kajian organologis kulcapi pada masyarakat · pdf filedalam proses pemilihan bahan baku serta...
Post on 06-Feb-2018
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
0
KAJIAN ORGANOLOGIS KULCAPI PADA MASYARAKAT
KARO BUATAN BAPAK PAUJI GINTING
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA: BERI PANA SITEPU
NIM: 070707012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karo merupakan salah satu etnis di Sumatera Utara yang sangat kaya akan
Kesenian. Salah satu dari kesenian yang terus berkembang hingga saat ini adalah seni
musik. Dalam kesenian masyarakat Karo terdapat dua jenis ansambel musik tradisional
yang dipakai dalam upacara ritual maupun pertunjukan kesenian yaitu gendang lima
sendalanen biasa juga disebut dengan gendang sarune dan gendang telu sendalanen
atau biasa juga disebut gendang kulcapi yang di dalamnya terdapat beberapa jenis
instrumen musik tradisional Karo. Pada pembahasan selanjutnya gendang lima
sendalanen akan disebutkan gendang sarune dan gendang telu sendalanen akan
disebutkan gendang kulcapi.
Di dalam ansambel gendang kulcapi terdapat beberapa buah instrumen musik
salah satunya adalah kulcapi. Instrumen ini merupakan salah satu di dalam ansambel
musik gendang kulcapi yang dalam klasifikasi alat musiknya termasuk ke dalam
kordofon.1 (two-strenged fretted-necked lute) Kulcapi sering sekali dipergunakan pada
upacara ritual, upacara adat Karo maupun pertunjukan kesenian musik Karo. Kulcapi
terbuat dari kayu tualang2. Dalam ensambel gendang kulcapi , kulcapi berfungsi
sebagai pembawa melodi utama.
Hingga sekarang alat musik tersebut masih memegang peranan di dalam
masyarakat Karo. Sejauh pengetahuan penulis, pembuat kulcapi ada beberapa orang
yaitu Baji SEmbiring dari desa Seberaya kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Ropo
Tarigan (bp.Dep) dari Berastagi Kabupaten Karo, Pulungenta Sembiring bearasal dari
1Kordofon adalah klasifikasi alat musik yang memiliki prinsip kerja utama dengan
terjadinya getaran pada senar sebagai sumber bunyi. 2 Tualang adalah sebuah nama pohon yang dapat tumbuh besar dan tinggi dan sangat
digemari lebah untuk tempat bersarang dalam bahasa botani disebut koompassia excelsa (Becc)
2
Desa Sarimunte kecamatan Munte Kabupaten Karo kini tinggal di kota Medan, Bangun
Tarigan dari Kabanjahe dan Muhammad Pauji Ginting yang awalnya tinggal di desa
Lingga kecamatan Simpang Empat kabupaten Karo, kini tinggal di Desa Hulu
Jl.Dewantara, Pancur Batu.
Diantara pembuat kulcapi tersebut, penulis mengkaji kulcapi buatan bapak
Muhammad Pauji Ginting. Dalam hal membuat dan memainkan alat musik Kulcapi,
bapak Pauji Ginting dipandang mahir dan piawai oleh masyarakat pendukungnya.
Selain bermain dan membuat Kulcapi, beliau juga aktif dalam beberapa kegiatan
kesenian Karo, yang salah satunya memegang peranan Koordinator dalam sebuah grup
Gallery yang bernama Gallery Mejuah-juah3.
Dalam Proses pemilihan bahan baku serta pembuatanya bapak .Pauji Ginting
masih menggunakan alat-alat tradisional. Menurut Bapak Pauji Ginting Kulcapi hasil
buatannya sudah dipergunakan oleh pemain Kulcapi profesional seperti : Jasa Tarigan,
Sorensen Tarigan, Ramona Purba dll, juga dipergunakan dalam pertunjukan skala
nasional seperti JCC (Jakarta Convention Center) pada acara Produk Kreatif anak
bangsa, Gendang Merga Silima di kota Balam, Riau. Selain itu Kulcapi buatan bapak
Pauji Ginting sudah pernah di kirim ke berbagai daerah seperti, TMII (Taman Mini
Indonesia Indah), Jakarta, Museum GBKP di Taman Jubelium Suka Makmur, Deli
Serdang, Gedung Kesenian Karo program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Karo, bahkan sampai ke luar negeri yaitu negara Belanda dan kulcapi
tersebut juga sering dipakai pada rekaman VCD lagu-lagu karo seperti ; album
tradisional karo “peratah-ratahi bulung si kerah” copyright 2010 rekaman BS record,
album gendang salih copyright 2011 rekaman Emma record, lagu-lagu karo “Karina”
copyright 2012 rekaman BS record, dll..
3 Gallery Mejuah-juah adalah galeri kesenian Karo yang di dalamnya terdapat bengkel
seni, pembuatan alat musik tradisional Karo dan pemasaran alat musik tradisional Karo.
3
Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti,
mengkaji serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: “Kajian
Organologis Kulcapi pada Masyarakat Karo buatan Bapak Pauji Ginting.”
1.2. Pokok Permasalahan
Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka permasalahan
dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan Kulcapi buatan Bapak Pauji
Ginting.
2. Bagaimana keberadaan (eksistensi) alat musik Kulcapi .pada
masyarakat Karo.
3. Bagaimana fungsi alat musik kulcapi dalam ensambel gendang
kulcapi.
4. Bagaimana teknik permainan kulcapi.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian kulcapi adalah:
1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan kulcapi oleh Bapak
Pauji Ginting di Desa Hulu, Jl. Dewantara Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang.
2. Untuk mengetahui keberadaan (eksistensi) alat musik kulcapi pada
masyarakat Karo.
3. Untuk mengetahui fungsi alat musik kulcapi
4. Untuk mengetahui teknik permainan kulcapi.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai:
4
1. Sebagai bahan referensi untuk menjadi acuan pada penelitian yang
relevan di kemudian hari
2. Sebagai informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban
visi dan misi kebudayaan khususnya di bidang musik tradisional
3. Bahan motivasi bagi setiap pembaca khususnya generasi muda
masyarakat Karo untuk melestarikan musik tradisional
4. Syarat untuk mencapai gelar Sarjana di Departemen Etnomusikologi
Fakultas Ilmu Budaya USU.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep adalah penggambaran atas image sebelumnya dengan meletakkan
perbedaanya (Schopenhauer 1992). Pemahaman konsep diperoleh melalui proses
belajar. Sedangkan belajar merupakan proses kognitif yang melibatkan tiga proses yang
berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah, (1) memperoleh
informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketetapan
pengetahuan.
Dalam kedua konteks di atas, tidak akan terlepas dari kata observasi dan
pengamatan, di mana observasi adalah satu penelitian secara sistematis menggunakan
indera manusia.dan pengamatan merupakan a powerful tool indeed (Suwardi
Endraswara, 2006:133) dalam hal ini observasi dan pengamatan mengenai organologi
yang mana organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik (alat musik) yang
seharusnya tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrumen saja, tetapi juga
sama pentingnya, walaupun sebagai aspek yang terabaikan dalam ”ilmu” instrumen
musik, seperi teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara musik, hiasan
(yang dibedakan dari konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya.
(Hood, 1982:124)
5
Kulcapi adalah alat musik tunggal maupun ensambel. Kulcapi terbuat dari kayu
ingul, jalutung, kayu tualang dan kayu keras lainnya yang sudah tua yang dibentuk
menyerupai gitar, bagian belakang kulcapi dikorek, namun tidak sampai tembus
kebagian depan.kemudian ditutup dengan papan tipis sehingga berfungsi sebagai kotak
resonansi. Pada bagian ujung kulcapi dibuat dua lobang tempat cupingan dan pada
bagian perutnya dibuat bantalan yang juga berfungsi sebagai ganjalan untuk tempat
tali.Tali senar kulcapi dibuat dari akar enau atau ijuk riman, namun akhir-akhir ini telah
diganti dengan kawat baja atau nylon. Pada bagian ujung, diukir motif manusia,
sedangkan badannya penuh dengan ukiran dengan motif karo. Kulcapi mempunyai dua
senar, berdasarkan pengklasifikasian alat musik oleh curt sach dan hornbostel kulcapi
termasuk ke dalam long neck lute, Kulcapi dipetik seperti memainkan gitar. Untuk
menentukan tinggi dan rendahnya nada, senar dapat dikencangkan dan dikendorkan
dengan alat putar yang terdapat pada bagian kepala.
1.4.2 Teori
Teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik
dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari ilmu
(tool of science). Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong, teori mempunyai
peranan sebagai: (a) teori sebagai orientasi utama dari ilmu, (b) teori sebagai
konseptualisasi dan klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d) teori memprediksi fakta-
fakta, dan (e) teori memperjelas celah kosong. Teori mempunyai hubungan yang erat
dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa
teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang
berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25)
Setelah beberapa penjelasan mengenai teori di atas, maka di dalam penulisan
skripsi yang membahas tentang pendeskripsian alat musik dalam hal ini alat musik tiup
kulcapi, penulis menggunakan landasan teori. Penulis berharap teori tersebut akan
mampu menjadi landasan atau acuan maupun pedoman dalam menyelesaikan masalah-
masalah yang timbul dalam penelitian ini.
6
Untuk pendeskripsian mengenai alat musik dalam hal ini alat musik kulcapi
penulis menggunakan pendekatan struktuiral dan pendekatan fungsional yang
dikemukakan oleh Susumu Khasima yaitu dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk
membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural
yaitu aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta
menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai.
Di sisi lain, secara fungsional, yaitu : fungsi instrumen sebagai alat untuk
memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode,
memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan
komposisi musik) dan kekuatan suara. Di dalam penulisan ini selain teori yang
dikemukakan oleh Susumu Khasima di atas penulis juga menggunakan teori-teori lain
yang menyinggung tentang pendeskripsian alat musik khususnya alat musik tiup,
sebagai acuan dalam pendeskripsian alat musik kulcapi.
Sedangkan mengenai klasifikasi alat musik kulcapi dalam penulisan ini penulis
mengacu pada teori yang di kemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961)
mengenai pengklasifikasian alat musik yaitu: ”Sistem pengklasifikasian alat musik
berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi
empat bagian yaitu: idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu
sendiri, aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, membranofon, penggetar
utama bunyinya adalah kulit atau membran, kordofon, penggetar utama bunyinya
adalah senar atau dawai.
Salah satu perhatian etnomusikologi adalah studi tentang peralatan musik yang
dipakai sebagai media ekspresi dari sebuah kebudayaan (musikal). Hal ini dipertegas
lagi dengan pendapat bahwa kajian etnomusikologi bukan hanya dari aspek yang
berhubungan dengan bunyi musikal, aspek sosial, konteks budaya psikologis dan
estetika melainkan juga paling sedikit ada enam aspek yangb menjadi perhatiannya.
Salah satu diantaranya adalah materi kebudayaan musikal (Merriam, 1964: 45). Bidang
ini adalah lahan penelitian bagi ilmu organologi yang merupakan bagian dari
7
etnomusikologi itu sendiri. Pembahasan bidang ilmu ini meliputi bidang semua aspek
yang berkaitan dengan alat musikal,sepertiukuran dan bentuk (termasuk pola hiasan)
fisiknya,bahan dan prinsip pembuatannya,metode dan teknik
memainkannya,bunyi/nada dan wilayah nada yang dihasilkannya.serta aspek sosial
budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut. Hal ini dikuatkan lagi dengan
pendapat,bahwa organologi tidak hanya membahas masalah teknik
memainkannya,fungsi musikal,dekorasi (pola hiasan) fisik,dan aspek sosial-
budaya,melainkan termasuk didalamnya sejarah dan deskripsi alat musik tersebut
secara konstruksional. (Hood,1982: 124)
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah mengemukakakan secara teknis tentang strategi yang
digunakan dalam penelitian kebudayaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam
pembuatan alat musik kulcapi buatan Bapak Pauji Ginting. Menurut rumusan
penelitian kualitatif adalah kajian fenomena (budaya ) empirik di lapangan. Kajian ini
akan meliputi berbagai hal, tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan), tahap kerja
lapangan, analisis data, dan penulisan laporan (Moleong, 2002:109).
1.5.1 Studi Kepustakaan
Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi
kepustakaan yaitu dengan membaca bahan yang relevan, baik itu tulisan-tulisan ilmiah,
literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek
penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data relevan untuk mendukung
penulisan skripsi ini
1.5.2 Kerja Lapangan
Kerja lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat. Dalam hal
ini menggunakan teknik obeservasi atau pengamatan. Dapat dijelaskan bahwa observasi
adalah satu penelitian secara sistematis menggunakan indera manusia. Sesuai dengan
8
pendapat pendapat tersebut di atas, maka penelitian yang dilakukan di lapangan adalah
dengan pengamatan terlibat agar penulis dapat mengamati serta memahami objek yang
diteliti secara langsung. Di samping itu, pengamatan ini bertujuan untuk menciptakan
komunikasi serta interaksi yang baik antara penulis sendiri dengan objek yang diteliti
dalam hal kulcapi buatan Bapak Pauji Ginting, sehingga data yang dibutuhkan dapat
diperoleh secara lebih akurat .
1.5.2.1 Wawancara
Wawancara berbeda dengan percakapan sehari-hari. Wawancara adalah a
conversation with purpose (percakapan yang memiliki tujuan seperti halnya penelitian).
