITASI LINGKUNGAN
KONSERVASI LINGKUNGAN
Attri
bute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 26. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT. NMI dan PT HMMI
Gambar 27. Hasil analisis MDS dimensi lingkungan PT. NMI dan PT. HMMI
146
Hasil analisis MDS dimensi dimensi lingkungan pada PT.NMI dan PTT.HMMI
menunjukkan nilai sempurna 100 (Gambar 27). Dimana nilai tersebut berada pada
kategori berkelanjutan (skor 100). Hal ini karena masyarakat Desa dangdeur menilai
kondisi lingkungan di desanya masih terjaga dengan baik dan tidak ada pencemaran
lingkungan akibat dari aktivitas perusahaan.
Parameter statistik yang digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil
kajian yang dilakukan di PT. NMI dan PT. HMMI adalah nilai stress dan koefisien
determinasi (R2). Dua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan
perlu tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan dimensi yang dikaji
mendekati kondisi sebenarnya. Nilai yang dihasilkan dari setiap dimensi yang dimuat
pada Tabel 39 memperlihatkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh,
2001) artinya hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan bahwa
hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0,25 (25%) dan nilai
keofisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0. Adapun nilai yang di hasilkan dari
setiap dimensi dimuat pada Tabel 43.
Tabel 43. Hasil keberlanjutan eseluruhan pada PT. NMI dan PT HMMI
No. Dimensi Stress R2
1. Ekonomi 0.14 0,92
2. Sosial 0.13 0,92
3. Lingkungan 0.13 0,93
Tabel 43 menunjukkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh,
2001). Artinya hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan
bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25
(25%) dan nilai keofisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0 sebagaimana terlihat di
Tabel 43.
Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan CSR
dalam industri otomotif di Indomobil Group pada PT. NMI dan PT. HMMI pada taraf
kepercayaan 95%, memperlihatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan
dengan hasil analisis MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 44, dimana perbedaan yang
ada antara hasil MDS dengan hasil Monte Carlo baik untuk dimensi ekonomi, sosial
147
dan lingkungan menunjukkan nilai sangat kecil (<5%), sehingga dapat dianggap tidak
ada perbedaan yang berarti diantara keduanya.
Tabel 44. Tabel Perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT NMI dan PT.HMMI
No. Dimensi MDS Monte Carlo Selisih
1 Ekonomi 68,46 66,57 1,89
2 Sosial 74,65 72,31 2,34
3 Lingkungan 100 96,12 3,88
1. Status keberlanjutan Program CSR Dimensi Lingkungan
a. Aktivitas Penghijauan
Pada dasarnya masyarakat menganggap perusahaan telah melakukan aktivitas
penghijauan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Namun dalam proses
pengolahan data dengan MDS muncul sebagai faktor atribut yang harus mendapat
perhatian yang lebih. Oleh karena itu dibutuhkan upaya agar kondisi ini dapat
dipertahankan untuk mencapai tingkat kerberlanjutan yang lebih maksimal, sehingga
upaya melakukan aktivitas penghijauan adalah untuk dapat mempertahankan apa
yang sudah didapatkan yaitu kondisi wilayah yang ”hijau”.
Meskipun demikian bukan berarti kondisi lahan di wilayah Desa Dangdeur
bukan tanpa masalah, dari informasi yang didapat sebagian lahan didaerah di Desa
Dangdeur khususnya lahan yang telah di plot oleh pengelola kawasan industri Kota
Bukit Indah untuk dijadikan areal pengembangan kawasan industri kondisinya telah
menjadi gundul akibat tidak adanya aktivitas yang dilakukan sementara lahan telah
dipersiapkan untuk menjadi kawasan pabrik. Menurut perangkat Desa Bapak Udin
dari bagian Tramtib Pemerintahan Desa Dangdeur (2010) tanah-tanah tersebut diduga
sebagian telah dikuasai oleh spekulan dan menunggu realisasi pembelian oleh
pengelola kawasan industri Kota Bukit Indah dan juga di beberapa tempat telah
digarap oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian, karena terlalu lama
dibiarkan kosong oleh pihak pemilik. Kondisi tanah yang gundul ini tentu kurang
baik terhadap kebersihan udara dan juga kurang baik terhadap kondisi lahan sebagai
daerah tangkapan air.
148
b. Estetika lingkungan
Hasil analisis keberlanjutan dengan MDS menunjukkan bahwa estetika atau
keindahan lingkungan telah dilakukan dengan baik di lokasi perusahaan maupun di
lingkungan sekitar. Hal ini karena perusahaan memang berada di lokasi kawasan
industri yang sudah tertata dengan baik dan amat memperhatikan aspek estetika ini,
seperti penataan bangunan yang sesuai dengan lingkungan. Namun karena faktor
estetika lingkungan ini menjadi faktor penting dalam CSR berkelanjutan dalam
dimensi lingkungan maka perusahaan harus dapat mempertahankan kondisi ini
untuk mempertahankan keberlajutan atau membuat lebih baik lagi.
c. Konservasi lingkungan
Upaya konservasi lingkungan berupa menjaga kelestarian lingkungan termasuk
kebersihan dan keindahan di wilayah Desa Dangdeur pada dasarnya tidak
membutuhkan kerja keras lagi karena pada dasarnya kebersihan dan keindahan di
lingkungan Desa Dangdeur telah tertata rapi dan aspek ekologis tetap terjaga baik,
karena di Desa Dangdeur terlihat pertanian seperti rambutan dan sawah tadah hujan
terkelola baik. Upaya yang dilakukan perusahaan adalah setidaknya dapat
mempertahankan kondisi yang ada agar dapat terjaga dengan baik. Upaya yang
dilakukan dalam konservasi lingkungan juga adalah bagaimana sumberdaya lainnya
seperti air dan udara tetap terjaga.
2. Status Keberlanjutan Program CSR Dimensi Ekonomi
a. Peluang usaha
Peluang usaha yang timbul akibat keberadaan perusahaan PT. NMI dan
PT.HMMI dan juga keberadaan kawasan industri kota Bukit Indah menurut
pandangan masyarakat di desa Dangdeur telah memenuhi harapan, artinya perusahaan
diharapkan dapat mempertahankan kondisi ini, dan lebih baik bila dapat ditingkatkan.
b.Peningkatan harga
Keberadaan perusahaan di daerah ini ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari bagi masyarakat desa Dangdeur,
kalaupun meningkat lebih disebabkan oleh faktor lain seperti inflasi.
149
c. Peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi
Dampak dari kehadiran perusahaan PT.NMI dan PT.HMMI ternyata tidak
berdampak pada adanya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan dan ekonomi,
seperti adanya koperasi simpan pinjam, pasar, bank dan sebagainya. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi akibat keberadaan perusahaan di lokasi
kawasan Industri Kota Bukit Indah kurang memberikan dampak bagi masyarakat
sekitar perusahaan khususnya di desa Dangdeur. Dari kondisi yang ada, pasar di desa
Dangdeur tidak ada, demikian pula Bank, dan lembaga keuangan Lainnya.
