kebijakan pemerintah kota tanjungpinang dalam...
Post on 19-May-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM
KETERTIBAN UMUM
(Studi Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai di Kelurahan Tanjung
Unggat)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
AIDIL FADLI
NIM : 100565201027
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM
KETERTIBAN UMUM
(Studi Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai di Kelurahan Tanjung
Unggat)
AIDIL FADLI
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Ketertiban Umum adalah merupakan salah satu syarat utama dalam
mensukseskan pembangunan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang
Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum menjelaskan bahwa guna
mewujudkan kehidupan masyarakat yang tertib, tentram, nyaman, bersih, indah,
selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan
Tanjung Unggat masih banyak masyarakat yang belum memperhatikan kelestarian
lingkungan seperti masih ada yang membuang sampah di laut, kemudian drainase di
sekitar rumah kurang baik. Kemudian masih minimnya sanitasi di Kelurahan
Tanjung Unggat
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Kebijakan
Pemerintah Kota Tanjungpinang Dalam Ketertiban Umum Pada Pasal 7 tentang
Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai di Kelurahan Tanjung Unggat. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Van Meter dan Van Horn
(dalam Subarsono, 2011;99). Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis
penelitian Deskriptif Kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kebijakan Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum masih perlu
diperhatikan karena belum tepat pada sasarannya khususnya di Kelurahan Tanjung
Unggat, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya rumah yang berdiri tanpa surat
keterangan kepemilikan yang berdiri ditepian sungai, tidak hanya itu masih ada
tempat usaha yang berdiri tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang
Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum khususnya pada pasal 7 tentang
Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai. Kemudian masyarakat masih kerap
membuang sampah di pinggiran pantai, drainase atau tempat pembuangan juga masih
belum baik. Perlu adanya kerjasama dan perbaikan perbatasan kewenangan antara
berbagai pihak agar program ini dapat dijalankan dengan baik karena untuk izin
bangunan kelurahan juga harus bekerjasama dengan berbagai pihak seperti BPN
Kota Tanjungpinang dan partisipasi masyarakat yang ditunjukkan dengan gotong
royong masih sangat minim dilakukan. Tidak semua masyarakat mau ikut dalam
kegiatan ini.
Kata Kunci : Kebijakan, Ketertiban Umum
2
A B S T R A C T
Public order is one of the main requirement in the national program of
development. Based on local regulations the city of Tanjung Pinang number 5 Year
2015 About public order explains that in order to manifest the life of the community
that is orderly, peaceful, comfortable, clean, beautiful, aligned, participatory, and
environmentally. But the reality in the village of Tanjung Unggat are still many
people who have not been paying attention to the environmental sustainability as
there are still dumping garbage in the sea, then the drainage around the House.
Later still the lack of sanitation in the Villages of Tanjung Unggat
The purpose of this research is to know the implementation of the policy of the
Government of the city of Tanjung Pinang In public order In Chapter 7 of Orderly
rivers, Waterways and the beach in the village of Tanjung Unggat. The theory used
in this research was, according to Van Meter and Van Horn (in Subarsono, 2011;
99). In this study the author uses Descriptive types of Qualitative research.
Based on the research results can then be analyzed that Regulatory policy in the
area of the city of Tanjung Pinang number 5 Year 2015 About public order is still
noteworthy because not exactly on target, especially in the village of Tanjung
Unggat, it can be seen from the large number of homes that are still standing without
affidavits of ownership stood beside the River, not only that there are still businesses
that stand does not comply with applicable local City Tanjungpinang number 5 Year
2015 About public order in particular in article 7 of Regulation Rivers, Waterways
And The Beach. After that community still often dump on the edge of the beach,
drainage or disposal also is still not good. Need for cooperation and the
improvement of border authorities between the various parties so that the program
can be run with either due to neighborhood building permit should also cooperate
with various parties such as BPN Tanjungpinang City and community participation
demonstrated by mutual is still rare. Not all communities want to participate in this
activity.
Keywords: Policy, Public Order
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketertiban Umum adalah
merupakan salah satu syarat utama
dalam mensukseskan pembangunan.
Dan didalam sebuah ketertiban
umum yang bertujuan untuk
melindungi warga kota, maupun
prasarana kota yang berupa jalan-
jalan, jalur hijau dan taman-taman
serta perlengkapan kota lainnya.
Sebuah penyelenggaraan
Pemerintahan Umum dan
Pembangunan di suatu daerah dapat
berjalan baik dan lancar apabila
terjaga ketentraman dan
ketertibannya, yaitu suatu kondisi
dimana masyarakat dan pemerintah
yang dinamis sehingga dapat
melaksanakan kegiatan dengan
aman, tentram, tertib dan teratur
(Geovani : 2013)
Setiap kota di Indonesia selalu
berlomba untuk menciptakan suasana
kota yang aman, bersih dan tertib.
Dan keseluruhan proses pencapaian
diperlukan aturan dalam hal
Ketertiban Umum. Dengan tingginya
sebuah Ketertiban Umum maka
sebuah rasa nyaman akan selalu
dirasakan oleh masyarakat. Masalah
kebersihan, penataan, ketertiban
umum dan ketentraman merupakan
permasalahan yang seringkali
dijadikan parameter didalam
keberhasilan sebuah kota ataupun
daerah, terlebih lagi semenjak telah
dibukanya pintu otonomi daerah,
tiap-tiap daerah kemudian berlomba-
lomba menata daerahnya.
Berbagai daerah seakan-akan
berlomba untuk membuat Peraturan
Daerah mengenai ketertiban umum.
Dimana sebuah Peraturan Daerah
mengenai ketertiban umum itu harus
dibuat sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan sebuah kota. Dengan
memperhatikan aspek baik dari
masyarakatnya, lingkungan sekitar,
serta faktor sosial dan ekonomi.
Sehingga Peraturan Daerah tersebut
dapat mencapai tujuannya. Untuk
mencapai kondisi yang dituangkan
didalam isi Peraturan Daerah bukan
semata-mata menjadi tugas dan
tanggung jawab Pemerintah saja
tetapi justru diharapkan peran serta
seluruh lapisan masyarakat untuk
ikut menumbuhkan dan memelihara
ketentraman dan ketertiban. Dengan
adanya kerja sama dari semua pihak
maka Ketertiban dapat berjalan
dengan baik (Geovani : 2013)
Berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang Nomor 5
Tahun 2015 Tentang Ketertiban
Umum menjelaskan bahwa guna
mewujudkan kehidupan masyarakat
yang tertib, tentram, nyaman, bersih,
indah, selaras, partisipatif, dan
berwawasan lingkungan diperlukan
pengaturan dalam bidang ketertiban
umum yang mampu melindungi
warga masyarakat dan prasarana
umum beserta kelengkapannya.
