kepribadian muslim dan ciri-cirinya
Post on 26-Jun-2015
7.361 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Dalam kehidupan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial ia senantiasa
mengalami warna warni kehidupan. Ada kalanya senang, tentram dan gembira. Tetapi
pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia juga kadang kadang mengalami hal-hal
yang pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya, ini menunjukan bahwa manusia senantiasa
mengalami dinamika kehidupan.
Berbagai macam cara dilakukan agar manusia dapat menyalurkan rasa senang, tenang dan
gembira atau dengan kata lain agar manusia memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari hal-
hal yang mengecewakan.Mampu tidaknya seseorang dalam mencapai keinginannya
tergantung dari vitalitas, temperamen, watak serta kecerdasan seseorang.Vitalitas merupakan
semangat hidup, pusat tenaga seseorang, ia merupakan dasar kepribadian dan merupakan
unsur penting yang ikut menentukan kemampuan berprestasi, dan bersifat dinamis. Setiap
orang memiliki vitalitas yang berbeda ada yang kuat ada juga lemah.1
Kepribadian juga merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ia
akan ikut menentukan sukses tidaknya seseorang. Kepribadian meskipun ia merupakan faktor
yang penting dalam kejiwaan dan berada pada tataran rohani namun wujudnya dapat terlihat
pada tingkah laku dan sikap hidup seseorang.
Beberapa ahli psikologi telah banyak mengemukakan teori tentang kepribadian antara lain
William James, ia berpendapat bahwa kepribadian merupakan unsur kesatuan yang berlapis-
lapis. Terdiri dari The Material Self atau diri materi, The Social Self atau diri social, The
Spiritual Self atau diri rohani dan Pure Ege atau ego murni atau Self of Selves.2
Sementara itu Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian itu terdiri atas tiga system
yaitu id, ego dan super ego. Id merupakan kepribadian yang berhubungan dangan prnsip
kesenangan atau pemuasan biologis, sedang ego merupakan bagian kepribadian yang
berhubungan dengan lingkungan dasarnya adalah kenyataan dan super ego merupakan bagian
kepribadian yang berhubungan dengan norma sosial, moral dan rohani.3
1 Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung, Pustaka Setia, 1999), 1332 Ibid, h. 1323 Ibid..
1
Di kalangan intelektual Muslim masalah jiwa sudah banyak dibahas oleh para ahli
diantaranya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan Ash Shafa, Al-Gazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyah
dari Ibnu Qayyim al Jauzi.4
Seorang filsafat Muslim sekaligus psikolog Muslim Ibnu Sina telah menemukan
metode conseling dengan cara mengukur kecepatan detak jantung pasiennya untuk
mengetahui kadar emosinya. Teori ini dalam ilmu psikologi modern disebut alat pendeteksi
kebohongan yang dapat digunakan untuk mengungkap berbagai tindak kejahatan.5 Hal ini
karena substansi manusia itu sendiri terdiri dari jasad dan ruh. Keduanya saling
membutuhkan, jasad tanpa ruh maka merupakan substansi yang mati dan ruh tanpa jasad
tidak dapat teraktualisasi. Untuk mempertemukan keduanya dalam psikologi Islam
diperlukan nafs.6
Psikologi Islam juga membahas tentang syakhsiyah atau personality atau kepribadian.
Dalam literatur klasik seperti Al-Gazali telah membahas tentang keajaiban hati7 dan Ibnu
Maskawaih ditemukan pembahasan tentang akhlak yang maksudnya mirip dengan
syakhsiyah. Bedanya syakhsiyah dalam psikologi berkaitan dengan tingkah laku yang
didevaluasi sedangkan akhlak adalah tingkah laku yang dievaluasi8.
Karena itu kepribadian Islam selain mendiskripsikan tentang tingkah laku seseorang juga
menilai baik buruknya.
4 Dr. Muhammad Utsman Najali, Jiwa dalam Pandangan Para Filsafat Muslim, terj. Gari Saloom, S.Psi, Bandung, 2002, 165 Ibid, 176 Dalam psykologi Islam di bedakan antara nafs dan ruh. Nafs telah memiliki kecenderungan duniawi dan kejelekan, sedangkan ruh hanya berkecenderungan suci dan ukhrawi.7 Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumu al Din, Beirut, Dar a Fikr, 19808 Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumu al Din, Beirut, Dar a Fikr, 1980
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian Kepribadian Muslim?
