kepemimpinan habib hasan bin ja’far assegaf dalam upaya...
Post on 29-Dec-2019
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Upaya
Mengembangkan Pemahaman Dan Perilaku Akhlak Jama’ah
Majelis Taklim Nurul Musthofa
Oleh :
MAULANA SUKARYA
NIM. 105053001823
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
F
PENGESAHAN PANTIIA UJIAN
Skripsi berjudul KEPEMIMPINAI\ HABIB HASAI\I bin.$.'FAR ASSEGAF
DALAIYi UPAYA MENGEMBANGi<AN PEMAIIAMAN DAI\ PERILAKU
AKIILAK JAMA'AII MA.IELIS TAKLIM IYURUL MUSTIIOFA, telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah cian Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1l Maret 201C. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S.Kom.I) pada program Studi Manajemen Dakwatr.
Jakart4 Maret 2010
Sidang Munaqasyah
erangkap Anggota Sekretaris rncrangkap anggota
e+*-1 ,-
Drs S 'Rizal_LK. MANIP 40428 199303 I 00r
r'Dr. H.lVL Idris Abdul. lhomad.MA
fiP. 19610725 200003 1001
Drs*lgqep Castr&wiiay& IVIAI\IIP 1967081819980 3 fi2
Penguji
Anggota
hilP. 19660605 199403 I 0C5
r{IP. 19600803 199793 I 006
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan
karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Februari 2010
Maulana Sukarya
iii
NAMA : MAULANA SUKARYA NIM : 105053001823 JUDUL : KEPEMIMPINAN HABIB HASAN bin JA’FAR ASSEGAF DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN DAN PERILAKU AKHLAK JAMA’AH MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA
ABSTRAK Kepemimpinan adalah sebuah sifat pemimpin dalam proses mempengaruhi
orang-orang atau bawahan dalam rangka untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditentukan. Setiap pemimpin memiliki karakteristik dan model kepemimpinannya masing-masing. Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah sebab yang dihadapi adalah manusia yang subyektifitasnya masing-masing. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat, cirri, atau nilai-nilai pribadi dalam dirinya, diantaranya: berpandangan jauh kemasa depan, bersikap, dan bertindak bijaksana, berpengetahuan luas, mempunyai keyakinan bahwa misinya akan berhasil, berhati ikhlas, mampu berkomunikasi, memiliki kondisi fisik yang baik. Kepemimpinan atau leadership pada hakikatnya adalah satu state of mind dan state of the spirit, suatu sikap hidup dalam pikiran dan sikap kejiwaan yang merasa terpanggil untuk memimpin dengan segala tindakan, perbuatan, perilaku, dan ucapan, mendorong dan mengantarkan yang dipimpin kearah cita-cita yang luhur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf pada Majelis Taklim Nurul Musthofa dan mengetahui pengaruhnya bagi perilaku akhlak jama’ah. Untuk itu, penulis tertarik menjadikan tokoh Habib hasan sebagai bahan dalam menyusun skripsi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu memaparkan seluruh pernyataan dengan apa adanya. Dengan cara mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan studi pustaka yang kemudian dianalisis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf bertipe, kharismatik, demokratik. Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa terucap kepada Allah dari lisan
manusia yang taat kepadaNya. yang masih memberikan kesempatan kepada
penulis untuk beribadah kepadaNya dan untuk ber Sholawat kepada kekasihnya,
serta dengan izinnya pula penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa terucap kepada manusia yang agung, yang
bagus ucapannya, yang luhur bedi pekertinya, yang tidak pernah lelah untuk
mengajak umatnya kepada jalan yang benar serta yang akan menyelamatkan
umatNya di dunia dan di akhirat beliau adalah Sayyiudina Muhammad bin
Abdillah
Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Walaupun cukup banyak halangan dan rintangan yang penulis hadapi,
baik itu berupa sifat malas, lalai dan sombong yang masih melekat kuat di dalam
diri penulis. Sungguh sesuatu yang sangat anugrah terindah yang diberikan Allah
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semua ini
terwujud yang telah mendukung serta memberikan motivasi kepada penulis.
Penulis persembahkan segalanya kepada Ayahanda (Almarhum H.
Mursalih) yang dengan ketegaran hidupnya telah menjadi sumber inspirasi dan
semangat hidup bagi penulis dan kepada ibu (Hj. Surkiah) yang air susunya telah
menjadi daging dalam tubuh ini, yang dengan keringat dan air matanya telah
menyatu dalam jiwa penulis, dan nenek ku tercinta (Hj. Muniah) Guru-guruku,
Kakakku Indra Kurniawan dan Adikku M. Septi Fajri dan Ismail Maqqi serta
v
Teman-temanku yang selalu mendoakan penulis serta menghibur penulis dikala
kesedihan datang kepada penulis.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan skripsi, rasa terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr.Komarudin Hidayat selaku rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran stafnya.
2. Bapak Dr. Arief Subhan MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, bapak Drs. Wahidin Saputra.MA selaku Pudek I, bapak Drs.
H. Mahmud Djalal, MA selaku Pudek II dan bapak Drs Study Rizal LK,
MA selaku Pudek III.
3. Ketua Jurusan Manajemen Dakwah bapak Drs. Hasanudin Ibnu Hibban,
MA, Drs. Cecep Castrawijaya, MA sebagai sekretaris jurusan dan juga
kepada Drs. Sungaidi, MA sebagai pembimbing skripsi yang selalu setia
dan sabar membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Tim penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.
5. Para dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
dedikasinya sebagai pengajar yang memberikan berbagai pengarahan,
pengalaman, serta bimbingan kepada peneliti selama dalam masa
perkuliahan.
6. Bapak/ibu pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang
telah membantu peneliti dengan penyediaan bahan-bahan dalam
mengerjakan skripsi ini.
vi
7. Keluarga besar Majelis Taklim Nurul Musthofa, yang telah membantu
mengumpulkan data hingga akhirnya selesainya skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat yang ada di kampus, Ogief, Nur, Phe-phenk, Elda, M.
Ridwan, Abdul Ghafur, Rizal, Armed,
9. Keluarga besar dari Yayasan Al-Istiqomah dan buat Genk Power
Rangernya, Sendi Prabowo, Wahyu Pratama Putra, Nugraha, Ahmad
Rifa’i, Sigit, Nurhasanah, Uswah, Nandar dan juga wanita yang menghiasi
hariku Fauziah Nurkhotimah , serta untuk ibu-ibu mereka yang baik.dan
yang selalu mewarnai hari-hari penulis dengan indahnya persahabatan yang
telah kalian berikan..
Pada akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang besar-
besarnya, hanya ucapan inilah yang dapat penulis berikan, semoga Allah yang
akan membalas semua kebaikan sahabat-sahabatku tercinta. Amin ya Rabbal
Alamin
Ciputat,27, Januari 2010
PENULIS
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat
atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Februari 2010
Maulana Sukarya
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah A.S, Tuty, Dra, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim,
(Bandung , Mizan, 1997)
A. Partanto, Pius et.al, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta, Arkosa, 1994)
Departemen Pendidikan Nasioal RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,
Balai Pustaka, 2001), edisi ke 3
Huda, Nurul, et-al, Pedoman Majlis Taklim, (Jakarta: KODI, 1990)
Kartini, Kartono, DR, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT Raja Grafindo Persada,
(Jakarta, 1998)
Martoyo, Susilo, Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan,
(Yogyakarta: UII Press, Oktober, 2002)
Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam,
(Jakarta, Bharatara Karya Aksara, 1986)
Moedjiono, Imam, Kepeimimpinan dan Keorganisasian, (Yogyakarta: UII Press,
Oktober, 2003)
Muchtarom, Zaini, Drs. MA, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Al- Amin dan
IKHFA, Jakarta, 1996)
Nawawi, Hadari dan Hadari, M. Martini, Kepemimpinan Yang Efektif,
(Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2003)
Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, (Yogyakarta: UGM
Press, 2003)
Permadi, K, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1996)
Poerdawaminta, WJS, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1982)
Ranoh, Ayub, Kepemimpinan Kharismatik, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1999)
Riberu, J, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1992)
Syani, Abdul, Manajemen Organisasi, (Jakarta, Bina Aksara, 1987)
Wahjosumidjo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, ( PT. Harapan
Masa PGRI, Jakarta, 1994)
Website: http://www.majelisnurulmusthofa.org
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ........................................ 3
C. Metodelogi Penelitian ........................................................ 3
D. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka................................................................. 6
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Kepemimpinan ...................................................... 8
1. Pengertian Kepemimpinan ............................................ 8
2. Hakekat Kepemimpinan ................................................ 9
3. Fungsi Kepemimpinan .................................................. 11
4. Unsur-unsur Kepemimpinan.......................................... 13
5. Gaya Kepemimpinan .................................................... 13
B. Konsep Majelis Taklim ...................................................... 24
1. Pengertian Majelis Taklim ............................................ 24
2. Tujuan Di dirikan Majelis Taklim ................................ 26
3. Macam-macam Majelis Taklim ..................................... 27
C. Pemakain gelar Imam, Syaikh, Habib, Sayyid ....................... 30
D. Hakekat Akhlak ..................................................................... 32
1. Pengertian Akhlak ........................................................... 32
2. Sumber, Macam-macam , Tujuan Akhlak ....................... 35
2.1. Sumber akhlak .......................................................... 35
2.2. Macam-macam Akhlak ............................................ 36
2.3. Tujuan Akhlak .......................................................... 39
BAB III GAMBARAN UMUM HABIB HASAN bin JA’FAR
ASSEGAF DAN MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA
A. Profil Habib Hasan bin Ja’far Assegaf................................. 41
B. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Nurul Musthofa ........... 45
C. Tujuan Majelis Taklim Nurul Musthofa .............................. 47
D. Visi dan Misi Majelis Taklim Nurul Musthofa .................... 48
E. Ruang Lingkup dan Program Majelis Nurul Musthofa ........ 49
F. Struktur Kepengurusan Majelis Nurul Musthofa ................. 53
BAB IV BENTUK KEPEMIMPINAN HABIB HASAN bin JA’FAR
ASSEGAF
A. Bentuk Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam
Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa ................ 55
B. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Habib Hasan ...................... 58
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Mendirikan Majelis
Taklim Nurul Musthofa ...................................................... 61
1. Faktor Pendukung ........................................................... 61
2. Faktor Penghambat ......................................................... 61
BAB V PENUTUP
A..Kesimpulan ………………………………………………… 63
B .Saran .………………………………………………………. 64
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 66
LAMPIRAN
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ........................................ 3
C. Metodelogi Penelitian ........................................................ 3
D. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka................................................................. 6
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Kepemimpinan ...................................................... 8
1. Pengertian Kepemimpinan ............................................ 8
2. Hakekat Kepemimpinan ................................................ 9
3. Fungsi Kepemimpinan .................................................. 11
4. Unsur-unsur Kepemimpinan.......................................... 13
5. Gaya Kepemimpinan .................................................... 13
B. Konsep Majelis Taklim ...................................................... 24
1. Pengertian Majelis Taklim ............................................ 24
2. Tujuan Di dirikan Majelis Taklim ................................ 26
3. Macam-macam Majelis Taklim ..................................... 27
C. Pemakain gelar Imam, Syaikh, Habib, Sayyid ....................... 30
D. Hakekat Akhlak ..................................................................... 32
1. Pengertian Akhlak ........................................................... 32
2. Sumber, Macam-macam , Tujuan Akhlak ....................... 35
2.1. Sumber akhlak .......................................................... 35
vii
2.2. Macam-macam Akhlak ............................................ 36
2.3. Tujuan Akhlak .......................................................... 39
BAB III GAMBARAN UMUM HABIB HASAN bin JA’FAR
ASSEGAF DAN MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA
A. Profil Habib Hasan bin Ja’far Assegaf................................. 41
B. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Nurul Musthofa ........... 45
C. Tujuan Majelis Taklim Nurul Musthofa .............................. 47
D. Visi dan Misi Majelis Taklim Nurul Musthofa .................... 48
E. Ruang Lingkup dan Program Majelis Nurul Musthofa ........ 49
F. Struktur Kepengurusan Majelis Nurul Musthofa ................. 53
BAB IV BENTUK KEPEMIMPINAN HABIB HASAN bin JA’FAR
ASSEGAF
A. Bentuk Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam
Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa ................ 55
B. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Habib Hasan ...................... 58
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Mendirikan Majelis
Taklim Nurul Musthofa ...................................................... 61
1. Faktor Pendukung ........................................................... 61
2. Faktor Penghambat ......................................................... 61
BAB V PENUTUP
A..Kesimpulan ………………………………………………… 63
B .Saran .………………………………………………………. 64
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 66
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan merupakan kata dasar dari ‘pimpin’, secara etimologi
berarti dibimbing atau dituntun. Sedangkan secara terminologi kepemimpinan
mempunyai arti: pertama, Haward H. Hoyt berpendapat bahwa kepemimpinan
adalah seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk
membimbing orang, kedua1, G R. Terry yang dikutip oleh Zaini Muchtarom
berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan hubungan di mana seseorang
atau pemimpin mempengaruhi orang-orang untuk mengerjakan tugas bersama
dengan kemapuan mereka guna mencapai apa yang di kehendaki pemimpin2.
