kata pengantar -...
Post on 16-May-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penuyusunan skripsi ini yang berjudul
“Sejarah Perkembangan Museum Perdjoangan Bogor”.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya
sampai akhir zaman. Karena beliau yang menjadi inspirasi terbesar untuk penulis.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, petunjuk, bimbingan
dan motivasi dari berbagai pihak. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa
syukur sbagai implementasi dari rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Komarudin Hidayat. MA, selaku Rektor UIN Syahid Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora.
3. Bapak Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam.
4. Bapak Usep Abdul Matin, SAg. MA. MA, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam.
5. Bapak Drs. Azhar Saleh, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik
6. Bapak Imam subchi, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga serta arahan dengan penuh kesabaran dalam
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
i
7. Seluruh pihak Pengurus Museum Perdjoangan Bogor yang telah memberikan
bantuan dan kerjasamanya dengan baik, sehinga penulis terbantu sekali untuk
menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik penulis selama kuliah di Fakultas
Adab dan Humaniora
9. Ayahanda tercinta dan Ibunda tersayang serta adik-adikku yang selalu
memberikan bantuan, secara moril maupun materil, dukungan dan dorongan
semangat yang selama ini telah menjadi motivasi dan inspirasi bagi penulis.
10. Teman-teman sePerdjoangan SPI angkatan 2002 yang saya sayangi terutama
seseorang yang telah menjadi inspirasiku, Mahriani Silvana, Mahyuni,
S.HUM, Nurkholilah, Syarifah Roziah, Nia Octaviani, dan Noviyati Widiyani
yang selama ini banyak membantu dan memberikan semangat serta motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
11. Sahabat-sahabatku yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini, terutama Anengsih, S.Pd.I, Didin Ahmadi, Dede Farida S.Pd.I, Tugis
Mulyana S.Pd, beserta teman-teman lainnya yang ikut berperan dan
mendoakan hingga terselesaikanya skripsi ini.Semoga segala bantuan dan
dukungan serta saran yang diberikan kepada penulis mendapat balasan yang
berlipat ganda oleh Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan sebagai
bahan pertimbangan bagi penulis.
Bogor, Agustus 2010 Penulis
ii
ABSTRAKSI Bogor merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang telah berdiri pada
tahun 1579. Ditengah kota Bogor berdiri sebuah bangunan yang anggun dan kokoh yaitu Museum Perdjoangan Bogor. Sebagai objek wisata, dengan daya tarik nilai kesejarahan berupa Perdjoangan yang dilakukan oleh para pejuang, terutama oleh Kapten Tubagus Muslihat dan Ny. Moedjasih Jusman Sarkani yang telah banyak berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan, dan dengan koleksi yang cukup beragam mulai dari persenjataan, pakaian yang digunakan ketika perang, dokumen/arsip dan koleksi lainnya.
Sebagai salah satu bangunan peninggalan bersejarah yang terdapat di Bogor, Museum Perdjoangan telah menjadi bagian dari pembangunan industri pariwisata secara tidak langsung, yaitu sebagai objek wisata dengan muatan historis Perdjoangan sebagai daya tarik utamanya. Objek wisata yang berbasiskan pendidikan sejarah merupakan salah satu keunikkan materi wisata yang dikembangkan oleh pengelola Museum Perdjoangan. Museum Perdjoangan Bogor merupakan salah satu elemen dari mata rantai sejarah bangsa Indonesia khususnya kota Bogor. Museum ini bisa digunakan sebagai tempat belajar dan melihat masa lalu kota Bogor seperti terjadinya peristiwa Bojongkokosan, dan sebagainya.
Penelitian ini bertujun untuk : (1) Mengetahui lebih jauh bagaimana latar belakang sejarah berdirinya Museum Perdjoangan Bogor. (2) Untuk mengetahui secara lebih mendalam bagaimana kondisi Museum pada saat sebelum dan sesudah di resmikan menjadi Museum Perdjoangan Bogor. (3) Apa sebenarnya fungsi Museum bagi masyarakat. Penulisan skripsi ini pun diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan tentang Museum yang berada di Bogor. Dan terutama tentang Museum Perdjoangan Bogor di daerah tersebut.
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
ABSTRAKSI ........................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
DAFTAR FOTO ..................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Metodologi Penelitian ...................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10
BAB II SEKILAS SEJARAH KOTA BOGOR .............................................. 12
A. Letak Geografis Wilayah Bogor dan Sejarahnya ............................. 12
B. Kondisi Sosial dan keagamaan Masyarakat Bogor .......................... 16
C. Kondisi Masyarakat Aspek Ekonomi dan Politik ............................ 23
D. Kondisi Masyarakat dalam Bidang Pendidikan ............................... 29
iv
BAB III GAMBARAN UMUM MUSEUM PERDJOANGAN BOGOR ....... 33
A. Ruang Lingkup Museum Perdjoangan Bogor .................................. 33
B. Letak, Aksesibilitas, dan Topografi ................................................. 34
C. Tujuan Pokok Museum Perjuangan Bogor ...................................... 35
D. Struktur Organisasi Museum Perdjoangan Bogor ............................ 36
E. Kondisi dan Bentuk Bangunan ........................................................ 41
BAB IV SEJARAH MUSEUM PERDJOANGAN BOGOR .......................... 45
A. Museum Perdjoangan Bogor Sebelum Diresmikan ......................... 45
B. Museum Perdjoangan Bogor Sesudah Diresmikan .......................... 50
C. Bentuk dan Lambang Bangunan ...................................................... 54
D. Fungsi Museum Perdjoangan Bogor ................................................ 56
E. Manfaat Museum Perdjoangan Bogor ............................................ 58
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 61
A. Kesimpulan ...................................................................................... 61
B. Saran ................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 66
LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Gedung Museum Perdjoangan Bogor
Lampiran 2. Tabel Fasilitas Museum Perdjoangan Bogor
Lampiran 3. Surat Acara Peresmian Pembukaan museum Perdjoangan Bogor
Lampiran 4. Surat Keterangan Wawancara
Lampiran 5. Foto-foto Koleksi Museum Perdjoangan Bogor
Lampiran 6. Tabel Inventarisasi Koleksi Museum Perdjoangan Bogor
vi
vii
DAFTAR FOTO
Foto 1. Patung setengah badan Kapten Muslihat
Foto 2. Surat Kabar dan Maklumat pada masa Revolusi Fisik 1945-1950
Foto 3. Surat Kabar - Surat Kabar dan Maklumat
Foto 4. Berita-berita sekitar Proklamasi
Foto 5. Surat Kabar - Surat Kabar
Foto 6. Mata Uang Masa Kolonial Belanda
Foto 7. Mata Uang Masa Kolonial Belanda
Foto 8. Lokasi Pabrik Senjata di Cisaat Sukabumi
Foto 9. Peta Lokasi Pertempuran di Daerah Sukabumi
Foto 10. Deskripsi Pertempuran-Pertempuran yang terjadi di Bogor
Foto 11. Amanat Pertama Panglima Besar Tentara Jendral Sudirman
Foto 12. Piagam Serah Terima
Foto 13. Senjata-Senjata Rampasan Perang
Foto 14. Mortir Jepang
Foto 15. Mortir Jepang
Foto 16. Mortir Jepang
Foto 17. Tugu / Monumen yang ada di beberapa Kecamatan
Foto 18. Gedung Museum Perdjoangan Bogor
Foto 19. Halaman Depan Museum Perdjoangan Bogor
Foto 20. Tugu Pahlawan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bogor merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang telah berdiri pada
tahun 1579.1 Pada abad ke-16 Bogor merupakan pusat kerajaan Pajajaran atau
pusat kerajaan Hindu, namun setelah penyerangan pasukan Banten kota ini
menjadi hancur dan hampir hilang ditelan sejarah selama satu abad. Saat VOC
menguasai Banten wilayah Bogor berada di bawah pengawasan VOC. Dalam
rangka membangun wilayah kekuasaanya, Pemerintah melakukan ekspedisi dan
dari ekspedisi tersebut ternyata tidak diketemukan bekas reruntuhan Ibukota
Pajajaran kecuali di daerah Cikeas, Citeureup, Kidung Halang dan Parung
Angsana.2
Parung Angsana ini diberi nama Kampung Baru dan dari sinilah cikal
bakal Bogor dibangun. Parung Angsana sebagai tempat kedudukannnya
merupakan pusat pemerintahan bagi kampung-kampung baru yang didirikan oleh
Tanuwijaya beserta pasukannya seperti Parakan Panjang, Parung, Kujang,
Panaragan, Bantarjati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banten dan Cimahpar. Di
kampung baru ini Gs. Baron Van Imhoaff (1740) mendirikan tempat
peristirahatan, yang sekarang dikenal sebagai Istana Bogor. Sekitar 1745 Bogor
ditetapkan sebagai kota Buitenzorg, dan disekitar peristirahatan tersebut dibangun
Pasar Bogor (1808) dan Kebun Raya Bogor (1817). Perkembangan selanjutnya
1 Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, (Bogor: Pemda Kota Bogor, 1983), h. 1. 2 Tim Strategic prog-PDPP Kota Bogor, Profil Kota Bogor, (Bogor: Bagian Bappeda
Pemda Kota Bogor, 2004), h.1.
1
2
tahun 1941 Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia/Jakarta dan mendapatkan
otonominya sendiri.
Ditengah kota Bogor berdiri sebuah bangunan yang anggun dan kokoh
yaitu Museum Perdjoangan Bogor. Secara garis besarnya Museum adalah gedung
yang digunakan sebagai tempat untuk perhatian umum, seperti peninggalan
sejarah, seni dan ilmu. Sedangkan secara khususnya Museum Sejarah adalah
tempat memamerkan benda-benda bersejarah untuk menggambarkan peristiwa-
peristiwa historis yang dianggap penting.3
Namun menurut definisi museum yang dianggap aktual dan resmi diakui
dan dipergunakan di dunia permuseuman adalah pengertian museum menurut
definisi ICOM (International Council of Museum) yaitu suatu badan kerjasama
professional dibidang permuseuman yang didirikan oleh kalangan profesi
permuseuman dunia, yang dirumuskan dalam Musyawarah Umum ke 11 Do
Copenhagen (denmark) tanggal 14 juni 1974 yang berbunyi sebagai berikut :
“A museum is a non-profit, permanent institution, in the service of society and it’s development. And open to the public, which aquires, conserves, researches, comumunicates and exhibits, for the purpose of study, education and enjoyment, material evidence of man and his environment.”
(Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannnya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, mengkomunikasikan dan memamerkan untuk tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, benda-benda pembuktian manusia dan lingkungannnya).
Melengkapi pengertian museum seperti yang dimaksud diatas, ICOM
mengakui yang berikut sebagai yang sesuai dengan definisi di atas :
3 Save. M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pengkajian Kebudayaan
Nusantara, (Jakarta: LPKN, 1997), h. 693.
3
1. Lembaga-lembaga konservasi dan ruangan pameran yang secara tetap
diselengggarakan oleh perpustakan dan pusat-pusat kearsipan.
2. Peninggalan dan tempat-tempat alamiah, arkeologis dan etnografis,
peninggalan dan tempat-tempat bersejarah yang mempunyai corak
museum, karena kegiatan-kegiatannya dalam hal pengadaan, perawatan
dan komunikasinya dengan masyarakat.
3. Lembaga-lembaga yang memamerkan makhluk- makhluk hidup seperti
kebun-kebun tanaman dan binatang-binatang, akuarium, makhluk serta
tetumbuhan lainnya, dan sebagainya.
4. Suaka alam
5. Pusat- Pusat pengetahuan dan planetarium4
Museum Perdjoangan Bogor dapat dimasukan ke dalam kategori butir dua
sebagai institusi yang terkait dengan definisi museum, yaitu peninggalan dan
tempat-tempat alamiah, arkeologis dan etnografis, peninggalan dan tempat-tempat
bersejarah yang mempunyai corak museum, karena kegiatan-kegiatannya dalam
hal pengadaan, perawatan dan komunikasinya dengan masyarakat.
Perkembangan museum di Indonesia saat ini secara kuantitatif sebenarnya
cukup menggembirakan. Berdasarkan data yang berasal dari Direktorat
Permuseuman dijelaskan bahwa jumlah museum di Indonesia pada tahun 2000
yang lalu mencapai 262 museum.5 Jumlah tersebut belum mencakup museum
yang berdiri setelah tahun tersebut hingga sekarang. Melihat perkembangan
4 Timothy Ambrose dan Crispine Paine, Museum Basic, (Denmark: Tim Ambrose, 1993),
h. 319. 5 Basrul Akram, dkk, Pedoman Tata Pameran di Museum, (Jakarta: Proyek Pembinaan
Permuseuman, 1997), h. 44.
4
museum di Indonesia secara kuantitatif tentu cukup mengagumkan tetapi akan
berbeda apabila dilihat dari kualitas museum sendiri walaupun demikian tidak
dapat disamakan secara keseluruhan seperti itu karena ada perbedaan yang cukup
mendasar pada setiap jenis museum, baik museum umum maupun museum
khusus.
Pada tanggal 10 November 1957 tepat pada peringatan hari Pahlawan,
Museum ini dibuka secara resmi oleh Ibu Kartinah TB Muslihat (istri mendiang
Kapten Muslihat) dan dituangkan dalam Surat Keputusan Pelaksana Kuasa Militer
Daerah Res.Inf 8/III no.Kpts/3/7/PKM/57.6 Museum Perdjoangan Bogor
diharapakan memiliki visi ke depan dan perencanaan strategis untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang begitu cepat dewasa ini. Karena kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan teknologi serta era globalisasi yang tidak bisa dihindari, tetapi
harus dihadapi dengan segala kelebihan dan juga kekurangannya.
Bangunan yang berdiri kokoh diantara keramaian kota ini merupakan
salah satu dari sejumlah bangunan cagar budaya yang keberadaannya perlu
dilestarikan. Gedung tersebut diperlukan demi pendidikan dan diharapkan menjadi
sarana pembinaan bagi generasi muda. Selain itu, keberadaanya sangat menunjang
dunia kepariwisataan, khususnya di daerah Bogor. Walaupun pada kenyataannya
sebagian masyarakat ada yang belum mengetahui keberadaannya dibandingkan
6 Yayasan Museum Perdjoangan Bogor, Dokumen: Acara Peresmian Pembukaan Gedung
Museum Perdjoangan Bogor, (Bogor: Percetakan Archipel Bogor, 1958), h. 5.
5
dengan keindahan Kebun Raya Bogor, dan kerapkali para pelajar hanya
diperkenalkan dengan Museum Zoologi, Istana Bogor dan Prasasti Batu Tulis.7
Benda cagar budaya merupakan warisan budaya dan sejarah serta bukti
kehidupan sejarah bangsa yang mempunyai nilai sangat penting bagi kebudayaan
dan ilmu pengetahuan bangsa Indonesia. Di Bogor banyak peninggalan benda
cagar budaya yang tidak bergerak berupa bangunan bersejarah, bangunan tersebut
menyimpan kenangan masa lalu yang merupakan saksi proses berjalannya sejarah
dan sebagai objek penelitian sejarah yang bisa bercerita tentang Bogor di masa
lampau.