Dalam peraturan ini di jelaskan
bahwa Penyelenggaraan Ketertiban
Umum berdasarkan asas:
a. Keadilan;
b. Kepastian Hukum;
c. Kemitraan;
d. Peran Serta Masyarakat;
e. Keterbukaan;
f. Partisipatif;
g. Kelestarian Lingkungan;
h. Akuntabilitas;
i. Ketertiban Umum;
j. Keselarasan;
k. Kearifan Lokal; dan
l. Penataan Yang Baik.
Pada pasal 7 dijelaskan Setiap
orang dilarang mendirikan bangunan,
4
tinggal dan/atau tidur di bantaran
sungai, saluran air dan/atau drainase,
mendirikan bangunan dan/atau
tinggal di pinggir pantai kecuali atas
izin instansi terkait, mencuci benda-
benda yang dapat menyebabkan
tercemarnya air di sungai dan pinggir
pantai, memanfaatkan sungai dan
pinggir pantai untuk kepentingan
usaha kecuali setelah mendapat izin
dan rekomendasi dari Instansi terkait,
memindahkan saluran air atau
drainase, menyumbat, menutup
secara permanen saluran air atau
drainase, sehingga menyebabkan
tidak berfungsinya saluran air atau
drainase. Memindahkan saluran
air/drainase, menyumbat, menutup
secara permanen saluran air/drainase,
sehingga menyebabkan tidak
berfungsinya saluran air/drainase,
tanpa izin dari instansi terkait,
berjualan diatas dan/atau sepanjang
bantaran sungai, saluran air/drainase,
menangkap ikan di sungai, saluran
air atau drainase, dan pinggir pantai
dengan mempergunakan aliran
listrik, bahan peledak, atau bahan
beracun. Dan menebang atau
merusak Mangrove yang berada
dikawasan hutan konvensi, di sungai
dan pinggir pantai.
Namun kenyataannya di
Kelurahan Tanjung Unggat masih
banyak masyarakat yang belum
memperhatikan kelestarian
lingkungan seperti masih ada yang
membuang sampah di laut, kemudian
drainase di sekitar rumah kurang
baik. Kemudian masih minimnya
sanitasi di Kelurahan Tanjung
Unggat.
Dampak yang sering
ditimbulkan oleh pemukiman kumuh
di bantaran sungai adalah banjir.
Pemukiman kumuh menyebabkan
hilangnya daerah penyerapan air,
menyempitnya sungai, dan polusi di
sungai. Karena memang sungai
seharusnya menjadi daerah luapan
saat hujan tinggi. Rumah-rumah
yang dibangun di pinggiran sungai
akan terlihat kumuh, kotor dan tidak
indah dipandang. Dengan bangunan
yang seadanya, kemudian tidak
adanya perencanaan dan penataan
perumahan menjadikan rumah-
rumah di dekat sungai sangat tidak
rapi. Karena berdekatan dengan
sungai, seringkali segala kegiatan
yang dilakukan di dalam rumah
dilimpahkan ke sungai. Terutama
sampah rumah tangga, baik itu
sampah dari cucian, makanan,
maupun kotoran manusia semuanya
dibuang ke sungai. Karena letaknya
yang paling dekat dan sampah-
sampah tersebut dianggap akan
hanyut begitu saja. Padahal hal ini
akan sangat merugikan pada saat
sampah-sampah tersebut akan
terkumpul pada suatu sisi sungai,
menyumbat aliran sungai sehingga
menyebabkan bencana banjir.
Selain penyebab banjir,
banyaknya sampah yang dibuang di
sungai juga menyebabkan banyak
zat-zat yang dapat merusak
ekosistem sungai. Pada akhirnya
sungai menjadi tercemar serta
menimbulkan berbagai penyakit.
Padahal air sungai tersebut nantinya
mereka gunakan kembali untuk
melakukan berbagai aktivitas. Maka
dari itu, rawan sekali adanya
penyebaran penyakit dari
penggunaan air yang sudah tidak
higienis tersebut.
Kemudian permasalahan yang
ada di Tanjung Unggat ada tempat
usaha yang berdiri di pinggiran
sungai dan tidak memiliki izin,
5
Tidak hanya itu bahkan rumah-
rumah penduduk yang ada di
Kelurahan Tanjung Unggat yang
berdiri di pinggiran sungai juga tidak
memiliki izin. Melalui wawancara
dan observasi di lapangan diketahui
rumah yang ada di RW 5 sebanyak
627 rumah tidak memiliki dokumen
yang lengkap.
Dari latar belakang diatas,
maka penulis bermaksud meneliti
lebih lanjut dalam bentuk penulisan
usulan penelitian dengan memilih
judul penelitian: “Kebijakan
Pemerintah Kota Tanjungpinang
Dalam Ketertiban Umum (Studi
Tertib Sungai, Saluran Air dan
Pinggir Pantai di Kelurahan
Tanjung Unggat)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang di atas, maka dari itu yang
menjadi permasalahan di dalam
penelitian ini dirumuskan sebagi
berikut : Bagaimana Pelaksanaan
Kebijakan Pemerintah Kota
Tanjungpinang Dalam Ketertiban
Umum Pada Pasal 7 tentang
Tertib Sungai, Saluran Air dan
Pinggir Pantai di Kelurahan
Tanjung Unggat?
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian.
1. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian
yang dilakukan adalah untuk
mengetahui pelaksanaan
Kebijakan Pemerintah Kota
Tanjungpinang Dalam Ketertiban
Umum Pada Pasal 7 tentang
Tertib Sungai, Saluran Air dan
Pinggir Pantai di Kelurahan
Tanjung Unggat
D. Konsep operasional
Fungsi dari konsep operasional
adalah sebagai alat untuk
mengidentifikasi fenomena atau
gejala-gejala yang diamati dengan
jelas, logika, atau penalaran yang
digunakan oleh peneliti untuk
menerangkan fenomena yang diteliti
atau dikaji. Van Meter dan Van Horn
(dalam Subarsono, 2011;99)
mengemukakan bahwa terdapat
enam variabel yang mempengaruhi
kinerja implementasi, yakni;
1. Standar dan sasaran
kebijakan, di mana standar
dan sasaran kebijakan harus
jelas dan terukur sehingga
dapat direalisir. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
Adanya standar kebijakan
2. Sumberdaya, dimana
implementasi kebijakan
perlu dukungan sumberdaya,
baik sumber daya manusia
maupun sumber daya non
manusia. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
a. Adanya sumber daya
manusia yang
memahami tentang
kebijakan
b. Adanya pendanaan.
