kata pengantar - … · web viewilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan...
Post on 02-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM (H.M. RASYIDI DAN
HARUN NASUTION)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Cecep Hilman S.Pd.I,. M,Pd
Disusun oleh :
A. Nabil Ihsan Ahmad
Irpan Abdul Rozak
M. Firli Ferdiansyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI
Jl. Lio Balandongan (Beugeg) No. 74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang
Kota Sukabumi
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Shalawat serta salam kami
curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan dari makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sukabumi, Oktober 2018
Penyusun
2
Halaman
Kata Pengantar………………………………………………………... 2
Daftar Isi……………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 4
A. Latar Belakang Masalah…………………………………… 4
B. Rumusan Masalah………………………………………….. 4
C. Tujuan Penulisan Makalah………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….. 6
A. Riwayat Hidup H.M. Rasyidi……………………………… 6
B. Pemikiran Kalam H.M. Rasyidi…………………………… 7
1. Perbedaan Ilmu Kalam dan Teologi………………. 7
2. Tema-Tema Ilmu Kalam………………………….. 8
3. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu……………… 9
4. Hakikat Iman……………………………………… 9
C. Riwayat Hidup Harun Nasution…………………………… 10
D. Pemikiran Kalam Harun Nasution………………………… 11
1. Peranan Akal……………………………………… 11
2. Pembaharuan Teologi……………………………... 12
3. Hubungan Akal dan Wahyu………………………. 13
BAB III PENUTUP………………………………………………….. 14
A. Simpulan…………………………………………………… 14
B. Saran……………………………………………………….. 14
Daftar Pustaka………………………………………………………... 15
BAB I
Pendahuluan
4
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Kalam merupakan objek kajian berupa ilmu pengetahuan dalam
agama Islam yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-
persoalan Tuhan. Bagaimana Tuhan, keberadaan Tuhan serta seperti apa
wujud Tuhan.
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan
yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan dan
memiliki argumentasi yang berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang
mengenai ilmu kalam atau teologi itu sendiri semakin serius untuk dibahas.
Karena dari permasalahan tersebut akan memicu timbulnya pemikiran-
pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu kalam itu
sendiri.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan tentang ilmu kalam ini
akan menambah wawasan keilmuan bagi para tokoh pemikir itu sendiri
maupun bagi orang-orang yang terlibat dalam keilmuan tersebut. Banyaknya
tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda, maka banyak pula
pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang permasalahan ilmu
kalam ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di bahas
teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu: H. M. Rasyidi
dan Harun Nasution.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup HM. Rasyidi ?
2. Apa pemikiran HM. Rasyidi tentang teologi ?
3. Bagaimana riwayat hidup Harun Nasution ?
4. Apa pemikiran Harun Nasution tentang teologi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui riwayat hidup HM. Rasyidi ?
5
2. Mengetahui pemikiran HM. Rasyidi tentang teologi ?
3. Mengetahui riwayat hidup Harun Nasution ?
4. Mengetahui pemikiran Harun Nasution tentang teologi ?
BAB II
PEMBAHASAN
6
A. Riwayat Hidup HM. Rasyidi
H. M. Rasyidi atau Prof. DR. Rasjidi (baca : Rasyidi, ejaan lama) lahir
di Kotagede, Yogyakarta, pada 20 Mei 1915 atau 4 Rajab 1333 H, dan wafat
pada 30 Januari 2001. Nama kecilnya adalah Saridi namun setelah menjadi
murid Ahmad Syurkati, pimpinan Al-Irsyad diberi nama baru sebagai
“Muhammad Rasjidi”. Namun nama baru tersebut secara resmi baru dipakai
oleh Saridi pasca menunaikan ibadah haji, beberapa tahun kemudian nama
kecil Saridi demikian menjadi nama besar H. M. Rasyidi.
Beliau lahir dalam sebuah lingkungan Jawa yang kental dengan
nuansa keislaman dan berasal dari keluarga Abangan, yaitu penganut agama
Islam namun tidak melakukan ibadah Islam dalam kesehariannya
sebagaimana mestinya. Dikatakan bahwa keluarga beliau ini bernaung di
rumah Joglo tempat beliau dibesarkan yang pada hari-hari tertentu tidak
melewatkan adanya pemasangan sesaji.
H. Mohamad Rasjidi adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada
Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo,
Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada
Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941)
Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami,
Jakarta.
Dalam konteks pertumbuhan akademik Islam di Indonesia, orang akan
sulit mngesampingkan kehadiran H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan
tinggi Islam di Mesir yang mmelanjutkan ke Paris, dan kemudian
memperoleh pengalaman mengajar di Kanada. Lepas dari retorika-retorika
anti-Baratnya, orang tak akan luput mendapati bahwa hamper keseluruhan
kontruksi akademiknya dibangun atas dasar unsure-unsur yang ia dapatkan
dari Barat. Maka tidak heran, kalau ia koreksi karya Dr. Harun Nasution
7
tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Bulan Bintang, 1977, Strategi
Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional, Media Dakwah, 1979.