Wawancara sebagai wahana strategis pengambilan data memerlukan kejelian dan
teknik-teknik tertentu. Koentjaraningrat (1986:136) membagi wawancara ke dalam dua
golongan besar yaitu wawancara berencana dan wawancara tak berencana. Dalam
bagian ini penulis menggunakan teknik wawancara terfokus dan wawancara sambil lalu
mengacu pada bagian wawancara yang dikemukakan Koenjaraningrat (1985:139),
yaitu: wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview),
wawancara sambil lalu (casual interview). Dalam hal ini penulis menyipakan daftar
pertanyaan yang di ajukan sesuai dengan keadaan di lapangan ,pertanyaan yang
diajukan tidak berdasarkan urutan yang telah ditentukan pada daftar pertanyaan ,tetapi
dapat berkembang sesuai dengan pembicaraan. Walaupun demikian pertanyaan-
pertanyaan tersebut selalu terpusat pada pokok permasalahan dan tujuan penelitian
yang ingin dicapai. Dalam wawancara penulis menngunakan tape recorder dan kamera
untuk pengambilan dan penyimpanan data yang diperlukan.
Pada tahap wawancara, penulis akan mengadakan wawancara dengan
informan kunci yaitu bapak Pauji Ginting. Beliau adalah pembuat kulcapi yang
berasal Dari desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo dan kini
bertempat tinggal di Desa Hulu Jl. Dewantara, Pancur Batu. Sedangkan informan
pendukung adalah bapak Sorensen Tarigan yang merupakan seorang seniman Karo,
bertempat tinggal di Jl. Bunga Herba II, Medan. Beliau merupakan salah satu pemain
9
kulcapi buatan bapak Pauji Ginting. Informan pendukung lainnya adalah Benson
Adisaputra Kaban. S.Sos yang merupakan seorang produser lagu-lagu daerah Karo
dan sudah pernah merekam permainan Kulcapi buatan bapak Pauji Ginting dan
Desnalri Sinulingga, S.Pd yang ikut membantu bapak Pauji Ginting dalam pemasaran
hasil kerajinan tangan bapak Pauji Ginting.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Semua data yang diperoleh di lapangan dicatat, kemudian diolah dan di
analisis dengan teliti.hasil olahan dan analisis tersebut dijadikan sebagai bahan
tulisan. Selanjutnya hasil-hasil dari pengolahan dan analisis data tersebut baik berupa
data tulisan, gambar, maupun suara disususn secara sistematis ,sehingga hasilnya
dapat dilihat dalam satu bentuk laporan ilmiah yaitu skripsi.
1.5.4 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian penulis adalah di desa Hulu Jl. Dewantara, Pancur
Batu, Deli Serdang. Di lokasi tersebut merupakan tempat kediaman dari bapak Pauji
Ginting. Di rumah ini juga dilakukan aktivitas pembuatan kulcapi, dari tahap awal
sampai akhir. Di rumah ini pula dilakukan latihan-latihan bersama sanggar pimpinan
bapak Pauji Ginting.
10
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK PAUJI GINTING.
2.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Pancur Batu
Sebelum tahun 1945 atau pada zaman Pemerintahan Belanda Kecamatan
Pancur Batu disebut dengan Sinuan Bungan dengan Ibu Kota Arhnemia. Pada
tahun 1952 Gubernur Kepala Daerah Tk.I Sumatera Utara yakni Abdul Hakim
mengadakan perubahan Pamong Sipil Kabupaten Daerah Tk.II Deli Serdang
secara Administratif yang dibagi atas 6 (enam) kewedanan yang terdiri dari 30
kecamatan , salah satunya adalah Kecamatan Pancur Batu dengan kewedanaan
Deli Hulu.
Pada tahun 1974 sejalan dengan perluasan Kotamadya Medan bahwa
Desa Lau Cih , Desa Namo Gajah , Desa Simalingkar-B , Desa Kemenangan
Tani dan sebahagian Desa Baru telah menjadi Kodya Medan hingga sekarang.
Pada masa sebelum tahun 1990 Kecamatan Pancur Batu terdiri atas 59
Desa dan atas ketentuan yang membentuk beberapa Desa digabung menjadi satu
, sehingga sampai saat ini Kecamatan Pancur Batu menjadi 25 Desa dengan luas
areal 11.147,35 Ha.
2.2 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Kecamatan Pancur Batu
yang merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai bengkel instrumen bapak
Pauji Ginting, yang bertempat tinggal di Desa Hulu Jl. Dewantara Kecamatan
Pancur Batu.
11
Secara Geografis batas-batas wilayah Kecamatan Pancur Batu adalah sebagai
berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan
Sunggal
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sibolangit
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutalimbaru
Jarak Ibu Kecamatan Pancur Batu dengan :
- Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara sepanjang 17 Km
- Ibu Kota Kabupaten Deli Serdang sepanjang 35 Km
Dan keadaan alam Kecamatan Pancur Batu adalah datar, landai dan
berbukit (dataran tinggi) dengan ketinggian rata-rata 60m diatas permukaan
laut, beriklim sedang serta dipengaruhi musim panas dan musim penghujan.
Nama-nama Camat yang pernah menjabat di Kecamatan Pancur Batu
adalah :
No Nama Camat Masa Jabatan
1 Damai Gurusinga 1949 s/d 1950
2 Sampuran Manik 1950 s/d 1952
3 Nangkoh Barus 1952 s/d 1960
4 Masa Sinulingga 1960 s/d 1963
5 Tandil Tarigan 1963 s/d 1968
6 Ngalem Suryadi , BA 1968 s/d 1974
7 Zainal Aris , BA 1974 s/d 1976
8 Djelah Simarmata 1976 s/d 1979
9 Drs. Erson Munthe 1979 s/d 1985
10 Drs. Johan Kuasa Barus 1985 s/d 1991
11 Drs. Kalijunjung Simanjuntak 1991 s/d 1993
12
12 Drs. Herman Sinar Ginting 1993 s/d 1995
13 Drs. Suhatsyah D. Nasution 1995 s/d 1998
14 Drs. Jupiter K. Purba 1998 s/d 2001
15 Drs. Neken Ketaren 2001 s/d 2005
16 SP. Tambunan, SE 2005 s/d 2008
17 Drs. Haris Binar Ginting 2008 s/d 2010
18 Suryadi Aritonang, S.Sos, M.Si 2010 s/d sekarang
Sumber : Kantor Camat Pancur Batu Profil Kecamatan Pancur Batu, tahun 2009
2.3. Keadaan penduduk
Penduduk Kecamatan Pancur Batu pada saat ini berjumlah 77.267 jiwa,
yang terhimpun dalam 18.425 Kepala Keluarga (KK). Adapun penduduk yang
mendiami Kecamatan Pancur Batu terdiri dari berbagai suku antara lain :
Tabel 1 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku
No Suku Jumlah (KK)
1 Suku Karo 6.588 KK
2 Suku Jawa 5.188 KK
3 Suku Minang 808 KK
4 Suku Cina 127 KK
5 Suku Tapanuli Utara 2.331 KK
6 Suku Tapanuli Selatan 1.225 KK
7 Suku Nias 93 KK
8 Suku Tamil 65 KK
Sumber : Kantor Camat Pancur Batu Profil Kecamatan Pancur Batu, tahun 2009
Dari Tabel 1 diatas dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Pancur Batu
mayoritas penduduk nya dihuni oleh masyarakat yang bersuku Karo dengan
jumlah 6.588 KK dan yang paling sedikit bersuku Tamil dengan jumlah 65 KK
2.3.1. Pekerjaan
13
Penduduk di Kecamatan Pancur Batu memiliki jenis pekerjaan yang
beragam, adapun klasifikasi jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Pancur
Batu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Presentase
1 Petani 72 %
2 Pedagang 12 %
3 Pegawai Negeri Sipil 8%
4 Karyawan 5%
5 Buruh Harian Lepas 4%
Sumber : Kantor Camat Pancur Batu Profil Kecamatan Pancur Batu, tahun 2009
Dari tabel 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerjaan yang paling
mendominasi di Kecamatan Pancur Batu tersebut adalah sebagai petani, yang
mencapai persentase hingga 72% dari total keseluruhan. kemudian diikuti oleh
pedagang , pegawai negeri sipil , karyawan dan buruh/ pegawai swasta.
Penduduk di Kecamatan Pancur Batu tersebut tergolong memiliki jenis
pekerjaan yang beragam.
2.3.2. Agama
Penduduk di Kecamatan Pancur Batu menganut agama yang berbeda-
beda diantara enam agama yang diakui di Indonesia. Untuk melihat komposisi
penduduk di Kecamatan Pancur Batu berdasarkan agama yang dianut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah
1 Islam 39.374 orang
14
2 Kristen 37.441 orang
3 Hindu 151 orang
4 Budha 301 orang
Jumlah 77.267 orang
Sumber : Kantor Camat Pancur Batu Profil Kecamatan Pancur Batu, tahun 2009
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk
Kecamatan Pancur Batu memeluk agama Islam dengan jumlah 39.374 orang
dari total populasi yang ada. Sedangkan pada urutan yang kedua yaitu agama
Kristen berjumlah sebanyak 37.441 orang dan sisanya menganut agama Hindu
dan Budha.
2.4 Sistem Bahasa
Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di
berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang
dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut.
Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan
suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut.
2.5 Sistem Kesenian
Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap
keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat
deskriptif (Koentjaraniningrat, 1980:395-397). Rohidi (2000:28) mengatakan
bahwa berekspresi estetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang
tergolong kedalam kebutuhan integratif. Kebutuhan integratif ini muncul karena
adanya dorongan dalam diri manusia yang secara hakiki senantiasa ingin
merefleksikan keberadaannya sebagai mahluk yang bermoral, berakal, dan
berperasaan.
15
Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia
yang
sangat umum dalam setiap kelompok masyarakat pada umumnya.. Dengan
demikian kesenian merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam masyarakat
untuk mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah,
senang, gembira maupun perasaan sedih.
Suku Karo sebagai salah satu etnik dari beratus etnik yang dimiliki
Nusantara tentu memiliki keunikan kesenian tersendiri. Keunikan Kesenian
Karo ini lah yang menjadi kebanggaan suku Karo dalam menjalankan tutur
budayanya.
Untuk itu dibawah ini penulis memapaparkan kesenian-kesenian yang dimiliki
oleh masyarakat Karo dalam budayanya.
2.5.1 Seni Sastra
Kesusasteraan Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan.
Namun,
sastra bentuk, lisan lebih dikenal dan lebih sering digunakan dibandingkan
tulisan.
2.5.1.1Sastra Lisan
Pada umumnya dalam berkomunikasi dengan sesamanya, orang Karo
mempergunakan bahasa Karo. Dalam berkomunikasi atau pembicaraan sehari-
hari, penggunaan bahasa Karo ini tidak memerlukan suatu bentuk atau susunan
dan aturan yang baku, yang penting apa yang dikehendaki atau yang perlu
disampaikan bisa dimengerti oleh lawan bicara/pendengar.
Namun untuk keperluan tertentu, seperti ungkapan keluh kesah,
pembicaraan adat, bernyanyi, dan lain sebagainya dilakukan pemilihan kosa
16
kata yang dianggap paling sesuai. Kosa kata yang dimaksud adalah apa yang
disebut oleh orang Karo sebagai cakap lumat (bahasa halus). Cakap lumat
adalah dialog yang diselang-selingi dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan
gurindam. Pemakaian cakap lumat ini sering dipergunakan dalam upacara adat
seperti Upacara perkawinan, memasuki rumah baru, dan dalam pergaulan
muda-mudi (ungkapan percintaan).
Berdasarkan dari beberapa sumber,, penulis menyimpulkan bahwa seni
sastra Karo dibedakan atas beberapa kategori, diantaranya:
1. Tabas-abas (mantra), yaitu sejenis mantra yang diucapkan atau dilantunkan
untuk mengobati orang yang sakit. Mantra ini biasanya diucapkan/digunakan
oleh seorang Guru sibaso (dukun).
2. Kuning-kuningen, yaitu sejenis teka-teki yang biasa digunakan oleh anak-
anak, muda-mudi maupun orang tua di waktu senggang, sebagai permainan
untuk mengasah otak.
3. Ndung-dungen, yaitu sejenis pantun Karo yang terdiri dari empat baris. Dua
baris terdiri dari sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi.
4. Bilang-bilang, yaitu dendang duka yang merupakan ratapan seseorang yang
sedang berduka. Misalnya kerana teringat dengan ibunya yang telah meninggal
dunia; ataupun meratapi kekasih yang telah meninggalkan dirinya kerana
sesuatu hal. Dahulu Bilang-bilang ini ditulis dengan aksara Karo di sepotong
bambu atau kulit kayu, isinya adalah jeritan hati sipenulisnya. Semenjak dahulu
bilang-bilang ini biasanya terfokus pada suasana kepedihan/kesedihan. Oleh
karena itu ada juga yang mengatakan bilang-bilang sebagai “Dengang duka”.
5. Turi-turin, adalah cerita yang berbentuk prosa yang isinya tentang asal-usul
marga, asal usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita lucu, dan lain
17
sebagainya. Turi-turin biasanya diceritakan orang-orang tua kepada anak atau
cucunya pada malam hari sebagai pengantar tidur.
Beberapa judul ceritanya antara lain: Beru Patimar, Panglima Cimpa Gabor-
gabor, Gosing si Aji Bonar, dan sebagainya.(ibid & blog Julianus Limbeng)
2.5.1.2 Sastra Tulis
Aksara Karo merupakan salah satu bentuk kekayaan sastra Karo.
Menurut sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno yaitu
campuran aksara Rejang, Lebong, Komering dan Pasaman. Kemungkinan
aksara ini dibawa dari India Selatan, kemudian ke Myanmar/Siam dan akhirnya
sampai ke Tanah Karo. Aksara ini hampir mirip dengan aksara Simalungun dan
Pakpak Dairi, yaitu berupa huruf silabis (semua huruf atau silabel dasarnya
berbunyi a) yang biasa disebut: haka bapa nawa yang merupakan enam silabel
pertama.