Majelis taklim merupakan lembaga sebagai wadah pengajian, sidang
pengajian, atau tempat pengajian. Dengan kata lain, majelis taklim adalah
tempat untuk melaksanakan pengajian atau pengajaran3. Di Indonesia ini
sudah banyak majelis taklim yang berkembang dan memiliki jamaah yang
sangat banyak. Hal ini membuktikan bahwa umat Islam yang ingin
mempelajari ilmu agama juga sangat banyak.
Dari sekian banyak majelis taklim yang berkembang di antaranya
adalah Majelis Taklim Nurul Mustofa yang dipimpin Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf. Jamaah dari majelis Taklim Nurul Mustofa kebanyakan adalah kaum
remaja baik putra atau putri.
1 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raya Grapindo Persada,
1998), cet. ke-VIII, h. 49 2 Zaini Muchtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al- Amin Press,
1996), cet. ke-I, h. 195 3 Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), cet. ke-I, h. 699
1
2
Majelis Taklim Nurul Mustofa senantiasa memperkenalkan dan
mengajarkan sejarah, ajaran, serta perilaku Nabi Muhamad SAW. Tujuannya
adalah agar seluruh jamaah terutama kaum remaja menjadikannya sebagai
idola dan panutan hidup.
Sebelum menjadi majelis taklim yang memiliki ribuan orang santri
seperti sekarang, perkembangan Majelis Taklim Nurul Mustofa ini mengalami
pasang surut. Sebelumnya Habib Hasan Assegaf mengadakan pengajian dari
rumah ke rumah. Dalam dakwahnya, Habib banyak berbicara tentang
kemuliaan dan kelembutan ALLAH SWT serta sejarah Rasulullah SAW.
Dengan tekun Habib Hasan Assegaf terus membangun majelisnya, setiap hari
ia memakai kendaraan umum, mengenakan serban dan menjinjing tas berisi
kitab-kitab. Tak jarang ia mendapatkan cemoohan dari orang-orang yang
berada di sekitarnya. Sejak saat itu, Majelis Taklim Nurul Mutofa ini semakin
berkembang pesat. Jamaah yang datang mencapai puluhan ribu orang.
Dengan relatif waktu yang singkat, keberadaan majlis yang begitu
besar ini tidak akan terwujud tanpa adanya kepemimpinan seorang public
figur yang selalu membimbing dan mengarahkan jamaahnya yaitu, Habib
Hasan bin Ja’far Assegaf.
Dari latar belakang tersebut di atas penulis mencoba menyusun skripsi
dengan judul ”Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam
Upaya Mengembangkan Pemahaman dan Perilaku Akhlak Jama’ah Majelis
Taklim Nurul Mustofa Jakarta Selatan”.
3
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Kepemimpinan merupakan kata dasar dari ’pimpin’ yang secara
etimologi berarti dibimbing atau dituntun4.
Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang,
baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu. Seseorang
dikatakan pemimpin apabila ia mempunyai pengikut atau bawahan. Bawahan
pemimpin ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak
mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Oleh karena itu dalam penelitian ini agar tidak terlalu luas
maka penulis membatasi pada Gaya Kepemimpinan yang dimiliki Habib
Hasan bin Ja’far Assegaf dalam mengembangkan perilaku akhlak jama’ah
Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Berdasarkan batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah
yang akan dibahas dalam skripsi ini sebagai berikut :
1. Bagaimana Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam
mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa.
2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam
Mempengaruhi Akhlak Jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa.
3. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Mengembangkan Majelis
Taklim Nurul Musthofa.
4 Wjs. Poerdarwaminata, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), cet. ke-
IV, h. 754
4
C. Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk
menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, Bog dan Taylor (1995:5)
mendefenisikan dalam bukunya Lexy J. Moeloeng yang berjudul metode
penelitian kualitatif, bahwa metode kualitatif yaitu cara yang menghasilkan
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati, dan desain dari penelitian ini adalah deskriptif analisis. Di mana
penulis memberikan gambaran atau memaparkan analisis data tentang Gaya
Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Upaya Mempengaruhi
Akhlak Jama’ah Majelis Taklim Nurul Mustofa. Metode ini sangat cocok
digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, di mana, dan kenapa atau
bagaimana.
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat yang akan di jadikan sebagai subjek penelitian adalah di
Majelis Taklim Habib Hasan bin Ja’far Assegaf.
2. Objek dan Subjek
Objek dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan Habib
Hasan Assegaf. Selain mempelajari tentang objek, maka penelitian ini juga
akan mempelajari dengan seksama tentang subjek penelitian, meliputi
pengembangan majlis taklim Nurul Mustofa.
5
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi atau pengamatan langsung, atau teknnik pengumpulan
data tentang gambaran karya tulis dan buku umum Habib Hasan bin
Ja’far Assegaf dengan berbagai informasi sekunder lainnya sebagai
pelengkap penelitian. Dalam hal ini penulis mengikuti pengajian
Majlis Taklim Nurul Mustofa yang diadakan setiap malam minggu.
b. Wawancara
Dengan mengadakan wawancara interview atau dengan
mengajukan pertanyaan lisan secara langsung dengan Habib Hasan
Assegaf dan pengurus Majlis Taklim Nurul Mustofa.
c. Dokumen
Yaitu mengadakan penelitian dengan jalan membaca atau
menelaah buku-buku serta bacaan lainnya, yang kemudian diambil
intisarinya sebagai bahan penunjang penulisan yang ada hubungannya
dengan masalah yang dibahas.
Sedangkan dalam penulisan skripsi ini penulis, berpedoman
kepada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah”,
Jakarta, 2009.
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far
Asegaf dalam mengembangkan dakwahnya melalui majelis taklim nurul
musthofa.
2. Mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf
terhadap perilaku akhlak jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa.
3. Mengetahui Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Mengembangkan
Majelis Taklim Nurul Musthofa.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini agar masyarakat khususnya
umat Islam dapat mengambil hikmah dan ibroh dari perjalanan serta
perjuangan Habib Hasan Assegaf dalam mengembangkan syiar Islam melalui
Majlis Taklim Nurul Mustofa pada pembinaan generasi muda untuk meniru
serta mencontoh akhlakul karimah dari Nabi SAW dalam kehidupan sehari-
hari, agar mencintai Rasul dan mengurangi kemerosotan moral, juga menekan
tindak kemaksiatan dan tindak kriminal. Penulis berharap dengan adanya
Majlis Taklim Nurul Mustofa mampu meningkatkan mampu meningkatkan
amal ibadah umat muslim.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan penelitian
terhadap skripsi dan makalah yang ada, meskipun banyak tulisan tentang
kepemimpinan, namun sepengetahuan penulis belum ada tulisan tentang
7
kepemimpinan Habib di Majelis Taklim ini, dan tentunya tema atau judul
tulisan menjadi ekselen dalam bidang kepemimpinan.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang masing-
masing terdapat sub-sub taitu:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan
perumusan masalah, metodologi penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, sistematika penulisan.
Bab II Kerangka Teori, terdiri dari pengertian kepemimpinan, hakekat
kepeimpinan, fungsi kepemimpinan, unsur-unsur kepemimpinan, tipe
kepemimpinan, pengertian majelis taklim, tujuan dan macam-macam majelis
taklim, pemakaian gelar imam, syaikh, habib, sayid, pengertian akhlak,
sumber, macam-macam akhlak, tujuan akhlak.
