karakterisasi sifat fisiko-kimia dan pengujian ... · analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak yang...
Post on 03-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN
ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus
Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO
ANDINI JULIA SELLY.
F24103067
2008
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI
KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN
ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus
Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ANDINI JULIA SELLY
F24103067
2008
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Andini Julia Selly. F24103067. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 secara In Vitro. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, Msi dan Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., PhD.
RINGKASAN
Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki
keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 spesies tanaman obat yang yang telah dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional. Penelitian yang dilakukan terhadap tanaman-tanaman berkhasiat obat menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tersebut mengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu bahan alam yang mulai banyak diteliti adalah buah merah.
Khasiat buah merah yang banyak disebut belakangan ini adalah kemampuannya dalam melawan penyakit kanker. Jumlah total penderita kanker pada tahun 2002, kecuali kanker kulit, sebanyak 5 801 809 pria dan 5 060 657 wanita. Dua jenis kanker yang perlu mendapat perhatian adalah kanker serviks dan leukimia. Kanker serviks merupakan jenis kanker yang berada pada peringkat ke-3 penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara berkembang. Di Indonesia, setiap tahunnya ditemukan 4 000 anak yang menderita kanker. Leukimia merupakan jenis kanker yang sering menyerang anak-anak.
Pengujian terhadap buah merah dan bahan obat lain yang bersifat antikanker umumnya dilakukan dengan metode in vitro. Metode ini relatif lebih murah, lebih cepat dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare.
Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari sifat fisiko-kimia ekstrak buah merah berupa fraksi minyak dan air, serta (2) menguji pengaruh kedua fraksi tersebut dalam menghambat proliferasi alur sel kanker HeLa dan K-562 secara in vitro.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak buah merah yang berupa fraksi minyak dan fraksi air hasil dari metode ekstraksi sentrifugal yang diperoleh dari Drs. I Made Budi. Metode analisis yang dilakukan terhadap kedua jenis fraksi yaitu analisis fisiko-kimia yang meliputi analisis proksimat, pengukuran total karoten, β-karoten, total tokoferol, α-tokoferol, total fenol dan uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker HeLa dan K-562. Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak yang dilakukan terhadap fraksi minyak, antara lain penentuan titik cair, berat jenis, turbidity point, indeks bias, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebas.
Berdasarkan analisis proksimat, diperoleh kadar air (basis basah) untuk fraksi minyak dan air berturut-turut adalah 0.86 dan 98.92%, kadar abu (basis kering) sebesar 0.03 dan 11.92%, kadar lemak (basis kering) 93.65 dan 38.24%, kadar protein (basis kering) sebesar 0.08 dan 42.88%, serta kadar karbohidrat (basis kering) sebesar 6.22 dan 21.96%.
Fraksi minyak mengandung total karoten sebesar 4 505.43 ppm dengan kandungan β-karoten sebesar 636.24 ppm. Fraksi air mengandung total karoten sebesar 1.11 ppm dengan β-karoten sebesar 0.93 ppm. Nilai total tokoferol untuk
fraksi minyak adalah 22 940.35 ppm dengan kandungan α-tokoferol sebesar 481.48 ppm. Fraksi air memiliki total tokoferol sebesar 1836.03 ppm dengan α-tokoferol sebesar 110 ppm. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Hal ini disebabkan senyawa karotenoid, terutama karotenoid provitamin A, dan tokoferol merupakan senyawa yang bersifat lipofilik. Karena memiliki struktur yang nonpolar, kedua senyawa tersebut larut pada ekstrak yang bersifat nonpolar, yaitu fraksi minyak.
Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kerusakan pada fraksi minyak buah merah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Berdasarkan analisis fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat kerusakan minyak, diperoleh nilai titik cair sebesar 12,5oC, berat jenis 0,90 g/ml, turbidity point 58,0oC, indeks bias sebesar 1,46, nilai bilangan peroksida sebesar 12,80 mg ekivalen/kg, bilangan penyabunan 242,28 mg KOH/g sampel, bilangan iod 71,02 g iod/100 g lemak, dan bilangan asam sebesar 0,70 mg KOH/g sampel.
Hasil uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker menunjukkan bahwa kedua jenis fraksi buah merah mempunyai aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562 secara in vitro dan berpotensi melebihi aktivitas yang diberikan oleh kontrol positf antikanker doxorubicin. Hasil analisis sidik ragam dan uji duncan menunjukkan bahwa jenis fraksi, perbedaan konsentrasi, serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel HeLa. Jenis sampel juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel K-562. Namun, jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel K-562 dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan konsentrasi serta interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi yang diberikan, yaitu 10, 20, dan 40 µL/mL menyebabkan penurunan jumlah sel dan peningkatan nilai % antiproliferasi terhadap sel K-562. Kemampuan antiproliferasi kedua jenis fraksi buah merah dikarenakan adanya senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya, seperti karotenoid, tokoferol, maupun fenol.
.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN
ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus
Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANDINI JULIA SELLY
F24103067
Dilahirkan pada Tanggal 3 Juli 1985
di Jakarta
Tanggal lulus : 22 Januari 2008
Menyetujui,
Bogor, 2008
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, Msi. Drh. Bambang Pontjo P., MS., PhD
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing I
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Andini Julia Selly,
dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1985. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang
dilahirkan dari pasangan Sunardi dan Wartini. Pendidikan
dasarnya ditempuh di SDN Grogol Utara 07 Pagi Jakarta
hingga tahun 1997, SLTPN 16 Jakarta hingga tahun 2000, dan SMUN 70 Jakarta
sampai dengan tahun 2003. Setelah lulus dari SMU, penulis melanjutkan
pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Insitut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk
IPB).
Tugas akhir penelitian yang disusun penulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, berjudul “Karakterisasi
Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus
conoideus Lam.) terhadap Sel Kanker HeLa dan K562 secara In Vitro”. Tugas
akhir ini dilakukan di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Drh.
Bambang Pontjo Priosoeryanto, M.S., PhD.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor.
Tugas akhir ini dilakukan selama 6 bulan (Juni – November) dengan
menggunakan fasilitas Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Kultur Jaringan Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Pelaksanaan tugas akhir, khususnya dalam hal analisis fisiko-kimia
dilakukan atas kerjasama penulis dengan Hayuning Pambayu (F24103028) dan
Eka Kurnia Sari (F24103116).
Penulis menyadari selama proses pelaksanaan tugas akhir ini, telah
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. selaku dosen pembimbing pertama atas
arahan, masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama kuliah
hingga penulisan skripsi ini.
2. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS. PhD. selaku dosen pembimbing
kedua atas arahan, masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis
selama penulisan skripsi ini.
3. Didah Nur Faridah, STP., MSi. atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta
saran yang telah diberikan demi perbaikan skripsi ini.
4. Tim Manajemen Program Hibah Bersaing X1V Perguruan Tinggi, Dirjen
Dikti, Depdiknas yang telah membantu dana penelitian.
5. Ayah, mama, serta adik-adikku (danti, gita dan asga) atas segala dukungan
moril dan materil selama ini.
6. Seluruh keluarga besar atas segala bantuan, perhatian dan motivasinya selama
ini.
7. Rekan-rekan satu bimbingan senasib seperjuangan (Hayuning dan Eka) atas
segala bantuan, semangat, canda tawa, dan kebersamaannya selama hari-hari
perjuangan yang tidak akan terlupakan.
8. Bapak Drs. I Made Budi yang telah bersedia menyediakan ekstrak buah merah
serta mba Santi atas bantuan serta masukan kepada penulis selama penelitian.
9. Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Bu Rubiyah, Pak Rojak, dan seluruh
teknisi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas bantuan yang diberikan
selama penelitian.
10. Seluruh dosen Departemen ITP yang telah memberikan ilmu dan nasehat
berharga kepada penulis selama berkuliah dan staf departemen yang telah
banyak membantu penulis.
11. Sahabat-sahabatku yang tercinta (Dion, Tuty, Ina, Jeng-jeng, Toto) atas segala
bantuan, motivasi, doa, dan persahabatan yang tulus selama ini.
12. Teman-teman penelitian (Mba Asih, Her-her, Primus, dan lainnya) atas
bantuan yang diberikan selama penelitian.
13. Teman-teman Fauziah (Kak Ira, Widia, Ari, Wiwi, Irva, Icha, adik dan kakak-
kakak yang lainnya) atas bantuan, motivasi, kesabaran, kebersamaan, dan
keceriaan yang dibagi selama ini.
14. Sahabat kecilku (Ajeng, Surya, Ella, Lia, Ai, dan Nurul) atas segala bantuan,
perhatian, dan semua kenangan indah kita.
15. Teman-teman seperjuangan ITP 40 yang tak terlupakan.
16. Serta seluruh pihak dan kerabat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa di dalam skripsi ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat baik untuk masyarakat maupun untuk kemajuan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Februari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................ vv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ivi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 11
A. LATAR BELAKANG ............................................................... 11
B. TUJUAN .................................................................................... 22
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 33
A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) ........................... 33
1. Minyak dan Lemak ................................................................ 75
2. Karoten .................................................................................. 7
3. Tokoferol ................................................................................ 9
4. Fenol ..................................................................................... 10
B. BAHAN PANGAN SEBAGAI ANTIKANKER ...................... 12
1. Penggunaan Kultur Sel dalam Uji In Vitro Bahan Antikanker 14
a. Alur Sel ............................................................................. 16
b. Proliferasi Sel ...................................................................... 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21
A. BAHAN DAN ALAT ................................................................ 21
1. Bahan ................................................................................... 21
2. Alat ........................................................................................ 21
B. METODE PENELITIAN ........................................................... 22
1. Ekstraksi Buah Merah ........................................................... 22
2. Pengujian Karakteristik Fisiko-Kimia Ekstrak Buah Merah 23
3. Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 ...................................................... 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 39
A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK BUAH MERAH ...................................................... 39
B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA EKSTRAK BUAH MERAH 42
C. PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH DALAM MENGHAMBAT PROLIFERASI SEL KANKER HeLa DAN K-562 .......................................................................................... 60
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 74
A. KESIMPULAN .......................................................................... 74
B. SARAN ..................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 76
LAMPIRAN ......................................................................................... 85
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif buah merah per 100 gram ............................................................................ 5
Tabel 2. Kandungan lemak pada berbagai kultivar buah merah ............ 6
Tabel 3. Rendemen ekstrak buah merah ............................................... 40
Tabel 4. Kandungan proksimat ekstrak buah merah dan buah merah segar kultivar merah panjang asal Wamena ...................................... 43
Tabel 5. Kandungan senyawa bioaktif ekstrak buah merah ................... 49
Tabel 6. Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah ............. 53
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Buah Merah ........................................................................... 4
Gambar 2. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak 7
Gambar 3. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida ................... 7
Gambar 4. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air..................................... 7
Gambar 5. Stabilisasi fenol oleh delokasi elektron ................................. 10
Gambar 6. Siklus Sel ............................................................................... 19
Gambar 7. Tahapan ekstraksi buah merah (Metode Sentrifugal) ........... 23
Gambar 8. Profil sel kanker di bawah video photo microscope.............. 38
Gambar 9. Fraksi minyak (a) dan fraksi air buah merah (b) ................ . 39
Gambar 10. Tahapan ekstraksi buah merah metode modifikasi 2 ......... . 41
Gambar 11. Fase minyak (a), fase air (b) dan pasta (c) ............................ 45
Gambar 12. Proliferasi sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-)dan doxorubicin sebagai kontrol (+). ............................. .. 62
Gambar 13. Persentase antiproliferasia sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 63
Gambar 14. Persentase antiproliferasib sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 64
Gambar 15. Proliferasi sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-)dan doxorubicin sebagai kontrol (+). ............................. .. 65
Gambar 16. Persentase antiproliferasia K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 66
Gambar 17. Persentase antiproliferasib sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 67
Gambar 18. Persentase antiproliferasia sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi minyak buah merah ................ . 72
Gambar 19. Persentase antiproliferasia sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi air buah merah........................ . 72
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi fraksi buah merah ....................... 85
Lampiran 2. Rancangan pemetaan sampel pada lempeng kultur bersumur 24 buah ................................................................ 86
Lampiran 3. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) .......................................................................... .. 87
Lampiran 4a. Rekapitulasi data analisis físiko-kimia ekstrak buah merah 88
Lampiran 4b. Rekapitulasi data analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak 88
Lampiran 5a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar α-tokoferol 89
Lampiran 5b. Kurva standar total tokoferol .............................................. 89
Lampiran 6a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar dan sampel untuk total fenol .............................................................. ... 90
Lampiran 6b. Kurva standar total fenol ................................................... 90
Lampiran 7. Perhitungan dosis kontrol positif doxorubicin .................. 91
Lampiran 8. Data hasil perhitungan sel Hela dengan metode trypan blue 92
Lampiran 9a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel HeLa ....... 93
Lampiran 9b. Hasil uji Duncan untuk jenis fraksi terhadap jumlah sel HeLa ............................................................................... ... 93
Lampiran 9c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi fraksi terhadap jumlah sel HeLa ............................................................. ... 93
Lampiran 10a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel HeLa.............................................................. 94
Lampiran 10b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa .................................... ... 94
Lampiran 10c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa .................................... ... 94
Lampiran 11a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel HeLa.............................................................. 95
Lampiran 11b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa .................................... ... 95
Lampiran 11c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa .................................... ... 95
Lampiran 12. Data hasil perhitungan sel K-562 dengan metode trypan blue ................................................................................. ... 96
Lampiran 13a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel K-562 . ... 97
Lampiran 13b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel K-562 ........................................................... ... 97
Lampiran 13c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel K-562 ........................................................... ... 97
Lampiran 14a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel K-562 ............................................................ 98
Lampiran 14b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 .................................. ... 98
Lampiran 14c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 .................................. ... 98
Lampiran 15a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel K-562 ............................................................ 99
Lampiran 15b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel K-562 .................................. ... 99
Lampiran 15c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel K-562 .................................. ... 99
Lampiran 16. Hasil pengujian β-karoten ekstrak buah merah oleh Balai Pasca Panen ................................................................... .. 100
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki
keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Indonesia juga dikenal sebagai gudang
tanaman obat (herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory. Sekitar 30.000
jenis tanaman obat terdapat di Indonesia. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar
1200 spesies tanaman obat yang yang telah dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat
tradisional (Johnherf, 2007).
Kecenderungan penggunaan herbal di dunia semakin meningkat dengan
maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature). Obat yang berasal dari
bahan alam memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat-obatan
kimia, karena efek obat herbal bersifat alamiah. Penelitian yang dilakukan
terhadap tanaman-tanaman berkhasiat obat menunjukan bahwa tanaman-tanaman
tersebut mengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi
kesehatan.
Salah satu bahan alam yang mulai banyak diteliti adalah buah merah yang
dikenal sebagai makanan pendamping umbi-umbian bagi warga di pedalaman
Papua. Berdasarkan penelitian kesehatan yang sudah pernah dilakukan di
Indonesia, buah ini mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan
kekebalan tubuh, diantaranya karotenoid, beta-karoten, alfa-tokoferol, asam oleat,
asam linoleat, asam linolenat dan dekanoat.
Khasiat buah merah yang banyak disebut belakangan ini adalah
kemampuannya dalam melawan penyakit kanker. Kemampuan ini didukung
dengan adanya zat-zat alami pada buah merah yang bekerja sebagai antioksidan.
Antioksidan tersebut berfungsi mencegah perkembangan sel-sel kanker sekaligus
mengatur keseimbangan hormon yang turut berperan dalam menimbulkan kanker.
Khasiat buah merah dalam melawan kanker yang beredar akhir-akhir ini
menimbulkan harapan kesembuhan baru melalui cara pengobatan yang lebih
murah dan efek samping yang lebih kecil bagi para penderita kanker. Jumlah total
penderita kanker pada tahun 2002, kecuali kanker kulit, sebanyak 5 801 809 pria
dan 5 060 657 wanita. Setiap tahunnya, diperkirakan 2 300 000 orang di negara
industri meninggal akibat penyakit ini (Parkin, 2002). Dua jenis kanker yang perlu
mendapat perhatian adalah kanker serviks dan leukimia.
Kanker serviks merupakan jenis kanker yang berada pada peringkat ke-3
penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara berkembang.
Sekitar 493 243 kasus baru per tahun terjadi di negara berkembang sedangkan di
negara maju hanya 100 000 kasus. Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyebab
utama kematian pada wanita dengan persentase sebesar 18,62%, (Parkin, 2002).
Di antara seluruh kasus kanker di Indonesia, terdapat 3% kasus yang
diderita oleh anak-anak. Walaupun kanker pada anak di bawah usia 18 tahun
hanya sebagian kecil dari seluruh kasus kanker pada manusia, tetapi 10%
kematian anak disebabkan penyakit ini. Di Indonesia, setiap tahunnya ditemukan
4 000 anak yang menderita kanker. Salah satu jenis kanker yang paling banyak
menyerang anak-anak adalah leukemia (Ade, 2007)
Pengujian terhadap buah merah dan bahan obat lain yang bersifat
antikanker umumnya dilakukan dengan metode in vitro. Metode ini relatif lebih
murah, lebih cepat dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare karena
percobaan dilakukan di luar tubuh hewan atau manusia. Selain itu, kondisi
lingkungan (kultur) dan keseragaman (homogenitas) populasi sel lebih dapat
dikontrol.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari karakteristik fisiko-kimia ekstrak
buah merah berupa fraksi minyak dan air, serta (2) menguji pengaruh kedua fraksi
tersebut dalam menghambat proliferasi alur sel kanker HeLa dan K-562 secara in
vitro.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam)
Menurut Irawan (2006), tanaman buah merah merupakan tanaman
endemik Papua yang banyak terdapat di pegunungan Jayawijaya, meskipun dapat
ditemukan juga di dataran rendah. Pada habitat aslinya, tanaman buah merah
tumbuh baik di dataran rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2 000 m dpl).
Buah ini tumbuh bergerombol dan hidup baik dengan suhu di bawah 170C, curah
hujan rata-rata 186 mm perbulan, penyinaran matahari 75% serta tekanan udara
rata-rata 896 mb. Tanaman buah merah tumbuh secara kompetitif di lingkungan
dengan kondisi tanah lembab dengan pH netral, suhu 23-33oC, dan kelembaban
udara antara 73-98%.
Buah merah merupakan tanaman yang termasuk ke dalam golongan famili
yang sama dengan pandan. Buah merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophytae
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus conoideus Lam
Menurut Budi dan Paimin (2004), tanaman buah merah ini termasuk terna
berbentuk semak, perdu, atau pohon. Daunnya tunggal berbentuk lanset sungsang,
berwarna hijau tua dan letaknya berseling. Batangnya bercabang banyak, tegak,
bergetah, dan berwarna coklat bercak putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m.
Akar tanamannya berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan tergolong
akar serabut dengan tipe perakaran dangkal. Buahnya panjang dan memiliki
bentuk silindris, ujung tumpul, dan pangkal menggantung (Gambar 1). Panjang
buahnya antara 96-102 cm dengan diameter 15-20 cm dengan bobot buah
mencapai 7-8 kg. Buah berwarna merah bata saat muda dan merah terang saat
matang. Perkembangbiakan buah merah melalui pertunasan dan biji yaitu tanaman
buah merah yang tumbuh dan berbuah akan mengeluarkan tunas-tunas di sekitar
tanaman induk.
Gambar 1. Buah merah
Buah dengan nama ilmiah Pandanus conoideus Lam ini memiliki sekitar
14 spesies yang berbeda dalam bentuk, berat dan warna (Irawan, 2006). Menurut
Sadsoeitoeboen (1999), beberapa ciri morfologi dalam populasi Pandanus
conoideus Lam yang dapat dipakai untuk membedakan kultivarnya adalah: warna
buah, ukuran buah, bentuk buah, bagian atas buah, dan bentuk tempurung atau
endokarp. Berdasarkan ciri-ciri tersebut populasi Pandanus conoideus Lam yang
ada di pegunungan Arfak dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi empat kultivar,
yaitu kultivar merah panjang, kultivar merah kecil, kultivar merah coklat, dan
kultivar kuning. Pada daerah pedalaman Papua, ditemukan 14 varietas buah
merah, tetapi yang populer adalah varietas merah panjang.
Sadsoeitoeboen (1999) menyatakan bahwa buah merah telah dikonsumsi
masyarakat Papua secara turun temurun sebagai sumber pangan. Buah ini
biasanya diolah secara tradisional untuk mendapatkan minyak dan saus. Di Papua,
buah ini dikenal sebagai obat cacing dan penyakit kulit, penghambat kebutaan,
serta berperan dalam meningkatkan stamina tubuh.
Berdasarkan penelitian kesehatan yang sudah pernah dilakukan di
Indonesia, pada bagian buah tanaman buah merah ditemukan kandungan zat-zat
alami yang memang dapat meningkatkan kekebalan tubuh, diantaranya
karotenoid, beta-karoten, alfa-tokoferol, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat
dan dekanoat. Selain itu, buah ini juga mengandung kalsium, serat, protein,
vitamin B1, C dan niasin. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif dari buah
merah berdasarkan penelitian Budi (2002) dapat dilihat pada Tabel 1. Buah merah
yang berasal dari dataran tinggi diyakini mengandung nilai gizi yang lebih
optimal dibandingkan dengan buah yang berasal dari dataran rendah (Irawan,
2006).
Tabel 1. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif buah merah per 100 gram
Komponen Jumlah Satuan Energi 396 kilokalori Protein 3.3 gram Lemak 28.1 gram Serat 20.9 gram
Kalsium 0.54 gram Fosfor 0.03 gram Besi 0.002 gram
Vitamin B1 0.001 gram Vitamin C 0.026 gram
Niasin 0.002 gram Air 34.9 gram
Tokoferol 511 ppm Alfa-tokoferol 351 ppm Beta-karoten 59.7 ppm Asam oleat 66.057 % dari lemak
Asam linoleat 5.532 % dari lemak Asam alfa-linoleat 0.589 % dari lemak
Sumber: Budi( 2002)
1. Minyak dan Lemak
Menurut Fessenden dan Fessenden (1992), lemak atau minyak merupakan
trigliserida atau triasilgliserol. Winarno (1995) menyatakan bahwa dalam
pengertian sehari-hari, lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar,
sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari
molekul-molekul trigliserida.
Sebagian besar trigliserida pada hewan berupa lemak, sedangkan gliserida
dalam tanaman cenderung berupa minyak. Contoh lemak hewani antara lain
lemak babi, lemak sapi, dan minyak hewani, sedangkan contoh minyak nabati
antara lain minyak jagung dan minyak bunga matahari (Fessenden dan Fessenden,
1992). Lemak dan minyak dapat diekstraksi dari jaringan hewan atau tanaman
dengan tiga cara yaitu, rendering, pengepresan (pressing), atau ekstraksi dengan
menggunakan pelarut (Winarno, 1995).
Hasil ekstraksi buah merah umumnya berupa minyak. Hal ini disebabkan
buah merah mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi. Hasil penelitian Sherly
(1998) menunjukkan bahwa kandungan lemak pada buah merah berbeda-beda
tergantung dari kultivarnya (Tabel 2). Diantara 4 macam kultivar buah merah
yang diteliti oleh Sherly (1998), buah merah kultivar merah panjang asal Wamena
memiliki kandungan lemak tertinggi, yaitu sebesar 37,7% (b/b).
Tabel 2 Kandungan lemak pada berbagai kultivar buah merah
Kultivar Buah Merah Kadar Lemak (%b/b)
Merah panjang asal Manokwari 20,9
Merah pendek asal Manokwari 21,3
Merah coklat asal Manokwari 9,2
Kuning asal Manokwari 7,1
Merah panjang asal Wamena 37,7
Sumber: Sherly (1998)
Menurut Ketaren (1986), fungsi utama lemak dalam tubuh adalah sebagai
sumber energi. Lemak yang dikonsumsi juga berfungsi sebagai sumber asam-
asam lemak esensial (linoleat, linolenat, arakhidonat) dan sebagai pelarut atau
sumber vitamin A, D, E, K. Lemak merupakan sumber energi tersimpan yang
utama sebab dapat dimetabolisme dengan cepat oleh banyak sekali jaringan.
Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat
mempengaruhi bau dan rasa makanan. Pada umumnya penguraian lemak dan
minyak menghasilkan zat-zat yang tidak dapat dimakan. Kerusakan lemak dan
minyak dapat menurunkan nilai gizi serta dapat menyebabkan penyimpangan rasa
dan bau pada lemak yang bersangkutan (Winarno, 1995). Kerusakan minyak
dapat terjadi akibat reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi pada minyak dapat dilihat
pada Gambar 2.