Pada umumnya tulisan atau aksara Karo tempo dulu digunakan untuk
menuliskan ramuan-ramuan obat, mantra atau cerita. Tulisan ini di ukir di kulit
kayu atau bambu yang di bentuk sedemikian rupa agar dapat dilipat-lipat, dan
biasanya huruf-huruf ini diukir dengan menggunakan ujung pisau dan setelah
itu tulisan tersebut diwarnai (dihitamkan) dengan bahan baku tertentu.
Gambar 1 . Aksara Karo
Sumber : http://www.wikipedia.com/karo.html
2.5.2 Seni Suara (Vokal)
18
Dalam berkesenian, orang Karo tidak mengenal istilah seni suara
(vokal), namun biasanya orang bernyanyi sering disebut rende, dan penyanyi
berarti perende-ende. Jika seorang perende-ende juga pandai menari (Landek)
dan sudah biasa bernyanyi sekaligus menari dalam suatu pesta Gendang guro-
guro aron, maka sebutan uuntuknya telah berubah menjadi Perkolong-kolong..
Kemampuan ini tidak terbatas hanya pada kemampuan menyanyikan lagu-lagu
Karo yang bertemakan percintaan atau muda mudi, namun juga mampu
menyanyikan lagu-lagu yang bertemakan pemasu-masun (nasihat-nasihat) yang
secara teks atau liriknya sangat bergantung kepada konteks suatu upacara.
Artinya melodi lagu pemasu-masun memang telah diketahui atau dihapal,
namun lirik dari melodi tersebut harus dibuat (dinyanyikan) sendiri oleh
Perkolong-kolong tersebut pada saat bernyanyi sesuai dengan konteks upacara
yang sedang berlangsung pada saat itu.
Diperkirakan pada zaman dahulu masyarakat Karo belum mengenal seni
suara secara nyata. Kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu
yang dibawakan seseorang sebagai ‘Perende-rende’ (penyanyi). Lagu-lagunya
masih cenderung berteme kesedihan, dan lagu ini biasanya dibawakan untuk
pengantar sebuah cerita atau memuja seseorang, juga dibawakan untuk
menyampaikan doa seperti lagu didong-didong.
Sementara dalam perkembangan selanjutnya budaya Karo mengenal
beberapa jenis seni vokal diantaranya:
• Katoneng-katoneng (nyanyian yang berisikan pengharapan),
• Didong didong (nyanyian yang berisikan nasehat-nasehat),
• Mangmang (nyanyian yang berisikan doa-doa),
• Tangis-tangis (nyanyian ungkapan keluh kesah),
19
• Turi-turin (nyanyian untuk menceritakan sesebuah cerita),
• Ende-enden (nyanyian muda-mudi).
Penyajian seni vokal Katoneng-katoneng dan Ende-enden dilakukan
oleh seorang penyanyi dan penari tradisional Karo (Perkolong-kolong) di dalam
acara adat dan hiburan. Sementara nyanyian Mangmang dilakukan oleh seorang
Guru sibaso (Dukun) di dalam upacara yang berkaitan dengan kepercayaan
tradisional (ritual). Sedangkan, nyanyian Tangis-tangis dilakukan pada upacara
kematian, dan didong-dong biasanya dinyanyikan dalam upacara perkawinan.
2.5.3. Seni Tari
Secara umum, tari pada masyarakat Karo disebut “Landek”. Dalam
budaya Karo, penyajian Landek sangat kontekstual. Dengan kata lain,
keberadaan Landek ditentukan dengan konteks penyajiannya. Selain itu setiap
gerakan-gerakan dalam Landek dalam masyarakat Karo juga berhubungan
dengan perlambangan-perlambangan dan makna-makna tertentu.
Adapun beberapa makna gerakan dalam Landek masyarakat Karo adalah
sebagai berikut:
1. Gerak tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah, melambangkan tengah
rukur, maknanya adalah menimbang-nimbang sebelum berbuat.
2. Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke bawah melambangkan
sisampat-sampaten, maknanya adalah saling tolong-menolong dan saling
membantu.
3. Gerakan tangan kiri ke kanan ke depan melambangkan ise pa la banci ndeher
adi langa sioraten, artinya siapa pun tak boleh mendekat jika belum tahu
hubungan kekerabatan, atau sama seperti istilah tak kenal maka tak sayang,
20
4. Gerakan tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh,
yaitu mengutamakan persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai
mufakat,
5. Gerakan tangan ke atas, melambangkan ise pe la banci ndeher, siapa pun tak
bisa mendekat dan berbuat secara sembarangan,
6. Gerak tangan sampai ke kepala dan membentuk posisi seperti burung merak,
melambangkan beren rukur, yang maknanya adalah menimbang-nimbang
sebelum memutuskan, pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna,
7. Gerak tangan kanan dan kiri sampai di bahu melambangkan beban simberat
ras simenahang ras ibaba, artinya mampu berbuat harus mampu pula
menanggung akibatnya, atau berarti juga sebagai rasa sepenanggungan,
8. Gerakan tangan di pinggang melambangkan penuh tanggung jawab, dan
9. Gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri
melambangkan ise pe reh adi enggo ertutur ialo-alo alu mehuli, maknanya tanpa
memandang bulu siapa pun manusianya apabila sudah berkenalan akan diterima
dengan segala senang hati.
Sejauh ini dari beberapa referensi yang penulis peroleh, bahwa konteks
penyajian Landek pada masyarakat. Karo secara umum dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu :
1. Konteks penyajian dalam adat istiadat
2. Konteks penyajian dalam religi/ritual, dan
3. Konteks penyajian untuk hiburan.
Pola-pola dasar Landek pada masyarakat Karo terbentuk atas 3 (tiga)
unsur, yakni: endek (gerakan menekuk lutut), odak atau pengodak (gerakan
langkah kaki), dan ole atau jemolah jemole (goyangan/ayunan badan). Unsur
21
lainnya yang juga membentuk keindahan tari Karo adalah lempir tan (gemulai
tangan), dan ncemet jari (lentik jari).
Endek merupakan salah satu unsur penting dalam tari Karo. Endek
dibentuk dengan gerakan menekuk lutut kebawah dan kembali lagi keatas.
Gerakan itu mengakibatkan posisi tubuh bergerak keatas dan kebawah secara
vertikal. Gerakan endek itu harus disesuaikan dengan buku gendang (bunyi
gung dan bunyi penganak dalam permainan musik Karo yang sedang
mengiringi). Ketepatan posisi endek dalam kaitannya dengan buku gendang
merupakan sebuah keharusan untuk memperlihatkan keindahan dalam tari Karo,
di beberapa Landek penyesuaian itu bisa terlihat ketika gung dan penganak
berbunyi tubuh penari sudah atau sedang berada di posisi atas.
Odak atau pengodak adalah gerakan penari ketika melangkah maju dan
mundur, maupun melangkah serong kekiri atau kekanan. Odak harus dimulai
dengan gerakan kaki kanan, serta dilakukan pada saat gung (Gong) berbunyi.
Dalam gerakan odak atau pengodak, unsur endek seperti yang telah dijelaskan
di atas harus tetap terlihat, Maksudnya, ketika penari melakukan odak
(melangkah), penari tersebut tetap melakukan endek dalam upaya penyesuaian
gerakan odak dengan musik.
Sementara itu, Ole atau jemolah jemole merupakan gerakan goyangan
atau ayunan badan kedepan dan ke belakang, atau kesamping kiri dan kanan.
Gerakan ole juga mengikuti bunyi gung dan penganak.
Dari penjelasan diatas, diketahui bahawa bunyi gung dan penganak
merupakan patokan dasar bagi seorang penari Karo untuk melakukan endek,
odak, maupun ole. Sedangkan, unsur-unsur lempir tan maupun ncemet jari
merupakan unsur pendukung untuk memperindah tari. Lempir tan diperlukan
22
ketika akan membentuk pola gerak tertentu dari tari Karo, misalnya ketika
posisi kedua tangan diatas bahu. Sedangkan ncemet jari diperlukan saat
melakukan petik (gerakan tangan mengepal), dan pucuk (jari diletakkan dimuka
kening penari) terutama pada tari muda-mudi.
Dalam tarian Karo, geseran kaki, goyang pinggang/pinggul, dan main
mata tidak diperbolehkan, karena dianggap tidak sopan dan melanggar norma-
norma adat istiadat masyarakat Karo. Idealnya dalam menarikan tarian Karo,
gerakan kaki harus dilakukan dengan melangkah atau odak, gerakan pinggang
harus mengikuti ayunan badan atau ole, serta pandangan mata penari hanya
boleh mengarah diagonal kebawah, tertuju pada lutut pasangan menarinya.
Namun belakangan ini, dalam budaya kontemporer Karo, terutama
setelah populernya lagu-lagu Karo versi baru, maka terciptalah beberapa tari
baru dengan peraturan tertentu, seperti Piso Surit, Tari Terang Bulan, Tari
Mbuah Page, dan lain-lain. Dengan demikian secara otomatis terjadi juga
perubahan-perubahan norma dalam budaya tari Karo dalam konteks global.
Tari pada masyarakat Karo dalam penggunaannya dibedakan dalam tiga
bagian, yaitu:
2.5.3. 1 Tari yang Berkaitan dengan Adat/ Komunal
Tari yang berkaitan dengan adat adalah tari yang merupakan bagian dari
suatu upacara adat. Upacara yang dimaksud adalah upacara memasuki rumah
baru, pesta perkawinan, upacara kematian dan lain-lain. Tarian adat yang
bersifat komunal biasanya dilakukan oleh kelompok merga atau kelompok
sangkep nggeluh, bersama-sama dengan kelompok sukut (pemilik hajatan/tuan
rumah), masing-masing kelompok menari dengan posisi berhadap-hadapan.
23
Bagi kelompok sukut tarian itu merupakan tarian penyambutan atau
penghormatan atas kehadiran tamu-tamu adat.
Sedangkan bagi kelompok tamu adat, tarian ini merupakan aktivitas
pembuka sebelum mereka menyampaikan kata-kata adat (berisikan pesan dan
nasehat) kepada keluarga yang memiliki hajatan.
2.5.3. 2 Tari yang Berkaitan dengan Religi/Ritual
Tari yang berkaitan dengan ritual ini biasanya dibawakan oleh seorang
Guru sibaso (dukun) dalam upacara ritual. Tari yang dibawakan oleh Guru,
disesuaikan dengan keperluan atau jenis upacara yang dilaksanakan. Beberapa
tari Karo yang berkaitan dengan upacara ritual adalah; Tari tungkat (tari untuk
mengusir roh-roh jahat), Tari njujung baka (tari yang menggunakan keranjang
yang berisi sesaji untuk persembahan), Tari seluk (tarian kesurupan), dan lain
sebagainya.
Upacara yang berkaitan dengan ritual yang dilakonkan oleh Guru sibaso
(dukun), adalah berdasarkan tuntunan ilmu atau roh penuntunnya. Kerana ketika
seorang guru (dukun) memimpin upacara, biasanya beliau memanggil jinujung-
nya (junjungan-nya) untuk ‘masuk’ ke dalam dirinya. sehingga gerakan tarinya
tidak lagi memiliki struktur yang baku, berbeda dengan pola gerak tari Karo
pada umumnya.
Tetapi secara umum gerakan yang khas pada tarian ini adalah gerakan
murjah-urjah (melompat dengan mengangkat kaki secara bergantian).
2.5.3. 3 Tari Yang Berkaitan Dengan Hiburan
Tari Karo yang sifatnya hiburan biasanya ditarikan oleh dua orang atau
lebih muda-mudi dengan cara berpasang-pasangan, diantaranya adalah: Tari
24
pecat-pecat seberaya, Tari lima serangke, Tari piso surit, Tari roti manis, dan
lain sebagainya.
Tari-tarian jenis ini pada umunya sudah memiliki komposisi yang baku,
dengan kata lain koreografinya telah tersusun dengan tetap. Tari-tarian hiburan
lain yang sangat digemari oleh masyarakat Karo, diantaranya adalah Ndikar
(tari pencak silat), Adu Perkolong-kolong (tarian yang dibawakan oleh sepasang
Perkolong-kolong dan melakukan aksi atau cerita lucu yang menghibur), serta
Gundala-gundala (drama tari topeng Karo).
2.5.4. Seni Pahat (Ukir)
Walaupun kehidupan masyarakat Karo pada waktu dulu dalam keadaan
serba sederhana, namun beberapa orang “Pande tukang” (sebutan bagi orang
yang ahli membuat bangunan Karo) mampu menyumbangkan karya-karyanya.
Beberapa dari karya itu umumnya dimulai dengan sederhana dan dengan
maksud untuk menolak bala, menangkal roh jahat, dan sebagai media yang
kemudian dipercaya memiliki kemampuan pengobatan.
Kemudian dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, kebiasaan
membuat ukiran tersebut tidak lagi dipandang dari segi kekuatan daya
penangkalnya (mistis) saja. Tetapi lukisan itu telah dipandang sebagai sesuatu
yang memiliki nilai keindahan sehingga kemudian dikembangkan sebagai
sebuah karya seni.
Secara garis besar ada empat tempat dimana karya seni ini biasa
ditempatkan, antara lain:
• Pada bangunan tradisional Karo seperti rumah adat, jambur, geriken, dan
gereta guro-guro aron,
• Pada benda-benda pecah-belah seperti gantang beru-beru, cimba lau, abal-
25
abal, busan, petak, tagan, kampil, dan alat kesenian, dan
• Pada pakaian adat Karo seperti pada uis kapal, uis nipes, dan baju, serta
• Ukiran pada berbagai benda perhiasan seperti gelang, cincin, kalung, pisau,
ikat pinggang, dan lain sebagainya.
Di bawah ini penulis memaparkan beberapa jenis pola dan gambar
ukiran
masyarakat Karo dan tempat di mana ukiran itu biasa di terapkan.