3. Hubungan antar organisasi,
yaitu dalam banyak
program, pelaksana sebuah
program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi
lain, sehingga diperlukan
koordinasi dan kerja sama
antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
Hal ini dapat dilihat dari
indikator :
a. Adanya kerjasama
4. Karakteristik agen pelaksana
yaitu mencakup stuktur
6
birokrasi, norma-norma dan
pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi yang
semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi
yang ada di Kelurahan
Tanjung Unggat. Hal ini
dapat dilihat dari indikator :
a. Adanya struktur
birokrasi yang jelas
5. Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi. Mencakup
sumberdaya ekonomi
lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan,
sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan,
yakni mendukung atau
menolak, bagaimana sifat
opini publik yang ada di
lingkungan, serta apakah
elite politik mendukung
implementasi kebijakan. Hal
ini dapat dilihat dari
indikator :
a. Adanya dukungan
dari masyarakat
Kelurahan Tanjung
Unggat
6. Disposisi implementor yang
mencakup tiga hal yang
penting, yaitu respon
implementor terhadap
kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan
kebijakan, kognisi yaitu
pemahaman terhadap
kebijakan, intensitas
disposisi implementor, yaitu
preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor. Hal ini
dapat dilihat dari indikator :
Respon pemerintah dalam
menjalankan kebijakan
E. Metode Penelitian
Jenis Penelitian ini
adalah penelitian Deskriptif
kualitatif, dalam penelitian
deskriptif ini, peneliti hanya
memberikan suatu gambaran
secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta
yang sesuai dengan ruang
lingkup judul penelitian.
Menurut pendapat
Sugiyono (2012:11)
menyatakan bahwa “penelitian
deskriptif adalah penelitian
yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel
mandiri, baik satu variabel atau
lebih tanpa membuat
perbandingan, atau
menghubungkan antar
variabel”.
6. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teori
Moleong (2011:35) menyatakan
analisa dan kualitatif adalah proses
pengorganisasian, dan penguratan
data kedalam pola dan kategori serta
satu uraian dasar, sehingga dapat
dikemukakan tema yang seperti
disarankan oleh data. Adapun
langkah – langkah analisa data yang
dilakukan adalah : (1) menelaah dari
semua data yang tersedia dari
berbagai sumber, (2) reduksi data
yang dilakukan dengan membuat
abstraksi, (3) menyusun data
kedalam satuan-satuan, (4)
pengkategorian data sambil membuat
koding, (5) mengadakan
pemeriksaaan keabsahan data, dan
(6) penafsiran data secara deskriptif
7
LANDASAN TEORITIS
A. Implementasi kebijakan
Menurut Nugroho (2012:294)
menjelaskan implementasi kebijakan
pada prinsipnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya, untuk itu ada dua langkah
yang ada yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk
program dan melalui turunan dari
kebijakan publik tersebut. Adapun
kebiajakn publik yang langsung
operasional yaitu Keputusan Kepala
Daerah, Keputusan Kepala Dinas,
dan sebagainya.
Dan menurut salah satu ahli
mendefinisikan kaitanya
implementasi kebijakan dengan
muatan politik seperti yang
diungkapkan oleh Hinggis dalam
Pasolong (2010:57) mendifinisikan
implementasi sebagai rangkuman
dari berbagai kegiatan yang
didalamnya sumber daya manusia
mengunakan sumberdaya lain untuk
mencapai sasaran strategi. Dan
Grindle mengungkapkan
implementasi sering dilihat sebagai
suatu proses yang penuh dengan
muatan politik dimana mereka yang
berkepentingan berusaha sedapat
mungkin mempengaruhinya.
Untuk lebih mudah dalam
memahami pengertian implementasi
kebijakan Lineberry (dalam Putra
Fadillah, 2003:81) menspesifikasikan
proses implementasi setidak-
tidaknya memiliki elemenelemen
sebagai berikut :
1. Pembentukan unit organisasi
baru dan staf pelaksana
2. Penjabaran tujuan ke dalam
berbagai aturan pelaksana
(standard operating procedure
/ SOP)
3. Koordinasi berbagai sumber
dan pengeluaran kepada
kelompok sasaran;
4. Pengalokasian sumber-
sumber untuk mencapai
tujuan.
Salah satu komponen utama
yang ditonjolkan oleh Lineberry,
yaitu pengambilan kebijakan
(piolicy-making) tidaklah berakhir
pada saat kebijakan itu dikemukakan
atau diusulkan, tetapi merupakan
kontinuitas dari pembuatan
kebijakan.
Purwanto dan Sulistyastuti
(2012:64) Realitasnya, didalam
implementasi itu sendiri terkandung
suatu proses yang kompleks dan
panjang Proses implementasi sendiri
bermula sejak kebijakan ditetapkan
atau memiliki payung hukum yang
syah. Seorang ahli mengambarkan
kompleksitas dalam upaya
mewujudkan kebijakan dalam proses
impementasi yaitu „‟ it refres to the
process of converting financial,
material, technical, and human
inputs into output – goods and
services ‘’
Hanya setelah melalui proses
yang kompleks tersebut maka akan
dihasilkan apa yang disebut sebagai
policy outcomes : suatu kondisi
dimana implementasi tersebut
menghasilkan realisasi kegiatan yang
berdampak pada tercapainya tujuan-
tujuan kebijakan yang ditetapkan
sebelumnya. Dampak kebijakan yang
paling nyata adalah adanya
perubahan kondisi yang dirasakan
oleh kelompok sasaran, yaitu dari
kondisi yang satu ke kondisi yang
lebih baik.
Menurut Nugroho (2012:711)
implementasi kebijakan dalam
konteks manajemen berada dalam
8
kerangka organizing-leading-
controlling.Jadi, ketika kebijakan
sudah dibuat, tugas selanjutnya
adalah mengorganisasikan,
melaksanakan kepemimpinan untuk
memimpin pelaksanaan, dan
melakukan pengendalian
pelaksanaan.