3. Status keberlanjutan Program CSR Dimensi sosial
a. Kondisi keamanan
Kehadiran perusahaan di wilayah desa Dangdeur ternyata dinilai tidak
membuat kondisi keamanan desa menurun. Namun masyarakat menilai kondisi
keamanan berada pada keadaan yang tetap.
b.Peningkatan kerekatan sosial
Hal ini merupakan kondisi yang menunjukkan kepekaan perusahaan terhadap
kondisi warga sekitar yang mengalami kesulitan. Kinerja CSR perusahaan dalam
pandangan masyarakat desa Dangdeur adalah cukup atau agak setuju bahwa
kehadiran perusahaan meningkatkan kerekatan sosial, karena perusahaan telah
menjadi warga masyarakat yang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan warga, sehingga
mau membantu dan tidak menjadi mercusuar sendiri di tengah kesulitan warga.
Kondisi ini amatlah baik bila dapat ditingkatkan agar perusahaan dapat menunjukkan
kepeduliannya yang lebih meningkat lagi terhadap masyarakat desa Dangdeur.
c.Disintegrasi sosial
Faktor lain yang menurut masyarakat sekitar kurang baik adalah kurang
berbaurnya karyawan perusahaan sekitar dengan penduduk lokal dalam berbagai
kelompok seperti karang taruna, pengajian, arisan warga. Hal ini dilihat dari pendapat
masyarakat bahwa warga lokal lebih banyak mengikuti kelompok-kelompok dalam
masyarakat Desa Dangdeur masyarakat dibanding penduduk pendatang.
150
4.4.2 Uji Friedman
Uji Friedman dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa sampel telah diambil
dari populasi yang sama. Artinya apakah semua atribut dalam dimensi CSR berkelanjutan
sama-sama berpengaruh.
Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho : Tidak terdapat pengaruh yang sama dari setiap atribut yang digunakan secara
bersama-sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi
H 1 : Terdapat pengaruh yang sama dari setiap atribut yang digunakan secara bersama-
sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi
Adapun hipotesis yang diuji adalah terhadap atribut-atribut dari setiap dimensi
(ekonomi, sosial dan lingkungan) dari sumber data sebagaimana terlampir yang
dilakukan baik secara keseluruhan maupun secara parsial dengan hasil sebagai berikut:
a. PT. NMI dan PT. HMMI
1. Hasil uji gabungan atribut dari seluruh dimensi
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima
H hitung 588,453 > 35,17 (tabel) H1 diterima
2. Uji terhadap atribut dari keseluruhan dimensi yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 171,609 > 16,92 (tabel) H1 diterima
3. Uji terhadap atribut dari keseluruhan dimensi yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 430,775 > 22,36 (tabel) H1 diterima
4. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima
H hitung 219,127 > 14,07 (tabel) H1 diterima
5. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
151
H hitung 176,129 > 11,07 (tabel) H1 diterima
6. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 31,041 > 3,84 (tabel) H1 diterima
7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi menghasilkan :
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 230,363 > 14,07 (tabel) H1 diterima
8. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 123,694 > 9,49 (tabel) H1 diterima
9. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 101,054 > 5,99 (tabel) H1 diterima.
10. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 98,64 > 14,07 (tabel) H1 diterima.
11. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 122,334 > 9,49 (tabel) H1 diterima
12. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,039 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 6,497 > 5,99 (tabel) H1 diterima
b. PT SIM
1. Hasil uji atribut dari keseluruhan dimensi (sosial, ekonomi, lingkungan)
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima
H hitung 430,431 > 35,17 (tabel) H1 diterima
2. Uji terhadap keseluruhan dimensi dari atribut yang berdampak positif
152
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 142,755 > 16,92 (tabel) H1 diterima
3. Uji terhadap keseluruhan dimensi dari atribut yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 297,381 > 22,36 (tabel) H1 diterima
4. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima
H hitung 145,888 > 14,07 (tabel) H1 diterima
5. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 120,097 > 11,07 (tabel) H1 diterima
6. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 15,868 > 3,84 (tabel) H1 diterima
7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 132,641 > 14,07 (tabel) H1 diterima
7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 34,158 > 9,49 (tabel) H1 diterima
8. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 83,658 > 5,99 (tabel) H1 diterima.
10. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 95,301 > 14,07 (tabel) H1 diterima.
11. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 60,156 > 9,49 (tabel) H1 diterima
153
12. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,039 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 30,865 > 5,99 (tabel) H1 diterima
Dari hasil perhitungan didapat bahwa secara keseluruhan maupun secara parsial dapat
disimpulkan bahwa hipotesis H1 diterima atau terdapat pengaruh yang sama dari setiap
atribut yang digunakan secara bersama-sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi..
Hasil ini digunakan untuk melihat apakah setiap atribut dalam setiap dimensi dari CSR
berkelanjutan memiliki pengaruh bila digunakan secara bersama-sama sehingga analisis
selanjutnya dapat dilakukan.
4.4.3 Hasil Analisis Prospektif
Berdasarkan hasil analisis MDS, diperoleh masing-masing 9 faktor
pengungkit keberlanjutan aktivitas CSR dalam industri otomotif di Indomobil
Group baik pada PT.SIM maupun PT.NMI, PT.HMMI. Dalam proses CSR semua
faktor-faktor ini harus diperhatikan agar diperoleh status keberlanjutan dalam
pelaksanaannya. Secara operasional, faktor-faktor ini memiliki keterkaitan dalam
bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan kegiatan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil
Group. Namun demikian dalam implementasinya, pemilihan faktor yang paling
berpengaruh dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan faktor lainnya, sehingga
kegiatan perusahaan dapat mencapai hasil akhir yang diharapkan (visi misi).
Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders
yang terkait dengan kegiatan pengelolaan CSR berkelanjutan di Indomobil Group.
Untuk mengetahui faktor kunci yang paling berpengaruh dalam proses CSR
berkelanjutan di Indomobil Group, dilakukan analisis yang efektif dan relevansinya
tinggi. Artinya bahwa faktor kunci yang dihasilkan sesuai dengan yang dibutuhkan
dan relevan untuk diterapkan, digunakan analisis prospektif yang dilakukan secara
partisipatif.