• Ampik-ampik Alas (Indung Bayu-bayu)
Motif : Terdiri dari bermacam-macam
motif
yang bergabung yaitu: Bunga Gundur,
Duri Ikan,
Tempune-tempune, Pakau-pakau, Anjak-
anjak beru Ginting dan Pancung-pancung
Cekala.
Fungsi : Tolak bala / hiasan
Tempat : Pada anyaman ayo-ayo rumah adat.
Sumber : http://www.gratis45.com/berita/images/ampik.jpg
Gambar 2 : Ampik-ampik Alas
•
Gambar 3 : Ukiran pada Piso Tumbuk Lada
Sunber : http://www.gratis45.com/berita/TumbukLada1.jpg
26
http://www.gratis45.com/berita/TumbukLada2.jpg
• Gambar 4 : Tapak Raja Sulaiman
Motif :Geometris
Fungsi :Tolak bala
Tempat :Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku
Pustaka
Sumber : http://www.gratis45.com/berita/images/sulaiman.jpg
• Gambar 5 :Bindu Matagah
Motif :Geometris
Pelambang :Tolak bala
Tempat :Melmelen, Ukat, Gantang
beru-beru, Buku Pustaka
Sumber http://www.gratis45.com/berita/images/bindumatagah.jpg
Gambar 6 : Pahai
Motif : Geometris
Pelambang : Tolak bala, Ngenen gerek-gereken
Tempat : Kalung anak-anak, Buku Pustaka, dl
Sumber : http://www.gratis45.com/berita/images/pahai.jpg
27
Gambar 7 : Bindu Matoguh
Motif : Geometris
Pelambang : Tolak bala
Tempat : Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, dll
Sumber http://www.gratis45.com/berita/images/bindumatoguh.jpg
Gambar 8 : Lukisan Suki
Motif : Geometris
Pelambang : Hiasan
Tempat : Ujung kiri dan kanan Melmelen
Sumber http://www.gratis45.com/berita/images/lukisansuki.jpg
Bila dilihat dari bentuk dan nama ukiran Karo tersebut , beberapa di
antaranya tercipta atas dorongan dan pengaruh lingkungan alam, manusia,
binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Selain ornmen-ornamen di atas masih terdapat
beberapa ornamen lain di antaranya adalah: Tupak salah silima-lima, Tupak
salah sipitu-pitu, Desa siwaluh, Panai, Bindu metagah, Bindu matoguh, Tapak
raja Sulaiman, Pantil manggus, Indung-indung simata, Tulak paku petundal,
Lipan nangkih tongkeh, Kite-kite perkis, Tutup dadu/cimba lau, Cenkili
kambing, Ipen-ipen, Lukisan suki, Pucuk merbung bunga bincole, Surat buta,
Pengretret, Bendi-bendi (pengalo-ngalo), Embun sikawiten, Pucuk tenggiang,
Litab-litab Lembu, Lukisan tonggal, Keret-keret ketadu, Taruk-taruk, Kidu-
kidu, Lukisan pendamaiken, Bulang binara, Tanduk kerbau payung, Bunga
28
gundur, Raja Sulaiman, Bunga lawang, Tudung teger, Lukisan umang, Lukisan
para-para (gundur mangalata), Embun sikawiten II, Tulak paku, Lukisan kurung
tendi, Osar-osar, Ukiren sisik kaperas, Galumbang sitepuken, Ukiren kaba-kaba,
Likisen tagan, dan masih banyak lagi jenis ornamen yang lain.
2.5.5 Seni Tenun (Mbayu)
Pakaian tradisional Karo tentunya merupakan salah satu hasil dari
kebudayaan Karo, oleh karena itu, seiring berkembangnya kebudayaan,
masyarakat Karo telah memiliki banyak ragam pakaian dengan fungsi-fungsi
yang berbeda.
Secara tradisional pakaian ini di tenun oleh para wanita Karo dengan
menggunakan kembaya (semacam kapas) yang dijadikan benang dan dicelup
dengan alat pewarna yang dibuat dari bahan kapur, abu dapur, kunyit, dan telep
(sejenis tumbuhan).
Secara umum pakaian tradisional Karo dapat dibagi atas tiga kelompok,
yaitu: pakaian sehari hari, pakaian untuk pesta, dan pakaian kebesaran. Pakaian
yang biasa digunakan pria adalah pakaian dengan model batu gunting cina
lengan panjang, tutup kepala yang disebut tengkuluk atau bulang dan sarung,
sedangkan untuk wanita terdiri dari baju kebaya leher bulat, sarung (abit), tutup
kepala (tudung), dan kain adat bernama Uis Gara yang diselempangkan.
Pakaian pesta hampir sama dengan pakaian sehari-hari. Hanya saja,
pakaian pesta lebih bersih atau baru dan dikenakan dengan baik, sehingga
terlihat lebih sopan, dan pakaian kebesaran terdiri dari pakaian dengan
aksesoris-aksesoris yang lengkap serta digunakan pada saat pesta saja, seperti
pesta perkawinan, memasuki rumah baru, upacara kematian, dan pesta kesenian.
Di bawah ini akan dijabarkan beberapa ragam/jenis Uis yang ada pada
29
masyarakat Karo, yaitu antara lain;
• Uis Arinteneng
Uis Arinteneng terbuat dari kapas atau kembayat yang ditenun.
Warnanya hitam pekat hasil pencelupan yang disebut ipelabuhken. Pakaian ini
digunakan untuk alas pinggan pasu tempat emas kawin dan tempat makanan
bagi pengantin sewaktu acara mukul (acara makan bersama) pada malam hari
setelah selesai pesta adat, uis ini juga digunakan sebagai pembalut tiang pada
peresmian atau acara adat memasuki rumah baru, dan membayar hutang adat
kepada kalimbubu dalam upacara adat kematian.
• Uis Julu
Bahannya sama dengan bahan Uis Arinteneng. Warnanya hitam dengan
corak garis-garis putih berbentuk liris-liris. Keteng-keteng-nya berwarna merah
dan hitam dan disebut Keteng-ketang Bujur. Ada juga yang disebut keteng-
keteng sirat denan diberi ragam corak ukiran serta di sisi ujungnnya terdapat
rambut (jumbai). Pakaian ini diguanakan sebagai Gonje (sarung lakilaki),
membayar hutang adat (maneh-maneh), nambari (mengganti) pakaian orang tua
laki-laki, dan digunakan juga sebagai selimut (cabin).
• Uis Teba
Hampir sama dengan Uis Julu. Perbedaannya ialah garis-garis Uis Teba
lebih jarang sedangkan Uis Julu lebih rapat. Warnanya hitam, di sisi ujungnya
juga memiliki rambut (jumbai). Sama seperti uis Julu ,Uis ini juga digunakan
untuk maneh-maneh atau membayar hutang adat bagi perempuan yang
30
meninggal, tudung bagi perempuan, mengganti pakaian orang tua (bagi ibu),
dan alas pinggan pasu tempat emas kawin sewaktu melaksanakan pembayaran
kepada pihak mempelai perempuan dalam upacara adat Perkawinan.
• Uis Gatip
Uis Gatip ini berwarna hitam dan berbintik-bintik putih di tengah, tepian
kain warnanya hitam pekat dan ujungnya terjalin dan berumbai. Jenis kainnya
lebih tebal sehingga sering disebut dengan Uis kapal (kain tebal). Uis ini
dipakai sebagai ose (pakaian) laki-laki pada upacara-upacara adat perkawinan,
memasuki rumah baru, guro-guro aron (pesta muda-mudi) dsb.
• Uis Jongkit
Warna dan bahan Uis ini sama dengan Uis Gatip, hanya saja Uis Jongkit
memakai benang emas dengan motif melintang pada bagian tengah kain
tersebut, hingga warna dan bentuknya lebih cerah. Penggunaan Uis ini juga
sama seperti Uis Gatip, tapi kain inisekarang lebih disenangi dan banyak
dipakai pada upacara-upacara adat.
• Uis Beka Buluh
Warna dasar kain Uis Beka Buluh ini merah cerah, bagian tengah
bergaris Kuning, Ungu, Putih dan pada tepian dan ujung kain terdapat motif-
motif ukiran Karo yang dibuat dengan benang emas. Kain ini dipakai sebagai
Bulang (penutup kepala/topi) pada laki-laki, dan juga dipakai sebagai cekok-
cekok (penghias bahu) yang diletakan sedemikian rupa pada bahu lakilaki,
selain itu kain ini juga biasa diletakkan di atas tudung wanita.
• Uis Kelam-Kelam
Warnanya hitam pekat, bahan kainnya lebih tipis dari Uis yang lain dan
polos tanpa motif, sepintas seperti kain hitam biasa, hanya saja kain ini lebih
31
keras dibanding Uis yang lain. Uis ini biasa dipakai oleh wanita sebagai tudung
pada upacara-upacara adat, tudung yang bahannya dari uis kelam-kelam ini
disebut
Tudung Teger Limpek dengan bentuknya yang khas dan unik. Memang
proses pembuatan tudung ini sangat sulit dan unik, hingga saat ini tidak semua
orang dapat membuat tudung ini.
• Uis Jujung-jujungen
Warnanya merah bersulamkan emas dan kedua ujungnya juga berumbai
benang emas, kain ini tidak selebar kain yang lainnya, bentuknya hampir sama
dengan selendang. Uis ini biasanya dipakai oleh wanita dan biasanya letaknya
diatas tudung dengan rumbainya terletak disebelah depan. Pada saat sekarang
uis ini jarang digunakan, dan kebanyakan telah digantikan dengan uis beka
buluh.
• Uis Nipes
Kain ini jenisnya lebih tipis dari kain-kain lainnya dan memiliki
bermacam-macam motif dan warna (merah, coklat, hijau, ungu dan sebagainya),
uis ini biasa digunakan sebagaiselendang bagi wanita.
32
Gambar 8 . Ragam Uis
Keterangan gambar :
1. Uis Gatip 4. Uis Kelam-kelam
2. Uis Nipes 5. Uis Teba
3. Uis Jujung-jujungen 6. Uis Jongkit
Selain beberapa jenis Uis yang telah dijelaskan secara singkat di atas,
masih terdapat beberapa jenis Uis yang lain, diantaranya :Uis Batu Jala, Uis
Gobar Dibata, Uis Pengalkal, dan lain-lain.
2.5.6 Seni Drama
Dari beberapa referensi yang penulis peroleh, seni drama tergolong
langka pada masyarakat Karo. Kalaupun ada biasanya berhubungan dengan
tarian seperti Tari Mondong-Ondong yang berhubungan dengan drama Perlanja
Sira (Pemikul Garam), Tari Tungkat dan Tari Guru serta Gundala-gundala
(drama tari topeng Karo).
33
2.5.7 Seni Musik
Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia
yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian kesenian
merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam sebuah masyarakat untuk
mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah,
senang, gembira maupun sedih. Salah satu media pengekspresian kesenian
tersebut adalah melalui musik. Musik tersebut dapat berupa musik
instrumentalia, musik vocal, atau gabungan antara keduanya.
Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang. Dan dalam
masyarakat Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian,
diantaranya;
1. Gendang, sebagai pengertian untuk menunjukkan jenis musik tertentu
(Gendang Karo, Gendang Melayu),
2. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang
singindungi,Gendang singanaki),
3. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang
simalungun rayat, Gendang peselukken),
4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima
Sendalanen, Gendang telu sendalanen),
5. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua,
Gendang guro-guro aron).3
Selain itu masyarakat Karo juga memiliki beberapa jenis musik yang
biasanya digunakan dalam kesenian tradisionalnya. Ada alat musik yang
dimainkan secara bersama-sama (ensambel), ada pula yang dimainkan tunggal
34
(solo). Selain alat musik, terdapat pula beberapa genre musik vocal (nyanyian),
baik yang dinyanyikan secara solo, maupun diiringi alat musik.
2.6 Sistem Kekerabatan
System kekerabatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari yang terwujud pada sikap dan perilaku, fungsi dan
tanggungjawab suatu keluarga dengan keluarga lainnyasecara menyeluruh
sehingga seluruh keluarga terintegrasi di dalam system kekerabatan masyarakat
tersebut.
Kekerabatan terbentuk karena terjadinya perkawinan antar keluarga.
Sehingga terbentuk keluarga baru disamping keluarga yang lama. Dengan
demikian terjadilah pertukaran kedudukan dan fungsi.
Dalam masyarakat Karo, terdapat suatu sistem kekerabatan atau biasa
disebut sebagai Sangkep Nggeluh yang di dalamnya terdiri dari 4 unsur yakni:
Sembuyak, Anak Beru,Kalimbubu, Senina.
2.6.1 Sembuyak
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang
seketurunan (dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan
keluarga batih, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah
yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak
walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti
suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat
sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi
anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini
35
sesuai dengan konsep sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara
kandung. Satu subclan sama dengan saudara kandung.
Sembuyak dapat dibagi dua bagian
1. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen
(merga).
2. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:
1. Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung.
2. Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung.
3. Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.