2. Bagaimana Struktur Kepribadian Islam?
3. Bagaimana Ciri-ciri Kepribadian Muslim?
4. Bagaimana Aplikasi Kepribadian Muslim dalam PBM
C. Tujuan Pembahasan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Kepribadian muslim
2. Untuk mengetahui struktur kepribadian muslim
3. Untuk mengetahui cirri-ciri kepribadian muslim
4. Untuk mengetahui Aplikasi Kepribadian Muslim dalam PBM
D. Batasan masalah
Makalah ini akan membahas tentang struktur kepribadian Islam serta ciri-ciri kepribadian
muslim
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian Muslim
Kata kepribadian telah menjadi kosa kata umum dalam percakapan sehari-hari, tidak
jarang dari kita yang belum paham benar pengertian kepribadian secara etimologi maupun
menurut pendapat para ahli. Dalam literatur ilmu jiwa kata kepribadian secara etimologi
berasal dari kata Personality (bahasa Inggris) ataupun persona (bahasa latin), yang berarti
kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain panggung, maksudnya
untuk menggambarkan prilaku, watak, atau pribadi seseorang. Dari makna kata tersebut
diatas kemudian terumuskan pengertian kepribadian, antara lain oleh Gordon W. allpert
mengatakan: Kepribadian adalah oganisasi yang dimanis di dalam individu dari sistem-sistem
psikophisik yang menentukan penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungannya.
William James menyatakan bahwa kepribadian ialah unsur kesatuan yang berlapis lapis
dari diri materi, diri sosial, diri ruhani dan ego murni, maka Sigmond Freud menyatakan
bahwa kepribadian adalah terdiri atas tiga system yaitu id, ego dan super ego. Sementara itu
John Hocke telah mengemukakan teori tabula, rasa atau papan lilin yang siap untuk
digambari, berbeda dengan Islam yang menempatkan fitrah sebagai potensi dasar kejiwaan.9
Maka para intelektual Muslim telah mendefinisikan kepribadian yakni merupakan bentuk
integrasi antara sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.
Substansi nafsani memiliki tiga daya yaitu kalbu atau fitrah ilahiyah, akal atau fitrah insani
dan nafsu atau firah hayawaniah. Kepribadian pada dasarnya merupakan perpaduan antara
ketiga daya tersebut, hanya saja biasanya ada salah satu diantaranya yang mendominasi yang
lain.10
Al Kindi mendefinisikan jiwa adalah an nafs nathiqah substansinya bersifat ilahi rabbani
yang berasal dari cahaya (nur) sang pencipta11. Oleh karena itu jiwa atau hati harus senantiasa
dihidupkan dengan cahaya ilahi. Dalam Islam hati yang hidup adalah sumber kebaikan dan
kematian hati adalah sumber keburukan. Akar semua kebaikan dan kebahagiaan seorang
hamba adalah kesempurnaan hidup dan cahayanya. Hati yang sehat dan hidup akan bisa
membedakan antara kebaikan dan keburukan.12
9 Drs. H. Ahmad Fauzi, op.cit, 11610 Abdul Mujib, M.Ag dan Yusuf Mudzakir, M.Si, Nuansa Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 58-5911 Al Kindi, Al Qaul fi an Nafs dalam Risail al Kindi al Falasifa, 27412 Ibnu Qoyyim al Jauriah, Keajaiban Hati, Jakarta, Pustaka Ahzam, 2000, 35
4
Kepribadian seorang Muslim berarti menuntut agar jiwanya selalu hidup dengan nur
ilahi. Inilah yang membedakan antara kepribadian menurut konsep Islam. Kepribadian Islam
merupakan ciri khas, watak maupun karakter umat Islam. Kepribadian Muslim atau sering
disebut akhlak Islami yaitu prilaku seorang Muslim yang merupakan perpaduan harmonis
antara kalbu, akal dan fitrah insani.
Kepribadian bagi seorang Muslim ialah yang senantiasa menjaga hatinya untuk selalu
taat kepada Allah dan berbahagia karena dekat kepada Allah sehingga memperoleh sinarnya
dengan senantiasa mengerjakan ibadah dan amal saleh lainya. sedangkan hati yang kotor dan
ingkar kepada Allah yang muncul dari anggota badanya adalah sifat keji adalah bekas hati
yang kotor dan gelap tanpa sinar13.
Dalam hal ini Hasan al Basri berkata : Kebagusan Akhlak ialah manis mukanya,
memberi kelebihan dan mencegah kesakitan. Sedang Al Washili berkata akhlak yang baik
ialah menyenangkan manusia pada waktu suka dan duka. Dan Sahal al Tsauri berkata akhlak
yang baik ialah sekurang-kurangnya menanggung penderitaan orang lain, tidak membalas
kezaliman orang lain, memintakan ampunan kepada Allah terhadap orang yang berbuat zalim
dan belas kasih kepadanya.14
Jika dilihat dari definisi definisi tersebut maka menurut pendapat penulis maka hal-hal
seperti tersebut adalah buah dari akhlak karena akhlak itu sendiri adalah sistem kerja rohani
yang terdapat dalam jiwa manusia.