154
Faktor kunci merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh lebih
tinggi daripada tingkat ketergantungannya terhadap faktor lain, sehingga faktor
tersebut menjadi penentu dalam kebijakan CSR berkelanjutan. Faktor penghubung
merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh hampir sama dengan
tingkat ketergantungan terhadap faktor lain. Faktor terikat merupakan faktor yang
memiliki tingkat pengaruh lebih rendah daripada tingkat ketergantungan terhadap
faktor lainnya. Faktor bebas merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat
pengaruh hampir sama rendahnya dengan tingkat ketergantungan terhadap faktor
lainnya.
a. Analisis Prospektif PT.SIM
Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh 2 (dua) faktor kunci meliputi
peluang kerja diperusahaan dan disintegrasi sosial sebagaimana pada tercantum pada
Gambar 28.
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
Emisi gas buang mobil baru
Rehabilitasi lingkungan
Konservasi Lingkungan
Kecenderungan konsumtif
Peluang kerja di
perusahaan
Peluang usaha
Kerenggangan sosial
Diintegrasi sosial
Erosi nilai2 sosial
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
- 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
Ketergantungan
Pen
gar
uh
Gambar 28. Hasil analisis prospektif PT. SIM
Hasil analisis tersebut sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi penelitian. Ke
dua faktor kunci tersebut disepakati oleh stakeholders sebagai faktor utama yang harus
diperhatikan.
155
1) Peluang kerja diperusahaan
PT. SIM adalah perusahaan yang memiliki karyawan relatif cukup banyak.
Namun disamping itu juga menggunakan teknologi yang tinggi (padat teknologi).
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja terlatih, sehingga dalam perekrutan
tidak merekrut tenaga tidak terlatih. Ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan di
kelurahan Jatimulya menjadi problem, karena sistem perekrutan oleh PT SIM tidak
memiliki sistem yang mengutamakan perekrutan tenaga kerja dari wilayah kelurahan
Jatimulya (menurut Bapak Priyo Kurnianto dari bagian Human Resources
Development PT. SIM). Tenaga kerja usia produktif yang berada di desa ini juga
cukup banyak sehingga upaya perekrutan tenaga kerja dari desa akan sangat penting
dan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan menurut pandangan
stakeholders.
2). Disintegrasi sosial
Proses pembauran antara penduduk lokal dengan karyawan perusahaan
merupakan proses penting untuk diperhatikan. Kondisi saat ini menurut hasil
penelitian menunjukkan bahwa kondisi disintegrasi sosial antara karyawan
perusahaan yang pendatang dan penduduk lokal merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan agar terdapat pembauran. Dalam hal ini membentuk kelompok sendiri
yang ekslusif akan membuat disintegrasi sosial dan justru merugikan bagi
perusahaan.
b. Kemungkinan CSR berkelanjutan dimasa yang akan datang
Terdapat dua faktor kunci keberhasilan kebijakan CSR berkelanjutan
berdasarkan aspirasi stakeholders dan pakar, yaitu peluang kerja di perusahaan dan
disintegrasi sosial. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing
faktor kunci yang berpengaruh terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam aktivitas
perusahaan akibat kegiatan yang dilakukan PT.SIM di masa mendatang dapat berbeda
antara kondisi satu dengan kondisi lain. Masing-masing faktor kunci tersebut
memiliki kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang :
156
1) Peluang kerja di PT.SIM
Peluang kerja di PT. SIM di masa mendatang meliputi beberapa kemungkinan
berikut:
1) Peluang kerja di PT. SIM justru menurun, karena memang kebutuhan akan
tenaga kerja di PT SIM menurun akibat dari tingkat penjualan mobil menurun
(1A)
2) Peluang kerja di PT. SIM menurun karena adanya otomatisasi (1B)
3) Peluang kerja di perusahaan PT. SIM di masa mendatang adalah tetap seperti
keadaan sekarang, karena perusahaan tidak melakukan kegiatan apapun untuk
merubah kebijakan dalam perekrutan tenaga kerja, sementara tidak ada
perubahan berarti dari kondisi tingkat pendidikan dari tenaga kerja siap pakai
yang bermukim di Kelurahan Jatimulya dan juga tidak ada perubahan berarti
dari tingkat penjualan mobil (1C).
4) Peluang kerja di PT.SIM di masa mendatang adalah meningkat, karena
perusahaan tingkat penjualan mobil meningkat dan melakukan perubahan
dalam sistem perekrutan karyawan dengan lebih memperhatikan penerimaan
karyawan yang berdomisili di Kelurahan Jatimulya (1D)
2) Disintegrasi sosial
Disintegrasi sosial di masa mendatang memiliki beberapa kemungkinan berikut :
1) Disintegrasi menurun atau terjadi kecenderungan integrasi dalam hal ini terjadi
pembauran antara masyarakat sekitar perusahaan dengan karyawan PT SIM
sebagai pendatang (2A)
2) Tidak ada disintegrasi sosial yang terjadi atau keadaan tetap, karena tidak ada
perubahan dalam pola perilaku karyawan pendatang yang berdomisili di
kelurahan Jatimulya (2B)
3) Terjadi disintegrasi sosial yang meningkat, karena karyawan pendatang tidak
berusaha berbaur dengan masyarakat lokal disekitar dan lebih membentuk
kelompok sendiri, baik formal maupun informal (eksklusif) (2C)
157
c. Analisis Prospektif PT.NMI dan PT.HMMI
Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh tiga faktor kunci meliputi
peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat, aktivitas penghijauan, dan
peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan, sebagaimana pada kuadran
yang berada pada bagian kiri atas dari gambar tingkat kepentingan faktor-faktor yang
berpengaruh pada sistem yang dikaji seperti dimuat pada Gambar 29.
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
Disintegrasi sosial
Peningkatan kerekatan
sosial
Kondisi keamanan
Peningkatan jumlah
lemb eko & keu
Aktivitas
Penghijauan
Peluang usaha
Peningkatan harga
Estetika Lingkungan
Konservasi Lingkungan
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
- 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
Ketergantungan
Pe
ng
aru
h
Gambar 29. Hasil analisis prospektif PT.NMI dan PT.HMMI
Hasil analisis tersebut sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi penelitian.
Ke-3 faktor kunci tersebut disepakati oleh stakeholders sebagai faktor utama yang
harus diperhatikan untuk memenuhi CSR berkelanjutan berikut :
1. Peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat
Para stakeholders menilai bahwa harga-harga kebutuhan pokok masyarakat yang
meningkat merupakan faktor penting yang perlu menjadi perhatian perusahaan.
Stakeholders berpendapat bahwa untuk mencapai CSR berkelanjutan pada PT. NMI
dan PT.HMMI, perlu memperhatikan faktor kenaikan harga barang-barang
kebutuhan pokok masyarakat yang berhubungan dengan daya beli masyarakat.
158
2. Aktivitas penghijauan
Faktor kunci selanjutnya yang menjadi pilihan stakeholders adalah aktivitas
penghijauan, yang muncul sebagai kondisi yang harus diperhatikan.
3. Peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan
Keberadaan lembaga ekonomi dan keuangan seperti pasar, kantor pos, bank
ternyata memang tidak tumbuh secara nyata di Desa Dangdeur. Tujuan dari
keberadaan lembaga-lembaga ini adalah semakin meningkatnya pertumbuhan
ekonomi di Desa Dangdeur, sehingga atribut ini menjadi faktor kunci yang perlu
diperhatikan menurut pandangan stakeholders dalam mencapai CSR berkelanjutan.
d. Kemungkinan CSR berkelanjutan di masa mendatang
Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing faktor kunci
yang berpengaruh terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam aktivitas perusahaan
akibat kegiatan yang dilakukan PT. NMI dan PT. HMMI di masa mendatang dapat
berbeda antara kondisi satu dengan kondisi lain. Masing-masing faktor kunci tersebut
memiliki kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang sebagai berikut :
1) Peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, yaitu :
1. Harga kebutuhan pokok menurun, karena perusahaan mengadakan operasi pasar,
dengan mengadakan bazar murah dan sebagainya (IA).
2. Harga berfluktuasi sesuai harga pasar, sementara perusahan tidak berbuat apapun
untuk meningkatkan daya beli masyarakat desa Dangdeur (IB).
3. Harga kebutuhan pokok masyarakat desa Dangdeur meningkat, seiring terjadinya
inflasi ataupun terjadi kelangkaan barang di pasar (IC).
2) Aktivitas penghijauan
1. Kondisi lahan yang kritis menjadi hijau karena di lahan tersebut telah ditanami
pepohonan, sehingga upaya penghijauan menurun (2A).
2. Kondisi lahan yang kritis tetap tidak ada perubahan, akibat tidak ada usaha
penanaman pohon yang dilakukan (2B).
159
3. Aktivitas penghijauan mulai meningkat, karena upaya perusahaan mulai meningkat
(2C).
4. Kondisi lahan menghijau, meskipun perusahaan tidak melakukan apa-apa, karena
pemilik lahan melakukan penanaman pohon (2D).
3). Peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan
1. Kondisi tetap seperti seadanya, karena tidak ada upaya perusahaan demi
tercapainya keberadaan lembaga ekonomi dan keuangan di Desa Dangdeur (3A).
2 Muncul lembaga ekonomi dan keuangan, seperti pasar dan lembaga simpan pinjam,
karena ada upaya perusahaan memfasilitasi (3B).
3. Muncul lembaga ekonomi dan keuangan di Desa Dangdeur, meskipun perusahaan
tidak melakukan atau memfasilitasi terbentuknya lembaga-lembaga tersebut, namun
pihak Pemerintah Daerah setempat maupun Pemerintah Pusat membangun dan
menyediakannya (3C)
Tabel 45. Incompatible antar keadaan dari ke dua faktor penting dalam kebijakan
CSR berkelanjutan pada PT. SIM
No. Faktor strategik Keadaan (state) masa depan
faktor
1. Peluang kerja di
perusahaan
Menurun,
kapasitas
produksi
menurun
(1A)
Menurun,
karena
adanya
otomatisasi
(1B)
Tetap, tidak ada
perubahan
kebijakan (1C)
Meningkat,
kapasitas
produksi
meningkat
(1D)
2. Disintegrasi
sosial
Menurun,
terjadi
pembauran
(2A)
Tetap, tidak
ada
perubahan
sikap (2B)
Meningkat,
terjadi
pengelompokan
secara eksklusif
(2C)
-
160
Tabel 46. Incompatible antar keadaan dari ke tiga faktor penting dalam kebijakan CSR
berkelanjutan pada PT. NMI dan PT. HMMI
No. Faktor strategik Keadaan (state) masa depan
faktor
1. Peningkatan harga-
harga kebutuhan
pokok masyarakat
Menurun
(1A)
Tetap (1B) Meningkat
(1C)
-
2. Aktivitas
penghijauan
Menurun,
akibat
kondisi
lahan kritis
sudah di-
tanami
pohon (2A)
Tetap, tidak ada
upaya
penanaman
pohon (2B)
Meningkat
karena upaya
perusahaan
mulai terlihat
(2C)
Meningkat
karena
upaya
pemilik
lahan (2D)
3. Peningkatan
jumlah lembaga
ekonomi dan
keuangan
Tetap, tidak
ada
perubahan
(3A)
Muncul karena
perusahaan
memfasilitasi
(3B)
Muncul
karena
Pemerintah
memfasilitasi
(3C)
-
Berdasarkan hasil identifikasi tentang bagaimana faktor kunci dapat berubah
dengan menentukan keadaan pada setiap faktor dan memeriksa perubahan mana yang
tidak dapat terjadi secara bersamaan (incompatible) disajikan pada Tabel 45 dan 46.
Perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario
startegik yang mungkin terjadi pada kebijakan CSR berkelanjutan baik pada PT. SIM
maupun pada PT. NMI dan PT. HMMI.
e. Skenario alternatif kebijakan
Berdasarkan kerangka teori dan Tabel 45 dan 46 dirumuskan tiga skenario
alternatif kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group
adalah :
1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR
Dalam kondisi ini perusahaan dalam keadaan siap berkembang pesat
dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal tanpa peningkatan CSR
berkelanjutan. Kondisi ini mengacu kepada pendapat dari Milton Friedman, diacu
161
dalam Solihin (2008) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) adalah
menjalankan bisnis sesuai dengan kehendak pemilik perusahaan (owners), biasanya
dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan senantiasa
mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana
diatur oleh hukum dan perundang-undangan. Dengan demikian, tujuan perusahaan
korporasi adalah memaksimalisasi laba atau nilai pemegang saham (shareholder‟s
value). Perusahaan bukanlah lembaga sosial yang harus memikirkan tingkat
kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar. Dalam hal ini aktivitas
CSR dilakukan dalam kaitannya untuk memaksimalkan laba perusahaan. Aktivitas
CSR seperti ini dilakukan sebagaimana yang ada sekarang (business as usual) dan
apabila dilakukan lebih dari kondisi ini, maka seluruhnya dilakukan dengan
mempertimbangkan dampaknya terhadap maksimalisasi laba.
2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha
Strategi CSR yang dilakukan adalah mulai meningkatkan kinerja CSR
semata-mata karena memang saat ini sedang trend dimana-mana. Kata-kata CSR
bergema diberbagai tempat. Berbagai perusahaan atas nama CSR melakukan
kegiatan amal (charity) dan phylanthropys (kebajikan) mulai dari menyumbang
untuk bencana alam, penanaman pohon, pemberian beasiswa kepada pelajar
berprestasi dan sebagainya, tanpa perlu melihat relevansinya terhadap kinerja
usaha. CSR seperti ini dilakukan semata-mata hanya faktor ketulusan hati ataupun
mengikuti trend. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip Milton Friedman. Dalam
strategi ini keterkaitan antara aktivitas CSR yang dilakukan dengan jenis usaha
tidak diperhitungkan.