Bab III adalah gambaran umum, yang terdiri dari profil Habib Hasan,
sejarah berdirinya Majelis Taklim Nurul Mustofa, visi da misi, ruang lingkup
serta kepengurusan Majelis Taklim Nurul Mustofa, khususnya kegiatan Majlis
Taklim Nurul Mustofa.
Bab IV Kepemimpinan Habib Hasan Assegaf, pada bab ini berisi
tentang Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam
Mengembangkan Majlis Taklim Nurul Mustofa, pengaruh gaya
Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Terhadap Akhlak Jama’ah
Majlis Taklim Nurul Mustofa serta faktor pendukung dan penghambat dalam
mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa.
8
Bab V Penutup, berisi kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kata dasar dari ”pimpin” yang secara
etimologi berarti dibimbing atau dituntun1. Sedangkan secara terminologi
kepemimpinan mempunyai arti pertama, Howard H. Hoyt berpendapat
bahwa kepemimpinan adalah seni mempengaruhi tingkah laku manusia
dan kemampuan untuk membimbing orang2, kedua, G. R. Terry yang
dikutip oleh Zaini Muchtarom berpendapat bahwa kepeimpinan
merupakan hubungan di mana seseorang atau pemimpin mempengaruhi
orang-orang untuk mengerjakan tugas bersama dengan kemampuan
mereka guna mencapai apa yang dikehendaki pemimpin3, ketiga,
kepemimpinan menurut Abdul Syani adalah merupakan suatu proses
pemberian pengaruh dan pengarahan dari seorang pemimpin terhadap
orang lain atau sekelompok orang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu
yang sesuai dikehendakinya4, keempat, Wahjosumidjo mengungkapkan
bahwa kepemimpinan adalah seni atau proses seseorang dalam memimpin,
membimbing, mempengaruhi atau mengontrol pikiran, perasaan atau
tingkah laku orang lain, sehingga mau melakukan usaha atau keinginan
1 Wjs. Poerdarwaminta, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), cet. ke-
IV, h. 754 2 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raya Grapindo Persada,
1998), cet. ke-VIII, h. 49 3 Zaini Muchtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al- Amin Press,
1996), cet. ke-I, h. 195 4 Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. ke-I, h. 231
8
9
untuk bekerja dalaam rangka mencapai tujuan tertentu5, kelima, K.
Permadi menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk
mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok6.
Dari beberapa pendapat para pakar tentang pengertian
kepemimpinan yang dijelaskan di atas maka penulis berpendapat bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk membimbing,
mengarahkan, mempengaruhi, dan mengontrol pikiran, tingkah laku
manusia baik perorangan maupun kelompok guna mencapai tujuan susuai
yang dikehendakinya.
Dengan demikian kepemimpinan dapat digunakan setiap orang,
dan tidak mungkin terbatas dalam sesuatu organisasi atau kantor tertentu
serta tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tat krama birokrasi,
melainkan kepemimpinan bisa terjadi dimana saja asalkan seseorang
menunjukan kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain kearah
tercapainya tujuan tertentu.
2. Hakekat Kepemimpinan
Yang dimaksud hakekat kepemimpinan adalah kepengikutan, yaitu
yang menyebabkan seorang menjadi pemimpin adalah jika adanya
kemampuan orang lain untuk mengikuti7.
5 Wahjosumijdo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Harapan
Masa PGRI, 1994), cet. ke-I, h. 22 6 K. Permadi, Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam Manajemen, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1996), cet. ke-1, h. 12 7 Wahjosumijdo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Harapan
Masa PGRI, 1994), cet. ke-I, h. 20
10
Dengan kata lain hakekat kepemimpinan adalah kepengikutan
bawahan pada pimpinan, di mana tingkah laku bawahan menjadi searah
dengan kemauan dan aspirasi pimpinan karena pengaruh interpersonal
pemimpin terhadap bawahannya8.
Oleh karena itu, hakekat kepemimpinan menurut Veithzal Rivai,
dalam bukunya yang berjudul, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,
adalah:
a. Proses mempengaruhi dan memberi contoh dari pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi
b. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dengan cara
kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat
dalam mencapai tujuan bersama.
c. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi aspirasi, dan mengarahkan
tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
d. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu
e. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai
tujuan9.
Dengan kata lain, untuk menjadi seorang pemimpin suatu
kelompok, harus dapat memahami dan mengendalikan anggota yang
terdiri dari banyak orang dengan segala perbedaan dan keunikan masing-
masing.
8 Ibid, h. 12 9 Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), cet. Ke -2, h. 53
11
Kepemimpinan atau leadership pada hakekatnya adalah suatu state
of mind dan state of spirit (suatu sikap hidup, alam pikiran, dan sikap
kejiwaan), yang merasa terpanggil untuk memimpin dengan segala macam
tindakan, perbuatan, perilaku, dan ucapan untuk mendorong dan
mengantarkan yang dipimpin ke arah cita-cita luhur dalam segala bidang
kehidupan beragama, berbangsa, dan bermasyarakat10.
3. Fungsi Kepemimpinan
Dalam kamus ilmiah populer fungsi merupakan jabatan,
kedudukan, peranan, kegunaan dan manfaat11. Sedangkan menurut Made
Wahyu Sutedjo bahwa fungsi adalah kata benda menyatakan posisi yang
mencerminkan sesuatu yang statis12. Dari pengertian fungsi dan
kepemimpinan di atas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud fungsi
kepemimpinan adalah suatu posisi dimana seorang pemimpin
memfungsikan dirinya sebagai orang yang memimpin.
Kartini Kartono menjelaskan fungsi kepemimpinan ialah
memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi motivasi-
motivasi kerja, mengemudi organisasi, menjalin jaringan komunikasi
yang baik, memberikan pengawasan yang efisien, dan sesuai dengan
ketentuan waktu perencanaan13.
10 Ayub Ranoh, Kepemimpinan Karismatik, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1999), cet.
Ke-11, h. 8 11 Pius A. Partanto et, al, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta : Arkosa, 1994), cet. ke-1,
h. 12 12 Made Wahyu Sutedjo et, al, Manajemen Pembangunan Desa, (Surabaya : Usaha
Nasional, 1981), h. 22 13 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raya Grapindo Persada,
1998), cet. ke-VIII, h. 81
12
Lebih jelas lagi J. Riberru dalam bukunya Dasar-Dasar
Kepemimpinan telah menerangkan dan membagi fungsi kepemimpinan
kepada tiga bagian, yaitu:
a. Tugas menaggapi situasi hidup masyarakat
b. Tugas menilai hidup masyarakat
c. Tugas menentukan sikap atau tindakan terhadap situasi hidup14.
Kadarman Sj dan Jusuf Udaja dalam bukunya yang berjudul,
Pengantar Ilmu Manajemen, menjelaskan tentang fungsi kepemimpinan
yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin, agar suatu kelompok dapat
dipimpin dengan dua fungsi utamanya, yaitu:
a. Fungsi pemecahan masalah. Fungsi ini berhubungan dengan tugas atau
pekerjaan yang memberikan jalan keluar, pendapat dan informasi
terhadap masalah yang dihadapi kelompok.
b. Fungsi Sosial. Fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok,
yaitu memberikan dorongan kepada anggota kelompok untuk
mencapai tujuan dan menciptakan suasana kerja bagi kelompoknya15.
Jika kita mengacu kepada ajaran Islam seperti yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits akan kita temui beberapa ajaran dan
fungsi kepemimpuinan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Muchtar
Effendi di dalam bukunya, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan
Ajaran Islam, sebagai berikut: Teladan yang baik (Uswatun Hasanah),
14 J. Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h.13 15 Kadarman SJ dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta: PT. Prenhalindo,
2001), h. 143
13
pemersatu, pelindung, pemberi nasehat, pemimpin sebagai pemberi arah,
dan pemimpin sebagai penanggung jawab16.
Jadi menurut penulis fungsi seorang pemimpin yaitu memberikan
suatu suri teladan yang baik, memberikan suatu arahan kepada
pengikutnya, memberikan nasehat, serta dapat mempertanggung jawabkan
apa yang dipimpinya.
4. Unsur-unsur Kepemimpinan
Wahjosumijdo menyatakan bahwa dalam kehidupan kelompok,
diperlukan adanya keterkaitan antara tiga unsur kepemimpinan17:
a. Kemampuan untuk memahami bahwa manusia dalam situasi yang
berbeda mempunyai kekuatan motivasi yang berbeda pula.
b. Kemampuan untuk menghidupkan motivasi pengikut agar
menggunakan kapasitas mereka secara penuh dalam suatu pekerjaan.
c. Kemampuan menerapkan perilaku dan iklim kerja yang serasi, ini
dapat dipandang sebagai suatu kepemimpinan.
5. Gaya Kepemimpinan
Gaya Kepemimpinan
Kata gaya berasal dari kata Style yang berarti gaya bahasa, cara
(hidup, bertindak dan sebagainya)18. Yang dimaksud dengan gaya
kepemimpinan (style) menurut istilah adalah cara bagaimana seorang
16 EK. Mochtar Efendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam,
(Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1996), h. 267 17 Wahjosumijdo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Harapan
Masa PGRI, 1994), cet. ke-I, h. 25 18 Wjs. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris Indonesia, (Jakarta: Hasta, 1974),
cet.XXXII, h. 218
14
pemimpin membawa dirinya sebagai pemimpin, cara ia ”berlagak” dan
tampil dalam menggunakan kekuasaannya19.
Menurut Agus Dharma seperti yang dikutip oleh Hadari
Nawawi dalam bukunya Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi,
bahwa bentuk atau gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang
ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang
lain20.
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan
berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut
dipilah-pilah, akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya
masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan dasar dalam
mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Menurut Veithzal Rivai dalam
bukunya yang berjudul Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, gaya
kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu:
a. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanan
tugas
b. Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan
kerja sama
c. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang
dicapai.
T. Hani Handoko dalam buku Manajemen, membagi gaya
kepemimpinan menjadi dua, yaitu gaya dengan orientasi tugas dan
19 J. Riberu, Dasar-dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 7 20 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, (Yogyakarta: UGM Press,
2003), cet, 1, h. 115
15
gaya dengan orientasi karyawan. Manager berorientasi tugas
mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup, untuk
menjamin bahwa tugas dilaksaakan sesuai yang diinginkannya.