Kebebasan Beragama, Media Dakwah, 1979. Janji-janji Islam, terjemahan
dari Roger Garandy, Bulan Bintang,1982.1
B. Pemikiran Ilmu Kalam Menurut HM. Rasyidi
Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa tokoh
seangkatannya. Hal ini dilihat dari kritikan beliau terhadap Harun Nasution,
dan Nurcholis Majid. Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Perbedaan Ilmu Kalam dan Teologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan
pengertian ilmu kalam dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata, “…Ada
kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu
kalam Kristen.”2 Selanjutnya Rasyidi menelurusi sejarah kemunculan
teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk
menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain.
Teologi terdiri dari dua perkataa, yaitu teo (theos) artinya Tuhan, dan
logos, artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu ketuhanan.adapun sebab
timbulnya teologi dalam Kristen adalah ketuhanan Nabi Isa, sebagai
salah satu dari tri-tunggal atau trinitas. Namun kata teologi kemudian
mengandung beberapa aspek agama Kristen, yang di luar kepercayaan
(yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama dengan tauhid
atau ilmu kalam.3
2. Tema-Tema Ilmu Kalam
1 [1] Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 61
2 H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution, Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 323 H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution,…, hal. 33-34
8
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh
Rasyidi adalah deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan
lagi dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk
itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolnya perbedaan pendapat antara
Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution,
akan melemahkan iman para mahasiswa. Memang tidak ada agama yang
mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa
akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya membuat
nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal, berarti
meremehkan ayat-ayat al-Qur’an seperti:
... التعلمون وانتم يعلم والله
Artinya :
“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”)Q.S.Al-Baqarah:232)
Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah
dirasakan bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya
adalah kemunculan eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran
rasionalisme. Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah
diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu, masih ada yang relevan
untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak relevan. Pada waktu
sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakanlah oleh
umat Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.
3. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
Masalah akal dan wahyu dibicarakan dalam konteks, yang
manakah di antara kedua akal dan wahyu itu, yang menjadi sumber
pengetahuan manusia tentang Tuhan.
9
Menurut Dr. H.M. Rasjidi dalam Filsafat Agama, hingga sekarang
yang berlaku dalam dunia Islam ialah, bahwa Tuhan telah memberi akal
kepada manusia sehingga dengan akal itu manusia dapat memikirkan hal-
hal yang melingkunginya dengan alam kehidupannya dan akhirnya ia
dapat mengetahui dengan akalnya tentang adanya Tuhan dan sifat-sifat
Tuhan, kemudian Tuhan m7enambah suatu hal baru, yaitu menurunkan
wahyu kepada beberapa orang yang diangkatnya sebagai utusan-Nya
diantaranya kepada nabi Musa AS, Nabi Isa AS dan yang terakhir kepada
Nabi Muhammad SAW.
Mengenai akal, beliau berpendapat bahwa akal tidak mampu
mengetahui baik dan buruk, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya
aliran eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme dalam
filsafat Barat. Dengan menganggap akal dapat mengetahui baik dan
buruk berarti juga meremehkan ayat-ayat al Qur’an. Seperti yang
dipahami oleh Muhamad Abduh dan yang dikembangkan oleh Harun
Nasution di Indonesia. Bagi Mu’tazilah akal hanya bisa mengetahuai
empat persoalan yaitu mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan,
mengetahui baik buruk dan kewajiban mengetahui baik buruk tersebut.
4. Hakikat Iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman
yang diberikan Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan menaruh
kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap apresiatif kepada Tuhan
merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini disebut
takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan.
Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang
menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan
Tuhan.”Menanggapi pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman
bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat
dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan dengan manusia
dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang
10
dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin
hanya seseorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting dari aspek
penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.
C. Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di
Sumatera. Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui
kitab-kitab Jawi.Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS.
Setelah tujuh tahun di HIS. Selama tujuh tahun, Harun belajar bahasa Belanda
dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam lingkungan disiplin
yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai pendidikan Agama dari
lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah
lainnya.Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di
Bukittinggi pada tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas
Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas
amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada
tahun 1962.
Setiba di tanah air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam
bidang akademisi, yakni menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan
kemudian juga pada Universitas Nasional. Harun Nasution adalah figur
sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk dikawasan IAIN
Ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution
di dalam jaringan itu tentu saja banyak ditopang kapasitas intelektualnya, dan
kemudian kedudukan formalnya sebagai rektor sekalibus salah seorang
pengajar di IAIN.
Harun Nasution adalah figure sentral dalam semacam jaringan
intelektual yang terbentuk di kawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua
dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan itu tentu saja
banyak ditopang oleh kapasitas intelektualnya, dan kemudian oleh kedudukan
formalnya sebagai rektor sekaligus salah seorang pengajar di IAIN. Dalam
kapasitas terakhir ini, ia memegang beberapa mata kuliah terutama
11
menyangkut sejarah perkembangan pemikiran yang telah terbukti menjadi
salah satu sarana awal menuju pembentukan jaringan antara Harun Nasution
dan mahasiswa-mahasiswanya.