3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
Strategi yang dilakukan ini adalah melakukan perbaikan kinerja CSR
namun dengan tetap memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama
meningkat. Kinerja perusahaan semakin baik seiring dengan peningkatan kinerja
CSR berkelanjutan dan pertumbuhannya keduanya yang rsosialf stabil. Aktivitas
CSR yang dilakukan harus sejalan dengan jenis usaha. Dalam hal ini perpaduan
dari kedua strategi sebelumnya. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian
162
dapat menjamin keberlanjutan aktivitas CSR dan pengembangan usaha di
Indomobil Group.
Dari tabel skenario faktor kunci dalam berbagai keadaan (Tabel 45 dan 46), maka
disusunlah pengelompokan untuk PT. SIM berikut:
1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR
(1A) Menurun, kapasitas produksi menurun; (1B) Menurun, adanya otomatisasi; (1C)
Tetap, tidak ada perubahan kebijakan; (2C) Meningkat, terjadi pengelompokan
secara eksklusif.
2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha
(1D) Meningkat, kapasitas produksi meningkat; (1C) Tetap, tidak ada perubahan
kebijakan; (2A) Menurun, terjadi pembauran; (2B) Tetap, tidak ada perubahan sikap.
3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
(1D) Meningkat, kapasitas produksi meningkat, (2A) Menurun, terjadi pembauran
Untuk PT. NMI dan PT. HMMI adalah sebagai berikut.
1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR
(1B) Tetap; (1C) Meningkat; (2B) Tetap, tidak ada upaya penanaman pohon; (2D)
Meningkat karena upaya pemilik lahan; (2D) Meningkat karena upaya pemilik lahan;
(3A) Tetap, tidak ada perubahan; (3C) Muncul karena Pemerintah memfasilitasi.
2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha
(1A) Menurun; (2A) Lahan sudah ditanami pohon, aktivitas penghijauan menurun;
(3B) Muncul karena perusahaan memfasilitasi.
3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
(1A) Menurun; (2C) Meningkat karena upaya perusahaan meningkat; (3B) Muncul
karena perusahaan memfasilitasi.
163
4.4.4 Analisis dengan AHP
a. Hasil AHP PT. Suzuki Indomobil Motor (PT.SIM)
Hasil analisis dari berbagai kelompok unsur dalam sistem kebijakan CSR
berkelanjutan berdasarkan hirarki dari masing-masing kelompok yang dibandingkan
secara berpasangan (pairwise comparison) dengan AHP untuk mendapatkan faktor-
faktor apakah yang menjadi prioritas dari setiap level hirarki yang perlu mendapat
perhatian dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. SIM sebagaimana dimuat pada
Gambar 30.
Gambar 30. Hirarki AHP PT.SIM
Dari hasil olah data kuesioner AHP dengan Software Criterium Decision Plus
(CDP) yang merupakan pendapat dari berbagai pakar dan tokoh yang merupakan
stakeholders dalam aktivitas CSR di PT. SIM diperoleh hasil bahwa masyarakat sekitar
menjadi aktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian untuk mencapai
CSR berkelanjutan (skor 0,33), diikuti dengan pemerintah daerah (skor 0,31), yaitu
Kebijakan CSR Berkelanjutan Dalam
Industri Otomotif
Masyarakat
sekitar (0,33)
Pengusaha
(0,23)
Pemerintah
Daerah (0,31)
Pemerintah
Pusat (0,13)
Ekonomi (0,41)
Lingkungan
(0,31)
Sosial (0,28)
Reha-
bilitasi
ling-
kungan
(0,17)
Kon-
servasi
ling-
kungan
0,09)
Pengembangan usaha
tanpa peningkatan
kinerja CSR (0,19)
Perbaikan kinerja CSR
secara konsisten tanpa
melihat kinerja usaha (0,26)
Perbaikan kinerja CSR
dan kemajuan usaha
secara simultan (0,56)
Alternatif
Faktor
Fokus
Aktor
Kriteria Peluang
kerja di
perusaha-
an (0,18)
Peluang
usaha
(0,20)
Emisi
gas
buang
mobil
baru
(0,05)
Kecen-
derungan
konsum-
tif (0,08)
Kereng-
gangan
sosial
(0,10)
Disinte-
grasi
sosial
(0,10)
Erosi
nilai2
sosial
(0,07)
164
pemerintahan kelurahan Jatimulya hingga pemerintah kabupaten Bekasi, Prioritas
selanjutnya adalah pihak pengusaha (0,23) yaitu PT SIM dan terakhir adalah pemerintah
pusat (skor 0,13). Untuk level Faktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat
perhatian adalah faktor ekonomi (skor 0,41) diikuti faktor lingkungan (0,31) dan faktor
sosial (0,28).
Ditel untuk faktor mencapai pertumbuhan ekonomi, yang menjadi prioritas utama
adalah peluang usaha yang timbul bagi masyarakat kelurahan Jatimulya (skor 0,20),
kemudian peluang kerja di perusahaan (skor 0,16) dan prioritas terakhir Adalah
kecenderungan konsumtif (skor 0,06). Untuk faktor sosial, kriteria yang menjadi prioritas
utama untuk mendapat perhatian adalah kerenggangan sosial dan disintegrasi sosial yang
sama-sama memperoleh skor 0,10. Kemudian prioritas selanjutnya adalah erosi nilai-nilai
sosial (skor 0,07). Untuk faktor lingkungan, maka kriteria yang menjadi prioritas utama
adalah rehabilitasi lingkungan (skor 0,17). Selanjutnya adalah konservasi lingkungan
(skor 0,09) dan prioritas terakhir emisi gas buang mobil baru (skor 0,05).
Alternatif kebijakan yang diperoleh dari pendapat para pakar dan tokoh
masyarakat adalah meliputi perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
dengan skor 0,56. Prioritas selanjutnya perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa
melihat kinerja usaha (0,26) dan prioritas terakhir adalah pengembangan usaha tanpa
peningkatan kinerja CSR dengan skor (0,19).
b. Implementasi hasil AHP di PT. SIM
Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan merupakan hal
yang seharusnya menjadi dasar utama aktivitas CSR yang dilaksanakan oleh PT.SIM
sesuai dari hasil rangkuman dari pendapat para stakeholders. Selama ini memang
lebih banyak kepada pihak yang berada di luar Kelurahan Jatimulya, sementara
kehadiran perusahaan di kelurahan Jatimulya merupakan faktor utama dalam aktivitas
CSR perusahaan yang harus mengedepankan kepentingan masyarakat sekitar dahulu
baru kepada pihak lain yang lebih luas (APCSRI, 2009).