Manager dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan
pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan
karyawan. Manager berorientasi karyawan mencoba untuk lebih
memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka
mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas
dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, serta
hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan
para anggota kelompok.
Di bawah ini ada 4 gaya kepemimpinan, yaitu: Gaya
kepemimpinan otoriter/ otokratik, Gaya kepemimpinan demokratif,
Gaya kepemimpinan paternalistik, Gaya kepemimpinan laissez faire21,
1) Gaya Kepemimpinan Otoriter/otokratik
Gaya kepemimpinan ini sangat memaksakan, sangat
mendesakan kekuasaannya kepada bawahan. Bawahan dikendali
dan diperintah seperti tidak mempunyai martabat manusia.
Bawahan diperlakukan seolah-olah tidak boleh mempunyai
pikiran dan kehendak sendiri. Gaya yang otoriter menyebabkan
seorang pemimpin mengatur semuanya dari atas.
21 J. Riberu, Dasar-dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 7-8
16
Mendiktesemuanya supaya dikerjakan sesuaai kehendaknya. Ia
menjadi seorang doktaktor.
Sedangkan menurut tim ADNE 4334/ADPU 4334,
seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki
serangkaiaan karakteristik yang biasanya dipandang sebagai
karakteristik negatif. Seorang pemimpin yang otokratik adalah
seorang yang egois. Egoismenya akan memutarbalikan fakta
yang sebenarnya sesuai dengan apa yang secara subjektif
diinterprestasikannya sebagai kenyataan. Dengan egoismenya,
pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala
sesuatu dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar
menumbuhkan dan mengembagkan persepsinya bahwa tujuan
orgaisasi identik dengan tujuan pribadinya . dengan persepsi
yang demikian, seorang pemimpin yang otokratik cendrung
menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran
segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Dengan
persepsi, nilai, sikap, den prilaku demikian, seorang pemimpin
yang otokratik dalam praktek akan menggunakan gaya
kepemimpinan : menuntut ketaatan penuh bawahannya,
menegakan disiplin yang kaku, dan memberikan perintah
dengan keras22.
22 Tim ADNE 4334/ADPU 4334, Tipe Kepemimpinan, (www.google.com)
17
2) Gaya Kepemimpinan Demokratik
Menurut Sri Sudjati Kadarisman kepemimpinan yang
demokratis ialah jika partisipasi kelompok yang selanjutnya
mengetahui subyek-subyek yang dibicarakan23.
Sedangkan tim ADNE 4334/ADPU 4334 berpendapat
ditinjau dari segi partisipasinya, seorang pemimpin yang
demokratik biasanya memandang peranannya selalu koordinator
dan integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan
fungsi kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik.
Seorang pemimpin yang demokratis melihat bahwa dalam
perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin
kebersamaan nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup
yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia,
memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi.
3) Gaya Kepemimpinan Paternalistik
George R Terry (1982) berpendapat bahwa
kepemimpinan paternalistik ini terdapat suatu pengaruh
kebapakan antara pimpinan dan bawahannya berlebihan.
Pengambilan keputusan selalu ditentukan sendiri dan jarang
sekali memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil suatu keputusan serta menganggap dirinya paling
23 Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. ke-I, h. 231
18
tahu tentang segalanya24. Dan tim ADNE 4334/ADPU 4334
berpendapat bahwa tipe kepemimpinan ini umumnya terdapat
pada masyarakat tradisional. Persepsi seorang pemimpin yang
paternalistik tentang peranannya dalam organisasi dapat
dikatakan diwarnai harapan oleh bawahannya kepadanya.
Harapan bawahannya berwujud keinginan agar pemimpin
mampu berperan sebagai bapak dan layak dijadikan sebagai
tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan
perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.
Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin paternalistik menganut
nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan25.
4) Gaya Kepemimpinan Laissez Faire (bebas)
Sikap pemimpin laissez faire biasanya permisif. Dengan
sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada
tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari
adanya struktur dan hirarki organisasi. Gaya kepemimpinan ini
tidak banyak turun tangan dan campur tangan. Pemimpin
membiarkan anak buah berbuat sesuka hatinya. Ia tidak
mengarahkan, tidak membimbing, tidak memberikan pedoman
pelaksana. Anak buah boleh berprakasa, boleh memulai apa
saja, asal tidak menggerogoti hak orang lain dan tidak
mengganggu ketertiban umum.
24 Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. ke-I, h. 235 25 Tim ADNE 4334/ADPU 4334, Tipe Kepemimpinan, (www.google.com)
19
Koontz O’ Donnel, dan Weihrich, yang dikutip oleh A. M
Kadarman dan Jusuf Udaya dalam bukunya Pengantar Ilmu
Manajemen Buku Panduan Mahasiswa, bahwa gaya kepemimpinan
dapat digolongkan berdasarkan cara pemimpin menggunakan
kekuasaannya.
Berdasarkan hal tersebut ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan
dasar, yaitu:
1) Gaya Kepemimpinan Otokratik
Gaya kepemimpinan otokratik yaitu pemimpin dipandang
sebagai orang yang memberi perintah dan yang dapat menuntut
keputusan ada ditangan pemimpin.
2) Gaya Kepemimpinan Demokratik atau Partisipatif
Yaitu pemimpin dipandang sebagai orang yang tidak akan
melakukan suatu kegiatan tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu
pada bawahannya.
3) Gaya Kepemimpinan Free Rein
Gaya ini pemimpin hanya menggunakan sedikit kekuasaan
saja, dan banyak memberi kebebasan kepada bawahannya untuk
melakukan kegiatan26.
Jadi pemimpin dengan gaya ini memberi keleluasaan kepada
bawahannya untuk menentukan tujuan organisasi dan cara untuk
mencapainya. Pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator melalui
26 A. M. Kadarman, Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan
Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), h. 117-118
20
pemberian informasi dan sebagai orang yang berhubungan dengan
kelompok lain.
Ada 3 (tiga) gaya pokok kepemimpinan yaitu gaya
kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan bebas (laissez faire), gaya
kepemimpinan demokratis27.
1) Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan
satu orang atau kelompok kecil orang yang diantara mereka tetap
ada seseorang yang paling berkuasa, dan pada hal ini
bawahan/orang yang dipimpin semat-mata sebagai pelaksana
keputusan, perintah dan kehendak pemimpin.
2) Gaya Kepemimpinan Bebas (laissez faire)
Kepemimpinan ini di jalankan dengan memberi kebebasan
penuh pada orang yang di pimpin dalam mengambil keputusan,
dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan
masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok.
3) Gaya Kepemimpinan Demokratik
Gaya kepemimpinan demokratik yaitu gaya kepemimpinan
di mana pemimpin menempatkan manusia sebagai factor utama
dan terpenting dalam setiap organisasi. gaya ini diwujudkan
dengan dominasi perilaku cenderung memajukan dan
mengembangkan oraganisasi.
27 Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan Yang Efektif, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2003), cet, III, h. 94-100
21
Menurut Hadari Nawawi dan Martini Hadari, terdapat juga
gaya kepemimpinan pelengkap yang hampir sama dengan tipe
kepemimpinan pokok atas, akan tetapi gaya kepemimpinan ini
merupakan turunan dari kepemimpinan pokok.
1) Gaya Kepemimpinan Kharismatik
Gaya kepemimpinan kharismatik yaitu kemampuan
seseorang dalam menggerakan orang lain dengan mendayagunakan
keistimewaan dalam aspek kepribadian yang dimiliki pemimpin
sehingga menimbulkan rasa hormat, segan dan kepatuhan pada
orang yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan kharismatik ini
mempunyai kekuatan ghaib, pimpinan yang dipatuhi mempunyai
keturunan bangsawan, obyektif dalam setiap hubungannya dengan
bawahan, serta mempunyai kemampuan untuk memberikan contoh
terhadap bawahannya28.
Tim ADNE 4334/ADPU 4334 berpendapat bahwa seorang
pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu
daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh
pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat
menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap serta
gaya yang digunakan pemimpin itu29.
28 Abdul Syani, Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. ke-I, h. 235
29 Tim ADNE 4334/ADPU 4334, Tipe Kepemimpinan, (www.google.com)
22
2) Gaya Kepemimpinan Simbol
Yaitu seorang pemimpin sekedar lambang atau simbol,
tanpa menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya.
Walaupun demikian kedudukannya tidak dapat digantikan oleh
orang lain.
3) Gaya Kepemimpinan Pengayom
Gaya ini menempatkan seseorang sebagai seorang yang
layak berfungsi sebagai kepala keluarga.
4) Gaya Kepemimpinan Ahli (expert)
Gaya ini harus dijalankan oleh seseorang yang memiliki
keahlian atau keterampilan tertentu sesuai dengan bidang garapan
atau yang dikelola oleh organisasinya.
5) Gaya Kepemimpinan Organisasi dan Administrator
Gaya kepemimpinan ini dijalankan oleh pemimpin yang
senang dan memiliki kemampuan menjalankan dan membina
kerjasama yang pelaksanannya berlangsung secara sistematis dan
terarah pada tujuan yang jelas. Pemimpin bekerja secara berencana,
bertahap, dan tertib.
6) Gaya Kepemimpinan Aligator
Yaitu Gaya kepemimpinan yang diwarnai dengan kegiatan
pemimpin dalam bentuk tekanan-tekanan, adu domba,
memperuncing permasalahan, menimbulkan dan memperbesar
pertentangan dan potensi konflik dengan maksud untuk
23
keuntungan pribadi. Agitasi yang dilakukan terhadap kelompok
atau orang yang berada di luar organisasinya semat-mata untuk
kepentingan organisasinya bahkan untuk kepentingan pribadinya.
gaya kepemimpinan juga dapat dijelaskan berdasarkan
tingkah laku, gaya kepemimpinan ini merupakan kombinasi antara
tingkah laku kepemimpinan yang direktif dan suportif.
Kombinasi ini dibedakan atas tiga dimensi, yaitu kadar
direktif yang diberikan oleh pemimpin, kadar keterlibatan bawahan
dalam pengambilan keputusan, tipe kepemimpinan ini adalah :
1) Seorang pemimpin memberikan direktif tinggi dan suportif yang
rendah. Ia memberikan perintah-perintah yang harus dikerjakan
oleh bawahan dengan pengwasan yang ketat.
