repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/217/1/bab i_v.pdf · 1 bab i pendahuluan 1.1 latar...
Post on 26-Oct-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Sebagai investasi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pembengunan
kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan perikemanusiaan, keseimbangan,
manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban. Keadilan,
gender dan non-diskriminatif dan norma-norma agama (Depkes RI, 2009)
Semakin tinggi tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan,
maka rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan berupaya memenuhi
tuntutan tersebut. Upaya – upaya tersebut mencakup keseluruhan manajemen yang
baik, terutama sumber daya manusia. Keluhan pasien, keluarga, masyarakat
terhadap rendahnya mutu pelayanan kesehatan memaksa penyelenggara kesehatan
baik puskesmas atau rumah sakit berupaya untuk membuat suatu perencanaan
sumber daya manusia yang baik dan kegiatan dalam pemenuhan keinginan
masyarakat itu senada dengan tingginya biaya kesehatan yang ditetapkan (Azwar,
1996, h.17 ).
Sumber daya manusia di bidang kesehatan terdiri dari berbagai profesi.
Khusus profesi pelayanan yang berlangsung berhadapan dengan pasien salah
satunya adalah profesi keperawatan. Saat ini tenaga dari profesi keperawatan bila
dilihat dari tingkat pendidikannya, terdiri dari sarjana keperawatan, ahli madya dan
sekolah perawat kesehatan tingkat menengah lanjutan atas. Dalam melaksanakan
2
pekerjaan, tugas dan fungsinya sebagai pelayanan kesehatan, perawatan
mempunyai pedoman dan kode etik profesi berdasarkan pada cita-cita yang luhur,
niat yang murni untuk keselamatan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik
dan agama yang dianut serta kedudukan sosial. Pelayanan keperawatan tersebut
sebagai pelayanan yang vital bagi manusia (Suhaimi, 2003, h.23)
Disiplin kerja sangatlah penting bagi organisasi dalam melaksanakan
tugas-tugasnya guna mewujudkan tujuan organisasi tersebut. Disiplin kerja
mengatur seorang pegawai akan mentaati segala norma, kaidah dan peraturan yang
berlaku dalam organisasi. Tujuan disiplin kerja ini memperlancar seorang pegawai
melaksanakan perkerjaannya agar pencapain tujuan organisasi tepat waktu, tepat
sasaran serta efektif dan efesien (Nawawi, 2003).
Disiplin pegawai negeri sipil (PNS) di jajaran Pemerintah Kabupaten Aceh
Barat Daya (Abdya) masih kurang, terutama pada hari pertama masuk kerja setelah
libur nasional, masih banyak PNS tidak masuk kerja ditemukan saat inspeksi
mendadak (sidak) oleh pejabat terkait. Tingkat ketidakhadiran PNS rata-rata 10
persen (BKN, 2011).
Pegawai yang memiliki disiplin kerja yang baik maka akan tercapai suatu
keuntungan yang berguna, baik bagi Puskesmas Aleu Sungai Pinang maupun bagi
pegawai itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran para pegawai dalam
mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku. Agar tercipta suatu kelompok yang
tertib dan bebas dari kekacauan maka sangat dibutuhkan peranan pimpinan dalam
organisasi. Pimpinan mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan yang
diperoleh pegawai. Kebiasaan itu ditentukan oleh pimpinan, baik dengan iklim
atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh diri pribadi pimpinan. Semua
3
pegawai akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan
disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan,
perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan.
Namun, masih cukup banyak terjadi kesenjangan yang kurang sesuai,
masih ada beberapa kelemahan yang masih ditunjukkan oleh pegawai dalam
disiplin kerja, ada yang tidak tepat waktu sewaktu masuk kantor, menunda tugas
kantor, kurang disiplin waktu, ada yang tidak menggunakan kelengkapan pakaian
seragam sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ada pegawai tidak mengikuti apel
pagi, dan tidak bisa memamfaatkan sarana kantor dengan baik. Selanjutnya, jika
pimpinan tugas di luar daerah maka ada pegawai yang tidak datang bekerja dengan
alasan yang tidak jelas, ada pegawai yang tidak melaksanakan tugasnya hanya
berbincang-bincang dengan rekan kerjanya dan jika pimpinan secara tiba-tiba
hadir di ruang kerja tersebut maka pegawai tersebut seolah-olah sangat sibuk.
Berdasarkan latar belakang tersebut mengakibatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat belum terlaksana dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa
kinerja pegawai belum maksimal yang disebabkan oleh tidak adanya disiplin
dalam diri pegawai seperti pengawasan, motivasi kerja, penghargaan, kondisi kerja
dan masa kerja. Atas dasar itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisa Disiplin Kerja Pegawai pada UPTD Puskesmas Alue
Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013”.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimana disiplin kerja pegawai pada Puskesmas Aleu
Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran disiplin kerja pegawai pada Puskesmas Alue
Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan pengawasan dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat
Daya.
2. Mengetahui hubungan motivasi kerja dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat
Daya.
3. Mengetahui hubungan penghargaan dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat
Daya.
4. Mengetahui hubungan kondisi kerja dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat
Daya.
5
5. Mengetahui hubungan masa kerja dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat
Daya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, dapat
dijadikan sebagai masukkan dan bahan bacaan serta menambah koleksi bahan
perpustakaan yang telah ada tentang disiplin kerja pegawai pada puskesmas.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
1. Menjadi bahan bacaan untuk peningkatan tugas pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
2. Menjadi referensi bagi Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Aceh Barat Daya dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan
peningkatan kinerja pegawai.
3. Dapat dijadikan bahan bacaan dan tambahan informasi untuk penelitian
selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Pengertian Disiplin
Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong
gairah kerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan organisasi, pegawai dan
masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar bawahannya
mempunyai kedisiplinan yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam
kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin dengan baik.
Disiplin adalah upaya manajemen untuk mengusahakan agar karyawan
mentaati standar/peraturan dalam organisasi. Ia menganggap bahwa disiplin
sebagai suatu latihan untuk mengubah dan mengoreksi pengetahuan, sikap dan
perilaku sehingga karyawan akan berusaha untuk bekerja sama dan meningkatkan
kinerjanya bagi perusahaan (Handoko, 2001, h.197)
Menurut pendapat Mangkunegara kedisiplinan adalah Fungsi kooperatif
keenam dari manajemen sumber daya manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi
operatif MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) yang terpenting karena
semakin baik disiplin kerja karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat
dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi mencapai
hasil yang optimal. (Mangkunegara, 2005, h.89).
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua
peraturan perusahaan dan norma- norma sosial yang berlaku. Sedangkan kesadaran
7
adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar
akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi dia akan mematuhi/mengerjakan semua
tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah
laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang
tertulis maupun tidak (Hasibuan, 2005, h.76).
Menurut Anoraga (1998) disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk
selalu menaati tata tertib. Pada pengertian disiplin juga tersimpul dua faktor yang
penting yaitu faktor waktu dan kegiatan atau perbuatan. Seorang pekerja yang
berdisiplin tinggi masuk kerja tepat pada waktunya, demikian juga pulang pada
waktunya, selalu taat pada tata tertib, belum akan efisien tugasnya jika tidak
memiliki keahlian pada bidang tugasnya.
Di dalam suatu organisasi, usaha- usaha untuk menciptakan disiplin selain
melalui adanya tata tertib atau peraturan yang jelas, juga harus ada penjabaran
tugas dan wewenang yang jelas, tata cara atau tata kerja yang sederhana yang
dapat dengan mudah diketahui oleh setiap anggota organisasi.