Dalam hal ini masyarakat sekitar adalah prioritas utama dalam aktivitas CSR
perlu berperan atau mendapat perhatian, terutama dalam aktivitas CSR PT SIM, untuk
165
itu perlu ditingkatkan peluang usahanya dari faktor ekonomi demi meningkatkan
kemakmuran masyarakat sekitar dan membuka lapangan usaha bagi para angkatan
kerja, sehingga ketergantungan akan lapangan pekerjaan sebagai karyawan dapat
dikurangi.
Peluang usaha ini perlu diciptakan oleh perusahaan, sehingga dari faktor ekonomi
kinerja CSR perusahaan dapat meningkat, dengan tetap memperhatikan kemajuan
usaha secara simultan. Aktivitas penciptaan peluang usaha oleh perusahaan perlu
dilakukan dengan tetap menjaga kemajuan usaha secara simultan. Artinya tanpa
kemajuan usaha, maka kinerja peningkatan peluang usaha sulit untuk dilaksanakan.
Dalam hal ini perusahaan harus profitable, agar dapat melaksanakan peningkatan
kesempatan peluang usaha. Untuk faktor sosial, kerenggangan sosial dan disintegrasi
sosial harus menjadi perhatian utama perusahaan, dengan memperhatikan kemajuan
usaha secara simultan, upaya-upaya dalam meningkatkan integrasi sosial antara
perusahaan dan masyarakat sekitar.
Perhatian yang lebih atas keadaan dan hal-hal yang menjadi kebutuhan
masyarakat Jatimulya dapat mempererat hubungan tersebut, misal memfasilitasi
penyediaan sarana ibadah, sarana olah raga, perhatian terhadap masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat, seperti adanya bahaya banjir, dan kebakaran akan dapat
mengurangi disintegrasi dan meningkatkan kerekatan sosial. Demikian pula dengan
para karyawan perusahaan, agar dapat lebih berbaur dengan masyarakat sekitar
perusahaan dan tidak membentuk kelompok-kelompok eksklusif tetapi ikut bergabung
dengan kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat Kelurahan Jatimulya.Untuk aspek
lingkungan, perusahaan harus memperhatikan unsur perbaikan atau rehabilitasi
lingkungan sebagai prioritas utama untuk dilaksanakan. Program perbaikan ini perlu
dilakukan dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha secara simultan, sehingga
upaya perbaikan lingkungan dapat dilaksanakan dengan maksimal. Sebab upaya
perbaikan lingkungan memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Upaya perbaikan
lingkungan dapat dilakukan dengan melihat lingkungan seperti udara disekitar
Kelurahan Jatimulya, terutama di depan lokasi pabrik PT SIM yaitu di jalan
Diponegoro tingkat polusi cukup tinggi. Demikian pula dengan kondisi perairan sungai
166
atau kali di sekitar perusahaan, yaitu kali Sasak Jarang telah tercemar berat. Memang
kondisi kerusakan lingkungan ini bukan karena aktivitas perusahaan semata, karena
begitu banyak pabrik yang berada diwilayah aliran kali Sasak Jarang dan juga polusi
udara disekitar jalan Diponegoro disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
kendaraan bermotor yang melintasi jalan tersebut. Namun upaya perusahaan dalam
mengupayakan rehabilitasi lingkungan ini sesuai dengan kemampuan perusahaan dan
dalam bentuk-bentuk yang sesuai akan dapat meningkatkan kinerja CSR berkelanjutan
di PT SIM.
Di lingkungan internal PT.SIM, di masa mendatang harus meningkatkan
kesempatan atau peluang kerja bagi masyarakat sekitar untuk bekerja diperusahaan
dengan tetap memperhatikan kinerja usaha secara simultan, yaitu merekrut karyawan
yang lebih banyak lagi dari masyarakat sekitar perusahaan, khususnya dari kelurahan
Jatimulya yang tentunya dihubungkan dengan kebutuhan pengembangan usaha dan
peningkatan kapasitas produksi. Hal ini penting, karena tanpa mempertimbangkan
kebutuhan yang ada akan terjadi over kapasitas tenaga kerja, disamping tenaga kerja
yang direkrut harus memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.
Dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar, di kalangan karyawan harus
mau minimal mempertahankan keeratan hubungan dengan masyarakat sekitar, dengan
tidak membentuk kelompok-kelompok yang eksklusif tanpa mau bergabung dengan
masyarakat sekitar. Sebab tanpa adanya keeratan hubungan dengan masyarakat sekitar
keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat menjadi terancam dan kurang
mendapat dukungan atau pembelaan dari masyarakat bila terjadi sesuatu yang
merugikan perusahaan. Perusahaan harus menggerakkan karyawannya untuk mencegah
disintegrasi sosial tetapi justru berbaur dengan masyarakat Kelurahan Jatimulya.
c. Hasil AHP PT.NMI dan PT HMMI
Hasil analisis dari berbagai kelompok unsur dalam sistem kebijakan CSR
berkelanjutan yang dianalisa berdasarkan hirarki dari masing-masing kelompok yang
dibandingkan secara berpasangan (pairwise comparison) dengan menggunakan AHP,
untuk mendapatkan faktor-faktor apakah yang menjadi prioritas dari setiap level hirarki
167
yang merlu mendapat perhatian dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. SIM
sebagaimana dimuat pada Gambar 31.
Gambar 31. Hirarki AHP PT.NMI dan PT.HMMI
Untuk memilih kebijakan CSR yang berkelanjutan di PT.NMI dan PT.HMMI
maka disampaikan kuesioner kepada stakeholders yang terkait dan setelah diolah dengan
metode AHP dan dengan software Criterium Decision Plus diperoleh hasil berikut. Untuk
level aktor yang menjadi prioritas mendapat perhatian adalah aktor pengusaha (skor
0,42). Artinya, pengusaha harus berperan sentral menghasilkan kebijakan CSR
berkelanjutan di PT. NMI dan PT. HMMI. Prioritas kedua adalah masyarakat sekitar
(skor 0,24). Selanjutnya yang menjadi prioritas ketiga adalah pemerintah daerah (skor
0,20). Prioritas terakhir adalah pemerintah pusat (skor 0,13).