2.6.2 Anak Beru
Anak beru adalah status suatu keluarga lain bila pihak keluarga laki-laki
keluarga yang bersangkutan kawin atau mengambil anak perempuan keluarga
tersebut. Golongan anak beru memiliki jenjang atau tingkatan derajatyang
dibedakan berdasarkan keturunan atas perkawinan, untuk dapat membedakan
satu dengan yang lainnya antara lain. :
a. Anak Beru taneh : golongan anak beru yang ikut mendirikan suatu
kampong, atau pihak pertama sekali memerima pihak perempuan ketika
suatu kampong baru saja selesai didirikan. Anak beru demikian disebut
juga anak beru singian rudang, karena begitu lama hubungan
kekerabatannya.
b. Anak beru tua : anak beru langsung dari turunan, yang secara terus
menerus selam tiga generasi menjadi anak beru yang kemudian
dinyatakan sebagi anak beru nenek.
c. Anak beru sincekuh baka tutp : anka beru langsung dari keluarga ayah,
yaitu anak laki-laki dari saudara perempuan kandung ayah, golongan ini
36
biasa juga disingkat anak beru cekuh baka, yang artinya tidak sungkan-
sungkan lagi melakukan apapun di rumah kalimbubunya, biasanya anak
beru demikian minimal telah dua kali mengambil dara dari
kalimbubunya tersebut.
d. Anak beru iangkip atau anak beru iperdemui : anak beru langsung
karena terjadi perkawinan.
e. Anak beru menteri : Anak berunya anak beru
f. Anak beru singukuri : \Anak berunya Anak beru menteri
2.6.3.Kalimbubu
Kalimbubu adalah pihak keluarga dari perempuan yang dikawini oleh
seorang pria yang kemudian menempatkan nenek, ayah, dan anak-anak serta
semua keluarga pihak perempuan menjadi golongan kalimbubu. Kedudukan
Klaimbubu sangat dihormati sehingga disebut sebagai “Dibata ni idah” yang
artinya Tuhan dapat dilihat. Status kalimbubu dapat dibedakan menurut asal dan
tingkatnya adalah
a. Kalimbubu taneh/kalimbubu simajek lulang/kalimbubu bena-
bena/kalimbubu tua : kalimbubu yang sudah memiliki hubungan sejak
tingkat nenek atau minimal tiga generasi, dalam hal ini termasuk
saudara, anak dan cucunya.
b. Kalimbubu simada dareh/simupus :ayah atau saudar laki-laki dari ibu
seseorang.
c. Kalimbubu iperdemui : kalimbubu langsung karena mengawini seorang
perempuan dalam hal ini termasuk bapak, saudara dan anak dari
keluarga pihak perempuan yang dijadikan istri tersebut.
2.6.4 Senina
37
Senina adalah golongan yang unsure-unsurnya diambil dari golongan
ayah atau bias juga juga dari hubungan lain, namun memiliki hubungan analog
denga keluarga ibu dari isteri dan anak. Terdapat empat nama senina yang
penyebab keberadaannya hampir sama dengan cirri yang telah disebutkan diatas
antara lain
a. Senina sepemeren : senina yang disebabkan berdasarkan karena ibu
bersaudara.
b. Senina siparibanen : disebabkan karena isteri bersaudara
c. Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi wanita
yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau
mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri mereka sama.
Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan mereka dengan
clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan memberikan
tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.
d. Senina sicimbangen : di sebabkan karena suami bersaudara.
2.7 Sistem Kepercayaan
Pada awalnya masyarakat Karo memeluk kepercayaan animism dan
dinamisme. Menurut kepercayaan ini yang disembah adalah para begu yang
terdapat pada tempat- tempat keramat, seperti gunung, batu besar, sungai dan
pohon besar, atau tempat-tempat yang tidak lazim lainnya. Dengan memberikan
persembahan da sessajian seperti jeruk purut, jeruk manis, kemenyan, daun-
daun serta rempah-rempah lainnya yang ditaruh dia atas akan memberikan
berkatnya pada manusia.
Kemudian timbul keyakinan atas Dibata (Dewata1), yang menurut
kepercayaan mereka adalah sama dengan para dewa, yang memiliki teritorial
38
masing-masing baik secara imajiner maupun realita. Masyarakat Karo
membedakan Dibata kedalam dua jenis, yaitu: Dibata yang kelihatan dan kasat
mata (Dibata Idah) dan Dibata yang tidak dapat dilihat (Dibata La Idah).
Selanjutnya Dibata La Idah, terbaga atas: Dibata Atas (Dibata Idatas) yang
bernama Batara Guru2 y7ang berkuasa disunia atas atau langit yang dapat
diidentikkan dengan surge, Dibata Tengah (Dibata Itengah) atau Tuhan Paduka
Ni Aji yang berkuasa didunia tengah atau bumi sebagai dunia manusia, dan
Dibata Bawah (Dibata Iteruh) atau sering juga dinamakan Banua Koling3 yang
berkuasa didunia bawah yang dapat diidentikkan dengan neraka.
Pembahasan akan dilakukan secara menyeluruh mengenal Debata Si
Telu beserta unsure kekuatan yang menyertainya agar gambaran tentang mereka
menjadi lebih jelas. Jauh sebelum dunia ini tercipta, ketiga anggota para dewa,
Dibata Si Telu yaitu Batara Guru, Tuhan Padukah Ni Aji dan Tuhan Banua
Koling serta Sinarmataniari sudah ada. Dibata la Idah dari Dunia atas
menurunkan Tuhan Banua Koling ke dunia bawah untuk memrintah dan
berkuasa di sana. Tuhan Padukah Ni Aji diutus ke dunia tengah dan
mengizinkannya untuk menciptakan dunia serta menguasai serta
memerintahnya. Sesampainya didunia tengah, maka Tuhan Padukah Ni Aji pun
menciptakan angin topan untuk meniup dan merusak bumi. Sinarmataniari
melihat kemarahan, kejengkelan hati dan pikiran Tuhan Banua Koling atas
Bumi yang diciptakan Tuhan Padukah Ni Aji itu. Lalu dia memanasi bumi yang
masih muda lagi lembekitu sehingga menjadi berkembang dan terjadilah
gunung-gunung, bukit dan lembah-lembah yang berisi air, terjadilah pemisahan
darat dan laut. Demikianlah cara terbentuknya bumi. (Tarigan 1990 :82:84).
Konsepsi kosmologi tersebut analog dengan susunan masyarakat dan
kekerabatan. Meskipun masyarakat Karo tidak member nama khusus kepada
39
kepercayaannya, tetapi misionaris Kristen menamainya Perbegu (orang yang
percaya kepada begu). Masyarakat Karo membedakan antara begu dengan
tendi. Begu adalah arwah dari orang yang telah meninggal dunia, sebaliknya
tendi adalah jiwa (arwah) orang yang masih hidup. Sebagai reaksi atas
penamaan perbegu, maka setelah kemerdekaan Indonesia ketua-ketua adat Karo
menamakan kepercayaan tersebut sebagai agama asal (Pemena). Sampai
sekarang kepercayaan ini masih dianut sebagian masyarakat, mereka disebut
perbegu, perodak-odak, dan perijinujang.
Selain dari Dewa-dewa diatas terdapat beberapa sembahan lain yang
disebut biak, seperti dewa penjaga tanah (sibiak taneh), sibiak kerangen, dewa
penjaga rumah (sibiak jabu), sibiak kesain, sibiak juma dll. Ada kalanya orang
yang meninggal dikatakan sebagai “ Dibata “ yaitu seseorang yang disebut
jenujung (yang dijunjung). Akan tetapi mereka ini tidak sama kekuasaanya
dengan Dibata utama. Masyarakat Karo melalui kepercayaannya juga mengenal
sejenis surge dan neraka. Surga digambarkan sebagai kehidupan dibawah pohon
beringin (Jabi-jabi juma ajar) yang menjadi tempat bersandar, akar gantung
tempat ayunan, daunnya menjadi pelindung terhadap hujan dan matahari.
Sebaliknya neraka digambarkan sebagai kehidupan dibawah pohon jeruk yang
patah pucuknya. Berbagai upacara agama sangat besar dalam masyarakar Karo
seperti erpanger kulau, ndilo wari dan lain sebagainya. Pimpinan upacara
dikenal dengan sebutan Guru atau Sibaso. Kitab suci mereka adalah Pustaka,
salah satu diantaranya adalah pustaka yang asli (Pustaka Na jati).
2.8 Biografi Singkat Bapak Pauji Ginting
Pada Sub Bab ini, penulis akan membahas tentang riwayat hidup bapak
Pauji Ginting, terutama yang berkaitan dengan peranan beliau sebagai pemusik
40
dan pembuat alat musik tradisioanal Karo. Biografi yang akan dibahas disini
hanya berupa biogarfi ringkas, artinya hanya memuat hal-hal umum mengenai
kehidupan bapak Martuah Saragih dimulai dari masa kecil hingga masa
kehidupannya sekarang ini, temasuk pula pengalaman beliau sebagai pemusik
tradisional Karo, sebagai pembuat instrumen musik tradisional Simalungun, dan
pengalaman berkesenian lainnya. Biografi yang di bahas di sini sebagain besar
adalah hasil wawancara dengan bapak Pauji Ginting, dan juga wawancara
dengan saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau dan keluarga beliau, dan
juga beberapa musisi tradisional dan seniman musik. Hal ini dianggap perlu
untuk melengkapi dan menguji keabsahan biografi beliau.
Pauji Ginting lahir di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, pada
tanggal, anak dari ayah bapak J. Ginting dan ibu S. br Karo. Pauji lahir dari
keluarga pengerajin dan tukang bangunan rumah adat Karo,dimana ibu beliau
adalah seorang pembuat alat-alat kerajinan karo seperti ukat, tagan beru-beru,
abal-bal dll, sedangkan ayah beliau dahulunya adalah seorang tukang bangunan
rumah adat Karo sehingga keterampilan-keterampilan tersebut kini diturunkan
kepada beliau.
Bapak Pauji ginting mempunyai 5 saudara yang terdiri dari 4 pria dan 2
perempuan, dari semua saudara beliau hanya Bapak Pauji Ginting yang
mempunyai keahlian dalam membuat kerajinan karo dan alat music tradisional
Karo terlebih-lebih Kulcapi.
Sebelum membuat Kulcapi beberapa profesi sudah didalami beliau
bahkan beberapa diantaranya tidaklah berhubungan dengan profesi yang
dijalankan beliau sekarang ini, seperti tukang bangunan, Namun seiring dengan
berjalannya waktu Bapak Pauji Ginting kemudian mulai mendalami cara
41
pembuatan alat kerajinan karo, seperti miniature rumah adat karo, gumbar,
kalender Karo.
Maka dari profesi diatas kemudian muncul benak beliau untuk membuat
alat music tradisional karo yang awalnya dengan meliahat bentuk kulcapi
buatan Bapak Njayam Sinulingga seorang pembuat kulcapi dari desa Lingga.
Awalnya Kulcapi buatan Bapak Pauji Ginting belumlah memnuhi
standar kulcapi pada umumnya mulai dari bentuk hingga suara yang dihasilkan,
namun berkat petunjuk dari seorang pemain Kulcapi senior yaitu Jasa tarigan,
maka secara lambat laun Bapak Pauji Ginting mulai menyempurnakan Kulcapi
buatannya baik dari segi bentuk maupun suara yang dihasilkan, bahkan salah
satu Kulcapi yang dipakai Jasa Tarigan sekarang ini adalah Kulcapi buatan
Bapak Pauji Ginting.
Kini Kulcapi buatan Bapak pauji Ginting sudah mulai merambat ke
berbagai penjuru baik daerah maupun ke tingkat nasional seperti ke TMII
(Taman Mini Indonesia Indah), Jakarta, Museum GBKP di Taman Jubelium Suka
Makmur, Deli Serdang, Gedung Kesenian Karo program Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Karo, bahkan sampai ke luar negeri yaitu negara Belanda,
sedangkan untuk memasarkan hasil produksi barang-barang produksi dan alat music
tradisional karo buatan Bapak Pauji Ginting, beliau dan beberapa teman-teman dekat
beserta beberapa mahasiswa beliau mendirikan sebuah Galleri yang diberi nama
“Galleri Mejuah-juah”. Hingga kini Galleri mejuah-juah sudah memasarkan produk-
produk Kerajinan Karo dan alat music tradisional Karo ke berbagai daerah maupun
kelompok-kelompok pecinta kerajinan kebudayaan Karo.
Sambil membuat Kulcapi dan alat music tradisional Karo lainnya, Bapak
Pauji Ginting juga mempelajari cara memainkan Kulcapi hingga kini selain
membuat Kulcapi beliau juga berprofesi sebagai pemain Kulcapi yang sudah
42
siap mengiringi permainan kulcapi yang dikolaborasikan dengan music
keyboard maupun ansambel gendang kulcapi
43
BAB III.
KAJIAN ORGANOLOGIS KULCAPI.
3.1 Klasifikasi Kulcapi
Dalam mengklasifikasikan instrumen sarunei, penulis mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu: ”Sistem pengklasifikasian
alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini
terbagi menjadi empat bagian yaitu: Idiofon, (penggetar utama bunyinya adalah badan
dari alat musik itu sendiri), Aerofon, (penggetar utama bunyinya adalah udara),
Membranofon, (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran), Kordofon,
(penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai).
Mengacu pada teori tersebut, maka kulcapi diklasifikasikan sebagai alat music
kordofon karena senar adalah sebagai sumber utama penggetar bunyinya berasal dari
senar. Sesuai dengan bentuknya kulcapi merupakan alat music lutes yang memiliki
leher ( neck) dan posisi dawainya sejajar dengan kotak resonatornya dengan bahasa
lain yang lebih rinci kulcapi dikategorikan sebagai two-strenged fretted-necked lute
3.2 Konstruksi bagian-bagian kulcapi
Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada Kulcapi buatan bapak Pauji Ginting
44
Gambar 1 : konstruksi bagian-bagian kulcapi
Instrumen Kulcapi ini memiliki bagian-bagian
, antara lain :
kepala (takal)
Gambar 2 : bagian kepala kulcapi
leher (kerahung)
Gambar 3 : bagian leher kulcapi
Tembuku
45
Gambar 4 : tembuku
Nggoh Gambar 5 : nggoh
Takkur
Gambar 6 : Takkur
Tonggum (resonator)
.
46
Gambar 7 : tonggum
3.3 Ukuran bagian-bagian kulcang
1. 78 cm
2.