2) Seorang pemimpin yang memberikan direktif dan suportif yang
tinggi, Ia memberikan penjelasan tentang keputusan yang akan
diambil dan memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh
bawahan, namun tetap memberikan direktif yang berupa
penyelesaian.
3) Gaya kepemimpinan yang memiliki ciri suportif tinggi namun
direktif rendah, pemimpin mengambil keputusan bersama-sama
dengan bawahan dan membantu usaha bawahan dalam upaya
penyelesaian tugas.
24
4) Seorang pemimpin memberikan direktif dan suportif yang rendah,
dia menyerahkan pengambilan keputusan dan bertanggung jawab
kepada bawahan30.
B. Majelis Taklim
1. Pengertian Majelis Taklim
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ”majelis” memiliki beberapa
arti, yaitu :
a. Dewan yang mengemban tugas tertentu mengenai kenegaraan dan
sebagainya secara terbatas.
b. Pertemuan (kumpulan) orang banyak
c. Bangunan tempat bersidang31.
”Taklim” berarti pengajaran agama (Islam) atau pengajian32. Dengan
demikian, Majelis Taklim menurut bahasa berarti ” lembaga (organisasi)
sebagai wadah pengajian, sidang pengajian, atau tempat pengajian”33. Dengan
kata lain, Majelis Taklim adalah tempat untuk melaksanakan pengajian atau
pengajaran.
Sedangkan menurut istilah, ada beberapa pendapat tentang definisi
Majelis Taklim, diantaranya adalah:
a. Musyawarah Majelis Taklim se-DKI Jakarta yang berlangsung pada
tanggal 9-10 Juli 1980 memberikan definisi sebagai berikut :
30 Muhamad Ramdhan, Memimpin Suatu Keadaan, (www.google.com) 31 Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), Edisi ke-3, cet, 1, h. 699 32 Ibid, h. 124 33 Ibid, h. 699
25
Majelis Taklim adalah lembaga pendidikan Islam non formal yang
memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan berkala dan teratur, diikuti
oleh jama’ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan
mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan
ALLAH SWT, antara manusia dan sesamanya, dan antara mausia dengan
lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang taqwa kepada
ALLAH SWT34.
b. Ustzh. Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S, dalam tulisannya yang berjudul
Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim, mendefenisikan Majelis
Taklim sebagai ”lembaga swadaya masyarakat murni yang didirikan,
dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya”35.
Oleh karena itu, Majelis Taklim merupakan wadah masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan rohani mereka.
Dari defenisi-defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Majelis
Taklim merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang waktu belajarnya
berkala dan teratur, tidak setiap hari seperti sekolah, dan pengikutnya disebut
jama’ah di Majelis Taklim tidak merupakan kewajiban seperti halnya sekolah
tujuannya lebih khusus, yaitu untuk memasyarakatkan ajaran Islam, tempat
memberi dan memperoleh ilmu serta mengadakan kontak sosial.
34 Koordinator Dakwah Islam, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI. 1990). Cet. 2,
h.5 35 Ustz. Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis
Taklim,(Bandung, Mizan, 1997), cet. 1, h. 7
26
2. Tujuan Majelis Taklim
Tujuan adalah :”suatu sasaran yang mana kegiatan itu diarahkan
dan diusahakan untuk sedapat mungkin dicapai dalam jangka waktu
tertentu36.
Semua orang harus mengetahui tujuan dalam organisasi yang
hendak dicapai agar kegiatan yang dilakukannya tidak saling bertentangan.
Cara yang mereka tempuh dapat berbeda-beda sesuai dengan pembagian
tugas masing-masing orang dalam organisasi.
Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S merumuskan Majelis Taklim dari segi
fungsinya, yaitu :
a. berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan Majelis Taklim adalah
menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong
pengalaman ajaran agama.
b. berfungsi sebagai tempat kontak sosial, maka tujuannya adalah untuk
bersilaturahmi agar dapat menciptakan persatuan dan kesatuan umat
Islam.
c. berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan
lingkungan jama’ahnya37. Sedangkan tujuan dari Badan Kontak
Majelis Taklim pusat adalah:
36 Basu Swasta dan Ibnu Sukojo, Pengantar Bisnis Modern,(Yogyakarta: Liberty, 1993),
cet, 3, h. 92 37 Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis
Taklim,(Bandung, Mizan, 1997), cet. 1 , h. 78
27
a. Tujuan umum : meningkatkan kualitas pemahaman dan amalan
keagamaan pada setiap pribadi muslim Indonesia yang mengacu pada
keseimbangan antara iman dan taqwa dengan pengetahuan dan
teknologi.
b. Tujuan khusus : meningkatkan kemampuan dan peranan Majelis
Taklim serta mewujudkan masyarakat yang madani dan mewujudkan
negeri yang aman, makmur dan ridho oleh ALLAH SWT38.
3. Macam-macam Majelis Taklim
Pada umumnya Majelis Taklim adalah lembaga swadaya
masyarakat murni, ia dilahirkan, dikelola, dikembangkan dan didukung
oleh anggotanya. Oleh karena itu Majelis Taklim merupakan wadah
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri39.
Kalau Majelis Taklim menunjukan perbedaan-perbedaan, hal itu
bukan disebabkan oleh fungsinya, tetapi oleh perbedaan lingkungan
jama’ah Majelis Taklim dikelola, besar kemungkinan juga adanya
perbedaan isi materi yang diajarkan. Majelis Taklim dapat diklarifikasikan
berdasarkan padda lingkungan, kegiatan-kegiatan organisasi dan lain-
lain40.
Ditinjau dari lingkungan sosial jama’ah Majelis Taklim, terdapat
berbagai macam tingkat Majelis Taklim, di antaranya :
38 Pimpinan Pusat BKMT, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (Jakarta: 15-
17 Juli, 2001), h. 3 39 Nurul Huda, et-al, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: Koordinator Dakwah Islam,
1990), cet, 2, h. 8 40 Hj. Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim,(Bandung,
Mizan, 1997), cet. 1, h. 76
28
a. Majelis Taklim Gedongan, majelis taklim ini terdapat di daerah elit
lama dan baru, di mana penduduknya dianggap kaya dan terpelajar.
b. Majelis Taklim Komplek, instansi tertentu membangun perumahan
untuk karyawan, seperti Bank, Hankam, dan PLN. Majelis Taklim
komplek jama’ahnya terdiri dari golongan menengah dan punya ikatan
dengan instansi yang membangun komplek41.
c. Majelis Taklim Pemukiman Baru, tumbuh di daerah perumahan baru,
jama’ahnya terpelajar, ekonomi menengah, karyawan, tidak terikat
oleh instansi.
d. Majelis Taklim Khusus, misalnya pengajian para menteri, eks jama’ah
haji VIP dan keluarga besar daerah.
e. Majelis Taklim Kantoran, diselenggarakan oleh karyawan suatu
kantor, mempunyai ikatan sangat erat dengan kebijaksanaan kantornya.
f. Majelis Taklim Kelompok Usaha, jama’ahnya remaja dengan aliran
politik atau keagamaan tertentu42.
Ditinjau dari materi pelajaran yang diberikan, majelis taklim dapat
dikategorikan menjadi :
a. Tabligh atau ceramah agama, pelajaran inti adalah agama yang
diberikan guru atau mubaligh, baik tetap maupun uindangan. Materi
diambil dari kitab yang telah ditetapkan sebelumnya atau memilih
topik-topik keagamaan yang dipandang perlu untuk diketahui oleh para
41 Pemda, et-al, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Bekasi, (Jakarta: Koordinasi Dakwah
Islam, 1991), h. 8 42 Pemda, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Bekasi, (Jakarta: Koordinasi Dakwah Islam,
1991 , h. 3
29
jama’ah, biasanya diawali dengan membaca wirid tertentu, seperti
sholawat, doa atau bacaan-bacaan tertentu.
b. Pengajian pelajaran inti, adalah kitab-kitab yang dipilih. Biasanya
kitab kuning, baik fiqih, tasawuf, hadits, nahwu atau kitab lain. Pada
pengajian ini, jama’ah membawa kitab untuk dapat mengikuti guru
sehingga proses belajar mengajar mirip dengan suasana halaqoh di
pesantren.
c. Pengajian Al Qur’an pelajaran utama, adalah membaca Al Qur’an,
termasuk maknanya. Diberikan juga pelajaran mengenai ibadah sehari-
hari.
d. Wirid keagamaan, acara utamanya adalah membaca do’a, zikir dan
lain-lain yang lebih banyak bersifat peribadatan.
e. Diskusi Keagamaan, acara utama dalam pembahasan masalah-masaah
keagamaan yang sedang berkembang, biasanya dilengkapi dengan
makalah yang dipersiapkan terlebih dahulu. Diskusi ini merupakan
perkembangan majelis taklim yang diperankan mirip dengan
musyawarah (perdebatan), muzdakarah (saling mengeluarkan
pendapat) dan mujadalah (diberikan dalil-dalil dan argument)43.
Menurut tempat penyelenggaraannya, klasifikasi majelis taklim
sebagai berikut :
a. Di Masjid atau mushola
b. Di Madrasah
43 Ibid, h. 3-4
30
c. Di Rumah secara tetap atau berpindah- berpindah
d. Di Ruang atau aula kantor44
C. PEMAKAIAN GELAR IMAM, SYAIKH, HABIB, SAYYID
Menurut Sayyid Muhammad Ahmad alsyatri dalam bukunya Sirah al-Salaf
Min Bani Alawi alhusainiyyin, para salaf kaum Alawi di Hadramaut dibagi
menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri.
Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar
Alawiyin ialah:45
1. Imam (dari abad III H sampai dengan abad VII H)
Tahap ini di tandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya
untuk memerangi kaum Khawarij. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-
Muhajir tinggal beberapa saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam
Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid,
Imam Salim bin Bashri.