Kebijakan CSR Berkelanjutan Dalam
Industri Otomotif
Masyarakat
sekitar (0,24)
Pengusaha
(0,42)
Pemerintah
Daerah (0,20)
Pemerintah
Pusat (0,13)
Sosial (0,28) Lingkungan
(0,58)
Peluang
usaha
(0,10)
Pening-
katan
kereka-
tan
sosial
(0,17)
Pening-
katan
jumlah
lembaga
ekonomi
dan ke-
uangan
(0,04)
Aktivi-
tas
peng- hijauan
(0,15)
Ekonomi (0,14)
Pening-
katan
harga
kebutu-
han
pokok
masya-
rakat (0,01)
Kon-
disi
Kea-
manan
(0,10)
Kon-
servasi
Ling-
kungan
(0,28)
Pengembangan
usaha tanpa
peningkatan
kinerja CSR
(0,16)
Perbaikan kinerja
CSR secara
konsisten tanpa
melihat kinerja
usaha (0,17)
Perbaikan kinerja
CSR dan
kemajuan usaha
secara simultan
(0,67)
Alternatif
Faktor
Fokus
Aktor
Kriteria Disin-
tegrasi
sosial
(0,03)
Este-
tika
lingku-
ngan
(0,12)
168
Dilihat dari level faktor, maka faktor lingkungan menjadi menjadi prioritas utama
untuk mendapat perhatian (skor 0,58). Hal ini berkaitan dengan bagaimana upaya
perusahaan untuk mempertahankan kondisi lingkungan agar tetap terjaga. Prioritas kedua
yang menjadi perhatian adalah faktor sosial (skor 0,28) dan terakhir adalah faktor
ekonomi (skor 0,14). Untuk level kriteria dari masing-masing faktor adalah di bawah
faktor ekonomi, yang menjadi prioritas utama adalah peluang usaha (skor 0,10), prioritas
kedua adalah peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan (skor 0,04) dan
prioritas ketiga adalah peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat (skor 0,01).
Untuk kriteria yang berada di bawah faktor sosial, yang menjadi prioritas dan
menjadi perhatian utama adalah peningkatan kerekatan sosial (skor 0,17) disusul prioritas
kedua adalah kondisi keamanan (skor 0,10) dan prioritas ketiga adalah kriteria
disintegrasi sosial (skor 0,03). Untuk faktor lingkungan kriteria yang menjadi prioritas
utama adalah Konservasi Lingkungan (skor 0,28) dan diikuti dengan prioritas kedua,
yaitu aktivitas penghijauan (skor 0,15) dan prioritas ketiga, yaitu estetika lingkungan
(skor 0,12).
Alternatif kebijakan yang direkomendasikan untuk menjadi prioritas utama adalah
Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (skor 0,67), disusul oleh
Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (skor 0,17) dan
prioritas terakhir adalah Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR (skor
0,16).
d. Implementasi hasil AHP di PT NMI dan PT.HMMI
Implementasi kebijakan di PT NMI dan PT HMMI adalah dimulai dengan
memfokuskan prioritas utama pada pihak pengusaha sebagai aktor utama yang berperan
dalam aktivitas CSR berkelanjutan di PT NMI dan PT HMMI. Bentuknya adalah pihak
perusahaan perlu memberikan perhatian serius, baik dalam bentuk penyiapan bagian
atau departemen yang mengurus masalah CSR dengan orang-orang yang kompeten di
dalamnya, sampai kepada penyediaan anggaran untuk aktivitasnya. Kebijakan
perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan menjadi prioritas utama
hasil dari analisis sesuai pendapat para pakar dan stakeholders aktivitas CSR di PT.
169
NMI dan PT. HMMI. Oleh karena itu, pihak pengusaha selain melakukan aktivitas CSR
harus memperhatikan kemajuan secara simultan. Kebijakan upaya perbaikan kinerja
CSR dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha juga menjadi dasar dalam
melakukan upaya CSR untuk meningkatkan daya beli masyarakat desa Dangdeur,
sehingga sekalipun ada kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat di desa Dangdeur
tidak mengurangi daya beli masyarakat. Disamping itu, aktivitas penghijauan mulai
terlihat seiring dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha. Aktivitas penghijauan
lebih kepada mempertahankan kondisi yang lebih baik dan khusus untuk lahan yang
memang sudah gundul di sekitar lokasi perusahaan.
Kehadiran pasar dan lembaga keuangan di desa Dangdeur sudah amat diharapkan
oleh masyarakat tersebut, maka perusahaan perlu memfasilitasi pembentukan pasar
untuk memudahkan masyarakat membeli kebutuhan pokok sehari-hari dan koperasi
simpan pinjam sebagai wadah masyarakat untuk meminjam uang untuk berbagai
keperluan. Tentu saja fasilitasi yang diberikan oleh perusahaan PT.NMI dan PT.HMMI
adalah disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dengan tetap memperhatikan
kemajuan usaha secara simultan.
4.4.5 Kebijakan umum CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Berdasarkan hasil analisis dari industri otomotif di bawah naungan
Indomobil Group tersebut baik PT. SIM maupun PT. NMI dan PT. HMMI dimana
masing-masing terdapat perbedaan karakteristik baik dari segi lokasi perusahaan
dan aktivitas CSR yang berbeda, dapat ditarik kesimpulan berikut :
1.Masing-masing perusahaan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat berbeda
dengan perusahaan lainnya, sehingga mengakibatkan atribut-atribut CSR
berkelanjutannya menjadi berbeda-beda.
2.Dari hasil penelitian terdapat satu atribut dari keseluruhan atribut CSR
berkelanjutan dari masing-masing perusahaan yang mempunyai kesamaan, yaitu
peluang usaha. Dengan demikian faktor peluang usaha menjadi atribut yang
penting untuk menjadi prioritas utama untuk diperhatikan dalam industri otomotif.
170
a. Penciptaan peluang usaha
Peluang usaha yang timbul akibat adanya industri otomotif adalah amat
besar. Ini sesuai dengan karakteristiknya dimana industri otomotif menurut
Williams (2010) memberikan kontribusi utama terhadap perekonomian
dibandingkan jenis industri lainnya diseluruh dunia. Upaya peningkatan
peluang usaha yang berdasarkan pada pemberdayaan masyarakat adalah
bentuk pemberdayaan ekonomi lokal yang berarti memampukan masyarakat
sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan
pacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pemacu tersebut
dapat menjadi multiplier effect yang akan melipatgandakan dampak berupa
nilai tambah bagi masyarakat (Nindita 2008). Pada dasarnya terdapat enam
modal yang tidak dimiliki oleh masyarakat miskin (Sachs (2005), diacu
dalam Nindita 2008) yaitu: modal manusia, modal usaha, infrastruktur, modal
alam, modal institusi publik dan modal pengetahuan. Dalam aspek
pembangunan ekonomi lokal yang terpenting adalah modal manusia (human
capital), modal usaha (business capital) dan modal pengetahuan (knowledge
capital). Peningkatan peluang usaha oleh industri otomotif bagi masyarakat
sekitar dapat dilakukan melalui peningkatan modal manusia melalui
peningkatan keterampilan melalui psosialhan-psosialhan untuk dapat menjadi
produktif secara ekonomi, pemberian beasiswa, menjadi orang tua asuh bagi
pelajar kurang mampu dilingkungan masyarakat sekitar, dan sebagainya.