Kadang-kadang dalam kondisi tertentu terjadi perubahan tingkah laku. Hal ini
disebabkan karena salah satu substansi jiwa mendominasi yang lainnya. Jika dalam interaksi
seseorang didominasi oleh nafsu maka yang muncul ialah sifat pendusta, egois, bakhil, suka
mengacau dan amarah. Hal ini dalam psikologi Islam dinamakan jiwa yang sedang sakit.
Tetapi apabila yang mendominasi akal dan kalbu maka yang muncul adalah sifat-sifat terpuji
dan ma’rifat kepada Allah, inilah yang akan mendatangkan kebahagiaan15.
Hasil kerja kalbu atau kepribadian yang didominasi dengan kalbu akan menghasilkan
kepribadian mutmainah wujudnya kepribadian atas dasar iman, Islam, dan ikhsan. Sedangkan
kepribadian yang didominasi dengan akal akan menghasilkan kepribadian lawwamah, suatu
kepribadian yang berdasarkan sosial moral dan rasional. Dan kepribadian yang didominasi
leh nafsu menghasilkan kepribadian amarah, ia bersifat produktif, kreatif dan konsumtif.16
13 Imam al Gazali, Ihya Ulumuddin,Bab Keajaiban Hati, terj. H. Ismail Yakub, (Jakarta: Faisan, 1984), 514 Ibid, 14215 Abdul Mujib, M.Ag, op.cit, 5716 Ibid, 62
5
Oleh karena itu kepribadian ada yang menarik dan ada yang tercela. Kepribadian yang
menarik ialah kepribadian yang memiliki sifat-sifat positif seperti rajin, sabar, pemurah dan
suka menolong. Sedangkan kepribadian yang tercela yaitu kepribadian yang negatif seperti
pemalas, pemarah, kikir, sombong dan sebagainya.
B. Struktur Kepribadian Islam
Wacana psikologi Islam tentang struktur dan kepribadian sangat erat pembahasannya
dengan substansi manusia.
Substansi jiwa menurut para filosof maupun psikolog Islam terdiri atas tiga bagian yaitu
jasmani, rohani dan nafsani atau nafsu. Substansi jasmani berupa organisme fisik manusia ia
lebih sempurna dibanding makhluk-makhluk yang lain bersifat lahiriyah yang memiliki
unsur-unsur tanah, udara, api, dan air,17 ia akan hidup jika diberi daya hidup atau al bayah 18.
Substansi ruh adalah substansi yang merupakan kesempurnaan awal. Al Gazali
menyebutnya lathifah yang halus dan bersifat ruhani. Ruh sudah ada ketika tubuh belum ada
dan tetap ada meskipun jasadnya telah mati. Fathur Rahman menyatakan bahwa ruh adalah
amanah, karena itu ia memiliki keunikan dibanding dengan makhluk yang lain. Dengan
amanah inilah ia menjadi kalifah di muka bumi19. Substansi nafsani berarti jiwa, nyawa atau
ruh, konotasinya ialah kepribadian dan substansi psiko fisik manusia. Nafs ini merupakan
gabungan dari jasad dan ruh. Karena itu nafs adalah potensi jasadi dan rohani. Ia berupa
potensi aktualisasinya akan membentuk suatu kepribadian Muslim yaitu merupakan
perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan nafsani.
Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan
nafsani.
1. Al Qalb atau kalbu merupakan materi organik yang memiliki system kognisi yang
berdaya emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al nur al
ilahy dan al bashirah al bathinah (mata batin)20. Kalbu dalam arti jasmani adalah jantung
(heart) bukan hati (lever). Kalbu dalam artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani
(conscience) dan ruh (soul)21. Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan
pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia
menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya. Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang
17 Lihat. De Bali Tj, The History of The Philosophy in Islam,( New York: Dowh Publication Inc, 1967), 13118 Abdul Mujib, M.Ag, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filasofik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Tri Genda Karya, 1993), 1119 Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, op.cit,. 41-4520 Victor Said Basil, Manhaj al Babs an al Ma’rifah inda al Gazali, (Beirut: Dar al Kutub,tt). 15521 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 78
6
dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga
mampu mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagmaan.
Mengenai kalbu ini Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya: “Sesungguhnya di
dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik,
tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah
kalbu”22.
