kesiapan industri perhotelan dalam memasuki akuntansi...
Post on 06-Apr-2018
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
Persoalan lingkungan merupakan isu yang semakin menarik untuk dibahas
seiring dengan berkembangnya bisnis usaha. Pentingnya kelestarian lingkungan
hidup (alam) telah menjadi agenda utama bagi semua pelaku bisnis di berbagai
sektor. Dewasa ini dunia perekonomian mulai merambat ke arah ramah
lingkungan seperti yang dikenal dengan ekonomi hijau (green economy) pada
umumnya dan akuntansi lingkungan atau akuntansi hijau (green accounting) pada
khususnya.
Di Indonesia sendiri perekonomian telah diarahkan kepada ekonomi hijau
sejak Juni 2012. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Konferensi Tingkat
Tinggi Rio+20 menyatakan akan membawa perubahan dalam perilaku ekonomi
yang serakah menuju ekonomi hijau. Indonesia juga akan berperan aktif untuk
mewujudkan tata akuntansi hijau dalam pembangunan berkelanjutan dan juga
untuk menghapus tingkat kemiskinan (Lako, 2012[a]). Keseriusan ini kemudian
ditandai salah satunya dengan hadirnya Peraturan Presiden No. 16, Tahun 2012
mengenai Rencana Umum Penanaman Modal yang di dalam pendahuluannya
pada paragraf ke 7 diungkapkan “Dalam RUPM juga ditetapkan bahwa arah
kebijakan pengembangan penanaman modal harus menuju program
pengembangan ekonomi hijau (green economy), dalam hal ini target pertumbuhan
ekonomi harus sejalan dengan isu dan tujuan-tujuan pembangunan lingkungan
hidup, yang meliputi perubahan iklim, pengendalian kerusakan keanekaragaman
hayati dan pencemaran lingkungan serta penggunaan energi baru dan terbarukan”.
2
Selain itu, untuk lebih memfokuskan kepada akuntansi hijau, usaha
pemerintah ditunjukkan dengan adanya program khusus yang diadakan oleh
Kementrian Negara Lingkungan Hidup untuk mendorong perusahaan dalam
menata pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Program ini
dikenal sebagai PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) yang
kriterianya disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan (Lampiran, Tabel
1), di mana penghargaan yang diberikan dapat mendorong perusahaan untuk taat
terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan
(http://www.menlh.go.id).
Sebagai dampak dari perubahan menuju ekonomi hijau ini, maka akuntansi
pun perlu diperbaharui menjadi akuntanasi hijau. Selama ini sejumlah pihak
menuding bahwa akuntansi dan para akuntan merupakan sebab terjadinya krisis
sosial dan lingkungan. Laporan akuntansi hanya menyajikan informasi finansial
yang terkait dengan pembentukan modal serta keuntungan, sementara informasi
yang menyangkut sosial (people) dan lingkungan (planet) dikesampingkan. Hal
inilah yang kemudian dianggap menyesatkan bagi para pengguna laporan
keuangan dan juga bagi pengambil keputusan (Lako, 2012[a]).
Saat ini belum banyak terdapat perusahaan yang menyajikan tanggung
jawabnya terhadap lingkungan hidup di dalam laporan keuangan. Hal ini mungkin
disebabkan karena perusahaan masih kurang paham akan pentingnya kelestarian
lingkungan hidup, atau terlalu mempertimbangkan unsur biaya dan manfaat (cost
and benefit) yang diperoleh apabila menyajikan aspek lingkungan hidup dalam
laporan keuangan. Perusahaan yang mencantumkan unsur lingkungan hidup
3
dalam laporan keuangannya masih bersifat sukarela (http://repository.unhas.ac.id).
Belum adanya kerangka konseptual maupun standar akuntansi yang berbau
akuntasi lingkungan juga menjadi salah satu penyebab mengapa perusahaan masih
belum berpartisipasi penuh dalam mengungkapkan aspek lingkungan hidup dalam
laporan keuangnnya (Lako, 2012[a]).
Perekonomian di Indonesia salah satunya ditunjang oleh adanya sektor
pariwisata. Kepariwisataan menjadi sektor yang memberikan dampak besar
terhadap pertumbuhan ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Sub-
Direktorat (Kasubdit) Satistik Pariwisata BPS, Eko Marsono dalam
http://www.suarapembaruan.com, 2012, “saat ini sektor yang paling besar
mendapatkan nilai tambah PDB dari pariwisata adalah hotel yang mencapai
95,13%”. Menurut Siaran Pers Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam
http://www.parekraf.go.id, 18 Maret 2014, dalam beberapa tahun terakhir sektor
pariwisata memberikan kontribusi yang semakin besar terhadap perekonomian
nasional. Hal ini terbukti pada saat perekonomian nasional mengalami krisis
global di tahun 2013 ketika penerimaan ekspor mengalami penurunan yang tajam,
namun sektor pariwisata mengalami peningkatan kontribusi dari 10% menjadi
17% dari total ekspor barang dan jasa Indonesia. Hal ini menjadikan sektor
pariwisata menjadi penyumbang terbesar devisa yaitu dari peringkat 5 menjadi
peringkat 4 dengan penghasilan devisa sebesar 10 milyar USD. Kontribusinya
secara langsung terhadap PDB mencapai 3,8% dan apabila memperhitungkan efek
penggandaanya, kontribusi pariwisata pada PDB mencapai sekitar 9%.
Penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata mencapai 10,18 juta orang atau
4
8,9% dari total jumlah pekerja, menjadikannya sektor pencipta tenaga kerja
terbesar keempat.
Bali merupakan salah satu tujuan wisata favorit tidak hanya di Indonesia
saja namun juga di seluruh dunia. Bali konsisten untuk menjadikan sektor
pariwisata sebagai sektor andalan diantaranya adalah industri perhotelan
(http://bali.bps.go.id). Menurut Manajer Skyscanner, Ira Noviani dalam
http://www.lensaindonesia.com, Bali merupakan salah satu kota (selain Jakarta
dan Surabaya) yang tercatat sebagai tujuan wisata yang banyak dicari wisatawan.
Skyscanner sendiri merupakan sebuah situs pencarian perjalanan terkemuka yang
dapat mencatat temuan-temuan penting dari dunia pariwisata. Sebagai contoh,
Skyscanner dapat mengetahui wilayah mana saja yang sedang menjadi tujuan
wisata favorit pada kurun waktu tertentu, yang diketahui melalui pencarian tiket
murah melalui penggunaan aplikasi Skyscanner. Sama halnya dengan yang
diungkapkan oleh Putri Indonesia, Nabilla Shabrina dalam
http://www.beritasatu.com bahwa Bali merupakan salah satu sektor pariwisata
Indonesia yang dikenal dunia yang menjadi salah satu sektor penyumbang devisa
terbesar Indonesia.
Untuk menanggapi perubahan menuju ekonomi hijau yang pada akhirnya
menerapkan akuntansi hijau dalam laporan keuangan, penelitian ini terlebih
dahulu ingin melihat apakah industri perhotelan di Propinsi Bali sebagai salah
satu sektor yang menunjang perekonomian Indonesia, siap dalam menghadapi
perubahan menuju akuntansi hijau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kesiapan industri perhotelan terhadap lingkungan hidup untuk selanjutnya dapat
5
melangkah menuju akuntansi hijau. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada industri perhotelan mengenai pentingnya tindakan
berdasarkan inisiatif terhadap lingkungan hidup untuk mendukung
berlangsungnya usaha yang berkelanjutan dalam era akuntansi hijau. Bagi para
akademisi, diharapkan dapat memberikan referensi untuk melakukan penelitian
yang sama selanjutnya. Bagi peneliti sendiri, diharapkan dapat memberikan
pemahaman mengenai akuntansi hijau dan juga mengenai pengelolaan lingkungan
hidup pada industri perhotelan. Bagi para pembaca, diharapkan dapat menambah
wawasan mengenai akuntansi hijau.