Proses pemanasan pada minyak akan menyebabkan terjadinya
dekomposisi peroksida. Proses ini terjadi melalui beberapa tahap. Tahap pertama,
yaitu terputusnya ikatan oksigen-oksigen pada gugus peroksida yang akan
1. Reaksi inisiasi
( ) ( )bebasradikalRbebaslemakasamRH •→
2. Reaksi propagasi
•+→+••→+•
RROOHRHROOROOR
menghasilkan senyawa alkoksi radikal dan hidroksi radikal (Jadav et al., 1996).
Tahap ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak
OHOO
OHRCHRRCHR •+−−→−− 2121
(peroksida) (alkoksi radikal) (hidroksi radikal)
Gambar 3. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida
Minyak yang diekstrak dengan menggunakan air dan suhu tinggi dapat
menyebabkan proses hidrolisis. Hidrolisis minyak dapat terjadi dengan adanya
katalis enzim pada ikatan ester trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak
bebas seperti yang terdapat pada Gambar 4 (Ketaren, 1986).
Gambar 4. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air
2. Karoten
Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat
dalam bahan pangan nabati. Senyawa vitamin A aktif dipresentasikan oleh retinol
dan prekursor karotenoid vitamin A (provitamin A). Aktivitas antioksidan
karotenoid dari provitamin A dihasilkan dari interaksi langsung dengan spesies
Enzim Trigliserida + H2O ALB + Gliserol
Panas
oksigen reaktif. Karoten penting untuk penglihatan, diferensiasi jaringan,
reproduksi, serta imunitas (Ball, 2000).
Karotenoid tersebar luas di alam dan berkontribusi pada warna tumbuhan
dan hewan. Karoten memberikan warna kuning, oranye, merah, dan ungu pada
banyak bahan pangan nabati maupun hewan. Senyawa ini dikenal sebagai
pewarna alami yang tidak bersifat racun pada bahan pangan dan telah dikenal
sebagai substansi kimia. Karoten stabil dalam pH netral dan basa tetapi sensitif
terhadap asam, basa, oksigen, cahaya, dan panas yang dapat menyebabkan
perubahan pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam, karotenoid
bersifat stabil. Namun, isolatnya mudah mengalami perubahan molekul,
isomerisasi, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam
(Bauernfeind et al., 1981).
Karotenoid merupakan polimer isoprenoid yang terbentuk dengan
bergabungnya delapan unit C5H8. Secara struktural, karoten dibedakan ke dalam
dua golongan besar berdasarkan keberadaan gugus fungsional spesifiknya, yaitu
karotenoid hidrokarbon (C40H56) yang hanya terdiri dari atom karbon dan
hidrogen, serta oksikarotenoid, atau xantofil. Beta-karoten dan likopen merupakan
anggota utama dari karotenoid hidrokarbon. Oksikarotenoid merupakan turunan
dari hidrokarbon karotenoid, lebih polar dan mengandung setidaknya satu atom
oksigen. Anggota dari oksikarotenoid adalah cryptoxanthin, lutein, chantaxanthin,
zeaxanthin, dan astaxanthin (Stahl dan Sies, 1996).
Saat ini lebih dari 600 struktur karoten berbeda telah diidentifikasi. Dari
jumlah tersebut, hanya sekitar 50 yang memiliki aktivitas vitamin A. Aktivitas
tersebut dimiliki jika molekul karotenoid memiliki kesamaan dengan molekul
retinol. Beta-karoten terdiri dari dua molekul retinol, sehingga senyawa ini (beta-
karoten all trans) memiliki aktivitas vitamin A dari beberapa jenis karotenoid.
Bila teroksidasi, aktivitas karoten akan menurun karena terjadinya perubahan
isomer dari bentuk trans menjadi cis (Jansen et al., 1993).
Buah merah memiliki kandungan karoten yang tinggi. Menurut Budi
(2002), buah merah mengandung 59.7 ppm beta-karoten. Hasil penelitian Susanti
(2006) menunjukkan bahwa kandungan total karoten pada ekstrak buah merah
yang diekstraksi dengan metode modifikasi 2 dapat mencapai 21 430 ppm dengan
beta-karoten sebesar 4 583 ppm. Kandungan karoten yang tinggi tersebut terlihat
dari warna ekstrak buah merah (berupa minyak) yang merah pekat.
Menurut Irawan (2006), kandungan karoten yang tinggi pada buah merah
berpotensi sebagai antioksidan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Zat-zat alami
yang bekerja sebagai antioksidan dapat berfungsi pada pencegahan perkembangan
sel-sel kanker sekaligus mengatur keseimbangan hormon yang turut berperan
dalam menimbulkan kanker. Selain itu, interaksi beta karoten dengan protein
diketahui dapat meningkatkan produksi antibodi dalam sistem imunitas tubuh.
3. Tokoferol
Komponen vitamin E yang mempunyai aktivitas adalah tokoferol dan
tokotrienol. Kelompok tokoferol memiliki rantai samping isopren jenuh dan
dibedakan menjadi alfa, beta, gamma, dan sigma tokoferol. Kelompok tokotrienol
memiliki rantai samping isopren tidak jenuh dan dibedakan menjadi alfa, beta,
gamma, dan sigma tokotrienol.
Aktivitas biologis tokoferol secara berurutan adalah α > β > γ >δ. Menurut
Giamalva (1985), aktivitas biologis vitamin E berhubungan dengan fungsinya di
dalam tubuh. Secara luas, fungsi tokoferol secara in vivo terutama sebagai
antioksidan, yaitu dengan melindungi asam lemak tidak jenuh pada membran sel
dari degradasi peroksidatif. Kerja vitamin E sebagai antioksidan dapat
ditunjukkan dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu 1) vitamin E bereaksi
langsung dengan oksigen singlet dan 2) vitamin E bekerja untuk menangkap
radikal turunan asam lemak tidak jenuh dan menghentikan autooksidasi.
Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga berperan dalam
sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah, dan sintesis koenzim A yang
penting dalam proses pernapasan. Hasil penelitian secara in vitro menunjukkan
bahwa alfa-tokoferol terlebih dahulu digunakan sebagai antioksidan untuk
menangkap radikal peroksil dari metil linoleat, baru kemudian beta-karoten.
Aktivitas alfa-tokoferol sebagai antioksidan adalah dengan menangkap radikal
turunan asam lemak tidak jenuh dan menghambat reaksi propagasi. Oksidasi alfa-
tokoferol akan menghasilkan senyawa dimer, trimer, komponen dihidroksi, dan
quinon. Senyawa-senyawa tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin E,
sehingga akan mengurangi kandungan alfa-tokoferol (Krinsky, 1988).
Buah merah memiliki kandungan tokoferol yang tinggi. Menurut Irawan
(2006), kandungan total tokoferol ekstrak buah merah sebesar 11 000 ppm. Hasil
penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa total tokoferol dan alfa-tokoferol
pada ekstrak buah merah dapat mencapai 10 832 ppm dan 1 368,26 ppm.
Selain sebagai antioksidan, kandungan tokoferol buah merah berfungsi
untuk mengencerkan darah, memperlancar sirkulasi darah dan optimalisasi kadar
oksigen dalam darah sehingga dapat mengatasi stroke dan hipertensi. Buah merah
juga berkhasiat untuk mengatasi penyakit gula/diabetes serta asam urat lewat
fungsi zat-zat alaminya memperbaiki sistem kerja pankreas dan hati (Irawan,
2006).
4. Fenol
Tanaman, sayuran dan buah-buahan banyak mengandung antioksidan
alami, seperti senyawa fenolik, karotenoid, dan vitamin C (Shahidi, 1997).
Senyawa fenolik meliputi fenol sederhana, asam fenolat, turunan asam
hidroksinamat, dan flavonoid. Senyawa fenol sederhana terdiri atas monofenol,
difenol, dan trifenol. Senyawa fenolik kompleks antara lain adalah senyawa
turunan asam hidroksinamat, kumarin, asam kafeat dan ferulat, serta golongan
flavonoid. Komponen fenolik dari bumbu dan rempah telah banyak dilaporkan
mempunyai aktivitas antioksidan, diantaranya; capcaisin dan hidrocapsaicin dari
cabe; katekin dari teh hijau; dan kurkuminoid dari kunyit (Nakatani ,1997).
Gambar 5. Stabilisasi fenol oleh delokasi elektron
Menurut Hudson (1990), antioksidan fenolik seperti vitamin E, flavonoid,
turunan asam sinamat, kumarin, dan komponen fenolik, umumnya merupakan
antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada
oksidasi lipid. Suatu molekul dapat berfungsi sebagai antioksidan primer jika
dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid atau
dikonversi menjadi produk stabil. Radikal bebas yang terbentuk pada reaksi
senyawa fenol dengan radikal lemak selalu distabilkan oleh delokalisasi elektron
tidak berpasangan di sekitar cincin aromatik dari fenol tersebut (Gambar 5).
Reaksi antioksidan fenolik dengan radikal bebas digambarkan sebagai
berikut:
ROO• + AH ROOH + A•
RO• + AH ROH + A•
R• + AH RH + A•
OH• + AH H2O + A•
Keterangan :
ROO• = radikal peroksil
RO• = radikal alkoksil
R• = radikal lipid
OH• = radikal hidroksil
A• = radikal antioksidan
Setelah terjadi reaksi antara antioksidan fenolik dengan radikal lipid, akan
terbentuk radikal fenolik (A•) yang tidak cukup aktif untuk melakukan reaksi
propagasi. Radikal fenolik pada umumnya diinaktivasi menggunakan A• yang
lain atau menggunakan radikal lipid, sehingga membentuk produk yang tidak aktif
(Hudson, 1990).
Buah merah ternyata juga mengandung senyawa fenolik yang larut dalam
pelarut polar. Hasil penelitian Meiriana (2006) menunjukkan bahwa hasil
ekstraksi buah merah dengan pelarut aquades memiliki total fenol sebesar 26.335
ppm. Ekstrak akuades tersebut tidak bersifat toksik dan belum dapat
meningkatkan fungsi sistem imun hingga mencapai konsentrasi 16.667 ug/ml.
Namun, pada konsentrasi 33.333 ug/ml, ekstrak aquades tersebut memperlihatkan
peningkatan proliferasi sel limfosit.
B. BAHAN PANGAN SEBAGAI ANTIKANKER
Kanker merupakan penyakit yang disebabkan adanya kelompok sel yang
berproliferasi di luar batas normal akibat faktor-faktor yang sangat kompleks
seperti zat-zat kimia karsinogenik, keturunan, virus, dan makanan (Kimball,
1990). Menurut Schunack et al. (1990), kanker merupakan pembentukan baru
jaringan ganas dari sel tubuh yang sebelumnya normal, dengan ciri utamanya
adalah pertumbuhan yang diatur sendiri, lepas dari mekanisme pengendali.
Beberapa sifat umum kanker adalah pertumbuhan berlebihan, gangguan
diferensiasi dari sel jaringan, bersifat invasi, mampu tumbuh di jaringan di
sekitarnya, bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain, menyebabkan
pertumbuhan baru, dan memiliki hereditas bawaan. Kanker menjadi berbahaya
karena menyebabkan desakan akibat pertumbuhan tumor, penghancuran jaringan
tempat tumor berkembang (metastasis) dan gangguan sistemik lain sebagai akibat
sekunder dari pertumbuhan sel kanker (Gan dan Nafrialdi, 1989). Pembentukan
sel kanker dimulai oleh tahap inisiasi dengan terjadinya perubahan DNA, promosi
yang meliputi perkembangbiakan sel dan perubahan menjadi sel tumor
premalignant, lalu disusul tahap progresi dengan invasi, serta metastasis
(Murakami et al., 1996).
Banyak penelitian menunjukkan potensi bahan pangan tertentu sebagai
anti kanker. Menurut Elson dan Yu (1994), buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-
bijian merupakan sumber yang kaya akan produk sampingan dari metabolisme
mevalonat yang bersifat antikarsinogenik. Efek pencegahan penyakit kanker
berhubungan juga dengan vitamin C dan beta-karoten yang terdapat di dalam
sayur-sayuran dan buah-buahan. Penggunaan sayuran dan buah-buahan sebagai
bahan antikanker didukung pula oleh hasil penelitian Irwan (1996) yang
mengungkapkan bahwa dengan mengkonsumsi zat gizi antioksidan vitamin C dan
E dari sayur dan buah selama 30 hari, proliferasi sel limfosit dan aktifitas
sitotoksik sel Natural Killer meningkat. Menurut Roitt (1991), sel limfosit adalah
sel yang berperan dalam kekebalan tubuh, sedangkan sel Natural Killer memiliki
kemampuan melisis sel yang terinfeksi virus atau sel yang tak normal.
Makanan yang mengandung karbohidrat terutama serat makanan (Dietary
fiber/Non Starch Polysaccharides) juga dapat melindungi tubuh dari penyakit
kanker usus besar (Colonic Cancer). Serat makanan tersebut akan difermentasi
oleh bakteri dalam usus besar sehingga menghasilkan asam lemak rantai pendek,
yang berakibat menurunnya beban feses dapat melarutkan beban bahan-bahan
yang bersifat karsinogen di sekitar usus besar dan menurunkan waktu transit feses
(Stephen dan Cummings, 1980).
Bahan antikanker juga terdapat dalam minyak tumbuhan, misalnya
eugenol yang terdapat pada minyak cengkeh dan minyak atsiri beberapa tanaman
serta d-limonen yang merupakan komponen minyak citrus. Senyawa d-limonen
tersebut dapat menekan pertumbuhan tumor (Winarno, 1997).
Selenium yang merupakan mineral essensial pada makanan berperan
dalam sisi aktif dari enzim glutation peroksidase, yaitu enzim yang mendegradasi
hidrogen peroksida (H2O2) dan lipid peroksida (LOOH). Kekurangan selenium
akan meningkatkan infeksi dan toleransi terhadap antigen tumor dan menurunkan
antibodi (Sheffy dan Scultz, 1978).
Genistein yang banyak terdapat pada kacang kedelai juga dapat berfungsi
sebagai bahan antikanker. Genistein terbukti memiliki aktifitas biologi yang
berkaitan dengan aktifitas antikankernya. Beberapa diantaranya adalah aktifitas
antioksidan, antiinflamasi dan aktifitas antimetastatik (Mueller et al., 1992).
Asam fitat (Inositol hexaphosphate) yang banyak terkandung dalam sereal
juga berpotensi sebagai bahan antikanker. Percobaan di laboratorium dengan
inkorporasi 3H-timidin menunjukkan adanya pengurangan sintesis DNA.
Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa aksi asam fitat dalam
menghambat pertumbuhan kanker adalah dengan mengontrol pembelahan sel
(Shamsuddin, 1995).
Komponen lain yang cukup mendapat perhatian adalah flavonoid.
Quersetin terbukti menghambat protein kinase C, yaitu enzim yang terlibat dalam
transduksi signal oleh faktor pertumbuhan kepada nukleus. Sifat ini dijadikan
landasan kemampuan antikanker flavonoid. Quersetin secara sinergik bersama-
sama dengan busulphan yang merupakan bahan kemoterapi antileukimia
menghambat proliferasi sel leukimia manusia (Stavric dan Matula, 1992).
Aktivitas sitotoksik antitumor dari senyawa fenolik tanaman ditunjukkan
oleh kurkumin dan catechin. Kurkumin dapat menghambat pertumbuhan sel
tumor secara in vitro dan menghambat sintesis DNA serta inflamasi (Huang dan
Feraro, 1992). Agustinisari (1998) melaporkan dalam penelitiannya bahwa ekstrak
jahe segar dan bertunas, memiliki sifat antiproliferatif terhadap K-562 yang
ditunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol hingga pengenceran tiga kali
pada taraf uji 0.05.
1. Penggunaan Kultur Sel dalam Uji In Vitro Bahan Antikanker
Kultur sel merupakan teknik yang biasa dipergunakan untuk
mengembangbiakkan sel di luar tubuh (in vitro). Biakan sel atau jaringan ini
dimaksudkan untuk mempelajari sifat sel di luar tubuhnya. Keuntungan teknik ini
adalah terkontrolnya lingkungan psikokimia sel sehingga dapat menjadi konstan,
yaitu pH, suhu, tekanan osmosis, O2 dan CO2. Namun, teknik ini juga memiliki
kekurangan, yaitu hilangnya spesifitas sel tersebut. Hal ini dikarenakan pada
awalnya (in vivo), sel-sel bekerja secara integritas dalam suatu jaringan,
sedangkan pada kultur, sel menjadi terpisah-pisah. Untuk mempertahankan
spesifitas sel sehingga sel di luar tubuh dapat dipelajari dengan baik, kondisi
kultur harus dibuat semirip mungkin dengan keadaan lingkungan awal di dalam
tubuh (Malole, 1990).
Sel tersebut memerlukan media pertumbuhan yang dapat membuatnya
bertahan hidup, berkembang, dan berdiferensiasi. Jumlah dan kualitas media
menentukan jumlah sel yang dapat ditumbuhkan dalam kultur (Malole, 1990).
Asam amino esensial dan non esensial berpengaruh terhadap ketahanan sel dan
kecepatan pertumbuhan sel. Vitamin pada kultur sel akan sangat dibutuhkan jika
konsentrasi serum berkurang. Namun, adakalanya vitamin tetap esensial walaupun
serum tersedia dalam jumlah yang cukup. Garam-garam, terutama Na+. K+, Mg+,
Ca+, Cl-, SO42-, PO4
3-, dan HCO3 merupakan komponen yang berperan terhadap
osmolalitas media. Glukosa merupakan sumber energi dan menjadi faktor penentu
dalam pertumbuhan sel (Freshney, 1994).
Media biasanya dilengkapi juga dengan serum, yang terbukti dapat
menunjang pertumbuhan sel di luar tubuh. Penambahan serum berkisar antara 5 –
20%. Menurut Temin et al. (1972), peranan serum dalam media biakan sangat
penting sebagai nutrisi untuk pertumbuhan sel serta fungsinya dalam pelekatan
sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel ke matriks
tempat sel tumbuh, protein lipid, serta mineral-mineral yang diperlukan sebagian
besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang
Protein merupakan komponen serum terbesar dan protein yang penting,
yaitu albumin dan globulin. Fibronectin (globulin tak larut) berguna untuk
merangsang pelekatan sel, sedangkan alpha-2 macroglobulin berfungsi
menghambat tripsin yang merupakan enzim proteolitik. Fetuin yang terdapat di
dalam serum fetus meningkatkan pelekatan sel. Transferin berfungsi mengikat
unsur-unsur besi. Protein lain yang bermanfaat dalam pelekatan sel dan
pertumbuhan mungkin masih banyak, tetapi belum jelas karakterisasinya
(Freshney, 1985).
Freshney (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4.
Bila pada proses pembiakan sel, pH media lebih rendah dari 7, pertumbuhan sel
biasanya terhambat. Sebagai indikator pH pada media, biasanya digunakan zat
warna fenol merah. Media akan berwarna merah pada pH 7.4, orange pada pH
7.0, kuning pada pH 6.5, merah kebiruan pada pH 7.6, dan ungu pada pH 7.8.
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan 5% CO2 pada ruangan di atas
media. Keseimbangan pH dijaga dengan menambahkan NaHCO3 dan HEPES (N-
2-hydroxymetil-piperazine-N’-2-ethan-sulfonic acid) pada pH 7.2 – 7.6 yang
merupakan buffer yang kuat dan mulai banyak digunakan.
Suhu kultur dipertahankan 370C untuk menyamakan dengan suhu tubuh.
Selain memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel, temperatur juga
mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO2 pada temperatur rendah
dan mungkin melalui perubahan ionisasi dan pH dari buffer (Freshney, 1985).
Kebutuhan gas oksigen sebesar 95%. Ketebalan media kultur dapat
mempengaruhi difusi oksigen ke dalam sel. Oleh karena itu, ketebalannya berkisar
antara 2 – 5 mm. Antibiotik ditambahkan dalam media untuk mencegah terjadinya
kontaminasi (Freshney, 1985).
Kultur sel terbagi menjadi dua jenis, yaitu kultur dalam bentuk suspensi
dan kultur dalam bentuk sel selapis atau monolayer. Sel yang berkembang biak
dalam kultur berbentuk suspensi tinggal dalam media dan tidak memerlukan
support atau faktor pembantu untuk menempel. Sel yang biasanya dikultur dengan
cara ini adalah sel-sel darah. Kultur sel dalam bentuk monolayer biasanya untuk
sel-sel yang berasal dari jaringan. Sel yang dikultur dalam bentuk ini memerlukan
support untuk menempel pada permukaan tempat kultur. Dalam
perkembangbiakannya, sel akan memenuhi permukaan tempat tumbuhnya
sehingga diperlukan wadah yang lebih luas dibandingkan yang dibutuhkan oleh
sel yang dibiakkan dalam bentuk suspensi (Freshney, 1985).
a. Alur Sel
Alur sel (cell line) adalah sel yang berasal dari suatu sumber jaringan
tertentu yang mengalami pengkulturan lebih lanjut, hingga menghasilkan
subkultur. Pasase atau pengkulturan kembali dilakukan dengan memindahkan
sel-sel dari kultur lama ke tempat yang baru dan menumbuhkannya dengan
media baru. Pemeliharaan alur sel dilakukan dengan inkubasi pada kondisi
yang sesuai dan penggantian media secara periodik. Interval waktu
penggantian media dan subkultur ini bervariasi untuk tiap sel, tergantung pada
kecepatan pertumbuhan dan metabolisme (Freshney, 1994).
Alur sel terbagi dua, yaitu finite cell line dan continuos cell line. Jika
sel yang dikultur berasal dari jaringan normal dan sel-sel tersebut tidak
berubah selama masa pengkulturan, baik secara spontan ataupun dengan
rangsangan virus maupun bahan kimia, maka alur sel tersebut mempunyai
masa hidup yang terbatas (finite cell line). Sel-sel itu akan mati setelah
beberapa kali pasase. Namun, jika yang dikultur adalah sel tumor atau terjadi
perubahan secara in vitro, maka yang dihasilkan adalah alur sel yang masa
hidupnya tidak terbatas (continuos cell line) (Walum et al., 1990). Sel ini juga
disebut sel immortal. Alur sel yang masa hidupnya terbatas memerlukan
waktu penggandaan lebih panjang, yaitu setelah 24 - 96 jam, sedangkan alur
sel immortal hanya memerlukan waktu 12 - 24 jam saja (Freshney, 1994).
Terbentuknya continuos cell line ditandai dengan adanya beberapa
perubahan, yaitu perubahan dalam morfologi sel, misalnya menjadi lebih
kecil, kurang melekat, lebih bulat, dan perbandingan inti dengan
sitoplasmanya lebih besar. Selain itu, sel menjadi lebih cepat tumbuh,
ketergantungan pada serum berkurang, sel menjadi lebih mampu berproliferasi
dalam suspensi karena ketergantungan pelekatan berkurang, variasi kromosom
dalam sel meningkat, terjadi penyimpangan pada fenotip sel donor dan
cenderung bersifat tumor (Malole, 1990). Dua jenis alur sel yang digunakan
dalam penelitian ini, antara lain:
Alur sel K-562
K-562 termasuk tipe alur sel yang masa hidupnya tidak terbatas
(continuos cell line). Alur sel ini diisolasi pertama kali oleh Lozzio dan Lozzio
pada tahun 1972 dari efusi pleural wanita berusia 53 tahun yang menderita
leukimia myeologeneus kronik. K- 562 atau alur erythroleukimia manusia
digunakan sebagai target yang sensitif untuk percobaan dengan Natural Killer
(NK) (ATCC, 2006). Alur sel ini dibiakkan dalam bentuk suspensi.
Alur sel HeLa
Sel ini berasal dari jaringan tumor serviks seorang wanita yang bernama
Henrietta Lacks yang meninggal pada tahun 1951 di usia 30 tahun. Sampel sel
tumor ini dikirimkan kepada George and Margaret Gey yang sedang mencari alur
sel manusia yang dapat bertahan di luar tubuh untuk tujuan penelitian. Sel tumor
yang mereka terima tersebut berkembang biak tidak seperti sel yang sebelumnya
telah mereka lihat. Sel HeLa tersebut kemudian menjadi standar laboratorium dan
dapat ditumbuhkan di luar tubuh (Anonim, 2006). Sel HeLa ini bersifat immortal
dan dapat membelah hingga jumlah yang tak terbatas selama kondisi kebutuhan
sel terpenuhi.