Disiplin kerja sangatlah penting dalam suatu organisasi dalam
melaksanakan tugas-tugasnya guna mewujudkan tujuan organisasi tersebut.
Disiplin kerja mengatur seorang pegawai akan mentaati segala norma, kaidah dan
peraturan yang berlaku dalam organisasi. ”Tujuan disiplin kerja ini dalam rangka
memperlancar seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya agar
pencapaian tujuan organisasi tepat waktu, tepat sasaran serta efektif dan efesien”
(Nawawi, 2003, h.187).
Menurut Gibson yang dikutip oleh (Muhaimin, 2004, h.146)
mengemukakan beberapa perilaku karyawan tidak disiplin yang dapat dihukum
8
adalah keabsenan, kelambanan, meninggalkan tempat kerja, mencuri, tidur ketika
bekerja, berkelahi, mengancam pimpinan, mengulangi prestasi buruk, melanggar
aturan dan kebijaksanaan keselamatan kerja, pembangkangan perintah,
memperlakukan pelanggaran secara tidak wajar, memperlambat pekerjaan,
menolak kerja sama dengan rekan, menolak kerja lembur, memiliki dan
menggunakan obat-obatan ketika bekerja, merusak peralatan, menggunakan
bahasa atau kata-kata kotor, pemogoan secara ilegal.
Ditinjau dari segi pembinaan, disiplin dapat dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu: disiplin umum atau disiplin tata laku dan sikap, serta disiplin kerja. Disiplin
umum adalah yang nampak dalam penampilan sikap dan perilaku lahiriah
seseorang seperti ketaatan terhadap jam kerja, sikap yang korek terhadap atasan.
Disiplin kerja yaitu didisiplin yang memuat tentang metodologi dan teknik
penyelesaian pekerjaan yang memerlukan ketaatan mengikuti metode, prosedur
dan teknik melaksanakan tugas. Disiplin kerja merupakan konsep yang
didefinisikan sebagai sikap dan perilaku layanan yang taat dan tertib terhadap
aturan yang telah ditetapkan dalam tugas. Faktor aturan meliputi hal-hal yang
penting berkaitan dengan manusia sebagai subyek aturan yaitu:
1. Kewenangan artinya si pembuat aturan haruslah memiliki kewenangan
untuk itu;
2. Pengetahuan dan pengalaman yakni si pembuat aturan harus memiliki
pandangan jauh kedepan, sehingga aturan yang dibuat dapat menjangkau
waktu yang panjang
3. Kemampuan bahasa yakni dalam beberapa hal bahasa mampu
menterjemahkan secara lengkap kehendak atau pikiran
9
4. Pemahaman oleh pelaksana yakni petugas pelaksana yang akan terlibat
langsung dengan aturan itu
5. Disiplin dalam pelaksanaan yakni bentuk ketaatan terhadap aturan yang
telah ditetapkan (Mangkunegara, 2005, h.187).
2.1.1 Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong
para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan sehingga
penyelewengan- penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokonya adalah untuk
mendorong disiplin diri antara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan
menjaga disiplin diri mereka bukan semata- mata karena dipaksa manajemen
(Handoko, 2001, h.198.).
2.1.2 Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah “kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan- aturan dan mencoba untuk menghindari pelangaran-
pelanggaran selanjutnya. Kegiatan korektip ini sering berupa suatu bentuk
hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau
skorsing”.(Siagian.2000, h.305)
”Sasaran- sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positip, bersifat
mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatip yang menjatuhkan karyawan
yang berbuat salah. Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di
waktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu”.(Siagian.2000,
h.305)
10
2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Disiplin kerja yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
(Budiman Chandra, 2002, h.194), faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja
pegawai pada suatu organisasi, diantaranya adalah:
1. Tujuan dan kemampuan
2. Teladan pimpinan
3. Balas jasa
4. Keadilan
5. Waskat
6. Sanksi hukuman
7. Ketegasan
8. Hubungan kemanusiaan
Adapun penjelasan dari faktor- faktor kedisiplinan sebagai berikut:
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)
dibebankan kepada seseorang pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai
yang bersangkutan, agar ia bekerja sungguh-sungguh dan berdisplin baik untuk
mengerjainya.
2. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur adil, serta
11
sesuai dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, maka kedisiplinan
bawahan akan ikut baik (kurang berdisiplin), maka para bawahan juga kurang
baik.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai
terhadap organisasi dan pekerjaannya. Jika kecintaan semakin baik terhadap
pekerjaannya, maka kedisiplinan akan semakin baik pula.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai. Karena ego
dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama
dengan manusia lainnya.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif
dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai organisasi. Dengan waskat ini berarti
atasan harus aktif dan mengawasi perilaku, moral, dan gairah kerja dan prestasi
kerja bawahan.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat pegawai akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan, sikap dan indisipliner pegawai akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan pegawai organisasi. Pimpinan harus tegas, bertindak untuk
12
menghukum setiap pegawai yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang
telah ditetapkan
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama pegawai ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu organisasi.
Menurut (David, 2000, h.167) ada beberapa indikator kedisiplinan antara
lain adalah:
1. Kehadiran, yaitu kegiatan yang menandakan datang atau tidaknya pegawai
untuk melakukan aktivitas kerja.
2. Tata cara kerja, yaitu aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh
pemberi kerja dan oleh pekerja dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
3. Ketaatan pada atasan, yaitu patuh atau mengikuti apa yang diberikan
pimpinan dalam organisasi guna mengerjakan pekerjaan dengan baik.
4. Kesadaran bekerja, yaitu sikap seseorang secara sukarela mentaati
peraturan-peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawab, jadi pegawai
akan mengerjakan tugasnya dengan baik.
5. Tanggung jawab, yaitu kesediaan pegawai dalam mempertanggung
jawabkan kebijaksanaan pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana
yang dipergunakannya serta perilaku kerjanya. (David, 2000, h.167).
2.3 Peraturan dan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2.3.1 Peraturan Disiplin
Bagi aparatur pemerintahan disiplin mencakup unsur-unsur ketaatan,
kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban,
dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan untuk kepentingan
13
negara dan masyarakat. Pasal 29 UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
dinyatakan bahwa "Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil". Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai
kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan
dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil mengatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus ditaati
oleh setiap PNS, yaitu:
1. Mengucapkan sumpah atau janji PNS;
2. Mengucapkan sumpah atau janji jabatan;
3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah;
4. Menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;
5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,
dan/atau golongan;
8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan;
14
9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara;
10. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di
bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-
baiknya;
14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
Selain itu ada pula larangan bagi Pegawai Negeri Sipil Pasal 4 Peraturan
Pemerintah No. 53 Tahun 2010 yaitu:
1. Menyalahgunakan wewenang;
2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain
dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya
masyarakat asing;
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga
milik negara secara tidak sah;
15
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau
orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara;
7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik
secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat
dalam jabatan;
8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan cara:
a. Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut
PNS;
c. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
d. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
13. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
a. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
16
b. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah
masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau
pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat;
14. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau
calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat
dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan
Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
15. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
dengan cara:
a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye;
c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah
masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau
pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat.