II. KAJIAN PUSTAKA
Akuntansi Hijau
Indonesia saat ini sedang melakukan perubahan tatanan
perekonomian yaitu menuju ekonomi hijau. Ekonomi hijau sendiri
merupakan suatu pandangan baru sistem ekonomi yang mengarahkan
design dan implementasi struktur dan proses perekonomian suatu negara
ke arah yang lebih ramah lingkungan dengan mengintegrasikan tujuan dan
aspek-aspek ekonomi dengan aspek lingkungan secara terpadu dan
berkelanjutan. Tujuan dari ekonomi hijau adalah untuk mencegah
eksploitasi ekonomi terhadap aspek-aspek lingkungan yang menjadi pilar
keberlanjutan ekonomi dan bisnis, serta mempunyai sasaran agar
kerusakan lingkungan dapat dicegah, eksploitasi sumber daya alam dan
lingkungan tidak terjadi secara serakah dan daya dukung alam terhadap
6
aktivitas perekonomian dan bisnis tetap kuat dan berkelanjutan. Di dalam
perekonomian, hal ini tentu saja memberikan dampak bagi perlakuan
akuntansi, sehingga seiring dengan berkembangnya perubahan menuju
ekonomi hijau, maka dikenallah akuntansi hijau (Lako,2012[b]).
Akuntansi Hijau adalah suatu paradigma baru dalam bidang
akuntansi yang menganjurkan bahwa fokus dari proses akuntansi tidak
hanya tertuju pada transaksi keuangan untuk menghasilkan laporan laba
atau rugi suatu entitas korporasi, melainkan juga pada transaksi-transaksi
atau peristiwa sosial (people) dan lingkungan (planet). Tujuan umum
pelaporan dari akuntansi hijau adalah agar para pemangku kepentingan
dapat mengetahui secara utuh informasi tentang kualitas manajemen dan
perusahaan dalam pengelolaan bisnis dan ramah lingkungan. Serta tujuan
khususnya adalah agar para stakeholder mengetahui dan menilai kinerja,
resiko dan prospek suatu korporasi sebelum mengambil keputusan (Lako,
2012[a]).
Kesiapan Industri Perhotelan di Bali Dalam Memasuki Era Akuntansi
Hijau
Menurut Dalem dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Sistem
Manajemen Lingkungan, Tri Hita Karana dan Implementasinya pada
Hotel”, (http://ojs.unud.ac.id), salah satu strategi pencapaian tujuan
mengenai pengelolaan lingkungan hidup adalah dengan penerapan Sistem
Manajemen Lingkungan (SML) atau Environmental Management System
(EMS) yang didasarkan pada filosofi dimensi kehidupan masyarakat Bali
7
yaitu Tri Hita Karana. Tri Hita Karana mengandung 3 unsur utama yaitu
Parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan
sesama manusia), serta Pelemahan (hubungan manusia dengan lingkungan
alam). SML menurut ISO 14001 (butir 3.5) didefinisikan sebagai bagian
dari sistem manajemen secara keseluruhan yang termasuk didalamnya
struktur organisasi, aktivitas perencanaan, pertanggung jawaban,
pelaksanaan (practices), prosedur, proses dan sumber daya untuk
pengembangan, implementasi, pencapaian, reviewing, serta
menetapkan/penetapan kebijakan lingkungan. Untuk memudahkan
pelaksanaan SML maka perlu dibentuk Team. Manajemen puncak
haruslah membuak Kebijakan Lingkungan (Environmental Policy). Jika
bukan manajemen puncak yang bertanggung jawab atas kebijakan
lingkungan maka bisa saja hanya sebagian kecil dari operasional
perusahaan yang tersentuh oleh kebijakan berwawasan lingkungan ini.
Diharapkan kebijakan lingkungan ini memiliki dampak yang menyeluruh
apabila manajemen puncak yang bertanggung jawab. Kebijakan ini
haruslah (1) cocok dengan skala dan jenis kegiatan, (2) berisi komitmen
terhadap perbaikan yang berkelanjutan serta pencegahan polusi, (3)
mempunyai komitmen menaati peraturan perundangan yang berlaku, (4)
mempunyai kerangka kerja (frame work) untuk menetapkan (setting) serta
reviewing tujuan (objective) serta target lingkungan yang ingin dicapai, (5)
didokumentasikan, diimplementasikan dan dipertahankan/ditetapkan serta
dikomunikasikan terhadap semua tenaga kerja, (6) terbuka untuk umum
8
(available to the public-ISO 14001), (7) kebijakan lingkungan harus
mencerminkan keseimbangan antara ketiga unsur Tri Hita Karana. Dalam
perencanaannya, organisasi haruslah membuat dan menetapkan prosedur-
prosedur dalam mengidentifikasi lingkungan dari aktivitasnya. Produk dan
jasa apa saja yang dapat memberikan dampak penting bagi lingkungan,
menjamin bahwa aspek-aspek yang mempunyai dampak lingkungan ini
dimasukkan dalam pertimbangan dalam penetapan tujuan/sasaran
lingkungan (environmental objective). Perlu adanya tanggung jawab serta
otoritas masing-masing pihak yang terdefinisi secara jelas dalam
pengimplementasian rencana kerja. Sehingga dapat didokumentasikan
serta dikomunikasikan agar mampu memfasilitasi manajemen lingkungan
yang efektif. Pihak manajemen harus mampu menyediakan sumber daya
manusia yan mempunyai keterampilan khusus di bidang teknologi dan
finansial.
Sikap atau langkah yang diambil ditandai sebagai dorongan
internal; mengefisiensikan sumber daya, fokus terhadap produktivitas
termasuk didalamnya memotivasi karyawan, mendeteksi dan
meminimalisasikan faktor resiko lingkungan sehingga dapat pula
meminimalisasikan kewajiban/tanggung jawab dari dampak lingkungan
(Morrow & Rondinelli, 2002 dalam Bonilla-Priego et al, 2011).
Secara umum dari semua langkah tersebut adalah untuk membuat
internal perusahaan kuat, dengan harapan mendapatkan reputasi dan citra
perusahaan yang baik. Pentingnya penempatan tanggung jawab kepada
9
lingkungan oleh pemilik saham, telah memindahkan komunikasi
lingkungan dari sistem sukarela dan tidak teratur ke suatu bagian yang
diharapkan dapat mengambil tindakan yang tepat dan di saat yang
bersamaan juga mampu membuat laporan yang dapat menjunjung tinggi
kredibilitas dan transparan (Bonilla-Priego et al, 2011).
III. METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah orang-orang yang
bekerja/berada dalam manajemen perhotelan yang ada di Propinsi Bali,
khususnya perhotelan yang berada di wilayah Kuta, Kabupaten Badung
dan wilayah Ubud, Kabupaten Gianyar. Populasi diambil di daerah
tersebut karena pada kedua kabupaten ini merupakan daerah yang
memiliki jumlah hotel terbanyak dibandingkan 8 kabupaten lainnya yang
berada di Pulau Bali (Lampiran, Tabel 2). Adapun pertimbangan lain
adalah kriteria hotel yang akan dijadikan penelitian yaitu hotel dengan
kategori golongan bintang 3, bintang 4 dan bintang 5. Dalam penelitian ini
tidak dimasukkannya hotel bintang 1 dan bintang 2 dengan pertimbangan
jumlah hotel bintang 1 dan bintang 2 di wilayah Kuta dan Ubud tidak
terlalu banyak (Lampiran, Tabel 2). Khususnya di Kabupaten Badung,
jumlah hotel bintang 1 yaitu sebesar 13 hotel dan jumlah hotel bintang 2
yaitu sebesar 12 hotel, tidak mencapai 50% dari jumlah hotel bintang 3
yaitu sebesar 32 hotel (jumlah hotel bintang 3 merupakan yang paling
sedikit dibandingkan dengan jumlah hotel bintang 4 dan bintang 5).
10
Alasan lain yaitu untuk mengurangi populasi dan sampel karena terdapat
keterbatasan akses dalam melakukan penelitian..
Metode sampling adalah dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu sampel yang diambil secara sengaja sesuai dengan
karakteristik tertentu (Mardalis, 2003). Karakteristik sampel dalam
penelitian ini merupakan orang yang bekerja/berada dalam manajemen
perhotelan dan mempunyai kedudukan dalam manajemen hotel serta
mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan terhadap hal-hal yang
menyangkut lingkungan khususnya lingkungan hidup. Teknik sampling ini
bertujuan untuk melihat adanya kesiapan dari manajemen hotel dalam
memasuki era akuntansi hijau.