Perubahan sel normal menjadi sel kanker disebabkan oleh adanya faktor-
faktor dari luar, seperti senyawa kimia, sinar ionisasi, dan virus onkogen. Guyton
(1993) menyatakan bahwa pada kebanyakan contoh yang terjadi, penyakit ini
dapat disebabkan oleh keadaan mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan sel-
sel dan proses mitosis. Sel kanker akan membunuh sel lain karena jaringan kanker
bersaing dengan jaringan normal untuk memperoleh nutrisi sehingga jaringan
normal menderita kematian nutritif.
Suatu molekul yang bersifat karsinogen dapat menimbulkan mutasi
somatik yang berujung pada terbentuknya kanker. Hal ini merupakan reaksi yang
berhubungan erat dengan DNA. Beberapa karsinogen mengaitkan dirinya secara
langsung kepada guanin atau mengambil gugus amino dari sitosin (Spector dan
Spector, 1993).
Radiasi elektromagnetik, misalnya elektron, neutron, dan partikel alfa juga
dapat menyebabkan kanker pada manusia. Cahaya ultraviolet akan menginduksi
tumor pada hewan dan akan menyebabkan mutasi pada banyak bentuk kehidupan
yang berbanding langsung dengan kemampuannya menyebabkan tumor. Serangan
yang bersifat langsung pada aparat genetik dan iradiasi ultraviolet ini akan
membentuk ikatan antara pasangan basa yang berdekatan di dalam sel DNA
dengan pembentukan timin abnormal sehingga akan menimbulkan transformasi
malignan (Spector dan Spector, 1993).
Banyak hewan dan manusia rentan terhadap kanker yang diinduksi virus.
Kelompok virus penyebab kanker adalah retrovirus. Retrovirus merupakan virus
RNA yang memiliki enzim transkriptase terbalik yang memungkinkan sel
membuat duplikat DNA genom virus RNA yang kemudian diinkorporasikan ke
dalam genom sel hospes (Spector dan Spector, 1993).
Mutasi yang disebabkan oleh zat kimia, radiasi atau peristiwa lain seperti
hilangnya atau penyusunan kembali kromosom, serta penyisipan retrovirus dapat
menjurus kepada hilangnya gen dalam sel somatik. Adanya kehilangan alel dalam
garis germinal akan mempengaruhi penurunan sifat pada individu selanjutnya
yang dapat menimbulkan mutasi genetik berakibat kanker (Spector dan Spector,
1993).
Kanker dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu karsinoma, bila tumor
berasal dari jaringan epitel, sarkoma jika berasal dari jaringan fibrous atau
jaringan konektif dan pembuluh darah, serta leukimia dan limfoma yang timbul
dalam sel darah (Ensminger et al., 1983).
b. Proliferasi Sel
Semua sel, kecuali sel syaraf, mengalami siklus pertumbuhan yang
lengkap melalui pembelahan sel untuk membentuk dua sel baru yang identik.
Ketika sel distimulasi untuk tumbuh, mereka meninggalkan keadaan diamnya
(resting state) dan memasuki satu fase siklus sel yang disebut fase G (Gambar 6).
Sel berada dalam fase ini selama lebih kurang 8 jam. Setelah itu, sel memasuki
fase S. Di dalam fase ini, replikasi DNA dimulai dan terus berlangsung sampai
terbentuk dua DNA baru yang identik. Sintesis DNA memakan waktu lebih
kurang 6 jam. Fase selanjutnya adalah fase G2 yang berlangsung selama 4 – 5
jam. Fase ini merupakan fase persiapan, sebelum sel membelah. Periode
pembelahan disebut fase M atau fase mitotik. Di dalam fase yang berlangsung 1 –
5 jam ini, dihasilkan dua sel baru (Walum et al., 1990). Menurut Giese (1979),
sel-sel kanker pada umumnya tumbuh secara eksponensial, lebih cepat dari sel-sel
normal.
Sel tumor dapat berada pada tiga kondisi, yaitu yang sedang membelah
(siklus proliferatif), yang sedang dalam keadaan istirahat (tidak membelah atau
fase G0), dan yang secara permanen tidak membelah. Sel yang sedang berada
pada siklus proliferatif mengalami beberapa fase yang sama seperti sel normal.
Pada akhir fase G1 (pasca mitosis), terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase
S yang merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir, sel
masuk dalam fase pramitosis (G2). Dalam fase ini, sel berbentuk tetraploid,
mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel fase lain dan masih
berlangsung sintesis RNA dan protein. Pada saat sel mengalami mitosis (fase M),
sintesis protein dan RNA berkurang tiba-tiba dan terjadi pembelahan menjadi dua
sel. Setelah itu, sel memasuki tahap interfase untuk kembali memasuki fase G1,
saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0). Di dalam fase tersebut,
sel masih berpotensi untuk berproliferasi (Gan dan Nafrialdi, 1989).
Gambar 6 . Siklus Sel
Pengujian terhadap proliferasi sel umumnya dilakukan dengan metode
pewarnaan MTT ataupun dengan metode trypan blue. Metode trypan blue
merupakan metode yang sangat mudah dan sederhana. Pewarna trypan blue akan
diserap oleh sel yang mati atau mengalami kerusakan membran plasma (McAteer
dan Davis, 1994). Menurut Anonim (2007b), sel hidup sangat selektif terhadap
senyawa yang melalui membran. Pada sel yang hidup, trypan blue tidak akan
diserap tetapi pewarna tersebut dapat memasuki membran pada sel yang mati. Sel
yang mati akan memperlihatkan warna biru di bawah mikroskop akibat
penyerapan trypan blue pada sel.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah buah merah varietas merah panjang
Wamena yang diperoleh dari Drs. I Made Budi dalam bentuk fraksi minyak dan
air.
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis sifat fisiko-kimia
ekstrak buah merah, yaitu asam asetat glasial, akuades, heksan, iod, kloroform,
pereaksi Hanus, KI 15%, larutan pati, KOH beralkohol, indikator fenolftalein,
HCl 0.5%, NaCl 0.88%, 2,2-bipiridin, FeCl3.6H2O, N2, NaCl 0.88%, standar β-
karoten, standar α-tokoferol, HgO, H2SO4 pekat, K2SO4, asam tanat, metanol,
Na2CO3, NaOH, asam oksalat, toluen, reagen folin-ciocalteu, etanol 95%, etanol
99%, asam borat, indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2% dan 1 bagian
metil biru 0.2% dalam alkohol, KOH, NaOH-Na2S2O3, Na2S2O3, HCl 0.1 N,
Na2SO4 anhidrat, kapas, asetonitril, tetrahidrofuran, sodium askorbat, kertas
saring, etil asetat, dan BHT.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pengujian antiproliferasi ekstrak
buah merah, yaitu alur sel K-562 dan HeLa yang diperoleh dari Laboratorium
Kultur Jaringan FKH IPB, larutan FBS (Fetal Bovine Serum) 10%, larutan trypan
blue, medium DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium)/F12, DMSO
(Dimethyl Sulfoxide), alkohol 70%, akuabidest, dan senyawa doxorubicin.
2. Alat
Peralatan yang digunakan adalah vacuum evaporator, hydraulic pressure,
oven, sentrifugator, laminar flow hood, inkubator CO2 5%, autoklaf, HPLC,
spektrofotometer UV-Vis, viscometer Brookfield, alat kjeldahl, alat distilasi,
refluks, neraca analitik, penangas air atau hot plate, desikator, mikroskop cahaya,
vorteks, refraktometer Abbe, piknometer, bunsen, tabung kapiler, kaca pembesar,
termometer, tabung sentrifus, cawan alumunium, tabung vacutainer, mikropipet,
pipet pasteur, mikrotip, syringe, microcentrifuge tube 2 ml, lempeng mikro
bersumur 96, lempeng bersumur 24, hemasitometer, membran sterilisasi 0.2 µm,
dan peralatan gelas.
B. METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa fraksi minyak dan
fraksi air yang diperoleh dari hasil ekstraksi buah merah menggunakan metode
sentrifugal. Ekstrak buah merah yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis sifat
fisiko-kimianya dan diuji aktivitas antiproliferasinya terhadap sel kanker HeLa
dan K-562. Analisis sifat fisik yang dilakukan terdiri dari berat jenis, indeks bias,
turbidity point, titik cair, dan viskositas. Analisis kimia meliputi analisis
proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat), β-karoten, α-
tokoferol, total karoten, total tokoferol, total fenol, bilangan penyabunan, bilangan
iod, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.
1. Ekstraksi Buah Merah dengan Metode Sentrifugal
Buah merah matang dibelah menjadi dua, kemudian dikeluarkan bagian
empulurnya (bagian kayu di bagian tengah buah). Daging buah dipotong-potong
dan dicuci dengan air bersih. Setelah itu, daging buah dikukus dengan suhu 70-
75oC selama 30 menit. Daging buah yang telah dikukus kemudian dipres dengan
tekanan 1010 psi dengan hydraulic pressure sehingga diperoleh minyak yang
masih tercampur air. Campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm
(888 x g) selama 15 menit sehingga fase minyak terpisah. Fase minyak yang
diperoleh kemudian diuapkan secara vakum dengan vacuum evaporator pada
suhu 500C selama 40 menit untuk menghilangkan kandungan air yang masih
terdapat di dalamnya. Fase minyak tersebut lalu disaring untuk memisahkan pasta
granula amilum di dalam minyak sehingga diperoleh fraksi minyak yang akan
digunakan dalam penelitian. Pasta yang diperoleh dari proses pemisahan dengan
minyak, disentrifugasi kembali sehingga diperoleh fraksi air yang akan dianalisis.
Tahapan ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Tahapan proses ekstraksi buah merah (metode sentrifugal)
2. Pengujian Karakteristik Fisiko-Kimia Ekstrak Buah Merah
a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)
Prinsip Pengukuran kehilangan berat akibat menguapnya air dari bahan yang
dikeringkan pada suhu rendah dengan kondisi vakum.
Pembelahan dan pengeluaran empulur
Empulur Daging buah
Buah merah matang
Pemotongan
Pencucian
Pengukusan pada suhu 70-75oC selama 30 menit
Pengepresan dengan hydraulic pressure 1010 i
Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 2000 rpm)
Minyak
Ampas biji
Penguapan vakum (40 menit, 50oC)
Pasta
Pasta (air dan endapan)
Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 2000 rpm)
Fraksi air endapan
Fraksi minyak murni Analisis sifat fisiko-kimia dan uji aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa dan K-562
Penyaringan
Prosedur
Mula-mula cawan alumunium dipanaskan di dalam oven dengan suhu
105oC selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30
menit. Lalu bobotnya ditimbang dan dicatat. Setelah itu, sampel ditimbang
sebanyak 5 gram pada cawan alumunium yang telah dikeringkan dan
selanjutnya dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit.
Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan alumunium
yang berisi sampel minyak lalu ditimbang. Pemanasan dan penimbangan
diulangi sampai diperoleh bobot tetap. Nilai kadar air diperoleh berdasarkan
rumus:
X = bobot sampel (g)
Y = bobot cawan + sampel (g)
A = bobot cawan kering
b. Analisis Kadar Abu (Nielsen, 2003)
Prinsip
Pengabuan sampel dengan pemanasan pada temperatur tinggi (> 450oC)
di dalam tanur.
Prosedur
Mula-mula, cawan porselen dikeringkan dalam tanur pada suhu 550oC
selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2
– 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan, untuk contoh cairan, diuapkan
terlebih dahulu di atas penangas air sampai kering. Lalu, contoh di dalam
cawan dibakar di atas hot plate hingga tidak berasap. Setelah itu, cawan
tersebut dimasukkan ke dalam tanur suhu 550oC selama 16 jam hingga
diperoleh abu putih. Cawan tersebut lalu didinginkan di dalam desikator
kemudian ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:
Kadar air (%basis kering) = ( )%100
)(x
AYAYX
−−−
Kadar abu = %100xX
AY −
Kadar lemak (% basis basah) = %100xsampelberatlemakberat
Kadar lemak (% basis kering) = basahbasisairkadar
basahbasislemakkadar%100
%−
X = bobot sampel sebelum diabukan (g)
A = bobot cawan kosong (g)
Y = bobot sampel + cawan setelah diabukan (g)
c. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Analisis kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet dilakukan
berdasarkan prinsip ekstraksi lemak secara berulang dengan menggunakan
pelarut yang dipanaskan.
Prosedur
Pada metode ini, labu lemak yang digunakan untuk ekstraksi terlebih
dahulu dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, dan kemudian
ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g langsung di atas kertas saring.
Kemudian kertas saring tersebut digulung dan ditutup dengan kapas bebas
lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut lalu diletakkan kedalam alat
ekstraksi soxhlet, lalu dipasang alat kondensor dan labu lemak diatasnya.
Pelarut heksana dituang ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan
ukuran soxhlet yang digunakan. Kemudian dilakukan refluks selama lebih
kurang ±6 jam hingga pelarut yang turun kembali ke labu berwarna jernih.
Pelarut berisi lemak yang terdapat di dalam labu lemak didistilasikan. Labu
lemak beserta lemak yang diperoleh dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC,
lalu dikeringkan hingga beratnya tetap, didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang lagi beserta lemaknya.
d. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC, 1995)
Prinsip
Analisis kadar protein metode Kjeldahl merupakan analisis yang
didasarkan pada beberapa tahap, yaitu destruksi, distilasi, dan titrasi. Destruksi
sampel dilakukan dengan menggunakan asam sulfat pekat dan dikatalis
% bk N = ( )ingbahankonversixsampelmg
xxHClNxBAker
%100007.14−
dengan penambahan kalium dan merkuri dalam ruang asap. Pada tahap
distilasi, sampel dinetralkan dengan NaOH-Na2S2O3 sehingga akan terbentuk
amonia yang akan ditangkap oleh asam borat. Kelebihan asam borat lalu
dititrasi dengan HCl 0,02 N.
Prosedur
Sampel sebanyak 0.1 g – 0.15 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30
ml. Kemudian, sebanyak 2 g K2SO4, 2 ml H2SO4, dan 50 mg HgO juga
dimasukkan ke dalam labu. Sampel dalam labu tersebut lalu dididihkan
selama 1 – 1.5 jam hingga cairan jernih. Sampel lalu didinginkan,
ditambahkan sejumlah akuades secara perlahan, dan didinginkan kembali. Isi
labu dipindahkan ke dalam alat distilasi. Labu dicuci dan dibilas 5 hingga 6
kali dengan 1 – 2 ml akuades, lalu air cucian dipindahkan ke alat distilasi.
Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan asam borat dan 2 – 4 tetes indikator
(campuran 2 bagian metil merah 0.2% dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam
alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Kemudian ditambahkan 8 – 10 ml
larutan NaOH-Na2S2O3 dan didistilasi hingga tertampung 15 ml destilat
dalam erlenmeyer. Tabung kondensor lalu dibilas dengan air. Air bilasan
tersebut ditampung dalam erlenmeyer berisi destilat dan diencerkan hingga 50
ml. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N hingga warna berubah
menjadi abu-abu. Selain itu, juga harus dilakukan penetapan blanko.
% bk protein = % N x faktor konversi (yaitu 6.25)
A = ml HCl yang digunakan untuk titrasi sampel
B = ml HCl yang digunakan untuk titrasi blanko
e. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference) (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Kadar karbohidrat diukur dengan menghitung selisih angka 100%
dengan jumlah persentase protein, lemak, air, dan abu pada basis tertentu
(basis basah atau basis kering).
Kadar karbohidrat (% bb) = 100% b/b – (% b/b kadar protein + % b/b kadar
lemak + % b/b kadar air + % b/b kadar abu)
Kadar karbohidrat (% basis kering) = basahbasisairkadar
basahbasistkarbohidra%100
%−
f. Pengukuran Kadar Total Tokoferol (Modifikasi Wong et al., 1988)
Prinsip
Pengukuran kadar total tokoferol dilakukan berdasarkan pengukuran
absorbansi warna dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 520 nm.
Prosedur
Pada metode ini, terlebih dahulu dipersiapkan standar tokoferol dengan
skala yang telah ditentukan yaitu 40 µg, 80 µg, 120 µg, 16 µg dan 200 µg
dalam 10 ml larutan dan pereaksi. Ekstrak vitamin E ditimbang sebanyak 10 -
20 mg dalam tabung reaksi 10 ml. Sampel yang telah ditimbang secara akurat
ditambahkan toluen 5 ml. Larutan minyak yang telah diencerkan ditambahkan
3.5 ml 2,2-bipiridin (0.07% w/v dalam etanol 95%) dan 0.5 ml larutan
FeCl3.6H2O (0.2% w/v dalam etanol 95%) kemudian ditepatkan 10 ml dengan
etanol 95%. Larutan kemudian didiamkan selama 1 menit dalam ruangan
gelap kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 520 nm.
Penentuan kadar total tokoferol sampel dilakukan berdasarkan kurva
standar. Persamaan regresi kurva standar diperoleh dengan prosedur yang
sama seperti pengerjaan sampel dengan 0-200 μg α-tokoferol murni dalam 10
ml toluene dan pereaksi (0-20 ppm). Bobot tokoferol (nilai x) diperoleh
dengan memasukkan nilai absorbansi sampel sebagai nilai y. Perhitungan total
tokoferol adalah sebagai berikut:
g. Analisa Kadar Total Karoten (Parker, 1992)
Prinsip
Analisa kadar total karoten dalam ekstrak buah merah dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer berdasarkan pengukuran absorbansi sampel
pada panjang gelombang 450 nm.
Total tokoferol = sampelgram
darskurvapersamaandaritokoferolbobot tan
Prosedur
Sampel ditimbang sebanyak 0.9 gram lalu diencerkan di dalam labu
takar 100 ml dengan pelarut heksana. Ekstrak yang sudah diencerkan diambil
sebanyak 1 ml ke dalam labu takar 10 ml lalu diencerkan kembali dengan
pelarut heksana dan selanjutnya diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. Analisa dengan
menggunakan persamaan:
A = absorbansi sampel
2600 = nilai E untuk β-karoten (1%, 1cm)
FP = faktor pengenceran
V = volume sampel yang diukur (ml)
B = bobot sampel yang dianalisis (gram)
h. Analisa β-karoten (Parker (1992) yang dimodifikasi oleh Balai Pasca Panen)
Prinsip
Analisa menggunakan HPLC berdasarkan prinsip pemisahan komponen-
komponen sampel dengan cara melewatkan sampel pada suatu kolom, yang
selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing komponen-
komponen tersebut dengan suatu detektor.
Prosedur
Sampel minyak sebanyak 0,5 g dalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 30 ml kloroform. Larutan divorteks selama 30 detik kemudian
disentrifus dan dibuang fase airnya. Selanjutnya fase kloroform disaring
dengan kapas dan Na2SO4 anhidrat. Filtrat yang diperoleh dievaporasi pada
suhu 40oC hingga kering. Selanjutnya ditambahkan 25 ml heksana dan
diperoleh konsentrat karoten. Kemudian dievaporasi kembali hingga kering
dan ditambahkan fase gerak 5-10 ml. Ekstrak kemudian siap untuk diinjeksi
ke dalam HPLC.
Analisis HPLC menggunakan kolom vydac tipe 201TP34 C-18 fase
terbalik dengan panjang 25 cm dan diameter 4.6 mm. Fase mobil terdiri dari
28% asetonitril, 25% metanol, dan 2% tetrahidrofuran dengan kecepatan
Kadar karoten total = Bx
xVxFPxAx2600
100010
aliran 1 ml/menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV visibel
dengan panjang gelombang 450 nm dan volume injeksi 10μl.
Injeksi dilakukan dengan membandingkan pola kromatogram sampel
dengan pola kromatogram standar. Identifikasi didasarkan dengan waktu
retensinya. Prinsip perhitungan konsentrasi karoten adalah dengan
membandingkan luas area dari puncak karoten pada standar. Hubungan antara
luas area dan konsentrasinya digambarkan dalam kurva standar, yang
menunjukkan luas area pada berbagai konsentrasi. Nilai luas area sampel ke
dalam persamaan kurva standar β-karoten sehingga konsentrasi β-karoten
sampel dapat diketahui.
i. Analisis α-Tokoferol (Dionisi et al. (1995) yang dimodifikasi oleh Balai Pasca Panen)
Prinsip
Analisis α-tokoferol dilakukan dengan menggunakan HPLC
berdasarkan prinsip pemisahan komponen-komponen sampel dengan cara
melewatkan sampel pada suatu kolom, yang selanjutnya dilakukan
pengukuran kadar masing-masing komponen-komponen tersebut dengan suatu
detektor.
Prosedur
Sampel ditimbang sebanyak 2 g ke dalam Erlenmeyer beralufo, lalu
ditutup rapat. Kemudian, erlenmeyer berisi sampel tersebut dimasukkan
dengan 20 ml alkohol 99%, 3 g KOH, 0,1 g sodium askorbat. Kemudian
distirer pada suhu ruang. Selanjutnya diekstrak dengan heksan sebanyak 2 x
30 ml di dalam tabung pemisah. Setelah terlihat adanya pemisahan, lapisan
heksan di bagian atas dipisahkan. Lalu fase organik dicuci dengan 20 ml air
sebanyak 3 kali, lapisan atas diambil, dan dikeringkan dengan menambahkan
Na2SO4 anhidrous. Lalu dilakukan penyaringan dengan kertas saring.
Kemudian kertas saring dibilas dengan heksan dan dikeringkan dengan aliran
gas N2. Residu lalu dilarutkan dalam fase gerak 5 ml, dengan perbandingan
metanol : asetonitril = 1 : 1. Selanjutnya diinjeksi ke HPLC, dengan volume
injeksi 20 μl.
Kandungan alpha-tokoferol ditentukan dengan sistem HPLC
menggunakan Waters Bondapak (18 reverse phase column, 10 μm, 3 : 9 x 300
nm). Fase gerak yang digunakan adalah metanol : air (95 : 5) dengan
kecepatan aliran 2,5 ml / menit dengan menggunakan detektor UV pada
panjang gelombang 290 nm.
j. Analisis Total Fenol (Shetty et al., 1995)
Prinsip
Analisis total fenol dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran
absorbansi sampel dengan menggunakan spektrofotometer. Penentuan total
fenol dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi yang diperoleh ke
dalam persamaan regresi kurva standar.
Prosedur
Pada metode ini, larutan sampel sebanyak 1 ml ditempatkan dalam
tabung reaksi berisi 1 ml etanol 95% dan 5 ml air bebas ion, lalu ditambahkan
0.5 ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Setelah 5 menit, ditambahkan 1 ml
Na2CO3 5% lalu divorteks sampai homogen dan disimpan dalam ruang gelap
selama 1 jam. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 725 nm. Kurva standar dipersiapkan dengan menggunakan asam
tanat dalam etanol 95% dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm.
k. Berat Jenis (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada
saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan piknometer.
Prosedur
Sampel minyak cair yang akan ditentukan berat jenisnya sebelumnya
harus disaring dulu dengan kertas saring. Hal ini bertujuan membuang benda-
benda asing dan kandungan air. Piknometer dibersihkan dan dikeringkan.
Piknometer diisi dengan akuades bersuhu 20-30oC.
Pengisian dilakukan sampai kadar air dalam botol meluap dan tidak ada
gelembung udara di dalamnya. Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air
yang bersuhu 25oC dengan toleransi 0.2oC selama 30 menit. Botol diangkat
dari bak air dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Berat botol ditimbang
dengan isinya. Perhitungan berat jenis minyak buah merah adalah
a = berat botol dan minyak b = berat botol c = berat air pada suhu 250C
l. Indeks Bias (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Pengukuran indeks bias dengan refraktometer Abbe dilakukan
berdasarkan prinsip pembiasan, yaitu jika seberkas cahaya dengan panjang
gelombang tertentu jatuh dari udara menuju minyak atau dari media yang
kurang padat menuju media yang lebih padat, maka sinar tersebut akan
dibiaskan mendekati garis normal.
Prosedur
Minyak diteteskan pada prisma refraktometer Abbe yang sudah
distabilkan pada suhu tertentu, dibiarkan selama 1-2 menit untuk mencapai
suhu refraktometer, lalu dilakukan pembacaan indeks bias. Sebelum dan
sesudah digunakan prisma refraktometer dibersihkan dengan toluene atau
alkohol. Indeks bias perlu dikoreksi untuk temperatur standar, dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
R = Indeks bias pada suhu standar
R’ = Indeks bias pada suhu pembacaan
T = Suhu standar
T’ = Suhu pembacaan
K = 0.000385 untuk minyak
m. Turbidity Point (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Turbidity point merupakan suhu pada saat bagian termometer yang
tenggelam dalam minyak tidak dapat dilihat dengan nyata bila secara
horizontal atau sejajar melalui gelas piala dan sampel.