2.3.2 Hukuman Disiplin
Secara umum berdasarkan peraturan kepegawaian, Hukuman disiplin
adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil karena
17
melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pasal 7
memuat tingkat dan jenis hukuman disiplin yaitu:
1. Hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Hukuman disiplin sedang terdiri dari :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
3. Hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendahselama 3 (tiga) tahun;
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatansetingkat lebih rendah;
c. Pembebasan dari jabatan;
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;
dan
e. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
Pemberian hukuman disiplin pegawai negeri sipil dilakukan oleh penjabat
yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin. Sebagaimana yang diatur dalam
pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
2.4 Nilai- Nilai dalam Disiplin Kerja
Menurut (Byars and Rue, 1995, h.357) “menyatakan ada beberapa hal yang
dapat dipakai, sebagai indikasi tinggi rendahnya kedisplinan kerja karyawan, yaitu
18
Ketepatan waktu, kepatuhan terhadap atasan, peraturan terhadap perilaku
terlarang, ketertiban terhadap peraturan yang berhubungan langsung dengan
produktivitas kerja”.
Sedangkan De Cenzo dan Robbins (1994, h.451) mengemukakan tipe
permasalahan dalam kedisiplinan, antara lain : kehadiran, perilaku dalam bekerja
(dalam lingkungan kerja), ketidakjujuran, aktivitas di luar lingkungan kerja. Jadi
penelitian ini menganalisis nilai-nilai dalam disiplin kerja yaitu mengenai
ketepatan waktu dan kepatuhan terhadap atasnya, seperti yang dikemukakan Byars
dan Rue”.
Atas dasar tinjauan terhadap disiplin kerja pegawai tersebut, dapat
disimpulkan bahwa disiplin kerja pegawai merupakan suatu sikap pegawai,
tingkah laku pegawai, dan perbuatan pegawai yang sesuai dengan peraturan
organisasi baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini mengisyaratkan bahwa
disiplin kerja pegawai erat kaitannya dengan ketaatan dan kepatuhan seorang
pegawai terhadap peraturan kepegawaian yang ada dengan dilandasi oleh
kesadaran dan rasa senang, serta merupakan fenomena dalam rangka terwujudnya
tertib organisasi, sehingga akan mempermudah tercapainya tujuan organisasi yang
bersangkutan.
Perilaku disiplin pegawai pada dasarnya tidak hanya terbatas pada aturan-
aturan perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, melainkan juga
berhubungan dengan nilai dan norma perilaku tertib dalam kehidupan
berkelompok ataupun bermasyarakat pada umumnya. Oleh karenanya perilaku
disiplin pegawai tidak hanya tercermin dalam melaksanakan pekerjaan kedinasan
semata-mata, melainkan implementasinya dapat dilihat dari sikap keteladanannya
dalam kehidupan bermasyarakat (BKN, 2010).
19
Pengukuran terhadap disiplin kerja pegawai dapat dilakukan dengan
menggunakan kriteria sikap pegawai, tingkah laku pegawai, dan perbuatan
pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga dapat mendukung
tercapainya tujuan organisasi kepegawaian yang bersangkutan.
Penjabarannya berupa ketaatan pegawai terhadap peraturan dan norma
pekerjaan, tanggung jawab tanpa paksaan, keyakinan manfaat bagi diri sendiri,
kesadaran melaksanakan apa yang telah disepakati, melaksanakan budaya tertib,
budaya bersih, dan budaya kerja, serta pelaksanaan apel, absensi, maupun di
lingkungan tempat bekerja (Socrates, 2009, h.96).
2.5 Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Pengertian Pegawai Negeri dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Pengertian Stimulatif
Pengertian yang bersifat stimulatif (penetapan tentang makna yang
diberikan oleh UU tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 sub a
yang berkaitan dengan masalah hubungan pegawai negeri dengan hukum
administrasi dan Pasal 3 UU No. 8 tahun 1974 yang berkaitan dengan
masalah hubungan pegawai negeri dengan pemerintah atau mengenai
kedudukan pegawai negeri. Pengertian stimulatif tersebut selengkapnya
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1.a. : “Pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri
atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan
20
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
Pasal 3 : “Pegawai Negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan lepada
Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah
menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan.”
2. Ekstensif (Perluasan Pengertian)
Di samping pengertian stimulatif tersebut di atas ada beberapa golongan
pegawai yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri menurut Undang –
Undang No. 8 tahun 1974 tetap dalam hal tertentu dianggap sebagai dan
diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri. Perluasan pengertian tersebut
antara lain terdapat dalam :
a. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 415-437 KUHP mengenai
kejahatan jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut orang yang melakukan
kejahatan adalah mereka yang melakukan kejahatan berkenaan dengan
tugasnya sebagai orang yang diserahi satu jabatan publik baik tetap
maupun sementara. Jadi orang yang diserahi jabatan publik itu belum
tentu Pegawai Negeri menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1974. Jika
melakukan kejahatan dalam kualitasnya sebagai pemegang jabatan
publik maka ia dianggap dan diperlakukan sama dengan Pegawai
Negeri khusus untuk kejahatan yang dilakukannya.
b. Ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota
dewan rakyat, dewan daerah dan kepala desa. Mereka (yang
disebutkan dalam Pasal 92 KUHP) bukanlah Pegawai Negeri menurut
pengertian Undang-Undang No. 8 tahun 1974, tetapi jika terjadi
21
kejahatan dalam kualitas/kedudukan masing-masing, maka mereka itu
dianggap dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri.
c. Ketentuan Uundang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Undang – Undang ini memperluas juga
pengertian pegawai negeri sehingga mencakup ”orang-orang yang
menerima gaji atau upah atau keuangan negara atau keuangan daerah,
atau badan hukum yang menerima bantuan dari keuangan negara,
keuangan daerah, atau badan-badan hukum lain yang mempergunakan
modal dan kelonggaran dari negara atau masyarakat”. Mereka tersebut
boleh jadi bukan pegawai negeri menurut Undang – Undang No. 8
tahun 1974, tetapi jika melakukan korupsi maka mereka dianggap dan
diperlakukan sama dengan pegawai negeri khusus dalam kaitannya
dengan tindak korupsinya itu, artinya bisa dituntut dengan sanksi
pidana sesuai dengan Undang – Undang No. 3 tahun 1971.
d. Ketentuan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1974 tentang pembatasan
kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta. Ada beberapa golongan
yang bukan pegawai negeri menurut pengertian Undang – Undang No.
8 tahun 1974, tetapi Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1974
memberikan perluasan sehingga mencakup banyak golongan pegawai
lainnya. (Mahfud, 1988, h.8-10).
Sementara itu berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 43
tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dijelaskan bahwa “Pegawai Negeri adalah
setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
22
jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Dari rumusan bunyi Pasal 1 butir 1 di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
untuk menjadi Pegawai Negeri maka seseorang harus memenuhi syarat – syarat
yaitu :
1. Harus Warga Negara Indonesia.
2. Memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam perundangundangan
yang berlaku.
3. Harus diangkat oleh pejabat yang berwenang.
4. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara
lainnya.
5. Digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian ditentukan mengenai jenis Pegawai Negeri bahwa :
1. Pegawai Negeri Terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil.
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia.
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri
dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3. Di samping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat
yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.
23
Pasal 2 Undang – Undang No. 43 Tahun 1999 merupakan pengembangan
dari Pasal 2 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang semula hanya 2 ayat
menjadi 3 ayat. Sedangkan pada ayat 1 terpisahnya anggota POLRI dari ABRI
sehingga menjadi butir tersendiri untuk anggota POLRI yaitu butir C.
Adapun yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai
Negeri Sipil yang gajinya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk
menyelengarakan Negara lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah
Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah
Daerah atau dipekerjakan di luar instansi induknya. Terhadap Pegawai Negeri
Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang dipekerjakan di luar instansi
induk gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.