3.
4
47
5.
6.
7.
48
8.
9.
Gambar 8 : ukuran bagian-bagian kulcapi
3.4 Teknik Pembuatan Kulcapi
Teknik pembuatan Kulcapi masih sederhana, dan secara umum proses
pengerjaannya dikerjakan dengan tangan, berikut akan dijelaskan bahan-bahan dan
peralatn yang digunakn dalam membuat kulcapi
3.4.1 Bahan baku yang digunakan
Bahan pembuat keseluruhan kulcapi terdiri dari beberapa bagian bahan yakni :
Bahan pembuat badan kulcapi, bahan pembuat tutup, dekung (senar), kupingan (tuning
peg), kuir-kuir ( pick)
3.4.1.1 Bahan Pembuat Badan Kulcapi
Untuk membuat badan kulcapi dibutuhkan kayu pilihan, hal ini dimaksud agar
daya tahan kulcapi maupun suara yang dihasilkan kulcapi nantinya berkualitas bagus.
49
Adapun bahan pembuat kulcapi yang umum dipergunakan adalah : Kayu tualang
(kompassia excelsa), kayu johar (senna sp), dan kayu nangka (Artocarpus
heterophyllus).
3.4.1.2 Bahan Pembuat Tutup Kulcapi
Untuk membuat tutup kulcapi dibutuhkan kayu berbeda dari badan kulcapi
karena memang badan dengan tutup kulcapi dibuat terpisah. Kayu yang dimaksud
biasanya lunak, hal ini dimaksud agar suara yang yang dihasilkan kulcapi nantinya
nyaring karena pda tutup kulcapi di depan, di belakang berfungsi sebagai resonator
(tonggum), jenis kayu yang biasa dipakai adalah jelutung (Dyera costulata)
3.4.1.3 Bahan Pembuat Setelan (tuning peg)
Bahan ini awalnya terbuat dari kayu. Namun oleh pembuat diganti dengan
kupingan gitar agar lebih simpel. Alat ini berfungsi untuk menyetel tali rendahnya tali
kulcapi yang dipasang. Bahan ini terbuat dari besi.
3.4.1.4 Bahan Pembuat Dekung (senar )
Bahan ini terbuat dari stanless, atau biasa dipakai pada senar gitar
3.4.1.5 Bahan Pembuat kuir-kuir (pick)
Bahan ini terbuat dari tanduk dan berfungsi sebagai pick atau memetik senar
kulcapi pada tangan kanan
Kayu utama kayu tambahan
Dekung ( senar gitar ) setelan (tuning peg gitar)
50
Gambar 9 : bahan yang digunakan
3.4.2 Peralatan yang digunakan
3.4.2. 1 Sekin (Parang)
Parang yang digunakan adalah parang yang berukuran besar. Alat ini berfungsi
untuk memotong balok yang sudah digambar membentuk kerangka kulcapi seterusnya
alat ini juga digunakan untuk membentuk kulcapi dari gambar kerangka yang sudah
digambar pada balok kayu.
3.4.2.2 Gergaji
Dalam pembuatan kulcapi terdapat dua jenis gergaji sesuai dengan fungsinya
yaitu gergaji kayu yag berfungsi untuk memotong bagian-bagian
kulcapi yang sudah dibentuk dan gergaji besi untuk menghasulkan badan kulcapi
sebelum dihasulkan dengan amplas atau kertas pasir.
3.4.2.3 Pahat
Pahat berfungsi untuk mementuk lobang resonator (tonggum)maupun bagian
ekor kulcapi yang ditempah sedemikian sehingga berbentuk seperti letter U agar dalam
proses pembuatan tonggum kulcapi dapat dibentuk sesuai dengan gambar yang sudah
dibuat sedangkan untuk memahat bagian-bagian kecil resonator diguanakan pahat yang
berbentuk lurus.
3.4.2.4 Rol (lenar) / Penggaris
Untuk mengukur bagian bagian Kulcapi sehingga sesuai dengan kerangkanya,
maka digunakan rol. Rol yang digunakan adalah rol yang berukuran 50 cm ataupun
disesuaikan dengan ukuran kulcapi yang akan ditempah.
3.4.2.5 Kertas pasir
Agar bagian-bagian kulcapi halus setelah dihaluskan dengan gergaji besi maka
digunakan kertas pasir supaya serpihan serpihan kayu bias lepas dari badan kulcapi.
3.4.2.6 Bor tangan
51
Sebelum dibentuk dengan pahat resonator kulcapi dilobagi dengan bor tangan,
selain itu bor tangan juga berfungsi untuk melobagi bagian kepala kulcapi sebagai
tempat setelan/kupingan kulcapi.
3.4.2.7 Kikir
Kikir digunakan untuk membuat tempat grip pada leher kulcapi, setelah itu
dipasang grip agar menghasilkan melodi-melodi yang diinginkan.
3.4.2.8 Obeng
Obeng digunakn untuk memasang setelan/kupingan kulcapi, sedangkan jenis
obeng yang digunakan adalah obeng bunga.
3.4.2.9 Gagak tua
Untuk memotong grip kulcapi agar sesuai dengan lebar bagian leher kulcapi
maka digunakan Gagak tua.
3.4.2.10 Pisau
Terdapat berbagai jenis pisau yang digunakan. Pisau ini berfungsi untuk
memperhalus seluruh bagian kulcapi.
Parang
Gergaji besi
52
obeng
Pahat
Gagak tua rol
Bor tangan
pisau
Gambar 10 : peralatan yang digunakan
53
3.4.3 Proses Pembuatan
Dalam menghasilkan nada yang baik dan sempurna, kulcapi sebagai sebuah
alat musik dibuat dengan perhitungan dan pengukuran yang akurat. Langkah ini
menentukan kejernihan dan keotentikan nada yang akan dihasilkan sebuah kulcapi.
Pada tahap awal, penentuan bahan dasar kulcapi akan menentukan hasil akhir
gesture nada. Untuk itu, pemilihan atas bahan dasar perlu diperhatikan sebagai langkah
utama sebelum melanjutkan proses pembuatan sebuah kulcapi. Di beberapa kalangan
perajin dan ahli pembuatan kulcapi, jenis kayu tualang masih merupakan pilihan utama
sebagai bahan dasar kulcapi. Meski terbilang langka, namun jenis kayu ini masih
banyak ditemukan di dataran tinggi tanah karo. Sejak awal permulaan peradaban di
Tanah karo, masyarakat memang sudah mengenal tualang sebagai jenis kayu yang
populer. Jenis kayu ini dipercaya bisa menambah unsur magis dalam nada yang
dihasilkan kulcapi.
Selain itu, jenis kayu tualang ini mudah dibentuk dan diukir serta memiliki
serat yang halus, sehingga meminimalisir resiko kegagalan dalam membentuk pola
kulcapi. Penting diketahui, sebuah kulcapi terdiri dari atas satu rangkaian yang padu
mulai dari takal (kepala) hingga tonggum. Tidak ada bagian yang terpisahkan sehingga
diperlukan sambungan dengan menggunakan lem perekat, paku atau semacamnya.
Secara keseluruhan, sebuah kulcapi memiliki ukuran panjang ideal 78 cm.
Dengan ukuran kepala 9,8 cm sebagai pengikat pengatur senar. Serta 52 cm sebagai
leher atau pembuku. Penghitungan jarak antara kepala hingga badan kulcapi juga
menentukan warna nada yang akan dihasilkan kulcapi.
Proses pembuatan kulcapi sepenuhnya dilakukan secara manual. Mulai dari
pengukuran, pembentukan kayu dengan menggunakan parang hingga pengeboran yang
menggunakan alat bor yang diputar.
Pada tahap awal pengerjaannya, perajin kulcapi yang telah memilih kayu
sebagai bahan dasar, kemudian membuat mal dan pola secara terukur. Alat seperti
54
penggaris dan mistar digunakan dalam proses ini. pada tahap ini perajin kulcapi akan
membuat ukuran di atas medium kayu secara simetris. Kemudian, perajin akan
membentuk gambar kepala, hingga badan kulcapi.
Gambar 11 : pengukuran dan pembuatan kerangka kulcapi
Pada tahap selanjutnya, setelah pola dan ukuran ditemukan, perajn kulcapi
mulai membentuk sebuah kulcapi yang padu, yakni mulai dari kepala hingga badan
kulcapi. Seperti disebutkan di atas, sebuah kulcapi terdiri dari satu rangkaian yang tak
terpisahkan, maka perajin membentuk sebuah pola dan langsung membentuk sebuah
kulcapi. Pada proses ini, perajin kulcapi akan memotong kayu membentuk pola gambar
yang sudah dibuatnya di atas kayu bahan dengan menggunakan parang. Pertama
perajin akan membentuk bagian bawah kulcapi kemudian lanjut ke bagian tengah
(takkur) sebagai tempat meletakkan senar (nggoh) yang terhubung ke kepala (takkal)
kulcapi. Kelihaian menggunakan parang serta ketelitian dibutuhkan dalam proses ini.
Ketidaktelitian akan menyebabkan pola yang sudah dibangun akan rusak dan cacat
sehingga, perajin akan mengulang dari proses awal lagi untuk membuat sebuah kulcapi
yang sempurna secara fisik.
55
Gambar 12 : memotong balok dasar kulcapi
Gambar 13 : bentuk kasar kulcapi
Gambar 14: bentuk kasar bagian depan tonggum
56
Gambar 15 : bentuk dasar kulcapi
Setelah bentuk kasar sebuah kulcapi didapat, pada langkah selanjutnya perajin
memulai pengerjaan yang membutuhkan ketelitian lebih tinggi. Perajin akan membuat
tonggom atau lubang sebagai resonator. Dalam membuat resonator ini diperlukan cara
ekstra hati-hati, proses pembuatan lubang dengan cara menggunakan pahat kayu kecil
yang dipukul dengan menggunakan kayu atau palu kecil. Untuk menghasilkan bentuk
trapezium yang sempurna, perajin membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Langkah
pertama dalam pembentukan dan pembuatan tonggum ini adalah dengan membuat pola
trapesium di bagian bawah permukaan badan kulcapi. Biasanya, tonggum memiliki
ukuran 13 cm yang membentang dan 4,5 cm yang membagi dua ukuran garis yang
terbentang. Setelah pola terbentuk, perajin mulai memahat kayu mengikuti pola yang
sudah dibuat. Kemudian, untuk selanjutnya, kayu yang sudah terpahat sesuai dengan
garis pola itu dicungkil hingga memiliki kedalaman tertentu. Setelah lubang resonator
terbentuk, pada selanjutnya adalah membuat badan yang akan menutupi lubang
resonator (takur) sekaligus tempat meletakkan pengkait senar (nggoh). Takur memiliki
ukuran mengikuti lebar lubang resonator. Bila sebuah resonator memiliki ukuran
panjang 13 cm, maka takur yang dibuat memiliki ukuran 28,5 cm. Ukuran ini akan
membantang dan menutupi bagian lubang reonator. Biasanya perajin akan memberikan
motif dan mozaik pada bagian ini. untuk membentuk sebuah mozaik tertentu, perajin
menggunakan pahat kecil yang memungkinkan untuk dapat membentuk ukiran dengan
tingkat kerumitan tertentu. Setelah bentuk utuh dari badan kulcapi ditentukan dan
diperoleh, langkah selanjutnya, perajin akan membuat kepala kulcapi (takkal). Takkal
57
masih merupakan satu rangkaian dari sebuah kulcapi secara keseluruhan. Bila dalam
pembuatan takkal ini, perajin melakukan kesalahan, maka sebuah kulcapi yang penuh
dengan ukiran mozaik akan dianggap cacat. Oleh itu, perajin harus cermat melakukan
pengukuran tempat penyetel senar ditempelkan. Pada takur ini, untuk menambah nilai
artistik, perajin juga akan membentuk motif yang bernilai seni tinggi. Kepala kulcapi
akan dibentuk dan dipahat sesuai dengan pola yang sudah ditentukan. Ukuran ideal
sebuah kepala kulcapi adalah 9,5 cm hingga ke pangkal leher.
Gambar 16 : membuat lobang resonator kulcapi (tonggum)
Selanjutnya, pengerjaan sebuah kulcapi yang sudah nyaris rampung tersebut
akan dilanjutkan dengan pembuatan leher dan ruasnya (tembuku). Kulcapi memiliki
lima ruas leher yang akan menghasilkan nada. Luas ruas leher pertama adalah 4, 5 cm.
Ruas ini adalah yang terluas dari empat ruas lainnya yang masing-masing berukuran
2,2 cm (ruas kedua), 2,5 cm (ruas ketiga), 2,25 cm (ruas keempat) dan 2,4 (untuk ruas
ke lima). Tinggi jarak antara pembatas tembuku dengan permukaan kulcapi adalah 1
cm dan 2 cm.
58
Gambar 17 : membuat ruas (tembuku) dan memasang grip kulcapi
Penyetel senar pada era modern ini, bisa menggunakan penyetel senar yang
biasa dipakai gitar atau biola. Sementara itu senar yang pada masa lalu terbuat dari
bahan dasar akar pohon enau sudah jamak diganti dengan menggunakan senar yang
juga dipakai oleh alat musik petik lain, seperti gitar. Setelah sebuah kulcapi selesai
dibuat, pada tahap akhir penyelesaiannya, sebuah kulcapi yang sudah jadi
permukaannya akan diperhalus dengan menggunakan amplas atau ketas pasir. Ini
adalah proses terakhir sebelum akhirnya perajin akan menentukan jenis dan warna cat
yang akan dioleskan di atas permukaan kulcapi.