Menurut Subarsono
(2011:89) keberhasilan implementasi
kebijakan akan ditentukan oleh
banyak variabel atau faktor, dan
masing-masing variabel tersebut
saling berhubungan satu sama lain.
Berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi implementasi
kebijakan suatu program, menurut
Rondinelli dalam Subarsono (2011 :
60) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
Implementasi kebijakan program-
program pemerintah yang bersifat
desentralisasi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
1. Kondisi lingkungan.
Lingkungan sangat
mempengaruhi implementasi
kebijakan, yang dimaksud
lingkungan ini
mencakupsosio cultural serta
keterlibatan penerima
program.
2. Hubungan Antar Organisasi.
Dalam banyak program,
implementasi sebuah
program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi
lain. Untuk ini diperlukan
koordinasi dan kerjasama
antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
3. Sumberdaya organisasi untuk
implementasi program.
Implementasi kebijakan perlu
didukung sumberdaya baik
sumberdaya manusia (human
resources) maupun
sumberdaya non-manusia
(non human resources).
4. Karakteristik dan
kemampuan agen pelaksana
yang dimaksud karakteristik
dan kemampuan agen
pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-
norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya ini
akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
Untuk mengidentifikasi unsur –
unsur kapasitas organisasi dalam
Implementasi Sebelum kegiatan
penyampaian berbagai keluaran
kebijakan dilakukan kepada
kelompok sasaran dimulai, perlu
didahului dengan penyampaian
informasi kepada kelompok sasaran,
tujuan pemberian informasi ini
adalah agar kelompok sasaran atau
masyarakat memahami kebijakan
yang akan di implementasikan
sehinga mereka tidak hanya akan
dapat menerima berbagai program
yang diinisialisasi oleh pemerintah
akan tetapi berpartisipasi aktif dalam
upaya untuk mewujudkan tujuan-
tujuan kebijakan. Proses
implementasi sekurang-kurangnya
terdapat tiga unsur yang penting dan
mutlak, seperti dikemukakan oleh
Tarwiyah (2005;11), yaitu:
1. Adanya program atau
kebijakan yang dilaksanakan;
2. Target groups, yaitu
kelompok masyarakat yang
menjadi sasaran, dan
diharapkan dapat menerima
manfaat dari program
tersebut, perubahan atau
peningkatan;
3. Unsur pelaksana
9
(implementor), baik
organisasi atau perorangan,
yang bertanggungjawab
dalam pengelolaan,
pelaksanaan, dan pengawasan
dari proses implementasi
tersebut
Van Meter dan Van Horn (dalam
Subarsono, 2011;99) mengemukakan
bahwa terdapat enam variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi,
yakni;
1) Standar dan sasaran
kebijakan, di mana standar
dan sasaran kebijakan harus
jelas dan terukur sehingga
dapat direalisir.
2) Sumberdaya, dimana
implementasi kebijakan
perlu dukungan sumberdaya,
baik sumber daya manusia
maupun sumber daya non
manusia.
3) Hubungan antar organisasi,
yaitu dalam banyak
program, implementor
sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain,
sehingga diperlukan
koordinasi dan kerja sama
antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
4) Karakteristik agen pelaksana
yaitu mencakup stuktur
birokrasi, norma-norma dan
pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi yang
semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi
suatu program.
5) Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi. Variable ini
mencakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang
dapat mendukung
keberhasilan implementasi
kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok
kepentingan memberikan
dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para
partisipan, yakni mendukung
atau menolak, bagaimana
sifat opini public yang ada di
lingkungan, serta apakah
elite politik mendukung
implementasi kebijakan.
6) Disposisi implementor yang
mencakup tiga hal yang
penting, yaitu respon
implementor terhadap
kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan
kebijakan, kognisi yaitu
pemahaman terhadap
kebijakan, intensitas
disposisi implementor, yaitu
preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor.
Menurut Sabartier dalam
Purwanto dan Sulistiatuti (2012:19)
menyebutkan, setelah mereview
berbagai penelitian implementasi,
ada enam variabel utama yang
dianggap memberi kontribusi
keberhasilan atau kegagalan
implementasi.
B. Pemerintahan
Menurut Rasyid (2000:59)
membagi fungsi fungsi
pemerintahan menjadi tempat, yaitu
: pelayanan (public service),
pembangunan (development),
pemberdayaan (empowering), dan
pengaturan (regulation). dari
pendapat tersebut diketahui bahwa
ruang lingkup dari ilmu
pemerintahan itu meliputi yaitu
yang diperintah , yang memerintah,
kewenangan dan tanggung jawab
10
pemerintah, hubungan pemerintah,
pemerintahan yang bagaimana
yang dapat memenuhi kewenangan
dan tanggung jawabnya. Bagaimana
cara membentuk pemerintah yang
demikian itu, bagaimana
pemerintahan menggunakan
kewenangan , serta bagaimana
kehidupan masyarakat dapat berjalan
aman dan tentram sehingga
pemerintah dituntut untuk membuat
sebuah aturan (regulation) untuk
kehidupan masyarakat.
C. Keamanaan dan Ketertiban
Pengertian “keamanan” erat
hubungannya dengan masyarakat,
namun arti keamanan tidak ada
rumusannya didalam Undang-
Undang, sehingga sering pemakaian
istilah keamanan sering tidak serasi.
Oleh karena itu rumusan tersebut
dibahas dan dikaji di tingkat
akademik sehingga diperoleh
rumusan “Keamanan” menurut
kaidah ilmu pengetahuan sebagai
berikut :
Didalam Utomo (2004:14), Yaitu
Aman : Tentram, tidak
merasa takut (Khawatir
berbahaya dan
sebagainya). Keadaan
sentosa (tidak ada sesuatu
yang menakutkan dan
membahayakan),
keamanan, ketentraman,
keadaan yang aman.
DidalamUtomo (2004:14-15),
a. Arti aman
mengandung 4
(empat) unsur pokok
yakni :
1. Security adalah
perasaan bebas
dari gangguan
baik fisik maupun
psychis.
2. Surety adalah
perasan bebas dari
kekhawatiran.
3. Safety perasaan
bebas dari resiko.
4. Peace adalah
perasan damai
lahiriah dan
batiniah .