Museum Perdjoangan Bogor berhubungan erat, baik dan buruknya dengan
nasib puluhan ribu penduduk Bogor dari berbagai daerah. Sejak awal berdirinya
sebagai gudang ekspor komoditas pertanian milik Wilhelm Gustaaf Wisneer
seorang pengusaha Belanda hingga sekarang sebagai Museum Perdjoangan
Bogor. Peranan gedung ini beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan pemerintah
yang sedang berkuasa.8
Oleh karena itu betapa pentingnya peranan yang dimainkan oleh Museum
Perdjoangan Bogor bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi Kota Bogor.
Sebagaimana yang telah diungkapkan diatas. Dari peranan yang begitu kompleks
tersebut., penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi ini yaitu tentang
“SEJARAH PERKEMBANGAN MUSEUM PERDJOANGAN BOGOR”.
7 Dinas Informasi, Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor, Buku Panduan Wisata
Kota Bogor (The Guidance Book of Bogor City Tourism), (Bogor: Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor, 2005), h. 10.
8 Yayasan Museum Perdjoangan Bogor, Dokumen: Acara Peremian, h. 4.
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Museum Perdjoangan Bogor
adalah bangunan bersejarah yang keberadaaanya perlu diakui sebagai sarana atau
tempat pelestarian benda-benda bersejarah, khususnya yang berkaiatan dengan
sejarah kota Bogor. Juga perannannya yang pada awalnya sebagai gudang ekspor
komoditas pertanian milik Wilhelm Gustaaf Wisneer yang kemudian mengalami
berbagai perubahan peranan sesuai dengan kebutuhan pemerintah yang berkuasa,
hingga sekarang dijadikan Museum Perdjoangan Bogor. Selain itu pengetahuan
tentang Bogor sangat berkaitan dengan penulisan ini, karena tema yang diambil
oleh penulis tidak hanya mengetahui tentang perkembangan Museum Perdjoangan
Bogor, tetapi juga sekilas tentang sejarah Bogor akan dibahas dalam tulisan ini.
Namun agar penulisan ini lebih terarah dan tidak terjadi penulisan yang
menyimpang, maka penulis membatasi penulisan ini dengan :
1. Bagaimana sejarah berdirinya Museum Perdjoangan Bogor ?
2. Bagaimana kondisi/keadaan museum :
a. Pada saat sebelum di resmikan (1879-1958)
b. Pada saat setelah diresmikan ( 1958-2008)
3. Apa fungsi dari Museum Perdjoangan Bogor?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana latar belakang sejarah berdirinya
Museum Perdjoangan Bogor
7
2. Untuk mengetahui secara lebih mendalam bagaimana kondisi Museum
pada saat sebelum dan sesudah di resmikan menjadi Museum Perdjoangan
Bogor
3. Apa sebenarnya fungsi Museum bagi masyarakat umum
Penulisan skripsi ini pun diharapkan dapat menambah khazanah
pengetahuan tentang Museum yang berada di Bogor. Dan terutama tentang
Museum Perdjoangan Bogor di daerah tersebut.
D. Metodologi Penelitian
Berbagai hal menjadi bagian metodologi yang dipergunakan dalam
penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MPB yang beralamat di Jalan Merdeka Bogor
no.56 ( dulu disebut Jalan Tjikeumeuh Bogor No. 28 ).
2. Sumber Data
Jenis sumber data yang akan di manfaafkan dalam penelitian ini meliputi :
a. Informan yang terdiri dari pengelola museum dan pengunjung
museum/masyarakat
b. Bangunan gedung dan koleksi museum yang disajikan diruang
pameran, dan berbagai sarana dan prasarana pendukung lainnya.
c. Tempat/lokasi yang berkaitan dengan penelitian
8
d. Arsip dan dokumen resmi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,
baik arsip maupun dokumen yang berkaitan dengan kebijakan-
kebijakan museum.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam mengumpulkan data
penelitian yaitu :
a. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang memfokus dan relevan
dengan permasalahan yang dikaji dengan orang yang mengetahui
tentang Museum Perdjoangan Bogor, diantaranya : Kepala Museum,
Sekretaris Museum, Pengunjung Museum dan Masyarakat sekitar
Museum. Untuk pengumpulan data tentang pengelola museum, sejarah
museum, pandangan, kesan-kesan, dan harapan pengunjung museum
terhadap keberadaan Museum Perdjoangan Bogor, penampilan
gedung/bangunan museum, sajian koleksi museum dan sarana dan
prasarana pendukung lainnya.
b. Observasi Langsung
Cara ini digunakan untuk mengetahui secara lengkap keberadaan
Museum Perdjoangan Bogor ini, kondisi dan kelengkapan data koleksi
museum yang disajikan di ruang pameran, bangunan dan lingkungan
pendukungnya.
c. Dokumen dan Arsip
9
Mencatat dokumen dan arsip yang berkaitan dengan permasalahan
yang dikaji.
4. Tehnik Cuplikan (sampling)
Teknik cuplikan yang di gunakan yaitu cuplikan yang bersifat purposive
sampling, yaitu peneliti memilih informan yang dapat di percaya untuk menjadi
Responden.
5. Validitas Data
Untuk menjamin validitas data yang di peroleh dalam penelitian ini maka
peningkatan validitas data yang akan dilakukan dengan cara triangulasi data yaitu
mengumpulkan data dari berbagai sumber data berbeda yang kebenaran data yang
satu diuji oleh data yang di peroleh dari data yang lain.10
6. Tehnik Analisis
Yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan model
analisis interaktif atau model analisis mengalir11 dalam model ini, tiga komponen
analisis yaitu, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan, aktivitasnya
dilakukan dalam bentuk interaktif dengan pengumpulan data sebagai proses
siklus. Teknik analisisnya berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan
data. Ketiga kegiatan analisis ini juga saling berhubungan dan berkelanjutan terus
menerus selama penelitian dilakukan. Sehingga analisis ini merupakan kegiatan
yang kontinue dari awal sampai akhir penelitian.
10 Heribertus Sutopo, Pengantar Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Pusat Penelitian
Universitas Sebelas Maret, 1988), h. 31. 11 Matthew B. Miles, dan A. Micheal Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta:
Penerbit UI-Press : 1992), h. 14.
10
Reduksi data yang dimaksud didalam penelitian ini yaitu merupakan
proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanann data (data mentah) yang ada
dalam field note (catatan lapangan). Pemfokusan ini ditujukan pada hal-hal
penting dan sekaligus membuang yang tidak penting atau yang tidak terkait
datanya. Reduksi data ini berlangsung sepanjang pelaksaan penelitian. Sedangkan
sajian data dan kejelasaan sistematikannya dapat berupa skema dan jaringan kerja
kegiatan, tabel, semuanya dirancang guna menyusun informasi secara teratur dan
mudah dimengerti.
Kesimpulan merupakan upaya mencari makna data yang dikumpulkan dari
awal pengumpulan sampai akhir penelitian dengan cara mencari pola, tema,
hubungan, pertautan dari data. Kesimpulaan awal ini bersifat tentatif, kabur,
diragukan tetapi dengan bertambahnya data, kesimpulan dapat lebih dipercaya,
sehingga kesimpulan harus diverifikasi selama penelitian berlangsung.12
E. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini penulis akan menguraikan secara
sistematis bab perbab. Karena bab satu dengan yang lainnya merupakan satu
rangkaian serta mempunyai kaitan yang erat. Skripsi ini pun dibagi menjadi lima
bab
Bab I Pendahuluan Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian,
dan Sistematika Penulisan.
12 Heribertus Sutopo, Pengantar Penelitian Kualitatif, h. 34-36.
11
Bab II Membahas tentang keadaan daerah Kota Bogor, kondisi geografis
wilayah Bogor dan sejarahnya, Kondisi Sosial Keagamaan yang mencakup dalam
bidang Sosial dan Agama, dalam bidang Ekonomi dan Politik serta dalam bidang
Pendidikan.
Bab III Membahas tentang gambaran Museum Perjuangn Bogor, tentang
ruang lingkup museum, Letak aksebilitas dan topografi, tujuan dirikannya,
struktur organisasi dan perkembangan bangunan.
Bab IV Membahas tentang bagaimana sejarah Museum Perdjoangan
Bogor dari awal pendiriannya, bagaimana fungsi sebelum dan sesudah diresmikan
menjadi Museum, kondisi bentuk bangunan, fungsi gedung, dan manfaat museum.
Bab V Berisi Penutup yang melingkupi Kesimpulan dan Saran yang
diambil oleh Penulis.
BAB II SEKILAS SEJARAH KOTA BOGOR
A. Letak Geografis Wilayah Bogor dan Sejarahnya
Bogor merupakan bagian dari propinsi Jawa Barat, yang secara geografis
cukup strartegis keberadaanya. Bogor cukup berpengaruh dalam berbagai
kepentingan, baik kepentingan sosial, politik, ekonomi, budaya, agama, dan lain-
lainnya. Bogor terbagi atas dua wilayah, yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.
Kota Bogor yang secara geografis berada tepat ditengah-tengah Bogor yang
kemudian berbatasan dengan Kabupaten yang memiliki beberapa Kecamatan,
antara lain Kecamatan Kota Bogor Barat, Kota Bogor Timur, Kota Bogor Utara,
Kota Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal yang terdiri dari beberapa
Kelurahan/desa yang tersebar di wilayah Kota Bogor. Begitu pula Kabupaten
Bogor yang memiliki beberapa Kecamatan, antara lain Ciampea, Leuwiliang,
Jasinga, Cigudeg, Cibinong, Citeurup, Jonggol, Cilengsi, Cisarua, Parung,
Ciseeng, dan lain-lain.
Kabupaten Bogor adalah daerah-daerah atau Kecamatan-kecamatan yang
berada diluar batas-batas Kota Bogor. Bogor (kota/kabupaten) termasuk daerah
dataran tinggi dan dikelilingi oleh pegunungan, juga beberapa daerah
disekitarnya, antara lain disebelah barat dengan Kabupaten Rangkas Bitung dan
Lebak, sekarang Propinsi Banten. Disebelah barat daya dengan Kabupaten
Tanggerang yang masuk dalam Propinsi Banten, disebelah timur dengan
Kabupaten Karawang dan Bekasi, disebelah tenggara dengan Kabupaten Cianjur,
12
13
disebelah selatan dengan Kabupaten Sukabumi dan disebelah utara dengan DKI
Jakarta.
Bogor berdiri pada tanggal 3 juni 1482 M.1 Terlepas betul atau tidak
kebenaran tersebut, berdasakan penuturan sejarah beserta para ahlinya, para tokoh
masyarakat Bogor serta para Pejabat setempat dan pendapat orangtua dulu sebagai
penduduk asli Bogor yang bisa dipercaya pendapatnya. Oleh karena itu, muncul
beberapa catatan, literatur-literatur atau manuskrip yang berkaitan dengan sejarah
Bogor.
Riwayat nama “Bogor” dilihat dari latar belakangnya, banyak dari ahli
sejarah mengemukakan pendapat yang berbeda. Antara lain : Bogor berasal dari
kata “Buitenzorg” yaitu nama yang digunakan pada masa Kolonial Belanda.2 kata
Buitenzorg ketika dilafalkan oleh orang Sunda awam pada masa itu mengalami
perubahan bunyi sehingga menjadi kata Bogor. Namun pendapat ini tidak
mendapat respon dari banyak kalangan.
Adapula yang mengemukakan, bahwa kata Bogor berasal dari kata
”Bokor” yang berarti sejenis batu logam yang terbuat dari kuningan.3 Pendapat
berikutnya yang cukup diterima oleh banyak pihak, khususnya para ahli sejarah
bahwa Bogor berarti “Tunggal Kawung” (pohon, enau, aren).4 Pendapat yang
terakhir ini pun dapat ditemukan dalam salah satu pantun Bogor yang berjudul
Ngadeungna Dayeuh Pajajaran. Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa
Barat dan bersuku Sunda, maka bahasa yang digunakannya pun tidak jauh
1 Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, (Bogor: Pemda Kota Bogor, 1984), h. 12.. 2 Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h.1 3 Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h. 2 4 Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h. 3
14
berbeda dengan beberapa daerah/kota yang ada di Jawa Barat, yaitu Bahasa
Sunda. Mungkin hanya berbeda pada dialeknya saja. Pada masa pemerintahan
Kolonial Belanda, Jawa Barat dikenal sebgai tanah Sunda atau Pasundan dan
Bangsa Belanda menyebutnya “Soendalandens”, baru pada tahun 1925 Belanda
meresmikan tanah Sunda ini menjadi daerah propinsi Jawa Barat.5
Menurut beberapa sumber dan para ahli sejarah, penduduk Bogor terdiri
dari: Pertama, penduduk asli suku Sunda Bogor. Sebagian besar berdomisili di
daerah Jasinga, Leuwiliang, Cijeruk, Cisarua, Jonggol, Cileungsi, dan lain-lain.
Kedua, adalah penduduk keturunan asing, seperti keturunan Cina. Mereka
kebanyakan berdomisili di Parung, Ciseeng, Tenjo, Cibarusa, Ciampea, dan lain-
lain. Penduduk keturunan Cina lebih banyak mendominasi pusat-pusat
perdagangan, seperti disepanjang Jalan Siliwangi (Pasar Bogor) atau tepatnya
sepanjang jalan didepan pintu gerbang utama Kebun Raya Bogor.
Penduduk keturunan lainnya, yaitu penduduk keturunan Arab. Kegiatan
mereka selain berdagang, juga menyebarkan Agama Islam yang berpusat di
daerah Empang sebelah selatan kota Bogor yang kemudian dikenal dengan nama
‘Kampung Arab’. Yang ketiga adalah penduduk yang berdekatan dengan
perbatasan Jakarta atau yang bersentuhan dengan suku adat Betawi sehingga
terjadi akulturasi dengan suku Sunda (Bogor). Umumnya mereka berdomisili di
daerah Cimanggis, Sawangan, Depok, Parung dan Cibinong, mereka ini disebut
dengan orang-orang ‘Melayu Ora’.6
5 R. Mohammad Ali, Penulisan Sejarah Jawa Barat Sekitar Permasalahannya,
(Bandung: Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1990). h. 12 6 Subeni, Sumbangan Foklore Bogor terhadap Perkembangan Bahasa di Jawa Barat,
(Bandung: IKIP, 1978), h.3.
15
Pada zaman Kolonial Belanda mereka menyebut Bogor dengan kata
Buitenzorg. Padahal kata tersebut lebih ditujukan kepada sebuah bangunan yang
ada dilingkungan Kebun Raya Bogor, yaitu Gedung Istana Bogor yang kini
terkenal tidak hanya di Indonesia tapi juga diseluruh dunia. Karena ketika orang
bicara Bogor tidak akan lepas dari Kebun Raya dan Istana Bogor.