Menurut Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang bersih, yaitu (1) hatinya
orang beriman dan mendapat sinar (2) hati yang tertutup yaitu hatinya orang kafir, hati yang
buta dan tidak melihat kebenaran (3) hati yang terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu
melihat kebenaran tetapi kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki dua bekal yakni
bekal iman dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari mana yang paling dominan23. Orang
yang kalbunya disinari Tuhan maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat, teguh dan tidak
mudah putus asa. Dan apabila ia memiliki nafsu muthmainah ia akan tenang dan optimis
karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan diberikan.
Agar kalbu selalu mandapat sinar Ilahiyah menurut imam Al Gazali maka harus berilmu
dan iradah (kemauan). Dengan ilmu manusia akan mengetahui segala urusan dunia dan
akhirat, dan menurut al Gazali kalbu berfungsi untuk memperoleh kebahagiaan akhirat.
Secara psikologis kalbu memiliki daya emosi (al infialy) dan kognisi.
2. Akal secara estimologi memiliki arti al imsak (menahan) al Ribath (ikatan) al
Bajr (menahan) al Naby (melarang) dan manin (mencegah)24.
Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah orang yang mampu
menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka rasionalitynya
mampu bereksistensi. Dengan akal seseorang mampu membedakan yang baik dan yang
buruk, yang menguntungkan dan merugikan. Akal mampu memperoleh pengetahuan dengan
daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif.
Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda keinginan tidak terburu-buru
mengerjakannya sehingga menjadi jelas olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau
ditinggalkan.
22 Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn Bardhahal al ya’fi al Bukhary, Imam,Shahih al Bukhary,( Semarang: Thaha Putra, TT, Juz I),1923 Ibnu Qoyyim al Jauriyah, op.cit, 2224 Maan Zidadat, dkk, al Mansu’at al Falasafiyah al Arabiyah, (Arab: Imam al Araby, 1986), 465-466
7
Menurut al Hasan jika pekerjaan tersebut dimotivasi untuk mengharap ridho Allah maka
kerjakanlah, tetapi jika tidak karena Allah lebih baik ditunda dahulu. Dan jika motivasinya
untuk memperoleh ridha Allah maka harus berfikir dahulu apakah dalam mengerjakan
sesuatu itu ia memperoleh pertolongan atau tidak, jika tidak sebaiknya ditunda terlebih
dahulu. Dan apabila sudah mendapat kepastian akan pertolongan Allah maka kerjakanlah
sehingga ia akan mendapat keberuntungan.
Muhasabah juga bisa dilakukan setelah selesai mengerjakan sesuatu, yakni apakah yang
dikerjakan sudah ikhlas karena Allah, sesuai dengan ketentuan Allah. Apakah waktu
mengerjakan lepas kendali atau tidak, bagus akibatnya atau tidak25. Dengan muhasabah orang
akan selamat dan bisa menjadi lebih baik prilkunya dan kepribadiannya.
Sebagaimana Plato, Al Zukhaily berpendapat bahwa jiwa rasional itu bertempat di kepala
sehingga yang berfikir adalah akal bukan kalbu. Antara akal dan kalbu sama sama
memperoleh daya kognisi tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu mencapai
pengetahuan rasional tetapi tidak yang supra rasional, sehingga ia mampu mencapai
kebenaran tetapi tidak mampu merasakan hakekatnya.26
Menurut Al Gazali agar manusia dapat senantiasa berdekatan dan mendapat nur ilahy
maka ia harus berilmu dan mempunyai iradah (kemauan). Dengan ilmu seseorang akan
mengetahui segala urusan dunia dan akhirat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan
akal. Dengan kemauan dan akal seseorang akan mengetahui cara-cara untuk memperbaiki
serta mencari sebab sebab yang berhubungan dengan hal itu. Al Gazali berpendapat bahwa
orang yang sakit nafsunya selalu menginginkan makanan yang enak27.
Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika orang tersebut sehat maka secara akal
berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan toyyiban pasti akan terasa enak (lezat).
Dengan demikian nafsu untuk selalu menginginkan hal hal yang enak enak akan dapat
dikurangi atau dilawan dengan kondisi sehat.
Al Gazali juga berpendapat bahwa ilmu yang diperoleh dalam hati akan memiliki
kekuatan untuk melihat dan dapat membedakan aneka bentuk.
Pandangan batin dan pandangan lahir sesungguhnya sama sama memiliki kebenaran,
tetapi berbeda derajatnya. Hati laksana pengendara sedang akal laksana kendaraan. Buruknya
hati atau pengendara akan lebih membahayakn dari pada buruknya kendaraan itu sendiri.