Penelitian ini menggunakan sumber data primer dengan cara
pengisian kuesioner dan wawancara. Kuesioner adalah teknik
pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan
orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang
diperlukan. Sedangkan wawancara merupakan teknik pengumpulan data
yang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan pada peneliti (Mardalis, 2003).
Indikator kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bonilla-Priego et al,
2011, di Uni Eropa untuk melihat kemampuan hotel dalam keterlibatannya
11
didalam pengelolaan lingkungan hidup secara terstruktur untuk
memungkinkan perbaikan kinerja. Dalam penelitiannya tersebut terdapat 3
indikator yaitu ; (1) indikator yang digunakan untuk mengukur orientasi
lingkungan internal, (2) indikator yang digunakan untuk mengukur
orientasi lingkungan eksternal, (3) indikator untuk mengukur strategi dan
manajemen organisasi. Untuk indikator yang ke 3 akan disertakan juga
beberapa variabel pertanyaan secara terpisah mengenai proses manajemen
lingkungan untuk membantu mengukur indikator ini.
Metode pengumpulan dan analisis data yang dilakukan dalam
analisis ini adalah :
1. Langkah awal berupa tahap konseptual, yaitu menentukan indikator
(diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Bonilla-Priego et al, 2011,
di Uni Eropa yang bertujuan untuk melihat kemampuan hotel dalam
keterlibatannya di dalam pengelolaan lingkungan hidup secara
terstruktur untuk memungkinkan perbaikan kinerja) yang terdiri dari
variabel-variabel pertanyaan untuk mengukur orientasi lingkungan
internal dan ekternal serta strategi dan manajemen organisasi (menjadi
3 indikator).
2. Indikator yang terdiri dari variabel-variabel pertanyaan kemudian
disajikan kedalam suatu kuesioner dan diisi oleh responden yang
kriterianya telah ditentukan sebelumnya, yaitu orang yang mempunyai
kedudukan dalam manajemen hotel serta mempunyai wewenang dalam
12
pengambilan keputusan terhadap hal-hal yang menyangkut lingkungan
hidup.
3. Tiap-tiap variabel pertanyaan yang membentuk indikator kemudian
dinilai sesuai dengan alokasi bobot pertimbangan dari responden
(dengan memberikan nilai antara 1-10, dan apabila dikumulatifkan
jumlahnya = 10).
4. Dari hasil alokasi bobot pertimbangan, kemudian dilakukan
perhitungan rata-rata dari tiap-tiap variabel pertanyaan dan kemudian
dibuat menjadi bentuk prosentase.
5. Dari hasil yang didapatkan dari poin 4, maka dilakukan analisis data
dengan menggunakan statistik deskriptif untuk memaknai data yang
didapat dari hasil penelitian.
6. Untuk mengukur kesiapan dari tiap indikator ;
a. Indikator orientasi internal : apabila prosentase rata-rata memiliki
nilai lebih besar atau sama dengan 17%.
∑ total prosentase indikator 100%
∑ variabel pertanyaan = 3 = 17%
2 2
b. Indikator orientasi eksternal : apabila prosentase rata-rata memiliki
nilai lebih besar atau sama dengan 8%.
∑ total prosentase indikator 100%
∑ variabel pertanyaan = 6 = 8%
2 2
c. Indikator strategi dan manajemen organisasi : apabila orientasi rata-
rata memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 7%.
13
∑ total prosentase indikator 100%
∑ variabel pertanyaan = 7 = 7%
2 2
7. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, dilakukan juga
wawancara untuk lebih mendukung data kuantitatif yang telah
didapatkan melalui kuesioner.
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Kuta dan Ubud adalah daerah tempat pengambilan sampel dalam
penelitian ini. Kuta dikenal sebagai kawasan yang tidak pernah tidur.
Segala bentuk hiburan ditawarkan seperti bar dan venue dengan live music
di sepanjang Jalan Legian, ditambah lagi dengan keindahan alam yang
tersajikan di Pantai Kuta. Berbeda dengan Ubud yang lebih menampilkan
suasana pedesaan dan berhawa sejuk, membuat Ubud menjadi pilihan
utama bagi mereka yang ingin merasakan kentalnya kebudayaan Bali dan
spiritualnya (Amorita et al, 2013).
Deskriptif Hotel dan Responden
Dalam penelitian ini, terdapat 28 responden yang telah melakukan
pengisian kuesioner dan termasuk di dalamnya, sebanyak 12 responden
telah bersedia untuk diwawancara.
14
TABEL 1
KLASIFIKASI HOTEL MENURUT GOLONGAN BINTANG
BINTANG JUMLAH
(Hotel)
PROSENTASE
3 (Tiga) 1 4%
4 (Empat) 24 86%
5 (Lima) 3 11%
TOTAL 28 100%
SAMPLE PENELITIAN
DESKRIPTIF JUMLAH
(Orang)
PROSENTASE
JENIS
KELAMIN
Pria 19 68%
Wanita 9 32%
TOTAL 28 100%
UMUR
(Tahun)
20-29 6 21%
30-39 11 39%
40-49 8 29%
≥50 3 11%
TOTAL 28 100%
Sumber : hasil olahan data Maret, 2014
Sebagian besar (lebih dari 50%) pengambilan data kuesioner
diperoleh dari hotel bintang 4 (86%). Sebesar 11% berasal dari hotel
bintang 5 dan 4% sisanya berasal dari bintang 3. Apabila dilihat
berdasarkan jenis kelamin, dari 28 responden, prosentase yang paling
tinggi adalah pria, yaitu sebesar 68% dibandingkan dengan yang berjenis
kelamin wanita yang hanya mempunyai prosentase sebesar 32%. Jika
dilihat berdasarkan umur, responden yang berumur antara 20-29 tahun
mempunyai prosentase sebesar 21%, umur 30-39 tahun sebesar 39%
(tertinggi), umur 40-49 tahun sebesar 29% dan yang berumur sama dengan
atau lebih dari 50 tahun mempunyai prosentase sebesar 11%.
15
Orientasi Lingkungan Internal
Secara umum, industri perhotelan telah melakukan pengelolaan
lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan (Lampiran, Tabel 1).
Namun seiring dengan berubahnya praktek ekonomi menjadi ekonomi
hijau, apakah orientasi perusahaan dalam melakukan pengelolaan
lingkungan karena didorong oleh tuntutan hukum yang berlaku, atau
semata-mata untuk penghematan biaya, ataukah memang karena telah
berubah ke arah peduli terhadap lingkungan?
TABEL 2
ORIENTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP HOTEL SECARA INTERNAL
INDIKATOR PROSENTASE
Tujuan lingkungan hidup dalam
perusahaan didefinisikan dengan
mempertimbangkan kepatuhan hukum.
36%
Tujuan lingkungan hidup dalam
perusahaan didefinisikan dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan
hidup yang signifikan.
32%
Motivasi utama penerapan sistem
pengelolaan lingkungan hidup adalah
untuk penghematan biaya.
33%
TOLAK UKUR KESIAPAN 17%
Sumber : hasil olahan data Maret, 2014
Orientasi pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh manajemen
hotel apabila dilihat secara internal, pada umumnya dilakukan hanya untuk
mematuhi hukum mengenai lingkungan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah (prosentase tertinggi sebesar 36%). Hal ini dilakukan untuk
menghindari baik sanksi hukum ataupun sanksi denda, sehingga
mempunyai kaitan erat dengan besarnya prosentase tertinggi kedua
(sebesar 33%) yaitu pengelolaan lingkungan dilakukan dengan
16
mempertimbangkan penghematan biaya. Selain itu, sesuai dengan hasil
wawancara, dikatakan bahwa manajemen hotel juga melakukan
penghematan biaya dengan cara melakukan daur ulang, seperti contoh
sampah dedaunan dikumpulkan yang kemudian oleh pihak ketiga diolah
kembali menjadi kertas buram yang kemudian digunakan kembali oleh
pihak hotel. Begitu pula dengan pengelolaan limbah cair, dilakukan daur
ulang untuk kembali digunakan pihak hotel untuk menyiram tanaman.