Berat jenis minyak pada suhu 25oC = c
ba−
R = R’– K (T’ – T)
Prosedur
Contoh minyak dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam asetat
atau alkohol. Kemudian dipanaskan sampai contoh minyak larut sempurna.
Larutan ini kemudian didinginkan perlahan-lahan sampai mulai menghablur.
Suhu dicatat jika terlihat adanya kristal-kristal halus lemak dicatat dan
dinyatakan sebagai turbidity point atau biasa disebut titik kritis.
n. Titik Cair (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Pengukuran titik cair berdasarkan pengukuran suhu pada saat lemak
mulai keluar dari pipa kapiler yang berada di dalam air setelah sebelumnya
mengalami pembekuan.
Prosedur
Lemak cair yang sudah disaring dimasukkan ke dalam tabung kapiler
sepanjang 10 mm. Ujung tabung ditutup rapat dengan cara memanaskan pada
api kecil dan dijaga jangan sampai terbakar. Tabung pipa kapiler dimasukkan
ke dalam refrigerator 4-10oC, dibiarkan selama 16 jam. Tabung kapiler
digabungkan dengan termometer air raksa sehingga ujung tabung berisi lemak
sejajar dengan ujung termometer yang berisi air raksa (bisa dengan
mengikatnya menjadi satu). Kemudian direndam dalam gelas piala 600 ml
yang berisi air setengah penuh sehingga termometer terendam sepanjang 30
ml. Suhu dicatat pada saat tetesan lemak mulai jatuh dan digunakan kaca
pembesar untuk melihatnya. Suhu yang terbaca merupakan titik cair lemak
tersebut.
o. Viskositas metode Brookfield (Wahyuni, 2000)
Prinsip
Aliran bahan dalam viskometer yang didasarkan pada gaya rotasi oleh
spindle yang diatur kecepatan putarnya. Pengukuran viskositas dilakukan
dengan Viscometer Brookfield.
Prosedur
Sebelum dilakukan pengukuran, rpm (putaran per menit) dan beban
(spindle) yang akan digunakan (bernomor) diatur. Hal ini dilakukan untuk
menentukan angka konversinya pada tabel yang terdapat pada bagian atas alat.
Nilai rpm yang digunakan adalah 60. Spindle yang digunakan adalah spindle
no. 1. Jarum diusahakan menunjuk ke angka nol. Contoh dimasukkan ke
dalam wadah hingga tanda tera pada beban terendam. Motor penggerak
dijalankan setelah jarum benar-benar berimpit dengan angka nol. Setelah dua
menit, motor dimatikan, bersamaan dengan itu, tekan tombol penekan jarum
dan baca angka yang ditunjukkan jarum tersebut.
A = angka yang ditunjukkan oleh jarum
p. Bilangan Penyabunan (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Reaksi antara minyak dengan larutan KOH dalam etanol di bawah
pendingin tegak serta penitaran kelebihan KOH dengan asam klorida
menggunakan indikator fenolftalein.
Prosedur
Mula-mula, sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam erlenmeyer 300
ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH beralkohol. Erlenmeyer yang berisi
sampel dan KOH beralkohol dihubungkan dengan pendingin tegak. Refluks
dengan hot plate sampai semua sampel tersabunkan sempurna, yaitu sampai
larutan bebas dari butiran lemak. Proses ini membutuhkan waktu 1 jam.
Larutan didinginkan dan bagian dalam pendingin tegak dibilas dengan
akuades. Larutan ditambahkan 1 ml indikator fenolftalein kemudian dititrasi
dengan HCl 0.5 N sampai warna merah jambu hilang. Blanko dibuat seperti
pada penetapan contoh (tanpa sampel). Perhitungan bilangan penyabunan
adalah sebagai berikut:
Bilangan penyabunan = ( )gramdalamsampelberat
xHClNxsampeltiterblankotiter 1.56−
Viskositas = A x angka konversi
q. Bilangan Iod (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Penentuan bilangan iod didasarkan pada kemampuan gliserida tidak
jenuh minyak atau lemak dalam mengabsorbsi sejumlah iod, khususnya
apabila dibantu dengan iodin bromida, sehingga membentuk senyawa yang
jenuh. Kelebihan iod dititrasi dengan Na-tiosulfat sehingga iod yang
diabsorpsi oleh minyak atau lemak dapat diketahui jumlahnya.
Prosedur
Mula-mula, dilakukan pembuatan pereaksi Hanus, yaitu dengan cara
melarutkan 13.2 g I2 dalam asam asetat glasial panas. Setelah larut, Br2
ditambahkan ke dalam larutan pereaksi yang telah dingin.
Sampel ditimbang tepat 0.1-0.5 g, lalu ditambahkan 10 ml kloroform
atau karbon tetraklorinasi untuk melarutkan sampel minyak dan 25 ml
pereaksi Hanus. Larutan lalu ditempatkan dalam ruang gelap selama 1 jam
sambil sekali-kali dikocok. Sesudah 1 jam, larutan ditambahkan 10 ml larutan
KI 15% dan dikocok merata. Larutan segera dititrasi hingga warna kuning iod
hampir hilang. Tambahkan 2 tetes larutan pati 1% sebagai indikator. Titrasi
dilanjutkan hingga warna biru hilang. Blanko dibuat seperti pada penetapan
sampel (untuk blanko, sampel diganti dengan kloroform/CCL). Perhitungan
bilangan Iod adalah sebagai berikut :
r. Bilangan Asam (Apriyantono et al., 1989)
Prinsip
Penentuan bilangan asam didasarkan pada pelarutan contoh minyak
dalam pelarut organik tertentu (alkohol) dilanjutkan dengan penitaran
menggunakan larutan basa.
Prosedur
Sampel minyak ditimbang sebanyak 20 mg dalam erlenmeyer 250 ml,
kemudian ditambahkan 50 ml alkohol 95% netral, dipanaskan sampai
Bilangan Iod = ( )gramdalamsampelberat
XOSNaNxsampeltiterblankotiter 69.12322−
mendidih dan dibiarkan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk.
Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N menggunakan indikator
fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu yang konsisten selama 10
detik. Perhitungan bilangan asam dan kadar asam adalah sebagai berikut:
G = Berat sampel
M = Berat molekul asam lemak yang dominan dalam minyak (rata- rata dari campuran asam lemak), untuk asam oleat = 282
s. Bilangan Peroksida (SNI, 1998 )
Prinsip
Penentuan bilangan peroksida didasarkan pada pengukuran sejumlah iod
yang dibebaskan dari kalium iodida melelui reaksi oksidasi oleh peroksida
dalam minyak pada suhu ruang dengan medium asam asetat dan kloroform.
Prosedur
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 mg di dalam erlenmeyer 300 ml,
ditambahkan 10 ml kloroform, dikocok sampai semua minyak larut.
Ditambahkan 15 ml larutan asam asetat glasial dan 1 ml KI jenuh. Larutan
dikocok 5 menit di tempat gelap pada suhu 15 – 25o C. Setelah 5 menit,
ditambahkan air suling 75 ml dan dikocok. Kelebihan iod dititrasi dengan
larutan sodium tiosulfat 0.02 N dengan pati sebagai indikator.
Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan, yaitu miligram
ekivalen per kg, dan miligram oksigen per kg.
A = ml Sodium tiosulfat untuk contoh – ml Sodium tiosulfat untuk blanko
N = Normalitas Sodium tiosulfat
G = Berat minyak/lemak (gram)
3. Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 (Priosoeryanto, 1994)
Pengujian antiproliferasi ekstrak buah merah dilakukan terhadap sel
kanker HeLa dan K-562. Sel HeLa merupakan sel kanker yang dibiakkan dalam
Kadar asam = G
MxKOHNxKOHml10
Bilangan peroksida = G
xNxA 1000 (Mek/kg contoh)
bentuk monolayer, sedangkan sel K-562 dibiakkan dalam bentuk suspensi.
Tahapan yang dilakukan dalam pengujian ini, antara lain persiapan larutan ekstrak
buah merah, pengenceran stok suspensi sel kanker, kultur sel, pemanenan dan
penghitungan sel setelah inkubasi.
a. Persiapan larutan stok fraksi minyak dan air buah merah
Fraksi minyak dan air buah merah yang akan digunakan dalam
pengujian antiproliferasi terhadap sel kanker, terlebih dahulu dibuat dalam tiga
konsentrasi larutan, yaitu 10, 20, dan 40 μl/ml (Lampiran 1). Pembuatan
larutan fraksi minyak buah merah dengan konsentrasi 10 μl/ml dilakukan
dengan mencampurkan 10 μl fraksi minyak dengan 5 µl DMSO (Dimethyl
Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml dengan media DMEM/F12.
Pembuatan larutan stok fraksi minyak buah merah dengan konsentrasi 20
μl/ml dilakukan dengan mencampurkan 20 μl fraksi minyak dengan 5 µl
DMSO (Dimethyl Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml dengan media
DMEM/F12. Pembuatan larutan fraksi minyak buah merah dengan
konsentrasi 40 μl/ml dilakukan dengan mencampurkan 40 μl fraksi minyak
dengan 5 µl DMSO (Dimethyl Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml
dengan media DMEM/F12. Pembuatan larutan fraksi air buah merah untuk
tiga konsentrasi yang sama dengan ekstrak minyak dilakukan dengan cara
yang sama seperti tersebut di atas tetapi tanpa penambahan DMSO. Larutan
tersebut masing-masing diaduk secara homogen dan distrerilisasi dengan
membran sterilisasi 0.2 µm.
b. Pengenceran stok suspensi sel kanker (sel HeLa dan sel K-562)
Larutan stok suspensi sel kanker yang disimpan dalam nitrogen cair
dicairkan kembali (thawing) dengan mendiamkan pada suhu kamar atau
digenggam dengan tangan. Sebanyak l ml larutan stok suspensi sel kanker
dipindahkan ke dalam tabung vacutainer kemudian ditambahkan dengan 4 ml
medium penumbuh (DMEM/F12). Lalu campuran tersebut divorteks agar
suspensi sel kanker yang berada pada tabung menjadi homogen sehingga pada
saat dipergunakan sel tidak berkumpul di satu tempat.
c. Kultur sel
Sebanyak 850 µL media DMEM/F12 yang telah mengandung FBS 10%
dimasukkan ke dalam tiap sumur perlakuan fraksi minyak dan air dalam
lempeng yang bersumur 24 buah. Kemudian sebanyak 50 µl suspensi sel
dengan densitas 2 x 106 sel/ml dimasukkan ke dalam tiap sumur. Sebanyak
100 µl larutan fraksi minyak dan air buah merah, masing-masing dimasukkan
ke dalam sumur sehingga setiap sumur berisi 1000 µl. Dengan demikian,
konsentrasi fraksi di dalam sumur menjadi 1, 2, dan 4 µl/ml, sedangkan
konsentrasi sel dalam sumur menjadi 1 x 105 sel/ml. Kontrol positif antikanker
yang digunakan adalah senyawa doxorubicin sebanyak 6 µl dengan
konsentrasi larutan stok sebesar 2 mg/ml sebagai indikator penghambatan sel
kanker. Konsentrasi doxorubicin dalam sumur sebesar 0.0111 mg/ml atau 11.1
mg/ml. Kontrol negatif merupakan sumur yang hanya berisi media penumbuh
dan sel. Inkubasi kultur dilakukan selama tiga hari dalam inkubator 370C, dan
CO2 5%. Rancangan pemetaan sumur dapat dilihat pada Lampiran 2.
d. Pemanenan dan Penghitungan Sel dengan Metode Trypan Blue
Setelah diinkubasi selama tiga hari, suspensi sel dalam tiap sumur
diaduk dengan mikropipet hingga homogen. Kemudian sebanyak 90 μl
suspensi tersebut dipipet ke dalam salah satu sumur pada lempeng bersumur
96 lubang dan ditambahkan dengan 10 μl trypan blue 0,4%. Lalu campuran
suspensi sel dan trypan blue tersebut diaduk hingga homogen. Larutan
suspensi sel dan trypan blue tersebut kemudian diteteskan di ujung
hemasitometer yang telah ditutup dengan gelas penutup hingga semua bagian
di bawah gelas penutup dipenuhi larutan tersebut.
Penghitungan sel dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya
menggunakan perbesaran 40X. Sel yang dihitung adalah sel berbentuk bulat
yang berada dalam 25 kotak pada bagian tengah hemasitometer. Jumlah total
sel adalah jumlah seluruh sel yang hidup dan mati. Sel yang hidup tidak akan
berwarna, sedangkan sel yang mati akan berwarna biru (Gambar 8). Jumlah
sel per ml, persen proliferasi dan antiproliferasi dihitung dengan rumus:
a : dihitung berdasarkan kontrol negatif
b : dihitung berdasarkan aktivitas kontrol positif
(a)
(b) (c)
Gambar 8. Profil sel kanker di bawah video photo microscope : (a) sebelum diberi tryphan blue (perbesaran 25x), (b) dan (c) setelah diberi tryphan blue (perbesaran 40x).
Jumlah sel/ml = Jumlah total sel x FP X 104 sel/ml
% Proliferasi = ( ) %100Xnegatifkontrolselrataanjumlah
perlakuanmatihidupselrataanjumlah +
% Antiproliferasia = 100% - % proliferasi
% Antiproliferasib = %100%
% XpositifkontrolerasiAntiprolif
merahbuahfraksierasiAntiprolifa
a
hidup
mati
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK BUAH MERAH
Fraksi minyak dan air yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Gambar 9. Kedua fraksi tersebut diperoleh dari satu rangkaian metode ekstraksi
sentrifugal seperti yang telah tercantum dalam bab sebelumnya (Gambar 7).
(a) (b)
Gambar 9. Fraksi minyak (a) dan fraksi air buah merah (b)
Metode ekstraksi sentrifugal yang digunakan untuk mengekstrak buah
merah memiliki beberapa persamaan tahap dengan metode ekstraksi buah merah
yang dilakukan oleh Susanti (2006), yaitu pengukusan, pengepresan, sentrifugasi,
dan penguapan. Metode ekstraksi modifikasi 2 tersebut dapat dilihat pada
Gambar 10.
Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah bahan hasil ekstraksi
dengan jumlah bahan yang diekstraksi. Rendemen merupakan suatu parameter
yang penting dalam suatu proses produksi. Menurut Budi et al. (2005), hasil
rendemen fraksi minyak buah merah dari metode sentrifugal sebesar 15 % dari
buah merah utuh. Rendemen fraksi air yang diperoleh dari 3 liter pasta sisa
sebesar 1.6 liter atau sekitar 53 % (Tabel 3). Rendemen minyak buah merah hasil
ekstraksi modifikasi 2 sebesar 18% (Susanti, 2006).
Perbedaan rendemen minyak yang dihasilkan dari kedua metode tersebut
dapat dikarenakan adanya perbedaan parameter proses, seperti penggunaan suhu,
waktu, dan tekanan. Sirait (1981) menyatakan bahwa rendemen pengepresan
dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan bahan yang mengandung minyak
sebelum pengepresan. Proses pengukusan yang dilakukan sebelum pengepresan
pada metode sentrifugal dilakukan pada suhu 75oC selama 30 menit, sedangkan
untuk metode modifikasi 2 dilakukan pada suhu 100oC, 15 menit. Menurut Harris
dan Karmas (1989), pengukusan yang lama dengan suhu yang rendah tidak
mempunyai keuntungan yang nyata dalam hal rendemen dibandingkan
pengukusan sebentar pada suhu tinggi. Bahkan jika dilihat dari susut bahan atau
susut akibat oksidasi, pengukusan pada suhu tinggi dengan waktu singkat akan
menghasilkan retensi zat gizi yang lebih besar.
Tabel 3. Rendemen ekstrak buah merah
Fraksi Rendemen (%) Metode sentrifugal Metode modifikasi 2b
Minyak 15 18 Air 53a -
a: dihitung dari pasta sisa b Sumber Susanti (2006)
Rendemen minyak juga dipengaruhi oleh besar tekanan pengepresan.
Rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi seiring dengan semakin besar
tekanan pengepresan hingga mencapai tekanan optimum (Jamieson, 1964).
Tekanan yang digunakan pada metode sentrifugal (1010 psi) lebih kecil
dibandingkan dengan metode modifikasi 2 (4000 – 4500 psi). Perbedaan besar
tekanan yang digunakan pada kedua metode tersebut dapat menghasilkan
rendemen minyak yang berbeda. Hal ini terbukti pada penelitian minyak biji jarak
yang dilakukan oleh Liestiyani (2000).
Semakin besar tekanan pengepresan yang digunakan, rendemen minyak
biji jarak yang dihasilkan semakin besar. Hal ini akan menyebabkan daya tekan
terhadap bahan semakin besar sehingga jaringan bahan semakin mudah rusak dan
minyak dalam biji semakin mudah keluar (Liestiyani, 2000). Penggunaan tekanan
pengepresan yang lebih besar pada metode modifikasi 2 akan memberikan daya
tekan yang lebih besar pada bahan sehingga rendemen minyak hasil modifikasi 2
dapat lebih tinggi.
Selain besarnya tekanan, proses penambahan air pada metode modifikasi 2
dapat meningkatkan rendemen minyak. Penambahan air panas dapat mempercepat
penetrasi panas dalam bahan, yang berasal dari uap air panas. Hal ini
mengakibatkan penggumpalan protein bahan lebih sempurna dan minyak menjadi
lebih mudah keluar sehingga rendemen minyak yang dihasilkan pada metode
modifikasi 2 dapat lebih tinggi dibandingkan pada metode sentrifugal.
Gambar 10. Tahapan Ekstraksi Buah Merah Metode Modifikasi 2 (Susanti, 2006)
Buah merah
Pembelahan dan pembuangan empulur
Penimbangan (1 kg daging buah)
Pengukusan (100oC, 15 menit)
Penambahan air (2 L, 80 oC)
Pemisahan biji dan daging buah
pasta biji
Pengepresan (P 4000 – 4500 psi)
Pengendapan (sentrifugasi 3000 rpm, 10 menit)
Minyak kasar
ampas
Penguapan (vacuum 50 oC, 15 menit)
Minyak (ekstrak buah merah)
B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA EKSTRAK BUAH
Analisis karakteristik kimia yang dilakukan terhadap ekstrak buah merah
antara lain analisis proksimat (analisis kadar air, abu, lemak, protein, dan
karbohidrat) dan analisis kandungan senyawa bioaktif yang meliputi β-karoten, α-
tokoferol, total karoten, total tokoferol, serta total fenol. Pada fraksi minyak buah
merah juga dilakukan analisis fisik (meliputi: berat jenis, indeks bias, turbidity
point, titik cair, dan viskositas) serta analisis kimia (meliputi: bilangan
penyabunan, bilangan iod, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida) yang
terkait dengan derajat kerusakan minyak atau lemak.
Kandungan proksimat dan senyawa bioaktif ekstrak buah merah
Kadar air merupakan jumlah materi yang hilang akibat pemanasan bahan
pangan pada suhu sekitar titik didih air (Jacobs, 1951). Kadar air berdasarkan
basis basah yang diperoleh untuk fraksi minyak sebesar 0.86% dan fraksi air
sebesar 98.92% (Tabel 4). Dibandingkan dengan fraksi air, fraksi minyak buah
merah telah melalui proses lebih lanjut untuk menghilangkan sisa kandungan air
di dalamnya. Pada proses ekstraksi, sampel minyak buah merah telah mengalami
proses penguapan secara vakum sehingga kandungan air pada fraksi minyak
menjadi lebih berkurang, dan dimungkinkan mendekati nol untuk menghindari
terjadinya proses hidrolisis minyak. Kadar air yang tinggi juga dapat mendorong
pertumbuhan mikroba yang akan menyebabkan kerusakan pangan.
Menurut Sherly (1998), kadar air pada buah merah segar sebesar 6.7%
(basis basah). Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air buah
merah menurut Budi (2002), yaitu sebesar 34.9% (Tabel 1). Hal ini dikarenakan
adanya proses pengeringan yang dilakukan Sherly (1998) terhadap buah merah
sebelum dilakukan analisis untuk mencegah kebusukan buah selama proses
pengiriman dari habitat aslinya (Papua).
Bila dibandingkan dengan kadar air pada buah merah segar, fraksi minyak
memiliki kadar air yang lebih rendah (Tabel 4). Hal ini dapat disebabkan adanya
tahap pengukusan pada proses ekstraksi. Pada proses tersebut, air yang
terkandung di dalam bahan akan menguap dan keluar dari bahan. Proses
sentrifugasi juga berperan dalam memisahkan air dari fraksi minyak sehingga
kandungan airnya akan semakin berkurang. Proses pemanasan secara vakum
terhadap fraksi minyak juga merupakan suatu cara untuk menguapkan air yang
masih berada pada fraksi minyak.
Tabel 4. Kandungan proksimat ekstrak buah merah dan buah merah segar kultivar merah panjang asal Wamena
Kandungan Fraksi minyak
Fraksi air Buah merah segara
Kadar air (%bb) 0.86 98.92 6.7 Kadar abu (%bk) 0.03 11.92 2.57 Kadar lemak (%bk) 93.65 38.24 40.41 Kadar protein (%bk) 0.08 42.88 0.86 Kadar karbohidrat (%bk) 6.22 21.96 56.16
a : Pengukuran dilakukan setelah bahan dikeringkan dan tiba Bogor (Sherly, 1998)
bb : Basis basah bk : Basis kering
Menurut Susanti (2006), kadar air minyak hasil metode modifikasi 2
sebesar 0.03% (basis basah). Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
kadar air fraksi minyak hasil metode sentrifugal. Perbedaan nilai ini dapat
dikarenakan perbedaan parameter proses dalam ekstraksi minyak. Pada metode
modifikasi 2, pengukusan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 1000C
sehingga air dalam bahan akan lebih cepat menguap dan keluar dari bahan.
Pengepresan dengan tekanan yang lebih besar (4000 – 4500 psi), akan membuat
daya tekan terhadap bahan lebih besar, sehingga minyak maupun air yang keluar
juga akan lebih banyak. Sentrifugasi yang dilakukan pada kecepatan yang lebih
tinggi (3000 rpm) akan memisahkan fase air dan minyak dengan lebih baik
sehingga air akan terpisah lebih sempurna dari fraksi minyak.
Berdasarkan tahapan metode sentrifugal, seharusnya kadar air fraksi
minyak yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan yang terkandung di
dalam minyak hasil ekstraksi modifikasi 2 karena tidak ada tahap penambahan air
yang dapat meningkatkan kadar air bahan. Hal ini dapat dikarenakan tidak adanya
pemisahan biji sebelum pengepresan pada metode sentrifugal sehingga protein
yang terkandung dalam kulit biji dapat bertindak sebagai emulsifier antara minyak
dengan air. Oleh karena itu, pemisahan air dan minyak menjadi lebih sulit pada
tahap ekstraksi. Proses ini dapat dijelaskan pada kasus minyak biji pepaya
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sirait (1981).
Menurut Sirait (1981), pada proses pengukusan, air masuk ke dalam bahan
dan keluar bersama minyak dalam bentuk emulsi pada saat pengepresan. Jika kulit
biji pepaya (mengandung protein) tidak dihilangkan dengan proses pemisahan,
berarti biji pepaya masih mengandung protein yang lebih banyak. Dengan adanya
protein pada kulit biji yang ikut terekstrak, terjadi emulsi antara minyak dengan
air dengan protein sebagai emulsifier. Adanya mono/digliserida, lesitin, dan
fosfolipid dalam minyak juga dapat berfungsi sebagai emulsifier sehingga
pemisahan air dari minyak lebih sukar. Oleh karena itu, masih banyak air yang
tertinggal dalam emulsi tersebut, yang menyebabkan kadar air minyak pda metode
sentrifugal menjadi lebih tinggi.
Abu dalam bahan pangan merupakan residu anorganik yang
mempresentasikan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan (Pomeranz
dan Clifton, 1971). Menurut Farlex (2008), sebagian besar elemen mineral dalam
bahan pangan, stabil terhadap kondisi pemasakan standar. Mineral tidak hilang
karena adanya panas. Namun, mineral dapat larut ke dalam cairan hasil
pemasakan. Dalam hal ini, mineral larut dalam fraksi minyak dan air. Tabel 4
menunjukkan bahwa nilai kadar abu (basis kering) yang diperoleh untuk sampel
fraksi minyak sebesar 0.03%, fraksi air sebesar 11.92% dan buah merah segar
2.57%. Kandungan mineral pada fraksi minyak dan air lebih rendah dibandingkan
dengan buah merah segar. Hal ini dapat dikarenakan fraksi tersebut telah
mengalami proses pemisahan dengan pasta dan biji yang banyak mengandung
mineral. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung kalsium yang
merupakan salah satu jenis mineral.