Keempat unsur ini
menimbulkan kegairahan kerja dan
akhirnya tercapailah kesejahteraan
masyarakat materiil dan spirituil.
Faham dan pandangan keamanan
kemanan pada hakekatnya bersumber
wejangan nenek moyang kita, yang
disimpulkan dalam kata kata “Tata
Tentram Karto Raharjo“.
Selanjutnya dijelaskan bahwa paham
kemanan yang dianut mengandung
dua pengertian yaitu : Keamanan,
dan Kesejahteraan.
Sesuai dengan Undang-
Undang No 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik
Indoneisia bahwa Keamanan dalam
negeri adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan terjaminnya
keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, serta terselenggaranya
perlindungan, pengayoman dan
Pelayanan kepada masyarakat.
Seperti halnya dengan istilah
“kemanan”, istilah ketertiban juga
tidak ada rumusan dalam undang
undang sehingga penjelasan dicari
dari pendapat pendapat dalam dunia
Ilmu Pengetahuan. Didalam Utomo
(2004:16), didapatkan pengertian
tertib dan ketertiban sebagai berikut :
Tertib berarti : aturan, peraturan
yang baik, teratur, dengan aturan,
menurut aturan, rapi, apik .
Ketertiban : aturan, peraturan (dalam
11
masyarakat), adat, kesopanan, peri
kelakuan yang baik dalam pergaulan.
Istilah “ketertiban
masyarakat” dapat ditemukan dalam
rangkaian kata “kamtibmas” atau
kemanan dan ketertiban masyarakat,
sedangkan istilah “ketertiban umum”
dijumpai antara lain di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
dalam buku kedua, Bab V yaitu
tentang kejahatan melanggar
ketertiban umum.
Dalam doktrin Kepolisian
Republik Indonesia Tata Tentram
Karto Raharjo dinyatakan bahwa
tertib dan ketertiban adalah : “Suatu
keadaan ,dimana terdapat keadaan
keamanan dan ketertban yang
menimbulkkan kegairahan dan
kesibukan bekerja dalam rangka
mencapai kesejahteraan masyarakat
seluruh sesuai doktrin Kepolisian
Tata Tentrem Karto Raharjo”.
Selanjutnya dikatakan bahwa
tertib yaitu adanya keteraturan yaitu
suatu situasi dimana segala sesuatu
berjalan secara teratur, sedangkan
ketertiban dinyatakan sebagai
keadaan (situasi) yang sesuai dengan
dan menurut norma norma serta
hukum yang berlaku. Akhirnya
keamanan dan ketertiban masyarakat
dapat disimpulkan menjadi :
a. Suatu cita cita ialah
keadaan masyarakat
dimana terdapat Tata
Tentrem Karto Raharjo.
b. Suatu Kondisi sebagai
suatu syarat untuk
memungkinkan kesibukan
didalam mencapai
kesejahteraan sosial
c. Suatu Situasi ialah suatu
keadaan dimana terdapat
ketertiban dan keamanan
lahiriah dan batiniah.
Selanjutnya Undang-Undang No
2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI)
dijelaskan bahwa : “Kemanan dan
Ketertiban masyarakat adalah suatu
kondisi dinamis masyarakat sebagai
salah satu syarat terselengaranya
proses pembangunan nasional dalam
rangka tercapainya tujuan nasional
yang ditandai oleh terjaminnya
kemanan, ketertiban dan tegaknya
hukum, serta terbinanya
ketentraman, yang mengandung
kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan
kekuatan masyarakat dalam
menangkal, mencegah, dan
menanggulangi segala bentuk bentuk
gangguan lainya yang dapat
meresahkan masyarakat”.
Dari pengertian tersebut diatas,
dengan jelas dapat dilihat bahwa
ketentraman dan ketertiban
mengandung unsur aman, tertib dan
teratur. Dengan perkataan lain
berarti bahwa aman tertib dan teratur
merupakan persyaratan bagi
terselenggarakan ketentraman dan
ketertiban. Maka bahwa ketertiban
itu adalah hubungannya dengan
keadaan umum dan masyarakat
khusus terhadap bidang tata susunan,
bahkan kebutuhan dan ketertiban ini
merupakan syarat pokok bagi adanya
masyarakat manusia yang teratur.
D. Pemukiman Kumuh
Kawasan kumuh umumnya
dikaitkan dengan tingkat kemiskinan
dan pengangguran tinggi. Kawasan
kumuh dapat pula menjadi sumber
masalah sosial seperti kejahatan,
obat-obat terlarang dan minuman
12
keras serta di berbagai wilayah,
kawasan kumuh juga menjadi pusat
masalah kesehatan karena kondisinya
yang tidak higienis. Ciri lain
permukiman kumuh adalah tingkat
kepadatan yang tinggi dan kurangnya
akses ke fasilitas umum dan sosial.
Status permukiman kumuh seringkali
tidak jelas, baik dari status
administrasi dan hukum tanah,
maupun kesesuaian dengan rencana
tata ruang kota. Terkait status hukum
atas tanah, biasanya hal ini yang
membedakan permukiman kumuh
(slum) dengan pemukiman liar
(squatter).
Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Perumahan Dan
Kawasan Permukiman dijelaskan
agar bertanggung jawab melindungi
segenap bangsa Indonesia melalui
penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman agar
masyarakat mampu bertempat
tinggal serta menghuni rumah yang
layak dan terjangkau di dalam
perumahan yang sehat, aman,
harmonis, dan berkelanjutan di
seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah perlu lebih
berperan dalam menyediakan dan
memberikan kemudahan dan bantuan
perumahan dan kawasan
permukiman bagi masyarakat
melalui penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman yang
berbasis kawasan serta keswadayaan
masyarakat sehingga merupakan satu
kesatuan fungsional dalam wujud
tata ruang fisik, kehidupan ekonomi,
dan sosial budaya yang mampu
menjamin kelestarian lingkungan
hidup sejalan dengan semangat
demokrasi, otonomi daerah, dan
keterbukaan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
Kemudian dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 88 Tahun 2014 Tentang
Pembinaan Penyelenggaraan
Perumahan Dan Kawasan
Permukiman menjelaskan bahwa
pembinaan Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan
Permukiman adalah upaya yang
dilakukan oleh Menteri, gubernur,
dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, untuk mewujudkan
tercapainya tujuan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan
permukiman.