Tidak jauh berbeda dengan hasil prosentase dengan tujuan pengelolaan
lingkungan yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan
yang signifikan (32%), hal ini dikarenakan pihak manajemen hotel juga
harus memperhatikan kebersihan dan kelestarian lingkungan yang berada
di area sekitar hotel, untuk kenyamanan dan kesehatan penduduk yang
bermukim didekat hotel berada. Ketiga indikator mempunyai kapasitas
prosentase yang tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena ketiga
indikator saling berkaitan erat. Manajemen hotel melakukan pengelolaan
lingkungan yang didasarkan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sehingga mendorong mereka untuk melakukan pengelolaan
lingkungan dengan baik dan akan berpengaruh terhadap biaya yang
dikeluarkan untuk pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan yang
berujung kepada keselarasan terhadap kehidupan penduduk di sekitar
hotel.
17
Orientasi Lingkungan Eksternal
Pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh manajemen hotel
tidak hanya dipertimbangkan oleh faktor internal saja, melainkan juga
faktor eksternal. Pengaruh dari pertimbangan faktor eksternal tidak kalah
pentingnya karena bersangkutan dengan pihak lain/pihak ketiga, baik yang
berhubungan langsung (seperti para pemegang saham, pemberi pinjaman
dan pemasok) maupun yang tidak berhubungan langsung (seperti
masyarakat, organisasi dan pemerintah). Selain strategi manajemen hotel,
pandangan/penilaian pihak ketiga terhadap hotel juga berpengaruh
terhadap keberlanjutan usaha hotel itu sendiri.
TABEL 3
ORIENTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP HOTEL SECARA EKSTERNAL
INDIKATOR PROSENTASE
Motivasi utama dalam menerapkan sistem
manajemen lingkungan hidup adalah untuk
menanggapi tekanan pasar/pelanggan
21%
Motivasi utama dalam menerapkan sistem
manajemen lingkungan hidup adalah untuk
mendapatkan keuntungan pasar yang kompetitif
18%
Secara teratur mensponsori/berkolaborasi dengan
organisasi-organisasi yang bergerak di bidang
konservasi lingkungan hidup
18%
Menggunakan kebijakan dan tindakan lingkungan
hidup sebagai suatu strategi komersial (label
kualitas lingkungan dan sertifikasi)
14%
Pemasok mempunyai akses kepada kebijakan
lingkungan hidup perusahaan
16%
Tujuan lingkungan hidup diatur dengan
mempertimbangkan pendapat dari pemangku
kepentingan (klien, pemasok, dll)
14%
TOLAK UKUR KESIAPAN 8%
Sumber : hasil olahan data Maret, 2014
Prosentase tertinggi yaitu sebesar 21%, mengatakan bahwa
motivasi utama manajemen hotel dalam menerapkan sistem pengelolaan
18
lingkungan adalah untuk menanggapi tuntutan dari pelanggan/pasar.
Sebagian besar turis/wisatawan asing memilih berkunjung ke Indonesia
untuk berlibur karena mempunyai ketertarikan terhadap kekayaan ethnik
budaya yang ada. Sebagai contoh, hasil dari salah satu wawancara,
terdapat hotel yang dalam menyajikan makanan kepada pelanggan,
menggunakan piring yang terbuat dari anyaman rotan, dan sebagai alas
makanan diatas piring anyaman rotan tersebut, digunakan potongan daun
pisang yang telah dibersihkan. Hal ini cukup menarik perhatian para
wisatawan. Cara ini dapat membantu manajemen hotel dalam menghemat
bahan kimia seperti sabun untuk mencuci piring, yang akhirnya berujung
kepada penghematan biaya dan dapat mengurangi kadar limbah cair. Cara
lain yang dilakukan oleh manajemen hotel yaitu dengan memperluas
taman yang ditumbuhi pohon-pohon besar yang rindang serta tanaman-
tanaman hias lainnya. Menyediakan fasilitas-fasilitas outdoor yang dapat
memanjakan para pengunjung seperti restoran dan tempat spa. Hal ini
disebabkan karena kebanyakan wisatawan asing menginginkan nuansa
alam, dan mayoritas pengunjung hotel di Provinsi Bali adalah wisatawan
asing.
Prosentase terbesar kedua terdiri dari dua indikator (yaitu sebesar
18%). Motivasi lain mengapa manajemen hotel melakukan pengelolaan
lingkungan adalah untuk mendapatkan keuntungan/keunggulan yang
kompetitif. Bersamaan dengan dilakukannya aktivitas ramah lingkungan
bersama pihak ketiga (mensponsori/berkolaborasi).
19
Segala bentuk bisnis usaha pasti mempunyai tantangan baik dari
dalam maupun luar, yang memaksa suatu bisnis ini membentuk strategi
agar dapat bertahan dan bersaing. Begitu pula dengan bisnis perhotelan.
Tantangan terbesar adalah bagaimana mereka dapat mempertahankan dan
bersaing dalam menyediakan pelayanan jasa kepada para
pengunjung/pelanggan. Berkaitan dengan indikator yang mempunyai
prosentase tertinggi pertama yaitu menanggapi tekanan pasar/pelanggan,
maka manajemen perhotelan perlu melakukan strategi, dalam hal ini
adalah bidang pengelolaan lingkungan, secara internal maupun eksternal.
Secara internal seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan indikator
prosentase tertinggi pertama yaitu dengan meningkatkan mutu dan kualitas
baik dalam pelayanan maupun fasilitas, dan secara eksternal yaitu dengan
melakukan kolaborasi/kerjasama dengan pihak ketiga yang bergerak di
bidang lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara, manajemen hotel juga
bekerjasama dengan masyarakat setempat, bersama-sama menjaga
kebersihan dan kerapihan lingkungan sekitar hotel dan daerah tempat
masyarakat bermukim. Pihak hotel sendiri sering melakukan kegiatan-
kegiatan seperti penanaman pohon dan juga pembersihan sampah sekitar
pantai yang dilakukan baik bersama organisasi yang bergerak di bidang
kepedulian lingkungan hidup dan juga masyarakat. Hal ini rutin dilakukan
biasanya dua kali dalam setahun.
Prosentase terbesar ketiga (16%) yaitu pemasok mempunyai akses
terhadap kebijakan perusahaan dalam hal pengelolaan lingkungan.
20
Pemasok merupakan penyedia baik barang maupun jasa. Penyedia barang
seperti bahan-bahan makanan tentu saja harus memperhatikan standarisasi
dari pihak hotel. Penyedia berupa jasa, seperti outsourcing tenaga kerja
keamanan (security) atau kebersihan (cleaning service) dianggap penting
untuk dapat mengetahui kebijakan pengelolaan lingkungan yang diatur
oleh manajemen hotel, terutama cleaning service. Namun demikian, pihak
outsourcing sendiri telah mempunyai kriteria atau standar tertentu atau
bahkan sama dengan pihak manajemen hotel, sehingga tidak sulit untuk
menyesuaikan dengan kriteria atau standar dari pihak hotel, apabila
terdapat perbedaan. Inilah sebabnya indikator ini tidak mempunyai
prosentase yang terlalu tinggi.
Indikator yang mempunyai prosentase paling sedikit, yaitu sebesar
14% terdiri dari 2 indikator, yaitu menggunakan kebijakan dan tindakan
pengelolaan lingkungan sebagai suatu strategi komersial (untuk
mendapatkan penghargaan, label kualitas ataupun sertifikasi), dan tujuan
lingkungan diatur dengan mempertimbangkan pendapat dari pemangku
kepentingan (seperti klien dan pemasok). Kebanyakan manajemen hotel
memberi penilaian paling sedikit atas kedua indikator ini. Mereka
menganggap bahwa pengelolaan lingkungan yang dilakukan tidak
bertujuan untuk hal yang bersifat komersial. Begitu juga dengan
pertimbangan pendapat dari pemangku kepentingan. Pihak manajemen
hotel menganggap bahwa pengelolaan lingkungan merupakan kesadaran
yang memang mutlak dilakukan dalam menjalankan usahanya. Namun
21
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tiap-tiap hotel tetap berkeinginan
untuk mengikuti program-program, khususnya program lingkungan, yang
kemudian menghasilkan sebuah pengakuan baik berupa penghargaan
maupun sertifikasi. Hal ini secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai
penunjang daya jual hotel itu sendiri. Demikian halnya dengan pendapat
dari pemangku kepentingan. Dari segi pengelolaan lingkungan sendiri
mungkin mempunyai kapasitas yang lebih sedikit untuk dijadikan
pertimbangan dalam hal pengambilan keputusan bagi pihak manajemen
hotel untuk dimasukkan ke dalam kebijakan pengelolaan lingkungan,
namun walau bagaimanapun, pihak manajemen sendiri harus tetap
memperhitungkan pendapat dari pemangku kepentingan untuk
keberlangsungan usaha.