Mengingat pada satu masa di zaman Kolonial Belanda pada tahun 1745,
ada salah seorang Gubernur Jendral yang bernama Baron Van Imhoff yang selalu
mengadakan perjalanan ke beberapa tanah jajahannya untuk memantau penduduk
dan perkembangan pembangunan kekuasaan Belanda.7 Dalam hal ini Baron
sering mengunjungi daerah Cipanas, namun dalam kegiatan perjalannya, beliau
membutuhkan suatu tempat untuk singgah sebagai tempat peristirahatan. Karena
itulah, kemudian dibangun sebuah rumah sederhana bergaya arsitektur Eropa
disekitar Kebun Raya yang sekarang dikenal sebagai Istana Bogor.8
Penggunaan Istana Bogor oleh para Gubernur Jendral Belanda pada
massanya tidak hanya digunakan sebagai tempat singgah. Tapi juga sebagai
tempat menyepi untuk mengakrabkan diri dengan alam sekitar, mencari inspirasi
dan yang paling penting sebagai tempat melepas lelah dari hiruk pikuk kesibukan
Kota Batavia (Jakarta).
Tempat-tempat seperti Villa, Bungallaw, Pondok, wisma menurut orang
Perancis disebut “Sans Souci” yang berarti tanpa kesibukan atau tanpa urusan.
Namun orang-orang Belanda menerjemahkan hal tersebut ke dalam Bahasa
7 Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, h. 861. 8 Ibid, h. 88.
16
mereka menjadi “Buitenzorg”.9 Pada perkembangan sejarah selanjutnya kata
Buitenzorg tidak ditujukan hanya kepada sebuah bangunan Istana, melainkan juga
ke seluruh Wilayah Bogor. Karena akhirnya, Bangsa Belanda menyebut Bogor
dengan Buitenzorg.
B. Kondisi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Bogor
Pada masa sebelum kemerdekaan, bahkan setelah masa kemerdekaan
secara umum Negara Indonesia belum stabil. Baik dari aspek politik, sosial,
ekonomi, pendidikan maupun keamanan kehidupan masyarakat tidak menentu.
Indonesia mengalami masa-masa transisi belum tegak seperti Negara. Sekalipun
sudah diproklamirkan kemerdekanannya pada tanggal 17 agustus 1945 oleh tokoh
Dwi Tunggal yang mewakili Indonesia (Soekarno dan Moh Hatta). Pada masa-
masa kemerdekaan masih mencari ‘jati diri’ kenegarannya dengan meminta
pengakuan dari berbagai Negara di dunia atas kemerdekaan yang diraihnya.
Indonesia mungkin benar sudah merdeka melalui proklamasi
kemerdekaannya, tapi ternyata hal itu belum menjamin kebebasan, kemakmuran
dan kesejahteraan yang sebenar-benarnya. Melainkan bangsa Indonesia baru
melepaskan diri dari belenggu penjajah (Belanda dan Jepang). Hal itu terbukti
masih terjadi kerisuhan, keresahan, dan konflik sosial yang dirasakan masyarakat,
seperti bentrokan, perampokan, pembunuhan sampai pada pemberontakan oleh
kelompok-kelompok tertentu, seperti TKI, DI/TII, dan lain-lain yang menentang
pemerintah.
9 Ibid, h. 90.
17
Memang kerisuhan, keresahan, dan konflik tak pernah berhenti sekalipun
Indonesia sudah merdeka, namun hal itu tidak terjadi merata diseluruh daerah,
melainkan dibeberapa daerah saja. Artinya masih ada segelintir daerah yang
kondisinya biasa saja, seperti dibeberapa desa pinggiran Bogor penduduknya
mengalami kehidupan yang wajar. Meskipun begitu belum sepenuhnya aman.
Dalam kaitan ini, secara umum kondisi masyarakat Bogor pada masa-masa
sebelum dan sesudah kemerdekaan memang mengalami masa-masa sulit, karena
efek yang terjadi di Jakarta, juga tekanan dari pasukan Belanda dan Jepang. Pada
masa penjajahan Belanda, warga masyarakat Bogor khususnya para pejuang
sering kali bertempur dengan pasukan Belanda yang tak lain untuk
mempertahankan daerahnya supaya tidak diduduki oleh Belanda, dan juga untuk
membebaskan diri dari penderitaan serta perlakuan bangsa Belanda terhadap
penduduk pribumi.
Karena itu sempat terjadi petempuran di daerah Bogor, antara lain di
Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Citeurup, Kecamatan Cibinong, Depok,
Darmaga dan lain-lain.10 Ketika zaman penjajahan Balanda kondisi masyarakat
cukup menderita berada dibawah propaganda Belanda, seakan menjadi tamu
dirumah sendiri, diperlakukan secara kasar khususnya bagi warga yang
bertentangan dengan kebijakan pemerintahan Belanda.
Pada masa-masa suasana proklamasi pun sekitar akhir bulan Agustus
sampai September 1945 di Bogor terjadi insiden-insiden kecil. Hal ini terjadi
karena pemindahan kekuasan gedung-gedung dan perlucutan senjata dari pasukan
10 Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor.
18
Jepang yang diwarnai sedikit kerisuhan. Pada tanggal 5 September 1945, gedung
Istana Bogor berhasil direbut oleh para pejuang Bogor dan Sang Merah Putih
berkibar diatas gedung Istana Bogor.11 Pada tanggal 29 september 1945, para
pemuda berhasil menyita sembilan wagon bahan pakaian yang hendak diangkut
oleh Jepang kedalam kampnya diluar kota.12
Pada tanggal 1 oktober 1945 dengan resmi dilakukan pemindahan
kekuasaan dari penguasa pendudukan Jepang oleh Residen Iyok Mohammad
Siradz Hardjawinagun dan disaksikan oleh beribu-ribu rakyat yang berkerumun
disepanjang jalan dan didepan kantor keresidenan, dan upacara Sang Merah Putih
dan Presiden membacakan proklamsi, bahwa kekuasan pendudukan Jepang sudah
dipegang oleh Republik.13
Setelah proklamasi masyarakat Indonesia, khususnya daerah-daerah yang
dekat ke Jakarta secara umum terpecah. Mereka ada yang pro-RI, juga ada yang
pro-NICA. Oleh karena itu, masyarakat ada yang dicurigai bersengkongkol
dengan NICA sehingga terjadi pertempuran antar warga masyarakat karena saling
mencurigai. Salah satunya terjadi pertempuran didistrik Depok pada pertengahan
September 1945, dimana penduduk yang beragama Kristen yang dahulunya
terkenal rapat dengan Belanda, bahkan mereka dicurigai sebagai agen-agen
NICA.14
Tanggal 22 Oktober 1945 tentara Inggris masuk ke Bogor dengan tidak
mendapat gangguan dari rakyat dan pejuang Bogor. Pasukan Inggris yang masuk
11 A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, (Bandung: PT. Angkasa,
1979), h. 341. 12 Ibid, h. 341. 13 Ibid. h. 342. 14 Ibid, h. 342.
19
ke Bogor terdiri dari satuan yang tergabung dalam brigade infantri India ke-26
dengan Kolonel Greenway sebagai komandannya, Mayor Syahwar Khan sebagai
perwira staf dan Kapten Skobay sebagai perwira intelejen yang kemudian diganti
oleh Kapten Ruthford.15 Masuknya pasukan Inggris di Bogor tersebut disebabkan
Panglima Besar Tentara Sekutu di Indonasia, Letnan Jendral Sir Philip Christison
berhasil membujuk pemerintah RI untuk menempatkan pasukannya di Bogor dan
di Bandung.16
Tanggal 24 Oktober 1945 tentara Inggris dipimpin oleh Kolonel Greenway
mengadakan perundingan dengan markas ‘Barisan Rakyat`, yang diwakili oleh
tokoh-tokoh BKR, seperti Gatot Mangkupradja, Dule Abdullah, Kustija, Basuki,
dan Amdjah di markas tentara Inggris Batalyon 15.17
Dalam perundingan tersebut, Inggris meminta Istana Bogor untuk
dijadikan sebagai markas besarnya di Bogor, akan tetepi para wakil dari ‘Markas
Barisan Rakyat` menolak keinginan Inggris tersebut. Pada saat itu Istana Bogor
merupakan markas para pejuang. Setelah perundingan menemui jalan buntu
Kolonel Greenway menyarankan untuk mengadakan perundingan susulan di
markas besar Inggris di Jakarta (sekarang Departemen Pertahanan dan Keamanan
di Jl. Merdeka Barat). Perundingan susulan dilangsungkan pada tanggal 27
Oktober 1945 tetapi pihak Inggris menyandera para utusan tersebut dan
membuangnya ke pulau Onrust (Kepulauan Seribu di Jakarta). Pada bulan
15 Emi Maschurah, Sejarah Pembentukan dan Peranan Hizbullah dalam
Mempertahankan Republik Indonesia di Bogor (1945 – 1947), Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 68.
16 Ibid, h. 69 17 Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, Sejarah Perdjoangan di Kabupaten
DT. II Bogor (1942 – 1949), (Bogor : Pemerintah Kabupaten DT. II Bogor, 1986), h. 46.
20
Desember terjadi pertempuran yang mengakibatkan suasana di Bogor terasa
genting. Inggris yang tidak berhasil menguasai Istana Bogor dengan cara
diplomasi, kemudian melakukan penyerbuan ke Istana. Pada tanggal 9 Desember
1945 pasukan Inggris bergerak melakukan penyerangan secara besar-besaran
dengan menggunakan mobil lapis baja, sehingga terjadi pertempuran disekitar
Istana Bogor.18
Kemudian, terjadi pula insiden lain pada tanggal 10 Desember 1945,
tentara Inggris dan Gurka dengan bersenjata lengkap bergerak di sekitar Bogor
dan sebagian menuju Ciburial, bahkan mereka sempat menggedor-gedor beberapa
rumah tokoh masyarakat/pejuang dan terkadang menganiayanya, juga merusak
gedung-gedung pemerintah Bogor atau fasilitas umum lainya. Antara lain, kantor
Kabupaten Bogor yang mendapat kerusakan yang sangat parah, yakni bagian
kesehatan, bagian sekretariat dan kemakmuran, brankas yang ada disitu pun
didobrak, tapi untung sebelumnya sudah dikosongkan terlebih dahulu.19
Bulan Oktober 1946 Pemerintah Jawatan Karesidenan Bogor
mengeluarkan maklumat yang isinya antara lain:
a. Pada tanggal 23 Oktober 1946 pos-pos tentara Inggris yang berada
diluar kota, diantaranya Ciburial, Dermaga, Kedung Badak dan
Jembatan Satu Duit akan ditinggalkan oleh tentara Inggris dan
digantikan oleh tentara Belanda.
18 Ibid, h. 47 19 Museum Perdjoangan Bogor, Koran Gelora Rakyat, 21 Januari 1945.
21
b. Pada tanggal 24 Oktober 1946 pos-pos tentara Inggris di dalam kota
diganti oleh Belanda, selanjutnya kepada umum diminta supaya tetap
tenang.20
Begitu pula kondisi masyarakat dalam kehidupan beragama sempat terjadi
stagnasi, karena ada tekanan-tekanan dari pihak pemerintah Belanda. Aktifitas
para kyai dengan ceramah-ceramahnya di masyarakat dicurigai oleh pemerintah
Belanda, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kelanggengan pemerintah
Belanda. Hal itu dituduhkan kepada beberapa kyai, seperti KH. Muhammad
Falak, KH. Soleh Iskandar, Mama Kyai Bakom Ciawi, Mohamad Bakri, dan lain-
lain. Karena ceramah-ceramahnya yang terkesan menghasut rakyat setempat,
membakar semangat mereka dan membuat manuver-manuver untuk bergerak
berjuang melawan Belanda.
Fenomena tersebut memang sudah umum terjadi pada masa penjajahan,
karena posisi kyai/tokoh agama cukup strategis berada ditengah masyarakat. Para
kyai, selain sebagai tokoh guru di pesantren atau di lembaga pendidikan bagi para
santri, juga sebagai tempat bertanya bagi masyarakat sekitarnya, terlebih lagi bagi
tokoh pejuang ketika itu. Selain itu, tidak sedikit para kyai pada masa penjajahan
yang ikut turun berjuang untuk membela kemerdekaan dan membebaskan rakyat
dari penderitaan.
Pada akhirnya banyak bermunculan para pahlawan Nasional dari unsur
kyai/ustadz yang berjuang melawan para penjajah dibeberapa daerah di Indonesia
dengan melalui perlawanan rakyat. Seperti di Jawa Barat, antara lain KH. Zaenal
20 Siaran Kilat Pemerintah Jawatan Penerangan Karesidenan Bogor, (Bogor: Arsip
Museum Perdjoangan Bogor, 1946).
22
Mustofa di Tasikmalaya (Tahun 1944), Kyai Emas di Indramayu, H. Madrijas,
H.Hasan pada pertempuran Cimareme, H.Kartiwa, Kyai Srengseng, Kyai Kusen,
Kyai Mukasan (Tahun 1944), dan lain-lain.21
Begitu pula di Bogor, pada masa-masa penjajahan (Belanda-Jepang) telah
melahirkan beberapa tokoh pejuang dari unsur-unsur kyai, antara lain KH.
Tubagus Muhammad Falak dari Desa Pagentongan Bogor Barat, yang terkenal se-
Jawa Barat dan di kalangan para kyai di tanah Jawa. Kemudian KH. Abdullah bin
Nuh, yang sekarang memiliki Yayasan Ibn Khaldun dan sekarang terkenal dengan
nama kampus UIKA (Universitas Ibn Khaldun) Bogor.
Sekalipun masa-masa sulit dialami oleh masyarakat Bogor pada masa-
masa sebelum dan sesudah kemerdekaan atau pada masa penjajahan Belanda
hingga Jepang. Namun hal itu tidak menyurutkan niat sebagian warga untuk
menjalani aktifitas keagamaan, baik pengajian majlis ta’lim, kegiatan pesantren,
aktifitas ibadah di masjid-masjid dan musholla-musholla, seperti yang terjadi
disebagian desa kecil di wilayah Bogor.22 Karena mungkin pertempuran-
pertempuran yang terjadi hanya dibeberapa daerah saja, terutama di pusat-pusat
kota dan tempat-tempat di dekat markas Belanda.
Sementara disisi lain ada kelompok-kelompok yang mencoba
melemparkan isu-isu pemerintahan Islam pada tahun 50-an yang kemudian
mengikat dalam wujud pergerakan. Hal ini seperti terjadi pada gerakan DI/TII
yang dipimpin oleh SM. Kartosuwiryo beserta antek-anteknya. Kasus ini sempat
21 Disjarah Militer KODAM VI Siliwangi, Siliwangi dari Masa ke Masa, (Jakarta: Fakta
Mahjuma, 1968). h. 7 22 Mayor Sanusi, bagian Personalia Museum PETA Bogor.
23
menggegerkan wilayah Jawa Barat serta mempengaruhi stabilitas politik dan
keamanan pemerintah ketika itu.