2. Syaikh ( dari abad VII H sampai dengan abad XI H)
Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-faqih al-
Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian
dan berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat
beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir,
dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab, teologi dan
fiqih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia juga secara
resmi masuk di dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat Alawi. Sejak kecil ia
44 Hj.Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim,(Bandung, Mizan, 1997), cet. 1, h. 77
45 www.google.com
31
menuntut ilmu dari berbagai guru, menghafal alquran dan banyak hadits serta
mendalami ilmu fiqh. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh Abu Madyan
seorang tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syeikh Abdurahman al-Muq’ad untuk
menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim, tetapi
sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-Saleh
melaksanakan tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah membaiat dan
mengenakan khiqah berupa sepotong baju sufi kepada Alfaqih Muqaddam,
walapun menjadi seorang sufi, ia terus menekuni ilmu fiqih. Ia berhasil
memadukan ilmu fiqh dan ilmu tasawuf serta ilmu-ilmu lain yg dikajinya. Sejak
itu, tasawuf dan kehidupa sufi banyak dianut dan disenangi di Hadramaut,
terutama dikalangan Alawi.
3. Habib (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV)
Tahapan ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum Alawi
keluar Hadramaut, dan diantara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau
kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, diantaranya
kerajaan Alaydrus si Surrat (India), kesultanan al-Qadri di kepulauan Komoro
dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama Alawi
masa kini adalah Habib Abdullah bin Alwi Alhadad yang mempunyai daya pikir,
daya ingat dan menghafalnya yang luar biasa. Sejak kecil ia telah menghafal
Alqur’an, ia memiliki pengetahuan dalam ilmu syariat, tasawuf dan bahasa arab.
Banyak orang datang untuk belajar kepada beliau.
32
4. Sayyid (mulai dari awal abad XIV)
Sejarahwan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa
Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap qabilah terbesar jumlahnya di
Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin
di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di
Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman. Jauh sebelum itu, yaitu
pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawi digunakan oleh setiap orang yang
bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti
yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan
Alawi hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Hasan dan Husein,
dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirna sebutan Alawi hanya berlaku bagi
anak cucu keturunan Imam Alawi bin Ubaidillah. Alwi adalah anak pertama dari
cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut, keturunan Ahmad bin
Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan Alawiyin diambil dari nama cucu
beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul.
D. Hakikat Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa
Arab jama’ dari bentuk mufradnya “khuluqun” yang menurut logat diartikan budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi
33
persesuaian dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat
hubungan “khaliq” yang berarti pencipta dan “makhluk” yang berarti diciptakan.46
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa
pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1. Ibn Miskawih
Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih
dahulu.47
2. Imam Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran
dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan
terpuji, baik dari segi akal dan syara, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan
jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak
buruk.48
3. Prof. Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu
dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa
keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan
yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari
46 Zahrudin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet
ke-1, hal.1 47 Ibid, hal, 4 48 Prof. Dr. H. M. Ardani, Akhlak Tasawuf, (PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), cet ke 2, h,
29
34
kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari
kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar, kekuatan besar inilah
yang bernama akhlak.49
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak
sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling
melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam
perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak islami,
secara sederhana akhlak islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran
islam atau akhlak yang bersifat islami. Kata islam yang berada dibelakang kata
akhlak dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah
perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan
sebenarnya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang
universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.50
Dari defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan
akhlak universal diperlukan bantuan akal manusia dan kesempatan sosial yang
terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua misalnya
adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk
dan cara menghormati orang tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran
manusia.
49 Zahrudin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet
ke1, hal 4-5 50 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2003), Cet ke 5, h, 147
35
Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong,
membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan
mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Dengan demikian akhlak islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan
dengan manusia, maka akhlak islami berbicara pula tentang cara berhubungan
dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara
demikian, masing-masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia
ini.
2. Sumber, Macam-macam, Tujuan Akhlak
2.1. Sumber Akhlak
Persoalan “akhlak” didalam islam banyak dibicarakan dan dimuat dalam
alhadits, sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari
bagi manusia ada yang menjelaskan artibaik dan buruk. Memberi informasi
kepada umat, apa yang mestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak.
Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela,
benar atau salah.
Kita telah mengetahui akhlak islam adalah merupakan sistem moral atau
akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertitik tolak dari aqidah yang diwahyukan
Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada
umatnya.
36
Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepada
kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada
agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber pokok daripada agama itu
sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber pokok daripada akhlak adalah
alqur’an dan alhadits yang merupakan sumber utama dari agama itu sendiri.51
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh paling tepat untuk dijadikan
teladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat beliau yang
selalu berpedoman kepada alqur’an dan assunah dalam kesehariannya.
Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau
tindakan menusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud
mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut sistem
moral atau akhlak yang agamis dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah
Allah yakni dengan menajauhi segala larangan Nya dan mengerjakan segala
perintah Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup setiap
muslim yakni al-Qur’an dan al-Hadits.
2.2. Macam-macam Akhlak
a. Akhlak Al-Karimah
Akhlak alkarimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun
dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia,
akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu;
51 Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pusaka Setia, 1997), Cet, ke 2, h.
149
37
1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang
jangan pun manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.
2. Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya,
karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus
dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.
Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa,
hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan tercela.
3. Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara
fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu
bekerjasama dan saling tolong menolong dengan orang lain. Islam
menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara. Karena ia berjasa dalam
ikut serta mendewasakan kita. Caranya dapat dilakukan dengan
memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.52
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah
mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia
kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya
dengan berupa berdzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalam kehidupannya
52 Prof. Dr. H. Moh Ardani, Akhlak Tasawuf, (PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke 2,
h. 49-57
38
senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih,
dapat terhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting
dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori
dan merusaknya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu
menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang
baik.
b. Akhlak Mazmumah
akhlak mazmuah adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang
baik sebagaimana tersebut diatas. Dalam ajaran islam tetap membicarakan secara
terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui
cara-cara menjauhinya.
Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang
tercela, diantaranya:
1. Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan
sebenarnya
2. Takabur
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.
Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
3. Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
39
4. Bakhil atau kikir
Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk
orang lain.53
2.3. Tujuan Akhlak
Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk
manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan
dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan
untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan. Berdasarkan tujuan ini,
maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan
akhlak.dan setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak
diatas segala-galanya.54
Barmawie Umar dalam buku materi akhlak menyebutkan bahwa tujuan
berakhlak adalah hubungan umat Islam dengan Allah SWT dan sesama makhluk
selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.55
Sedangkan Omar M. M. Al-Toumy Al-Syaibany, tujuan akhlak adalah
menciptakan kebahagiaan dunia dan akhirat, kesempurnaan bagi individu dan
menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan, dan keteguhan bagi masyarakat.56
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhlak pada
prinsipnya adalah untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam
53 Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke 2,
h. 57-59 54 Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 115 55 Drs. Barnawie Umay, Materi Akhlak, (Solo: CV Ramadhani, 1998), h. 2 56 Omar M. M.Al-Toumy Al-syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), Cet ke-2, h, 346
40
berhubungan dengan Allah SWT, disamping berhubungan dengan sesama
makhluk dan juga alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk
yang tinggi dan sempurna serta lebih dari makhluk lainnya.
Pendidikan agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak, tidak
berlebihan apabila dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam
adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang
baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang
dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam
masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama.
41
BAB III PROFIL HABIB HASAN BIN JA’FAR ASSEGAF DAN MAJELIS
TAKLIM NURUL MUSTHOFA
A. Profil Habib Hasan bin Ja’far Assegaf
1. Latar Belakang Keluarga
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf lahir di kota Bogor pada tanggal 2
Februari tahun 1977 yang bertepatan dengan acara haul akbar dan maulid
Nabi Muhammad SAW yang diadakan dikediaman kakek beliau yaitu
Habib Abdulloh bin Mukhsin Al Attas atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Habib Keramat Empang, dalam keadaan sehat wal afiat dan dalam
keadaan yang dilindungi oleh Allah SWT. Karena pada saat kelahiran
Habib Hasan bertepatan dengan haul dan maulid Nabi Muhammad SAW
maka kakek nya yaitu Habib Mukhsin membawanya kehadapan para
jama’ah yang kebanyakan adalah para alim ulama besar agar cucunya
dido’akan oleh mereka dan di antara para jama’ah itu yang ikut
mendo’akan Habib Hasan adalah Habib Sholeh bin Mukhsin Tanggul.
Habib Sholeh ini mendo’akan agar Habib Hasan pada masa yang akan
datang dapat menggantikan datuk (kakek) nya yaitu Habib Abdulloh bin
Mukhsin Al Attas1.
Habib Hasan yang bernama lengkap Al Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf bin Umar bin Ja’far bin Syeckh bin Abdullah bin Seggaf bin
Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman
Seggaf bin Ahmad Syarif bin Abdurrahman bin Alwi bin Ahmad bin
1 Wawancara dengan managernya (Zaenal Arifin), 1 Oktober 2009
42
Syeikhul Kabir Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawileh bin
Ali bin Alwi Al Ghuyur bin Al Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Shohibul Mirbath bin Ali Kholi Qosam bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa bin
Muhammad An Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Sodiq bin Muhammad
Al Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Al Imam Husein Assibit bin Imam Ali
bin Fatimah Binti Muhammad SAW2. Dibesarkan di kota Bogor yaitu di
kediaman kakek dan neneknya dengan suasana keluarga yang penuh
berkah dan sangat keagamaan. Karena kakek beliau adalah seorang
waliallah yang disenangi oleh para jamaahnya, hal ini terbukti dari
kedatangan para jama’ahnya kekediaman Habib Abdulloh di keramat
Empang, Bogor, pada setiap hari Kamis sore ba’da Ashar.
Habib Hasan tumbuh hingga dewasa dalam dekapan dan asuhan
kakeknya yang begitu beragama. Habib Hasan di waktu kecil selalu diajak
oleh kakeknya untuk berdakwah dengan harapan agar dalam diri Habib
Hasan mengerti dan mencintai ilmu agama dan mensyiarkan agama Islam
kepada para umat Islam.Kakek beliau (Habib Abdulloh) selalu membawa
Habib Hasan kepada para alim ulama terdahulu (ulama pada saat itu)
makanya sejak kecil Habib Hasan sudah mengerti tentang agama.karena
Habib Hasan sudah dido’akan atau dilinpahkan dan diajarkan oleh para
alim ulama tersebut. Di antaranya para alim ulama yang medatangi dan
2 www.majelisnurulmusthofa.org
43
mendo’akan Habib Hasan dan kakeknya adalah Habib Muhammad bin Ali
Al Habsyi Kwitang, habib Abdullah bin Salim Al Attas (Kebon Nanas)3.