Strategi dan Manajemen Organisasi
Item ini untuk mengukur bagaimana manajemen hotel
berkomunikasi secara internal dalam melakukan pengelolaan lingkungan,
sebagai suatu proses dan strategi dalam melakukan pengelolaan
lingkungan. Tabel 4 merupakan pengukuran mengenai “Proses
Manajemen Lingkungan” yang terdapat dalam manajemen hotel. Hal ini
untuk menilai apakah telah terdapat manajemen/divisi tersendiri untuk
menangani persoalan lingkungan. Dan dari ke 6 komponen pertanyaan ini
selanjutnya akan digunakan (digabung dan dibuat menjadi satu indikator,
yaitu indikator Proses Manajemen Lingkungan) untuk mengukur Strategi
dan Manajemen Organisai pada Tabel 5.
22
TABEL 4
PROSES MANAJEMEN LINGKUNGAN HIDUP
INDIKATOR JAWABAN +1 +0 Total JAWABAN
Apakah ada orang yang bertanggung jawab
terhadap manajemen lingkungan hidup?
+1 apabila Ya
+0 apabila Tidak
24 4 28 0,86
Ada berapa tingkat manajemen diantara
manajer lingkungan hidup dengan
manajer umum hotel?
4 - jumlah tingkat manajemen
Max. 3 point
Min. 0 point
6* 0* 0* 0,21
Apakah manajer lingkungan hidup
merupakan bagian dari tim manajemen
hotel?
+1 apabila Ya
+0 apabila Tidak
26 2 28 0,93
Apakah ada komite lingkungan hidup di
hotel?
+1 apabila Ya
+0 apabila Tidak
15 13 28 0,54
Siapa yang memutuskan tujuan pengelolaan
lingkungan hidup?
+1 jika dilakukan oleh komite
manajemen lingkungan hidup atau
tim manajemen hotel
+0 jika diputuskan oleh manajer
lingkungan hidup sendiri
26 2 28 0,93
Apakah yang diputuskan pertama kali?
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup atau
anggaran?
+1 apabila tujuan pengelolaan
lingkungan hidup
+0 apabila anggaran
12 16 28 0,39
TOTAL Max. 8, Min. 0 3,86
*3x2
Sumber : hasil olahan data Maret, 2014
Kebanyakan manajemen hotel mempunyai bagian (sub divisi)
tersendiri di dalam manajemennya yang memiliki tanggung jawab dalam
pengelolaan lingkungan (sekalipun tidak berdiri secara khusus sebagai
suatu divisi/departemen yang bertanggung jawab terhadap manajemen
lingkungan). Sehingga pengambilan keputusan didasarkan atas
pertimbangan bersama divisi yang membawahi bagian (sub divisi) ini. Hal
ini ditunjukkan oleh tiga komponen pertanyaan yang mempunyai
prosentase terbesar yaitu 9%.
Dari sub divisi ini, ada yang merupakan komite. Seperti yang
diungkapkan dalam wawancara, bahwa terdapat beberapa hotel yang telah
mempunyai komite khusus untuk bagian pengelolaan/pemeliharan
23
lingkungan hidup, namun komite ini tetap berada dibawah sebuah divisi,
seperti Human Resources Departemen atau yang lainnya seperti Hotel
Engineering (Insinyur Hotel), sehingga pengambilan keputusan diambil
berdasarkan pertimbangan bersama komite lingkungan dan divisi yang
membawahinya (HRD atapun Insinyur Hotel). Adapun yang bukan
merupakan komite, yaitu langsung ditangani oleh divisi, seperti HRD atau
Insinyur itu sendiri (melakukan pekerjaan ganda atau multitasking). Dapat
dilihat pada komponen pertanyaan yang mempunyai prosentase sebesar
5%, manajemen hotel baik yang mempunyai komite maupun yang tidak,
hampir mempunyai jumlah jawaban yang sama.
Komponen pertanyaan yang mempunyai prosentase pertama dan
kedua tertinggi diatas, mempunyai hubungan terhadap prosentase ketiga
tertinggi yaitu sebesar 4%, mengenai keputusan yang dibuat pertama kali
oleh manajemen hotel. Sebagian besar mengatakan bahwa yang
diputuskan pertama kali adalah anggaran. Itulah sebabnya kebanyakan
hotel tidak mempunyai manajemen sendiri untuk mengurusi pengelolaan
lingkungan. Alasan paling mendasar adalah munculnya biaya. Apabila
terdapat manajemen sendiri untuk lingkungan, itu berarti pihak hotel harus
menambah karyawan/tenaga kerja yang nantinya akan menambah
pengeluaran yaitu beban gaji.
Untuk komponen pertanyaan yang mempunyai prosentase paling
sedikit, mempunyai perhitungan tersendiri. Dari hasil kuesioner dan
wawancara, hanya terdapat 2 hotel yang mempunyai manajemen/divisi
24
tersendiri untuk mengatur/mengelola masalah lingkungan. Ada yang
berada di bawah GM (General Manager) dan ada yang berada dibawah
RM (Resort Manager). Dengan demikian, keputusan yang diambil
mengenai pengelolaan lingkungan dilakukan oleh divisi pengelolaan
lingkungan itu sendiri.
TABEL 5
PENGUKURAN STRATEGI DAN MANAJEMEN ORGANISASI
INDIKATOR PROSENTASE
Proses manajemen lingkungan hidup 39%
Pelatihan karyawan mengenai lingkungan hidup
merupakan prioritas
14%
Seluruh karyawan mengetahui tujuan pengelolaan
lingkungan hidup
13%
Seluruh karyawan mengetahui dan memiliki akses
kepada kebijakan lingkungan hidup
6%
Ada saluran bagi karyawan untuk menyampaikan
saran mengenai pengelolaan lingkungan hidup
11%
Memiliki sistem kontrol yang memungkinkan untuk
mendapatkan informasi mengenai tujuan lingkungan
hidup
7%
Mampu memperkirakan biaya dan investasi yang
dibutuhkan untuk pengelolaan lingkungan hidup
11%
TOLAK UKUR KESIAPAN 7%
Sumber : hasil olahan data Maret, 2014
Dari Tabel 5 diatas, prosentase tertinggi kedua setelah proses
manajemen lingkungan (sebesar 39%), adalah prioritas pelatihan karyawan
mengenai lingkungan (sebesar 14%). Dari hasil wawancara, sejumlah
hotel rutin mengadakan training atau pelatihan khususnya bagi karyawan
baru, untuk dilatih kesadarannya (awareness) pada hal-hal yang sangat
mendasar contohnya seperti penggunaan listrik (lampu), air, kertas dan
bagaimana cara memisahkan 3 jenis sampah (sampah kertas, organik dan
plastik) mengingat daur ulang dari 3 jenis sampah ini mempunyai cara
25
yang berbeda. Pelatihan terus dilanjutkan dengan selalu menyisipkan
wacana mengenai pengelolaan lingkungan disaat safety and security talk.
Tindakan ini kemudian menghasilkan pemahaman karyawan
terhadap tujuan lingkungan. Hal ini ditunjukkan oleh prosentase terbesar
ketiga (sebesar 13%), yaitu karyawan mengetahui tujuan pengelolaan
lingkungan hidup. Dari pemahaman ini kemudian berujung kepada
tindakan nyata para karyawan untuk melakukan hal-hal yang bersifat
ramah lingkungan. Contoh sederhanya pada saat menggunakan kertas,
untuk hal-hal yang tidak terlalu formal, para karyawan menggunakan
kertas bekas.
Prosentase tertinggi berikutnya, yaitu 11% terdiri dari 2 indikator.
Pertama, manajemen hotel memberikan/menyediakan saluran bagi
karyawan untuk menyampaikan saran mengenai pengelolaan lingkungan.