Gambar 18 : memasang setelan kulcapi
59
Gambar 19 : urutan bentuk kulcapi
3.4.4 Nada Yang Dihasilkan
Sebagai informasi perlu saya beritahukan bahwa penjelasan nada yang akan penulis jelaskan merupakan penjelasan berdasarkan kesimpulan pribadi dan tidak memiliki referensi formal yang resmi dan berdasarkan pada instrument kulcapi yang penulis miliki sendiri, sehingga ketidaksesuain mungkin saja terjadi dikarenakan oleh peletakan fret pada finger board yang berbeda jarak dan ukurannya pada masing-masing kulcapi tergantung pada si pembuat kulcapi sendiri, karna seperti yang kita ketahui belum ada standarisasi yang baku dan formal pada pembuatan kulcapi.
Sejatinya pada kulcapi karo pada awalnya tidak pernah dipasangkan fret/pembatas nada seperti yang banyak kita temukan sekarang ini, sehingga dalam penentuan nada ketika bermain sebenarnya lebih mirip biola daripada gitar. Namun untuk memudahkan pemain dan kejelasan bunyi yang dihasilkan maka banyak pembuat kulcapi sekarang yang sengaja menambahkan sendiri fret pada finger board kulcapi karo.
60
Pada umumnya terdapat 5 fret yang dipasang pada kulcapi, namun untuk mencapai nada satu oktav kita harus memainkannya sampai pada fret 9 pada fret transparent (yang tidak terpasang). Namun secara umum nada pada kulcapi karo dapat dijelaskan sebagai berikut:
Contoh, untuk interval nada mayor dimana: do=C dapat ditulis sbb:
Penyeteman nada pada setiap fret kulcapi pada umumnya dapat dilihat seperti
gambar berikut:
Contoh lagu : Penganjak kuda sitajor
3.4.5 Wilayah Nada
Nada yang sering digunakan dalam penganjak kuda sitajor adalah mi –sol – la
dalam tangga nada pentatonic. Hanya saja banyak pengulangan-pengulangn nada
dalam tiap-tiap permainannya, juga ornamentasi (rengget) nada sehingga nada yang
dihasilkan seolah-olah berbeda
3.5 Kajian Fungsional
3.5.1 Proses Belajar
61
Menurut Sorensen Tarigan, proses belajar kulcapi memiliki beberapa tahap
yakni, teknik dasar, teknik bermain melodi dan teknik pengembangan melodi, tahap
tersebut beliau pelajari dari Alm. Tukang Ginting dan Alm. DJasa Tarigan.
Teknik dasar merupakan sebuah awal untuk pemain kulcapi sebelum
selanjutnya bermain-main dengan nada yang dihasilkan kulcapi, adapun teknik dasar
yang dimaksud adalah posisi tangan kanan memainkan kedua senar kulcapi dengan
menggunakan pick mengikuti irama gung dan penganak layaknya gendang sarune pada
lagu gendang silengguri , dimana senar 1 dianggap sebagai penganak sedangkan senar
dua sebagai gung setelah mahir pada tahap ini, pemain kulcapi diajak untuk
memainkan senar kulcapi dengan gerakan pick ke atas dan ke bawah pada senar 1.
Kedua tahap ini masih dalam posisi free yaitu tanpa menekan satupun tembuku kulcapi
yang berfungsi untuk menghasilkan nada kulcapi.
Setelah mahir dengan tangan kanan, maka pemain kulcapi pertama memainkan
kulcapi di ikuti tangan kiri untuk menghasilkan nada rengget dalammenghasilakn
rengget terdapatdi dalamnya 5 jenis posisi tangan kiri. Pertama yaitu dengan menekan
fret 1 menggunkan jari telunjuk pada tembuku kulcapi dan senar 1 tetapi dengan
setengah tekanan sedangkan jari kanan memetik kedua senar kulcapi tetapi ditekankan
pada senar 1. Kedua jari manis pada fret 4, cara memainkannya sama persis dengan
tahap pertama yaitu memainkan senar satu dengan posisi jari manis tangan kanan pada
setengah tekanan. Ketiga jari manis menekan penuh fret 4 sedangkan jari kelingking
pada posisi setengah tekanan tetap pada senar 1. Keempatjari telunjuk pada fret 2 jari
manis pada fret 4 jari mtengah pada fret 3, pada ketiga jari ini hanya jari tengah dengan
setengah tekanan dengan mengikuti irama gendang silengguri. Kelima jari telunjuk
pada fret 3 dengan tekanan penuh.
Setelah melwati tahap dasar permainan kulcapi maka pemain kulcapi dituntun
untuk memainkan melodi yaitu dengan memainkan melodi odak-odak bernada mayor
pada senar ke 2 hal ini dimaksudkan agar si pemain kulcapi dapat menghasilkan
rengget jika inngin memeinkan melodi pada lagu-lagu lainnya.
62
Jika tahap dasar dan tahap permainan melodi dsara sudah dilalui maka untuk
memainkan melodi-melodi lainnya diamainkan sesui dengan lagu-lagu yang
diinginkan, pada tahap ini improvisasi sangat diperlukan agar melodi yang dihasilkan
tidak membosankan.
3.5.2 Posisi Memainkan
Kulcapi diletakkan tegak urus dengan badan, tangan kiri diposisikan di leher
kulcapi, jari (kecuali ibu jari) menekan senar ( leher kulcapi bagian depan) sedangkan
ibu jari menekan leher kulcapi bagian belakang kulcapi, tangan kanan diletakkan di
nggoh, jari telunjuk dan ibu jari memegang kuir-kuir (sejenis alat pick gitar yang
berfungsi untuk memetik senar kulcapi) sedangkan jari yang lain diposisikan di bawah
badan kulcapi
Gambar 20 : Posisi memainkan kulcapi
63
Posisi jari kiri bagian depan posisi ibu jari
Posisi jari kanan
3.5.3 Teknik Memainkan Kulcapi
Untuk memainkan kulcapi tentunya mempunyai teknik agar si pemain kulcapi
bisa bermain kulcapi dengan maksimal. Teknik memainkan kulcapi tidak jauh berbeda
dengan bermain gitar pada umumnya yaitu jari kiri menekan leher kulcapi untuk
memainkan melodi dan jari kaaan untuk memetik senar (dekung) kulcapi, namun
sedikit berbeda dengan posisi badan saat memainkan kulcapi. Posisi badan saat
memainkan kulcapi adalah dengan duduk bersila dan setengah baju dibuka agar
tonggum (resonator) kulcapi bisa meempel langsung dengan perut si pemain. Hal
64
tersebut dilakukan agar suara kulcapi yang dihasilkan bisa lebih nyaring dan efek
gaung yang dikeluarkan bisa lebih maksimal jika diperukan, namun saat ini posisi
tersebut sudah jaranng sekali dilakukan para pemain kulcapi karena di bagian tonggum
kulcapi sudah dipasang spul pengeras suara sehingga suara yang dihasilkan sudahlah
nyaring seperti selera pemain kulcapi, namun ada juga pemain kulcapi yang bermain
dengan posisi berdiri tetapi bagian tonggum tetap ditekan ke bagian perut..
65
BAB IV
KULCAPI PADA MASYARAKAT KARO.
4.1 Eksistensi Kulcapi pada Masyarakat Karo.
Pada awalnya kulcapi hanya dimainkan tunggal tanpa diiringi music tradisional
lain seperti keteng-keteng, mangkuk, gendang singindungi, gendang singanaki, maupun
gung dan penganak. Pada saat itu Kulcapi dimainkan sekaligus bercerita tentang
sebuah legenda Karo di kesain kuta, beberapa legenda yang diceritakan sambil
memainkan kulcapi adalah, perkatimbung beru Tarigan, penganjak kuda sitajor.
Namun seiring dengan perjalanan kulcapi akhirnya dimainkan dengan diiringi music
lain yaitu keteng-keteng dan mangkuk yang kemudian menghasilkan ansambel
gendang Kulcapi ansambel inilah yang kemudian dipakai oleh masyarakat karo untuk
mengiringi upacara ritual erpangir kulau.
Pada tahun 1970-an menurut Sorensen Tarigan, kulcapi pertama kali di
gabungkan dengan gendang sarune dimana pada ansambel gendang sarune, melodi
dibawa bersahut-sahutan antara kulcapi dengan sarune. Pada saat itu penggabungan ini
diiringi oleh Alm. Djasa Tarigan sebagai pemain kulcapi.
Setelah digabungkan dengan ansambel gendang sarune, pada tahun 1990-an
kulcapi dipakai untuk menambah melodi pada alat musik modern yakni keboard yang
pada saat itu masih memakai merk Yamaha type PSS dan PSR hingga kemudian
dipakai keyboard merk Technics type KN 2000 dan sekarang KN 2600. Penggabungan
ini juga awalnya digunakan oleh Alm. Djasa Tarigan dan awalnya mendapat respon
positif oleh masyarakat Karo sehingga pada saat itu pekerjaan Alm Djasa Tarigan
bermain kulcapi untuk mengiringi hiburan gendang guro – guro aron masyarakat Karo
sangatlah padat, dalam satu hari bisa mendapat panggilan hingga 4 samapi 5 kali kali.
Hal ini diutarakan oleh Alm. Djasa Tarigan semasa hidupnya.
66
Hingga pada saat ini setelah keluar keyboard type baru bermerk Technics,
suara kulcapi tergantikan oleh melodi yang dihasilkan tuts keyboard tersebut, sehingga
masyarakat karo di beberapa daerah sudah jarang memanggil pemain Kulcapi untuk
mengiringi pesta hiburan gendang guro-guro aron, bahkan ada juga yang sudah
memakai keboard untuk mengiringi ritual erpangir kulau tanpa kulcapi maupun keteng-
keteng secara total.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 1991 : 253 bahwa
eksistensi adalah keberadaan. Eksistensi kulcapi pada masyarakat Karo bisa dikatakan
sudah hampir punah. Hal ini dapat dilihat jika dibandingkan dengan permintaan music
tradisional Karo khususnya kulcapi pada acara hiburan (gendang guro-guro aron)
maupun upacara ritual Karo yang sangat sulit untuk menemukan pemain kulcapi.
keberadaan ini disebabkan oleh factor yang sudah dijelaskan di atas sebelumnya, yaitu
suara kulcapi yang digantikan oleh music modern yakni keyboard. Selain itu pelatihan
untuk bermain kulcapi sangat sulit untuk ditemukan. Adapun beberapa pemain kulcapi
yang dipanggil masyarakat karo untuk mengiringi acara hiburan kebanyakan dari
mereka belajar secara otodidak, sedangkan untuk acara ritual belajar secara tertutup
atau belajar pribadi bukan massal kepada Alm. Djasa Tarigan semasa hidup.
Namun saat ini, Kulcapi sudah diproduksi oleh beberapa pengrajin alat musik
tradisional Karo, beberapa diantaranya adalah Bapak Pauji Ginting (Pancur Batu ), Bp.
Dep Tarigan ( Berastagi ), Baji Sembiring Pelawi ( Seberaya ), Pulungeta Sembiring (
Medan ), Bangun Tarigan ( Kabanjahe ), dan pengrajin lain diluar sepengetahuan
penulis . Jika Kulcapi diproduksi tanpa adanya pelatihan kulcapi, hal ini bisa
saja mengurangi nilai kulcapi sebagai alat musik tradisional Karo atau dengan kata lain
bisa menggeser nilai kulcapi, yang awalnya sebagai alat music tradisional Karo
menjadi alat souvenir atau pajangan dinding.
4.2 Fungsi Kulcapi pada Masyarakat Karo
67
Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) fungsi music dapat dibagikan
dalam 10 kategori yaitu
1. Fungsi Pengungkapan Emosional
2. Fungsi penghayatan Estetis
3. Fungsi Hiburan
4. Fungsi Komunikasi
5. Fungsi Perlambangan
6. Fungsi Reaksi Jasmani
7. Fungsi yang berkaitan dengan reaksi social
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan
9. Fungsi kesinambungan budaya
10. Fungsi Pengintegrasian masyarakat
Kulcapi dapat dikategorikan dalam beberapa fungsi yaitu, fungsi pengungkapan
emosional, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani, fungsi
pengesahan lembaga social dan upacara keagamaan.
4.2.1 Fungsi Pengungkapan emosional
Dalam penyajiannya, Kulcapi dapat dimainkan secara ansambel maupun tunggal.
Fungsi pengungkapan emosional kulcapi dimainkan secara tunggal. Jika meminkan
lagu-kagu sedsih pemian kulcapi dapat ikut merasa sedih, atau ketika rindu terhadap
sesorang kulcapi dapat dipakai untuk membayangkan orang yang dimkasud.
4.2.2 Fungsi Hiburan
Saat dimainkan secara ansambel, baik dengan gendang tradisi maupun musik
modern, kulcapi sangat diminati msyarakat sebagai music hiburan. Hal ini terlihat
semakin banyaknya permintaan masyarakat Karo terhadap pemain kulcapi untuk
mengiringi dalam berbagai acara adat maupun acara gendang guro-guro aron, selain itu
68
rekaman musik daerah karo bernuansa gendang keboard semakin marak dengan
digabungkannya kulcapi dengan music keyboard.
4.2.3 Fungsi Komunikasi
Dalam lagu penganjak kuda sitajor, dan lagu perkatimbung beru tarigan berisi
tentang sebuah legenda pada Kebudayaan Karo, dimana si pemain kulcapi bercerita
sambil bermain kulcapi di halaman kampong, kulcapi dimainkan saat menirukan
berbagai suasana pada cerita tersebut ataupun menirukan suara actor yang terlibat pada
cerita tersebut, sebagai contoh pada lagu penganjak kuda sitajor, kulcapi sering seklai
dipkai untuk menirukan suara kuda ataupun hentakan kaki kuda. Selain itu kulcapi
dipakai di saat actor utama dalam cerita kalah dalam perang yang terdapat pada lagu
musuh suka.