25 Ibnu Qoyyim al Jautiyah, op.cit, 130-13126 Abdul Mujib, Nuansa Nuansa Psiokologi Islami,op.cit, 5527 Imam al Gazali, op.cit, 20
8
Namun demikian akal tetap diperlukan untuk menyelesaikan problem-problem kehidupan.
Akal yang sehat akan mempengaruhi tindakan dan emosi seseorang juga kepribadiannya.
Akal terbagi menjadi dua yaitu akal dharuri dan akal muktasabah. dharuri aitu akal yang
dapat mengetahui secara mudah. Akal muktasabah ialah akal yang baru mengetahui dengan
cara diusahakan, akal muktasabah terbagi dua yaknu muktasabah duniawi ialah akal yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keduniawiyan. Akal
muktasabah ukhrawi yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat.28
Secara psikologis orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih dan akal yang sempurna
maka ia akan mampu mengaktualisasikan diri dalam hidup dan kehidupan, yakni melihat
realitas secara cermat, tepat apa adanya dan lebih efisien.29 Ia dapat menerima keadaan
dirinya dan orang lain secara professional, yakni mengakui segala kelebihan dan keterbatasan
masing-masing, dengan demikian ia akan bisa menerima masukan-masukan dari orang lain
secara alamiah tanpa paksaan.30
3. Nafsani
Nafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan yaitu, al-Ghadhabiyah dan al-
Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari segala
hal yang membahayakan. Ghadab dalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan,
pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untyk melindungi egonya sendiri terhadap
kesalahan, kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya sendiri, sedang syahwat dalam
psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah
kenikmatan. Apabila keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip
kerjanya adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka
menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual.
Nafsu merupakan struktur di bawah sadar dalam kepribadian manusia, apabila manusia
didominasi oleh nafsunya, maka ia tidak akan dapat bereksistensi baik di dunia maupun
diakhirat. Karena itu apabila kepribadian seseorang didomonasi oleh nafsu maka prinsip
kerjanya adalah mengejar kenikmatan dunia, tetapi apabila nafsu tersebut dibimbing oleh
kalbu cahaya ilahi maka ghadabnya akan berubah menjadi kemampuan yang tinggi
derajatnya.31
28 al-Ghazali. Op. cit, 4229 Maslaw, Abraham, Motivasi dan Kepribadian, terj Nurul Iman, (Bandung: Pustaka Binaan Pressindo, 1993, jilid I), 630 Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslaw, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 88.31 Afifi, AE, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, judul: A Mystical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, (Jakarta: Media Pratama, 1995), 176-177
9
Jika nafsu tersebut dikuasai oleh cahaya ilahi yang muncul adalah sifat-sifat kebaikan,
tetapi jika nafsu itu dikuasai oleh syaitan maka yang muncul adala sifat-sifat syaitaniyah dan
ini disebut hati yang sakit ,hati yang sakit bisa sembu apabila ia kembali kepada cahaya ilahi
tetapi akan lebih sakit apabila ia dikuasai oleh nafsu syaitan.
Dalam ilmu jiwa orang yang terganggu mentalnya tidaklah mudah diukur atau diperiksa
dengan alat-alat kesehatan, untuk mengetahuinya biasanya hanya bisa dilihat gejalanya
seperti tindakannya, tingkah laku dan pikirannya, seperti gelisah, iri hati, sedih yang tidak
beralasan, hilangnya rasa kepercayaan diri, pemarah, keras kepala, merosot kecedasannya,
suka memfitnah, mengganggu orang lain dan sebagainya.
Kesehatan mental juga berpengaruh terhadap kesehatan badan, akhir-akhir ini dalam
ilmu kedokteran ditemukan istilah psychomtic yaitu penyakit yang disebabkan oleh mental,
misalnya tekanan darah tinggi, tekanan darh rendah, exceem, sesak nafas, dan sebagainya.32
Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh mental adalah berfungsinya
system kerja yang harmonis antara kalbu, akal, dan nafsu. Dan ini hanya bisa dilakukan
melalui latihan-latihan kejiwaan secara terus menerus.
Harmonisnya jiwan memungkinkan seseorang dapat berhubungan secara harmonis
ditengah masyarakat. Untuk itu diperlukan The Art of Interction yaitu seni berhubungan yang
baik menuju akhlak yang baik, sebagai landasan utama kebahagian umat, akhlak yang baik
juga merupakan faktor utama dalam memperbaiki kepribadian seseorang.33
Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih dan jiwa kotor termasuk dalam nafsu. Dan mereka
membagi nafsu menjadi 3 bagian :
1. Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir maupun maksiat
bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah maka wujud kepribadiannya ialah tamak,
serakah, keras kepala, angkuh, dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya seperti free
sexs, suka berkelahi dan sebagainya.
2. Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah tetapi masih sering
melakukan maksiat bathin kemudian bersegera beristighfar dan berusaha memperbaikinya.
Orang yang berkepribadian lawamah maka senantiasa akan mengevaluasi diri (self
correction) untuk menjadi lebih baik.
3. Nafsu muthmainah, suatu kepribadian yang bersumber dari kalbu manusia, di dalamnya
selalu terhindar dari sifat-sifat yang tercela dan tumbuh sifat-sifat yang terpuji dan selalu
tenang. Kecenderungannya ialah beribadah, mencintai sesama, bertambah tawakal, dan
32 Zakiah Derajat Dr. Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung , 1970), 2333 Sayyid Mujtaba Musafi Hari, Psikologi Islam, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1990), 17
10
mencari ridho Allah dan bersifat teosentris. Menurut Ibnu Kholdun bahwa ruh kalbu itu
disinggahi oleh ruh akal. Ruh akal ini substansinya mampu mengetahui apa saja di alam
amar. Ia menjadi tidak mampu mencapai pengetahuan disebabkan adanya hijab, apabila hijab
itu hilang maka ia akan mampu menemukan pengetahuan34.
Bahkan sebagian ahli tasawuf yang lain membagi nafsu menjadi 7 bagian, yaitu : nafsu
amarah, nafsu lawamah, nafsu malhamah, nafsu muthmainah, nafsu al rodhiyah, nafsu
mardhiyah, dan nafsu kamilah.
C. Ciri-ciri Kepribadian Muslim
Al-Qur’an dan Hadits adalah dua pusaka Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk
setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang sangat
penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim.
Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang saleh.
Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari
ALLAH SWT.
Persepsi atau gambaran masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda.
Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu
tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah-nya saja.
Padahal, itu hanyalah salah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus
melekat pada pribadi seorang muslim. Bila disederhanakan, setidaknya ada sepuluh karakter
atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah
yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT. Dengan
ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuanNya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada ALLAH.
“Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi ALLAH
tuhan semesta alam” (QS. Al-An’aam [6]:162).
34 Lihat Abd Rahman Ibn Kholdum, Muqaddimah min Kitab al Ibar wa Diwan al Mubtada’ wa al Khabar fi Ayyam al Arab wa al Ajam wa al Bar bar, (Beirut: Dar al Fikr, TT), 476
11
Karena aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang amat penting, maka pada masa awal
da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan
aqidah, iman dan tauhid.
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam
satu haditsnya, beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”.
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap
peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur
penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim,
baik dalam hubungannya kepada ALLAH SWT maupun dengan makhluk-makhlukNya.
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di
akhirat.
Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di
dalam Al Qur’an. ALLAH berfirman yang artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam
[68]:4).
4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan
jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji
merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat.
Apalagi berjihad di jalan ALLAH dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
12
Karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan
dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk
hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah. (HR. Muslim)
5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena
itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-
ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah:
yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah ALLAH menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir” (QS. Al-Baqarah [2]: 219)
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus
dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan
keislaman dan keilmuan yang luas. Allah SWT berfirman dalam surat Az- Zumar ayat 9 yang
berbunyi:
yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui?”‘, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran”. (QS. Az-Zumar [39]: 9)
13
6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang
muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk.
Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut
adanya kesungguhan.
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa
yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)
7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu
mendapat perhatian yang begitu besar dari ALLAH dan Rasul-Nya. ALLAH SWT banyak
bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad
dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
ALLAH SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24
jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit
manusia yang rugi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan
baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka
diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara
sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang
sakit, muda sebelum tua,senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh
Al Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik.
Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan
baik sehingga ALLAH menjadi cinta kepadanya.
14
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang
dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat,
berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti
mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama
dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena
tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.
Karena, pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan
memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah
dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat
banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat
tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki
keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari
ALLAH SWT. Rezeki yang telah ALLAH sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya
diperlukan skill atau keterampilan.
10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafi’un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang
dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya
merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan
ketiadaannya tidak mengganjilkan.
Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya
semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari
Jabir)
15
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Qur’an dan
Hadits. Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing. Wallahu’alam.
Kepribadian atau watak, cirri khas atau karakter seseorang yang secara eksis dan terus
menerus dipertahankan, meskipun demikian kepribadian bisa berubah ubah sesuai dengan
faktor yang mempengaruhi.
Dalam Islam kepribadian Muslim identik dengan akhlak Islam, ia merupakan perpaduan
harmonis antara system kalbu, akal dan nafsu yang menimbulkan tingkah laku dan
merupakan cirri khas umat Islam.