Kedua, mampu memperkirakan biaya untuk melakukan pengelolaan
lingkungan hidup.
Hanya sedikit responden yang mengatakan bahwa dalam
manajemen hotel terdapat sebuah sistem kontrol yang memungkinkan
untuk mendapatkan informasi mengenai tujuan lingkungan hidup
(prosentase sebesar 7%). Masalah lingkungan yang terjadi dapat berubah
dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi yang ada pada saat itu.
Sehingga sangat diperlukannya sebuah sistem yang memfasilitasi
pemberian informasi mengenai lingkungan. Hal ini berhubungan dengan
kebijakan dan prosedur lingkungan hidup yaitu bagaimana cara
26
manajemen hotel dalam menerapkan strategi dan implementasinya
mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian, kekurangan
dari ketiadaan sistem ini membuat para karyawan tidak mempunyai akses
kedalam kebijakan lingkungan itu sendiri (prosentase terkecil sebesar 6%).
Pembahasan
Kesiapan industri perhotelan dapat dilihat melalui nilai prosentase
rata-rata dari tiap-tiap variabel pertanyaan pada ketiga indikator yang
kemudian dibandingkan dengan nilai tolak ukur kesiapan masing-masing.
Untuk orientasi eksternal, semua prosentase rata-rata tiap variabel
pertanyaan mempunyai nilai yang jauh diatas nilai tolak ukur kesiapannya
yaitu sebesar 17% (Tabel 2). Sama halnya dengan orisentasi internal, nilai
prosentase rata-rata yang dihasilkan dari tiap variabel pertanyaan
menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tolak ukur
kesiapan yaitu sebesar 8% (Tabel 3). Untuk pengukuran strategi dan
manajemen organisasi juga dapat dikatakan siap, karena hampir semua
nilai prosentase indikatornya mempunyai nilai lebih besar dan sama
dengan nilai tolak ukur kesiapannya yaitu sebesar 7%.
Berdasarkan data yang telah dianalisis, dapat dikatakan bahwa
sesungguhnya industri perhotelan telah siap dalam memasuki masa
akuntansi hijau. Pengelolaan lingkungan hidup telah dilakukan dengan
baik, walaupun didasarkan oleh faktor-faktor tertentu dan bukan karena
inisiatif yang dilakukan sendiri oleh manajemen hotel.
27
V. PENUTUP
Kesimpulan
Dari analisis data serta pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
industri perhotelan telah siap dalam memasuki perlakuan akuntansi hijau,
walaupun pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan tidak didasarkan
pada inisiatif sendiri dari pihak manajemen perhotelan sebagai wujud dari
kesungguhan/keseriusan dalam menanggapi isu lingkungan alam kini.
Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan karena didorong oleh faktor-
faktor tertentu diantaranya yaitu menaati regulasi yang ada, dan juga
mengikuti tuntutan pasar agar dapat bertahan dalam bersaing. Namun
berangkat dari faktor-faktor tersebut, menyebabkan industri perhotelan
melakukan pengelolaan lingkungan yang cukup baik, sehingga telah siap
dalam memasuki masa akuntansi hijau.
Implikasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa sesungguhnya industri
perhotelan telah siap dalam memasuki masa akuntansi hijau. Apabila telah
terdapat standar dan peraturan baku untuk diberlakukannya akutansi hijau
di dalam laporan keuangan, maka tidak sulit bagi manajemen hotel untuk
mengaplikasikannya. Selain itu bagi orang-orang yang mempunyai
wewenang dalam pengambilan keputusan khususnya mengenai
pengelolaan lingkungan hidup perlu memiliki inisiasi ataupun kesadaran
yang dibangun dari dalam diri sendiri agar dapat memberikan pengaruh
bagi semua aras manajemen hotel untuk bersama-sama melakukan
28
pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan inisiatif sendiri, dan bukan
dikarenakan faktor-faktor tertentu. Untuk lebih menunjukkan kesiapan ini,
perlu dibentuknya sebuah divisi atau manajemen yang khusus untuk
menangani pengelolaan lingkungan hidup.
Keterbatasan
Adapun keterbatasan dalam melakukan penelitian ini adalah akses
dalam pengambilan sampel. Keterbatasan artikel yang mengulas mengenai
akuntansi hijau pada perhotelan juga menjadi salah satu kendala.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti mengenai
penyebab mengapa pengelolaan lingkungan hidup didalam industri
perhotelan hanya disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Apa yang
seharusnya dilakukan agar tercipta kesadaran dari lingkup internal dalam
melakukan pengelolaan lingkungan hidup yang berujung kepada
keberlangsungan usaha.
29
DAFTAR PUSTAKA
Amorita Agni,Darmawan Ardi, Purnawansari Ardi, 2013, “Inspirasi Bali”, Jakarta
: TEMPO.
Bonilla-Priego Maria Jesus, Najera Juan Jose, Font Xavier, 2011, “Environmental
Management Decision-Making In Certified Hotels”, Journal of Sustainable
Tourism, Vol. 19, No. 3.
Dalem, A. A. G. Raka, “Sistem Manajemen Lingkungan, Tri Hita Karana dan
Implementasinya Pada Hotel,
http://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/viewFile/2438/1666.
Lako Andreas, 2012, “Akuntansi Hijau”, Kontan, edisi 10-22 Juni, [a].
Lako Andreas, 2012, “Ekonomi Hijau Untuk Bumi”, Kontan, edisi 18-24 Juni,
[b].
Mardalis, 2003, “Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal)”, Jakarta : Bumi
Aksara.
Spence Laura J., Agyemang Gloria, Rinaldi Leonardo, 2012, “Environmental
Aspect of Sustainability : SMEs and the Role of the Accountant”, The Association
of Chartered Certified Accountants, Research Report 128.
Sulastiyono Agus, 2011, “Manajemen Penyelenggaraan Hotel”, Bandung :
Penerbit Alfabeta.
Wiyasha IBM, 2010, “Akuntansi Perhotelan-Penerapan Uniform System Of
Accounts for the Lodging Industry”, Yogyakarta : Penerbit Andi.
http://bali.bps.go.id/index.php?reg=par_full, (Badan Pusat Statistik).
http://proper.menlh.go.id/proper%20baru/html/menu%202/regulation%20scope-
ind2.htm, (PROPER - Menteri Lingkungan Hidup).
http://www.menlh.go.id/hasil-penilaian-proper-klh-2013/, (Hasil Penilaian PROPER
- Menteri Lingkungan Hidup).
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2418/Bab%201.pdf?seq
uence=2.
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201212.pdf.
30
http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/sektor-pariwisata-turut-dongkrak-
perekonomian/19621.
http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?id=2555.
http://www.lensaindonesia.com/2012/12/22/skyscanner-ungkap-wisatawan-
indonesia-di-tahun-2012.html.
http://www.beritasatu.com/destinasi/171444-pariwisata-indonesia-butuh-800-
hotel-untuk-8-tahun-ke-depan.html.