Menurut Ketaren (1986), mineral merupakan kotoran yang tidak larut
dalam minyak sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dari fraksi minyak.
Proses pemisahan tersebut umumnya dilakukan secara mekanis, seperti
pengendapan, penyaringan, dan sentrifugasi. Pada proses ekstraksi buah merah
metode sentrifugal terdapat tahap sentrifugasi dan penyaringan sehingga akan
menghasilkan ampas berupa pasta. Pasta yang banyak mengandung komponen
mineral ini dipisahkan dari fraksi minyak dan air. Oleh karena itu, kandungan
mineral pada fraksi minyak dan air hasil ekstraksi tersebut dapat lebih rendah
dibandingkan buah segarnya.
Menurut Sherly (1998), di dalam buah merah terkandung berbagai
komponen mineral seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Buah merah juga
mengandung mineral besi (Budi, 2002). Beberapa mineral seperti Cu, Mn, dan Fe
dapat berfungsi sebagai katalis pada berbagai reaksi yang menyebabkan
kerusakan pada fraksi minyak karena mendorong terjadinya proses oksidasi.
Kadar lemak menunjukkan jumlah kandungan lemak dalam suatu bahan.
Kadar lemak (basis kering) yang diperoleh pada fraksi minyak adalah 93.65%,
sedangkan pada fraksi air adalah 38.24% (Tabel 4). Menurut Muchtadi (2000),
lemak adalah senyawa yang larut pada pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Selain itu, kandungan lemak yang rendah pada fraksi air juga dikarenakan adanya
proses sentrifugasi pada tahap ekstraksi. Proses ini dapat memisahkan fase yang
banyak mengandung lemak dan fase air. Fase minyak akan berada di bagian atas,
sedangkan fase air berada pada bagian tengah (Gambar 11).
Gambar 11. Fase minyak (a), fase air (b), pasta (c)
Kadar lemak pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan buah
merah segar. Hal ini dikarenakan fraksi minyak merupakan hasil ekstraksi dari
beberapa tahap proses yang dilalui buah merah segar, yaitu tahap sentrifugasi
akan memisahkan fraksi minyak dengan air dan pasta serta penguapan vakum
untuk menghilangkan sisa air sehingga fraksi minyak yang diperoleh akan lebih
terkonsentrasi.
a
b
c
Kandungan lemak yang tinggi pada fraksi minyak merupakan sumber
asam lemak yang esensial, diantaranya asam oleat, linoleat dan linolenat yang
tergolong ke dalam asam lemak tidak jenuh. Asam lemak dapat berfungsi sebagai
antibiotik dan antivirus. Asam lemak juga dapat memperlambat dan membunuh
sel tumor aktif (Khomsan, 2005).
Lemak merupakan pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kandungan lemak yang
tinggi memungkinkan vitamin-vitamin tersebut terdapat dalam jumlah yang lebih
banyak pada fraksi minyak. Vitamin A dan E dikenal sebagai pencegah penyakit
degeneratif seperti jantung koroner, stroke, dan kanker (Khomsan,2005).
Kandungan protein yang tinggi pada bahan pangan merupakan suatu
indikator pangan yang bergizi protein tinggi. Protein pangan adalah sumber utama
asam amino yang dikonsumsi, baik sebagai protein atau sebagai asam amino
bebas. Nilai kadar protein basis kering yang diperoleh untuk fraksi minyak
sebesar 0.08%, sedangkan untuk fraksi air sebesar 42.59% (Tabel 4).
Protein merupakan senyawa yang umumnya larut dalam air atau pelarut
polar. Beberapa jenis protein larut air menurut Winarno (1992) yaitu histon,
albumin, pepton, dan proteosa. Adanya protein dalam fraksi minyak kemungkinan
disebabkan adanya konjugasi protein dengan lipid membentuk lipoprotein atau
adanya emulsi antara air dan minyak dengan protein sebagai agen pengemulsi.
Protein berperan penting sebagai biokatalis, komponen struktur sel dan
organ, protein kontraktil, hormon, pengkelat logam, antibodi, protein pelindung,
dan cadangan sumber nitrogen dan energi bagi tubuh (Damodaran, 1997).
Interaksi protein dengan beta-karoten dapat meningkatkan produksi antibodi
dalam tubuh sehingga akan meningkatkan jumlah sel Natural Killer serta
memperbanyak aktivitas sel T helpers dan limfosit. Sel Natural Killer tersebut
dapat menekan kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal
bebas senyawa karsinogen penyebab kanker (Budi et al., 2005)
Kadar protein yang rendah pada fraksi minyak dan air bila dibandingkan
dengan buah merah segar (Tabel 4) dapat dikarenakan di dalam buah merah segar
masih terdapat biji, yang salah satu kandungan di dalamnya adalah protein.
Adanya proses pemisahan kotoran yang berbentuk suspensi koloid pada tahapan
ekstraksi dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein dalam bahan.
Menurut Ketaren (1986), senyawa yang mengandung nitrogen termasuk ke
dalam kotoran dalam minyak yang berbentuk suspensi koloid. Kotoran dalam
bentuk suspensi koloid dapat dipisahkan dengan cara pengendapan dan
penyaringan. Pada metode ekstraksi sentrifugal, terdapat proses sentrifugasi dan
penyaringan yang akan memisahkan fraksi minyak dan air dengan pasta. Protein
tersebut mungkin banyak terdapat pada pasta yang merupakan ampas dari proses
ekstraksi sentrifugal. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung
kalsium, serat alami, dan protein.
Kadar karbohidrat (basis kering) yang diperoleh untuk sampel fraksi
minyak sebesar 6.22%, fraksi air sebesar 21.96% dan buah merah segar 56.16%
(Tabel 4). Kadar karbohidrat basis kering pada fraksi minyak dan air buah merah,
lebih kecil dibandingkan pada buah merah segar. Hal ini dikarenakan pada buah
merah segar masih mempunyai bagian-bagian tanaman yang lengkap seperti biji,
kulit biji, dan empulur yang juga dapat mengandung karbohidrat di dalamnya.
Rendahnya kandungan karbohidrat pada fraksi minyak juga dapat
dikarenakan adanya proses pemisahan ekstrak dengan ampas maupun pasta yang
dihasilkan setelah proses pengepresan, penyaringan (filtrasi), dan sentrifugasi.
Ampas yang dipisahkan tersebut merupakan kotoran yang tidak larut dalam
minyak seperti biji atau partikel jaringan, lendir atau getah, serta serat-serat yang
berasal dari kulit (mungkin selulosa dan lignin). Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya oleh Thung (2005) bahwa pasta buah merah yang merupakan ampas
juga mengandung serat alami selain kalsium dan protein.
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati baik berupa gula
sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang
tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya buah-buahan
mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Karbohidrat berfungsi
sebagai sumber kalori utama bagi tubuh Selain itu, dapat pula untuk mencegah
timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral,
dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1992).
Menurut Southgate (1976), kadar karbohidrat (by difference) yang
ditentukan dalam penelitian ini merupakan nilai total dari gula, pati, pektin,
hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Adanya karbohidrat memungkinkan adanya
kandungan serat pangan pada kedua fraksi dengan kandungan tertinggi pada fraksi
air berdasarkan basis kering (Tabel 4).
Serat pangan (dietary fiber) merupakan kelompok polisakarida dan
polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian
atas tubuh manusia. Serat pangan total terdiri dari komponen serat pangan larut
(soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber,
IDF). SDF merupakan jenis serat pangan yang mungkin banyak terkandung dalam
kedua fraksi, karena IDF mungkin telah terpisah pada tahap penyaringan dan
sentrifugasi. Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam
dinding sel tanaman merupakan sumber SDF (Muchtadi, 2000).
Serat terlarut telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol darah.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa secara fisiologis, serat pangan larut (SDF)
lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein
(LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). Selain itu,
ternyata SDF juga bermanfaat bagi penderita diabetes mellitus, yaitu berhubungan
dengan peranan SDF dalam mereduksi absorpsi glukosa dalam usus. Manfaat lain
SDF adalah membuat perut merasa capat kenyang, sehingga berguna untuk
mempertahankan berat badan normal (Muchtadi, 2000)
Buah merah terkenal karena mengandung senyawa-senyawa yang
berpotensi sebagai antioksidan, yaitu senyawa karoten dan tokoferol. Berdasarkan
hasil analisis yang tercantum pada Tabel 5, kadar β-karoten dan total karoten
pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Kadar beta-
karoten fraksi minyak sebesar 636.24 ppm dan fraksi air buah merah sebesar 0.93
ppm. Total karoten pada fraksi minyak sebesar 4 505.43 ppm, sedangkan pada
fraksi air sebesar 1.11 ppm. Menurut Meiriana (2006), hal tersebut disebabkan
senyawa karotenoid terutama karotenoid provitamin A merupakan komponen
yang bersifat lipofilik karena strukturnya yang nonpolar sehingga larut pada fraksi
yang bersifat nonpolar. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan
hidrokarbon dengan banyak ikatan tidak jenuh. Winarno (1992) juga menyatakan
bahwa minyak dan lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A,
D, E, dan K. Kadar lemak yang lebih tinggi pada fraksi minyak (Tabel 4)
memungkinkan karotenoid yang terlarut juga lebih besar dibandingkan dengan
fraksi air.
Tabel 5. Kandungan senyawa bioaktif ekstrak buah merah
Senyawa bioaktif Fraksi minyak Fraksi air Metode
sentrifugal Metode
modifikasi 2a Total karoten (ppm) 4 505.43 21 430.00 1.11 β-karoten (ppm) 636.24b 4 583.00 0.93 b Total tokoferol (ppm) 22 940.35 10 832.00 1836.03 α-tokoferol (ppm) 481.48 b 1 368.26 1.10 b Total fenol (ppm) - - 210.44
a : Sumber Susanti (2006) b : Hasil pengujian Balai Pasca panen
Kandungan karotenoid yang tinggi, terutama beta-karoten, pada fraksi
minyak, dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan dapat merangsang
sistem imun untuk dapat melawan radikal bebas yang membentuk karsinogen.
Konsumsi beta-karoten 30 – 60 mg/hari selama dua bulan membuat tubuh dapat
memperbanyak sel Natural Killer. Bertambahnya sel-sel tersebut dapat menekan
kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal bebas senyawa
karsinogen yang dapat menyebabkan kanker (Uripi, 2005).
Kandungan beta-karoten pada minyak buah merah lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya berkisar antara 500 – 700
ppm (Widarta, 2007). Menurut Anonim (2007a) dan Budi et al. (2005), kadar β-
karoten pada sari buah merah sebesar 700 ppm dan total karotennya sebesar
12 000 ppm. Total karoten dan β-karoten pada minyak yang dihasilkan dari
metode modifikasi 2 sebesar 21 430 ppm dan 4 583 ppm. Perbedaan nilai tersebut
dengan hasil yang diperoleh pada penelitian dapat dikarenakan karotenoid telah
mengalami sedikit kerusakan akibat panas, oksigen, dan katalis logam. Patterson
(1983) menjelaskan bahwa keberadaan oksigen dan panas yang biasanya menjadi
katalis dalam proses oksidasi, serta peroksida yang terbentuk pada proses oksidasi
lemak, dapat mempercepat oksidasi karoten. Oksidasi akan membuka cincin β-
ionon pada ujung molekul karoten, sehingga menyebabkan kerusakan aktivitas
karoten tersebut sebagai provitamin A. Pemanasan sampai dengan suhu 600C
tidak mengakibatkan dekomposisi karoten, tetapi dapat terjadi perubahan isomer.
Perubahan stereoisomer mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten. Isomer cis
mempunyai nilai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dibandingkan isomer
trans-nya. Secara alami, karoten dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk all-
trans-karoten (Bauernfeind et al., 1981).
Oksidasi karotenoid juga dapat dipercepat dengan adanya katalis logam,
khususnya tembaga, besi, dan mangan yang terjadi secara acak pada rantai karbon
yang mengandung ikatan ganda (Iwashaki dan Murakoshi, 1992). Hasil analisis
yang dilakukan oleh Sherly (1998) menunjukkan bahwa buah merah mengandung
berbagai komponen mineral, seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Menurut Budi
(2002), logam besi juga berada pada buah merah (Tabel 1). Pada fraksi minyak
buah merah, mineral-mineral tersebut berada dalam jumlah yang relatif kecil yang
direpresentasikan oleh kadar abu, yaitu 0.03% (Tabel 4). Keberadaan logam Cu,
Mn dan Fe pada fraksi minyak buah merah dapat mempercepat terjadinya oksidasi
yang mengakibatkan kerusakan karotenoid.
Senyawa peroksida juga dapat mempercepat oksidasi karotenoid
(Patterson, 1983). Fraksi minyak metode sentrifugal memiliki kandungan
peroksida sebesar 12 mek/kg (Tabel 6) yang lebih tinggi dibandingkan kandungan
peroksida pada fraksi minyak metode modifikasi 2. Kandungan peroksida yang
lebih tinggi tersebut mendorong terjadinya kerusakan karotenoid yang lebih besar
sehingga menurunkan jumlah kandungan karotenoid pada fraksi minyak metode
sentrifugal. Keberadaan peroksida pada fraksi minyak dapat terjadi karena adanya
perbedaan metode dan reaksi oksidasi selama penyimpanan.
Kerusakan karoten juga dapat terjadi akibat proses pengolahan dan
penyimpanan. Menurut Belitz dan Grosch (1999), proses pengolahan dan
penyimpanan dapat mendorong terjadinya kerusakan karoten sebesar 5 – 40%.
Fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian telah disimpan selama ± 4 bulan
sehingga kemungkinan untuk mengalami kerusakan sangat tinggi.
Kadar α-tokoferol dan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah
menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air (Tabel 5).
Kadar α-tokoferol dan total tokoferol fraksi minyak secara berurutan adalah
481.48 ppm dan 22940.35 ppm, sedangkan pada fraksi air sebesar 1.10 ppm dan
1836.03 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5a dan 5b.
Fraksi minyak buah merah mengandung tokoferol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan fraksi air. Menurut Machlin (1991), vitamin E tidak larut
dalam air, larut dalam lemak, alkohol, pelarut organik, serta minyak nabati.
Tokoferol bersifat nonpolar sehingga akan lebih larut dalam senyawa nonpolar.
Kandungan tokoferol yang tinggi pada fraksi minyak, bahkan lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya sebesar 1000 ppm
(Widarta, 2007), dapat mencegah penyakit degeneratif, melalui peningkatan
kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang kurang baik akan meningkatkan
resiko terserang kanker sebesar 30%. Perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat
dihasilkan oleh kehadiran vitamin E. Konsumsi vitamin E yang cukup dapat
bermanfaat dalam pembentukan antibodi. Vitamin E juga berfungsi sebagai
antioksidan yang mampu mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat
karsinogen mencapai target sasaran (sel) sehingga kerusakan sel dapat dihindari
(Khomsan, 2005).
Total tokoferol pada fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 (Tabel 5),
sedangkan nilai α-tokoferolnya lebih kecil. Hal ini disebabkan konsentrasi
tokoferol di dalam fraksi minyak metode sentrifugal yang digunakan dalam
pengukuran kadar tokoferol terlalu tinggi sehingga mengakibatkan nilai
absorbansi yang terukur sangat besar, bahkan berada di luar kurva standar. Nilai
absorbansi tersebut lebih besar dibandingkan dengan absorbansi yang dihasilkan
oleh larutan standar pada konsentrasi tertinggi sehingga seharusnya diperlukan
tahap pengenceran. Apabila tahap ini dilakukan, mungkin hasil yang diberikan
akan lebih akurat.
Senyawa fenol merupakan senyawa yang cenderung mudah larut dalam air
karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida (Anonim, 2007c). Oleh
karena itu, analisis total fenol hanya dilakukan terhadap fraksi air. Menurut
Winarno (1997), air mampu melarutkan komponen bahan pangan seperti garam,
vitamin larut air, mineral, dan senyawa-senyawa citarasa seperti yang terkandung
dalam teh dan kopi. Komponen lain yang juga ikut terekstrak dalam pelarut air
adalah protein, peptida, dan senyawa fenol.
Pengujian total fenol bertujuan menentukan total senyawa fenolik yang
terkandung dalam sampel. Senyawa fenolik berkaitan dengan aktivitas
antioksidan yang terkandung di dalam suatu bahan. Semakin tinggi kandungan
fenolik, diduga aktivitas antioksidan bahan tersebut juga semakin tinggi (Yulia,
2007). Total fenol yang terkandung pada fraksi air sebesar 210.44 ppm. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6a dan 6b.
Kandungan total fenol pada fraksi air (setara dengan 0.02% bb atau 19%
bk), memungkinkannya untuk memiliki kemampuan sebagai antioksidan
meskipun tidak sebesar efek yang dapat ditimbulkan oleh ekstrak teh hijau.
Menurut Chen dan Han (2000), kandungan senyawa polifenol pada ekstrak teh
hijau sebesar 54.5 – 76.55% (bk). Menurut Shahidi dan Wanasudara (1992),
senyawa fenol terbukti sebagai sumber antioksidan yang efektif, penangkal
radikal bebas dan pengkelat ion-ion logam.
Senyawa polifenol atau flavonoid juga terdapat dalam apel dan telah
terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dengan menekan aktivitas radikal bebas
dalam tubuh. Senyawa glikosida quercetin pada kulit buahnya mampu
mengurangi aktivitas karsinogenik, yaitu dengan menekan aktivitas enzimatik
yang berhubungan dengan beberapa jenis sel tumor. Senyawa golongan fenolik
mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C
dan E (Hernani, 2005).
Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat
kerusakan minyak
Fraksi minyak buah merah tergolong ke dalam jenis minyak yang dapat
mengalami kerusakan. Analisis sifat fisiko-kimia minyak dilakukan terhadap
fraksi minyak buah merah untuk mengetahui derajat kerusakan yang mungkin
terjadi selama proses pengolahan maupun penyimpanan sehingga mempengaruhi
kualitasnya. Analisis sifat fisik minyak yang dilakukan dalam penelitian, yaitu
berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas, sedangkan
analisis kimia yang dilakukan meliputi bilangan penyabunan, bilangan. asam,
bilangan iod, dan bilangan peroksida. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan
hasil pada metode ekstraksi modifikasi 2 karena memiliki beberapa tahapan yang
sama. Hasil analisis terhadap sifat fisiko kimia fraksi minyak buah merah dapat di
pada Tabel 6.
Berat jenis merupakan perbandingan berat dari suatu volume contoh pada
saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis
dipengaruhi oleh jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap. Semakin
panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, berat jenis semakin
besar. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 6 menunjukkan bahwa berat jenis
minyak yang diperoleh, yaitu 0.90 g/ml. Nilai ini mendekati nilai berat jenis
minyak nabati pada suhu 250C secara umum, yaitu sebesar 0.91- 0.92 g/ml
(Lawson, 1995). Namun, menurut Susanti (2006) berat jenis minyak buah merah
hasil ekstraksi metode modifikasi 2 adalah 0.66 g/ml. Nilai berat jenis yang
diperoleh dalam penelitian ini ternyata lebih tinggi dibandingkan nilai berat jenis
yang diperoleh pada penelitian Susanti (2006). Hal ini menandakan bahwa jumlah
panjang rantai karbon dan ikatan rangkap pada fraksi minyak yang digunakan
dalam penelitian lebih banyak dibandingkan pada minyak yang diperoleh pada
metode modifikasi 2 yang berarti, memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih
tinggi.
Tabel 6. Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah
Analisis Metode sentrifugal Metode modifikasi 2a Berat jenis pada 250C (g/ml ) 0.90 0.66 Indeks bias 1.46 1.47 Turbidity point (oC) 58 - Titik cair (oC) 12.5 12.5 Viskositas (cp) 58.50 1.96 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 242.28 262.62 Bilangan iod (g iod/100 g) 71.02 67.77 Asam lemak bebas (%) 0.35 0.09 Bilangan peroksida (mek/kg) 12.80 0.16 a : Sumber Susanti (2006)
Menurut Liestiyani (2000), selain berhubungan dengan jumlah panjang
rantai karbon dan ikatan rangkap, berat jenis juga berkaitan dengan komponen-
komponen lain yang terdapat dalam minyak. Berat jenis minyak yang lebih tinggi
dapat disebabkan adanya kotoran yang terikut dalam minyak pada saat proses
pengepresan. Hal ini menyebabkan minyak semakin berat dan nilai berat jenisnya
semakin tinggi. Menurut Ketaren (1986), kotoran yang ada di dalam minyak
berupa kotoran terlarut (zat warna, mono dan digliserida, asam lemak) dan
kotoran yang tidak terlarut (ampas hasil pengepresan, seperti biji atau partikel
jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral,
dan sejumlah kecil air).
Pada ekstraksi dengan metode sentrifugal, tidak dilakukan pemisahan biji
sebelum pengepresan seperti pada metode modifikasi 2. Hal ini memungkinkan
biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serta serat-serat yang berasal dari
kulit, ikut terekstrak dalam minyak sehingga meningkatkan berat jenisnya.
Keberadaan air dalam jumlah yang cukup tinggi (0.86%) dan adanya mineral
(abu) juga dapat meningkatkan berat jenis minyak.
Menurut Ketaren (1986), indeks bias pada minyak atau lemak merupakan
derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang
cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak digunakan pada pengenalan
unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Nilai indeks bias minyak
akan berkurang dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas. Hal ini berarti
minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi akan mempunyai indeks bias yang
lebih rendah. Menurut Forma (1979), indeks bias akan semakin tinggi dengan
semakin panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Semakin sukar sinar
dibiaskan dalam suatu medium, maka nilai indeks biasnya akan semakin tinggi.
Indeks bias dipengaruhi oleh proses oksidasi, suhu, dan air.
Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 1.46 (Tabel
6). Menurut Susanti (2006), indeks bias pada minyak buah merah hasil metode
modifikasi 2 adalah 1.47. Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian lebih
rendah dibandingkan nilai tersebut meskipun tidak berbeda jauh. Hal ini dapat
dikarenakan kandungan asam lemak bebas yang lebih tinggi pada fraksi minyak
metode sentrifugal, yaitu sebesar 0.35%. Asam lemak bebas yang terdapat dalam
fraksi minyak dapat dikarenakan terjadinya proses hidrolisis minyak.
Turbidity point merupakan suhu dimana minyak berubah menjadi keruh.
Menurut Winarno (1992), besarnya turbidity point tergantung pada keberadaan
asam lemak bebas. Nilai turbidity point yang diperoleh dari penelitian adalah
58oC. Nilai ini tidak bisa dibandingkan dengan hasil pada metode modifikasi 2
karena analisis tersebut tidak dilakukan. Kandungan asam lemak yang lebih tinggi
akan memberikan indeks bias yang lebih tinggi karena sinar semakin sukar
dibiaskan dalam suatu medium. Semakin sukar sinar dibiaskan dalam suatu
medium menunjukkan medium tersebut dapat lebih keruh atau lebih rapat
sehingga nilai turbidity point kemungkinan akan lebih rendah.
Kekeruhan pada minyak juga dipengaruhi oleh proses pemanasan dan
komponen yang terdapat dalam minyak. Fraksi minyak buah merah mengandung
tokoferol yang cukup tinggi. Semakin lama proses pemanasan akan menghasilkan
minyak yang semakin keruh. Hal ini disebabkan panas yang diterima oleh minyak
akan semakin besar sehingga proses oksidasi tokoferol yang terkandung pada
minyak akan semakin cepat. Oksidasi tokoferol dalam jumlah yang sedikit ini
akan mengakibatkan perubahan warna pada minyak menjadi semakin keruh
(Djatmiko dan Widjaja, 1981).
Menurut Ketaren (1986), lemak atau minyak hewani dan nabati tidak
mempunyai titik cair yang tepat, tetapi mencair diantara kisaran suhu tertentu. Hal
tersebut dikarenakan lemak atau minyak tersebut merupakan campuran dari
gliserida dan komponen lainnya. Nilai titik cair yang diperoleh dari penelitian
adalah 12.5oC (Tabel 6). Nilai ini sama dengan nilai titik cair yang dimiliki oleh
minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Menurut Krischenbauer (1960), asam
lemak selalu menunjukkan kenaikan titik cair dengan semakin panjangnya rantai
karbon. Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya semakin tinggi, mempunyai
titik cair yang semakin rendah.