2.6 Kedudukan dan Hak Pegawai Negeri
2.6.1 Kedudukan Pegawai Negeri
Di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
disebutkan kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut :
“Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur Negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil,
dan merata dalam penyelengaraan tugas Negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Dari bunyi Pasal 3 ayat (1) ini dapat disimpulkan bahwa :
24
1. Pegawai Negeri baik yang rendah maupun yang berpangkat tinggi adalah
unsur aparatur Negara.
2. Sebagai unsur aparatur Negara Pegawai Negeri bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan ketentuan harus bertindak :
a. Jujur, dengan pengertian dalam menjalankan tugasnya tidak
melakukan perbuatan yang berisifat KKN, yaitu korupsi, kolusi,
dan nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih.
b. Adil , dengan pengertian dalam melaksanakan tugasnya harus
bertindak adil, tidak memihak kepada siapapun.
c. Merata, dengan pengertian bahwa kepentingan – kepentingan yang
dilayani mempunyai hak yang sama dengan yang lainnya.
3. Sebagai unsur aparatur Negara, Pegawai Negeri Sipil tidak hanya
menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu
melaksanakan, menggerakkan serta memperlancar pembangunan untuk
kepentingan rakyat banyak. (Faizal Salam, 2003, h.18).
Sementara itu Pasal 3 ayat 2 berbunyi : "Dalam kedudukan dan tugas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh
semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam membeikan
pelayanan kepada masyarakat."
Dari ayat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang Pegawai
Negeri dalam menjalankan tugasnya harus bertindak secara netral. Pengertian
netral di sini berarti Pegawai Negeri dalam melaksanakan tugasnya tidak
mementingkan Suku, Agama, Golongan, atau partai politik. Seorang Pegawai
Negeri harus menghindari pengaruh tersebut sehingga ia dapat menjalankan tugas
25
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal. Untuk menghindari
pengaruh partai politik, seorang Pegawai Negeri tidak boleh menjadi anggota aktif
dan atau pengurus partai politik.
Bila seorang Pegawai Negeri ingin menjadi anggota suatu partai politik
atau duduk sebagai pengurus suatu partai politik, maka yang bersangkutan
diharuskan mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri. Pemerintah sendiri telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai
Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik.
Larangan bagi Pegawai Negeri menjadi anggota aktif atau pengurus suatu
partai politik bertitik tolak dari pokok pikiran bahwa Pemerintah tidak hanya
menjalankan fungsi umum pemerintahan tetapi juga harus mampu melaksanakan
fungsi pembangunan atau dengan perkataan lain, Pemerintah bukan hanya
menyelenggarakan tertib pemerintahan tetapi juga harus mampu menggerakkan
dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. Hal ini tidak
akan terwujud bila pegawai negeri diperkenankan menjadi anggota atau pengurus
suatu partai politik. Karena dalam pelaksanaan tugasnya antara pegawai negeri
yang satu dengan yang lainnya akan saling jegal menjegal sehingga program
pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar. (Faizal Salam, 2003, h.18)
Agar Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan ba ik, maka ia harus
mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, negara, dan pemerintah, sehingga dengan demikian dapat
memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala daya dan
tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara
berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian kesetiaan dan ketaatan penuh
26
tersebut mengandung pengertian bahwa Pegawai Negeri Sipil berada sepenuhnya
di bawah pimpinan pemerintah. Hal ini perlu ditegaskan untuk menjamin kesatuan
pimpinan dan garis pimpinan yang jelas dan tegas. Dari uraian ini, maka timbullah
kewajiban dan hak setiap Pegawai Negeri Sipil.
2.6.2 Hak Pegawai Negeri
Hak pegawai negeri diatur dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yaitu :
1. Pasal 7 : Mengatur tentang hak pegawai negeri dalam memperoleh gaji
yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya.
2. Pasal 8 : Mengatur tentang hak pegawai negeri untuk cuti. Maksud cuti
adalah tidak masuk kerja yang diizinkan dalam waktu yang
ditentukan.
3. Pasal 9 : Mengatur hak setiap pegawai negeri yang ditimpa oleh suatu
kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas berhak
memperoleh perawatan.
4. Pasal 10 : Mengatur hak setiap pegawai negeri untuk pensiun bagi pegawai
negeri yang telah memenuhi syarat.
5. Pasal 18 : Mengatur pemberian hak kenaikan pangkat pegawai negeri yang
dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan
sistem kenaikan pangkat pilihan. Kenaikan pangkat reguler adalah
hak, oleh karena itu apabila seseorang pegawai negeri telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan tanpa terikat jabatan dan
dapat dinaikkan pangkatnya, kecuali ada alasan-alasan yang
menundanya
27
Hak pegawai negeri berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, yaitu :
1. Pasal 7 (1), (2) dan (3) yang berisi bahwa Setiap pegawai negeri berhak
memperoleh gaji yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang adil
dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab. Gaji
tersebut harm mampu memacu produktivitas dan menjamin
kesejahteraannya
2. Pasal 8, 9, 10 dan 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tidak
mengalami perubahan.
2.7 Pengertian Puskesmas
Pengertian Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang
berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu
wilayah tertentu. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan yang
langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi
kepada masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan pokok
(Depkes RI, 2006, h.2).
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
28
Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes. RI, 2004).
“Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
masyarakat yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat disamping memberi pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok”. (Azwar, 1996, h.66).
Untuk memperluas jangkauannya satu Puskesmas diduduki oleh beberapa
Puskesmas pembantu. “Puskesmas pembantu adalah salah satu unit organisasi
Puskesmas yang berfungsi sebagai jaringan pelayanan kesehatan Puskesmas untuk
menjangkau seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja suatu Puskesmas”
(Depkes RI, 2004).
2.7.1 Tugas dan Fungsi Puskesmas
Dalam melaksanakan tugasnya, puskesmas melaksanakan dengan beberapa
cara yaitu :
1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan
dalam rangka menolong dirinya sendiri.
2. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien
3. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan
medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan
bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.
4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat
5. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan
program puskesmas. (Hatmoko, 2007, h.18)
29
Fungsi puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk masyarakat dan dunia
usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggara setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
Khusus untuk pembangunan kesehatan,upaya yang dilakukan puskesmas adalah
“mengutamakan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan” (Trihono, 2005, h.67).
Ada 3 fungsi pokok puskesmas, yaitu” sebagai pusat pembangunan
kesehatan masayarakat di wilayahnya, membina peran serta masyarakat di wilayah
kerjannya dalam rangkan meningkatkan kemampuan hidup sehat, memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya” (Azwar, 1999, h.87). Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat
pertama di Indonesia pegelolaan program kerja puskesmas berpedoman pada
empat asas pokok yakni asas pertanggungjawaban wilayah, asas peran serta
masyarakat, asas keterpaduan dan asas rujukan.
Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat. Puskesmas selalu berupaya agar
perorangan terutama masyarakat, keluarga dan massyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat termasuk sumber pembayaannya serta ikut
menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan
30
memperhatikan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat (Trihono,
2005, h, 65).
Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya. “Puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan”(Trihono, 2005, h.86).
Puskesmas diberbagai daerah melakukan berbagai macam pekerjaan agar
warga masyarakat dapat menjalai hidup yang sehat. Jenis pelayanan yang
diberikan berbeda menurut daerahnya. Pencegahan penyakit. Puskesmas
melakukan konsultasi dan pemeriksaan kesehatan, juga imunisasi untuk mencegah
penyakit. Puskesmas memberikan pelayanan konsultasi dan bimbingan mengenai
kehamilan persalinan dan perawatan anak serta pemeriksaan kesehatan. Kesehatan
jiwa. Puskesmas memberikan pelayanan konsultasi dan bimbingan mengenai sakit
urat syaraf, sakit jiwa, cacat mental serta memberitahu lembaga kesehatan yang
harus dituju. (Suparjaadi, 2006, h.67).