31
LAMPIRAN-LAMPIRAN
TABEL 1
DASAR HUKUM KRITERIA PENILAIAN PROPER
MEDIA
PENATAAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
PERATURAN
PEMERINTAH
PERATURAN PERUNDANGAN
LAINNYA
DUMPING
KE LAUT PP No. 19, Tahun 1999 KepMen No.12, Tahun 2006
PENERAPAN
AMDAL PP No.27, Tahun 1999 KepMen No.86, Tahun 2002
PENGELOLAAN
LIMBAH
B3
PP No. 18, Tahun 1999
Juncto
PP No. 85, Tahun 1999
KepDal No. 68, Tahun 1994
KepDal No. 01, Tahun 1995
KepDal No. 02, Tahun 1995
KepDal No. 03, Tahun 1995
KepDal No. 04, Tahun 1995
KepDal No. 05, Tahun 1995
PENGENDALIAN
PENCEMARAN
AIR DAN LAUT
PP No.82, Tahun 2001
KepMenLH No. 51, Tahun 1995
KepMenLH No. 58, Tahun 1995
KepMenLH No. 42, Tahun 1996
KepMenLH No. 09, Tahun 1997
KepMenLH No. 52, Tahun 1995
KepMenLH No. 28, Tahun 2003
KepMenLH No. 29, Tahun 2003
KepMenLH No. 112, Tahun 2003
KepMenLH No. 113, Tahun 2003
KepMenLH No. 202, Tahun 2005
PENGENDALIAN
PENCEMARAN
UDARA
PP No. 41, Tahun 1999
KepMen No. 13, Tahun 1995
KepDal No. 205, Tahun 1996
KepMen No. 129, Tahun 2003
KepMEn No.133, Tahun 2004
(Sumber : http://proper.menlh.go.id)
32
TABEL 2
Banyaknya Hotel Berbintang di Bali Menurut Lokasi dan Kelas Hotel Tahun 2012
Number of Classified Hotel in Bali by Regency/City and Hotel Class, 2012
Kabupaten/Kota Regency/City
Kelas Hotel / Hotel Class Jumlah
Total Bintang 5 5 Star
Bintang 4 4 Star
Bintang 3 3 Star
Bintang 2 2 Star
Bintang 1 1 Star
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Jembrana
0 0 2 0 0 2
2. Tabanan
2 0 1 0 0 3
3. Badung
39 44 32 13 12 140
4. Gianyar
6 7 2 1 2 18
5. Klungkung
0 0 2 1 1 4
6. Bangli
0 0 0 0 0 0
7. Karangasem
1 2 3 1 1 8
8. Buleleng
1 2 6 3 2 14
9. Denpasar
3 4 11 6 5 29
Jumlah / Total : 52 59 59 25 23 218
2011 51 53 52 23 19 198
2010 37 48 35 26 9 155
2009 37 41 35 27 9 149
2008 37 28 39 35 11 150
2007 36 28 38 34 9 145
2006 38 30 38 30 11 147
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
Source : BPS - Statistics of Bali Province
33
HASIL OLAHAN DATA
TABEL 1
ORIENTASI INTERNAL PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
No Hotel Usia Jenis
Kelamin
Orientasi Internal ∑
(1) (2) (3)
1 Adhi Jaya Hotel 51 Laki-Laki 6 2 2 10
2 Alam Kulkul Boutique Resort 29 Laki-Laki 3 2 5 10
3 Aston Tuban Inn Bali 29 Laki-Laki 3 2 5 10
4 Ayodya Resort Bali 50 Laki-Laki 3 3 4 10
5 Bali Kuta Resort 33 Wanita 3 4 3 10
6 Grand Inna Kuta 30 Wanita 4 3 3 10
7 Grand Istana Rama 33 Laki-Laki 5 2 3 10
8 Grand Mirage Resort 35 Laki-Laki 3 4 3 10
9 Grand Nikko Bali 43 Wanita 3 5 2 10
10 Kuta Paradiso Hotel 33 Laki-Laki 5 3 2 10
11 Mantra Nusa Dua 43 Wanita 5 4 1 10
12 Padma Resort 45 Laki-Laki 3 3 4 10
13 Pullman Bali 27 Laki-Laki 2 2 6 10
14 Ramayana Resort & Spa 50 Laki-Laki 2 3 5 10
15 The Magani Hotel & Spa 30 Laki-Laki 5 3 2 10
16 The Seminyak Beach Resort & Spa 39 Laki-Laki 2 5 3 10
17 The St. Regis Bali Resort 28 Wanita 3 5 2 10
18 The Vira Bali 33 Wanita 6 2 2 10
19 Grand Aston Bali Beach Resort 40 Laki-Laki 4 3 3 10
20 Harris Hotel & Residences Riverview 32 Laki-Laki 3 3 4 10
21 Champlung Sari Hotel 44 Laki-Laki 2 4 4 10
22 Hanging Gardens Ubud 45 Laki-Laki 3 3 4 10
23 Maya Ubud Resort & Spa 35 Laki-Laki 3 4 3 10
24 Pertiwi Resort & Spa 42 Wanita 4 2 4 10
25 Puri Bunga Resort & Spa 25 Wanita 4 3 3 10
26 The Mension Resort Hotel & Spa 33 Laki-Laki 4 4 2 10
27 The Royal Pita Maha 45 Laki-Laki 4 3 3 10
28 Warwick Ibah Luxury Villas & Spa 28 Wanita 3 3 4 10
3,57 3,18 3,25
36% 32% 33%
∑ 100%
34
TABEL 2
ORIENTASI EKSTERNAL PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
No Hotel Usia Jenis
Kelamin
Orientasi Eksternal ∑
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Adhi Jaya Hotel 51 Laki-Laki 2 2 2 1 2 1 10
2 Alam Kulkul Boutique Resort 29 Laki-Laki 1 2 1 2 3 1 10
3 Aston Tuban Inn Bali 29 Laki-Laki 2 2 2 1 1 2 10
4 Ayodya Resort Bali 50 Laki-Laki 4 1 1 2 1 1 10
5 Bali Kuta Resort 33 Wanita 1 2 2 1 3 1 10
6 Grand Inna Kuta 30 Wanita 2 2 3 1 1 1 10
7 Grand Istana Rama 33 Laki-Laki 2 2 1 1 3 1 10
8 Grand Mirage Resort 35 Laki-Laki 2 2 2 2 1 1 10
9 Grand Nikko Bali 43 Wanita 0 1 4 3 2 0 10
10 Kuta Paradiso Hotel 33 Laki-Laki 2 2 1 2 2 1 10
11 Mantra Nusa Dua 43 Wanita 3 1 1 2 1 2 10
12 Padma Resort 45 Laki-Laki 1 1 1 1 2 4 10
13 Pullman Bali 27 Laki-Laki 2 2 2 1 1 2 10
14 Ramayana Resort & Spa 50 Laki-Laki 2 2 1 2 2 1 10
15 The Magani Hotel & Spa 30 Laki-Laki 2 1 3 1 1 2 10
16 The Seminyak Beach Resort & Spa 39 Laki-Laki 1 4 1 1 1 2 10
17 The St. Regis Bali Resort 28 Wanita 2 2 2 1 1 2 10
18 The Vira Bali 33 Wanita 3 1 1 1 2 2 10
19 Grand Aston Bali Beach Resort 40 Laki-Laki 3 2 1 1 1 2 10
20 Harris Hotel & Residences Riverview 32 Laki-Laki 4 2 1 1 1 1 10
21 Champlung Sari Hotel 44 Laki-Laki 3 1 2 1 1 2 10
22 Hanging Gardens Ubud 45 Laki-Laki 3 1 2 1 2 1 10
23 Maya Ubud Resort & Spa 35 Laki-Laki 3 2 2 1 1 1 10
24 Pertiwi Resort & Spa 42 Wanita 2 3 2 1 1 1 10
25 Puri Bunga Resort & Spa 25 Wanita 2 1 1 2 2 2 10
26 The Mension Resort Hotel & Spa 33 Laki-Laki 1 1 3 1 3 1 10
27 The Royal Pita Maha 45 Laki-Laki 3 2 2 1 1 1 10
28 Warwick Ibah Luxury Villas & Spa 28 Wanita 2 2 2 2 1 1 10
2,14 1,75 1,75 1,36 1,57 1,43
21% 18% 18% 14% 16% 14%
∑ 100%
35
TABEL 3
PROSES MANAJEMEN LINGKUNGAN HIDUP
No Hotel Usia Jenis
Kelamin
Proses Manajemen Lingkungan (10)* ∑
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
1 Adhi Jaya Hotel 51 Laki-Laki 1 0 1 1 1 1 5
2 Alam Kulkul Boutique Resort 29 Laki-Laki 1 3 0 0 1 0 5
3 Aston Tuban Inn Bali 29 Laki-Laki 1 0 1 1 1 0 4
4 Ayodya Resort Bali 50 Laki-Laki 1 0 1 0 1 0 3
5 Bali Kuta Resort 33 Wanita 1 0 1 1 1 1 5
6 Grand Inna Kuta 30 Wanita 1 0 1 1 1 0 4