Peningkatan peluang usaha dalam bentuk modal usaha dapat diberikan dalam
bentuk pemberian bantuan mesin dan peralatan, sarana-sarana produksi dan
jasa termasuk akses pasar, sedangkan peningkatan modal pengetahuan
diberikan dalam bentuk psosialhan teknis untuk meningkatkan produktifitas
sesuai usaha yang digeluti atau akan digeluti masyarakat sehingga keluaran
yang dihasilkan baik dalam bentuk produk dan jasa dapat memenuhi standar
yang ditetapkan dan dibutuhkan oleh pasar, termasuk perusahaan.
171
Menurut Nindita (2008) berbagai aktivitas CSR perusahaan yang
berdampak pada peningkatan pemberdayaan ekonomi lokal termasuk
peningkatan peluang usaha masyarakat sekitar adalah :
1. Fasilities sitting and management adalah akibat keberadaan perusahaan
di suatu wilayah akan menyebabkan bermunculannya aktivitas-aktivitas
bisnis di sekitar lokasi perusahaan seperti warung-warung, penginapan,
kesempatan untuk menjadi pemasok bagi aktivitas perusahaan.
2. Employment, yaitu kesempatan terjadinya kontrak pembelian bahan baku
atau jasa baik yang sifatnya bahan baku seperti komponen dan jasa
produksi seperti pengerahan tenaga kerja maupun yang sifatnya
pendukung seperti kontrak katering, jasa angkutan karyawan dan
sebagainya dengan pemasok lokal.
3. Product and service development, use and delivery, melalui kebijakan
penetapan harga (pricing) dan penjualan (marketing), perusahaan dapat
mengelola permintaan atas produk dan jasa yang dijual. Saluran
distribusi yang dipergunakan dapat menciptakan dampak ekonomi secara
tidak langsung dengan memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan.
4. Sourcing and Procurement, kegiatan perolehan dan pembelian
sumberdaya melalui pemasok lokal dapat memberikan manfaat secara
tidak langsung kepada masyarakat.
5. Financial Investment and Fiscal Contribution, investasi keuangan
perusahaan dapat dilakukan dalam bentuk modal yang ditanam untuk
pengembangan komunitas dan organisasi venture capital, atau untuk
membantu pembentukan koperasi. Kontribusi fiskal berupa pajak atau
subsidi yang dibayarkan kepada pemerintah oleh perusahaan akan dapat
memberikan sumbangan kepada pengembangan ekonomi masyarakat
sekitar
6. Philanthropy and Community Investment, berbagai aktivitas corporate
giving yang berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan penciptaan peluang usaha.
172
b. Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
Upaya perbaikan kinerja CSR yang dilakukan adalah dengan
senantiasa memperhatikan kinerja usaha, karena akan sulit bagi perusahaan
untuk beraktivitas, termasuk aktivitas CSR tanpa memperhatikan kemajuan
usaha. Aktivitas CSR yang dilakukan dapat mengikuti competitive context-
focused philanthrophy atau CSR fokus kepada keunggulan kompetitif (Porter
and Kramer, diacu dalam Nindita, 2008) berikut :
1. Factor condition, yaitu aktivitas CSR yang dapat meningkatkan kualitas
input yang akan digunakan. Yaitu dengan melakukan aktivitas penyiapan
sumber daya manusia melalui kegiatan pemberian pelatihan teknis seperti
perbengkelan otomotif bagi masyarakat sekitar termasuk pelatihan
kewirausahaan dan bantuan permodalan, dimana aktivitas perbengkelan
otomotif justru menjadi sarana pendukung after sales service perusahaan.
Kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan dan peningkatan peluang
usaha baik pemasaran mobil maupun usaha-usaha yang mendukung
pemasaran baik yang in-line pelatihan kewirausahaan maupun out-line
dengan usaha pokok seperti pelatihan tenaga koperasi katering karyawan
perusahaan merupakan bagian dari aktivitas ini. Kegiatan peningkatan
kualitas infrastruktur seperti pembersihan lingkungan seperti kali disekitar
perusahaan, penanaman pohon dengan melibatkan masyarakat dan
kontraktor lokal dapat menciptakan peluang usaha bagi masyarakat
sekitar. Dampak dari kegiatan ini selain lingkungan yang bersih, nyaman
dan meningkatkan kualitas kesehatan termasuk karyawan yang bermukim
di sekitar lokasi perusahaan, juga menguntungkan perusahaan menjadi
bebas banjir dan reputasi perusahaan meningkat.
2. Context for strategy and rivalry, aktivitas CSR berupa partisipasi secara
sukarela dalam kesepakatan-kesepakatan maupun gerakan-gerakan yang
mengarahkan pada iklim usaha yang lebih baik. Aktivitas ini dapat
diwujudkan dalam bentuk kerjasama antar perusahaan yang berada di
173
wilayah operasi perusahaan untuk membantu masyarakat menciptakan dan
meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat sekitar, menciptakan
keterbukaan bagi pemasok lokal (local suppliers) untuk berkompetisi.
Aktivitas ini akan menguntungkan perusahaan dari segi biaya transport,
persediaan dan reputasi perusahaan.
3. Demand condition, adalah aktivitas CSR yang berfokus kepada konteks
aspek demand (kebutuhan) bertujuan untuk memperbesar cakupan pasar
produk yang dijual; mendapat masukan atas kelayakan standar produk;
dan kecerdasan dari konsumen lokal. Dengan meningkatkan kecerdasan
konsumen, maka perusahaan akan memperoleh masukan yang berguna
untuk mengetahui kebutuhan konsumen dan memaksa perusahaan untuk
melakukan inovasi perbaikan dan pengembangan produk. Aktivitas CSR
jenis ini adalah bagaimana peluang usaha dapat tercipta bagi masyarakat
sekitar yang juga adalah konsumen namun justru memberikan umpan
balik bagi perusahaan untuk perbaikan produk maupun pelayanan seperti
misalnya pemberikan pelatihan bagi pengemudi angkutan kota cara
mengemudi yang baik, cara merawat kendaran, dan juga manajemen
pengelolaan angutan kota dan diikuti berbagi pengalaman driving
experience yang dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk
pengembangan produk dan pelayanan.
4. Related and supporting industries, produktifitas perusahaan sangat
tergantung dengan adanya industri pendukung yang baik. Meski
perusahaan dapat saja melakukan outsourcing, akan tetapi dengan adanya
industri pendukung di lokasi tempat perusahaan beroperasi akan sangat
menghemat biaya transport dan persediaan dan tentu saja menciptakan
peluang usaha. Perusahan dapat mendukung pengembangan dari klaster
dan industri yang berhubungan dengan usahanya.
Keempat jenis aktivitas dalam konteks competitive context-focused
philanthrophy atau CSR berfokus pada keunggulan kompetitif menjadi
174
dasar dalam melakukan aktivitas CSR dengan tetap memperhatikan
kinerja usaha, bahkan mendukung kinerja usaha.
top related