Karena ituciri khas kepribadian Muslim ialah yang selalu menjaga hatinya untuk taat
kepada Allah sehingga senantiasa mendapat sinarnya dan menjauhi segala larangannya yang
merupakan kotoran-kotoran manusia.
Struktur kepribadian Muslim meliputi tiga substansi, yaitu jasad atau jasmani, ruh atau
ruhani dan nafsani atau jiwa, jiwa itu sendiri terdiri dari kalbu, akal dan nafsu. Sedangkan
nafsu terdiri dari nafsu amarah, lawamah dan muthmainah. Semuanya ini merupakan struktur
kepribadian Islam, yang jika system kerjanya bagus semua akan membentuk kepribadian
kamil atau manusia pari purna yang tenang selalu berbuat kebaikan tawakal dan terhindar
dari sifat sifat tercela Tetapi kenyataanya sering ada gangguan-gangguan kejiwaan yang
dapat menurunkan derajat kepribadianya atau kesehatan mentalnya. Untuk
menyembuhkannya harus melalui latihan latihan mental secara terus menerus seperti
sabar ,taubat , tawakal, ridha dan sebagainya .
D. Aplikasi Kepribadian Muslim dalam Proses Belajar mengajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di Sekolah,belajar merupakan kegiatan yang
paling pokok. Artinya berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung
kepada bagaimana proses belajar mengajaryang dialami anak didik belajar yang merupkan
suatu proses perubahantingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam intrasi
dengan lingkungannya.Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa
perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan nilai sikap dalam diri anak
didik.
Guru merupakan salah satu komponen yang ada dilembag pendidikan formal maupun
non formal yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang
16
potensial dibidang pembangunan.Peranan guru disamping sebagai pengajar dan pendidik juga
sebagai pembimbing dan figur yang dapat dijadiakan contoh dan panutan membimbing dalam
hal ini dapat dikatakan sebaga i kegiatan menuntun anak didik menjadi manusia dewasa yang
berkepribadian dan cakap sesuai dengan karakternya. yaitu dengan jalan memberikan
lingkungan dan arah sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam hal ini termasuk ikut
memecahkan persoalan/kesulitan yang dihadapi anak didik, baik perkembangan secara fisik
maupun secara mental.
Jadi sebagai pendidik guru tidak hanya mencerdaskan anak didiknya saja tetapi juga
harus mampu membina dan mengarahkan bakat dan kemampuan anak didik agar menjadi
manusia dewasa yang mampumenguasai ilu pengetahuan dan megembangkan
karyanya.Sebagai pembimbing guru berfungsi sebagai petunjuk jalan yang benar dalam
pertumbuhan dan perkembangan yang tepat bagi anak didiknya dengan mendorong dan
meningkatkan potensi kejiwaaan dan jasmaninya. Jadi guru diharapkan mampu sebagai
pembimbing bagi potensi yang dimiliki anakdidik sehingga terbentuk pribadi muslim yang
sejati. Bagi pembimbing dalam belajar mengajar guru diharapkan mampu untuk:
a. Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
b. Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya
c. Mengevaluasi keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya
d. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan
karakteristik pribadinya
e. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun secara
kelompok Guru sebagai contoh, dituntut untuk memberi contoh dan menjadi contoh.
Guru mampu menjadi orang yang mengerti pribadi siswa dengansegala problemnya.
Begitu besar peranan seorang guru dalam pendidikan oleh karena itu,Islam dangat
menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan termasuk guru agama, sehingga hanya
mereka sajalah yang pantas mencapai tarafketinggian dan keutuhan hidup. Sesuai dengan
Firman Allah dalam Surat al-Mujadalah ayat 11:
17
Yang artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Kepribadian guru yang dapat mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus
sehingga ia benar-benar terampil dalam tugasnya itu: a. Memahami dan menghargai tiap
potensi dari tiap murid b. Membina situasi sosial yag menliputi interaksi belajar mengajar
yang mendorong murid dalam meningkatkan kemmpuan memahami pentingnya kebersamaan
dan kesepahaman arah pemikiran atau perbuatan dikalangan murid. c. Membina perasaan
saling mengerti, saling menghormati, dan saling bertanggung jawab dan percaya
mempercayai antara guru dan murid.
Didalam proses belajar kepribadian guru agama akan terasa Nampak ketika berhadapan
dengan siswa. Sedangkan kepribadian merupakan unsur yang menentukan keakraban
hubungan guru dengan anak didk, yang akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam
membina dan membimbing anak didik. Kepribadian yang dimiliki seorang guru merupakan
faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Guru
bersikap dan berperilaku baik dapat memberikan suri tauladan/contoh, sebab apabila orang
telah melakukan perbuatan baik, sering dikatakan bahwa seseorang melakukan suatu
kepribadian yang baik. Sebaliknya, bila seseorang melakukan suatu perbuatan yang tidak
baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu mempunyai
kepribadian yang tidak baik.Oleh kaena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang
sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik.