Viskositas adalah gaya hambat yang mempengaruhi kemampuan mengalir
suatu cairan (Muller, 1973). Viskositas perlu diukur untuk mengetahui tingkat
kekentalan suatu minyak. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal yang
diperoleh sebesar 58.5 cp, sedangkan viskositas minyak metode modifikasi
sebesar 1.96 cp. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Penambahan
air yang dilakukan pada metode modifikasi 2 dapat menurunkan viskositas
minyak sehingga minyak menjadi lebih encer.
Liestiyani (2000) menyatakan bahwa viskositas minyak biji jarak
dipengaruhi oleh tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan. Minyak yang
dipres dengan tekanan 4000 psi menghasilkan minyak yang lebih encer.
Kemungkinan, tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan juga berpengaruh
terhadap viskositas minyak buah merah. Tekanan pengepresan dan suhu
pemanasan bahan pada metode modifikasi 2 lebih tinggi dibandingkan pada
metode sentrifugal. Semakin besar tekanan yang digunakan pada saat ekstraksi
memperbesar kemungkinan terputusnya rantai gliserida. Semakin tingginya suhu
pemanasan menyebabkan terjadinya dekomposisi minyak pada saat ekstraksi
sehingga rantai gliserida terurai menghasilkan senyawa dengan bobot molekul
rendah. Senyawa ini menyebabkan minyak menjadi lebih encer .
Penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang diperlukan untuk
menyabunkan 1 g minyak atau lemak (Pike, 2003). Bilangan penyabunan fraksi
minyak yang diperoleh dalam penelitian, sebesar 242.28 mg KOH/ g sampel.
Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan
ekstrak minyak metode modifikasi 2 (Susanti, 2006) sebesar 262.62 mg KOH/g
sampel. Namun, nilai bilangan penyabunan fraksi minyak tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan berdasarkan rancangan
persyaratan mutu minyak buah merah menurut BBIA (2006) sebesar 221 – 230
mg KOH/g sampel. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi minyak yang digunakan
dan ekstrak minyak metode modifikasi 2 tidak sesuai dengan persyaratan mutu
minyak buah merah.
Perbedaan nilai bilangan penyabunan antara fraksi minyak metode
sentrifugal dan metode modifikasi 2 disebabkan adanya perbedaan pada tahapan
ekstraksi yang dapat mempengaruhi jumlah panjang rantai karbon. Pada metode
modifikasi 2, pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi serta adanya
penambahan air bersuhu 80oC dalam tahapan ekstraksinya. Pemanasan dapat
menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan karbon pada asam lemak sehingga
bobot molekul lemak menjadi lebih rendah dan bilangan penyabunan menjadi
lebih tinggi.
Menurut Silam (1998), bilangan penyabunan di dalam minyak dapat turun
atau naik. Hal ini disebabkan di dalam minyak dapat terjadi reaksi seperti
oksidasi, esterifikasi, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi menghasilkan asam lemak
bebas dan senyawa dengan bobot molekul rendah sehingga minyak yang
mengalami oksidasi akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi.
Sedangkan reaksi esterifikasi dan polimerisasi akan menghasilkan senyawa
dengan bobot molekul tinggi sehingga minyak yang mengalami reaksi esterifikasi
dan polimerisasi mempunyai bilangan penyabunan yang lebih rendah.
Bilangan iod merupakan suatu pengukuran terhadap derajat
ketidakjenuhan, yaitu jumlah ikatan rangkap C-C yang berhubungan dengan
jumlah minyak atau lemak. Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod
yang diserap/100 g sampel. Bilangan iod yang dihasilkan tergantung dari jumlah
asam lemak tidak jenuh pada minyak Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan,
semakin banyak iod yang diserap. Oleh karena itu, semakin tinggi bilangan iod,
semakin tinggi pula derajat ketidakjenuhan.. Bilangan iod fraksi minyak yang
diperoleh dalam penelitian sebesar 71.02 g iod/100 g sampel. Hasil ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai bilangan iod berdasarkan persyaratan mutu
minyak buah merah menurut BBIA (2006) sebesar 74.9 – 78.3 g iod/100 g lemak.
Namun, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan iod pada minyak
hasil ekstraksi metode modifikasi 2 (sebesar 67.77 g iod/100 g minyak). Hal ini
menunjukkan bahwa mungkin telah terjadi oksidasi lemak pada fraksi minyak
buah merah yang digunakan dalam penelitian tetapi tingkat oksidasinya lebih
kecil dibandingkan pada minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2.
Menurut Pike (2003), asam lemak bebas merupakan persentase dari
kandungan asam lemak spesifik berdasarkan bobotnya. Nilai ini menyatakan
jumlah asam lemak bebas dalam minyak atau lemak yang dihubungkan dengan
proses hidrolisa dan oksidasi lemak atau minyak terkait dengan mutunya.
Semakin tinggi kadar asam yang dikandung minyak, semakin tinggi pula tingkat
kerusakan minyak. Kadar asam lemak bebas (dihitung sebagai asam oleat) pada
fraksi minyak metode sentrifugal yang diperoleh dari hasil analisis sebesar 0.35%.
Berdasarkan rancangan standar persyaratan mutu minyak buah merah yang
dikemukakan oleh BBIA (2006), kandungan asam lemak bebas yang dihitung
sebagai asam oleat maksimum sebesar 0.3%. Bila dibandingkan dengan nilai
tersebut, fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar asam
lemak bebas yang lebih tinggi. Hal ini menandakan bahwa fraksi minyak buah
merah yang digunakan dalam penelitian ini, sudah tidak memenuhi rancangan
persyaratan mutu tersebut.
Kandungan asam lemak bebas pada fraksi minyak metode sentrifugal
ternyata juga lebih tinggi dibandingkan kandungan asam lemak bebas pada
minyak yang diekstraksi dengan metode modifikasi 2. Peningkatan kadar asam
lemak bebas pada fraksi minyak dapat terjadi akibat proses hidrolisis minyak
selama pengolahan dan penyimpanan. Proses hidrolisis yang terjadi pada minyak
dapat disebabkan adanya air, asam, alkali, dan uap air. Kandungan air pada fraksi
minyak metode sentrifugal sebesar 0.86%, sedangkan pada minyak hasil ekstraksi
metode modifikasi 2 sebesar 0.03% (Susanti, 2006). Kandungan air yang lebih
tinggi memungkinkan fraksi minyak metode sentrifugal mengalami proses
hidrolisis yang meningkatkan kadar asam lemak bebas.
Tahap pemotongan daging buah merah sebelum pengukusan juga dapat
meningkatkan kadar asam lemak bebas. Sirait (1998) menjelaskan bahwa proses
perajangan atau pemotongan bahan terutama menjadi bentuk yang lebih halus
dapat memecahkan sel bahan dengan lebih sempurna sehingga kontak antara
minyak dengan uap air pengukusan lebih besar. Selain itu, selama pengukusan
terjadi proses hidrolisa minyak yang dipercepat oleh adanya uap air pengukusan.
Kedua hal tersebut mendukung peningkatan asam lemak bebas pada minyak yang
dihasilkan dari pengepresan.
Kandungan asam lemak bebas yang tinggi juga dapat disebabkan oleh
aktivitas enzim lipase. Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dapat terjadi
pada saat minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selain
pada saat pengolahan dan penyimpanan. Lemak hewani dan nabati yang masih
berada dalam jaringan, umumnya masih mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis lemak. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi dapat
disebabkan kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang
dihasilkan oleh kontaminasi mikroba.
Bilangan peroksida merupakan bilangan terpenting untuk menentukan
derajat kerusakan minyak atau lemak. Menurut Wolf (1997), bilangan peroksida
dapat didefinisikan sebagai jumlah milimol peroksida/kg lemak, atau jumlah
miliekivalen O2/kg lemak, atau jumlah mikron O2 aktif/g lemak. Winarno (1990)
menyatakan bahwa bilangan peroksida dapat digunakan sebagai indikator
terhadap ketengikan oksidatif pada minyak atau lemak. Peroksida dapat
ditentukan bila bahan yang mengandung minyak atau lemak, kontak secara
terbuka dengan udara.
Bilangan peroksida yang diperoleh pada fraksi minyak buah merah metode
sentrifugal sebesar 12.80 mek/kg sampel. Nilai tersebut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada metode modifikasi 2 (yaitu 0.16
g/ek) dan nilai bilangan peroksida berdasarkan rancangan standar minyak buah
merah yang diusulkan oleh BBIA (yaitu maksimal 10 mek/kg). Dengan demikian,
fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian sudah tidak
memenuhi rancangan syarat mutu tersebut. Hal ini dapat disebabkan fraksi
minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian telah mengalami
penyimpanan dalam waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadinya
pembentukan peroksida yang lebih banyak. Pembentukan peroksida ini dapat
disebabkan adanya cahaya, suasana asam, dan kelembaban udara selama
penyimpanan.
Bilangan peroksida yang tinggi dikarenakan fraksi minyak banyak
mengalami kontak dengan udara sehingga terjadi reaksi oksidasi yang membentuk
senyawa peroksida. Reaksi oksidasi menghasilkan peroksida terjadi pada ikatan
rangkap sehingga bila reaksi yang terjadi semakin banyak, ikatan rangkap yang
terpecah juga semakin banyak sehingga bilangan peroksida semakin tinggi.
Walaupun fraksi minyak mempunyai bilangan peroksida yang lebih tinggi,
tetapi hal ini tidak mengindikasikan bahwa fraksi minyak yang digunakan dalam
penelitian telah rusak. Menurut Christie (1982), bilangan peroksida bukan
merupakan indikator kerusakan minyak yang baik. Hal ini disebabkan peroksida
yang terbentuk bersifat tidak stabil. Kandungan peroksida yang tinggi sebenarnya
tidak menunjukkan bahwa minyak tersebut telah rusak, melainkan hanya suatu
indikator bahwa minyak tersebut akan segera menjadi rusak. Hal ini karena
parameter kerusakan minyak bukan bilangan peroksida itu sendiri, melainkan
terbentuknya senyawa-senyawa seperti aldehid, keton, dan hidrokarbon yang
menyebabkan ketengikan pada minyak.
C. PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER HELA DAN K-562
Proliferasi merupakan pertumbuhan dengan cara multiplikasi bagian
(misalnya jaringan dan sel) secara cepat (Anonim, 2008b), sedangkan
antiproliferasi berhubungan dengan kemampuan suatu senyawa yang bersifat
mencegah atau menghambat proliferasi. Penghitungan % proliferasi sel dilakukan
berdasarkan perbandingan antara jumlah total sel (hidup dan mati) pada sumur
perlakuan yang diberi fraksi minyak, air, dan kontrol positif dengan jumlah total
sel pada sumur kontrol negatif (hanya berisi sel dan media). Hal ini dilakukan
untuk melihat jumlah sel yang berhasil berproliferasi setelah diberikan
penambahan fraksi buah merah. Penghitungan % antiproliferasi dilakukan untuk
melihat efek penghambatan yang diberikan fraksi buah merah terhadap proliferasi
sel. Penghitungan yang didasarkan pada perbandingan jumlah sel yang hidup atau
mati saja, umumnya dilakukan untuk melihat viabilitas sel.
Viabilitas sel adalah suatu penentuan sel yang hidup atau dapat pula sel
yang mati (mortalitas) berdasarkan jumlah sel total. Pengukuran viabilitas sel
digunakan untuk mengevaluasi kemampuan hidup atau kematian sel kanker dan
penolakan terhadap organ yang dicangkok (Christensen, 2008). Metode ini
umumnya dilakukan untuk melihat perkembangan sel secara rutin.
Pengujian antiproliferasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak
buah merah dalam menghambat proliferasi sel kanker HeLa dan K-562. Pada
pengujian ini, masing-masing fraksi buah merah (fraksi air dan fraksi minyak)
yang digunakan, dibuat dalam tiga konsentrasi berdasarkan dosis konsumsi harian
minyak buah merah yaitu 10, 20, dan 40 µl/ml (Lampiran 1). Fraksi minyak
memerlukan penambahan DMSO (Dimethyl Sulfoxide) dalam pembuatan larutan
uji karena bersifat nonpolar (tidak larut dalam air).
Menurut Skehan (1998), dalam uji kelarutan obat, senyawa yang tidak
larut air harus dilarutkan dalam DMSO dengan konsentrasi antara 0.25 – 1%
sehingga tidak menghambat pertumbuhan sel kanker. DMSO merupakan senyawa
kimia dengan rumus kimia (CH3)2SO. Senyawa ini berupa cairan tidak berwarna
yang larut dalam senyawa polar dan nonpolar. Muir (2007) menyatakan bahwa
DMSO dapat melindungi sel nonkanker sekaligus mempotensialkan aktivitas agen
kemoterapi terhadap sel kanker.
Uji antiproliferasi ini menggunakan senyawa doxorubicin sebagai kontrol
positif antikanker (Lampiran 7). Menurut Anonim (2007a), doxorubicin banyak
digunakan dalam kemoterapi sebagai obat yang dapat berinteraksi dengan DNA.
Menurut Sibuea (1981) dikutip dari Astutik (2007), sel kanker dalam siklus
proliferatif merupakan sel-sel yang sensitif terhadap efek senyawa sitotoksik dan
umumnya obat sitostatika bekerja dengan jalan merusak enzim atau substrat yang
dipengaruhi oleh sistem enzim. Sebagian besar efek pada enzim atau substrat
berhubungan dengan sintesis DNA. Dengan demikian, obat-obat yang toksik dan
bersifat antikanker menghambat sel yang sedang membentuk DNA atau sel yang
sedang membelah.
Pengujian antiproliferasi fraksi minyak dan air buah merah dilakukan
terhadap dua jenis sel kanker, yaitu sel kanker HeLa yang umumnya dibiakkan
dalam bentuk monolayer (sel selapis) dan sel kanker K-562 yang dibiakkan dalam
bentuk suspensi. Jumlah sel HeLa dan K-562 setelah mendapat perlakuan dengan
sampel uji (fraksi minyak dan air buah merah) dihitung dengan metode trypan
blue. Jumlah sel HeLa dan K-562 yang berproliferasi secara berturut-turut dapat
dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 15. Persentase antiproliferasi terhadap
kedua sel dihitung dengan dua alternatif, yaitu berdasarkan kontrol negatif (%
antiproliferasia) dan kontrol positif (% antiproliferasib). Hasil uji antiproliferasi
fraksi air dan minyak buah merah terhadap sel HeLa dan sel K-562 yang dihitung
berdasarkan kontrol negatif secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 13
dan 16, sedangkan hasil uji berdasarkan perhitungan kontrol positif disajikan pada
Gambar 14 dan 17. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 dan
Lampiran 12.
Gambar 12 memperlihatkan bahwa fraksi minyak dan air buah merah
dapat menekan pertumbuhan sel HeLa ditandai dengan adanya penurunan jumlah
sel HeLa dibandingkan dengan kontrol negatif pada tiga konsentrasi uji. Pada
gambar tersebut juga dapat terlihat bahwa jumlah sel HeLa yang hidup, menurun
seiring dengan peningkatan konsentrasi fraksi air buah merah yang diberikan.
Namun untuk sampel fraksi minyak, korelasi tersebut tidak terlihat.
Analisis ragam yang dilakukan terhadap jumlah sel HeLa pada Lampiran
9a, menunjukkan bahwa jenis fraksi buah merah dan perbedaan konsentrasi fraksi
yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel HeLa yang
berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Selain itu, tidak ada interaksi antara
jenis fraksi dan konsentrasi yang berpengaruh nyata terhadap jumlah sel HeLa
yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil tersebut diperkuat dengan
uji Duncan (Lampiran 9b) yang memperlihatkan bahwa jumlah sel HeLa yang
diberi perlakuan fraksi minyak dan air tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat
pada nilai mean kedua fraksi tersebut yang berada pada satu subset. Demikian
pula halnya pada perlakuan konsentrasi. Hasil uji Duncan pada Lampiran 9c
menunjukkan bahwa jumlah sel HeLa pada ketiga taraf konsentrasi tidak berbeda
nyata.
3,1
1,51,7
2,3
1,5 1,41,6
1,2
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Jum
lah
sel/m
l (x
106 )
10 20 40
Konsentrasi (ul/ml)
fraksi minyak
fraksi air
Gambar 12. Proliferasi sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak
dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-) dan doxorubicin sebagai kontrol (+).
Aktivitas antiproliferasi merupakan nilai persentase penghambatan
proliferasi sel yang diberikan oleh bahan uji. Semakin tinggi % antiproliferasi
terhadap sel, semakin tinggi pula aktivitas antiproliferasi sampel.
Gambar 13 memperlihatkan bahwa fraksi minyak dan fraksi air buah
merah memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa pada konsentrasi 10,
K(-) K(+)
20, dan 40 µl/ml meskipun penggunaan doxorubicin sebagai kontrol positif
ternyata memberikan aktivitas antiproliferasi yang tinggi.
Berdasarkan Gambar 13, aktivitas antiproliferasi fraksi minyak buah
merah menurun dengan persentase tertinggi sebesar 52% pada dosis 20 µl/ml,
(yang merupakan dosis konsumsi standar), 48% pada dosis 40 µl/ml, dan
persentase terendah sebesar 46% pada dosis 10 µl/ml. Hal ini menunjukkan
bahwa dosis konsumsi standar (20 µl/ml) akan lebih efektif dalam menekan
aktivitas proliferasi sel HeLa dibandingkan dosis ganda (40 µl/ml) maupun
setengah dosis (10 µl/ml), meskipun perbedaannya tidak terlihat ekstrim. Namun,
hal ini tidak menutup kemungkinan pada konsentrasi yang lebih tinggi, aktivitas
antiproliferasi fraksi minyak buah merah akan meningkat lagi.
0
53
46
27
5254
48
62
0
10
20
30
40
50
60
70
% A
ntip
rolif
eras
ia
10 20 40
Konsentrasi (ul/ml)
fraksi minyakfraksi air
Gambar 13. Persentase antiproliferasia sel HeLa pada berbagai konsentrasi
fraksi minyak dan air buah merah.
Aktivitas antiproliferasi fraksi air buah merah terhadap sel HeLa semakin
bertambah seiring dengan peningkatan konsentrasi fraksi, yaitu 27% pada
konsentrasi 10 µl/ml, 54% pada konsentrasi 20 µl/ml, dan 62% pada konsentrasi
40 µl/ml. Hal ini kemungkinan dikarenakan ada zat-zat terlarut dalam fraksi air
yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti senyawa fito-kimia dan
golongan fenolik. Hernani (2005) menyatakan bahwa senyawa fito-kimia dan
K(-) K(+)
senyawa golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan vitamin C dan E.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 10a menunjukkan bahwa jenis
sampel (fraksi) yang digunakan, yaitu fraksi minyak dan air buah merah, serta
perbedaan konsentrasi fraksi yang diberikan, tidak berpengaruh nyata terhadap %
antiproliferasi pada sel HeLa yang dihitung berdasarkan kontrol negatif pada taraf
signifikansi 0.05. Analisis lanjut menggunakan uji Duncan juga memperlihatkan
tidak adanya perbedaan antara % antiproliferasi sel HeLa oleh fraksi minyak dan
air buah merah (Lampiran 10b) serta konsentrasi yang diberikan (Lampiran
10c) karena semua nilai berada pada subset yang sama. Hasil analisis ragam juga
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara jenis fraksi dengan
konsentrasi yang diberikan terhadap % antiproliferasi sel HeLa.
Gambar 14 memperlihatkan persentase antiproliferasi sel HeLa oleh
fraksi buah merah yang dihitung berdasarkan kontrol positif (doxorubicin). Pada
perhitungan, aktivitas antiproliferasi yang diberikan oleh kontrol positif dianggap
sebagai aktivitas tertinggi (100%) yang dapat menghambat proliferasi sel HeLa.
0
10087
50
98 10291
118
0
20
40
60
80
100
120
% A
ntip
rolif
eras
ib
10 20 40
Konsentrasi (ul/ml)
fraksi minyakfraksi air
Gambar 14. Persentase antiproliferasib sel HeLa pada berbagai konsentrasi
fraksi minyak dan air buah merah
Berdasarkan Gambar 14, secara keseluruhan fraksi minyak memiliki
aktivitas antiproliferasi yang mendekati kontrol positif doxorubicin. Aktivitas
K(-) K(+)
antiproliferasi tertinggi fraksi minyak terhadap sel HeLa diberikan pada
konsentrasi 20 µl/ml sebesar 98% dan terendah pada konsentrasi 10 µl/ml sebesar
87%.
Fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa yang
semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan
(Gambar 14). Pada konsentrasi terendah, aktivitas antiproliferasi fraksi air hanya
setengah dari aktivitas kontrol positif. Namun, aktivitas tersebut dapat melebihi
kontrol positif bahkan 18% lebih tinggi pada konsentrasi 40 µl/ml.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 11a menunjukkan bahwa jenis fraksi,
perbedaan konsentrasi, dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak
berpengaruh nyata terhadap % antiproliferasi terhadap sel HeLa berdasarkan
kontrol positif pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 11b
dan 10c juga memperlihatkan bahwa % antiproliferasi sel HeLa yang diberikan
oleh kedua jenis fraksi dan ketiga taraf konsentrasi yang diberikan, tidak berbeda
nyata pada taraf signifikansi 0.05.
4,9
1,7
2,4
3,1
2,4
1,6 1,9
1,1
0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,55,0
Jum
lah
sel/m
l (x
106 )
10 20 40
Konsentrasi (ul/ml)
fraksi minyakfraksi air
Gambar 15. Proliferasi sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi
minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-) dan doxorubicin sebagai kontrol (+).
Sel kanker lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel K-562.
Perbandingan jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada berbagai konsentrasi
sampel dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan gambar tersebut, jumlah sel
K(-) K(+)
K-562 yang berproliferasi menurun dengan pemberian kedua jenis fraksi. Jumlah
sel K-562 semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. Hal
ini terlihat pada pemberian fraksi air buah merah.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 13a menunjukkan bahwa jenis fraksi
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada taraf
signifikansi 0.05. Namun, perbedaan konsentrasi yang diberikan serta adanya
interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi yang diberikan berpengaruh nyata
terhadap jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil
uji Duncan pada Lampiran 13b memperlihatkan bahwa jumlah sel K-562 antara
pemberian fraksi air dan minyak tidak memberikan hasil yang berbeda nyata.
Sebaliknya, perbedaan konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah
sel K-562. Fraksi dengan konsentrasi 10 µl/ml memberikan jumlah sel K-562
yang berbeda nyata dengan dua konsentrasi lainnya (Lampiran 13c).
0
66
51
36
51
6861
77
01020304050607080
% A
ntip
rolif
eras
ia
10 20 40
Konsentrasi (ul/ml)
fraksi minyakfraksi air
Gambar 16. Persentase antiproliferasia sel K-562 pada berbagai konsentrasi
fraksi minyak dan air buah merah
Nilai aktivitas antiproliferasi ekstrak buah merah terhadap sel K-562 yang
dihitung berdasarkan kontrol negatif dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar
tersebut menunjukkan fenomena yang tidak jauh berbeda dengan hasil yang
diberikan pada pengujian sampel terhadap sel HeLa, yaitu kedua jenis fraksi
K(-) K(+)
memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker. Berdasarkan gambar
tersebut, aktivitas antiproliferasi fraksi air semakin meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi yang diberikan.
Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 14a, diketahui bahwa
jenis fraksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai % antiproliferasi sel K-562
yang dihitung berdasarkan kontrol negatif pada taraf signifikansi 0.05. Hasil
tersebut diperkuat pula dengan uji lanjut Duncan yang memperlihatkan bahwa
nilai % antiproliferasi fraksi minyak dan air berada pada dua subset yang sama
(Lampiran 14b). Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa konsentrasi dan
interaksinya dengan jenis fraksi berpengaruh nyata terhadap % antiproliferasi sel
K-562 pada taraf signifikansi 0.05. Konsentrasi fraksi yang semakin tinggi
memberikan nilai % antiproliferasi yang semakin tinggi pula, terutama terlihat
pada fraksi air.