2.7.2 Visi dan Misi Puskemas
1. Visi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan
sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui pembanguan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan
dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi- tingginya.
31
Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 (empat)
indikator utama yakni: (1) lingkungan sehat, (2) perilaku sehat, (3) cakupan
pelayanan kesehatan yang bermutu, serta (4) derajat kesehatan penduduk
kecamatan. Rumusan untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi
pembangunan kesehatan puskesmas diatas yakni terwujudnya kecamatan sehat,
yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi msyarakat serta wilayah
kecamatan setempat.
2. Misi Puskesmas
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional, misi tersebut
antara lain:
a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya,
maksudnya puskesmas akan selalu menggerakan pembangunan sektor lain
yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek
kesehatan, yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku
masyarakat.
b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi semua keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya, artinya Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap
keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin
berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan
kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
c. Memelihara dan meningkatkan mutu pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, artinya puskesmas akan selalu
berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
32
dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan
serta meningkatkan efesiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh
seluruh anggota masyarakat.
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakat beserta lingkungannya, artinya Puskesmas akan selalu berupaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat
yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya.
2.8 Kerangka Teori
Disiplin Kerja
Pegawai
Hasibuan (2005)
- Pengawasan
- Motivasi kerja - Kondisi kerja
- Masa kerja
Marquis
dan
Huston (2000)
- Motivasi
Surono (2001)
- Pengawasan
Budiman (2007)
- Pengawasan
Ilyas (2001)
- Motivasi kerja
- Masa kerja
Anoraga (2006)
- Motivasi kerja
- Masa kerja
Depkes Ri (1996)
- Penghargaan
Siagian (2005)
- Kondisi kerja
- Masa kerja
Jurnal (2009)
- Kondisi kerja
Fathoni (2006)
- Kondisi kerja
Darma (1996)
- Masa kerja
Azwar (1996)
- Pengewasan - Motivasi kerja
- Penghargaan
Handoko (2001)
- penghargaan
- kondisi kerja
33
2.9 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan judul penelitian yang telah ditetapkan maka kerangka konsep
penelitian menerangkan keadaan mengenai hubungan variabel bebas (independent)
dengan terikat (dependent), dimana yang berhubungan dengan variabel terikat
(dependent) yaitu pengawasan, motivasi kerja, penghargaan, kondisi kerja, dan
masa kerja.
Secara kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independent Variabel Dependent
2.10 Hipotesa Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada hubungan pengawasan dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh
Barat Daya.
Ha : Ada hubungan motivasi kerja dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh
Barat Daya.
Ha : Ada hubungan penghargaan dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh
Pengawasan
Motivasi Kerja
Disiplin Kerja Pegawai
Kondisi Kerja
Penghargaan
Masa Kerja
34
Barat Daya.
Ha : Ada hubungan kondisi kerja dengan disiplin kerja pegawai pada
Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh
Barat Daya.
Ha : Ada hubungan masa kerja dengan disiplin kerja pegawai pada Puskesmas
Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya
35
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancanagan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-
sectional yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-
variabel penelitan melalui pengujian hipotesis yaitu untuk hubungan pengawasan,
motivasi kerja, penghargaan, kondisi kerja, masa kerja dengan disiplin kerja
pegawai pada Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan
Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya.
3.2.2 Waktu Penelitian
Adapun Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 Juni sampai
dengan 10 Juli 2013
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di Puskesmas Alue
Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya yang berjumlah
43 pegawai.
3.3.2 Sampel
Karena jumlah populasi 43 orang, maka jumlah sampel dalam penelitian ini
36
adalah 43 orang. Semua pegawai Puskesmas Alue Sungai Pinang Kecamatan
Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya dijadikan sampel. Menurut Arikunto apabila
subjek kurang dari 100, lebih baik semua subjek dijadikan sampel sehingga
penelitian tersebut merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1998, h.120).
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data tersebut meliputi, pengawasan, motivasi kerja, penghargaan, kondisi
kerja, dan masa kerja yang diperoleh langsung oleh penulis dengan cara observasi
wawancara dan quesioner melalui penyebaran angket kepada responden.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data gambaran umum Puskesmas Alue Sungai
Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya meliputi profil
puskesmas, struktur organisasi dan data yang diperoleh dari hasil pengolahan
buku, teori-teori dan lieratur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
3.5. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No Variabel Keterangan
Variabel Independen
1. Pengawasan Definisi Melakukan penilaian dan sekaligus koreksi
terhadap karyawan untuk mencapai tujuan meliputi, perilaku, sikap, moral, gairah, dan prestasi kerja..
Cara Ukur Wawancara Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 1. Baik 2. Kurang
Skala ukur Ordinal
2. Motivasi
kerja
Definisi Suatu keinginan yang mendorong responden
untuk melakukan suatu tindakan atau
37
pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan
keinginan yang dimilikinya meliputi
eksistensi tanggung jawab, keihklasan
dalam bekerja, instrospeksi dan hubungan
kerja
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 1. Tinggi
2. Rendah
Skala ukur Ordinal
3. Penghargaan Definisi Dukungan yang diberikan pimpinan/instansi
terkait atas prestasi yang telah dicapai
meliputi, pujian, mengikuti pelatihan,
kenaikan pangkat, jabatan, dan insentif
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 1. Ada
2. Tidak
Skala ukur Ordinal
4. Kondisi
Kerja
Definisi Keadaan non fisik disekitar tempat kerja
pegawai, meliputi hubungan dengan sesama
rekan kerja, hubungan dengan atasan dan
hubungan dengan masyarakat
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 1. Mendukung
2. Kurang Mendukung
Skala ukur Ordinal
5. Masa kerja Definisi Lama pegawai bertugas di Puskesmas
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 1. Lama
2. Baru
Skala ukur Ordinal
Variabel Dependen
6. Disiplin
kerja
Definisi Sikap, perbuatan untuk selalu mentaati
semua peraturan yang telah ditetapkan,
seperti masuk dan pulang kerja tepat waktu,
memakai pakaian dinas dan tanggung jawab.
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 1. Baik
2. Kurang
Skala Ukur Ordinal
38
3.6. Aspek Pengukuran variabel
3.6.1 Pengawasan
Baik : apabila diperoleh skor nilai > 30 dari total skor.
Kurang : apabila diperoleh skor nilai < 30 dari total skor.
3.6.2 Motivasi kerja
Tinggi : apabila diperoleh skor nilai < 20 dari total skor
Rendah : apabila diperoleh skor nilai < 20 dari total skor
3.6.3 Penghargaan
Ada : apabila diperoleh skor nilai < 12 dari total skor
Tidak : apabila diperoleh skor nilai < 12 dari total skor
3.6.4 Kondisi Kerja
Mendukung : apabila diperoleh skor nilai < 10 dari total skor
Kurang mendukung : apabila diperoleh skor nilai > 10 dari total skor
3.6.5 Masa Kerja
Lama : apabila responden telah bekerja > 5 tahun di puskesmas
Baru : apabila responden telah bekerja > 5 tahun di puskesmas
3.6.6 Disiplin kerja
Baik : apabila diperoleh skor nilai > 22 dari total skor.
Kurang : apabila diperoleh skor nilai < 22 dari total skor.