4.2.4 Fungsi Reaksi Jasmani
Pada upacara erpangir kulau, biasanya pemain kulcapi dibawa ikut ke dalam inti
acara yaitu saat diadakannya ngelebuh tendi (memanggil roh) maka pemain kulcapi
akan ikut kerasukan roh yang dimaksud pada upacara tersebut. Selain itu suara yang
ditimbulkan kulcapi dapat menjadi sugesti pelaku upacara agar roh yang dipanggil ikut
ke dalam fisiknya.
4.2.5 Fungsi pengesahan lembaga social dan upacara keagamaan
Fungsi tersebut sebenarnya belum baku dalam agama tertentu pada suku Karo,
namun beberapa gereja sudah mulai memakai kulcpi sebagai alat musik pengiring
dalam acara kebaktian. sebagai contoh GBKP Darussalam yang memakai kulcapi untuk
kebaktian pemberkatan pernikahan. Selain itu pernah juga dipkai untuk mengiringi
kebaktian Natal.
4.3. Kulcapi pada ansambel gendang kulcapi
4.3.1 Gendang Kulcapi
69
Secara harfiah Gendang kulcapi memiliki pengertian sebuah ansambel musik
yang memainkan melodi utama adalah kulcapi atau biasa juga disebut sebagai gendang
telu sendalanen Ansambel musik tersebut terdiri dari (1) Kulcapi/balobat, (2) keteng-
keteng, dan (3) mangkok. Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan
sebagai pembawa melodi yaitu Kulcapi atau balobat. Pemakaian Kulcapi atau balobat
sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.
Sedangkan Keteng-keteng dan mangkok merupakan alat musik pengiring yang
menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif.
4.3.1.1 Kulcapi
Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar
(two-strenged fretted-necked lute). Dahulu kala senarnya terbuat dari akar pohon aren
(enau) namun sekarang telah diganti senar metal. Langkup Kulcapi (bagian depan
resonator Kulcapi) tidak terdapat lobang resonator, justru lobang resonator (disebut
babah) terdapat pada bagian belakang Kulcapi. Dalam memainkan Kulcapi, lobang
resonator (babah) tersebut juga berfungsi untuk mengubah warna bunyi (efek bunyi)
dengan cara tonggum, yakni suatu teknik permainan Kulcapi dengan cara
mendekapkan seluruh/sebagian babah Kulcapi ke badan pemain Kulcapi
secara berulang dalam waktu tertentu. Efek bunyi Kulcapi yang dihasilkan melalui
tehnik tonggum ini hampir menyerupai efek bunyi echo pada alat musik elektronik
pada umumnya.
4.3.1.2 Balobat
Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute).
Instrumen ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat. Balobat memiliki
enam buah lobang nada. Dilihat dari perannya dalam gendang telu sedalanen, balobat
memiliki peran yang sedikit atau kurang berperan penting, karena pada sebagian besar
70
penampilan Gendang telu sendalanen biasanya menggunakan Kulcapi pembawa
melodi.
4.3.1.3Keteng-keteng
Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi keteng-
keteng dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu sendiri
(bamboo idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat
di atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke
salah satu senar keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal
dan warna bunyinya menyerupai gung dalam Gendang sarune. Bunyi musik yang
dihasilkan keteng-keteng merupakan gabungan dari alat-alat
musik pengiring Gendang sarune (kecuali sarune) karena pola permainan keteng-
keteng menghasilkan bunyi pola ritem: gendang singanaki, gendang singindungi,
penganak dan gung yang dimainkan oleh hanya seorang pemain keteng-keteng.
Menurut Sempa Sitepu (1982: 192) kemungkinan terciptanya alat musik ini
(keteng-keteng) ialah untuk menanggulangi kesulitan memanggil gendang (Gendang
Sarune ) dan untuk acara yang tidak begitu besar seperti ndilo tendi (memanggil roh)
atau erpangir ku lau, alat tersebut dapat menggantikannya. Balobat digunakan sebagai
pembawa melodi menggantikan sarune dalam Gendang sarune
4.3.1.4 Mangkok
Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam cawan (chinese glass-
bowl) yang pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu
sedalanen, mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa ritmis. Selain
sebagai alat musik, mangkok juga merupakan perlengkapan penting dari guru sibaso
(dukun) dalam sistem kepercayaan tradisional Karo. Mangkok tersebut digunakan
sebagai tempat air suci atau air bunga atau juga beras dalam ritual tertentu. Ketika
mangkok digunakan atau dipakai sebagai alat musik dalam Gendang telu sendalanen
71
biasanya diisi air putih biasa, tujuannya agar bunyi yang dihasilkan mangkok tersebut
menjadi lebih nyaring.
4.3.2 Peran Masing-asing Instrumen Gendang Kulcapi
Secara struktur musikal, Gendang kulcapi mengacu kepada struktur musikal
Gendang sarune, dimana peran musikalnya dibagi dalam dua bagian penting, yakni satu
alat musik sebagai pembawa melodi, yang lainnya sebagai istrumen musik pengiring.
Dalam gendang kulcapi, Kulcapi /balobat berperan sebagai alat musik pembawa
melodi. Keteng-keteng dan mangkok memiliki peranan sebagai musik pengiring.
Namun keteng-keteng sebagai alat musik pengiring memiliki peran yang unik, yakni
menghasilkan bunyi imitasi (tiruan) dari bunyi empat alat musik pengiring yang
terdapat pada Gendang sarune. Dalam pola permainan alat musik keteng-keteng
terdapat sora (“bunyi”) penganak, gung, cak-cak (pola ritem) singanaki dan
singindungi. Pola pukulan mangkok merupakan pukulan konstan berulang-ulang
mengikuti pola permainan penganak atau gung dalam Gendang sarune
4.3.3 Posisi pemain Gendang Kulcapi
Para pemain Gendang Kulcapi bermain musik dalam posisi duduk. Alat musik
Kulcapi dimainkan dengan posisi tangan kanan memangku ujung alat musik sekaligus
jari tangan kanan memegang kuis-kuis, yaitu alat petik yang terbuat dari kayu atau
kadang-kadang dari tanduk binatang. Sementara tangan kiri memegang kerahong
(neck) Kulcapi sekaligus jari-jari tangan kiri berperan menekan senar Kulcapi dalam
memainkan melodi. Keteng-keteng dimainkan dengan meletakkan alat musik tersebut
di lantai di depan pemain, mangkok juga ditempatkan dalam posisi serupa.
72
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan uraian-uraian yang elah penulis jelaskan pada bab-bab
sebelumnya maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari hasil
penelitian yang penulis lakukan dan sebagai langkah terakhir penulis akan mabuat
saran sebagai penutup tulisan ini.
5.1 Kesimpulan
Awalnya kulcapi hanya dapat dimankan tunggal dan seiring dengan
perkembangan perjalanan kulcapi maka kemudian dimainkan pada ansambel dan
kemudian dikolaborasikan dengan alat musik keyboard. Sebelumnya kulcapi hanya
dimainkan pada upacara ritual saja namun kemudian kulcapi dimainkan pada acara
hiburan yakni gendang guro-guro aron yang dulunya diprakarsai oleh Alm. Djasa
Tarigan
Alat musik kulcapi sudah sangat jarang ditemukan dilihat dari permintaan
masyarakat Karo untuk mengiringi acara hiburan pada berbagai bentuk jenis acara
hiburan sebgai contoh gendang guro-guro aron. Namun dalam pembuatannya, kulcapi
sudah semakin marak hal ini terlihat dari semakin banyaknya pengrajin/pembuat alat
musik tradisional Karo salah satunya kulcapi sebagai refrensi Bapak Pauji Ginting.
Untuk itu perlu diadakan sebuah perhatian untuk pengembangan kulcapi lebih dalam
lagi.
Dalam proses pembuatan kulcapi mulai dari bahan yang digunakan sampai
dengan peralatannya sangatlah sederhana atau dengan kata lain bisa dijangkau, bahan
baku yang dibutuhkan adalah sebuah balok kayu utama biasanya dipakai kayu tualang
bisa juga kayu nangka dan kayu tambahan sebagai tutup resonator. Namun perlu
sebuah keahlian khusus dalam pembuatannya.
Dalam proses belajar, seorang peminat music kulcapi dapat bermain dengan
memainkan teknik dasar kulcapi seperti yang dijelaskan sebelumnya, dan untuk
73
menghasilkan melodi lagu-lagu awal disarankan untuk memainkan lagu-odak-odak
versi mayor dan untuk pemahiran melodi perlu keahlian dalam improvisasi agar melodi
yang dihasilkan tidak membosankan.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan hanya tinggal beberapa pemain
kulcapi yang terjun ke lapangan untuk mengiringi acara hiburan gendang-guro-guro
aron yakni : Sorensen Tarigan, Pauji Ginting, Jhon Kadir, Jimmy Sebayang, Jhon
Tarigan Baji Sembiring, Bangun Tarigan dan Samudra Ginting. Sedangkan untuk
mengiringi upacara ritual erpangir kulau , penulis sendiri belum berani
mengungkapkan orang yang tepat semenjak meninggalnya Djasa Tarigan.
5.2 Saran
Adapun saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut
1. Perlu diadakannya sebuah pelatihan pembuatan kulcapi agar
semakin marak industry music tradisional Karo khususnya Kulcapi.
2. Pemasaran dan management yang jelas agar kulcapi yang dihasilkan
bisa terus berkesinambungan khususnya taraf hidup pengrajin
kulcapi.
3. Perhatian sebuah Gallery Kesenian tradisional Ksro sebagai wadah
promosi musik tradisional karo khususnya Kulcapi
4. Pelatihan teknik permainan kulcapi sebagai kesinambungan kulcapi
sebgai alat musik tradisional Karo.
5. Pembentukan sanggar tradisional karo sebagai output pelatihan
kulcapi.
6. Pertunjukan kesenian tradisonal secara berkesinambungan.
74
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.(1995), The Karonese Traditional Musical
Instruments. Medan: Pendidikan dan Departemen Kebudayan. Hood, Mantle, ( 1982 ), The Ethnomusicologist. Ohio : The Kent State, University
Press Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of Musical Instrument.
Translate from original German by Anthony Baines and Klausss P. Wachsmann.
Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian.
Koenjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka
Koentjaraningrat, (1989), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Aksara Koentjaraningrat (1982) , Manusia dan Kebudayaan Indonesia,Jakarta : Djambatan Koentjaraningrat (1980), Metode Penilitian Masyarakat, Jakarta : Balai Pustaka Loebis, Nawawiy.Ir. M. M.Phil, Ph.D. Alamsyah, Bhakti. Ir.MT.Ars. Pane, Faisal.
Imam. ST. Abdillah, Wahyu. ST. (2004), Raibnya Para Dewa Kajian Arsitektur Karo. Medan : Bina Teknik Press.
Merriam, Allan P. ( 1964 ), The Antropology of Music. North Western : University Press
Moleong, Lexi J., 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Poskakarya.
Nettle, Bruno, (1964) Theory and Method Ethnomusicology, New York Prinst, D dan Prinst, D. (1985), Sejarah Kebudayaan Karo, Medan: Grama. Prinst, Darwan S.H,(1998), Adat Karo, Medan :Bina Media Perintis. Prinst,D,.(2002), Kamus Karo Indonesia, Medan:Bina Media. Schopenhaeur, Arthur, 1992.“On the will in Nature,” Physicology and Pathology,
Volume 1991Arthur Schopenhauer, E. F. J. Payne, David E. Cartwright .Berg.
Sembiring, Erlina.(2009), Upacara Nengget Pada Masyarakat Suku Karo, Departemen Antropologi FISIP USU, Skripsi Sarjana.
Sinaga, T. Saridin, (2009), Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak Arisden Purba di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu Saribu Kec. Pamatang Sidamanik Kab. Simalungun, Departemen Etnomusikologi FS USU, Skripsi Sarjana.
Sitepu, Franseda. (2010), Deskripsi Gendang Kibod Pada Upacara Kematian Cawir Metua, Departemen Etnomusikologi FIB USU, Skripsi Sarjana, Tidak Diterbitkan.
Suwardi Endraswara, 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Widyatama
75
Daftar Informan
1. Nama Lengkap : Muhammad Pauji Ginting
Usia : 38 Tahun
Pekerjaan : Koordinator Gallery Mejuah-juah sekaligus pengerajin alat
musik Karo seperti Kulcapi, Surdam, Keteng-keteng,
belobat dan kerajinan Karo.
Alamat : Desa Hulu Jl. Dewantara, Pancur Batu.
2. Nama Lengkap : Sorensen Tarigan
Usia : 48 Tahun
Pekerjaan : Pemain Kulcapi
Alamat : Jl. Bunga Herba II, Medan
3. Nama Lengkap : Benson Adisaputra Kaban, S.Sos
Usia : 27 Tahun
Pekerjaan : Direktur CV.Baskara Simetegoh (BS record)
Alamat : Jl. Flamboyan IV No. 40, Medan
4. Nama Lengkap : Desnalri Sinulingga S.Pd
Usia : 24 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta/ Bendahara Umum Gallery Mejuah-juah
Alamat : Jl. Bahagia No. 37 P.Bulan Medan
5. Nama Lengkap : Djasa Tarigan
Usia : 59 Tahun
Pekerjaan : Pemain Kulcapi
Alamat : Jl. Bunga Herba II, Medan
6. Nama Lengkap : Djabal Sembiring
Usia : 58 Tahun
Pekerjaan : Pemain Sarune ( Musik Tradisional Karo )
Alamat : Desa Namo Punti Kecamatan Sibiru-biru
Kabupaten Deli Serdang
7. Nama Lengkap : Djaman Tarigan
Usia : 80 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan TNI / Pakar Kebudayaan Karo
Alamat : Desa Tigabinanga Kecamatan Tigabinanga
Kabupaten Karo
top related