Setelah Habib Abdulloh (kakeknya) meninggal dunia tetapi ajaran
agama dan ajakan ke tempat-tempat yang dilakukan kepada Habib Hasan
tidak terhenti sampai disitu karena digantikan oleh paman nya yaitu Habib
Abu Bakar bin Abdulloh bin Mukhsin.
Pada usia 19 tahun Habib Hasan diijazahkan sebuah sorban oleh
gurunya yaitu Habib Muhammad bin Husain Al Attas (Kalibata) dan
Habib Muhammad Anis bin Alwi Al Habsyi (Solo) ijazahnya yaitu berupa
pembacaan maulid simtud durror. Sejak itu Habib Hasan mulai berdakwah
di daerah Jakarta dan sekitarnya. Metode dakwahnya pun hanya
mengunjungi makam atau berziarah-ziarah mulai dari Kampung Kandang
hingga ke Citayam dan atas izin Allah pengajian yang ia pimpin menjadi
berkembang seperti sekarang ini4.
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf mulai berdakwah di Jakarta pada
tahun 1998 dan memilih anak muda karena mulanya. Pertama, Habib
Hasan bertemu dengan anak-anak muda di Jakarta khususnya di Ciganjur
dan alasan yang kedua adalah kenapa memilh anak muda sebagai sasaran
dakwahnya karena menurut ia anak muda adalah generasi penerus bangsa
dan tonggak berdirinya suatu bangsa sehingga beliau menginginkan agar
anak muda lebih mencintai Allah SWT dan Rasulnya yaitu Nabi
Muhammad SAW sebagai Rasul umat Islam yang terakhir. Jadi di zaman
3 Wawancara, Zaenal Arifin, 1 Oktober 2009 4 Ibid
44
yang serba modern seperti sekarang ini kalangan anak muda lebih cepat
atau lebih gampang terjerumus ke dalam tempat yang tidak diridhai oleh
Allah SWT, tentunya karena pendidikan agamanya yang sedikit.
Metode dakwah yang dilakukan oleh Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf adalah Metode Individual yaitu Habib Hasan mengumpulkan anak
muda dan menasehatinya agar didalam hatinya timbul rasa untuk
mencintai Allah SWT dan Rasulnya Nabi kita Muhammad SAW, karena
menurutnya dengan cinta manusia mengikuti orang yang disayangi dan
dicintai. Habib Hasan selalu memulai dakwahnya dengan membaca Al-
Qur’an dilanjutkan lagi dengan pembacaan Ratibul Haddad atau Ratibul
Alathos kemudian dilanjutkan lagi dengan membacakan maulid dan
terakhir baru ceramah agama.
Materi yang disampaikan oleh Habib Hasan adalah lebih
menekankan pada pengenalan para jama’ahnya kepada figur Nabi
Muhammad SAW. Agar anak muda lebih mengenal kepada figur-figur
orang yang dekat dengan Allah, karena menurutnya “Tidak akan mengenal
suatu agama kecuali mereka harus mengenal orang-orang yang membawa
Islam” yaitu pembacaan (Simtud Durorr) dan Ratib Haddad dan Ratib
Alatos.
2. Latar Pendidikan
Pada tahun 1989 Habib Hasan bin Ja’far Assegaf mengenyam
pendidikan di kota Malang yaitu pondok pesantren yang bernama Darul
Hadist Al-Faqihiyah yang dipimpin oleh Al-Musnit Al-Hafidz Adduktur,
45
Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Al Faqih selama dua tahun,
selama berada dipondok pesantren ini Habib Hasan mendapat perlakuan
khusus dari pimpinannya. Setelah Habib Abdullah bin Abdul Qadir
meninggal dunia pada tahun 1991 maka ia meneruskan mengaji di sebuah
pondok peantren Darut Tauhid dibawah pimpinan Syekh Abdullah Abdun
masih dikota Malang pada tahun 1993 dan Habib Hasan sempat kuliah di
sebuah Universitas Islam Negeri yaitu IAIN Sunan Ampel masih di kota
Malang. Pada tahun 1994 ia ke Jakarta karena permintaan dari keluarganya
untuk meneruskan pendidikan Habib Hasan ke Hadramaut, Yaman. Tetapi
karena sesuatu hal Habib Hasan tidak jadi berangkat kesana, untuk itu ia
belajar dengan Habib Abdurrahman Assegaf di daerah Bukit Duri, Tebet,
Jakarta Selatan.
Diantara guru-guru beliau adalah: Habib Abdullah bin Mukhsin Al
Attas, Habib Husin Al Attas, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf,
KH.Buya. Dimiyati, Banten, KH. Buya. Yahya, Cianjur.
B. Sekilas Tentang Sejarah Majelis Taklim Nurul Mustofa
1. Sejarah Berdirinya
Sebelumnya pada tahun 1998 Habib Hasan menamai majelisnya
adalah Nurul Irfan tetapi pada Tahun 1999, diberi nama Nurul Mustofa
karena diambil dari nama Rasulullah yang artinya ”Cahaya Pilihan”.
Semula pengajian ini berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang
lainnya dan bentuk pengajiannya adalah pembacaan Al-Qur’an dan dzikir
46
saja dan pada tahun 2001 dengan izin Allah Majelis Nurul Mustofa
kedatangan tamu yaitu Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz dan Habib
Anis bin Alwi Al-Habsyi, maka nama majelis Nurul Mustofa diresmikan
pada tahun yang sama diperkenalkan juga dengan sejarah Rsulullah SAW,
sehingga jama’ahnya bertambah banyak yang awalnya hanya puluhan
Jama’ah menjadi ratusan jamah bahkan sampai ribuan jama’ah5.
Pada tahun 2002 Majelis Nurul Mustofa kembali didatangi tamu
yaitu, para ulama dari Saudi Arabia, Yaman, Madinah, Malaysia, yang
diantaranya adalah Habib Salim Assyatiri. Kemudian pada tahun 2003
tempat dakwahnya mulai berpindah-pindah yang dahulu dari rumah ke
rumah menjadi dari masjid ke masjid dan pada tahun 2004 jama’ah
Majelis bertambah dari ratusan jama’ah menjadi ribuan jama’ah, maka
tidak jarang para ulama berdatangan untuk membagikan ilmunya kepada
para jama’ah Majelis Nurul Mustofa di antaranya KH. Abdul Hayyie
Naim, Ustd. Adnan Idris dan masih banyak lagi.
Kemudian pada tahun 2005 Majelis Nurul Mustofa mendirikan
sebuah Yayasan yang diberi nama Yayasan Nurul Mustofa yang diketuai
oleh adik beliau yaitu Habib Abdullah bin Ja’far Assegaf dan Habib
Musthofa bin Ja’far Assegaf yang telah mendapatkan izin dari Departemen
Agama Republik Indonesia, dan pada tahun 2006 syiar Habib Hasan
diterima oleh semua kalangan masyarakat dan pada tahun yang sama
berdiri pula rumah kediaman Habib Hasan bin Ja’far Assegaf di Jakarta
5 ibid
47
dan sekaligus sebagai tempat sekretariat Nurul Mustofa. Maka pada tahun
2007 mendirikan majelis sementara yang dibangun tepat di belakang
rumah Habib Hasan dan pada tahun 2008 majelis ini telah diresmikan
sebagai pusat aktivitas pengajaran sehari-hari6.
Selain sebagai tempat aktivitas dakwahnya Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf disana juga didirikan sebuah bangunan rumah yang sengaja dibuat
sebagai tempat tinggal Habib Hasan dan juga terdapat outlet yang
menyediakan barang-barang tentang Habib Hasan seperti foto ia, kaset-
kaset sholawat, perlengkapan sholat, jaket yang bertuliskan Majelis
Taklim Nurul Mustofa dan lain sebagainya.outlet ini buka setiap hari
mulai dari pukul 08.00 S/D 17.15 kemudian dibuka kembali pukul 22.00,
tetapi jika ada Taklim Akbar yaitu pada malam Minggu dan malam Selasa
maka outletnya ditutup sejak pukul 16.00 WIB.
2. Tujuan Didirikannya Majelis Nurul Mustofa
Adapun tujuan dari didirikannya Majelis Taklim Nurul Musthofa
tidak terlepas dari kondisi masyarakat yang sudah mulai meninggalkan
ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasululallah SAW, khususnya para
generasi muda yang sudah terjerumus ke dalam dunia maksiat,
sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 36:
6 Ibid
48
Artinya: Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Adapun tujuan didirikannya Majelis Taklim Nurul Mustofa Adalah:
a. Untuk mendapatkan ridho Allah SWT
b. Mengajak para jama’ah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW, khusus nya dikalangan anak muda.
c. Menjalani ukhuwah Islamiyah diantara para jama’ahnya
d. Menyampaikan risalah Nabi Muhammad SAW
C. Visi dan Misi
Adapun visi dari Majelis Taklim Nurul Musthofa secara umum adalah
menyatukan tekad dan cita-cita Rasulullah SAW, dan secara khusus yaitu
mengarahkan dan mengkader pemuda agar meneladani Rasulullah SAW, dan
agar menjadi pembela Rsulullah SAW.
Adapun misi dari Majelis Taklim Nurul Musthofa adalah:
49
1. Menjadi penggerak dan penegak kebenaran dalam membawa misi Rasul,
2. Mengkader pemuda untuk menjadi pembela Rasul,
3. Menjadi pejuang Rasul dan menjadi pemimpin di wilayah mereka.
D. Ruang Lingkup Dan Program Majelis Taklim Nurul Musthofa
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Majelis Taklim Nurul Musthofa terbagi pada
beberapa aspek, adalah sebagai berikut:
a. Tenaga Pengajar
Habib Hasan bin Ja’far Assegaf didalam membina dan
membibing para jamaahnya dibantu oleh adik-adiknya dan murid
beliau diantaranya:
1) Habib Abdullah bin Ja’far Assegaf
2) Habib Musthofa bin Ja’far Assegaf.