3.7. Teknik Analisa Data
Analisa data dalaam penelitian ini terdiri dari:
1. Analisa univariat adalah cara menganalisis data yang menghasilkan distribusi
dan persentase dari tiap variabel.
2. Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variable yang
39
diduga memiliki pengaruh.
Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat
dilakukan untuk melihat adanya pengaruh antara variabel independen terhadap
dependen. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square (χ²) karena kedua
variable penelitian berbentuk data kategori.
Adapun rumus perhitungan chi-square adalah sebagai berikut :
X2 = (O− E)2
E
df = 𝑘 − 1 𝑏 − 1
Keterangan :
X2 = nilai chi-square
O = nilai Observasi
E = nilai ekspektasi
df = derajat bebas
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
0,05 = taraf signifikan.
Hipotesa penelitian (Ho) diterima bila nilai χ² hitung < χ² tabel dengan
nilai p > α (0,05), sedangkan hipotesis ditolak apabila nilai χ² hitung > χ² tabel
dengan nilai p < α (0,05).
40
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Keadaan Geografi
Secara geografis Puskesmas Aleu Sungai Pinang terletak di Kecamatan
Jeumpa lebih kurang 5 Km dari pusat Blang Pidie. Keadaan wilayah Jeumpa
merupakan daerah dataran tinggi yang meliputi area pemukiman, pertanian dan
perkebunan dengan batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Blang Pidie.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Blang Pidie
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kuala Batee.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Blang Pidie
4.1.2 Keadaan Demografi
Penduduk di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya sangat
bervariasi dalam hal umur, pekerjaan dan pendidikan. Jumlah penduduk adalah
14.788 Jiwa dengan perbandingan jumlah penduduk laki- laki 7.560 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan adalah 7.228 jiwa yang tersebar di 14 gampong
gampong terbanyak penduduknya adalah Gampong Jeumpa dengan jumlah 1.130
jiwa, terendah adalah Gampong Alue Laseh Jumlah penduduknya adalah 122 jiwa
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani (profil Puskesmas
Aleu Sungai Pinang. 2012).
41
4.2 Hasil Penelitian Analisa Univariat
4.2.1 Jenis kelamin
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Laki 11 25,6
2. Permpuan 32 74,4
Total 43 100
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut jenis
kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 32 responden (74,4%).
4.2.2 Pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Pendidikan di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
1. SMA/ Sederajat 3 7 2. D III 20 46,5 3. D IV 12 27,9
4. Sarjana 8 18,6
Total 43 100
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
pendidikan yang terbanyak adalah tingkat pendidikan D III yaitu sebanyak 20
responden (46,5%), dan hanya 3 responden (7%) yang berpendidikan SMA.
4.2.3 Pengawasan
Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Pengawasan di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Pengawasan Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 24 55,8
2. Kurang 19 44,2
Total 43 100
42
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
pengawasan adalah yang baik yaitu 24 responden (55,8%).
4.2.4 Motivasi kerja
Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Motivasi Kerja di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Motivasi Kerja Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Tinggi 27 62,8
2. Rendah 16 37,2
Total 43 100
Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
motivasi kerja yang tinggi adalah sebanyak 27 responden (62,8).
4.2.5 Penghargaan
Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Penghargaan di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Penghargaan Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Ada 21 48,8
2. Tidak 22 51,2
Total 43 100
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
penghargaan yang tidak ada adalah sebanyak 22 responden (51,2%).
4.2.6 Kondisi Kerja
Tabel 4.6 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Kondisi Kerja di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Kondisi Kerja Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Mendukung 23 53,5
2. Tidak Mendukung 20 46,5
Total 43 100
43
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
kondisi kerja yang mendukung adalah sebanyak 23 responden (53,5%).
4.2.7 Masa Kerja
Tabel 4.7 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Masa Kerja di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Masa Kerja Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baru 17 39,5
2. Lama 26 60,5
Total 43 100
Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut masa
kerja terbanyak adalah yang lama yaitu sebanyak 26 responden (39,5%).
4.2.8 Disiplin Kerja
Tabel 4.8 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Disiplin Kerja di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Disiplin Kerja Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 29 67,4
2. Kurang 14 32,6
Total 43 100
Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
disiplin kerja yang baik adalah sebanyak 29 responden (67,4%).
44
4.3 Hasil Penelitian Analisa Bivariat
4.3.1 Hubungan Pengawasan dengan Disiplin Kerja
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Antara Pengawasan dengan Disiplin Kerja di di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Pengawasan
Disiplin Kerja Total
P Value
OR Baik Kurang n %
N % n %
1. Baik 20 83,3 4 16,7 24 100 0,030 5,556
2. Kurang 9 47,4 10 52,6 19 100
Jumlah 29 14 43
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 24 respoden yang
mengatakan pengawasan baik sebanyak 20 orang (83,3) disiplin kerjanya baik.
Sedangkan dari 19 responden yang pengawasan kurang sebanyak 9 orang (47,4%)
yang disiplin kerja baik.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p-value 0,030 yang berarti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara pengawasan dengan disiplin
kerja. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 5,556
yang artinya responden yang mendapatkan pengawasan yang baik mempunyai
peluang 5,5 kali untuk disiplin kerja dengan baik dibandingkan responden yang
kurang mendapatkan pengawasan.
4.3.2 Hubungan Motivasi Kerja dengan Disiplin Kerja
Tabel 4.10 Tabulasi Silang Antara Motivasi Kerja dengan Disiplin Kerja di
di Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Aceh Barat Daya
No Motivasi Kerja
Disiplin Kerja Total P
Value
OR Baik Kurang N %
n % n %
1. Tinggi 23 85,2 4 14,8 27 100 0,004 9,583
2. Rendah 6 37,5 10 62,5 16 100
Jumlah 29 14 43
45
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari 27 respoden yang
motivasi kerja tinggi sebanyak 23 orang (85,2%)) disiplin kerjanya baik.
Sedangkan dari 16 responden yang motivasi kerja rendah sebanyak 6 orang
(37,5%) yang disiplin kerja baik.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p-value 0,004 yang berarti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara motivasi kerja dengan
disiplin kerja. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar
9,583 yang artinya responden yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi
mempunyai peluang 9,5 kali untuk disiplin kerja dengan baik dibandingkan
responden yang rendah mempunyai motivasi kerja.
4.3.3 Hubungan Penghargaan dengan Disiplin Kerja
Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Penghargaan dengan Disiplin Kerja di di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Penghargaan
Disiplin Kerja Total
P Value
OR Baik Kurang N %
n % n %
1. Ada 10 47,6 11 52,4 21 100 0,017 0,144
2. Tidak 19 86,4 3 13,6 22 100
Jumlah 29 14 43
Bardasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa dari 21 respoden yang ada
penghargaan sebanyak 10 orang (47,6%) disiplin kerjanya baik. Sedangkan dari 22
responden yang penghargaan tidak sebanyak 19 orang (86,4%) yang disiplin kerja
baik.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p-value 0,017 yang berarti lebih kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara penghargaan dengan disiplin
kerja. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 0,144
46
yang artinya responden yang mempunyai penghargaan yang ada mempunyai
peluang 0,1 kali untuk disiplin kerja dengan baik dibandingkan responden yang
tidak mempunyai penghargaan.