Di Bogor pun merebak gerakan DI/TII sehingga pada suatu ketika terjadi
pengepungan dan penyerbuan oleh tentara dan rakyat terhadap gerombolan
tersebut yang bermarkas di pegunungan-pegunungan, seperti di Gunung Salak, di
Gunung Gede Pangrango dan gunung-gunung kecil yang berada disekeling
Kabupaten Bogor.23
C. Kondisi Masyarakat Aspek Ekonomi dan Politik
Sebagaimana diketahui secara umum kondisi negara Indonesia pada masa-
masa sebelum kemerdekaan bahkan sampai setelah kemerdekaan pun tidak
menentu. Masih banyak di beberapa daerah yang bergejolak. Pada masa sebelum
kemerdekaan bangsa Indonesia mengalami dua fase masa penjajahan, yaitu masa
penjajahan Belanda dan Jepang.
Sebelum Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, bangsa
Indonesia berada dibawah tirani Belanda. Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda
selama 350 tahun yang menyisakan penderitaan yang tak pernah hilang,
khususnya bagi mereka yang mengalami masa-masa tersebut.
Pada masa-masa penjajahan Belanda rakyat Indonesia mengalami
kehidupan yang semu, mereka bagaikan bangsa asing di negeri sendiri. Warga
diperlakukan semena-mena, daerah-daerah di kuasai Belanda, tanah garapan
23 Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor.
24
diatur oleh Belanda dengan kebijakan tanam paksanya. Hampir seluruh sektor
ekonomi dikuasai Belanda.
Monopoli perdagangan adalah salah satu kebijakan Belanda, semua hasil
tani, hasil kebun harus dijual kepada Belanda dengan harga murah. Tiap
penduduk dikenai upeti, hasil alam Indonesia dijual ke luar negeri dan hasil
keuntungannya sebagian dibawa ke Belanda, sementara sebagian lainnya
digunakan untuk memperluas imperialismenya.
Banyak pula kebijakan ekonomi-politik Belanda lainnya yang
menyengsarakan rakyat, seperti politik adu domba (Devide et Impera) antar
masyarakat, suku, ras dan agama, kebijakan kerja rodi, dan masih banyak lagi
penekanan-penekanan kepada rakyat Indonesia. Namun masa penjajah Belanda
tidak berlangsung lama, karena pada fase berikutnya Jepang mendarat di
Indonesia yang kemudian berhasil menaklukan Belanda pada tahun 1942.24
Penaklukan Belanda oleh Jepang cukup mendapat sambutan dari pihak
rakyat Indonesia, seakan memberi angin segar dan menggembirakan rakyat yang
telah lama berada dibawah tekanan pemerintah Belanda. Pada akhirnya bangsa
Jepang bersikap over acting terhadap rakyat Indonesia dan mencoba beradaptasi
kepada rakyat dengan cara memberikan janji kemerdekaan Indonesia. Padahal
tujuannya sama dengan Belanda ingin menjajah Indonesia.
Jepang mengawali penjajahannya di bumi Indonesia dengan mencoba
melancarkan propaganda yang bersifat membangkitkan kesadaran nasional untuk
mendeklarasikan Negara Indonesia merdeka. Praktek-praktek yang pada zaman
24 Disjarah Militer KODAM VI Siliwangi, Siliwangi dari Masa ke Masa, h. 26.
25
Belanda dilarang, kemudian pada zaman Jepang dibolehkan. Seperti di
bolehkannya mengumandangkan lagu Indonesia Raya, boleh mengibarkan
bendera merah putih berdampingan dengan Jepang, kemudian boleh
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, dan lain-lain.
Namun demikian masa-masa tersebut pun tidak berlangsung lama. Karena
pada akhir tahun 1942 negara Jepang digempur oleh sekutu dengan melakukan
penyerangan dan pengeboman ke dua kota besar di Jepang, yaitu Hiroshima dan
Nagasaki. Peristiwa tersebut ternyata berakibat besar terhadap keberlangsungan
penerintah Jepang yang ada di Indonesia. Pusat kerajaan Jepang bergejolak,
negaranya mengalami kegoncangan.
Perwakilan pasukan Jepang di Indonesia mulai agresif pada rakyat dan
memberikan kebijakan-kebijakan politik kepada para tokoh/pejuang bangsa
Indonesia. Antara lain membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) atau yang disebut Dokuritsu Zyumbi Kosakai
sebagai bukti langkah kemerdekaan yang pernah dijanjikan.
Kemudian membentuk pasukan dan laskar-laskar rakyat untuk membantu
Jepang melawan sekutu. Seperti dibentuknya pasukan PETA (Pembela Tanah Air)
pada bulan Oktober 1943.25 Dan di dirikan laskar-laskar atau organisasi-
organisasi, seperti Keibodan (Barisan Pemuda), Fujinkai (Barisan Perempuan),
Seinendan (prajurit/perwira), Suisintai (Barisan Pelopor), Pemuda Pelajar,
25 Ibid, h. 30.
26
Pemuda Pabrik, Pasukan Hizbullah, dan lain-lain.26 Para pasukan tersebut diberi
pelatihan dan dipersenjatai.
Seiring berjalannya waktu sepak terjang Jepang mulai melemah, demikian
pula kebijakan-kbijakan politik Jepang mulai diketahui oleh rakyat. Akhirnya
kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pejuang Indonesia untuk mempercepat
kemerdekaanya dan memukul pasukan Jepang. Hal ini dilakukan oleh pasukan-
pasukan dan laskar-laskar/organisasi yang dibentuk oleh Jepang, karena rakyat
Indonesia mulai sadar atas perlakuan Jepang yang tidak beda seperti pasukan
Belanda. Sampai pada akhirnya Jepang mundur pula oleh para pejuang Indonesia
yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Fenomena yang terjadi pada masa-masa penjajahan Belanda dan Jepang
pun terjadi dibeberapa daerah, terutama di Jawa dan khususnya di Jawa Barat.
Kebijakan ekonomi- politik pada zaman Belanda dan Jepang tidak pernah
berpihak pada warga pribumi, malah sebaliknya para penjajah menjadikan rakyat
Indonesia seperti sapi perahan yang hanya mengambil kepentingan sepihak.
Kebijakan ekonomi-politik Belanda jelas sekali sarat dengan pemerasan
hal ini terbukti dengan penguasaan sector-sektor perkebunan, perdagangan dan
eksport-import yang berpihak pada kepentingan Belanda. Jawa Barat termasuk
salah satu daerah yang terkenal besar hasil sawah dan perkebunannya
sebagaimana nampak membentang penghijauan yang terbesar dibeberapa
kabupaten. Seperti Banten, Bogor, Karawang, Bekasi, Sukabumi, Cianjur,
Bandung, Ciamis, Cirebon, Tasikmalaya, Indramayu, Purwakarta, dan lain-lain.
26 Ibid, h. 34.
27
Sektor perkebunan hampir seluruhnya dikuasai oleh Belanda, seperti
perkebunan teh, kopi, lada, karet, dan lain-lain. Salah satunya perkebunan-
perkebunan yang berada dibeberapa kecamatan daerah Bogor dikuasai oleh
Belanda.27 Antara lain perkebunan teh di kecamatan Cisarua (puncak), kemudian
hasil kebun dan buah-buahan. Juga hasil kayu hutan pegunungan di kecamatan
Cileungsi, Jonggol, Cibarusa, Ciseeng, Leuwiliang, Cigombong, Jasinga,
Cigudeg, Ciampea, Ciapus, dan lain-lain.28
Dalam sektor perdagangan pun Belanda menerapkan kebijakan-kebijakan
yang licik. Politik monopoli perdagangan yang pernah hilang dari dahulu kala.
Pada sektor pemasaran kemudahan dalam kepemilikan toko, kios bagi warga
pribumi tidak adil. Para pedagang harus memberikan upeti kepada pemerintah
atas hasil perdagangannya. Hal tersebut pun terjadi di Bogor, seperti di pusat
perbelanjaan “Pasar Bogor”, Ramayana, Empang. Belum lagi para pedagang di
Bogor harus bersaing pula dengan para pedagang keturunan Cina.
Secara politis memang penguasaan, tanggung jawab dan kewenangan atas
wilayah Bogor, baik Regent (Bupati), Wedana (Pembantu Bupati), asisten wedana
(Camat), kepala desa, dan lain-lain dipimpin oleh warga setempat. Namun mereka
semua bertanggung jawab atau berada dibawah penguasaan pemerintah Belanda
dan tidak sedikit pula pemimpin yang berkhianat pada rakyat. Oleh karena itu,
setiap kebijakan-kebijakan politik pada zaman Jepang secara umum tidak berbeda
deangan pemerintah Belanda. Meskipun bangsa Jepang mencoba bersikap
adaptatif dan kooperatif terhadap penduduk pribumi dengan memberikan
27 Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor. 28 Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA Bogor.
28
kebijakan-kebijakan yang tidak pernah diberikan pada zaman Belanda dan juga
memberikan harapan kemerdekaan. Ketika Jepang mulai terdesak oleh sekutu
mereka mengantisipasi dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan politik dengan
menghimpun rakyat dan dibentuk dalam pasukan-pasukan/laskar-laskar untuk
mendukung pihak Jepang.
Di Bogor peristiwa itu pun terjadi, salah satunya dengan menghimpun para
pejuang setempat ke dalam wadah pasukan perwira PETA (Pembela Tanah Air).
Menindak lanjuti langkah tersebut pada bulan Oktober 1943, pasukan Jepang
membuka tempat Korps Latihan Perwira Tentara sukarela PETA (Bo Ei Gyugun
Kanbu Renseitai) di Bogor.29 Tepatnya dijalan Jendral Sudirman di sepanjang
jalan menuju gerbang Istana Bogor. Kemudian pada tanggal 18 Januari 1944,
Korps Latihan Perwira PETA tersebut diganti dengan nama Bo Ei Gyugun Kanbu
Kyokutai (Korps Pendidikan Perwira Tentara Sukarela PETA)30, dengan tidak
mengubah lokasi tempatnya.
Mayor Oking adalah salah satu anggota pasukan PETA yang kemudian
menjadi pejuang warga Bogor. Di samping para pejuang Bogor lainnya ketika itu,
seperti Kapten Muslihat yang pernah menjadi atasan Oking, Mayor Abing Sarbini
adalah Komandan Batalyon XVI Siliwangi yang ketika itu membawahi kompi
Oking, Kolonel Daan Yahya (Komandan Divisi Siliwangi), KH. Tubagus
Muhammad Falak, KH. Abdullah bin Nuh, Ibrahim Ajie, Kawilarang, dan lain-
lain. Sementara itu warga Bogor lainnya, yakni para pemuda-pemudi, karyawan
pabrik, pelajar, para buruh dan sebagainya diorganisir sebagai laskar-laskar atau
29 Disjarah MIliter KODAM VI Siliwangi, Siliwangi dari Masa ke Masa, h. 30. 30 Ibid, h. 31.
29
organisasi-organisasi tertentu sebagaimana yang sudah penulis jelaskan
sebelumnya.
D. Kondisi Masyarakat dalam Bidang Pendidikan
Pendidikan adalah upaya manusia untuk “memanusiakan manusia”.31
Pendidikan adalah juga proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang hayat.32
Pendidikan dan kebudayaan tidak bisa dipisahkan, karena pendidikan merupakan
proses pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan memotivasi dan
membangkitkan minat, bakat, keterampilan dan segala potensi yang berada
didalam diri manusia melalui pengajaran, pembimbingan dan pelatihan. Sehingga
pada akhirnya akan menimbulkan hasil karya, karsa dan cipta dalam bentuk
kebudayaan dan peradaban pada masyarakat manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya pendidikan harus didukung oleh
berbagai sarana, fasilitas dan perlengkapan yang memadai sebagai penunjang
kelangsungan proses pendidikan. Dan salah satu yang paling penting adalah
lingkungan kondisi yang kondusif sehingga proses pendidikan bisa berjalan
dengan lancar dan aman tanpa kendala apapun.
Dalam kaitan dengan kondisi sejarah bangsa Indonesia, dunia pendidikan
mengalami perkembangan yang tidak menentu. Hal tersebut dialami rakyat
Indonesia pada masa-masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, terutama pada
31 Nana Sudjana, Pembinaan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung : Sinar
Baru Algesindo, Cet, ke-1, 1996), h. 1. 32 Ibid, h. 2.
30
masa-masa penjajahan. Pada masa Belanda terjadi diskriminasi dalam dunia
pendidikan terhadap pribumi.
Pemerintah Belanda membuka beberapa lembaga pendidikan, antara lain
HIS (Holland Inlandische School), yaitu sekolah untuk anak-anak pribumi yang
berasal dari kaum bangsawan.33 Kemudian sekolah ini dibuka untuk kalangan
menengah dalam rangka supaya penduduk pribumi bisa menyesuaikan diri dengan
kebudayaan Belanda atau dikenal dengan politik kebudayaan.34
Kondisi dunia pendidikan yang terjadi di Bogor pun ada masa-masa
penjajahan tidak jauh berbeda seperti di Jakarta dan di daerah-daerah lain. Sedikit
sekali HIS di Bogor yang hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu, seperti anak-
anak regent, wedana, asisten wedana, anak keturunan raden atau ningrat yang
berdarah biru. Sementara bagi rakyat biasa didirikan Sekolah Rakyat (SR) yang
dalam bahasa Belanda disebut Volks School.35 Sekolah ini diperuntukan bagi
rakyat menengah ke bawah.
Sekolah Rakyat di Bogor yang pertama salah satunya terdapat di Jalan
Kartini Kota Bogor. Dan ada pula semacam sekolah rakyat, yaitu Schakel School,
sekolah ini salah satunya terdapat di Jalan Pengadilan yang sekarang menjadi
SMP Negeri 2 Bogor.36 Kemudian pada tahun 30-an pemerintah Belanda
mendirikan Holland Chinese School (HCS) yaitu sekolah untuk anak-anak Eropa
33 Mayor Sanusi, Bogor 28 Februari 2004. 34 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta : LP3ES), h. 22. 35 Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA, Bogor. 36 Mayor Sanusi, Bagian Personalia Museum PETA, Bogor.
31
dan Cina atau keturunan Tionghoa.37 Sekolah ini sekarang dikenal dengan nama
Regina Pacis yang terletak di Jalan Ir. H. Juanda Bogor.
Di tengah munculnya sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah Belanda,
ternyata ada pula pendidikan non-formal pada masa itu yang berbasis pendidikan
Islam tradisional, yaitu pendidikan pesantren. Komunitas pesantren umumnya
anak-anak pribumi di pedesaan atau anak-anak kyai/ustadz yang antipati terhadap
pendidikan Belanda. Tradisi pendidikan pesantren tidak pernah hilang ditelan
zaman sejak masa wali songo.
Di Bogor ada beberapa pesantren pada zaman penjajahan, antara lain
pesantren Al-Falak di Desa Pagentongan Bogor Barat dengan tokoh kyayinya
yang juga tokoh pejuang, yaitu KH. Tubagus Muhammad Falak dan pesantren Al-
Ghazali, kemudian pesantren di desa Cisempur Caringin, pimpinan KH. Royani.
Juga pesantren Bakom di Ciawi yang konon katanya merupakan pesantren tertua
di Bogor. Dan masih banyak lagi pesantren-pesantren kecil di Bogor, terutama di
wilayah Kabupaten Bogor Barat.