7 Grand Istana Rama 33 Laki-Laki 1 0 1 1 1 1 5
8 Grand Mirage Resort 35 Laki-Laki 1 0 1 1 1 0 4
9 Grand Nikko Bali 43 Wanita 1 3 0 1 1 0 6
10 Kuta Paradiso Hotel 33 Laki-Laki 1 0 1 0 1 0 3
11 Mantra Nusa Dua 43 Wanita 1 0 1 0 1 0 3
12 Padma Resort 45 Laki-Laki 0 0 1 1 1 0 3
13 Pullman Bali 27 Laki-Laki 1 0 1 1 1 1 5
14 Ramayana Resort & Spa 50 Laki-Laki 0 0 1 0 1 1 3
15 The Magani Hotel & Spa 30 Laki-Laki 1 0 1 0 1 0 3
16 The Seminyak Beach Resort & Spa 39 Laki-Laki 0 0 1 0 1 0 2
17 The St. Regis Bali Resort 28 Wanita 1 0 1 1 0 1 4
18 The Vira Bali 33 Wanita 1 0 1 1 0 0 3
19 Grand Aston Bali Beach Resort 40 Laki-Laki 0 0 1 0 1 0 2
20 Harris Hotel & Residences Riverview 32 Laki-Laki 1 0 1 1 1 1 5
21 Champlung Sari Hotel 44 Laki-Laki 1 0 1 0 1 0 3
22 Hanging Gardens Ubud 45 Laki-Laki 1 0 1 0 1 0 3
23 Maya Ubud Resort & Spa 35 Laki-Laki 1 0 1 0 1 1 4
24 Pertiwi Resort & Spa 42 Wanita 1 0 1 1 1 0 4
25 Puri Bunga Resort & Spa 25 Wanita 1 0 1 1 1 0 4
26 The Mension Resort Hotel & Spa 33 Laki-Laki 1 0 1 0 1 1 4
27 The Royal Pita Maha 45 Laki-Laki 1 0 1 0 1 1 4
28 Warwick Ibah Luxury Villas & Spa 28 Wanita 1 0 1 1 1 1 5
0,86 0,21 0,93 0,54 0,93 0,39
3,86
36
TABEL 4
STRATEGI DAN MANAJEMEN ORGANISASI
No Hotel Usia Jenis
Kelamin
Mengukur Strategi dan Manajemen Organisasi ∑
∑(10)* (11) (12) (13) (14) (15) (16)
1 Adhi Jaya Hotel 51 Laki-Laki 5 2 1 0 1 0 1 10
2 Alam Kulkul Boutique Resort 29 Laki-Laki 5 1 1 0 1 1 1 10
3 Aston Tuban Inn Bali 29 Laki-Laki 4 1 1 1 1 0 2 10
4 Ayodya Resort Bali 50 Laki-Laki 3 0 2 2 1 1 1 10
5 Bali Kuta Resort 33 Wanita 5 1 1 0 1 1 1 10
6 Grand Inna Kuta 30 Wanita 4 1 1 1 2 0 1 10
7 Grand Istana Rama 33 Laki-Laki 5 1 1 0 1 0 2 10
8 Grand Mirage Resort 35 Laki-Laki 4 2 1 0 1 1 1 10
9 Grand Nikko Bali 43 Wanita 6 1 1 1 0 0 1 10
10 Kuta Paradiso Hotel 33 Laki-Laki 3 2 1 1 1 1 1 10
11 Mantra Nusa Dua 43 Wanita 3 1 1 1 1 1 2 10
12 Padma Resort 45 Laki-Laki 3 1 3 0 2 1 0 10
13 Pullman Bali 27 Laki-Laki 5 1 1 1 1 0 1 10
14 Ramayana Resort & Spa 50 Laki-Laki 3 2 2 1 1 0 1 10
15 The Magani Hotel & Spa 30 Laki-Laki 3 2 2 0 1 1 1 10
16 The Seminyak Beach Resort & Spa 39 Laki-Laki 2 2 2 1 1 1 1 10
17 The St. Regis Bali Resort 28 Wanita 4 1 0 1 2 1 1 10
18 The Vira Bali 33 Wanita 3 1 2 0 2 1 1 10
19 Grand Aston Bali Beach Resort 40 Laki-Laki 2 2 1 2 1 1 1 10
20 Harris Hotel & Residences Riverview 32 Laki-Laki 5 1 1 0 1 1 1 10
21 Champlung Sari Hotel 44 Laki-Laki 3 1 2 1 1 1 1 10
22 Hanging Gardens Ubud 45 Laki-Laki 3 2 1 1 1 1 1 10
23 Maya Ubud Resort & Spa 35 Laki-Laki 4 2 1 0 1 1 1 10
24 Pertiwi Resort & Spa 42 Wanita 4 1 0 2 1 1 1 10
25 Puri Bunga Resort & Spa 25 Wanita 4 2 1 0 1 1 1 10
26 The Mension Resort Hotel & Spa 33 Laki-Laki 4 2 2 0 1 0 1 10
27 The Royal Pita Maha 45 Laki-Laki 4 1 1 1 1 1 1 10
28 Warwick Ibah Luxury Villas & Spa 28 Wanita 5 1 2 0 1 0 1 10
*3,86 1,36 1,29 0,64 1,11 0,68 1,07
39% 14% 13% 6% 11% 7% 11%
∑ 100%
*Hasil dari Tabel 3 (Proses Manajemen Lingkungan Hidup)
37
KUESIONER PENELITIAN
NAMA :
USIA :
JENIS KELAMIN :
NAMA HOTEL :
ALAMAT :
I. Digunakan untuk mengukur orientasi internal lingkungan
(Penilaian diisi dengan angka 1-10, akumulasi dari 3 pertanyaan = 10)
No PERNYATAAN Nilai
1 Tujuan lingkungan hidup dalam perusahaan didefinisikan dengan
mempertimbangkan kepatuhan hokum
2 Tujuan lingkungan hidup dalam perusahaan didefinisikan dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan yang signifikan
3 Motivasi utama penerapan sistem pengelolaan lingkungan hidup
adalah untuk penghematan biaya
Total = 10
II. Digunakan untuk mengukur orientasi internal lingkungan
(Penilaian diisi dengan angka 1-10, akumulasi dari 6 pertanyaan = 10)
No PERNYATAAN Nilai
1 Motivasi utama untuk dalam menerapkan sistem manajemen
lingkungan hidup adalah untuk menanggapi tekanan
pasar/pelanggan
2 Motivasi utama dalam menerapkan sistem manajemen
lingkungan hidup adalah untuk mendapatkan keuntungan pasar
yang kompetitif
3 Secara teratur mensponsori/berkolaborasi dengan organisasi-
organisasi yang bergerak di bidang konservasi lingkungan hidup
4 Menggunakan kebijakan dan tindakan lingkungan hidup sebagai
suatu strategi komersial (label kualitas lingkungan dan sertifikasi)
5 Pemasok mempunyai akses kepada kebijakan lingkungan hidup
perusahaan
6 Tujuan lingkungan hidup yang diatur dengan mempertimbangkan
pendapat dari pemangku kepentingan (klien, pemasok, dll)
Total = 10
38
III. Proses Manajemen Lingkungan Hidup
No PERNYATAAN Jawab
1 Apakah ada orang yang bertanggung jawab untuk
pengelolaan lingkungan hidup?
2 Berapa banyak tingkat manajemen yang ada? Apakah
ada manajemen untuk lingkungan hidup?
3 Apakah manajemen lingkungan hidup merupakan
bagian dalam manajemen hotel?
4 Apakah pada hotel terdapat pengurus khusus lingkungan
hidup?
5 Siapa yang memutuskan tujuan pengelolaan lingkungan
hidup?
6 Hal apa yang diputuskan pertama kali? Pengelolaan
lingkungan hidup atau anggaran?
IV. Item untuk mengukur strategi dan manajemen organisasi
(Penilaian diisi dengan angka 1-10, akumulasi dari 7 pertanyaan = 10)
No PERNYATAAN Nilai
1 Proses manajemen lingkungan hidup
2 Pelatihan staff untuk lingkungan hidup merupakan prioritas
3 Semua karyawan mengerti akan tujuan lingkungan hidup
4 Semua karyawan mengerti dan juga mempunyai akses terhadap
kebijakan lingkungan hidup
5 Ada saluran untuk karyawan untuk menyampaikan saran untuk
pengelolaan lingkungan hidup
6 Memiliki sistem kontrol yang memungkinkan untuk
mendapatkan semua informasi lingkungan hidup yang diperlukan
7 Mampu memperkirakan biaya dan investasi yang dilakukan
dalam pengelolaan lingkungan hidup
Total = 10
top related