4.3.4 Hubungan Kondisi Kerja dengan Disiplin Kerja
Tabel 4.12 Tabulasi Silang Antara Kondisi Kerja dengan Disiplin Kerja di di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Kondisi Kerja
Disiplin Kerja Total
P Value
OR Baik Kurang n %
n % n %
1. Mendukung 13 56,5 10 43,5 23 100 0,189 0,325
2. Kurang
Mendukung 16 80,0 4 20,0 20 100
Jumlah 29 14 43
Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui dari 20 respoden yang kondisi kerja
kurang mendukung yang disiplin kerja yang baik sebanyak 16 orang (80,0%). Bila
dibandingkan dari 23 responden yang kondisi kerjanya mendukung yang disiplin
kerja baik sebanyak 13 orang (56,5%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p-value 0,189 yang bearti lebih besar dari α-value (0,05). Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi kerja dengan
disiplin kerja. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar
0,325 yang artinya responden yang mempunyai kondisi kerja yang mendukung
mempunyai peluang 0,3 kali untuk disiplin kerja dengan baik dibandingkan
responden yang kurang mendukung mempunyai kondisi kerja.
47
4.3.5 Hubungan Masa Kerja dengan Disiplin Kerja
Tabel 4.13 Tabulasi Silang Antara Masa Kerja dengan Disiplin Kerja di
Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Aceh Barat Daya
No Masa Kerja
Disiplin Kerja Total
P Value
OR Baik Kurang N %
n % n %
1. Lama 10 58,8 7 41,2 17 100 0,521 0,526
2. Baru 19 73,1 7 26,9 26 100
Jumlah 29 14 43
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bawah dari 26 responden masa kerja
baru yang disiplin kerja yang baik sebanyak 19 orang (73,1%). Bila dibandingkan
dari 17 responden dengan masa kerja lama yang disiplin kerja yang baik sebanyak
10 orang (58,8%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p-value 0,521 yang berarti lebih besar dari α-value (0,05). Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan
disiplin kerja. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar
0,526 yang artinya responden yang mempunyai masa kerja yang lama mempunyai
peluang 0,5 kali untuk disiplin kerja dengan baik dibandingkan responden yang
baru mempunyai masa kerja.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Hubungan Pengawasan dengan Disiplin Kerja
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pengawasan kerja dapat
memberi pengaruh terhadap disiplin kerja. Dengan kata lain ada hubungan antara
pengawasan dengan disiplin kerja di Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan
Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya. Pengawasan kerja penting dilakukan untuk
menjamin terealisasinya semua rencana yang telah ditetapkan sebelumnya serta
48
pengambilan tindakan perbaikan bila diperlukan, yakni tindakan yang diambil
apabila terjadi penyimpangan. Tindakan perbaikan ini membutuhkan waktu dan
proses agar terwujud untuk mencapai hasil yang diinginkan/menyesuaikan hasil
pekerjaan sesuai dengan standar sehingga pencapaian hasil yang diharapkan
organisasi mencapai tujuan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Moekijat (2005) bahwa
pengawasan perlu dilakukan untuk meningkatkan disiplin kerja. disiplin kerja yang
baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas
yang diberikan kepadanya. Semakin baik pengawasan dapat meningkatkan disiplin
kerja pegawai, maka diharapkan semakin tinggi prestasi kerja yang dicapainya.
Karena disiplin kerja adalah kepatuhan dan ketaatan secara sadar terhadap aturan
dan ketentuan melakukan pekerjaan dan menyangkut hubungan kerja dan kondisi
kerja umum ketenagakerjaan.
Pengawasan adalah suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya organisasi digunakan paling efektif dan efisien (Handoko, 2001).
4.4.2 Hubungan Motivasi Kerja dengan Disiplin Kerja
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa motivasi kerja dapat memberi
pengaruh terhadap disiplin kerja. Dengan kata lain ada hubungan antara motivasi
kerja dengan disiplin kerja di Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Aceh Barat Daya. Dari hasil analisi univariat yang telah dilakukan dapat
diketahui sebagian besar responden memiliki motivasi kerja yang baik dan hasil
49
analisa bivariat bahwa antara motivasi kerja dengan disiplin kerja ada hubungan.
Hal ini searah dengan pandangan Kohar (2001), yang mengemukakan
bahwa tujuan orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terlepas dari apa
dan bagaimana jenis kebutuhan yang ingin dipenuhi tersebut.
Dalam suatu Puskesmas memiliki visi dan misi serta tujuan tersendiri. Hal
inilah yang tentunya akan dicapai oleh para pegawai kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terlepas dari hal itu tentunya ada
penggerak untuk mencapai tujuan. Penggerak tersebut adalah para pegawai
puskesmas itu sendiri dengan segala daya dan kemampuan meningkatkan
kinerjanya. Dalam peningkatan kinerja tenaga pegawai perlu adanya dorongan atau
motivasi baik dari diri sendiri maupun dari luar. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian dimana motivasi kerja sangat berpengaruh terhadap disiplin kerja
pegawai dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Gambaran mengenai kinerja tenaga perawat pegawai didasarkan pada
indikator- indikator yaitu, kualitas kerja dan kuantitas kerja pegawai, dimana
pegawai dituntut untuk selalu bertindak profesionalisme dalam bekerja. Namun tak
terlepas dari motivasi pegawai itu sendiri bagaimana pegawai merasa senang dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
Menurut Anoraga (2001) bahwa untuk mengetahui pelaksanaan kerja
bawahan yang dilakukan dengan bergairah dapat dilihat dari beberapa hal :
a. Pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya dengan disertai perasaan gembira
dan senang hati serta rela berkorban tanpa banyak perintah.
b. Pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh perhatian tanpa
mengeluh dan bermalas-malasan.
c. Pegawai selalu mengisi waktu kosong dengan bekerja.
50
Untuk menciptakan kinerja tenaga pegawai yang cukup, maka harus
diberikan motivasi yang cukup juga seperti : terjalin hubungan komunikasi yang
baik, memberikan suatu dorongan, harus dapat menciptakan suasana yang menarik
dalam suatu jenis kegiatan, saling menghargai, harus saling melengkapi kebutuhan
untuk berkembang, proses interaksi antara yang satu dengan yang lain dan saling
menghormati proses yang dimiliki serta memberikan pujian atau penghargaan
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh para pegawai.
Motivasi kerja dapat menumbuhkan semangat dan ketekunan dalam bekerja
bagi para pegawai untuk selalu meningkatkan kinerja pegawai yang sesuai dengan
yang diharapkan. Untuk itu, pimpinan sebagai pengambil keputusan dalam instansi
haruslah bisa menyesuaikan antara kepentingan dan kebutuhan organisasi dengan
kepentingan dan kebutuhan pegawai sehingga secara tidak langsung para pegawai
dapat selalu meningkatkan disiplin kerjanya.
4.4.3 . Hubungan Penghargaan dengan Disiplin Kerja
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa penghargaan dapat memberi
pengaruh terhadap disiplin kerja. Dengan kata lain ada hubungan antara
penghargaan dengan disiplin kerja di Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan
Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya.
Selain dari itu, adanya penambahan tingkatan kepuasan oleh pimpinan
Puskesmas seperti pemberian promosi jabatan dan tambahan penghasilan membuat
pegawai termotivasi dalam bekerja. Sehingga, dalam bekerja pegawai tidak
terkesan biasa-biasa saja, ada dorongan untuk termotivasi menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu dan sesuai dengan target yang diharapkan.
Dengan memberikan penghargaan kepada petugas kesehatan, mereka akan
berkeinginan untuk merubah tingkah laku dalam bentuk tindakan yang nyata dan
51
menjadi kenyataan bahwa mereka memberikan balasan dengan cara tertentu karena
mereka memperkirakan akan menerima penghargaan seperti yang pernah mereka
terima, mereka percaya dengan keyakinan yang cukup besar, bahwa jika mereka
terus memberikan balasan dengan jalan yang sama, mereka akan terus menerima
penghargaan seperti lazimnya (Azwar, 1996, h.98).