Keberadaan pesantren cukup berpengaruh besar pada zaman penjajahan,
karena pola-pola yang diterapkan dalam pendidikan pesantren sarat dengan nilai-
nilai kemandirian, Perdjoangan (jihad) dan nilai-nilai kemanusiaan. Doktrin
pesantren terkesan membangkitkan motivasi santri dan masyarakat untuk bergerak
melawan penjajah. Karena ketokohan kyayi selain dimana santri, juga umumnya
merupakan tokoh masyarakat bagi warganya yang mudah didengar dan dituruti.
37 Geise OFM dan F. Vugts OFM, Sejarah Gereja Katholik di Wilayah Keusukupan
Bogor.
32
Sekitar tahun 1946-1948, ketika belum lama Jepang terdesak oleh tentara
sekutu dan rakyat Indonesia pun berhasil memukul mundur pasukan Jepang.
Kondisi sosial, politik dan keamanan sempat mengalami gejolak. Hal tersebut
sempat terjadi dibeberapa daerah di wilayah Bogor dengan banyaknya
bermunculan gerombolan yang meresahkan rakyat setempat.
BAB III GAMBARAN UMUM MUSEUM PERDJOANGAN BOGOR
A. Ruang Lingkup Museum Perdjoangan Bogor
Visi dan Misi Museum Perdjoangan Bogor :
1. Visi Museum Perdjoangan Bogor
a. Mewariskan semangat dan jiwa juang serta nilai-nilai 45 kepada
generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
b. Mewajibkan generasi bangsa sebagai generasi yang tidak Adam lil
Tapel, yakni generasi yang tidak lupa pada asal. Asal bangsa Indonesia
yang mempunyai ciri dan pribadi Indonesia serta berwawasan
nusantara yang dituangkan dalam falsafah Negara yaitu : Pancasila.
2. Misi Museum Perdjoangan Bogor
Untuk mewujudkan Visi yang dimiliki Museum Perjuangn Bogor maka
dilakukan upaya pencapaian yang tertuang dalam misi sebagai berikut :
a. Memupuk dan Memelihara semangat Revolusi 17 Agustus 1945
b. Menyimpan benda-benda bersejarah yang terlibat langsung dalam
revolusi Fisik perang Kemerdekaan RI tahun 1945.
c. Menyalurkan dan menghubungkan rakyat dari Keresidenan Bogor
dengan membina komunikasi dan tali silahturahmi yang baik.1
Memanfaatkan keberadaan Museum sebagai alat pendidikan bagi
masyarakat terutama bagi anak-anak dan pemuda harapan bangsa.
1 Data Statistic Museum Perdjoangan Bogor.
33
34
B. Letak, Aksesibilitas, dan Topografi
Museum Perdjoangan Bogor pada awal pendiriannya terletak dipusat
keramaian dan hingga kini berada disalah satu pusat perbelanjaan di kota Bogor
yaitu, Pusat Grosir Bogor (PGB). Kondisi topografi dari Museum Perdjoangan
Bogor merupakan refleksi dari topografi kota Bogor, yaitu berada pada wilayah
rangkaian pegunungan yang mengelilingi Kota Bogor. Termasuk kedalam wilayah
lipatan Utara yang tertutup bahan Vulkanik endapan sungai dari gunung Salak dan
Gunung Gede. Sebagian besar daerah ini mengandung tanah liat, lapisan batu-
batuan dan pasir.2
Keadaan tanah bersifat naik-turun yang merupakan gabungan lembah dan
tebing di bagian kedalaman tanah 16-20 meter dari permukaan kota. Sedangkan
untuk ketinggiannya pada kisaran antara 200-300 meter dari permukaan laut.
Bangunan gedung yang terdiri atas dua lantai ini merupakan bangunan
peninggalan zaman kolonial Hindia Belanda ketika menjajah Indonesia. Gedung
museum Perdjoangan Bogor sejak awal pendiriannya telah mengalami beberapa
kali perombakan atau renovasi fisik bangunan.
Museum Perdjoangan Bogor (MPB) merupakan salah satu peninggalan
bersejarah yang didirikan diatas areal tanah seluas 650 m², dengan deskripsi luas
bangunan 515 m² yang terdiri atas dua lantai sebagai gedung utama dan
dilengkapi oleh ruang kantor dan mushola pada bagian kiri dan kanan. Menurut
letak administrasi kepemerintahan termasuk kedalam kecamatan Bogor Tengah,
Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, dengan batas kawasan sebagai berikut:
2 Data Statistic Museum Perdjoangan Bogor.
35
1. Utara : Berbatasan dengan jalan MA. Salmun
2. Selatan : Berbatasan dengan Jalan Mayor Oking dan areal ex SMP
Hutabarat
3. Timur : Berbatasan dengan areal pemukiman penduduk
4. Barat : Berbatasan dengan Jalan Merdeka 3
Kondisi aksesibilitas Menuju Museum Perdjoangan Bogor dapat
dikategorikan cukup mudah. Kerena letaknya yang berada di pusat Kota Bogor
dan dapat ditempuh dalam beberapa menit dari pintu gerbang utama Kota Bogor
(Jalan bebas hambatan /tol jagorwi). Museum Perdjoangan Bogor dapat dijangkau
dengan menggunakan kendaraan umum berupa angkutan perkotaan yang memiliki
jalur trayek melalui pintu-pintu masuk Museum Perdjoangan Bogor ataupun
dengan menggunakan kendaraan tradisional becak.
C. Tujuan Pokok Museum Perdjoangan Bogor
Tujuan pokok didirikannya Museum Perdjoangan pada saat peresmian
awal, sebagai berikut:4
1. Memupuk dan memelihara semangat revolusi 17 agustus 1945.
mewariskan jiwa dan semangat proklamasi kemerdekaan pada angkatan
muda dan keturunan yang akan datang (generasi mendatang)
2. Patriotik dan Heroik (kebangsaan dan kepahlawanan) sebagai monumen
nasional yang hidup untuk mengenang dan memperingati serta
memuliakan para pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia
3 Data statistic Museum Perdjoangan Bogor. 4 Yayasan Museum Perdjoangan Bogor, Dokumen : Acara Peresmian Pembukaan
Gedung Museum Perdjoangan Bogor. (Bogor: Percetakan Archipel Bogor, 1958), h. 8.
36
3. Historis (sejarah) sebagai penyalur dan penghubung dari rakyat
karesidenan Bogor dalam Perdjoangannya untuk mempertahankan dan
mengisi kemerekaan 17 agustus 1945.
4. Pedagogis (pendidikan) sebagai alat pendidikan bagi masyarakat terutama
bagi anak-anak dan pemuda harapan bangsa.
5. Kultural (kebudayaan) sebagai tempat memupuk dan penyimpanan hasil-
hasil karya dari cabang kehidupan dan kebudayaan yang sesuai dengan
jiwa dan semangat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
D.;Struktur Organisasi Museum Perdjoangan Bogor
Museum Perdjoangan Bogor berada dibawah sebuah Yayasan yakni
Yayasan Museum Perdjoangan Bogor (MPB). Yayasan ini didirikan oleh para
pejuang yang berasal dari daerah sekaresidenan Bogor setelah perang revolusi
fisik tahun 1945-1950. Yayasan ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk
mengakomodir setiap bentuk pesan dan keinginan dari para pejuang RI yang
menginginkan kemerdekaan sejati bagi bangsa dan negara.5
Dewan Pengurus Yayasan Museum Perdjoangan Bogor pada awal
pendirinnya memiliki anggota yang berasal dari beberapa kalangan.
Kepengurusan Yayasan ketika itu terdiri dari 17 orang masing-masing : Residen
Bogor – Walikota Bogor – Bupati Bogor – Prof. Ir. Koenoto Setyadi – DR. HSB
Zahar – Umar Sanusi – Bunawan Rusmuiputro – Sdr. Sudewo – Ny.
Halmaherawati Sukardja – Mayor Saptaji – Mayor Tarmat – Erno Hardja – Soleh
5 Data Statistic Museum Perdjoangan Bogor.
37
Iskandar – Ny. Rumiah Darta Abdurachman dan seorang perwakilan dari daerah
Cianjur, serta beberapa orang perwakilan daerah lain sekitar di kota Bogor.
Hingga saat ini masa kepengurusan Museum Perdjoangan Bogor (MPB)
telah mengalami perubahan sebanyak dua kali dari kepengurusan yang lama.
Kepengurusan baru yang mengelola museum saat ini merupakan kepengurusan
yang diangkat oleh Dewan Pembina Museum Perdjoangan Bogor pada bulan
maret tahun 2003. Pengurus museum memiliki anggota yang terdiri atas 17 orang
yang tersebar pada beberapa bidang/jabatan. Setiap pengurus diangkat oleh
Dewan Pembina museum untuk masa bakti 5 tahun.6
Yayasan Museum Perdjoangan Bogor (MPB) memiliki seperangkat
kepengurusan yang bersifat independen. Kepengurusan yayasan dapat terdeskripsi
secara jelas dalam bagan struktur organisasi yayasan (Gambar 1).7 Melalui
struktur tersebut dapat terlihat garis komando yang terdapat di museum dengan
jelas untuk setiap jabatan. Yayasan MPB memiliki visi yakni “Mewariskan
semangat dan jiwa proklamasi kemerdekaan kepada angkatan muda dan
keturunan yang akan datang”. Melalui visi tersebut coba dikembangkan satu
upaya pencapaian visi yang tercantum pada misi Yayasan MPB. Misi dari
Yayasan MPB salah satu diantaranya adalah dengan mendirikan Museum
Perdjoangan Bogor dan berbagai fasilitas yang terkait dengan keberadaan museum
tersebut.
6 Wawancara Pribadi, Drs. H. Mardjono, Tanggal 23 Juli 2010. 7 Data Statistic Museum Perdjoangan Bogor.
38
Yayasan Museum
Perdjoangan Bogor
PENGAWAS
PEMBINA
1. Komandan KOREM 061 Suryakencana
2. Walikota Kota Bogor 3. Bupati Kab. Bogor 4. Mayjen Adjat Sudrajat
1. Ketua Wirawati Catur Panca 2. Ketua Dewan Pendidikan
Kota Bogor 3. Ketua LVRI Kota Bogor 4. Ketua LVRI Kab. Bogor
KETUA UMUM
KETUA I (SATU)
KETUA II (DUA)
PENGURUS
KETUA PELAKSANA HARIAN
Hj. Nanie RS. Kamarwan
Drs. H. Mardjono
SEKRETARIS
BENDAHARA
PENGEMBANGAN
AKUSISI
PELAKSANA HARIAN
M.O. WIWOHO
RAHMI INDRA
JACJA SALEH
PEMBANTU UMUM
ACIH
ACUB
Gambar 1. Struktur Organisasi Museum Perdjoangan Bogor
39
Tugas dan Fungsi dari tiap-tiap Jabatan (Job Description)
Setiap jabatan di Yayasan Museum Perdjoangan Bogor memiliki tugas dan
fungsi yang berbeda-beda. Masing-masing fungsi dan tugas disesuaikan dengan
kapasitas yang seharusnya dimiliki oleh setiap jabatan. Setiap tugas yang
diberikan oleh Dewan Pembina Museum Perdjoangan Bogor kepada setiap
pengurus merupakan satu rangkaian kesatuan yang termaktub pada Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang dihasilkan pada rapat awal
pendirian museum. Setiap jabatan diharuskan memberikan laporan pertanggung
jawaban kepada Dewan Pembina setiap tahunnya, berkaitan dengan pelaksanaan
konsep yang telah diamanatkan.8
Berikut ini tugas dan fungsi dari tiap-tiap jabatan (job description) di
Museum Perdjoangan Bogor (MPB):
1. Pembina: Memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama Pembina.
Memutuskan perihal mengenai perubahan Anggaran Dasar, mengangkat
dan memberhentikan anggota pengurus dan anggota pengawas,
menetapkan Kebijakan Umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan, mengesahkan program Kerja dan Rancangan Anggaran Tahunan
Yayasan yang disiapkan oleh pengawas, dan mengesahkan Laporan
Tahunan Yayasan.
2. Pengawas: Melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada pengurus
dalam menjalankan Kegiatan Yayasan. Serta memeriksa perihal Laporan
Harian baik dokumen pengeluaran, pembukuan data pengunjung, dan lain
sebagainya.
3. Ketua Umum: Memiliki wewenang bertindak untuk dan atas nama
pengurus mewakili Yayasan.
4. Ketua I (Satu): memiliki kewenangan mewakili Ketua Umum dalam
berbagai kesempatan apabila Ketua Umum berhalangan hadir mewakili
Yayasan. Melaporkan berbagai perkembangan-perkembangan pengelolaan
secara rutin setiap bulannya kepada Ketua Umum.
8 Data Statistic Museum Perdjoangan Bogor.
40
5. Ketua II (Dua): Memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengkoordinasikan program kerja yang telah disusun pada Rapat Dewan
Pembina kepada setiap anggota pengurus. Selain itu berkesempatan pula
mewakili Yayasan apabila Ketua Umum dan Ketua I (Satu) berhalangan
hadir diberbagai kesempatan.
6. Pengurus: Berkewjiban melaksanakan kepengurusan yayasan demi
mencapai Visi dan Misi Yayasan Museum Perdjoangan Bogor dengan
memperhatikan ketentuan dalam anggaran dasar peraturan perundang-
undangan yang berlaku (pembagian tugas dan wewenang yang dihasilkan
melalui rapat Pembina). Pengurus melakukan rapat anggota pengurus
setiap waktu dan dipimpin oleh Ketua Umum Pengurus. Pengurus terdiri
atas beberapa orang personil yang menduduki beberapa jabatan yang
terdiri atas:
a. Ketua Pelaksanaan Harian: Memiliki kewajiban untuk melaporkan
hasil kagiatan pengelolaan harian kepada Ketua I (Satu), mengatur dan
mengkoordinasikan dana pendapatan yang diperoleh oleh museum
setiap harinya dan pelaporan setiap bulan kepada Ketua I (Satu).
b. Sekretaris: Mengelola administrasi Yayasan Museum Perdjoangan
Bogor dan mengelola pembukuan data kunjungan serta kearsipan
sebagai bahan penyusunan Laporan Tahunan.
c. Bendahara: Mengelola keuangan Yayasan Museum Perdjoangan
Bogor yang meliputi pengeluaran, pendapatan, serta kondisi kas
Yayasan.
d. Seksi Bidang Pengembangan: Mengelola upaya pengembangan
museum (promosi publikasi dan koleksi) dan strategi pencapaian yang
diperlukan.
e. Seksi Bidang Akusisi: Mengelola pengembangan sarana prasarana
serta fasilitas museum.
f. Pelaksana Harian: Melaksanakan tugas harian yang mencakup
pelayanan tiket dan pemberian informasi (jasa pemanduan).
41
g. Pembantu Umum: Melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
perwatan sarana prasaran serta fasilitas yang terdapat di Museum
Perdjoangan Bogor.
E. Kondisi dan Bentuk Bangunan
Museum Perdjoangan Bogor mempunyai luas area 650 m², didalam
gedung tersebut terdapat ruang perkantoran, dan ruang koleksi. Sedangkan di
halaman depan museum terdapat sebuah taman seluas 10 x 30 meter. Halaman ini
berlantaikan ubin dan di tengah-tengah tamannya terdapat sebuah pancuran air.
Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berisikan kantor dan
benda-benda koleksi seperti senjata-senjata modern, dokumen-dokumen, mata
uang, lukisan, dan lain-lain. Kemudian lantai dua terdiri dari benda-benda koleksi
seperti senjata-senjata tradisional, topi helmet, prasasti/monumen, diorama
peristiwa pertempuran, kain/pakaian, dan sebagainya. Didepan bangunan ini
terdapat sebuah pusat perbelanjaan, dan disamping kiri dan kanannya terdapat
ruko-ruko.9
Pada umumnya, sebuah bangunan memiliki komponen-komponen yang
selalu hadir dan berhubungan dengan konstruksi bangunan sebagai
kelengkapannya dari bangunan tersebut. Komponen-komponen ini disebut
komponen arsitektur, komponen ini tidak dapat terpisahkan dari bangunan
tersebut. Komponen tersebut berupa lantai, dinding, jendela, pintu, atap dan lain
9 Drs. H. Mardjono, Wawancara Pribadi tanggal 23 Juli 2010.
42
sebaginya. Jika salah satu komponen tersebut tidak ada maka dapat dikatakan
bagunan tersebut tidak lengkap.10
1. Lantai
Lantai pada Museum Perdjoangan Bogor adalah sebuah ubin (kepala
basah, pada zaman Belanda), yang berukuran 30x30 cm. Ubin ini ada
sejak awal pendiriannya. Yaitu ketika pemilik pertamanya mendirikan
bangunan ini.
2. Dinding
Dindingnya terdiri dari dua tahap yaitu dinding batu dan kayu. Pada
awalnya dinding bangunan ini terbuat dari kayu, namun pada tahun
2003 dinding bangunan Museum Perdjoangan Bogor ini diganti
dengan batu. Ada sedikit perbedaan antara dinding yang berada di
lantai atas dan lantai bawah. Pada dinding lantai bawah dinding kayu
yang awalnya digunakan, kemudian diganti dengan dinding batu.
Namun, dinding pada lantai atas (awalnya dinding kayu) tidak diganti
tapi hanya dilapisi (ditamblok/didobelkan).11
3. Atap
Bentuk atapnya seperti perisai ganda yaitu gabungan dari dua buah
atap pelana, kedua atap pelana teersebut berbentuk simetris. Konstruksi
atap berbentuk konstruksi kuda-kuda kayu, yaitu konstruksi yang
terbuat dari balok kayu yang diletakan berpalang dan berfungsi sebagai
10 Susanto, Bangunan Arsitektur Belanda di Indonesia, (Jakarta: Museum Sejarah Jakarta,
2002), h. 8. 11 Drs. H. Mardjono, Wawancara Pribadi tanggal 23 Juli 2010.
43
penopang atau penyangga. Sedangkan atapnya terbuat dari tanah liat
(genteng), kayu atap sirap, seng dan batu bata.
4. Dormers (Ventilasi Udara)
Keberadaan dormers pada bangunan Museum Perdjoangan Bogor
ternyata hanya merupakan ragam hias saja, sebab di Belanda Dormers
berfungsi sebagai kamar dan ventilasi udara pada musim panas,
sedangkan pada musim dingin digunakan sebagai gudang. Di Belanda,
Dormers merupakan suatu unsur yang selalu ada. Di Museum
Perdjoangan Bogor, Dormers berfungsi sebagai ventilasi, tetapi fungsi
itu tidak terlalu dominan karena adanya jendela yang berukuran besar
dan banyak pada setiap lantainya.
5. Jendela
Jendela berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi dua tipe yaitu
jendela persegi panjang dan jendela bujur sangkar.
Jendela ini pada lantai bawah berjumlah 6 buah yang berukuran besar
pada sisi kanan dan kirinya. Sedangkan jendela yang berada dilantai
atas berjumlah 10 buah, 6 buah berupa jendela yang berukuran besar
dan 4 buah jndela yang berukuran kecil.
Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh, jendela-jendela ini tidak
pernah dirubah dari bentuk aslinya. Hanya saja ada di tambahkan
teralis pada tiap jendela tersebut.
44
6. Pintu
Jumlah dari pintu pada Museum Perdjoangan Bogor ini sebanyak 3
buah pintu saja. Pintu pertama yaitu pintu utama (pintu masuk), pintu
ini berukuran besar yang mempunyai dua buah sisi. Pintu ini
digunakan dari pertama dibangun (pintu model Belanda), yang kedua
pintu kantor dan yang ketiga yaitu pintu kamar mandi.
7. Tangga
Di sudut dalam Museum terdapat dua buah sisi tangga yang berbentuk
zig-zag. Di tengah-tengah tangga terdapat ruang kantor untuk para
pegawai Museum ini.
Dari beberapa ornamen-ornamen inilah yang membuat Museum
Perdjoangan Bogor masih berdiri kokoh hingga sekarang ini. Walaupun usianya
sudah tua tetapi masih memancarakan banguan Eropa (lebih tepatnya gaya
Belanda) bergaya klasik.12
12 Drs. H. Mardjono, Wawancara Pribadi tanggal 23 Juli 2010.
BAB IV SEJARAH MUSEUM PERDJOANGAN BOGOR
A. Museum Perdjoangan Bogor sebelum Diresmikan
Gedung bertingkat dua yang terletak di Jalan Merdeka Bogor (dulu disebut
Jalan Tjikeumeuh Bogor No. 28) berhadapan dengan kuburan Belanda Memento
Mori dan sekarang berhadapan dengan Pusat Grosir Bogor (PGB). Gedung ini
adalah peninggalan bersejarah dari masa ke masa, sejak penjajahan Belanda
sampai awal kemerdekaan Republik Indonesia.
Didirikannya gedung ini awal 1879, kemudian tanggal 7 Juli 1879 dimiliki
oleh seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Wilhelm Gustaff Wissner,
bangunan ini dijadikan gudang barang-barang. Setelah beberapa kali beralih
kepemilikannya pada tanggal 16 Desember 1953, gedung ini dimiliki oleh saudara
Umar bin Usman Alwahab dengan surat Firgendom Verponding Nomor: 4016.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 1958 oleh pembantu utama pelaksana Kuasa
Perang Daerah KMS Bogor, diserahkan sepenuhnya kepada Yayasan Museum
Perdjoangan Bogor untuk digunakan sebagai Sekolah Rakyat. Kemudian pada
tanggal 20 Mei 1958, gedung ini dihibahkan (disumbangkan) sepenuhnya kepada
Yayasan Museum Perdjoangan Bogor dengan akta Notaris J.L.L. Wonas di
Bogor.1
Para pemimpin pejuang kemerdekaan Republik Indonesia dari daerah
Karesidenan Bogor dan sekitarnya mengadakan pertemuan di rumah Bupati RE.
1 Yayasan Museum Perdjoangan Bogor, Dokumen : Acara Peresmian Pembukaan
Gedung Museum Perdjoangan Bogor. (Bogor: Percetakan Archipel Bogor,1958), h. 5.
45
46
Abdullah di Jl. Panaragan No. 31 pada Tanggal 26 Oktober 1957. Pertemuan
tersebut telah menghasilkan satu ketetapan yaitu dijadikannya Gedung
Tjikeumeuh No. 28 sebagai Gedung Monumen Nasional untuk selamanya.
Museum Perdjoangan Bogor yang terletak di pusat kota Bogor dikelilingi oleh
jalan-jalan yang mempunyai latar belakang sejarah pula, seperti Jalan Kapten
Muslihat, Jalan Mayor Oking Djajaatmadja, Jalan Veteran dan Jalan Merdeka
dimana gedung Museum ini berdiri dengan nomor jalan 56.2
Jika di lihat dari sejarah awal berdirinya hingga perkembangan yang
terjadi pada gedung ini, tentu saja mempunyai beberapa peranan, diantaranya : 3
1. Museum Perdjoangan Bogor yang terletak dipusat keramaian, dahulunya
adalah milik seorang kebangsaan Belanda. Kemudian setelah beberapa kali
beralih kepemilikan dan dipakai untuk perusahaan, maka mulai bulan Juni
1938 bangunan ini dijadikan gedung PERSAUDARAAN “PARINDRA”
Cabang Bogor.
2. Seiring berjalannya waktu gedung ini berubah fungsinya menjadi Kantor
Bank Simpan Pinjam, dan lain-lain.
3. Sejak tanggal 9 maret 1942 direbut oleh tentara Jepang dan dijadikan
gudang untuk para tentaranya.
4. Pada tanggal 17 Agustus 1945 berhasil direbut kembali oleh pejuang
Indonesia dan dijadikan sebagai kantor KOMITE NASIONAL
INDONESIA daerah Bogor, kantor BP-3, Markas Pejuang daerah Bogor,
Kantor Perjuangan DEWAN PERDJOANGAN KARESIDENAN
2 Bpk. H. Mardjono, Wawancara Pribadi. Tanggal 23 Juli 2010. 3 Yayasan Museum Perdjoangan Bogor, Dokumen : Acara Peresmian, h. 4.
47
BOGOR, Laskar Rakyat Bambu Runcing dan para pejuang pemuda.
Namun, pada Tanggal 13 Februari 1946 gedung tersebut di tinggalkan,
karena tidak tahan dengan tekanan para tentara Inggris dan Belanda.
5. Pada Tahun 1948 sampai 1949 direbut para pejuang Indonesia kembali
dan dijadikan untuk kegiatan GABSI (Gabungan Serikat Indonesia),
dibawah pimpinan Priyatman.
6. Tanggal 3 Agustus 1949 terjadi Cease Tire antara Belanda dengan
Indonesia, maka gedung tersebut dijadikan Kantor Tetap Pemerintahan
Daerah Kabupaten Bogor, KDMJ Bogor dari Tanggal 23 Desember 1949
sampai 4 Maret 1950.
7. Tahun 1952 sampai dengan 16 Maret 1958 dijadikan Sekolah Rakyat (SR)
No.34. Pada awalnya hanya untuk anak-anak anggota tentara saja, tapi
kemudian atas usaha Mayor Usman Abdullah. Maka berlaku untuk umum
juga. Sekolah Rakyat ini siangnya digunakan sebagai sekolah SMP
SMAURIL ADJREM (sekolah dengan ijazah penyesuaian para siswa yang
terdiri dari pemuda pejuang yang akan bergabung dengan TNI/POLRI
sampai dengan tahun 1952).
8. Tanggal 16 Desember 1953 dimiliki oleh Umar bin Usman Al-Wahab,
yang rumahnya berada disebelah kiri gedung tersebut. Dengan Eigendom
Verponding No. 4016
9. Tanggal 17 Maret 1958 diserahkan penuh oleh Pembantu Utama Pelaksana
Kuasa Perang Daerah KMS Bogor kepada Yayasan Museum Perdjoangan
48
Bogor. Dan Sekolah Rakyat dialihkan ke tempat lain pada Tanggal 20 Mei
1958.
10. Atas kedermawanan Umar bin Usman Al-Wahab gedung ini dihibahkan
secara penuh kepada Yayasan Museum Perdjoangan Bogor dengan akte
notaris J.L.L Wonas di Bogor. Tanggal 10 November 1958 pada
peringatan Hari Pahlawan tepatnya Pukul 08.00 WIB, gedung ini secara
resmi dibuka oleh Ibu Kartinah TB Muslihat dan dituangkan dalam surat
keputusan Pelaksana Kuasa Militer Daerah Res. Inf 8/III No.
Kpts/3/7/PKM/57. Diprakarsai oleh Major Ishak Djuarsa. Pe.Ku.Mil
Daerah Res.Inf. 8/III Suryakancana Divisi Siliwangi. Yang kemudian
diresmikan kembali oleh Kolonel RA Kosasih Panglima TT III Siliwangi.4
Selain berbagai peranan yang berubah-ubah dari tahun ke tahun seperti
gambaran yang tertera diatas, banyak pula sejarah yang terkandung didalam
Museum ini. Apalagi jika kita mengetahui sosok dua orang tokoh yang menjadi
icon museum ini. Yaitu Kapten Tubagus Muslihat dan Ny. Moedjasih Jusman
Sarkani yang telah banyak berperan penting dalam memperjuangkan
kemerdekaan.
Salah satu sosok pejuangnya yaitu seorang Kapten Muslihat. Namun
belum banyak orang yang mengetahuinya. Jalan Kapten Muslihat yang setiap
harinya dilalui kendaraan bermotor dan pejalan kaki itu ternyata menyimpan nilai
sejarah tentang gugurnya seorang pejuang muda dimasa revolusi, bahkan karena
Perjuangan dan pengorbanannya. Selain nama besarnya diabadikan menjadi nama
4 Ibid, h. 5.
49
jalan tersebut, dibagian jalan lain didirikan pula monumennya yang selama ini
dikenal sebagai Kapten Muslihat.
Tubagus Muslihat lahir di Pandeglang, hari Senin tanggal 26 oktober
1926, bertepatan dengan terjadinya aksi pemogokan buruh komunis yang saat itu
tengah gencar-gencarnya melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan
Hindia Belanda. Seiring dengan didirikannya tentara pembela tanah air PETA
pada bulan oktober Tb Muslihat meninggalkan pekerjaannya, ia mendaftarkan
diri menjadi tentara sukarelawan Pembela Tanah Air PETA, setelah melalui
beberapa test, Tubagus Muslihat berhasil lulus dan diterima sebagai tentara PETA
dengan pangkat, ia dimasukan kedalam kategori pemuda-pemuda cakap dan
berani, kemudian dipilih menjadi Shudanco (komandan Seksi atau peleton)
bersamaan dengan Ibrahin Ajie, M Ishak Juarsa, Rahmat Padma, Tarmat,
Suwardi, Abu Usman,Rojak dan Bustami.
Dengan bermodalkan senjata curian kapten Muslihat bersama rekan-
rekannya meneruskan Perjuangan dan ikut bergabung dengan Barisan Keamanan
Rakyat (BKR) yang bekerjasama dengan organisasi API, AMRI, KRIS dan
PESINDO, disamping tugas mereka menjaga keamanan didalam kota, gerakan
yang mereka lakukan pun berusaha mengumpulkan dan merebut senjata dari
tangan Jepang. Selanjutnya perjuangan mereka lebih meluas dengan merebut
kantor-kantor yang diduduki tentara Jepang hingga menjadi milik Republik
Indonesia.
50
Hingga suatu hari, tepatnya tanggal 25 Desember 1945, Kapten Muslihat
bersama pasukannya melakukan penyerangan kekantor Polisi yang terletak di
jalan Banten (sekarang jalan Kapten Muslihat), Kontak senjatapun terjadi
mewarnai penyerangan itu. Akan tetapi pertahanan tentara Inggris dan Gurkha
sangat kuat. Sampai akhirnya Kapten Muslihat gugur dalam pertempuran itu.