.
D. Pemikiran Kalam Harun Nasution
1. Peranan Akal
Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih
problematika akal dalam system teologi Muhammad Abduh sebagai
bahan kajian disertasinya di Universitas Mogill, Mentreal, Kanada. Besar
kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau aliran sangat
menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran
Islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian:
“Akal melambangkan kekuatan manusia”.
Karena akal manusia mempunyai kesanggupan untuk
menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal
manusia, bertambah tinggi pula kesanggupannya untuk mengalahkan
makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah
lemah pulalah kesanggupannya untuk menghadapi kekuatan-kekuatan
lain tersebut.4
Dalam sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan
banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan saja, akan tetapi dalam perkembangan ajaran-ajaran
keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal dalam Islam diperintahkan Al-
Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya apabila ada penulis-penulis,
baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan non-Islam, yang
berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.5
4 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 1983) hlm. 565 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI Press, 1980) hlm. 101
12
2. Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution, pada
dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan
kemunduran umat Islam Indonesia (juga dimana saja) adalah disebabkan
“ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini, serupa dengan
pandangan kaum modernis lain pendahulunya (Muhammad Abduh,
Rasyid Ridha, Al-Afghani, Sayid Amer Ali, dan lainnya) yang
memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang sejati.
Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat Islam dengan teologi
fatalistik, irasional, pre-determinisme serta penyerahan nasib telah
membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan.
Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat Islam, menurut
Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi mereka
menuju teologi yang berwatak free-will, rasional, serta mandiri. Tidak
heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam
khasanah Islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.
Harun Nasution melakukan sejumlah gebrakan di Indonesia
kendati tidak semua sepakat terhadap pembaharuan Islam yang
dibawanya. Salah satu yang dihadirkan Harun adalah gagasan Islam
sebagai agama yang dinamis. Menurutnya, gagasan dan pemikiran
manusia yang mutlak terpelihara dari kesalahan hanyalah Nabi
Muhammad SAW. Dengan kata lain, hasil ijtihad para ulama bersifat
relatif alias tidak mustahil untuk direformasi. Dan Islam menurutnya,
harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan
zaman.
3. Hubungan Akal dan Wahyu
Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan
antara akal dan wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal
memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan.
13
Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Quran. Orang yang
beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-
galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan
keagamaan.
Dalam pemikiran Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam,
apalagi di bidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal
tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal
dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.
Akal hanya member interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan
kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi. Yang
dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal
dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan
penafsiran lain dari teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan
sebenarnya dalam islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan
pendapat akal ulama lain.
BAB III
KESIMPULAN
A. Simpulan
14
1. H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30
Januari 2001) adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet
Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo,
Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada
Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-
1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam
Islami, Jakarta.
2. Pemikiran kalam Rasyidi antara lain: tentang Perbedaan Ilmu Kalam
dan Teologi, Tema-Tema Ilmu Kalam, Kedudukan Akal dan Fungsi
Wahyu dan Hakikat iman.
3. Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera.
Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-
kitab Jawi. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS.
Setelah tujuh tahun di HIS, beliau meneruskan ke MIK (Modern
Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934.
pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir.
4. Pemikiran Harun nasution ialah: peranan akal, pembaharuan teologi,
hubungan akal dan wahyu.
B. Saran
1. Sebaiknya mahasiswa jangan terlalu fanatik terhadap pendapat kedua
tokoh tersebut dan tetap berepgang teguhlah kepada tali agama Allah
2. Sebaikinya jangan terlalu fanatik terhadapa sesuatu, sebab akhirnya dapat
timbul bid’ah-bid’ah dan hadist-hadist palsu yang menyesatkan umat.
3. Sebaiknya jangan terlalu mudah percaya terhadap pendapat seorang tokoh
tanpa memikirkannya kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Madjid, Nurcholis. 1997. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina
Nasution, Harun. 1983. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa
15
Perbandingan. Jakarta: UI Press
Nasution, Harun. 1980. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press
Ny, H. 2014. Pemikiran Kalam di Indonesia: H.M. Rasyidi dan Harun
Nasution. http://pemikirankalam09.blogspot.com/2014/12/bab-i-pendahuluan-
a.html. akses 01 Oktober 2018
Prabowo. 2015. Ilmu Kalam Harun Nasution.
http://prabowoaje.blogspot.com/2015/02/ilmu-kalam-harun-nasution.html. akses
01 Oktober 2018
Rubiah, Hilda. 2015. Pemikiran H.M. Rasyidi.
http://simademigama.blogspot.com/2015/06/pemikiran-h-m-rasyidi.html. akses 01
Oktober 2018
Yanti, Syafieh. 2013. H.M. Rasyidi dan Harun Nasution: Tokoh Kalam
Kontemporer Indonesia. http://syafieh.blogspot.com/2013/05/h-m-rasyidi-dan-
harun-nasution-tokoh.html. akses 01 Oktober 2018
16
top related