0
100
78
55
78
103
93
117
0
20
40
60
80
100
120
% A
ntip
rolif
eras
ib
10 20 40Konsentrasi (ul/ml)
fraksi minyakfraksi air
Gambar 17. Persentase antiproliferasib sel K-562 pada berbagai konsentrasi
fraksi minyak dan air buah merah
Gambar 17 memperlihatkan aktivitas antiproliferasi fraksi minyak dan air
buah merah terhadap sel K-562 yang dihitung berdasarkan kontrol positif. Pada
gambar tersebut, dapat dilihat bahwa aktivitas antiproliferasi fraksi minyak
terhadap sel K-562 meningkat pada konsentrasi 40 µl/ml menjadi 93% aktivitas
K(-) K(+)
kontrol positif. Seperti halnya pada sel HeLa, aktivitas antiproliferasi fraksi air
semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Pada konsentrasi 20
dan 40 µl/ml, aktivitas antiproliferasi fraksi air terhadap sel K-562 lebih tinggi
dibandingkan kontrol positif doxorubicin.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 15a menunjukkan bahwa %
antiproliferasi sel K-562 berdasarkan kontrol positif tidak dipengaruhi secara
nyata oleh jenis fraksi pada taraf signifikansi 0.05 tetapi oleh perbedaan taraf
konsentrasi dan interaksinya dengan fraksi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji
Duncan pada Lampiran 15b memperlihatkan bahwa % antiproliferasi yang
diberikan oleh fraksi minyak dan air tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi
0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 15c menunjukkan bahwa % antiproliferasi
terhadap sel K-562 yang diberikan pada berbagai konsentrasi tidak berbeda nyata.
Pada fraksi air terlihat adanya fenomena dose response relationship. Dose
response relationship menggambarkan adanya perubahan efek atau respon yang
dialami oleh suatu organisme, dalam hal ini sel kanker, yang disebabkan
perbedaan dosis senyawa kimia yang diberikan (Anonim, 2008a). Pada kedua
jenis sel kanker, HeLa dan K-562, fraksi air memperlihatkan korelasi antara
konsentrasi dan % antiproliferasi yang dihasilkan, yaitu semakin tinggi
konsentrasi, semakin tinggi pula % antiproliferasi yang dihasilkan.
Secara umum, fraksi minyak dan air buah merah memiliki aktivitas
antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Aktivitas antiproliferasi yang
diberikan juga mampu mendekati, bahkan pada fraksi air memiliki aktivitas
antiproliferasi yang dapat melebihi aktivitas kontrol positif antikanker
(doxorubicin), pada konsentrasi 20 dan 40 μl/ml. Hal ini menunjukkan bahwa
kedua fraksi memiliki kemampuan menghambat proliferasi sel kanker yang setara
atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif.
Murakami et al. (1998) menyatakan bahwa pada umumnya, mekanisme
kerja antikanker berdasarkan atas gangguan pada salah satu proses yang esensial,
yaitu menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dengan mengganggu metabolisme
sel kanker. Suatu senyawa bioaktif bersifat sitotoksik umumnya juga bersifat
nukleofilik sehingga dapat memblok reaksi kovalen antara derivat karsinogen
yang elektrofilik dengan DNA.
Penghambatan aktivitas proliferasi sel kanker kemungkinan dikarenakan
terjadinya kematian pada sel tersebut. Doyle dan Padhye (1995) menyatakan
bahwa kematian sel secara umum pada kultur jaringan, terjadi melalui apoptosis
dan nekrosis. Menurut Govan et al. (1995) apoptosis merupakan mekanisme
kematian sel tunggal atau sekelompok sel yang tersebar di antara sel-sel sehat atau
sel kanker. Kematian sel tersebut disebabkan perubahan metabolik di dalam sel.
Perubahan tersebut diakibatkan gangguan yang dialami sel sehingga terjadi
kondensasi sitoplasma dan inti. Proses ini diikuti dengan pecahnya sel yang
menjadi benda apoptotik yang masing-masing dibatasi oleh dinding sitoplasma
yang terpecah. Benda apoptotik tersebut ditelan oleh sel-sel disekelilingnya dan
diikuti penghancuran total. Nekrosis dicirikan dengan terjadinya lisis sebagian
kecil sampai seluruhnya secara tidak terkontrol yang mengakibatkan pelekatan sel
pada lempeng sumur terganggu sehingga mudah terangkat atau terlepas.
Menurut Jansen et al. (1993), sitotoksisitas terhadap sel-sel tumor
disebabkan adanya induksi apoptosis oleh bahan tertentu yang menghambat
proliferasi sel. Senyawa bioaktif pada buah merah yang dianalisis dalam
penelitian ini, yaitu β-karoten, total karoten, α-tokoferol, total tokoferol, dan total
fenol memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan berfungsi pula sebagai
senyawa fito-kimia.
Fraksi minyak buah merah memiliki kandungan antioksidan yang tinggi,
yaitu betakaroten dan α-tokoferol. Kandungan betakaroten pada minyak buah
merah sebesar 636.24 ppm, lebih besar dibandingkan pada fraksi air yang hanya
0.93 ppm (Tabel 5). Budi et al. (2005) menyatakan bahwa proses kerja
betakaroten buah merah sebagai antioksidan untuk menonaktifkan pertumbuhan
kanker melalui proses metabolisme yaitu berinteraksi dengan protein. Hal ini
dapat meningkatkan produksi antibodi, meningkatkan jumlah sel-sel Natural
Killer, serta memperbanyak aktivitas sel-sel T helpers dan limfosit sehingga
menekan radikal bebas, senyawa karsinogen, dan kehadiran sel kanker.
Senyawa bioaktif lain yang terdapat dalam fraksi minyak buah merah
adalah vitamin E. Menurut Papas (2002), penelitian terhadap peran vitamin E
terhadap kanker difokuskan pada α-tokoferol. Penelitian yang telah dilakukan
baru-baru ini, terutama menggunakan kultur sel, menunjukkan bahwa jenis
tokoferol yang lain dan tokotrienol dapat mempengaruhi perkembangan dan
proliferasi beberapa sel kanker. Penelitian lain menunjukkan bahwa α, γ, dan δ-
tokotrienol serta δ-tokoferol mendorong apoptosis pada sel kanker payudara.
Kandungan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah sebesar 22 940.35 ppm
(Tabel 5). Kandungan yang tinggi tersebut merupakan suatu alasan lain yang
melatar belakangi kemampuan fraksi minyak dalam menghambat proliferasi sel
kanker. Menurut Khomsan (2005), senyawa tokoferol (vitamin E) yang
terkandung di dalam minyak buah merah merupakan obat alami untuk mengatasi
pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen mencapai target (sel)
sehingga kerusakan sel akibat kanker dapat dihindari serta menghalangi
pembentukan nitrosamin (komponen kimiawi yang bersifat karsinogen).
Selain antioksidan, fraksi minyak buah merah juga mengandung asam-
asam lemak dengan kandungan lemak sebesar 93.65% (Tabel 4). Khomsan
(2005) juga menyatakan bahwa asam lemak dapat berfungsi sebagai antibiotik dan
antivirus yang dapat melarutkan membran lipida virus sehingga memblokir virus
tersebut. Asam lemak juga dapat memperlambat dan membunuh sel tumor aktif.
Asam oleat (W9) sebanyak 56.2% pada buah merah dapat memblokir senyawa
eicosanoids (senyawa yang menstimulasi pertumbuhan tumor) pada binatang
percobaan. Kandungan W9 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan
pada minyak sawit sebesar 40.95% (Anonim, 2008c).
Secara keseluruhan, kandungan karoten dan tokoferol pada fraksi air buah
merah jauh lebih rendah dibandingkan pada fraksi minyak. Namun, berdasarkan
Gambar 13 dan Gambar 16, fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap
sel kanker yang lebih tinggi dibandingkan fraksi minyak, dimulai pada
konsentrasi 20 ul/ml dan 40 ul/ml. Hal ini dapat disebabkan adanya jenis fito-
kimia lain selain karotenoid dan tokoferol, yang bersifat polar, mungkin dari
golongan fenol atau flavonoid. Hasil analisis total fenol terhadap sampel fraksi air
buah merah (Tabel 5), menunjukkan bahwa kandungan total fenol pada fraksi air
buah merah sebesar 210.44 ppm. Menurut Hernani (2005), senyawa golongan
fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan
vitamin C dan E. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100x lebih
efektif dibandingkan dengan vitamin C dan 25x lebih efektif dibandingkan
vityamin E. Oleh karena itu, efek antiproliferasi yang diberikan terhadap sel
kanker akan lebih tinggi. Mukhopadhyay (2000) menjelaskan bahwa polifenol
memiliki kemampuan berikatan dengan metabolit lain (protein, lemak, dan
karbohidrat) membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga menghambat
mutagenesis dan karsinogenesis. Polifenol mempunyai sifat antioksidatif dan
antitumor.
Fito-kimia sudah terbukti dapat mencegah timbulnya kanker kolon,
payudara, usus dan lambung. Isoflavon yang banyak terdapat pada kedelai,
ginseng, buah dan sayur dapat menurunkan risiko terhadap kanker payudara.
Senyawa fenolik kurkumin dari kunyit dan polifenol katekhin dari teh bersifat
protektif terhadap kanker lambung dan usus (Amelia, 2002). Fitokimia lainnya,
seperti senyawa flavonoid (termasuk golongan polifenol) telah terbukti secara in
vitro mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan, menghambat
penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi oksidasi nitrit yang
dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah dan juga menghambat pertumbuhan
sel kanker (Karyadi, 2007).
Faktor lain yang mempengaruhi proliferasi adalah pH lingkungan. Hasil
pengukuran pH terhadap kedua jenis fraksi menunjukkan bahwa pH fraksi air
buah merah sebesar 6.13 sedangkan pH fraksi minyak sebesar 6.91. Freshney
(1992) menyatakan bahwa pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4. Bila pada proses
pembiakan sel, pH media lebih rendah dari 7, pertumbuhan sel biasanya
terhambat. Namun, media kultur telah dilengkapi dengan buffer HEPES yang
berfungsi mempertahankan pH lingkungan kultur sehingga tetap berkisar 7.4.
Kelarutan fraksi minyak dalam media kultur merupakan satu hal lain yang
perlu dipertimbangkan sebagai alasan rendahnya % antiproliferasi yang diberikan
terhadap sel kanker bila dibandingkan dengan fraksi air (secara umum). Media
pertumbuhan (DMEM/F12) yang digunakan merupakan media yang bersifat
polar, sedangkan fraksi minyak bersifat nonpolar. Senyawa yang bersifat nonpolar
akan lebih larut dalam pelarut nonpolar. Oleh karena itu, fraksi minyak mungkin
tidak larut secara sempurna dalam media, meskipun fraksi minyak telah diberi
penambahan DMSO sebagai pelarut yang akan membantu kelarutannya dalam
media. Hal ini menyebabkan kontak antara fraksi minyak dengan sel lebih
terhambat dan aktivitas antiproliferasinya secara in vitro menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan fraksi air yang bersifat lebih polar.
66
53 5146
51 52
61
48
0
10
20
30
40
50
60
70
% A
ntip
rolif
eras
i
kontrolpositif
10 20 40
Konsentrasi (ul/ml)
K-562
HeLa
Gambar 18. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada berbagai
konsentrasi fraksi minyak buah merah
66
53
36
27
68
54
77
62
0
10
20
30
40
50
60
70
80
% A
ntip
rolif
eras
i
kontrolpositif
10 20 40
Konsentrasi (ul/ml)
K-562HeLa
Gambar 19. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada
berbagai konsentrasi fraksi air buah merah
Gambar 18 dan 19 secara keseluruhan menunjukkan bahwa sel K-562
lebih dapat dihambat oleh kedua jenis fraksi buah merah dibandingkan dengan sel
HeLa meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai %
antiproliferasi kedua fraksi yang secara umum lebih tinggi terhadap sel K-562.
Menurut Ananta (2000), hal tersebut dapat disebabkan sifat dari sel HeLa yang
monolayer mengandung kolagen yang berperan sebagai penguat struktur sel. Sel
HeLa dapat berproliferasi pada dinding dasar media sehingga strukturnya menjadi
lebih kuat dan kurang dapat dihambat oleh senyawa-senyawa antiproliferatif
tertentu. Berbeda halnya dengan sel K-562, pertumbuhannya tidak membutuhkan
penguat struktur sel untuk menempel pada dasar media.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis proksimat, diperoleh kadar air (basis basah) untuk
fraksi minyak dan air berturut-turut adalah 0.86 dan 98.92%, kadar abu (basis
kering) sebesar 0.03 dan 11.92%, kadar lemak (basis kering) 93.65 dan 38.24%,
kadar protein (basis kering) sebesar 0.08 dan 42.88%, serta kadar karbohidrat
(basis kering) sebesar 6.22 dan 21.96%.
Fraksi minyak mengandung total karoten sebesar 4 505.43 ppm dengan
kandungan β-karoten sebesar 636.24 ppm. Fraksi air mengandung total karoten
sebesar 1.11 ppm dengan β-karoten sebesar 0.93 ppm. Nilai total tokoferol untuk
fraksi minyak adalah 22 940.35 ppm dengan kandungan α-tokoferol sebesar
481.48 ppm. Fraksi air memiliki total tokoferol sebesar 1836.03 ppm dengan α-
tokoferol sebesar 110 ppm. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa
karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air.
Berdasarkan analisis fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan
derajat kerusakan minyak, diperoleh nilai titik cair sebesar 12.5oC, berat jenis 0.90
g/ml, turbidity point 58.0oC, indeks bias sebesar 1.46, nilai bilangan peroksida
sebesar 12.80 mg ekivalen/kg, bilangan penyabunan 242.28 mg KOH/g sampel,
bilangan iod 71.02 g iod/100 g lemak, dan asam lemak bebas sebesar 0.35%.
Hasil uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker
secara in vitro menunjukkan bahwa kedua jenis fraksi buah merah mempunyai
aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Aktivitas
antiproliferasi kedua fraksi dapat mendekati bahkan melebihi aktivitas yang
dimiliki oleh kontrol positif (doxorubicin) pada konsentrasi yang semakin tinggi.
Hasil analisis ragam dan uji Duncan menunjukkan bahwa jenis fraksi, perbedaan
konsentrasi, serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel HeLa. Jenis sampel juga tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel K-562.
Namun, jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel K-562 dipengaruhi secara nyata
oleh perbedaan konsentrasi serta interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi.
Peningkatan konsentrasi sampel yang diberikan, yaitu 10, 20, dan 40 µL/mL
menyebabkan penurunan jumlah sel dan peningkatan nilai %antiproliferasi
terhadap sel K-562.
B. SARAN
Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian aktivitas
antiproliferasi fraksi minyak dan air buah merah terhadap sel kanker secara in
vivo untuk melengkapi bukti ilmiah yang mendukung kemampuan ekstrak buah
merah dalam melawan kanker. Selain itu, pengujian terhadap sel kanker jenis lain
seperti sel kanker Caco2, sel kanker payudara, prostat, dan lain sebagainya perlu
dilakukan karena kemungkinan aktivitas yang diberikan akan berbeda. Pada
pengukuran total tokoferol, sebaiknya dilakukan tahap pengenceran sampel
sehingga nilai yang dihasilkan akan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Ade 2007. Kampanye Deteksi Dini Kanker Pada Anak www.koalisi.org/
TopikYouth.htm [23 Juli 2007] Agustinisari I. 1998. Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Segar
dan Bertunas terhadap Proliferasi Beberapa Alur Sel Kanker dan Normal. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Amelia. 2002. Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker.
http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1100397943&2 [ 20 Juli 2007].
Ananta E. 2000. Pengaruh Ekstrak Cincau Hijau (Cyclea barbata L. Miers)
terhadap Proliferasi Alur Sel Kanker K-562 dan HeLa. Skripsi. Fakultas Teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Anonim. 2006. HeLa Cell Culture. http://www.microscopyu.com/galleries/
dicpHasecontrast/helapclarge.html [5 Desember 2006]. ________. 2007a. Doxorubicin. http://en.wikipedia.org/wiki/doxorubicin. [30 Juli
2007]. ________. 2007b. Trypan blue. http://en.wikipedia.org/wiki/trypan_blue [30 Juli
2007]. . 2007c. Fenol. . http://en.wikipedia.org/wiki/fenol [2 Desember 2007] . 2008a. Dose Response Relationship. http://en.wikipedia.org/wiki/dose
response_relationship [24 Januari 2008] ________ . 2008b. Proliferation. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/
proliferation/ [ 1 Februari 2008] _________. 2008c. Antara Minyak Sawit, Zaitun, dan VCO.
http://www.kaskus.us/ [1 Februari 2008] AOAC (Association of Official Agricultural Chemists). 1995. AOAC Official
Methods of Analysis 926.12. Moisture and Volatile Matter in Oils and Fats. Vol 2 (41) : 1 – 1. Washington DC.
______________________________________________. 1995. AOAC Official
Methods of Analysis 960.52. Microchemical Determination of Nitrogen. Vol 2 (12) : 7 - 7. Washington DC.
Apriyantono A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati, dan S Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Astutik TP. 2007. Aktivitas Antiproliferasi Subfraksi B1 dari Fraksi Etil Asetat
Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
ATCC (American Type Culture Collection) 2006. Catalogue of Cell Lines and
Hybridomas. 7th American Type Collection.http://www.lgcpromochem-atcc.com/common/cellbiology/ [5 Desember 2006].
Ball GFM. 2000. Fat Soluble Vitamins Assay in Food Analysis. Elsevier Science
Publish.Co.Inc., New York. Bauernfeind JC, CR Adams, dan WL Marusich. 1981. Carotenes and vitamin A
precursor in animal feed. Di dalam: JC Bauernfeind. Ed. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursors. Academic Press Inc., New York
BBIA (Balai Besar Industri Agro). 2006. Kajian Teknis Standar Buah Merah.
Laporan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan BBIA, Jakarta. Belitz HD dan W Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. Budi IM. 2002. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai Jenis
Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Hasil Ekstraksi Secara Tradisional di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya. Tesis. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Budi IM dan FR Paimin. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Budi IM, R Hartono dan I Setyonova. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah Merah .
Penebar Swadaya, Jakarta. Chen J dan C Han. 2000. The protective effect of tea on cancer: human evidence.
Di dalam: WR Bidlack, ST Omaye, MS Meskin, dan DKW Tophan. Phytochemicals as Bioactive Agents. Technomic Publ. Co. Inc, Lancaster.
Christensen E. 2008. What is Cell Viability. http://www.wisegeek..com/ [1
Februari 2008]. Christie WW. 1982. Lipid Analysis 2nd Ed. Pergamen Press, London. Damodaran S. 1997. Food proteins: an overview. Di dalam: S Damodaran dan A
Paraf. Eds. Food Proteins and Their Aplication. Marcel Dekker, New York.
Dionisi F, J Prodolliet dan E Tagliaferri. 1995. Assessment of Olive Oil Adulteration by Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography/Amperometic Detection of Tocopherols and Tocotrienols. J. Am. Oil. Chem. Soc. 72: 1505 – 1511.
Djatmiko B dan Widjaja. 1981. Minyak dan Lemak. Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Bogor. Doyle MP dan NV Padhye. 1995. Escherichia coli. Marcell Dekker, New York. Elson CE dan SG Yu. 1994. The Chemoprevention of Cancer by Mevalonate,
Derived Constituents of Fruit and Vegetables. J. Nutr. 124:607-614. Ensminger, Konlade dan Robson. 1983. Food And Nutrition Encyclopedia. Regus
Press, California. Farlex. 2008. Cooking. http://www.encyclopedia2.thefreedictionary.com/cooking
+basic+topics [4 Januari 2008]. FDA (Food and Drugs Administration). 2007. Doxorubicin official FDA
information, side effects, and uses. http://www.drugs.com/pro/ doxorubicin/ html [30 Juli 2007].
Fessenden RJ dan JS Fessenden. 1992. Kimia Organik. Airlangga, Jakarta. Freshney IR. 1985. Culture of Animal Cell: A Manual of Basic Technique. Alan
R. Liss, New York. ____________.1992. Culture of Animal Cell. John Milley and Sons Co., New
York. ____________.1994. Culture of Animal Cell. 3th Ed. John Milley and Sons Co.,
New York. Gan S dan Nafrialdi. 1989. Antikanker dan Imunosupresan. Di dalam: S Gan. Ed.
Farmakologi dan Terapi. Hal. 686 -701. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Giamalva DH, DF Church dan WA Pryor. 1985. A Comparison of The Rates of Ozonation of Biological Antioxidants and Oleate and Linoleate Esters. Biochem. Biophys. Res. 133 : 1615 – 1623.
Giese AC. 1979. Cell Physiology. W.B. Sanders Co., Philadelphia. Govan DT, PS Cadt, PS Macfarlane dan R Calleander. 1995. Pathology
Illustrated. Churchil Living Stone, New York. Guyton AC. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokomia. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Harris RS dan E Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Penerbit ITB, Bandung. Hernani 2005. Dapatkah buah merah diganti dengan tanaman antioksidan
lainnya?. Majalah Plus+ Vol. 1.hlm 40-43 Huang MT dan T Ferraro. 1992. Phenolic Compounds in Food and Cancer
Prevention. American Chemical Society, Washington. Hudson BJF. 1990. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Irawan D. 2006. Mengenal Buah Merah yang Semakin Populer. http://www
Waspada.co.id/Serba serbi/htm [5 Desember 2006] Irwan B. 1996. Intervensi Sayur dan Buah Pembawa Vitamin C dan E untuk
Meningkatkan Proliferasi Sel Limfosit dan Aktivitas Sel Natural Killer Populasi Buruh Pabrik di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iwashaki F dan M Murakoshi. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Market.
J. Inform. 3 (2) : 210 – 217. Jacobs MB. 1951. The Chemical Analysis of Foods and Foods Products. D Van
Nostrand Company Inc., New York. Jadav SJ, SS Nimbalkar, AD Kulkarni, dan DL Madhavi. 1996. Lipid oxidation in
biological and food systems. Di dalam: DL Madhavi, SS Desphande, dan DK Salunkhe. Eds. Food Antioxidants: Technological, Toxicological, and Health Perspectives. Marcel Dekker, Inc, New York.
Jamieson GS. 1964. Vegetable Fats and Oils. Reinhold Publishing Coorporation,
New York. Jansen O, A Scheffer dan D Kabelitz. 1993. In Vitro Effects of Mistletoe Extracts
and Mistletoe Lectins. Cytotoxicity Toward Tumor Cell Due to Induction of Programmed Cell Death (Apoptosis). Arzneimittelforschung. 43 (11) : 1221 – 1227.
Johnherf. 2007. Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara RI.
http://johnherf.wordpress.com. [23 November 2007] Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kimball JW. 1990. Biology. Erlangga, Jakarta.
Khomsan, A. 2005. Kanker vs buah merah. Di dalam: Plus+ Vol. 1 Hlm 21-22. Krinsky NI. 1988. Mechanism of Action of Biological Antioxidants. Society for
Experimental Biology and Medicine, Boston. Krischenbauer. 1960. Fat and Oil : An Outline of Their Chemistry and
Technology. Reinhold Publishing Co., New York. Lawson H. 1995. Food Oils and Fats: Technology, Utilization, and Nutrition.
Chapman and Hall, New York. Lewin B. 1990. Genes IV. Cell Press, Cambridge. Lewis WH. 1977. Medical Botany. A Willey Interscience Publ., New York. Liestiyani O. 2000. Pengaruh Suhu Pemanasan Biji Jarak, Waktu, dan Tekanan
Pengempaan Dingin terhadap Mutu Minyak Biji Jarak (Ricinus communis L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Machlin LJ. 1991. Vitamin E. Di dalam: L.J Machlin. Handbook of Vitamins.
Marcell Dekker Inc., New York. Malole MBM. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Pusat Antar Universitas,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. McAteer JA dan J Davis. 1994. Basic cell culture technique and the maintenance
of cell lines. Di dalam: J Davis. Ed. Basic Cell Culture: A Practical Approach, IRL Press, New York.
Meiriana Y. 2006. Pengaruh Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.)
terhadap Aktivitas Proliferasi Sel Limfosit Manusia secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Muchtadi D. 2000. Sayur-sayuran sebagai Sumber Serat dan Antioksidan
Mencegah Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mueller SC, Y Yeh dan WT Chen. 1992. Tyrosine Phosphorylation of Membrane
Protein Mediates Cellular Invasion by Transformed Cells. J. Cell Biol. 119: 1309-1325.
Muir M. 2007. DMSO: Many Uses, Much Controversy. http://www.dmso.org/
articles/information/pmuir.htm [10 Maret 2007] Mukhopadhyay M. 2000. Natural Extracts Using Super Critical Carbondioxide.
CRC Press, New York.
Muller HG. 1973. An Introduction to Food Rheology. William Heinemann Ltd., London.
Murakami A, H Ohigashi dan K Koshimizu. 1996. Antitumor Promotion with
Food Phytochemicals: Astrategy for Cancer Chemoprevention. Biosci. Biotech. Biochem. 60: 1-8.