B. Museum Perdjoangan Bogor sesudah Diresmikan
Peresmian Museum Perdjoangan Bogor dilaksanakan pada tanggal 10
Nopember 1958 (bertepatan dengan Hari Pahlawan). Dibuka secara resmi oleh
Nyonya Kartinah Muslihat (istri mendiang Kapten Muslihat). Didalam surat
keputusan Pelaksana Kuasa Militer Daerah Res. Inf 8/III no. Kpts/3/7/PKM/57.
Museum Perdjoangan Bogor adalah Museum Perdjoangan pertama yang ada di
nusantara.5
Museum ini melakukan kegiatan pengelolaan koleksi/ornamen sebagai
bagian dari kegiatan pengelolaan museum, sebagai objek wisata. Setiap jenis
koleksi memiliki keunikan dan sejarah tersendiri, dengan bentuk pameran yang
ditampilkan secara utuh diharapkan mampu menjadi komoditas wisata yang
menarik.6
Data yang diperoleh dari pihak pengelola yang menyatakan jumlah koleksi
kurang lebih 1000 buah, perlu didata sehubungan terjadinya penambahan koleksi
pada Tahun 2005. Kegiatan inventarisasi mengenai koleksi/ornamen MPB baik
5 Ibid, h. 4. 6 Bpk Edwin, Wawancara Pribadi Tanggal 14 Agustus 2010.
51
jumlah dan jenisnya, terakhir kali dilakukan pada tahun 2004, hanya saja pihak
pengelola kehilangan data tersebut karena sesuatu hal.
Koleksi/ornamen merupakan aset yang menjadi ciri khas dari MPB
sebagai daya tarik utama sebuah obyek wisata. Ketertarikan pengunjung untuk
datang berkunjung ke MPB dikarenakan oleh keberadaan koleksi yang cukup
beragam. Seluruh koleksi di MPB ditampilkan pada ruang pamer dan dilengkapi
oleh papan interpretasi berupa sign dan label interpretasi. 7
Bentuk pameran koleksi MPB yang terdapat di ruang pamer adalah
diorama peristiwa pertempuran, lemari pamer kaca (senjata, pakaian, arsip, dan
sebagainya), mading, auditorium mini, dan lain sebagainya.
Dominasi koleksi senjata di MPB secara langsung merupakan daya tarik
yang disukai oleh pengunjung terutama anak-anak. Karena pengunjung dapat
langsung menyentuh atau berinteraksi dengan beberapa buah koleksi senjata
tersebut. Dekripsi dari setiap koleksi MPB dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tata letak koleksi MPB yang telah dilakukan sejak awal mula pendirian,
pada dasarnya tidak mengalami perubahan secara signifikan. Hanya saja
pengadaan sarana prasarana untuk kegiatan pameran seperti etalase/lemari pamer
telah memposisikan koleksi MPB dengan lay out yang hingga kini dapat
dinikmati jika berkunjung ke MPB. Tata letak koleksi dirancang semaksimal
mungkin agar pengunjung merasa puas dan tidak mengalami kejenuhan selama
berada di museum.8
7 Bpk Edwin, Wawancara Pribadi, Tanggal 14 Agustus 2010. 8 Bpk Edwin, Wawancara Pribadi, Tanggal 14 Agustus 2010.
52
Sumber dana yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas
kegiatan Museum Perdjoangan Bogor pada awal-awal berdirinya Museum ini
berasal dari Dewan Pengurus Yayasan Museum Perdjoangan Bogor. Selain itu
pengumpulan dana pun dilakukan dengan cara sweepstake, totalisator, undian
barang-barang dan lain-lain yang dikoordinir oleh Seksi Usaha Yayasan museum
tersebut. Karena biayanya masih kurang mencukupi, kemudian dibentuklah
delegasi dengan tugas menghubungi Pemerintah dan tokoh-tokoh nasional untuk
minta perhatian dan sumbangannya. Tidak hanya itu saja, diadakan pula Album –
Perkenalan untuk dijual kepada umum. Ternyata usaha-usaha tersebut belum
berjalan lancar. Hanya ada satu sumbangan yang setiap bulan ada ialah dari hasil
kenaikan karcis Kebun Raya Bogor. 9
Pada permulaan bulan Juli Seksi pemeliharaan memulai memperbaiki
gedung dengan biaya Rp30.000,00. sedang material belum terkumpul. Keadaan
keuangan yayasan belum terpenuhi namun biaya yang masuk dari sumbangan
beberapa orang baru sedikit. Tanpa diduga pada permulaan Agustus datang
bantuan dari daerah Sukabumi, Cianjur dan Bandung (walaupun hanya berupa
pinjaman).
Segala macam upaya diusahakan para pihak yayasan. Karena mereka
menginginkan peresmian gedung pada tanggal 15 Agustus 1958. Walau hanya
dengan biaya yang sangat minim tapi tidak mematahkan semangat para pengurus
yayasan museum. Akhirnya setelah menerima saran dari Kapten Kunto Sudarsono
(Wk. Badan pekerja). Bahwa “Hendaklah dalam waktu lima hari kita bekerja
9 Yayasan Museum Perdjoangan Bogor, Dokumen : Acara Peresmian, h. 5.
53
dengan sistem Gotong Royong dan mengerahkan tenaga massa seperti massa
revolusi”. Pada akhirnya walaupun perlahan tapi pasti maka pada tanggal 10
Nopember 1958 di resmikannya Museum Perdjoangan Bogor.10
Di dalam tugas dan fungsi museum, keberadaan Museum Perdjoangan
Bogor tidak terlepas pula dari sarana dan prasarana pendukungnya. Sarana
prasarana tersebut dapat berupa lemari Pamer, Diorama, Meja Informasi, Meja
Penitipan Barang, Meja Front Office, Pilar Lingkaran, Alas Pamer untuk Senjata,
Papan Interpretasi, dan Megaphone (TOA). Sarana dan prasarana yang dimiliki
Museum Perdjoangan Bogor saat ini masih dapat dikatakan terbatas. Masih perlu
adanya sarana dan prasarana penunjang lainnya yang bisa mendukung
perkembangan untuk museum tersebut.11
Berdasarkan data yang di ketahui, bahwa ada dua kategori pengunjung jika
mengacu kepada harga tiket masuk (HTM). Dua kelompok pengujung yang
dimaksud adalah kelompok anak-anak dan dewasa.
Sebagai salah satu objek wisata yang menarik, maka tak berlebihan jika
menjadikan MPB sebagai objek wisata yang mampu bersaing dengan beberapa
museum yang terdapat di Kota Bogor. Selain itu, MPB merupakan aset
peninggalan bersejarah yang menarik, khususnya sejarah perjuangan masa
Revolusi Fisik 1945-1950.
10 Ibid, h. 6. 11 Data Statistic Museum Perdjoangan Bogor.
54
C. Bentuk dan Lambang Bangunan
Untuk menyambut peresmian pembukaan gedung Museum Perdjoangan
Bogor yang dimulai dengan Upacara, maka dapat dikemukan bentuk dan lambang
dari pada gedung tersebut :12
1. Bangunan ini mempunyai dua lantai, tingkat yang di atas merupakan
tempat penyimpanan barang-barang dan dokumen-dokuemen yang
beriwayat dan berharga sebagai tanda pemulian dan penghormatan kepada
para pahlawan dan pejuang kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Tingkat
bawah digunakan untuk pameran seni lukis seni pahat, dan cabang-cabang
kebudayaan lainnya. Juga untuk tempat pertemuan dan akan dibuat
perpustakaan, khususnya mengenai sejarah revolusi.
2. Di tengah-tengah halaman depan akan dibangun tiang bendera setinggi 13
meter. Sebagai simbol bahwa gedung tersebut dibuka dengan resmi pada
peringatan Hari Kemerdekaan ke-13.
3. Gedung tersebut berdiri di atas 8 tiang (soko guru) yang menggambarkan
meletusnya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada Bulan 8.
Bentuk tiang persegi 5, yang menandakan bahwa dasar negara kita yaitu
Pancasila. Pada tiang-tiang tersebut di hiasi dengan penuh pohon bambu,
yang digunakan sebagai senjata untuk mengusir para penjajah. Pada kedua
tiang depan tertera paling bawah sekali daun-daun dan batang bambu
tajam membujur ke atas, berikut tulisan S, huruf pangkal dari nama
Sukarno, Presiden RI pertama dan sebagai Bapak Revolusi Kemerdekaan.
12 Yayasan Museum Perdjoangan Bogor, Dokumen : Acara Peresmian, h. 7-8.
55
Diantara bambu-bamabu itu ada bintang bersudut lima, melambangkan
Tentara Nasional Indonesia sebagai pelopor dan pendukung perjuangan
Nasional. Pagar bambu runcing keatas yang artinya bersama melawan
gerakan yang bisa menindas dan menghalangi kemerdekaan. Dengan
semangat berkobar sebagai lambang api yang menyala keangkasa,
menyebar ke seluruh nusantara dengan ikatan persatuan dari beraneka
warna golongan dan organisasi (tiang di dalam gedung sebanyak 6 buah
yang saat itu masih dalam pembangunan).
4. Asal muasal pemberian nama gedung Museum Perdjoangan Bogor,
dibatasi oleh rangkaian padi yang berbutir 17 biji, sebagai pertanda Hari
Kemerdekaan RI.
5. Pintu gedung yang bersifat seni (ketika itu masih dalam pembuatan).
6. Ketika mulai memasuki gedung, berdirilah dengan megah di sebelah kiri:
Lingga Pahlawan, sebagai tanda penghormatan kepada para Pejuang
bangsa Kemerdekaan yang gugur dimedan perang antara tahun 1945-1950.
Linggga berdiri di atas bunga teratai yang melambangkan perjuangan
rakyat daerah Bogor dan sekitarnya. Di atas Linggga tumbuh kuncup
teratai yaitu sebagai lambang harapan kepada para pemuda generasi
bangsa untuk meneruskan perjuangan para pahlawan kemerdekaan.
7. Di sebelah kanannya, terletak diatas ukiran bunga teratai yang berbuah
senjata-senjata yang dipergunkan dalam permulaan perjuangan. Api
menyala-nyala di bawahnya, sebagai lambang perjuangan rakyat di daerah
Keresidenan Bogor dan sekitarnya, dibakar oleh api keramat, api
56
kemerdekaan, mengangkat senjata yang sangat sederhana: bedil, bambu
runcing, keris, golok dan sebagainya. Untuk menegakan dan membela
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
D. Fungsi Museum Perdjoangan Bogor
Keberadaan Museum Perdjoangan Bogor sebagai salah satu peninggalan
bersejarah telah ikut berperan aktif dalam mendukung berbagai kegiatan
masyarakat. Bagi dunia ilmiah, museum merupakan pusat kajian soal ilmu sejarah
yang berorientasi pada sejarah perjuangan bangsa di era Rovolusi Fisik 1945-
1950. Kegiatan penelitian oleh para praktisi dari berbagai kalangan (pelajar,
mahasiswa, para pengajar dan atau pendidikan) yang memanfaatkan museum dan
daya tarik yang dimilikinya telah dilakukan sejak lama.
Berbagai pihak baik individu maupun kelompok yang memanfaatkan
museum sebagai pusat kajian bidang keahliannya telah menempatkan museum
sebagai alat yang berfungsi mendukung kegiatan pendidikan. Terutama
mendukung pengembangan program pendidikan sejarah secara umum dan sejarah
perjuangan masa perang kemerdekaan 1945-1950 secara khusus di daerah Bogor.
Dilengkapi dengan data dan sumber informasi mengenai kesejarahan perjuangan
secara otentik dalam berbagai media dan bentuk informasi. Seperti dokumen,
ornamen, arsip, dan berbagai jenis koleksi lainnya.13
Disiplin ilmu yang turut melakukan kajian/kegiatan penelitian di Museum
Perdjoangan Bogor tidak terbatas pada bidang ilmu pengetahuan sejarah, namun
13 Wawancara Pribadi dengan Pengunjung Museum, 30 Juli 2010.
57
disiplin ilmu lainnya seperti kepariwisataan, kemiliteran, ilmu sosial dan politik,
dan disiplin ilmu lainnya. Peran serta museum yang mendukung kegiatan
penelitian telah menunjukan museum sebagai salah satu pusat penelitian yang
diharapkan mampu menjadi sumber informasi otentik dan dapat dipercaya.
Sarana pendidikan dewasa ini tidak hanya sebatas di dunia sekolah atau
ruang kelas tapi hal tersebut telah berkembang seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Museum tidak hanya sebagai tempat menyimpan
koleksi benda-benda bersejarah akan tetapi mampu menginformasikan nilai
sejarah yang terkandung didalamnya dan tak jarang dijadikan sebagai tempat
belajar. Sebagai tempat belajar, museum diharapkan mampu mendukung kegiatan
pendidikan yang telah diperoleh di sekolah guna meningkatkan kualitas
pemahaman materi pendidikan terutama kesejarahan.
Kegunaan museum sebagai sarana pendidikan di luar sekolah telah
memberikan peranan cukup besar terhadap peningkatan mutu materi pendidikan.
Koleksi-koleksi museum merupakan bukti otentik dari materi pelajaran sejarah
yang telah dipelajari di sekolah. Museum merupakan sarana guna mendidik para
generasi penerus agar selalu menghargai jasa para pahlawan yang telah
mewujudkan kemerdekaan dengan pengorbanan jiwa dan raga.
Cakupan informasi tidak terbatas pada kesejarahan masa pertempuran
Revolusi Fisik, namun perlu diperkaya informasi sejarah perjuangan secara
umum. Museum Perdjoangan Bogor menyediakan layanan informasi mengenai
sejarah juga menyediakan informasi umum, salah satunya mengenai sejarah kota
58
Bogor.14
Saat ini Museum Perdjoangan Bogor merupakan salah satu obyek wisata
yang menjadi pilihan utama di Kota Bogor. Sebagai obyek wisata, Museum
Perdjoangan Bogor memiliki daya tarik yang menjadi ciri khas tersendiri. Tentu
saja daya tarik tersebut tampak pada koleksi-koleksi yang terdapat di Museum
Perdjoangan Bogor. Berbagai jenis koleksi Museum Perdjoangan Bogor
merupakan asset utama dari keberadaan museum, dimana koleksi-koleksi tersebut
perlu dikemas dan dikembangkan pemanfaatannya secara baik agar dapat
dinikmati oleh para pengunjung.
Menikmati koleksi di museum terkadang membosankan dan bahkan
banyak orang yang kurang memperhatikan keberadaan museum secara utuh.
Pengunjung yang berkunjung ke museum pada dasarnya hanya memiliki
pandangan bahwa museum sebagai tempat benda-benda kuno yang menyimpan
misteri dan tak jarang berasumsi menyeramkan. Pemahaman seperti itu perlu
diubah dan hendaknya museum di nilai sebagai tempat yang menarik dan mampu
memberikan kesan dan pesan dari makna nilai historis yang terdapat di museum
secara komprehensip.
E. Manfaat Museum Perdjoangan Bogor
Bangunan museum yang diharapkan agar tetap eksis dan tetap diakui
keberadannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat, mempunyai makna yang
14 Bpk.H.Mardjono, Wawancara Pribadi, 30 Juli 2010.
59
benar-benar bermanfaat, baik untuk tujuan pendidikan, studi, keindahan,
interpretasi dan rekreasi.