Pengaturan Pembinaan
Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman akan
memberikan kemudahan dalam
mewujudkan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan
permukiman melalui peningkatan
kapasitas terkait sumber daya
manusia, prasarana dan sarana,
kelembagaan, dan pendanaan dengan
mengikutsertakan peran pemangku
kepentingan di bidang perumahan
dan kawasan permukiman, antara
lain kalangan pelaku pembangunan,
perbankan, profesional, akademisi,
maupun masyarakat. Hal ini akan
menciptakan keseimbangan dalam
penyusunan, pelaksanaan, maupun
pengawasan kebijakan yang dibuat
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah sehingga mewujudkan
manajemen pemerintahan yang kuat
dengan berpedoman pada tata
pemerintahan yang baik.
Masrun (2009 : 1)
memaparkan bahwa permukiman
kumuh mengacu pada aspek
lingkungan hunian atau komunitas.
Permukiman kumuh dapat diartikan
13
sebagai suatu lingkungan
permukiman yang telah mengalami
penurunan kualitas atau memburuk
baik secara fisik, sosial ekonomi
maupun sosial budaya, yang tidak
mungkin dicapainya kehidupan yang
layak bagi penghuninya, bahkan
dapat pula dikatakan bahwa para
penghuninya benar-benar dalam
lingkungan yang sangat
membahanyakan kehidupannya.
Pada umumnya permukiman kumuh
memiliki ciriciri tingkat kepadatan
penduduk yang sangat rendah, tidak
memadainya kondisi sarana dan
prasarana dasar, seperti halnya air
bersih, jalan, drainase, sanitasi,
listrik, fasilitas pendidikan, ruang
terbuka / rekreasi, fasilitas pelayanan
kesehatan dan perbelanjaan.
Menurut Sinulingga (2005:
15) ciri-ciri kampung/permukiman
kumuh terdiri dari :
1. Penduduk sangat padat antara
250-400 jiwa/Ha. Pendapat
para ahli perkotaan
menyatakan bahwa apabila
kepadatan suatu kawasan
telah mencapai 80 jiwa/Ha
maka timbul masalah akibat
kepadatan ini, antara
perumahan yang dibangun
tidak mungkin lagi memiliki
persyaratan fisiologis,
psikologis dan perlindungan
terhadap penyakit.
2. Jalan-jalan sempit dapat
dilalui oleh kendaraan roda
empat, karena sempitnya,
kadang-kadang jalan ini
sudah tersembunyi dibalik
atap-atap rumah yang sudah
bersinggungan satu sama
lain.
3. Fasilitas drainase sangat tidak
memadai, dan malahan biasa
terdapat jalanjalan tanpa
drainase, sehingga apabila
hujan kawasan ini dengan
mudah akan tergenang oleh
air.
4. Fasilitas pembuangan air
kotor/tinja sangat minim
sekali. Ada diantaranya yang
langsung membuang tinjanya
ke saluran yang dekat dengan
rumah.
5. Fasilitas penyediaan air
bersih sangat minim,
memanfaatkan air sumur
dangkal, air hujan atau
membeli secara kalengan.
6. Tata bangunan sangat tidak
teratur dan bangunan-
bangunan pada umunya tidak
permanen dan malahan
banyak sangat darurat.
7. Pemilikan hak atas lahan
sering legal, artinya status
tanahnya masih merupakan
tanah negara dan para
pemilik tidak memiliki status
apa-apa.
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Kelurahan Tanjung Unggat
terbentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang Nomor
27 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kelurahan di wilayah Kota
Tanjungpinang. Kelurahan Tanjung
Unggat merupakan salah satu
Kelurahan yang berada di wilayah
kerja Kecamatan Bukit Bestari yang
terdiri dari 9 (sembilan) Rukun
Warga dan 43 (empat puluh tiga)
Rukun Tetangga dengan luas
wilayah mencapai 10.50 KM2.
Kelurahan Tanjung Unggat
memiliki luas wilayah 10.50 KM2
dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut : Sebelah Utara berbatasan
14
dengan Kelurahan Kampung Bugis.
Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kelurahan Tanjungpinang Timur.
Sebelah Timur berbatasan dengan
Kelurahan Kampung Bulang.
Sebelah Barat berbatasan dengan
Kelurahan Kamboja. Kelurahan
Tanjung Unggat memiliki fisiografis
yang terdiri dari 83% dataran rendah
dan 17% lautan. Dan dikarenakan
letak geografis berada pada wilayah
garis khatulistiwa, Kelurahan
Tanjung Unggat memiliki 2 (dua)
musim yakni musim kemarau (antara
April s/d September) dan musim
penghujan (antara Oktober s/d
Maret) setiap tahunnya. Kelurahan
Tanjung Unggat melalui topografi
merupakan dataran rendah dengan
ketinggian lebih kurang 2 meter di
atas permukaan laut dengan curah
hujan 114 hari sebanyak 2000-3000
mm/tahun dengan suhu berkisar
30°C sampai 32°C. Tekanan udara
terendah 1.0102 MBS dan tertinggi
1.01037 MBS serta kelembaban
udara rata-rata antara 61.5°C sampai
dengan 91.5°C.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
1. Standar dan sasaran kebijakan
Berdasarkan hasil wawancara
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa standar kebijakan
masih mengacu pada pada Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang Nomor
5 Tahun 2015 Tentang Ketertidban
Umum, begitu juga dengan sasaran
dalam kebijakan ini. Tidak hanya
bangunan yang yang tidak boleh
berdiri di pinggir pantai, dalam perda
ini juga menjelaskan Setiap orang
atau badan dilarang:
1. membuang sampah bukan
pada tempatnya.
2. mencoret-coret, menulis,
melukis, dan menempel
iklan, memasang lambang,
simbol, bendera, spanduk,
umbul-umbul, maupun atribut
lainnya yang bukan pada
tempatnya, seperti sarana
umum dan milik perorangan.
3. melakukan pencabutan atau
perusakan terhadap lambang,
simbol, bendera, spanduk,
umbul-umbul, maupun atribut
lainnya yang telah
mendapatkan izin dari
instansi terkait.
4. setiap orang/badan yang telah
mendapat izin dari instansi
terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
wajib mencabut serta
membersihkan sendiri setelah
habis masa berlakunya
2. Sumberdaya
a. Adanya sumber daya manusia
yang memahami tentang
kebijakan
Berdasarkan hasil wawancara
dengan seluruh informan maka dapat
dianalisa bahwa sumber daya
manusia yang ada mendukung dalam
pelaksanaan program ini adalah dari
pihak kelurahan, dan masyarakat.