Murakami A, H Morita, R Safitri, A Ramlan, K Koshimizu dan H Higashi. 1998.
Screening for In Vitro Anti Tumour-Promoting Activities of Edible Plants from Indonesia. J. Cancer Detection and Prevention.. 22 (6) : 516 – 525.
Nakatani N. 1993. Natural antioxidant from spices. Di dalam: MT Huang, CT Ho
dan CY Lee. Phenolics Compounds in Food and Their Effects in Health II. ACS. Symposium Series 507. American Chemical Society, Washington.
Nielsen SS. 2003. Food Analysis. Marcel Dekker, New York. Papas AM. 2002. Beyond α-tocopherol: the role of the other tocopherol and
tocotrienols. Di dalam: MS Meskin, WR Bidlack, AJ Davies dan ST Omaye. Eds. Phytochemicals in Nutrition and Health. CRC Press, London
Parker. 1992. Ekstraksi karotenoid dari minyak sawit. Di dalam G Efendi. Teknik
Mikroenkapsulasi Provitamin A dari Minyak Sawit Merah dengan Metode Koaservasi Kompleks. Skripsi S1 Fateta, IPB. Bogor.
Parkin. 2002. Cancer Statistic Rate. http://www.globalcancerstatistics/htm [5
Desember 2006] Patterson HBW. 1983. Hydrogenation of Fats and Oils. Elsevier Applied Science,
London Pike OA. 2003. Fat characterization. Di dalam: SS Nielsen. Food Analysis. 3th ed.
Kluwer Academic, New York. Pomeranz Y dan EM Cliffton. 1971. Food Analysis, Theory and Practice. AVI
Publ. Co.Inc., Westport, Connecticut. Priosoeryanto BP. 1994. Morfological and Cell Biological Studies of Tumors in
Domestic Animals. Disertasi.University of Miyazaki. Roitt ZM. 1991. Essential Immunology. Black Well Scientific Publ., London. Sadsoeitoeboen MJ. 1999. Pandanaceae: Aspek Botani dan Etnobotani Dalam
Kehidupan Suku Arfak di Irian Jaya. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Schunack W, K Mayer dan M Haake. 1990. Senyawa Obat. Edisi 2. Terjemahan Wattimena dan S. Soebito. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Sclesingerman, A. 2003. Welcome to America: the land of fat.
http://hypertextbook.com/facts/2003/AlexSclessingerman.shtml [30 Juli 2007]
Shahidi F dan PKJ Wanasudara. 1992. Phenolic antioxidants. Di Dalam: WR
Bidlack dan W Wang 2000. Designing Functional Foods to Enhance Health. Technomic Publ. Co., Inc.,Lancaster, Basel.
Shahidi F. 1997. Natural Antioxidants: Chemistry, Health, Effects, and
Application. AOCS Press, Illinois Shamsuddin AM. 1995. Inositol Phosphates Have Novel AntiCancer Function. J.
Nutr.125: 7255-7325. Sheffy BE dan RD Schultz. 1978. Influence of Vitamin E and Selenium on The
Immune Response Mechanism. Cornell Vet. 68: 89-93. Sherly. 1998. Ekstraksi Minyak dari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) dan
Komposisi Asam Lemaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Shetty K, OF Curtis, RE Levin, R Witkowsky dan W Ang. 1995. Prevention of
Vitrification Associated with In Vitro Shoot Culture of Oregano (Origanum vulgore) by Pseudomonas spp. Plant Physiol. 147 : 447 – 451.
Silalahi J dan N Hutagalung. 2008. Komponen–Komponen Bioaktif Makanan dan
Pengaruhnya terhadap Kesehatan. http://www.tempointeraktif.com/ medika/arsip/062002/pus-3.htm-jansen [18 Januari 2008]
Silam. 1998. Ekstraksi Minyak Biji Karet (Hevea Brasiliensis) dengan Alat
Pengempa Berulir (expeller) dan Karakteristik Mutu Minyaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Sirait SD. 1981. Mempelajari Pengaruh Perlakuan Pendahuluan pada Pengepresan
Biji Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Rendemen dan Mutu Minyak yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor
SNI (Standar Nasional Indonesia). 1998. 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan
Lemak Pangan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Southgate DAT. 1976. Determination of Food Carbohydrate. Applied Science
Pub., London.
Spector WG dan TD Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Terjemahan Soetjipto N.S. Gajah Mada, Universitas Press, Yogyakarta.
Stahl W dan H Sies. 1996. Biological activity of carotenoids and their
bioavailability in human organism. Di dalam : JT Kumpulainen dan JT Solanen. Eds. Natural Antioxidant and Food Quality in Atherosclerosis and Cancer Prevention. The Royal Society of Chemistry, Cambridge.
Starr, T dan Starr, C. 1989. Biology: the unity and diversity of life.
http://hypertextbook.com/facts/1998/LanNaLee.shtml [30 Juli 2007] Starvic B dan TS Matula. 1992. Flavonoids in foods: their significance for
nutrition and health. Di dalam: ASH Ong dan L Parker. Eds. Lipid Soluble Antioxidants:Biochemistry and Clinical Application. Birkhauser Verlag, Barel.
Stephen A dan J Cummings. 1980. Mechanism of Action of Dietary Fibre in The
Human Color. Nature 284: 283-284. Susanti. 2006. Karakterisasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoides Lam.) dan
Uji Biologis terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Taylor JK, T Levy, ER Suh dan G Traber. 1997. Activation of Enhancer
Elements by The Homeobox Gene Cdx2 is Cell Line Specific. http://www.Nucleicacidsresearch/htm [19 Januari 2006]
Temin HM, RWJr Pierson dan NC Dulak. 1972. The Role of Serum in The
Control of Avian and Mammalian Cells in Culture. Di dalam: GH Rothblat dan VJ Cristavalo. Eds. Growth Nutrition and Metabolism of Cell Culture. Academic Press, New York.
Thung H. 2005. Biarlah Emas Merah Jadi Berkat Bagi Masyarakat Papua. Di
dalam: Plus+ Vol. 1. Hlm 33. Uripi V. 2005. Sari Buah Merah Pengendali Zat Radikal Bebas. Di dalam: Plus+
Vol. 1. Hlm 25 – 26. Wahyuni L. 2000. Mempelajari Pengaruh Suhu Pemanasan Oven, Waktu dan
Tekanan Pengempaan terhadap Rendemen Mutu Minyak Kulit Biji Jambu Mete. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Walum E, K Stenberg dan D Jansen. 1990. Understanding Cell Toxicology. Ellis
Horward, New York. Widarta IWR. 2007. Jadikan Minyak Sawit Merah Sebagai Pangan Fungsional.
http://www.balipost.co.id/ [1 Februari 2008].
Winarno FG. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. .1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia, Jakarta. .1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia, Jakarta ___________.1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Wolf JP. 1997. Analysis and determination of Lipid. Di dalam: J.L. Multon, ed.
Analysis of Food Constituent. Willey-VCH, New York. Wong ML, RE Tims dan EM Goh. 1988. Colorimetric Determination of Total
Tocopherol in Palm Oil, Olein, and Stearin. Journal American Oil Chemical Society (65): 2
Yulia O. 2007. Pengujian Kapasitas Antioksidan Ekstrak Polar, Nonpolar, Fraksi
Protein, dan Nonprotein Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi fraksi buah merah
Konsumsi normal minyak buah merah per hari = 10 mL Konsumsi tersebut masuk ke dalam 5 liter darah sehingga konsentrasinya menjadi: 10 mL /5000 mL = 1/500 ( ml
ml ) Konsentrasi tersebut disesuaikan dengan konsentrasi fraksi di dalam sumur, sehingga:
V1 x M1 = V2 x M2
1000µl x 1/500 ( mlml ) = 100µL x M2
M2 = 0,02 ( mlml )
= 20 ( mlLμ ) (dosis normal) K2
Keterangan: V1 = volume total sumur M1 = konsentrasi fraksi dalam sumur V2 = volume fraksi yang ditambahkan dalam sumur M2 = konsentrasi fraksi yang ditambahkan dalam sumur (larutan stok)
Pengenceran fraksi dibuat dalam tiga tingkatan (v/v) berdasarkan dosis normal, yaitu: K1 = 0.5 x dosis normal = 0.5 x 0,02 ml
ml = 0,01 mlml = 10 ml
Lμ
K2 = 1 x dosis normal = 1 x 0,02 mlml = 0,02 ml
ml = 20 mlLμ
K3 = 2 x dosis normal = 2 x 0,02 mlml = 0,04 ml
ml = 40 mlLμ
Konsentrasi fraksi dalam sumur:
K1 = 10 mlLμ x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 1 µl dalam 1 ml = 1 µl/ml
K2 = 20 mlLμ x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 2 µl dalam 1 ml = 2 µl/ml
K3 = 40 mlLμ x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 4 µl dalam 1 ml = 4 µl/ml
Lampiran 2. Rancangan pemetaan sampel pada lempeng kultur bersumur 24 buah
A B C D E F
Keterangan perlakuan sumur:
A1, B1, C1 = kontrol negatif D1, E1, F1 = kontrol positif A2, A3, A4 = fraksi air 10 μL/mL B2, B3, B4 = fraksi air 20 μL/mL C2, C3, C4 = fraksi air 40 μL/mL D2, D3, D4 = fraksi minyak 10 μL/mL E2, E3, E4 = fraksi minyak 20 μL/mL F2, F3, F4 = fraksi minyak 40 μL/mL
1
2
3
4
Lampiran 2. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) ( di file Lampiran 2)
Lampiran 3. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium)
Lampiran 4a. Rekapitulasi data analisis físiko-kimia ekstrak buah merah
Jenis Analisis Fraksi minyak Fraksi air
ul 1 ul 2 ul 3 Rataan ul 1 ul 2 ul 3 Rataan Kadar air (%bk) 1.03 0.69 0.87 0.86 8828.57 8749.56 9900 9159.38Kadar abu (%bk) 0.04 0.02 0.03 0.03 12.5 13.27 10.00 11.92 Kadar protein (%bk) 0.06 0.09 0.07 0.08 34.82 39.82 54.00 42.88 Kadar lemak (%bk) 93.64 93.65 93.67 93.65 46.43 36.28 32.00 38.24 Kadar karbohidrat (%bk) 6.25 6.24 6.17 6.22 6.25 10.71 5 21.96 Total karoten (ppm) 4506.80 4494.02 4515.47 4505.43 1.19 0.99 1.15 1.11 β-karoten (ppm)* 636.24 - - 636.24 0.93 - - 0.93 Total tokoferol (ppm) 23260.78 23157.89 22402.38 22 940.35 2096.03 1561.97 1850.08 1836.03α-tokoferol (ppm)* 481.48 - - 481.48 1.10 - - 1.10 Total fenol (ppm) - - - - 210.44 215.93 204.95 210.44
* : hasil pengujian Balai Pasca Panen Lampiran 4b. Rekapitulasi data analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak
terhadap fraksi minyak buah merah
Analisis Fraksi minyak
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Rata-rata Berat jenis (g/ml) 0.90 0.91 0.90 0.90 Indeks bias 1.46 1.47 1.45 1.46 Turbidity point (oC) 59.00 57.00 58.00 58.00 Titik cair (oC) 13.00 12.00 12.50 12.50 Viskositas (Cp) 58.5 58.5 58.5 58.5 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 243.64 237.83 245.34 242.28 Bilangan iod (g iod/100g) 65.03 72.83 75.19 71.02 Asam lemak bebas (%) 0.35 0.35 0.34 0.35 Bilangan peroksida (mek/kg) 13.37 12.14 12.89 12.80
85
Lampiran 5a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar α-tokoferol dan sampel
Sampel Bobot tokoferol (ug) absorbansi Larutan standar 0 0
40 0.12 80 0.206 120 0.288 160 0.346 200 0.37
Fraksi minyak 309.37 (w = 13.3 mg) 0.623 305.68 (w = 13.2 mg) 0.616 277.79 (w = 12.4 mg) 0.563
Fraksi air 47.79 (w = 22.8 mg) 0.126 19.37 (w = 12.4 mg) 0.072 48.84 (w = 26.4 mg) 0.128
Lampiran 5b. Kurva standar tokoferol
y = 0.0019x + 0.0352R2 = 0.958
0.0
0.1
0.1
0.2
0.2
0.3
0.3
0.4
0.4
0.5
0 50 100 150 200 250
konsentrasi (ug)
abso
rban
si
Contoh perhitungan, misalkan untuk fraksi minyak dengan w = 12.4 mg
y = 0.0019x + 0.0352
0.563 = 0.0019x + 0.0352
0.5278 = 0.0019x
x = 277.79
Total tokoferol = sampelgram
darskurvapersamaandaritokoferolbobot tan
= gg
0124.079.277 μ
= 22402.38 ppm
89
y = 0.0182x + 0.0187R2 = 0.9764
00.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.450.5
0 5 10 15 20 25 30
konsentrasi
abso
rban
si
Lampiran 6a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar asam tanat dan sampel untuk total fenol
Sampel konsentrasi (ppm) absorbansi
Larutan standar 0 0 5 0.108
10 0.21 15 0.31 20 0.414 25 0.432
Fraksi air (FP 100)
210.44 0.057215.93 0.058 204.95 0.056
Lampiran 6b. Kurva standar total fenol Contoh perhitungan : y = 0.0182x + 0.0187 0.057 = 0.0182x + 0.0187 0.0383 = 0.0182x x = 2.1044 ppm (faktor pengenceran 100x) Konsentrasi total = X x FP = 2.1044 x 100 = 210.44 ppm
90
Lampiran 7. Perhitungan dosis kontrol positif doxorubicin
Asumsi:
• Perhitungan didasarkan pada bobot tubuh rata-rata manusia menurut
Schlessingerman (2003), yaitu 70 kg dengan tinggi badan 175 cm.
• Jumlah darah manusia dengan bobot tubuh rata-rata 70 kg adalah sekitar 5
L (Starr dan Starr, 1989)
• Dosis minimal doxorubicin berdasarkan FDA (2007) adalah 30 mg/m2
Luas permukaan tubuh manusia 70 kg dengan tinggi 175 cm dihitung dengan
rumus Mosteller, yaitu:
m2 = 3600
)()( kgbadanberatxcmtinggi = 3600
70175 x = 1,8447 m2
Konsentrasi doxorubicin dalam sumur = 1,8447 m2 x 70 kg/5 L
= 11,1111 mg/L
= 0,0111 mg/ml
V1 x M1 = V2 x M2
1 ml x 0,0111 mg/ml = V2 x 2 mg/ml
V2 = 5,55 X 10-3 ml = 5,55 μl 6 μl (pembulatan)
Keterangan: V1 = volume total sumur M1 = konsentrasi doxorubicin dalam sumur V2 = volume doxorubicin yang ditambahkan dalam sumur M2 = konsentrasi stok doxorubicin
91
Lampiran 8. Data hasil perhitungan sel Hela dengan metode trypan blue
Sampel ulangan ∑ sel/ml (x104)
% Proliferasi
% Antiproliferasia
% Antiproliferasib
1 355.56 100 100.00 100.00 kontrol negatif 2 244.44 100 100.00 100.00
3 344.44 100 100.00 100.00 Rata-rata 314.81 100.00 0.00 100.00
1 272.22 86.47 0.00 0.00 kontrol positif 2 138.89 44.12 0.00 0.00
3 33.33 10.59 0.00 0.00 Rata-rata 148.15 47.06 52.94 0.00
1 116.67 37.06 118.89 118.89 fraksi minyak 10 uL/mL 2 222.22 70.59 55.55 55.55
3 172.22 54.71 85.55 85.55 Rata-rata 170.37 54.12 45.88 86.66
1 105.56 33.53 125.56 125.56 fraksi minyak 20 uL/mL 2 166.67 52.94 88.89 88.89
3 183.33 58.24 78.88 78.88 Rata-rata 151.85 48.24 51.76 97.78
1 250.00 79.41 38.89 38.89fraksi minyak 40 uL/mL 2 105.56 33.53 125.56 125.56
3 133.33 42.35 108.90 108.90 Rata-rata 162.96 51.76 48.24 91.12
1 238.89 75.88 45.56 45.56 fraksi air 10 uL/mL 2 303.33 96.35 6.89 6.89
3 150.00 47.65 98.89 98.89 Rata-rata 230.74 73.29 26.71 50.45
1 200.00 63.53 68.89 68.89 fraksi air 20 uL/mL 2 177.78 56.47 82.23 82.23
3 55.56 17.65 155.55 155.55 Rata-rata 144.45 45.88 54.12 102.22
1 172.22 54.71 85.55 85.55 fraksi air 40 uL/mL 2 83.33 26.47 138.89 138.89
3 100.00 31.77 128.88 128.88 Rata-rata 118.52 37.65 62.35 117.77
a : Dihitung berdasarkan kontrol negatif b : Dihitung berdasarkan kontrol positif
92
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: jumlah sel/ml (10e4)
80419.105a 6 13403.184 3.316 .030776197.760 1 776197.760 192.040 .000
36.267 1 36.267 .009 .92612758.053 2 6379.026 1.578 .2418476.086 2 4238.043 1.049 .376
56585.835 14 4041.845854291.361 21137004.940 20
SourceCorrected ModelInterceptsampelkonsentrsampel * konsentrErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .587 (Adjusted R Squared = .410)a.
jumlah sel/ml (10e4)
Duncana,b,c
9 161.72899 164.56783 314.8133
.943 1.000
sampelminyakairkontrol negatifSig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 4041.845.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
Lampiran 9a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel HeLa Lampiran 9b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel
HeLa Lampiran 9c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel
HeLa jumlah sel/ml (10e4)
Duncana,b,c
6 140.74006 148.15006 200.55503 314.8133
.188 1.000
konsentrasi0,040,020,010Sig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 4041.845.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
93
Lampiran 10a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel HeLa
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: % antiproliferasi
8114.247a 6 1352.374 3.822 .01825065.737 1 25065.737 70.835 .000
3.660 1 3.660 .010 .9201287.336 2 643.668 1.819 .198855.218 2 427.609 1.208 .328
4954.068 14 353.86248876.511 2113068.315 20
SourceCorrected ModelInterceptsampelkonsentrsampel * konsentrErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .621 (Adjusted R Squared = .458)a.
Lampiran 10b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap %
antiproliferasia pada sel HeLa % antiproliferasi
Duncana,b,c
3 .00009 47.72489 48.6267
1.000 .938
sampelkontrol negatifairminyakSig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 353.862.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
Lampiran 10c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa
% antiproliferasi
Duncana,b,c
3 .00006 36.29336 52.94056 55.2934
1.000 .159
konsentrasi00,010,020,04Sig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 353.862.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
94
Lampiran 11a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel HeLa
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: %antiprol
7864.559a 6 1310.760 1.038 .442166954.800 1 166954.800 132.234 .000
4593.276 2 2296.638 1.819 .19813.073 1 13.073 .010 .920
3049.923 2 1524.962 1.208 .32817676.034 14 1262.574
204390.307 2125540.593 20
SourceCorrected ModelInterceptkonsentrsampelkonsentr * sampelErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .308 (Adjusted R Squared = .011)a.
Lampiran 11b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa
% Antiproliferasi
Duncana,b,c
9 90.14789 91.85223 100.0000
.672
sampelairminyakkontrol positifSig.
N 1Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1262.574.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
Lampiran 11c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa
% Antiproliferasi
Duncana,b,c
6 68.55506 100.00003 100.00006 104.4450
.170
konsentrasi0,010,02kontrol positif0,04Sig.
N 1Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1262.574.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
95
Lampiran 12. Data hasil perhitungan sel K-562 dengan metode trypan blue
Sampel ulangan ∑ sel/ml (x104)
% Proliferasi
% Antiproliferasia
% Antiproliferasib
1 533.33 100 0 100.00 kontrol negatif 2 433.33 100 0 100.00
3 500.00 100 0 100.00 Rata-rata 488.89 100.00 0.00 100.00
1 166.67 34.09 65.91 0.00 kontrol positif 2 200.00 40.91 59.09 0.00
3 133.33 27.27 72.73 0.00 Rata-rata 166.67 34.09 65.91 0.00
1 283.33 57.95 42.05 63.80 fraksi minyak 10uL/mL 2 183.33 37.5 62.5 94.83
3 250.00 51.14 48.86 74.13 Rata-rata 238.89 48.86 51.14 77.59
1 216.67 44.32 55.68 84.48 fraksi minyak 20 uL/mL 2 233.33 47.73 52.27 79.31
3 266.67 54.55 45.45 68.96 Rata-rata 238.89 48.87 51.13 77.58
1 200.00 40.91 59.09 89.65fraksi minyak 40 uL/mL 2 183.33 37.5 62.5 94.83
3 183.33 37.5 62.5 94.83 Rata-rata 188.89 38.64 61.36 93.10
1 333.33 68.18 31.82 48.28 fraksi air 10 uL/mL 2 316.67 64.77 35.23 53.45
3 283.33 57.95 42.05 63.80Rata-rata 311.11 63.63 36.37 55.18
1 166.67 34.09 65.91 100.00 fraksi air 20 uL/mL 2 133.33 27.27 72.73 110.35
3 166.67 34.09 65.91 100.00 Rata-rata 155.56 31.82 68.18 103.45
1 166.67 34.09 65.91 100.00fraksi air 40 uL/mL 2 66.67 13.64 86.36 131.03
3 100.00 20.45 79.55 120.69 Rata-rata 111.11 22.73 77.27 117.24
a : Dihitung berdasarkan kontrol negatif b : Dihitung berdasarkan kontrol positif
96
Lampiran 13a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel K- 562 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: jumlah sel/ml (10e4)
278857.201a 6 46476.200 34.111 .0001481474.074 1 1481474.074 1087.331 .000
47807.154 2 23903.577 17.544 .0003950.123 1 3950.123 2.899 .111
23363.895 2 11681.948 8.574 .00419074.815 14 1362.487
1585546.111 21297932.016 20
SourceCorrected ModelInterceptkonsentrsampelkonsentr * sampelErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .936 (Adjusted R Squared = .909)a.
Lampiran 13b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel K-562
jumlah sel/ml (10e4)
Duncana,b,c
9 192.59339 222.22113 488.8867
.208 1.000
sampelairminyakkontrol negatifSig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1362.487.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
Lampiran 13c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel K-562 jumlah sel/ml (10e4)
Duncana,b,c
6 150.00006 197.22336 274.99833 488.8867
.067 1.000 1.000
konsentrasi0,040,020,010Sig.
N 1 2 3Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1362.487.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.
The group sizes are unequal. The harmonic mean of thegroup sizes is used. Type I error levels are notguaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
97
Lampiran 14a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel K- 562
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: %antiprol
11667.267a 6 1944.545 46.853 .00035802.093 1 35802.093 862.640 .000
165.438 1 165.438 3.986 .0661999.984 2 999.992 24.094 .000977.537 2 488.769 11.777 .001581.041 14 41.503
63394.155 2112248.309 20
SourceCorrected ModelInterceptsampelkonsentrsampel * konsentrErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .932)a.
Lampiran 14b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap %
antiproliferasia pada sel K-562 %antiprol
Duncana,b,c
3 .00009 54.54449 60.6078
1.000 .144
sampelkontrol negatifminyakairSig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 41.503.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
Lampiran 14c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel K-562
%antiprol
Duncana,b,c
3 .00006 43.75176 59.65836 69.3183
1.000 1.000 1.000 1.000
konsentrasi00,010,020,04Sig.
N 1 2 3 4Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 41.503.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.
The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizesis used. Type I error levels are not guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
98
Lampiran 15a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel K- 562
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: % Antiproliferasi
7645.722a 6 1274.287 13.336 .000157313.622 1 157313.622 1646.333 .000
4603.863 2 2301.931 24.090 .000380.696 1 380.696 3.984 .066
2250.111 2 1125.055 11.774 .0011337.755 14 95.554
175933.795 218983.478 20
SourceCorrected ModelInterceptkonsentrsampelkonsentr * sampelErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .851 (Adjusted R Squared = .787)a.
Lampiran 15b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel K-562
% Antiproliferasi
Duncana,b,c
9 82.75789 91.9556 91.95563 100.0000
.144 .198
sampelminyakairkontrol positifSig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 95.554.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.
The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
Lampiran 15c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel K-562
% Antiproliferasi
Duncana,b,c
6 66.38176 90.51673 100.0000 100.00006 105.1717
1.000 .155 .426
konsentrasi0,010,02kontrol positif0,04Sig.
N 1 2 3Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 95.554.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.
The group sizes are unequal. The harmonic mean of thegroup sizes is used. Type I error levels are notguaranteed.
b.
Alpha = .05.c.
99
top related