3) Ust.Drs. Imam Wahyudi, S.Ag
Dibantu oleh para Koordinator Majelis Taklim Nurul
Musthofa, yakni Sdr. Zaenal Arifin, Bpk Abdurrahman, Ust. Imam
Wahyudi. dan para pelantun shalawat, burdah serta rawi
“Simthudurror” (Untaian Mutiara) karangan Habib Ali bin
Muhammad Al Habsyi, yakni sdr Jamal dan kawan-kawan.
b. Materi yang disampaikan
50
Materi yang disampaikan adalah mengenai Sirah Nabawi serta
ajaran-ajarannya, baik menyangkut bidang akhlak, fiqih, tasawuf,
tauhid dan semua yang berkaitan dengan Allah dan Rasulullah sebagai
teladan dan panutan bagi umat Islam yang ingin mencari kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Kesuksesan dan kemajuan yang cepat dalam mensyiarkan
agama Islam dikarenakan Habib Hasan hanya menyampaikan tentang
kecintaan kepada Allah dan Rasulullah SAW dan tidak pernah
berkeinginan untuk berhubungan dengan politik dunia, beliau hanya
memilih memberikan pelajaran tentang Nabi Muhammad yang
menjadi rahmat di dalam dunia ini, sehingga membuat pelajarannya
mudah dimengerti dan diterima.
Dengan kelembutan dan kasih sayang serta mengenalkan
kelembutan ilahi serta keindahan ajaran Nabi Muhammad SAW
kepada seluruh lapisan masyarakat, dan juga dengan diiringi lantunan
berbagai bacaan mulia seperti ratib, shalawat, kasidah burdah, dan
perjalanan hidup Rasulallah SAW yang tercantum dalam kitab
Simtuddurror.
Semakin banyaknya jama’ah khususnya para pemuda yang
mengikuti Majelisnya, karena beliau menekankan pada mereka tentang
kasih sayang sesame umat seperti dicontohkan Rasulallah SAW.
Pendekatan demikian, katanya sangat ampuh, dari mereka yang
tadinya sama sekali tidak tertarik pada Islam. Bahkan ada diantara
51
mereka yang menjadi preman dan pecandu narkoba, berubah 180
derajat dan mau mengaji. Melalui shalawat, qasidah, burdah, dan
ceramah-ceramah tentang Allah dan Rasulullah serta ajaran-ajarannya,
beliau berharap agar para pemuda menjadi Muslim yang bermanfaat
bagi bangsa, tanah air, dan agamanya.
c. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang menunjang pengajian Majelis
Taklim Nurul Musthofa cukup memadai, dari mulai tempat yang
cukup luas, dan di tempat terpisah jama’ah wanita dengan
menggunakan handycame untuk melihat dan mendengarkan jalannya
pengajian, proyektor, alat-alat sound system yang lengkap, hadroh,
buku rawi Simtuddurror, kantor kesekretariatan, dan lain sebagainya.
2. Program
Program Majelis Taklim Nurul Musthofa terbagi beberapa aspek:
a. Pengembangan syiar melalui internet
Dalam upaya memperluas syiar, Habib telah membuat website
khusus yang bernama: www.majelisnurulsthofa.com. Sebagai wadah
untuk informasi global kepada masyarakat luas. Selain itu website ini
juga menyediakan kolom interaktif untuk tanya jawab terhadap
persoalan agama.
b. Tim Hadrah Majelis Nurul Musthofa
Tim ini selalu mengiringi Tabligh Akbar Majelis Nurul
Musthofa di pelbagai wilayahseputar Jakarta dan sekitarnya, dibarengi
52
lantunan nasyid dengan suara yang sangat merdu dan indah membawa
ketenangan dan kesejukan dihati, dan di saat lain membangkitkan
semangat muda untuk lebih giat beraktifitas dengan segala kegiatan
positif. Nasyidah-nasyidah mereka adalah syair-syair para salaf, seperti
Syair Syeikh Abu Bakar bin Salim, karangan Habib Hasan sendiri, dan
syair-syair lainnya.
Dan kini nasyidah mereka telah digandrungi ribuan pemuda
dan remaja ibukota, bahkan anak-anak yang kini sudah lebih banyak
menyukai nasyidah hadrah mereka ketimbang lagu-lagu anak yang
beredar umum di masyarakat metropolitan.
c. VCD Ceramah dan Nasyidah MP3
Di outlet Nurul Musthofa, VCD ceramah Habib Hasan di
Majelis-majelis seputar Jakarta dan sekitarnya diperjualkan.
Salah satu tujuan majelis ini menggalakan media dakwah vcd
adalah besarnya kepedulian kita terhadap dahsyatnya polusi peredaran
vcd-vcd khususnya di Ibukota, kita menyadari hamper 90% vcd yang
beredar mengandung unsur pornografi, dan kita pun menyadari bahwa
hampir setiap rumah di Jakarta mempunyai vcd player. Ada saat kita
berusaha melarang masyarakat muslimin menonton atau menyewa
film-film tersebut, maka seyogyanya kita tidak hanya melarang, tetapi
menyediakan vcd-vcd Islami, yang paling tidak mengimbangi satu
dibanding 99 dari vcd yang beredar di rental-rental.
53
E. Struktur Kepengurusan Majelis Taklim Nurul Musthofa
PELINDUNG
PENASEHAT
KETUA
SEKRETARIS
BENDAHARA
BIDANG KEAMANAN
BIDANG SOSIAL
BIDANG HUMAS
54
KETERANGAN:
Pelindung : Bpk. Dr. Ir. H. Fauzi Bowo
: Bpk. Dr. KH. Hasyim Muzadi
Pembina : Habib Hasan bin Ja’far Assegaf
Penasehat : Habib Musthofa bin Ja’far Assegaf
: Habib. Abu Bakar, SH, MM
: Bpk. Bastriadi, SH
Ketua : Makmun, S.Kom
Sekretaris : Usman Array, SE
Bendahara : Zaenal
Bidang Humas : Ust. Imam Wahyudi dan kusyairi
Bidang Keamanan : Ruhimin
Bidang Sosial : Wawan Budiansyah
- 63 -
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan judul
“Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Upaya
Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Musthofa”, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf
Dari hasil wawancara, observasi dan telaah kepustakaan maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa kepemimpinan Habib Hasan
adalah:
a. Gaya Kepemimpinan Kharismatik, disebut kepemimpinan kharismatik,
karena beliau memiliki kemampuan untuk menggerakan hati orang
lain, dalam hal ini Jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa dengan
mendayagunakan keistimewaan dalam aspek kepribadian yang habib
Hasan miliki, sehingga menimbulkan rasa hormat, segan, dan patuh
pada orang yang dipimpinnya, yaitu para pemuda khususnya, dan
kaum muslimin umumnya.
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis, tipe kepemimpinan ini terlihat pada
saat rapat dengan pengurus yaitu dengan memberikan kebebasan
berpendapat pada saat rapat berlangsung, menselaraskan ide atau
pemikiran-pemikirannya dengan pengurus lainnya untuk tujuan
64
majelis, kemudian beliau juga sangat senang menerima saran pendapat
maupun kritikan dari pengurus.
2. Pengaruh Gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf
Adapun pengaruh dari kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far
Assegaf yang dapat diterima oleh jama’ah. Pertama, adalah dari segi
pertambahan ilmu pengetahuan yakni jama’ah memiliki pengetahuan yang
lebih luas mengenai pelajaran-pelajaran tentang agama, serta lebih
mengenal kehidupan untuk befikir lebih terbuka da kritis terhadap apa
yang mereka lihat dan mereka terima. Kedua, adalah dari segi perubahan
sikap, yakni setelah para jama’ah majelis taklim mengikuti kajian-kajian
yang di berikan, para jama’ah lebih mengerti tentang keadaan sekitar,
lebih bertanggung jawab, memiliki keberanian untuk mengungkapkan
kebenaran, dan lebih kritis terhadap apa yang mereka lihat atau sesuai
dengan syariat yang dijalankan. Ketiga, adalah dari segi perubahan
perilaku yakni para jama’ah yang lebih sopan santun, beradab kepada
sesame, dapat menempatkan diri dalam suatu situasi dan kondisi.
B. Saran
Gaya kepemimpian yang dimiliki Habib Hasan sekarang ini
memang sudah baik, namun alangkah baiknya apabila gaya kepemimpinan
yang telah dimiliki itu lebih ditingkatkan dan diarahkan sesuai dengan
perkembangan di masyarakat, sehinga gaya kepemimpinan yang dimiliki
Habib Hasan tetap digunakan oleh generasi penerusnya.
65
Sedangkan untuk perkembangan Majelis Taklim Nurul Mustofa
agar lebih efektif dalam mengsyiarkan ajaran Islam alangkah baiknya,
Habib Hasan mencari masukan sebanyak-banyaknya baik dari pengurus,
jamaah, maupun masyarakat luas.
Untuk tercapainya perkembangan Majelis Taklim Nurul Musthofa
diharapkan agar para pengurus dapat membantu tugas Habib.
Bagi para jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa, diharapkan
agar dalam mengikuti pengajian ini bukan karena paksaan dari pihak lain,
akan tetapi keikhlasan untuk mencari keridhoan Allah SWT dan mencari
keselamatan dunia dan akhirat dengan mengikuti ajaran serta sunah
Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.
67
66
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah A.S, Tuty, Dra, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim, (Bandung ,
Mizan, 1997)
A. Partanto, Pius et.al, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta, Arkosa, 1994)
Departemen Pendidikan Nasioal RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai
Pustaka, 2001), edisi ke 3
Huda, Nurul, et-al, Pedoman Majlis Taklim, (Jakarta: KODI, 1990)
Kartini, Kartono, DR, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta,
1998)
Martoyo, Susilo, Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan, (Yogyakarta: UII
Press, Oktober, 2002)
Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta,
Bharatara Karya Aksara, 1986)
Moedjiono, Imam, Kepeimimpinan dan Keorganisasian, (Yogyakarta: UII Press,
Oktober, 2003)
Muchtarom, Zaini, Drs. MA, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Al- Amin dan IKHFA,
Jakarta, 1996)
Nawawi, Hadari dan Hadari, M. Martini, Kepemimpinan Yang Efektif, (Yogyakarta,
Gajah Mada University Press, 2003)
Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, (Yogyakarta: UGM Press,
2003)
67
66
Permadi, K, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1996)
Poerdawaminta, WJS, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1982)
Ranoh, Ayub, Kepemimpinan Kharismatik, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1999)
Riberu, J, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1992)
Syani, Abdul, Manajemen Organisasi, (Jakarta, Bina Aksara, 1987)
Wahjosumidjo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, ( PT. Harapan Masa
PGRI, Jakarta, 1994)
Website: http://www.majelisnurulmusthofa.org
top related