Para Pengurus mendapatkan
pelatihan yang memadai sehingga
memungkinkan mereka bisa
menjalankan Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015
Tentang Ketertiban Umum dengan
lebih baik. Seharusnya pelatihan ini
sudah dilakukan sebelum dana
disalurkan, sehingga masing-masing
pihak tahu persis apa yang harus
dilakukan.
15
b. Pendanaan
Dari hasil wawancara dan
hasil observasi yang dilakukan maka
dapat dianalisis bahwa kerjasama
memang belum berjalan dengan baik.
Perlu adanya kerjasama dan
perbaikan perbatasan kewenangan
antara berbagai pihak agar program
ini dapat dijalankan dengan baik.
Keberhasilan pelaksanaan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang Nomor
5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban
Umum untuk menertibkan sungai
dan wilayah pinggir pantai juga
dipengaruhi oleh keterampilan
pelaksana. Keterampilan pelaksana
mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan program. Dalam
pelaksanaan Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015
Tentang Ketertiban Umum untuk
menertibkan sungai dan wilayah
pinggir pantai, keterampilan
pelaksana dibutuhkan saat sosialisasi
program, verifikasi data, pencairan
dana, dan pembuatan laporan
pelaksanaan. Hampir semua
program, pelaksanaannya
membutuhkan tim pelaksana, untuk
itu diperlukan koodinasi antar
pelaksana supaya program dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
Koordinasi antar pelaksana sangat
diperlukan untuk keberhasilan
pelaksanaan program, yang
digambarkan melalui hubungan antar
pelaksana, komunikasi internal, dan
kualitas, koordinasinya digambarkan
sebagai keterpautan dan dukungan
antar institusi, dan sebagai
komunikasi antar organisasi.
4. Karakteristik agen pelaksana
Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan diatas
dapat diketahui bahwa tim kerja
sudah ada. Berdasarkan hasil
observasi maka dapat dianalisa
bahwa untuk sosialisasi yang
dilakukan baik kepada masyarakat
maupun kepada pegawai maka
ditemukan bahwa sosialisasi sudah
menyeluruh. pihak Namun jika
dilihat belum semua masyarakat
mengetahui apa manfaat program
raskin. Mestinya pemerintah mampu
menjelaskan arti penting program
raskin dalam kaitannya dengan
interaksi masyarakat.
5. Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa partisipasi
masyarakat yang ditunjukkan dengan
gotong royong masih sangat minim
dilakukan. Tidak semua masyarakat
mau ikut dalam kegiatan ini. Pada
masa pelaksanaan otonomi daerah
seperti sekarang ini, partisipasi
masyarakat merupakan sebuah
tuntutan yang harus diwujudkan.
Telah kita pahami dari uraian
terdahulu bahwa otonomi daerah
akan menciptakan kemandirian
daerah. Tentu saja kemandirian
tersebut tidak akan terwujud, tanpa
peran serta masyarakat. Oleh karena
suara masyarakatlah yang
menentukan arah berjalannya negara
ini. Perlu dipahami bahwa partisipasi
masyarakat ini tidak berjalan sendiri.
Artinya, partisipasi masyarakat harus
pula berjalan seiring dengan berbagai
inisiatif yang dijalankan oleh
pemerintah. Berbagai persoalan
tersebut dapat diupayakan
penyelesaiannya melalui bentuk-
bentuk kerja sama yang menjadi
tradisi dalam masyarakat kita, seperti
musyawarah atau gotong royong.
Masyarakat yang demikian
16
merupakan cermin masyarakat
madani. Mereka tidak hanya mandiri
dalam mengupayakan kemajuan
bersama, tetapi juga turut terlibat
secara aktif untuk menyelesaikan
berbagai masalah sosial.
6. Disposisi implementor
Berdasarkan observasi yang
dilakukan berkaitan dengan
dukungan yang diberikan pegawai
terhadap kebijakan pemerintah
tentang Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015
Tentang Ketertiban Umum untuk
menertibkan sungai dan wilayah
pinggir pantai agar terlaksana dengan
baik dapat diketahui bahwa seluruh
pegawai umumnya sudah
mengetahui tentang kebijakan ini dan
sudah terdapat masalah yang
ditampung dan sedang dalam
pengerjaan untuk diselesaikan. Hal
ini menunjukkan bahwa pegawai
sudah memberikan dukungan
terhadap kebijakan ini, yang mana
selain pegawai lurah sedang
melaksanakan menertibkan rumah-
rumah liar, pegawai juga umunya
mengetahui tentang kebijakan ini
untuk selanjutnya dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
Wawancara dilakukan kepada Satpol
PP Kota Tanjungpinang, berikut
hasil wawancara yang di dapatkan :
“memang untuk penegakan
perda ini tugas kami bersama-
sama dengan pihak kelurahan, di
Tanjung Unggat itu sudah pernah
ada peringatan, kemudian
teguran, kami belum ada
kegiatan razia bongkar, karena
memang perda ini baru saja
terbit, baru di laksanakan,
banyak pertimbangan yang harus
di lakukan di lapangan, seperti
kalau kita paksa mereka
membongkar rumahnya tentu
pemerintah harus punya lahan
relokasi, sekarang ini tidak ada.
Jadi untuk sekarang yang
diperketat pengawasan jangan
sampai ada lagi rumah baru yang
berdiri, itu semua rumah lama,
ini yang sedang di upayakan oleh
pemda”
Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa instansi
terkait dalam pelaksanaan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang Nomor
5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban
Umum untuk menertibkan sungai
dan wilayah pinggir pantai adalah
tugas dari Satpol PP dan pihak
kelurahan. Satpol PP merupakan
instansi yang bertugas untuk
menegakan perda, perda yang sudah
ada merupakan kewajiban sari Satpol
PP untuk mengawasi pelaksanaannya
termasuk untuk rumah-rumah yang
saat ini masih berdiri di pinggiran
pantai Tanjung Unggat yang tidak
memiliki dokumen lengkap.
Sedangkan Lurah mempunyai
tugas pokok menyelenggarakan
urusan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan dan
melaksanakan urusan pemerintahan
yang dilimpahkan oleh Walikota.