4.4.4 Hubungan Kondisi Kerja dengan Disiplin Kerja
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kondisi kerja tidak memberikan
hubungan terhadap disiplin kerja. Dengan kata lain tidak ada hubungan antara
kondisi kerja dengan disiplin kerja di Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan
Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya.
Kondisi kerja menurut Handoko kondisi kerja yaitu segala sesuatu yang ada
di lingkungan para pekerja yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan
pekerjaannya seperti suhu, ventilasi, penerangan, kebersihan dan memadainya alat-
alat dan perlengkapan kerja. Pekerja menginginkan lingkungan kerja yang baik
karena kondisi tersebut akan mengarah kepada kenikmatan dan kelancaran
pekerjaan (Handoko, 2001, h.32).
Dengan adanya kondisi kerja yang baik tentunya para pekerja lebih
bergairah dalam bekerja sehingga akan meningkatkan motivasi mereka dalam
bekerja dengan adanya kondisi kerja yang baik akan mempengaruhi pengaruh
positif pada semangat kerja mereka dan akhirnya akan tercapai produktivitas
maksimum (Siagian, 2005, h.99).
Lingkungan kerja yang kurang nyaman menyebabkan pegawai kurang
termotivasi dalam menyelesaikan tugasnya. Hal ini, dapat diketahui dari hasil
observasi dimana, ruang kerja yang ada di Puskesmas kurang memadai sehingga
52
memungkinkan kurang terjalinnya suatu hubungan yang baik antara pegawai.
Kurang terjalinnya suatu hubungan yang baik antara pegawai menyebabkan
kurangnya kerja sama dan motivasi pegawai untuk melaksanakan dan
menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
4.4.5 Hubungan Masa Kerja dengan Disiplin Kerja
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa masa kerja tidak memberi
pengaruh terhadap disiplin kerja. Dengan kata lain tidak ada hubungan antara masa
kerja dengan disiplin kerja di Puskesmas Aleu Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Aceh Barat Daya.
Pengalaman kerja yang diperoleh seseorang dapat mempengaruhi
kemampuannya. ”Semakin lama orang bekerja maka akan semakin terampil dia
dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya sehingga akan
memberikan suatu motivasi baginya untuk melaksanakan tugas tersebut dengan
sebaik- baiknya” (Hasibuan, 2005, h.53).
Faktor pengalaman seseorang tidak cukup hanya dilihat dari segi lama atau
tidaknya bekerja, namun bisa juga dilihat dari segi kemampuan kerja seseorang
selama bekerja pada oraganisasi/lembaga tertentu. kemampuan merupakan salah
satu faktor yang ikut mempengaruhi kinerja seseorang didalam melaksanakan tugas
guna pencapaian tujuan organisasinya dan disiplin kerjanya (Ilyas, 2001, h.56).
53
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Adanya hubungan antara pengawasan dengan disiplin kerja dengan nila i
p=0,030 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05.
2. Adanya hubungan antara motivasi kerja dengan disiplin kerja dengan nila i
p=0,004 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05.
3. Adanya hubungan antara penghargaan dengan disiplin kerja dengan nila i
p=0,017 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05
4. Tidak adanya hubungan antara kondisi kerja dengan disiplin kerja dengan
nilai p=0,189 yang bearti lebih besar dari α-value 0,05
5. Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan disiplin kerja dengan nila i
p=0,521 yang bearti lebih besar dari α-value 0,05
5.2 Saran
1. Diharapkan kepala puskesmas harus lebih aktif untuk mengawasi secara
langsung perilaku, gairah kerja dan prestasi kerja pegawainya.
2. Diharapkan kepada kepala puskesmas Perlu adanya pembinaan terhadap
pegawai yang kurang disiplin agar dapat mendorong motivasi kerja untuk
melakukan pekerjaan sebaik mungkin.
3. Diharapkan kepada kepala puskesmas lebih memperhatikan kinerja pegawai
dan memberikan penghargaan dalam bentuk apapun dengan demikian akan
mudah mengubah tingkah laku pegawai.
4. Diharapkan lebih memperhatikan lingkungan kerja atau kondisi tempat bekerja
guna dapat memberikan kenyamanan, dan ketenangan saat bekerja.
54
5. Dalam upaya peningkatan disiplin kerja perlu diimbangi dengan peningkatan
kualitas SDM di Puskesmas yaitu peningkatan jenjang pendidikan petugas
misalnya dari D3 ke S1 dan pelatihan-pelatihan/kursus sebagai penyegaran bagi
pegawai.
59
53
40
53
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Gde Muninjaya. 2004. Manajemen Kesehatan. EGC. Jakarta.
Abdurrahmat Fathoni. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan
Pertama, Rineka Cipta. Jakarta.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Rineka
Cipta. Jakarta.
Azwar, A, 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Penerbit Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Anoraga. 2001. Psikologi Industri dan Sosial, Cetakan Pertama. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Budiman, Chandra. 2002. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Andi, Yogyakarta.
BKN, 2011. Informasi Kinerja Pegawai. Pemda. Abdya
Carter, David. 2000. Corporate Identity Manuals. Art Direction Book Company,
New York
Darma, Agus. 1996. Manajemen Prestasi Kerja. Rajawali Pers. Jakarta.
Depkes RI, 2006. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta.
__________, 2009. Sistem Kesehatan Nasional dan Undang-undang Kesehatan. Jakarta.
De Cenzo, D.A., & Robbins. S.P. 1994. Human Resource Management: Concepts and Practices. New York: John Wiley.
Handoko, T. H. 2001, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
BPFE, Yogjakarta.
Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi.
Bumi Aksara, Jakarta.
Ilyas, Y. 2001. Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian, Cetakan Pertama Badan Penerbit FKM UI, Depok.
Mangkunegara, AA. Anwar Prabu, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung.
__________. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ketujuh, Remaja Rosdakarya. Bandung.
Mahfud, M.D., 2007. Pendekatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
Konstitusi, Pustaka, LP3ES.
Marquis, B. L. & Huston, C. J. 2000. Leadership Role and Management Function
Innursing: Theory and Application. (4th ed.). Philadelphia: J.B. Lippincotte.
Muhaimin, 2004, Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja
Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT Primarindo asia Infrastruktur Tbk Di Bandung, Jurnal Ilmiah
Manajemen dan Bisnis http//psikologi;binadarma.ac.id/jurnal/3. Diakses : 15 April 2012
Nawawi. Hadari, 2003. Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit yang
Kompetitif, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Salam, 2009. Kepegawaian . Alumni. Bandug.
Siagian, Sondang. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 1. Bumi Aksara. Jakarta.
Sockrates, 2009. Nilai-nilai dalam disiplin kerja. http//psikologi; binadarma.ac. id/jurnal/3.
Diakses : 15 April 2012
Suhaimi, A., et al., 2003. A Knowledge, Attitude And Practices (Kap) Study On Dengue Among Selected Rural Communities In The Kuala Kangsar
District. Asia Pacific Journal of Public Health.
Suparjaadi, 2006. Tugas dan Fungsi Puskesmas. USU. Medan.
Surono, S., 2001. Perkembangan Produksi dan Kebutuhan Impor Beras Serta Kebijakan Pemerintah Untuk Melindungi Petani, dalam Suryana, Achmad dan Sudi Mardianto (penyunting), Bunga Rampai Ekonomi
Beras. LPEM -UI, Jakarta.
Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Agung Seto.
Jakarta.
top related