Kepentingan terhadap bangunan tua bersejarah ini adalah sebagai saksi
bisu sejarah suatu masa yang mencerminkan identitas daerah atau masyarakat itu
pada periode tertentu, juga sebagai kenangan dan pelestarian nilai-nilai sejarah
dan identitas bangsa. Dilihat dari segi pewarisan nilai-nilai tertentu pun,
peninggalan sejarah dan purbakala memiliki manfaat sebagai pembangkit
motivasi, pendorong kreativitas dan dapat juga sebagai pendukung semangat
juang.
Museum Perdjoangan Bogor memiliki makna khusus bagi para pejuang
yang pernah membela kemerdekaan 1945 silam. Bukti-bukti perdjoangan pejuang
kemerdekaan tersimpan rapi di Museum Perdjoangan Bogor.
“Pahlawan terbaring bersimpah darah, sunyi tanpa sepatah kata, hening tiada keluh dan kesah untuk nusa bangsa dan negara. Dipersembahkan kepada para pahlawan muda remaja yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia 1945. Para siswa SMP/Tjoe Gakko Bogor.
Achmad Daniel dan Banteng Soeroso yang gugur di Cibeber, Aminta, Mochtar dan Soemirat gugur di Karangtengah, Bantamer gugur di Cipelang, Tahromi gugur di Gunungpuyuh, Atje gugur/hilang di Kalibata dan lain-lain yang tak dikenal. Dari rekan-rekanmu eks siswa SMP/Tjoe Gakko Bogor, November 1987”
Kata-kata di atas tertanam kuat di salah satu batu nisan yang berdiri tegak
di halaman depan Museum Perjoangan Bogor dan menjadi saksi bisu kekokohan
pejuang dari Kota Hujan saat merebut kemerdekaan serta mengusir penjajah dari
bumi Pajajaran.
60
Bahkan, kata-kata itu menjadi simbol rasa nasionalisme bagi beberapa orang yang
pernah ikut berjuang merebut kemerdekaan. Museum Perjoangan pun menjadi
simbol kebangkitan rasa nasionalisme bagi siapa pun yang mencoba datang ke
museum di Jalan Merdeka ini.15
Memang banyak yang belum begitu paham apa manfaat museum itu
sendiri. Mereka (masyarakat) beranggapan museum itu hanya untuk penyimpanan
benda-benda koleksi masa lalu saja. Ketika penulis menanyakan apa manfaat yang
mereka dapatkan tentang keberadaan museum itu, banyak yang berargumentasi
bahwa mereka tidak merasakan manfaat apa-apa dari museum tersebut.16 Ironis
sekali, padahal jika mereka mengetahui bahwa keberadaan museum sangatlah
besar manfaatnya, untuk dijadikan suatu pijakan kehidupan mereka. Bagaimana
seorang pejuang rela berkorban hanya untuk membela tanah air yang dicintai,
bagaimana mereka selalu bergenggaman tangan dan bersatu tanpa adanya
perpecahan (perdamaian antara satu dengan yang lainnya), dan masih banyak hal
yang bisa bermanfaat. Sebenarnya semua terkandung dalam visi dan misi Museum
Perdjoangan Bogor. Apa yang hendak dicapai oleh pihak museum sangatlah bisa
bermanfaat bagi masyarakat Bogor pada khususnya dan masyarakat Indonesia
pada umumnya.
Namun, kita semua tidak bisa menyalahkan mereka (orang-orang yang
tidak mengetahui apa manfaat dari museum), karena mereka tidak dikenalkan
secara mendalam tentang keberadaan museum tersebut. Terlebih lagi rasa
15 http://wisatadanbudaya.blogspot. 16 Wawancara Pribadi dengan Masyarakat sekitar Bogor, 11 Agustus 2010.
61
nasionalisme dalam jiwa mereka sudah mulai berkurang, karena mereka terlalu
disibukkan dengan kehidupan yang mereka jalani. Orang-orang yang penulis
wawancarai adalah orang-orang yang rata-rata dari kalangan rakyat biasa, yang
kebanyakan hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar ataupun tidak
merasakan sama sekali pendidikan tersebut. Ada juga yang dari kalangan pelajar
(mahasiswa) tetapi, seperti yang saya utarakan sebelumnya karena nasionalisme
dalam diri mereka sudah berkurang jadi mereka tidak terlalu perduli dengan itu
semua. Mereka sudah sibuk dengan urusann pribadinya masing-masing.
Di sisi lain ada beberapa masyarakat yang memang merasakan manfaat
dari keberadaan museum tersebut. Menurut mereka banyak hal yang bisa didapat
dari museum. Pastinya tidak terlepas dari semangan juang dan kecintaan mereka
terhadap tanah airnya. Keberadaan Museum Perdjoangan Bogor sangatlah penting
bagi sebagian masyarakat yang membutuhkannya. Salah satunya untuk
kepentingan penelitian, pendidikan, serta pariwisata. Namun, juga untuk orang-
orang yang nasionalismenya tinggi.17
17 Wawancara Pribadi dengan Masyarakat (pelajar dan umum), 11 Agustus 2010.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan bahasan yang telah disajikan, maka penulis dapat menarik
kesimpulan
1. Sebagai objek wisata, dengan daya tarik nilai kesejarahan berupa
perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang, terutama oleh Kapten
Tubagus Muslihat dan Ny. Moedjasih Jusman Sarkani yang telah banyak
berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan, dan dengan
koleksi yang cukup beragam: mulai dari persenjataan, pakaian yang
digunakan ketika perang, dokumen/arsip dan koleksi lainnya. Sifat koleksi
yang cenderung berstatus dengan muatan bernilai sejarah yang tidak
mengalami perubahan menjadi satu potensi kelemahan sekaligus menjadi
satu kelebihan dari Museum Perdjoangan Bogor
2. Sebagaimana telah diketahui bahwa Museum Perdjoangan Bogor ini
berhubungan erat baik dan buruknya dengan nasib puluhan ribu penduduk
kota Bogor dari berbagai daerah. Sejak awal berdirinya sebagai gudang
ekspor komoditas pertanian milik Wilhelm Gustaff Wisneer seorang
pengusaha Belanda, hingga sekarang menjadi Museum Perdjoangan
Bogor, peranan gedung ini beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan
pemerintah yang sedang berkuasa saat itu.
3. Sangat terlihat jelas perbedaaan yang terjadi pada Museum Perdjoangan
Bogor, bagaimana perannnya dari masa ke masa. Bagaimana fungsi
61
62
gedung ketika sebagai gudang. Namun kemudian berubah fungsi setelah
terjadi beberapa pergantian pemiliknya. Pada akhirnya direbut oleh bangsa
Indonesia dan dijadikan gedung PARINDRA di Bogor.
4. Pada tahap selanjutnaya gedung ini direbut oleh Jepang, namun akhirnya
para pejuang Indonesia berhasil merebut kembali gedung tersebut tahun
1945 dan dijadikan sebagai Kantor Komite Nasional Indonesia daerah
Bogor, kantor BP-3, Markas Pejuang Daerah Bogor, Kantor Perdjoangan
Dewan Perdjoangan Karesidenan Bogor, Laskar Rakyat Bambu Runcing
dan Para Pejuang Pemuda. Tetapi karena tidak tahan oleh kekejaman yang
dilakukan pihak Inggris dan Belanda akhirnya gedung ini ditinggalkan.
5. Pada tahun 1948 dan 1949 gedung ini dijadikan kantor GABSI, kemudian
terjadi Caese Tire antara Belanda dan Indonesia, maka gedung tersebut
dijadikan Kantor Tetap Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor, KDMJ
Bogor dari tanggal 23 Desember 1949 sampai tanggal 4 maret 1950.
Kemudian pada tahun 1958-1959 gedung ini dijadikan Sekolah Rakyat
(SR). Atas kedermawanan Major Usman Abdullah maka gedung ini
dihibahkkan sepenuhnya kepada Yayasan Museum Perdjoangan Bogor.
6. Setelah gedung ini diserahkan sepenuhnya kepada Yayasan, kemudian
para pejuang kemerdekaan menyepakati bahwa gedung yang berada di
Jalan Tjiekeumeuh No. 28 ini akan dijadikan sebagai Monumen Nasional.
Pada pelantikan pengurus Yayasan Museum Perdjoangan Bogor dalam
acara peringatan Hari Pahlawan maka secara simbolik museum ini
diresmikan.
63
7. Sebelum gedung ini diresmikan, dari berbagai pihak melakukan persiapan
untuk pembangunan museum. Para pengurus museum mempersiapkan
perihal apapun yang bersangkutan dengan museum. Mulai dari pendanaan,
penamaan gedung sampai lambang untuk museum.
8. Setelah gedung ini diresmikan yang dibuka secara simbolik oleh Ny.
Kartinah Muslihat, Gedung ini pun mengalami beberapa perubahan
perkembangan bangunan namun tanpa merubah bentuk keaslian bangunan.
Karena akan menjadi sebuah museum maka yang dilakukan hanya
perubahan seperti tata letak ruang, salah satunya ruang koleksi, ruang
kantor dan ruangan lainnya yang dibutuhkan demi kelancaran museum.
9. Dari tahun ke tahun mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi tersebut
memang tidak terlalu besar-besaran karena pihak pengelola mengalami
kendala dalam hal pendanaan. Tidak banyak pihak yang membantu
pemeliharaan gedung ini, hanya dari beberapa pihak yayasan dan dari
beberapa sumbangan masyarakat atau salah satu instansi Pemerintah
Bogor yang berperan serta terus menghidupkan museum.
10. Rehabilitasi yang dilakukan terakhir kali pada Tahun 2005. Kegiatan ini
dilakukan secara menyeluruh terhadap eksistensi bangunan yang
mengalami kerusakan. Berdasarkan informasi dari pengelola selama masa
pendirian Museum Perdjoangan Bogor telah melakukan renovasi pada
Tahun 1988.
11. Selain masalah pendanaan tapi ada juga penambahan koleksi, penambahan
ruang, bahkan sarana dan prasarana yang diperlukan. Demi kemajuan
64
museum. Karena tidak bisa dipungkiri museum ini bukan satu-satunya
museum yang ada di Bogor. Tetapi masih ada beberapa museum atau
bangunan cagar budaya yang ada. Selain itu seiring berjalannya
kehidupan, banyak gedung-gedung yang lebih menarik masyarakat seperti
tempat-tempat rekreasi dan pusat perbelanjaan yang lebih banyak
dikunjungi.
12. Penambahan ruangan yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas dan
tingkat kepuasan pengunjung. Rencana tata ruang ini memiliki keterkaitan
dengan program kerja jangka panjang Museum Perdjoangan Bogor
13. Penambahan ruangan yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas dan
tingkat kepuasan pengunjung. Rencana tata ruang ini memiliki keterkaitan
dengan program kerja jangka panjang museum. Banyak masyarakat yang
belum memahami apa fungsi dan manfaat dari sebuah museum. Para pihak
museum sebenarnya sudah pernah melakukan beberapa kerjasama seperti
media masa, sampai ke salah satu stasiun radio dan televisi. Namun
antusiasme masyarakat masih kurang, hingga menyebabkan banyak
museum yang hanya menjadi sebuah bangunan bisu yang memiliki
peranan sejarah masa lalu.
B. Saran
1. Pihak pengelola hendaknya dapat meningkatkan kerjasamna dengan
berbagai pihak secara berkesinambungan. Penerapan konsep awal museum
65
untuk mempertahankan orisinalitas kesejarahan yang ada, memang tidak
dapat digantikan kedudukannya sejak awal berdirinya museum ini.
2. Pengelola hendaknya lebih memperhatikan perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat sehingga dapat
dimanfaatkan fasilitas teknologi untuk mendukung kegiatan pengelolaan
museum.
3. Upaya penanganan permasalahan di museum dapat dilakukan dengan
refusius dan pembedahan disetiap bidang pengelolaan dengan program
yang sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.melalui kegiatan
peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang kompeten
dan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan museum
kedepannya sebagai objek wisata dan peningalan bersejarah yang
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Akram, Basrul, dkk, Pedoman Tata Pameran Di Museum, Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman : 1997.
Ali, R. Mohammad, Penulisan Sejarah Jawa Barat Sekitar Permasalahannya,
Bandung: Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1990.
Ambrose, Timothy, dan Crispine Paine, Museum Basic, Denmark: Tim Ambrose,
1993. Bryson, John M, Perencananan Strategis Bagi Organisasi Sosial, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003. Dagun, Save. M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997. Danasasmita, Saleh, Sejarah Bogor, Bogor: Pemda Kota Bogor, 1983. Dinas Informasi, Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor, Buku Panduan
Wisata Kota Bogor (The Guidance Book of Bogor City Tourism), Bogor: Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor, 2005.
Disjarah Militer KODAM VI Siliwangi, Siliwangi dari Masa ke Masa, Jakarta:
Fakta Mahjuma, 1968. Geise OFM dan F. Vugts OFM, Sejarah Gereja Katholik di Wilayah Keusukupan
Bogor. Maschurah, Emi. Sejarah Pembentukan dan Peranan Hizbullah dalam
Mempertahankan Republik Indonesia di Bogor (1945 – 1947), Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Haidayatullah, 2003.
Miles, Matthew B, dan A. Micheal Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta:
UI-Press, 1992. Museum Perjuangan Bogor, Gelora Rakyat, Tanggal 21 Januari 1945. Nasution, A.H, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Bandung: PT. Angkasa,
Jilid 1, 1979. Pelajar dan Museum, Republika, Maret 1990.
66
67
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, Sejarah Perjuangan di Kabupaten DT. II Bogor (1942 – 1949), Bogor: Pemerintah Kabupaten DT. II Bogor, 1986.
Siaran Kilat Pemerintah Jawatan Penerangan Karesidenan Bogor, Arsip
Museum Perjuangan Bogor, 1946. Sidharta, Amir, Peran Museum Rumah Bersejarah R. BA Dalam Perkembangan
Seni Rupa Indonesia, Makalah Diskusi Museum Seni Rupa Di Indonesia, MBA, Jakarta 23 Nopember 2000.
Subeni, Sumbangan Foklore Bogor terhadap Perkembangan Bahasa di Jawa
Barat, Bandung: IKIP, 1978. Sudjana, Nana, Pembinaan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar
Baru Algesindo, Cet. Ke-1, 1996. Susanto, Bangunan Arsitektur Belanda di Indonesia, Jakarta: Museum Sejarah
Jakarta, 2002 Sutopo, Heribertus, Pengantar Penelitian Kualitatif, Surakarta: Pusat Penelitian
Universitas Sebelas Maret, 1988. Tilaar, H.A.R., Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi,
Jakarta: PT. Gramedia, 1999. Tim Strategic Prog-PDPP Kota Bogor, Profil Kota Bogor, Bogor : Bagian Bapeda
Pemda Kota Bogor, 2004. Yayasan Museum Perjuangan Bogor, Dokumen : Acara Peresmian Pembukaan
Gedung Museum Perjuangan Bogor, Bogor: Percetakan Archipel Bogor, 1958.
Dokumen dan Arsip Museum Perjuangan Bogor
top related