Kepribadian juga menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah
akan menjadi perusak/ penghancur bagi masa depan anak didiknya. Maka dari itu,seorang
guru hendaknya memiliki kepribadian Muslim yang kuat supaya mereka disegani dan
disenangi serta akan memudahkan berhasilnya pendidikan.
18
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kepribadian Muslim atau sering disebut akhlak Islami yaitu prilaku seorang Muslim
yang merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan fitrah insani.
Kepribadian bagi seorang Muslim ialah yang senantiasa menjaga hatinya untuk selalu
taat kepada Allah dan berbahagia karena dekat kepada Allah sehingga memperoleh
sinarnya dengan senantiasa mengerjakan ibadah dan amal saleh lainya. sedangkan
hati yang kotor dan ingkar kepada Allah yang muncul dari anggota badanya adalah
sifat keji adalah bekas hati yang kotor dan gelap tanpa sinar.
2. Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan
nafsani.
3. Ciri-ciri kepribadian muslim yaitu: Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih), Shahihul
Ibadah (ibadah yang benar), Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh) , Qowiyyul Jismi
(kekuatan jasmani), Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir) , Mujahadatul
Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu), Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga
waktu), Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan), Qodirun Alal Kasbi
(memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri), Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi
orang lain).
4. Kepribadian juga menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang baik
ataukah akan menjadi perusak/ penghancur bagi masa depan anak didiknya. Maka
dari itu,seorang guru hendaknya memiliki kepribadian Muslim yang kuat supaya
mereka disegani dan disenangi serta akan memudahkan berhasilnya pendidikan
B. Saran-saran
Sebagai seorang muslim hendaknyalah kita mempunyai kepribadian muslim yang
tangguh, agar menjadi insal kamil yang dicintai Allah dan mahluq-Nya.
20
DAFTAR RUJUKAN
Abu Hamid Muhammad al Gazali, Ihya Ulumu al Din, Beirut, Dar al Fikri, 1980
Al Gazali, Ihya Ulumu al-Dien, bab, Keajaiban Hati, terj H, Ismail Ya’qub, Jakarta,
Faisan, 1984.
Abdul Mujib. M.Ag, dan Yusuf Muzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, th 2001.
——-, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, Bandung, Triganda Kama, 1992.
Afifi AE, A Mysical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Naudi
Rahman, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, Jakarta, Media Pratama, 1995.
Abd Rahman Ibnu Khaldun, Muqadimah min Kitab al-Ibar wa Diwan al-Mubtada wa
al-Khabar fi Ayyam al-Srab wa al-Ajam wa al-Bar Bar, Beirut, Dar al- Fikry, at.
Ahmad Fauzi, H, Drs, Psikologi Umum, Bandung, Pustaka Setia, 1999.
De Boli Tj, The History of the Philosophy in Islam, New York, Dower Publication
Inc, 1967.
Hanna Djimhana Bartaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi
Islami, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1997.
Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawufdan psikologi, Telaah atas pemikiran Psikologi
Humanistik Abraham Maslow, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.
Ibnu Qayyim al-Jauhiyah, Keajaiban Hati, Jakarta, Pustaka Ahazam, 2000.
Ibnu Abd Allah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu al-Mughirah Ibn Badizhah al Ya’fi al-
Bukhary, Yaman,Shahih al-Bukhari, Semarang, Thaha Putra, At.
Maslaw Abraham, Motivasi dan Kepribadian, terj Nurul Iman, Bandung, Pustaka Binaan
Pressindo, 1993.
Muhammad Ustman Najali, Dr, Jiwa Dalam Pandangan Para Filusuf Muslim, terj Gazi
Saloom, SPI, Bandung, th 2002.
Mansur Ali Rajab, Taam Mulut fi Falsafah al-Akhlak, Mesir, Maktabah al-Anjatu al-
Mishriyah, 1961.
Maan Zidadat, dkk, Al-Mausuat al-Falasifiyah al-Arabiyah, Imma al-Araby, 1986.
Sayyid Mujtaba Musafi Hari, Psikologi Hidayah, 1990.
Victor Said Basil, Manhaj al-Babs Amal Ma’rifah Inda al-Ghazali, Beirut, Dar al- Kutub.
Zakiah Derajat. Kesehatan Mental, Jakarta, Gunung Agung, 1970.
21
top related