Dalam melaksanakan tugas pokok
tersebut Lurah mempunyai tugas
pelaksanaan kegiatan pemerintahan
kelurahan, pemberdayaan
masyarakat, pelayanan masyarakat,
penyelenggaraan ketentrataman dan
ketertiban umum, pemeliharaan
prasarana dan fasilitas pelayanan
umum, pembinaan lembaga
kemasyarakatan di tingkat kelurahan
17
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat dianalisa bahwa dalam
kebijakan Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015
Tentang Ketertiban Umum masih
perlu diperhatikan karena belum
tepat pada sasarannya khususnya di
Kelurahan Tanjung Unggat, hal ini
dapat dilihat dari amsih banyaknya
rumah yang berdiri tanpa surat
keterangan kepemilikan yang berdiri
ditepian sungai, tidak hanya itu
masih ada tempat usaha yang berdiri
tidak sesuai dengan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang Nomor
5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban
Umum khususnya pada pasal 7
tentang Tertib Sungai, Saluran Air
Dan Pinggir Pantai. Kmeudian
masyarakat masih kerap membuang
sampah di pinggiran pantai, drainase
atau tempat pembuangan juga masih
belum baik.
Pegawai yang bertugas di
lapangan sudah mampu serta
memiliki pengetahuan yang baik
dalam menjalankan Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun
2015 Tentang Ketertiban Umum,
Dari hasil analisa maka ditemukan
bahwa semua pegawai sudah
memahami tentang prosedur, syarat
dan ketentuan dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015
Tentang Ketertiban Umum untuk
menertibkan sungai dan wilayah
pinggir pantai, namun dana yang ada
belum memadai dalam
melaksanakan Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun
2015 Tentang Ketertiban Umum,
dana disipkan untuk membuat
kegiatan serta pemulihan lingkungan
yang tidak tertib
Kemudian kerjasama memang
belum berjalan dengan baik. Perlu
adanya kerjasama dan perbaikan
perbatasan kewenangan antara
berbagai pihak agar program ini
dapat dijalankan dengan baik karena
untuk izin bangunan kelurahan juga
harus bekerjasama dengan berbagai
pihak seperti BPN Kota
Tanjungpinang dan partisipasi
masyarakat yang ditunjukkan dengan
gotong royong masih sangat minim
dilakukan. Tidak semua masyarakat
mau ikut dalam kegiatan ini.
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Perlu adanya komitmen
pemerintah dalam
pelaksanaan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang
Nomor 5 Tahun 2015
Tentang Ketertiban Umum
khususnya dalam penertiban
rumah maupun tempat usaha
serta lingkungan di sekitar
pantai dan sungai, hal ini bisa
dilakukan dengan penyediaan
pendanaan, dan pemberian
sanksi yang tegas.
2. Perlu adanya kerjasama antar
instansi seperti pihak
kelurahan, kemudian instansi
terkait seperti BPN Kota
Tanjungpinang dalam
mengeluarkan surat izin tanah
dan bangunan
3. Harus ada dorongan bagi
masyarakat untuk ikut serta
menjalankan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang
Nomor 5 Tahun 2015
Tentang Ketertiban Umum
18
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik Edisi Revisi. Jakarta:
Yayasan. Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung
: CV Alfabetha
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
BPS/Badan Pusat Statistik dan
Depsos/Departemen Sosial.
2002. Penduduk Fakir Miskin
Indonesia. Jakarta: BPS.
Dunn, William N. 2003. Analisis
Kebijakan Publik.
Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic
Analiysis. Gava Media:
Yogyakarta.
Edi Suharto. 2011. Kebijakan Sosial
sebagai Kebijakan Publik,
Cetakan ke III, Penerbit
Alfabeta, Bandung
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan,
Implementasi dan Evaluasi
Kebijakan atau Program,
Edisi Revisi, PT
Rosdakarya, Bandung.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan
Publik. Bandung: Peradaban.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara:
Jakarta
Keban, Yeremias. T. 2004. Enam
Dimensi Strategis
Administrasi Publik, Konsep,
Teori, dan Isu. Yogyakarta.
Gava Media
Masrun, Laode. (2009). Permukiman
Kumuh: Diperoleh dari 11
Juni 2017 dari
http://odexyundo.blogspot.co
m/2009/08/permukimankumu
h.html
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi
dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Pasolong, Harbani. 2010. Teori
Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma
Kritis dalam Studi Kebijakan
Publik. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Purwanto, Irwan Agus dan Dyah
Ratih Sulistyastuti. 2012.
Implementasi Kebijakan
Publik: Konsep dan
Aplikasinya di
Indonesia.Gava Media,
Yokyakarta.
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok
Pemerintahan. PT Raja
Grafindo Persada : Jakarta
Ramesh. 2000 . Studying Public
Policy: Policy Cycles and
Policy Subsystem. Oxford :
Oxford University Press.
Sinulingga, B.D. 2005.
Pembangunan Kota,
Tinjauan Regional dan Lokal.
19
Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif, kualitatif dan R
& D. Bandung: ALFABETA
Subarsono, AG.2011. Analisis
kebijakan Publik : Konsep.
Teori dan. Aplikasi.Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Efektivitas Implementasi
Kebijkan Otonomi Daerah.
Jakarta : Citra Utama
Syafarudin. 2008. Efectivitas
Kebijakan Pendidikan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Sistem
Administrasi publik
Republik Indonesia
(SANKRI). Jakarta : PT
Bumi Aksara
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
Implementasi Kebijakan
Publik. Yogyakarta:
Lukman.
Tarwiyah Tuti. 2005. Kebijakan
pendidikan Era 0tonomi
Daerah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Utomo, Warsito. 2004. Hukum
Kepolisian di Indonesia.
Jakarta. Prestasi Pustaka
Wahab, Solichin. 2002. Analisis
Kebijaksanaan, Dari
Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.
Widodo, Joko. 2007. Analisis
Kebijakan Publik. Malang
:Bayu Media
World Bank. 2000, Poverty,
Educationand Health in
Indonesia : Who Benefits from
Public Spending. World Bank
Working Paper No 2739
Washington D C. : World Bank
Jurnal
Geovani. 2013. Implementasi Perda
No. 5 Tahun 2002 Tentang
Ketertiban Umum Di Kota
Pekanbaru (Studi Kasus
Pedagang Kaki Lima)
repository.unri.ac.id
top related